LAMPIRAN SURAT DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PENYELENGGARAAN KEUANGAN DAERAH NOMOR TANGGAL
: S/D4/01/2015 : JUNI 2015
Nenek Moyangku Seorang Pelaut Nenek moyangku orang pelaut gemar mengarung luas samudra menerjang ombak tiada takut menempuh badai sudah biasa angin bertiup layar terkembang ombak berdebur di tepipantai pemuda b'rani bangkit sekarang kelaut kita beramai-ramai Foto : KRI Dewa Ruci (wikipedia.org)
`
KATA PENGANTAR Program prioritas dari pemerintahan Presiden Joko Widodo yang dikenal dengan nama Nawa Cita, pada butir pertamanya menyatakan bahwa Indonesia harus memperkuat jati dirinya sebagai negara maritim. Penempatan bidang kemaritiman sebagai prioritas pertama tidaklah berlebihan. Hal ini dapat dibuktikan secara geografis dan historis. Sebagian besar wilayah Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau, terhubung oleh laut dan sejak berabad-abad yang lalu nenek moyang Indonesia telah dikenal dunia sebagai pelautpelaut yang tangguh. Selama ini, pembangunan bidang kemaritiman kurang mendapat perhatian. Kekayaan bahari Indonesia belum dieksplorasi secara maksimal, bahkan sering mengalami pencurian oleh negara lain. Dari segi perundang-undangan, pada tahun 2014 telah diterbitkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan. Dalam undang-undang ini dijelaskan kewajiban pemerintah pusat maupun daerah dalam memajukan sektor kelautan/kemaritiman Indonesia. Diharapkan dengan dukungan yang kuat dari undang-undang ini merupakan momentum yang tepat untuk membangun Indonesia menjadi poros maritim dunia. Pemerintah harus segera mengejar pembangunan di sektor kemaritiman ini setelah beberapa dasawasa terakhir secara sadar ataupun tidak kita telah memunggungi laut. Padahal di laut tersimpan potensi kekayaan yang tidak terbatas dan dapat dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia. Pedoman Audit Kinerja Pelayanan Pemerintah Daerah Bidang Kemaritiman ini disusun dengan maksud untuk menilai kinerja pemerintah daerah, menguji ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan serta memberikan rekomendasi untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam bidang kemaritiman. Dengan dikeluarkannya pedoman ini diharapkan auditor bisa melakukan penilaian sekaligus pembinaan demi peningkatan kualitas pelayanan pemerintah daerah dalam bidang kemaritiman.
i
`
Kami menyadari bahwa pedoman audit kinerja ini masih jauh dari sempurna dan masih dibutuhkan perbaikan dan pengembangan. Oleh karena itu, kritik dan saran akan selalu kami harapkan demi penyempurnaan pedoman pada masa mendatang.
Jakarta,
Juni 2015
Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah
Dadang Kurnia NIP 19610930 198203 1 001
ii
`
DAFTAR ISI halaman
Bab I
Bab II
Bab III
Kata Pengantar
i
Daftar Isi
iii
Pendahuluan
3
A.
Latar Belakang Audit
3
B.
Dasar Hukum Audit
6
C.
Tujuan dan Sasaran Audit
6
D.
Ruang Lingkup Audit
7
E.
Metode Audit
7
Persiapan Audit
10
A.
Organisasi Pelaksanaan Audit
10
B.
Jadwal Audit
10
C.
Tahapan Audit
11
Pelaksanaan Audit
14
A.
Pembicaraan Pendahuluan
14
B.
Gambaran Umum Auditan
14
C.
Penilaian Keberadaan dan Kelayakan Infrastruktur Pelabuhan
14
yang Terintegrasi dengan Prasarana Transportasi Darat yang Memadai serta Fasilitas Pendukungnya D.
Penilaian Penanganan Masalah Illegal Fishing
18
E.
Penilaian Upaya Peningkatan Potensi Perikanan dan Kelautan
20
F.
Penilaian Kinerja Perizinan dalam Bidang Perikanan dan
25
Kelautan G. Bab IV
Lamp I
Simpulan Hasil Audit dan Rekomendasi
27
Pelaporan
28
A.
Format Laporan
28
B.
Penyusunan Laporan
28
C.
Pendistribusian Laporan
28
Program Audit
30
A.
Gambaran Umum Auditan
30
B.
Penilaian Keberadaan dan Kelayakan Infrastruktur Pelabuhan
31
iii
`
yang Terintegrasi dengan Prasarana Transportasi Darat yang Memadai serta Fasilitas Pendukungnya C.
Penilaian Penanganan Masalah Illegal Fishing
34
D.
Penilaian Upaya Peningkatan Potensi Perikanan dan Kelautan
38
E.
Penilaian Kinerja Perizinan dalam Bidang Perikanan dan
41
Kelautan Lamp II
Jenis Laporan Hasil Audit
Lamp III
Template LHA, Lampiran LHA dan KKA Kabupaten/Kota
Lamp IV
Template LHA, Lampiran LHA dan KKA Provinsi
Lamp V
Template LHA, Lampiran LHA dan KKA Provinsi Tanpa PPP
Lamp VI
Daftar Pelabuhan Perikanan di Indonesia
42
iv
`
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Audit Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dimaksudkan untuk menjamin agar pelaksanaan pembangunan nasional berjalan secara efisien, efektif, berkesinambungan, dan terintegrasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam undang-undang tersebut diatur mengenai penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Kerja Pemerintah Tahunan. Dalam Lampiran Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJM Nasional 20152019 disebutkan visi yang diwujudkan dalam salah satu misinya yaitu: ‘ Mewujudkan Indonesia
menjadi Negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan
kepentingan nasional dengan menumbuhkan wawasan bahari bagi masyarakat dan pemerintah; meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang berwawasan kelautan; mengelola wilayah laut nasional untuk mempertahankan kedaulatan dan meningkatkan kemakmuran; dan membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan. Salah satu jalan perubahan dalam rangka mencapai misi tersebut melalui kemandirian yang mensejahterakan yaitu dengan restorasi ekonomi maritim Indonesia. Hal ini merupakan kebijakan strategis, mengingat memang Indonesia merupakan negara bahari yang dikelilingi oleh lautan, yang memiliki 17.504 pulau dengan garis pantai mencapai 95.181 km; sektor kelautan dan perikanan memiliki peranan penting dan berkontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia karena potensinya yang sangat besar. Presiden dalam pidato pelantikannya pada tanggal 20 Oktober 2014, menyampaikan bahwa kini saatnya menyatukan hati dan tangan untuk mencapai dan mewujudkan Indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Dikatakan pula bahwa kita harus bekerja keras untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim. Samudra, laut, selat dan teluk adalah masa depan peradaban kita.
