UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 JL. IR. H. JUANDA NO. 30, BOGOR
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
AYUN ERWINA ARIFIANTI, S.Farm. 1206312883
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 JL. IR. H. JUANDA NO. 30, BOGOR
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
AYUN ERWINA ARIFIANTI, S.Farm. 1206312883
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013
ii Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh
:
Nama
: Ayun Erwina Arifianti, S.Farm.
NPM
: 1206312883
Program Studi
: Apoteker
Judul Laporan
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Apotek Kimia Farma No. 7 Jl. Ir. H. Juanda No. 30 Periode 3 – 30 April 2013
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia
iii Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma No. 7, Jl. Ir. H. Juanda No.30, Periode 3–30 April 2013. Pelaksanaan PKPA di Apotek menjadi sangat penting bagi mahasiswa Profesi Apoteker agar dapat mempelajari dan memahami berbagai peran apoteker di apotek. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai kelulusan pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan hingga penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Drs. Medy Hidayat, Apt. selaku Apoteker Pengelola Apotek Kimia Farma No.7 dan pembimbing penulis atas saran dan ilmu pengetahuan yang diberikan selama pelaksanaan hingga penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
2.
Dra. Azizahwati, MS., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker berlangsung hingga penyusunan laporan akhir.
3.
Ibu Fitri dan Ibu Tuti, selaku Supervisor Apotek Kimia Farma No.7 atas saran dan ilmu pengetahuan yang diberikan selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
4.
Mbak Rere dan Mbak Lily, selaku Apoteker Pendamping Apotek Kimia Farma No.7 atas saran dan ilmu pengetahuan yang diberikan selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker
5.
Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S, selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
6.
Dr. Harmita, Apt, selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesiayang telah memberikan dukungan dan motivasi selama penulis menempuh pendidikan di Farmasi UI. iv
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
7.
Seluruh karyawan di Apotek Kimia Farma No.7, yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas pengarahan, ilmu pengetahuan, dan dukungan selama pelaksanaan hingga penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
8.
Seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI yang telah banyak memberikan bekal ilmu, berbagi pengalaman, dan pengetahuan kepada penulis selama masa studi di Fakultas Farmasi.
9.
Seluruh teman-teman Apoteker UI angkatan 76 yang telah mendukung dan bekerja sama selama perkuliahan hingga pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
10. Dan akhirnya, tak henti penulis mengucap syukur dan berterima kasih kepada keluarga yang telah memberikan dukungan moral dan material yang tidak terhingga kepada penulis. 11. Semua pihak yang turut membantu dan memberikan dukungan selama penulis melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan laporan yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun dan dapat memacu penulis untuk berkarya lebih baik dimasa yang akan datang. Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan dapat memberikan kontribusi ilmu pengetahuan bagi semua pihak.
Penulis
2013
v
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Ayun Erwina Arifianti
NPM
: 1206312883
Program Studi
: Apoteker
Fakultas
: Farmasi
Jenis karya
: Laporan Praktek Kerja
demi
pengembangan
ilmu
pengetahuan,
menyetujui untuk memberikan
kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Apotek Kimia Farma No. 7 Jl. Ir. H. Juanda No. 30 Periode 3 – 30 April 2013
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
mengalihmedia/format-kan, mengelola
dalam
berhak bentuk
menyimpan,
pangkalan
data
(database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 3 Agustus 2013 Yang menyatakan
( Ayun Erwina Arifianti)
vi Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... KATA PENGANTAR ................................................................................. DAFTAR ISI ................................................................................................ DAFTAR GAMBAR .................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
ii iii iv vi viii ix
BAB 1. PENDAHULUAN .......................................................................... 1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1.2 Tujuan ........................................................................................
1 1 2
BAB 2. TINJAUAN UMUM APOTEK..................................................... 2.1 Definisi Apotek ....................................................................... 2.2 Landasan Hukum Apotek........................................................ 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek ...................................................... 2.4 Tata Cara Pemberian Izin Apotek ........................................... 2.5 Persyaratan Apotek ................................................................. 2.6 Tenaga Kerja Apotek .............................................................. 2.7 Apoteker Pengelola Apotek .................................................... 2.8 Pengalihan Tanggung Jawab Apoteker ................................... 2.9 Pencabutan Surat Izin Apotek ................................................. 2.10 Sediaan Farmasi ...................................................................... 2.11 Pelayanan Kefarmasian di Apotek .......................................... 2.12 Pengelolaan Narkotika ............................................................ 2.13 Pengelolaan Psikotropika ........................................................ 2.14 Pengadaan Persediaan Apotek ................................................ 2.15 Pengendalian Persediaan Apotek............................................. 2.16 Strategi Pemasaran Apotek ......................................................
3 3 3 4 4 6 7 8 10 11 12 16 18 21 23 24 30
BAB 3. TINJAUAN UMUM PT KIMIA FARMA APOTEK ................. 32 3.1 PT. Kimia Farma Apotek........................................................... 32 BAB 4. TINJAUAN KHUSUS APOTEK KIMIA FARMA NO.7, BOGOR ......................................................................................... 35 4.1 Bussiness Manager Wilayah Bogor .......................................... 35 4.2 Apotek Kimia Farma No. 7 Bogor ............................................ 40 BAB 5. PEMBAHASAN ............................................................................. 5.1 Lokasi dan Tata Ruang Apotek ................................................. 5.2 Personalia................................................................................... 5.3 Kegiatan Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Apotek ............... 5.4 Kegiatan Pengarsipan dan Pelaporan ........................................ 5.5 Kegiatan Administrasi dan Keuangan .......................................
vi
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
52 52 55 56 62 63
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 65 6.1 Kesimpulan ................................................................................ 65 6.2 Saran .......................................................................................... 65 DAFTAR ACUAN ...................................................................................... 66
vii
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Gambar 2.2. Gambar 2.3. Gambar 2.4. Gambar 2.5. Gambar 2.6. Gambar 2.7.
Penandaan obat bebas .......................................................... Berbagai label peringatan .................................................... Penandaan obat bebas terbatas ............................................ Penandaan obat keras........................................................... Penandaan obat narkotika .................................................... Diagram model pengendalian persediaan ............................ Matriks analisa VEN-ABC ..................................................
viii
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
13 13 13 14 14 28 30
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Lampiran 15. Lampiran 16. Lampiran 17. Lampiran 18. Lampiran 19. Lampiran 20. Lampiran 21.
Contoh formulir APT-1 ....................................................... Contoh formulir APT-2 ....................................................... Contoh formulir APT-3 ....................................................... Contoh formulir APT-4 ....................................................... Contoh formulir APT-5 ....................................................... Contoh formulir APT-6 ....................................................... Contoh formulir APT-7 ....................................................... Surat pesanan barang ........................................................... Form droping barang dari gudang (DCs) ke apotek ............ Formulir serah terima barang DC ........................................ Bon permintaan barang apotek ............................................ Kartu/ buku stok obat .......................................................... Alur pelayanan resep ........................................................... Salinan/ copy resep ............................................................. Etiket obat ........................................................................... Label obat ............................................................................ Kemasan obat ...................................................................... LIPH .................................................................................... Surat pemesanan narkotika .................................................. SIPNAP ............................................................................... Surat pemesanan psikotropika .............................................
ix
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
68 70 71 77 78 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, Pemerintah menyatakan bahwa Pekerjaan Kefarmasian adalah berbagai kegiatan, meliputi pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. Salah satu sarana pelaksanaan pekerjaan kefarmasian adalah di apotek. Apotek merupakan salah satu sarana penunjang kesehatan, turut berperan dalam mewujudkan upaya kesehatan yang dilaksanakan oleh pemerintah sebagai sarana distribusi obat dan perbekalan farmasi yang aman, bermutu, berkhasiat serta terjangkau harganya oleh masyarakat luas. Apotek juga berperan sebagai sarana pemberian informasi obat kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya sehingga kedua pihak tersebut mendapatkan pengetahuan yang benar tentang obat dan turut meningkatkan penggunaan obat yang rasional (Departemen Kesehatan RI, 2004). Apoteker berperan dalam pelaksanaan tugas profesional pelayanan kefarmasian di apotek. Selain sebagai tempat dilakukannya tugas profesional, apotek juga merupakan suatu tempat bisnis. Oleh karena itu, apoteker juga berperan dalam hal manajerial dan retailer, sehingga apotek mampu berjalan dengan baik dan memperoleh keuntungan. Dalam menjalankan perannya di apotek, apoteker dituntut untuk bekerja secara profesional. Dalam hal ini, apoteker harus memahami pengelolaan perbekalan farmasi apotek, manajemen apotek serta pelayanan kefarmasian dengan patient-oriented.
Mengingat akan pentingnya hal tersebut dan upaya
untuk meningkatkan kompetensi apoteker di apotek, maka Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI bekerja sama dengan Apotek Kimia Farma dalam menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker dari tanggal 3 – 30 April 2013. Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman 1 Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
2
calon apoteker mengenai peranan, kegiatan manajerial serta pelayanan kefarmasian di apotek dengan mengikuti kegiatan yang ada di apotek.
1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma No. 7 bertujuan agar mahasiswa: a. Mengetahui gambaran umum kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek. b. Mengetahui peran dan fungsi apoteker di apotek, terutama dalam aspek profesional yang mencakup ilmu kefarmasian dan pelayanan kefarmasian. c. Mengetahui peran dan fungsi apoteker di apotek terutama dalam aspek managerial yang mencakup pengelolaan sumber daya manusia kesehatan, pengelolaan perbekalan farmasi dan perbekalan kesehatan, pengelolaan administrasi keuangan apotek.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK
2.1 Definisi Apotek Pengertian apotek berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek adalah tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, serta perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Yang dimaksud dengan sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika, sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 1, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan tujuan untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
2.2 Landasan Hukum Apotek Landasan hukum apotek diatur dalam : a. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. b. Keputusan Pemertintah Kesehatan RI No. 1027/MENKES/SK/X/2004 tentang c. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. d. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2003 tentang perubahan
atas
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 3 Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
4
e. Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. f. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. g. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Kententuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. h. Undang-Undang Kesehatan RI No.39 tahun 2009 tentang Kesehatan. i. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. j. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang perubahan atas PP No.26 Tahun 1965 tentang Apotek.
2.3 Tugas dan Fungsi Apotek Tugas dan fungsi apotek berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 adalah sebagai berikut: a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. b. Sarana
farmasi
yang
melaksanakan
peracikan,
pengubahan
bentuk,
pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat. c. Sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata.
2.4. Tata Cara Pemberian Izin Apotek Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 992/MENKES/SK/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik pasal 7, tata cara pemberian izin apotek adalah sebagai berikut: (1) Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-1 (Lampiran 1). (2) Dengan menggunakan Formulir APT-2 (Lampiran 2) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
5
permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan. (3) Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh Formulir APT-3 (Lampiran 3). (4) Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (3) tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat
dengan
tembusan
kepada
Kepala
Dinas
Propinsi
dengan
menggunakan contoh Formulir Model APT-4 (Lampiran 4). (5) Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (3) atau pernyataan ayat (4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-5 (Lampiran 5). (6) Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-6 (Lampiran 6). (7) Terhadap surat penundaan, sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan. Beberapa ketentuan lain yang terkait: a. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan atau lokasi yang tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasanalasannya dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-7 (Lampiran 7).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
6
b. Bila Apoteker menggunakan sarana milik pihak lain dalam pendirian apotek, dengan mengadakan kerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek, maka harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: i. Penggunaan sarana apotek yang dimaksud, wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara Apoteker dan pemilik sarana. ii. Pemilik sarana yang dimaksud harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perudang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam surat pernyataan yang bersangkutan.
2.5. Persyaratan Apotek Persyaratan apotek berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MENKES/PER/X/1993 pasal 6 yaitu : a. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lain di luar sediaan farmasi. c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lain di luar sediaan farmasi. Sebuah apotek yang akan didirikan harus memenuhi sejumlah persyaratan yaitu: a. Persyaratan Bangunan dan Kelengkapannya 1) Bangunan apotek Bangunan memiliki alamat apotek serta terdiri dari ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi dan ruang kerja apoteker, serta toilet (WC). 2) Kelengkapan Bangunan Apotek Bangunan apotek perlu dilengkapi dengan sumber air, sumber penerangan, alat pemadam, ventilasi, sanitasi, papan nama APA, serta billboard nama apotek. b. Persyaratan Perlengkapan Kerja Perlengkapan kerja di apotek meliputi: Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
7
1) Alat pengolahan atau peracikan, seperti batang pengaduk, cawan penguap, corong, gelas ukur, kompor/ pemanas, labu erlenmeyer, mortar-alu, penangas air, panci, spatel logam, spatel tanduk, spatel gelas, spatel porselen, termometer skala 100ºC, serta timbangan mg atau g ditambah anak timbangan (ditera). 2) Wadah berupa pot / botol, kertas perkamen, klip, dan kantong plastik serta etiket (putih dan biru). 3) Tempat penyimpanan: lemari/ rak obat, lemari narkotika, lemari psikotropika, kulkas, dan lemari bahan berbahaya. c. Persyaratan Perlengkapan Administrasi Perlengkapan administrasi seperti blanko surat pemesanan, faktur penjualan, nota penjualan, salinan resep, serta blanko laporan narkotika dan psikotropika; buku catatan pembelian dan catatan penjualan, catatan narkotika dan psikotropika, catatan racun dan bahan berbahaya, serta kartu stok obat. d. Persyaratan Kelengkapan Buku Pedoman 1) Buku standar yang wajib: Farmakope edisi IV 1995 dan kumpulan peraturan / UU; 2) Buku lainnya: IMMS, ISO, Farmakologi dan terapi e. Persyaratan Tenaga Kerja 1) Daftar tenaga farmasi: nama APA, nama apoteker pendamping, dan nama asisten apoteker; 2) Daftar tenaga non farmasi: Petugas administrasi, petugas juru resep dan keamanan.
2.6. Tenaga Kerja Apotek Tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan operasional apotek terdiri dari : a. Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA). b. Apoteker Pendamping, yaitu apoteker yang bekerja di apotek di samping Apoteker Pengelola Apotek (APA) dan/atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
8
c. Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundangundangan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker di bawah pengwasan apoteker. Tenaga lainnya yang diperlukan untuk mendukung kegiatan di apotek terdiri dari : a. Juru resep adalah petugas yang membantu pekerjaan Asisten Apoteker. b. Kasir adalah petugas yang bertugas menerima uang dan mencatat pemasukan serta pengeluaran uang. c. Pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi apotek dan membuat laporan pembelian, penjualan, penyimpanan dan keuangan apotek.
2.7. Apoteker Pengelola Apotek Kepmenkes RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002 menjelaskan apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker, mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker. APA adalah apoteker yang telah diberi SIA. Dalam mengajukan berkas permohonan SIA, ada beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi seorang apoteker untuk kemudian menjadi APA: a. Fotokopi SIPA; b. Fotokopi KTP; c. Surat pernyataan APA, tentang tidak bekerja di perusahaan farmasi lain atau APA di apotek lain; d. Surat izin dari atasan langsung (untuk pegawai negeri dan ABRI); e. Fotokopi ijazah apoteker yang telah dilegalisir; f. Surat pernyataan kesanggupan menjadi APA. Setiap Tenaga Kefarmasian yang melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat izin sesuai tempat Tenaga Kefarmasian bekerja. Surat izin bagi apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) disebut SIPA. Seorang apoteker yang telah memiliki SIPA dapat melaksanakan praktik di 1 (satu) Apotik, atau puskesmas atau IFRS. SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
9
fasilitas pelayanan kefarmasian atau SIKA hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian. SIPA dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan. SIPA dapat dibatalkan demi hukum apabila pekerjaan kefarmasian dilakukan pada tempat yang tidak sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin. Untuk mendapatkan SIPA, Apoteker harus memiliki (Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Pasal 55): a. Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA); b. Tempat atau ada tempat untuk melakukan pekerjaan kefarmasian atau fasilitas kesehatan yang memiliki izin; c. Rekomendasi dari organisasi profesi. Surat Tanda Registrasi (STRA) merupakan bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi. STRA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu lima tahun selama masih memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan (Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Pasal 40): a.
Memiliki ijazah Apoteker.
b.
Memiliki sertifikat kompetensi profesi.
c.
Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker.
d.
Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik.
e.
Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. APA memegang peranan penting dalam perkembangan apotek, berikut
beberapa fungsi APA dalam beberapa aspek: a. Fungsi Pengabdian Profesi 1) Berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dalam proses penggunaan produk farmasi. 2) Memilih bentuk sediaan yang digunakan. 3) Memilih dan menjamin penyediaan produk. 4) Menyediakan & menyerahkan sediaan farmasi untuk penggunaan masyarakat. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
10
5) Memonitor kepatuhan penggunaan produk. 6) Memonitor interaksi & efek samping . 7) Mengontrol bagian peracikan. 8) Menyelenggarakan informasi tentang obat. 9) Mengontrol pelayanan R/ yang telah diserahkan kepada pasien. b. Fungsi Administratif 1) Memimpin, mengatur dan mengawasi pekerjaan karyawan . 2) Membuat laporan dan surat-menyurat. 3) Mengawasi penggunaan dan pemeliharaan aktiva apotek. c. Fungsi Kewirausahaan 1) Merencanakan & mengatur kebutuhan barang. 2) Mengatur & mengawasi penjualan. 3) Menentukan kebijakan harga. 4) Meningkatkan permintaan. 5) Memupuk hubungan baik dengan pelanggan. 6) Mencari pelanggan baru. 7) Mengadakan efisiensi dalam segala bidang.
2.8. Pengalihan Tanggung Jawab Apoteker Pengalihan tanggung jawab apoteker diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MenKes/SK/X/2002 (Pasal 19 dan 24) yaitu : a. Apabila Apoteker Pengelola Apotek (APA) berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, APA harus menunjuk apoteker pendamping. b. Apabila APA dan Apoteker pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk apoteker pengganti. Apoteker pengganti adalah apoteker yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada di tempat lebih dari 3 (tiga) bulan secara terus-menerus, telah memiliki SIPA, dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain. c. Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
11
d. Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat apoteker pendamping, pelaporan oleh ahli waris wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. e. Pada penyerahan resep, narkotika, psikotropika dan obat keras serta kunci tersebut, dibuat berita acara serah terima dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. f. Penunjukkan Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat. g. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus-menerus, SIA atas nama Apoteker bersangkutan dicabut.
