UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
MUTIA ANGGRIANI, S.Farm 1106047215
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENNGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2012
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
MUTIA ANGGRIANI, S.Farm 1106047215
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENNGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2012 ii
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Combiphar Jl. Raya Simpang No. 383 Padalarang Periode 5-30 Maret 2012. Laporan ini merupakan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di PT. Combiphar dan disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Bapak Drs. H. Husni Azhar, MBA, sebagai Plant Manager PT. Combiphar serta sebagai pembimbing yang telah mengarahkan dan memberi bimbingan selama praktek kerja berlangsung.
2.
Bapak Maman Suhendar, S.Si., Apt., selaku koordinator PKPA yang telah memberikan
kesempatan
untuk
melaksanakan
kerja
praktek
di
PT.Combiphar. 3.
Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S, Apt., selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia.
4.
Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia.
5.
Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku pembimbing PKPA dari Program Pendidikan Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan bantuan dalam penyusunan laporan ini.
6.
Karyawan dan staf PT. Combiphar yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini.
7.
Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Departemen Farmasi FMIPA UI.
8.
Orang tua dan adik yang selalu memberi dukungan, semangat, dan doa kepada penulis.
iv
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
9.
Seluruh rekan-rekan PKPA di PT. Combiphar dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Universitas Padjadjaran, dan Universitas Sanata Dharma yang telah berjuang bersama.
10. Semua teman-teman Program Profesi Apoteker angkatan 74 serta semua pihak yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis selama pelaksanaan PKPA ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan PKPA ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani kerja praktek profesi apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang memerlukan.
Depok, Juni 2012
Penulis
v
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii 1.
PENDAHULUAN ...........................................................................................1 1.1 Latar Belakang ...........................................................................................1 1.2 Tujuan ........................................................................................................2
2.
TINJAUAN UMUM........................................................................................3 2.1 Industri Farmasi .......................................................................................3 2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ...............................................5
3.
TINJAUAN KHUSUS PT. COMBIPHAR .................................................24 3.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar .................................................39 3.2 Visi dan Misi PT. Combiphar ................................................................25 3.3 Lokasi dan Bangunan PT. Combiphar...................................................25 3.4 Struktur Organisasi ................................................................................27
4.
PEMBAHASAN ............................................................................................61 4.1 Manajemen Mutu ...................................................................................61 4.2 Personalia ..............................................................................................62 4.3 Bangunan dan Fasilitas ..........................................................................63 4.4 Peralatan ................................................................................................65 4.5 Sanitasi dan Higiene ..............................................................................66 4.6 Produksi .................................................................................................67 4.7 Pengawasan Mutu ..................................................................................68 4.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu ................................................................70 4.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk dan Produk Kembalian .................................................................................70 4.10 Dokumentasi ..........................................................................................72 4.11 Pembuatan dan Analisis berdasarkan Kontrak ......................................73 4.12 Kualifikasi dan Validasi ........................................................................74
5.
KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................75 5.1 Kesimpulan ............................................................................................75 5.2 Saran ......................................................................................................75
DAFTAR REFERENSI .......................................................................................76
vi
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Struktur Organisasi Departemen Quality Assurance .................... 48
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Jumlah Partikel untuk Tiap Kelas Ruangan ....................................... 52
vii
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Persyaratan Suhu dan Konduktivitas ..................................... 77
Lampiran 2.
Persyaratan pH dan Konduktivitas ......................................... 78
viii
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang Kesehatan menjadi bagian penting yang berperan dalam menentukan
kualitas sumber daya manusia. Pemberian pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat. Salah satu komponen kesehatan yang sangat strategis adalah tersedianya obat sebagai bagian dari pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Tersedianya obat dalam jumlah, jenis, dan kualitas yang memadai menjadi faktor penting dalam pembangunan nasional khususnya di bidang kesehatan. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, memiliki peranan yang strategis dalam usaha pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi, industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Untuk dapat menghasilkan obat yang memiliki spesifikasi sesuai dengan penggunaannya, maka Industri Farmasi harus memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). CPOB adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan, dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Salah satu aspek yang berperan penting untuk menentukan kesuksesan dari industri farmasi adalah personil yang kompeten dalam bidangnya. Pekerjaan kefarmasian dalam produksi sediaan farmasi salah satunya berperan dalam industri farmasi obat. Industri farmasi harus memiliki 3 (tiga) orang apoteker sebagai penanggung jawab masing-masing pada bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu setiap produksi sediaan farmasi. Tanggung jawab yang penting dari seorang apoteker di industri armasi tersebut menuntut seorang apoteker harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang baik untuk menjamin pelaksanaan CPOB. Selain itu, apoteker juga dituntut untuk memiliki pengetahuan mengenai cara produksi obat yang meliputi perencanaan 1 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
2
produksi, proses produksi, pengawasan dalam proses produksi, pengetahuan di bidang pengawasan mutu, serta ilmu-ilmu lain yang mendukung. Oleh karena itu, Program Studi Profesi Apoteker dari Universitas Indonesia bekerjasama dengan PT. Combiphar menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) pada periode 5 – 30 Maret 2012. Praktek kerja ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan praktis dengan melihat dan terlibat langsung dalam pekerjaan kefarmasian di industri farmasi.
1.2
Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di PT.
Combiphar ini bertujuan untuk: 1.
Mengamati secara langsung gambaran umum kegiatan yang dilakukan oleh PT. Combiphar.
2.
Mengamati dan memahami penerapan seluruh aspek Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) di PT. Combiphar.
3.
Mengetahui dan memahami tugas, tanggung jawab, dan wewenang apoteker dalam industri farmasi, sehingga dapat mempersiapkan peserta PKPA menjadi apoteker yang siap menjalankan profesinya sesuai dengan standar kompetensi di bidang industri farmasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang industri farmasi, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Industri farmasi berkewajiban memiliki Izin Usaha Industri Farmasi sebelum memulai proses produksinya. Izin Usaha Industri Farmasi diberikan kepada pemohon yang telah siap berproduksi sesuai persyaratan CPOB. Izin tersebut berlaku untuk seterusnya selama perusahaan industri farmasi yang bersangkutan masih berdiri dan melakukan proses produksi.
2.1.1
Persyaratan
Izin
Usaha
Industri
Farmasi
(Kepmenkes
No.1799/Menkes/Per/XII/2010) Untuk mendapatkan izin usaha, maka industri farmasi yang ada di Indonesia harus memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemerintah
sesuai
Surat
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
No.
1799/MENKES/PER/XII/2010. Beberapa persyaratan tersebut seperti tercantum di bawah ini : 1.
Berbadan usaha berupa perseroan terbatas.
2.
Memiliki Rencana Investasi dan kegiatan pembuatan obat.
3.
Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
4.
Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu.
5.
Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian. Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi
dari Direktur Jenderal. Untuk memperoleh izin industri farmasi diperlukan persetujuan prinsip. Permohonan persetujuan prinsip diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal. Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal 3 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
4
setelah pemohon memperoleh persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala Badan. Dalam hal permohonan persetujuan prinsip dilakukan oleh industri Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri, pemohon harus memperoleh Surat Persetujuan Penanaman Modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Industri Farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB. Pemenuhan persyaratan CPOB sebagaimana dimaksud dibuktikan dengan sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB berlaku selama 5 (lima) tahun sepanjang memenuhi persyaratan. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara sertifikasi CPOB diatur oleh Kepala Badan. Sesuai dengan izin usaha industri yang diperoleh, industri farmasi wajib melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri yang dilakukannya.
2.1.2 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi (Daris, 2008) Pencabutan izin usaha industri farmasi dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu: 1.
Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahtanganan hak milik Izin Usaha Industri Farmasi dan perluasan tanpa memiliki izin sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan ini; dan atau
2.
Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi tidak menyampaikan informasi industri farmasi secara berturut-turut 3 (tiga) kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar; dan atau
3.
Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari menteri; dan atau
4.
Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi dengan sengaja memproduksi Obat Jadi atau Bahan Baku Obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku, obat palsu; dan atau Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
5
5.
Tidak dipenuhinya ketentuan dalam Izin Usaha Industri Farmasi yang ditetapkan dalam Surat Keputusan. Pelaksanaan pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi dilakukan oleh
Direktur Jenderal dan dilaksanakan setelah dikeluarkan : 1.
Peringatan secara tertulis kepada perusahaan Industri Farmasi sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan.
2.
Pembekuan Izin Usaha Industri untuk jangka waktu 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya Penetapan Pembekuan Kegiatan Usaha Industri Farmasi. Pembekuan Izin Usaha Industri Farmasi dapat dicairkan kembali apabila Perusahaan Industri Farmasi telah memenuhi seluruh persyaratan yang disyaratkan sesuai ketentuan dalam Surat Keputusan.
2.2
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah bagian dari pemastian
mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya Cara Pembuatan Obat yang Baik mencakup seluruh aspek produksi dan pengawasan mutu. Persyaratan dasar CPOB adalah bahwa semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas, dikaji secara sistematis berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu secara konsisten menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan. Pedoman CPOB tahun 2006 mencakup dua belas aspek yang harus dipenuhi dalam penerapan CPOB.
2.2.1 Manajemen Mutu Prinsip manajemen mutu adalah menjamin mutu suatu obat jadi, tidak hanya mengandalkan pelulusan dari serangkaian pengujian tetapi juga: a.
Mutu obat hendaklah diperhitungkan sejak awal ke dalam produk tersebut. Mutu obat tergantung dari bahan awal, proses pembuatan, pengawasan mutu, bangunan, dan peralatan yang dipakai serta semua personil yang terlibat. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
6
b.
Semua obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau dengan cermat agar obat yang dihasilkan dapat
selalu memenuhi
persyaratan. Manajemen mutu merupakan suatu aspek dari fungsi manajemen yang menentukan dan mengimplementasikan
kebijakan mutu sehingga
dapat
disosialisasikan kepada karyawan dengan sebaik-baiknya. Untuk melaksanakan kebijakan mutu dibutuhkan 2 unsur dasar: a.
Sistem mutu yang mengatur struktur organisasi, tanggung jawab,
dan
kewajiban, Semua sumber daya yang diperlukan dan semua prosedur yang mengatur proses yang ada. b.
Tindakan sistematis untuk melaksanakan sistem mutu, yang disebut pemastian mutu atau quality assurance. Menurut CPOB 2006 Industri farmasi harus membuat obat sedemikian
rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen bertanggungjawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu kebijakan mutu yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran disemua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Unsur dasar manajemen mutu adalah suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya serta pemastian mutu. Pemastian mutu adalah suatu konsep yang mencakup semua hal, baik secara tersendiri maupun kolektif yang akan mempengaruhi mutu obat yang dihasilkan. Pemastian mutu merupakan totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat yang dihasilkan memiliki mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya.
2.2.2
Personalia Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang sehat, terkualifikasi,
dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil tidak Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
7
dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindari resiko terhadap mutu obat. Kesehatan personil menjadi salah satu bagian yang penting, oleh karena itu pada saat perekrutan hendaklah dipastikan bahwa semua calon karyawan memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik sehingga tidak akan berdampak pada mutu produk yang akan dibuat. Di samping itu hendaklah dibuat dan dilaksanakan progam pemeriksaan secara berkala dan untuk masing-masing karyawan sebaiknya memiliki catatan tentang kesehatan mental dan fisiknya. Menurut CPOB 2006, sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dalam Cara Pembuatan Obat yang Baik. Oleh sebab itu, industri farmasi bertanggungjawab untuk menyediakan personil dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggungjawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaan. Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil juga tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindari resiko terhadap mutu obat. Personil kunci dalam industri farmasi mencakup kepala bagian produksi, kepala bagian pengawasan mutu dan kepala bagian manajeman mutu (pemastian mutu). Struktur organisasi industri farmasi hendaklah sedemikian rupa, sehingga bagian produksi, manajemen mutu (pemastian mutu), dan pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang berbeda serta tidak saling bertanggungjawab satu terhadap yang lain. Masing-masing personil hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana yang memadai yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Kepala bagian produksi, manajemen mutu (pemastian mutu), dan pengawasan mutu hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial, sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
8
Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Pelatihan hendaklah diberikan secara berkesinambungan dan efektifitas penerapannya hendaklah dinilai secara berkala. Pelatihan ini diberikan oleh orang yang terkualifikasi.
2.2.3 Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan,
pencemaran-silang
dan
kesalahan
lain,
dan
memudahkan
pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaransilang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Bangunan dan fasilitas yang diatur dalam pedoman CPOB 2006, yaitu: a.
Area penimbangan Penimbangan bahan awal dan perkiraan hasil nyata produk dengan cara penimbangan hendaklah dilakukan di area penimbangan terpisah yang didesain khusus untuk kegiatan tersebut. Area ini dapat menjadi bagian dari area penyimpanan atau area produksi.
b.
Area produksi Untuk memperkecil risiko bahaya medis yang serius akibat terjadinya pencemaran-silang, suatu sarana khusus dan self-contained hendaklah disediakan untuk produksi obat tertentu seperti produk yang dapat menimbulkan sensitisasi tinggi. Produk lain seperti antibiotik tertentu (misal: penisilin), produk hormon seks, produk sitotoksik, produk tertentu dengan bahan aktif berpotensi tinggi, produk biologi (misal: yang berasal dari mikroorganisme hidup) dan produk non-obat hendaklah diproduksi di bangunan terpisah.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
9
c.
Area penyimpanan Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan produk seperti bahan awal dan bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, produk dalam status karantina, produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, produk yang dikembalikan atau produk yang ditarik dari peredaran.
d.
Area pengawasan mutu Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area produksi. Area pengujian biologi, mikrobiologi dan radioisotop hendaklah dipisahkan satu dengan yang lain. Laboratorium pengawasan mutu hendaklah didesain sesuai dengan kegiatan yang dilakukan. Luas ruang hendaklah memadai untuk mencegah campur baur dan pencemaran silang. Hendaklah disediakan tempat penyimpanan dengan luas yang memadai untuk sampel, baku pembanding (bila perlu dengan kondisi suhu terkendali), pelarut, pereaksi dan catatan.
e.
Sarana pendukung Ruang istirahat dan kantin hendaklah dipisahkan dari area produksi dan laboratorium pengawasan mutu. Sarana untuk mengganti pakaian kerja, membersihkan diri dan toilet hendaklah disediakan dalam jumlah yang cukup dan mudah diakses. Toilet tidak boleh berhubungan langsung dengan area produksi
atau area
penyimpanan. Ruang ganti
pakaian hendaklah
berhubungan langsung dengan area produksi namun letaknya terpisah.
2.2.4
Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan. Pada pedoman CPOB 2006 diatur mengenai hal-hal berikut, yaitu: a.
Desain dan konstruksi Peralatan hendaklah didesain dan dikonstruksikan sesuai dengan tujuannya. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
10
atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorpsi yang dapat memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan. Bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat khusus, misalnya pelumas atau pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah sehingga tidak memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal, produk antara ataupun produk jadi. b.
Pemasangan dan penempatan Peralatan hendaklah ditempatkan sedemikian rupa untuk memperkecil kemungkinan terjadinya pencemaran silang antar bahan di area yang sama. Peralatan hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk menghindari risiko kekeliruan atau pencemaran. Peralatan satu sama lain hendaklah ditempatkan pada jarak yang cukup untuk menghindari kesesakan serta memastikan tidak terjadi kekeliruan dan campur-baur produk. Tiap peralatan utama hendaklah diberi tanda dengan nomor identitas yang jelas. Nomor ini dicantumkan di dalam semua perintah dan catatan bets untuk menunjukkan unit atau peralatan yang digunakan pada pembuatan bets tersebut kecuali bila peralatan tersebut hanya digunakan untuk satu jenis produk saja.
c.
Perawatan Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk. Kegiatan perbaikan dan perawatan hendaklah tidak menimbulkan risiko terhadap mutu produk. Pelaksanaan perawatan dan pemakaian suatu peralatan utama hendaklah dicatat dalam buku log alat yang menunjukkan tanggal, waktu, produk, kekuatan dan nomor setiap bets atau lot yang diolah dengan alat tersebut. Catatan untuk peralatan yang digunakan khusus untuk satu produk saja dapat ditulis dalam catatan bets.
2.2.5
Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap
aspek pembuatan obat. Ruang lingkup meliputi personalia, bangunan, peralatan, dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan setiap hal yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran produk hendaklah Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
11
dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh serta terpadu. Sanitasi dan higiene yang diatur dalam pedoman CPOB 2006 adalah terhadap personalia, bangunan, dan peralatan adalah sebagai berikut: a.
Prosedur higienitas perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan pakaian pelindung hendaklah diberlakukan bagi semua personil yang memasuki area produksi. Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk keamanan personil, hendaklah personil mengenakan pakaian pelindung yang bersih dan sesuai dengan tugasnya, termasuk penutup rambut.
b.
Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik. Hendaklah tersedia dalam jumlah yang cukup sarana toilet dengan ventilasi yang baik dan tempat cuci bagi personil yang letaknya mudah diakses dari area pembuatan, serta sarana yang memadai untuk penyimpanan pakaian personil dan milik pribadinya di tempat yang tepat.
c.
Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan baik bagian luar maupun bagian dalam sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan serta dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih. Setiap kali sebelum dipakai, kebersihannya diperiksa untuk memastikan bahwa semua produk atau bahan dari bets sebelumnya telah dihilangkan. Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi serta dievalusi secara
berkala untuk memastikan efektivitas dan selalu memenuhi persyaratan.
2.2.6
Produksi Produksi obat hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang
telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Aspek yang perlu diperhatikan dalam proses produksi adalah:
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
12
a.
Penanganan terhadap bahan awal Pengadaan bahan awal untuk kegiatan produksi hendaklah berasal dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan. Semua penerimaan, pengeluaran, dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat. Catatan tersebut berisi keterangan mengenai persediaan, nomor bets atau lot, tanggal penerimaan dan pengeluaran, tanggal pelulusan, dan tanggal kadaluwarsa. Setiap bahan awal, sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan hendaklah memenuhi spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan dan diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi. Pada saat penerimaan, hendaklah dilakukan pemeriksaan secara visual tentang kondisi umum, keutuhan wadah, segelnya, kebocoran, kemungkinan adanya kerusakan bahan, dan kesesuaian catatan pengiriman dengan label dari pemasok. Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian pengawasan mutu. Persediaan bahan awal hendaklah diperiksa dalam selang waktu tertentu. Bahan awal yang cenderung rusak atau turun potensinya atau aktifitasnya selama dalam penyimpanan hendaknya ditandai secara jelas, disimpan terpisah dan secepatya dimusnahkan atau dikembalikan kepada pemasok.
b.
Validasi proses Semua kegiatan produksi hendaklah divalidasi dengan tepat, hal tersebut bertujuan untuk menguatkan pelaksanaan CPOB. Validasi hendaklah dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan dan catatan hasilnya disimpan dengan baik. Validasi sendiri bertujuan untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu. Adapun jenis perubahan yang berarti yang ditemukan dalam proses, peralatan atau bahan produksi harus divalidasi ulang untuk menjamin bahwa perubahan tersebut tetap menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Validasi dan/atau peninjauan ulang hendaknya dilakukan secara rutin terhadap proses dan prosedur produksi untuk memastikan bahwa proses dan prosedur tersebut tetap mampu memberikan hasil yang diinginkan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
13
c.
Pencegahan pencemaran silang Setiap tahap proses, produk, dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Risiko pencemaran silang dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, gas, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Tindakan pencegahan terhadap pencemaran silang dan efektivitasnya hendaklah diperiksa secara berkala sesuai prosedur yang ditetapkan. Sistem penghisap udara yang efektif hendaknya dipasang untuk menghindari pencemaran dari produk atau proses lain.
d.
Sistem penomoran batch dan lot Sistem ini diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan atau produk jadi suatu bets atau lot dapat diidentifikasi. Sistem penomoran bets dan lot yang digunakan pada tahap pengolahan dan pengemasan hendaknya saling berkaitan. Sistem penomoron bets/lot ini hendaklah menjamin bahwa nomor bets/lot yang sama tidak dipakai secara berulang. Pemberian nomor bets atau lot yang dialokasikan segera dicatat dalam suatu buku log.
e.
Penimbangan dan penyerahan Penimbangan atau perhitungan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi serta rekonsiliasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu dan masih belum kadaluarsa yang dapat diserahkan. Sebelum penimbangan dan penyerahan, tiap wadah bahan awal hendaknya diperiksa kebenaran, termasuk label pelulusan dari bagian pengawasan mutu. Kapasitas, ketelitian, dan ketepatan alat timbangan dan alat ukur yang dipakai harus sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang. Sesudah ditimbang atau dihitung, bahan untuk tiap bets hendaklah disimpan dalam suatu kelompok dan diberi penandaan yang jelas.Semua bahan yang dipakai dalam pengolahan diperiksa terlebih dahulu sebelum digunakan. Kondisi lingkungan di area pengolahan dipantau dan dikendalikan agar selalu berada pada tingkat yang dipersyaratkan untuk kegiatan pengolahan. Sebelum Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
14
pengolahan dimulai, diambil langkah untuk memastikan area pengolahan dan peralatan bersih serta bebas dari bahan awal. f.
Pengemasan Pengemasan berfungsi membagi-bagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Kegiatan pengemasan sebaiknya dilaksanakan dibawah pengawasan yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan, dan mutu produk akhir yang dikemas. Pada proses pengemasan dilakukan berbagai kegiatan seperti prakodifikasi (pelabelan) bahan pengemas, kesiapan jalur pengemasan (memastikan bahwa semua bahan dan produk yang sudah dikemas dari kegiatan pengemasan sebelumnya telah disingkirkan dari jalur pengemasan dan area sekitarnya), pelaksanaan pengemasan, dan penyelesaian proses pengemasan. Produk jadi yang sudah dikemas hendaklah dikarantina sambil menungu pelulusan dari bagian pengawasan mutu.
g.
Pengawasan selama proses Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik produk selama proses berjalan.
h.
Penanganan bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan dan dikembalikan Bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang jelas dan disimpan terpisah di area terlarang (restricted area). Bahan atau produk tersebut hendaklah dikembalikan kepada pemasoknya atau, bila dianggap perlu diolah ulang atau dimusnahkan. Langkah apapun yang diambil hendaklah lebih dulu disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan dicatat.
i.
