LAPORAN HASIL KUNJUNGAN KERJA KOMISI VI DPR-RI KE PROVINSI SULAWESI TENGAH , MALUKU DAN NUSA TENGGARA TIMUR MASA RESES SIDANG IV TAHUN SIDANG 2006-2007 Tanggal, 23 s/d 27 Juli 2007 I. Pendahuluan A. Dasar 1. Keputusan Pimpinan DPR-RI Nomor: .../.../..../2007
Tanggal ..i 2007 tentang Penugasan Anggota Komisi I s/d XI DPR-RI untuk melakukan Kunjungan Kerja Berkelompok dalam Masa Reses Masa Persidangan IV Tahun 2006-2007 2. Keputusan Rapat Intern Komisi VI DPR-RI tanggal ..... 2007 mengenai Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja Komisi VI DPR-RI pada Masa Persidangan IV tahun Sidang 2006-2007
B. Maksud dan Tujuan Laporan ini dimaksudkan untuk memberi gambaran tentang berbagai temuan hasil Kunjungan Kerja Komisi VI DPR-RI yang terkait dengan bidang tugasnya di Provinsi Sulawesi Tengah, Maluku dan Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam rangka memenuhi salah satu fungsi Dewan sebagaimana diatur dalam Tata Tertib DPR-RI ini dengan tujuan sebagai bahan masukan bagi pemerintah untuk ditindak-lanjuti sesuai ketentuan yang berlaku.
C. Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja
Sasaran kunjungan kerja titikberatkan pada aspek: 1. Pengawasan Pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan dan Pengawasan terhadap kinerja lembaga-lembaga/badan yang berada di dalam lingkup mitra kerja Komisi VI DPR-R; 2. Pembahasan perkembangan daerah, khususnya yang berkaitan dengan bidang mitra kerja Komisi VI DPR-RI; 3. Memonitor situasi lapangan serta menampung aspirasi yang berkembang berkaitan dengan pengembangan Investasi, Industri, Perdagangan, Koperasi dan UKM, penciptaan lapangan kerja, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Adapun Obyek yang dikunjungi dan dibahas meliputi:
1. Provinsi Sulawesi Tengah : a. Pemda Provinsi Sulawesi Tengah b. PEMKOT PALU c. BUMN Pupuk (PUSRI) dan Perkebunan (PT. PN XIV) d. BUMN Perbankan (Bank BNI, Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BTN , BPD Sulteng) e. BKPMD dan KADINDA Provinsi Sulawesi Tengah e. PT. KINDO, APECTI, dan Asosiasi Rotan f. PT. Leang Yang (Industri Furniture Ebony), CV Liwang (Industri Mebel Kayu), PT. Faireo Santosa Abadi (Industri Pengolahan Rotan) g. PT. Bhanda Ghara Reksa cabang Sulawesi Tengah 2. Provinsi Maluku a. b. c.
Pemda Provinsi Kalteng BUMN Perkebunan (PT. PN XIII) BUMN Pupuk (PT. PUSRI dan PT. PKT)
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007
1
BUMN Pertambangan (PT. Pertamina dan PT. PLN) BUMN Perbankan (KBI Kalteng, BRI, Bank Mandiri, BNI dan BTN) Koperasi Pegawai Negeri (KPN) SMPN I Katingan dan Koperasi Albarokah, Basarang, Kab. Kapuas, Kalteng g. Sentra Industri Pengolahan Rotan setengah jadi Katingan, Kalteng d. e. f.
3. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Pemda Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) BUMN Pelabuhan / Logistik (PT. ASDP) PT. Jamostek, PT. Asuransi Jasa Raharja PT. Semen Kupang BUMN Konstruksi dan Konsultan (PT. Hutama Karya, PT. Bina Karya dan PT. Virama Karya) BUMN Perbankan (PT. Bank BRI, PT. Bank BNI, PT. Bank Mandiri, PT. Bank BTN ) Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Kadinda dan BKPMD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT); Sentra Industri Kecil/Kain Tenun Ikat Ina Ndao Kupang
D. Waktu dan Acara Kunjungan Kerja
(Terlampir)
E. Anggota Tim Kunjungan Kerja
(Terlampir)
II. DESKRIPSI UMUM DAERAH KUNJUNGAN KERJA 2.1. Provinsi Sulawesi Tengah Dengan luas wilayah daratan 68,033 km² serta luas keseluruhan sekitar 189,480 km2 dan jumlah penduduk sekitar 2.242.914 jiwa yang dibagi menjadi 9 kabupaten dan 1 kota, Provinsi Sulawesi Tengah memang merupakan wilayah yang sangat potensial untuk pengembangan industri dan perdagangan. Apabila dilihat per sektor, sumbangan volume ekonomi sektor industri mulai tahun 2001 – 2005 menyumbang sebesar 6,64 % dan sektor perdagangan sebesar 6,51 %. Artinya, sumbangan kedua sektor ini telah mencapai 13,15 % terhadap PDRB. Seperti diketahui sejak tahun 2001 lalu perekonomian Sulawesi Tengah sudah bangkit menuju arah perbaikan dengan ditandai pertumbuhan ekonomi di atas angka 4 %, tepatnya sebesar 4,21 %, berikutnya tahun 2002 proses perbaikan demi perbaikan sudah semakin nampak berjalan dengan lancar, dan tumbuh lagi sebesar 5,19 %, sedikit lebih besar dibandingkan dengan tahun 2001. Pada tahun 2003 perbaikan ekonomi Sulawesi Tengah sudah semakin nyata, dengan pertumbuh hingga sebesar 6 %. Selanjutnya sampai akhir tahun 2004 pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah telah menembus angka 7,15 %. Terakhir walaupun dibayangi oleh adanya kenaikan BBM dan inflasi yang tinggi namun tahun 2005 pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah tetap meningkat hingga menembus angka 7,35 %. Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007
2
Sementara itu dari kinerja ekspor, ekspor non migas Sulawesi Tengah tahun 2005 menunjukkan total nilai US$ 142,791 milyar, atau mengalami kenaikan 12,75 % apabila dibandingkan dengan tahun 2001 yang tercatat sebesar US$ 59,701 milyar. Selanjutnya untuk tahun 2003 realisasi ekspor non migas Sulawesi Tengah tercatat sebesar US$ 157,047 milyar atau turun 0, 58 % dibandingkan tahun 2002.
2.2. DESKRIPSI PER BIDANG A. BIDANG INDUSTRI DAN PERDAGANGAN Kontribusi sektor Industri dan Perdagangan terhadap perekonomian Sulawesi Tengah dihasilkan dengan telah ditetapkannya arah kebijakan, sasaran, dan program pembangunan bidang industri dan perdagangan di Sulawesi Tengah. Adapun arah kebijakan, sasaran, dan program pembangunan Industri Sulawesi Tengah adalah sbb.: Arah Kebijakan Pembangunan Industri
Peningkatan nilai tambah dan produktivitas melalui pengembangan industri dalam rangka pengembangan rantai nilai untuk membentuk industriindustri yang kuat, meningkatkan nilai tambah dari setiap produk yang dibuat baik pada industri ataupun pada rantai nilainya, memperpanjang rantai nilai baik dengan meningkatkan inovasi maupun penguasaan pasar, meningkatkan efisiensi rantai nilai untuk meningkatkan keseluruhan produktivitas. Pengembangan klaster industri dengan memperkuat industri-industri yang terdapat dalam rantai nilai, yang mencakup industri inti, industri terkait, dan industri pendukung, dengan keunggulan lokasi, yang dapat mendorong keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif; Memperkuat keterkaitan antar klaster dalam satu sektor maupun dengan klaster pada sektor lainnya, sekaligus mendorong kemitraan antara IKM dengan perusahaan besar dan kaitan interaktif yang relevan lainnya, sehingga membentuk jaringan industri serta struktur yang mendukung peningkatan nilai tambah melalui peningkatan produktivitas; Mendorong tumbuhnya industri terkait yang memerlukan suplai bahan baku dan penolong yang sama, sehingga memperkuat kemitraan antara industri inti, terkait, dan pendukung; Memfasilitasi upaya-upaya pemasaran dalam maupun luar negeri.
