v
LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI VI DPR RI KE PROVINSI KEPULAUAN RIAU PADA RESES MASA PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG 2014- 2015 TANGGAL 27-29 APRIL 2015
I. Pendahuluan
A. Dasar
Keputusan Rapat Intern Komisi VI tanggal 14 April 2015 mengenai Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VI dalam Reses Masa Persidangan III Tahun Sidang 2014 – 2015
B. Maksud dan Tujuan
Kunjungan kerja spesifik kali ini dimaksudkan untuk mengetahui pokok-pokok kebijakan, permasalahan, dan tantangan yang dihadapi oleh daerah sasaran kunjungan kerja, terutama berkaitan dengan bidang perindustrian, perdagangan, koperasi dan UKM, BUMN, dan investasi.
C. Acara Kunjungan Kerja Spesifik
Acara pada kunjungan kerja kali ini adalah: 1.
Pertemuan Tim Kunker Komisi VI DPR RI dengan Gubernur Kepulauan Riau, didampingi Bupati/Walikota seluruh Provinsi Kepulauan
Riau,
Kepala
Dinas
Perindustrian
dan
Perdagangan, Kepala Dinas Koperasi dan UKM, Kepala BKPMD, Kepala Kadin Daerah, dan BUMN Perbankan.
1
2.
Pertemuan dengan jajaran Kepala BP Batam.
3.
Pertemuan dengan jajaran direksi BUMN perbankan dan BUMN asuransi yang beroperasi di Kota Batam.
4.
Peninjauan lapangan ke FTZ Bintan dan FTZ Karimun.
5.
Pertemuan dengan jajaran direksi PT PLN (Persero), PT PGN (Persero), dan PT Pertamina (Persero).
6.
Pertemuan dengan jajaran direksi PT Adhi Karya (Persero), PT Pembangunan Perumahan (Persero), PT Waskita Karya (Persero), PT Hutama Karya (Persero), PT Wijaya Karya (Persero), dan PT Nindya Karya (Persero).
7.
Pertemuan dengan jajaran direksi PT Angkasa Pura II (Persero), PT Pelindo I (Persero), PT Garuda Indonesia (Persero), PT ASDP (Persero), dan PT Pelni (Persero).
D. Anggota Tim Kunjungan Kerja
Anggota Komisi VI DPR RI yang turut serta dalam acara kunjungan kerja kali ini adalah:
NO. NO.
ANGG
N
A
M
A
KETERANGAN
1
A.465
IR.H. ACHMAD HAFISZ TOHIR
2
A-145
Ir. ERIKO SOTARDUGA
F.PDIP
3
A-125
IRMADI LUBIS
F.PDIP
4
A-157
H. INDRA P. SIMATUPANG.
F.PDIP
5
A-247
DWIE AROEM HADIATIE, S.Ikom
F.PG
6
A-287
M. SARMUJI, SE, M.Si
F.PG
7
A-373
KHILMI
F.GERINDRA
8
A-354
ABDUL WACHID
F. GERINDRA
9
A-435
SARTONO HUTOMO
10
A-461
NASRIL BAHAR
PIMP TIM / F.PAN
F.PD F.PAN
2
11
A-66
Ir.M. NASIM KHAN
F.PKB
12
A-531
H. ISKANDAR D SYAICHU, SE
F.PPP
13
A-537
H. USMAN JA’FAR
F.PPP
14
A-10
DRS. NYAT KADIR
F. NASDEM
II. Hasil Kunjungan Kerja
A. Pertemuan Tim Kunker Komisi VI DPR RI dengan Gubernur Kepulauan Riau, didampingi Bupati/Walikota seluruh Provinsi Kepulauan Riau, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kepala Dinas Koperasi dan UKM, Kepala BKPMD, Kepala Kadin Daerah, dan BUMN Perbankan.
1. Poin Permasalahan Pada kesempatan pertemuan dengan Tim Kunker Komisi VI DPR RI, Gubernur
Kepulauan
Riau,
Muhammad
Sani,
menyampaikan
beberapa permasalahan yang dihadapi oleh Provinsi Kepulauan Riau, yaitu sebagai berikut:
Permasalahan energi Pada saat ini, Provinsi Kepulauan Riau mengalami defisit daya listrik, sehingga berakibat kepada seringnya pemadaman. Salah satu sumber permasalahan dari defisit daya listrik tersebut adalah kurangnya sumber energi bagi pembangkit listrik PLN. Dalam kasus ini, Gubernur menyampaikan bahwa sebenarnya Provinsi Kepulauan Riau memiliki cadangan sumber energi gas berlimpah yang berlokasi di Natuna. Namun kebijakan Pemerintah yang memprioritaskan
penjualan
gas
tersebut
ke
luar
negeri
menyebabkan defisit pasokan untuk kebutuhan dalam negeri.
