LAPORAN HASIL KUNJUNGAN KERJA (KEDINASAN) KE PARIS
Oleh : UJANG ABDULLAH, S.H, M.SI.
I. LATAR BELAKANG
Pendahuluan
Pada dasarnya Rancangan Undang- Undang Administrasi Pemerintahan (RUU-AP) yang akan segera disahkan menjadi Undang-undang adalah UndangUndang Payung (Umbrella act) yang secara umum mengatur tentang sistem penyelenggara negara yang dapat menjadi sumber hukum materiil Peradilan Tata Usaha Negara, sehingga dapat mengoptimalkan Fungsi Kontrol Yudisial (Yudicial Control) yang dilaksanakan oleh Peradilan Tata usaha Negara dan dapat lebih menjamin adanya kepastian hukum bagi masyarakat pencari keadilan serta dapat mengupayakan perlindungan kepentingan masyarakat secara maksimal. Dalam RUU-AP tersebut telah diatur mengenai Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara, dimana kewenangan mengadili Peradilan Tata Usaha Negara meliputi semua tindakan hukum (Rechts Handelingen) dan tindakan materiil (Feitelijke
Handelingen)
Badan/Pejabat
Tata
Usaha
Negara,
sehingga
kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara meliputi pula tindakan Faktual yang termasuk dalam perbuatan melanggar hukum oleh penguasa (Onrech Matige Overheid Daad) yang diatur dalam pasal 1365 KUH Perdata dan selama ini menjadi kompetensi Peradilan Umum, dan disamping itu Peradilan Tata Usaha Negara juga diberi wewenang untuk memutus tentang ganti rugi dengan memperhatikan unsur keadilan dengan kelayakan. Dilatarbelakangi hal tersebut, maka dalam rangka menyongsong lahirnya Undang-Undang Administrasi Pemerintahanan (UUAP) dan mempersiapkan pembaharuan Undang- Undang Peradilan Tata Usaha Negara, dipandang perlu
untuk melakukan Kunjungan Kedinasan untuk studi banding ke negara Perancis yang merupakan negara tertua yang telah melaksanakan Sistem Peradilan Administrasi dimana kewenangannya meliputi keputusan administrasi yang bersifat Individual maupun yang bersifat umum (Reglemen Taire), keputusan tertulis maupun keputusan lisan (Decision Verbale), bahkan dimungkinkan sengketa antara badan hukum publik dengan badan hukum publik. 2. Tempat Dilakukan Kunjungan Kerja Kunjungan Kerja (Kedinasan) dilakukan di Perancis pada tanggal 17 Juni 2008 sampai dengan 20 Juni 2008 dengan mengunjungi Peradilan administrasi tertinggi Prancis (Le Conseil d'etat), Peradilan administrasi tingkat Banding (Cour d'appel), Peradilan administrasi tingkat pertama (Tribunal administrasi) dan juga mengunjungi Lembaga Ombutsman (Mediature) dan sekolah untuk Hakim dan Jaksa (Ecole National de la magistrature Perancis) 3.
Materi Kunjungan Kerja Materi Kunjungan kerja di fokuskan pada Sistem Peradilan administrasi di Prancis, khususnya mengenai kewenangan absolut Peradilan administrasi dan pelaksanaan putusan peradilan administrasi disamping itu juga antara lain mengenai struktur organisasi, sarana dan prasarana, serta SDM Peradilan administrasi, dan lain-lain.
4.
Maksud dan Tujuan Kunjungan Kerja Hasil kunjungan kerja diharapkan dapat menambah masukan dalam rangka mempersiapkan perubahan Undang- Undang Peradilan Tata Usaha Negara yang sesuai dengan RUU Administrasi Pemerintahan yang akan segera disahkan menjadi Undang- Undang.
5.
