LAPORAN HASIL KUNJUNGAN KERJA KOMISI VI DPR-RI KE PROPINSI KEPULAUAN RIAU, KALIMANTAN SELATAN DAN JAWA TIMUR MASA RESES SIDANG III TAHUN SIDANG 2005-2006 Tanggal, 27 s/d 30 Maret 2006 dan 3-6 April 2006 I. Pendahuluan A. Dasar 1. Keputusan Pimpinan DPR-RI Nomor: 31/PIMP/III/2005-2006
Tanggal 16 Maret 2006 tentang Penugasan Anggota Komisi I s/d XI DPR-RI untuk melakukan Kunjungan Kerja Berkelompok dalam Masa Reses Masa Persidangan III Tahun 2005-2006 2. Keputusan Rapat Intern Komisi VI DPR-RI tanggal ..... Maret 2006 mengenai Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja Komisi VI DPR-RI pada Masa Persidangan III tahun Sidang 2005-2006
B. Maksud dan Tujuan Laporan ini dimaksudkan untuk memberi gambaran tentang berbagai temuan hasil Kunjungan Kerja Komisi VI DPR-RI yang terkait dengan bidang tugasnya di Propinsi Kepulauan Riau (Kepri), Kalimantan Selatan dan Jawa Timur dalam rangka memenuhi salah satu fungsi Dewan sebagaimana diatur dalam Tata Tertib DPR-RI ini dengan tujuan sebagai bahan masukan bagi pemerintah untuk ditindak-lanjuti sesuai ketentuan yang berlaku.
C. Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja
Sasaran kunjungan kerja titikberatkan pada aspek: 1. Pengawasan Pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan dan Pengawasan terhadap kinerja lembaga-lembaga/badan yang berada di dalam lingkup mitra kerja Komisi VI DPR-R; 2. Pembahasan perkembangan daerah, khususnya yang berkaitan dengan bidang mitra kerja Komisi VI DPR-RI; 3. Memonitor situasi lapangan serta menampung aspirasi yang berkembang berkaitan dengan pengembangan Investasi, Industri, Perdagangan, Koperasi dan UKM, penciptaan lapangan kerja, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Adapun Obyek yang dikunjungi dan dibahas meliputi:
1. Propinsi Kepulauan Riau : a. Pemda Propinsi Kepulauan Riau b. Badan Pengembangan Industri Otorita Batam c. Perum Angkasa Pura II, Bandara Kijang, Tj. Pinang d. PT. Pertamina dan PT. PLN e. Kawasan Industri Batamindo f. PT. Pelindo II, Pelabuhan Telaga Punggur, Batam g. Kanwil Bea Cukai Karimun h. BUMN Perbankan (BTN, BRI dan Bank Mandiri) 2. Provinsi Kalimantan Selatan a. b. c. d. e.
Pemda Provinsi Kalsel BUMN Perkebunan (PT. PN XIII, PT. Inhutani, PT. RNI) BUMN Pupuk (PT. PUSRI dan PT. PKT) BUMN Perdagangan (PT. Berdikari dan PT. PPI) BUMN Pertambangan (PT. Pertamina dan PT. PLN)
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Keulauan Riau (Kepri), Kalsel dan Jatim, 3-7 April 2006
1
f. g. h. i. j. k.
BUMN Perbankan (BRI, Bank Mandiri dan BTN) PT. Arutmin PT. Wijaya Tri Utama PT. Sari Kaya Sega Utama PT. Angkasa Pura II, Bandara Udara, Syamsudin Noor Sentra UKM
3. Provinsi Jawa Timur a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k.
Pemda Propinsi Jawa Timur BUMN Pelabuhan / Logistik (PT. Pelindo III, PT. PAL dan PT. Dok , Perkapalan Surabaya, dan PT. ASDP) PT. Nasaraya Jatim Putra Sembada BUMN Perkebunan (PT. PN X, PT. PN XI, PT. PN XII dan PT. RNI) BUMN Perbankan (PT. Bank BRI, PT. Bank BNI, PT. Bank Mandiri, PT. Bank BTN ) dan BUMS (PT. Bank Bukopin dan PT. Bank Agro) PT. Maspion ; PT. HM Sampoerna dan PT. Gudang Garam BUMN Pertambangan/Energi (PT PLN , PT. PGN dan PT. Pertamina) BUMNIS (PT. Barata Indonesian , PT. Boma Bisma Indra dan PT. INKA) Koperasi Tanggul Angin dan INKOWAN Kadinda Propinsi Jawa Timur; APEGTI dan APTRI Jatim Pabrik Gula Ngadirejo dan Kelompok Tani Desa Kandat Kediri
D. Waktu dan Acara Kunjungan Kerja
(Terlampir)
E. Anggota Tim Kunjungan Kerja
(Terlampir) II.
Deskripsi Umum Daerah Kunjungan Kerja 1. PROVINSI KEPULAUAN RIAU (KEPRI) Propinsi Kepulauan Riau (Kepri) merupakan propinsi termuda di kepulauan Sumatera yang beribukota di Tanjung Pinang. Provinsi Kepulauan Riau terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 2002 merupakan Provinsi ke-32 di Indonesia yang mencakup Kota Tanjungpinang, Kota Batam, Kabupaten Kepulauan Riau, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, dan Kabupaten Lingga. Secara keseluruhan Wilayah Kepulauan Riau terdiri dari 4 Kabupaten dan 2 Kota, 42 Kecamatan serta 256 Kelurahan/Desa dengan jumlah 2.408 pulau besar dan kecil dimana 40% belum bernama dan berpenduduk. Adapun luas wilayahnya sebesar 252.601 Km2, di mana 95% - nya merupakan lautan dan hanya 5% merupakan wilayah darat, dengan batas wilayah sebagai berikut : Utara
: Vietnam dan Kamboja
Selatan : Prov. Kep. Bangka Belitung dan Jambi Barat
: Negara Singapura, Malaysia dan Prov. Riau
Timur
: Malaysia, Brunei dan Prov. Kalimantan Barat
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Keulauan Riau (Kepri), Kalsel dan Jatim, 3-7 April 2006
2
Letak geografis yang strategis (antara Laut Cina Selatan, Selat Malaka dengan Selat Karimata) dengan potensi alam yang sangat potensial, Provinsi Kepulauan Riau dimungkinkan untuk menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi bagi Republik Indonesia dimasa depan. Adapun deskripsi per bidang sesuai dengan wilayah kerja komisi VI adalah sebagai berikut:
a. Industri dan Perdagangan Potensi industri yang ada di Propinsi Kepri adalah Industri manufaktur yang berskala kecil sampai sedang dan industri besar, terutama industri perkapalan, agroindustri dan perikanan. Saat ini industri yang paling banyak di Kepulauan Riau adalah industri elektronik seperti PCB, komponen komputer, peralatan audio dan video dan bagian otomotif. Industri ringan lainnya seperti industri barang-barang, garmen, mainan, peralatan rumah tangga. Industri lainnya fabrikasi baja, penguliran pipa, peralatan eksplorasi minyak, pra-fabrikasi minyak, jacket lepas pantai dan alat berat terdapat di Bintan, Batam dan Karimun. Disamping kegiatan pedagangan di Kepulauan Riau memfokuskan kepada ekspor dan impor dengan total ekspor di tahun 2004 mencapai USD 4.910 milyar dan impor USD 4.175 milyar yang berasal dari kegiatan ekspor 95 perusahaan ke 60 negara. Nilai Ekspor melampaui nilai impor. Sektor perindustrian dan perdagangan di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) mempunyai peranan penting dalam perekonomian Provinsi Kepulauan Riau terutama kawasan batam sebagai kawasan Perdagangan, Perindustrian dan Jasa yang tumbuh dengan pesat, serta sangat besar sumbangannya dalam perekonomian Provinsi Kepulauan Riau sebagai Provinsi yang baru. Begitu pula Kabupaten Bintan, Kota Tanjung Pinang dan Kabupaten Karimun sebagai kabupaten yang memberikan kontribusi besar pula dalam Perekonomian Provinsi Kepulauan Riau, sedangkan Kabupaten Lingga dan Kabupaten Natuna masih diarahkan untuk Pembangunan dan Pengembangan sektor Pertanian dan Agrobisnis. Nilai ekspor Provinsi Kepulauan Riau tahun 2004 adalah sebesar US $ 4.621.506.586 yang sebagian besar didukung oleh nilai ekspor kota Batam yaitu sebesar US $ 4.085.613.890 (88,53%) dan sebagian besar merupakan ekspor produk komponen elektronik dan komponen elektrikal sebesar +/- 58.85% dan produk-produk seperti komputer dan bagiannya, Audovisual, Garment dan lain-lainnya. Adapun negara tujuan ekspor terbesar dilihat dari volume dan nilai ekspornya adalah Singapura (63.53%), Jepang (9.89%), Malaysia (6.08%), USA (4.95%) dan negara-negara lainnya.
b. Investasi Ditinjau dari nilai investasi dan sektor-sektor yang ada, penanaman modal atau investasi di Propinsi Kepulauan Riau (Kepri), mencakup sektor perkebunan, sektor industri, sektor perikanan dan kelautan, sektor pertambangan dan sektor jasa-jasa. Sampai dengan tahun 2005, total investasi telah mencapai US $ 11.89 Milyar dengan investasi domestik mencapai 46% atau US D 5,470 juta; Investasi Pemerintah 2,34 juta US D atau 19,68% dan Investasi asing mencapai 34,31% atau setara dengan US D 4,080 juta. Dengan demikian rasio antara investasi pemerintah terhadap investasi swasta sekitar 1 : 4,1. Dari sisi pertumbuhan investasi selama periode 2001-2005 mengalami pertumbuhan rata-rata 8.7%; investasi pemerintah 2,86%, Investasi asing 5% dan Investasi domestik sebesar 13.2 %. Sedangkan rasio antara investasi pemerintah dan swasta Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Keulauan Riau (Kepri), Kalsel dan Jatim, 3-7 April 2006
3
jika pada tahun 2001 sebesar 1:3,2 menjadi 1:4,1 pada tahun 2005. Dengan perkembangan investasi yang ada`, laju pertumbuhan ekonomi Batam pada tahun 2001 laju pertumbuhan 6,56%; 2002 laju pertumbuhan 7,01%; kemudian selama periode 2003-2005 berturut-turut laju pertumbuhan ekonomi menjadi 7,73%; 8,28% dan 7,6%. Sementara itu pada periode yang sama laju pertumbuhan ekonomi di Propinsi kepulauan Riau (Kepri) adalah : tahun 2001 (-1.3%); tahun 2002 (2,6%); tahun 2003 (4,8%); tahun 2004 (6,5 %) dan tahun 2005 (5,1 %). Sampai dengan tahun 2005, angka persetujuan dan realisasi investasi adalah sebagai berikut : Untuk PMA, Kota Batam (4,03 USD Milyar; 827 proyek), Kab. Kepulauan Riau (0,85 Milyar; 74 proyek); Kab. Karimun (0,1 Milyar; 12 proyek). Untuk PMDN, Kota Batam (2,9 trilyun rupiah, 141 proyek); Kab. Kep. Riau (0,8 trilyun rupiah, 13 proyek); Kab. Karimun (0,1 Trilyun, 6 proyek). Dengan demikian total investasi sampai 2005, untuk PMA 4,98 Milyar USD dan untuk PMDN Rp 3,8 Triliun.
c. Koperasi dan UKM Perkembangan dan program perkuatan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang mampu melayani usaha kecil dan mikro di Provinsi Kepri sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Hal ini disebabkan antara lain LKM yang ada di masyarakat baik yang telah mendapat bantuan fasilitas pemerintah maupun yang belum ada peraturan perundang-undangan tentang LKM itu sendiri. Perkembangan jumlah koperasi di Propinsi Kepulauan Riau sampai tahun 2006 terdapat sedikit penurunan jumlah koperasi, hal ini disebabkan banyaknya koperasi yang tidak mampu bertahan karena keterbatasan modal usaha, kemampuan pengurus koperasi dalam mengelola koperasi yang profesional. Perkembangan jumlah dana kompensasi subsidi bahan bakar minyak (BBM) tahun 2002-2005 yang diterima Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau adalah Rp 5.400.000.000,-. KSP/USP koperasi penerima dana bergulir telah lolos seleksi oleh Tim Pokja Kabupaten/Kota menerima dana bergulir masing-masing Rp 100.000.000,- melalui bank pelaksana dengan ketentuan besarnya bunga yang telah ditetapkan adalah 16%/tahun dengan ketentuan 4% sebagai jasa pada bank pelaksana dan 12% diperuntukkan; 2% untuk tenaga pendamping dan 10% untuk cadangan likuiditas yang dibekukan dan dapat dicairkan pada akhir tahun sebagai dana bergulir baru.