Pengembangan lingkungan bisnis yang nyaman/kondusif dengan mengambangkan infrastruktur pendidikan dan pelatihan di bidang teknik dan manajerial; memperluas infrastruktur fisik; memperluas infrastruktur bisnis jasa, termasuk jasa profesi dan jasa publik; mengembangkan riset dan teknologi untuk meningkatkan inovasi yang berorientasi pasar; menyempurnakan dan mengimplementasikan perangkat hukum yang terkait dengan pengembangan dunia usaha; menyempurnakan kebijakan perdagangan dan kebijakan investasi dalam rangka mendukung pengembangan industri.
Pembangunan industri yang berkelanjutan dengan memperhatikan aspek lingkungan dalam pengembangan industri sehingga menghasilkan produksi bersih; melakukan sosialisasi produksi bersih terutama terhadap industri-
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007
3
industri yang berpotensi menghasilkan limbah; menginternalisasikan biaya pengelolaan lingkungan ke dalam biaya produksi; mengembangkan zero waste industries; dan mengembangkan industri berbahan lokal yang terbaharukan.
Mengembangkan IKM agar perannya setara dengan industri besar sehingga merupakan fondasi perekonomian yang kokoh dan mewujudkan industri kecil dan menengah (IKM) yang mandiri dan atau mendukung industri besar dalam satu kerangka kerjasama yang sederajat dan saling menguntungkan.
Mendorong revitalisasi industri untuk meningkatkan daya saing industri.
Mendorong investasi industri baru, selama ini pertumbuhan investasi domestik dan luar negeri mengalami kinerja yang sangat rendah dan cenderung stagnan maka beberapa jenis industri yang menjadi prioritas untuk dikembangkan adalah: industri minyak, industri batu-batuan perhiasan dan industri garam.
Mengintegrasikan pembangunan industri di utara dan selatan Sulawesi Tengah yang selama ini masih terjadi ketimpangan. Jenis industri yang menjadi prioritas untuk dilakukan integrasi adalah: industri pengolahan kayu dan produk dari kayu serta industri pengolahan kulit.
Adapun sasaran pembangunan bidang industri adalah:
Pada skala industri besar dan menengah diperkirakan akan meningkatnya jumlah unit usaha naik sebesar 0,54 % dari kondisi tahun 2004 yakni antara tahun 2005-2006, nilai investasi naik sebesar 1,13 % dari kondisi tahun 2004 serta penyerapan tenaga kerja naik 0,39 % dari kondisi tahun 2004.
Pada skala industri kecil dan kerajinan diperkirakan akan meningkatnya jumlah unit usaha naik sebesar 16,10 % dari kondisi tahun 2004, nilai investasi sebesar 5,89 % dari kondisi tahun 2004 serta penyerapan tenaga kerja naik 3,52 % dari kondisi tahun 2004.
Melanjutkan program revitalisasi, konsolidasi, dan restrukturisasi industri serta memperkuat struktur industri untuk membangun pilar-pilar industri masa depan.
Meningkatkan komponen lokal dan sumberdaya lokal dengan mengoptimalkan potensi pasar di dalam negeri. Meningkatkan daya saing industri terpilih dan meningkatkan ekspor serta mengembalikan kinerja industri yang terpuruk akibat krisis.
Terciptanya iklim usaha yang lebih kondusif baik bagi industri yang sudah ada maupun investasi baru dalam bentuk tersedianya layanan umum yang baik dan bersih dari KKN, sumber-sumber pendanaan yang terjangkau, dan kebijakan fiskal yang menunjang sehingga mampu menumbuhkan industri potensial.
Peningkatan pangsa sektor industri manufaktur di pasar domestik, baik untuk bahan baku maupun produk akhir, sebagai cerminan daya saing sektor ini dalam menghadapi produk-produk impor serta mempercepat pertumbuhan IKM, khususnya industri menengah.
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007
4
Menciptakan usaha industri yang tangguh dengan keluaran diharapkan dapat mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan dengan menciptakan lapangan kerja baru serta percepatan perkembangan ekonomi dan pemerataannya.
Meningkatnya proses alih teknologi dari Foreign Direct Investment (FDI) yang dicerminkan dari meningkatnya pemasokan bahan antara dari produk lokal dan meningkatkan kandungan bahan baku/penolong lokal.
Meningkatnya penerapan standarisasi produk industri manufaktur sebagai faktor penguat daya saing produk serta meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi.
Sedangkan arah kebijakan pembangunan bidang perdagangan adalah:
Meningkatkan pertumbuhan ekspor non migas di Sulawesi Tengah berbasis sumber daya alam, teknologi dan produk unggulan daerah.
Melakukan debirokratisasi dalam pelayanan perijinan pengelolaan aktivitas ekspor impor (pelayanan satu atap). Mendorong secara bertahap perluasan basis produk ekspor dengan tetap memperhatikan kriteria produk ekspor yang ramah lingkungan.
Peningkatan nilai tambah ekspor secara bertahap terutama dari dominasi bahan mentah ke dominasi barang setengah jadi dan barang jadi disertai upaya pengurangan ketergantungan bahan baku impor.
Revitalisasi kinerja kelembagaan promosi ekspor serta perkuatan kapasitas kelembagaan dalam bentuk pelatihan investasi, tata cara ekspor dan pembinaan secara sinergis, simultan, dan berkelanjutan.
Peningkatan fasilitasi perdagangan melalui penyederhanaan prosedur ekspor impor, menerapkan konsep single document, menyederhanakan sistem tata niaga untuk komoditi strategis dan yang tidak memerlukan pengawasan serta perkuatan kapasitas lembaga uji mutu produk ekspor impor.
Optimalisasi sarana penunjang perdagangan internasional seperti kelembagaan free financing untuk ekspor, fasilitasi modal kerja dengan bunga non komersial bagi UKM/IKM agroindustri yang berorientasi ekspor dan bertumpu pada sumber daya lokal, dan pemberdayaan lembaga-lembaga pelatihan dan promosi ekspor daerah seperti P3ED.
Penguatan pasar dalam negeri melalui peningkatan kualitas SDM, kualitas produk sesuai dengan ISO, dan kemitraan untuk menjamin kontinuitas produk.
Harmonisasi kebijakan pusat dan daerah, penyederhaan prosedur dan perijinan yang selama ini belum efisien (waktu, biaya) serta telah menjadi penghambat kelancaran arus barang dan pengembangan kegiatan jasa perdagangan.
Perkuatan lembaga perdagangan melalui sosialisasi keberadaan lembaga perlindungan konsumen, kemetrologian, kelembagaan persaingan usaha serta kelembagaan perdagangan lainnya.
Fasilitasi pengembangan prasarana distribusi tingkat regional dan sub sistem pada daerah tertentu seperti kawasan perbatasan dan daerah terpencil serta peningkatan dan pengembangan sarana penunjang perdagangan melalui
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007
5
pengembangan jaringan informasi produksi, pasar, dan peningkatan pasar lelang ditingkat lokal dan regional.
Peningkatan efektivitas pelaksanaan perlindungan konsumen, terwujudnya tertib niaga dan perkuatan sistem pengawasan barang beredar dan jasa.
Sementara sasaran pembangunan perdagangan adalah:
Meningkatnya nilai ekspor non migas Sulawesi Tengah secara bertahap hingga menjadi US$ 26,421 milyar pada tahun 2003.
Terkendalinya impor non migas Sulawesi Tengah dalam rangka menjaga keseimbangan neraca perdagangan dan pemberdayaan produk dalam negeri.
Terwujudnya keseimbangan permintaan dan penawaran untuk menjaga stabilitas harga.
Meningkatnya pelayanan publik dan perlindungan konsumen melalui peningkatan penyediaan standar layanan minimum pada lembaga sertifikasi mutu barang dan standarisasi.
Berkembangnya pasar spesifik produk UKM/IKM dan hasil pertanian di Sulawesi Tengah sehingga terbentuk harga yang wajar dan transparan.
Menurunnya tingkat pengangguran dan kerawanan sosial serta meningkatnya daya beli masyarakat.
Menjadikan ekspor sebagai andalan pertumbuhan ekonomi daerah, penciptaan lapangan kerja dan peningkatan nilai tambah serta peningkatan devisa termasuk didalamnya transfer teknologi dalam rangka mendukung daya saing global produk unggulan Sulawesi Tengah terutama yang berbasis keunggulan SDA dan SDM dengan menghapus segala bentuk perlakuan diskriminatif dan hambatan yang ada.