1
`
Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 9 ayat 3 dan pasal 11 ayat 1 disebutkan bahwa urusan pemerintah yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota dan menjadi kewenangannya terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan. Pembagian tersebut didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional. Salah satu urusan pemerintahan pilihan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah adalah kelautan dan perikanan. Pemetaan urusan pemerintahan pilihan dilakukan untuk menentukan daerah yang mempunyai urusan pemerintahan pilihan berdasarkan potensi, proyeksi penyerapan tenaga kerja, dan pemanfaatan lahan. Dikaitkan dengan misi pemerintah dan pertimbangan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan berciri nusantara dan maritim, maka peran pemerintah daerah dalam menunjang bidang kelautan dan perikanan sangat diperlukan. Hal ini akan berhasil jika tercipta sinergi dengan pemerintah pusat sesuai dengan kewenangan masing-masing. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, menyatakan bahwa Penyelenggaraan Kelautan bertujuan mendayagunakan sumber daya kelautan demi tercapainya kemakmuran bangsa dan negara; mewujudkan Laut yang lestari serta aman sebagai ruang hidup dan ruang juang bangsa Indonesia; memanfaatkan Sumber Daya Kelautan secara berkelanjutan; memberikan kepastian hukum dan manfaat bagi seluruh masyarakat sebagai negara kepulauan; dan mengembangkan peran Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam percaturan kelautan global sesuai dengan hukum laut internasional untuk kepentingan bangsa dan negara. Mengenai pengelolaan kelautan oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya yang diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 pada pasal 14 ayat 1 dinyatakan bahwa Pengelolaan Kelautan dimaksudkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat melalui pemanfaatan dan pengusahaan Sumber Daya Kelautan dengan menggunakan prinsip ekonomi biru. Bidang kelautan dan perikanan perlu didukung dengan ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai yaitu pelabuhan, yang juga dapat mewujudkan penyelenggaraan pelabuhan perikanan secara profesional, andal dan efisien. Mengenai penyelenggaraan dan pengelolaan pelabuhan diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 08
2
`
Tahun 2012. Dengan adanya
infrastruktur, sarana dan pengelolaan yang baik maka
diharapkan maka bidang kelautan dan perikanan dapat berkembang. Selanjutnya selain tersedianya infrastruktur dan sarana yang memadai, bidang kelautan dan perikanan perlu ditunjang dengan kemudahan dalam perizinan. Untuk pelayanan perizinan pada lingkup pemerintah daerah, diatur dengan ketentuan yang berlaku pada masing-masing pemerintah daerah. Bidang Kelautan dan Perikanan saat ini dihadapkan pada beberapa masalah yaitu diantaranya infrastruktur dan sarana pelabuhan yang belum memadai dan optimal; Illegal Fishing yang terjadi karena kurangnya pengawasan atas kedaulatan perairan Indonesia; potensi kelautan dan perikanan yang belum tergali secara optimal dan informasi perikanan yang belum akurat; serta pelayanan perizinan yang belum memuaskan. Untuk itu, diperlukan suatu perbaikan dan langkah nyata dalam bidang kelautan dan perikanan dalam rangka mewujudkan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia karena potensinya yang sangat besar. BPKP sebagai Aparat Pengawasan Internal Pemerintah berkewajiban mendorong peningkatan kinerja pemerintah dengan melakukan kegiatan audit kinerja terhadap Instansi Pemerintah Pusat (IPP) dan Instansi Pemerintah Daerah (IPD). Hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah pasal 59 yang menyebutkan BPKP sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah melakukan kegiatan pengawasan intern salah satunya melalui audit kinerja. Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Pembangunan dan Keuangan
diantaranya menyatakan bahwa tugas Deputi Bidang Pengawasan
Penyelenggaraan Keuangan Daerah adalah membantu Kepala di bidang pelaksanaan pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan dan program lintas sektoral pembangunan daerah. Ditegaskan dalam Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2014 tentang Peningkatan Kualitas Sistem Pengendalian Intern dan Keandalan Penyelenggaraan Fungsi Pengawasan Intern diktum ketiga huruf e menyebutkan penugasan BPKP yaitu meliputi audit dan evaluasi terhadap program/kegiatan strategis di bidang kemaritiman, ketahanan energi, ketahanan pangan, infrastruktur, penduduk dan kesehatan. Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah telah menetapkan kegiatan Audit Kinerja Pelayanan Pemerintah Daerah dalam Penetapan Kinerja tahun 2015. Agar
3
`
terdapat kesamaan arah dan tujuan pelaksanaan audit dan terjaminnya mutu hasil audit sesuai dengan peraturan yang berlaku dan adanya perkembangan isu-isu terkini, maka dilakukan penyusunan Pedoman Audit Kinerja Pelayanan Pemerintah Daerah Bidang Kemaritiman.
B. Dasar Hukum Audit Audit Kinerja Pelayanan Pemerintah Daerah Bidang Kemaritiman dilaksanakan berdasarkan: 1. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. 2. Keputusan Presiden RI Nomor 103 Tahun 2001, yang telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden RI Nomor 64 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. 3. Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Pembangunan dan Keuangan. 4. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2014 tentang Peningkatan Kualitas Sistem Pengendalian Intern dan Keandalan Penyelenggaraan Fungsi Pengawasan Intern dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat. 5. Penetapan Kinerja Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah tahun 2015.
C. Tujuan Dan Sasaran Audit 1. Tujuan Audit Audit atas kinerja pelayanan pemerintah daerah bidang kemaritiman bertujuan untuk menilai kinerja pemerintah daerah, menguji ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan serta memberikan rekomendasi untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam bidang kemaritiman.
4
`
2. Sasaran Audit Untuk mencapai tujuan tersebut audit kinerja dilakukan melalui: 1.
Penilaian keberadaan dan kelayakan infrastruktur pelabuhan yang terintegrasi dengan sarana transportasi darat.
2.
Penilaian penanganan masalah Illegal Fishing.
3.
Penilaian upaya peningkatan potensi kelautan dan perikanan.
4.
Penilaian kinerja pemerintah daerah dalam perizinan bidang kelautan dan perikanan.
D. Ruang Lingkup Audit 1. Ruang Lingkup Audit Ruang lingkup audit meliputi kegiatan pelayanan di Dinas Kelautan dan Perikanan dan Dinas Perhubungan. Mengingat luasnya cakupan bidang kemaritiman, maka Pedoman Audit Kinerja Pelayanan Pemerintah Daerah dibatasi pada sektor Perikanan Tangkap. Sesuai Penetapan Kinerja Deputi Pengawasan Bidang Penyelenggaraan Keuangan Daerah tahun 2015 yang terkait dengan kegiatan audit kinerja pelayanan
pemda
bidang
kemaritiman,
setiap
Perwakilan
BPKP
melaksanakan audit kinerja pelayanan terhadap pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
2. Tahun Anggaran Yang Diaudit Audit dilakukan terhadap Kegiatan Pelayanan Bidang Kemaritiman di Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2014.
E. Metode Audit Secara umum audit dilaksanakan melalui proses pengumpulan data/informasi, reviu, analisis, wawancara, dan pengamatan/observasi dengan rincian pengujian sebagai berikut: 1. Melakukan penilaian ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan terkait keberadaan dan kelayakan infrastruktur pelabuhan yang terintegrasi dengan sarana
5
`
transportasi darat, yaitu Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.08/MEN/2012 tentang Kepelabuhan Perikanan. 2. Melakukan penilaian ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan terkait penanganan masalah Illegal Fishing, yaitu: a. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. b. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. c. Kepmen KP Nomor 18/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Hiu Paus d. PP Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa e. Kepmen KP Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Hiu Paus f.
Permen KP No 12 Tahun 2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Laut Lepas
3. Melakukan penilaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan upaya peningkatan potensi kelautan dan perikanan, yaitu: a.
Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
b.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.08/MEN/2012 tentang Kepelabuhan Perikanan.
c.
Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 45/KEPMEN-KP/2014 tentang Rencana Induk Pelabuhan Perikanan Nasional.
4. Melakukan penilaian terhadap kinerja pemerintah daerah dalam perizinan bidang kelautan dan perikanan, yaitu: a.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.30/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara RI sebagaimana diubah dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.26/PERMEN-KP/2013.
b.
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 46 Tahun 1986 tentang Sertifikasi Kelaikan Kapal Penangkap Ikan.
6
`
c.
Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor SE-7 Tahun 2000 tentang Rincian Kewenangan Kabupaten/Kota di Sektor Perhubungan dalam rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah.
Penilaian
ketaatan
dilakukan
dengan
menguji
apakah
pemerintah
daerah
melaksanakan kegiatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya, penilaian kinerja pelayanan pemerintah daerah secara keseluruhan dilakukan dengan metode pemberian skor dari 0-100 dengan kategori “tidak baik” sampai dengan kategori “sangat baik”. Penilaian skor kinerja dilakukan dengan memberi skor untuk tiap kertas kerja audit pada form Skor Penilaian Kinerja. Dari penilaian tersebut kemudian digabungkan untuk menghasilkan skor kinerja pada tiap sasaran audit dan skor akhir kinerja pemerintah daerah.
