LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI SULAWESI TENGGARA RESES MASA PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG 2016-2017 06 – 10 MARET 2017
SEKRETARIAT KOMISI VII DPR RI 2017
LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI SULAWESI TENGGARA PADA RESES MASA PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG 2016-2017 06-10 Maret 2017
BAGIAN I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi DPR RI, sesuai dengan Peraturan DPR RI No.1/DPRRI/I/2014-2019 tentang Tata Tertib, maka Komisi VII DPR-RI dalam Reses Masa Persidangan III Tahun Sidang 2016 - 2017 telah membentuk 3 (dua) Tim Kunjungan Kerja (Kunker), yaitu ke Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Bali dan Provinsi Sulawesi Tenggara. Tulisan ini berisi laporan kegiatan yang telah dilakukan oleh Tim Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI ke Provinsi Sulawesi Tenggara pada tanggal 06-10 Maret 2017 1.2. Dasar Kunjungan Dasar Hukum dari pelaksanaan kunjungan kerja ini adalah Hasil Keputusan Rapat Komisi VII DPR RI tentang Agenda agenda kerja Masa Persidangan III Tahun Sidang 2016-2017 dan merujuk pada Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1/DPR RI/I/2014 tentang Tata Tertib DPR RI. 1.3. Maksud dan Tujuan Kunjungan Maksud diadakannya Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI ke Provinsi Sulawesi Tenggara adalah dalam rangka menyerap aspirasi dan melihat secara langsung perkembangan di daerah khususnya pengelolaan energi dan sumber daya mineral, lingkungan hidup serta riset dan teknologi. Adapun tujuan kunjungan kerja ini adalah sebagai berikut: a. Mendapatkan informasi dan melihat secara langsung perkembangan sektor energi dan mineral (ESDM), lingkungan hidup (LH) serta riset dan teknologi (Ristek); b. Mengetahui berbagai persoalan yang dihadapi di Provinsi Sulawesi Tenggara khususnya di sektor ESDM, LH dan Ristek; c. Mengetahui tingkat efektivitas peran yang dilakukan oleh Pemerintah/ Pemerintah Daerah dalam mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi oleh masyarakat di daerah. Hasil dari Kunjungan Kerja ini akan digunakan sebagai bahan masukan bagi Komisi VII DPR RI dalam menjalankan peran dan fungsinya, khususnya di bidang pengawasan, budgeting dan legislasi untuk bidang energi dan sumber daya mineral, lingkungan hidup serta riset dan teknologi.
1.4. Agenda Pertemuan dalam Kunjungan Adapun agenda pertemuan pada kunjungan kerja ke Provinsi Sulawesi Tenggara diantaranya; 1. Pertemuan dengan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara beserta jajarannya dan dihadiri oleh unsur forum koordinasi pimpinan daerah dan kepala SKPD di Provinsi Sulawesi Tenggara serta mitra kerja Komisi VII DPR RI 2. Pertemuan dengan Direksi PT. Pertamina (Persero) dan GM Wilayah MOR VII PT. Pertamina (Persero) beserta jajarannya 3. Peninjauan lapangan ke PLTU Nii Tanasa dan Pertemuan dengan Direksi PT. PLN (Persero) dan GM wilayah Sulselrabar PT. PLN (Persero) beserta jajarannya 4. Pertemuan dengan Direksi PT. Antam (Persero) Tbk, Direksi PT. Vale Indonesia Tbk, Direksi PT. Virtue Dragon Nickel Industri, dan Direksi PT. Bintang Smelter Indonesia, beserta jajarannya 5. Peninjauan ke daerah reklamasi di Teluk Kendari 1.5. Susunan Anggota Tim Kunjungan Kerja Tim Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI berjumlah 15 orang anggota dan dibantu 1 (satu) orang tenaga ahli, 3 (tiga) orang staff sekretariat dan 1 (satu) orang dari tv Parlement Tabel. Daftar nama tim Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI ke Provinsi Sulawesi Tenggara, Pada Reses MP III Tahun Sidang 2016-2017 No. Nama No.Ang Fraksi Jabatan 1 Ir. H. Mulyadi A.403 P.Demokrat Ketua Tim 2 Andi Ridwan Wittiri A.226 PDI-P Anggota 3 Ir. H. Nazarudin Kiemas A.134 PDI-P Anggota 4 Mercy Chriesty Barends, ST A.228 PDI-P Anggota 5 Drs. H. Bambang Herry Purnama, ST, MH A.305 P.Golkar Anggota 6 Ir. H. Harry Poernomo A.358 P. Gerindra Anggota 7 Muhammad Nasir A.405 P. Demokrat Anggota 8 H. Mat Nasir, S.Sos A.438 P. Demokrat Anggota 9 Dr.Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc A.502 PAN Anggota 10 Bara K. Hasibuan, MA A.500 PAN Anggota 11 Peggi Patricia Pattipi A.83 PKB Anggota 12 Tamsil Linrung A.121 PKS Anggota 13 Dr. Andi Jamaro Dulung, M.Si A.542 PPP Anggota 14 H. Endre Saifoel A.6 P.Nasdem Anggota 15 Muktar Tompo, S.Psi A.560 P.Hanura Anggota
BAGIAN II PROFIL PROVINSI SULAWESI TENGGARA 2.1. Profile Singkat Provinsi Sulawesi Tenggara Provinsi Sulawesi Tenggara terletak di jazirah Tenggara Pulau Sulawesi. Secara geografis terletak di bagian Selatan Garis Khatulistiwa, memanjang dari Utara ke Selatan di antara 02°45'-06°15' Lintang Selatan dan membentang dari Barat ke Timur di antara 120°45'-124°45' Bujur Timur. Provinsi Sulawesi Tenggara di sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Tengah, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi NTT di Laut Flores, sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Maluku di Laut Banda dan sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan di Teluk Bone.