B. BIDANG BUMN dan INVESTASI Dalam upaya meningkatkan kinerja investasi di Sulawesi Tengah, Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah telah melakukan pemetaan. Hasil pemetaan yang telah dilakukan berupa produk unggulan Sulawesi Tengah yaitu di sektor primer adalah Perikanan tangkap, Perikanan budidaya, Perkebunan (Kakao dan Kelapa), dan Sapi serta UKM dan kerajinan. Sektor sekunder (industri pengolahan kayu, rotan, kakao, kelapa, jagung terpadu, ikan dan rumput llaut,) dan sektor tertier (pengolahan air bersih, kelistrikan, perdagangan ekspor, jasa dan pariwisata). Dalam pengembangan produk unggulan tersebut pemerintah daerah provinsi Sulawesi Tengah telah membuat studi kelayakan guna ditawarkan kepada investor/calon investor melalui promosi dalam negeri maupun luar negeri yang bekerjasama dengan pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah pusat. Dengan iklim investasi Sulawesi Tengah yang makin kondusif serta pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana fisik terus dilakukan, maka prospek investasi yang akan datang cukup menjanjikan baik di bidang industri manufaktur, infrastruktur, agroindustri, dan agro bisnis serta jasa dan perdagangan. Sementara itu pemerintah daerah provinsi Sulawesi Tengah juga telah mengeluarkan beberapa kebijakan dalam rangka melindungi investasi yang ada, seperti: Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007
6
Fasilitasi penyelesaian masalah penanaman modal melalui Dewan Konseling Investasi dengan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Tengah yang bertugas memfasilitasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh investor untuk dicarikan solusi pemecahannya.
Koordinasi dalam kegiatan perencanaan dan pengembangan, promosi, perijinan penanaman modal dan pengawasan pelaksanaan penanaman modal dengan instansi terkait di provinsi dan kabupaten/kota di Sulawesi Tengah cukup baik, semua pihak bertekad untuk meningkatkan investasi serta menciptakan iklim investasi yang kondusif di Sulawesi Tengah melalui serangkaian pembangunan kebijakan dan perbaikan institusi.
Dari kinerja rasionalisasi investasi, periode Januari sampai dengan Desember 2006 ini jumlah investasi yang disetujui oleh BKPMD dan Pemerintah sebanyak 25 PMDN dengan jumlah investasi sebesar Rp. 4,127,503 juta sedangkan rasionalisasi investasi, periode Januari sampai dengan Desember 2006 ini jumlah investasi yang disetujui oleh BKPMD dan Pemerintah sebanyak 22 PMA dengan jumlah investasi sebesar Rp. US$ 18,829 ribu dan rasionalisasi investasi, periode Januari sampai dengan Desember 2006 ini jumlah investasi yang disetujui oleh BKPMD dan Pemerintah sebanyak 6 PMA Rupiah dengan jumlah investasi sebesar Rp. 30,412 juta Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah adalah wilayah yang termasuk banyak dijadikan domisili beberapa BUMN. Pada kunjungan kerja tim Komisi VI DPR RI kali ini difokuskan kepada persoalan spesifik seperti soal kelangkaan pupuk, pengolahan kakao dan gula yang terkait dengan PT. ASKINDO, APEGTI, asosiasi rotan dan masalah gula yang terkait dengan PTPN-PTPN dan RNI, yang selama ini menjadi concern Komisi VI DPR RI, serta beberapa BUMN yang saat ini masih mangalami kesulitan seperti PT. Bhanda Ganda Reksa, PUSRI dan PTPN XIV.
C. BIDANG KOPERASI DAN UKM Pembangunan Koperasi dan UKM di Sulawesi Tengah walaupun mulai nampak perkembangan yang positif, namun secara umum tidak terlepas dari masih banyaknya kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi dan UKM yang perlu tetap mendapat perhatian pembenahan dan dukungan secara berkelanjutan, antara lain: 1. Rendahnya produktivitas dan daya saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) terutama dalam bidang manajemen, kelembagaan, pemasaran, dan penguasaan teknologi informasi sehingga menimbulkan disparitas usaha yang sangat lebar antar pelaku usaha. 2. Terbatasnya akses Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) terhadap sumberdaya produktif yang terutama meliputi tiga aspek penting, yaitu modal usaha yang bukan saja mencakup penyediaan kredit modal kerja tetapi juga kredit investasi; informasi; dan pasar. Pemerintah daerah provinsi Sulawesi Tengah juga telah menetapkan arah kebijakan yang akan dilaksanakan dalam rencana pembangunan jangka menengah ke depan dalam pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah: 1.
Mengembangkan UKM yang diarahkan untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, penciptaan lapangan kerja, peningkatan produktivitas dan daya saing. Sedangkan
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007
7
pengembangan usaha skala mikro diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. 2.
Memperkuat kelembagaan melalui penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik (good governance) dan berwawasan gender.
3.
Memperluas basis dan kesempatan berusaha serta menumbuh kembangkan wirausaha baru berkeunggulan prima untuk mendorong pertumbuhan, peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja.
4.
Mengembangkan KUMKM untuk lebih berperan sebagai penyedia barang dan jasa di pasar domestik yang semakin berdaya saing dengan produk impor.
5.
Membangun tatanan kelembagaan dan organisasi koperasi, meningkatkan kepedulian dan dukungan pemangku kepentingan (stakeholders) dan meningkatkan kemandirian gerakan koperasi.
Berangkat dari potensi dan permasalahan KUKM dengan mengacu pada arah kebijakan yang akan dilaksanakan dalam RPJM pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, serta Rencana Strategis Kementerian KUKM 2005 – 2009 maka upaya yang akan dilaksanakan adalah: 1.
Meningkatnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi sesuai dengan jati diri koperasi. Untuk meningkatkan kualitas kelembagaan dan organisasi sesuai dengan jati dirinya dinas koperasi, pengusaha kecil dan menengah provinsi Sulawesi Tengah dalam periode 2006 – 2009 menargetkan sebanyak sebanyak 1.422 unit koperasi berkualitas. Dengan melakukan pembinaan pada 403.575 orang usahawan UMKM.
2.
Meningkatnya produktivitas usaha dan daya saing ekspor KUMKM di pasar bebas. Salah satu upaya untuk mewujudkannya adalah: a. Memberikan kesempatan kepada KUKM mengikuti kegiatan pameran baik di tingkat regional, nasional dan internasional, yang dibiayai baik dari dana APBD maupun APBN. b. Pengembangan pasar tradisional melalui pelaksanaan pasar rakyat yang pembiayaannya didukung dana APBD dan APBN.
3.
Perkuatan modal bagi KUKM baik yang dibiayai dari dana APBD maupun APBN pada Perkuatan permodalan bagi KUKM dari APBD selama periode 2005 s/d 2006 sebesar Rp. 6.435.751.000 di antaranya adalah program sentra kulakan koperasi (senkuko), Cokelat, pertanian, sapi dan kambing kredit lunak melalui BPR SULTENG dan Bank SULTENG, Pengembangan Usaha Pengadaan Pangan Sistem Bank Padi, Sertifikasi tanah bagi PMK, pengembangan usaha mikro melalui KSU/USP Koperasi.