2.9. Pencabutan Surat Izin Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten dapat mencabut SIA apabila: a. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajibannya untuk menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. b. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus menerus. c. Terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang tentang Narkotika, UndangUndang Obat Keras, dan Undang-Undang tentang Kesehatan. d. SIPA APA dicabut. e. PSA terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang obat. f. Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat pendirian apotek, serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya baik merupakan milik sendiri atau pihak lain. Pelaksanaan
pencabutan
surat
izin
apotek
dilaksanakan
setelah
dikeluarkan:
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
12
a. Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-12. b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan Apotek dengan menggunakan Formulir Model APT-13. Pembekuan Izin Apotek sebagaimana dimaksud dalam huruf (b) di atas, dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan ini dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-14. Pencairan Izin Apotek yang dimaksud dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Apabila Surat Izin Apotek dicabut, Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan yang dimaksud wajib mengikuti tata cara sebagai berikut : a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu, dan obat lain serta seluruh resep yang tersedia di apotek. b. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Wilayah Kantor Kementeriaan Kesehatan atau petugas yang diberi wewenang olehnya, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud dalam huruf (a).
2.10 Sediaan Farmasi Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetik. Untuk menjaga keamanan penggunaan obat oleh masyarakat, maka pemerintah menggolongkan obat menjadi obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, serta narkotik dan psikotropik.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
13
2.10.1 Obat bebas (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 2380/A/SK/VI/83) Obat bebas adalah obat tanpa peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Tanda khusus yang terdapat pada obat bebas adalah lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi hitam.
Gambar 2.1. Penandaan obat bebas 2.10.2 Obat bebas terbatas (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 2380/A/SK/VI/83) Obat bebas terbatas adalah obat dengan peringatan (Gambar 2.2), yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Tanda khusus yang terdapat obat bebas terbatas adalah lingkaran bulat berwarna biru dengan garis tepi hitam (Gambar 2.3). P. No. 1 Awas! Obat Keras Bacalah aturan memakainya
P. No. 2 Awas! Obat Keras Hanya untuk kumur Jangan Ditelan
P. No. 3 Awas! Obat Keras Hanya untuk bagian luar badan
P. No. 4 Awas! Obat Keras Hanya untuk dibakar
P. No. 5 Awas! Obat Keras Tidak boleh ditelan
P. No. 6 Awas! Obat Keras Obat Wasir Jangan ditelan
Gambar 2.2. Berbagai label peringatan
Gambar 2.3. Penandaan obat bebas terbatas
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
14
2.10.3 Obat keras daftar G (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 2396/A/SK/VII/86) Obat keras adalah obat yang dapat diperoleh dengan resep dokter. Tanda pada obat keras berupa lingkaran bulat berwarna bulat merah dengan garis tepi hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi dan harus mencantumkan kalimat “Harus dengan resep dokter”.
Gambar 2.4. Penandaan obat keras
2.10.4 Narkotika (Undang-undang nomor 35 Tahun 2009) Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Obat narkotika ditandai dengan palang medali berwarna merah (Gambar 2.5)
Gambar 2.5. Penandaan obat narkotika
Narkotika dapat digolongkan sebagai berikut: a. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi, kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Narkotika Golongan I dapat digunakan untuk Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
15
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Contohnya antara lain: tanaman Papaver somniferum L. (kecuali bijinya), tanaman koka, tanaman ganja, desmorfina, heroina, katinona, MDMA, dan lain-lain. b. Narkotika Golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya antara lain: difenoksilat, fentanil, metadona, morfin, petidina, dan lain-lain. c. Narkotika Golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contohnya antara lain: kodeina, etilmorfina, dihidrokodeina, buprenorfina, dan lain-lain.
2.10.5. Psikotropika Menurut Undang-undang nomor 5 Tahun 1997, psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika digolongkan menjadi empat golongan sebagai berikut: a. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika golongan I dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi. Contohnya psilosibin, dan lisergida. b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan, contohnya amfetamin, deksamfetamin, metamfetamin, dan sekobarbital. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
16
c. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya amobarbital, pentazosin, pentobarbital, dan siklobarbital. d. Psikotropika golongan IV adal ah psikotropika yang berkhasiat pengobat-an dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan, contohnya alobarbital, alprazolam, barbital, diazepam, dan fenobarbital.
2.11 Pelayanan Kefarmasian di Apotek Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical care) adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi, sekarang menjadi pelayanan yang komprehensif dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Pelayanan kefarmasian di dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, terdiri dari pelayanan resep, pemberian informasi obat, konseling, pemantauan penggunaan obat, promosi dan edukasi, serta Pelayanan Residensial (Home Care).
2.11.1 Pelayanan Resep a. Skrining resep Apoteker melakukan skrining resep meliputi persyaratan administratif (nama, SIP dan alamat dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan/paraf dokter penulis resep, nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien), kesesuaian farmasetik (bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas,
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
17
cara, dan lama pemberian), pertimbangan klinis (adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian dosis, durasi, jumlah obat, dan lain-lain). b. Penyiapan obat Penyiapan obat terdiri dari peracikan, penulisan etiket, pengemasan, serta penyerahan obat. Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. Penulisan etiket harus jelas dan dapat dibaca. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. Sebelum obat diserahkan pada pasien, harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien.
2.11.2 Pemberian Informasi Obat Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
2.11.3 Konseling Konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah yang sistematik antara apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
18
2.11.4 Pemantauan Penggunaan Obat Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan
penggunaan
obat,
terutama
untuk
pasien
tertentu
seperti
kardiovaskuler, diabetes , TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya. Pemantauan dilakukan terhadap khasiat obat serta efek samping yang kemungkinan dapat terjadi.
2.11.5 Promosi dan Edukasi Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/ brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya.
2.11.6 Pelayanan Residensial (Home Care) Pelayanan residensial (home care) adalah pelayanan apoteker sebagai care giver dalam pelayanan kefarmasian di rumah-rumah khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan terapi kronis lainnya. Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).
2.12 Pengelolaan Narkotika Narkotika hanya dapat bertujuan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan. Menurut Undang-undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika, pengaturan narkotika bertujuan untuk menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau perkembangan
ilmu
pengetahuan,
mencegah
terjadinya
penyalahgunaan
narkotika, serta memberantas peredaran gelap narkotika. Apotek merupakan salah satu sarana kesehatan yang dapat melakukan penyerahan narkotika. Apotek dapat menyerahkan narkotika kepada rumah sakit, puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter dan pasien. Apotek hanya Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
19
dapat menyerahkan narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter. Pengelolaan narkotika di apotek meliputi pemesanan, penyimpanan, pelayanan/ penyerahan, pemusnahan, pencatatan dan pelaporan serta dokumentasi.
2.12.1. Pengadaan/Pemesanan Narkotika Apoteker hanya dapat memesan narkotika melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang telah ditunjuk khusus oleh Menteri, yaitu PT. Kimia Farma dengan tujuan untuk memudahkan pengawasan peredaran narkotika. Pemesanan narkotika dilakukan dengan membuat surat pesanan narkotika asli yang ditandatangani oleh Apoteker Penanggungjawab Apotek di Apotek yang dilengkapi dengan nama, nomor Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) di apotek, tanggal dan nomor surat, alamat lengkap, dan stempel apotek. Satu surat pesanan hanya untuk satu jenis narkotika.
2.12.2. Penyimpanan Narkotika (Departemen Kesehatan, 1978) Berdasarkan
Permenkes
Nomor
28/MENKES/PER/V/1978
tentang
penyimpanan narkotika, apotek harus memiliki tempat khusus untuk penyimpanan narkotika yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat. b. Harus mempunyai kunci yang kuat. c. Dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfina, petidina, dan garam-garamnya serta persediaan narkotika; bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari. d. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40 x 80 x 100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai. e. Lemari harus dikunci dengan baik. f. Lemari khusus tidak boleh dipergunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika. g. Anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh penanggung jawab atau pegawai lain yang dikuasakan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
20
h. Lemari khusus harus ditaruh di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum.
2.12.3. Pelayanan/ penyerahan Narkotika Menurut Undang-undang nomor 35 tahun 2009 pasal 43, Apotek hanya dapat melakukan penyerahan narkotika kepada rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter, dan pasien. Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada pasien berdasarkan resep dari dokter. Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar resep yang sama dari seorang dokter atau atas dasar salinan resep dokter (Undang-Undang Nomor 9 tahun 1976 Pasal 7). Pada resep narkotika yang baru dilayani sebagian, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di apotek yang menyimpan resep asli.
2.12.4. Pemusnahan Narkotika Tujuan dilakukannya pemusnahan narkotika adalah untuk menghapus pertanggungjawaban
apoteker terhadap pengelolaan narkotika, menjamin
narkotika yang sudah tidak memenuhi persyaratan dikelola sesuai dengan standar yang berlaku, dan mencegah penyalahgunaan bahan narkotika serta mengurangi resiko terjadinya penggunaan obat yang substandar (Departemen Kesehatan RI, 2008). Berdasarkan Undang-undang nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika Pasal 60, pemusnahan narkotika dilakukan dalam hal diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi, kadaluarsa, tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau berkaitan untuk pengembangan ilmu pengetahuan atau berkaitan dengan tindak pidana. Pemusnahan yang dilakukan oleh apotek dengan membuat berita acara pemusnahan narkotika dan dilaporkan kepada pihka-pihak yang terkait. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.28/MENKES/PER/I/1978 Tentang Penyimpanan Narkotika dan Undang-Undang nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika, berita acara pemusnahan memuat: Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
21
a. Keterangan tempat, hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan b. Nama pemegang izin khusus, apoteker pimpinan apotek dan dokter pemilik narkotika; c. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi dari perusahaan atau badan tersebut. d. Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan. e. Cara pemusnahan. f. Tanda tangan penanggung jawab apotek/ pemegang izin khusus, dokter pemilik narkotika dan saksi-saksi. Berita acara pemusnahan tersebut dikirimkan kepada dibuat rangkap empat untuk ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Balai Pengawasan Obat dan Makanan, dan satu disimpan sebagai arsip di apotek.
2.12.5. Pencatatan dan Pelaporan Narkotika Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, apotek wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya. Pelaporan penggunaan narkotika telah dikembangkan dalam bentuk perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) sejak tahun 2006 oleh Kementerian Kesehatan. Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) adalah sistem yang mengatur pelaporan penggunaan Narkotika dan Psikotropika dari Unit Layanan (Puskesmas, Rumah Sakit dan Apotek) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan pelaporan elektronik selanjutnya Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan ke tingkat yang lebih tinggi (Dinkes Provinsi dan Ditjen Binfar dan Alkes) melalui mekanisme pelaporan online yang menggunakan fasilitas internet.
2.13 Pengelolaan Psikotropika Menurut Undang-undang No. 5 tahun 1997 psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
22
khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau ilmu pengetahuan. Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah untuk menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika, serta memberantas peredaran gelap psikotropika.
2.13.1. Pemesanan Psikotropika Pemesanan psikotropika dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan Psikotropika yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK, SIA, dan stempel apotek. Surat pesanan tersebut dibuat rangkap tiga dan setiap surat dapat digunakan untuk memesan beberapa jenis psikotropika.
2.13.2. Penyimpanan Psikotropika Penyimpanan psikotropika belum diatur di dalam perundang-undangan atau peraturan lainnya. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika maka sebaiknya obat golongan psikotropika disimpan pada rak atau lemari khusus.
2.13.3. Penyerahan Psikotropika Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lain, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan pasien. Penyerahan psikotropika oleh apotek dilaksanakan berdasarkan resep dokter.
2.13.4. Pemusnahan Psikotropika Pada Undang-undang No. 5 tahun 1997 pasal 53disebutkan bahwa pemusnahan psikotropika dilaksanakan dalam hal berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika, kadaluarsa, dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Setiap pemusnahan psikotropika wajib dibuatkan berita acara. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
23
2.13.5. Pelaporan Psikotropika Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan melalui perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP). Mekanisme pelaporan psikotropika sama dengan pelaporan narkotika.
2.14 Pengadaan Persediaan Apotek Pengadaan persediaan farmasi merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi berdasarkan fungsi perencanaan dan penganggaran. Tujuan pengadaan adalah memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dengan kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu dan tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut tata cara dan ketentuan yang berlaku (Quick, 1997). Pengadaan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu: a. Doematig, artinya sesuai tujuan/sesuai rencana. Pengadaan harus sesuai kebutuhan yang sudah direncanakam sebelumnya. b. Rechtmatig, artinya sesuai hak/sesuai kemampuan. c. Wetmatig, artinya sistem/cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuanketentuan yang berlaku. Secara umum, jenis pengadaan berdasarkan waktu terdiri dari (Quick, 1997): a. Annual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan satu kali dalam satu tahun. b. Scheduled purchasing, yaitu pemesanan dilakukan secara periodik dalam waktu tertentu misalnya mingguan, bulanan, dan sebagainya. c. Perpetual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan setiap kali tingkat persediaan rendah. d. Kombinasi antara annual purchasing, scheduled purchasing, dan perpetual purchasing. Pengadaan dengan pemesanan yang bervariasi waktunya seperti cara ini dapat diterapkan tergantung dari jenis obat yang dipesan. Misalnya, obat impor dari suatu negara dimana devaluasi mata uang menjadi masalah utama, atau obat berharga murah yang jarang digunakan cukup dipesan sekali dalam setahun saja. Obat-obatan yang relatif slow moving tetapi digunakan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
24
secara reguler dapat dipesan secara periodik setiap tahun (scheduled purchasing), dan obat-obatan yang banyak diminati dan obat-obatan yang harganya sangat mahal maka pemesanan dilakukan secara perpetual purchasing. Setelah menentukan jenis pengadaan yang akan diterapkan berdasarkan frekuensi dan waktu pemesanan, maka pengadaan barang di apotek dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: a. Pembelian kontan Dalam pembelian kontan, pihak apotek langsung membayar harga obat yang dibeli dari distributor. Biasanya dilakukan oleh apotek yang baru dibuka karena untuk
melakukan
pembayaran
kredit
apotek
harus
menunjukkan
kemampuannya dalam menjual. b. Pembelian kredit Pembelian kredit adalah pembelian yang pembayarannya dilakukan pada waktu jatuh tempo yang telah ditetapkan, misalnya 30 hari setelah obat diterima apotek. c. Pembelian konsinyasi (titipan obat) Pembelian konsinyasi adalah titipan barang dari pemilik kepada apotek, dimana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang tersebut terjual. Bila barang tersebut tidak terjual sampai batas waktu kadaluarsa atau waktu yang telah disepakati maka barang tersebut dapat dikembalikan pada pemiliknya.
2.15 Pengendalian Persediaan Apotek Pengendalian persediaan merupakan hal sangat penting bagi sebuah apotek. Pengendalian persediaan berhubungan dengan aktivitas dalam pengaturan persediaan obat di apotek untuk menjamin kelancaran pelayanan pasien secara efektif dan efisien. Selain itu, pengendalian persediaan obat yang tepat memliki pengaruh kuat dan langsung terhadap perolehan kembali atas investasi apotek. Parameter- parameter yang digunakan dalam pengendalian persediaan adalah konsumsi rata-rata, lead time, safety stock, persediaan minimum, persediaan maksimum, dan perputaran persediaan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
25
2.15.1 Konsumsi Rata-rata Konsumsi rata-rata sering juga disebut permintaan (demand). Permintaan yang diharapkan pada pemesanan selanjutnya merupakan variabel kunci yang menentukan berapa banyak stok barang yang harus dipanen. Walaupun banyaknya permintaan dapat diprediksi, barang dapat menjadi stok mati dapat terjadi apabila salah memperkirakan lead time barang tersebut.
2.15.2 Lead Time Lead time merupakan waktu tenggang yang dibutuhan mulai dari pemesanan sampai dengan penerimaan barang di gudang dari suplier yang telah ditentukan. Lead time ini berbeda-beda untuk setiap suplier. Faktor-faktor yang dapat berpengaruh pada lead time adalah jarak antara suplier dengan apotek, jumlah pesanan, dan kondisi suplier (Quick, 1997).
2.15.3 Buffer Stock (Safety stock) Merupakan persediaan yang dicadangkan untuk kebutuhan selama menunggu barang datang untuk mengantisipasi keterlambatan barang pesanan atau untuk menghadapi suatu keadaan tertentu yang diakibatkan karena perubahan pada permintaan misalnya karena adanya permintaan barang yang meningkat secara tiba-tiba (karena adanya wabah penyakit). Buffer stock dapat dihitung dengan rumus : SS = LT x CA SS= Safety stock LT = Lead Time CA = Konsumsi rata-rata
2.15.4 Persediaan Maksimum Merupakan jumlah persediaan terbesar yang telah tersedia. Jika kita telah mencapai nilai persediaan maksimum ini maka kita tidak perlu lagi melakukan pemesanan untuk menghindari terjadinyastok mati yang dapat menyebabkan kerugian.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
26
2.15.5 Persediaan Minimum Merupakan jumlah persediaan terendah yang masih tersedia. Apabila penjualan telah mencapai nilai persediaan minimum ini, maka langsung dilakukan pemesanan agar kontinuitas usaha dapat berlanjut. Jika barang yang tersedia jumlahnya sudah kurang dari jumlah persediaan minimum maka dapat terjadi stok kosong.