Karantina produk jadi dan penyerahan ke gudang obat jadi Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Selama menunggu pelulusan dari bagian manajemen mutu, seluruh bets/lot yang sudah dikemas hendaknya disimpan dalam status karantina. Setelah pelulusan, produk tersebut dipindahkan dari area karantina ke gudang produk jadi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
15
j.
Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi Bahan atau produk hendaknya disimpan rapi dan teratur untuk mencegah risiko tercampur baur atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan. Hendaknya semuanya disimpan dalam kondisi yang sesuai serta tidak langsung kontak dengan lantai.
k.
Pengiriman dan pengangkutan produk jadi Pengawasan distribusi produk jadi pada sistem distribusi hendaknya dirancang dengan tepat sehingga menjamin produk jadi yang pertama masuk akan didistribusikan terlebih dahulu. Pengiriman dan pengangkutan produk dilakukan setelah ada permintaan pengiriman.
2.2.7
Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan
Obat yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Pengawasan mutu mencakup semua kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya. Bangunan dan fasilitas untuk pengawasan mutu (laboratorium pengujian) hendaknya didesain, dilengkapi peralatan dan memiliki ruang yang memadai sehingga dapat melaksanakan semua kegiatan terkait. Laboratorium ini terpisah secara fisik dari ruang produksi. Tiap personil yang bertugas melakukan kegiatan laboratorium
hendaklah
memiliki
pendidikan,
mendapat
pelatihan
dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
16
pengalaman yang sesuai untuk memungkinkan pelaksanaan tugas dengan baik. Setiap personil hendaknya memakai pakaian pelindung dan alat pengaman seperti respirator atau masker, kacamata pelindung dan sarung tangan tahan asam atau basa sesuai tugas yang dilaksanakan. Setiap spesifikasi bahan awal, produk antara dan produk ruahan hendaklah disetujui dan disimpan oleh bagian pengawasan mutu, kecuali untuk produk jadi harus disetujui oleh kepala bagian manajemen mutu. Semua dokumentasi pengawasan mutu yang terkait dengan catatan bets hendaklah disimpan sampai satu tahun setelah tanggal kadaluarsa bets tersebut. Cara pengambilan sampel merupakan kegiatan penting dimana hanya sebagian kecil saja dari satu bets yang diambil. Keabsahan kesimpulan secara keseluruhan tidak dapat didasarkan pada pengujian yang dilakukan terhadap sampel yang tidak mewakili satu bets. Oleh karena itu cara pengambilan sampel yang benar adalah bagian yang penting dari sistem pemastian mutu. Personil yang mengambil sampel hendaklah memperoleh pelatihan awal dan pelatihan berkelanjutan secara teratur tentang cara pengambilan sampel yang benar. Pelatihan tersebut meliputi pola pengambilan sampel, prosedur tertulis pengambilan sampel, teknik dan peralatan untuk pengambilan sampel, resiko pencemaran silang, tindakan pencegahan yang harus diambil terhadap bahan yang tidak stabil dan/atau steril, pentingnya memperhatikan pemerian bahan, wadah dan label secara visual serta pentingnya mencatat hal yang tidak diharapkan atau tidak biasa.
2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu Inspeksi diri bertujuan untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi kriteria Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan dan dilakukan secara independen dan rinci, serta dilakukan oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Selain itu, inspeksi diri hendaknya dilakukan secara rutin dan pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan secara berulang. Prosedur dan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
17
catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Tim inspeksi diri yang ditunjuk oleh pihak manajemen perusahaan terdiri dari sekurang-kurangnya tiga anggota yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB. Anggota tim dapat dibentuk dari dalam atau luar perusahaan dan independen dalam melakukan inspeksi dan evaluasi. Inspeksi diri dapat dilakukan per bagian sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Inspeksi diri yang menyeluruh dilakukan minimal satu kali dalam setahun. Laporan hendaklah dibuat setelah inspeksi diri selesai dilaksanakan, yakni mencakup hasil inspeksi diri, evaluasi, kesimpulan, serta saran tindakan perbaikan. Manajemen akan mengevaluasi laporan inspeksi diri dan tindakan perbaikan kemudian membuat program tindak lanjut yang efektif. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak.
2.2.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk, dan Produk Kembalian Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Laporan atau keluhan terhadap produk dapat disebabkan oleh keluhan mengenai mutu (kerusakan fisik, kimiawi atau biologis dari produk atau kemasannya), reaksi yang merugikan (alergi, toksisitas, reaksi fatal atau reaksi hampir fatal dan reaksi medis lain), dan efek terapetik produk (produk tidak berkhasiat atau respon klinis yang rendah). Catatan keluhan hendaklah dikaji secara berkala untuk mengidentifikasi hal yang spesifik
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
18
atau masalah yang berulang terjadi, yang memerlukan perhatian dan kemungkinan penarikan kembali produk dari peredaran. Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran. Penarikan kembali produk dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai reaksi yang merugikan yang serius serta beresiko terhadap kesehatan. Penarikan kembali produk dari peredaran dapat mengakibatkan penundaan atau penghentian pembuatan obat tersebut. Tindakan penarikan kembali dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan. Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, kerusakan, kadaluarsa, masalah keabsahan, atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu dan jumlah obat yang bersangkutan. Pabrik hendaklah membuat prosedur untuk menahan, menyelidiki dan menganalisis obat yang dikembalikan serta menetapkan apakah obat tersebut dapat diproses kembali atau harus dimusnahkan.
2.2.10 Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci, sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya
mengandalkan
komunikasi
lisan.
Spesifikasi,
dokumen
produksi
induk/formula pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah hal yang sangat penting. Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Dokumen Produksi Induk, Prosedur Pengolahan Induk, dan Prosedur Pengemasan Induk menyatakan seluruh Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
19
bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan serta menguraikan semua operasi pengolahan dan pengemasan. Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel, pengujian, dan pengoperasian peralatan. Catatan menyajikan riwayat tiap bets produk, termasuk distribusinya dan semua keadaan yang relevan yang berpengaruh pada mutu akhir produk. Dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu upto-date, serta tidak ditulis tangan. Namun, bila dokumen memerlukan pencatatan data, maka pencatatan ini hendaklah ditulis tangan dengan jelas, terbaca, dan tidak dapat dihapus. Semua perubahan yang dilakukan terhadap pencatatan pada dokumen hendaklah ditandatangani dan diberi tanggal.
2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui, dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menghasilkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak maupun penerima kontrak harus dibuat secara jelas dan rinci, terutama mengenai tanggung jawab, kewajiban, dan hak masing-masing pihak. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak (toll) terbagi menjadi dua, yaitu toll in dan toll out. Toll terjadi misalnya ketika suatu pabrik (misalnya Pabrik A) meminta pabrik lain (misalnya pabrik B) untuk membuat suatu produk obat bagi pabrik A berdasarkan atas perjanjian kerjasama. Pabrik A ini disebut sebagai pihak yang melakukan toll out (Principal), sedangkan Pabrik B disebut sebagai pihak yang menerima toll in (Maklon). Perusahaan melakukan toll out dapat disebabkan fasilitas di perusahaan tersebut belum memadai untuk memproduksi obat tersebut, atau bisa juga disebabkan perusahaan tersebut telah mengalami overload dalam memproduksi suatu obat. Sebelum memutuskan kerja sama toll, pihak principal biasanya akan melakukan audit ke pihak maklon. Hal ini dilakukan untuk melihat kesiapan maklon baik dari segi fasilitas maupun sumber daya dalam menerima toll in dari principal. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
20
Pada prosesnya, toll dapat dibagi menjadi dua, yaitu toll produksi dan packing atau repack. Pada toll produksi, maklon melakukan produksi obat dari mulai bahan baku sampai produk jadi bagi principal. Sedangkan pada toll packing atau repack, maklon hanya mengemas atau mengemas ulang produk dari yang dibuat principal. Untuk toll produksi, semua analisa mulai dari bahan baku, bahan pengemas, In Process Control (IPC), sampai dengan finish goods dilakukan oleh pihak maklon. Sedangkan untuk toll packing atau repack, maklon tidak melakukan analisa, tetapi memakai hasil analisa yang terdapat dalam CA (Certificate of Analysis) dari principal.
2.2.12 Kualifikasi dan Validasi Validasi merupakan bagian dari program Penjaminan Mutu (Quality Assurance) sebagai upaya untuk memberikan jaminan terhadap khasiat (efficacy), kualitas (quality), dan keamanan (safety) produk-produk industri farmasi. Validasi memiliki pengertian yaitu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan dalam produksi maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Adapun jenis-jenis validasi diantaranya: 1.
Validasi (kualifikasi) mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang. Validasi ini terdiri dari: a.
Design Qualification (Kualifikasi Desain) Tujuan Design Qualification (DQ) adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan atau bangunan yang akan dipasang atau dibangun (rancang bangun) sesuai dengan ketentuan atau spesifikasi yang diatur dalam CPOB yang berlaku. Jadi DQ dilaksanakan sebelum mesin, peralatan produksi, atau sarana penunjang (termasuk bangunan untuk industri farmasi) tersebut dibeli atau dipasang atau dibangun.
b.
Installation Qualification (Kualifikasi Instalasi) Tujuan Installation Qualification (IQ) adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan yang diinstalasi sesuai dengan spesifikasi yang tertera pada dokumen pembelian. Manual alat Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
21
yang bersangkutan dan pemasangannya dilakukan memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Jadi IQ dilaksanakan pada saat pemasangan atau instalasi mesin atau peralatan produksi atau sarana penunjang. Kegiatan IQ meliputi pelaksanaan kalibrasi. Kalibrasi merupakan serangkaian kegiatan dalam kondisi yang telah ditentukan, yang menetapkan hubungan antara lain yang ditunjuk oleh alat ukur atau sistem pengukur, atau nilai yang ditampilkan oleh suatu ukuran bahan dengan nilai suatu rujukan standar. Batasan hasil harus telah ditetapkan sebelumnya. c.
Operational Qualification (Kualifikasi Operasional) Tujuan Operational Qualification (OQ) adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan yang telah diinstalasi bekerja (beroperasi) sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Jadi OQ dilaksanakan setelah pemasangan atau instalasi mesin atau peralatan produksi
atau
sarana
penunjang
dan
digunakan
sebagai
test
mesin/peralatan. d.
Performance Qualification (Kualifikasi Kinerja) Tujuan dari Performance Qualification (PQ) adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan yang telah diinstalasi bekerja (beroperasi) sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan dengan cara menjalankan sistem sesuai dengan tujuan penggunaan.
2.
Validasi Metode Analisa Tujuan validasi metode analisa adalah untuk membuktikan bahwa semua metode analisa (prosedur pengujian) yang digunakan dalam pengujian maupun pengawasan mutu, senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara konsisten (terus-menerus). Jadi dalam validasi metode analisa yang diuji atau divalidasi adalah protap (Prosedur Tetap) pengujian yang bersangkutan. protap tersebut biasa dibuat oleh bagian QC atau oleh bagian R&D. Apabila protap belum tersedia maka harus dibuat terlebih dahulu baru divalidasi. Protap bisa diambil (diadopsi) dari berbagai literatur resmi, misalnya Farmakope Indonesia (FI), USP, British Pharmacopea, dan lain-lain atau yang berasal dari pengembangan sendiri atau modifikasi dari prosedur pengujian yang telah ada. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
22
3.
Validasi Proses Produksi Validasi proses produksi bertujuan untuk : -
Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur produksi yang berlaku dan digunakan dalam proses produksi rutin (batch processing record) senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara terus-menerus.
-
Mengidentifikasi dan mengurangi masalah yang terjadi selama proses produksi dan memperkecil kemungkinan terjadinya proses ulang.
-
Meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses produksi.
Jenis-jenis validasi proses produksi, diantaranya : a.
Prospective Validation (Initial Validation)
Merupakan validasi proses produksi yang dilakukan untuk produkproduk baru (belum pernah diproduksi atau dipasarkan sebelumnya oleh pabrik tersebut).
Dilakukan setelah proses scale up, optimalisasi prosedur, dan finalisasi prosedur produksi (batch processing record) oleh bagian R&D.
b.
Dilakukan pada tiga batch pertama secara berurutan.
Concurrent Validation
Merupakan validasi yang dilakukan pada proses produksi yang sudah/tengah berjalan dan diproduksi, yang mana oleh karena satu dan lain hal pada proses produksi tersebut belum dilakukan prospective validation.
Dapat disebabkan juga karena adanya perubahan pada parameter kritis yang dapat mempengaruhi mutu dan spesifikasi produk, antara lain: perubahan spesifikasi bahan baku, peralatan utama, prosedur pembuatan, metode pengujian, dan lain-lain.
c.
Dilakukan pada tiga batch yang berurutan.
Restrospective Validation
Merupakan validasi yang dilakukan terhadap produk-produk yang sudah lama diproduksi namun belum divalidasi.
Validasi dilakukan dengan cara penelusuran data produksi yang sedang berjalan dengan menggunakan data dari batch record. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
23
Data yang digunakan untuk validasi proses produksi 10-30 batch.
Data yang dikumpulkan merupakan hasil pengujian terhadap parameter kritis pada setiap tahap proses produksi.
4.
Validasi Proses Pengemasan Proses pengemasan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses produksi suatu sediaan farmasi sebelum didistribusikan. Tujuan dari validasi proses pengemasan adalah : -
Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pengemasan yang berlaku dan digunakan dalam proses pengemasan rutin (batch packaging record) sesuai dengan persyaratan rekonsiliasi yang telah ditentukan secara terus menerus (konsisten).
-
Operator yang melakukan proses pengemasan kompeten serta mengikuti prosedur pengemasan yang telah ditentukan.
-
Proses pengemasan yang dilakukan tidak terjadi mix up (campur baur) antar produk maupun antar batch.
5.
Validasi Pembersihan (Cleaning Validation). Validasi pembersihan bertujuan untuk : -
Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pembersihan yang berlaku dan digunakan sudah tepat dan dapat dilakukan berulangulang (reliable and reproducible).
-
Peralatan atau mesin yang dibersihkan tidak mendapat pengaruh negatif karena efek pembersihan.
-
Operator yang melakukan pembersihan kompeten, mengikuti prosedur pembersihan, dan peralatan pembersihan yang telah ditentukan.
-
Cara pembersihan menghasilkan tingkat
kebersihan
yang telah
ditetapkan, misalnya: sisa residu, kadar kontaminan, dan sebagainya. Validasi pembersihan terutama ditujukkan untuk bahan-bahan dengan kriteria sebagai berikut: -
Bahan-bahan yang sulit dibersihkan.
-
Produk-produk yang memiliki tingkat kelarutan yang jelek.
-
Produk-produk
yang
mengandung
bahan
yang
sangat
toksik,
karsinogenik, mutagenik, teratogenik, dan sebagainya. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
24
-
Untuk bahan yang sama, dipilih yang memiliki dosis yang lebih tinggi.
Kriteria alat atau mesin yang divalidasi : -
Peralatan atau mesin baru.
-
Untuk mesin yang sama (merk, tipe, dan jenis) hanya salah satu yang divalidasi.
-
Jika dalam proses menggunakan rangkaian mesin yang berbeda secara berkelanjutan (in line machine), masing-masing mesin harus tetap divalidasi secara terpisah.
-
Jika rangkaian mesin merupakan kombinasi mesin yang permanen, validasi bisa dilaksanakan bersama-sama. FDA dalam “Guideline on General Principles of Process Validation”,
memberikan panduan langkah-langkah dalam pelaksanaan validasi, yang tertuang dalam “validation life cycle” berikut ini, yaitu : 1.
Membentuk Validation Comitee (Komite Validasi) yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan validasi di industri farmasi yang bersangkutan.
2.
Menyusun Validation Master Plan (Rencana Induk Validasi), yaitu dokumen yang menguraikan (secara garis besar) pedoman pelaksanaan validasi di industri farmasi.
3.
Membuat Dokumen Validasi, yaitu prosedur tetap, protokol, serta laporan validasi.
4.
Pelaksanaan validasi.
5.
Melaksanakan peninjauan periodik, change control, dan validasi ulang (revalidation).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. COMBIPHAR
3.1
Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan dan diresmikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi
No. 61, Bandung. Pada awalnya industri farmasi ini merupakan industri kecil yang memproduksi beberapa obat sederhana diantaranya antibiotika, analgetika, dan OBH Combi (masih diproduksi dan dipasarkan hingga sekarang). Pada tahun 1981, divisi pabrik PT. Combiphar berpindah lokasi ke Jl. Raya Simpang No.383 Padalarang dan diresmikan oleh Direktur Jenderal POM Depkes RI, Dr. Midian Sirait, namun kedudukan kantor pusat masih berada di Jl. Sukabumi No.61 Bandung. Pada tahun 1985 perusahaan ini menjadi milik GEMALA Group (PT. Kirana Guna Jaya). Dua tahun kemudian, kantor pusat PT. Combiphar dipindahkan ke Jl. Pulolentut Kav II/E4, Jakarta Timur. Pada tahun 1998, kantor pusat berpindah lokasi ke Jl. Tanah Abang II/9, Jakarta Pusat. Saat ini kantor pusat (head office) PT. Combiphar berada di Gedung Graha Atrium Lantai 14-16 Jalan Senen Raya Kav. 135, Jakarta Pusat. Pada tahun 1996, divisi pabrik PT. Combiphar melakukan renovasi terhadap gedung pabrik dan mendirikan gedung sefalosforin yang terpisah dari gedung produksi lain. Renovasi kembali dilakukan pada tahun 1997 dengan didirikannya gedung PT. Rohto, sebagai perwujudan dari kerjasama antara PT. Combiphar dengan PT. Rohto, Jepang. Gedung PT. Rohto ini digunakan untuk memproduksi artificial kornea mata. Tahun 2001, kerjasama antara PT. Combiphar dan PT. Rohto berakhir, selanjutnya gedung PT. Rohto digunakan oleh PT. Combiphar untuk bagian Product and Development, Quality Assurance, dan Laboratorium Quality control. PT. Combiphar memperoleh sertifikat CPOB/GMP untuk pertama kalinya pada tahun 1991. Hingga saat ini PT Combiphar telah mendapatkan sertifikat CPOB sebanyak 22 sertifikat. Banyak produk yang telah dihasilkan oleh PT. Combiphar. Produk-produk tersebut didistribusikan melalui distributor-distributor hingga sampai ke tangan konsumen. Dalam hal ini PT. Combiphar melakukan kerjasama dengan beberapa 24 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
25
distributor, diantaranya PT. Anugrah Pharmindo Lestari (APL) dan PT. Parit Padang.
3.2
Visi dan Misi PT. Combiphar Visi PT. Combiphar adalah menjadi salah satu industri farmasi terkemuka
dan disegani di Indonesia (become one of the leading and respectable pharmaceutical industry in Indonesia). Misi dari PT. Combiphar adalah ikut berkontribusi pada perbaikan kualitas hidup (contribute to improve the quality of life) melalui program COMBIPHAR yang merupakan akronim dari Care, Optimize, Motivation, Be Different, Intergrity, Pride, Harmony, Alert, and Responsibility.
3.3
Lokasi dan Bangunan PT. Combiphar
3.3.1
Lokasi Kantor pusat dan divisi pemasaran PT Combiphar terletak di Graha Atrium
lantai 14 -16, Jakarta, sedangkan divisi pabrik berada di Jalan Raya Simpang No. 383 Padalarang, Jawa Barat.
3.3.2 1.
Bangunan
Bangunan Utama (Main Building) a.
Kantor Meliputi ruang tamu, ruang administrasi, ruang Plant Director, ruang departemen administrasi dan keuangan, ruang departemen Supply Chain Management (SCM), ruang bagian Electronic Data Processing dan System Application Program (SAP), ruang departemen Plant HRD-GA, serta ruang pertemuan.
b.
Gudang Meliputi gudang bahan baku, gudang bahan kemas dan gudang obat jadi. Masing-masing gudang memiliki ruang administrasi, ruang penyimpanan kondisi khusus, area untuk menyimpan barang-barang quarantined, approved, serta area untuk menyimpan barang-barang rejected.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
26
c.
Area produksi Terbagi menjadi daerah abu-abu (grey area) dan daerah hitam (black area). Grey area terbagi menjadi beberapa ruangan, yaitu: ruangan proses sediaan padat, semi padat, cairan, ruang pengujian In Process Control (IPC) untuk sediaan padat, ruang pengemasan primer, ruang airlock, dan ruang quarantined. Tata letak tiap ruangan disesuaikan dengan jenis kegiatan dan alur proses produksi. Masing-masing ruang dibatasi sekat kaca berukuran lebar sehingga kegiatan di dalam ruangan tersebut dapat dilihat dari luar. Black area meliputi ruang pengemasan sekunder, ruang ganti pakaian (loker) serta ruang penyimpanan bahan kemasan dan produk jadi di area produksi solid.
2.
Bangunan OBH dan Liquid Ethycal a.
Gudang (bahan baku, bahan pengemas, dan produk jadi)
b.
Ruang produksi Ruang produksi di bangunan OBH terbagi menjadi daerah abu-abu (grey area) dan daerah hitam (black area). Grey area terbagi menjadi beberapa ruangan, yaitu ruangan dispensing, ruang mixing, ruang filling, pengemasan primer dan ruang airlock. Black area terbagi menjadi ruang pengemasan sekunder dan ruang ganti pakaian (locker).
3.
Gedung Quality Assurance dan Product Development a.
Lantai dasar adalah laboratorium Product Development, yang meliputi laboratorium formulasi dan analisis.
b.
Lantai satu merupakan departemen QA, yang terdiri dari lobi dan laboratorium Quality Control (ruang pengujian, ruang instrumen, ruang mikrobiologi, ruang administrasi dan staf laboratorium pengawasan mutu).
c.
Lantai dua terdapat departemen Product Development yang terdiri dari ruang assistant manager, ruang administrasi, ruang rapat dan perpustakaan.
4.
Bangunan di Luar Bangunan Utama a.
Gedung Departemen Teknik dan Pemeliharaan
b.
Kantin Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
27
3.4
c.
Musholla
d.