Peserta Kunjungan kerja Peserta kunjungan kerja terdiri dari seorang Hakim Agung yang menangani sengketa Tata Usaha Negara sebagai pimpinan kunjungan kerja, 2 (dua) orang Hakim Tinggi Peradilan Tata Usaha Negara, 4 (empat) orang Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara, 1 (satu) orang Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara, Dirjen BadilmilTUN, SekDirjen BadilmilTUN, Direktur Pembinaaan Tenaga Teknis dan Administrasi Peradilan Tata Usaha Negara Ditjen BadilmilTUN,
Direktur Pranata dan Tata laksana Tata Usaha Negara, sejumlah 12 ( dua belas) orang.
II.
HASIL KUNJUNGAN KERJA
1.
Kompetensi Peradilan administrasi Prancis Dalam sistem Peradilan administrasi di Perancis, Kewenangannya meliputi: Tindakan hukum Pejabat administrasi (Recht handelingen) yaitu perbuatan yang di maksudkan untuk menimbulkan suatu akibat hukum, pengertian tersebut mempersoalkan kehendak pejabat administrasi ketika melakukan suatu
tindakan,
yaitu
Pejabat
administrasi
memang
berkehendak
melakukan tindakan yang akan menimbulkan suatu akibat hukum tertentu, seperti: surat izin, keputusan kepegawaian, dan lain- lain. b. Tindakan materiil Pejabat Administrasi (Feitelijke handelingen) yaitu tindakan yang tidak dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum yang merugikan masyarakat, akan tetapi secara objektif ternyata menimbulkan akibat yang merugikan masyarakat, seperti tindakan PDAM yang menggali lobang untuk memperbaiki saluran air tersebut menimbulkan kecelakaan bagi seseorang, orang tersebut dapat mengajukan gugatan ganti rugi meskipun PDAM mengetahui tidak berhendak mencelakakan orang tersebut. Tindakan materiil pejabat administrasi (tindakan factual) di lndonesia selama ini menjadi kompetensi Peradilan Umum yang termasuk dalam perbuatan melawan hukum oleh penguasa (Onrecht matige overheid daad) sebagaimana di atur dalam pasal 1365 KUH Perdata. di dalam pasal 44 ayat (1) dan (2) RUU administrasi pemerintahan, menjadi kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara untuk memeriksa dan memutusnya. Disamping itu Peradilan Administrasi Perancis juga mempunyai wewenang untuk memutuskan tentang ganti rugi sebagai akibat tindakan pejabat administrasi yang menimbulkan kerugian bagi warga masyarakat
dan dinyatakan salah oleh pengadilan. Kewenangan memutus tentang ganti rugi tersebut menjadi wewenang sepenuhnya Hakim/Majelis Hakim yang menangani sengketa tersebut dengan memperhatikan dasar keadilan dan kelayakan. Hal ini sesuai pula dengan ketentuan pasal 41 RUU-AP yang menyebutkan bahwa setiap pencabutan dan atau pembatalan keputusan administrasi pemerintahan wajib memuat ketentuan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan yang besarnya harus memenuhi rasa keadilan dan kelayakan, yakni sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan.
Peradilan Perancis mengenal pula apa yang di sebut dengan:
a.
Kesalahan dinas (Faute de Service): Yaitu kesalahan yang dilakukan oleh Pejabat Administrasi dalam menjalankan tugasnya dan menimbulkan kerugian bagi seseorang/ masyarakat, terhadap kesalahan dinas ini maka resikonya dibebankan kepada keuangan negara.
b.
Kesalahan Pribadi (Faute PersonelIe): Yaitu kesalahan yang dilakukan oleh Pejabat administrasi dalam keadaan tidak menjalankan tugasnya akan tetapi menggunakan fasilitas negara yang menimbulkan kerugian bagi seseorang/masyarakat, seperti sopir rumah sakit daerah yang sedang tidak dinas, tiba- tiba menabrak seseorang di jalan raya. Seorang polisi pada saat membersihkan senjata tapi tidak dalam jam dinas, tiba- tiba pistolnya meledak dan mengenai seseorang, dll. terhadap kesalahan pribadi ini, resikonya di tanggung secara pribadi. Oleh orang yang sedang menjabat tersebut, akan tetapi dalam prakteknya ganti rugi tersebut di bayar terlebih dahulu oleh keuangan
negara,
kemudian
baru
negara
menuntut
orang
yang
bersangkutan, apabila yang bersangkutan tidak mampu dapat diselesaikan dengan penyitaan kekayaan orang yang bersangkutan.