IV. PERMASALAHAN SPESIFIK DAN REKOMENDASI A. PEMERINTAH DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU Permasalahan : Sebagai kota propinsi yang baru terbentuk, letak ibukota Propinsi Kepri di Tanjung Pinang yang cukup jauh dengan sarana transportasi yang terbatas membuat moblitas penduduk terbatas. Dana yang bersumber dari APBD dalam rangka meningkatkan Investasi di Prop. Kepulauan Riau masih sangat terbatas, untuk itu sangat diharapkan Pemerintah Pusat memberikan dana Dekonsentrasi yang bersumber dari APBN dan atau lainnya. BKPM RI sebelum menerbitkan SP baik PMDN/PMA agar dikoordinasikan dengan Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Riau. Program pembinaan, pengembangan dan pembimbingan khususnya bagi IKM sedikit terhambat karena alokasi anggaran yang sangat kecil. Bila dikaitkan dengan Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Keulauan Riau (Kepri), Kalsel dan Jatim, 3-7 April 2006
4
program yang telah dicanangkan oleh Pemda kepri, seyogyanya sektor ekonomi koperasi sebagai leading sektor mendapat alokasi dana yang memadai. Masalah keterbatasan infrastruktur , khususnya energi listrik, dimana PLN tidak mampu menyediakan pasokan listrik bagi masyarakat baik RT maupun industri. Masih adanya tumpang tindih peran antara pemerintah pusat, Otorita Batam dan Pemkot Batam dalam pengaturan zone Batam akan menghambat investor untuk menanamkan modalnya.
Rekomendasi : Perlu Pengembangan ekonomi / pasar pada skala lokal, nasional dan global produk yang dihasilkan dan menjadikan Batam sebagai pusat perdagangan lada dunia. Kebijakan pembangunan dengan melihat konsep tataruang yang ada, dengan memperhatikan Mater Plan Batam, khususnya dalam alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Strategi pembangunan yang berorientasi pada penurunan kesenjangan pendapatan antara pedesaan dan perkotaan. Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di pulau-pulau yang ada di Propinsi Kepri dimulai dari Batam, Rempang, Galang, Bintan sesuai dengan potensi ekonomi yang dimilikinya (sentra industri manufaktur/kerajinan rakyat, perkebunan (lada dan kelapa sawit) dan tambang Perlunya penyediaan infrastruktur dalam rangka mendukung penambangan Prop. Kepulauan Riau (kepri) sebagai daerah baru. Di bidang kelistrikan, perlu disediakan pembangkit listrik alternatif, seperti PLTU dan PLTD.
B.
Bidang Koperasi dan UKM
Sebagaimana diketahui bahwa Propinsi Kepulauan Riau mempunyai luas 251.810,71 km2, sebagian besar (96%) terdiri dari lautan dengan hanya 4% saja daratan, yang terdiri dari 1.350 pulau yang secara administratif terdiri dari 4 kabupaten dan 2 kota. Permasalahan : usaha mikro kecil dan menengah di Propinsi Kepulauan Riau antara lain : a. Keterbatasan Modal b. Produktifitas dan tingkat efisiensi rendah c. Standar Mutu belum optimal d. Kualitas Sumberdaya Manusia (SDM) yang rendah e. Belum terbentuknya jaringan usaha yang solid antara UMKM dan BUMN dan Usaha Besar f. Kurangnya Komptensi kewirausahaan g. Masih terbatasnya aparat yang mampu melakukan pembinaan kepada UMKM Rekomendasi : Sehubungan dengan permasalahan tersebut diatas, maka kebijakan Propinsi Kepulauan Riau untuk mengembangkan UMKM adalah sebagai berikut : 1. Perluasan basis usaha serta penumbuhan wirausaha baru berkeunggulan untuk mendorong pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja 2. Penguatan kelembagaan terutama untuk memperluas akses kepada sumber permodalan khususnya perbankan, memperbaiki lingkup usaha dan menyederhanakan prosedur perjanjian, memperluas dan meningkatkan kualitas institusi pendukung non finansial 3. Pengembangan UMKM yang diarahkan untuk berperan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan penciptaan daya saing, sedangkan pengembangan usaha skala mikro lebih diarahkan untuk semakin berperan dalam peningkatan pendapatan rendah. Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Keulauan Riau (Kepri), Kalsel dan Jatim, 3-7 April 2006
5
4. Pengembangan usaha mikro untuk semakin dapat meningkatkan usaha serta menambah penghasilan. 5. Mendorong berkembangnya perluasan jaringan kerjasama dan kemitraan dengan UKMK 6. Meningkatkan kualitas SDM aparat dalam bidang pembinaan kepada UKMK.
C. Bandara Kijang Pelabuhan Udara Kijang terletak di Terletak di Pulau Bintan, 12 KM Timur laut dari pusat kota Tanjungpinang, ibukota Propinsi Kepulauan Riau (Kepri) dengan luas lahan 99,88 ha, berada di wilayah Kelurahan Pinang Kencana, Kecamatan Tanjungpinang Timur, Kota Tanjungpinang. Program Bandara Kijang pada tahun 2006 Tanjung Pinang dapat dikembangkan dari Kapasitas Kemampuan Landasan pacu untuk didarati Pesawat Jenis F 50 menjadi B 737-400 meliputi : a. Perpanjangan Landasan sepanjang 400 m; b. Pemotongan Bukit tahap I sebesar 750.000 m3; c. Pelebaran Apron Dari hasil pertemuan antara Komisi VI DPR RI dengan Perum Angkasa Pura II bandara Kijang berbagai permasalahan/hambatan dalam pengembangan usaha bandara sebagai berikut : PERMASALAHAN a. Adanya kendala berupa Obstacle (bukit) di ujung Runway (R/W 04) b. Belum tersedia DPPU Pertamina sebagai pengisian bahan bakar Avtur c. PCN atau Kekuatan Landasan d. RESA di kedua ujung landasan belum tersedia e. Kontribusi biaya operasi dari sector A tidak berlanjut REKOMENDASI a. Perlu adanya Koordinasi antara PT. AP I dengan Pemda untuk membantu pemotongan bukit dan optimalisasi landasan b. Koordinasi dengan pihak terkait/PERTAMINA dalam penyediaan DPPU c. Pengujian kekuatan teknis landasan d. Pemindahan jalan masuk karena letak jalan yang berdekatan dengan bandara e. Perlunya dilanjutkan pembahasan dengan Ditjen Perhubungan Udara, Departemen Perhubungan D.
Packing Plant PT. Semen Padang
Pengantar : 1. Packing Plant PT. Semen Padang hadir di Batam berdasarkan permintaan Otorita Batam untuk mensupport pembangunan di Batam khususnya Kepri umumnya. Mulai beroperasi pada tahun 1994, dengan nama PT. Sepatim Batamtama yang merupakan anak perusahaan PT. Semen Padang. 2. PT. Semen Padang merupakan BUMN dengan demikian Packing Plant PT. Semen Padang di Batam juga merupakan asset negara. 3. PT. Semen Padang mensupport kebutuhan semen di Kepri sebanyak 300.000 ton per tahun atau 47% kebutuhan semen di Kepri Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Keulauan Riau (Kepri), Kalsel dan Jatim, 3-7 April 2006
6
Permasalahan : Akibat adanya pengembangan pelabuhan Batu Ampar menjadi pelabuhan kontainer, maka PT. Semen Padang akan mengeluarkan biaya operasional / rutin yang cukup besar apabila pelabuhan untuk membongkar semen harus dipindahkan. Biaya yang besar tersebut muncul karena : a. Kedalaman pelabuhan alternatif tidak memenuhi syarat karena draftnya hanya mampu menampung kapal dengan kapasitas 3000 ton, sementara kapal PT. Semen Padang minimum 9000 ton. b. PT. Semen Padang harus mengeluarkan ongkos tambahan untuk transportasi semen dari pelabuhan alternatif ke Silo sekarang (double handling). c. Adanya investasi baru untuk armada transportasi semen curah dari pelabuhan alternatif ke lokasi Packing Plant saat ini. Rekomendasi : Adanya Packing Plant PT. Semen Padang di pelabuhan Batu Ampar, Batam secara operasional tidak akan mengganggu pelabuhan kontainer, karena : a. Perlunya peninjauan kembali rencana pihak Otorita Batam untuk memindahkan packing plant PT. Semen Padang b. Perlunya pihak Otorita Batam untuk mensyaratkan dalam pembuatan MOU dengan pihak ketiga agar tidak memindahkan pabrik/dermaga Packing Plant PT. Semen Padang 1. Alat bongkar bersifat mobile oleh sebab itu tidak akan menganggu operasional crane kontainer dan pipa distribusi semen curah terpasang dibawah lantai dermaga. 2. Pemakaian dermaga hanya 10 hari perbulan untuk bongkar semen dari kapal curah. 3. PT. Semen Padang akan mengikuti peraturan – peraturan yang ditetapkan/tarif oleh pengelola pelabuhan Oleh karenanya dari hasil Kunker Komisi VI DPR RI ke pelabuhan Batu Ampar, direkomendasikan : a. Perlunya peninjauan kembali rencana pihak Otorita Batam untuk memindahkan packing plant PT. Semen Padang b. Perlunya pihak Otorita Batam untuk mensyaratkan dalam pembuatan MOU dengan pihak ketiga agar tidak memindahkan pabrik/dermaga Packing Plant PT. Semen Padang c. mengingat biaya investasi yang besar maka Komisi VI DPR RI mengharapkan agar Packing Plant PT. Semen Padang masih tetap dapat beroperasi seperti sekarang ini.
E. PT. PERTAMINA Pengantar : Wilayah Kerja PT. Pertamina di Provinsi Kepulauan Riau mencakup sebagai berikut : 1. Pulau Sambu - Kota Batam 2. Tanjung Uban - Kab. Kep.Riau Depot : 1. Batu Ampar/Kabil - Kota Batam 2. Kijang - Kota Tanjung Pinang 3. Selat Lampa/Natuna - Kab. Natuna Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Keulauan Riau (Kepri), Kalsel dan Jatim, 3-7 April 2006
7
DPPU : 1. Hang Nadim 2. Ranai
- Kota Batam - Kab. Natuna
Kegiatan Utama yang dilakukan PT. Pertamina antara lain : Penerimaan, Penimbunan dan Penyaluran BBM & Non BBM ex. Kilang Domestik dan Impor. Pemrosesan LPG di Kilang LPG Tanjung Uban ex. Kilang Domestik dan Impor. Adapun kegiatan penunjang yang dilakukan antara lain : 1. Melakukan kegiatan Distribusi & Teknik 2. Perkapalan, Komunikasi & Kebandaran 3. Business Development 4. Administrasi Penjualan & Keuangan 5. Administrasi Personalia, Sekuriti, LK3, Hupmas, Kesehatan Tugas Batam Terminal : • Menyediakan, melayani serta memasarkan BBM dan Non BBM produksi PT. Pertamina (Persero) untuk memenuhi kebutuhan Masyarakat & Industri Propinsi Kepulauan Riau dan Wilayah Indonesia Bagian Barat lainnya. • Memproses Refrigerated LPG Propane & Refrigerated LPG Butane menjadi Mix LPG Pressurized di Kilang LPG Tanjung Uban untuk Ekspor, Industri dan Rumah Tangga. Upaya Pencegahan terjadinya Penyelundupan BBM : Koordinasi dengan Pemda dan Aparat terkait Pemberlakukan harga keekonomian bagi industri, lembaga penyalur, kapal ikan > 30 GT Verifikasi konsumen BBM subsidi oleh dinas terkait (Dinas Kelautan & Perikanan, Dinas Perhubungan, Disperindag) Pengendalian penyaluran Minyak Tanah dengan kartu kendali dan pengawasan pangkalan Permasalahan : 1. Liberalisasi Pasar BBM pasca UU No 22 th 2001 - Beberapa Industri besar di Batam sudah mengimpor BBM sendiri karena harga keekonomian Pertamina lebih mahal 2. Harga BBM - Pemberlakuan Harga Keekonomian untuk Industri - Penetapan bebas PPN 10 % untuk Harga Jual BBM untuk daerah Bonded Zone di luar P. Batam - Penetapan harga untuk nelayan dan kapal ikan dengan ukuran kapal diatas 30 GT 3. Proses Verifikasi untuk konsumen BBM bersubsidi oleh instansi terkait 4. Up Grading Sarana dan Fasilitas Pertamina di Instalasi Tg. Uban dan Instalasi P. Sambu F. PT. Sucofindo dan PT. Surveyor Indonesia Pengantar : Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Keulauan Riau (Kepri), Kalsel dan Jatim, 3-7 April 2006
8
PT. SUCOFINDO (Persero) merupakan salah satu BUMN yang bergerak di bidang jasa konsultan, yang didirikan pada tanggal 22 Oktober 1956 sebagai mixed enterprise berbentuk Perseroan Terbatas antara Negara Republik Indonesia dan Societe Generale de Surveillance (SGS), Geneva, Swiss. Adapun Maksud dan Tujuan Perusahaan ini adalah turut melaksanakan dan menunjang kebijaksanaan dan program Pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, serta pembangunan di bidang jasa Superintendence, Mutu dan Teknologi pada khususnya dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas. PT SURVEYOR INDONESIA adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang didirikan pada tanggal 1 Agustus 1991. Pada Saat itu pemerintah Republik Indonesia membutuhkan lembaga khusus yang melakukan pemeriksaan pra-pengapalan atas impor barang-barang modal dan peralatan dari luar negeri ke Indonesia. Maka didirikanlah PT SURVEYOR INDONESIA yang tugas utamanya melakukan pemeriksaan atas jumlah, jenis, spesifikasi, klasifikasi tarif dan verifikasi harga atas barang-barang yang akan di impor ke Indonesia. Adapun kegiatan PT. SI cabang Batam (Kepri) adalah: • • • • • •
Evaluasi dan Penilaian terhadap Kemampuan Produsen Barang-barang Penunjang Industri MIGAS (Penilaian Awal / Berkala, Tingkat Kandungan Dalam Negeri /TKDN dan Witnessing), Inspeksi ( 3rd Party Inspection, Verifikasi, Testing), Survey ( Marine Survey dan Land Survey, dll), Konsultasi Mutu ( ISO 9000) dan Lingkungan (ISO 1400, UKL / UPL, AMDAL, Monitoring Lingkungan), Konsultansi Pemda ( SPM, FS, Studi lainnya) serta Pengujian / Laboratorium Lingkungan.