7
`
BAB II PERSIAPAN AUDIT A. Organisasi Pelaksanaan Audit Bagan organisasi pelaksanaan audit sebagai berikut:
ORGANISASI AUDIT KINERJA PELAYANAN PEMERINTAH DAERAH BIDANG KEMARITIMAN Penanggung Jawab : DEPUTI BIDANG PPKD
Perwakilan BPKP
Tim Audit
Koordinator : Direktorat Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah Wilayah I
Tim Penyusun Pedoman
Tim Kompilasi LHA
B. Jadwal Audit Jadwal audit oleh Perwakilan BPKP dilakukan pada bulan Juli sampai dengan September 2015. Kompilasi Hasil Audit secara nasional dilakukan mulai September 2015. Gambaran jadwal audit sebagai berikut:
No
Aktivitas
1.
Penyusunan Pedoman Audit - Inventarisasi Peraturan Kemaritiman
Tahun 2015 Feb Mar Apr Mei
Jun
Jul
Ags Sep Okt
Pelaksana Deputi III
8
`
No
Aktivitas
Tahun 2015 Feb Mar Apr Mei
Jun
Jul
Ags Sep Okt
Pelaksana
- Penyusunan Draft Pedoman Audit - Focus Group Discussion - Piloting
2. 3. 4. 5.
- Finalisasi Pedoman Audit Persiapan Audit Pelaksanaan Audit Pelaporan Hasil Audit Kompilasi Laporan Audit
Perwakilan BPKP Perwakilan BPKP Perwakilan BPKP Deputi III
Hasil
Laporan hasil audit dari Perwakilan BPKP diterima oleh Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah paling lambat minggu keempat bulan September 2015 dan dikirimkan dalam bentuk soft copy dan hard copy. Laporan dalam bentuk soft copy dikirim ke alamat email
[email protected] dan tembusan ke
[email protected] .
C. Tahapan Audit 1. Persiapan Audit Pada tahap persiapan, kegiatan yang dilakukan adalah penyusunan tim audit dan surat tugas audit. Sebelum diterbitkan surat tugas, dilakukan koordinasi dengan kepala daerah dan inspektorat provinsi/kabupaten/kota untuk kelancaran pelaksanaan audit. Surat tugas ditujukan kepada Kepala Daerah dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan; Kepala Dinas Perhubungan; Inspektur Provinsi/Kabupaten/Kota.
9
`
Penetapan pemda yang akan diaudit adalah pemerintah daerah yang memiliki Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Untuk membantu perwakilan BPKP menentukan pemerintah daerah yang akan diuji petik, telah dilampirkan daftar pelabuhan perikanan. Daftar pelabuhan perikanan tersebut disusun berdasarkan data dari Ditjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan. Perwakilan BPKP dapat memilih uji petik sesuai kondisi riil di lapangan. Tiap tim audit terdiri dari minimal satu pengendali teknis, satu ketua tim dan dua anggota tim. Hari penugasan di lapangan minimal 5 (lima) hari. Untuk tim audit pada provinsi yang tidak memiliki PPP diberikan hari penugasan minimal 3 (tiga) hari.
2. Pelaksanaan Audit Audit Kinerja Pelayanan Pemerintah Daerah Bidang Kemaritiman dilakukan oleh 33 Perwakilan BPKP. Bagi perwakilan BPKP yang di wilayahnya tidak terdapat PPP, maka audit pada pemerintah provinsi tetap dilakukan terbatas pada penilaian upaya peningkatan potensi kelautan dan perikanan serta penilaian kinerja pemda dalam perizinan bidang kelautan dan perikanan. Program audit dan KKA yang relevan untuk perwakilan BPKP yang di wilayahnya tidak terdapat PPP sebagai berikut : No. 1. 2.
3.
Penilaian Kriteria Gambaran Umum Kriteria 1 dan 2 Auditan Penilaian upaya Kriteria 1, 2 dan 3 peningkatan potensi kelautan dan perikanan (Penilaian Ketiga) Penilaian Kinerja Kriteria 1 dan 2 Perizinan Dalam Bidang Perikanan Dan Kelautan (Penilaian Keempat)
KKA KKA tidak ditentukan KKA 3.1.1, KKA 3.1.2, KKA 3.2, KKA 3.3
KKA 4.1, KKA 4.2.1, KKA 4.2.2, KKA 4.2.3
3. Pelaporan Hasil Audit Pelaporan hasil audit dilakukan menurut format yang ditentukan dalam lampiran pedoman ini.
10
`
Perwakilan BPKP yang di wilayahnya terdapat PPP dan PPI dilakukan audit dengan cek fisik pada keduanya dengan menghasilkan 2 (dua) laporan, yaitu Laporan Kabupaten/Kota dan Laporan Provinsi. Sedangkan Perwakilan BPKP yang di wilayahnya tidak terdapat PPP, dilakukan audit pada dua kabupaten/kota dan provinsi (terkait dengan penilaian upaya peningkatan potensi kelautan dan perikanan; kinerja pelayanan perizinan) dengan menghasilkan tiga laporan, yaitu 2 (dua) Laporan Kabupaten/Kota dan 1 (satu) Laporan Provinsi. Perlu diketahui bahwa terdapat dua template Laporan Provinsi yaitu template bagi provinsi yang di wilayahnya terdapat PPP dan template bagi provinsi yang di wilayahnya tidak terdapat PPP. Penjelasan lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran III, IV dan V.
11
`
BAB III PELAKSANAAN AUDIT A. Pembicaraan Pendahuluan Pembicaraan pendahuluan dilakukan dengan kepala dinas satuan kerja terkait, baik pada pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota. Pembicaraan awal ini untuk mendapatkan gambaran umum auditan sebagai pemahaman awal secara menyeluruh mengenai kegiatan pelayanan pemerintah daerah bidang kelautan dan perikanan, serta identifikasi permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pelayanan. Tim menjelaskan latar belakang, tujuan, sasaran, dan ruang lingkup audit, target waktu penyelesaian audit serta pihak yang akan menindaklanjuti hasil audit.
B. Gambaran Umum Auditan Tim memperoleh gambaran umum auditan sebagai pemahaman awal secara menyeluruh mengenai kegiatan pelayanan pemerintah daerah bidang kelautan dan perikanan, identifikasi permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pelayanan, data umum, dan data lain yang berkaitan dengan kinerja tersebut.
C. Penilaian Keberadaan dan Kelayakan Infrastruktur Pelabuhan yang Terintegrasi dengan Prasarana Transportasi Darat yang Memadai serta Fasilitas Pendukungnya Perhatian besar pemerintah pada sektor kemaritiman menuntut adanya perbaikan segala aspek yang berkaitan dengan bidang ini. Perbaikan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting yang menunjang keberhasilan dan berkembangnya sektor kemaritiman ini. Berkaitan dengan audit kinerja pelayanan pemerintah daerah, yang menjadi fokus perhatian dalam penilaian infrastruktur pelabuhan adalah: 1. keberadaan infrastruktur pelabuhan dan kelayakan infrastruktur pelabuhan yang ada, 2. fasilitas pendukung yang telah ada dan yang seharusnya ada,
12
`
3. konektivitas prasarana transportasi darat dengan infrastruktur yang ada sehingga semua kegiatan dapat berjalan dengan optimal.
1. Penilaian keberadaan dan kelayakan infrastruktur pelabuhan Pada hakekatnya pelabuhan perikanan merupakan basis utama kegiatan industri perikanan tangkap yang harus dapat menjamin suksesnya aktivitas usaha perikanan tangkap di laut. Pelabuhan perikanan merupakan terminal yang menghubungkan kegiatan usaha di laut dan di darat ke dalam suatu sistem usaha dan berdayaguna tinggi. Peranan pelabuhan perikanan berkaitan dengan aktivitas produksi, distribusi, dan pusat kegiatan masyarakat nelayan. Peranan pelabuhan perikanan yang berkaitan dengan aktivitas produksi, antara lain sebagai : a. Tempat mendaratkan hasil tangkapan perikanan. b. Tempat untuk persiapan operasi penangkapan (mempersiapkan alat, bahan bakar, perbaikan alat tangkap, ataupun kapal). c. Tempat berlabuh kapal perikanan. Peranan pelabuhan perikanan yang berkaitan dengan aktivitas distribusi, antara lain sebagai : a. Tempat transaksi jual beli ikan. b. Terminal untuk mendistribusikan ikan. Peranan pelabuhan perikanan yang berkaitan dengan aktivitas pusat kegiatan masyarakat nelayan, antara lain sebagai pusat : a. Kehidupan nelayan b. Pengembangan ekonomi masyarakat nelayan c. Lalu lintas jaringan informasi antara nelayan dengan pihak luar. Untuk menunjang agar seluruh peran pelabuhan perikanan tersebut dapat berjalan dengan baik, dibutuhkan pelabuhan perikanan yang memadai dan layak termasuk dari segi jumlahnya. Pada tahapan ini dilakukan penilaian atas keberadaan infrastruktur pelabuhan terkait dengan adanya aktivitas usaha perikanan yang dilakukan oleh nelayan dan masyarakat sekitar. Penilaian juga dilakukan atas kecukupan jumlah pelabuhan yang ada, dikaitkan dengan luasnya wilayah perairan yang banyak terdapat aktivitas usaha perikanan.
