LAPORAN HASIL KUNJUNGAN KERJA KOMISI VI DPR-RI KE PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG, BENGKULU DAN GORONTALO MASA RESES SIDANG II TAHUN SIDANG 2005-2006 Tanggal, 15 s/d 18 Desember 2005 I. Pendahuluan A. Dasar 1. Keputusan Pimpinan DPR-RI Nomor: 15 A/PIMP/II/2005-2006
Tanggal 1 Desember 2005 tentang Penugasan Anggota Komisi I s/d XI DPR-RI untuk melakukan Kunjungan Kerja Berkelompok dalam Masa Reses Masa Persidangan II Tahun 2005-2006 2. Keputusan Rapat Intern Komisi VI DPR-RI tanggal 28 Oktober 2005 mengenai Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja Komisi VI DPR-RI pada Masa Persidangan II tahun Sidang 2005-2006
B. Maksud dan Tujuan Laporan ini dimaksudkan untuk memberi gambaran tentang berbagai temuan hasil Kunjungan Kerja Komisi VI DPR-RI yang terkait dengan bidang tugasnya di Propinsi Bangka Belitung (Babel), Bengkulu dan Gorontalo dalam rangka memenuhi salah satu fungsi Dewan sebagaimana diatur dalam Tata Tertib DPR-RI ini dengan tujuan sebagai bahan masukan bagi pemerintah untuk ditindak-lanjuti sesuai ketentuan yang berlaku.
C. Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja
Sasaran kunjungan kerja titikberatkan pada aspek: 1. Pengawasan Pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan dan Pengawasan terhadap kinerja lembaga-lembaga/badan yang berada di dalam lingkup mitra kerja Komisi VI DPR-R; 2. Pembahasan perkembangan daerah, khususnya yang berkaitan dengan bidang mitra kerja Komisi VI DPR-RI; 3. Memonitor situasi lapangan serta menampung aspirasi yang berkembang berkaitan dengan pengembangan Investasi, Industri, Perdagangan, Koperasi dan UKM, penciptaan lapangan kerja, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Adapun Obyek yang dikunjungi dan dibahas meliputi:
I. Propinsi Bangka Belitung : a. Pemda Propinsi Bangka Belitung b. PT. Timah c. PT. Yodya Karya d. PT. Waskita Karya e. Perum Bulog Divisi Regional Babel f. AELI : Asosiasi Eksportir Lada Indonesia g. KOPINKRA (Koperasi Perajin Industri Kecil)
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Bangka Belitung, Bengkulu dan Gorontalo, 15-18 Desember 2005
1
II. Propinsi Bengkulu a. b. c. d. e. f. g. h.
III.
PT. BIO (Industri Pengolahan CPO) PT. HASFARM (Industri Pengolahan Kayu) PT. Pelindo II Pelabuhan Bengkulu PT. ASDP PT. Hutama Karya PT. Jamsostek PT. Sucofindo PT. PTPN VII
i. PT. Pusri j. PT. PLN k. PT. Telkom l. PT. Pertamina m. PT. BNI n. PT. BRI o. PT. Bank Mandiri p. KSP Citra Baru
Propinsi Gorontalo a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n.
Pemda Propinsi Gorontalo Kadinda Propinsi Gorontalo CV Belanico Perbankan BUMN (bank BNI, bank BRI, bank Mandiri) PT Bank Pembangunan Daerah PT PLN PT Pertamina Kanwil Bea dan Cukai PT Citra mandiri Pabrik Gula Kabupaten Gorontalo Kota Gorontalo BULOG KUD Pogambango
D. Waktu dan Acara Kunjungan Kerja
(Terlampir)
E. Anggota Tim Kunjungan Kerja
(Terlampir) IV.
Deskripsi Umum Daerah Kunjungan Kerja
I. PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Propinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan propinsi termuda di kepulauan Sumatera yang beribukota di Pangkal Pinang. Berdasarkan UU No. 5 Tahun 2003 Maka Prop. Babel terdiri dari 6 Kabupaten dan 1 Kota yaitu Kabupaten Bangka, Kab. Bangka Selatan, Kab. Bangka Tengah, Kab. Bangka Barat, dan Kab. Belitung, Kab. Belitung Timur dan Kota Pangkal Pinang. Prop. Babel terletak pada titik koordinat 00 50’ – 040 10’ LS dan 1040 50’ Bujur Timur yang memiliki batas-batas wilayah : Sebelah Utara : Laut Natuna; Sebelah Selatan : Laut Jawa; Sebelah Barat : Selat Bangka dan Sebelah Timur : Selat Karimata. Prop. Babel memiliki posisi strategis, terletak pada jalur pelayaran nasional maupun internasional. Keadaan daratan di Pulau Babel relatif lebih bergelombang dibandingkan dengan daerah lain. Meski sebagian besar merupakan daerah perairan, Propinsi Babel memiliki 2 pulau-pulau besar dan 251 pulau-pulau kecil dengan panjang pantai 1.200 km; dengan Luas wilayah Prop. Babel 81.582 km2 dengan perairan laut seluas 65.301 km2 yang diperkirakan 20% diantaranya perairan karang.
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Bangka Belitung, Bengkulu dan Gorontalo, 15-18 Desember 2005
2
Adapun deskripsi per bidang sesuai dengan wilayah kerja komisi VI adalah sebagai berikut:
a. Industri dan Perdagangan Sektor perindustrian dan perdagangan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan sektor unggulan, dengan demikian sektor ini sangat berperan dalam menggerakan perekonomian daerah dan penciptaan lapangan kerja. Hal ini dapat dilihat pada struktur perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dimana sektor industri yang diutamakan adalah industri pengolahan dengan sumbangan 28,5 % pada tahun 2004 jauh diatas sektor-sektor lainnya. Demikian juga sektor perdagangan dan hotel memberikan sumbangan sebesar 10,72% berada pada urutan ke 4 setelah sektor pertanian (22,28%); dan Pertambangan dan Penggalian (16,16 %). Gambaran umum permasalahan ekspor Bangka Belitung secara mendasar dapat dilihat bahwa peran daerah sangat penting dalam pengembangan ekspor nasional. Dalam perdagangan luar negeri (ekspor-impor), khususnya ekspor non migas, selama 5 tahun terakhir sejak tahun 2001, nilai ekspor sebesar 266,932,472 US $ menjadi 218.854.356 US $ atau mengalami penurunan sebesar 18%. Secara ratarata, pertumbuhan ekspor 2001-2005 l tumbuh senilai US $ 926,655 juta. Adapun jenis komoditi unggulan di Babel Logam Timah, Karet SIR-20; CPO; CPKO, Lada Putih, Pengolahan hasil laut (cold storage), Pasir Kuarsa dan Kaolin.