G. APEGTI APEGTI berdiri sejak tahun 1980an sebagai salah satu partner Bulog dalam stabilitas harga, distribusi gula dan terigu. Adapun DPD APEGTI propinsi Kepri baru dilantik pada tanggal 13 Agustus 2005 sejalan dengan terbentuknya Propinsi baru dan terpilihnya Gubernur pertama hasil pilihan rakyat. Sejak diberlakukannya sistem tataniaga gula di Batam tahun 2005 maka importasi gula oleh pelaku lokal telah diambil alih oleh Importir Terdaftar (IT), sehingga alokasi gula pasokan ke Batam tidak hanya gula eks impor saja , tetapi gula lokal. Permasalahan: Mahalnya gula eks impor yang masuk ke Batam karena persoalan birokrasi dalam sistem IT dengan sistem talangan dan impor terselubung. Demikian juga gula lokal dari PG melalui birokrasi serta terbatasnya transportasi kapal laut, sehingga sering terjadinya kelangkaan gula dan harga gula yang tinggi di tingkat konsumen. Sebagai gambaran dari hasil monitoring harga IT dan penyangga untuk gula eks impor tahun 2006 di masing-masing provinsi rata-rata sebesar Rp 5.400/kg setelah dikenakan bea masuk. Sementara jika dibandingkan dengan Batam yang tidak dikenakan bea masuk, semestinya harga gula yang ada lebih kecil (Rp 5.400 – Rp 530/kg = Rp 4.870/kg). Tetapi kenyataannya haraga gula eks PT. PPI Rp 5.250/kg dan PTPN XI Rp 5.060/kg). Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Keulauan Riau (Kepri), Kalsel dan Jatim, 3-7 April 2006
9
Rekomendasi : 1. Merevaluasi sistem transaksi Importir Terdaftar dengan prinsip-prinsip akuntabilitas dan transparansi. 2. Memangkas matarantai yang panjang yang mengakibatkan harga tertinggi ke tingkat distributor yang berakibat tingginya harga konsumen. 3. Perlunya keterbukakan harga kontrak, freight cost, insurance , shipping, handling mencapai harga pokok serta maksimal persentase margin (seperti di tingkat distributor maksimal margin 15%) 4. Dalam upaya mencega terjadinya gula illegal, maka untuk pulau-pulau atau daerah yang berada di perbatasan dengan negara lain agar diberikan insnetif khusus, khususnya untuk Batam dan Provinsi Kepri. 5. Dalam era otonomi, perlunya daerah diberika peluang untuk melakukan impor (sistem alokasi) dengan rekomendasi Gubernur yang disetujui oleh Menteri terkait (Perdagangan). H. Perbankan Pengantar Sesuai dengan Undang-undang No. 23/1999 dan Undang-undang No. 3/2004 maka tujuan dan tugas Pokok Bank Indonesia (BI) adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dengan tugas pokok antara lain menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter , mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur dan mengawasi Bank. Adapun wilayah kerja Kantor Bank Indonesia (KBI) Batam meliputi Kota Batam, Kota Tanjung Pinang, Kabupaten Bintan, Kabupaten Tanjung Balai Karimun, Kabupaten Natuna dan Kabupaten Lingga. Adapun jumlah kantor yang ada di KBI Batam pada tahun 2005 terdiri atas 43 Kantor Cabang, 90 Kantor Cabang Pembantu, 297 ATM dan 87 PVA. Perkembangan Kredit UMKM pada tahun 2005 sebesar Rp 3.107.943 juta, dengan sektor perdagangan sebesar Rp 925.373 juta dan Industri Rp 244.423 juta dan Konstruksi Rp 176.141,- juta. Berdasarkan penggunaannya, Kredit Investasi Rp 476.327,- juta; KMKP sebesar Rp 1.305.173 juta dan Konsumsi sebesar Rp 1.326.443 juta. Jika dibandingkan dengan angka Kredit UMKM secara nasional tahun 2005 sebesar Rp 354.908.000,- juta maka porsi KBI Batam dalam hal penyaluran UMKM baru mencapai 0.875 % atau kurang dari 1%. Permasalahan: Masih rendahnya penyaluran Kredit KUKM, khususnya yang bersumber dari dana PKBL dan SUP-005. Sebagai gambaran untuk PT. Bank Mandiri dana PKBL pertumbuhannya menurun dari 20.53% dan 8.19% selama periode 2003-2005. Untuk dana SUP-005 pada Bank Mandiri pada tahun 2004 sebesar Rp 425 juta dan Tahun 2005 sebesar Rp 555 juta atau naik 25%. Sementara untuk Bank BRI perkembangan kredit SUP-005 tahun 2004 sbesar Rp 809 juta dan tahun 2005 naik menjadi Rp 848 juta. Untuk Bank Bukopin Cabang Batam, penyaluran KYD KUKM pada tahun 2003 sebesar 42% dari total KYD cabang atau sbesar Rp 20,4 Milyard, tahun 2004 naik 48,97 % atau Rp 24,24 Milyard, tahun 2005 sebesar 44.46% atau sebesar Rp 38,74 milyard. Untuk dana SUP-005, tahun 2004 sebesar Rp 950 juta dan tahun 2005 sebesar Rp 2.955 juta.
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Keulauan Riau (Kepri), Kalsel dan Jatim, 3-7 April 2006
10
II. Propinsi Kalimantan Selatan Dengan luas wilayah sekitar 19,78 ribu km2 dengan garis pantai mencapai lebih kurang 525 km dan jumlah penduduk sekitar 1,7 juta jiwa yang dibagi menjadi 10 kabupaten/kota, Provinsi Kalsel merupakan wilayah yang masuk dalam kategori wilayah yang kondisi alamnya terdiri atas sungai-sungai dan kawasan hutan. Walaupun sektor potensi terbesar di provinsi ini adalah sektor perdagangan, pertanian, Industri, kehutanan, aman pangan, sayuran, perkebunan dan perikanan yang merupakan penyumbang terbesar PDRB provinsi Kalsel, namun sektor perindustrian dan perdagangan akhir-akhir ini menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan. Adapun deskripsi per bidang sesuai dengan wilayah kerja Komisi VI DPR RI adalah sebagai berikut: a.
Industri dan Perdagangan
Sektor perdagangan dalam pembangunan dan perkembangan perekonomian provinsi Bengkulu sejak krisis multidimensi menerpa perekonomian nasional cenderung menunjukkan kinerja keberhasilan program recovery ekonomi yang dicanangkan beberapa tahun yang lalu. Peran sektor perindustrian dan perdagangan dalam menggerakkan perekonomian daerah Kalimantan Selatan dan penciptaan lapangan kerja dapat digambarkan pada sumbangan sektor dalam pembentukan PDRB Daerah Kalimantan Selatan dimana pada tahun 2004 sektor Industri pengolahan memberikan kontribusi 14,16% dan sektor perdagangan, hotel dan restauran berkontribusi 14,67%. Kontribusi terbesar masih ditempati sektor pertanian (22,54%), disusul Pertambangan (18k29 %). Adapun jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor industri pengolahan 142.008 orang, sektor perdagangan 264.770 orang, dan jasa 155.000 orang, dengan jumlah tenaga kerja tertinggi masih di sektor pertanian sebesar 755.345 orang (BPS Kalsel). Perdagangan luar negeri Prov Kalsel terutama sektor non migas selama 5 tahun terakhir meningkat rata-rata 17.02%. Pada tahun 2005, secara nasional peringkat Kalimantan Selatan berada di urutan 7 setelah DKI, Riau, Jatim, Sumut, Kaltim dan Jateng. Berdasarkan jenis komoditinya, ekspor Batubara sejak tahun 2001 berkontribusi cukup besar (+/- 60%), disusul produk kayu, karet, dll. Industri Kayu yang cukup banyak menyerap tenaga kerja saat ini dihadapkan kendala dengan semakin berkurangnya persediaan bahan kayu akibat banyaknya kasus illegal logging. b.
Bidang BUMN dan Investasi
Gambaran mengenai kinerja BUMN di Propinsi Kalimantan Selatan dapat dilihat lebih terperinci pada Bagian D. Sedangkan di Bidang Investasi selama 5 tahun terakhir menunjukkan adanya gejala penurunan, khususnya di sektor pertanian dan kehutanan. Ada 12 perusahaan perkayuan/kehutanan yang telah melakukan penutupan usahanya akibat ketiadaan pasokan bahan baku kayu dan kenaikan BBM selama beberapa tahun terakhir. Beberapa perusahaan yang telah melakukan PHK antara lain PT. Kodeco Plywood 810 orang; PT. Guci 146 orang, PT. Barito Pacific 500 orang; PT. Ratu Miri 108 orang, PT. Kawi 580 orang dan PT. Katan Prima Permai sebanyak 743 orang. C. BIDANG KOPERASI DAN UKM Tim Komisi VI DPR RI melakukan kunjungan terakhirnya adalah ke Koperasi Unit Desa (KUD) Tani membangun Gambut. Di dalam kunjungan dan dialog bersama Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Keulauan Riau (Kepri), Kalsel dan Jatim, 3-7 April 2006
11
dengan pengurus Koperasi dapat dinilai bahwa pengembangan koperasi yang dilakukan cukup baik. Koperasi yang beranggotakan 522 orang yang sebagian besar anggotanya adalah para petani, pedagang, dan pegawai memang masih mengalami kesulitan khususnya dalam mendapat perkuatan modal, akses pasar, dan pola pendampingan/pembinaan/penyuluhan yang mereka dapatkan dari instansi terkait guna dapat meningkatkan kualitas pengelolaan koperasi. Pada tahun 2005, Koperasi ini memperoleh pendapatan Rp 192.180.777,59,- atau SHU sebesar Rp30.017.175,59,- Modal koperasi berkembang dari Rp460,8 juta pada tahun 2003 berkembang menjadi Rp498,2 juta pada tahun 2005. Hasil RAT mengarahkan Koperasi ini untuk memberikan pelayanan jasa dan aktivitas perdagangan, antara lain waserda dan wartel/warnet, penyaluran sarana produksi pertanian dan alsintan (pupuk Urea, SP 36, obat-obatan dan bibit), pengadaan bahan makanan, alat tulis, peralatan listrik, penjualan voucher; serta.jasa pelayanan simpan pinjam, angkutan, penyewaan ruang untuk gudang, pelayanan fotocopy, pelayanan pembayaran rekening listrik, telpon dan air bersih. Selain itu, KUD Tani Membangun Gambut merencanakan untuk meningkatkan sumber daya manusia Koperasi, melalui pendidikan, pelatihan, studi banding dan magang bagi para pengurus, pengawas, karyawan, serta anggota. Secara khusus pengurus dan/atau karyawan Koperasi akan pula memberikan penyuluhan kepada anggota dan masyarakat di wilayah KUD Tani Membangun Gambut. D. Hasil Kunjungan Kerja Ke BUMN/Perusahaan Swasta/Koperasi di Propinsi Kalimantan Selatan 1.