13
`
2. Penilaian fasilitas pendukung yang telah ada dan yang seharusnya ada Pelabuhan perikanan dikategorikan menjadi beberapa kelas sesuai dengan pelayanan yang diberikan, sebagaimana diatur dalam Permen-KP Nomor 08 tahun 2012 pasal 5, 6, dan 7, yaitu: a. Pelabuhan Perikanan kelas A, selanjutnya disebut Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS); b. Pelabuhan Perikanan kelas B, selanjutnya disebut Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN); c. Pelabuhan Perikanan kelas C, selanjutnya disebut Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP); dan d. Pelabuhan Perikanan kelas D, yang selanjutnya disebut Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Masing-masing kelas pelabuhan ini mempunyai kemampuan yang berbeda dalam melayani kegiatan perikanan, yaitu sebagai berikut: a. PPS mampu melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan Indonesia, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) dan laut lepas. b. PPN mampu melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan Indonesia dan ZEEI. c. Sedangkan PPP dan PPI mampu melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan Indonesia. Ruang lingkup Pedoman AKPPD Bidang Kemaritiman meliputi kegiatan pelayanan di PPP dan PPI karena terbatas untuk lingkup pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Beberapa ketentuan yang berkaitan dengan hal ini adalah: a. Permen-KP Nomor 08 Tahun 2012 Pasal 8 dan 9 mengatur ketentuan yang berkaitan dengan fasilitas yang harus ada pada PPP dan PPI, yaitu sebagai berikut: 1) Kriteria Teknis meliputi : kepemilikan fasilitas tambat labuh, pemenuhan ukuran minimal panjang dermaga dan kedalaman kolam, pemenuhan daya tampung kapal perikanan minimal, pemenuhan luas lahan minimal.
14
`
2) Kriteria Operasional meliputi : pemenuhan aktivitas rata-rata bongkar muat ikan dan pemasaran hasil perikanan minimal, keberadaan industri pengolahan ikan dan industri penunjang lainnya untuk PPP. b. Permen-KP Nomor 08 Tahun 2012 pasal 4 ayat (1), (2), (3) dan (4), menyatakan bahwa untuk menunjang fungsi pelabuhan perikanan, setiap pelabuhan perikanan memiliki fasilitas yang terdiri dari : 1) fasilitas pokok; 2) fasilitas fungsional; dan 3) fasilitas penunjang. Dari ketiga fasilitas di atas, fasilitas yang harus ada
pada pelabuhan
perikanan sebagaimana diatur pada pasal 4 ayat (5) meliputi : a. fasilitas pokok terdiri dari lahan, dermaga, kolam pelabuhan, jalan komplek dan drainase; b. fasilitas fungsional terdiri dari kantor administrasi pelabuhan, TPI, suplai air bersih, dan instalasi listrik; c. fasilitas penunjang terdiri dari pos jaga dan MCK. Dalam pelaksanaan audit kinerja pelayanan bidang kemaritiman pada aspek ini, diharapkan auditor dapat meyakini bahwa infrastruktur pelabuhan yang ada telah memenuhi ketentuan berkaitan dengan fasilitas yang seharusnya tersedia serta telah berfungsi sebagaimana mestinya. Salah satunya adalah pengujian atas keberadaan TPI serta penyaluran BBM bersubsidi yang seharusnya dapat berjalan sebagaimana fungsinya dan sesuai dengan ketentuan. Hambatan
dan
latar
belakang
adanya
ketidaklengkapan
fasilitas
infrastruktur pelabuhan serta tidak berfungsinya fasilitas pendukung tersebut, merupakan hal yang harus digali oleh auditor sebagai dasar pemberian saran perbaikan selanjutnya.
3. Penilaian konektivitas transportasi darat dengan infrastruktur pelabuhan Pelabuhan perikanan dimaksudkan untuk menjadi penggerak utama perekonomian masyarakat nelayan sehingga berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi wilayah dan kesejahteraan masyarakat nelayan. Operasional pelabuhan akan sangat efektif apabila prasarana pendukung
15
`
lainnya juga telah memadai. Salah satunya adalah prasarana/infrastruktur penghubung pelabuhan dengan tempat lainnya agar arus angkutan komoditas menjadi lancar. Prasarana ini dapat berupa prasarana jalan untuk kendaraan bermotor ataupun berupa rel kereta api. Dalam audit kinerja bidang kemaritiman berkaitan dengan penilaian konektivitas dengan transportasi darat ini, dilakukan penilaian apakah pelabuhan telah terkoneksi dengan prasarana jalan ataupun rel kereta api. Penilaian juga dilakukan atas kondisi kelaikan (dalam kondisi baik atau tidak) prasarana jalan dan rel KA. Hasil audit dalam aspek ini, diharapkan mendapat keyakinan bahwa operasional pelabuhan yang ada, dapat berjalan dengan optimal dan efektif karena pelabuhan yang telah terhubung dengan pusat kegiatan lainnya serta auditor dapat memberikan saran perbaikan atas permasalahan yang ada.
D. Penilaian Penanganan Masalah Illegal Fishing Indonesia termasuk negara maritim yang dua pertiga dari luas wilayahnya berupa lautan.