2.15.6 Perputaran Persediaan (Inventory Turnover) Perputaran persedian ini disebut juga Inventory Turnover (ITOR). ITOR mengindikasikan efisiensi persediaan yang digunakan. Rasio ini mengukur seberapa cepat barang dibeli, terjual, dan tergantikan. Dua kelebihan dari peningkatan ITOR yaitu menurunkan investasi persediaan untuk aktivitas di apotek dan mempercepat pengembalian investasi. Jika suatu barang memiliki angka perputaran persediaan yang besar maka barang tersebut dikategorikan sebagai barang fast moving. Sebaliknya, jika angka perputaran persediaan suatu barang terbilang kecil maka barang tersebut termasuk slow moving. Rumus untuk menghitung perputaran persediaan yaitu : ITOR = Nilai ITOR tidak boleh terlalu tinggi atau rendah. Nilai ITOR yang paling ideal yaitu 12. Nilai ITOR ini menunjukan bahwa pada setiap bulan terjadi pertukaran barang. Nilai ITOR yang terlalu tinggi menunjukan bahwa terlalu sering terjadi kehabisan stok. Nilai ITOR = 30 mungkin dapat diterima bila apotek dapat memesan dan menerima barang dengan cepat dari suplier dan tidak ada keluhan kekurangan barang. Nilai ITOR yang terlalu rendah menunjukan bahwa terlalu sering terjadi kehabisan stok.
2.15.7 Jumlah Pesanan (Economic Order Quantity/ Economic Lot Size) Untuk menghitung banyaknya persediaan yang harus ada dalam apotik pada waktu tertentu atau besarnya persediaan yang harus di bangun. Di apotek, jumlah persediaan yang harus ada adalah persediaan untuk jangka waktu tertentu dan disesuaikan dengan kebijakan pada pola kebutuhan. Persediaan dirancang
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
27
agar setiap saat harus tersedia dan sekaligus untuk mengantisipasi permintaan yang tidak menentu, kemampuan suplier yang terbatas, waktu tenggang pesanan yang tidak menentu, ongkos kirim mahal, dan sebagainya. Faktor yang dipertimbangkan untuk membangun persediaan erat hubungannya dengan biaya dan resiko penyimpanan, biaya pemesanan, dan biaya pemeliharaan. Merancang persediaan dapat dilakukan dengan perhitungan jumlah pesanan yang ekonomis atau dikenal dengan rumus Economic Order Quality (EOQ) : EOQ =
2 RS PI
R = Jumlah kebutuhan dalam setahun P = Harga barang / unit S = Biaya memesan tiap kali pemesanan I = % Harga persediaan rata-rata
2.15.8 Re Order Point (ROP/ Titik Pemesanan) Merupakan suatu titik dimana harus diadakan pemesanan kembali sedemikian rupa sehingga kedatangan atau penerimaan barang yang dipesan adalah tepat waktu, dimana persediaan di atas persediaan pengaman sama denga nol. Pada keadaan khusus (CITO), dapat dilakukan pemesanan langsung tanpa harus menunggu hari pembelian yang telah ditentukan bersama antar apotek dan suplier. Rumus perhitungan ROP: ROP = SS + LT ROP = Reorder point SS
= Safety stock
LT
= Lead time
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
28
[Sumber : Quick, 1997, telah diolah kembali]
Gambar 2.6. Diagram model pengendalian persediaan
2.15.2 Penentuan Prioritas Pengadaan Penyusunan prioritas dapat dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut: a. Analisis VEN (Vital, Esensial, Non-esensial) Analisis VEN adalah suatu cara untuk mengelompokkan obat berdasarkan nilai kepentingan dan vitalitas obat terhadap pelayanan kesehatan untuk melayani permintaan untuk pengobatan. Semua jenis obat dalam daftar obat dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu: 1.
V (Vital) Kelompok obat yang berpotensi untuk menyelamatkan kehidupan
(life saving drugs) atau untuk mengatasi penyakit penyebab kematian terbesar. Pengadaan obat golongan ini diprioritaskan. Contoh: obat diabetes dan hipertensi. 2. E (Esensial) Kelompok obat yang efektif untuk obat-obat yang banyak diminta untuk digunakan dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak di
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
29
masyarakat. Oleh karena itu, obat-obat golongan ini adalah obat yang fastmoving. 3. N (Non esensial) Kelompok obat yang digunakan untuk obat-obat pelengkap yang sifatnya tidak esensial, tidak digunakan untuk penyelamatan hidup maupun pengobatan penyakit terbanyak. Contoh obat yang termasuk jenis obat Non-essensial adalah vitamin, suplemen dan lain-lain.
b. Analisis PARETO (ABC) Disusun berdasarkan penggolongan persediaan yang mempunyai nilai harga yang paling tinggi. Pareto membagi persediaan berdasarkan atas nilai rupiah (volume persediaan yang dibutuhkan dalam satu periode dikalikan harga per unit). Kriteria kelas dalam klasifikasi ABC: 1.
Kelas A : persediaan yang memiliki volume rupiah yang tinggi. Kelas ini mewakili sekitar 75-80 % dari total nilai penjualan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 10-20 % dari seluruh item. Kelas ini memiliki dampak biaya yang tinggi. Pengendalian khusus dilakukan secara intensif.
2.
Kelas B : persediaan yang memiliki volume rupiah yang menengah. Kelas ini mewakili sekitar 10-20 % dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 15-20 % dari seluruh item. Pengendalian khusus dilakukan secara moderat.
3.
Kelas C : persediaan yang memiliki volume rupiah yang rendah. Kelas ini mewakili sekitar 60-80 % dari total nilai persediaan, tapi mewakili 5-10 % dari total penjualan. Pengendalian khusus dilakukan secara sederhana.
2.15.3 Analisa VEN-ABC Mengkategorikan barang berdasarkan volume dan nilai penggunaannya selama periode waktu tertentu. Digunakan untuk menetapkan prioritas untuk pengadaan obat di mana anggaran yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan. Analisis VEN-ABC mengkombinasikan analisis PARETO dan VEN dalam suatu Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
30
matriks sehingga analisa menjadi lebih tajam. Matriks dapat dibuat sebagai berikut: V
E
N
A
VA
EA
NA
B
VB
EB
NB
C
VC
EC
NC
Gambar 2.7. Matriks analisa VEN-ABC
Matriks tersebut dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Semua obat vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C harus tersedia. Tetapi kuantitasnya disesuaikan dengan kebutuhan konsumen apotek. Untuk obat nonesensial dalam kelompok A tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C pengadaannya disesuaikan dengan kebutuhan (Quick, 1997).
2.16 Strategi Pemasaran Apotek Strategi pemasaran yang umumnya dilakukan oleh apotek adalah analisis AIDA (Attention, Interest, Desire, Action). Analisis AIDA merupakan suatu rangkaian proses dimulai dari menarik perhatian calon pembeli hingga pembeli memutuskan untuk membeli di apotek.
2.16.1 Attention Strategi ini merupakan upaya apotek untuk dapat menarik perhatian pengunjung/konsumen, yang dapat dilakukan dengan: a. Membuat desain eksterior apotek semenarik mungkin, seperti membuat papan nama yang besar dan memasang neon box agar mudah terlihat oleh orang yang lewat. b. Mendesain bangunan agar terlihat menarik dan juga memperhatikan kondisi ekonomi di lingkungan tempat pendirian apotek. Misalnya, jika apotek berada di lingkungan daerah menengah ke atas, maka desainnya dapat dibuat lebih mewah agar tampak meyakinkan pengunjung di lingkungan tersebut bahwa Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
31
obat yang dijual lengkap dan berkualiatas. Namun sebaliknya, apabila apotek didirikan di lingkungan menengah ke bawah, maka desain yang dipilih tidak perlu mewah agar tidak membuat pengunjung merasa enggan atau ragu untuk datang karena memiliki sugesti obat yang dijual di apotek tersebut mahal. c. Menggunakan kaca transparan pada sisi depan apotek agar desain interior apotek dapat terlihat dari luar.
2.16.2 Interest Strategi ini bertujuan untuk menimbulkan keinginan pengunjung untuk masuk ke dalam apotek, yang dapat dilakukan dengan cara menyusun obat fast moving yang dipajang di ruang tunggu agar dapat menarik pembeli sehingga dapat langsung terlihat oleh pengunjung saat memasuki apotek. Selain itu, obat dapat disusun dengan menarik yaitu dengan memperhatikan warna kemasan dan disusun berdasarkan efek farmakologis. Ruang tunggu juga dapat dibuat nyaman dan bersih sehingga meningkatkan interest.
2.16.3 Desire Langkah selanjutnya setelah pengunjung masuk ke dalam apotek adalah menimbulkan keinginan mereka untuk membeli obat. Upaya yang dapat dilakukan adalah melayani pengunjung dengan ramah, cepat tanggap dengan keinginan pelanggan, meningkatkan kelengkapan obat, dan m emberikan harga yang bersaing.
2.16.4 Action Setelah melalui beberapa tahap diatas, akhirnya pengunjung apotek tersebut memutuskan mengambil sikap untuk menjadi pembeli obat di apotek. Pada tahap ini, pembeli akan merasakan sendiri pelayanan yang diberikan apotek. Pelayanan yang dapat diberikan antara lain dengan menunjukkan kecepatan pelayanan dan pemberian informasi yang diperlukan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
BAB 3 TINJAUAN UMUM PT. KIMIA FARMA APOTEK
3.1. PT. Kimia Farma Apotek PT. Kimia Farma Apotek merupakan anak perusahaan dari PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, yang bergerak di bidang retail farmasi. PT. Kimia Farma Apotek didirikan berdasarkan akta pendirian No. 6 tanggal 4 Januari 2003 dihadapan Notaris Ny. Imas Fatimah, S.H. di Jakarta dan telah diubah dengan akta No. 25 tanggal 14 Agustus 2009 dihadapan Notaris Ny. Imas Fatimah, S.H. Akta ini telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. AHU-45594.AH.01.02.Tahun 2009 tanggal 15 September 2009. Pada tahun 2011, PT Kimia Farma Apotek memulai program transformasi dan mengubah visi dari jaringan layanan ritel farmasi menjadi jaringan layanan kesehatan yang terkemuka dan mampu memberikan solusi kesehatan masyarakat di Indonesia. Penambahan jumlah apotek merupakan bagian dari strategi perusahaan dalam memanfaatkan momentum pasar bebas AFTA, dimana pihak yang memiliki jaringan luas seperti Kimia Farma akan diuntungkan. Hingga saat ini, PT. Kimia Farma Apotek membawahi Apotek Kimia Farma dan wilayah usahanya terbagi menjadi 36 Unit Bisnis dan 412 unit apotek yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Tiap-tiap Unit Bisnis (Business Manager/ BM) membawahi apotek pelayanan yang berada di wilayah usahanya.
3.1.1. Visi dan Misi 3.1.1.1.Visi Menjadi perusahaan jaringan layanan kesehatan yang terkemuka dan mampu memberikan solusi kesehatan masyarakat di Indonesia.
3.1.1.2.Misi a Jaringan layangan kesehatan yang terintegrasi meliputi jaringan apotek, klinik laboratorium klinik, dan layanan kesehatan lainnya. b Saluran distribusi utama bagi produk sendiri dan produk prinsipal. 32 Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
33
c Pengambangan bisnis waralaba dan peningkatan pendapatan lainnya (FeeBased Income).
3.1.2. Struktur Organisasi Sesuai dengan SK. Dir Kimia Farma Apotek No. KEP 023./ DIRKFA/VI/2005, tanggal 22 Juni 2005, PT. Kimia Farma Apotek dipimpin oleh seorang direktur (Direktur Utama). Direktur Utama membawahi 3 direktur (Direktur Operasional, Direktur Keuangan, dan Direktur Pengembangan. Direktur Operasional dan pengembangan sendiri membawahi: Manager Evaluasi Operasional, Manager Pengembangan Pasar, Manager Pelayanan dan Logistik, dan Manager Bisnis. Direktur SDM dan Umum membawahi Manager SDM, dan Manager Umum. Direktur Keuangan membawahi Manager Keuangan, Manager Teknologi Informasi, dan Manager Akuntansi dan Perpajakan. Organisasi Kimia Farma Apotek terdiri dari Manager Bisnis (BM) dan Apotek Pelayanan. BM membawahi beberapa Apotek Pelayanan yang berada dalam suatu wilayah yang bertugas menangani pengadaan, penyimpanan barang, dan administrasi apotek pelayanan yang berada di bawahnya. Sedangkan apotek pelayanan hanya melaksanakan fungsi pelayanan. Dengan adanya konsep BM, diharapkan pengelolaan aset dan keuangan dari apotek dalam satu area menjadi lebih efektif dan efisien, demikian juga kemudahan dalam pengambilan keputusan-keputusan yang menyangkut antisipasi dan penyelesaian masalah. Secara umum, keuntungan yang diperoleh melalui konsep BM adalah : a. Koordinasi modal kerja menjadi lebih mudah. b. Apotek pelayanan akan lebih fokus pada kualitas pelayanan, sehingga mutu pelayanan akan meningkat yang diharapkan akan berdampak pada peningkatan penjualan. c. Merasionalkan jumlah SDM terutama tenaga administrasi yang diharapkan berimbas pada efisiensi biaya administrasi. d. Meningkatkan bargaining dengan pemasok untuk memperoleh sumber barang dagangan yang lebih murah, dengan maksud agar dapat memperbesar range margin atau HPP rendah.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
34
PT. Kimia Farma Apotek membawahi 34 wilayah Unit Bisnis yang mengelola sebanyak 412 Apotek yang tersebar di seluruh Indonesia. Untuk wilayah Jabodetabek dibagi menjadi lima Unit Bisnis, yaitu: a. Bisnis Manager Jaya I, membawahi wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Barat dengan BM (Bisinis Manajer) di Apotek Kimia Farma No. 42, Kebayoran Baru. b. Bisnis Manager Jaya II, membawahi wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Utara dan Bekasi, dengan BM di Apotek Kimia Farma No.48, di Matraman. c. Bisnis Manager Bogor, membawahi wilayah Bogor, Depok, dan Sukabumi dengan BM di Apotek Kimia Farma No.7, Bogor. d. Bisnis Manager Tangerang membawahi wilayah Provinsi Banten dengan BM di Apotek Kimia Farma No. 78, Tangerang. e. Bisnis Manager Rumah Sakit di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). BM secara struktur organisasi langsung membawahi para manager apotek pelayanan dan membawahi supervisor akuntasi dan keuangan serta supervisor inventory. Masing-masing dari bagian tersebut terdiri dari fungsi-fungsi yang menjalankan perannya masing-masing.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
BAB 4 TINJAUAN KHUSUS APOTEK KIMIA FARMA NO.7, BOGOR
4.1 Business Manager (BM) Wilayah Bogor Business Manager (BM) wilayah Bogor membawahi 20 apotek pelayanan yang tersebar di wilayah Bogor, Depok, Sukabumi, dan Cianjur. BM wilayah Bogor bertempat di Apotek Kimia Farma No.7, Jl. Ir. H. Juanda No.30, Bogor. BM bertanggung jawab terhadap kegiatan pengadaan dan administrasi dari apotek-apotek pelayanan yang berada di bawah pengelolaannya. Struktur organisasi BM terdiri dari seorang Manajer Bisnis yang langsung membawahi para Manajer Apotek Pelayanan (MAP) dan membawahi supervisor akuntasi dan keuangan serta supervisor inventory. Masing-masing dari bagian tersebut memiliki fungsi dan peranan masing-masing.
4.1.1 Manajer Bisnis Tugas dari seorang manajer bisnis adalah mengarahkan, mengelola, dan mengawasi kegiatan operasional beberapa apotek pelayanan di wilayahnya baik dari sisi penjualan dan pelayanan, untuk memastikan pencapaian target operasional yang telah ditentukan baik dari segi penjualan, keuntungan, dan lainnya. Adapun tanggung jawab utama dari manajer bisnis adalah: 1. Perencanaan, pengelolaan, pengkoordinasian dan pengawasan kegiatan bisnis dan operasional unit bisnis sesuai dengan kebijakan yang digariskan PT. Kimia Farma Apotek. 2. Perencanaan dan penyusunan rencana kerja serta anggaran perusahaan unit bisnisnya. 3. Pengendalian dan pengawasan penggunaan anggaran operasional. 4. Perencanaan, pengkoordinasian, pelaksanaan, dan analisis pengembangan usaha
di
daerahnya
berkoordinasi
dengan
manajer
pelayanan
dan
pengembangan usaha. 5. Evaluasi dan peningkatan standar pelayanan yang ada di unitnya.
35 Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
36
4.1.2 Bagian Pengadaan Bagian Pengadaan dipimpin oleh Inventory Supervisor yang bertanggung jawab langsung pada Manajer Bisnis. Dalam melaksanakan tugasnya, bagian pembelian haruslah merencanakan semua perbekalan farmasi yang akan dibeli secara cermat dan sesuai dengan kebutuhan apotek-apotek pelayanan yang berada di bawah pengelolaannya. Tanggung jawab utama bagi Inventory Supervisor adalah: a. Pengecekan dan validasi BPBA (Bon Permintaan Barang Apotek) dari apotek pelayanan
untuk
memastikan
pemesanan
barang/obat-obatan
kepada
distributor/ PBF (Pedagang Besar Farmasi) yang dibutuhkan apotek pelayanan sesuai dengan rencana dan ketentuan serta prosedur yang berlaku. b. Perencanaan dan pengadaan barang untuk seluruh unit bisnis apotek berdasarkan pareto penjualan apotek. c. Pemeriksaan terhadap ketersediaan barang di gudang, sebelum dilakukan pemesanan barang kepada distributor untuk memastikan ketepatan dalam pemenuhan ketersediaan barang. d. Pembuatan SPB (Surat Pesanan Barang) sebagai bukti pemesanan barang/obat-obatan kepada distributor/ PBF dan permintaan pengiriman barang/obat-obatan secara langsung dari distributor/ PBF kepada apotek pelayanan, untuk memastikan bahwa distributor/ PBF memberikan dan mengirimkan barang/obat-obatan yang sesuai dengan pesanan kepada apotek pelayanan. e. Pemesanan barang/ obat-obatan sekaligus melakukan negosiasi diskon harga (waktu kegiatan dan waktu pembayaran) dan bonus dengan distributor/ PBF untuk mendapatkan harga yang kompetitif. f. Verifikasi faktur dan BPBA dari seluruh apotek pelayanan g. Pemberian faktur untuk verifikasi lebih lanjut terhadap barang yang sudah dicek kepada administrasi pembelian/hutang dagang, memastikan pengarsipan faktur dan memperlancar proses pembayaran hutang kepada distributor/ PBF. h. Rekapitulasi koreksi harga dan penambahan barang/ obat-obatan. i. Pemilihan distributor/ PBF.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
37
4.1.3 Bagian Keuangan Bagian keuangan dijalankan oleh Supervisor Keuangan dan Akuntansi (petugas kasir besar) yang bertanggung jawab kepada Manajer Bisnis. Tugas kasir besar adalah: a. Penyiapan uang sebagai modal awal untuk diserahkan ke kasir apotek. b. Penerimaan setoran penjualan tunai berdasarkan bukti setoran kasir dari apotek pelayanan. c. Penerimaan hasil penagihan piutang dagang berupa uang tunai, cek atau giro dari bagian penagihan. d. Pengeluaran uang untuk keperluan rutin dengan sepengetahuan/perintah unit BM seperti: uang transpor, gaji pegawai, pembayaran hutang dagang yang telah jatuh tempo, dan lain-lain. e. Pembuatan laporan mingguan saldo kas/bank. Tanggung jawab kasir besar adalah: a. Penerimaan dan pengeluaran uang (surat berharga) sesuai dengan bukti-bukti dokumen yang sah dan disetujui oleh APA. b. Pemeliharaan keamanan dari risiko kehilangan dan kerusakan uang (surat berharga). c. Bertanggung jawab terhadap keuangan perusahaan.