PT PN XIII PT PN XIII yang kantor pusatnya berada di Propinsi Klaimantan Barat, memiliki 5 unit kerja di bawah manajer distrik Kalimantan Selatan dan Tengah. Empat dari lima lokasi tersebut berada di Kalimantan Selatan, dan meliputi beberapa kabupaten, yaitu Kebun Tambarangan (di kabupaten Balangan dan Tapin, berupa kebun Karet, dengan pola inti+plasma), Kebun Batu Licin (di kabupaten Tanah Bumbu, berupa kebun karet, dengan pola inti+plasma), dan Kebun Danau Salak (di Kabupaten Balangan dan Tapin, berupa kebun karet milik perusahaan dan Rumah sakit), serta Kebun Pelaihari (di kabupaten Tanah Laut, berupa kebun kelapa sawit yang merupakan milik perusahaan). Di Tambarangan, PT PN XIII memiliki CRF, pabrik pengolahan karet dengan kapasitas 40 ton KK/hari. Sedangkan yang termasuk dalam propinsi Kalimantan Barat adalah Kebun Kumai untuk komoditi karet dengan pola inti+plasma. Pada manajer distrik ini terdapat kantor distrik dan penghubung yang mempekerjakan 51 orang tenaga kerja. Di perkebunan di Propinsi Kalimantan Selatan, jumlah tenaga kerja yang diserap mencapai 2.635 orang, sedangkan petani plasma yang berpartisipasi dalam perkebunan karet di Kebun Tambarangdan Batu Licin mencapai 10.744 orang. Di Rumah sakit Danau Salak dipekerjakan 73 orang. Produksi karet kering dalam lima tahun terakhir untuk distrik Kalimantan Selatan dan Tengah menunjukkan fluktuasi, dengan capaian produksi karet kering tertinggi tahun 2001 sejumlah 20,6 juta kg dan terendah pada tahun 2004 yang hanya mencapai jumlah 18,3juta kg. Pada tahun 2005 realiasai jumlah produksi karet kering mencapai 20,4 juta kg. Kenaikkan biaya BBM yang mendekati 100% dari Rp 2.700/lt menkadi Rp5.200/lt sangat berpengaruh terhadap biaya operasional perusahaan, dan secara keseluruhan peningkatan biaya produksi mencapai 8,38%. Selain itu, biaya pengakutan yang dikeluarkan oleh perusahaan juga meningkat 30% hingga 50%. Oleh karena itu, perusahaan berupaya melakukan berbagai efisiensi, dengan mengefektifkan pemakaian alat-alat yang menggunakan BBM, memperioritaskan pekerjaan yang langsung terkait dengan produksi. PT PN XIII menyalurkan dana program kemitraannya di distrik Kalimantan Selatan dan Tengah bagi 8 mitra dengan jumlah kredit sebesar Rp129,.5 juta pada tahun 2002, tahun 2003 disalurkan kepada 24 mitra dengan jumlah kredit sebesar Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Keulauan Riau (Kepri), Kalsel dan Jatim, 3-7 April 2006
12
Rp178 juta, tahun 2004 disalurkan kepada 21 mitra dengan jumlah kredit sebesar Rp227,5 juta, dan tahun 2005 disalurkan kepada 32 mitra dengan jumlah kredit sebesar Rp388 juta. Para mitra yang memperoleh kredit bergerak pada beragam sektor, seperti industri, perdaganga, perkebunan/pertanian., perikanan/peternakan, jasa dan asektor-sektor lainnya. Tingkat kolektibilitas kredit di distri ini mencapai 77,28%. 2.
PT Pusri PT Pupuk Pusri unit Kalimantan Selatan merupakan distributor pupuk dari PT Pupuk Kalimantan Timur, bagian dari Departemen Pemasaran Wilayah I PT Pupuk Pusri untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan (untuk wilayah kerja Kalimantan Selatan dan Tengah serta Kalimantan Barat). PT Pupuk Pusri berkantor di Banjarmasin adalah badan usaha dengan wilayah kerja meliputi Kalimantan Selatan dan Tengah, dan bergerak dalam pendistribusian pupuk bersubsidi dari Gudang Lini III ke Kios-kios pengecer di Kecamatan dan beberapa kabupaten. BUMN pupuk ini memiliki dua gudang penampungan pupuk (GPP) dengan kapasitas masing-masing 3.000 ton berupa fasilitas open storage. Gudang penampungan pupuk ini terletak di Kabupaten Banjar dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Dalam gudang ini ditampung pupuk Urea Ex. Produksi PT Pupuk Klaimatan timur Tbk, pupuk SP-36, ZA dan Phonska Ex. Produksi PT Petrokimia Gresik dan Pupuk KCL Ex. yang merupakan impor dari Negara Rusia. Wilayah yang dilayani oleh PT Pupuk Pusri di Kalimantan Selatan adalah Kabupaten Banjar Baru, Hulu Sungai Selatan dan Tabalong.
3.
PT Pupuk Kaltim PT Pupuk Kalimantan Timur, Tbk di Propinsi Kalimantan Selatan merupakan unit dari KPP Kalimantan Selatan dan Tengah yang baru dibangun pada bulan Agustus 2003 dan mulai beroperasi menyalurkan pupuk Urea bersubsidi sejak tanggal 23 september 2003. Dalam usia yang relatif muda KPP Kalimantan Selatan dan Tengah dinilai dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, dimberdasarkan hasil penelitian oleh perusahaan dan hasil peninjauan BPK RI yang antara lain menyatakan bahwa pengadaan pupuk Urea bersubsidi di lini III cukup/aman, harga jualnya dari pengecer resmi ke petani relatif stabil sesuai HET yaitu Rp52.500/karung isi 50Kg, dan sampai ke tangan petani dengan lancar; selain tidak ditemukan adanya hambatan dalam permintaan penebusan dari pengecer resmi ke distributor. Harga pupuk mencapai Rp1.050/Kg setelah meliputi harga tebus Rp957,5/Kg, margin distributor Rp 20/Kg dan margin kios Rp30/Kg, serta biaya transportasi berkisar antara Rp42,5/Kg hingga Rp43/Kg. Realisasi pupuk ke Kalimantan Selatan mencapai 11.365 ton tahun 2003, dan mencapai 53.666,85 ton tahun 2004, sedangkan tahun 2005 menurun menjadi 30.895 ton dan pada awal tahun 2006 sudah mencapai 9.999 ton. Program kemitraan PT Pupuk Kalimantan Timur, Tbk teridri atas pinjaman kepada usaha kecil yang nilainya dari tahun 2001 hingga 2005 berfluktuasi antara Rp17.399 juta (tahun 2004) hingga Rp 29.185 juta (tahun 2001); dan hibah yang diberikan dalam bentuk pelatihan teknik produksi, manajerial dan pemasaran. Nilai hibah juga berfluktuasi dari tahun 2001 hingga 2005 berkisar antara Rp2.032 juta (tahun 2002) hingga Rp 4.465 juta (tahun 2001). Tingkat kolektibilitas kredit program Kemitraan mencapai 55,82%, yang dinilai berdasarkan Keputusan Menteri Negara BUMN No.KEP-100/MBU/2002 tergolong sebagai cukup baik. Selain itu, BUMN pupuk ini menyalurkan juga dana program Bina Lingkungan yang digunakan untuk bantuan bencana alam, pendidikan masyarakat, kesehatan masyarakat, sarana dan prasarana umum serta sarana ibadah. Jumlah dana program Bina Lingkungan ini juga berfluktuasi antara Rp1.234,5 juta (tahun 2003) hingga Rp3.432,7 juta (tahun 2004). Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Keulauan Riau (Kepri), Kalsel dan Jatim, 3-7 April 2006
13
4.
PT PPI PT Perusahaan perdagangan Indonesia (PPI) yang juga disebut ITC (Indonesia Trading Company) adalah hasil penggabungan dari tiga BUMN Niaga, yaitu PT Cipta Niaga, PT Dharma Niaga, dan PT Panca Niaga. PT PPI unit Kalimantan Selatan beroperasi di Banjarmasin dan sekitarnya dalam perdagangan semen (Tiga Roda), pupuk (Kaltim), farmasi khususnya transamin, borax dan pestisida. PT PPI cabang Banjarmasin, masih tercatat merugi pada tahun 2003, dimana laba kotor mencapai Rp3,242Milyar sedangkan biaya umum dan administrasi mencapai Rp3,307 Milyar. Pada tahun 2004 terjadi pengurangan pegawai besarbesaran, khususnya pegawai kontrak, oleh manajemen pusat. PT PPI unit Palangkaraya Kalteng ditutup sejak Maret 2004 dan dimerger dengan PT PPI cabang Banjar masin (Kalimantan Selatan), yang juga meliputi wilayah kerja PT PPI Berabai (Kalimantan Selatan) yang ditutup pada Oktober 2005. Kondisi keuangan tahun 2004 masih belum diberikan oleh PT PPI Pusat karena masih diaudit.
5.
PT Angkasa Pura I Bandara Syamsudin Noor yang pengelolaannya baru diserahkan kepada PT Angaksa Pura I Tahun 1992 merupakan tinggalan pemerintahan pendudukan Jepang. Bandara ini telah dibangun sejak tahun 1944, untuk menggantikan landasan yang rusak karena dibom tentara Sekutu. Bandara yang kemudian disebut sebagai Lapangan Terbang Ulin, setelah dari Pemerintahan Jepang dikelola oleh Pemerintah Belanda, baru kemudian dikelola oleh Pemda melalui Dinas PU. Lapangan Terbang yang diserahkan kepada Kementerian Perhubungan (Jawatan Penerbangan Sipil) pada tahun 1961 ini berganti nama menjadi bandara Syamsudin Noor tahun 1970. Bandara Syamsudin Noor berubah status dari Perum menjadi Persero pada tahun 1993, sesuai PPNo.5 Tahun 1993. Sebagai bandara utama di Propinsi Kalimantan Selatan, dari bandara ini dilayani penerbangan dari dan ke beberapa kota transit seperti Jakarta, Ujung Pandang, medan, Surabaya dan Bali; selain ke beberapa kabupaetn di Kalimantan Selatan. Frekuensi penerbangan ke Jakarta dan Surabaya cukup tinggi yaitu masing-masing 8 kali/hari dan 7 kali/hari dengan armada dari sekitar 10 perusahaan penerbangan. Bandara ini juga berfungsi sebagai embarkasi haji, yang langsung melayani penerbangan ke Arab Saudi, sejak tahun 2003. pada tahun 2005 dari bandara ini dilayani 6.649 jemaah dari propinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, di luar 63 orang petugas pendamping. Arus penerbangan dari dan ke Kalimantan Selatan menunjukkan kecenderungan meningkat, mencapai puncaknya pada bulan Juli 2005 dengan 140ribu-an penumpang; begitu pula dalam cargo yang menunjukkan puncaknya pada bulan puasa, oktober tahun 2005. Sekalipun demikian, PT Angkasa Pura I masih mengalami kerugian dalam mengelola Bandara Syamsudin Noor; sekalipun kerugian tersebut menunjukkan penurunan dari sekitar Rp12.12Milyar pada tahun 2000 menurun menjadi sekitar Rp591,8 Juta tahun 2005 untuk aktivitas operasi. Sedangkan aktivitas non-operasi menunjukkan posisi keuangan yang berfluktuasi, dari untung, merugi kemudian untung kembali. Sekalipun demikian secara keseluruhan perusahaan masih mengalami kerugian sebesar Rp510,3 Juta. Sekalipun demikian, kontribusi pajak BUMN pengelola bandara ini tetap dilaksanakan dan menunjukkan kecenderungan yang meningkat secara bermakna. Kontribusi total pajak, yang terdiri dari PBB, PPN keluaran, PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, pajak parkir dan retribusi air tanah, yang jumlahnya mencapai Rp3,7 Milyar pada tahun 2005 dari sebelumnya Rp974,9 Juta tahun 2000. Program Bina Lingkungan PT Angkasa Pura I untuk propinsi Kalimantan Selatan diberikan dalam bentuk hibah dari tahun 1999 hingga 2005 mencapai Rp 619,49 Juta. Dana ini dipergunakan untuk: bencana alam Rp10.Juta, pendidikan dan pelatihan Rp 129,87Juta, untuk peningkatan kesehatan Rp160,6 juta, parasana umum Rp80,94 Juta dan sarana ibadah mencapai Rp238,01 Juta.