Sedangkan dilihat dari aspek perkembangan Koperasi Aktif dan Koperasi Tidak Aktif di Sulawesi Tengah pada kurun waktu 5 tahun terakhir mengalami pasang surut peningkatan dan atau penurunan. Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan Koperasi Aktif antara lain disebabkan adanya peningkatan pengelolaan kelembagaan dan usaha yang dikelola koperasi, disamping adanya koperasi-koperasi baru yang tumbuh berkembang dengan baik. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan koperasi aktif, diantaranya; disamping adanya pembubaran sejumlah koperasi yang sudah tidak Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007
8
aktif, dipengaruhi pula oleh adanya perubahan kriteria koperasi aktif dan tidak aktif. Kriteria koperasi aktif adalah:
Memiliki anggota 20 orang dan selalu bertambah Memiliki kantor dan ada papan nama koperasi Kegiatan usaha masih jalan dan layak Memiliki pengurus minimal 3 orang dan pengawas minimal 1 orang Kelembagaan masih jalan Melaksanakan RAT berturut-turut
Kriteria koperasi tidak aktif adalah:
Jumlah anggota 20 orang/keanggotaan tidak aktif/tidak ada anggota Tidak melaksanakan RAT selama 2 tahun berturut-turut Alamat kantor tidak jelas (kantor tidak ada) Kegiatan usaha tidak layak lagi/tidak ada Pengurus maupun pengawas tidak ada/tidak aktif
IV. PERMASALAH SPESIFIK DAN REKOMENDASI A. PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH Permasalahan : 1. Alokasi kebutuhan pupuk per kabupaten per bulan selalu mengalami kekurangan, yang berakibat terjadi kelangkaan dan kenaikan harga pupuk pada saat musim tanam. Kondisi tersebut diperparah lagi dengan penyerapan pupuk oleh petani yang belum masuk kategori pupuk bersubsidi. 2. Illegal logging yang lebih banyak mengorbankan rakyat kecil, hal ini didasari atas ketidakpastian hukum yang ada. 3. Infrastruktur yang belum memadai bagi SULTENG yang menyebabkan kurang minatnya investor dalam menanamkan modalnya di SULTENG Rekomendasi : 1. Alokasi pupuk bersubsidi hendaknya dipenuhi sesuai dengan kebutuhan riil petani termasuk kebutuhan untuk perikanan dan pertanian, dan memperjuangkan kemudahan pada petani agar mendapatkan pupuk bersubsidi. 2. Mengkaji kembali keberadaan Illegal logging yang banyak mengorbankan usaha/orang kecil daripada pengusaha besar. 3. Perencanaan dan pembangunan infrastruktur di SULTENG secara berkelanjutan agar dapat menunjang pertuimbuhan ekonomi SULTENG. 4. Agar DPR RI mendesak pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah tentang Penanaman Modal sebagai pelaksanaan dari pasal 13 huruf n UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan diminta agar pelayanan perijinan investasi PMDN/PMA dilakukan dengan sistem satu atap di provinsi dan untuk non PMDN/PMA di kabupaten/kota. 5. Guna menjaga terpenuhinya kebutuhan tetes tebu untuk kepentingan industri dalam negeri, perlu dipertimbangkan oleh pemerintah untuk memberlakukan pajak ekspor tetes tebu, mengingat saat ini sebagian besar tetes tebu diekspor dengan harga yang cukup tinggi dibanding dengan penggunaan kebutuhan industri dalam negeri. Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007
9
B. Pemerintah Kota Palu Permasalahan : Secara umum kinerja Pemerintah Kota Palu dapat dinilai cukup baik. Hal tersebut dapat dilihat pada rencana dan beberapa program pertumbuhan ekonomi yang cukup, hal ini terlihat dari peningkatan investasi, pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah, menjadikan Kota Palu sebagai gerbang ekonomi Indonesia Timur, pembangunan infrastruktur yang memadai, dan lain-lain. Rekomendasi : 1. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan Kementerian terkait khususnya untuk percepatan pertumbuhan ekonomi Kota Palu. 2. Komisi VI DPR RI akan mendukung program Pemerintah Kota Palu untuk melaksanakan percepatan pembangunan infrastruktur Kota Palu. C. Bank Indonesia, BANK MANDIRI, BANK BTN, Bank BRI, Bank BNI, BANK BUKOPIN, Bank SULTENG, BANK Syariah Mandiri, Bank Muammalah, Bank BCA, Bank Danamon, Bank Panin, Bank Mega, Bank Internasional Indonesia, Bank Mega, Bank BPR yang ada di Sulawesi Tengah Permasalahan : Kinerja perbankan di Sulawesi Tengah dapat dinilai cukup memuaskan. Hal tersebut dapat dilihat dari besarnya nilai deviden dan jumlah pihak ketiga, serta kecilnya NPL (rata-rata 1,5 – 2,5%). Begitu juga dengan program-program Kredit bagi UMKM (kerjasama dengan 124 KKMB), pembiayaan UMKM yang mewajibkan menjadi sebagai program kerja dan melaksanakan pertemuan tripartit yang tidak hanya ditingkat PROVINSI Sulawesi Tengah. Namun demikian kendala yang dihadapi saat ini adalah bahwa kondisi makro ekonomi, kondisi keamanan dan keterbatasan ruang gerak untuk melakukan ekspansi kredit khususnya bagi UMKM. Rekomendasi : 1. Komisi VI DPR RI senantiasa mendukung program kerja yang telah dilaksanakan oleh perbankan di Sulawesi Tengah teterutama bagi perbankan yang berpihak pada UKM.
2. Komisi VI DPR RI akan memberikan dukungan dengan membentuk Lembaga Penjaminan Kredit Daerah (LPKD) yang dapat menjadi mediator antara kreditur dan debitur.
D. PT. Leang Yang, PLTU Mpanau SMK Negeri 5 Kriya Rotan, CV. Liwan Kota Palu dan Kerajinan Sutra Tenun Watusampu Donggala Permasalahan : Apabila dilihat dari performance, ketiga perusahaan dan UKM ini telah mencapai pada tingkat yang sehat dan bahkan ikut memberikan kontribusi yang cukup besar dalam menggerakkan perekonomian ekonomi daerah dan bagi pendapatan daerah.
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007
10
Rekomendasi : Komisi VI DPR RI akan mendesak pemerintah khususnya Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan untuk memberikan dukungan dalam pengembangan usaha-usaha perusahaan dan UKM diatas. Khusus untuk PT. Leang Yang Komisi VI DPR RI meminta kepada Kepolisian dan Departemen Kehutanan untuk senantiasa mengkaji kembali kasus illegal logging yang melibatkan pemasok kayu menjadi dari petani-petani kecil. Dan untuk melakukan sweeping dan menindak tegas oknum-oknum yang terlibat. Dan meminta PEMKOT untuk lebih pro-aktif dalam menangani kasus ini. Dan Komisi VI mendukung dalam pengembangan sekolah ketrampilan seperti sekolah rotan di SMK negeri 5 Kriya Rotan. E. PTPN XIV, PUSRI dan PT. Bhanda Graha Reksa Permasalahan: Komisi VI DPR RI dalam memonitor langsung terhadap kinerja BUMN yang berada di dalam lokasi wilayah kunjungan kerja yakni di Sulawesi Tengah. Dari pertemuan dengan jajaran Kepala Cabang BUMN ini diperoleh informasi bahwa BUMN-BUMN merupakan BUMN yang sehat dan saat ini berada pada posisi kinerja yang cukup. PT. Bhanda Graha Reksa telah mampu meningkatkan pendapatannya dari tahun ketahun, PT. PUSRI yang senantiasa memenuhi kebutuhan pupuk bagi petani walaupun kondisi PUSRI hanyalah sebagai distributor dengan stok terbatas dan PTPN XIV yang sudah optimal dalam berkontribusi bagi perkembangan pertanian dan perkebunan di SULTENG walaupun saat ini manajemen di PTPN XIV masih baru. Rekomendasi : Dalam pertemuan dengan jajaran kepala cabang diperoleh kesimpulan bahwa pemerintah harus melakukan upaya penyelamatan bahan-bahan baku untuk kepentingan industri dalam negeri daripada kepentingan ekspor seperti gas, phospat, sulfur, dan peningkatan kinerja bagi PTPN. G. Kelompok Rumput Laut Permasalahan: Selain berkunjung ke beberapa BUMN dan melihat perkembangan industri dan perdagangan di Sulawesi Tengah, tim Komisi VI DPR RI juga berkunjung ke Koperasi Rumput Laut Palu. Koperasi ini telah memiliki anggota sebanyak 100 orang. Bidang usaha yang dikembangkan oleh budidaya rumput laut, Kelompok rumput laut adalah merupakan kelompok yang kini menjadi koperasi rumput laut dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami kesulitan dalam pengembangannya. Kendala yang dihadapi adalah persoalan modal kerja yang sangat sulit didapat. Selain itu, lemahnya pengembangan kemampuan SDM juga menjadi kendala yang berdampak pada menurunnya pemasaran. Rekomendasi: 1. Komisi VI DPR RI akan membahas secara khusus kepada Menteri Negara Koperasi dan UKM terkait pemberdayaan SDM, pemasaran dan pemberian modal bagi Koperasi Rumput Laut ini. 2. Komisi VI DPR RI akan menyampaikan kepada Menteri Perdagangan dan Perindustrian agar bantuan yang diberikan kepada industri/usaha kecil menengah bukan hanya sekedar bantuan finansial, namun diberi bantuan Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007
11
akses atau fasilitas untuk dapat mengembangkan kemampuan menghasilkan produk yang berkualitas dan inovatif.