4.1.3.1 Bagian Administrasi/Ketatausahaan Fungsi bagian administrasi/ketatausahaan adalah sebagai pelaksana pembuatan laporan akuntansi keuangan dan sebagai pengawas kesesuaian proses pelaksanaan pengumpulan data, pencatatan, penyajian laporan dan pengarsipan data dari seluruh fungsi kegiatan yang ada di apotek terhadap sistem yang berlaku di apotek. Bagian ini dipimpin oleh seorang Supervisor administrasi dan keuangan yang bertanggung jawab kepada Manajer Bisnis. Supervisor administrasi dan keuangan bertugas mengkoordinir semua kegiatan administrasi di apotek yang ada dibawahnya, meliputi administrasi hutang dagang, administrasi piutang dagang, administrasi kas bank, administrasi pajak, administrasi inkaso, dan administrasi umum.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
38
4.1.3.2 Administrasi Hutang Dagang Bagian ini melaksanakan semua kegiatan administrasi pembelian barang diapotek, yaitu: a. Pencatatan seluruh faktur pembelian di kartu hutang masing-masing distributor sebagai hutang dagang. b. Penerimaan kontrabon dari distributor (faktur asli, pajak, dan surat pesanan) dan membuat tanda terima faktur untuk distributor seminggu sebelum jatuh tempo pembayaran. c. Pencocokkan salinan faktur dengan yang asli dan menyimpannya sampai jatuh tempo. d. Penyerahan struk hutang dagang ke bagian keuangan untuk dibuatkan bukti pengeluaran kas. e. Pelengkapan berkas-berkas seperti faktur asli, salinan faktur, SP barang, dan bukti pengeluaran kas untuk diserahkan ke kasir besar. f. Pembuatan laporan hutang dagang. g. Pembuatan laporan saldo mutasi hutang dagang.
4.1.3.3 Administrasi Piutang Dagang Bagian ini melaksanakan semua kegiatan administrasi penjualan kredit diapotek, kegiatannya meliputi: a. Pengumpulan faktur-faktur resep kredit setiap hari disertai faktur penjualan, copy resep, dan kuitansi dan mengelompokkannya berdasarkan masingmasing debitur. b. Pembuatan rekap tagihan perbulan untuk masing-masing debitur. c. Pembuatan kuitansi penagihan perbulan untuk masing-masing debitur (dibuat 5 rangkap yaitu 1 untuk bagian administrasi inkaso, 1 lembar untuk bagian administrasi piutang dagang dan 3 lembar untuk ditagihkan kepada debitur). d. Pencocokkan resep/faktur penjualan kredit dengan data yang ada di komputer. e. Pencatatan piutang dagang dalam kartu piutang dagang. f. Pembuatan laporan piutang dagang setiap bulan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
39
4.1.3.4 Administrasi Pajak Bagian administrasi pajak bertugas untuk mengurus seluruh administrasi pajak yang ada di BM wilayah Bogor, meliputi: a. Pembuatan laporan pajak setiap bulan untuk PPN (Pajak Pertambahan Nilai). b. Pembuatan laporan pajak setiap bulan untuk PPH pasal 21. c. Pembuatan laporan pajak setiap bulan untuk PPH pasal 22. d. Pembuatan laporan pajak setiap bulan untuk PPH pasal 23.
4.1.3.5 Administrasi Inkaso Kegiatan bagian administrasi inkaso meliputi : 1. Bertanggung jawab dalam penyimpanan dan penerbitan alat-alat tagih (dibuat oleh bagian administrasi piutang dagang) yang terdiri dari rekap tagihan, kuitansi penagihan, dan bukti fotokopi resep kredit. 2. Setiap bulan dilakukan penerbitan tagihan ke masing-masing debitur, kemudian dibuat tanda terima kuitansi dari debitur. 3. Tanda terima kuitansi kemudian disimpan di map tunggu sampai jatuh tempo pelunasan piutang tiba. 4. Setelah jatuh tempo, tanda terima kuitansi ditagihkan ke debitur oleh bagian penagihan untuk dilunasi oleh debitur, hasil pelunasan diserahkan ke bagian kasir besar. 5. Setelah dilunasi, nota inkaso sebagai bukti pelunasan piutang akan diterbitkan oleh bagian administrasi inkaso. 6. Setiap bulan dilakukan stok kuitansi untuk melihat apakah terdapat debitur yang belum melunasi piutangnya.
4.1.3.6 Administrasi Kas Bank Bagian ini bertugas untuk mencatat seluruh penerimaan dan pengeluaran melalui kas atau bank. Kegiatannya adalah membuat laporan saldo kas/bank berdasarkan dokumen penjualan tunai dan penerimaan piutang, pembayaran hutang, dan dokumen biaya variabel dan biaya tetap.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
40
4.1.3.7 Administrasi Umum Administrasi terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian umum dan bagian sumber daya manusia/ kepegawaian. Setiap bagian tersebut mempunyai tugas tersendiri, adapun tugas dari bagian-bagian tersebut adalah sebagai berikut : a. Tugas bagian umum : i. Penyiapan bahan-bahan rapat. ii. Kegiatan surat menyurat. iii. Bertanggung jawab terhadap seluruh barang inventaris perusahaan. b. Tugas bagian SDM/kepegawaian : i. Pembuatan daftar gaji pegawai, IP (Iuran Pensiun), ISP (Iuran Sosial Pensiun), dan Iuran Jamsostek. ii. Pengajuan kenaikan pangkat dan membuat surat usulan kenaikan pangkat bagi pegawai. c. Tugas Bagian Teknologi Informasi (IT) bertanggung jawab atas kelancaran sistem yang digunakan di BM wilayah Bogor baik software maupun hardware.
4.2. Apotek Kimia Farma No. 7 Bogor 4.2.1. Lokasi Apotek Apotek Kimia Farma No.7 terletak dikawasan yang sangat strategis yaitu berada di tepi jalan besar dua arah dengan halaman yang luas, mudah diakses, dapat dilewati oleh mobil pribadi, kendaraan umum, dekat dengan kebun raya Bogor, dan disekitarnya merupakan daerah perkantoran.
4.2.2. Tata Ruang Apotek Bangunan apotek terdiri dari 4 lantai, dimana lantai basement digunakan untuk tempat laboratorium klinik dan optik, serta di tempat terpisah juga digunakan sebagai gudang sementara berisi rak obat dan lemari pendingin untuk meletakkan obat. Lantai 1 digunakan untuk kegiatan apotek pelayanan resep umum, lantai 2 digunakan untuk kegiatan apotek pelayanan resep asuransi kesehatan (Askes) dan sebagai tempat beberapa praktek dokter, sedangkan lantai 3 digunakan untuk kegiatan Business Manager (BM) untuk wilayah Bogor. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
41
Ruang di Apotek KF No.7 diatur sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam pelaksanaan aktivitas pelayanan apotek, memberikan suasana nyaman bagi pasien dan pegawai apotek. Adapun pembagian ruang atau tempat yang terdapat di dalam apotek antara lain : a. Ruang tunggu Dalam ruang ini tersedia tempat duduk dengan jumlah yang memadai, tempat sampah, ventilasi udara dan cahaya yang cukup serta dilengkapi dengan pendingin ruangan, pengharum ruangan otomatis, dan televisi sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi pasien yang menunggu. b. Tempat penyerahan resep Tempat ini berupa counter yang tingginya kurang lebih 1 meter untuk kegiatan penyerahan resep dan pengambilan obat. Terdapat 3 counter yang dapat melayani penyerahan resep dan pembelian obat dan barang-barang swalayan dengan 1 counter diantaranya terpisah dibagian swalayan farmasi. Masingmasing counter tersebut dilengkapi komputer sehingga petugas dapat langsung terhubung dengan sistem yang berisi harga, stok, dan lokasi penyimpanan obat serta dapat menyimpan data tentang pasien dan penjualan obat. c. Swalayan farmasi Ruangan ini berada di sebelah kanan dari pintu masuk apotek dan mudah terlihat dari ruang tunggu pasien. Barang-barang yang dijual di swalayan farmasi adalah obat bebas, obat bebas terbatas, jamu/obat herbal, berbagai macam produk suplemen, produk susu, minyak angin, kosmetik, alat kesehatan, roti, dan lai-lain. d. Tempat peracikan obat Ruangan ini terletak di bagian samping tempat penyerahan resep. Di ruangan ini dilakukan peracikan obat-obat yang dilayani berdasarkan resep dokter. Ruangan ini dilengkapi fasilitas untuk peracikan seperti timbangan, blender, lumpang dan alu, gelas ukur, sealing equipment, bahan baku, dan alat-alat untuk meracik lainnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
42
e. Tempat penyiapan obat non racikan Tempat penyiapan obat non racikan berada di sebelah tempat penyerahan resep. Pada meja tersebut terdapat perlengkapan penyiapan obat seperti etiket, plastik pengemas, solasi, copy resep, kuitansi, stempel, dan lain-lain. f. Tempat penyimpanan obat Obat disimpan di rak-rak yang berisi kotak-kotak obat. Rak obat dipisahkan berdasarkan efek farmakologis obat dan bentuk sediaan serta disusun secara alfabetis. Terdapat rak khusus untuk obat yang dikategorikan pareto menurut apotek. Untuk penyimpanan sediaan farmasi yang termolabil, telah disediakan lemari pendingin. Selain itu, terdapat lemari kaca terkunci yang berisi lemari khusus yang terkunci untuk menyimpan narkotika dan psikotropika yang kuncinya hanya dipegang oleh Apoteker atau Supervisor. g. Tempat administrasi Tempat administrasi berupa meja kerja yang terdapat komputer yang terhubung dengan sistem informasi apotek. Kegiatan administrasi yang dilakukan diantaranya pembuatan Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA), Surat Pesanan khusus untuk narkotika dan psikotropika, rekapitulasi resep kredit, dan perhitungan keuangan kasir. h. Tempat penyerahan dan informasi obat Apotek ini pun telah dilengkapi patient care sebaigai tempat penyerahan dan informasi obat kepada pasien. Tempat ini berupa meja yang dilengkapi dengan kursi untuk tempat duduk pasien. Fasilitas tersebut disediakan untuk mempermudah penyampaian informasi obat dan konseling. i. Sarana penunjang Apotek ini memiliki berbagai sarana penunjang seperti tempat parkir yang luas, toilet, masjid yang cukup besar, ruang praktek untuk 13 dokter spesialis, optik, laboratorium klinik, dan beberapa mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
4.2.3. Struktur Organisasi Apotek KF No.7 dipimpin oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang merangkap sebagai Business Manager (BM) yang bertanggung jawab terhadap keseluruhan kegiatan apotek serta membawahi secara langsung Manajer Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
43
Apotek Pelayanan yang terdapat di wilayah BM. Terdapat pelaksana-pelaksana yang masing-masing memiliki tanggung jawab lain selain menyiapkan obat dan memberikan obat kepada pasien, seperti Asisten Apoteker (AA) yang bertanggung jawab mengurusi penjualan resep kredit dengan perusahaan atau instansi. Masingmasing Asisten Apoteker (AA) juga bertanggung jawab pada rak-rak obat tertentu mengenai kerapihan, kebersihan dan kelengkapan persediaan obat.
4.2.4.
Tugas dan Fungsi Tenaga Kerja Apotek
4.2.4.1. Apoteker Pengelola Apotek Pimpinan apotek adalah seorang APA yang telah memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) dan Surat Izin Apotek. APA bertindak sebagai manajer apotek
pelayanan
yang
memiliki
kemampuan
untuk
merencanakan,
mengorganisasikan, memimpin, dan mengawasi jalannya apotek.
4.2.4.2. Apoteker Pendamping Apoteker Pendamping yaitu apoteker yang bekerja di apotek di samping APA dan/atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Apotek ini mempunyai dua orang Apoteker Pendamping yang melaksanakan pekerjaan kefarmasiannya sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
4.2.4.3. Asisten Apoteker (AA) AA bertanggung jawab langsung kepada Manager Apotek Pelayanan. Tugas AA adalah sebagai berikut: a. Pengaturan dan penyusunan dalam hal penyimpanan obat dan perbekalan farmasi lainnya sesuai dengan bentuk dan jenis barang yang disusun secara alfabetis. b. Penerimaan resep dan pemeriksaan keabsahan dan kelengkapan resep sesuai dengan peraturan kefarmasian. c. Pemeriksaan ketersediaan obat dan perbekalan farmasi lainnya berdasarkan resep yang diterima. d. Pemberian harga pada setiap resep dokter yang masuk.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
44
e. Pelayanan dan peracikan obat sesuai dengan resep dokter, antara lain menghitung dosis obat untuk racikan, menimbang bahan, meracik, mengemas obat, dan memberikan etiket. f. Pembuatan kuitansi atau salinan resep untuk obat yang hanya diambil sebagian atau bila diperlukan pasien. g. Pemeriksaan kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan, jumlah obat, nama, nomor resep, dan cara pemakaian. h. Pemeriksaan akhir terhadap hasil penyiapan obat. i. Penyerahan obat dan perbekalan farmasi lainnya kepada pasien dan memberikan penjelasan tentang penggunaan obat atau informasi lain yang dibutuhkan. j. Pencatatan masuk dan keluarnya obat pada kartu stok barang. k. Pelayanan informasi mengenai cara pemakaian obat melalui penyerahan obat dari AA kepada pelanggan. l. Pembuatan faktur penjualan resep, resep kredit dari instansi yang telah disepakati. m. Pencatatan/perhitungan harga resep-resep kredit dari instansi sesuai dengan perjanjian yang disepakati. n. Turut berpartisipasi dalam pelaksanaan pemeliharaan sanitasi/kebersihan di ruang peracikan.