Menurut
Kepmen-KP
Nomor KEP:18/MEN/2011
luas
laut Indonesia
diperkirakan 5,8 juta km2 dengan panjang garis pantai 95.181 km atau terpanjang kedua sedunia setelah Kanada. Dengan luas laut tersebut, maka negara kita dikaruniai keanekaragaman
sumber kehidupan baik hayati
maupun
non-hayati. Karena itu,
perikanan laut merupakan sumber daya alam yang sangat potensial. Hal ini menarik minat para nelayan dalam negeri maupun nelayan asing untuk menangkap ikan di wilayah Indonesia. Namun, pada prakteknya banyak sekali terjadi illegal fishing yang dilakukan oleh nelayan. Secara umum modus operandi illegal fishing ini dilakukan dengan beragam cara, antara lain: 1. praktek yang dilakukan oleh orang atau kapal asing pada suatu perairan tanpa izin dari negara tersebut atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2. praktek yang bertentangan dengan peraturan nasional yang berlaku atau kewajiban internasional;
16
`
3. praktek yang dilakukan oleh kapal yang mengibarkan bendera suatu negara yang menjadi anggota organisasi pengelolaan perikanan regional tetapi beroperasi tidak sesuai dengan ketentuan pelestarian dan pengelolaan yang diterapkan oleh organisasi tersebut atau ketentuan hukum internasional 4. penangkapan ikan tanpa izin; 5. penangkapan ikan dengan menggunakan izin berdasarkan data yang tidak benar 6. penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap terlarang; 7. penangkapan ikan dengan jenis (spesies) yang tidak sesuai dengan izin. 8. penangkapan ikan yang tidak melaporkan hasil tangkapan yang sesungguhnya atau pemalsuan data tangkapan; 9. penangkapan ikan yang langsung dibawa ke negara lain (transhipment di tengah laut) Pelaksanaan audit kinerja bidang
kemaritiman dikaitkan dengan penanganan
permasalahan illegal fishing lebih difokuskan pada permasalahan yang kemungkinan terjadi di lingkup pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, yaitu: 1. Praktek penangkapan ikan tanpa izin, 2. Menggunakan izin berdasarkan data yang tidak benar 3. Menggunakan alat tangkap yang dilarang, 4. Menangkap jenis ikan yang tidak sesuai dengan izin, 5. Menangkap ikan di wilayah terlarang, 6. Penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing) dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang membahayakan melestarikan sumberdaya ikan. Pasal 1 UU No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, sebagaimana telah diubah dengan UU No 45 Tahun 2009, menyatakan jenis perizinan yang harus dimiliki oleh perusahaan perikanan termasuk perorangan atau kapal perikanan, untuk melakukan usaha perikanan atau penangkapan ikan. Surat izin tersebut, yaitu Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SIUP, serta Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI). Seluruh aktivitas usaha perikanan harus memiliki surat izin sesuai dengan bidang usahanya. Salah satu tujuan dalam melakukan audit ini, untuk menilai keberadaan surat izin termasuk kemungkinan adanya pemalsuan perizinan yang dilakukan oleh nelayan/perusahaan penangkap ikan. Berkaitan dengan penilaian adanya pelanggaran atas pelarangan penggunaan bahan kimia (beracun), bahan biologis, bahan peledak, dan alat penangkap ikan lainnya yang merusak
17
`
dan menganggu, hal ini telah diatur dalam pasal 8 dan 9 UU No 31 Tahun 2004 sebagaimana yang direvisi dengan UU No 45 Tahun 2009 dan dijabarkan dalam PermenKP No-18/PERMEN-KP/2013, tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Sedangkan PP Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa dan pasal 7 UU Nomor 45 Tahun 2009 menetapkan ketentuan mengenai adanya jenis ikan yang dilindungi dan terlarang untuk ditangkap, yang lebih lanjut diatur juga dalam ketentuan di antaranya Kepmen KP Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Pari Manta, Kepmen KP No 18 Tahun 2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Hiu Paus dan Permen KP No 12 Tahun 2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Laut Lepas. Penanganan permasalahan illegal fishing telah dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Sesuai dengan Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa, wilayah perairan sampai dengan 4 mil dari garis pantai merupakan wewenang pemerintah kabupaten/kota, wilayah di atas 4 mil sampai dengan 12 mil merupakan wewenang pemerintah provinsi, dan wilayah di atas 12 mil merupakan wewenang pemerintah pusat. Dalam perkembangannya undang-undang ini direvisi dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur kewenangan pengelolaan penangkapan ikan untuk pemerintah provinsi sampai dengan 12 mil dan pemerintah pusat di atas 12 mil. Sedangkan pemerintah kabupaten/kota sudah tidak memiliki kewenangan lagi. Namun ruang lingkup dalam pedoman audit ini masih mengacu kepada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Namun demikian, tingginya praktek illegal fishing sampai dengan saat ini, menunjukkan bahwa permasalahan ini belum dapat ditangani secara optimal. Hasil audit dalam aspek ini diharapkan dapat memberi keyakinan bahwa penanganan praktek illegal fishing telah efektif serta memberikan saran perbaikan atas permasalahan yang ada.
E. Penilaian Upaya Peningkatan Potensi Perikanan Dan Kelautan Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan, produksi ikan Indonesia pada tahun 2012 sebesar 5,8 juta ton. Produksi ini sangat kecil jika dibandingkan dengan produksi ikan China
18
`
yang mencapai 16,2 juta ton, padahal China hanya memiliki garis pantai sepanjang 14.500 km. Dengan panjang garis pantai lebih dari enam kali lipat dari China mengindikasikan bahwa sektor
perikanan
tangkap Indonesia masih
sangat berpotensi untuk
dimaksimalkan. Dalam audit kinerja bidang kemaritiman ini, penilaian upaya peningkatan potensi perikanan dan kelautan dilakukan dengan menilai usaha pemerintah daerah dalam melakukan kegiatan yang berkaitan dengan subyek maupun obyek. Kegiatan yang berkaitan dengan subyek yaitu pemberdayaan kepada nelayan kecil baik berupa penyediaan bantuan maupun penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan kegiatan yang berkaitan dengan obyek berupa penyusunan data dan informasi statistik perikanan maupun pembinaan teknis operasional terhadap pelabuhan perikanan.
1. Pemberdayaan nelayan melalui penyediaanbantuan Pada pasal 60 ayat 1a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan ditetapkan bahwa pemerintah memberdayakan nelayan kecil melalui penyediaan skim kredit. Yang dimaksud dengan nelayan kecil di sini, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 (lima) gross ton (GT). Karena fokus audit adalah penilaian kinerja pemerintah daerah, maka pada tujuan audit ini tidak menyinggung pada aspek keuangan. Audit difokuskan pada apakah kegiatan penyediaan bantuan telah tepat sasaran dan bermanfaat bagi penerima. Ruang lingkup kegiatan pemberian bantuan yang akan dinilai, dibatasi pada pemberian bantuan yang berasal dari sumber dana APBD, termasuk di dalamnya Dana Alokasi Khusus Bidang Kelautan dan Perikanan dan dikecualikan sumber dana APBN seperti PUMP dan sejenisnya. Ketepatan sasaran dinilai dari kelengkapan berkas dan terpenuhinya persyaratan
dari
penerima
bantuan.
Sedangkan
untuk
penilaian
19
`
pemanfaatan kegiatan dinilai dari laporan penyaluran dana dan perubahan nilai produksi. Seluruh pelaksanaan penilaian kinerja untuk kriteria pertama ini dilakukan secara desk audit dan wawancara dengan pemangku kegiatan. Penilaian dilakukan pada minimal 5% (lima persen) dari seluruh jumlah kelompok nelayan yang menerima bantuan. Sebagai contoh, apabila kelompok penerima bantuan adalah 32 kelompok, maka jumlah sampel minimal adalah 2 kelompok.
2. Pemberdayaan nelayan kecil melalui penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan bagi nelayankecil untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pasal 60 ayat
1b
dinyatakan
bahwa
pemberdayaan nelayan kecil
pemerintah melalui
berkewajiban
melakukan
penyelenggaraan pendidikan,
pelatihan dan penyuluhan. Penilaian kinerja untuk kriteria kedua ini difokuskan pada relevansi kegiatan pendidikan, pelatihan maupun penyuluhan yang dilakukan dan kriteria peserta kegiatan. Pelaksanaan penilaian dilakukan secara desk audit dan wawancara dengan pemangku kegiatan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan.
3. Penyusunan data dan informasi statistik perikanan Pemerintah daerah bersama dengan pemerintah pusat mempunyai kewajiban untuk menyusun data dan informasi statistik perikanan. Penyusunan dan pengembangan ini termasuk di dalamya pengumpulan, pengolahan, analisis, penyimpanan, penyajian, dan penyebaran data potensi, pemutakhiran data pergerakan ikan, sarana dan prasarana, produksi, penanganan, pengolahan dan pemasaran ikan, serta data sosial ekonomi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan sumber daya ikan dan pengembangan sistem bisnis perikanan. Kewajiban pemerintah pusat dan pemerintah daerah ini tertuang dalam pasal 46 Undang-undang
20
`
Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
KOMPILASI
Ditjen P2HP Ditjen Perikanan Tangkap
Ditjen Perikanan Budidaya
Pengumpulan data primer Dinas Kabupaten/Kota
Dinas Provinsi
Statistik Perikanan Tangkap Statistik Perikanan
Sekjen Ditjen KP3K
Diseminasi
Ditjen PSDKP Ditjen BKIPM Ditjen BPSDMKP
Statistik Kelautan dan Perikanan
Gambar 1 Alur Pengumpulan Data dan Informasi Statistik Perikanan Penilaian kinerja untuk kriteria ketiga ini difokuskan pada dua hal, yaitu pemenuhan kewajiban penyusunan laporan ke instansi di atasnya dan pemanfaatan laporan yang dihasilkan. Sesuai dengan Gambar 1 Alur Pengumpulan Data dan Informasi Statistik Perikanan, yang dimaksud Penyusunan laporan ke instansi di atasnya untuk LHA Kabupaten/Kota adalah penyusunan laporan untuk dilaporkan ke Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi. Sedangkan untuk LHA Provinsi adalah penyusunan laporan untuk dilaporkan ke Direktorat Jenderal pada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Data dalam laporan yang dihasilkan telah melalui proses validasi baik oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota dan Provinsi.