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Keulauan Riau (Kepri), Kalsel dan Jatim, 3-7 April 2006
14
Beberapa permasalahan yang dihadapi Bandara Syamsudin Noor antara lain : Belum adanya serah terima aset Pemda sekitar lokasi bandara sehingga belum dapt dilaksanakan perbaikan landasan; jarak antara Jalan A. Yani Km 25-28 dengan Runway terlalu dekat (192 m); Apron berbatasan langsung dengan Jalan Tegal Arum, umur peralatan Bandara sebagian besar sudah tua dan kapasitas ruang tunggu terminal yang terbatas. 6.
Bank Mandiri Bank Mandiri unit Propinsi Kalimantan Selatan terdiri dari 16 outlet yang terdiri dari 10 outlet pelayanan, 3 outlet kredit, 1 oulet ekspor-impor, 1 outlet manajemen resiko dan 1 outlet unit pemulihan. Kredit yang disalurkan Bank Mandiri unit propinsi Kalimantan Selatan bagi Usaha Kecil mencapai 27,4%, dan kredit bagi usaha mikro 6,3%, yang terbesarr adalah kredit komersial yang mancapai 41,1%; sisanya adalah kredit konsumsi 25,2%. NPL yang tertinggi dari empat kelompok kredit ini adalah untuk kredit konsumsi, yang mencapai 5,6%, namun biasanya kredit jenis ini diikuti dengan jaminan berupa barang yang dimiliki oleh debitur dan/atau jaminan berupa barang yang dibeli dari pinjamana tersebut. NPL untuk kredit bagi Usaha Kecil dan Komersial mencapai 2,0%; sedangkan untuk kredit bagi Usaha Mikro 2,3% namun sekelompok debitur, yaitu debitur dari Pasar Antasari menunjukkan NPL yang sangat tinggi yaitu 72,7%. Namun tidak ada data tentang besar dana yang dihimpun oleh Bank Mandiri unit Propinsi Kalimantan Selatan, kecuali data perkiraan bahwa pada bulan Januari 2005 Bank Mandiri unit Propinsi Kalimantan Selatan dapat menghimpun dana tabungan sejumlah Rp59,53 Trilyun, dan pada Januari 2006 diperkirakan Rp64,062 Trilyun. Sedangkan dana deposito dan giro pada Januari 2005 diperkirakan masing-masing Rp19,71 Trilyun dan Rp25,72 Trilyun dan pada Januari 2006 dana deposito dan giro diperkirakan masing-masing Rp30,92 Trilyun dan Rp37,41 Trilyun. Dari sisi kredit, besar dana yang diperkirakan disalurkan oleh Bank Mandiri pada bulan Januari 2005 untuk investasi, modal kerja dan konsumsi masing-masing sejumlah Rp33,17 Trilyun, Rp48,83 Trilyun. dan Rp23,06 Trilyun; yang pada Januari 2006 dana yang disalurkan untuk investasi, modal kerja dan konsumsi masingmasing diperkirakan Rp31,76 Trilyun, Rp56,44 Trilyun dan Rp42,22 trilyun. Dari hasil operasi Bank Mandiri unit Propinsi Kalimantan Selatan hingga maret 2006, terutama dari perbedaan bunga (spread), diperolah keuntungan, Rp6.675,23 juta. BEP dari pendirian cabang di Propinsi Kalimantan Selatan diperkirakan 9 bulan hingga 1 tahun tergantung kepada jumlah dana masyarakat yang dihimpun dan operating cost yang meliputi biaya investasi, biaya umum dan administrasi, biaya tenaga kerja, dan biaya operasional. Oleh karena itu, perusahaan telah melaksanakan corporate social responsibility berupa hibah bagi pembangunan dan kelengkapan sarana ibadah, sarana pendidikan termasuk bea siswa, serta bantuan bagi pengembangan keterampilan pengusaha UKM. Sekalipun demikian, Bank Mandiri sangat mempertimbangkan kondisi makro ekonomi propinsi Kalimantan Selatan karena kerentanan industri kayu dan batubara yang menjadi salah satu tulang punggung perekonomian di propinsi ini, juga karena kualitas sumber daya manusia sektor UKM propinsi Kalimantan Selatan. Oleh karena itu, sangat diharapkan agar pemerintah daerah menunjukkan konsistensi dan memberikan kepastian dalam kebijakan yang diambil dan diterapkan.
7.
PT Sarikaya Sega Utama Perusahaan yang memproduksi beragam produk hasil olahan dari produk hutan, ini telah berproduksi sejak tahun 1987. Produk yang dihasilkan oleh PT Sarikaya Sega Utama adalah lampit dan saburiana (alas lantai dari rotan) serta bantal rotan (jabuton), alas lantai dari kayu dan moulding, serta kayu gergajian. Perusahaan ini 558 orang yang terbagi atas pekerja borongan 138 orang yang dibayar secara mingguan, pekerja harian 362 orang yang dibayar per setengah bulanan, dan pekerja bulanan 58 orang yang dibayar tiap bulan. Bagi para karyawan diberikan Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Keulauan Riau (Kepri), Kalsel dan Jatim, 3-7 April 2006
15
fasilitas tempat tinggal berupa mess untuk karyawan bulanan, fasilitas kesehatan dan beribadah, serta Jamsostek yang meliputi jeminan kecelakaan kerja, jaminan kematian dan jaminan hari tua. Pasar produk PT Sarikaya Sega Utama adalah pasar domestik yang meliputi Balik papan, Jakarta, Pontianak, Lhoksamawe, dan Makasar; serta pasar internasional, yaitu Jepang. Di pasar domestik perusahaan bersaingan dengan berbagai perusahaan yang memproduksi barang sejenis karena kualitas barang relatif sama, namun tingkat persaingannya tidak tergolong ketat karena jumlah pesaing saat ini terbatas. Teknologi yang digunakan perusahaan cukup memadai. Sedangkan untuk barang ekspor kualitas produk dikontrol langsung oleh pembeli, sebelum barang dikapalkan. Namun, untuk pasar ini persaingan tergolong ketat karena China yang memproduksi tikar kati dan alas lantai dari kayu, serta produk substitusi bambu yang dihasilkan China yang dapat memberi efek dingin setingkat lampit yang mulai disenangi di Jepang. Kondisi perusahaan saat ini sangat tergantung pada beberapa faktor. Untuk produk rotan, perusahaan ini sangat tergantung pada permintaan dari Jepang. Sedangkan untuk produk dari hasil olahan kayu sangat tergantung pada supply kayunya, industri kayu gergajian sedang dalam kesulitan, seperti yang dialami oleh banyak perusahaan kayu –yang sebagian malah telah ditutup— atau industri alas lantai kayu yang tergantung dari suplai perusahaan plywood, sekalipun saat ini suplai plywood di Banjarmasin masih lancar. Namun, hingga saat ini perusahaan masih kesulitan untuk melakukan investasi. Permasalahan lain yang dihadapi perusahaan adalah harga bahan baku yang tinggi dan keterbatasan jumlahnya, sehingga menyebabkan perusahaan tidak selalu dapat memperoleh sejumlah yang dibutuhkan untuk berproduksi secara kapasitas penuh. Saat ini perusahaan berharap agar pemerintah dapat melaksanakan kebijakan yang tidak menimbulkan ekonomi biaya tinggi, serta berupaya mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi perusahaan produk hasl kayu dan membantu memperomosikan produk hasil olahan dari rotan dan kayu. 8.
PT Wijaya Triutama Plywood Industry PT Wijaya Triutama Plywood Industry yang sejak awal pendiriannya, tahun 1980 dan mulai berproduksi sejak tahun 1982, memfokuskan usahanya pada pasar luar negeri. Dari pasar ekspor ke negara Jepang, Taiwan, Hongkong dan Singapura, perusahaan yang sebagian besar bahan bakunya merupakan komponen lokal, menyumbang nilai ekspor yang terus meningkat, dari tahun 2001 hingga 2004, yaitu dari US $55,36 juta menjadi US $71,65 juta; sekalipun pada pada tahun 2005 nilai ekspor perusahaan ini menurun menjadi US $58,67juta. Namun, perusahaan yang siap bersaing dan menilai bahwa tingkat persaingan di pasar lokal dan global tergolong wajar ini mempekerjakan jumlah karyawan yang terus menurun, dari 2.249 orang di tahun 2001 menjadi hanya 1.693 orang tenaga kerja pada tahun 2005. Bagi perusahaan pemerintah daerah berperan dalam kelangsungan perusahaan, sehingga mengharapkan tidak terjadi tumpang tindih peraturan dan dapat terus melaksanakan peraturan yang baik, termasuk mengatasi kendala yang membuat perusahaan bersaing secara tidak sehat dengan perusahaan luar negeri (Malaysia) yang dapat memperoleh keuntungan karena illegal logging sedangkan perusahaan tetap berupaya mengikuti peraturan yang ada. Sekalipun demikian, PT Wijaya Triutama Plywood Industry terus menyumbang pajak kepada wilayah tempat perusahaan beroperasi, besar kontribusi pajak perusahaan secara keseluruhan menunjukkan fluktuasi. Pajak perusahaan yang pada tahun 2002 mencapai Rp15,04 milyar juta menurun menjadi Rp9,89 milyar tahun 2003 dan meningkat menjadi Rp12.55 milyar tahun 2004. Sedangkan pajak sebagai wapu (pasal 21, 22, dan 23) juga berfluktuasi dari tahun ke tahun, namun dengan kecenderungan menurun. Pada tahun 2001 Rp2,73 milyar, meningkat menjadi Rp5.19 milyar tahun 2002; menurun menjadi Rp 3,34 tahun 2003, meningkat lagi Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Keulauan Riau (Kepri), Kalsel dan Jatim, 3-7 April 2006
16
menjadi Rp4,05 milyar dan kemudian menurun menjadi Rp2,88milyar. Hanya pajak jenis PBB yang secara konsisten menunjukkan peningkatan, yaitu dari Rp52,55 juta pada tahun 2001 menjadi Rp108,33 juta pada tahun 2005. Perusahaan yang memproduksi produk kayu lapis, yaitu plywood, blockboard dan laminated board ini, mengoperasikan sendiri power plant non-BBM untuk menghasilkan listrik sebagai sumber tenaga dalam proses produksi, sehingga tidak terlalu terpengaruh oleh kenaikkan harga BBM; tetapi peningkatan harga-harga barang dan jasa membuat biaya perusahaan ikut meningkat. Perusahaan ini bahkan menjual sebagian listriknya kepada PT PLN. Selain itu, perusahaan juga mengoperasikan sendiri air bersih dan water treatmentnya Selain kewajiban terhadap karyawan, dimana perusahaan memberikan fasilitas perumahan (mess) karyawan dan subsidi pembangunan rumah karyawan, serta memberi gaji dan upah di atas UMP/UMSP propinsi Kalimantan Selatan; perusahaan juga berupaya menunjukkan corporate social responsibility kepada masyarakat dan wilayah di lingkungan sekitar pabrik. Perusahaan, memberi bantuan penyediaan air bersih, bantuan penerangan listrik, termasuk untuk jalan dan rumah ibadah, bantuan pengerasan/aspal jalan, serta sumbangan bagi yatim piatu/panti asuhan.
III.