b. Investasi Ditinjau dari nilai investasi dan sektor-sektor yang ada, penanaman modal atau investasi di Propinsi Babel, mencakup sektor perkebunan, sektor industri, sektor perikanan dan kelautan, sektor pertambangan dan sektor jasa-jasa. Untuk sektor perkebunan, persetujuan dan realisasi penanaman modal untuk PMA sebanyak 11 buah dan PMDN 14 buah keseluruhannya pada periode 2001-2005 merupakan investasi penambahan modal akibat perluasan dan penambahan modal kerja karena persetujuan dan realisasi sektor perkebunan ini yang terbanyak bergerak di perkebunan kelapa sawit semenjak tahun 1997 terdapat 1 buah perkebunan lada dan 1 buah perkebunan coklat. Untuk sektor industri, terdapat 6 (enam) buah diantaranya yang bergerak di bidang kapal pipa, es balok, tepung ikan, woodchip MDF, Oksigen; sektor perikanan dan kelautan dalam 5 tahun terakhir tercatat 3 buah, tapi satu yang masih aktif yaitu PT. Prayasa Mina Tirta. Sektor jasa terdapat 4 buah, dan sektor pertambangan selama periode 2001-2005 persetujuan dan realisasi investasi ke Babel sebanyak 5 buah dengan nilai 56 Milyar berstatus PMDN yang umumnya bergerak di bidang Smelter dan pasir biji.
c. Koperasi dan UKM Perkembangan dan program perkuatan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang mampu melayani usaha kecil dan mikro di Provinsi Babel sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Hal ini disebabkan antara lain LKM yang ada di masyarakat baik yang telah mendapat bantuan fasilitas pemerintah maupun yang belum ada peraturan perundang-undangan tentang LKM itu sendiri. Dari perkembangan LKM yang mendapat bantuan dari Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2001-2002 sebanyak 18 unit LKM dengan plafon dana Rp 1.300.000.000,- yang disalurkan kepada UKM sebanyak 1.300 orang. Disamping iitu perkembangan perguliran kredit bagi pengembangan usaha mikro yang bersumber dari dana SUP-005 yang telah terlaksana di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Bangka Belitung, Bengkulu dan Gorontalo, 15-18 Desember 2005
3
untuk PUKK ada 13 BUMN dari tahun 2003-2005 dengan jumlah Rp 32.109.000.000; dengan realisasi sebesar Rp 14.307.652.000,-; dan dana dari SUP-005 ada 2 BUMN yaitu melalui Bank Mandiri sebesar Rp 250.000.000; belum terealisir sebesar Rp 10.000.000.000; dan terelaisir sebesar Rp 367.000.000,-. Adapun jumlah dana KUT yang pernah disalurkan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Rp 24.882.526.888,yang disalurkan kepada 428 kelompok tani.
IV. PERMASALAHAN SPESIFIK DAN REKOMENDASI A. PEMERINTAH DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BABEL Permasalahan : 1. Dana yang bersumber dari APBD dalam rangka meningkatkan Investasi di Prop. Kepulauan Babel masih sangat terbatas, untuk itu sangat diharapkan Pemerintah Pusat memberikan dana Dekonsentrasi yang bersumber dari APBN dan atau lainnya. 2. Kebijakan kemudahan perpajakan bagi investor, berkaitan dengan pemasukan barang modal. Kemudahan-kemudahan yang mendorong investasi di daerah seperti izin tinggal bagi investor asing (PMA) 3. BKPM RI sebelum menerbitkan SP baik PMDN/PMA agar dikoordinasikan dengan Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 4. Program pembinaan, pengembangan dan pembimbingan khususnya bagi IKM sedikit terhambat karena alokasi anggaran yang sangat kecil. Bila dikaitkan dengan program yang telah dicanangkan oleh Pemda Babel, seyogyanya sektor ekonomi koperasi sebagai leading sektor mendapat alokasi dana yang memadai. 5. Masalah keterbatasan infrastruktur , khususnya energi listrik, dimana PLN tidak mampu menyediakan pasokan listrik bagi masyarakat baik RT maupun industri.
Rekomendasi : 1. Perlu Pengembangan ekonomi / pasar pada skala lokal, nasional dan global produk lada dan Timah sebagai pusat perdagangan lada dunia. 2. Kebijakan pembangunan dengan melihat konsep tataruang yang ada, khususnya dalam alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. 3. Strategi pembangunan yang berorientasi pada penurunan kesenjangan pendapatan antara pedesaan dan perkotaan. 4. Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di pedesaan dan kecamatan sesuai dengan potensi ekonomi yang dimilikinya (sentra industri/kerajinan rakyat, perkebunan (lada dan kelapa sawit) dan tambang (Timah) 5. Perlunya penyediaan infrastruktur dalam rangka mendukung penambangan Prop. Kepulauan Babel sebagai daerah baru. Di bidang kelistrikan, perlu disediakan pembangkit listrik alternatif, seperti PLTU dan PLTD.