H. KADIN, PT. ASKINDO, APEGTI dan Asosiasi Rotan Permasalahan: Perjalanan berikutnya, tim Komisi VI DPR RI kemudian melakukan pertemuan dengan KADIN, PT. ASKINDO, APEGTI dan Asosiasi Rotan, tim Komisi VI DPR RI secara khusus membahas tentang permasalahan cacao dan gula terutama yang terkait dengan peluang dan SDA Sulawesi Tengah. Dalam pertemuan tersebut dijelaskan bahwa pelaksanaan ekspor, impor dan pemenuhan kebutuhan dalam negeri dilakukan sendiri oleh mereka, mulai dari pengurusan ijin impor, tender pengadaan, pengawasan kedatangan di pelabuhan, hingga penetapan distributor yang berkoordinasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat. Mitra yang ditunjuk dalam pelaksanaan impor ini adalah distributor atau pedagang yang selama ini telah terbiasa membeli langsung dari petani. Sementara itu untuk pemberian dana talangan dimaksudkan agar petani mendapatkan uang tunai tanpa harus menunggu semua hasil miliknya terjual. Adanya dana talangan juga memungkinkan mereka terhindar dari dampak fluktuasi harga dunia yang cenderung kurang menguntungkan. Mengingat apabila harga lelang di bawah harga dasar patokan dana talangan, risiko ditanggung investor. Implementasi pengadaan dana talangan dilakukan petani bekerjasama investor. Formula bagi hasil merupakan pembagian dari selisih antara harga riil atau realisasi lelang terhadap dana talangan. Dalam kasus apabila harga lelang lebih rendah dibanding dana talangan, risiko kerugian ditanggung investor. Disamping mendapatkan bagi hasil terutama pada gula dengan formula 64% dari total produksi menjadi miliknya, petani juga mendapatkan sebanyak 25 kg untuk setiap ton tebu yang digilingkan ke PG dengan nilai harga jual rata-rata setahun.
Rekomendasi : 1. Komisi VI DPR RI mendukung sepenuhnya rencana investasi dan pengembangan kapasitas kakao, rotan dan pabrik-pabrik gula untuk mengantisipasi kebutuhan dalam negeri dan ekspor sebagai peningkatan pendapatan negara. 2. Komisi VI akan memperjuangkan keberadaan Lembaga Penelitian Kakao yang ada di Jember untuk menjadi PERUM. II. PROVINSI MALUKU Kondisi geografis Maluku yang terdiri dari pulau-pulau dan perairan yang sangat luas. Kebutuhan masyarakat Maluku hampir kurang lebih 80% berasal dari luar daerah Maluku, diantaranya Pulau Jawa dan Sulawesi. Seluruh kebutuhan didatangkan melalui laut dengan kapal. Luas laut Maluku 658.294 KM2 (92,4%) dari total luas wilayah Maluku dengan potensi sumber daya perikanan 1.640.030 ton/tahun, menjadikan daerah Maluku mempunyai karakteristik wilayah laut dan laut menjadi andalan dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah Maluku. Sejak dahulu, Maluku terkenal sebagai daerah penghasil rempah-rempah, diantaranya Pala dan Cengkeh. Kualitas Pala, Cengkeh dan rempah-rempah Maluku memiliki keunggulan kualitas dan menjadi komoditas ekspor yang utama. Disamping Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007
12
panorama laut yang indah, yang dapat memberi nilai tambah bagi Maluku di bidang Pariwisata. Pascakonflik yang terjadi di Maluku, banyak infrastruktur yang rusak. Sehingga Pemerintah Provinsi Maluku sangat bergantung pada Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. Maluku sebagai daerah kepulauan sangat berpotensi menjadi daerah yang terisolir dan provinsi yang termiskin, karena tidak memiliki akses pendukung ke luar daerah lainnya, meski memiliki hasil laut yang dapat diunggulkan. Belum lagi indeks kemahalan atas barang-barang kebutuhan sehari-hari sebagai dampak dari mahalnya biaya transportasi. Penjelasan atas kendala dan hambatan ini disampaikan oleh Gubernur Provinsi Maluku Karel Albert Ralahalu pada saat menerima utusan Komisi VI DPR RI di Kantor Pemerintah Provinsi Maluku Senin 23 Juli 2007. III. DESKRIPSI PER BIDANG A. BIDANG INDUSTRI DAN PERDAGANGAN Sektor industri yang berkembang di daerah Maluku adalah sektor perikanan dengan komoditi hasil olahan ikan. Selain itu Minyak Astiri (minyak kayu putih, cengkeh, pala da sereh) dan industri pengolahan kayu. Potensi sumber daya Perikanan sebesar 1.672.500 ton/tahun, jumlah penangkapan yang dibolehkan sebesar 1.301.800 ton/tahun dan yang baru dimanfaatkan sebesar 322.448,4 ton/tahun atau 19,81%. Ekspor ikan Maluku ke China 2.949 ton pada tahun 2006 dengan niali ekspor US$ 2.219,99. Australia 229,26 ton pada tahun 2006 dengan nilai ekspor US$ 531,12 untuk jenis ikan Tuna, Cakalang dan Cumi Beku. Untuk pengembangan sektor perikanan daerah Maluku, Pemerintah Provinsi menrencanakan dapat mengembangkan komiditi di daerah/kabupaten yang potensial menunjang kluster industri ikan dan harapan dapat membangun industri pengalengan ikan. Rata-rata perkembangan sektor perdagangan dari tahun 2001-2005 sebesar 25%. Sedangkan rata-rata perkembangan sektor Industri pada tahun yang sama sebesar 4,6%. Sumbangan sektor industri terhadap APBD Provinsi Maluku, pada tahun 2006 sebesar Rp 3.447.741.845,- dan menyerap tenaga kerja sampai dengan tahun 2006 sebanyak 53.373 orang. Untuk tahun 2007 APBD sebesar Rp 4.995.625.000 dan menyerap tenaga kerja sampai akhir tahun 2007 sebesar 1,8% atau mengalami kenaikan 982 tenaga kerja. Beberapa permasalahan yang menyebabkan fluktuasi perkembangan ekspor antara tahun 2002-2007 di Maluku; 1. Konflik sosial yang terjadi pada tahun 1999 dalam eskalasi yang tinggi, menyebabkan para investor di industri pengolahan kayu dan industri ikan hengkang dari Maluku. 2. Naiknya harga bahan bakar minyak memberi dampak pada penurunan penurunan produksi industri kayu dan perikanan. 3. Masih banyaknya perusahaan ekportir yang beroperasi di Maluku tapi tidak memiliki kantor Cabang di Maluku sehingga realisasi ekspor dilakukan di luar pulau maluku sehingga tidak mendorong ekspor Maluku dan tidak menghasilkan pendapatan bagi daerah. B. BIDANG BUMN dan INVESTASI
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007
13
Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) Pemerintah Provinsi Maluku pada tahun 2003-2008 memiliki visi ”Mewujudkan perbaikan dan pemulihan kembali perekonomian di daerah Maluku untuk menggerakkan kegiatan investasi”. Adapun tiga bidang prioritas untuk kebijakan program peningkatan investasi yakni: 1. Bidang Perikanan 2. Bidang Perkebunan (palawija), dan 3. Bidang Pariwisata (bahari) Realisasi atas persetujuan investasi di Maluku selama 2 tahun terakhir (2006-2007) mengalami kemajuan, yang ditandai dengan jumlah perusahaan PMA masuk sebanyak 5 proyek. Pada tahun 2006 2 proyek dengan nilai investasi sebesar 7.480 Ribu US$ di bidang perikanan. Pada tahun 2007 sebanyak 3 proyek dengan nilai investasi 313.000 Ribu US$ di bidang perkebunan. Adapun hambatan dan kendala yang dihadapi investor di Maluku diantaranya; masih kurangnya infrastruktur termasuk belum adanya kawasan investasi/kawasan industri di masing-masing kabupaten. Daerah Maluku sebagai Daerah Kepulauan memiliki biaya tinggi dalam hal transportasi, sehingga diperlukan aturan di bidang perpajakan. C. BIDANG KOPERASI DAN UKM Pengembangan Koperasi dan UKM di Maluku mengalami peningkatan dan mampu menyerap tenaga kerja lebih signifikan. Jumlah koperasi di Provinsi Maluku pada tahun 2006 sebanyak 1.792 Koperasi, dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 7.440 orang atau meningkat 110,8% dari tahun 2005 yang hanya mencapai 3.543 orang. Kebijakan