Gambar ; Peta Provinsi Sulawesi Tenggara Luas wilayah Sulawesi Tenggara (74,25 persen atau 110.000 km²) merupakan perairan (laut). Sedangkan wilayah daratan, mencakup jazirah tenggara Pulau Sulawesi dan beberapa pulau kecil, adalah seluas 38.140 km² (25,75 persen). 2.2. Demografi Bedasarkan proyeksi penduduk, penduduk provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2015 mencapai 2.499.540 jiwa yang terdiri atas 1.256.056 jiwa penduduk laki-laki dan 1.243.484 jiwa penduduk perempuan. Adapun laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2014-2015 mencapai 2,1%. Dengan luas wilayah 338.067 km2, secara rata-rata setiap km2 wilayah sulawesi tenggara ditinggali sekitar 66 orang penduduk dengan rata-rata julah penduduk per rumah tangga sebanyak 4 orang (Sumber; Prov. Sulawesi Tenggara dalam angka 2016)
2.3. Kondisi Tanah Topografi Peta topografi menunjukkan bahwa Sulawesi Tenggara umumnya memiliki permukaan tanah yang bergunung, bergelombang berbukit-bukit. Diantara gunung dan bukit-bukit, terbentang dataran-dataran yang merupakan daerah potensial untuk pengembangan sektor pertanian. Permukaan tanah pegunungan seluas 1.868.860 ha telah digunakan untuk usaha. Tanah ini sebagian besar berada pada ketinggian 100-500 meter di atas permukaan laut dan pada kemiringan tanah yang mencapai 40 derajat. Geologis Kondisi batuan di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara ditinjau dari sudut geologis, terdiri atas batuan sedimen, batuan metamorfosis, dan batuan beku. Dari ketiga jenis batuan tersebut, yang terluas adalah batuan sedimen seluas 2.579,79 ha (67,64 persen). Dari jenis tanah, Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki sedikitnya enam jenis tanah, yaitu tanah podsolik seluas 2.299.729 ha atau 60,30 persen dari luas tanah Sulawesi Tenggara, tanah mediteran seluas 898.802 ha (23,57 persen), tanah latosol seluas 349.784 ha (9,17 persen), tanah organosol seluas 116.099 ha (3,04 persen), jenis tanah alluvial seluas 129.569 ha (3,40 persen) dan tanah grumosol seluas 20.017 ha (0,52 persen). 2.4. Kondisi Iklim Sulawesi Tenggara memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan penghujan. Musim Kemarau terjadi antara Bulan Juni dan September, dimana angin Timur yang bertiup dari Australia tidak banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya Musim Hujan terjadi antara Bulan Desember dan Maret, dimana angin Barat yang bertiup dari Benua Asia dan Samudera Pasifik banyak mengandung uap air sehingga terjadi musim hujan. Curah hujan dipengaruhi oleh perbedaan iklim, orografi dan perputaran/ pertemuan arus udara. Hal ini menimbulkan adanya perbedaan curah hujan menurut bulan dan letak stasiun pengamat. Tinggi rendahnya suhu udara di pengaruhi oleh letak geografis wilayah dan ketinggian dari permukaan laut. Sulawesi Tenggara yang terletak di daerah khatulistiwa dengan ketinggian pada umumnya di bawah 1.000 meter, sehingga beriklim tropis. Suhu udara maksimum rata-rata berkisar antara 30°C - 36°C, dan suhu minimum rata-rata berkisar antara 20°C - 23°C. 2.5. Kondisi Perairan (Sungai dan Laut) Hidrologi Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki beberapa sungai yang melintasi hampir seluruh kabupaten/kota. Sungai-sungai tersebut pada umumnya potensial untuk dijadikan sebagai sumber energi, untuk kebutuhan industri, rumah tangga dan irigasi. Daerah aliran sungai, seperti Daerah Aliran Sungai (DAS) Konaweha, melintasi Kabupaten Kolaka, dan Konawe. DAS tersebut seluas 7.150,68 km²
dengan debit air rata-rata 200 m³/ detik. Bendungan Wawotobi yang menampung aliran sungai tersebut, mampu mengairi persawahan di daerah Konawe seluas 18.000 ha. Selain itu, masih dapat dijumpai banyak aliran sungai di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan debit air yang besar sehingga berpotensi untuk pembangunan dan pengembangan irigasi seperti: Sungai Lasolo di Kabupaten Konawe, Sungai Roraya di Kabupaten Bombana (Kecamatan Rumbia, dan Poleang), Sungai Wandasa dan Sungai Kabangka Balano di Kabupaten Muna, Sungai Laeya di Kabupaten Kolaka, dan Sungai Sampolawa di Kabupaten Buton. Oceanografi Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki perairan (laut) yang sangat luas. Luas perairan Sulawesi Tenggara diperkirakan mencapai 110.000 km². Perairan tersebut, sangat potensial untuk pengembangan usaha perikanan dan pengembangan wisata bahari. 2.6. Potensi Sumber Daya Energi dan Pertambangan Adapun potensi daerah Sulawesi Tenggara dari sektor energi dan pertambangan yang tersebar di beberapa Kabupaten/kota yaitu: - Nickel: Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki cadangan nikel yang mencapai 97 miliar ton dengan luas sebaran 480 ribu Ha. (data dinas Prov. Sultra ESDM 2013) - Aspal: Berdasarkan tinjauan konservasi sumber daya aspal Buton oleh kelompok Program Penelitian Konservasi bahwa Aspal Buton merupakan satusatunya cebakan aspal alam di Indonesia. Nilai cadangan potensi pertambangan aspal yang berada di kabupaten Buton dan Kota Baubau sebesar 2.394.813.342.120 ton. - Emas: Cadangan sumber daya emas di Provinsi Sulawesi Tenggara mencapai 1.125.000 juta gram, yang tersebar di kabupaten Bombana, Konawe, Konawe selatan, Kolaka dan Kolaka Utara - Batubara: Hasil penyelidikan diwilayah DAS Watunohu Dusun Lametusa desa Parutallang di Kabupaten Kolaka utara, memiliki cadangan sebesar 9 juta ton dan hasil analisas laboratoroium nilai kalorinya berkisar antara 4.170-4.987 - Kromit: tersebar di kabupaten Bombana dengan cadangan 260 ton, kabupaten konawe dan konawe utara dengan cadangan 2.395.872 ton dan kolaka utara dengan cadangan 3.000 ton - Biji besi dan Pasir besi. - Panas Bumi: tersebar di beberapa kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara dengan total potensi mencapai 190-425 Mwe - Energi Bayu (angin): dengan debit mencapai 3.813,92 m3/dtk. Maka di perkirakan mampu menghasilkan energi sebesar 394.037,82 kW
BAGIAN III