3
Permasalahan defisit listrik juga disebabkan oleh terbatasnya jaringan distribusi. Gubernur menyampaikan bahwa Kota Batam relatif bebas dari pemadaman, sedangkan di sisi lain, Pulau Bintan
seringkali mengalami pemadaman
listrik.
Gubernur
mengusulkan agar PLN membangun sistem interkoneksi yang menghubungkan sistem kelistrikan di Pulau Batam dengan Pulau Bintan.
Permasalahan pangan Pada pertemuan kali ini, Gubernur mengungkapkan bahwa terjadi kekurangan pasokan bahan pangan, khususnya beras dan gula, yang terjadi di Kabupaten Anambas. Sumber permasalahan adalah kondisi Provinsi Kepulauan Riau yang mengalami keterbatasan lahan pertanian. Selain itu terungkap juga bahwa terdapat permasalahan perijinan, dimana Bea Cukai pernah menolak beras dan gula impor untuk masuk ke Kabupaten Anambas.
Sebagai
solusi
atas
permasalahan
ini,
maka
diharapkan agar impor beras dan gula di Provinsi Kepulauan Riau untuk kembali dilegalkan. Namun Komisi VI DPR RI tetap menekankan perlunya dilakukan pengawasan agar komoditas tersebut tidak merembes ke pasar di luar Provinsi Kepulauan Riau.
Permasalahan RTRW Kota Batam Pada saat ini, RTRW Kota Batam belum terbentuk. Hal ini menimbulkan
permasalahan
dalam
hal
pembangunan
infrastruktur yang dibutuhkan dalam rangka mendukung Kawasan Perdagangan Bebas Batam. Pembangunan ini juga terkendala permasalahan lahan yang masih termasuk dalam Kawasan Hutan Lindung.
4
Permasalahan Kawasan Perdagangan Bebas Pada
kesempatan
Pemerintah
Provinsi
ini,
Gubernur
Kepulauan
menyampaikan
Riau
tengah
bahwa
membangun
pelabuhan baru di Tanjung Sauh. Gubernur memproyeksikan bahwa pelabuhan ini akan menjadi pelabuhan utama untuk mendukung aktifitas perdagangan.Namun hingga saat ini status Tanjung Sauh belum masuk Kawasan Perdagangan Bebas, sehingga
berbagai
kebijakan
untuk
meningkatkan
aktifitas
perdagangan belum bisa diimplementasikan.
2. Kesimpulan
Komisi VI DPR RI meminta kepada Gubernur Kepulauan Riau beserta
BP
menyampaikan
Batam,
Bintan,
seluruh
dan
permasalahan
Karimun terkait
untuk dengan
pembangunan Kawasan Perdagangan Bebas untuk kemudian akan dibahas dalam forum Rapat Dengar Pendapat dengan stakeholder terkait.
B. Pertemuan dengan Jajaran Kepala BP Batam
1. Poin Permasalahan
Pada kesempatan pertemuan ini, Kepala BP Batam, Mustofa Widjaya, menjelaskan bahwa salah satu shipping line terbesar di dunia, yaitu CMA CGM berniat untuk membangun sebuah pelabuhan yang berfungsi sebagai transhipment bagi kargo kontainer dengan tujuan Tiongkok, Jepang, Korea, dan Negara-Negara ASEAN lainnya. Perkiraan volume kontainer yang akan dilayani oleh pelabuhan ini adalah 4 (empat) juta TEUS/tahun.
Melihat peluang ini, maka PT Pelindo II (Persero) berinisiatif untuk membangun pelabuhan transhipment petikemas di Tanjung Sauh, 5
Batam. CMA CGM akan bertindak sebagai salah satu mitra utama di dalam pembangunan pelabuhan tersebut. Namun permasalahan yang dihadapi oleh BP Batam hingga saat ini adalah Tanjung Sauh belum memiliki status sebagai kawasan perdagangan bebas, sehingga kebijakan terkait belum bisa diimplementasikan.