b. Asosiasi Eksportir Lada Indonesia (AELI) Dari hasil pertemuan antara Komisi VI DPR RI dengan Asosiasi Eksportir Lada Indonesia (AELI) Cabang Pangkalpinang Propinsi Kepulauan Babel ditemui berbagai permasalahan/hambatan dalam pengembangan usaha kerajinan sebagai berikut : 1. Adanya perebutan lahan dari lahan kebun ke penambangan liar untuk tambang timah 2. Aspek permodalan sangat tergantung dari perbankan, sementara itu bunga bank yang ada dirasakan cukup tinggi. Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Bangka Belitung, Bengkulu dan Gorontalo, 15-18 Desember 2005
4
3. Sistem pembayaran yang dilakukan oleh pengusaha berupa kredit dengan jangka waktu sp 3 bulan sehingga menganggu cash flow perusahaan. 4. Harga produk lada dunia yang menurun dalam beberapa tahun terakhir yang berdampak pada penerimaan petani/pekebun lada khususnya lada rakyat. 5. Lemahnya daya saing produk barang jadi di pasar internasional sebagai akibat tidak adanya inovasi dan perbaikan desain berikut sistem pemasaran yang ada sehingga terjadi kulminasi pemasaran yang berbeda untuk negara tujuan ekspor. 6. Aspek manajemen dan pemasaran : umumnya pekebun/petani masih melakukan transaksi perdagangan secara sendiri-sendiri (individual) sehingga posisinya relatif lemah dihadapan buyers.
Rekomendasi :
1. Perlu adanya konsistensi kebijakan antar instansi baik di tingkat pusat dan daerah kaitannya dalam pemberian izin konsensi bagi penambang liar yang sering bertabrakan dengan kepentingan pekebun kaitannya dengan perebutan lahan (tataguna lahan untuk pekebun dan penambang) 2. Perlu adanya pelabuhan kontainer dan bandara internasional untuk meniadakan ketergantungan pengusaha kepada eksportir dari luar Babel yang menyebabkan harga kurang kompetitif. 3. Perlunya peningkatan fasilitas hubungan transportasi ke lokasi/sentra-sentra kerajinan yang lebih memadai dan kenyamanan bagi wisatawan/buyers. 4. Perlu dukungan peningkatan fasilitas permodalan dan teknologi terapan bagi pengusaha/pengrajin dalam meningkatan kapasitas produksi dan pemasaran.
C. Koperasi Pengrajin Industri Kerajinan Rakyat (Kopinkra) Dari hasil kunjungan Komisi VI DPR RI ke Koperasi Pengrajin Industri Kerajinan Rakyat (Kopinkra) ditemui berbagai permasalahan/hambatan dalam pengembangan usaha kerajinan sebagai berikut : 1. Masih kurangnya pengetahuan dan ketrampilan pengurus dan karyawan dalam pengelolaan (manajemen) koperasi 2. Belum semua pengrajin yang ada tergabung dalam Kopinkra, dimana masih ada sebagian pengrajin yang masih jalan sendiri-sendiri sehingga kelancaran usaha terhambat. 3. Belum banyaknya anggota yang berpartisipasi di toko terutama anggota baru sehingga volume usaha dan SHU menurun 4. Aspek manajemen dan pemasaran : umumnya masih melakukan transaksi secara sendiri-sendiri sehingga posisinya relatif lemah dihadapan buyers. 5. Aspek permodalan : akses terhadap lembaga keuangan/perbankan masih rendah dan tingkat bunga pinjaman yang tinggi.
Rekomendasi : 1. Kiranya pengurus dan anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan usaha koperasi sehingga Koperasi Kerajinan (KOPINKRA) dapat lebih berkembang 2. Perlunya dilakukan program pelatihan administrasi keuangan koperasi bagi pengurus dan pengawas agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik 3. Demi kemajuan Koperasi Kerajinan (KOPINKRA), pengurus hendaknya dapat melakukan pembinaan kepada anggota dalam hal desain, jaringan pasar dan bantuan akses permodalan.
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Bangka Belitung, Bengkulu dan Gorontalo, 15-18 Desember 2005
5
D. PT. Yodya Karya dan PT. Waskita Karya PT. Yodya Karya merupakan salah satu BUMN yang bergerak di bidang jasa konsultan, yang didirikan pada tahun 1948 oleh Mr, Sprey yang berkebangsaan Belanda. Untuk PT. Yodya Karya Cabang Bangka Belitung secara resmi dibentuk tgl 25 Maret 2004 dengan Akte Notaris Achmad Bajumi, SH No. 41 yang berkedudukan di Pangkal Pinang. PT. Waskita Karya didirikan pada tgl. 1 Januari 1961 melalui proses nasionaolisasi Perusahaan Belanda ”Volker Maaschappij NV” dengan status perusahaan Negara,kemudina tahun 1973 menjadi PT. Waskita Karya. Kegiatan utama PT. Waskita Karya adalah kontraktor umum di bidang jasa konstruksi, antara lain bidang sumber daya air (SDA), bidang konstruksi gedung, jalan, jembatan, bandar udara, pabrik dan berbagai jenis pembangkit listrik.
Permasalahan/Hambatan :
1. Karena perusahaan masih relatif baru, maka PT. Yodya Karya belum memiliki mitra usaha yang banyak. 2. Masalah billing rate terhadap tenaga ahli konsultan local yang masih rendah disbanding tenaga ekspert asing. 3. Rendahnya kinerja PT. YK sebagai konsultan di bidang jasa konstruksi dibandingkan dengan swasta 4. Belum adanya sinergi antara PT. Yodya Karya dan Waskita Karya cabang Pangkal Pinang, Babel.
Rekomendasi 1. Perlu adanya sinergi antar BUMN di Pangkal Pinang, khususnya PT. YK dan PT. WK dalam melaksanakan pekerjaan di daerah. 2. Perlu adanya kerjasama antar instansi Pemerintah Daerah di babel dengan Konsultan YK dan Kontraktor PT. WK dalam mendapatkan/mengerjakan proyekproyek pembangunan infrastruktur di Babel. 3. Perlunya Pemda untuk mempercepat pembangunan prasarana infrastruktur sebagai pemacu bagi investor untuk menanamkan modalnya di Babel. 4. Perlunya dikembangkan sistem multiyears project, sehingga dalam pelaksanaannya tidak mengalami keterlambatan karena menunggu persetujuan dana dan proses pengadaan penyedia jasa. 5. Penganggaran dana proyek-proyek besar khususnya untuk bangunan gedung negara/pemerintahan, agar kegiatannya lebih terintegrasi, sehingga mutu dan pelaksanaan kegiatannya dapat dikoordinasikan secara terpadu.