21
`
Pelaksanaan penilaian untuk kriteria ketiga ini dilakukan secara desk audit dan wawancara dengan pemangku kegiatan.
4. Pembinaan teknis operasional terhadap pelabuhan perikanan Agar pelabuhan perikanan dapat berfungsi secara optimal, perlu dilakukan pembinaan teknis operasional. Pembinaan operasional
pelabuhan
perikanan
dapat dilakukan
teknis melalui
sosialisasi, rapat koordinasi, bimbingan teknis, dan supervisi. Pembinaan teknis operasional ini menjadi kewajiban bagi Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya dan telah tertuang dalam Pasal 34 Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.08/MEN/2012 tentang Kepelabuhanan Perikanan. Perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Penilaian kinerja untuk kriteria keempat ini berfokus pada relevansi dan efektivitas pembinaan teknis operasional bagi pelabuhan perikanan. Berdasarkan kelas pelabuhan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.08/MEN/2012 tentang Kepelabuhanan Perikanan diketahui bahwa pelabuhan perikanan
yang
berada
di
bawah
wewenang
Pemerintah
Kabupaten/Kota adalah Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Sedangkan pelabuhan perikanan yang berada di bawah wewenang Pemerintah Provinsi adalah Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP). Pelaksanaan penilaian untuk kriteria keempat ini dilakukan secara cek fisik dan wawancara di pelabuhan perikanan yang diuji petik. Pelabuhan perikanan yang diuji petik berjumlah 2 (dua) PPI untuk LHA
22
`
Kabupaten/Kota dan 1 (satu) PPP untuk LHA Provinsi. Untuk itu, diperlukan perencanaan pemilihan obyek audit yang matang khususnya pada pemerintah kabupaten/kota yang memiliki minimal 2 (dua) PPI. Daftar pelabuhan perikanan di Indonesia dapat dilihat pada Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 45/KEPMEN-KP/2014 tentang Rencana Induk Pelabuhan Perikanan Nasional.
F. Penilaian Kinerja Pemerintah Daerah dalam Perizinan Bidang Perikanan dan Kelautan Tujuan penilaian ini adalah untuk mengetahui kinerja pemerintah daerah dalam pemberian pelayanan perizinan bidang kelautan dan perikanan. Pelayanan perizinan ini terkait dengan kewenangan Dinas Kelautan dan Perikanan serta Dinas Perhubungan pada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Dalam hal ini yang dinilai adalah apakah pemberian pelayanan perizinan telah sesuai dengan SOP atau ketentuan lain sebagai standar pelayanan. Dalam pedoman audit kinerja ini perizinan yang menjadi obyek adalah yang terkait dengan kegiatan perikanan tangkap. Perizinan tersebut diterbitkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan serta Dinas Perhubungan. Ruang lingkup pemberian izin yang diterbitkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan sebagai berikut: 1. Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) : Izin tertulis yang harus dimiliki untuk melakukan usaha perikanan dengan menggunakan sarana produksi yang tercantum dalam izin tersebut. 2. Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) : Izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan penangkapan ikan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari SIUP. 3. Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) : Izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan pengangkutan ikan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari SIUP.
23
`
Dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.30/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara RI pada pasal 12 dan 14 diatur kewenangan gubernur dan bupati/walikota dalam menerbitkan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI), yaitu: 1. Gubernur menerbitkan izin kapal perikanan ukuran diatas 10 (sepuluh) s.d. 30 GT 2. Bupati/walikota menerbitkan izin kapal perikanan ukuran s.d 10 (sepuluh) GT. Atas pelayanan perizinan tersebut, sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor PER.30/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara RI pada pasal 14 ayat 7 dan 8 dinyatakan bahwa: 1. Gubernur menyampaikan laporan SIUP, SIPI, dan SIKPI yang diterbitkannya kepada Menteri melalui Direktur Jenderal setiap 6 (enam) bulan. 2. Bupati/walikota menyampaikan laporan SIUP, SIPI, dan SIKPI yang diterbitkannya kepada Menteri melalui Direktur Jenderal setiap 6 (enam) bulan. Sedangkan ruang lingkup izin yang diterbitkan oleh Dinas Perhubungan adalah: 1. Pas Kecil, merupakan salah satu bentuk Surat Tanda Kebangsaan Kapal Indonesia untuk kapal yang berukuran kurang dari 7 GT. Surat Tanda Kebangsaan Kapal Indonesia adalah surat kapal yang memberi hak kepada kapal untuk dapat mengibarkan bendera Indonesia sebagai bendera kebangsaan kapal termasuk kapal penangkap ikan. 2. Sertifikat Kelaikan dan Pengawakan Kapal Penangkap Ikan, merupakan sertifikat yang diberikan kepada kapal penangkap ikan yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal dan pengawakannya. Berdasarkan SK Menteri Perhubungan Nomor 46 Tahun 1986 tentang Sertifikat Kelaikan dan Pengawakan Kapal Penangkap Ikan, setiap kapal penangkap ikan yang akan berlayar harus memenuhi pengertian kelaikan kapal penangkap ikan dan kapal penangkap ikan yang dinyatakan memenuhi persyaratan kelaiklautan diberikan surat dan sertifikat berupa Surat Tanda Kebangsaan Kapal (Pas Kecil) dan Sertifikat Kelaikan dan Pengawakan Kapal Penangkap Ikan. Kedua dokumen ini diterbitkan oleh Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan SE Menteri Perhubungan Nomor 7 Tahun 2000 tentang Rincian Kewenangan Kabupaten/Kota di Sektor Perhubungan dalam rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah.
24
`
Untuk penilaian dalam pelayanan perizinan ini, pemerintah daerah mengacu kepada standar operasional prosedur atau ketentuan masing-masing pemerintah daerah yang berlaku sebagai standar pelayanan. Audit pada Dinas Perhubungan Provinsi juga dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai dampak dari pembatasan kewenangan dalam pemberian izin (pas besar/surat tanda kebangsaan kapal dan sertifikat kelaikan kapal penangkap ikan) untuk kapal di atas 7 GT. Audit pada Dinas Perhubungan Provinsi tetap dilakukan pada wilayah provinsi yang tidak memiliki PPP.
G. Simpulan Hasil Audit dan Rekomendasi Auditor menyusun simpulan hasil audit dan rekomendasi atas permasalahan yang ditemukan menyangkut pelayanan bidang kemaritiman dan dibicarakan dengan pihak auditan untuk memperoleh tanggapan.
25
`
BAB IV PELAPORAN Hasil audit kinerja pelayanan pemerintah daerah bidang kemaritiman disusun dalam satu Laporan Hasil Audit (LHA) Kinerja Pelayanan Pemerintah Daerah Bidang Kemaritiman untuk setiap pemerintah daerah, disertai surat pengantar masalah kepada kepala daerah (format laporan terlampir). Dalam masing-masing LHA tingkat pemerintah daerah yang diterbitkan memuat simpulan dan rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh masing-masing auditan. Pada tingkat nasional, LHA dari masing-masing pemerintah daerah dikompilasi dan disusun LHA Kinerja Pelayanan Pemerintah Daerah Bidang Kemaritiman secara nasional. Dalam laporan kompilasi tingkat nasional juga akan disampaikan simpulan dan rekomendasi sebagai masukan bagi pemerintah (Menteri Dalam Negeri, Menteri Teknis dan Gubernur selaku wakil pemerintah pusat).
A. Format Laporan Format laporan hasil audit kinerja individu provinsi dan kabupaten/kota dapat dilihat pada lampiran pedoman.
B. Penyusunan Laporan Laporan hasil audit terdiri dari : 1. Laporan Hasil Audit Kinerja Pelayanan Pemda Bidang Kemaritiman model Individu (LHA I) untuk setiap provinsi dan kabupaten/kota disusun oleh Perwakilan BPKP dalam bentuk bab. 2. Surat Pengantar Masalah disusun oleh Perwakilan BPKP dan ditujukan kepada Gubernur/Bupati/Walikota dan dilampiri dengan LHA. 3. Laporan Hasil Audit Kinerja Pelayanan Pemda Bidang Kemaritiman Model Nasional (LHA N) disusun oleh BPKP Pusat (Deputi III).