Propinsi Jawa Timur
Dengan luas wilayah sekitar 428 km2 dan jumlah penduduk sekitar 36 juta jiwa yang dibagi menjadi 29 kabupaten dan 9 kota, Provinsi Jawa Timur memang merupakan wilayah yang sangat potensial untuk pengembangan industri dan perdagangan. Apabila dilihat per sektor, sumbangan volume ekonomi sektor industri mulai tahun 2001 – 2005 menyumbang sebesar 28,24% dan sektor perdagangan sebesar 25,7%. Artinya, sumbangan kedua sektor ini telah mencapai 53,94% terhadap PDRB. Seperti diketahui sejak tahun 2001 lalu perekonomian Jawa Timur sudah bangkit menuju arah perbaikan dengan ditandai pertumbuhan ekonomi di atas angka 3%, tepatnya sebesar 3,33%, berikutnya tahun 2002 proses perbaikan demi perbaikan sudah semakin nampak berjalan dengan lancar, dan tumbuh lagi sebesar 3,41%, sedikit lebih besar dibandingkan dengan tahun 2001. Pada tahun 2003 perbaikan ekonomi Jawa Timur sudah semakin nyata, dengan pertumbuh hingga sebesar 4,11%. Selanjutnya sampai akhir tahun 2004 pertumbuhan ekonomi Jawa Timur telah menembus angka 5,18%. Terakhir walaupun dibayangi oleh adanya kenaikan BBM dan inflasi yang tinggi namun tahun 2005 pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tetap meningkat hingga menembus angka 5,69%. Sementara itu dari kinerja ekspor, ekspor non migas Jawa Timur tahun 2002 menunjukkan total nilai US$ 5,69 milyar, atau mengalami kenaikan 13,87% apabila dibandingkan dengan tahun 2001 yang tercatat sebesar US$ 5,00 milyar. Selanjutnya untuk tahun 2003 realisasi ekspor non migas Jawa Timur tercatat sebesar US$ 5,48 milyar atau turun 12,19% dibandingkan tahun 2002, dan tahun 2004 tercatat sebesar US$ 6,19 milyar, terakhir sampai dengan Desember 2005 tercatat sebesar US$ 6,36 milyar. III. DESKRIPSI PER BIDANG A. BIDANG INDUSTRI DAN PERDAGANGAN Kontribusi sektor Industri dan Perdagangan terhadap perekonomian Jawa Timur dihasilkan dengan telah ditetapkannya arah kebijakan, sasaran, dan program pembangunan bidang industri dan perdagangan di Jawa Timur. Adapun sasaran pembangunan bidang industri adalah: Pada skala industri besar dan menengah diperkirakan akan meningkatnya jumlah unit usaha naik sebesar 6% dari kondisi tahun 2004, nilai investasi Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Keulauan Riau (Kepri), Kalsel dan Jatim, 3-7 April 2006
17
naik sebesar 17% dari kondisi tahun 2004 serta penyerapan tenaga kerja naik 13% dari kondisi tahun 2004. Pada skala industri kecil dan kerajinan diperkirakan akan meningkatnya jumlah unit usaha naik sebesar 7% dari kondisi tahun 2004, nilai investasi sebesar 13% dari kondisi tahun 2004 serta penyerapan tenaga kerja naik 10% dari kondisi tahun 2004. Melanjutkan program revitalisasi, konsolidasi, dan restrukturisasi industri serta memperkuat struktur industri untuk membangun pilar-pilar industri masa depan. Meningkatkan komponen lokal dan sumberdaya lokal dengan mengoptimalkan potensi pasar di dalam negeri. Meningkatkan daya saing industri terpilih dan meningkatkan ekspor serta mengembalikan kinerja industri yang terpuruk akibat krisis. Terciptanya iklim usaha yang lebih kondusif baik bagi industri yang sudah ada maupun investasi baru dalam bentuk tersedianya layanan umum yang baik dan bersih dari KKN, sumber-sumber pendanaan yang terjangkau, dan kebijakan fiskal yang menunjang sehingga mampu menumbuhkan industri potensial. Peningkatan pangsa sektor industri manufaktur di pasar domestik, baik untuk bahan baku maupun produk akhir, sebagai cerminan daya saing sektor ini dalam menghadapi produk-produk impor serta mempercepat pertumbuhan IKM, khususnya industri menengah. Menciptakan usaha industri yang tangguh dengan keluaran diharapkan dapat mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan dengan menciptakan lapangan kerja baru serta percepatan perkembangan ekonomi dan pemerataannya. Meningkatnya proses alih teknologi dari Foreign Direct Investment (FDI) yang dicerminkan dari meningkatnya pemasokan bahan antara dari produk lokal dan meningkatkan kandungan bahan baku/penolong lokal. Meningkatnya penerapan standarisasi produk industri manufaktur sebagai faktor penguat daya saing produk serta meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi.
Sedangkan arah kebijakan pembangunan bidang perdagangan adalah: Meningkatkan pertumbuhan ekspor non migas di Jawa Timur berbasis sumber daya alam, teknologi dan produk unggulan daerah. Melakukan debirokratisasi dalam pelayanan perijinan pengelolaan aktivitas ekspor impor (pelayanan satu atap). Mendorong secara bertahap perluasan basis produk ekspor dengan tetap memperhatikan kriteria produk ekspor yang ramah lingkungan. Peningkatan nilai tambah ekspor secara bertahap terutama dari dominasi bahan mentah ke dominasi barang setengah jadi dan barang jadi disertai upaya pengurangan ketergantungan bahan baku impor. Revitalisasi kinerja kelembagaan promosi ekspor serta perkuatan kapasitas kelembagaan dalam bentuk pelatihan investasi, tata cara ekspor dan pembinaan secara sinergis, simultan, dan berkelanjutan. Peningkatan fasilitasi perdagangan melalui penyederhanaan prosedur ekspor impor, menerapkan konsep single document, menyederhanakan sistem tata niaga untuk komoditi strategis dan yang tidak memerlukan pengawasan serta perkuatan kapasitas lembaga uji mutu produk ekspor impor. Optimalisasi sarana penunjang perdagangan internasional seperti kelembagaan free financing untuk ekspor, fasilitasi modal kerja dengan bunga non komersial bagi UKM/IKM agroindustri yang berorientasi ekspor dan bertumpu pada sumber daya lokal, dan pemberdayaan lembaga-lembaga pelatihan dan promosi ekspor daerah seperti P3ED. Penguatan pasar dalam negeri melalui peningkatan kualitas SDM, kualitas produk sesuai dengan ISO, dan kemitraan untuk menjamin kontinuitas produk. Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Keulauan Riau (Kepri), Kalsel dan Jatim, 3-7 April 2006
18
Harmonisasi kebijakan pusat dan daerah, penyederhaan prosedur dan perijinan yang selama ini belum efisien (waktu, biaya) serta telah menjadi penghambat kelancaran arus barang dan pengembangan kegiatan jasa perdagangan. Perkuatan lembaga perdagangan melalui sosialisasi keberadaan lembaga perlindungan konsumen, kemetrologian, kelembagaan persaingan usaha serta kelembagaan perdagangan lainnya. Fasilitasi pengembangan prasarana distribusi tingkat regional dan sub sistem pada daerah tertentu seperti kawasan perbatasan dan daerah terpencil serta peningkatan dan pengembangan sarana penunjang perdagangan melalui pengembangan jaringan informasi produksi, pasar, dan peningkatan pasar lelang ditingkat lokal dan regional. Peningkatan efektivitas pelaksanaan perlindungan konsumen, terwujudnya tertib niaga dan perkuatan sistem pengawasan barang beredar dan jasa.
B. BIDANG BUMN dan INVESTASI Dalam upaya meningkatkan kinerja investasi di Jawa Timur, Pemerintah Daerah Jawa Timur telah melakukan pemetaan. Hasil pemetaan yang telah dilakukan berupa produk unggulan Jawa Timur yaitu di sektor primer adalah minyak atsiri (minyak nilam, kenanga, melati, cengkeh), perkebunan kelapa terintegrasi industri pengolahan, rumput laut, gypsum sintetis, marmer, pasir besi, pariwisata serta UKM dan kerajinan. Sektor sekunder (industri pengolahan) dan sektor tertier (jalan tol, pengolahan air bersih, kelistrikan, perdagangan ekspor, jasa dan pariwisata). Sementara itu pemerintah daerah provinsi Jawa Timur juga telah mengeluarkan beberapa kebijakan dalam rangka melindungi investasi yang ada, seperti: Fasilitasi penyelesaian masalah penanaman modal melalui Dewan Konseling Investasi dengan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor: 188/52/KPTS/013/2005 tanggal 21 Maret 2005 yang bertugas memfasilitasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh investor untuk dicarikan solusi pemecahannya. Koordinasi dalam kegiatan perencanaan dan pengembangan, promosi, perijinan penanaman modal dan pengawasan pelaksanaan penanaman modal dengan instansi terkait di provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur cukup baik, semua pihak bertekad untuk meningkatkan investasi serta menciptakan iklim investasi yang kondusif di Jawa Timur melalui serangkaian pembangunan kebijakan dan perbaikan institusi. Dari kinerja persetujuan investasi, periode Januari sampai dengan Desember 2005 ini jumlah investasi yang disetujui oleh BKPM sebanyak 23 proyek PMDN dengan jumlah investasi sebesar Rp. 5.516.850 juta dibandingkan pada tahun 2004 dengan periode yang sama disetujui 16 proyek dengan investasi Rp. 4.055.256 juta, dengan demikian jumlah proyek mengalami kenaikan sebesar 136,04%. Sedangkan pada tahun 2006 antara Januari sampai Maret telah disetujui sebanyak 1 proyek dengan jumlah investasi Rp. 15.900 juta, dibandingkan tahun 2005 pada periode yang sama mengalami penurunan 1.080% untuk jumlah investasi dan jumlah proyek yang sama. Untuk PMA, periode Januari sampai dengan Desember 2005 jumlah investasi yang disetujui 78 proyek dengan investasi US$ 554.344 ribu, apabila dibandingkan dengan tahun 2004 sebanyak 65 proyek terdapat kenaikan 120% dan dari nilai investasi juga mengalami kenaikan 154,94%. Sedangkan pada tahun 2006 antara Januari sampai Maret telah disetujui sebanyak 9 proyek dengan jumlah investasi US$ 17,032 ribu, dibandingkan tahun 2005 pada periode yang sama mengalami kenaikan 128,57% untuk jumlah proyek dan jumlah investasinya mengalami kenaikan sebesar 159,87%. Wilayah Provinsi Jawa Timur adalah wilayah yang termasuk banyak dijadikan domisili beberapa BUMN. Pada kunjungan kerja tim Komisi VI DPR RI kali ini difokuskan Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Keulauan Riau (Kepri), Kalsel dan Jatim, 3-7 April 2006
19
kepada persoalan spesifik seperti soal kelangkaan pupuk yang terkait dengan PT. Petrokimia Gresik, masalah gula yang terkait dengan PTPN-PTPN dan RNI, PT. Semen Gresik yang selama ini menjadi concern Komisi VI DPR RI, serta beberapa BUMN yang saat ini masih mangalami kerugian seperti PT. BOMA BISMA INDRA. PT. Barata Indonesia, PT. Kertas Leces, PT. INKA, dan PT. Industri Gelas Indonesia. C. BIDANG KOPERASI DAN UKM Pembangunan Koperasi dan UKM di Jawa Timur walaupun mulai nampak perkembangan yang positif, namun secara umum tidak terlepas dari masih banyaknya kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi dan UKM yang perlu tetap mendapat perhatian pembenahan dan dukungan secara berkelanjutan, antara lain: 1. Rendahnya produktivitas dan daya saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) terutama dalam bidang manajemen, kelembagaan, pemasaran, dan penguasaan teknologi informasi sehingga menimbulkan disparitas usaha yang sangat lebar antar pelaku usaha. 2. Terbatasnya akses Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) terhadap sumberdaya produktif yang terutama meliputi tiga aspek penting, yaitu modal usaha yang bukan saja mencakup penyediaan kredit modal kerja tetapi juga kredit investasi; informasi; dan pasar. Pemerintah daerah provinsi Jawa Timur juga telah menetapkan arah kebijakan yang akan dilaksanakan dalam rencana pembangunan jangka menengah ke depan dalam pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah: 1. Mengembangkan UKM yang diarahkan untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, penciptaan lapangan kerja, peningkatan produktivitas dan daya saing. Sedangkan pengembangan usaha skala mikro diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. 2. Memperkuat kelembagaan melalui penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik (good governance) dan berwawasan gender. 3. Memperluas basis dan kesempatan berusaha serta menumbuh kembangkan wirausaha baru berkeunggulan prima untuk mendorong pertumbuhan, peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja. 4. Mengembangkan KUMKM untuk lebih berperan sebagai penyedia barang dan jasa di pasar domestik yang semakin berdaya saing dengan produk impor. 5. Membangun tatanan kelembagaan dan organisasi koperasi, meningkatkan kepedulian dan dukungan pemangku kepentingan (stakeholders) dan meningkatkan kemandirian gerakan koperasi. Berangkat dari potensi dan permasalahan KUKM dengan mengacu pada arah kebijakan yang akan dilaksanakan dalam RPJM pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, serta Rencana Strategis Kementerian KUKM 2005 – 2009 maka upaya yang akan dilaksanakan adalah: 1. Meningkatnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi sesuai dengan jati diri koperasi. Untuk meningkatkan kualitas kelembagaan dan organisasi sesuai dengan jati dirinya dinas koperasi, pengusaha kecil dan menengah provinsi Jawa Timur dalam periode 2006 – 2009 menargetkan sebanyak 11.640 unit koperasi berkualitas (kriteria A, B, dan C) dan dalam tahun 2006 sebanyak 3.921 unit koperasi berkualitas. 2. Meningkatnya produktivitas usaha dan daya saing ekspor KUMKM di pasar bebas. Salah satu upaya untuk mewujudkannya adalah: a. Memberikan kesempatan kepada KUKM mengikuti kegiatan pameran baik di tingkat regional, nasional dan internasional, yang dibiayai baik dari dana APBD maupun APBN. Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Keulauan Riau (Kepri), Kalsel dan Jatim, 3-7 April 2006
20
3.
b. Pengembangan pasar tradisional melalui pelaksanaan pasar rakyat yang pembiayaannya didukung dana APBD dan APBN. Perkuatan modal bagi KUKM baik yang dibiayai dari dana APBD maupun APBN. a. Perkuatan permodalan bagi KUKM dari APBD selama periode 2001 s/d 2005 sebesar Rp. 119.295.000.000 di antaranya adalah program sentra kulakan koperasi (senkuko), sapi potong, sapi perah, ayam potong, kredit lunak melalui BPR Jatim dan Bank Jatim, Pengembangan Usaha Pengadaan Pangan Sistem Bank Padi, Sertifikasi tanah bagi PMK, pengembangan usaha mikro melalui KSU/USP Koperasi. b. Perkuatan permodalan bagi KUKM dari APBN sampai dengan akhir tahun 2005 sebesar Rp. 153,9 milyar dan telah berkembang menjadi Rp. 403,8 milyar. c. Perkuatan permodalan melalui kegiatan strategis Kementerian KUKM dan sampai akhir tahun 2005 sebesar Rp. 174,2 milyar.