Pemerintah Provinsi Maluku dalam upaya meningkatkan jumlah produktivitas sektor Koperasi dan UKM melalui Program: 1. Dukungan perkuatan bagi Koperasi dan UKM melalui kegiatan pelatihan, simpan pinjam Koperasi, penilaian KSP dan Akuntansi bagi pengeloka KUKM. 2. Dukungan perkuatan bagi peningkatan permodalan yang disalurkan melalui dana bergulir kepada Lembaga Keungan Mikro (LKM) dan Kelompok Usaha Produktif (KEP). Masukan terkait dengan RUU UMKM : a. Pasal 6 tentang kriteria usaha mikro dalam hal tenaga kerja dan kekayaan bersih perlu dipertimbangkan mengingat keberadaan UMKM di setiap daerah sangat berbeda. Untuk itu perlu ditinjau agar kriteria tersebut lebih diperlunak, mengingat ada sebagian kegiatan yang dijalankan oleh UMKM dikelola sendiri, dan untuk kekayaan bersih haruslah memperhatikan keberadaan UMKM di daerah dalam upaya mengembangkan peluang usaha memiliki kekayaan bersih yang sangat rendah. Sehingga diusulkan kekayaan bersih sebagai kriteria memiliki range diantara Rp 10.000.000 s/d Rp 50.000.000. b. Perlu mensinkronkan kriteria yang ada pada produk undang-undang yang dikeluarkan lintas sektoral sehingga dalam pelaksanaannya tidak terjadi perbedaan penafsiran tentang keberadaan UMKM. D. KUD ” SENYUM” Koperasi Unit Desa (KUD) SEjahtera, Nyaman Untuk Masyarakat (SENYUM) didirikan pada 21 Februari 1988, bertempat di Balai Desa Hutumuri, Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007
14
Kecamatan Teluk Ambon Baguala, Ambon-Maluku. Jumlah Anggota sampai akhir tahun 2003 berjumlah 462 anggota penuh. Pelayanan Koperasi difokuskan pada pemenuhan kebutuhan dan pelayanan kepada anggota dan masyarakat, antara lain penyediaan kebutuhan pokok dan membeli/menampung hasil perkebunan rakyat (Cengkeh dan pala). Sampai dengan akhir Desember 2003 ada 8 jenis usaha yang dilaksanakan: 1. Pertokoan 2. Penjualan BBM 3. Perdagangan hasil bumi 4. Angkutan darat 5. Usaha simpan pinjam 6. Jasa hiburan Playstation 7. Jasa Komunikasi, dan 8. Penjualan ice cream. KUD SENYUM telah melakukan Rapat Anggota Tahunan (RAT) sebanyak 19 kali. Total Aset yang dimiliki KUD SENYUM hingga tahun 2007 sebesar kurang lebih Rp 5 miliar. Permasalahan yang membutuhkan perhatian dari Komisi VI DPR RI: 1. Bantuan untuk mendapatkan izin usaha penangkapan ikan. 2. Bantuan untuk mendapatkan izin usaha perikanan. 3. Membutuhkan tambahan kapal penangkapan ikan. 4. Membutuhkan Cold Store/Lemari Pendingin untuk penyimpanan ikan. Rekomendasi: 1. Perlunya fasilitas pemerintah yang diarahkan untuk KUD SENYUM meski Kementerian Koperasi dan UKM mengalokasikan anggaran pengembangan Koperasi dalam APBN dengan jumlah yang tidak terlalu besar, dengan mensinergikan dengan Lembaga Keuangan Mikro untuk pengembangan Koperasi. 2. Mengupayakan membantu mendapatkan izin usaha penangkapan ikan dari Departemen Kelautan dan Perikanan melalui loby politik Komisi VI DPR RI. 3. Momentum Penyusunan RUU UMKM, dapat mengakomodasi unit usaha selain koperasi yakni mikro dan kecil, serta KUD SENYUM yang memiliki berbagai macam usaha dan Komisi VI DPR RI memberikan dukungan kepada KUD SENYUM. E. PT PELABUHAN INDONESIA IV Visi PT Pelindo IV Cabang Ambon yakni Menjadi perusahaan jasa kepelabuhan berstandar internasional yang mandiri, sehat dan menjamin kesinambungan sistem transportasi nasional. Beberapa permasalahan strategis tahun 2007: 1. Fasilitas Pangkalan Siwabessy tidak layak operasi, dermaga telah miring, fender dan bolder sebagian telah rusak dan penerangan belum terpasang. 2. Fasilitas pelabuhan kawasan Banda Naira belum memadai; penerangan dermaga belum memadai. 3. Belum tersedianya Kapal Tunda, sedangkan Pelabuhan Ambon merupakan Pelabuhan wajib tunda. F. PT ASDP INDONESIA FERRY Cabang Ambon
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007
15
Visi PT ASDP Indonesia Ferry Cabang Ambon yakni Menjadi operator jasa penyebrangan yang mampu memberikan yang terbaik tambah bagi perusahaan. Dalam pelaksanaan RKAP tahun 2007, PT ASDP Indonesia Ferry Cabang Ambon mengusulkan 3 (tiga) bidang usaha pokok: 1. Angkutan Penyeberangan Komersil 2. Angkutan Penyeberangan Perintis 3. Pelabuhan Penyeberangan, meliputi; a. Pelabuhan Penyeberangan Poka b. Pelabuhan Penyeberangan Galala c. Pelabuhan Penyeberangan Namlea d. Pelabuhan Penyeberangan Hunimua d. Pelabuhan Penyeberangan Waipir
III.DESKRIPSI UMUM DAERAH KUNKER 3.1. PROVINSI Nusa Tenggara Timur (NTT) Dengan luas wilayah sekitar 47.349,9 km2 berupa daratan dan 200.000 km2 berupa lautan dan jumlah penduduk sekitar 4.260.294 jiwa yang dibagi menjadi 18 kabupaten dan 1 kota, Provinsi NTT memang merupakan wilayah / daerah kepulauan dengan jumlah pulau besar maupun kecil mencapai 1.192 yang telah bernama 473 pulau. Adapaun kondisi iklim relatif kering karena dalam satu tahun hanya 4 bulan saja mengalami masa hujan atau bulan basah dan sisanya 8 bulan merupakan bulan kering. Berdasarkan kinerja ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi provinsi NTT selama 4 tahun terakhir relatif stagnan dimana pada tahun 2003 sebesar 4,57 % menjadi 4,96% pada tahun 2006; sementara nilai ekspor justru mengalami penurunan dari 22.169 ribu US $ tahun 2003 menjadi 12.000 ribu US $ tahun 2006. Inflasi sebagai indikator kenaikan harga barang-barang secara umum naik dari 5,45% menjadi 9,6% . Adapun pendapatan per kapita selama 4 tahun terakhir naik dari Rp 2,5 juta tahun 2003 ke Rp 3,6 juta tahun 2006. Pertumbuhan PDRB selama 3 tahun terakhir didominasi oleh sektor pertanian yang berkisar pada angka 40,3% sampai 42,87%; disusul sektor perdagangan, hotel dan restauran yang mencapai 14-15% dan jasa lainnya 21-24%. Sektor industri manufaktur sebesar 1,49%. 3.2. DESKRIPSI PER BIDANG A. BIDANG INDUSTRI DAN PERDAGANGAN Kontribusi sektor Industri dan Perdagangan terhadap perekonomian Nusa Tenggara Timur yang ditunjukkan dengan PDRB sektoral dapat ditunjukkan sebagai berikut tahun 2005, sektor industri pengolahan menyumbang 1,81% dan Perdagangan 1,49% dari nilai PDRB atas dasar harga berlaku sebesar Rp 14,602 miliar. Adapun visi dan misi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah: Visi : Berkembangnya sektor industri dan perdagangan sebagai kekuatan ekonomi yang tangguh Misi : Sebagai penggerak perkembangan ekonomi yang berkelanjutan , berwawasan lingkungan dengan memperhatikan aspek ekonomi daerah, persaingan sehat dan perlindungan konsumen Sedangkan tujuan pembangunan industri dan perdagangan di Provinsi NTT adalah: Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007
16