2. Kesimpulan
Komisi
VI
DPR
RI
akan
membentuk
Panja
untuk
mempercepat penyelesaian permasalahan yang dialami oleh Batam sebagai Kawasan Perdagangan Bebas khususnya terkait dengan pembentukan Tanjung Sauh sebagai Kawasan Perdagangan Bebas.
Komisi VI DPR RI meminta kepada BP Batam untuk menyampaikan hal-hal yang perlu memperoleh pengaturan yang bersifat lex specialist terhadap UU No 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus sehingga dimungkinkan untuk
menerbitkan peraturan baru terkait pengelolaan
Kawasan Perdagangan Bebas Batam.
C. Pertemuan Tim Kunker Komisi VI DPR RI dengan PT PLN (Persero), PT PGN (Persero), dan PT Pertamina (Persero)
1. Poin Permasalahan
PT PLN (Persero) Pada kesempatan ini, General Manager PLN Wilayah Riau dan Kepulauan Riau, Djoko Raharjo menyatakan bahwa masih terdapat defisit listrik di Kota Tanjung Pinang. Saat ini daya yang tersedia untuk sistem Tanjung Pinang adalah sebesar 52,1 MW; sedangkan kebutuhan daya pada saat beban puncak adalah sebesar 57 MW. 6
Defisit daya listrik di Kota Tanjung Pinang juga diperparah dengan kerusakan yang dialami oleh PLTU Tanjung Pinang.
Dari aspek bahan bakar pembangkit, saat ini 70 persen bahan bakar dari pembangkit listrik yang beroperasi di Provinsi Kepulauan Riau masih menggunakan BBM. Penggunaan bahan bakar BBM ini menimbulkan beban pada biaya operasional yang ditanggung oleh PLN Batam. Sementara di sisi lain, 90 persen pelanggan di Provinsi Kepulauan Riau masih merupakan pelanggan daya 900 VA. Menurut perhitungan, setiap produksi 1 kWh, maka PLN Batam mengalami defisit sebesar Rp 1.200,-. Secara total, PLN Batam harus menanggung defisit sebesar Rp 18 miliar perbulan.
Permasalahan lain yang terungkap adalah terkait belum terbitnya RTRW Kota Batam. Belum terbitnya RTRW tersebut menghambat rencana PLN untuk membangun jaringan transmisi dan interkoneksi listrik. Selain itu masih terdapat permasalahan terkait lahan yang merupakan wilayah hutan lindung dimana untuk pelepasannya harus memperoleh ijin dari Menteri Kehutanan.
PT PGN (Persero) Pada kesempatan pertemuan ini, PT PGN (Persero) memaparkan bahwa PGN melalui anak perusahaan TGI yang mengoperasikan jaringan transmisi Grissik-Batam-Singapura. Sedangkan pengaliran gas bumi ke area Batam dilakukan melalui stasiun Panaran.
Pada
saat
ini,
PT
PGN
(Persero)
tengah
melaksanakan
pembangunan pipa gas Panaran-Tanjung Ucang yang merupakan bentuk perluasan penyaluran gas domestik untuk wilayah Batam. Penyaluran gas ke wilayah Batam ini untuk memenuhi keperluan segmen industri, rumah tangga, dan pembangkit listrik. PT PGN
7
(Persero) pada kesempatan ini meminta dukungan kepada Komisi VI DPR RI dalam rangka memastikan pasokan gas untuk keperluan ini.
2. Kesimpulan
Komisi VI DPR RI meminta kepada PT PLN (Persero) untuk segera menyelesaikan permasalahan defisit daya listrik di Provinsi Kepulauan Riau.
Komisi VI DPR RI akan mengadakan Rapat Dengar Pendapat dengan
PT
PLN
(Persero)
dan
BP
Batam
terkait
permasalahan defisit daya listrik di Provinsi Kepulauan Riau dan permasalahan pembangunan jaringan distribusi yang terkendala Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Batam yang belum terbentuk; khususnya permasalahan tumpang tindih dengan wilayah hutan lindung. Keputusan dari Rapat Dengar Pendapat ini akan disampaikan kepada Menteri BUMN, Menteri ESDM, dan Menteri Kehutanan.
Komisi VI DPR RI meminta PT PLN (Persero) untuk menyusun
road
mapp
kebijakan
energi
dengan
mencantumkan rencana penggunaan sumber energi baru untuk pembangkit listrik dalam rangka mengatasi masalah defisit listrik di Provinsi Kepulauan Riau.