E. PERUM BULOG Perum Bulog Divisi Regional Bangka merupakan salah satu sub Divisi regional yang secara organisatoris instansi vertikal masih dibawah naungan Divisi Regional Sumatera Selatan. Dengan demikian secara adminstrasi dan operasional bertanggungjawab kepada Divisi Regional Sumatera Selatan.
Permasalahan : 1. Terbatasnya areal dermaga bongkar muat yang bisa menampung kapal muatan beras dalam jumlah besar 2. Prop. Kepulauan Babel bukanlah penghasil beras / tanaman pangan dan letaknya yang berupa kepulauan sehingga sangat tergantung dari luar. 3. Terbatasnya SDM yang dimiliki, Sub Divre Bangka Belitung khususnya memiliki 14 orang karyawan, dengan kebutuhan penyaluran beras 612.740 kg/bulan bagi 30. 633 KK. Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Bangka Belitung, Bengkulu dan Gorontalo, 15-18 Desember 2005
6
Rekomendasi :
1. Peningkatan peran Perum Bulog Sub Div Re Babel dalam hal pelayanan Beras bagi Raskin, yang mencapai 52% dari penduduk miskin yang ada. 2. Khusus untuk penyaluran beras raskin kepada masyarakat miskin di Babel agar poendataan yang ada lebih akurat dan valid, sehingga Program Raskin benarbenar fdapat tepat sasaran. 3. Dalam hal biaya operasional Raskin, terutama dari titik distribusi di kota ke penerima manfaat di luar kota atau desa-desa agar dapat dibantu dari pemerintah (dana APBD).
F. PT Timah Tbk. PT. Timah Tbk. Sebagai salah satu BUMN Pertambangan yang melakukan kegiatan di bidang eksplorasi dan eksploitasi Timah di Babel keberadaannya sangat penting bagi pertumbuhan perekonomian di daerah. Namun dalam perkembangannya menghadapi sejumlah kendala/permasalahan yaitu : Permasalahan: 1. Selama periode 2000-2004, Produk PT. Timah yang dijual di pasaran mengalami penurunan baik dalam jumlah maupun nilai, khususnya untuk tahun 2004 2. Adanya Produk logam Timah yang dihasilkan Smelter Swasta yang semakin marak yang menjual harga diskon membuat adanya pesaing yang tidak sehat. 3. Kep Menperindag No. 443/2002 tanggal 24 Mei 2002 dan Peraturan Mendag No. 07/M-DAG/PER/4/2005 tanggal 19 April 2005, dimana Biji Timah dan pekatannya dikelompokkan sebagai barang dilarang ekspornya sejak 1 Juni 2002, hanya dalam bentuk logam yang boleh. 4. Banyaknya Smelter-smelter kecil bermunculan yang melakukan ekspor tanpa merek (unbranded), disertai penyelundupan terak dan biji timah, serta Perdagangan antar Pulau dan ekspor yang mencapai 60.000 ton logam per tahun sehingga merusak produk-produk PT. Timah, Tbk. 5. Kerugian PT. Timah dan Negara akibat hilangnya royalty 3% dari nilai penjualan logam yang mencapai Rp 135 Milyar per tahun akibat penambangan inconventional. 6. Maraknya TI (Tambang Inkonventional) yang beroperasi di KP PT. Timah belum dapat ditertibkan sesuai peraturan perundangan yang berlaku 7. Perlakuan terhadap smelter-smelter kecil/TI yang tidak setara (un-equal) dimana mereka tak dibebani royalty, kewajiban reklamasi, social responsibility sebagaimana yang dibebankan kepada PT. Timah, Tbk 8. Masuknya pendatang pencari kerja tambang yang bisa leluasa melakukan penambangan liar/inkonvensional dapat berpotensi menimbulkan kerawanan social di kemudian hari.
Saran/Rekomendasi: 1. Perlunya koordinasi antar instansi baik di daerah maupun pusat dalam pengaturan pertambangan Timah dan regulasi perdagangan tataniaga Timah agar tidak merugikan Negara 2. Demi kepentingan nasional, semua pihak yang terlibat dalam kegiatan pertambangan Timah harus berkomitmen untuk melaksanakan regulasi secara konsisten. 3. Pengusaha Tambang Timah Inkonvenstional/Smelter-smelter swasta harus diorganisir bersama-sama PT. Timah sehingga tidak terjadi persaingan yang tidak sehat yang akan merugikan pertambangan Timah Nasional. 4. Pengusaha Timah harus memiliki sumber bahan baku (bijih) yang jelas dan syah secara hukum. Jika tidak memiliki KP Eksploitasi sendiri, minimal memiliki Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Bangka Belitung, Bengkulu dan Gorontalo, 15-18 Desember 2005
7
kerjasama dengan KP Eksploitasi yang benar, dimana ada kegiatan penambangan dan produk bijih yang nyata. 5. Kegiatan penambang timah inkonvensional (TI) harus diarahkan sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku. Untuk itu Pemda Prop. Kepulauan Babel, Dinas Pertambangan dan Dinas Perindustrian Perdagangan harus saling koordinasi dalam mengatasi persoalan persaingan antar PT. Timah dan smelter swasta utamanya dalam pemberian izin agar memperhatikan kawasan tataguna lahan. 6. Pelunya kerjasama antar PT. Timah dan PT. Koba Tin dengan Smelter-smelter swasta dalam upaya memanfaatkan registered brand yang sudah ada dan mengatur supply timah ke pasar internasional agar dapat memperkuat posisi dan daya saing Timah Indonesia di pasaran internasional.