a. Bidang Industri Peningkatan daya saing – inovasi Penyerapan tenaga kerja guna mengurangi pengangguran Peningkatan kontribusi sektor industri terhadap PDRB Peningkatan pendapatan – daya beli masyarakat Pemeliharaan kelestarian lingkungan – ekologi lingkungan dan konflik sosial b. Bidang Perdagangan Tersedianya barang dan jasa di pasaran dengan harga terjangkau Meningkatnya volume dan nilai ekspor dan perdagangan antar pulau Mencegah/menurunkan masuknya barang ilegal yang beredar di pasaran Meningkatkan pelayanan bidang kemetreologian Permasalahan : Kinerja pertumbuhan ekonomi yang belum optimal Tingginya jumlah penduduk miskin, sebagai gambaran tahun 2003 (28,62%); Tahun 2004 (27,88 %) dan tahun 2005 (58,06%). Rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat Ketergantungan anggaran pemerintah pusat sangat tinggi (73%) Infrastruktur pembangunan relatif masih sangat rendah B. BIDANG PENANAMAN MODAL (INVESTASI) Dalam upaya meningkatkan kinerja investasi di NTT, Pemerintah Daerah NTT telah melakukan pemetaan. Hasil pemetaan yang telah dilakukan berupa produk unggulan NTT yaitu di sektor primer adalah minyak jarak , industri garam, budidaya mutiara, budidaya rumput laut , penangkapan ikan dan bidang pariwisata. Untuk industri garam tersebar di Kab. Kupang (8.660 ha); Kab. TTU (500 Ha); Kab. Ende (437 Ha) dan Kab.Ngada-Mbai (2.450 Ha). Budidaya Mutiara dan rumput laut di Kab. Kupang, Rote, Ndao, Alor, Flotim, Sikka dan Manggarai Barat. Penangkapan ikan dapat dilakukan di semua kabupaten di Nusa Tenggara Timur. Sedangkan pengembangan obyek wisata antara lain Danau Kelimutu, Komodo, Pulau Bidadari, Pulau Rica dan Pulau Menggudu. Peluang investasi untuk pariwisata terbuka luas, terutama kegiatan ikan paus di Lembata dan selancar di Nembrala. Khusus untuk pengolahan jarak pagar, luas lahan potensial kurang lebih 1 juta ha yang tersebar di seluruh kabupaten di NTT, yang sudah dikelola masyarakat dan Pemda 4.365 Ha. Dengan demikian peluang investasi terbuka lebar guna pembangunan industri biofuel. Pemerintah daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) juga telah mengeluarkan beberapa kebijakan dalam rangka memberikan kemudahan berinvestasi seperti: Fasilitas keringanan bea masuk impor barang modal sesuai Keputusan Menteri Keuangan No: 135-28-456/KMK 04/2000) Fasilitas impor bahan baku sesuai Kep Men Keuangan No : 47/KMK-04/2005 Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (Ppn impor barang modal sesuai Kep Men Keuangan No : 371/KMK 03/m3). Fasilitas keringanan Pajak Bumi dan bangunan (sesuai Keputusan Men Keu No: 748/KMK.04/1990) Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal (PP Nomor 1 Tahun 2007) Kemudahan pelayanan perizinan investasi Khusus untuk Provinsi NTT, telah tersedia pada kawasan Industri Bolok di Kabupaten Kupang dan KAPET Mbay di Kabupaten Nagekeo Akses informasi tentang potensi dan peluang investasi yang cepat dan mudah di Provinsi NTT
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007
17
Dari kinerja persetujuan investasi, perkembangan penanaman modal di Provinsi NTT sampai tahun 2006, untuk PMDN dengan jumlah 35 atau senilai Rp 3.298,3 miliar yang terealisir Rp 656,2 miliar atau sekitar 20%. Sedangkan untuk PMA sebanyak 38 atau semiali US $ 89,4 juta yang terealisir US $ 36,8 juta atau 41%. Khusus untuk tahun 2007 rencana investasi PMDN dan PMA masing-masing 2 dengan nilai masingmasing Rp 46 miliar dan US $ 3,3 juta. Beberapa permasalahan yang masih menjadi hambatan dalam penanaman modal di NTT antara lain :
Masih terbatasnya infrastruktur yang ada (sarana dan prasarana) Masih terbatasnya sumberdaya manusia (aspek kualitas dan kompetensi) Masalah kepastian hukum atas kepemilikan tanah Masalah keterbatas modal usaha khususnya dari pengusaha lokal Masalah sosial dan adanya tuntutan masayarakat atas hasil pengelolaan potensi investasi yang ada
C. BIDANG KOPERASI DAN UKM Pembangunan Koperasi dan UKM di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ditujukan untuk meningkatkan peran KUMKM dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi masyarakat NTT. Sedangkan misi pembangunan Koperasi dan UKM di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ditujukan antara lain untuk: 1. meningkatkan produktivitas berbasis potensi daerah serta daya saing KUMKM. 2. mengembangkan lingkungan usaha yang kondusif bagi pengembangan KUMKM melalui penyelenggaraan sistem ekonomi kerakyatan 3. Memantapkan kelembagaan koperasi sesuai dengan jati diri koperasi 4. Mengembangkan sinergi dan partisipasi dalam pembangunan KUMKM Pemerintah daerah provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) telah menetapkan arah kebijakan Pembangunan Koperasi dan UKM di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagai berikut : 1. Pengembangan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan sehat dan memperhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai-nilai keadilan, kepentingan sosial, kualitas hidup, pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan sehingga terjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja, perlindungan hak-hak konsumen, serta perlakuan yang adil bagi seluruh masyarakat. 2. Memberdayakan pengusaha mikro, kecil, menengah dan Koperasi agar lebih efisien, produktif dan berdaya saing dengan menciptakan iklim berusaha yang kondusif dan peluang usaha yang seluas-luasnya. 3. Memberikan dukungan perkuatan (bantuan fasilitas) kepada Pengusaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi secara selektif terutama dalam bentuk perlindungan dari persaingan yang tidak sehat, pendidikan dan latihan, informasi bisnis dan teknologi, permodalan dan lokasi berusaha. 4. Pemberdayaan KUMKM yang berwawasan gender dalam rangka meningkatkan daya saing dan pelayanan prima serta menumbuhkan dan memantapkan jatidiri KUMKM 5. Membangun dinamika kebijakan dan program bagi KUMKM sesuai dengan perkembangan dan kondisi dalam rangka pemberdayaan KUMKM yang menunjang pembangunan ekonomi kerakyatan dan kesejahteraan masyarakat serta anggota KUMKM. Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007
18
IV. PERMASALAH SPESIFIK DAN REKOMENDASI A. PEMERINTAH DAERAH PROVINSI NTT Permasalahan : 2. Permasalahan keterbatasan SDM baik dari tingkat pendidikan maupun kemampuan manajerial. Hampir sekitar 80% penduduk NTT berpendidikan SD, Penduduk yang berpendidikan tinggi sebagian berada di luar daerah NTT 1. Kondisi alam NTT yang tandus. Hampir 8 bulan daerah-daerah di NTT mengalami bulan-bulan kering dan hanya 4 bulan saja mengalami masa penghujan (Bulan Basah). 2. Tidak adanya bisnis atau unit usaha yang mampu mendrive pertumbuhan ekonomi di provinsi NTT. 3. Jumlah perusahaan korporasi maupun BUMN masih terbatas. Satu-satunya BUMN yang potensi untuk dikembangkan adalah PT. Semen Kupang, namun perusahaan ini dihadapkan pada kondisi kesulitan modal kerja. 4. Belum adanya Investor baik domestik maupun asing yang mau menanamkan modalnya di Provinsi NTT. Investor pada dasarnya menghendaki adanya stabilisasi politik dan keamanan serta kepastian hukum; kebijakan perpajakan, tenaga kerja yang pro bisnis; pelayanan perijinan investasi dan ekspor dengan sistem pelayanan satu atap yang mudah, murah, cepat, dan transparan. Rekomendasi : 1. Perlunya peningkatan kualitas SDM di Provinsi NTT, utamanya pada kebijakan wajib belajar 9 tahun. 2. Perlunya pengembangan usaha ekonomi produktif yang berbasis pada Sumberdaya Alam. Dengan kondisi alam yang ada maka pengembangan pertanian lahan kering, budidaya dan penangkapan ikan, pengembangan ternak serta pengembangan IKM yang berbasis pada potensi alam sangat direkomendasikan. 3. Perlunya pemberian/penyertaan modal kerja bagi PT. Semen Kupang sabagi satu-satunya BUMN yang ada di wilayah NTT, mengingat potensi yang dimilikinya dan konsumsi semen yang masih terbuka di masa depan. 4. Mohan agar Pemda bisa menciptakan iklim yang kondusif bagi masuknya investor baik asing maupun domestik sehingga pertumbuhan ekonomi di daerah NTT dapat berjalan 6. Agar DPR RI mendesak pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah tentang Penanaman Modal sebagai pelaksanaan dari pasal 13 huruf n UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan diminta agar pelayanan perijinan investasi PMDN/PMA dilakukan dengan sistem satu atap di provinsi dan untuk non PMDN/PMA di kabupaten/kota. 7. Guna menjamin terciptanya iklim investasi yang kondusif, Pemda NTT perlu menerapkan kebijakan yang pro-bisnis; menjamin pelayanan perizinan investasi dan ekspor dengan pelayanan satu atap yang mudah, murah, cepat, dan transparan. B. PT. ASDP cabang NTT Permasalahan : PT. ASDP yang memang difokuskan untuk melayani kepentingan publik, tidak dapat memberikan deviden yang cukup besar apalagi untuk mengembangkan produkproduk jasa yang dimiliki. Rekomendasi : Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007