Instalasi Pengolahan Air Limbah
Struktur Organisasi Manajemen puncak di PT Combiphar dipegang oleh President Director
yang membawahi Vice President. Vice President membawahi Director yang juga membawahi Managing Director. Semuanya berkantor pusat di Graha Atrium Lantai 14 -16, Jakarta. Managing Director membawahi 8 kepala divisi yaitu Head of Plant Division, Head of Ethical Division, Head of CCH Division, Head of Oncology Division, Head of Finance Division, Head of Bussiness Development Division, Head of Pharmaserve, dan Head of Internal Audit. Divisi Pabrik PT. Combiphar memiliki organisasi tersendiri dalam menjalankan fungsinya. Organisasi Divisi Pabrik dipimpin oleh seorang Plant Director, dan beberapa Manager dari Bagian Pengembangan Produk (Product Development), Bagian Umum dan Personalia, Bagian Teknik, Bagian Cost Accounting, Bagian Supply Chain, Bagian Produksi, dan Bagian Administrasi. Departemen Quality Assurance (QA) masih berkaitan erat dengan Divisi Pabrik. Departemen QA membawahi bagian QA Service (QAS) dan bagian QC (Quality Control). QAS membawahi Quality Service (QS Pharmacist) dan Documentation and Change Control dan Unit GMP Compliance. Unit GMP Compliance berada dibawah pimpinan QAS Manager dan mempunyai garis koordinasi langsung terhadap QAO Manager. Bagian QC membawahi QC Pharmacist dan Validation Officer. QC Pharmacist bergerak pada pengujian bahan baku dan produk jadi, sedangkan
Validation
Officer
melakukan
validasi
proses
dan
validasi
pembersihan. Plant Director bertugas mengkoordinasikan segala sesuatu yang berkaitan dengan produksi yang disesuaikan dengan rencana penjualan yang sesuai dengan rencana pesanan (plan order) dari distributor, serta ikut mengawasi pelaksaaan kegiatan produksi. Tugas dari masing-masing bagian divisi pabrik dijelaskan secara rinci di bawah ini.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
28
3.4.1 Departemen Pengembangan Produk (Product Development) Departement Pengembangan Produk (Product Development/Prodev) merupakan
bagian
PT
Combiphar
yang
bertanggung
jawab
terhadap
pengembangan produk dan penyusunan formula. Prodev dipimpin oleh seorang manager yang membawahi empat assistant manager, yaitu Unit Pengembangan Formulasi I dan II (Formulation Development), Unit Pengembangan Metode Analisis (Analytical Development), dan Unit Pengembangan Pengemas dan Dokumen Registrasi (Packaging Develoment and Registration Documentation).
A. Unit Pengembangan Formulasi (Formulation Development) Unit ini dipimpin oleh seorang apoteker sebagai asisten manajer dan dibantu oleh petugas formulasi. Unit ini mempunyai tugas melakukan reformulasi produk lama (mereduksi harga material dan jam produksi, serta formulasi ulang dengan menggunakan supplier bahan baku yang lain), membuat formulasi produk baru (mencari sumber material dan melakukan trial skala laboratorium), kalibrasi dan kualifikasi (untuk bagian Prodev), melakukan scaling-up, yaitu proses produksi produk baru yang dilakukan dengan pemantauan minimal tiga batch pertama yang memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Pada unit ini tersedia fasilitas ruang grey area yang di dalamnya terdapat alat-alat produksi skala kecil. Alat-alat yang ada di dalam unit ini antara lain FBD, super mixer, mesin cetak tablet, dan lain sebagainya.
B. Unit Pengembangan Analisis (Analytical Development) Tugas dari unit ini adalah mengembangkan metode analisis (pencarian metode analisis dan melakukan trial metode analisis), melakukan validasi atau verifikasi metode analisis (membuat protokol metode analisis, melaksanakan dan menyusun laporan validasi metode analisis), uji stabilitas (menyusun protokol, melakukan uji stabilitas produk baru, dan menyusun laporan uji stabilitas), dan membuat spesifikasi dan prosedur analisis (bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi); sedangkan untuk validasi metode analisis pembersihan dilakukan oleh bagian QC (Quality Control). Unit Pengembangan Metode
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
29
Analisis ini dipimpin oleh seorang assistant manager yang membawahi beberapa officer (farmasis atau sarjana kimia) dan dibantu oleh analis. Pengembangan metode analisis dilakukan pada bahan baku baru, bahan baku lama yang metode analisisnya perlu direvisi dalam rangka efisiensi, produk jadi baru (baik produk lisensi maupun non lisensi),
produk existing yang
direformulasi sehingga metode analisisnya perlu dievaluasi kembali, produk existing yang metode analisisnya perlu direvisi dalam rangka efisiensi, serta bahan baku dan produk existing yang berdasarkan monografi dalam literatur terbaru ada perubahan spesifikasi
atau prosedur analisis
sehingga perlu dilakukan
pengembangan metode lagi. Tahap pelaksanaan metode analisis adalah sebagai berikut: 1.
Menerima usulan produk baru dari departemen Bussiness Development dan menerima review dari bagian change control.
2.
Mengevaluasi kebutuhan literatur untuk menetapkan metode analisis.
3.
Melakukan pengembangan metode analisis bahan baku dan bahan obat jadi baru.
4.
Melakukan validasi atau verifikasi metode analisis bahan baku dan obat jadi baru.
5.
Menyusun laporan validasi atau verifikasi metode analisis.
6.
Menyusun spesifikasi dan prosedur pemeriksaan bahan baku/produk jadi (SPPBB/SPPPJ).
7.
Menyerahkan salinan dokumen SPPBB/SPPPJ kepada bagian QA. Uji stabilitas yang dilakukan oleh Unit Analytical Development bertujuan:
1.
Meneliti karakteristik tentang bagaimana mutu bahan atau produk obat berubah dengan waktu di bawah pengaruh faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan cahaya.
2.
Menentukan masa uji ulang bahan obat atau masa edar produk obat, yakni waktu penyimpanan dalam kondisi tertentu di mana produk obat tersebut masih memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.
3.
Memberikan rekomendasi untuk kondisi pemrosesan, pengangkutan, dan penyimpanan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
30
Jenis uji stabilitas yang dilakukan ada dua, yaitu uji stabilitas dipercepat dan uji stabilitas jangka panjang. Suhu yang digunakan untuk uji stabilitas dipercepat adalah 40 ± 2°C dengan kelembaban udara 75% ± 5% dan dilakukan selama enam bulan. Uji stabilitas jangka panjang dilakukan pada suhu 30 ± 2°C dengan kelembaban udara 75% ± 5% minimum selama dua tahun. Keduanya berfungsi untuk mengetahui stabilitas suatu obat yang disimpan dalam jangka waktu tertentu. Stabilitas jangka pendek dilakukan pada awal, 3 bulan dan 6 bulan penyimpanan, sedangkan stabilitas jangka panjang dilakukan pada awal bulan, 6 bulan, 12 bulan, 18 bulan, 24 bulan, dan bahkan sampai batas kadaluarsa suatu produk. Tahap yang dikerjakan dalam pengujian ini adalah menyusun protokol uji stabilitas, melakukan analisis, dan membuat laporan.
C. Unit Pengembangan Pengemasan dan Dokumentasi Registrasi (Packaging development and registration documentation) Assistant manager ini membawahi Packaging Development Officer dan Registration Officer. Unit ini bertanggung jawab terhadap pengembangan kemasan (baik untuk produk baru dan produk lama) serta dokumen-dokumen terkait registrasi untuk dilakukan registrasi. Selain itu, bertugas membuat spesifikasi dan prosedur pemeriksaan bahan kemas dan membuat master batch yang bekerja sama dengan Assistant manager Formulasi. Saat penyiapan dokumen registrasi, unit ini melakukan kegiatan seperti: 1. Mengevaluasi kebutuhan literatur untuk keperluan pembuatan dokumen registrasi. 2. Bekerjasama dengan bagian lain yang terkait dalam menentukan pemerian produk, besar kemasan, dan rancangan kemasan. 3. Menyiapkan dokumen registrasi. Saat pengembangan kemasan baik untuk produk baru maupun produk existing, unit ini melakukan kegiatan seperti: 1. Menerima usulan produk baru dari Bussiness Development atau menerima review dari bagian change control (misalnya perubahan kemasan ternyata berefek kepada stabilitas atau penjualan produk)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
31
2. Menyiapkan artwork (desain bahan pengemas hasil kreasi designer pabrik maupun designer pihak ketiga) dan menginformasikan kepada bagian lain. 3. Menyusun spesifikasi dan prosedur pemeriksaan bahan pengemas (SPPBP) 4. Menyerahkan SPPBP kepada Registration Officer. 5. Membuat revisi artwork jika Registration Officer menerima surat tambahan dari BPOM) sekaligus melakukan perubahan SPPBP.
3.4.2 Departement HRD-GA (Human Resource Development-General Affair) Departement HRD-GA dipimpin oleh seorang HRD-GA Plant Manager. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya HRD-GA Plant Manager berkoordinasi dengan HRD-GA Manager Head Office. Tugas dan tanggung jawab dari HRDGA meliputi: 1.
Recruitment Management, terkait dengan penerimaan karyawan pabrik.
2.
People Development Management, bekaitan dengan pemberdayaan karyawan dengan pelatihan-pelatihan dan evaluasi demi meningkatkan kualitas karyawan.
3.
Performance Management, berkaitan dengan penilaian karyawan yang didasarkan pada kinerja hasil dan proses, absensi, dan kepemimpinan.
4.
Termination Management, pembinaan terhadap karyawan yang memiliki hasil kualitas kerja yang kurang maksimal.
5.
Reward Management, pemberian penghargaan bagi karyawan yang berprestasi dalam bidang kerjanya masing-masing.
6.
Industrial Relation, terkait dengan hubungan kerja dengan karyawan, penanganan sumber daya manusia, kesejahteraan karyawan di pabrik, pemerintah daerah, asosiasi pekerja/serikat pekerja/serikat buruh.
3.4.3 Departemen Teknik Departemen Teknik PT. Combiphar dipimpin oleh seorang manajer (Engineering Manager) yang bertanggung jawab langsung pada Plant Director dan dibantu oleh Asisten Manajer Pemeliharaan dan Perawatan Mesin (Assistant Manager of Maintenance Unit), Asisten Manajer Utility (Assistant Manager of Utility Unit), dan Asisten Manajer EHS (Assistant Manager of Environmental, Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
32
Healthy, and Safety Unit). Masing-masing unit dibantu oleh kepala Seksi (Supervisor) dan tiap seksi dibantu oleh beberapa orang teknisi serta operator. Tugas pokok Departemen Teknik adalah: a.
Melaksanakan
perawatan
dan
perbaikan
peralatan
produksi,
sarana
penunjang, dan bangunan. b.
Menjaga ketersediaan air (termasuk raw water, purified water, dan water for injection), listrik, uap, udara terkondisi (AC), dan udara bertekanan (Compressed Air).
c.
Melengkapi kebutuhan suku cadang peralatan produksi dan sarana penunjang.
d.
Bertanggung jawab dan menjamin agar fasilitas pabrik selalu dalam keadaan siap dan layak dipakai.
e.
Melaksanakan program perawatan secara berkala.
f.
Melaksanakan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
A. Unit Maintenance (Perawatan Mesin) Unit maintenance bertanggung jawab untuk memastikan semua perawatan dan pemeliharaan alat-alat produksi telah dilaksanakan sesuai jadwal. Program maintenance (pemeliharaan) terdiri dari: a.
Breakdown Maintenance Breakdown Maintenance merupakan perawatan yang tidak terjadwal atau terencana, yaitu tindakan perbaikan yang dilakukan hanya pada saat permasalahan timbul sebagai akibat kerusakan mesin.
b.
Preventive Maintenance Preventive maintenance merupakan perawatan secara terencana atau berkala dengan melakukan tindakan pemeriksaan, pembersihan, pelumasan, atau penggantian beberapa komponen yang didasarkan pada usia (life time) komponen. Preventive maintenance dilakukan untuk mendeteksi kondisi yang mungkin menyebabkan breakdown, produksi terhenti, atau berkurangnya fungsi mesin. Dengan kata lain, melakukan perawatan mesin untuk mencegah terjadinya kerusakan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
33
c.
Predictive Maintenance Predictive maintenance merupakan perawatan yang dilakukan berdasarkan prediksi
menggunakan
alat-alat
diagnostik
untuk
memonitor
dan
mendiagnosa kondisi mesin saat beroperasi. Kegiatan pemeliharaan dalam predictive maintenance ditentukan oleh kondisi aktual alat, bukan oleh jadwal pemeliharaan. d.
Corrective Maintenance Corrective Maintenance tidak hanya berarti memperbaiki tetapi juga mempelajari sebab-sebab terjadinya kerusakan serta cara-cara mengatasinya dengan cepat dan benar sehingga tercegah terjadinya kejadian kerusakan yang serupa.
e.
Productive Maintenance Melihat maintenance bukan hanya dari beban produksi saja. Misalnya dari maintenance sebelumnya yang telah dilakukan dapat diketahui apa yang harus dilakukan, sehingga dapat dilakukan penghematan biaya. Dengan kata lain, departemen Teknik dapat menghasilkan sesuatu dengan melakukan improvement.
f.
Total Productive Maintenance Perawatan yang dilakukan dengan melibatkan operator.
B. Unit Utility (Peralatan Penunjang) Unit Utility bertanggung jawab untuk menjamin dan menjaga agar semua sarana penunjang dalam keadaan baik dan selalu dapat memenuhi kebutuhan operasi/persyaratan yang ditetapkan, memastikan pelaksanaan kualifikasi dan kalibrasi mesin-mesin produksi agar memenuhi persyaratan CPOB/cGMP. Sistem penunjang produksi (utility system) terdiri dari: a.
Gedung Bangunan merupakan salah satu elemen penting dalam suatu industri farmasi. Bangunan untuk pembuatan obat harus memiliki ukuran, rancangan bangunan, dan konstruksi bangunan/ruangan yang memadai serta sesuai dengan aktivitas industri agar memudahkan pelaksanaan kerja, pembersihan, dan pemeliharaan. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
34
b.
Listrik Sumber utama listrik PT. Combiphar adalah berasal dari PT. PLN. Namun sebagai cadangan PT. Combiphar juga memiliki generator set (genset) untuk mengatisipasi apabila suatu saat terjadi pemadaman listrik oleh PT. PLN.
c.
Steam Steam ini dihasilkan oleh boiler dengan menghasilkan uap yang dibutuhkan oleh proses produksi sebagai media pemanas dalam proses pemanasan maupun pengeringan, atau pembersihan peralatan produksi dengan memasang filter uap sebelum digunakan.
d.
Water System (sistem air) Sumber air berasal dari sumur artesis yang dipompa melewati sand filter untuk menyarik partikel-partikel yang berukuran besar. Kemudian, diberikan larutan hypochloride sebagai anti-bakteri. Berikutnya, masuk ke raw water storage tank. Setelah itu, masuk ke carbon filter dan di-distribusikan ke main building, liquid building, departemen Prodev dan QA, domestik seperti air untuk mencuci tangan dan air untuk toilet, dan raw water storage tank for purified water dengan kualitas drinking water. Setelah dari raw water storage tank, melalui proses pertukaran ion (ion exchange) guna demineralisasi menggunakan resin. Selanjutnya, air hasil demineralisasi masuk ke break tank dan dipompa dengan filter feed pump ke kation, anion, kation dan anion. Berikutnya, masuk ke unit reverse osmosis (RO) yang dimulai dari pemberian sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 254 nm, filter 5 µm, filter 1 µm, lalu dipompa melewati membran reverse osmosis sehingga dihasilkan air dengan kualitas RO water yang siap digunakan untuk produksi. Sistem air meliputi:
Looping system. Pedoman CPOB mensyaratkan bahwa air yang digunakan untuk proses produksi harus disirkulasi selama 24 jam. Untuk itu, dalam Purified Water System harus dilengkapi dengan looping system sehingga dapat memungkinkan air tersebut disirkulasi selama 24 jam.
Sistem distribusi, yaitu sistem air berupa penyaluran air dari sumber penampungan air ke berbagai area di pabrik. Hot water dengan suhu
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
35
minimum 80 °C didistribusikan ke bagian pembuatan produk atau obat berupa cairan atau liquid. e.
Heating, Ventilating, and Air Conditioning (HVAC) Sistem pengaturan udara di ruangan menggunakan sistem HVAC (Heating, Ventilating, and Air Conditioning) yang terdiri dari beberapa AHU (Air Handling Unit) yang dilengkapi oleh filter udara sehingga kebersihan udara dapat senantiasa terjaga. Pengendalian suhu, kelembaban, tekanan udara, kualitas udara, pola aliran udara, jumlah pergantian udara di ruangan, dan sebagainya, diatur dari sistem ini. Kualitas udara di ruangan yang meliputi jumlah partikel dan mikroba selalu dipantau oleh bagian Quality Control.
f.
Compressed Air System (Sistem Udara Bertekanan) Udara bertekanan ini dihasilkan dari kompresor. Jumlah kompresor yang dimiliki sebanyak dua buah. Kompresor ini digunakan untuk mengerakan mesin serta membersihkan alat dan kemasan primer produk.
C. Unit Enviromental, Healthy, and Safety (EHS) Unit EHS bertanggung jawab untuk meyakinkan bahwa semua kegiatan di pabrik sudah dilakukan sesuai dengan EHS, dan semua saran dan prasarana untuk program EHS sudah tersedia. Program EHS Meliputi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan Program Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja bagi para karyawan (P2K3). EHS Engineer berperan sebagai Koordinator P2K3. a.
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Penanganan air limbah oleh bagian teknik menggunakan sistem pengolahan secara fisika dan mikrobiologi dengan menggunakan bakteri aerob. Air limbah diolah secara fisik dan biologi secara berurutan. Proses biologi dilakukan secara aerob dengan suatu sistem kontak stabilisasi menggunakan mikroorganisme yang mampu mendegradasi air limbah industri farmasi. Tahapan pengolahan air limbah yang dilakukan : presedimentasi, ekualisasi, stabilisasi, aerasi, clarifier, carbon filter, hingga kolam ikan.
b.
Program Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Program pelatihan K3 yang dilakukan oleh PT. Combiphar antara lain:
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
36
Program Loss Prevention-Emergency Response merupakan tindakan pencegahan terhadap kehilangan yang bertujuan untuk menyelamatkan karyawan,
properti/materi
dan
pencegahan
ulang.
Program
ini
dititikberatkan pada pemadaman kebakaran. Pelatihan pemadaman kebakaran dilakukan setiap satu tahun sekali dengan menggunakan alat pemadam kebakaran dan pelatihan kondisi darurat.
Program Colleague Safety merupakan program yang berhubungan dengan proses produksi yang bertujuan untuk meningkatkan keselamatan karyawan pada saat bekerja, seperti setiap alat harus dilengkapi alat pengaman, karyawan harus menggunakan alat pelindung diri (masker, helm, dan lain-lain).
Program Occupational Medicine adalah program pengobatan pekerja seperti P3K, eyewash and safety showers dan evaluasi medis.
3.4.4 Departemen Administrasi dan Keuangan Departement Administrasi dan Keuangan dipimpin oleh kepala bagian yang bertanggung jawab kepada Plant Director dengan membawahi purchasing dan administrasi keuangan. Bagian ini bertanggung jawab dalam menangani secara keseluruhan masalah yang berkaitan dengan administrasi, keuangan, umum, dan kepersonalian di pabrik. Kepala bagian administrasi dan keuangan bertugas: a. Membuat cash flow per bulan atas kebutuhan pabrik dan dikirim ke bagian accounting kantor pusat. b. Memeriksa semua bukti pengeluaran kas dan bank sebelum dikirim ke Jakarta. c. Mengontrol saldo kas dan bank sesuai laporan kas dan bank yang dibuat. d. Melakukan perhitungan gaji untuk karyawan tetap pabrik e. Menyiapkan gaji yang akan dibagikan untuk karyawan baik untuk ditrasfer maupun dibayar tunai f.
Membuat budget departemennya dan semua departemen di pabrik.
g. Menyiapkan keperluan kedatangan tamu. h. Membantu tugas Plant Director. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
37
i.
Membimbing bawahan dalam mengerjakan tugasnya.
j.
Mengawasi dan memeriksa pekerjaan bawahan di bawah tanggung jawabnya.
k. Mengevaluasi kinerja bawahan setiap tahun. Urusan pengeluaran biaya untuk gaji karyawan, pembelian bahan baku dan bahan kemas dari supplier di luar Bandung, biaya pengadaan peralatan dan bangunan, biaya pemasukan dari APL di luar Bandung dikelola oleh bagian keuangan di kantor pusat Jakarta.
3.4.5 Departemen Produksi Departement Produksi dipimpin oleh seorang manager produksi yang merupakan seorang apoteker. Seorang manager produksi bertanggung jawab dalam pelaksanaan semua proses produksi yang dilakukan oleh PT. Combiphar. Manager produksi dibantu oleh dua orang Assistant Manager yaitu Assistant Manager bagian solid dan semisolid, serta Assistant Manager liquid. Tugas pokok bagian produksi divisi pabrik PT. Combiphar adalah: a.
Melaksanakan kegiatan pengolahan dan pengemasan produk sesuai dengan jadwal produksi yang telah ditetapkan.
b.
Menyusun rencana produksi mingguan bersama dengan bagian supply chain.
c.
Membuat laporan kegiatan produksi sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku.
d.
Melaksanakan pembuatan produk baru skala produksi bersama dengan bagian product development.
e.
Menyiapkan dan merencanakan sarana produksi beserta pengembangannya.
f.
Melaksanakan upaya-upaya peningkatan efisiensi proses produksi.
g.
Menjamin penerapan CPOB di lingkungan bagian produksi
Terdapat tiga alur proses yang terjadi pada bagian produksi, yaitu: 1.
Alur Barang Terdapat empat jenis alur barang di PT. Combiphar, yaitu alur bahan awal
(raw materials); alur bahan kemas primer (primary packing material); alur bahan kemas sekunder (secondary packing material) dan alur produk jadi (finished good). Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
38
Alur bahan awal (raw materials) yaitu, dari gudang bahan awal, bahan awal akan melewati air lock, masuk raw material staging kemudian masuk ke ruang timbang untuk dilakukan penimbangan. . Sebelum masuk ke ruang timbang, dilakukan proses pembersihan dahulu untuk wadah pembungkus bahan awal tersebut. Hasil penimbangan disimpan di staging of dispensing material sambil menunggu jadwal proses mixing. Bahan pengemas primer (seperti botol gelas, botol plastik, aluminium foil, dan cap) dari gudang bahan kemas akan melewati airlock, lalu masuk ke ruang filling (semisolid dan liquid), striping dan blister (solid) untuk digunakan. Sedangkan botol kaca di kirim melalui area packing, kemudian melewati air lock ke rinser (alat pencuci botol) dan dilakukan pencucian botol. Hasil pencucian secara in line akan masuk ke ruang filling. Bahan pengemas sekunder dari gudang bahan kemas masuk ke area pengemasan kemudian diberi penandaan (coding). Hasil penandaan siap digunakan untuk pengemasan. Produk jadi (finished goods) yang telah selesai dikemas, diberi label “quarantined” kemudian dikirim ke gudang produk jadi untuk menunggu label “approved” dari bagian QC dan siap didistribusikan. 2.