II. Propinsi Bengkulu Dengan luas wilayah sekitar 19,78 ribu km2 dengan garis pantai mencapai lebih kurang 525 km dan jumlah penduduk sekitar 1,7 juta jiwa yang dibagi menjadi 10 kabupaten/kota, Provinsi Bengkulu merupakan wilayah yang masuk dalam kategori wilayah yang kondisi alamnya agak sulit untuk dikembangkan. Walaupun sektor potensi terbesar di provinsi ini adalah sektor pertanian tanaman pangan, sayuran, perkebunan dan perikanan yang merupakan penyumbang terbesar PDRB provinsi Bengkulu, namun sektor perindustrian dan perdagangan akhir-akhir ini menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan. Adapun deskripsi per bidang sesuai dengan wilayah kerja Komisi VI DPR RI adalah sebagai berikut: a.
Industri dan Perdagangan
Sektor perdagangan dalam pembangunan dan perkembangan perekonomian provinsi Bengkulu sejak krisis multidimensi menerpa perekonomian nasional cenderung menunjukkan kinerja keberhasilan program recovery ekonomi yang dicanangkan beberapa tahun yang lalu. Beberapa sektor lyang memegang andil cukup besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada tahun 2005 antara lain sektor perdagangan sebesar 2,98%, sektor industri pengolahan sebesar 3,12%, sektor pertambangan sebesar 2,76%, sektor kelistrikan dan air bersih sebesar 4,49%, sektor pertanian sebesar 0,25%, sementara sektor lain pertumbuhannya rata-rata sebesar 0,3%. Sementara laju pertumbuhan inflasi di Provinsi Bengkulu sangat tinggi yakni mencapai 12,51%. Hal ini disebabkan karena adanya kenaikan harga BBM yang mencapai 100%. Dari strategi kebijakan dan program pengembangan industri dan perdagangan yang telah ditetapkan didalam penerapannya, Pemerintah Bengkulu hingga tahun 2005 ini telah berhasil menciptakan hingga 5.334 unit usaha yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 19.088 orang. Usaha industri tersebut didominasi oleh Industri Kecil yakni sebanyak 5.334 unit usaha dan untuk Industri Menengah sebanyak 15 unit usaha. Sedangkan untuk usaha industri besar belum tumbuh.
b.
Bidang BUMN dan Investasi
Isu permasalahan yang begitu menonjol pada pertemuan antara tim Komisi VI DPR RI dan pimpinan cabang BUMN-BUMN di Prop. Bengkulu antara lain : pertama pada permasalahan lambatnya pembangunan/pengerukan pelabuhan Pulau Baai Bengkulu yang diakibatkan oleh tumpang tindih tanggung jawab pembangunan antara PT. Pelindo II dengan Kantor Administrator Pelabuhan Pulau Baai. Permasalahan tersebut akan mengakibatkan terhambatnya proses ekspor-impor Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Bangka Belitung, Bengkulu dan Gorontalo, 15-18 Desember 2005
8
yang berujung pada peningkatan biaya tinggi bagi para industri/pengusaha yang seharusnya dapat menggunakan jasa pelayanan pelabuhan. Permasalahan pembangunan pelabuhan tersebut berdampak langsung kepada kinerja BUMN lain, seperti PT. Pusri misalnya. Salah satu yang mengganggu pendistribusian pupuk PT. Pusri adalah tidak optimalnya fungsi pelabuhan Pulau Bai Bengkulu. Begitu juga dengan PTPN VII yang mengharapkan hasil-hasil produksinya dapat langsung diperdagangkan langsung melalui pelabuhan bengkulu. Walaupun untuk meningkatkan kinerja PTPN VII Bengkulu masih mengalami beberapa kendala lain seperti kecilnya angsuran kredit untuk karet yang merupakan komoditi utama pengembangan perkebunan PTPN VII di Bengkulu. Kedua, tim Komisi VI DPR RI juga menemukan masih lemahnya koordinasi dalam mengembangkan kesadaran dan penggunaan jasa PT. Jamsostek bagi perusahaan-perusahaan di Bengkulu. Dilaporkan bahwa masih banyak perusahaan yang belum melaporkan jumlah pekerjanya. Semen Sementara itu dengan tidak adanya kanwil tenaga kerja di provinsi Bengkulu semakin menyulitkan upaya penegakan aturan yang mendorong peningkatan kinerja PT. Jamsostek. Sementara dalam pengembangannya PT. Sucofindo mengalami kendala adanya kebijakan royalti dan pajak ekspor yang diberlakukan oleh pemerintah daerah. Untuk bidang investasi Provinsi Bengkulu sangat berharap adanya perhatian yang lebih dari pemerintah pusat terhadap pembangunan infrastruktur seperti pelabuhan pulau bai, listrik di Enggano, jalan lintas Sumatera, serta penerbangan antar provinsi ke provinsi Bengkulu. C. BIDANG KOPERASI DAN UKM Tim Komisi VI DPR RI melakukan kunjungan terakhirnya adalah ke Koperasi Simpan Pinjam Citra Baru. Di dalam kunjungan dan dialog bersama dengan pengurus Koperasi dapat dinilai bahwa pengembangan koperasi yang dilakukan cukup baik. Koperasi yang beranggotakan 359 yang sebagian besar anggotanya adalah para petani, pedagang, dan pegawai memang masih mengalami kesulitan khususnya dalam mendapat perkuatan modal, akses pasar, dan pola pendampingan/pembinaan/penyuluhan yang mereka dapatkan dari instansi terkait guna dapat meningkatkan kualitas pengelolaan koperasi.