Sedangkan dilihat dari aspek perkembangan Koperasi Aktif dan Koperasi Tidak Aktif di Jawa Timur pada kurun waktu 5 tahun terakhir mengalami pasang surut peningkatan dan atau penurunan. Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan Koperasi Aktif antara lain disebabkan adanya peningkatan pengelolaan kelembagaan dan usaha yang dikelola koperasi, disamping adanya koperasi-koperasi baru yang tumbuh berkembang dengan baik. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan koperasi aktif, diantaranya; disamping adanya pembubaran sejumlah koperasi yang sudah tidak aktif, dipengaruhi pula oleh adanya perubahan kriteria koperasi aktif dan tidak aktif. Kriteria koperasi aktif adalah: Memiliki anggota 20 orang dan selalu bertambah Memiliki kantor dan ada papan nama koperasi Kegiatan usaha masih jalan dan layak Memiliki pengurus minimal 3 orang dan pengawas minimal 1 orang Kelembagaan masih jalan Melaksanakan RAT berturut-turut Kriteria koperasi tidak aktif adalah: Jumlah anggota 20 orang/keanggotaan tidak aktif/tidak ada anggota Tidak melaksanakan RAT selama 2 tahun berturut-turut Alamat kantor tidak jelas (kantor tidak ada) Kegiatan usaha tidak layak lagi/tidak ada Pengurus maupun pengawas tidak ada/tidak aktif IV. PERMASALAH SPESIFIK DAN REKOMENDASI A. PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR Permasalahan : 1. Alokasi kebutuhan pupuk per kabupaten per bulan selalu mengalami kekurangan, yang berakibat terjadi kelangkaan dan kenaikan harga pupuk pada saat musim tanam. Kondisi tersebut diperparah lagi dengan penyerapan pupuk oleh petani tambak yang belum masuk kategori pupuk bersubsidi. 2. Karena HET tetap seperti sebelum kenaikan harga BBM, sedangkan biaya bongkar muat dan transportasi naik, maka sulit mempertahankan penjualan pupuk ditingkat kios resmi tetap sesuai HET. 3. Terbatasnya penjualan pupuk bersubsidi akan mendorong oknum tertentu untuk memperdagangkan secara ilegal antar wilayah atau antar kabupaten. 4. Akibat dilarangnya pembuatan urea tablet oleh pabrikan mengakibatkan petani sulit memperoleh urea tablet. 5. Investor baik domestik maupun asing pada dasarnya menghendaki adanya stabilisasi politik dan keamanan serta kepastian hukum; kebijakan perpajakan, Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Keulauan Riau (Kepri), Kalsel dan Jatim, 3-7 April 2006
21
tenaga kerja yang pro bisnis; pelayanan perijinan investasi dan ekspor dengan sistem pelayanan satu atap yang mudah, murah, cepat, dan transparan. Rekomendasi : 1. Alokasi pupuk bersubsidi hendaknya dipenuhi sesuai dengan kebutuhan riil petani termasuk kebutuhan untuk perikanan. 2. Agar HET dapat dipertahankan, penetapan HET oleh Menteri Pertanian direvisi dengan mempertimbangkan adanya kenaikan biaya angkut dan bongkar muat. 3. Dalam keadaan tertentu, untuk memenuhi kebutuhan pupuk yang mendesak di suatu kabupaten/kota, produsen pupuk harus diberi kewenangan untuk melakukan pengaturan dan pendistribusian antar kabupaten/kota dalam wilayah pelayanan. 4. Pabrikan urea tablet diijinkan untuk menjual jasa mengubah urea prill milik petani/kelompok menjadi urea tablet atas permintaan petani/kelompok. 5. Segera diterbitkan UU Penanaman Modal sebagai pengganti UU No. 1 tahun 1967 trntang PMA dan UU No. 6 tahun 1968 tentang PMDN namun diminta agar materi UU Penanaman Modal tersebut tidak bertentangan dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 6. Agar DPR RI mendesak pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah tentang Penanaman Modal sebagai pelaksanaan dari pasal 13 huruf n UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan diminta agar pelayanan perijinan investasi PMDN/PMA dilakukan dengan sistem satu atap di provinsi dan untuk non PMDN/PMA di kabupaten/kota. 7. Guna menjaga terpenuhinya kebutuhan tetes tebu untuk kepentingan industri dalam negeri, perlu dipertimbangkan oleh pemerintah untuk memberlakukan pajak ekspor tetes tebu, mengingat saat ini sebagian besar tetes tebu diekspor dengan harga yang cukup tinggi dibanding dengan penggunaan kebutuhan industri dalam negeri. B. PT. Pelindo III, PT. PAL Indonesia, PT. Dok dan Perkapalan Surabaya, dan PT. ASDP Permasalahan : Secara umum kinerja dari BUMN-BUMN ini dapat dinilai cukup baik. Hal tersebut dapat dilihat pada PT. PAL Indonesia misalnya saat ini telah mampu melakukan ekspansi penerimaan pesanan pembuatan kapal skala internasional. Namun dengan keterbatasan finansial, PT. PAL Indonesia hingga tahun 2009 tidak lagi menerima order karena keterbatasan kapasitas dan modal kerja. Sementara PT. ASDP yang memang difokuskan untuk melayani kepentingan publik, tidak dapat memberikan deviden yang cukup besar apalagi untuk mengembangkan produk-produk jasa yang dimiliki. Rekomendasi : 1. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan Kementerian terkait khususnya Kementerian Negara BUMN untuk meningkatkan kapasitas dan kecukupan finansial dalam pengembangan PT. PAL Indonesia. 2. Komisi VI DPR RI akan mempertimbangkan pemberian dana PSO bagi ASDP dalam rangka peningkatan pelayanan bagi jasa-jasa yang dimiliki. Hal tersebut penting karena demi memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat PT. ASDP memberikan harga yang cukup murah bagi masyarakat pengguna jasa PT. ASDP (misalnya tiket ferry penyeberangan surabaya-madura Rp. 2500,-/orang dan Rp. 1500,-/motor) C. PT. Bank BRI, PT. Bank BNI, PT. Bank Mandiri, PT. Bank BTN, PT. Bank Bukopin, dan PT. Bank Agro Permasalahan : Kinerja perbankan di Jawa Timur dapat dinilai cukup memuaskan. Hal tersebut dapat dilihat dari besarnya nilai deviden dan jumlah pihak ketiga, serta kecilnya NPL (ratarata 1,5 – 2,5%). Begitu juga dengan program-program Kredit Ketahan Pangan yang Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Keulauan Riau (Kepri), Kalsel dan Jatim, 3-7 April 2006
22
berjalan cukup baik khususnya bagi petani tebu yang kebanyakan di Jawa Timur. Namun demikian kendala yang dihadapi saat ini adalah bahwa kondisi makro ekonomi sebagai dampak kenaikan BBM memberikan keterbatasan ruang gerak untuk melakukan ekspansi kredit. Rekomendasi : Untuk memperlancar program-program kegiatan kredit ketahanan pangan, pihak perbankan mengusulkan agar Pemerintahan Daerah memberikan dukungan dengan membentuk Lembaga Penjaminan Kredit Daerah (LPKD) yang dapat menjadi mediator antara kreditur dan debitur. D. PT. HM Sampoerna, PT. Gudang Garam, PT. Maspion Permasalahan : Apabila dilihat dari performance, ketiga perusahaan swasta ini telah mencapai pada tingkat yang sangat sehat dan bahkan ikut memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan negara, khususnya dari perusahaan rokok. Namun hingga saat ini dari informasi yang diperoleh masih ditemui adanya praktek-praktek pembuatan dan peredaran rokok ilegal yang dapat merugikan negara cukup besar. Sementara bagi PT. Maspion kendala yang dihadapi saat ini adalah masalah perburuhan khususnya masalah penggajian. Rekomendasi : Komisi VI DPR RI akan mendesak pemerintah khususnya Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan untuk melakukan upaya serius dalam mengatasi masalah rokok ilegal. Khusus terhadap kasus pemalsuan cukai rokok bagi rokok-rokok ilegal tersebut, Komisi VI DPR RI meminta kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk melakukan sweeping dan menindak tegas oknum-oknum yang terlibat. E. PT. PLN, PT. Pertamina, PT. PGN Permasalahan : Akibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak 1997 lalu, investasi pengembangan energi termasuk investasi bagi peningkatan pembangkit tenaga listrik di Indonesia banyak yang tertunda. Hal tersebut akhirnya berakibat kepada mulai menipisnya cadangan energi listrik, karena belum adanya pembangkit tenaga listrik yang baru. Sementara sumber pembangkit tenaga listrik yang lama, kapasitas produksinya semakin hari semakin menurun. Hal yang sama juga terjadi pada energi minyak dan gas bumi yang dikelola oleh PT. PGN dan PT. Pertamina. PT. PLN misalnya mengalami kendala-kendala seperti: Terbatasnya dana investasi bagi PLN untuk pengembangan sistem kelistrikan, permintaan listrik cukup tinggi namun belum dapat dilayani karena dana investasi terbatas, diversifikasi BBM untuk PLTD di pulau-pulau masih sulit dan mahal, harga jual rata-rata masih lebih rendah dari BPP rata-rata, ketidakpastian penyediaan gas untuk pembangkit, ketidak pastian investasi untuk membangun pembangkit, indikasi kekurangan daya listrik pada 2008 dan 2009. Berbeda dengan Pertamina, kendala yang sangat besar dihadapi khususnya untuk wilayah Jawa Timur adalah penggunaan dermaga bongkar BBM yang letaknya didalam basis Angkatan Laut. Hal itu sangat berpengaruh terhadap masalah penyaluran BBM sampai ke depot-depot karena penyandaran tanker sering tertunda. Sementara itu permasalahan yang dihadapi oleh PT. PGN adalah belum tersedianya infrastruktur gas bumi berupa jaringan pipa gas yang mengangkut gas bumi dari sumbernya ke konsumen, semakin langkanya sumber dana yang ekonomis dan berjangka panjang, kebijakan pemerintah di sektor energi belum mendukung pemanfaatan gas bumi, ketidakpastian hukum dan keamanan sehingga mengurangi minat investor, terlambatnya pengembangan lapangan gas di Jawa Timur yang tidak sejalan dengan pertumbuhan kebutuhan. Rekomendasi : 1. Karena permintaan listrik masih tinggi namun belum dapat dilayani, maka Komisi VI DPR RI mendukung pelaksanaan rencana-rencana pengembangan kelistrikan Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Keulauan Riau (Kepri), Kalsel dan Jatim, 3-7 April 2006
23
di Jawa Timur seperti kebutuhan gardu induk, trafo gardu induk, kebutuhan fisik dan investasi. 2. Untuk mengantisipasi terjadinya shortage gas di Jawa Bagian Timur, Komisi VI DPR RI akan mendukung program percepatan pengembangan sumur gas baru di Jawa Timur serta pembangunan infrastruktur untuk mendukung pasokan gas ke konsumen. F. PT. Petrokimia Gresik dan PT. Semen Gresik Permasalahan: Komisi VI DPR RI dalam memonitor langsung terhadap kinerja BUMN yang berada di dalam lokasi wilayah kunjungan kerja yakni di Jawa Timur juga berkunjung langsung ke PT. Petrokimia Gresik dan PT. Semen Gresik. Dari pertemuan dengan jajaran direksi kedua BUMN ini diperoleh informasi bahwa PT. Petrokimia Gresik dan PT. Semen Gresik merupakan BUMN yang sangat sehat dan saat ini berada pada posisi kinerja yang cukup baik. PT. Semen Gresik saat ini telah mampu memproduksi 17, 2 juta ton semen per tahun (besama dengan Semen Padang dan Tonasa) dengan tingkat utilitas 96%. Sedangkan PT. Petrokimia Gresik selain memproduksi pupuk yang selama ini dipergunakan oleh para petani seperti urea, juga telah melakukan langkah-langkah inovatif dengan mengembangkan jenis pupuk lain seperti pupuk organik yang baru-baru ini dikembangkan. Dalam perjalanannya selama ini, PT. Petrokimia Gresik mengalami beberapa penurunan produksi yang diakibatkan misalnya seperti kelangkaan gas seperti yang terjadi pada bulan Juni-Juli yang akan datang diprediksi akan terhenti selama 3 bulan karena kekurangan pasokan gas. Juga pernah terjadi adanya masalah teknis pada pabrik amonia pada 5 Februari 2006 lalu. Rekomendasi : Dalam pertemuan dengan direksi PT. Petrokimia Gresik dan PT. Semen Gresik diperoleh kesimpulan bahwa pemerintah harus melakukan upaya penyelamatan bahan-bahan baku untuk kepentingan industri dalam negeri daripada kepentingan ekspor seperti gas, phospat, sulfur, dsb. G. PT. Boma Bisma Indra, PT. Barata Indonesia, PT. INKA, PT. KERTAS LECES, PT. Industri Gelas Indonesia Permasalahan: 1. Kendala pengembangan PT. Boma Bisma Indra lebih berada pada kelemahan internal terutama pada struktur keuangan yang kurang baik sebagai akibat dari akumulasi permasalahan dan kerugian pada periode sebelumnya menyebabkan pencapaian order masuk dan penjualan rendah karena neraca unbankable/tidak memenuhi persyaratan tender. Menurunnya image perusahaan yang menyebabkan perlu usaha yang kuat dalam mengembangkan perusahaan. 2. PT. Barata Indonesia saat ini sedang mengalami kesulitan dalam menyisihkan dana untuk investasi sementara PT. INKA mengalami kendala belum adanya blue print perkeretaapian secara nasional. 3. PT. Kertas Leces mengalami kendala pada suplai dan tingginya harga gas, kecilnya modal kerja dan besarnya hutang serta empowering asset dan peningkatan efisiensi produksi. Sementara tantangan terberat yang dihadapi oleh PT. Iglas adalah kenaikan harga BBM solar dan residu sebesar 250% dan 150%, naiknya beberapa komponen bahan baku impor lokal sebagai akibat depresiasi nilai tukar rupiah, dan besarnya dana rebuild dapur-dapur produksi gelas pada tahun 2006 ini. Selain itu produk-produk PT. Iglas mulai terkikis daya saingnya dengan produk impor akibat struktur biaya dan kurang modernnya peralatan produksi. Rekomendasi : 1. Dalam rangka mengeluarkan perusahaan dari krisis keuangan dan ancaman pailit PT. Boma Bisma Indra telah membuat suatu program penyelamatan perusahaan yang disebut ”program revitalisasi perusahaan” dengan konsep kuasi Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Keulauan Riau (Kepri), Kalsel dan Jatim, 3-7 April 2006
24
2.