Alur orang Di main building karyawan masuk melalui ruang ganti pakaian sesuai kelas
yang akan dimasuki (grey atau black), yaitu melewati ruangan penyangga lalu ruang ganti pakaian, dan air lock untuk selanjutnya ke koridor ruang produksi. Di gedung OBH, karyawan masuk melalui airlock terlebih dahulu, kemudian ke ruang penyangga dan ruang ganti pakaian, baru masuk ke koridor ruang produksi. Tamu juga masuk melalui rute yang sama dan menggunakan pakaian yang sama. Pada prinsipnya jika akan memasuki ruang produksi setiap orang harus memakai pakaian khusus ruang produksi yang sesuai dengan persyaratan CPOB. Setiap personil yang memasuki area produksi harus mencuci tangan terlebih dahulu hingga bersih dan juga menggunakan desinfektan serta menggunakan pakaian khusus yang dilengkapi dengan penutup kepala, masker, dan sepatu khusus. Personil yang melakukan proses pengolahan produk harus menggunakan sarung tangan untuk menghindari kontak langsung dengan bahan baku maupun produk. Masker diperlukan untuk mencegah terhisapnya debu oleh personil yang Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
39
bersangkutan terutama di area produksi seperti ruang mixing, filling, tableting, dan coating serta menghindari produk terkontaminasi oleh personil yang bersangkutan. 3.
Alur proses produksi Proses produksi dimulai dari bagian Supply Chain yang mengeluarkan
Production Order (PO) sesuai jadwal yang telah disepakati berupa catatan pengolahan bets yang kemudian diverifikasi oleh bagian QC agar memperoleh izin pengolahan bahan. Verifikasi yang dilakukan oleh bagian QC tersebut meliputi pemberian expired date serta nomor batch. Dokumen tersebut lalu diberikan kepada Asisten Manager yang akan melaksanakan proses produksi.
A. Unit Solid dan Semisolid Unit solid dan semisolid terdiri dari tujuh sub unit yang dibagi berdasarkan proses produksi, yaitu: 1) Sub Unit Dispensing Solid Mixing Ruang dispensing (penimbangan) terdiri dari ruang penyangga bahan baku, ruang penimbangan dan ruang penyimpanan bahan baku yang telah ditimbang. Di ruangan penimbangan bahan baku terdapat alat timbangan digital dan timbangan skala besar. Proses penimbangan dilakukan dibawah Laminar Air Flow (LAF) untuk mencegah atau mengurangi terjadinya kontaminasi ke dalam bahan baku. Bahan baku dari gudang akan masuk ke dalam ruang penyangga. Sebelum ditimbang dilakukan persiapan penimbangan yaitu pembersihan ruangan, alat, dan wadah hasil penimbangan. Bahan baku ditimbang satu per satu di ruang penimbangan, dimulai dari bahan inert seperti bahan pembantu kemudian bahan aktifnya. Urutan penimbangan bahan yaitu dari bahan yang jumlahnya banyak, tidak berwarna, dan tidak berbau. Proses penimbangan dilakukan oleh seorang petugas penimbangan dan di periksa oleh seorang asisten apoteker. Setiap selesai penimbangan untuk satu bets, dilakukan pembersihan menyeluruh terhadap alat timbang dan ruang timbang untuk mencegah kontaminasi. Hasil penimbangan disimpan di ruang penyimpanan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
40
hasil penimbangan (staging area) sebelum digunakan dilakukan pemeriksaan kembali oleh seksi-seksi yang akan mengolahnya. Ruang
solid
mixing
(pencampuaran
padat)
terdiri
dari
ruang
pencampuran kering, ruang pencampuran basah, ruang pengeringan granul, dan ruang produk antara. Ruangan tersebut penggunaannya sesuai dengan fungsinya atau proses yang akan dilakukan didalamnya. Proses produksi tablet
dimulai dari dispensing (penimbangan) raw
material di ruang dispensing. Setelah ditimbang, dilakukan pengayakan bahan baku dengan menggunakan oscilating granulator dengan ukuran mesh yang sesuai, lalu pencampuran dan granulasi basah yang dilakukan di dalam super mixer. Granul kemudian dikeringkan menggunakan FBD (fluid bed dryer), diayak, ditambahkan bahan-bahan tambahan, dan dicampur sampai rata (di dalam drum roller). Granul siap cetak tersebut disimpan di WIP sambil menunggu proses pengujian IPC (In process control) maupun dari QC sebelum dilakukan proses pencetakan. IPC yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar air granul. Setelah mendapat pelulusan dari bagian QC maka granul akan dikirimkan ke sub unit tableting and coating atau sub unit capsule and solid filling. Untuk proses cetak langsung dilakukan pencampuran dengan menggunakan drum roller sebelum dicetak. 2) Sub Unit Tableting dan Coating Sebelum pencetakan dimulai, mesin tablet harus dalam keadaan siap pakai dan ruang tempat pencetakan harus dalam keadaan bersih. Selama proses pencetakan dilakukan IPC setiap 15 menit yang meliputi pengukuran variasi bobot tablet dan setiap 30 menit yang meliputi kekerasan tablet dan ketebalan tablet. Pada saat tertentu dilakukan pemeriksaan fisik, friabilitas, dan waktu hancur (pada awal proses, tengah dan akhir) oleh bagian produksi. Adapun bagian QC melakukan uji keseragaman bobot dan kesesuaian kadar zat aktif. Tablet yang sudah dicetak, disimpan untuk menunggu pelulusan dari bagian QC sebelum diproses lebih lanjut. Penyalutan tablet yang dilakukan di ruang produksi terbagi menjadi dua yaitu salut film dan salut gula. Jenis salut tipis yang dibuat adalah salut transparan, salut berwarna, dan salut enterik. Untuk membuat tablet salut Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
41
lapis tipis digunakan larutan penyalut yang disemprot dengan menggunakan pompa sambil diputar dan dialiri udara panas. Suhu yang terlalu panas dapat menyebabkan debu yang berlebihan, sedangkan bila terlalu dingin menyebabkan tablet menjadi lengket. Tablet hasil salut tersebut disimpan di ruang produk ruahan. Pada penyalutan tablet salut gula digunakan panci penyalut yang dilengkapi blower dan buffle. Blower berguna untuk mengalirkan udara panas, sedangkan buffle berguna untuk menggerakkan tablet yang sedang disalut. Proses yang terjadi meliputi proses subcoating, proses smoothing (penghalusan), proses colouring (pewarnaan) dan proses poles (pengkilapan tablet). Selama proses penyalutan dilakukan IPC yaitu pemeriksaan keragaman bobot dan waktu hancur tablet. 3) Sub Unit Semisolid Sediaan semisolid yang diproduksi berupa krim, salep, supositoria, dan ovula. Pemeriksaan bobot tube, pemeriksaan lipatan tube, dan nomor bets dilakukan tiap 30 menit. IPC yang dilakukan pada pembuatan supositoria dan ovula adalah homogenitas kadar zat aktif yang diambil di tiga titik yang berbeda. IPC yang dilakukan pada pembuatan krim, salep, dan gel adalah adalah kerataan dan kehalusan (homogenitas) sediaan. Setelah semua bahan dicampur produk dikemas dan dilakukan IPC kembali untuk keseragaman bobotnya. Produk antara yang dihasilkan dikarantina untuk dilakukan pengujian oleh bagian QC. Bagian QC memeriksa homogenitas kadar zat aktif, viskositas, dan berat jenis Produk antara yang telah mendapat pelulusan dari bagian QC akan dikirim ke bagian pengemasan primer. 4) Sub Unit Capsulating dan Solid Filling Sub unit capsulating dan solid filling bertugas melakukan pengisian serbuk ke dalam cangkang kapsul, sachet atau botol. Mesin untuk pengisian kapsul digunakan mesin Chuan Yung dan mesin Kwah Dah. Pemeriksaan keseragaman bobot kapsul dilakukan tiap 15 menit dengan jumlah kapsul sebanyak 20 kapsul. Setelah mendapat persetujuan dari bagian QC akan dikirim untuk proses stripping.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
42
Solid filling adalah pengisian serbuk ke dalam botol atau sachet. Mesin yang digunakan adalah mesin Wolcogon. Beberapa sachet pertama akan diperiksa, jika memenuhi spesifikasi maka pengisian serbuk ke dalam sachet akan dilanjutkan. Setiap 30 menit akan dilakukan IPC berupa pemeriksaan kebocoran (leak test), nomor bets, dan variasi bobot. Hasil yang telah mendapat persetujuan dari bagian QC akan dikirim ke bagian pengemasan. Setelah dinyatakan lulus oleh bagian QC, maka produk akan dikirim ke bagian pengemasan sekunder. 5) Sub Unit Primary Packaging (Pengemasan Primer) Packaging (pengemasan) merupakan bagian dari siklus produksi yang dilakukan terhadap produk ruahan menjadi obat jadi. Pengemasan primer merupakan pengemasan produk ruahan dimana kemasannya bersentuhan langsung dengan produk. Sub unit pengemasan primer bertanggung jawab terhadap proses pengemasan primer semua produk ruahan solid dan semisolid yang telah dinyatakan lulus oleh bagian QC. Kemasan primer yang umumnya dipakai untuk sediaan solid adalah strip dan blister. Pengemasan primer untuk sediaan semisolid terdiri dari pengemasan suppositoria dan ovula ke dalam rotoplas, gel ke dalam roll on, salep dan krim ke dalam tube. Stripping adalah proses pengemasan primer terhadap sediaan berupa tablet atau kapsul. Sebelum stripping terlebih dahulu dilakukan pengecekan ulang terhadap aluminium foil yang akan digunakan, nomor batch, tanggal kadaluwarsa serta Harga Eceran Tertinggi (HET). Pada waktu proses stripping, dilakukan pengujian tes kebocoran dengan cara memasukkan contoh strip/blister obat ke dalam alat penguji kebocoran yang didalamnya terdapat air, lalu strip diberi penahan di atasnya untuk selanjutnya dilakukan proses vakum dengan tekanan 40 cmHg selam 1 menit. Jika terdapat kebocoran, maka tablet atau kapsul didalamnya akan basah dan proses stripping ataupun blistering dihentikan terlebih dahulu, lalu produk yang sudah diproses disortir terlebih dahulu untuk dilakukan pengujian selanjutnya. Blister juga merupakan jenis pengemasan untuk produk solid. Bahan yang digunakan ada dua macam yaitu aluminium foil untuk pengemas bagian Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
43
depan dan rigid untuk bagian belakang, umumnya pada bagian belakang menggunakan bahan dari Poly Vynil Chloride (PVC) dan bahan alumunium untuk obat yang tidak stabil terhadap cahaya. Proses blistering dilakukan di grey area. Berbeda dengan proses stripping, pada proses blistering dilakukan forming PVC yaitu pembentukkan rongga pada PVC sebagai tempat tablet atau kapsul yaitu dengan menggunakan heater dengan suhu 1200C
dan
dilakukan pemeriksaan kebocoran sama seperti pemeriksaan pada strip. Proses ini dilakukan pada ruangan dengan suhu 25oC dan kelembapan 6070% (menurut Petunjuk Operasional CPOB 2009 halaman 60 mensyaratkan bahwa suhu antara 20-27oC dan RH maksimal 70% untuk ruang pengemasan primer), bertujuan untuk mengkondisikan temperatur dari pengemas blister yang terbuat dari bahan foil guna menjaga fungsi blister sebagai pengemas produk jadi. IPC yang dilakukan berupa tes kebocoran, pengontrolan kelengkapan penandaan, daya lekat blister dan pemeriksaan blister yang tidak terisi oleh tablet atau kapsul pada waktu pengemasan sekunder dengan cara pengukuran bobot (penimbangan) kemasan. Produk dikarantina sampai dinyatakan lulus oleh bagian QC untuk didistribusikan. 6) Sub Unit Repack-Packing Service Sub unit ini terdiri dari dua yaitu seksi repack (pengemasan ulang) dan seksi packing service (penyiapan bahan kemasan). Proses pengemasan ulang (repack) dilakukan pada produk impor atau produk kembalian yang mengharuskan dilakukan pengemasan ulang. Sub unit packing service bertugas memenuhi kebutuhan bahan pengemas di seluruh unit pengemasan produk solid dan semisolid. Permintaan bahan pengemas baik primer (seperti foil, tube, botol dsb.) maupun sekunder (seperti inner box, outer box, etiket, dan leaflet) harus dilakukan melalui formulir Material Requirement Slip (MRS) kepada bagian supply chain. Bahan pengemas yang diperoleh dari gudang bahan kemas, diambil sesuai dengan catatan pengemasan bets. Petugas packing service memeriksa kesesuaian bahan kemas yang datang dengan kebutuhan yang tercantum dalam formulir Material Requirement Slip. Bahan kemas yang Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
44
telah dihitung dan sesuai dengan pesanan selanjutnya diberi penandaan berupa nomor batch, tanggal kadaluarsa, dan Harga Eceran Tertinggi (HET). Untuk leaflet, tidak diberi penandaan tetapi dilakukan pelipatan. Bahan kemas yang telah diberi penandaan dan pelipatan selanjutnya diperiksa oleh bagian QC. Pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian QC untuk leaflet adalah identitas leaflet, kesesuaian arah lipatan leaflet dan kesesuaian jumlah lipatan; untuk label, adalah kesesuaian identitas label, Harga Eceran Tertinggi (HET), nomor bets, tanggal produksi dan expired date; untuk inner box adalah kesesuaian nomor bets, manufacture date, expired date, nomor registrasi, kesesuaian nama bahan kemas, dan kode bahan kemas. Sistem sampling yang dilakukan untuk leaflet dan label dilihat dari contoh hasil penandaan dan pelipatan leaflat dan label yang dicek kesesuaiannya dengan MRS. Untuk produk jadi juga diambil retained sample untuk uji stabilitas produk. Apabila telah memenuhi syarat, maka proses selanjutnya dapat dilakukan. Petugas packing service memberikan bahan kemas yang telah disortir kepada jalur pengemasan sesuai dengan permintaan. 7) Sub Unit Secondary Packaging (Pengemasan sekunder) Sub unit pengemasan sekunder dibagi menjadi 2 yaitu seksi packing line solid dan seksi packing line semisolid. Sub unit secondary packaging bertugas melakukan pengemasan sekunder terhadap hasil stripping, blistering,
produk-produk ointment, dan sachet produk-produk powder.
Pengerjaan yang dilakukan meliputi: memasukkan strip-strip kedalam inner box, memasukan leaflet dan etiket inner box, memasukan inner box tersebut kedalam outer box, kemudian ditimbang untuk memeriksa kemungkinan kesalahan jumlah tablet atau kapsul yang dikemas. Seksi packing line semisolid bertugas melakukan pengemasan sekunder meliputi penempelan etiket pada tube, memasukkan tube ke dalam inner box, memasukkan leaflet ke dalam inner box, dan memasukkan inner box ke dalam outer box. Hasil pengemasan akan disimpan di ruang karantina, untuk diperiksa oleh bagian QC. Pemeriksaan QC yang dilakukan sesuai dengan spesifikasi
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
45
masing-masing jenis produk jadi. Setelah produk dinyatakan lulus oleh bagian QC, produk akan dikirim ke gudang produk jadi.
B. Unit Liquid Unit liquid terdiri dari enam sub unit yang dibagi berdasarkan proses produksi, yaitu: 1) Sub Unit OBH Dispensing-Process-Washing-Filling Pada sub unit OBH Dispensing-Process-Washing-Filling proses yang ada meliputi penimbangan, pencampuran, pencucian botol hingga pengisian. Proses penimbangan sama dengan proses penimbangan untuk produksi sediaan solid dan semisolid. Penimbangan dilakukan di ruang dispensing, dimana raw material dari gudang melewati air lock terlebih dahulu dan wadah nya dibersihkan terlebih dahulu. Proses penimbangan bahan awal dilakukan sehari sebelum produksi, jadi bahan awal disimpan dahulu di staging area sebelum digunakan keesokan harinya. Untuk proses produksi, pertama-tama dilakukan proses pencampuran bahan baku. Proses pencampuran dilakukan dengan menggunakan dua double jacket tank berkapasitas 8000 L untuk zat zat yang memerlukan proses pemanasan lalu pendinginan, dan moveable tank untuk zat yang tidak memerlukan proses pemanasan, lalu ke final mixing tank dan holding tank (tangki penampung) yang dihubungkan ke ruang filling. Filling OBH dilakukan ke dalam sachet, botol kaca dan botol plastik. Sebelum digunakan untuk filling, botol kaca dicuci terlebih dahulu dengan air murni dengan menggunakan mesin pencuci botol sedangkan botol plastik yang diterima dari gudang bahan kemas langsung digunakan untuk filling, jadi tidak melalui proses pencucian sebelum digunakan. Hal ini karena kebersihan botol plastik yang dipakai sudah dijamin dari pihak supplier botol plastik tersebut. 2) Sub Unit OBH Packaging I Sub unit ini bertanggung jawab dalam pengemasan OBH mulai dari pengemasan primer sampai produk diserahkan ke gudang produk jadi. Sub unit ini dikepalai oleh seorang supervisor yang bertanggung jawab pada saat Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
46
shift 1 bekerja yaitu dari pukul 06.00-14.30 WIB. Penandaan dilakukan dengan menggunakan mesin sedangkan pengemasan dilakukan secara manual. Proses pengemasan meliputi tahapan penempelan label/etiket, memasukkan botol dan sendok ke dalam inner box, menutup inner box dan memasukkannnya ke dalam outer box. Pengemasan primer untuk produk liquid berupa pengemasan produk ke dalam botol plastic, botol gelas dan sachet. Pada proses pengemasan tersebut, QC mengambil sampel pada awal, tengah akhir, dan proses. Sampel yang diambil oleh bagian QC sesuai dengan data jumlah pengambilan sampel kimia, mikrobiologi, dan retain sampel yang ada dan jumlahnya berbeda-beda tergantung dengan jenis produk. Pemeriksaan in process control meliputi pemeriksaan keseragaman volume, uji kebocoran/kerekatan penutupan pada saat filling. Kemudian produk dikarantina dengan masih disimpan di bagian packaging dengan diberi label “quanrantined” sampai dinyatakan lulus oleh bagian QC. Setelah dinyatakan lulus diberi label “approved”, produk disimpan di gudang produk jadi. 3) Sub Unit OBH Packaging II Tanggung jawab bagian ini sama dengan tanggung sub unit OBH packaging I, bedanya supervisor bagian ini bertanggung jawab saat shift 2 bekerja yaitu dari pukul 14.15-22.00 WIB. 4) Sub Unit OBH Packaging III Tanggung jawab bagian ini sama dengan tanggung jawab sub unit OBH packaging I, bedanya supervisor bagian ini bertanggung jawab saat shift 3 bekerja yaitu dari pukul 21.45-06.15 WIB. 5) Sub Unit Liquid Packing Service Sub unit packing service bertugas memenuhi kebutuhan/menyiapkan bahan pengemas di seluruh unit pengemasan produk liquid. Permintaan bahan kemas berupa bahan kemas sekunder meliputi inner box, outer box, etiket, dan leaflet dilakukan melalui formulir Material Requirement Slip kepada bagian Supply Chain sesuai dengan jumlah produk ruahan (bulk).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
47
6) Sub Unit Liquid Ethical Process-Filling Seksi liquid bertanggung jawab dalam proses pencampuran semua bahan baku untuk membuat sediaan liquid non-OBH. Alat yang digunakan antara lain double jacket container, mixing tank, alat pengaduk dan penyaring, colloid mill (untuk suspensi/emulsi), filter pump. In proses control yang dilakukan oleh bagian QC terhadap produk jadi yang dihasilkan diantaranya pemeriksaan viskositas, berat jenis dan pH. Produk jadi yang diluluskan oleh bagian QC selanjutnya akan diisikan ke dalam kemasan primer berupa botolbotol. Untuk botol kaca, sebelumnya botol dicuci terlebih di mesin pencuci botol. Proses pencucian melalui 3 tahapan yaitu pertama botol dicuci dengan menggunakan air bilasan terakhir (air murni) pencucian sebelumnya. Lalu, botol dibilas dengan menggunakan air murni yang baru. Suhu air murni yang dipakai
adalah
800C,
bertujuan
untuk
meminimalkan
pertumbuhan
mikroorganisme pada air murni dan tidak membahayakan user saat menggunakan air (karena dapat terkena uap panas). Kemudian botol disemprotkan dengan udara bertekanan (kompresor dengan tekanan 4-5 barr).
3.4.6 Departemen Quality Assurance (QA) Departemen Quality Assurance (QA) merupakan departemen yang bertanggung jawab dalam hal pemastian mutu. Departemen ini dipimpin oleh seorang Quality Assurance Operation Manager (QAOM). Dalam struktur organisasi PT. Combiphar, departemen QA bertanggung jawab langsung terhadap Managing Director dan terpisah dari Plant Director. Departemen ini bersifat independen dengan departemen lain. Tugas dan wewenang departemen QA adalah: a.
Melaksanakan pengawasan dan pengaturan pada setiap tahap kegiatan produksi sesuai ketentuan CPOB.
b.
Melakukan pemantauan lingkungan kerja atau kegiatan produksi agar sesuai dengan penerapan CPOB.
c.
Melaksanakan pelatihan (training) terhadap personil yang telah ditentukan.
d.
Melaksanakan kalibrasi dan kualifikasi peralatan untuk departemen QA.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
48
e.
Merencanakan jadwal dan melaksanakan audit baik internal maupun eksternal.
QA Department
QAS Department
QC Department
Validasi
GMP Compliance Documentation & Change Control Supervisor
Quality Service Officer
Analis QAS
Analis GMPc
Admin QAS
Analis Validasi
Assistant Manager QC
Ka.Sie Bahan Baku
Ka. Sie Produk Jadi
Analis QC
Analis QC
Gambar 3.1. Struktur Organisasi Departemen Quality Assurance
A. Quality Service Officer Menangani complaint, recall product, return product, penyimpangan, dan Annual Product Review (APR). Bagian ini memiliki tugas-tugas sebagai berikut: 1.