19
1. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan Kementerian terkait khususnya Kementerian Negara BUMN untuk meningkatkan kapasitas dan kecukupan finansial dalam pengembangan PT. ASDP di NTT. 2. Komisi VI DPR RI perlu mempertimbangkan pemberian dana PSO bagi ASDP dalam rangka peningkatan pelayanan bagi jasa-jasa yang dimiliki. Hal tersebut penting karena demi memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat PT. ASDP memberikan harga yang cukup murah bagi masyarakat pengguna jasa PT. ASDP C. PT. Bank BRI, PT. Bank BNI, PT. Bank Mandiri, PT. Bank BTN, cabang NTT Secara spesifik perkembangan masing-masing Bank BUMN di NTT adalah : 1. Bank BRI Lingkup Bank BRI Kanca BRI Kupang di Provinsi NTT meliputi wilayah Kotamadya Kupang, Kabupaten Kupang dan Kab. Rote Ndao. Adapun jumlah kredit yang disalurkan dari Kanca BRI Kupang adalah Rp 241.896.637.000 untuk kredit skala mikro dengan jumlah debitur 17.658 orang dan Rp 363.128.820.000 untuk kredit skala kecil dan menengah dengan jumlah debitur sebanyak 3.624 orang. Tingkat pengembalian kredit di Kanca BRI Kupang sampai dengan posisi Juni 2007 relatif bagus. Hal ini ditunjukkan dengan nilai NPL di Kanca BRI Kupang sampai dengan posisi Juni 2007 sebesar 4.140.232.000 atau 1,14%. 2. Bank BNI Bank BNI memiliki 3 kantor cabang yaitu Kanca Kupang, Kanca Ende dan Kanca Maumere; 13 Kanca Pembantu (KCP) dan 25 unit ATM dengan jumlah dana yang dihimpun sebesar Rp 803 miliar dan total nasabah 111.805 orang. Adapun jumlah kredit yang disalurkan sebesar Rp 185 miliar dan total nasabah 42.647 orang. Tingkat kelancaran pengembalian kredit khusus untuk Cabang Kupang sebesar 98,9% dengan tingkat Loan to deposit Ratio (LDR) sebesar 23%. 3. Bank BTN Bank BTN cabang Kupang mempunyai jumlah penabung 2.359 orang dengan nilai peminjam Rp 16.860 juta, nasabah yang memanfaatkan kredit dari BTN hampir semuanya untuk kepentingan kepemilikan rumah dan renovasi rumah Tingkst pengemban kredit s/d bulan Juni 2007 cukup baik yang ditunjukkan dengan NPL sebesar 4,29% (gross) per Juni 2007 BTN akan mengembangkan kredit khususnya di sektor perumahan. Namun demikian kendala yang dihadapi adalah masih sedikitnya developer yang masih aktif yaitu hanya 2 Permasalahan : Kinerja perbankan di Provinsi NTT dinilai belum memuaskan. Hal tersebut dapat dilihat dari besarnya nilai deviden dan jumlah pihak ketiga, serta besarnya NPL (rata-rata 23%). Begitu juga dengan program-program Kredit Ketahanan Pangan yang belum berjalan baik khususnya bagi petani yang kebanyakan berada di lahan kering. Kendala yang dihadapi antara lain disamping potensi sumberdaya alam yang relatif tandus, potensi SDM juga masih rendah. Selain itu kondisi makro ekonomi sebagai dampak kenaikan BBM memberikan keterbatasan ruang gerak untuk melakukan ekspansi kredit. Rekomendasi : Untuk memperlancar program-program kegiatan kredit baik KUKM maupun ketahanan pangan, pihak perbankan mengusulkan agar Pemerintahan Daerah Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007
20
memberikan dukungan dengan membentuk Lembaga Penjaminan Kredit Daerah (LPKD) yang dapat menjadi mediator antara kreditur dan debitur. Perbankan juga perlu lebih pro aktif untuk menyalurkan kreditnya ke sektor riel di NTT. F. PT. Semen Kupang Permasalahan: Komisi VI DPR RI dalam memonitor langsung terhadap kinerja BUMN yang berada di dalam lokasi wilayah kunjungan kerja yakni di Provinsi NTT juga berkunjung langsung ke PT. Semen Kupang. Dari pertemuan dengan jajaran direksi PT. Semen Kupang diperoleh informasi bahwa utilisasi PT. Semen Kupang baru mencapai 30%. Ada dua hal pokok yang mempengaruhinya yaitu kekurangan modal kerja dan skill SDM bidang tehnik. Dalam upaya mengatasi hal tersebut, Pemerintah telah memberikan suntikan tambahan modal dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 50 miliar pada bulan Maret 2007. Sedangkan dalam upaya mengatasi kekurangan tenaga teknis PT. Semen Kupang telah melakukan kerjasama technical assistance dengan semen Gresik Group. Rekomendasi : Dalam pertemuan dengan direksi PT. Semen Kupang maka diperoleh kesimpulan perlunya penguatan modal dan peningkatan kapasitas utilitas pabrik mengingat deman / permintaan akan kebutuhan pasokan semen di kawasan Timur Indonesia masih defisit. Selain itu beberapa rencana strategis untuk mengatasi solusi yang dihadapi PT. Semen Kupang antara lain : Peningkatan kemampuan produksi dan pemasaran dengan meningkatan kapasita pabrik dan bantuan teknis (Technical assistance) dari PT. Semen Gresik Group Restrukturisasi Kredit : guna mengurangi beban biaya operasional dan memberikan keleluasaan untuk memperoleh sumber pendanaan Penggabungan Semen Kupang ke dalam Semen Gresik Grup, yang dilakukan setelah proses usulan restruktursasi selesai G. PT. Jasa Rahardja cabang NTT
IV.
Perkembangan kinerja PT. Jasa Rahardja (Persero) cabang NTT selama 3 tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, pertumbuhan jumlah kendaraan baik pribadi maupun umum serta hadirnya maskapai penerbangan lokal sangat berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan. Bentuk corporate sosial responsibility yang telah dilaksanakan PT. Jasa Rahrdja cabang NTT antara lain bantuan pembangunan dan rehabilitasi Masjid Nurul Iman Kupang sebesar Rp 10 juta, Gereja Maria Kupang dan Gereja Petra Kupang masing-masing Rp 5 juta.
Penutup
Demikianlah gambaran laporan Kunjungan Kerja Komisi VI DPR RI ke tiga daerah Kunker pada Masa Sidang IV, TS 2006-2007. Dari kunjungan kerja tersebut, kami menemukan fakta yang sangat jelas, adanya potensi ekonomi daerah, khususnya di Provinsi Sulawesi Tengah, Maluku dan Nusa Tenggara Timur. Karena itulah, dari hasil Kunker ini hendaknya semakin meneguhkan tekad kita untuk mendorong lahirnya keputusan-keputusan politik yang berorientasi kepada peningkatan kapabilitas produksi ekonomi rakyat, khususnya pada daerah-daerah yang baru seperti PROVINSI Maluku dan NTT. Kami juga menemukan fakta bahwa koperasi, usaha kecil dan menengah masih jauh dari harapan kita untuk menjadi usaha rakyat Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007
21
yang mandiri, kompetitif dan profesional. Berbagai kelemahan organisasi, manajemen, akses ke pasar, permodalan dan kualitas SDM masih menjadi kendala yang utama. Kebijakan pemerintah nampak belum terintegrasi dan belum menunjukkan keberpihakannya, khususnya pada bentuk-bentuk usaha yang dikelola oleh rakyat.
Komisi VI DPR RI
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007
22