PELAKSANAAN KEGIATAN Tim Kunjungan Kerja (Kunker) Komisi VII DPR RI memulai kunjungan ke Provinsi Sulawesi Tenggara dimulai pada tanggal 06 Maret 2017. Sesampainya di Bandara Haluoleo di Konawe Sulawesi Tenggara, tim Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI di terima langsung oleh H.M. Saleh Lasata (Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara), setelah itu tim Kunker Komisi VII DPR RI melanjutkan perjalanan ke kantor Gubernur Sulawesi Tenggara. Sesampainya di kantor gubernur, tim Kunker Komisi VII DPR RI diterima oleh DR. H. Nur Alam (Gubernur Sulawesi Tenggara), Forum Koordinasi Pimpinan daerah dan unsur pimpinan SKPD se Provinsi Sulawesi Tenggara. Sedangkan tim Komisi VII DPR RI di dampingi oleh beberapa mitra kerja diantaranya; Prof. San Afri Awang (Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK), Iwan Prasetya Adhi (Sesditjen Minerba Kementerian ESDM), Ophirtus Sumule (Dir Sistem Inovasi Ditjen Penguatan Inovasi Kementerian Ristek dan Dikti), Alimuddin Baso (Direktur Perencanaan pembangunan Infrastruktur Ditjen Migas Kementerian ESDM), Machnizon Masri (Direktur Bisnis Regional Sulawesi dan Nusa Tenggara PT. PLN (Persero)), Joko Pitoyo (GM MOR VII Wilayah Sulawesi PT. Pertamina) serta beberapa mitra kerja lainnya. Pada pertemuan tersebut dibahas beberapa hal diantaranya permasalahan penyelenggaraan pemerintah di Bidang Pertambangan Minerba, Penataan IUP, Peningkatan nilai tambah mineral, keberadaan Instruktur Tambang, masalah ketenagalistrikan dan pengembangan Energi terbarukan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Setelah pertemuan dengan Gubernur Sulawesi Tenggara beserta jajaranya, tim Kunker Komisi VII DPR RI selanjutnya menuju Hotel Grand Clarion untuk melakukan proses Check In dan kemudian Ishoma. Setelah Ishoma dilanjutkan pertemuan dengan jajaran PT. Pertamina (Persero). Pertemuan tersebut dihadiri oleh Alimuddin Baso (Direktur Perencanaan pembangunan Infrastruktur Ditjen Migas Kementerian ESDM), Toharso (Direktur Pengolahan PT. Pertamina (Persero)) beserta seluruh jajarannya, Rudianto Rimbono (deputi pengendalian dukungan bisnis SKK Migas, BPH Migas. Pada pertemuan tersebut Tim Kunker Komisi VII DPR RI memperoleh informasi terkait; penyaluran dan realisasi BBM PSO dan Non PSO, penyaluran dan realisasi LPG dan pelaksanaan konversi minyak tanah dan LPG, kontribusi PBBKB di Sulawesi Tenggara dan berbagai permasalahan lainnya. Pertemuan selanjutnya adalah dengan jajaran PT. PLN (persero) dan dilanjutkan dengan peninjauan lapangan ke PLTU Nii Tanasa. Pada pertemuan dengan jajaran PT. PLN (Persero) yang berlangsung di PLTU Nii Tanasa dihadiri oleh Machnizon Masri (Direktur Bisnis Regional Sulawesi dan Nusa Tenggara PT. PLN (Persero)), Wasito Adi (GM Sulselrabar PT. PLN (persero)) beserta jajarannya. Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Prof. San Afri Awang (Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK) dan ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM. Pada pertemuan tersebut membahas kondisi eksisting sistem kelistrikan Sulawesi Tenggara, perbandingan BPP dan Harga jual, rencana perkuatan dan pengembangan sistem
kelistrikan di Sulawesi tenggara, permasalahan IPPKH dan beberapa permasalahan lainnya. Setelah melakukan pertemuan dengan jajaran PT. PLN (Persero), tim Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI selanjutnya melakukan peninjauan lapangan ke area reklamasi di teluk kendari. Selanjutnya tim Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI melakukan pertemuan dengan beberapa perusahaan pertambangan dan perusahaan smelter di Sulawesi Tenggara yang bertempat di hotel Grand Clarion. Pada pertemuan tersebut hadir antara lain; Agus Zamzam (Direktur Operasi PT. Antam (Persero) Tbk, Febriani (Direktur Keuangan PT. Vale Indonesia Tbk.), Herison Iyawan (Presdir PT. Bintang Smelter Indonesia), Rusdi Rusmadi (GM PT. Virtue Dragon Nikel Industri). Pada pertemuan tersebut hadir pula, San Afri Awang (Dirjen Planologi KLHK), Iwan Prasetya Adhi (Sesdirjen Minerba KESDM) dan Burhanuddin (Kadis ESDM Prov. Sultra). Pada pertemuan tersebut membahas menyangkut progres pembangunan smelter, masalah perijinan, permasalahan sektor pertambangan, dukungan kebijakan yang diharapkan serta berbagai permasalahan lainnya. Setelah pertemuan dengan beberapa perusahaan pertambangan dan industri smelter, tim Kunker Komisi VII DPR RI selanjutnya melakukan peninjaun lapangan ke Pulau Bokori bersama dengan Gubernur Sulawesi Tenggara, pada pertemuan tersebut tim Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI bersepakat untuk memberikan bantuan penerangan jalan (PJU Solar cell) sebanyak 20 unit yang akan diperjuangkan melalui Ditjen EBTKE kementerian ESDM RI. Peninjuan ke Pulau Bokori, merupakan akhir dari serangkaian kegiatan tim kunker Komisi VII DPR RI selama di Provinsi Sulawesi Tenggara. Selanjutnya, pada esok harinya, tim kunker Komisi VII DPR RI kembali ke Jakarta.
BAGIAN IV HASIL KUNJUNGAN KERJA 4.1. Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral Pada pelaksanaan kunjungan kerja yang telah dilasanakan pada tanggal 06-10 Maret 2017, terdapat beberapa informasi dan temuan yang diperoleh oleh tim Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI, antara lain: Sektor Ketenagalistrikan - Hingga saat ini rasio elektrifikasi Provinsi Sulawesi Tenggara baru mencapai 81,62% atau merupakan yang terendah jika dibandingkan dengan wilayah lainnya di Sulawesi.
-
-
2015
2016
Persen (%) Kenaikan
Uraian
Satuan
Jumlah Pelanggan
PLG
378,137
418,022
10.55%
Daya Tersambung
VA
491,815
557,573
13.37%
MWH Jual
MWh
703,593
801,588
13.93%
Rupiah PTL
Ribu Rupiah
685,248,910
777,937,941
13.53%
Harga Jual Rata Rata
Rp/kWh
973.93
970.50
-0.35%
k terjadinya penurunan harga jual rata-rata dari Rp 973,93 per kWh (2015) menjadi Rp 970,50 per kWh (2016) atau turun sekitar 0,35% dikarenakan adanya penambahan 450 VA yang dominan. Sistem kelitrikan di Provinsi Sulawesi Tenggara saat ini sangat mengkhawatirkan dimana sistem yang ada masing-masing memiliki cadangan dibawah 30%, bahkan pada sistem kolaka mengalami devisit sebesar 1,53 MW. Jika jaringan dari sulawesi selatan masuk maka hal tersebut dapat diatasi. Namun masalahnya hingga saat ini pembangunan transmisi baru mencapai 70% dikarenakan IPPKH yang telah diusulkan sejak 6 tahun yang lalu hingga saat ini belum terbit. Berdasarkan peaparan Gubernur Sulawesi Tenggara, untuk memenuhi kebutuhan industri di Provinsi Sulawesi Tenggara yang terus berkembang, maka dibutuhkan total daya sebesar 1.420 MW. Kebutuhan daya tersebut untuk memenuhi kebutuhan listrik di: 1. Kawasan Konawe Utara dimana industri Smelter dan Refinery membutuhkan 128 MW, Pabrik Baja membutuhkan 230 MW 2. Kawasan Kolaka Utara membutuhkan 128 MW untuk kebutuhan Smelter dan Refinery. 3. Kawasan Pomalaa, Kolaka membutuhkan 128 MW untuk kebutuhan Smelter dan Refinery 4. Kawasan Torobulo, kabaena, Rumbia membutuhkan 128 MW untuk kebutuhan Smelter dan Refinery 5. Kawasan Industri Konawe (Kawasan Strategis Nasional) membutuhkan 400 MW 6. Kawasan Kapuntori Lasalimu (KAPOLIMU) membutuhkan 128 MW untuk kebutuhan Smelter dan Refinery 7. Kawasan Industri Perikanan P. Wawonii membutuhkan daya 50 MW 8. Kawasan Industri Semen P. MUNA membutuhkan daya sebesar 100 MW
-
-
-