Investigasi Investigasi merupakan upaya penelitian, penyelidikan, pengusutan, pencarian, pemeriksaan dan pengumpulan data seta temuan lain bertujuan untuk mengungkap masalah terjadinya penyimpangan atau ketidaksesuaian terkait dengan mutu, baik dalam proses maupun produk jadi. penyimpangan adalah perubahan tidak terencana yang terjadi karena berbagai sebab selama kegitan berlangsung atau yang terdeteksi setelah kegiatan sedangkan uji di luar spesifikasi merupakan penyimpangan yang tidak disebabkan oleh kesalahan pemeriksaan Laboratorium QC. Setelah menemukan akar permasalahan dari sebuah penyimpangan, selanjutnya bagian ini melakukan perbaikan dan pencegahan melalui koordinasi dengan bagian lain yang terkait agar penyimpangan tersebut tidak terjadi lagi dan menganalisa jenis keluhan pelanggan dan menentukan bagian yang bertanggung jawab terhadap keluhan. Bagian produksi menangani keluhan yang berhubungan dengan proses Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
49
produksi obat yang tidak sesuai dengan catatan pengolahan dan pengemasan bets, kesalahan bahan awal yang ditimbang untuk produksi, adanya kontaminasi terhadap produk, kesalahan pada pelabelan. Bagian QC menangani keluhan yang berhubungan dengan hasil uji di luar spesifikasi, misalnya temperatur, RH dan stabilty chamber. Bagian Prodev menangani keluhan yang berhubungan dengan formulasi (rasa, warna, dan bau), kemasan. bagian SCM menangani keluhan yang berhubungan dengan distribusi. 2.
Penanganan complaint Keluhan atau complaint adalah ekspresi ketidakpuasan dalam bentuk verbal, tertulis atau elektronik terhadap penggunaan produk atau jasa. Complaint diterima oleh departemen Business Development, selanjutnya complaint dipisahkan sesuai dengan jenisnya, yaitu -
Technical
complaint,
keluhan
yang
terkait
dengan
ketidaksesuaian/kerusakan fisik, kimiawi atau biologis dari produk sebelum produk dikonsumsi atau digunakan.yaitu contohnya kerusakan fisik/kimia : label rusak, tutup btol yang bocor, perubahan viskositas, bentuk, warna produk, kemasan/dus yang rusak. Untuk contoh kerusakan biologis yaitu pertumbuhan mikroba atau jamur. -
Medical complaint, yaitu keluhan yang terkait dengan reaksi produk yang merugikan setelah penggunaan produk, antara lain alergi (seperti mual, muntah, diare atau gatal-gatal), keracunan, produk tidak berkhasiat, atau respon klinis yang rendah dan efek samping lain dari yang telah disebutkan pada penandaan.
-
Marketing complaint/comersial complaint, yaitu komplain yang tidak berkaitan
dengan
technical
complaint
dan
medical
complain.
Ketersediaan produk dipasaran, misalnya pada proses pendistribusian sehingga produk susah didapatkan. Bagian QAS menangani komplain yang termasuk dalam jenis technical terkait mutu/kualitas produk. Untuk technical complaint dalam waktu 2 hari kerja sejak surat pengantar dan laporan keluhan pelanggan diterima dari bagian QAS melalui Customer Complaint Coordinator (CCC), pelanggan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
50
harus diberikan jawaban dalam waktu 30 hari kerja. Hasil investigasi complaint diregister dan dimasukkan ke dalam CAPA (Corrective Action Preventive Action). 3.
Penanganan produk kembalian (returned good handling) Produk kembalian terkait dengan masa kadaluarsa produk, adanya kerusakan produk, dan adanya perubahan desain kemasan. Hal inilah yang membedakan retur dengan complaint. Untuk produk kembalian, akan ditentukan status produk tersebut apakah status reject, manfaat, atau repack. Suatu produk kembalian yang diberi status reject berarti produk kembalian tidak dapat digunakan lagi untuk pengobatan dan harus dimusnahkan. Status manfaat berarti produk kembalian masih dapat digunakan untuk pengobatan tetapi untuk internal di PT Combiphar, tidak untuk dijual di pasaran. Status repacked berarti produk kembalian masih dapat digunakan untuk pengobatan dan akan dikemas ulang untuk dijual di pasar. Ketentuan penerimaan produk kembalian ini didasarkan pada “Return Good Policy” yang disetujui bersama oleh PT. Combiphar dan distributor.
4.
Penanganan produk yang ditarik (drug recall handling) Hal-hal yang dapat menyebabkan produk ditarik dari pasaran yaitu: 1) Internal pabrik, penarikan satu atau beberapa bets atau seluruh produk tertentu dari semua tingkatan distribusi obat. Hal ini karena ditemukannya ketidakstabilan produk pada retained sample, sehingga perlu peninjauan ulang pada formulasi produk tersebut. 2) Principal, penarikan suatu produk terkait dengan perusahaan yang melakukan toll in ke PT. Combiphar. 3) Pemerintah, penarikan suatu produk karena hasil temuan Badan POM bahwa produk tersebut memiliki efek samping obat yang berbahaya. Untuk semua produk yang ditarik maka akan dilaporkan ke Badan POM dan akan diberitahukan ke masyarakat melalui media masa.
5.
Annual Product Review (APR) Annual Product Review ini bertujuan untuk mengkaji produk yang telah diproduksi selama satu tahun (pengkajian tiap produk yang dibuat dalam satu tahun melebihi 3 bets pertahun) dan menginformasikannya kepada pihak Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
51
managemen. Bagian QAS mendokumentasikan seluruh data APR yang dibuat oleh masing-masing bagian dalam satu log book.
B. Good Manufacturing Practice Compliance (GMPC) 1.
Audit Unit GMPC juga bertugas dalam merencanakan dan melaksanakan audit secara internal dan eksternal. Audit internal adalah audit yang dilakukan di dalam perusahaan itu sendiri. Ada beberapa level audit internal yang terdapat dalam PT. Combiphar, yaitu: -
Audit level 1 : audit yang dilakukan dalam intern bagian (satu bagian) dan dikoordinir oleh masing-masing bagian tersebut, contohnya QAS mengaudit QC, GMPC mengaudit validasi. Audit intern bagian ini dilakukan setiap minimal tiga bulan sekali.
-
Audit level 2 : audit yang dilakukan secara gabungan di dalam pabrik (intern pabrik). Contohnya, departemen QA dan Product Development bekerjasama mengaudit produksi.
-
Audit level 3 : audit yang dilakukan oleh perusahaan luar. Jadwal audit level 3 ini ditentukan oleh auditor pihak luar. Contohnya perusahaan lain yang akan toll out ke PT. Combiphar melakukan audit terlebih dahulu ke PT. Combiphar.
-
Audit level 4 : audit yang dilakukan oleh regulator PICS dan otoritas pengawasan obat yaitu Badan POM. Jadwal audit ditentukan oleh auditor pihak luar.
Untuk audit eksternal, GMPC melaksanakan beberapa hal sebagai berikut: -
Audit supplier/audit pemasok Tujuannya adalah menentukan supplier yang mampu dan sanggup memasok kebutuhan perusahaan. Supplier yang diaudit merupakan supplier lama dan masih ada sampai saat ini (existing supplier) maupun supplier baru (new supplier).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
52
-
Audit existing supplier Tujuannya adalah melihat konsistensi supplier dalam menghasilkan produk bermutu sesuai dengan spesifikasi dan kapasitas perusahaan. Existing supplier telah dilakukan audit sebelumnya.
-
Audit new supplier Tujuannya adalah menentukan layak tidaknya new supplier menjadi supplier dari perusahaan yang melakukan audit. Kriteria dan penentuan layak atau tidak layak new supplier berdasarkan pertimbangan kualitas dan kapasitas.
-
Audit manufacturing toll out Tujuannya adalah untuk melihat keseluruhan aspek CPOB perusahaan yang bekerjasama dengan PT. Combiphar.
2.
Pemantauan
a)
Pemantauan udara ruang produksi Tabel 3.1. Jumlah partikel untuk tiap kelas ruangan Grade
Maximum permitted number of particles/m3 equal to or greater than the tabulated size At Rest In Operation
A
3.520
20
3.520
20
B
3.520
29
352.000
2.900
C
352.000
2.900
3.520.000
29.000
D
3.520.000
29.000
Not defined
Not defined
b) Pemantauan alat, dinding, lantai dan pakaian personil ruang produksi Peralatan, dinding dan lantai dibersihkan sesuai dengan prosedur dan jadwal yang telah dibuat. Pemantauan untuk alat, dinding, lantai, dan pakaian personil dilakukan secara mikrobiologi. Untuk pakaian personil ruang produksi, pemantauan dilakukan dengan menggunakan metode gowning dan finger tip, sedangkan untuk alat, dinding dan lantai dapat digunakan metode swab.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
53
c)
Pemantauan air murni Air yang digunakan dalam proses produksi di PT. Combiphar adalah air yang sudah diolah melalui proses RO (Reverse Osmosis). Persyaratan air murni untuk produksi di PT. Combiphar adalah jumlah mikroba sebesar 100 cfu/mL, total organic carbon (TOC) ≤ 0,5 ppm atau 500 ppb, pH 5-7, dan memenuhi persyaratan konduktivitas (Lampiran 1 dan 2).
d) Pemantauan compressed air Pemantauan compressed air dilakukan secara mikrobiologi. Uji dilakukan dengan mengalirkan compressed air ke air steril kemudian difilter dan filtrat diinokulasikan pada media agar steril, lalu diamati ada tidaknya bakteri yang tumbuh di media agar tersebut (syarat: maksimal 100 cfu/100 mL 0,9% NaCl steril). e)
Pemantauan limbah Syarat Limbah Cair berdasarkan SK Gubernur Jawa Barat No.6 Tahun 1999: - pH: 6-9 - Chemical Oxygen Demand (COD: 150 mg/L) - Biological Oxygen Demand (BOD: 75 mg/L) - Total Suspended Solid (TSS: 75 mg/L) QA bekerja sama dengan bagian teknik dalam upaya pemantauan limbah. Uji yang dilakukan hanya bersifat internal. Sedangkan, untuk eksternal dilakukan oleh instansi yang telah terakreditasi.
3.
Pelatihan Ada dua macam pelatihan di PT. Combiphar, yaitu pelatihan CPOB dan nonCPOB. Pelatihan CPOB dilakukan berdasarkan riwayat temuan audit, sehingga topik dari pelatihan disesuaikan dengan temuan audit tersebut. Pelatihan non-CPOB merupakan pelatihan selain materi yang terdapat dalam CPOB. Pelatihan non-CPOB dikoordinir oleh masing-masing bagian.
4.
Kualifikasi dan Kalibrasi Kualifikasi merupakan validasi yang dilakukan terhadap alat atau instrumen. Kualifikasi dilakukan melalui empat tahap, yaitu kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasi dan kualifikasi kinerja. Setiap tahap kualifikasi harus dilakukan secara berurutan untuk mencegah pengulangan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
54
karena kesalahan yang mungkin terjadi. Setiap kualifikasi harus mendapat persetujuan dari QA. Kalibrasi merupakan serangkaian kegiatan dalam kondisi tertentu yang menetapkan hubungan antara nilai yang ditunjuk oleh alat ukur dengan standar yang ditetapkan. alibrasi dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan untuk masing-masing alat. Hasil kalibrasi dicatat dalam laporan kalibrasi dan didokumentasikan. 5.
Pest Management Adalah suatu kegiatan pemantauan terhadap hama di lingkungan pabrik. Pemantauan ini dilakukan agar tidak mengganggu proses produksi dan tidak terdapat cemaran hewan dalam produk yang dihasilkan, serta mengamankan bahan baku, bahan pengemas, dan produk jadi. PT. Combiphar bekerja sama dengan pihak kontraktor pest and rodent control. Pengecekan terhadap pemantauan hama ini dilakuan secara rutin setiap dua minggu sekali.
C. Documentation dan Change Control Unit ini bertugas: a.
Melakukan koordinasi dengan bagian yang membuat dokumen mengenai waktu berlakunya dokumen tersebut.
b.
Menentukan pihak terkait yang akan menerima dokumen yang akan didistribusikan.
c.
Membuat salinan documen dan di cap “Controlled Copy” (cap warna biru) untuk mengontrol keberadaan dokumen.
d.
Melakukan distribusi dokumen baru.
e.
Melakukan pemusnahan dokumen dan membuat berita acara pemusnahan dokumen. Pemusnahan dokumen dilakukan pada dokumen yang telah habis masa berlakunya. Change control adalah suatu prosedur yang bertujuan agar perubahan yang
terjadi tidak mempengaruhi mutu atau sistem yang sudah tervalidasi sehingga tidak menimbulkan resiko terhadap mutu produk. Contohnya pergantian supplier yang memasok bahan baku.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
55
D. Quality Control (QC) Quality Control dipimpin oleh manager yang merupakan seorang apoteker, yang memiliki tanggung jawab: 1.
Pelulusan bahan awal baik yang berupa zat aktif maupun eksipien serta bahan pengemas. Semua bahan untuk proses produksi haruslah sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.
2.
In-Process-Control (IPC) selama proses produksi berlangsung untuk memastikan bahwa produk jadi yang dihasilkan tetap konsisten sesuai dengan spesifikasi yang dipersyaratkan.
3.
Sampel pertinggal (retained sample), seperti kondisi penyimpanan sampel pertinggal, keamanan penyimpanan sampel pertinggal, dan jumlah sampel pertinggal. Selain itu juga bertanggung jawab terhadap uji stabilitas produk.
4.
Pemeriksaan mikrobiologi dari bahan baku, produk jadi, alat, air, potensi antibiotika, serta ruang kelas E (bekerja sama dengan unit GMPC). Laboratorium QC/QA di PT. Combiphar terdiri dari ruang timbang, ruang
instrumen, tempat untuk meletakkan alat untuk pengujian produk seperti friabilator untuk uji kekerasan tablet, laboratorium mikrobiologi, ruang preparasi untuk pengujian, ruang sampel pertinggal, tempat untuk menyimpang baku pembanding, tempat untuk menyimpan reagen dan pelarut, dan tempat untuk menyimpan alat-alat gelas. QC terdiri dari: 1.
Validasi dan Kualifikasi Validasi merupakan suatu tindakan pembuktian terhadap sesuatu, yang dalam hal ini adalah proses, metode dan lain sebagainya untuk mencapai suatu hasil yang sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan. Validasi dibagi menjadi validasi peralatan, proses produksi, metode analisa, dan cleaning validation. Validasi peralatan sering disebut dengan kualifikasi. Terdiri dari User Requirement Spesification (URS), Desain Qualification (DQ), Installation Qualification (IQ), Operational Qualification (OQ), dan Performance Qualification (PQ). Setiap terdapat peralatan yang baru, selalu dilakukan kualifikasi di atas. URS merupakan spesifikasi apa yang dikehendaki oleh Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
56
pengguna, biasanya untuk peralatan yang besar. DQ merupakan desain yang dikeluarkan oleh manufacture. IQ mengecek apa saja yang dibutukan seperti listrik. OQ mengecek seperti apakah ada tombol on/off, sistem kalibrasi. Sedangkan PQ merupakan output yang diinginkan seperti apa. Setiap tahapan memiliki protokol (kriteria penerimaan) yang merupakan langkah-langkah untuk mengerjakan kualifikasi. Setelah selesai, buat laporan yang mencantumkan judul, tujuan, pelaksana/penanggung jawab, prosedur, hasil dan kesimpulan.Kesimpulannya adalah memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat atau memenuhi syarat dengan catatan dan disetujui oleh departemen QA. Kualifikasi ini dijalankan secara team dengan departemen Prodev, produksi dan teknik. Pada departemen Prodev semua tahapan kualifikasi dilaksanakan oleh user. Pada departemen produksi URS, DQ dan OQ dilakukan oleh bagian teknik, sementara IQ dan PQ dilakukan oeh user. Validasi proses juga dilakukan secara team dengan departemen Prodev, produksi dan teknik. Validasi proses di PT. Combiphar terdiri drai 3 macam yaitu validasi prospektif, konkruen dan retrospektif. Validasi prospektif dilakukan pada produk baru dipasarkan atau produk yang sudah dipasarkan tetapi diperbaiki kembali sehingga mempengaruhi sifat produk yang dihasilkan, biasanya untuk produk yang fast moving (biasanya 3 bets). Validasi konkruen dilakukan bersamaan dengan produksi produk yang bersangkutan, biasanya untuk produk yang sudah dipasarkan dan slow moving (biasanya 3 bets). Validasi retrospektif dilakukan dengan mengumpulkan data dokumen seperti melihat batch record, untuk validasi ini PT. Combiphar melakukan pada 20 bets (yang dipersyaratkan BPOM 10-30 bets). Validasi metode analisa terhadap bahan baku dan produk jadi. Cleaning validation merupakan prosedur pembersihan untuk menghasilkan peralatan yang minimal kontaminan dari mikrobiologi dan produk sebelumnya yang diproduksi. Hal ini perlu dilakukan karena hampir semua peralatan yang berada diproduksi dipakai bersama. Cleaning validation ini memiliki acceptance criteria yaitu kriteria visual (harus terlihat bersih), mikrobial (harus steril), dan chemical (zat aktif yang boleh tertinggal 10 ppm dan Therapeutic Daily Dose 0,1%). Teknik pengambilan sampel untuk cleaning Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
57
validation adalah area yang paling sulit dibersihkan dan yang kontak dengan produk. 2.
Bahan Awal dan Packaging Material QC bahan awal dan packaging material bertugas untuk memeriksa kualitas dari bahan awal (bahan baku meliputi eksipien dan zat aktif, dan bahan pengemas yang meliputi bahan pengemas primer, sekunder dan tersier). Alur penerimaan bahan awal adalah sebagai berikut : a.
Bahan awal datang dan diterima di gudang.
b.
Gudang mengecek no. bets, Certificate of Analysis (COA), Expired date (ED), dan Delivery Order. Di gudang juga dicek apakah suplier yang mengirimkan barang tersebut terdapat dalam list approve manufacture di mana di dalam list tersebut terdapat daftar history suplier. Jika suplier terdaftar dalam list, maka barang akan diterima oleh gudang. Gudang akan membuat Good Receipt (GR).
c.
GR akan dikirimkan ke bagian QC bahan awal. QC bahan awal akan sekali lagi mengecek no. bets, Certificate of Analysis (COA), Expired date (ED), dan Delivery Order serta kebenaran label dengan COA.
d.
Setelah itu Asisten manajer QC akan menjadwalkan sampling bahan baku. Sampling bahan baku meliputi zat aktif dan eksipien. Untuk zat aktif, dilakukan sampling pada semua zat aktif, sedangkan untuk sampling eksipien (bahan tambahan) menggunakan pola
+1, di mana
n adalah jumlah eksipien yang datang. Tujuannya, sampel yang disampling bersifat representatif. e.
Kemudian sampel masuk ke Laboratorium QC dan dijadwalkan untuk analisa sesuai dengan Spesifikasi dan Prosedur Pemeriksaan Bahan Baku (SPPBB) yang dibuat oleh departemen Prodev dan analisis mikrobiologi.
f.
Apabila semua parameter dalam SPPBB sesuai, maka analis akan mebua laporan kepada asisten manajer QC (orang yang sama dengan QC pharmacist). Asisten manajer QC akan mengecek semua laporan analis dan mennyetujui bahan awal tersebut bila telah memenuhi syarat dan ditempelkan pada material tersebut.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
58
g.
Bila bahan baku tidak memenuhi syarat, maka dilakukan penelusuran terlebih dahulu apakah analis yang salah menganalisis atau tidak, bila analis benar maka dapat dilakukan sampling ulang, bila setelah sampling ulang tidak memenuhi syarat, maka dilakukan handling out of specification (OOS). Untuk alur penerimaan bahan pengemas adalah sama tetapi terdapat
bahan pengemas tidak mutlak memiliki COA. Sampling bahan pengemas yang tidak memiliki COA mengikuti aturan US military standard (US MILSTD105D). 3.
Produk Jadi QC produk jadi bertugas dalam memeriksa produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Analisis yang dilakukan QC produk jadi sesuai dengan Spesifikasi dan Prosedur Pemeriksaan Produk Jadi (SPPPJ) yang telah dibuat oleh departemen Prodev untuk tiap produk. QC juga melakukan on going stability untuk menentukan seberapa stabil produk yang telah dipasarkan (1 bets dan dianalisa per tahun). QC produk jadi juga bertanggung jawab pada sampel pertinggal. Sampel pertinggal disimpan dalam ruangan sampel pertinggal sesuai dengan kondisi penyimpanan yang tertera pada label masing-masing produk. Sampel pertinggal diambil dari tiap bets sebanyak dua kali dari jumlah yang dibutuhkan untuk analisa. Sampel pertinggal disimpan dalam ED+1. Sampel pertinggal sangat penting dalam menangani keluhan produk/complain product.
2.4.4.7 Departemen Supply Chain Management Departement ini dipimpin oleh seorang kepala bagian/manajer yang merupakan seorang Apoteker dan membawahi tiga unit yaitu: A. PPIC (Production Planning Inventory Control) PPIC dipimpin oleh seorang asisten manajer yang membawahi tiga seksi, yaitu: a.
Production Planner bekerja sama dengan bagian produksi bertugas merencanakan jadwal produksi dan menjamin produksi berjalan sesuai dengan apa yang sudah direncanakan. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
59
b.
Material Planner bertugas untuk menjamin ketersediaan material produksi.
c.
Demand Planner bertugas mengelola penerimaan dan pengeluaran produk jadi ke distributor. Pengadaan material dilakukan dengan menggunakan surat pesanan yang
dibuat rangkap untuk bagian keuangan, bagian pembelian, dan bagian supply chain. Pengaturan bahan baku dan bahan pengemas dilakukan oleh bagian inventory control melalui SAP (System Application and Product in Data Processing). Pengaturan ini secara kuantitas berdasarkan minimum order quantity, permintaan dan stok yang ada. Selain itu juga berdasarkan waktu produksi dan lead time dari pemasok bahan baku dan atau bahan pengemas.
B. Warehouse and Distribution Unit ini dipimpin oleh seorang asisten manajer yang bertugas merencanakan, memonitor, mengevaluasi, serta mengkoordinir kegiatan pemenuhan ketetapan CPOB di gudang dan mengkoordinir penerimaan pesanan dari distributor serta pengirimannya ke distributor dari pihak ketiga. Gudang memiliki beberapa fasilitas yaitu: pemadam api, pestcontrol, insect-o-cutor, plastic curtain dan air curtain. a.