IV. PANDANGAN DAN REKOMENDASI KOMISI VI DPR RI 1. Dalam upaya mengembangkan PT. Jamsostek di provinsi Bengkulu, Komisi VI DPR RI akan menyampaikan kepada DPR RI yang selanjutnya diteruskan kepada komisi terkait dengan masalah ketenaga kerjaan untuk dapat diambil langkahlangkah terhadap pemerintah daerah provinsi Bengkulu khususnya didalam penegakan aturan ketenaga kerjaan. 2. Bagi BUMN yang telah menunjukkan kinerja yang cukup baik di wilayah Bengkulu seperti PT. Telkom, PT. Pertamina, PT. PLN, PT. Bank BNI, PT. Bank BRI, dan PT. Bank Mandiri, Komisi VI DPR RI berharap agar tetap meningkatkan pola manajemen perusahaan secara lebih baik, melakukan terobosan inovasi baru bagi penciptaan pasar, dan menciptakan pola pelayanan publik yang lebih dapat diterima bagi masyarakat. 3. Secara khusus bagi PT. Pelindo II dan PT. Dekton Dredger, persoalan terhambatnya pembangunan/pengerukan pelabuhan Pulau Baai, Komisi VI DPR RI akan menindaklanjuti dalam masa sidang berikutnya, dengan akan mengundang secara khusus PT. Pelindo II dan pihak-pihak yang dianggap dapat menjelaskan persoalan tersebut. 4. Bahwa persoalan energi, baik energi tenaga listrik, maupun minyak dan gas bumi harus menjadi prioritas pembicaraan serius oleh pemerintah. Untuk itu tim Komisi VI DPR RI akan membicarakan persoalan ini dengan mitra kerjanya dalam Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Bangka Belitung, Bengkulu dan Gorontalo, 15-18 Desember 2005
9
rapat-rapat kerja di DPR dalam masa sidang mendatang. Hal-hal strategis yang harus tuntas dibahas didalam rapat kerja tersebut adalah bagaimana dilakukan upaya secara cepat untuk mengantisipasi krisis energi yang melanda Indonesia saat ini. Selain itu pemerintah harus segera merumuskan strategi kebijakan pengembangan energi, baik masalah pemetaan potensi kesediaan, investasi pengembangan, serta pengembangan teknologi sumber daya energi baru. 5. Komisi VI DPR RI akan menyampaikan kepada berbagai pihak terkait khususnya kepada Kepala BKPM dan panitia anggaran untuk mendorong secara cepat realisasi pembangunan infrastruktur seperti pelabuhan, jalan lintas sumatera, energi listrik di Enggano, dan penerbangan antar provinsi ke provinsi Bengkulu. 6. Guna menjembatani adanya hubungan yang semakin baik antara BUMN-BUMN dengan pengembangan UKM dan Koperasi melalui dana PKBL, Tim Komisi VI DPR RI pada pertemuan dengan BUMN-BUMN perkebunan menyampaikan agar penyaluran dana PKBL tersebut sebaiknya dikoordinasikan dengan pemerintah daerah agar lebih terarah, tepat sasaran, dan sistematis. 7. Perlunya disusun daan diperbaharui RUTR (Rencana Umum Tata Ruang). Karena permasalahan yang ditemui terdapat sumber tambang dan mineral yang berlokasi di Hutan Lindung, sehingga ada tarik menarik antara Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu dengan Menteri Kehutunan.
III.
Propinsi Gorontalo
Propinsi Gorontalo yang memiliki luas wilayah 12.215,45 km2 terdiri dari 4 kabupaten, yaitu Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Bone Bolango dan Kabupaten Gorontalo, serta satu kota yaitu Kota Gorontalo. Menurut data tahun 2001 jumlah kecamatan di propinsi ini hanya 21 buah, dengan 369 kelurahan. Infrastruktur jalan di propinsi ini cukup baik, yaitu memiliki 304,50km jalan negara dan 153,34km jalan propinsi. Sebagai propinsi baru, yang merupakan pemekaran dari propinsi Sulawesi Utara melalui UU no.38/2000 yang disahkan pada tanggal 22 Desember 2000 propinsi Gorontalo memiliki penduduk dengan tingkat pendidikan yang cukup memprihatinkan. Pada saat itu, sekitar 91,68% penduduk usia kerja di propinsi Gorontalo, yaitu usia 19-24, berada dalam eklompok tidak bersekolah. Di propinsi Gorontalo Pengangguran terbuka mencapai 8,38% dari seluruh angkatan kerja. Kondisi ekonomi masyarakat propinsi Gorontalo juga tidak dapat dikatakan makmur, dari total populasi penduduk Propinsi Gorontalo yang berjumlah 896.004 jiwa, terdapat 72% keluarga atau sejumlah 96.560 keluarga yang tergolong sebagai keluarga Pra Sejahtera dan KS-1. Sekitar 83,85% penduduk berada pada kelompok belanja per-bulan kurang dri Rp150.000,- Bila angka kemiskinan menurut bank Dunia mencapai US $2/hari maka angka penduduk miskin di propinsi ini meningkat tinggi. Pada tahun 2004 jumlah keluarga yang tergolong Pra Sejahtera dan KS-1 menurun menjadi hanya 33,29%. Menurut data BPS, jumlah penduduk miskin di propinsi Gorontalo menurun dari 34,29% tahun 1999 menjadi 28,89% tahun 2004. Adapun deskripsi masing-masing bidang sesuai dengan wilayah kerja Komisi VI DPR RI adalah sebagai berikut: A. Bidang Investasi Pemerintah propinsi Gorontalo memberikan kemudahan kepada investor berupa penyediaan fasilitas dan infrastruktur, kemudahan dan keringanan pajak, terutama pajak daerah, fasilitasi dalam ketenaga-kerjaan, serta jamian akeamana dan kepastian berusaha. Beberapa investor telah mengajukan aplikasi dan sebagian dari mereka telah memperoleh izin dari BKPM Pusat untuk menanamkan modalnya di propinsi Gorontalo.