4.2.4.4. Juru Resep Juru resep bertugas membantu AA dalam menyiapkan obat dan perbekalan farmasi lainnya di bawah pengawasan AA. Tugas juru resep adalah sebagai berikut: a. Membantu AA dalam penyiapan obat, pengerjaan obat-obatan racikan yang telah disiapkan oleh AA sesuai dengan sediaan yang diminta. b. Pembuatan obat-obat racikan standar di bawah pengawasan AA. c. Menjaga kebersihan ruangan apotek.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
45
4.2.5. Kegiatan Apotek Kegiatan utama yang dilakukan apotek Kimia Farma No.7 meliputi kegiatan teknis kefarmasian maupun kegiatan non teknis kefarmasian. 4.2.5.1. Kegiatan Teknis Kefarmasian Kegiatan teknis kefarmasian yang dilakukan di apotek meliputi pengadaan, penyimpanan, peracikan, penjualan obat dan perbekalan farmasi lainnya serta pengelolaan narkotika dan psikotropika. a. Pengadaan barang Pengadaan barang di apotek dilakukan melalui BM dengan sistem Distribution Center (DCs) melalui sistem online. Dengan sistem DC ini, kita dapat mengetahui kebutuhan tiap-tiap apotek pelayanan yang berada dalam satu wilayah BM, sehingga pengiriman barang berdasarkan kebutuhan masing-masing apotek. Supervisor pengadaan melakukan pemesanan barang kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang resmi dengan menerbitkan Surat Pesanan Barang/ SPB (Lampiran 8). Barang yang dipesan akan dikirim ke gudang pusat dan selanjutnya akan didistribusikan ke masing-masing apotek beserta dokumen droping (Lampiran 9) dan formulir serah terima barang DCs (Lampiran 10) melalui jasa ekpedisi. Apotek pelayanan dapat melakukan permintaan mendesak (by pass) jika obat atau perbekalan farmasi lainnya dibutuhkan segera tetapi tidak ada persediaan, permintaan dilakukan menggunakan Bon Pemesanan Barang Apotek/ BPBA (Lampiran 11) yang ditujukan kepada PBF. Khusus untuk pengadaan narkotika dan psikotropika, pengadaan dilakukan oleh masing-masing apotek pelayanan melalui Surat Pesanan (SP) khusus Narkotika dan Psikotropika dan diantar langsung ke apotek pelayanan. Pembelian obat dan perbekalan farmasi lainnya tidak saja berasal dari PBF Kimia Farma tetapi juga dari PBF atau distributor resmi/ berizin lainnya. Adapun dasar pemilihan PBF atau distributor adalah sebagai berikut: a. Ketersediaan barang b. Kualitas barang yang dikirim dapat dipertanggungjawabkan c. Besarnya potongan harga (diskon) yang diberikan d. Kecepatan pengiriman barang yang tepat waktu e. Cara pembayaran. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
46
b. Penyimpanan barang Apotek memiliki ruang/tempat penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya pada sarana swalayan farmasi dan ruang peracikan. Swalayan farmasi menyediakan tempat untuk men-display obat bebas dan obat bebas terbatas serta informasi bagi pasien berupa brosur/ leaflet. Di dalam ruang peracikan, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya disimpan di dalam rak-rak/lemari yang memudahkan pengisian dan pengeluaran barang. Di tempat ini terdapat serangkaian kegiatan yang meliputi: penerimaan, pengawasan, pengendalian persediaan, dan pengeluaran obat. Penyimpanan sediaan farmasi disusun berdasarkan kelas terapi (sifat farmakologis), keamanan, bentuk sediaan, suhu stabilitas, dan disusun secara alfabetis. Lemari penyimpanan sediaan farmasi di ruang peracikan terdiri dari: 1. Lemari penyimpanan obat ethical/ prescription drugs berdasarkan kelas terapi dan obat yang sering diresepkan dokter. 2. Lemari penyimpanan obat narkotika yang terkunci 3. Lemari penyimpanan obat psikotropika yang terkunci 4. Lemari penyimpanan obat-obat mahal yang terkunci 5. Lemari penyimpanan bahan baku obat 6. Lemari penyimpanan sediaan sirup atau suspensi 7. Lemari penyimpanan sediaan obat tetes/drops dan lotion 8. Lemari penyimpanan sediaan salep dan tetes mata 9. Lemari penyimpanan sediaan injeksi dan infus 10. Lemari pendingin untuk penyimpanan obat yang termolabil seperti: suppositoria, serum, vaksin, insulin, dan tetes mata tertentu. Setiap AA bertanggung jawab terhadap lemari penyimpanan obat yang telah ditetapkan, meliputi kerapihan, kebersihan, dan kelengkapan/stok obat yang ada di lemarinya. Setiap pemasukan dan penggunaan obat/barang harus selalu diinput ke dalam komputer dan dicatat pada kartu/ buku stok (Lampiran 12), meliputi tanggal pengisian/ pengambilan, nomor dokumen, jumlah barang yang diisi/ diambil, sisa barang, dan paraf petugas yang melakukan pengisian/ pengambilan barang. Kartu stok harus selalu diisi dengan lengkap dan rapi serta diletakkan di masing-masing kotak obat/ barang. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
47
c. Penjualan Penjualan yang dilakukan oleh Apotek KF No.7 meliputi penjualan tunai dan kredit obat dengan resep dokter, serta pelayanan upaya pengobatan diri sendiri (UPDS). Penjualan tunai obat dengan resep dilakukan terhadap pelanggan yang langsung datang ke apotek untuk menebus obat yang dibutuhkan dan dibayar secara tunai. Penjualan tunai obat dengan resep dokter mengikuti alur sebagai berikut (Lampiran 13): a. AA pada bagian penerimaan resep menerima resep dari pasien, lalu dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan resep tersebut. b. Ada tidaknya obat pada persediaan akan diperiksa oleh AA. Bila obat yang dibutuhkan tersedia, kemudian dilakukan pemberian harga dan pemberitahuan kepada pasien. c. Setelah disetujui oleh pasien, segera dilakukan pembayaran atas obat dan dibuatkan struk pembayaran obat tersebut yang disatukan dengan resep aslinya. Pasien menerima struk pembayaran dan diminta untuk menunggu. Informasi pasien akan dicatat di Catatan Pengobatan Pasien/ Patient Medication Records. Bila obat hanya diambil sebagian maka petugas membuat salinan resep/ copy resep (Lampiran 14) untuk pengambilan sisanya. Bagi pasien yang memerlukan kuitansi dapat pula dibuatkan kuitansi dan salinan resep di belakang kuitansi tersebut. d. Obat disiapkan. e. Setelah obat selesai disiapkan maka obat diberi etiket (Lampiran 15) dan label (Lampiran 16) bila perlu dan dikemas dengan kemasan (Lampiran 17). f. Pemeriksaan kembali dilakukan sebelum obat diberikan yang meliputi nomor resep, nama pasien, kebenaran obat, jumlah dan etiketnya, serta dilakukan juga pemeriksaan salinan resep sesuai resep aslinya serta kebenaran kuitansi. g. Obat diserahkan kepada pasien sesuai dengan nomor resep yang disertai dengan informasi tentang cara pemakaian obat dan informasi lain yang diperlukan pasien. Konseling dapat dilakukan bersamaan pada saat pemberian informasi obat atas permintaan pasien. h. Lembaran resep asli dikumpulkan menurut nomor urut dan tanggal resep dan disimpan sekurang-kurangnya tiga tahun. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
48
Penjualan dengan cara kredit obat dengan resep dokter adalah penjualan obat dengan resep berdasarkan perjanjian kerjasama yang telah disepakati oleh suatu perusahaan/instansi dengan apotek yang pembayarannya dilakukan secara kredit melalui penagihan kepada perusahaan secara berkala. Prosedur pelayanan resep kredit pada dasarnya sama dengan pelayanan resep tunai, hanya saja pada pelayanan resep kredit terdapat beberapa perbedaan seperti: a. Setelah resep dokter diterima dan diperiksa kelengkapannya maka dilakukan penetapan harga namun tidak dilakukan pembayaran oleh pasien tetapi langsung dikerjakan oleh petugas apotek. b. Harga resep kredit ditetapkan berdasarkan perjanjian kerjasama oleh intansi/perusahaan dengan Apotek Kimia Farma, sehingga harganya berbeda dengan pembelian resep tunai. c. Penomoran resep dokter yang dibeli secara kredit dibedakan dengan resep yang dibeli secara tunai. d. Resep disusun dan disimpan terpisah dari resep yang dibeli secara tunai kemudian dikumpulkan dan dijumlahkan nilai rupiahnya berdasarkan masingmasing instansi atau perusahaan untuk dilakukan penagihan pada saat jatuh tempo pembayaran yang telah disepakati bersama. Pelayanan UPDS adalah penjualan obat bebas atau perbekalan farmasi yang dapat dibeli tanpa resep dari dokter seperti OTC (over the counter) baik obat bebas dan obat bebas terbatas. Pelayanan UPDS mengikuti alur sebagai berikut: a. Petugas
menerima
permintaan
barang
dari
pasien
dan
langsung
menginformasikan ketersediaan obat. b. Setelah disetujui oleh pembeli, pembeli langsung membayar ke kasir. c. Bagian kasir menerima uang pembayaran dan membuat bukti penyerahan nota penjualan bebas. d. Barang beserta bukti pembayaran penjualan bebas diserahkan kepada pasien.
4.2.5.2. Kegiatan Non Teknis Kefarmasian Kegiatan non teknis kefarmasian yang dilakukan oleh Apotek Kimia Farma No.7 berupa administrasi harian dalam bentuk pembuatan Laporan Ikhtisar Penerimaan Harian (LIPH) (Lampiran 18) baik tunai maupun kredit, serta Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
49
memasukkan data resep tunai dan resep kredit. Kegiatan pencatatan dilakukan oleh bagian administrasi dan keuangan di Bisnis Manajer, meliputi kegiatan administrasi dan keuangan. Kegiatan administrasi ditangani oleh beberapa staf adiministrasi dan keuangan yang bertanggung jawab kepada supervisor administrasi dan keuangan, sedangkan kegiatan keuangan ditangani oleh Kasir Besar. Supervisor administrasi dan keuangan serta Kasir Besar bertanggung jawab langsung kepada pimpinan apotek BM.
4.2.6. Pengelolaan Narkotik Pengelolaan narkotika diatur secara khusus mulai dari pengadaan sampai pemusnahan untuk menghindari terjadinya kemungkinan penyalahgunaan obat tersebut. Pelaksanaan pengelolaan narkotika di Apotek Kimia Farma No.7 meliputi: a. Pemesanan narkotika Pemesanan sediaan narkotika dilakukan secara tertulis sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Surat pesanan khusus narkotika (Lampiran 19) yang sudah ditandatangani oleh APA dikirim ke DCs. Pemesanan dilakukan ke PBF KF selaku distributor tunggal dengan membuat surat pesanan khusus narkotika model N.9 yang dibuat rangkap empat, yang masing-masing diserahkan kepada PBF yang bersangkutan (SP asli dan 2 lembar copy SP), dan satu lembar sebagai arsip di apotek. Setiap lembar SP hanya berlaku untuk satu item narkotika.
b. Penerimaan narkotika Penerimaan narkotika dari PBF harus diterima oleh APA. APA akan menandatangani faktur tersebut setelah melihat kesesuaian dengan surat pesanan. Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan yang meliputi jenis dan jumlah narkotika yang dipesan.
c. Penyimpanan narkotika Obat-obat yang termasuk golongan narkotika di Apotek Kimia Farma No.7 disimpan dalam lemari khusus yang terkunci. Kunci lemari tersebut dipegang oleh senior supervisor. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
50
d. Pelayanan narkotika Apotek Kimia Farma No.7 hanya melayani resep narkotika dari resep asli atau salinan resep yang dibuat oleh Apotek Kimia Farma No.7 sendiri yang belum diambil sama sekali atau baru diambil sebagian. Apotek tidak melayani pembelian obat narkotika tanpa resep atau pengulangan resep yang ditulis oleh apotek lain. Resep yang berisi narkotika dipisahkan dan digarisbawahi dengan tinta merah serta mencantumkan alamat atau nomor telepon pasien.
e. Pelaporan narkotika Pelaporan penggunaan narkotika di Apotek Kimia Farma No.7 dibuat setiap bulan melalui program SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika) Kemenkes RI (Lampiran 20) yang meliputi laporan penggunaan sediaan jadi narkotika dan laporan khusus penggunaan morfin, petidin, dan derivatnya. Laporan dibuat rangkap lima dan ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama jelas, alamat apotek, dan stempel apotek yang kemudian dikirimkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor, dengan tembusan kepada Kepala Balai Besar POM Propinsi Jawa Barat, Unit Logistik Sentral PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Unit Pelayanan Penanggung Jawab Narkotika, Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, dan Arsip apotek.
f. Pemusnahan narkotika. Prosedur pemusnahan narkotika dilakukan sebagai berikut : a. APA membuat dan menandatangani surat permohonan untuk pemusnahan narkotika yang berisi antara lain jenis dan jumlah narkotika yang rusak dan atau tidak memenuhi syarat. b. Surat permohonan yang telah ditandatangani oleh APA dikirimkan ke Balai POM Jawa Barat. Balai POM akan menetapkan waktu dan tempat pemusnahan. c. Kemudian dibentuk panitia pemusnahan yang terdiri dari APA, AA, Petugas Balai POM, dan Kepala Kantor Dinkes Kota Bogor. d. Bila pemusnahan narkotika telah dilaksanakan, dibuat Berita Acara Pemusnahan yang berisi: hari, tanggal, bulan, tahun dan tempat dilakukannya Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
51
pemusnahan; Nama, jenis dan jumlah narkotika yang dimusnahkan; Cara pemusnahan; Petugas yang melakukan pemusnahan; nama dan tanda tangan APA. Berita acara tersebut dikirimkan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM), Kepala dinas kesehatan Propinsi, dan Arsip apotek.
4.2.7. Pengelolaan Psikotropika Pengelolaan psikotropika di Apotek Kimia Farma No.7 meliputi : a. Pemesanan Psikotropika Pemesanan obat psikotropika dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan Psikotropika (Lampiran 21) yang boleh berisi lebih dari satu jenis psikotropika. Surat pemesanan dibuat rangkap 2, yang masing-masing diserahkan ke PBF yang bersangkutan (asli) dan 1 lembar sebagai arsip di apotek. b. Penyimpanan Psikotropika Penyimpanan obat psikotropika dilakukan di lemari khusus yang terpisah dari sediaan yang lain, terkunci, dan anak kunci dikuasakan kepada AA penanggung jawab psikotropik. c. Pelayanan Psikotropika Apotek KF No.7 hanya melayani resep psikotropika dari resep dokter. Pengulangan resep atau copy resep yang berisi psikotropika dapat dilayani dengan memeriksa terlebih dahulu kelengkapan serta kerasionalan resep oleh apoteker. d. Pelaporan Psikotropika Prosedur pelaporan penggunaan psikotropika sama dengan pelaporan penggunaan narkotika melalui program SIPNAP Kemenkes RI. e. Pemusnahan Psikotropika Tata cara pemusnahan psikotropika sama dengan tata cara pemusnahan narkotika. Dalam pelaksanaannya, pemusnahan Psikotropika dapat dilakukan bersamaan dengan pemusnahan narkotika.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
BAB 5 PEMBAHASAN Apotek Kimia Farma No.7 Bogor berada satu gedung dengan Bisnis Manager wilayah Bogor sehingga lebih memudahkan dalan urusan operasional. Apoteker Pengelola Apotek (APA) sekaligus menjabat sebagai Manajer Bisnis (BM) untuk wilayah Bogor. Oleh karena itu, APA dibantu oleh Manager Apotek Pelayanan (MAP) yang bertugas mengelola seluruh kegiatan di apotek meliputi operasinal apotek dan SDM, memastikan pencapain target penjualan, laba, dan pembiayaan biaya operasional sesuai yang telah ditetapkan. Selain menjadi sarana dalam melakukan pelayanan kefarmasian, Apotek juga berupakan unit bisnis retail yang melakukan pengelolaan perbekalan farmasi dan menjalankan standar pelayanan farmasi. Oleh karena itu, diperlukan sistem manajerial yang baik agar bisnis berjalan dengan lancar. Namun, pengelolaan apotek juga tidak lepas dari pelayanan farmasi yang berorientasi kepada pasien (patient oriented). Konsep pengelolaan bisnis dan pelayanan farmasi ini harus berjalan
beriringan
agar
apotek
dapat
mendatangkan
keuntungan
dan
menyediakan pelayanan farmasi yang memuaskan bagi pelanggan.
5.1. Lokasi dan Tata ruang Apotek Lokasi Apotek Kimia Farma No. 7 berada di Jalan H. Juanda No. 30, Bogor yang letaknya sangat strategis. Apotek ini terletak di pusat kota Bogor yang terdapat penduduk yang cukup padat dan beroperasi selama 24 jam dan 7 hari dalam seminggu tidak terkecuali di hari besar. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk menunjukkan dedikasi yang besar dalam memberikan pelayanan yang optimal kepada pelanggan. Apotek ini ditunjang dengan sarana dan prasarana yang baik serta terdapat tempat praktek dokter yang cukup memadai, pelayanan fisioterapi, laboratorium klinik, dan optik untuk melayani kebutuhan pengobatan pelanggan dengan harapan masyarakat menaruh kepercayaan yang tinggi. Penataan apotek sendiri sangat baik karena terdiri dari 4 lantai dan ruangan yang cukup luas dalam melakukan kegiatan kefarmasian dan Kegiatan di Unit Bisnis. Bangunan apotek ini memilki ciri khusus yaitu adanya logo Kimia Farma 52 Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
53
apotek di depan apotek yang berdampingan dengan papan nama bertuliskan praktek dokter. Keberadaan logo Kimia Farma ini membuat apotek mudah dikenali sehingga dapat menarik pelanggan, terutama yang telah mengenal reputasi Kimia Farma. Bagian depan apotek Kimia Farma No.7 berupa kaca tembus pandang sehingga dapat terlihat dari luar. Namun, yang perlu diperhatikan adalah kaca tembus pandang yang langsung menyinari bagian swalayan farmasi tempat men-display obat OTC sehingga cahaya dan panas matahari dapat masuk ke area swalayan dan mempengaruhi suhu ruangan. Oleh karena itu, penting untuk mengatur pencahayaan di swalayan farmasi. Tata ruang apotek terdiri dari ruang tunggu, swalayan, tempat penerimaan resep dan kasir, ruang penyimpanan obat, ruang peracikan, ruang apoteker, dan ruang administrasi. Ruang tunggu apotek dirasa cukup nyaman karena dilengkapi dengan pendingin ruangan, adanya televisi, dan disediakan koran. Apotek juga telah dilengkapi dengan sarana penunjang seperti toilet dan mushola yang dapat digunakan oleh pelanggan apotek. Penataan swalayan farmasi sudah baik dan tertata rapi. Swalayan farmasi di Apotek Kimia Farma No.7 sudah cukup lengkap dengan penataan obat dan barang diletakkan berdasarkan jenisnya seperti baby and child care, paper product, milk and nutrition, oral care, haircare, medicine, dan vitamin. Akan tetapi, beberapa kali pelanggan merasa kesulitan dalam memperoleh informasi terkait harga barang-barang swalayan karena tidak dicantumkan. Oleh karena itu, perlu adanya penambahan label harga di masing masing kotak barang atau obat yang di display di swalayan. Di ruang racik, obat-obat dipisahkan berdasarkan bentuk sediaan dan disusun di rak penyimpanan menurut efek farmakologisnya. Semua obat sediaan padat dan cair yang tidak memerlukan kondisi penyimpanan khusus diletakkan di tempat yang tidak terkena cahaya matahari langsung. Obat-obat yang memerlukan kondisi penyimpanan khusus seperti suppositoria disimpan dalam lemari pendingin. Setiap obat diletakkan dalam kotak disertai label nama obat, kekuatannya (jika obat tersebut tersedia dalam dua kekuatan atau lebih) dan logo kimia farma. Penyimpanan dua (2) macam obat dalam satu kotak atau dua (2) obat sejenis dengan kekuatan yang berbeda memiliki kelemahan, dimana dapat terjadi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
54
salah pengambilan obat sehingga dapat merugikan pasien dan juga apotek. Hal yang harus diperhatikan adalah beberapa posisi lemari obat yang tidak ergonomis, sehingga agak menyulitkan pengambilan obat yang dilakukan oleh personil yang bekerja. Selain itu, penyimpanan obat di kotak obat dilakukan dengan mengeluarkannya dari dus aslinya. Penyimpanan seperti ini memang akan memperindah penyimpanan karena obat terlihat rapi. Namun ada hal yang harus diperhatikan terkait hal ini, yakni terkait bagaimana pengelolaan obat yang kadaluarsa, khususnya obat yang harusnya dapat dikembalikan kepada distributor dengan dus aslinya. Untuk memudahkan penelusuran, kotak-kotak disusun berdasarkan abjad nama obat. Setiap kotak penyimpanan obat dilengkapi dengan kartu stok. Obatobat juga dikelompokkan lagi menjadi obat generik, injeksi, obat Askes, tetes mata, tetes telinga, salep, krim, sirup, emulsi, dan drops. Penyusunan obat berdasarkan efek farmakologis dinilai baik karena memudahkan asisten apoteker dan tenaga kefarmasian lainnya untuk mengetahui obat-obat yang termasuk ke dalam efek farmakologis tertentu seperti mengetahui obat-obat apa saja yang memiliki efek farmakologis pada kardiovaskular. Selain itu, hal tersebut juga memudahkan tenaga kefarmasian untuk menginformasikan kepada pasien tentang obat tersebut. Alangkah baiknya jika untuk obat generik juga disusun berdasarkan efek farmakologisnya. Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika disimpan terpisah dari obatobat lain di dalam lemari khusus yang terdapat pada dinding di apotek. Lemari khusus tersebut dilengkapi dengan kunci dan dipegang oleh asisten apoteker penanggung jawab narkotika dan psikotropika. Penyimpanan narkotika belum memenuhi ketentuan yang berlaku karena lemari narkotika belum sepenuhnya dikunci setiap selesai digunakan. Hal tersebut disebabkan oleh salah satu faktor yaitu adanya kesulitan petugas untuk mengunci dan menutup lemari saat harus menyiapkan resep ketika pasien ramai dan karena letak lemari berada jauh dari jangkauan petugas sehingga butuh waktu untuk mengambil obat tersebut. Selain itu, lemari narkotika yang sudah ada masih menerapkan sistem satu pintu sehingga hanya ada satu kunci yang ada di lemari narkotika. Hal lain yang sebaiknya dilakukan adalah, selain menggunakan kartu stok dalam pencatatan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
55
pemasukan dan pengeluaran obat, minimal ada pula catatan harian seperti yang disarankan oleh BPOM untuk mempermudah penelusuran dengan lebih baik. Daerah pelayanan resep juga terbagi menjadi dua yaitu untuk resep umum berada di lantai satu dan untuk resep pasien Akses berada di lantai dua. Tempat penerimaan resep, kasir (pembayaran), dan penyerahan obat berada pada satu tempat yang hanya dibatasi oleh meja setinggi dada orang dewasa Hal ini menguntungkan sehingga tidak terjadi penumpukan pasien di ruang tunggu apabila Apotek dalam keadaan sangat ramai, khususnya pada malam hari. Pada resep umum, terdapat dua orang kasir yang dibedakan menjadi kasir untuk OTC dan kasir untuk melayani resep. Pembagian ini ditujukan untuk efektifitas dalam pelayanan, namun dalam pelaksanaannya belum maksimal karena pasien masih kurang paham mengenai alur pembayaran. Hal ini disebabkan karena kurang jelasnya petunjuk mengenai kasir untuk OTC dan kasir untuk pelayanan resep.