Gudang Bahan Baku (Raw Material Warehouse) Gudang ini digunakan untuk menyimpan bahan baku kecuali bahan baku untuk produk OBH. Barang yang diterima dikarantina terlebih dahulu (diberi label karantina), kemudian bagian QC melakukan sampling. Gudang bahan baku ini terdiri dari: tempat penyimpanan (karantina, approved dan rejected) dengan suhu kamar; ruang suhu terkendali dengan suhu di bawah 25°C dengan RH 35% - 65% untuk menyimpan cangkang kapsul; ruang sampling; lemari untuk bahan baku kemasan kecil, serta tempat khusus untuk menyimpan bahan psikotropika dan prekursor-psikotropika (Pseudoefedrin) yang terkunci. Untuk memudahkan pengambilan bahan baku, pallet diberi nomor. Sistem yang digunakan untuk bahan baku adalah sistem FEFO (First Expired First Out).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
60
b.
Gudang Bahan Kemas dan Produk Solid (Packaging and Solid Product Warehouse) Gudang ini digunakan untuk menyimpan bahan pengemas primer, bahan pengemas sekunder, dan produk jadi untuk produk solid. Tempat penyimpanan bahan pengemas dan produk jadi terdiri dari ruang dengan suhu kamar (≤ 30 0C) untuk menyimpan bahan pengemas, ruang suhu terkendali dengan suhu ≤ 25 0C, dan suhu dingin (20 – 80 C). Loker untuk label dan etiket yang harus selalu terkunci, tempat untuk karantina bahan pengemas, ruangan untuk menyimpan produk jadi (kecuali OBH dan produk liquid), tempat untuk menyimpan produk return, serta tempat untuk karantina produk jadi (kecuali OBH dan produk liquid). Sistem yang digunakan untuk bahan pengemas adalah sistem FIFO (First In First Out) sedangkan untuk produk jadi menggunakan sistem FEFO (First Expired First Out).
c.
Gudang OBH dan Produk Liquid (OBH and Liquid Produk Warehouse) Seksi gudang produk jadi mengambil barang dari unit pengemasan dan juga menerima dari luar pabrik seperti obat impor yang sudah siap jual, obat toll out, dan barang yang dikembalikan dari distributor. Sedangkan untuk produk impor berupa bulk akan diterima oleh gudang bahan baku. Produk jadi disimpan pada ruangan suhu kamar (≤ 30 0C). Obat yang dikembalikan disimpan dalam area khusus. Untuk obat-obat psikotropik juga disimpan dalam area khusus dan diberi kerangkeng. Penyimpanan obat-obat yang sudah kadaluwarsa dipisahkan dari tempat penyimpanan obat lainnya (dikarantina) dan diberi label merah.
C. SAP dan Factory Information System (FIS) Unit ini menangani urusan sistem informasi di pabrik. PT. Combiphar yang telah menggunakan sistem informasi yaitu SAP (System Application In Data Processing). Sistem ini digunakan untuk mengelola Enterprise Resource Planning (ERP) di seluruh PT. Combiphar. Enterprise Resource Planning (ERP) adalah sistem terintegrasi untuk mengelola seluruh aktifitas perusahaan diantaranya Modul Finance, Material Manager, Sales Distribution, Product Planning, dan Quality Management. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) terhadap seluruh aspek rangkaian produksi merupakan suatu langkah untuk menjamin mutu obat jadi sehingga
memenuhi
persyaratan
yang
ditentukan
sesuai
dengan
tujuan
penggunaannya. CPOB secara umum telah diterapkan oleh PT. Combiphar dalam
setiap aspek produksinya. Hal ini terbukti dengan diperolehnya Sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sejak tahun 1991 dimana PT. Combiphar menjadi perusahaan farmasi kelima yang mendapatkan kehormatan tersebut. Saat ini, PT. Combiphar tengah berkonsentrasi untuk mendapatkan sertifikasi dari PIC/S (Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme, Eropa). Sertifikasi ini merupakan bentuk pengakuan internasional terhadap kualitas produk yang dihasilkan oleh PT. Combiphar. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) mencakup dua belas aspek, yaitu manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi. Pelaksanaan CPOB di PT. Combiphar tercakup dalam pembahasan berikut ini: 4.1
Manajemen Mutu Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan
tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. 61
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
62
Secara struktural, PT. Combiphar telah berupaya dengan baik menjalankan sistem manajemen mutu berdasarkan pedoman Cara Pembuatan Obat Obat yang Baik yang dikeluarkan oleh badan resmi pemerintah BPOM. PT. Combiphar memiliki bagian Quality Control (Pengawasan Mutu), Quality Assurance (Pemastian Mutu), dan Produksi yang secara langsung berfungsi sebagai posisi kunci dalam menjalankan manajemen mutu yang terarah dan sesuai. PT. Combiphar juga melakukan suatu kajian mutu produk secara berkala yang sifatnya tahunan oleh unit Quality Assurance Service (QAS) yang dikenal sebagai Annual Product Review (APR). Dengan adanya APR, kekurangan yang terjadi di tahun sebelumnya dapat dijadikan suatu pedoman evaluasi demi perbaikan mutu ke depannya. Unit QAS bertugas mengumpulkan seluruh data menjadi satu laporan utuh yang berisikan jumlah produksi di tahun tersebut, status produk, hasil uji analisa (kimia dan mikrobiologi), review proses produksi, review stabilitas, review validasi proses, deviasi, komplain, change control, review kualitas air, review kualifikasi alat-alat produksi dan utility (HVAC). Dari jenis data yang dikumpulkan terlihat bahwa APR membutuhkan kerjasama dari seluruh divisi yang ada di PT. Combiphar dengan tujuan akhir untuk merekomendasi kinerja dari tiap unit.
4.2
Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaan. Dilihat dari sudut pandang organisasinya, PT. Combiphar telah melakukan pembagian kewenangan dan tanggung jawab yang jelas sesuai dengan persyaratan dalam CPOB. Hal ini terlihat dari berjalannya organisasi PT. Combiphar dengan output berbagai produk berkualitas yang dihasilkannya. Tiap personil bekerja Universitas
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
Indonesia
63
sesuai dengan kapasitasnya dan tidak melebihi kemampuannya sehingga hasil yang didapatkan menjadi optimal. Personil kunci dari PT. Combiphar telah dipimpin oleh apoteker-apoteker yang kapabilitasnya sesuai dengan yang dibutuhkan, yaitu kepala bagian Produksi, Pengawasan Mutu, dan Pemastian Mutu dimana kepala bagian Produksi dipimpin oleh orang yang berbeda dengan bagian Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu dengan tujuan memastikan objektivitas sehingga dapat bekerja secara efektif dan profesional. PT. Combiphar melakukan perekrutan pegawai dengan cukup selektif melalui beberapa tahapan untuk mendapatkan personil yang handal, mulai dari interview secara panel, psikotes, dan terakhir medical check-up. Dari segi peningkatan kualitas pegawai, PT. Combiphar menyediakan fasilitas penunjang yang baik dan mampu mengakomodasi keperluan pegawainya. Beberapa diantaranya adalah program pelatihan baik pelatihan terkait CPOB maupun yang tidak terkait langsung dengan CPOB. Pelatihan CPOB berkaitan dengan peningkatan pengetahuan mengenai CPOB. Sedangkan pelatihan non CPOB dapat berupa kepemimpinan, motivasi, K3L (Kesehatan dan Keselamatan Kerja), pest control, dan 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat dan Rajin). PT. Combiphar juga memberikan perhatian besar terhadap kesehatan karyawannya dengan membuat program General Check Up rutin setiap tahun. Hal ini dikarenakan PT. Combiphar yang merupakan salah satu industri farmasi terkemuka yang menggunakan berbagai bahan obat, pelarut kimia, bahkan zat berbahaya lainnya yang berpotensi berbahaya bagi kesehatan karyawan. Selain itu, program tersebut dilakukan untuk menjaga kualitas produk yang dihasilkan. PT. Combiphar juga menyediakan sarana kantin untuk makan siang di dalam lingkungan pabrik, tunjangan kesehatan, klinik kesehatan, dan penyediaan APD untuk karyawan demi mengantisipasi gangguan kesehatan yang mungkin terjadi akibat kontak dengan bahan-bahan kimia.
4.3
Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas memiliki peranan yang penting dalam menentukan
mutu produk dalam suatu industri farmasi. Bangunan dan fasilitas PT. Combiphar, baik di liquid building maupun main building telah memiliki desain, letak, dan Universitas
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
Indonesia
64
konstruksi yang baik. Ketiga hal tersebut yaitu desain, letak, dan konstruksi perlu diperhatikan untuk memperkecil risiko terjadinya keekliruan, pencemaran silang, dan kealahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi, dan perawatan. Letak bagunan PT. Combiphar berada di lingkungan industri, cukup berdekatan dengan lingkungan penduduk tetapi memiliki sistem Instalasi Pengolahan Air limbah (IPAL) yang baik sehingga limbah yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan sekelilingnya. Lokasi gedung PT. Combiphar juga terlindung dari pengaruh cuaca, banjir maupun rembesan melalui tanah dan terbebas dari masuk dan bersarangnya binatang pengerat, kutu atau serangga, sehingga aman dari kemungkinan terjadinya pencemaran dari lingkungan sekeliling gedung. Area penimbangan di PT. Combiphar telah dilengkapi dengan sistem dispensing booth di setiap bagian. Pada area produksi, koridor didesain khusus untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Pertemuan antara lantai, dinding, dan langit-langit tidak tedapat celah dan dicat epoksi. Pipa dan lampu dipasang tanpa ada ceruk dan tidak menyulitkan pembersihan. Selain itu, antara ruangan yang satu dengan ruangan lainnya sudah didesain dengan model tekanan udara yang berbeda antara di dalam ruang produksi dan di koridor sehingga membentuk suatu tekanan udara yang dapat mencegah kontaminasi dan apabila terjadi kebocoran dapat menjadi barrier sehingga tidak langsung mengontaminasi personil. Pengaturan tekanan udara pada produksi solid, yaitu koridor produksi solid memiliki tekanan udara yang lebih positif dibanding tekanan udara di dalam ruangan, sedangkan pada produksi liquid, koridor memiliki tekanan udara yang lebih negatif dibanding di ruangan produksi. Pada area yang berpotensi menimbulkan debu seperti pada area mixing dan tabletting terdapat penghisap debu untuk mencegah pencemaran silang dan memudahkan pembersihan. Selama proses produksi berlangsung dilakukan in proses control oleh bagian pengawasan mutu dan produksi. Area pengemasan primer dan sekunder telah terpisah dimana pengemasan primer dilakukan di ruang grey area sedangkan pengemasan sekunder dilakukan di ruang black area. Area penyimpanan di PT. Combiphar memiliki kapasitas yang cukup memadai untuk menyimpan dengan rapi dan teratur. Produk yang diluluskan, Universitas
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
Indonesia
65
ditolak, dikembalikan/ditarik dari peredaran disimpan pada tempat yang terpisah. Status karantina diberi label kuning, sedangkan produk yang ditolak, ditarik kembali dan dikembalikan disimpan pada area yang terkunci dan terpisah dari produk lainnya serta produknya diberi label merah. Laboratorium pengawasan mutu telah terpisah dari area produksi sesuai dengan ketentuan CPOB dan didesain sesuai dengan kegiatan yang dilakukan. Area pengujian mikrobiologi terdapat pada ruangan yang terpisah, serta terdapat pula suatu ruangan terpisah untuk instrumen. Desain laboratorium pengawasan mutu telah sesuai dengan CPOB di mana terdapat memiliki luas ruangan yang memadai dan terdapat tempat yang memadai untuk menyimpan sampel, baku pembanding (dengan kondisi suhu terkendali), pelarut, pereaksi dan catatan.
4.4
Peralatan Berdasarkan pedoman CPOB, peralatan untuk pembuatan obat hendaklah
memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan. Peralatan produksi di PT. Combiphar secara umum telah memenuhi persyaratan, baik dari segi desain dan konstruksi, pemasangan dan penempatan, maupun perawatannya. Peralatan telah dikualifikasi, baik kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, kualifikasi kinerja serta telah dikalibrasi. Validasi dan kalibrasi peralatan dilakukan sebagai penjamin keseragaman produk farmasi yang dihasilkan. Kalibrasi peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, memeriksa, dan mencatat dilakukan rutin sesuai jadwal dan prosedur yang ada, sedangkan validasi dilakukan hanya sekali, jika perlu nantinya dapat dilakukan revalidasi. Penempatan peralatan produksi pada ruangan produksi PT.Combiphar yaitu hanya terdapat satu atau satu set peralatan untuk satu produk. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah kontaminasi silang jika didalam ruangan terdapat lebih dari satu produk dan alat yang digunakan. Peralatan-peralatan yang ada telah
Universitas
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
Indonesia
66
diberi label berisi informasi yang memudahkan nantinya pada saat pembersihan, pengecekan, kualifikasi hingga revalidasi. Perawatan peralatan dilakukan sesuai jadwal dan disesuaikan dengan jadwal produksi sehingga tidak mengganggu proses produksi. Setiap selesai produksi atau penggunaan alat dilakukan proses pembersihan terhadap peralatan yang digunakan. Tiap kali penggunaan peralatan juga diwajibkan mencatat di log book yang telah disediakan pada tiap alat untuk keperluan dokumentasi jika suatu saat terjadi hal yang tidak diinginkan.
4.5
Sanitasi dan Higiene Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam CPOB, PT. Combiphar
menerapkan tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi, meliputi personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, serta bahan produksi dan setiap hal yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sebelum memasuki area produksi, terdapat ruangan yang berisi loker-loker untuk menyimpan pakaian dan sepatu khusus; penutup rambut; serta terdapat toilet dan tempat mencuci tangan. Setiap karyawan dibagian produksi pada saat memasuki ruang produksi harus mencuci tangan dengan desinfektan dan menggunakan pakaian khusus yang bersih dilengkapi dengan penutup rambut dan sepatu khusus. Karyawan yang akan melakukan proses pengolahan produk harus menggunakan sarung tangan untuk menghindari kontak langsung antara tangan dengan bahan baku maupun produk yang dihasilkan. Untuk pembersihan dan sanitasi peralatan, setelah digunakan, peralatan dibersihkan baik bagian dalam maupun luar sesuai prosedur yang telah ditetapkan. Setiap akan dipakai, peralatan dan mesin harus dicek kebersihannya agar tidak mencemari produk. Untuk menjamin kebersihan ruangan produksi disediakan ruang penyangga yang berfungsi sebagai pembatas antara ruang abu-abu (grey area) dan ruang hitam (black area). Karyawan dilarang merokok, makan, minum, atau menyimpan makanan dan minuman di dalam ruang produksi dan laboratorium atau ruangan lain yang kemungkinan dapat menurunkan kualitas produk. Sistem pest control juga dilakukan dalam rangka pemeliharaan bangunan untuk menghindari bersarangnya Universitas
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
Indonesia
67
binatang kecil tikus, lalat, semut, cicak atau binatang lainnya dalam bangunan pabrik. Dalam sistem pest control ini di PT. Combiphar dipegang oleh pihak ketiga.
4.6
Produksi Proses produksi yang dilakukan di PT. Combiphar dilaksanakan dengan
mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB. Hal ini dilakukan untuk menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketetntuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Proses penimbangan dilakukan oleh dua orang petugas, bagian gudang dan bagian produksi. Antara pihak meminta bahan baku dan pihak yang menimbang, selalu saling mengontrol proses penimbangan sesuai atau tidak dengan jumlah yang diminta. Tahapan penimbangan dilaksanakan sesuai dengan batch record. Ketentuan dalam penimbangan bahan baku antara lain penimbangan dari bahan yang berbentuk serbuk ke bentuk larutan, dari bahan baku yang tidak berwarna ke bahan baku yang berwarna, dari bahan yang tidak berbau ke bahan yang berbau dan zat aktif ditimbang terakhir untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Sebelum memulai proses produksi dilakukan pengecekan jalur produksi yang meliputi pemeriksaan kebersihan ruangan, peralatan dan tidak ada bahan atau produk yang tertinggal dari hasil pengolahan sebelumnya. Untuk memastikan bahwa selama proses produksi dan pengemasan diawasi dan dikendalikan sehingga produk jadi yang dibuat sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan maka dilakukan In Process Control (IPC). Masing-masing produk memiliki tahapan IPC yang berbeda yang disesuaikan dengan bentuk sediaan. Misalnya pada waktu pencetakan tablet dilakukan pemeriksaan setiap 30 menit berupa keseragaman bobot, waktu hancur dan diameter tablet sehingga dapat mencegah sedini mungkin produk diluar spesifikasi. Sebelum proses pengemasan, ruang pengemasan diperiksa untuk memastikan bahwa tidak ada produk lain, bahan pengemas lain, dokumen pengemasan lain dan peralatan lain dalam jalur pengemasan. Produk yang hampir Universitas
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
Indonesia
68
sama tidak dikemas dalam jalur pengemasan yang berdekatan dan antara jalur pengemasan yang satu dengan yang lain diberi sekat untuk menghindari berpindahnya produk. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kesalahan pengemasan, karena kesalahan pengemasan dapat berakibat fatal. PT.Combiphar telah melakukan validasi untuk metode analisis dan validasi proses produksi. Validasi dilakukan oleh bagian QC yang bekerja sama dengan bagian Produksi. Validasi proses produksi dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan dan memastiakn bahwa proses produksi dari batch ke batch senantiasa dilaksanakan dengan konsisten sehingga menghasilkan produk yang memenuhi ketentuan mutu yang ditetapkan.
4.7
Pengawasan Mutu Pengawasan mutu adalah bagian yang essensial dari CPOB untuk
memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Dalam mencapai sasaran mutu diperlukan komitmen dan keterlibatan semua pihak mulai dari awal pembuatan sampai distribusi produk jadi. Pengawasan mutu PT. Combiphar
tidak
terbatas pada kegiatan
laboratorium, tetapi terlibat pula dalam keputusan yang terkait dengan mutu produk. Sistem pengawasan mutu yang diterapkan PT.Combiphar sudah mencakup seluruh aspek yang disyaratkan dalam CPOB untuk memastikan tiap produk yang dibuat memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Bagian pengawasan mutu PT. Combiphar memiliki wewenang untuk meluluskan bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi apabila produk tersebut telah sesuai dengan spesifikasinya, atau menolaknya bila tidak sesuai dengan spesifikasinya atau bila tidak dibuat sesuai dengan prosedur yang disetujui pada kondisi yang ditentukan. Bagian pengawasan mutu juga berwenang dalam melakukan pengambilan contoh atau sampel barang yang akan diuji. Personil yang bertugas dalam pengambilan sampel telah memperoleh pelatihan awal dan berkelanjutan secara teratur tentang cara pengambilan sampel yang benar. Setiap personil Quality Control di PT. Combiphar telah menggunakan pakaian pelindung dan alat pengaman seperti respirator. atau masker, kacamata Universitas
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
Indonesia
69
pelindung, dan sarung tangan tahan asam atau basa sesuai tugas yang dilaksanakan sebagai program inspeksi diri. Selain itu, Pengawasan Mutu (Quality Control) di PT. Combiphar telah menyiapkan prosedur tertulis yang rinci untuk melakukan seluruh pemeriksaan, pengujian dan analisis. Pengendalian mutu bahan baku, bahan pengemas dan produk yang dihasilkan PT. Combiphar dengan metode analisis yang dianjurkan dalam FI, USP, BP, JP dan EP yang sesuai dengan fasilitas analisa yang ada dalam laboratorium QC PT. Combiphar. Metode analisis tersebut sebelumnya telah divalidasi oleh bagian analytical development bekerjasama dengan bagian QC. Setiap perubahan atau modifikasi pada metode tersebut maka diperlukan validasi kembali. Alat-alat analisa pun dikalibrasi secara berkala sesuai dengan prosedur yang telah baku. Dengan melaksanakan hal tersebut diharapkan setiap metode dan alat analisa memberikan hasil yang sensitive, teliti dan akurat sehingga dapat memberikan data yang sesungguhnya sehingga mutu bahan baku, bahan kemas dan produk yang dihasilkan selalu dapat dikontrol sesuai spesifikasi yang ditentukan. Proses pengawasan mutu ini juga dilakukan oleh setiap pengawasan yang terintegrasi oleh sistem program SAP. Program ini dibuat untuk memudahkan pengaturan antar unit sistem bisnis dan mempercepat sistem pelaporan. Pengawasan mutu dilakukan sejak dari datangnya bahan baku dan bahan pengemas dari distributor hingga produk jadi yang siap didistribusikan sampai barang beredar dipasaran. Dalam aspek bangunan untuk laboratorium pengawasan mutu, PT. Combiphar telah memenuhi persyaratan CPOB tentang cara berlaboratorium pengawasan mutu yang baik. Ruangan laboratorium untuk pengujian dibuat terpisah dari ruangan produksi dan telah dilengkapi peralatan yang memadai untuk menunjang pemeriksaan secara fisika, kimia dan mikrobiologi terhadap produk yang diuji. Dalam aspek personil tiap karyawan berkewajiban untuk memakai pakaian pelindung yaitu jas laboratorium dan alat pengaman seperti masker, sarung tangan dan kacamata pengaman yang sesuai untuk keperluan tugasnya. Universitas
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
Indonesia
70
4.8
Inspeksi Diri dan Audit Mutu CPOB dalam ketentuannya menjelaskan mengenai pentingnya inspeksi
diri dan audit mutu bagi Industri Farmasi. Secara garis besar inspeksi diri merupakan suatu peninjauan kembali secara jujur (objektif) seluruh tata kerja pabrik (manufacturing operation) dilihat dari setiap aspek yang dapat berpengaruh pada jaminan mutu. Hal ini sangat penting untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan dapat menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Program inspeksi diri dirancang dan dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang terkait baik proses produksi, maupun fasilitas dan infrastrukturnya. PT. Combiphar telah memiliki tim inspeksi diri dibawah pengawasan GMP Compliance. Inspeksi diri dilakukan berupa Audit internal maupun eksternal dan tim inspeksi diri dibentuk secara internal perusahaan. Audit internal per bagian (intern bagian) dilakukan setiap bulan, audit internal intern pabrik setiap tahun, sedangkan audit internal yang dilakukan dari luar seperti oleh BPOM, Badan ISO, pabrik toll in manufacturing dan principal tidak terjadwal. Untuk audit eksternal, PT. Combiphar melakukan audit terhadap supplier dan pabrik toll out manufacturing secara teratur. Berdasarkan laporan inspeksi diri, manajemen perusahaan mengevaluasi laporan dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan.