Komisi VI DPR RI meminta kepada PT PGN (Persero) dan PT Pertamina (Persero) untuk melakukan sinergi dalam rangka memastikan
pasokan
gas
Provinsi Kepulauan Riau.
8
bagi
keperluan
masyarakat
D. Pertemuan Tim Kunker Komisi VI DPR RI dengan Jajaran Direksi BUMN Perbankan dan BUMN Asuransi
1. Poin Permasalahan Bank Indonesia (BI) Permasalahan utama yang dihadapi oleh BI dalam melaksanakan tuganya di Provinsi Kepulauan Riau adalah dalam hal pelayanan kas terutama dalam distribusi kebutuhan uang tunai. Kendala yang dihadapi berkaitan dengan kondisi geografis Provinsi Kepulauan Riau yang menuntut distribusi uang tunai harus melalui jalur laut. Transportasi yang terbatas menyebabkan distribusi uang tunai menjadi terhambat, terutama untuk distribusi menuju pulau terpencil. Untuk mengatasi masalah ini, BI bekerjasama dengan TNI AL untuk pengadaan armada transportasi dalam rangka mendistribusikan uang tunai.
PT BTN (Persero), Tbk Permasalahan yang disoroti terhadap dengan kinerja PT BTN (Persero), Tbk adalah terkait program Pemerintah untuk membangun 1 juta unit rumah pertahun. Komisi VI DPR RI menyoroti bidang kerja PT BTN (Persero), Tbk yang tidak fokus ke pemberian kredit sektor perumahan, namun juga menggarap kredit komersial lainnya.
Jajaran direksi pada kesempatan ini juga memaparkan bahwa keterbatasan lahan di Provinsi Kepulauan Riau, khususnya di Kota Batam, menyebabkan kesulitan dalam mengejar kredit perumahan. Selain itu tingginya biaya hidup di Provinsi Kepulauan Riau, menyebabkan
beberapa
debitur
mengalami
melakukan pembayaran angsuran KPR nya.
9
kesulitan
untuk
PT BNI (Persero), Tbk Permasalahan yang disoroti pada pertemuan kali ini adalah kesulitan perijinan yang dihadapi oleh PT BNI (Persero), Tbk untuk membuka cabang di luar negeri. Saat ini PT BNI (Persero), Tbk tengah melakukan ekspansi ke luar negeri, terutama di negara ASEAN.
Sementara itu Tim Kunker Komisi VI DPR RI menyoroti kondisi aset PT BNI (Persero), Tbk, yang saat ini hanya menempati posisi ke tiga di bawah PT Bank Mandiri (Persero), Tbk, dan PT BRI (Perseo), Tbk. Oleh karena itu Komisi VI DPR RI meminta kepada jajaran direksi PT BNI (Persero), Tbk, untuk menyampaikan strategi-strategi apa yang dibutuhkan oleh perusahaan agar kembali dominan di pasar perbankan Indonesia.
PT Askrindo (Persero) Permasalahan yang mengemuka pada pertemuan kali ini yang dihadapi oleh PT Askrindo (Persero) adalah kondisi geografis wilayah kerja Provinsi Kepulauan Riau yang berupa kepulauan. Kondisi geografis tersebut menyebabkan pelayanan kepada mitra dan nasabah menjadi terhambat. Solusi yang telah ditempuh oleh PT Askrindo
(Persero)
adalah
dengan
menempatkan
tenaga
pemasaran/agen di wilayah yang sulit terjangkau. Namun langkah ini tentu saja menambah biaya bagi perusahaan. Selain itu kinerja dari tenaga pemasaran/agen ini menjadi sulit diawasi oleh kantor cabang PT Askrindo (Persero).
Permasalahan yang muncul berikutnya adalah karakter pelaku usaha di wilayah Kota Batam merupakan pelaku usaha dengan mobilitas yang tinggi. Hal ini membuat PT Askrindo (Persero) harus ekstra hatihati dalam menjalankan bisnis dengan pelaku usaha dengan karakter tersebut. Resiko yang mungkin dihadapi oleh PT Askrindo (Persero) 10
adalah ketika bisnis merugi, maka perusahaan kesulitan untuk melakukan verifikasi masalah bisnis kepada pelaku karena mereka sudah tidak berdomisili di Kota Batam.