C. Pendistribusian Laporan 1. LHA Model I dibuat 6 (enam) rangkap dan didistribusikan :
26
`
a. 4 (empat) eksemplar masing-masing untuk Auditan (Pemerintah Daerah), Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Perhubungan, Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota b. 1 (satu) eksemplar untuk Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah c. 1 (satu) eksemplar untuk Arsip Perwakilan BPKP 2. Surat Pengantar Masalah dibuat 4 (empat) rangkap dan didistribusikan: a. 2 (dua) eksemplar untuk Dinas Kelautan dan Perikanan dan Dinas Perhubungan b. 1 (satu) eksemplar untuk Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah c. 1 (satu) eksemplar untuk Arsip Perwakilan BPKP 3. LHA N dibuat 5 (lima) rangkap dan didistribusikan : a. Menteri Dalam Negeri b. Menteri Kelautan dan Perikanan c. Menteri Perhubungan d. Kepala BPKP d. Arsip Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah
27
`
LAMPIRAN I PROGRAM AUDIT A. Gambaran Umum Auditan
Reff KKA
Waktu
Realisasi Pelaksana
Prosedur Audit
Waktu
Tujuan Audit
Pelaksana
Rencana
Tujuan Audit: Memperoleh gambaran umum auditan sebagai pemahaman awal secara menyeluruh mengenai kegiatan pelayanan pemerintah daerah bidang kemaritiman dan unit yang menangani, identifikasi permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pelayanan. Kriteria 1: Gambaran umum auditan meliputi kegiatan pelayanan pemda bidang kemaritiman dan unit yang menangani 1.1 Mendapatkan 1. Dapatkan informasi mengenai instansi informasi yang memiliki keterkaitan dengan mengenai kegiatan kemaritiman. kegiatan dan 2. Dapatkan tupoksi Dinas terkait tersebut unit yang (misal: Dinas Perhubungan dan Dinas menangani Kelautan Perikanan. pelayanan 3. Dapatkan informasi mengenai kegiatan pemda bidang yang dilakukan pemda berkaitan kemaritiman dengan bidang kemaritiman 4. Pelajari apakah kegiatan yang dilakukan telah relevan dengan tupoksi unit 5. Buat rangkuman atau simpulan Kriteria 2: Identifikasi awal permasalahan/hambatan yang timbul dalam pelaksanaan pelayanan 2.1 Mendapatkan 1. Dapatkan informasi awal mengenai informasi awal permasalahan dan hambatan yang ada permasalahan dalam bidang pelayanan ini. yang ada 2. Dapatkan informasi awal mengenai berkaitan kemungkinan penyebab timbulnya dengan permasalahan/hambatan ini. pelayanan 3. Dapatkan informasi mengenai bidang kemungkinan akibat dari terjadinya kemaritiman permasalahan/hambatan ini. 4. Dapatkan informasi mengenai tindak lanjut yang sudah dilakukan. 5. Buat rangkuman atau simpulan.
28
`
B. Penilaian Keberadaan dan Kelayakan Infrastruktur Pelabuhan Yang Terintegrasi Dengan Prasarana Transportasi Darat yang Memadai Dan Fasilitas Pendukungnya
Reff KKA
Waktu
Realisasi Pelaksana
Prosedur Audit
Waktu
Tujuan Audit Rinci
Pelaksana
Rencana
KKA 1.2.1 Fasilitas
KKA 1.1 Operasional Pelabuhan
Tujuan Audit: Penilaian keberadaan infrastruktur pelabuhan yang layak dan terintegrasi dengan prasarana transportasi darat yang memadai serta fasilitas pendukungnya. Kriteria 1: Pemerintah daerah yang memiliki daerah pesisir telah memiliki pelabuhan perikanan dan telah mencukupi 1.1 Menilai apakah 1. Dapatkan informasi apakah pemda yang pemerintah daerah telah memiliki memiliki daerah pelabuhan perikanan. pesisir telah 2. Dapatkan informasi kelas pelabuhan memliki perikanan ybs (apakah Pelabuhan pelabuhan Perikanan Pantai atau Pangkalan perikanan dan Pendaratan Ikan). telah 3. Dapatkan informasi apakah mencukupi pelabuhan perikanan telah beroperasi sebagaimana mestinya? 4. Dapatkan alasan/hambatan tidak beroperasinya pelabuhan perikanan sebagaimana mestinya? 5. Dapatkan informasi mengenai kecukupan jumlah pelabuhan perikanan saat ini. 6. Dapatkan penjelasan (alasan) apabila masih perlu ada penambahan pelabuhan dan hambatan yang ditemui. 7. Dapatkan informasi apabila ditemui hambatan dalam penambahan pelabuhan baru. 8. Lakukan analisis dan buat simpulan. Kriteria 2: Pelabuhan perikanan telah dilengkapi dengan fasilitas yang layak dan memadai 2.1 Menilai apakah 1. Dapatkan informasi mengenai pelabuhan yang kelengkapan fasilitas pendukung ada sudah pelabuhan perikanan tersebut sesuai dilengkapi dengan ketentuan. fasilitas pokok, 2. Buat tabel kelengkapan fasilitas fungsional, dan pendukung tersebut.
29
`
2.3 Menilai apakah TPI sebagai fasilitas pendukung pelabuhan telah berfungsi sebagaimana mestinya
Reff KKA KKA 1.2.2 Kriteria
2.2 Menilai apakah pelabuhan yang ada sudah memenuhi kriteria teknis dan kriteria operasional sesuai dengan kelas pelabuhannya
KKA 1.2.3 Fungsional TPI
3. Dapatkan informasi apakah pelabuhan juga dilengkapi cold storage. 4. Dapatkan penjelasan alasan belum/tidak dilengkapinya pelabuhan dengan fasilitas pendukung (termasuk cold storage). 5. Dapatkan penjelasan akibat pelabuhan tidak/belum dilengkapi dengan fasilitas pendukung (termasuk cold storage). 6. Lakukan cek fisik untuk menguji kelengkapan fasilitas pendukung. (pertimbangkan dengan ketersediaan waktu). 7. Lakukan analisis dan buat simpulan. 1. Dapatkan informasi kesesuaian kelas pelabuhan dengan kriteria teknis dan kriteria operasional. 2. Buat tabel kesesuaian kelas pelabuhan dengan kriterianya. 3. Lakukan pengujian atas kriteria operasional dan teknis baik untuk PPP maupun PPI ybs. 4. Dapatkan informasi/penjelasan tidak/belum sesuainya pelabuhan dengan kriteria kelas pelabuhannya. 5. Dapatkan informasi/laporan aktivitas bongkar muat ikan. 6. Lakukan analisis dan buat simpulan. 1. Dapatkan informasi pihak penyelenggara TPI. 2. Dapatkan informasi apakah fasilitas pendukung Tempat Pelelangan Ikan (TPI) telah berfungsi dengan semestinya? 3. Dapatkan penjelasan/hambatan apabila hal tersebut tidak berjalan dengan semestinya. 4. Dapatkan informasi akibat dari tidak berjalannya fasilitas TPI. 5. Lakukan analisis dan buat simpulan.