2.
Pelaksanaan Putusan Pengadilan administrasi yang berkekuatan Hukum tetap Putusan Pengadilan administrasi yang telah berkekuatan hukum tetap langsung dikirimkan oleh Pengadilan dimana putusan tersebut diputus, misalnya terhadap putusan Cour d'Appel dan Counseil d'etat maka putusan tersebut langsung diberikan kepada para pihak yang bersangkutan oleh Cour d'appel dan Counseil d'etat tersebut sehingga Tribunal administratif hanya mendapatkan tembusan saja. Dalam pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap di Perancis tidak mengenal juru sita, apabila pihak Tergugat tidak mau melaksanakan maka atasannya dapat memerintahkan Tergugat untuk segera melaksanakan putusan tersebut melalui pemberitahuan dan di Perancis juga dikenal adanya sanksi pembayaran uang paksa (dwangsom) bagi pihak Tergugat yang terlambat melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, akan tetapi hal ini jarang sekali terjadi karena
di
Perancis
seseorang
pejabat
administrasi
pasti
mau
melaksanakan putusan Pengadilan yang telah berkuatan hukum tetap.
Pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat saja terlambat dilaksanakan, hal ini di sebabkan: Adanya ketidak jelasan dalam putusan itu terdiri, sehingga pihak Tergugat harus menyakan terlebih dahulu kepada pihak Pengadilan, terhadap hal yang demikian pelaksanaan dwangsom bisa saja di kurangi dari jumlah dwangsom yang seharusnya di bayar atau bahkan menjadi tidak ada sama sekali. Memang Pejabat administrasi yang bersangkutan tidak mau melaksanakan, terhadap hal ini dwangsom di bayar secara penuh sesuai dengan keterlambatan pelaksanaan putusan tersebut. Semua pembayaran sanksi dwangsom tersebut di bebankan pada keuangan negara. Kepatuhan Pejabat Administrasi melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, disamping kesadaran hukum yang tinggi dari pejabat administrasididukung pula oleh parlemen yang setiap bulan membuat pengumum tentang pelaksanaan putusan pengadilan sehingga akan terlihat
dalam pengumuman tersebut siapa yang tidak mau melaksanakan putusan pengadilan dan mereka menjadi malu. 3. Peran Lembaga Mediature bagi Peradilan Administrasi Dalam sistem Pemerintahan di Perancis terdapat lembaga yang di sebut Mediature de la Republique atau ombudsman yang mulai di kenal sejak tahun 1973, nama institusi ini sekaligus menjadi nama jabatan yang melekat bagi pemangkunya. Ombudsman di bentuk oleh UU dan bertugas agar aturan yang mengatur hak dan kewajiban individu tetap berjalan efektif dalam suatu pelayanan publik. Terdapat 3 wewenang utama, yaitu; 1. Pengelolaan sarana kesulitan warga Negara Mengusulkan perubahan- perubahan pada parlemen Pembelaan hak asasi manusia Dalam menjalankan fungsinya Mediature dapat memberikan rekomendasi terhadap suatu kasus dan sekaligus memberikan perintah tegas (keras) atas kasus tersebut, dan biasanya perintah tersebut di laksanakan oleh Pejabat administrasi, karena kalau tidak di laksanakan Mediature dapat memanggil mass media untuk memberitahukan tentang Pejabat administrasi yang tidak mau melaksanakan perintahnya. Ombudsman berdiri sendiri artinya bebas dari campur tangan pemerintah, terlindungi dan tidak dapat di pindahkan, sehingga mempunyai kekebalan seperti yang di miliki anggota parlemen dan tidak dapat dituntut berkaitan dengan pendapat atau tindakan yang di sebabkan tugas yang di embannya. Mediature di tunjuk dengan dekrit presiden berdasarkan hasil rapat dewan kabinet untuk masa 6 tahun dan jabatan tersebut tidak dapat di perpanjang.