5.2. Personalia MAP Apotek Kimia Farma No.7 dibantu oleh Petugas Teknis Kefarmasian dan Juru resep. Selain itu, terdapat 2 apoteker pendamping yang khusus berperan dalam tugas pelayanan kepada pasien. Apotek ini menggunakan sistem kerja 3 shift. Masing masing shift selama 7 jam kerja. Apoteker pendamping dibagi menjadi 2 shift yang juga bekerja selama 7 jam. Namun dalam pelaksanaannya, pada pembagian shift tersebut, terdapat beberapa kali jadwal apoteker pendamping yang tidak terpenuhi sehingga ada masa dimana tidak ada apoteker pendamping melakukan kegiatan penyerahan obat, PIO, serta konseling. Oleh karena itu, tugas tersebut digantikan oleh beberapa asisten apoteker yang sudah senior. Dalam melaksanakan sistem pengelolaan apotek, petugas AA merangkap sebagai petugas kasir dan administrasi. Setiap AA mendapatkan tanggung jawab dalam menjalankan tugas administrasi seperti laporan narkotika, laporan psikotropika, laporan barang rusak dan kadaluarsa, laporan penjualan bebas, dan rekapitulasi tagihan resep kredit ke beberapa instansi. Pelayanan kasir sudah sudah cukup ramah dalam melayani pelanggan. Akan tetapi, terdapat beberapa kali disaat kasir meninggalkan tempat sehingga pelanggan-pelanggan yang akan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
56
membeli obat harus menunggu beberapa saat didepan kasir dan tidak langsung dilayani. Hal ini dapat berdampak pada kepuasan pelanggan sehingga AA dapat lebih profesional lagi dalam menjalankan tugasnya saat mendapatkan tugas menjadi kasir di apotek atau mencari pengganti sementara apabila ingin meninggalkan tempat kasir. Selain petugas apotek, terdapat beberapa Sales Promotion Girl (SPG) yang ditugaskan di Apotek Kimia Farma No. 7. Selain meningkatkan penjualan produk, SPG juga membantu petugas apotek dalam menyusun produk-produk di area swalayan farmasi dan mengambilkan produk-produk yang ditempatkan di area swalayan farmasi. Hal ini sangat membantu petugas apoteker untuk memberikan pelayanan yang cepat.
5.3.
Kegiatan Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Apotek Kegiatan pengeloaan perbekalan farmasi di Apotek kimia Farma No. 7
meliputi kegiatan perencanaan, penerimaan, penyimpanan, dan pelayanan obat dan perbekalan farmasi kepada pelanggan. 5.3.1. Kegiatan Perencanaan & Pengadaan Pengadaan merupakan suatu proses kegiatan yang bertujuan agar tersedia sediaan farmasi dengan jumlah dan jenis yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan dalam jenis dan jumlah yang tepat dengan harga yang ekonomis dan memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan. Oleh karena itu, kegiatan pengadaan barang di Apotek Kimia Farma dilakukan secara terpusat oleh bagian pembelian Distribution Centers (DCs) di Business Manager (BM). Selain itu juga bertujuan agar Apotek Pelayanan berkonsentrasi terhadap pelayanan farmasi di masyarakat. Sistem DCs ini memiliki beberapa keuntungan, antara lain pembelian barang lebih ekonomis karena dilakukan dalam jumlah besar sehingga potongan harga yang diperoleh lebih besar. Selain itu juga dapat menghemat faktur pembelian dan kemungkinan memperoleh potongan harga harga dari PBF cukup besar karena pembelian dalam jumlah yang besar.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
57
Dasar perencanaan pengadaan sistem ini dibuat berdasarkan stock level seluruh apotek pelayanan berdasarkan rata-rata penjualan per hari yang diperoleh dari data sales histories minimal 1 bulan dari masing-masing apotek. Dengan sistem informasi manajemen yang terintegrasi maka dapat diketahui stock level mulai dari pareto A hingga C, buffer stock, serta lead time untuk masing-masing apotek. Dengan demikian perencanaan persediaan dapat ditentukan dengan cepat. Selain itu, administrasi pemesanan/ pembelian sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya lebih efisien. Efisiensi modal kerja meningkat terutama untuk Apotek pelayanan Kimia Farma. Distribution centers (DCs) menjalankan fungsi QR Delivery system (Quick Response Delivery System) yaitu sistem monitoring dan pengisian persediaan di apotek (Reorder Point of Purchase) untuk mengurangi lead time, sehingga apotek dapat mengurangi cost inventory investment dan diharapkan dapat memperbaiki tingkat pelayanan apotek kepada konsumen. Namun, terdapat kendala dari sistem DC ini dimana terkadang terjadi ketidakcocokan antara data persediaan di komputer dengan stok fisik barang. Hal ini dapat menyebabkan pelayanan obat di apotek menjadi lebih lama karena masalah kekosongan persediaan karena memerlukan waktu untuk pengambilan barang CITO langsung ke gudang. Penyebab lain yang juga menyebabkan kekosongan/kelebihan persediaan, yaitu perencanaan persediaan yang tidak akurat dan kurangnya disiplin dari petugas dalam menjaga stok obat dilemari penyimpanan (penyimpanan yang tidak rapi, tercecer ditempat lain atau persediaan rusak atau hilang). Perencanaan yang baik dapat mencegah kekosongan maupun kelebihan persediaan. Oleh karena itu, jumlah stok barang di komputer (sistem informasi manajemen) diharapkan dapat sama dengan stok fisiknya. Keberhasilan fungsi pengadaan suatu apotek akan menentukan keberhasilan apotek secara keseluruhan karena fungsi pengadaan yang baik dapat menjamin persediaan barang di apotek. Indikator keberhasilan dari fungsi pengadaan adalah Harga Pokok Penjualan (HPP) yang rendah dan jumlah resep yang ditolak sangat kecil. Untuk obat dalam golongan narkotika dan psikotropika, pengadaan dilakukan dengan cara melakukan pemesanan langsung ke PBF dengan lembar Surat Pemesanan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
58
(SP) khusus. SP Narkotika dan SP psikotropika yang telah dibuat harus dibuat dengan mencantumkan nama dan SIPA Apoteker Pengelola Apotek (APA). Untuk pemesanan narkotika, pemesanan dilakukan ke PBF Kimia Farma selaku distributor tunggal.
5.3.2. Kegiatan Penerimaan Penerimaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian baik melalui pembelian langsung, tender atau konsinyasi dari PBF/ distributor ke gudang DCs. Petugas DCs melakukan verifikasi penerimaan/penolakan dengan memeriksa kesesuaian jenis,spesifikasi, jumlah, mutu, expired date, waktu penyerahan, dan harga yang tertera dalam kontrak/pesanan. Pendistribusian barang dari gudang DCs ke apotek pelayanan dilakukan 2 kali dalam seminggu. Untuk Apotek Kimia Farma No.7 Sendiri, dropping dilakukan pada hari senin dan hari kamis. Penerimaan barang dilakukan oleh AA dengan memeriksa kesesuaian antara barang yang diterima dengan form dropping barang apotek dari DCs. Apabila ditemukan ketidaksesuaian, maka petugas apotek dapat langsung mengkonfirmasikan kepada petugas DC.
5.3.3. Kegiatan Penyimpanan Sistem gudang apotek tidak diterapkan oleh Apotek Kimia Farma No.7 karena untuk meminimalisas penyimpanan barang dalam jumlah besar dengan tujuan mengurangi cost inventory investment dan meminimalisir kehilangan atau kerusakan barang karena kadaluarsa. Sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang diterima diletakkan pada tempat yang sesuai. Penyimpanan barangbarang di apotek dilakukan di dua area, yaitu area apotek dan area swalayan farmasi. Pada area apotek, obat disimpan dalam rak-rak obat dan di setiap barisnya obat dimasukkan ke dalam kotak obat. Penyimpanan obat di Apotek Kimia Farma No.7 sudah sesuai dengan program GPP (Good Pharmacy Practice), yaitu penyimpanan dilakukan berdasarkan kelas terapi yang dikombinasi dengan bentuk
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
59
sediaan dan alfabetis. Hal ini baik dilakukan untuk meminimalisasi kesalahan penyerahan obat dan juga memudahkan apoteker untuk memberikan alternatif obat pengganti yang mengandung zat aktif yang sama. Selain itu, penyimpanan sediaan farmasi harus sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan masing-masing produk, misalnya: pada kondisi khusus dalam lemari pendingin (2-8°C) untuk produk supossitoria, vaksin, dan serum; dan penyimpanan obat tertentu seperti narkotika, psikotropika, OKT, dan obat mahal yang dilketakkan di lemari yang terkunci dan hanya dapat diakses oleh AA yang diberi kuasa untuk memegang kunci. Cara
penyimpanan
yang
sesuai
juga
harus
diperhatikan
selain
memperhatikan suhu penyimpanan. Berdasarkan cara penyimpanan yang tertera pada brosur, produk nebulizer harus tetap disimpan di dalam wadah aluminium dan hanya bertahan selama 3 bulan semenjak kemasan aluminium dibuka. Akan tetapi, terdapat sediaan cair untuk nebulizer yang dipisahkan dari wadah aluminium. Hal ini dapat berpengaruh apabila sediaan yang sudah 3 bulan tidak terjual dan tidak dapat digunakan kembali. Selain itu, terdapat beberapa sediaan yang disimpan di tempat yang tidak sesuai. Sediaan tetes mata seperti Cendo Gentamicyn® dan Cendo Fenikol® memiliki suhu penyimpanan 2-8oC yang artinya harus disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu diantara 2-8oC. Namun, kedua sediaan tersebut disimpan bersama dengan sediaan tetes mata lain di rak penyimpanan obat. Penyimpanan obat sebaiknya menerapkan prinsip First In First Out (FIFO)dan First Expired First Out (FEFO) serta didukung dengan catatan penyimpanan yang untuk mengontrol sediaan farmasi baik secara manual maupun komputerisasi (Departemen Kesehatan RI, 2008). Prinsip FIFO dan FEFO masih kurang mendapat perhatian dari petugas apotek sehingga masih banyak ditemukan obat-obat yang kadaluarsa. Setiap petugas apotek yang diberi tanggung jawab untuk mengontrol stok obat yang ada di lemari penyimpanan sebaiknya lebih dapat mengoptimalisasi kerjanya agar dapat mencegah ketidaksesuaian stok dan kadaluarsa obat. Upaya yang telah dilakukan dalam mengelola expired date obat dengan memberi label warna yang menunjukkan tahun daluarsa obat pada setiap kotak Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
60
obat. Namun, hal tersebut tidak cukup dilakukan hanya satu kali, melainkan harus dilakukan secara berkala. Buku/ kartu stok barang digunakan sebagai catatan manual untuk mengetahui waktu, sumber, jumlah, dan petugas yang melakukan pemasukan/pengeluaran obat. Pencatatan kartu stok juga sebaiknya diisi dengan rapi, lengkap, dan benar. Hal ini penting untuk menjaga agar stok obat terkontrol dengan baik serta sesuai antara jumlah fisik obat dengan jumlah pada kartu stok. Namun, hal ini sering dilupakan terutama pada jam-jam sibuk apotek. Oleh karena itu, pada saat stock opname dilakukan, banyak ditemukan ketidakcocokan antara jumlah fisik barang dan jumlah pada kartu stok. Catatan komputerisasi menjadi sangat penting untuk pengecekan dalam mengontrol persediaan. Oleh karena itu, setiap petugas lebih dapat menjalankan standar operasional kegiatan lebih baik lagi.
5.3.4 Kegiatan Pelayanan Apotek Kegiatan pelayanan yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No. 7 adalah melakukan pelayanan resep dokter, penjualan obat bebas dan bebas terbatas/OTC (Over the Counter) dan perbekalan farmasi lainnya yang dikenal sebagai pelayanan HV (Hand Verkoop), serta penjualan obat OWA (Obat Wajib Apotek) yang dikenal sebagai pelayanan UPDS (Upaya Pengobatan Diri Sendiri). a. Pelayanan Resep Dalam melakukan pelayanan resep, pertama kali yang harus dilakukan oleh petugas ketika menerima resep adalah mengecek kelengkapan resep tersebut. Petugas kasir sangat berperan dalam penerimaan pertama kali resep dari pasien karena sebagai kasir harus memiliki kecermatan dan ketelitian, serta kemampuan yang baik dalam membaca resep. Hal ini untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam dispensing dan pemberian harga. Apoteker memiliki peranan dalam melakukan skrining resep mulai dari memeriksa kelengkapan persyaratan administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Setelah semua pengecekan dilakukan, dilakukan kegiatan dispensing oleh petugas yang berbeda. Petugas yang berbeda diharapkan terjadi beberapa kali pengecekan dari awal resep diterima sampai obat akan diserahkan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
61
kepada pasien. Hal ini dimaksud untuk menghindari kesalahan dalam dispensing obat. Dalam melakukan kegiatan dispensing obat, salah satu hal yang sebaiknya diterapkan saat peracikan adalah penggunaan alat pelindung diri (APD) untuk petugas yang meracik obat baik kapsul, puyer, salep, atau sediaan lainnya. APD yang dapat digunakan adalah tutup kepala, sarung tangan, masker dan jas lab. Perlengkapan seperti jas lab, masker dan sarung tangan sebenarnya sudah tersedia di apotek, namun terkadang ada petugas yang tidak menggunakan APD secara lengkap. Hal ini sebaiknya dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi produk obat dari lingkungan dan juga melindungi petugas dari paparan obat. Langkah selanjutnya setelah dispensing obat adalah pembuatan etiket obat. Etiket obat harus mencantumkan nama obat, jumlah obat, dan tanggal kadaluarsa disamping aturan pakai obat. Hal ini sesuai dengan GPP dan bertujuan untuk menjamin keamanan pasien dalam menggunakan obat. Dalam penulisan etiket, terkadang dokter tidak menulis waktu pemakaian obat (sebelum/ sesudah makan, pagi/ siang/ sore/ malam), sehingga apoteker tidak mencantumkannya dalam etiket. Namun, sebaiknya apoteker dapat mengetahui dan memberikan informasi waktu pemakaian obat yang lebih efektif dan menuliskannya di etiket. Sebaiknya dibuat daftar waktu pemakaian obat atau penggunaan obat secara khusus, sehingga mempermudah apoteker dalam mencari hal tersebut. Untuk pemakaian obat antibiotik, apotek telah menyediakan stiker khusus yang berisi perhatian untuk meminum habis obat antibiotik tersebut serta peringatan untuk sirup kering antibitotik penggunaannya masksimal 7 hari setelah pelarutan. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai dengan pemberian informasi obat. Sebelum obat diserahkan, petugas melakukan pemeriksaan akhir untuk memastikan kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep. Pengecekan dilakukan oleh apoteker yang menyerahkan obat. Pelayanan Informasi Obat (PIO) diberikan oleh apoteker kepada pasien pada saat penyerahan obat. Informasi obat yang diberikan meliputi nama obat dan indikasi, cara pakai, aturan pakai, waktu minum obat, dan informasi penting lainnya seperti yang tertera pada label untuk antibiotik, yaitu obat harus dihabiskan, dan lain-lain. Konseling diberikan pada
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
62
pasien yang membutuhkan konseling terkait dengan pengobatan yang diberikan oleh dokter atau karena permintaan pasien sendiri. Pengawasan dalam penyiapan obat dilakukan dengan dilakukan dengan mengisi kolom EATRPS pada lembar struk resep. EATRPS adalah singkatan dari Etiket, Ambil, Timbang, Racik, Periksa, dan Serah. Setiap petugas yang melaksanakan
masing-masing
pekerjaan
tersebut
menandatangani
atau
memberikan paraf pada kolom yang tersedia. Hal ini untuk memudahkan dalam monitoring kerja petugas dan untuk menghindari kesalahan dalam melakukan penyiapan obat.
b. Pelayanan Non Resep Dalam pelayanan non resep, baik obat OTC dan UPDS, pelayanan yang diberikan berupa rekomendasi obat yang tepat untuk pasien. Konsep yang dijalankan adalah konsep WWHAM (Who, What, How, Action, Medicine). Konsep tersebut dilakukan untuk menentukan terapi yang tepat harus dipastikan obat yang akan dibeli untuk siapa, gejala apa yang dirasakan dan sudah berapa lama berlangsung, pengobatan apa yang sudah diberikan untuk mengobati penyakit, dan obat-obat lain yang sedang dikonsumsi. Dalam pelayanan UPDS, apotek menjual obat-obat yang telah diizinkan oleh pemerintah untuk digunakan pasien tanpa resep dokter, yaitu obat yang telah masuk dalam DOWA (Daftar Obat Wajib Apotek). Dalam proses pelayanan, petugas akan menanyakan pasien mengenai tujuan penggunaan obat yang akan dibeli dan apakah pasien telah serring menggunakan obat tersebut. Apabila pasien belum pernah mendapatkan obat sebelumnya, dan obat tersebut tidak terdapat di daftar OWA, pasien akan merekomendasikan untuk memeriksakan diri ke dokter terlebih dahulu.