4.9
Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk dan Produk Kembalian Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan
produk kembalian dilakukan untuk melindungi dan memenuhi kepuasan konsumen dan sebagai dasar perbaikan proses produksi atau formulasi, pencegahan terhadap keberulangan keluhan yang sama dan menjadi bahan pertimbangan terhadap penarikan kembali obat jadi (recall).
PT. Combiphar
membuat catatan mengenai semua keluhan dan laporan yang diterima. Penelusuran dilakukan terhadap informasi yang masuk tentang keluhan, melakukan pemeriksaan atau pengujian dan bila perlu memeriksa juga contoh pertinggal bets yang bersangkutan, meneliti kembali semua data dan dokumen Universitas
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
Indonesia
71
produkasi termasuk catatan bets, catatan hasil pengujian dan catatan distribusi produk bila terjadi keluhan terhadap produk. Di PT. Combiphar pelaksanaanya dilakukan oleh personil yang terlatih yaitu bagian QAS untuk penaganan keluhan dan produk kembalian, dan catatan keluhan dilakukan investigasi serta dilakukan dilakukan catatan tahunan serta dilakukan tindakan perbaikan terhadap data yang di dokumentasikan. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang diharuskan dalam CPOB. Keluhan juga dapat berasal dari dalam misalnya bagian pemasaran maupun dari luar PT. Combiphar, seperti rumah sakit, klinik, apotek, dokter, distributor, pasien. Seluruh karyawan PT. Combiphar bertanggung jawab untuk menerima dan meneruskan keluhan pelanggan kepada Customer Complaint Coordinator ataupun langsung ke Divisi Busdev (Medical) atau bagian Quality Assurance Service (QAS). Waktu penyelesaian keluhan pelanggan paling lambat 30 hari sejak keluhan diterima sampai pemberian jawaban kepada pelanggan. Apabila terdapat critical complaint yang mengakibatkan terjadinya penarikan kembali obat jadi (recall), maka akan segera dinformasikan kepada distributor, dokter, apoteker, dan pasien. Keluhan pelanggan secara rutin (minimal setahun sekali) harus dievaluasi terhadap indikasi adanya keluhan khusus atau keluhan berulang yang memerlukan perhatian dan dapat menyebabkan penarikan kembali obat jadi. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang berasal dari hasil evaluasi keluhan
pelanggan
ditindaklanjuti
sesuai
dengan
prosedur
Penanganan
Penyimpangan atau prosedur tindak lanjut atas keluhan di Divisi masing-masing. Dokumen yang terkait dengan keluhan pelanggan harus disimpan minimal 1 tahun setelah Expired Date (ED) produk terkait. Tindak lanjut dari keluhan dapat berupa penggantian produk atau penarikan produk. Penarikan kembali obat jadi dilakukan apabila ditemukan produk obat yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping obat yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan. Penarikan kembali obat yang telah beredar di pasaran dapat disebabkan oleh perintah Badan POM, yaitu karena ada penerapan kebijakan baru atau ditemukan produk yang tidak memenuhi standar mutu berdasarkan hasil Universitas
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
Indonesia
72
pemeriksaan sampel di pasaran. Penarikan kembali obat jadi juga dapat dilakukan atas inisiatif perusahaan sendiri berdasarkan hasil evaluasi terhadap retained sample yang tidak memenuhi persyaratan, baik dalam hal uji stabilitas atau bahan baku. Produk yang ditarik kembali hendaklah diberi identifikasi dan disimpan terpisah di area yang aman dan terkunci sementara menunggu keputusan terhadap produk tersebut.
4.10
Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi memastikan bahwa tugas dilakukan dengan benar dan setiap hal yang dilakukan didokumentasikan dengan baik. Dokumentasi dilakukan untuk memudahkan penelusuran kembali jika terdapat produk yang tidak memenuhi syarat atau mengantisipasi terjadinya kesalahan di masa datang. Seluruh kegiatan dari awal penerimaan bahan awal hingga proses penyerahan obat jadi harus mengikuti ketentuan dokumentasi yang diterapkan perusahaan. Pada PT. Combiphar seluruh kebijakan dan kegiatan yang berkaitan dengan pembuatan dan pengendalian mutu produk harus didokumentasikan dan dikontrol oleh satu bagian khusus yaitu QAS (Quality Assurance Service). Pengendalian dokumen yang dilakukan oleh PT.Combiphar meliputi tata cara pengajuan dokumen, distribusi dokumen, penyimpanan dokumen, penarikan dan pemusnahan dokumen. Pengajuan dokumen oleh bagian terkait akan diperiksa kelengkapannya oleh bagian QAS, jika sudah ditandatangani maka dilakukan sosialisasi terhadap personil-personil yang terkait. Hasil sosialiasi digunakan untuk melengkapi data pengajuan dokumen ke Plant Director. Setelah disetujui maka dokumen tersebut dapat dilaksanakan, dengan ketentuan bahwa master plan/master document dipegang oleh bagian QAS. Tiap-tiap dokumen telah mendapat autorisasi, contohnya master document dan controlled copy, serta terdapat persetujuan berupa paraf atau tandatangan dengan tinta biru untuk mencegah penyalahgunaan dokumen. Jika ada perubahan maka dokumen tersebut tidak dapat dipakai lagi harus dilakukan revisi, sedangkan untuk dokumen yang tidak berlaku lagi maka Universitas
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
Indonesia
73
dilakukan penarikan dan pemusnahan pada dokumen tersebut. Jika ada revisi dokumen, maka akan segera diberitahukan kepada semua pihak yang berkepentingan dengan mengubah penomoran edisi dokumen tersebut. Adanya perubahan pada dokumen, diberi tanggal kapan dokumen itu dicabut dari peredaran dan diberi tanggal kapan dokumen baru diterbitkan serta diberi tanda tangan. Untuk
meningkatkan
sistem
dokumentasi
yang
ada,
teknologi
komputerisasi sangat berperan dalam sistem dokumentasi yang memudahkan pengolahan data dan penyediaan sistem informasi untuk setiap bagian. Dengan demikian, sistem dokumentasi di PT. Combiphar telah mengacu pada ketentuan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) mengenai dokumentasi.
4.11
Pembuatan dan Analisis berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisa berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,
disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). PT. Combiphar melakukan pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak dalam bentuk toll out dan toll in. Toll out dilakukan dari PT. Combiphar ke perusahaan industri farmasi lainnya, sedangkan toll in dari perusahaan lain ke PT. Combiphar. Toll out dilakukan apabila fasilitas di PT. Combiphar tidak memadai atau terjadi overload atau kurang memenuhinya fasilitas proses produksi. Pada kegiatan toll out, formula berasal dari PT. Combiphar, sedangkan untuk analisis bahan baku dan bahan pengemas, tergantung dari mana bahan tersebut berasal. Jika PT. Combiphar yang mensuplai, maka semua bahan baku dianalisis oleh PT. Combiphar. Apabila bahan baku dan bahan pengemas berasal dari perusahan lain atau penerima kontrak, maka perusahaan tersebut yang melakukan analisis. Untuk Universitas
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
Indonesia
74
produk jadi dan IPC, perusahaan lain atau penerima kontrak yang melakukan analisis. Toll in terbagi menjadi dua proses, yaitu produksi dan packaging atau pengemasan ulang (repack). Untuk proses repack, analisis dilakukan berdasarkan sertifikat analisis (CA) dari perusahaan yang toll in. PT. Combiphar tidak melakukan analisis melainkan hanya melakukan penambahan penandaan pada kemasan yaitu pemberian HET dan mencantumkan nama PT. Combiphar sebagai pihak yang menerima toll in. Untuk proses toll in produksi, mulai dari bahan baku hingga bahan pengemas dianalisis oleh PT. Combiphar, termasuk IPC dan produk jadi (finished goods). PT. Combiphar membuat CoA yang akan menjadi dasar bagi pemberi kontrak untuk product released.
4.12
Kualifikasi dan Validasi PT. Combiphar telah melakukan kualifikasi dan validasi sesuai dengan apa
yang dipersyaratkan dalam CPOB. Validasi merupakan bagian yang penting dari CPOB untuk menjamin bahwa produk obat yang dihasilkan mempunyai kualitas yang konsisten. Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa prosedur, proses, peralatan, bahan-bahan, aktivitas atau sistem berfungsi sesuai dengan yang diisyaratkan dan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara konsisten. Kualifikasi yang dilakukan di PT. Combiphar meliputi kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional dan kualifikasi kinerja. Kualifikasi dilakukan untuk memastikan alat maupun ruangan yangdigunakan memenuhi standar atau tidak. Setiap tahun, bagian tim validasi PT. Combiphar menyusun Rencana Validasi Induk (RIV), yaitu dokumen yang menguraikan secara garis besar pelaksanaan validasi oleh QA, Product Development, Produksi dan Teknik. RIV ini terdiri dari kualifikasi dan kalibrasi, validasi proses, validasi pembersihan, dan validasi metode analisa. RIV mencakup informasi tentang kebijakan validasi; organisasi yang melaksanakan kegiatan validasi; ringkasan fasilitas, peralatan, atau proses yang akan divalidasi; format dokumen berupa protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan; pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang digunakan dan struktur tersebut. Universitas
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
Indonesia
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 1.
Kesimpulan Pengelolaan di PT. Combiphar dilakukan oleh personil yang telah memahami, menguasai dan mampu melaksanakan prosedur yang ditetapkan serta dapat mengatasi setiap permasalahan yang ada sesuai dengan prosedur penyelesaian masalah yang telah ditetapkan serta secara umum telah menerapkan CPOB dengan baik untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan.
2.
PT. Combiphar sebagai salah satu industri farmasi di Indonesia telah menerapkan seluruh aspek CPOB yang meliputi aspek manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan hygiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, kualifikasi dan validasi.
3.
Seorang apoteker dalam industri farmasi memiliki peranan yang penting yaitu sebagai personil kunci terutama dalam bidang produksi, pengawasan mutu, dan pemastian mutu.
5.2 1.
Saran Dalam rangka peningkatan mutu produk yang dihasilkan, perlu diperhatikan masalah pemenuhan jumlah personil yang memadai.
2.
Penggunaan indikator biologi, seperti ikan atau tanaman air, perlu lebih diperhatikan dalam proses pengolahan limbah.
75
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
DAFTAR REFERENSI
Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik, Edisi 2006. Jakarta: Badan POM. Daris, A. (2008). Himpunan Peraturan dan Perundang-undangan Kefarmasian. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010. (2010). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988. (1988). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Pedoman CPOB. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Priyambodo, Bambang. (2007). Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: Global Pustaka Utama. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 . (2009). Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
76
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
LAMPIRAN
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
77
Lampiran 1. Persyaratan Suhu dan Konduktivitas
Suhu
Konduktivitas
0
0,6
5
0,8
10
0,9
15
1,0
20
1,1
25
1,3
30
1,4
35
1,5
40
1,7
45
1,8
50
1,9
55
2,1
60
2,2
65
2,4
70
2,5
75
2,7
80
2,7
85
2,7
90
2,7
95
2,9
100
3,1
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
78
Lampiran 2. Persyaratan pH dan Konduktivitas
pH
Konduktivitas
5,0
4,7
5,1
4,1
5,2
3,6
5,3
3,3
5,4
3,0
5,5
2,8
5,6
2,6
5,7
2,5
5,8
2,4
5,9
2,4
6,0
2,4
6,1
2,4
6,2
2,5
6,3
2,4
6,4
2,3
6,5
2,2
6,6
2,1
6,7
2,6
6,8
3,1
6,9
3,8
7,0
4,6
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRODUKTIVITAS PEKERJAAN PERGUDANGAN DENGAN METODE CLOCKING TIME DAN REKAPITULASI SURAT PENYERAHAN BARANG UNTUK PT. ANUGERAH PHARMINDO LESTARI
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
MUTIA ANGGRIANI, S.Farm 1106047215
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENNGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2012
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRODUKTIVITAS PEKERJAAN PERGUDANGAN DENGAN METODE CLOCKING TIME DAN REKAPITULASI SURAT PENYERAHAN BARANG UNTUK PT. ANUGERAH PHARMINDO LESTARI
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
MUTIA ANGGRIANI, S.Farm 1106047215
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENNGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2012 ii
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... DAFTAR TABEL ..........................................................................................
ii iii iv v
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2 Tujuan............................................................................................ 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 2.1 Supply Chain Management ........................................................... 2.2 Warehousing ................................................................................. 2.3 Produktivitas.................................................................................. 2.4 Job Description..............................................................................
3 3 4 6 7
BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 10 3.1 Hasil ............................................................................................ .. 10 3.2 Pembahasan ................................................................................ .. 10 BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 18 4.1 Kesimpulan.................................................................................... 18 4.2 Saran .............................................................................................. 18 DAFTAR REFERENSI ................................................................................. 19
iii
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1
Alur kegiatan Supply Chain Management secara umum ......
iv
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
3
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Teknik pengumpulan data produktivitas ...............................
Tabel 3.1
Perbandingan aspek pergudangan antara Pedoman CPOB 2006 dengan yang dilakukan PT.Combiphar ........................ 11
Tabel 3.2
Tabel persentasi warehousing di gudang obat jadi berdasarkan waktu proses ...................................................... 16
Tabel 3.3
Tabel persentasi warehousing di gudang bahan baku berdasarkan waktu proses ...................................................... 16
Tabel 3.4
Tabel persentasi warehousing di gudang bahan kemas berdasarkan waktu proses ...................................................... 16
v
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
6
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Industri farmasi merupakan industri yang mengusahakan berbagai sarana
terkait kesehatan, termasuk sediaan farmasi maupun alat kesehatan. Industri farmasi di Indonesia harus mampu menciptakan produk yang memenuhi aspek mutu, keamanan, dan khasiat agar dapat diterima oleh masyarakat luas dan dapat bersaing di pasar dalam negeri maupun luar negri. Untuk menghasilkan produk yang memenuhi ketiga aspek tersebut, industri farmasi perlu menerapkan pengendalian menyeluruh untuk menjamin bahwa konsumen menerima produk sesuai yang diharapkan. Keseluruhan syarat yang mengatur suatu industri farmasi untuk menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan tersebut dirangkum dalam Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Dalam pelaksanaannya, kegiatan yang dilakukan industri farmasi tidak hanya berkisar kegiatan produksi (manufacture) saja. Terdapat kegiatan lain seperti penyediaan (procurement) bahan awal, penyimpanan (storage), dan penyaluran (distribution). Supply chain management (SCM) merupakan sistem yang mengintegrasikan antara procurement – manufacture - storage - distribution sehingga suatu produk dapat diproduksi dan didistribusikan secara efektif dan efisien. Warehouse atau gudang merupakan salah satu unsur penting dalam SCM. Gudang merupakan tempat penyimpanan untuk bahan awal ataupun produk jadi. Suatu gudang haruslah memenuhi persyaratan sebagai area penyimpanan yang baik. Agar persyaratan tersebut dapat dicapai, diperlukan suatu sistem manejemen pergudangan yang baik, termasuk produktivitas pekerjaan karyawannya yang baik. Diharapkan dengan adanya produktivitas pekerjaan yang baik, tidak hanya membuat manjemen pergudangan dalam sistem distribusi rantai pasok menjadi lebih efisien dan efektif, tetapi juga tetap dapat menjamin keterjagaan mutu produk.
1
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
2
1.2
Tujuan Tujuan pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di departemen SCM
PT. Combiphar kali ini adalah untuk memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mempelajari beberapa pekerjaan terkait supply chain management, seperti : 1. Menghitung produktivitas pekerjaan warehousing karyawan gudang. 2. Merekapitulasi waktu pengiriman barang kepada PT. Anugerah Pharmindo Lestari. 3. Mengetahui tugas dan tanggung jawab dari masing-masing personil di Departemen SCM.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Supply Chain Management Supply Chain Management (SCM) adalah suatu proses mengintegrasikan
supplier, pabrik, gudang (warehouse) dan retailer, sehingga suatu produk dapat diproduksi dan didistribusikan dalam jumlah yang tepat, waktu yang tepat, dan di satu sisi memberikan kepuasan kepada pelanggan dengan biaya yang minimal (Chang & Makatsoris, 2009).
Gambar 2.1 Alur kegiatan Supply Chian Management secara umum (Chang & Makatsoris, 2009).
Dari alur pada gambar di atas, ditunjukkan keterlibatan dari beberapa pihak.
Supplier akan memasok bahan baku pada manufacturer, selanjutnya
manufacturer akan memproses bahan baku menjadi produk jadi. Produk jadi tersebut diatur penyimpanannya oleh gudang, serta pusat distribusi akan mengatur pendistribusian produk jadi hingga sampai ke tangan konsumen.
Berbagai peran penting SCM dalam suatu industri antara lain: 1.
Bertanggung jawab terhadap tersedianya produk sesuai rencana penjualan.
2.
Merencanakan jadwal produksi agar produk dapat tersedia tepat waktu dan dalam jumlah yang sesuai dengan permintaan. 3
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
4
3.
Mengawasi persediaan bahan baku dan bahan pengemas agar selalu memenuhi kebutuhan produksi.
4.
Mengontrol pengadaan bahan baku dan bahan pengemas agar tersedia tepat waktu dan memenuhi persyaratan kualitas.
5.
Menjaga bahan baku dan bahan pengemas di dalam penyimpanannya agar tetap memenuhi persyaratan kualitas.
6.
Mengatur proses distribusi produk jadi.
7.
Mengontrol pengadaan produk jadi oleh pihak ketiga agar selesai tepat waktu dan sesuai dengan yang direncanakan.
8.
Mengontrol pengadaan produk jadi untuk pihak ketiga agar dikirim tepat waktu.
9.
Mengontrol kebutuhan bahan pengemas untuk pihak ketiga agar dikirim tepat waktu.
10. Menjaga hubungan baik dengan pemasok (Chang & Makatsoris, 2009).
2.2
Warehousing Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gudang adalah ruang
untuk menyimpan barang. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi dan operasi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang belum didistribusikan. Selain untuk penyimpanan, gudang juga berfungsi untuk melindungi bahan (baku dan pengemas) dan obat jadi dari pengaruh luar dan binatang pengerat, serangga, serta melindungi obat dari kerusakan. Agar dapat menjalankan fungsi tersebut, maka harus dilakukan pengelolaan pergudangan secara benar atau yang sering disebut dengan manajemen pergudangan (Priyambodo, 2007). Pergudangan adalah segala upaya pengelolaan gudang yang meliputi penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan, pendistribusian, pengendalian dan pemusnahan, serta pelaporan material dan peralatan agar kualitas dan kuantitas terjamin. Agar dapat menjalankan fungsinya dengan benar, maka gudang harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan dalam cara pembuatan obat yang baik (CPOB), diantaranya:
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
5
1.
Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan produk seperti bahan awal dan bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, produk dalam status karantina, produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, produk yang dikembalikan atau produk yang ditarik dari peredaran.
2.
Area penyimpanan hendaklah didesain atau disesuaikan untuk menjamin kondisi penyimpanan yang baik; terutama area tersebut hendaklah bersih, kering dan mendapat penerangan yang cukup serta dipelihara dalam batas suhu yang ditetapkan.
3.
Apabila kondisi penyimpanan khusus (misal suhu, kelembaban) dibutuhkan, kondisi tersebut hendaklah disiapkan, dikendalikan, dipantau dan dicatat dimana diperlukan.
4.
Area penerimaan dan pengiriman barang hendaklah dapat memberikan perlindungan bahan dan produk terhadap cuaca.
5.
Area penerimaan hendaklah didesain dan dilengkapi dengan peralatan yang sesuai untuk kebutuhan pembersihan wadah barang bila perlu.
6.
Hendaklah disediakan area terpisah dengan lingkungan yang terkendali untuk pengambilan sampel bahan awal.
7.
Obat narkotik dan obat berbahaya lain hendaklah disimpan di tempat terkunci.
8.
Bahan dan produk hendaklah tidak diletakkan langsung di lantai dan dengan jarak yang cukup terhadap sekelilingnya.
9.
Data pemantauan suhu hendaklah tersedia untuk dievaluasi. Alat yang dipakai untuk pemantauan hendaklah diperiksa pada selang waktu yang telah ditentukan dan hasil pemeriksaan hendaklah dicatat dan disimpan.
10. Tiap bets bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang disimpan di area gudang hendaklah mempunyai kartu stok. 11. Area penerimaan dan pengiriman hendaklah terpisah dari area penyimpanan barang (BPOM, 2006)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
6
Manajemen pergudangan mencakup beberapa hal antara lain : 1. Mengatur orang atau petugas (SDM). 2. Mengatur penerimaan barang. 3. Mengatur penataan atau peyimpanan barang. 4. Mengatur pelayanan akan permintaan barang.
Pengaturan orang atau petugas yang dimaksud adalah penggunaan tenaga kerja seefektif mungkin, mengurangi risiko kecelakaan, memungkinkan pengawasan yang baik (Priyambodo, 2007)
2.3
Produktivitas Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia produktivitas adalah sebagai
kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yaitu daya produksi. Secara sederhana produktivitas didefinsikan sebagai rasio antara input dan output. Perlu dideskripsikan dengan jelas apa yang akan diukur dan bagaimana cara mengukurnya. Bila tujuan pengukuran adalah mengukur produktivitas tenaga kerja maka sebagai input adalah jumlah sumber daya tenaga kerja yang diekspresikan sebagai man hour atau man day yang dibutuhkan untuk menghasilkan output per unit. Sedangkan sebagai output diekspresikan sebagai ukuran kuantitas hasil kerja dari satu jenis pekerjaan. Dari tinjauan literatur diperoleh gambaran bahwa sampai saat ini tidak ada pedoman pengukuran produktivitas yang dapat diterima sebagai standar yang digunakan untuk estimasi biaya langsung (direct cost). Teknik pengukuran produktivitas sangat bervariasi yang masing-masing mempunyai kelemahan dan kelebihan. Terdapat tiga metode yang sering digunakan seperti yang tertera dalam tabel dibawah ini.