Ombudsman memiliki misi dalam menjalankan tugasnya yaitu: Memperbaiki hubungan warga masyarakat dengan pemerintah. Sebagai Mediature ombudsman membantu perorangan atau suatu organisasi/BH yang berselisih dengan pemerintah, melalui upaya penyelesaian damai kasus
perkasus sehingga kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dapat di pulihkan demikian sebaliknya. Mengusulkan Koreksi umum kepada pemerintah atas isi suatu UndangUndang dan atau peraturan. Dalam hal mengusulkan pembuatan UndangUndang, biasanya Ombudsman mendapatkan masukan dari masyarakat, kemudian di usulkan kepada jajaran yang berwenang di pemerintahan, wewenang Ombudsman di bidang hukum ini mulai laksanakan berdasarkan UU No. 12 Tahun 2000. waktu penyelesaian kasus di Ombudsman biasanya hanya sekitar 6 bulan, berbeda dengan penyelesaian kasus di Pengadilan yang memerlukan waktu waktu 2-3 tahun bahkan kalau ada banding dan kasasi bisa sampai 10 tahun, sehingga mengurangi kasus yang masuk ke Peradilan administrasi, karena banyak sengketa selesai lebih dulu di Ombudsman sebelum ke Peradilan administrasi akan tetapi putusan Ombudsman tidak dapat di jadikan Yurisprudensi. Tempat kedudukan Ombudsman Perancis adalah di kota Paris, selain itu ada juga di wilayah lain yang berbentuk department, terdapat kurang lebih 300 wakil yang menjalankan tugas secara sukarela sebagai ombudsmana di daerah. 4. Struktur Peradilan Administrasi Perancis Struktur Peradilan Administrasi Perancis terdiri dari: 1. Conseil d'etat (DewanNegara)
Cour d'administrasi d'appel (Pengadilan Administrasi tingkat Banding) Les Tribunaux administrasi (Pengadilan Administrasi tingkat Pertama) Ad.1) Conseil d'etat. Conseil d'etat atau Dewan Negara di Perancis berperan sebagai penasehat pemerintah dan Pengadilan administrasi tertinggi, dipimpin oleh Perdana Menteri akan tetapi dalam prakteknya yang menjalankan tugas seharihari adalah wakil ketuanya, yang diangkat berdasarkan dekrit Presiden dan secara protokuler kedudukannya sejajar dengan pejabat tertinggi sipil atau militer.
Dewan Negara di dirikan berdasarkan Article 52 of Constitution yang di adopsi dari 22 Frimeire an VII (13-12-1799), konstitusi ini diterbitkan oleh Napoleon Bonaparte setelah ia memegang kekuasaan, Artikel 52 berbunyi: " Conseil d'etat bertanggung jawab atas penyusunan rancangan UndangUndang dan peraturan administrasi public dan atas pemecahan masalahmasalah yang muncul dalam unsur- unsur administrasi ". Sehingga Counseil d'etat mempunyai peran ganda yaitu sebagai penasehat hukum bagi pemerintah
dan
pejabat tertnggi yang
bertanggung
jawab
terhadap
penyelesaian kasus- kasus di bidang hukum administrasi, sekaligus menunjukkan yurisdiksi khusus di Perancis yang memisahkan antara Pengadilan hukum pengadilan dan pengadilan hukum administrasi yang sebenarnya sangat langka di Negara- Negara Common Law. Conseil d'etat sebagai penasehat hukum bagi pemerintah Sebagai penasehat hukum bagi pemerintah, Dewan Negara mengkaji RUU dan peraturan lainnya sebelum diajukan pada sidang cabinet, lalu hal ini Dewan Negara akan memberikan pendapat yang mengenai kebenaran isi teks Rancangan Undang- Undang secara yurisdiksi. Pekerjaan pemberian nasehat di laksanakan oleh lima badan yang di kenal sebagai bagian- bagian administrasi yaitu: - Bagian dalam negeri - Bagian Keuangan - Bagian Pekerjaan Umum - Bagian Sosial - Bagian administrasi Masing- masing bagian di pimpin seorang ketua dan sekitar 20 orang council. Dan terdapat juga sebuah Majelis Umum yang menyatukan anggotaanggota semua bagian dan Komite yang bertanggung jawab atas masalahmasalah yang mendesak.