Dalam pemaparannya, direksi PT Askrindo (Persero) memaparkan bahwa terdapat permasalahan penjaminan pinjaman KUR senilai Rp 800 miliar yang belum tertagih dari Kementerian Koperasi dan UKM.
2. Kesimpulan
Komisi VI DPR RI akan melaksanakan Rapat Dengar Pendapat dengan mengundang Kementerian BUMN beserta seluruh BUMN yang bergerak di bidang asuransi untuk membahas permasalahan terkait penjaminan KUR.
Komisi VI DPR RI meminta kepada BUMN Perbankan untuk meningkatkan kinerja penyaluran kredit untuk masyarakat dan mendorong agar nilai Loan to Deposit Ratio (LDR) bisa di atas 90 persen.
Komisi VI DPR RI mendorong PT BTN (Persero) Tbk untuk fokus kepada usaha pembiayaan sektor perumahan dalam rangka
mencapai
target
program
Pemerintah
untuk
membangun 1 juta rumah pertahun.
Komisi VI DPR RI mendorong PT BTN (Persero) Tbk untuk menyadiakan skema kredit kepemilikan rumah dalam jangka waktu yang lebih panjang dari 20 (dua puluh) tahun agar golongan kurang mampu dapat memiliki rumah.
E. Kunjungan Lapangan ke Kawasan Perdagangan Bebas Karimun
1. Poin Permasalahan Permasalahan utama yang dihadapi oleh BP Karimun adalah status kelembagaan yang belum jelas karena PP No 48 Tahun 2007 tidak mengatur mengenai masalah kelembagaan. Ketidakjelasan status 11
kelembagaan ini menyebabkan permasalahan pada pembiayaan yang dibutuhkan untuk membangun Kawasan Perdagangan Bebas Karimun. BP Karimun sendiri berharap agar seluruh kawasan Pulau Karimun dapat memperoleh status sebagai Kawasan Perdagangan Bebas sehingga dapat menarik investor untuk berinvestasi di kawasan Karimun.
Peninjauan dilanjutkan ke Kawasan Industri Saipem. Saipem adalah perusahaan yang bergerak di bidang engineering, procurement, dan construction, khusus untuk pendukung industri minyak dan gas. Saat ini Saipem mempekerjakan 3.000 tenaga kerja, dimana 94 persen diantaranya adalah tenaga kerja Indonesia. Dari jumlah tenaga kerja indonesia tersebut, 1.000 orang adalah tenaga kerja yang berasal dari Karimun. Namun dari 1.000 orang tersebut sebagian besar merupakan tenaga kerja tidak terlatih dan hanya menduduki level operator tanpa kemungkinan pengembangan karir.
Dari aspek infrastruktur saat ini terdapat bandara dengan panjang runway 1.800 meter. Panjang runway ini tidak mencukupi bagi pesawat berbadan lebar untuk mendarat. Oleh karena itu BP Karimun mengharapkan bantuan dalam rangka memperpanjang runway tersebut.
2. Kesimpulan
Komisi VI DPR RI akan memanggil BP Karimun dalam Rapat Dengar Pendapat dalam rangka membahas permasalahan terkait Karimun sebagai Kawasan Perdagangan Bebas.
Komisi VI DPR RI akan meminta Kementerian Perindustrian agar mengadakan pelatihan bagi tenaga kerja di Karimun agar menjadi tenaga kerja terampil.
12
F. Kunjungan Lapangan ke Kawasan Perdagangan Bebas Bintan
1. Poin Permasalahan Rombongan kunker yang dipimpin oleh Ketua komisi VI DPR RI Achmad Hafisz Thohir disambut oleh Bupati Bintan Ansar Ahmad di gedung Bintan Expo Center (BEC) langsung mendapat penjelasan tentang peluang dan potensi investasi di Bintan juga proyek skala besar yang akan dan sedang dilaksanakan di kawasan FTZ Bintan, kendala-kendala
yang
dihadapi
serta
kebijakan
prioritas
pembangunan daerah berdasarkan pendekatan sektoral. Selanjutnya rombongan mengunjungi kawasan pusat perkantoran Provinsi Kepri di Pulau Dompak dan Kota Tanjungpinang di Singgarang, dan dilanjutkan peninjauan lapangan di Bandara RHF Tanjungpinang, PT. Bintan Offshore, PT. Bintan Alumina Indonesia, dan kawasan industri Lobam yg dikelola PT. BIIE Lobam.