Perbandingan antara Biaya Pokok Penyediaan (BPP) dengan Harga Jual Rata-rata (Rp/kWh) di Sulawesi Tenggara untuk tahun 2015 yaitu untuk BPP mencapai Rp 2.948,- atau mengalami penurunan menjadi Rp 2.633 pada tahun 2016. Sedangkan untuk harga jual rata-rata pada tahun 2015 mencapai Rp 988 per kWh atau turun menjadi Rp 955 per kWh. Penurunan harga jual dikarenakan dari jumlah pelanggan rumah tangga sebanyak 390.111 (93%), sebanyak 90% diantaranya merupakan pelanggan 450 VA yang memperoleh subsidi. Neraca daya pada sistem kendari pada tahun 2017 berasal dari PLTU Nii Tanasa sebanyak 20 MW, pembangkit sewa 42 MW, dan pembangkit BBM PLN sebanyak 20 MW. Sedangkan MPP 50 MW akan masuk pada triwulan ke 3 (jika COD MPP 50 MW on Schedule). Untuk pembangkit sewa tetap akan dipertahankan hingga tahun 2019 untuk mempertahankan cadangan pada sistem kendari. Jika MPP 50 MW mengalami keterlambatan, maka akan berakibat: 1. PLTD Sewa HSD harus diperpanjang sampai dengan masuknya MPP 50 MW dan untuk mencukupi pertumbuhan normal perlu penambahan kapasitas sampai 30 MW. 2. Tingginya potensi pelepasan Captive Power dan program pemasaran PB/PD area Kendari tidak dapat dilaksanakan. 3. Keterlambatan COD MPP 50 MW akan menambah Total Cost Sewa sebesar 29,26 Milyar Rupiah per bulan. Dalam memenuhi kebutuhan listrik di Provinsi Sulawesi Tenggara, pada jangka pendek dilakukan penambahan pembangkit eksisting sebagai berikut:
Sedangkan untuk untuk jangka menengah dilakukan penambaha kapasitas yaitu;
-
Penambahan pembangkit sistem isolated tersebar diperlukan untuk mencapai Recerves Margin 30% Project PLTMG MPP Kendari 50 MW yang terletak di desa Nii Tanasa, kelurahan Lalungga Sumeeto, Konawe dengan luas wilayah mencapai 40.000 m2 diwajibkan untuk membuat Amdal di karenakan lokasinya berada pada garis sempadan pantai.
Sektor Migas (Hulu-Hilir) Sedangkan pada sektor Migas di Provinsi Sulawesi Tenggara, informasi dan temuan oleh tim Kunker Komisi VII DPR RI, antara lain: - Pertamina Marketing Operation Region (MOR) VII membawahi kegiatan operasional Pertamina di seluruh area Sulawesi. Kantor Unit MOR VII berada di Kota Makassar, yang merupakan Ibu Kota Propinsi Sulawesi Selatan. Serta merupakan kota terbesar di Kawasan Timur Indonesia. Kegiatan operasional MOR VII meliputi penjualan BBM retail, BBM industri, avtur, LPG, pelumas dan aspal dengan total lembaga penyalur sebanyak lebih dari 900 lembaga penyalur. Dalam menjamin ketahanan supply di Sulawesi, MOR VII memiliki 17 Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM), 7 Depot Pengisian Bahan Bakar Pesawat Udara (DPPU) dan 2 Depot LPG. - Di Provinsi Sulawesi Tenggara, terdapat 4 Terminal BBM untuk memenuhi kebutuhan BBM di wilayah Sulawesi Tenggara dan sekitarnya yaitu Terminal BBM Kendari, Terminal BBM Raha, Terminal BBM Baubau dan Terminal BBM Kolaka. Untuk Terminal BBM Baubau mensupplai Premium dan Solar/Biosolar ke Pare-pare, Palopo, Raha, Kolaka, Kendari, Kolonendale, Luwuk, Banggai, Gorontalo, Poso dan Moutong. Sedangkan untuk pertamax
-
disuplai ke Parepare, Palopo, Kendari, Luwuk, Gorontalo, Bitung. Selain itu TBBM Baubau juga membantu suplai ke MOR V dan menerima supplai Kerosene dari Makassar Adapun perbandingan jumlah lembaga penyalur BBM wilayah sulawesi versus Sulawesi Tenggara adalah; Provinsi Sulawesi Tengggara Total Sulawesi
-
Sulawesi Tenggara Total Sulawesi
-
-
APMS 54 118
AMT 14 23
Agen BBM 2 12
Perbandingan quota versus realisasi BBM PSO tahun 2016 antara wilayah Sulawesi dengan Sulawesi Tenggara adalah; Provinsi
-
SPBU 47 395
Jenis BBM SPDN SPBN 19 3 72 4
Jenis BBM Premium (KL) Solar (KL) Quota Real Quota Real 270.381 269.800 130.455 95.896 (12%) (-0,0%) (12%) (-26%) 2.281.893 2.010.954 1.060.721 793.867 (88%) (-12%) (88%) (-25%)
Kerosene (KL) Quota Real 38.969 31.535 (44%) (-19%) 69.574 56.354 (56%) (-19%)
Dari tabel diatas memperlihatkan bahwa realisasi BBM non PSO seluruhnya masih dibawah quota yang disiapkan. Khusus untuk jenis kerosene walaupun realisasinya tidak melampaui quota namun konsimsinya masih cukup tinggi dikarenakan pelaksanaan konversi kerosene ke LPG belum seluruhnya menjangkau seluruh wilayah sulawesi tenggara. Realisasi penyaluran BBK dan BBM Non PSO (dalam KL) di Sulawesi Tenggara tahun 2016-2017 adalah:
Dari tabel diatas memperlihatkan bahwa sejak penjualan Pertalite di mulai pada oktober 2016, terjadi lonjakan yang cukup signifikan dimana dari 340 KL pada bulan oktober 2016 meningkat hingga 1.944 KL pada bulan Januari 2017. Sedangkan untuk pertamax dan solar non PSO juga terjadi kenaikan konsumsi namun kenaikannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan realisasi penjualan Avtur tahun 2016 melalui DPPU Haluoleo mencapai 14.406.884 KL atau mencapai 4% dari seluruh DPPU yang ada di Sulawesi yang mencapai 363.652.113 KL. Sedangkan untuk tahun 2017(bulan Januari-februari) realisasi penjualan baru mencapai 2.633.143 KL. Untuk realisasi penjualan BBM Industri tahun 2016, di dominasi oleh PLN sebesar 199.993 KL (54%), pertambangan sebesar 118.216 KL (32%) dan
-
-
-
-
Industri lainnya sebesar 46.073 KL (12%). Sedangkan penggunaan terkecil berada di sektor perkebunan yang mencapai 405 KL Perbandingan antara quota dengan realisasi LPG PSO tahun 2016 yaitu; quota Sulawesi Tenggara sebesar 33.203 MT sedangkan realisasinya mencapai 32.460 MT (terjadi penurunan sebesar 2%). Penurunan terhadap realisasi juga terjadi pada wilayah Sulawesi secara keseluruhan, dimana quota wilayah Sulawesi sebesar 444.930 MT atau turun sebanyak 10% dibandingkan realisasi yang hanya mencapai 399.828 MT. Sedangkan untuk LPG Non PSO realisasinya mengalami peningkatan. Terkait pelaksanaan konversi minyak tanah ke LPG, saat ini khusus wilayah Sulawesi Tenggara masih terdapat 8 kabupaten/kota yang belum melaksanakan konversi yaitu; Kabupaten Buton, Buton Selatan, Buton Tengah, Buton Utara, Muna, Muna Barat, Wakatobi dan Kota Baubau. Belum terlaksananya konversi salahsatunya dikarenakan karena kabupaten/kota tersebut merupakan wilayah kepulauan yang sulit untuk dilaksanakan distribusi LPG 3 Kg (PSO) Pada tahun 2017 kebutuhan LPG mencapai 8 juta MT. Sedangkan kemampuan produksi dalam negeri hanya mencapai 2 juta MT, sehingga sisanya dilakukan import LPG. Sehingga jika infrastruktur LPG belum tersedia di suatu wilayah maka kebijakan konversi hendaknya tidak dilaksanakan karena suplai LPG melalu kapal laut biayanya sangat mahal Kontribusi PBBKB tahun 2016 di Sulawesi Tenggara mencapai Rp 119,65 miliar atau mengalami penurunan jika dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp 127,16 miliar. Sedangkan realisasi penyaluran CSR dan PKBL mencapai Rp 1,30 miliar dengan perincian program CSR+BL sebesar Rp 1,24 miliar dan program kemitraan sebesar Rp 60 juta.