Selain itu terdapat pula sebuah badan yang disebut" Section du rapport et des etades " yang perannya sangat spesifik yaitu menyusun laporan tahunan counseil d'etat. Conseil d'etat sebagai pengadilan Administrasi Tertinggi Sebagai Pengadilan Administrasi tertinggi, Dewan Negara menerbitkan 10.000 s/d 11.000 putusan setiap tahun, pekerjaan ini di laksanakan oleh Litigasi yang merupakan bagian terbesar di dalam Dewan Negara, bagian legitasinya selanjutnya berperan dalam kapasitas yang berbeda yaitu: Sebagai Hakim Pengadilan Kasasi (Juge de Cassation) yaitu pemeriksaan terhadap putusan Pengadilan Administrasi tingkat Banding dan kasus- kasus kecil tertentu yang tidak dapat di periksa tingkat Banding, yang pemeriksaannya meliputi semua aspek hukum tapi tidak memeriksa fakta yang telah di periksa oleh Hakim Pengadilan sebelumnya. Sebagai Hakim Banding Yaitu terhadap kasus- kasus yang melibatkan Pemilihan Umum lokal. Sebagai Hakim tingkat Pertama dan Terakhir Yaitu terhadap keputusan- keputusan pemerintah atau Menteri keputusankeputusan yang di terbitkan oleh instansi- instansi publik tertentu, kasuskasus individu yang melibatkan PNS yang ber peringkat tinggi tertentu. Bagian Litigasi tersebut di bagi dalam 16 sub bagian, yang berspesialisasi dalam lapangan hukum tertentu seperti Pajak, Kepegawaian, Lelang, Urbanisasi dll. Setiap sub bagian terdapat seorang ketua, dua anggota dewan senior dan 10 rapporteur, serta melibatkan dewan commissaries du gouvernement. Selain itu di Dewan Negara terdapat lembaga yang disebut Tribunal des Conflits atau Peradilan sengketa yang bertugas melakukan pemisahan terhadap suatu masalah apakah akan di putus dengan kewenangan Peradilan perdata/ pidana atau peradilan
administrasi.
Peradilan
sengketa
mempunyai
misi
menyelesaikan
perselisihan antara yurisdiksi Pengadilan perdata/ pidana dengan yurisdiksi Pengadilan Administratif.
Peradilan sengketa di dirikan berdasarkan UUD tahun 1848 dengan susunan organisasi
yang
di
atur
dalam
Undang-
Undang
NoA,
kemudian
pada
kepemimpinannya kekaisaran kedua, Pengadilan ini di hapus dan selanjutnya di hidupkan kembali dengan Undang- Undang NO.24 (Mei, 1972) yang sekaligus mengatur Dewan Negara. Susunan Organisasi Peradilan sengketa di pimpin oleh seorang ketua yang sekaligus menjabat sebagai menteri kehakiman, akan tetapi dalam prateknya tugas sehari- sehari dilaksanakan oleh wakil ketua, kecuali terjadi dead lock dalam musyawarah anggota barulah ketua ikut menjalankan tugas dalam rangka memutus sengketa antar wewenang tersebut. Selanjutnya terdapat 4 orang anggota dari Dewan Negara yang terdiri dari 3 hakim anggota Dewan Negara dan 1 orang yang di pilih oleh Hakim Dewan Negara dan Hakim Mahkamah Agung serta 4 orang anggota dari Mahkamah Agung yang terdiri dari 3 orang Hakim Mahkamah Agung dan 1 Hakim yang di pilih oleh Hakim Dewan Negara dan Hakim Mahkamah Agung, kedelapan hakim tersebut diangkat untuk waktu 3 tahun dan sesudahnya dapat di perpanjang.