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Bangka Belitung, Bengkulu dan Gorontalo, 15-18 Desember 2005
10
Pemerintah propinsi Gorontalo merencanakan untuk tumbuh sebesar 7,5% pada tahun 2005-2006 dari sebelumnya hanya sebesar 7,0% per-tahun, serta mengarahkan perekonomiannya dengan mulai dikembangkan ke sektor pertambangan. Sektor perbankan umum memberikan alokasi dana yang cenderung meningkat ke propinsi Gorontalo, antara lain bila dilihat dari perspektif regional, seSulawesi. Pertumbuhan ekonomi sejak propinsi ini menjadi propinsi baru selalu meningkat, yaitu dari 5,38% (tahun 2001), menjadi 6,42% (tahun 2002) dan 6,85% (tahun 2003), serta menjadi 6,97 (tahun 2004). Penerimaan DAU pada tahun 2004 mencapai Rp217,80 milyar. Sedangkan dana dekonsentrasi yang pada tahun 2001 mencapai Rp 75,60milyar berkembang Rp 765,81milyar. Laju pertumbuhan ekonomi yang cenderung meningkat antara lain ditunjang oleh peningkatan investasi yang berarti, dari hanya sebesar Rp230milyar pada tahun 2001 menjadi Rp1.985milyar pada tahun 2004. Pendapatan regional bruto per kapita di propinsi ini mencapai Rp3.801.760 pada tahun 2004, jauh lebih tinggi daripada tahun 2001 yang hanya mencapai Rp2.249.653,-. B. Bidang Industri dan Perdagangan Seperti digambarkan dalam kontribusi sektor-sektor terhadap pertumbuhan ekonomi Propinsi Gorontalo, sektor industri masih belum menunjukkan kontribusi yang berarti, sedangkan sektor perdagangan hotel dan restoran hanya berkontribusi lebih rendah dari tingkat pertumbuhan ekonomi propinsi ini. Anggaran pembangunan untuk sektor industri dan perdagangan tahun 2004 mencapai Rp1.700.000.000,- atau sebesar 0,81% dari total APBD 2004. Penyerapan tenaga kerja sektor industri pada tahun 2004 sebesar 9.633 orang, dan pada tahun 2005 menjadi 12.845 orang. Saat ini sektor industri yang ada dan berkembang di Gorontalo adalah industri kerajinan tangan, industri rotan; serta industri berbahan baku kelapa, industri gula dan perikanan yang juga melibatkan investasi dan tenaga kerja asing. Pengembangan sektor perdagangan mungkin akan terkait erat dengan jumlah penduduk, atau pendatang ke wilayah ini. Saat ini propinsi yang berpenduduk relatif rendah dengan tingkat pendidikan formal yang relatif terbatas berpotensi menjadi kendala dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi di propinsi ini. Saat ini potensi ekspor Propinsi Gorontalo sangat didukung oleh perkembangan sektor pertanian, dan produk jagung baru mulai berkontribusi dalam ekspor pada tahun 2004. Ekspor sektor hutan dan hasil laut yang cenderung berfluktuasi, dalam volume (kg) dan nilainya US$), menunjukkan penurunan pada tahun 2004. Hanya sektor pertanian yang secara konsisten menunjukkan peningkatan dalam volume dan nilainya. Sektor ekspor menunjukkan kondisi yang baik pada tahun 2003, setelah itu terjadi penurunan. Volume barang yang diekspor pada tahun 2003 meningkat sebesar 97.973.000 dibanding tahun 2002 yang mencapai 9.376.317, 71 ton; sedangkan nilainya naik US $28.884.879 dari besarnya nilai ekspor tahun 2002 yang mencapai US $ 3.029.833,14. C. Bidang Koperasi dan UKM Di Propinsi Gorontalo, jumlah unit usaha skala kecil menengah di sektor industri mencapai 4.296 unit, dengan mempekerjakan sejumlah 12.845 orang tenaga kerja. Nilai produksi sektor ini mencapai Rp142.445.228.000 dengan investasi sebesar Rp26.979.452.000,-. Industri kecil menengah yang dominan saat ini adalah kerajinan tangan daerah, yaitu kerawang, dengan jumlah unit usaha 278 yang mempekerjakan 1.958 orang tenaga kerja.
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Bangka Belitung, Bengkulu dan Gorontalo, 15-18 Desember 2005
11
Saat ini di propinsi Gorontalo terdapat 386 buah KSP/USP-Kop dengan jumlah modal kerja dikelola Rp13.570.000.000,- Selain itu, sektor koperasi ini memberikan pinjaman kepada UKM sebesar Rp26.472.296.000,-. Secara khusus, terkait dengan masalah KUT, di propinsi Gorontalo para debitur KUT adalah: Koperasi (1 unit dengan nilai pinjaman Rp 45.203.000), LSM (1 unit dengan pinjaman senilai Rp956.000.000), Kelompok tani (440 kelompok dengan besar pinjaman Rp18.578.849.000) serta petani 9.152 orang dengan jumlah pinjaman Rp 45.989.586.000) dan kelompok lain-lain (dengan besar pinjmanan Rp1.271.684.000). Dari total pinjaman sebesar Rp 107.256.51.242, besarnya hutang yang telah dibayar baru Rp5.956.954.857 (94,49%) atau masih menunggak sebesar Rp101.346.458.086,-. Untuk permasalahan KUT ini disarankan dikeluarkannya Keppres tentang pembebasan penagihan oleh Negara dan dihibahkan kepada daerah masing-masing; atau dilakukan penagihan oleh tim terpadu yang terdiri dari kejaksaan, kepolisian, dan instansi terkait.