Sektor Pertambangan Minerba dan kegiatan hilirisasi Mineral Pada sektor pertambangan, terdapat beberapa informasi penting yang diperoleh oleh tim kunker Komisi VII DPR RI, diantaranya; - Terkait penyelenggaraan pemerintahan dibidang pertambangan Minerba (UU No 23 Tahun 2014), dimana sebelum UU tersebut berlaku semua IUP diterbitkan oleh Bupati/walikota namun setelah kewenangan tersebut di serahkan ke provinsi berasarkan UU No 23 Tahun 2014. Pemerintah Kabupaten/kota kesulitan untuk menyerahkan dokumen IUP secara lengkap terutama yang berkaitan dengan Kronologis IUP dari SK pertama sampai Akhir dan data IUP termasuk Dokumen jaminan Reklamasi dan Jaminan Pasca Tambang. Padahal Gubernur harus melakukan evaluasi atas IUP yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota Berdasarkan Permen ESDM No. 43 Tahun 2015. Hasil evaluasi Gubernur di perlukan untuk melakukan penataan IUP yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota melalui: 1. Membuat rekomendasi C&C atas IUP yang dieavaluasi clear 2. Mencabut IUP non C&C
3. Menetapkan pencabutan/pembatalan seluruh IUP C&C yang telah habis masa berlaku ijinnya pada tanggal 31 Desember 2016 apabila tidak dilakukan perpanjangan 4. Menetapkan pencabutan/pembatalan seluruh IUP Non C&C yang telah habis masa berlaku ijinnya pada tanggal 31 Desember 2016 apabila tidak dilakukan perpanjangaan atau dilakukan perpanjangan namun tidak memenuhi Permen ESDM No. 43/2015 5. Menetapkan pencabutan/pembatalan seluruh IUP Non C&C yang masih berlaku ijinnya setelah tanggal 31 Desember 2016 namun tidak direkomendasikan sebagai IUP C&C sampai batas waktu tanggal 2 Januari 2016 - Permasalahan IUP PT. Antam, di Mandiodo Kab. Konawe Utara. Kementerian ESDM meminta Gubernur untuk melaksanakan Keputusan MA terkait dengan IUP OP PT. Antam Mandiodo Kab. Konawe Utara karena berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014, sementara Keputusan MA RI tahun 2014 memerintahkan: Bupati Konawe Utara harus mencabut SK pembatalan IUP PT. Antam di Mandiodo Kab. Konawe Utara sehingga Bupati Konawe Utara Mencabut seluruh IUP yang berada dalam/diatas Wilayah IUP PT. Antam. Terkait hal tersebut, Pencabutan/Pembatalan atas IUP yang berdasarkan perintah keputusan pengadilan sebelum 2 Oktober 2014 supaya dilaksanakan oleh bupati tetapi tidak dilaksanakan oleh Bupati, maka setelah UU No. 23 tahun 2014 tanggal 2 Oktober 2014 Pemerintah Pusat (KESDM) melaksanakan perintah/putusan pengadilan untuk melakukan Pencabutan/Pembatalan atas IUP yang tidak dilaksanakan oleh Bupati. - Dengan potensi mineral yang cukup besar, maka peningkatan nilai tambah diharapkan mampu meningkatkan dan menggerak perekonomian daerah. Untuk itu provinsi Sulawesi Tenggara mengarahkan kegiatan peningktan nilai tambah untuk mendorong percepatan pengembangan wilayah, menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru dan mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi sesuai Peraturan Gubernur No. 39 Tahun 2013 dan sesuai asas otonomi daerah. Namun Kebijakan Pemerintah Provinsi dalam peningkatan nilai tambah dianggap salah oleh pemerintah pusat meliputi mengatur penjualan mineral (ore nikel) keluar dari wilayah Sulawesi Tenggara - Adanya dualisme perijinan peningkatan nilai tambah mineral melalui pengolahan dan pemurnian mineral. Saat ini terdapat 2 jenis perijinan yaitu IUP OPK yang diterbitkan oleh Kementerian ESDM dengan mengacu pada UU No 4 Tahun 2009 dan IUI yang diterbitkan oleh Kementerian Perindustrian dengan mengacu pada UU No 3 Tahun 2014. Adanya 2 kementerian yang berwenang memberikan perijinan memberikan ketidakpastian bagi daerah
-
Kegiatan pengawasan pertambangan Minerba oleh Inspektur tambang (PP No 18 Tahun 2016, pasal 119) dimana disebutkan bahwa; 1. Urusan Pemerintahan Daerah yang penyediaan aparaturnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, aparatur Pemerintah Pusat tersebut bekerja pada dinas 2. Aparatur Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara operasional berada di bawah dinas dan secara administrasi berada di bawah kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang bersangkutan 3. Belanja pegawai bagi aparatur Pemerintah Pusat dibebankan pada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dan biaya operasional untuk melaksanakan tugas dibebankan pada anggaran dinas 4. Penilaian kinerja aparatur Pemerintah Pusat yang bekerja pada dinas dilakukan oleh kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian berdasarkan rekomendasi dari kepala dinas. Kemudian dari sisi anggaran pengawasan oleh Inspektur Tambang (PP No 18 Tahun 2016) PUSAT Belanja Pegawai - Gaji - Tunjangan - Pembinaan dan Pengembangan Pegawai
PERMASALAHAN
DAERAH Operasional - Belanja Barang (Perjalanan Dinas, ATK, Listrik, dll) - Belanja Modal (Sarana Prasarana, dll) Regulasi Pelaksanaan belum ada sehingga daerah tidak bisa menganggarkan akibatnya sampai saat ini pengawasan pertambangan belum dilakukan