3. 4.
5.
reorganisasi dan akuisisi perusahaan oleh PT. Adhi Karya yang telah disampaikan kepada Kementerian Negara BUMN. Untuk itu PT. Boma Bisma Indra meminta dukungan Komisi VI DPR RI. Dalam rangka merevitalisasi BUMN-BUMN yang memproduksi alat berat /mesin pemerintah seharusnya meninjau adanya kebijakan ijin impor mesin/peralatan bekas. Diusulkan agar kebijakan tersebut dibatasi untuk tahun 2006 saja dan selanjutnya harus menggunakan mesin/peralatan sejenis yang telah mampu diproduksi di dalam negeri. Dalam upaya optimalisasi sumber daya yang ada di BUMN-BUMN disarankan agar ada peraturan perundangan yang mengatur sinergi BUMN. PT. INKA memohon dukungan pemerintah dan DPR RI dalam peningkatan peran perkeretaapian (Revisi UU No. 13/1992, blue print perkeretaapian, program backlog perawatan sarana)) dan peningkatan penggunaan produk dalam negeri (blue print industri transportasi, insentif pemanfaatan produk lokal) serta agenda riset nasional (fokus pada moda transportasi perkotaan yang hemat energi) PT. Kertas Leces secara khusus memohon dukungan terhadap restrukturisasi hutang kepada pemerintah berupa DDI dan FEL sebanyak Rp. 292 milyar selama 10 tahun dan hutang ex-BPPN sebesar Rp. 840 milyar yang telah dicessie-kan (dijual) kepada Kalimantan Asset Management sebesar Rp. 91 milyar.
H. PT. PN X, PT. PN XI, PT. PN XII, PT. RNI, PG. Ngadiredjo, Petani Tebu dan APTRI Permasalahan: Perjalanan berikutnya, tim Komisi VI DPR RI kemudian melakukan pertemuan dengan BUMN-BUMN perkebunan, yaitu PTPN X, XI, XII, dan PT. RNI. Dalam rapat dengar pendapat dengan para Dewan Direksi PTPN X-XII dan PT. RNI tersebut, tim Komisi VI DPR RI secara khusus membahas tentang permasalahan gula terutama yang terkait dengan kesiapan Indonesia menghadapi target swasembada gula 2008. Selain itu juga tim Komisi VI DPR RI juga membahas tentang pelaksanaan impor bagi PTPN-PTPN selaku IT. Dalam pertemuan tersebut dijelaskan bahwa pelaksanaan impor dilakukan sendiri oleh PTPN, mulai dari pengurusan ijin impor, tender pengadaan gula impor, pengawasan kedatangan gula di pelabuhan, hingga penetapan distributor yang berkoordinasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat. Mitra yang ditunjuk dalam pelaksanaan impor ini adalah distributor atau pedagang gula yang selama ini telah terbiasa membeli gula petani. Sementara itu untuk pemberian dana talangan dimaksudkan agar petani mendapatkan uang tunai tanpa harus menunggu semua gula miliknya terjual. Adanya dana talangan juga memungkinkan mereka terhindar dari dampak fluktuasi harga gula dunia yang cenderung kurang menguntungkan. Mengingat apabila harga lelang di bawah harga dasar patokan dana talangan, risiko ditanggung investor. Implementasi pengadaan dana talangan dilakukan PTPN selaku IT bekerjasama investor. Jumlah dana yang mendapatkan dana talangan sebanyak 90% total gula bagian petani, 10% sisanya merupakan gula yang diterima petani secara natura. Formula bagi hasil merupakan pembagian dari selisih antara harga riil atau realisasi lelang terhadap dana talangan. Dalam kasus apabila harga lelang lebih rendah dibanding dana talangan, risiko kerugian ditanggung investor. Disamping mendapatkan bagi hasil berupa gula dengan formula 64% dari total produksi menjadi miliknya, petani juga mendapatkan sebanyak 25 kg untuk setiap ton tebu yang digilingkan ke PG dengan nilai harga jual rata-rata setahun. Selanjutnya tim Komisi VI DPR RI juga meninjau langsung ke lapangan bertemu petani tebu dan manajemen PG. Ngadiredjo, milik PTPN X di Kediri. Dari dialog tersebut diperoleh informasi bahwa hubungan antara petani dan PTPN khususnya pabrik-pabrik gula cukup harmonis. Pola hubungan kerjasama antara PTPN khususnya pabrik gula dengan petani dinilai para petani cukup menguntungkan. Hubungan antara petani dan PG merupakan kemitraan berdasarkan kesetaraan petani dan manfaat yang saling menguntungkan dan saling menguatkan. Dalam hal terjadi keterlambatan pupuk yang berasal dari komponen kredit program, PTPN memberikan pinjaman dalam bentuk pupuk yang akan dikembalikan dalam bentuk pupuk pula pada saat Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Keulauan Riau (Kepri), Kalsel dan Jatim, 3-7 April 2006
25
pupuk petani diterima. Demikian pula apabila terjadi keterlambatan penyaluran kredit dari perbankan (KKPTR), PTPN mengantisipasi dengan memberikan pinjaman biaya garap. Otoritas penjualan gula petani tetap berada di tangan petani, namun dalam pelaksanaannya PTPN selalu bersama-sama dalam melakukan tender penjualan gula. Perusahaan juga memberikan informasi akurat kepada petani dalam perhitungan harga sendiri. Sementara dari APTRI diperoleh informasi bahwa saat ini petani sedang giat-giatnya menanam tebu. Permasalahan yang timbul dari itu adalah masih kurangnya kapasitas produksi pabrik-pabrik gula yang dimiliki PTPN. Rekomendasi : Komisi VI DPR RI mendukung sepenuhnya rencana investasi dan pengembangan kapasitas pabrik-pabrik gula untuk mengantisipasi membanjirnya panen tebu petani. I. PT. Angkasa Pura I Wilayah Kerja Bandara Juanda Surabaya Di akhir perjalanan kunjungan kerja di Jawa Timur, tim Komisi VI DPR RI berdialog dengan direksi Angka Pura I dan manajemen Bandara Juanda Surabaya. Dari presentasi yang disajikan, diketahui bahwa manajemen Bandara Juanda Surabaya dalam waktu dekat akan mempersiapkan pemindahan terminal dan runway yang hampir rampung dibangun. Dari pemaparan tersebut juga dapat dinilai bahwa kinerja PT. Angkasa Pura I khususnya Wilayah Kerja Bandara Juanda Surabaya sangat baik. J. Induk Koperasi Tas dan Koper Surabaya Permasalahan: Selain berkunjung ke beberapa BUMN dan melihat perkembangan industri dan perdagangan di Jawa Timur, tim Komisi VI DPR RI juga berkunjung ke Induk Koperasi Tas dan Koper (INTAKO) Surabaya. Intako yang berdiri sejak tahun 1977 saat ini telah memiliki anggota sebanyak 349 orang. Bidang usaha yang dikembangkan oleh Intako adalah penjualan barang-barang produk dari kulit (tas, koper, dll), penjualan bahan baku produksi, penjualan barang kebutuhan rumah tangga, produksi barang-barang kulit, dan juga berlaku sebagai Koperasi Simpan Pinjam. Dalam lima tahun terakhir ini Intako mengalami kesulitan dalam pengembangannya. Kendala yang dihadapi adalah persoalan modal kerja yang sangat sulit didapat. Selain itu, lemahnya pengembangan kemampuan design juga menjadi kendala yang berdampak pada menurunnya pemasaran. Begitu juga saat ini dimana membanjirnya produk-produk China yang memiliki keunggulan dalam design, kualitas yang baik dan harga yang murah. Rekomendasi: 1. Komisi VI DPR RI akan membahas secara khusus kepada Menteri Perdagangan terkait dengan membanjirnya produk-produk China yang akan mengancam pertumbuhan produksi dalam negeri. 2. Komisi VI DPR RI akan menyampaikan kepada Menteri Perindustrian agar bantuan yang diberikan kepada industri kecil menengah bukan hanya sekedar bantuan finansial, namun diberi bantuan akses atau fasilitas untuk dapat mengembangkan kemampuan menghasilkan produk yang berkualitas dan inovatif dalam design. 3. Komisi VI DPR RI juga akan menyampaikan kepada Menteri Negara KUKM agar memberikan perhatian kepada Koperasi seperti Intako, khususnya dalam pemasaran terhadap produk-produk Intako kepada proyek-proyek pemerintah seperti pengadaan tas haji yang beberapa waktu lalu memang menggunakan produk Intako.
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Keulauan Riau (Kepri), Kalsel dan Jatim, 3-7 April 2006
26
IV.
Penutup
Demikianlah gambaran laporan Kunjungan Kerja Komisi VI DPR RI ke tiga daerah Kunker pada Masa Sidang III, TS 2005-2006. Dari kunjungan kerja tersebut, kami menemukan fakta yang sangat jelas, adanya potensi ekonomi daerah, khususnya di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Kalsel dan Jawa Timur. Karena itulah, dari hasil Kunker ini hendaknya semakin meneguhkan tekad kita untuk mendorong lahirnya keputusan-keputusan politik yang berorientasi kepada peningkatan kapabilitas produksi ekonomi rakyat, khususnya pada daerah-daerah yang baru seperti Propinsi Kepulauan Riau (Kepri). Kami juga menemukan fakta bahwa koperasi, usaha kecil dan menengah masih jauh dari harapan kita untuk menjadi usaha rakyat yang mandiri, kompetitif dan profesional. Berbagai kelemahan organisasi, manajemen, akses ke pasar, permodalan dan kualitas SDM masih menjadi kendala yang utama. Kebijakan pemerintah nampak belum terintegrasi dan belum menunjukkan keberpihakannya, khususnya pada bentuk-bentuk usaha yang dikelola oleh rakyat.
Komisi VI DPR RI
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Keulauan Riau (Kepri), Kalsel dan Jatim, 3-7 April 2006
27