Tabel 2.1 Teknik pengumpulan data produktivitas (Wuryanti, 2010) Teknik Pengukuran
Implikasi Pelaksanaannya
Time and motion study
Mencatat jumlah waktu
(man hour / man day /
menyelesaikan suatu akvitas pekerjaan. Pengukur harus
working hour)
menetapkan terlebih dahulu kapan awal dan akhir dari
yang diperlukan dalam
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
7
suatu siklus. Method productivity
Merupakan teknik untuk mengukur, memprediksi, dan
delay model
memperbaiki produktivitas dengan mengidentivitasi delay yang terjadi pada beberapa siklus suatu operasi.
Work sampling
Merupakan metoda pengamatan acak tanpa perlu mengamati setiap hal dan kelompok kerja setiap saat. Tujuannya adalah mengukur waktu dalam beraktivitas yang termasuk dalam kategori direct work.
2.4
Job Description Job description atau deskripsi pekerjaan adalah seperangkat fungsi dan
tugas tanggung jawab yang dijabarkan ke dalam kegiatan pekerjaan atau pernyataan tertulis untuk semua tingkat posisi klinis dalam satu unit yang mencerminkan fungsi, tanggung jawab dan kualitas yang dibutuhkan. Diskripsi pekerjaan dapat menjadi rintangan apabila tidak akurat, tidak lengkap dan kadaluawarsa. Penulisan diskripsi pekerjaan yang sempurna dapat menjadi asset dan dapat menggambarkan posisi dalam organisasi yang memberikan pandangan operasional secara keseluruhan dan menunjukkan bahwa diskripsi pekerjaan telah dirancang dan dianilisis sebagai suatu bagian integral dari pelayanan organisasi. Dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi, diskripsi pekerjaan adalah subyek perubahan. Manajer harus memelihara agar pekerjaan tetap relevan dengan diskripsi pekerjaan melalui perbaikan secara periodik dan sistematis. Manajer departemen harus melihat bahwa : 1.
Diskripsi pekerjaan adalah pernyataan tertulis untuk semua tingkat posisi dalam unit departemen, yang mencerminkan fungsi, responsibilitas dan kualifikasi yang dibutuhkan.
2.
Diskripsi pekerjaan diperbaiki dan diperbaharui sesuai kebijakan organisasi.
3.
Semua posisi klinis sebaiknya dievaluasi secara periodik (6 bulan atau 1 tahun sekali).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
8
Untuk mengetahui apa kumpulan tanggung jawab pada job description tersebut, maka perlu ada analisa yang disebut sebagai analisa jabatan (job analysis),
sebagai
suatu
proses
mengumpulkan,
mengkategorikan,
dan
mendokumentasikan seluruh informasi yang relevan tentang jabatan tersebut dalam periode tertentu, yang hasilnya dinamakan deskripsi pekerjaan atau job description. Manfaat dari dibuatnya job desription antara lain : 1.
Bagi seorang atasan, job desc bermanfaat untuk mengoptimalkan peran dan tanggung jawab bawahannya.
2.
Bagi pimpinan organisasi, job desc bermanfaat untuk digunakan sebagai dasar untuk dapat memimpin dan memberikan motivasi agar pemegang jabatan menghasilkan kinerja optimal.
3.
Bagi pemegang jabatan, job desc bermanfaat sebagai panduan dan pedoman kerja serta mengetahui apa yang harus dilakukan dan diharapkan dari organisasi.
4.
Bagi perekrut, job desc bermanfaat untuk mengetahui kandidat yang tepat dan paling cocok sesuai kebutuhan jabatan.
5.
Bagi trainer, job desc bermanfaat untuk mengetahui kebutuhan pelatihan bagi pemegang jabatan.
6.
Bagi assessor, job desc bermanfaat untuk melakukan analisa terhadap pemegang jabatan (competency assessment, in-depth interview dll).
7.
Bagi perencana karir (Succession Planner), job desc bermanfaat untuk menempatkan individu sesuai dengan peran, tanggungjawab dan kebutuhan organisasi.
8.
Bagi Perencanaan dan Pengembangan Organisasi (Organization Development & Planner), job desc bermanfaat untuk membuat perencanaan pengembangan organisasi yang membutuhkan pemahaman tentang jabatan dan jenis peran / tanggungjawab yang diperlukan.
9.
Bagi Job Evaluator, job desc bermanfaat untuk membobot jabatan dan membandingkan jabatan lain di dalam organisasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
9
Sebelum membuat job desc, didahului dengan yang namanya job analysis. Job Analysis bisa dilakukan dengan tiga kondisi : 1.
Untuk jabatan yang sama sekali baru, namun sudah ada di dalam struktur organisasi.
2.
Untuk jabatan yang ada (vacant) namun belum ada orangnya.
3.
Untuk jabatan yang sudah ada posisi orangnya tapi belum mempunyai job description.
Setiap kondisi membutuhkan pendekatan yang berbeda. Sebagai contoh, untuk kondisi pertama, tentu tidak bisa dengan proses interview , tapi dengan cara mencari referensi ke organisasi lain. Sedangkan untuk kondisi ke 2 dan 3, bisa dilakukan dengan proses tiga arah, yakni dengan menggali informasi pada pemegang jabatan, atasan atau orang lain yang mengerti.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1
Hasil Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Combiphar
dilakukan di Departemen Supply Chain Management PT. Combiphar yaitu menghitung produktivitas pengerjaan warehousing dengan metode clocking time selama 3 minggu, rekapitulasi waktu pengiriman barang ke PT. Anugerah Pharmindo Lestari periode tahun 2011, serta uraian jabatan setiap personil di departemen SCM.
3.2
Pembahasan Departemen SCM di PT. Combiphar dipimpin oleh seorang manejer yang
membawahi 2 unit, yaitu PPIC (Production and Planning Inventory Control) serta Warehouse and Distribution. Unit PPIC dipimpin oleh seorang asisten manejer yang membawahi production planner, material planner, demand planner, serta toll supervisor. Production planner bekerjasama dengan bagian produksi bertugas merencanakan jadwal produksi dan menjamin produksi berjalan sesuai dengan apa yang sudah direncanakan. Material planner bertugas untuk menjamin ketersediaan material produksi. Demand planner bertugas mengelola penerimaan dan pengeluaran produk jadi ke distributor. Toll supervisior bertugas mengatur produk yang akan melakukan toll in maupun toll out di PT. Combiphar. Unit Warehouse and Distribution secara umum bertugas merencanakan, memonitor, mengevaluasi, serta mengkoordinir kegiatan di gudang dan mengkoordinir penerimaan pesanan dari distributor serta pengirimannya ke distributor. Unit ini dipimpin oleh seorang asisten manejer yang membawahi tiga seksi, yaitu solid product warehouse supervisor, liquid product warehouse spervisor, dan distribution officer. Solid product warehouse supervisor bertanggung jawab terhadap penerimaan serta penyimpanan bahan baku, bahan pengemas, serta produk jadi dari sediaan solid dan semi solid. Liquid product warehouse spervisor bertanggung jawab terhadap penerimaan serta penyimpanan 10
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
11
bahan baku, bahan pengemas, serta produk jadi dari sediaan likuid. Distribution officer membawahi dua lingkup tanggung jawab, yaitu ekspedisi serta retur. Ekspedisi mengelola pengiriman finished good ke distributor, sedangkan bagian retur mengelola produk kembalian dari distributor. Tugas yang dilakukan adalah menghitung produktivitas karyawan gudang. Manajemen pergudangan mencakup pengaturan petugas atau SDM yang bekerja. Gudang sendiri merupakan tempat dimana bahan awal dan produk jadi banyak menghabiskan waktunya, sehingga kegiatan pergudangan harus diatur sedemikian rupa sehingga bahan awal maupun produk jadi yang berada di gudang tetap terjaga kualitasnya. Salah satu upayanya adalah dengan menciptakan kegiatan pergudangan yang produktif yang dapat dihitung melalui produktivitas karyawannya. Selain memiliki produktivitas yang baik, sebuah gudang industri farmasi hendaklah memenuhi aspek-aspek yang sesuai dengan pedoman yang tertera di CPOB ataupun pedoman lainnya. PT. Combiphar sendiri telah berupaya melakukan pengaturan pergudangan agar sesuai dengan persyaratan yang tertera di CPOB. Perbandingan antara pedoman CPOB terkait pergudangan dengan upaya yang telah dilakukan PT. Combiphar dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.1 Perbandingan aspek pergudangan antara Pedoman CPOB 2006 dengan yang dilakukan PT.Combiphar. Pedoman CPOB 2006 Area
penyimpanan
PT. Combiphar
hendaklah Ruangan cukup untuk menyimpan
memiliki kapasitas yang memadai semua barang. untuk menyimpan dengan rapi dan Barang disimpan teratur, rapi, dan teratur berbagai macam bahan dan terdokumentasi. produk seperti: bahan awal, bahan Terdapat tempat penyimpanan terpisah pengemas,
produk
antara,
produk untuk bahan awal, bahan pengemas,
ruahan dan produk jadi, produk dalam produk antara, produk ruahan dan status karantina, diluluskan, produk
produk yang telah produk jadi, produk dalam status
produk
yang
yang
ditolak, karantina,
dikembalikan
atau diluluskan,
produk produk
yang yang
telah ditolak,
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
12
produk yang ditarik dari peredaran.
produk
yang
dikembalikan
atau
produk yang ditarik dari peredaran. Area penyimpanan hendaklah didesain Area gudang bersih dan kering. Hal ini atau
disesuaikan
kondisi
untuk
penyimpanan
terutama
area
bersih,
kering
penerangan
menjamin didukung
yang
tersebut
baik; pembersihan
adanya
gudang
jadwal
yang
rutin
hendaklah dilakukan setiap harinya.
dan
yang
dengan
mendapat Terdapat
cukup
penerangan
dan
sistem
serta pengaturan suhu yang terpantau.
dipelihara dalam batas suhu yang ditetapkan. Apabila kondisi penyimpanan khusus Terdapat area dengan suhu terkontrol (misal suhu, kelembaban) dibutuhkan, untuk menyimpan barang tertentu : kondisi tersebut hendaklah disiapkan, Ambient room : ≤ 30°C dikendalikan, dipantau dan dicatat Cool room : 15-25°C dimana diperlukan. Area
penerimaan
Cold room : 2-8°C dan
pengiriman Terdapat atap yang melindungi area
barang hendaklah dapat memberikan tempat pengiriman dan penerimaan. perlindungan
bahan
dan
produk
terhadap cuaca. Apabila status karantina dipastikan Terdapat area khusus karantina yang dengan cara penyimpanan di area terpisah dan dengan akses terbatas. terpisah,maka
area
tersebut
harus
diberi penandaan yang jelas dan akses ke area tersebut terbatas bagi personil yang berwenang Hendaklah disediakan area terpisah Terdapat area sampling bahan awal dengan lingkungan yang terkendali yang terpisah dan terkontrol. untuk pengambilan sampel bahan awal. Prosedur pembersihan yang memadai Terdapat prosedur untuk pembersihan bagi
ruang pengambilan sampel ruang sampel.
hendaklah tersedia. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
13
Area terpisah dan terkunci hendaklah Terdapat ruang khusus yang terpisah disediakan untuk penyimpanan bahan dan dengan akses terbatas untuk dan produk yang ditolak, atau yang produk retur, recall, reject. ditarik
kembali
atau
yang
dikembalikan. Bahan aktif berpotensi tinggi dan Terdapat
gudang
api
untuk
bahan radioaktif, obat berbahaya lain, menyimpan bahan berbahaya (mudah dan zat atau bahan yang mengandung meledak,
beracun)
yang
tempat
khusus
letaknya
risiko tinggi terhadap penyalahgunaan, terpisah. kebakaran atau ledakan hendaklah disimpan
di
area
yang
terjamin
keamanannya. Obat narkotik dan obat berbahaya lain Terdapat hendaklah
disimpan
di
untuk
tempat menyimpan narkotik/obat berbahaya
terkunci.
yang terkunci.
Perhatian khusus hendaklah diberikan Terdapat
tempat
khusus
untuk
dalam penyimpanan bahan ini agar penyimpanan bahan label. terjamin keamanannya. Bahan label hendaklah
disimpan
di
tempat
terkunci. Sistem distribusi hendaklah didesain Menerapkan sistem FIFO untuk bahan sedemikian rupa untuk memastikan kemas, dan sistem FEFO untuk bahan produk
yang
pertama
masuk baku.
didistribusikan lebih dahulu. Sistem
distribusi
hendaklah Terdapat
catatan
distribusi
yang
menghasilkan catatan sedemikian rupa lengkap yang diinput ke SAP. sehingga distribusi tiap bets/lot obat dapat
segera
mempermudah
diketahui
untuk
penyelidikan
atau
penarikan kembali jika diperlukan. Bahan dan produk hendaklah tidak Terdapat pembatas (pallet) antara diletakkan langsung di lantai dan produk atau bahan dengan lantai. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
14
dengan jarak yang cukup terhadap sekelilingnya. Data pemantauan suhu hendaklah Terdapat data pemantauan suhu yang tersedia untuk dievaluasi. Alat yang terdokumentasi. dipakai untuk pemantauan hendaklah Alat pemantau suhu diperiksa dalam diperiksa pada selang waktu yang selang waktu tertentu. telah ditentukan dan hasil pemeriksaan hendaklah dicatat dan disimpan. Pemetaan
suhu
menunjukkan
hendaklah
suhu
sesuai
dapat Telah dilakukan pemetaan suhu yang batas dilakuakn secara teratur.
spesifikasi di semua area fasilitas Alat pemantau suhu diletakkan di penyimpanan. Disarankan agar alat bagian atas rak (dekat atap) dan bagian pemantau suhu diletakkan di area yang bawah bawah. paling sering menunjukkan fluktuasi suhu Kegiatan
pergudangan
hendaklah Area gudang terpisah dari area lain.
terpisah dari kegiatan lain. Tiap
bets
pengemas,
bahan produk
awal, antara,
bahan Dokumentasi
tidak
dilakukan
produk menggunakan kartu stock, namun
ruahan dan produk jadi yang disimpan langsung diinput ke dalam sistem di area gudang hendaklah mempunyai SAP. kartu stok. Tiap penerimaan hendaklah diperiksa Terdapat
pengecekan,
termasuk
untuk memastikan bahwa bahan yang pengecekan mastian dokumen untuk diterima
sesuai
dengan
dokumen setiap bahan yang diterima.
pengiriman. Hendaklah tersedia prosedur tertulis Terdapat
prosedur
dan
catatan
dan catatan penerimaan untuk tiap penerimaan dan pengiriman barang pengiriman tiap bahan awal, bahan (bahan awal,bahan kemas, bangan pengemas primer dan bahan pengemas pengemas cetak) cetak. Area
penerimaan
dan
pengiriman Terdapat area terpisah antara area Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
15
hendaklah
terpisah
dari
area penyimpanan dan pengiriman.
penyimpanan barang Lantai terbuat dari beton padat dengan Lantai terbuat dari beton padat. hardener.
Secara
umum,
pengaturan
pergudangan
yang
dilakukan
oleh
PT.Combiphar telah sesuai dengan Pedoman CPOB 2006. Selain memenuhi persyaratan area penyimpanan sesuai pedoman CPOB, gudang juga harus memiliki produktivitas yang baik. Perhitungan produktivitas dilakukan terhadap produktivitas kerja karyawan gudang. Data yang diambil berasal dari clocking time yang dilakukan pada proses warehousing selama 3 minggu di warehouse area solid meliputi gudang obat jadi, gudang bahan baku dan gudang bahan kemas. Data ini berisi lamanya waktu yang dibutuhkan oleh karyawan untuk menyelesaikan suatu proses pekerjaan. Data tersebut diolah dengan menghitung durasi waktu untuk melakukan tiap pekerjaan. Untuk perhitungan produktivitas perkegiatan, dihitung persentasenya dari rata-rata durasi pengerjaan suatu kegiatan terhadap jumlah jam kerja normal (480 menit dikali hari kerja). Dengan mengetahui durasi proses warehousing maka dapat diperkirakan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan proses pekerjaan tersebut, sehingga dapat ditingkatkan produktivitas proses warehousing dan mencegah keterlambatan dalam penyelesaian pekerjaan tersebut untuk menuju proses selanjutnya yaitu produksi dan distribusi. Dengan mengetahui persentase produktivitas karyawan, dapat diambil tindakan untuk mempertahankan produktivitas yang sudah baik, atau meningkatkan produktivitas yang masih belum baik. Produktivitas kerja karyawan yang baik akan berpengaruh terhadap produktivitas kegiatan pergudangan, sehingga proses penyimpanan dan distribusi lancar yang dapat memperkecil kerugian akibat kerusakan produk selama penyimpanan maupun distribusi. Dari hasil perhitungan waktu pengerjaan warehousing diperoleh data lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pengerjaan warehousing pada masingmasing gudang obat jadi, gudang bahan baku, dan gudang bahan kemas di PT. Combiphar. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
16
Tabel 3.2 Tabel persentasi warehousing di gudang obat jadi berdasarkan waktu proses aktivitas
Waktu per aktivitas (menit)
Persentase (%)
Pemeriksaan
261
18,95
Administrasi
173
12,56
pengelolaan
598
43,43
transportasi
106
7,70
Waktu tunda
239
17,36
Total waktu
1377
100
Tabel 3.3 Tabel persentasi warehousing di gudang bahan baku berdasarkan waktu proses Waktu per aktivitas (menit)
aktivitas
Persentase (%)
Pemeriksaan
99
5,90
Administrasi
186
11,08
penerimaan
76
4,53
pengelolaan
702
41,84
transportasi
40
34,27
Waktu tunda
575
2,38
Total waktu
1678
100
Tabel 3.4 Tabel persentasi warehousing di gudang bahan kemas berdasarkan waktu proses aktivitas
Waktu per aktivitas (menit)
Persentase (%)
Pemeriksaan
312
16,21
Administrasi
469
24,36
penerimaan
305
15,84
pengelolaan
444
23,06
transportasi
325
3,64
Waktu tunda
70
16,88
Total waktu
1678
100
Pengumpulan data selanjutnya adalah
rekapitulasi waktu pengiriman
barang ke PT. Anugerah Pharmindo Lestari. Rekapitulasi data ini diambil selama periode tahun 2011. Dari data yang direkapitulasi, terlihat bahwa sebagian besar pengiriman barang diterima oleh distributor pada hari yang sama, namun sebagian Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
17
lagi ada yang tertunda 1 sampai 5 hari. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor yang tidak bisa dikontrol oleh tim expedisi PT. Combiphar. Beberapa faktor tersebut di antaranya adalah gangguan perjalanan, kerusakan kendaraan yang tiba-tiba terjadi saat perjalanan, antrian bongkar muatan yang disebabkan oleh menumpuknya kedatangan barang di distributor, ataupun human error seperti tertumpuknya surat penyerahan barang untuk ditandatangani. Sedangkan untuk deskripsi pekerjaan yang disusun oleh manajer SCM untuk tiap personil di departemen SCM merupakan panduan dari perusahaan kepada karyawannya dalam menjalankan tugas. Semakin jelas job description yang diberikan, maka semakin mudah bagi karyawan untuk melaksanakan tugas sesuai dengan tujuan perusahaan. Job description juga dapat menjadi alat pengukur prestasi karyawan. Tugas, wewenang, dan pola hubungan dapat menjadi parameter prestasi dari seorang karyawan. Dengan menetapkan parameter tersebut di awal masa kerja, maka semua pihak dapat menilai objektivitas dari suatu keputusan manajemen tanpa takut ada faktor suka atau tidak suka secara subjektif. Karyawan pun akan merasa nyaman memiliki job description yang jelas. Ia akan mengetahui secara jelas area pekerjaan, tanggung jawab dan wewenangnya. Ia juga akan mengetahui dengan jelas garis koordinasinya. Ia juga dapat mengetahui tugas-tugas tambahan yang diberikan kepadanya, sehingga dapat memperoleh bonus sesuai haknya. Dokumen job description berlaku untuk semua karyawan, dari level tertinggi sampai level terendah. Dengan job description yang jelas dan terukur, maka perusahaan dapat beroperasi secara teratur dan akan meningkatkan produktivitas setiap karyawannya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari laporan ini yaitu : 1. Dengan clocking time yang dilakukan pada setiap pekerjaan warehousing, dapat terlihat bagaimana produktivitas karyawan gudang, sehingga dapat dilakukan evaluasi untuk perbaikan pekerjaannya selanjutnya. 2. Dengan rekapitulasi waktu pengiriman dan waktu penerimaan barang pada surat pengiriman barang untuk PT. Anugerah Pharmindo Lestari selama periode tahun 2011, maka dapat terlihat lamanya waktu yang dibutuhkan dari barang dikirim oleh PT. Combiphar sampai diterima oleh PT. Anugerah Pharmindo Lestari, sehingga dapat dievaluasi dan dapat dilakukan
antisipasi
terhadap
faktor-faktor
yang
menimbulkan
keterlambatan penerimaan barang. 3. Dengan pembuatan job description untuk tiap personil di departemen SCM, maka dapat diketahui dengan jelas tugas dan tanggung jawab dari masing-masing personil.
4.2
Saran 1. Untuk mengetahui produktivitas karyawan dalam melakukan pekerjaan warehousing sebaiknya dilakukan pengumpulan data minimal selama 1 bulan masing-masing di tiap-tiap bagian gudang sehingga dapat terlihat pekerjaan secara keseluruhan selama 1 bulan penuh. 2. Setelah dilakukan rekapitulasi waktu pengiriman barang ke PT. Anugerah Pharmindo lestari, maka diperlukan evaluasi oleh PT. Combiphar terhadap jasa expedisi yang digunakan, juga diperlukan koordinasi lebih baik lagi dengan pihak PT. Anugerah Pharmindo Lestari agar pengirimann barang lebih efisien.
18
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012
DAFTAR REFERENSI
Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, Edisi 2006. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan. Chang, Y., & Makatsoris, H. (2009). Supply Chain Modelling Using Simulation. I. J. of Simulation, Vol.2, No.1, 24-30. Mott Community College. (2011). Human Resources Job Description & Job Evaluation Procedures. www.mcc.edu. Diambil tanggal 29 Maret 2011. Priyambodo, Bambang. (2007). Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: Global Pustaka Utama. Wuryanti, Wahyu. (2010). Standardisasi Pedoman Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja Untuk Pekerjaan Konstruksi Bangunan Gedung. Banjarmasin : Prosiding PPI Standardisasi.
Laporan praktek..., Mutia Anggriani , FMIPA UI, 2012