Akibatnya pengawasan pertambangan tidak dilaksanakan dikarenakan anggaran pengawasan oleh Insektur Tambang tidak ada. - Terkait masalah geologi, pasca terbitnya UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, dan PP 18/2016 tentang Organisasi Perangkat daerah. Maka perlu adanya UU tentang Kegeologian. Hal ini diperlukan mengingat: 1. Keseluruhan daerah Sultra terhadap bencana geologi yang tinggi seperti Gempa bumi, tanah longsor, abrasi, tsunami. Untuk itu diperlukan sistim mitigasi bencana yang komperhensif dan dapat dikelompokan “geohazard” terkait tata ruang tentang kawasan geologi 2. Sumber daya geologi terkait potensi mineral dan batubara serta migas (Geologi Resources) 3. Komperhensif masalah lingkungan terkait isu konservasi dan pemanfaatan sumber daya alam, geowisata dan geo environment 4. Geologi tehnik dalam rangka pembangunan infra struktur dasar
-
PT. Antam (Persero), akan melakukan pengembangan wilayah operasi penambangan nikel di Kabupaten Konawe Utara (IUP Tapunopaka dan IUP Mandiodo). Terkait hal tersebut, PT. Antam (Persero) telah memperoleh kepastian IUP yang sebelumnya terjadi permasalahan tumpang tindih IUP di wilayah kabupaten Konawe Utara sesuai dengan Putusan MA RI No.225 K/TUN/2014. Saat ini PT. Antam (Persero) sedang menunggu perolehan status Clean & Clear untuk IUP Mandiodo.
Sedangkan terkait kegiatan hilirisasi mineral berupa pengembangan industri pengolahan dan pemurnian di Provinsi Sulawesi Tenggara. Diperoleh penjelasan dan informasi antara lain; - PT. Vale Indonesia akan membangun pabrik pengolahan dan pemurnian HPAL di Pomalaa melalui joint venture dengan Sumitomo Metal Mining dari Jepang. Adapun perkembangan pembangunan proyek adalah; telah melaksanakan survey topografi detail dengan LIDAR, studi hidrologi (115 titik pengamatan), hidrogeologi, dan kegempaan pada tahun 2016. Kegiatan pengeboran geoteknik detail, studi meteorologi serta kelautan akan selesai tahun 2017 jika perpanjangan IPPKH untuk eksplorasi dapat diperoleh dalam waktu dekat dan lokasi pengeboran geoteknik yang berada di wilayah IUP PT. Antam dapat terselesaikan. Sedangkan untuk AMDAL saat ini sedang dalam proses karena adanya perubahan untuk melakukan relokasi rencana pelabuhan. Sambil menunggu proses perijina, PT. Vale Indonesia dan Sumitomo juga melakukan optimalisasi keekonomian proyek mengingat adanya relokasi pelabuhan, kondisi pasar dan harga nikel saat ini yang sangat rendah (karena perubahan lokasi pelabuhan, maka lokasi pabrik juga perlu direlokasi). Adapun status perijinan saat ini adalah: No 1 2
4 5 6 7 8
IPPKH Eksplorasi Rekomendasi eksport sampel untuk uji metalurgi skala penuh Ijin eksport sampel untuk uji metalurgi skala penuh Studi Kelayakan AMDAL (Ijin Lingkungan) Perpanjangan IPPKH Eksplorasi IPPKH Eksploitasi Ijin DAM
9
Ijin Pelabuhan
3
-
Jenis Perijinan/Persetujuan
Status Diperoleh Juli 2014 Diperoleh April 2014 Diperoleh Oktober 2014 Diperoleh Desember 2014 Menunggu Persetujuan Menunggu Persetujuan Menunggu persetujuan AMDAL Menunggu persetujuan AMDAL dan detail design hasil studi geoteknik Menunggu proses akuisisi
Adapun rencana pabrik HPAL PT. Vale Indonesia di Pomalaa memiliki kapasitas sebesar 40.000 ton Ni dan 4.775 ton Co pertahun dalam produk Mixed Sulphide Precipitate (MSP). Umpan bijih limonit mempunyai
-
-
-
-
-
-
komposisi kimia rata-rata; 1,33% Ni, 0,16% Co, 42,5% Fe, 11,8%SiO2 dan 1,68% MgO. Sedangkan komposisi produk MSP berdasarkan material balance (dalam %wt) adalah; 56-57% Ni, 4-5% Co, 35-37%S, <1% Fe, <0,01% Cu, <0,02% Zn , <0,01% Mn dan 10% H2O. Pabrik Feronikel (FeNi) PT. Antam (Persero) di Pomala, Kolaka Sulawesi Tenggara memiliki kapasitas produksi 27.000-30.000 Ton Nikel pertahun. Memiliki fasilitas produksi utama yang terdiri dari 3 lini produksi dengan sistem RK-EF Nickel Smelting yang dilengkapi dengan 4 Rotary Dryer, 4 Rotary Kiln, 3 ESF dan 2 Pabrik pemunian. 5 Oxygen Plant, Coal Fired Power Plant berkapasitas 2x30 MW, Diesel Power Plant berkapasitas 8x17 MW, dan fasilitas pelabuhan dan jetty Produksi bijih Nikel pada UBPN Sultra pada tahun 2016 mencapai 472.533 wmt, sedangkan penjualan sejak tahun 2014 tidak dilakukan karena adanya pelarangan eksport bijih nikel. Sedangkan untuk feronikel, produksi pada tahun 2016 mencapai 20.293 TNi dan penjualan mencapai 20.888 TNi. Ini berarti meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya dimana produksi mencapai 17.222 TNi dan penjualan mencapai 18.660 TNi. PT. Bintang Smelter Indonesia (PT. BSI) adalah Perusahaan yang sedang membangun Pabrik Pengolahan Bijih Nickel Pig Iron yang sahamnya dimiliki oleh PT. Ifishdeco dan Atelier Partner Inc., Berdiri pada 19 Mei 2013. PT. BSI menggunakan teknologi pirometalurgi berupa blast furnace atau tanur tiup. Produksi rencana jangka panjang sebesar 80.000 Ton/tahun dengan kadar Nikel sekitar 10%. Adapun proses pembangunan dilaksanakan dalam 2 phase. Dimana saat ini konstruksi yang telah dilakukan pada phase 1 yaitu pembangunan 2 tungku. (Kapasitas produksi 40.000 Ton/ tahun) dan Jadwal commissioning untuk tahap-1 direncanakan pada Bulan Juni 2017 (dengan 2 Blast Furnace). Untuk menunjang keberadaan industri smelter dimana bahan pembantu utama pabrik berupa Kokas, Antrasite serta Fluoride di datangkan dari luar Negeri, maka diharapkan untuk dapat diberikan insentif pajak berupa penghapusan pajak impor atau keringanan pajak impor atas bahan pembantu utama