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan (KPBPB – Bintan) masuk dalam Kawasan Strategis Nasional (KSN) yang sedang
disinkronkan
dalam
Rencana
Pembangunan
Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019, saat ini telah disahkan oleh Presiden melalui Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015. Dalam RPJMN akan dimasukkan kembali perubahan PP Nomor 47 Tahun 2007 yang merupakan dasar hukum terbentuknya BP Kawasan Bintan, sekaligus revisi terhadap PP Nomor 47/ 2007. Hal ini diselaraskan dengan keinginan Bintan untuk memberlakuan FTZ menyeluruh, tidak “enclave” seperti sekarang yang dirasakan mempersulit laju pergerakan percepatan ekonomi seperti yang menjadi cita-cita pendirian kawasan Free Trade Zone sendiri.
Terkait hal itu, BP Kawasan Bintan harus membuat kajian akademis perlunya
FTZ
menyeluruh
serta
menyusun
Rencana
Induk
Pengembangan (RIP) Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan 13
Bebas (KPBPB). RIP Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas ini mengacu kepada Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebagai Pengganti UU Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang telah memberikan
arahan bagi
penataan ruang yang lebih dalam kaitannya dengan penciptaan ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan.
Kabupaten Bintan merupakan salah satu wilayah yang ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (FTZ) di indonesia bersama Batam dan Karimun. Berdasarkan PP No. 47/2007 ditetapkan 4 (empat) lokasi di Bintan, yaitu : (i) Bintan Bagian Utara, luas 58.750 ha, diperuntukan kegiatan pariwisata, industri, pertanian dan perdagangan; (ii) Industri Maritim Bintan Timur, luas 812 ha, diperuntukan kegiatan industri maritim dan perdagangan; (iii) Industri Galang Batang, luas 1.775 ha, diperuntukan kegiatan industri modern pendukung industri maritim, perdagangan, resort dan hotel; (iv) Pulau Anak Lobam, luas 678 ha, diperuntukan kegiatan industri secara umum.
Potensi investasi per kawasan sangat terbuka karena masih banyak lahan yang tersedia, antara lain: (a) Kawasan Lagoi dari total keseluruhan areal seluas 23.000 ha baru terpakai 30%, kawasan ini dikelola oleh PT. Bintam Resort Cakrawala; (b) Kawasan Industri Lobam seluas 4.000 ha baru terpakai 40%, kawasan ini dikelola oleh PT. Bintan Industrial Estate; (c) Kawasan Industri Maritim Bintan Timur seluas 812 ha masih tersedia 335 ha; (d) Kawasan Industri Galang Batang seluas 1.775 ha dengan ketersediaan lahan 1.700 ha; (e) Kawasan Pulau Anak Lobam tersedia 678 Ha. Investasi pada areal FTZ memberikan kemudahan bagi investor yaitu efisiensi dan efektivitas waktu pengurusan karena dilakukan secara terpusat dan terpadu pada Pelayanan Perizinan Satu pintu (PTSP) yang terletak di Kantor
Badan
Penanaman
Modal 14
di
Bandar
Seri
Bentan
Tanjungpinang – Tanjung Uban KM 42 Bintan. Selain itu Kawasan FTZ Bintan memberlakukan kemudahan pemasukan barang yaitu bebas pajak pertambahan nilai (PPN), tidak perlu pengukuhan sebagai Pengusaha kena Pajak (PKP), bebas bea masuk, tidak dipungut pajak penghasilan (PPh) pasal 22, dan pembebasan cukai.
2. Kesimpulan
Komisi VI DPR RI akan memanggil BP Bintan dalam Rapat Dengar Pendapat dalam rangka membahas permasalahan terkait Bintan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas. Terkait hal itu, BP Kawasan Bintan harus membuat kajian akademis perlunya FTZ menyeluruh serta menyusun Rencana Induk Pengembangan (RIP) Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB).
Penyusunan Rencana Tata Ruang yang terintigrasi berlaku untuk semua wilayah termasuk pada kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam, Bintan dan Karimun yang merupakan bagian dari Kawasan Strategis Nasional (KSN) sebagaimana ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dan PP Nomor 47 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan.