Wewenang Peradilan sengketa adalah: Menyelesaikan sengketa positif, yaitu persengketaan yang terjadi diantara badan peradilan, seperti misalnya ditingkat propinsi (prefet de department) dengan Pengadilan kepolisian (prefet de police) atas kewenangannya memutuskan suatu perkara. Menyelesaikan sengketa negatif, yaitu sengketa yang terjadi pada saat badan peradilan
(Pengadilan
pidana/
perdata
dengan
pejabat
administratif)
menyatakan tidak berwenang atau ragu- ragu dalam menyelesaikan suatu perkara. Menyelesaikan sengketa keputusan,yaitu (Pengadilan
pidana/
perdata
dengan
pada saat kedua pengadilan pengadilan
administratif)
tanpa
menghiraukan wewenang masing- masing memberi putusan yang berlawanan. Menyelesaikan sengketa karena Pengadilan Perkara: Sengketa pengadilan perkara untuk mencegah konflik negatif.
Sengketa yang terjadi pada badan peradilan tertinggi (Dewan Negara dan Mahkamah Agung). Dewan Negara juga mempunyai lembaga PUSDIKLAT yang di sebut Magistrats Des Juridictions a dmin is tra tive yang bertugas melakukan penyaringan untuk menjadi Hakim peradilan administrative baik yang berasal dari ENA maupun dari umum, melatih lembaga- lembaga Hakim selama 6 bulan sebelum di angkat menjadi Hakim dan mengadakan Training dalam rangka promosi baik Hakim maupun Panitera. ad.2. Cour administration d'appel Cour administration d'appel merupakan Pengadilan administrasi tingkat Banding yang sama dengan Pengadilan Tata Usaha Negara di lndonesia, tugasnya memeriksa kasus- kasus administrasi yang diajukan oleh para pihak yang tidak puas terhadap putusan Tribunal administratif.
Pengadilan Tinggi Administrasi Paris di Pimpin oleh ketua di wakil ketua dan membawahi 9 kamar dan setiap kamar terdiri dari 5 orang hakim, sesuai dengan bidang- bidang hukum tertentu, sekarang jumlah Hakim tinggi administrasi Paris adalah 54 Hakim dengan 68 Panitera. Perkembangan terbaru di Pengadilan Tinggi Administrasi Paris dalam jawab menjawab dapat di lakukan melalui email sehingga para pihak tidak perlu berhadapkan langsung dengan pengadilan, walaupun dokumen tertulisnya tetap dikirimkan sebagai lampiran. Ad.3. Les Tribunaux administratifs Les Tribunaux Administratifs atau Pengadilan administrative tingkat pertama di Perancis saat ini adalah 36 buah dengan komposisi 28 di Perancis daratan dan 8 di Perancis seberang lautan (DOM TOM) Aturan dasar pelaksanaan tugas Les Tribunaux Administratifs berdasarkan Code de justice administrative (CJA) tanggal 1 januari 2001 yang sebelumnya
berdasarkan Undang- Undang reformasi Legislatif tahun 1987 serta UndangUndang prosedur sejak tahun 1953. Tribunal Administrative memiliki yurisdiksi yang bersifat nasionaltermasuk seluruh kasus administrasi yang terkait dengan pemerintah daerah, di pimpin oleh ketua dan wakil ketua yang membawahi 6 saksi, yaitu: 2 saksi mengenai fiskal (Perpajakan), 1 saksi sengketa kepegawaian, 1 saksi sengketa Urban is , 1 saksi sengketa tender rumah sakit dan 1 saksi sengketa tender kebersihan. Di Peradilan administrasi Perancis dengan biaya perkara baik untuk pendaftaran, pengajuan para pihak, pemerikasaan perkarasamapi pada putusan dan pemberitahuannya di tanggung pleh negara Lembaga Peradilan yang di kenal dalam Sistem dalam Sistem Peradilan Perancis Dalam Sistem Peradilan Perancis, terdapat dua yurisdiksi yang masingmasing mempunyai kewenangan terpisah yaitu:
Juridictions Judiciaires : Juridictions Civiles, terdiri dari: Tribunal d'lnstance Tribunal de Grande Instance Juridictionss Specialise Jurdictions penales, terdiri dari: a) Tribunal de police b) Tribunal corectionel c) Cour d'assise Masing- masing adalah Pengadilan pertama, yang kemudian mempunyai Pengadilan tingkat banding yang di sebut cour' d'appel dan terakhir berpuncak di Pengadilan kasasi (Cour de Cassation), yaitu Supreme of court.