pabrik tersebut. Mungkin dapat diberikan seperti KITE (Kemudahan Import Tujuan Eksport) untuk bahan Impor produk Textile. PT. Virtue Dragon Nikel Industri mempunyai induk perusahaan bernama De Long Nickel., LTD di Jiangsu, China merupakan sebuah perusahaan swasta yang bergerak dibidang peleburan nikel ore menjadi nickel Pig Iron yang beroperasi dalam kawasan industri Konawe di Desa Morosi. Adapun rencana pengembangan dan nilai investasi PT. VDNi di Sulawesi Tenggara di bagi kedalam 3 phase pengembangan. Phase 1 (awal tahun 2016) memanfaatkan lahan sebesar 100 ha, dengan nilai investasi US$ 1 billion dan jumlah produksi mencapai 600.000 ton pertahun. Pada Phase 2 (pertengahan tahun 2017) membutuhkan lahan sebanyak 200 Ha, dengan nilai investasi US$ 2 billion dan jumlah produksi mencapai 1.200.000 ton
-
-
-
pertahun. Sedangkan untuk Phase 3 (pertengahan tahun 2018) akan menggunakan lahan sebanyak 200 Ha, dengan nilai investasi sebesar US$ 2 billion dengan kapasitas produksi 1.200.000 ton pertahun. Produk dari PT. VDNi diperuntukkan dan dijual oleh induk PT.VDNi yaitu De long Nickel Co. Ltd. Untuk menunjang kegiatan operasional PT. VDNi, perusahaan membangun pembangkit listrik (PLTU) dengan kapasitas terpasang 2x30 MW, 4x60 MW, dan 2x125 MW dengan perkiraan konsumsi batubara mencapai 15.000 ton perbulan. Legalitas (perijinan) pabrik smelter PT VDNi telah mecapai 90%, dan yang masih terkendala yaitu ijin penggunaan air sungai untuk power plant, ijin Usaha Industri (IUI) dan ijin power plant. Jika semua perijinan tersebut dapat diselesaikan maka di perkirakan pada akhir juli 2017 pabrik dapat beroperasi secara penuh. Sedangkan terkait legalitas Jetty, saat ini baru memperoleh legalitas penetapan koordinat jetty, sedangkan yang masih dalam proses yaitu ijin pembangunan dan pengoperasian jetty, dimana ijin tersebut akan diberikan setelah hasil sidang amdal pada Februari 2017. Dan ditargetkan pada minggu kedua bulan maret 2017 seluruh legalitas (perijinan) dapat diselesaikan Adapun kebutuhan bahan baku untuk menunjang kegiatan pabrik smelter PT. VDNi yaitu: Nama Smelter Nickel Ore Coal Mine: - Semi-Coke - Anthracite - Injecting Coal - Nut-Coke Power Plant Steamed Coal
Consumption Total Consumption Phase 2 (line/ton/month) (ton/year) 35.000
6.300.000
12.600.000
4.000 4.400 4.600 3.400
720.000 792.000 828.000 612.000
1.440.000 1.584.000 1.656.000 1.224.000
15.000
2.700.000
5.400.000
- Terkait penggunaan tenaga kerja saat ini dan rencana pengembangan PT. VDNi, yaitu; No 1
2
Description
2015 2016 First Stage
Penyerapan Tenaga Kerja Pabrik - Tenaga Kerja Asing 200 - Tenaga Kerja lokal 400 Penyerapan Tenaga kerja sektor tambang; - Tambang Aktive - Penyerapan tenaga kerja
1.000 1.168
2017 2018 Second Stage 1.500 4.000
2.500 9.000
24 1.440
68 4.080
3
tambang Penyerapan Tenaga kerja Perkapalan; - Tongkang - Penyerapan tenaga tongkang
27 320
67 800
Dari jumlah tenaga kerja tersebut, untuk tenaga kerja lokal didominasi oleh pekerjaan low skill seperti crew umum, crew crane security, dan driver serta pekerjaan sub kontraktor. 4.2. Sektor Lingkungan Hidup dan CSR Beberapa informasi yang diperoleh di sektor Lingkungan Hidup oleh tim Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI, antara lain: - Terkait keberadaan PLTU Nii Tanasa, dan berdasarkan penyampaian kepala desa Tanasa yaitu Basri Yakub, di peroleh informasi terkait limbah yang dihasilkan oleh PLTU Nii Tanasa terutama limbah Fly Ash dan Buttom Ash yang dihasilkan, PLTU Nii Tanasa belum melakukan sosialisasi dalam rangka penyusunan UKL-UPL atau Amdal. Keberadaan jetty, dimana ada sebagian masyarakat terganggu aktivitasnya sehingga hal tersebut perlu mendapat perhatian - Pembangunan jaringan transmisi dari malili ke Kendari (Sulawesi Selatan ke Sulawesi Tenggara) yang melewati kawasan hutan hingga saat ini belum memperoleh IPKKH, begitupun dengan pembangun PLTMG di desa Nii Tanasa yang lokasinya berada pada garis sempadan pantai hingga saat ini belum dilengkapi dengan dokumen Amdal - Masih rendahnya kesadaran pelaku usaha khususnya usaha pada sektor pertambangan di Provinsi Sulawesi Tenggara didalam melakukan pengelolaan lingkungan hidup dan menerapkan good mining practice - Kualitas penyusunan amdal khususnya didaerah masih sangat rendah sehingga pemerintah pusat dalam hal ini kementerian LHK perlu meningkatkan kegiatan pelatihan penyusunan amdal didaerah - Keberadaan dermaga PT Virtue Dragon Nicke Industri yang telah dilakukan penimbunan sebanyak 500 m3, namun belum dilengkapi dengan dokumen Amdal hal ini tentunya bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. - Sedangkan realisasi program CSR UBPN Sultra yang terdiri dari program Community Development (CD), Program kemitraan (PK), dan Program Bina Lingkungan (BL) pada tahun 2016 mencapai Rp 21,3 miliar dengan perincian; Rp 12 miliar untuk program CD, Rp 7,8 miliar untuk program PK dan Rp 1,5 miliar untuk program BL. Ini berarti terjadi penurunan jika dibandingkan realisasi CSR pada tahun sebelumnya yang mencapai Rp 24,58 miliar dengan perincian untuk program CD mencapai Rp 21,2 miliar, program PK mencapai Rp 3,2 miliar, dan program BL mencapai Rp 0,18 miliar.