D. Permasalahan Spesifik dan Rekomendasi Pemda Propinsi Gorontalo Propinsi Gorontalo yang percepatan pembangunannya didukung oleh danadana dekonsentrasi dan dana dari pusat lainnya mulai membutuhkan tambahan investasi, namun keinginan Gubernur untuk menghapus retribusi agar menarik lebih banyak investor mungkin tidak mudah terlaksana –kabupaten/kota membutuhkan tambahan pendapatan daerah sehingga mengharapkan kompensasi dana DAU bila retribusi dihapus. Sektor perbankan yang diharapkan dapat mendukung pengembangan sektor usaha kecil dan menengah lokal masih belum dapat membantu karena persyaratan yang mengacu pada ketentuan pusat, seperti agunan yang tidak dimiliki oleh banyak pengusaha kecil. Dari perbankan disarankan agar pemerintah propinsi Gorontalo dapat mengalokasikan sejumlah dana di perbankan untuk kemudian dipinjamkan/dijadikan jaminan bagi perbankan dalam memberikan pinjaman karena tidak adanya agunan (hal ini dinilai tidak bertentangan dengan UU Perbendaharaan Negara). 1. CV Balinico Kepmen no18 tahun 2005 yang menyatakan bahwa untuk distribusi dari industri rotan tidak dibutuhkan dokumen SKSHH malah menimbulkan dilemma karena aparat kepolisian yang memeriksa meminta dokumen ini, padahal untuk memperolehnya dari aparat dinas kehutanan menjadi sulit. Ketidak-jelasan aparat lapangan mana yang paling berwenang membuat biaya lain-lain meningkat; selain adanya perlakuan yang sama bagi produk rotan dengan produk kayu yang pengawasannya ketat. 2. KOPERASI POGAMBANGO (Kec Suwawa) Kebijakan pemerintah untuk menjadikan kopra sebagai objek pajak membuat Koperasi terhutang kepada dinas pajak. Namun anggota koperasi tidak bersedia membayar pajak ini, karena pendapatan koperasi dinilai tidak memadai. Komisi VI DPR RI akan mengkomunikasikan persoalan pajak terhadap koperasi dengan Kementerian KUKM, serta mencari solusi tentang apa yang dapat dilakukan untuk membantu koperasi dalam permasalahan hutang pajak ini karena koperasi belum sewajarnya dijadikan objek dan subjek pajak. Selain itu, ada celah dalam UU perpajakan, bahwa pemerintah punya hak untuk memberi pengampunan pajak, kalau memang pantas untuk memberikan pengampunan. 3. Bank BUMN Dukungan perbankan terhadap kebijakan pemerintah daerah yang akan mengembangkan propinsi Gorontalo sebagai wilayah Agropolitan masih dinilai kurang, termasuk dlam membantu pengembangan UKM dalam permodalan, karena pinjaman saat ini terutama untuk konsumsi dan diberikan kepada pegawai negeri Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Bangka Belitung, Bengkulu dan Gorontalo, 15-18 Desember 2005
12
yang memiliki pekerjaan dan pendapatan tetap. Perbankan masih sangat tergantung kepada keputusan Pusat dalam berbagai tindakannya di lapangan, termasuk dalam persoalan agunan. Secara khusus persoalan KUT, adalah adanya petani di sektor perikana (nelayan) yang memperoleh pinjaman tetapi tidak menjual hasil lautnya kepada kelompok, sehingga tidak dapat dipotong pendapatannya untuk membayar hutang, selain masalah wanprestasi lainnya, kemudian kelompok tidak dapat membayar ke bank, atau tersendat pembayarannya. Sektor agro masih sulit didukung oleh perbankan karena kondisi di lapangan yang masih lemah. 4. PT Pertamina PT Pertamina unit Pemasaran VII tidak dapat memberikan laporan R/L karena data local harus dikonsolidasi dengan pusat. Pertamina dinilai belum menganut suatu usaha yang profesional, ada corporate, ada bisnis strategic unit, sehingga tiap unit bisa memperlihatkan kinerjanya. Selain itu, pada tahun 2006 alokasi solar untuk Kabupaten Gorontalo menurun lebih dari 50% (dari kuota 57.307kl menjadi 23.762kl), sehingga ditakutkan berdampak negatif terhadap perkembangan industri di propinsi ini; sekalipun dinyatakan bahwa angka ini diperoleh adaptasi jatah Unit Pemasaran VII yang kemudian dibagi kepada propinsi-propisni, dan masih bersifat belum final. Komisi VI DPR-RI akan mengkomunikassikan persoalan ini dengan Kementerian Negara BUMN. 5. PT PLN Pada tahun 2005 PT PLN yang 100% pembangkit adalah diesel hanya dapat menjual listrik dengan dengan harga Rp603, padahal biaya produksi Rp1.179 sebelum kenaikkan BBM, setelah kenaikkan BBM menjadi Rp2.450 dan harga jualnya tetap. Permasalahan lainnya, di Gorontalo jumlah sektor swasta yang menjadi subsidi silang untuk rumah tangga masih sangat terbatas jumlahnya. Dari total pelanggan 98.819 unit, rumah tanggga mencapai 92,91%. 6. PT Pabrik Gula Gorontalo unit PG Tolangohula Pada saat Kunjungan Kerja Komsi VI DPR-RI para direksi perusahaan ini tidak ada di tempat, dan hanya diwakilkan. Pabrik yang memiliki kapasitas terpasang 8000TCD baru memnggunakan sebagian kapasitas terpasangnya, paling tinggi tahun 20044.899TCD, tahun 2005 3.577TCD. Perusahaan kurang memperoleh dukungan dari perbankan untuk tambahan modal. Selain itu ada permasalahan dalam pemenuhan kebutuhan tenaga kerja, serta perlunya meningkatkan komunikasi dengan masyarakat setempat. Dalam hal pasar, harus bersaing dengan gula impor baik di tingkat lokal maupun di Indonesia Timur. Komisi VI DPR-RI akan mengundang direksi PT Pabrik Gula Gorontalo untuk datang ke Jakarta.
IV.
Penutup
Demikianlah gambaran laporan Kunjungan Kerja Komisi VI DPR RI ke tiga daerah Kunker pada Masa Sidang II, TS 2005-2006. Dari kunjungan kerja tersebut, kami menemukan fakta yang sangat jelas, adanya potensi ekonomi daerah, khususnya di Provinsi Kepulauan Babel dan Gorontalo. Karena itulah, dari hasil Kunker ini hendaknya semakin meneguhkan tekad kita untuk mendorong lahirnya keputusankeputusan politik yang berorientasi kepada peningkatan kapabilitas produksi ekonomi rakyat, khususnya pada daerah-daerah yang baru seperti Propinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Propinsi Gorontalo. Kami juga menemukan fakta bahwa koperasi, usaha kecil dan menengah masih jauh dari harapan kita untuk menjadi usaha rakyat yang mandiri, kompetitif dan profesional. Berbagai kelemahan organisasi, manajemen, akses ke pasar, permodalan dan kualitas SDM masih menjadi kendala yang utama. Kebijakan pemerintah nampak belum terintegrasi dan Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Bangka Belitung, Bengkulu dan Gorontalo, 15-18 Desember 2005
13
belum menunjukkan keberpihakannya, khususnya pada bentuk-bentuk usaha yang dikelola oleh rakyat.
Komisi VI DPR RI
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Bangka Belitung, Bengkulu dan Gorontalo, 15-18 Desember 2005
14