2. Jurisdictions administrative Yang terdiri dari Tribunal administrative, Cour d'administratif d'appel dan berpuncak di conseil d'etat. 6. Sarani Pendapat yang berkaitan dengan Sistem Peradilan Administrasi Berdasarkan hasil kunjungan kedinasan di Perancis, terdapat beberapa hal yang dapat di rekomendasikan untuk dapat dilaksanakan di Peradilan Tata Usaha Negara di lndonesia, antara lain: Sistem Peradilan Administrasi Perancis hampir sama dengan materi yang di muat dalam RUU-AP Republik lndonesia terutama yang berkaitan dengan kompetensi mengadili, sehingga dapat dijadikan bahan untuk persiapan perubahan Undang- Undang Peradilan Tata Usaha Negara, apabila RUU-AP menjadi Undang- Undang. Hal- hal yang dapat di jadikan bahan untuk persiapan tersebut antara lain: 1)
Perubahan perumusan kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara, yang tidak lagi sebatas ketentuan pasal 1 ayat 3 Undang- Undang NO.9 Tahun 2004 saja melainkan mencakup tindak pejabat Tata Usaha Negara baik tindakan hukum maupun tindak materiil dan bentuk keputusan pejabat Tata Usaha Negara tersebut dapat dalam bentuk tertulis, lisan maupun elektronis sebagaimana di maksud dalam ketentuan pasal 1 RUU-AP.
2) Peradilan Tata Usaha Negara juga di beri wewenang untuk memutus ganti rugi terhadap tindak pejabat Tata Usaha Negara yang dinyatakan batal/ tidak syah atau melawan hukum. 3)
Penghapusan ketentuan pasal 48 Undang- Undang Peradilan Tata Usaha Negara tentang upaya administrasi dan pasal 51 ayat (3) tentang kewenangan PT.TUN memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan di tingkat pertama terhadap sengketa Tata Usaha Negara yang ada upaya administrasinya, karena setiap keputusan Tata Usaha Negara tersedia
Upaya Administratif (Ps. (37) RUU-AP) dan setiap putusan upaya administrative dapat di gugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (ps.39 RUU-AP). 4) Penegasan tentang tugas dan kedudukan juru sita sebagai bagian dari penyampaian panggilan, pemberitahuan putusan dan sekaligus tugastugas Eksekutorial putusan pengadilan. 5)
Merubah penjelasan pasal 53 ayat (2) huruf b yang membatasi AAUPB hanya tercantum dalam Undang- Undang nO.28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN.
c.
Agar ketentuan sanksi pembayaran uang paksa san sanksi administratif sebagaiman dimaksud pasal 116 Undang- Undang N.9 Tahun 2004 dapat dilaksanakan, sebaiknya tata cara penerapannya segera di tuangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah.
d.
Dalam rangka efektivitas pelaksanaan putusan pengadilan maka pelaksanaan ganti
rugi maupun pembayaran di bebankan kepada Negara meskipun kerugian tersebut di akibatkan oleh kesalahan pribadi Pejabat Tata Usaha Negara, dengan ketentuan terhadap kerugian yang di akibatkan oleh kesalahan pribadi Pejabat TUN, pemerintah dapat menuntut pejabat tersebut atas pembayaran yang telah dilakukan. e.
Dalam rangka lus Constitueskum, diusulkan di masa mendatang agar semua biaya perkara di peradilan Tata Usaha Negara di semua tingkatan dapat menjadi beban Negara, sehingga masyarakat di pelosok- pelosok yang tidak mampu mempunyai keberanian untuk mempertanggung jawabkan haknya sekaligus dapat meningkatkan kinerja PTUN- PTUN di daerah yang masih sepi perkaranya.
7. Penutup Demikianlah hal- hal yang dapat kami laporkan dari hasil Kunjungan Kerja (kedinasan) di Peradilan Administrasi Perancis, semoga bermanfaat.