5.4 Kegiatan Pengarsipan dan Pelaporan Pengelolaan resep di Apotek Kimia Farma No.7 sudah berjalan baik. Resep asli dikumpulkan berdasarkan tanggal yang sama dan diurutkan sesuai nomor resep kecuali resep dengan pembayaran kredit. Resep yang berisi narkotika dan psikotropika dipisahkan dan nama narkotika digarisbawahi dengan tinta Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
63
merah. Resep dibendel sesuai dengan kelompoknya. Bendel resep ditulis keterangan kelompok resep (umum atau narkotika & psikotropika), tanggal, bulan, dan tahun yang mudah dibaca dan disimpan ditempat yang telah ditentukan. Penyimpanan bendel resep yang dilakukan secara berurutan dan teratur dimaksudkan untuk memudahkan petugas jika sewaktu-waktu diperlukan penelusuran resep. Resep narkotika dan psikotropika disimpan terpisah untuk memudahkan penyususnan laporan ke Dinas Kesehatan wilayah setempat. Penyimpanan disatukan bersama dengan arsip laporan bulanan narkotika dan psikotropika. Semua resep disimpan selama 3 tahun sebelum dimusnahkan. Pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika dilakukan sebulan sekali dengan menyerahkan Laporan Penggunaan Sediaan jadi Narkotika dan Laporan Penggunaan Sediaan Jadi Psikotropika ke Kepala Dinas Kesehatan Bogor dan arsip untuk apotek. Penyusunan laporan dilakukan oleh asisten apoteker yang diberikan tanggung jawab oleh APA. Sedangkan laporan untuk barang rusak dan kadaluarsa dilakukan 3 bulan sekali. Pada laporan tersebut dirinci nama obat, jumlah, dan tanggal kadaluarsa.
5.5 Kegiatan Administrasi dan Keuangan Untuk mempermudah pengelolaan kegiatan administrasi dan keuangan di Kimia Farma, dipakailah Sistem Informasi Manajemen dan Keuangan Apotek (SIMKA) untuk seluruh Apotek Kimia Farma yang ada di Indonesia. Dengan adanya SIMKA maka kegiatan yang berhubungan dengan administrasi apotek dapat dilakukan dengan cepat dan terkontrol. Fungsi keuangan dalam masing-masing apotek sendiri, diselenggarakan oleh kasir besar yang bertanggung jawab langsung kepada Bisnis Manajer. Apotek Kimia Farma No. 7 berada di lokasi yang sama dengan BM sehingga arus uang menjadi lebih mudah dan cepat. Petugas kasir kecil (kasir di apotek) dapat menyetorkan uang hasil penjualan setiap shift dengan menyertakan bukti setoran kasir. Bukti setoran kasir akan dicocokkan terlebih dahulu jumlahnya dengan Laporan Ikhtisar Penjualan Harian (LIPH) oleh supervisor peracikan sebelum Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
64
diserahkan kepada kasir besar. Jumlah fisik uang dengan jumlah penjualan yang ada di LIPH harus sama, jika terjadi ketidakcocokan maka harus dicari penyebabnya apakah ada transaksi yang belum dimasukkan atau ada penyebab lainnya. Untuk menghindari kemungkinan terjadinya penyimpangan uang, kasir kecil tidak bisa membuka LIPH. LIPH hanya dapat dibuka oleh petugas-petugas tertentu seperti supervisor dan petugas administrasi kas bank sehingga mekanisme pengontrolan uang dapat dilakukan dengan baik untuk mencegah kehilangan uang. Secara umum, fungsi keuangan di apotek ini telah berjalan dengan baik sesuai dengan standar prosedur operasional yang ditetapkan. Apotek Kimia Farma No.7 juga melakukan kerjasama dengan universitas dalam menyediakan apoteknya menjadi tempat kerja praktek dengan tujuan meningkatkan keahlian calon apoteker dalam pelayanan kefarmasian terutama di apotek. Dalam pelaksanaannya, sebaiknya siswa dan mahasiswa diberi sedikit bekal ilmu mengenai kegiatan apotek dan peraturan dalam pelayanan obat kepada mahasiswa sebelum memulai praktek kerja, sehingga pelaksanaannya, mahasiswa lebih mengerti mengerti mengenai standar prosedur operasional di Apotek Kimia Farma serta dapat menghindari kesalahan-kesalahan karena tidak mengetahui bagaimana peraturan atau prosedur kerja yang benar. Hal ini dapat dilakukan dengan adanya perhatian yang lebih dari seluruh pegawai terhadap siswa dan mahasiswa yang sedang melakukan kerja praktek di Kimia Farma No.7 mengenai pekerjaan yang dapat dilakukan oleh mahasiswa.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan a. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No.7 Bogor meliputi pelayanan resep dokter, pelayanan swamedikasi/ usaha penyembuhan diri sendiri (UPDS), pelayanan swalayan farmasi, manajemen perbekalan farmasi, dan perbekalan kesehatan. b. Peran dan fungsi apoteker dalam aspek profesional adalah mengelola dan melakukan kegiatan operasional pelayanan kefarmasian di apotek, memberikan pelayanan informasi obat, memberikan konseling mengenai pengobatan kepada pasien. c. Peran dan fungsi apoteker dalam aspek manajerial adalah melakukan pengawasan seluruh aspek pelayanan kefarmasian, pengelolaan perbekalan farmasi dan perbekalan kesehatan dimulai dari pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pengelolaan dan penyaluran sediaan farmasi di apotek. Selain itu, melakukan pengelolaan dan administrasi mengenai keuangan apotek.
6.2 Saran a. Pembekalan terhadap mahasiswa program profesi apoteker sebaiknya dilakukan lebih banyak, sehingga mahasiswa menjadi lebih paham mengenai pengelolaan apotek, terutama di apotek tempat dilakukan praktek kerja. b. Pemberian materi tambahan mengenai aspek manajerial dan standar prosedur operasional di Apotek Kimia Farma No.7 Bogor, sehingga mahasiswa dapat mengetahui batasan pekerjaan dan untuk menghindari kesalahan yang mungkin terjadi.
65 Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
DAFTAR ACUAN
Departemen
Kesehatan
RI.
(1978).
Peraturan
Menteri
Kesehatan
No.28/Menkes/Per/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. (1980). Apotek. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 1980. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta Departemen Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 922 Tahun 1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. (1997). Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Jakarta. Departemen
Kesehatan
RI.
(2002).
Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.1322/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. (2004). Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/Sk/IX/2004. Jakarta: Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan RI. (2008). Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/Sk/IX/2004. Jakarta: Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 66 Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
67
Peraturan Pemerintah RI No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Quick, Jonathan D. (1997). Managing Drug Supply: The Selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceuticals. 2nd ed. Connecticut: Kumarian Press. Hal. 629-639. Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 Tentang Narkotika. Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Umar, M. (2011). Manajemen Apotek Farmasi. Jakarta : Wira Putra Kencana.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
68
Lampiran 1. Contoh formulir APT-1
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
69
(lanjutan)
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
70
Lampiran 2. Contoh formulir APT-2
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
71
Lampiran 3. Contoh formulir APT-3
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
72
(lanjutan)
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
73
(lanjutan)
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
74
(lanjutan)
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
75
(lanjutan)
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
76
(lanjutan)
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
77
Lampiran 4. Contoh formulir APT-4
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
78
Lampiran 5. Contoh formulir APT-5
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
79
(lanjutan)
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
80
(lanjutan)
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
81
Lampiran 6. Contoh formulir APT-6
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
82
Lampiran 7. Contoh formulir APT-7
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
83
Lampiran 8. Surat pesanan barang
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
84
Lampiran 9. Form droping barang dari gudang (DCs) ke apotek
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
85
Lampiran 10. Formulir serah terima barang DCs
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
86
Lampiran 11. Bon permintaan barang apotek
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
87
Lampiran 12. Kartu/ buku stok obat a. Buku Stok Sediaan
b. Kartu Stok Sediaan Sirup
Tablet/Salep/Krim/Lotion/Gel/ Tetes/Drops
Halaman cover
Halaman isi buku/kartu stok
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
88
Lampiran 13. Alur pelayanan resep Penerimaan Resep
Resep Kredit
Resep Tunai
Pemeriksaan Kelengkapan adm
Pemeriksaan Kelengkapan adm
Pemberian Harga
Pemberian Harga
Pemberian No.urut
Pasien membayar di kasir dan diberi struk
Bagian Peracikan
Obat Jadi
Obat Racikan
Pemberian Etiket
Pemeriksaan Kesesuaian Obat
Penyerahan Obat
Obat diterima oleh pasien
Resep disimpan oleh petugas
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
89
Lampiran 14. Salinan/ copy resep
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
90
Lampiran 15. Etiket obat
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
91
Lampiran 16. Label obat
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
92
Lampiran 17. Kemasan obat
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
93
Lampiran 18. LIPH
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
94
Lampiran 19. Surat pemesanan narkotika
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
95
Lampiran 20. SIPNAP
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
96
Lampiran 21. Surat pemesanan psikotropika
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 JL. IR. H. JUANDA NO. 30
POSTER EDUKASI DIARE PADA ANAK
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
AYUN ERWINA ARIFIANTI, S.Farm. 1206312883
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ iii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ iv 1 BAB 1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2. Tujuan Penelitian .................................................................................. 1 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 2 2.1. Diare ................................................................................................2 2.2. Patofisiologi Diare ................................................................................ 2 2.3. Diagnosa Diare ..................................................................................... 3 2.4. Algoritma Terapi Diare ................................................................ 4 2.5. Terapi Diare.......................................................................................... 6 2.6. Pencegahan Diare ................................................................................. 7 BAB 3. METODOLOGI TUGAS KHUSUS ............................................................ 8 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus ................................8 3.2. Metode Pengkajian Tugas Khusus ....................................................... 8 BAB 4. PEMBAHASAN ............................................................................................ 9
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................15 5.1. 5.2.
Kesimpulan ........................................................................................... 15 Saran ................................................................................................15
DAFTAR ACUAN ................................................................................................16
ii Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. 2.2. 4.1.
Skema Algoritma Terapi Diare Akut ....................................................... 4 Skema Algoritma Terapi Diare Kronis .................................................... 5 Logo Lintas Diare .................................................................................... 10
iii Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.
Poster edukasi diare pada anak ................................................................ 17
iv Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Menurut WHO (2013), diare merupakan penyebab kematian terbesar
kedua didunia pada anak dibawah 5 tahun dan sekitar 760.000 anak meninggal tiap tahunnya. Diare pun merupakan penyakit yang umum ditemukan di Indonesia. Penyakit diare merupakan suatu keadaan di mana proses absorbsi di usus terganggu sehingga menyebabkan feses yang dihasilkan lebih encer daripada seharusnya. Diare seringkali sulit di atasi karena rendahnya pengetahuan masyarakat akan kesehatan dan kurangnya kepedulian untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Penanganan dan pengobatan diare pun seringkali terlambat dilakukan sehingga diare yang terjadi dapat berakibat fatal dan dapat menyebabkan kematian. Diare terutama pada anak dapat menjadi kondisi yang berbahaya apabila tidak ditangani dengan baik karena dapat menyebabkan kehilangan cairan, gangguan keseimbangan asam basa dalam tubuh, dan penurunan berat badan. Pengetahuan akan diare pada anak yang meliputi jenis, penyebab, pengobatan, dan pencegahan diare yang tepat akan sangat bermanfaat dalam mencegah dan menangani kasus-kasus diare pada anak yang terjadi pada masyarakat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan peran apoteker dalam memberikan edukasi mengenai diare pada anak. Untuk memudahkan pemahaman bagi masyarakat umum, bentuk pemberian edukasi yang dapat dilakukan adalah bentuk tertulis. Oleh karena itu, dibuatlah poster edukasi terkait diare untuk anak.
1.2
Tujuan Memberikan edukasi mengenai diare pada anak kepada masyarakat umum
dalam bentuk poster.
1
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1.
Diare Diare adalah peningkatan frekuensi defekasi dan penurunan konsistensi
feses (peningkatan keenceran) dibandingkan dengan individu normal. Frekuensi dan konsistensi dari tiap individu bervariasi. Sebagai contoh, beberapa individu defekasi tiga kali sehari, sedangkan individu yang lainnya hanya dua atau tiga kali seminggu.
Diare
juga
dapat
didefinisikan
sebagai
suatu
kondisi
ketidakseimbangan absorpsi dan sekresi air dan elektrolit (Dipiro et al, 2009). Menurut WHO (2013), diare merupakan keadaan buang air besar (BAB) yang lembek/cair atau bahkan berupa air saja yang lebih sering (≥ 3 kali).
2.2.
Patofisiologi Diare (Dipiro et al, 2009) Mekanisme patofisiologis yang mengganggu keseimbangan air dan
elektrolit yang mengakibatkan terjadinya diare dan merupakan dasar dari diagnosis dan terapi, yaitu: a.
Perubahan transport aktif ion yang disebabkan baik dengan penurunan absorbsi natrium atau peningkatan sekresi klorida.
b.
Perubahan motilitas usus
c.
Peningkatan osmolaritas luminal.
d.
Peningkatan tekanan hidrostatik jaringan.
Mekanisme-mekanisme ini terkait dengan 4 grup diare yaitu: sekretori, osmotik, eksudatif, dan perubahan motilitas usus. Diare sekretorik terjadi ketika senyawa perangsang (vasoactive intestinal peptide (VIP) dari tumor pankreas, pencahar atau toksin bakteri) yang meningkatkan sekresi atau menurunkan penyerapan air dan elektrolit dalam jumlah besar. Absorpsi yang buruk mengakibatkan cairan tertahan di usus, sehingga dapat menyebabkan diare osmotik. Inflamasi pada saluran pencernaan dapat menyebabkan diare eksudatif yang ditandai dengan masuknya lendir, protein atau darah ke dalam usus. Perubahan motilitas usus yang menghasilkan diare dapat terjadi melalui tiga mekanisme, yaitu: pengurangan waktu kontak
2
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
Universitas Indonesia
3
dalam usus halus, pengosongan usus besar yang cepat, dan pertumbuhan bakteri yang berlebihan.
2.3.
Diagnosa Diare (Dipiro et al, 2009) Diare merupakan suatu gejala dan pengobatannya tergantung pada
penyebabnya. Pertama-tama dipastikan dulu apakah diarenya timbul tiba-tiba dan untuk sementara waktu atau menetap. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan contoh tinja. Pemeriksaan tinja meliputi bentuknya (cair atau padat), baunya, ditemukannya lemak, darah atau zat-zat yang tidak dapat dicerna, dan jumlahnya dalam 24 jam. Bila diare menetap, dilakukan pemeriksaan mikroskopik tinja untuk : a.
Mencari sel-sel, lendir, lemak dan bahan lainnya
b.
Menemukan darah dan bahan tertentu yang menyebabkan diare osmotik
c.
Mencari organisme infeksius, termasuk bakteri tertentu, amuba dan Giardia Untuk
memeriksa
lapisan
rektum
dan
anus
dapat
dilakukan
sigmoidoiskopi. Kadang-kadang perlu dilakukan biopsi (pengambilan contoh lapisan rektum untuk pemeriksaan mikroskop). Pengujian laboratorium yang dapat dilakukan : 1.
Stool analysis termasuk uji mikroorganisme, darah, mukus, lemak, osmolalitas, pH, elektrolit, dan konsentrasi mineral.
2.
Stool test kits yang digunakan untuk mendeteksi virus gastrointestinal, terutama rotavirus.
3.
Tes serologi antibodi yang memperlihatkan peningkatan titer selama 3-6 hari, tetapi tes ini kurang praktis dan kurang spesifik.
4.
Pengukuran volume total daily stool.
5.
Melakukan endoskopi dan biopsi kolon untuk melihat kemungkinan terjadinya kolitis atau kanker.
6.
Studi radiographic dapat digunakan untuk kondisi neoplastik dan inflamasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
4
2.4.