4.3. Sektor Riset dan Teknologi Di bidang pengembangan Riset dan Teknologi, Tim Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI mendorong pengembangan riset dan teknologi berbasis sumber daya lokal yang dimiliki oleh daerah. Mengingat bahwa Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki potesi energi terbarukan yang belum dikembangkan dengan baik maka dukungan teknologi sangat diharapkan, selain itu kegiatan riset dan pengembangan teknologi sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas pertanian di Provinsi Sulawesi Tenggara.
BAGIAN V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari serangkaian pertemuan dengan berbagai mitra terkait yang dilakukan oleh tim Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI di Provinsi Sulawesi Tenggara, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Rasio Elektrifikasi di Provinsi Sulawesi Tenggara baru mencapai 81,62% atau merupakan yang terendah jika dibandingkan dengan wilayah lainnya di Sulawesi. Sedangkan kondisi sistem kelistrikan di Provinsi Sulawesi Tenggara sangat mengkhawatirkan dimana sistem yang ada masing-masing memiliki cadangan dibawah 30%, bahkan pada sistem kolaka mengalami devisit sebesar 1,53 MW. Padahal daya yang diperlukan untuk menunjang pengembangan kawasan dan Industri di Sulawesi Tenggara mencapai 1.420 MW. 2. Biaya Pokok Penyediaan (BPP) di Sulawesi Tenggara untuk tahun 2015 yaitu mencapai Rp 2.948,- atau mengalami penurunan menjadi Rp 2.633 pada tahun 2016. Sedangkan untuk harga jual rata-rata pada tahun 2015 mencapai Rp 988 per kWh atau turun menjadi Rp 955 per kWh. Penurunan harga jual dikarenakan dari jumlah pelanggan rumah tangga sebanyak 390.111 (93%), sebanyak 90% diantaranya merupakan pelanggan 450 VA yang memperoleh subsidi. 3. Provinsi Sulawesi Tenggara, saat ini masih terdapat 8 kabupaten/kota yang belum melaksanakan konversi yaitu; Kabupaten Buton, Buton Selatan, Buton Tengah, Buton Utara, Muna, Muna Barat, Wakatobi dan Kota Baubau. Belum terlaksananya konversi salah satunya dikarenakan karena kabupaten/kota tersebut merupakan wilayah kepulauan yang sulit untuk dilaksanakan distribusi LPG 3 Kg (PSO) 4. Dalam pelaksanaan pemerintahan dibidang pertambangan terdapat permasalahan/kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi
Tenggara sebagai dampak berlakunya UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemda terutama yang berkaitan dengan tugas gubernur untuk melakukan evaluasi atas IUP yang diterbitkan oleh Bupati/walikota (Permen ESDM No 43 Tahun 2015) dikarenakan adanya kesulitan pemda kabupaten/kota untuk menyerahkan dokumen IUP secara lengkap. Adanya dualisme pemberian perijinan untuk pembangunan smelter yaitu IUP OPK yang diterbitkan oleh Kementerian ESDM dengan mengacu pada UU No 4 Tahun 2009 dan IUI yang diterbitkan oleh Kementerian Perindustrian dengan mengacu pada UU No 3 Tahun 2014, hal ini memberikan ketidakpastian berusaha di daerah. Masalah kegiatan pengawasan oleh inspektur tambang dimana untuk kegiatan operasional, dan belanja modal (sarana dan prasarana) dibebankan ke daerah namun hingga saat ini aturan pelaksanaannya belum ada sehingga daerah belum bisa menganggarkannya. 5. Terkait perkembangan pembangunan smelter, PT. Vale Indonesia saat ini menuggu perpanjangan IPPKH eksplorasi agar dapat melakukan studi geoteknik detail, dan studi meteorologi kelautan. Sedangkan untuk Amdal saat ini sedang dalam proses karena adanya perubahan untuk melakukan relokasi rencana pelabuhan, hal ini dapat berakibat perubahan lokasi pabrik. Sedangkan pembangunan smelter PT. Bintang Smelter Indonesia (PT. BSI) dilaksanakan dalam 2 phase, dimana saat ini konstruksi yang telah dilakukan pada phase 1 yaitu pembangunan 2 tungku. (Kapasitas produksi 40.000 Ton/ tahun) dan Jadwal commissioning untuk tahap-1 direncanakan pada Bulan Juni 2017 (dengan 2 Blast Furnace). Perkembangan smelter PT. VDNi di bagi kedalam 3 phase pengembangan. Dimana Phase 1 telah selesai pada awal tahun 2016 dengan jumlah produksi mencapai 600.000 ton pertahun. Untuk Phase 2 akan selesai pada pertengahan tahun 2017 dan phase 3 diperkirakan selesai pertangahan tahun 2018. 6. Agar industri pengolahan dan pemurnian dapat berkembang, maka bahan baku utama seperti kokas, antrasite serta flouride yang masih di import hendaknya mendapatkan insentif pajak berupa penghapusan atau keringanan pajak import. 5.2. Saran Adapun saran-saran, sebagai hasil Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI ke Provinsi Sulawesi Tenggara antara lain: 1. PT. PLN (Persero) diharapkan menindaklanjuti keluhan yang disampaikan oleh masyarakat Nii Tanasa. Selain itu PT. PLN (Persero) harus mematuhi peraturan perundang undangan dibidang lingkungan hidup dan kehutanan. Untuk itu perlu dibentuk tim yang terdiri dari Kementerian LHK dan PT. PLN (Persero) untuk mempercepat penyelesaian permasalahan IPPKH dan pengelolaan lingkungan hidup lainnya.
2. Perlu ada kajian menyangkut keberadaan terminal LPG swasta yang melakukan pengisian untuk LPG 3 Kg dan LPG 12 Kg karena berpotensi terjadinya penyalahgunaan 3. Kebijakan Relaksasi Eksport Mineral untuk kadar tertentu perlu dilakukan kajian mendalam terutama untuk mengendalikan eksport bahan mentah dan dampak bagi wilayah yang telah mengembangkan industri pengolahan dan pemurnian seperti Provinsi Sulawesi Tenggara. 4. Mengusulkan ke Komisi VII DPR RI untuk melaksanakan Rapat Gabungan dengan Komisi II terkait penyelenggaraan kegiatan pertambangan di daerah pasca UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemda dengan menghadirkan Kementerian ESDM, Kementerian Dalam Negeri dan Perwakilan daerah penghasil Minerba. 5. Dalam rangka meningkatkan kualitas penyusunan Amdal di daerah, Kementerian LHK perlu meningkatkan kegiatan/kursus penyusunan amdal.
BAGIAN VI PENUTUP Demikian Laporan tim Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI ke Provinsi Sulawesi Tenggara yang telah dilaksanakan pada tanggal 06-10 Maret 2017. Laporan ini diharapkan dapat menjadi referensi dan bahan masukan bagi Komisi VII DPR RI untuk berperan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang sedang dihadapi oleh Provinsi Sulawesi Tenggara, khususnya di bidang pengelolaan energi dan sumber daya mineral, lingkungan hidup serta riset dan teknologi.
Jakarta, ..... Maret 2017 Tim Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI An. Ketua Tim,
Dr. Andi Jamaro Dulung, M.Si