G. Pertemuan Tim Kunker Komisi VI DPR RI dengan Jajaran Direksi
BUMN Bidang Konstruksi dan BUMN Bidang Transportasi
1. Poin Permasalahan PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk Pada kesempatan pertemuan ini, direksi PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk, menyampaikan bahwa pada Tahun 2014 PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk, menderita kerugian akibat nilai tukar rupiah 15
terhadap dolar yang melemah dan harga BBM yang terlampau mahal. Direksi juga menyampaikan bahwa PT Garuda Indonesa (Persero), Tbk hingga saat ini membeli BBM pada tingkat harga yang lebih mahal dibandingkan harga BBM rata-rata yang berlaku secara internasional. Sebagai akibatnya maskapai tidak dapat bersaing dengan maskapai penerbangan asing. Hal ini perlu memperoleh perhatian dari Pemerintah mengingat sebentar lagi MEA 2015 akan mulai diberlakukan.
PT Pembangunan Perumahan (Persero) Jajaran
direksi
PT
Pembangunan
Perumahan
(Persero)
menyampaikan bahwa akan melakukan Initial Public Offering terhadap salah satu anak perusahaannya dengan underwriter PT Danareksa (Persero), PT Bahana Sekuritas (Persero), dan PT Mandiri Sekuritas.
Pemilihan
underwriter
ini
ditujukan
dalam
rangka
memperkuat sinergi antar BUMN.
Direksi PT Pembangunan Perumahan (Persero) juga menyampaikan bahwa saat ini tengah melaksanakan proyek di Desa Tanjung Ucang dengan PT PLN (Persero). Proyek tersebut merupakan proyek pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar gas yang telah dimulai akhir Tahun 2013 dan ditargetkan akan mulai commisioning pada Bulan Oktober 2015. Produk listrik dari pembangkit ini diharapkan dapat membantu untuk mengurangi defisit listrik yang sampai saat ini masih terjadi di Provinsi Kepulauan Riau.
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk Jajaran direksi PT Wijaya Karya (Persero), Tbk menyampaikan bahwa pihaknya tengah mengikuti tender bagi proyek pembangunan pelabuhan di Pulau Bintan. Namun hingga saat ini pemenang dari tender tersebut belum diumumkan; padahal proyek ini akan sangat
16
berperan signifikan bagi perkembangan perekonomian di Pulau Bintan.
PT Waskita Karya (Persero) Tbk Jajaran direksi PT Waskita Karya (Persero) Tbk menyampaikan permasalahan terkait perdagangan sahamnya di lantai bursa yang disuspend. Direksi menyampaikan bahwa penyebab utama suspend perdagangan ini adalah kesalahan dari underwriter yang memberikan timeline
yang
salah
dalam
perdagangan.
Underwriter
dari
perdagangan saham PT Waskita Karya (Persero) Tbk, sendiri adalah Mandiri Sekuritas, PT Bahana Sekuritas (Persero), dan PT Danareksa (Persero).
PT ASDP (Persero) Direksi PT ASDP (Persero) menyampaikan permasalahan terkait meruginya perusahaan selama tiga tahun berturut-turut. Kerugian terjadi sejak tahun 2012 sebagai akibat dari pihak swasta yang sudah mulai beroperasi di Pelabuhan Tanjung Uban. Permasalahan lain yang dihadapi oleh perusahaan adalah banyaknya kapal yang tidak beroperasi karena mengalami kerusakan. Selain itu pelaksanaan kewajiban pelayanan umum yang tidak full recovery turut membebani keuangan perusahaan.
2. Kesimpulan
Komisi VI DPR RI akan mengadakan Rapat Dengar Pendapat dengan jajaran direksi PT Bank Mandiri (Persero), Tbk, PT Bahana Sekuritas (Persero), dan PT Danareksa (Persero), terkait dengan proses intial public offering (IPO) BUMN dan terkait dengan permasalahan suspend dari penjualan saham PT Waskita Karya (Persero) Tbk.
Komisi VI DPR RI akan mengadakan Rapat Dengar Pendapat dengan PT ASDP (Persero) untuk membahas masalah public 17
service obligation dan kinerja keuangan di kantor cabang Batam yang terus merugi.
Komisi VI DPR RI mendorong agar BP Batam dan PT Angkasa Pura II (Persero) melakukan kerjasama dalam pengelolaan bandara Hang Nadim.
III.
Penutup Demikian laporan Kunjungan Kerja Komisi VI DPR RI ke Provinsi Kepulauan Riau dalam Reses Masa Sidang III Tahun Sidang 2014/2015.
Jakarta, Mei 2015 Ketua Tim,
IR.H. ACHMAD HAFISZ TOHIR A-465
18