Algoritma Terapi Diare (Dipiro et al, 2009)
[Sumber : Dipiro et al, 2009, telah diolah kembali]
Gambar 2.1. Skema Algoritma Terapi Diare Akut
Rekomendasi untuk mengobati diare akut. Ikuti langkah-langkah berikut: 1.
Melakukan penelusuran riwayat penyakit yang lengkap dan pemeriksaan fisik.
2.
Apakah diare akut atau kronis? Jika diare kronis, lihat algoritma berikutnya
3.
Jika diare akut, periksa demam dan / atau tanda-tanda dan gejala sistemik (misalnya, pasien keracunan). Jika terdiagnosis penyakit sistemik (demam, anoreksia, atau penurunan volume cairan tubuh), periksa sumber infeksi. Jika positif untuk diare akibat infeksi, gunakan antibiotik / obat cacing yang sesuai dan terapi simtomatis. Jika negatif untuk diare akibat infeksi, gunakan pengobatan simtomatik saja.
4.
Jika tidak ditemukan gejala sistemik, gunakan terapi simtomatis berdasarkan keparahan penurunan volume cairan tubuh, berikan cairan elektrolit secara oral atau parenteral, agen antidiare, dan diet.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
5
[Sumber : Dipiro et al, 2009, telah diolah kembali]
Gambar 2.2. Skema Algoritma Terapi Diare Kronis
Rekomendasi untuk mengobati diare kronis. Ikuti langkah-langkah: 1.
Melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik.
2.
Kemungkinan penyebab diare kronis banyak. Dapat diklasifikasikan menjadi infeksi usus (bakteri atau protozoa), penyakit radang (Crohn’s disease atau kolitis ulserativa), malabsorpsi (intoleransi laktosa), secretory hormonal Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
6
tumor (karsinoma usus atau tumor usus vasoaktif pensekresi peptida), obat (antasida, penyalahgunaan pencahar), atau gangguan motilitas (diabetes melitus, irritable bowel syndrome, atau hipertiroid). 3.
Jika diagnosis tidak pasti, dipilih studi diagnostik yang sesuai
4.
Setelah didiagnosis, pengobatan direncanakan untuk penyebab yang mendasari dengan terapi antidiare.
5.
Jika penyebab tidak dapat diidentifikasi, berikan terapi simtomatis yang diresepkan dokter.
2.5.
Terapi Diare Terapi pada pengobatan diare bertujuan untuk mengatur makanan;
mencegah pengeluaran air yang berlebihan, elektrolit dan gangguan asam-basa; menyembuhkan gejala, mengatasi penyebab diare, mengatasi gangguan sekunder penyebab diare. Diare seperti halnya batuk mungkin merupakan mekanisme pertahanan tubuh dari senyawa berbahaya atau patogen sehingga respon terapi yang tepat bukanlah menghentikan diare. Pengaturan makanan menjadi prioritas utama pada penanganan diare. Sebagian besar ahli kesehatan merekomendasikan untuk menghentikan makanan padat selama 24 jam dan menghindari produk-produk yang mengandung susu. Apabila terjadi mual dan muntah tingkat sedang, diberikan makanan dengan residu rendah yang mudah dicerna selama 24 jam. Rehidrasi dan menjaga air dan elektrolit menjadi penanganan yang utama untuk dilakukan hingga diare berhenti. Dalam rangka penuntasan diare, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah membuat program Lintas Diare yaitu lima langkah untuk menuntaskan diare sebagai berikut: 1.
Beri cairan lebih banyak dari biasanya agar tidak dehidrasi
2.
Beri obat zinc selama 10 hari berturut-turut
3.
Beri anak makanan untuk cegah kurang gizi
4.
Antibiotik hanya diberikan sesuai indikasi
5.
Nasihati ibu untuk segera ke puskesmas atau rumah sakit jika BAB encer lebih sering, muntah berulang, sangat haus, makan-minum sangat sedikit, timbul demam, berak berdarah, dan diare tidak membaik dalam 3 hari Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
7
2.6.
Pencegahan Diare Penanganan yang tepat pada penyakit diare menjadi sangat efektif dalam
mencegah kematian (WHO, 2005). Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah diare adalah sebagai berikut (Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Batam, 2013): a.
Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai 2 tahun
b.
Memberikan makanan pendamping ASI sesuai umur
c.
Memberikan minum air yang sudah direbus dan menggunakan air bersih yang cukup
d.
Mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar
e.
Buang air besar di jamban
f.
Membuang tinja bayi dengan benar
g.
Jaga kebersihan toilet dan kamar mandi
h.
Cuci sayur dan buah dengan baik dan masak daging dengan sempurna sebelum dikonsumsi
i.
Bersihkan dapur dan peralatan masak dengan baik terutama setelah mengolah daging yang berasal dari unggas atau mamalia
j.
Memberikan imunisasi campak pada anak
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
BAB 3 METODOLOGI TUGAS KHUSUS
3.1.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus Pembuatan poster edukasi diare pada anak dilakukan selama Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma No. 7, Jl. Ir. H. Juanda No. 30, Bogor periode 3-30 April 2013.
3.2.
Metode Pengkajian Tugas Khusus Tugas khusus dikaji berdasarkan hasil studi literatur pada berbagai buku
dan media elektronik terkait dengan diare pada anak.
8
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
Universitas Indonesia
BAB 4 PEMBAHASAN Poster edukasi diare pada anak (Lampiran 1) berisi 3 bagian utama. Bagian pertama menjelaskan mengenai fakta, definisi, jenis, dan penyebab diare. Bagian kedua menjelaskan 5 langkah dalam menuntaskan diare, sedangkan bagian ketiga menjelaskan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah diare. Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari. Diare dapat disebabkan oleh infeksi (virus atau bakteri), makanan, alergi, keracunan, gangguan pencernaan, dan sebagainya. Jenis diare ada dua berdasarkan lamanya diare, yaitu diare akut dan diare persisten atau kronik. Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari, sementara diare persisten atau kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari (WHO, 2013). Anak dengan status gizi dan kesehatan buruk terutama yang terpapar pada lingkungan kotor menjadi rentan terkena diare daripada anak yang sehat. Anakanak memiliki resiko yang tinggi terhadap dehidrasi yang mengancam jiwa daripada dewasa karena air merupakan bagian terbesar dari berat badan anak. Anak yang berumur lebih muda menggunakan lebih banyak air dalam sehari untuk mengimbangi laju metabolisme mereka yang lebih tinggi dan kemampuan ginjal mereka dalam menyimpan air dibandingkan anak yang berumur lebih tua dan dewasa. Oleh karena itu, anak-anak menjadi prioritas pada diare (UNICEF/ WHO, 2011). Dalam rangka penuntasan diare, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah membuat program Lintas Diare yaitu lima langkah untuk menuntaskan diare. Program ini dibuat dalam bentuk logo yang ditunjukkan pada Gambar 4.1. Logo tersebut memiliki arti (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011): a. Warna biru dan butiran air menggambarkan cairan dan tindakan rehidrasi yang harus dilakukan pada penderita diare b. Warna ungu mewakili warna simbol sub direktorat diare 9
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
Universitas Indonesia
10
c. Gambar dua anak mewakili kelompok yang menjadi sasaran prioritas. Posisi mereka di tengah menandakan bahwa anak-anak akan menjadi sehat dengan menerima lima langkah untuk menuntaskan diare (Lintas Diare).
[Sumber : Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011, telah diolah kembali]
Gambar 4.1. Logo Lintas Diare
Lima langkah tuntaskan diare (Lintas Diare) adalah sebagai berikut : 1.
Beri cairan lebih banyak dari biasanya agar tidak dehidrasi Pemberian ASI diteruskan lebih sering dan lebih lama. Selain itu, dapat dilakukan penambahkan oralit atau cairan lain seperti kuah sayur, air tajin, dan sari buah. Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa anhidrat. Oralit diberikan segera bila anak diare, sampai diare berhenti.untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare. Walaupun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air minum tidak mengandung garam elektrolit yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga lebih diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam yang terkandung dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus penderita diare. Cairan lain seperti kuah sayur, air tajin, dan sari buah pun dapat diberikan selain oralit.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
11
2.
Beri obat zinc selama 10 hari berturut-turut Zinc merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk kesehatan dan pertumbuhan anak. Zinc yang ada dalam tubuh akan menurun dalam jumlah besar ketika anak mengalami diare. Oleh karena itu, untuk menggantikan zinc yang hilang selama diare tersebut, anak dapat diberikan zinc yang akan membantu penyembuhan diare, menjaga agar anak tetap sehat, dan bahkan dapat mengembalikan nafsu makan anak. Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF menandatangani kebijakan bersama dalam hal pengobatan diare yaitu pemberian oralit dan Zinc selama 10-14 hari. Hal ini didasarkan pada penelitian selama 20 tahun (1980-2003) yang menunjukkan bahwa pengobatan diare dengan pemberian oralit disertai zinc lebih efektif dan terbukti menurunkan angka kematian akibat diare pada anak-anak sampai 40%. Selain itu, berdasarkan studi WHO selama lebih dari 18 tahun, manfaat zinc sebagai pengobatan diare adalah mengurangi prevalensi diare sebesar 34%; insidens pneumonia sebesar 26%; durasi diare akut sebesar 20%; durasi diare persisten sebesar 24%, hingga; kegagalan terapi atau kematian akibat diare persisten sebesar 42%. Zinc juga dapat meningkatkan sistim kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah risiko terulangnya diare selama 2-3 bulan setelah anak sembuh dari diare. Mekanisme kerja zinc dalam meningkatkan sistim kekebalan tubuh adalah melalui peranan zinc yang mempengaruhi lebih dari 300 enzim dalam tubuh, dibutuhkan oleh berbagai organ tubuh, seperti kulit dan mukosa saluran cerna dan semua yang berperan dalam fungsi imun. Jika zinc diberikan pada anak yang sistim kekebalannya belum berkembang baik, maka sistim kekebalan akan meningkat dan dapat melindungi anak dari penyakit infeksi. Oleh karena itu, untuk menurunkan resiko terkena penyakit infeksi, diare, dan pneumonia, anak diberikan zinc selama 10 hari berturut - turut sesuai dosis yaitu 10 mg pada balita berumur < 6 bulan dan 20 mg pada balita berumur ≥ 6 bulan.
3.
Beri anak makanan untuk cegah kurang gizi Anak yang memiliki gizi buruk memiliki resiko lebih tinggi terhadap diare. Penyakit diare yang berulang juga dapat menyebabkan anak berisiko lebih tinggi pada penurunan status gizi karena penurunan asupan makanan dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
12
absorpsi nutrisi. Oleh karena itu, ASI dan makanan tetap terus diberikan sesuai umur anak. Bayi dibawah 6 bulan sebaiknya hanya mendapat ASI untuk mencegah diare dan meningkatkan sistim imunitas tubuh bayi. Jika anak masih mendapatkan ASI, maka teruskan pemberian ASI. Pada intinya, anak harus diberi makan seperti biasa atau dengan porsi lebih kecil tetapi dengan frekuensi lebih sering (setiap 3-4 jam) karena lebih banyak makanan yang dimakan akan membantu mempercepat penyembuhan, pemulihan, dan mencegah malnutrisi. Makanan kaya kalium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa hijau, dan sebagainya dapat diberikan pada anak untuk meningkatkan elektrolit bagi tubuh. 4.
Antibiotik hanya diberikan sesuai indikasi Tidak semua kasus diare memerlukan antibiotik. Antibiotik hanya diberikan jika ada indikasi, seperti diare berdarah atau diare karena kolera, atau diare dengan disertai penyakit lain. Hal ini menjadi sangat penting karena seringkali ketika diare, masyarakat langsung membeli antibiotik seperti Tetrasiklin atau Ampicillin. Selain tidak efektif, tindakan tersebut berbahaya, karena jika antibiotik tidak dihabiskan sesuai dosis akan menimbulkan resistensi kuman terhadap antibiotik. Selain itu, pemberian antibiotik yang tidak tepat dapat membunuh flora normal yang justru dibutuhkan tubuh. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional pun dapat memberikan efek samping timbulnya gangguan fungsi ginjal, hati, dan diare yang disebabkan oleh antibiotik. Hal ini pun akan mengeluarkan biaya pengobatan yang seharusnya tidak diperlukan. Resep antibiotik seharusnya hanya boleh dikeluarkan oleh dokter. Namun di daerah-daerah terpencil dimana tenaga dokter belum tersedia maka petugas kesehatan lainnya seperti bidan/perawat dapat memberikannya setelah mendapat pelimpahan wewenang dari dokter puskesmas atau jika mereka sudah mendapatkan pelatihan tatalaksana diare seperti Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
5.
Nasihati ibu untuk segera ke puskesmas atau rumah sakit jika BAB encer lebih sering, muntah berulang, sangat haus, makan-minum sangat sedikit, timbul demam, berak berdarah, dan diare tidak membaik dalam 3 hari
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
13
Penanganan yang tepat pada penyakit diare menjadi sangat efektif dalam mencegah kematian (WHO, 2005). Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah diare adalah sebagai berikut (Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Batam, 2013): a.
Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai 2 tahun ASI mengandung berbagai nutrien, antioksidan, hormon, dan antibodi yang dibutuhkan anak untuk bertahan hidup dan berkembang. Bayi dengan ASi ekslusif selama 6 bulan dan meneruskan hingga 2 tahun terbukti terkena infeksi penyakit lebih sedikit dan mengalami penurunan kejadian penyakit parah dibandingkan dengan anak yang tidak mendapat ASI ekslusif. Anak yang tidak mendapatkan ASI tersebut pun memiliki 6 kali lebih berisiko kematian akibat infeksi penyakit pada 2 bulan pertama kehidupan termasuk diare dibandingan yang diberikan ASI (UNICEF/ WHO, 2013).
b.
Memberikan makanan pendamping ASI sesuai umur Anak yang memiliki gizi buruk memiliki resiko lebih tinggi terhadap diare (UNICEF/ WHO, 2013). Oleh karena itu, makanan pendamping ASI sesuai
umur harus diberikan. c.
Memberikan minum air yang sudah direbus dan menggunakan air bersih yang cukup Air yang tidak bersih terutama yang terkontaminasi oleh tinja manusia dapat menyebabkan diare (WHO, 2013). Oleh karena itu, resiko diare dapat diturunkan dengan menggunakan air bersih yang tersedia.
d.
Mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar Mencuci tangan dengan sabun telah menunjukkan penurunan terjadinya penyakit diare lebih dari 40 % (UNICEF/ WHO, 2013).
e.
Buang air besar di jamban Peningkatan sanitasi seperti buang air besar di jamban dapat menurunkan penyebaran
patogen
penyebab
diare
dengan
mencegah
lingkungan
terkontaminasi tinja manusia. Pendekatan baru yang dapat dilakukan dalam mengubah perilaku buang tinja dimana-mana adalah pencetusan adanya kebanggaan, malu, dan motivasi. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
14
f.
Membuang tinja bayi dengan benar Tinja bayi cenderung lebih mengandung patogen daripada dewasa dan banyak anak yang bermain diarea dimana banyak tinja ditemukan. Oleh karena itu, pembuangan tinja yang benar menjadi hal penting dalam menurunkan jumlah kasus diare (UNICEF/ WHO, 2013).
g.
Jaga kebersihan toilet dan kamar mandi Sebesar 88 % dari kematian diare di dunia diakibatkan oleh air yang tidak bersih, sanitasi yang tidak memadai dan higienitas yang buruk. Oleh karena itu, peningkatan akses air bersih dan sanitasi yang cukup dapat menurunkan jumlah kasus diare (UNICEF/ WHO, 2013).
h.
Cuci sayur dan buah dengan baik dan masak daging dengan sempurna sebelum dikonsumsi Makanan dapat terkontaminasi dengan agen penyebab diare pada semua tahap produksi dan preparasi dari periode pertumbuhan (penggunaan pupuk manusia) hingga penyiapan masakan (WHO, 2005). Oleh karena itu, mencuci sayur dan buah dengan baik dan masak daging dengan sempurna sebelum dikonsumsi dapat menurunkan paparan terhadap patogen yang dapat menyebabkan diare.
i.
Bersihkan dapur dan peralatan masak dengan baik terutama setelah mengolah daging yang berasal dari unggas atau mamalia Membersihkan dapur dan peralatan masak dengan baik dapat menurunkan paparan terhadap patogen yang dapat menyebabkan diare.
j.
Memberikan imunisasi campak pada anak Pemberian imunisasi dapat membantu dalam penurunan kematian akibat diare dalam 2 cara yaitu dengan membantu mencegah infeksi yang langsung menyebabkan diare dan mencegah infeksi yang dapat menyebabkan diare sebagai komplikasi dari penyakitnya seperti campak. Diare pun merupakan salah dari penyebab kematian paling umum didunia yang dihubungkan dengan campak (UNICEF/ WHO, 2013).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pembuatan poster edukasi diare pada anak dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam edukasi kesehatan kepada masyarakat umum.
5.2 Saran Poster edukasi diare pada anak sebaiknya dipublikasikan untuk meningkatkan pemahaman kesehatan bagi masyarakat umum.
15 Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Batam. (2013). Diare Anak dan Penanganannya yang Tepat di Rumah. Batam: Bapelkes. Didapat dari http://bapelkesbatam.or.id/diare-anak-danpenanganannya-yang-tepat-di-rumah/ Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Buku Saku Petugas Kesehatan. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Dipiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., dan Dipiro, C.V. (2009). Pharmacotherapy Handbook, 7th edition. New York: McGraw-Hill. The United Nations Children’s Fund (UNICEF)/ World Health Organization (WHO). (2013). Diarrhoea: Why Children Are Still Dying and What Can Be Done. New York: UNICEF. World Health Organization. (2005). The Treatment of Diarrhoea: A Manual for Physicians and Other Senior Health Workers. Geneva : WHO. World Health Organization. (2013). Diarrhoeal Disease: Fact Sheet N°330. Geneva: WHO.
16 Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013
17
Lampiran 1. Poster edukasi diare pada anak
Laporan praktek…., Ayun Erwina Arifianti, FF, 2013