Waktu
penunjang
Realisasi Pelaksana
Prosedur Audit
Waktu
Tujuan Audit Rinci
Pelaksana
Rencana
30
`
Reff KKA
Waktu
KKA 1.2.4 Uji BBM
Dapatkan informasi tempat SPBU yang bisa dicapai nelayan di lingkungan pemerintah ybs. Dapatkan informasi apakah nelayan mudah dalam mengakses BBM subsidi. Apabila sulit, dapatkan informasi alasannya. 3 Dapatkan informasi harga BBM dengan harga subsidi untuk nelayan. 4 Lakukan wawancara secara uji petik pada beberapa nelayan untuk menguji kemudahan dalam mendapatkan distribusi BBM. 5 Lakukan perbandingan harga yang dibayar oleh nelayan untuk membeli BBM dengan harga subsidi. 6 Dapatkan informasi alasan apabila terjadi harga BBM yang dibayar nelayan lebih mahal dari harga subsidi. 7 Lakukan analisis dan buat simpulan. Kriteria 3: Infrastruktur pelabuhan perikanan telah terintegrasi dengan prasarana transportasi jalan darat 3.1 Menilai apakah 1. Dapatkan informasi apakah infrastruktur pelabuhan telah didukung dengan pelabuhan telah prasarana transportasi darat? (misal: terkoneksi jalan, jalur KA). dengan prasarana 2. Dapatkan informasi pihak mana yang transportasi bertanggung jawab untuk darat menyediakan akses jalan transportasi darat. (misal: Pemerintah pusat, pemda, operator pelabuhan). 3. Dapatkan informasi hambatan yang ditemui dalam penyediaan infrastruktur transportasi darat tersebut. 4. Lakukan analisis dan buat simpulan. KKA 1.3 Konektivitas
2.4 Menilai apakah 1 nelayan mudah dalam mengakses 2 BBM subsidi
Realisasi Pelaksana
Prosedur Audit
Waktu
Tujuan Audit Rinci
Pelaksana
Rencana
3.2 Menilai apakah 1. Lakukan pengamatan atas kelayakan infrastruktur infrastruktur transportasi darat. transportasi (misal: kelayakan jalan lebar jalan
31
`
Reff KKA
Waktu
Realisasi Pelaksana
Prosedur Audit
Waktu
Tujuan Audit Rinci
Pelaksana
Rencana
darat tersebut untuk dilalui kendaraan berat dsb) telah memadai 2. Lakukan pengamatan atas kondisi (dalam kondisi jalan/rel, apakah dalam kondisi baik baik?) atau tidak. 3. Lakukan analisa akibat dari ketidaklayakan infrastruktur transportasi darat. 4. Lakukan analisis dan buat simpulan. C. Penilaian Penanganan Masalah Illegal Fishing
Waktu
Reff KKA KKA IUU tanpa izin
3. Buat daftar kapal yang melakukan penangkapan ikan tanpa izin. 4. Lakukan perhitungan persentase banyaknya kapal yang menangkap ikan tanpa izin dibandingkan dengan jumlah seluruh kapal yang beroperasi (baik berizin maupun tidak berizin). 5. Dapatkan informasi latar belakang terjadinya praktek tersebut. 6. Lakukan analisis dan buat simpulan. 1.2 Menilai apakah 1. Dapatkan data/informasi terjadinya terjadi praktek penangkapan ikan menggunakan izin penangkapan berdasarkan data yang tidak benar ikan dokumen (misal: memalsukan izin menggunakan dengan mengubah ukuran kapal
KKA 2.1.1 IUU izin berdasarkan
Tujuan Audit: Penilaian penanganan masalah illegal fishing Kriteria 1: Praktek penangkapan ikan telah sesuai dengan ketentuan 1.1 Menilai apakah 1. Dapatkan daftar pemilik SIUP, SIPI terjadi praktek dan SIKPI tahun 2014. penangkapan 2. Dapatkan data/informasi terjadinya ikan tanpa izin penangkapan ikan tanpa izin.
Realisasi Pelaksana
Prosedur Audit
Waktu
Tujuan Audit Rinci
Pelaksana
Rencana
32
`
2.
3.
4. 5.
6. 7. 1.3 Menilai apakah 1. terjadi praktek penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap yang dilarang
2.
3.
menjadi ≥10 GT agar dapat menangkap ikan di wilayah provinsi termasuk melakukan perubahan wilayah tangkap (fishing ground). Buat daftar kapal yang melakukan penangkapan ikan menggunakan izin berdasarkan data yang tidak benar (memalsukan dokumen perizinan). Bandingkan dengan daftar SIPI, apakah kapal yang melakukan pelanggaran tersebut memiliki izin. Dapatkan informasi jenis pemalsuan yang dilakukan. Lakukan perhitungan persentase banyaknya kapal yang menangkap ikan menggunakan izin berdasarkan data yang tidak benar dibandingkan dengan jumlah seluruh kapal yang beroperasi (baik berizin maupun tidak berizin). Dapatkan informasi latar belakang terjadinya praktek tersebut. Lakukan analisis dan buat simpulan. Dapatkan data/informasi terjadinya penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap yang dilarang serta yang merusak (destructive fishing) dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang membahayakan melestarikan sumberdaya ikan. Buat daftar kapal yang melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap yang dilarang. Lakukan perhitungan persentase banyaknya kapal yang menangkap ikan dengan menggunakan alat tangkap yang dilarang dibandingkan dengan jumlah seluruh kapal yang
Waktu
Reff KKA KKA IUU 2.1.3 Alat tangkap terlarang
izin berdasarkan data yang tidak benar
Realisasi Pelaksana
Prosedur Audit
Waktu
Tujuan Audit Rinci
Pelaksana
Rencana
33
`
beroperasi. 4. Dapatkan informasi latar belakang terjadinya praktek tersebut. 5. Dapatkan informasi apakah nelayan yang melakukan penangkapan menggunakan bahan terlarang, telah dikenakan sanksi. Apabila belum, dapatkan alasannya. 6. Lakukan analisis dan buat simpulan. 1. Dapatkan data/informasi terjadinya penangkapan jenis ikan yang tidak sesuai dengan izinnya. 2. Buat daftar kapal yang melakukan penangkapan jenis ikan yang tidak sesuai dengan izinnya. 3. Bandingkan dengan daftar SIPI, apakah kapal yang melakukan pelanggaran tersebut telah memiliki izin. 4. Lakukan perhitungan persentase banyaknya kapal yang menangkap jenis ikan yang tidak sesuai dengan izin, dibandingkan dengan jumlah seluruh kapal yang beroperasi. 5. Dapatkan informasi latar belakang terjadinya praktek tersebut. 6. Lakukan analisis dan buat simpulan.
Reff KKA
Waktu
Pelaksana
Realisasi
KKA 2.1.4 IUU Ikan terlarang
1.4 Menilai apakah nelayan/kapal penangkap ikan menangkap jenis ikan yang tidak sesuai dengan izinnya.
Prosedur Audit
Waktu
Tujuan Audit Rinci
Pelaksana
Rencana
2.1 Menilai apakah 1. Dapatkan data/informasi jumlah SDM jumlah SDM pengawas kelautan, baik yang berasal pengawas dan dari pemerintah daerah maupun dari sarpras untuk pemerintah pusat yang bertugas di mencegah daerah. terjadinya illegal 2. Dapatkan informasi apakah terdapat fishing telah pos-pos pengawasan yang didirikan cukup/memadai oleh pemerintah daerah. 3. Dapatkan informasi jumlah kapal pengawas yang dimiliki oleh pemda. 4. Dapatkan informasi adanya kegiatan
KKA 2.2.1 Penanganan IUU SDM
Kriteria 2: Penanganan permasalahan illegal fishing telah berjalan dengan efektif
34
`
6.
2.2 Menilai apakah 1. penanganan permasalahan 2. illegal fishing telah efektif 3.
4.
5.
Reff KKA
Waktu
pencegahan illegal fishing yang bekerja sama dengan unit/instansi lain (operasi bersama). Dapatkan informasi apakah peran masyarakat telah dilibatkan dalam melakukan pengawasan. Lakukan analisis apakah jumlah SDM pengawas dan sarpras telah mencukupi/memadai dibandingkan dengan wilayah laut yang diawasi. Buat simpulannya. Dapatkan informasi kejadian illegal fishing tahun 2013. Dapatkan data/informasi langkahlangkah penanganan permasalahan illegal fishing tahun 2014 (misal sosialisasi, sanksi). Bandingkan dengan persentase kejadian illegal fishing tahun 2014, sebagaimana KKA pada Kriteria 1. (apakah ada perbaikan, contoh: illegal fishing menurun dari sisi kuantitas). Lakukan analisis apakah langkahlangkah tersebut dinilai telah tepat sesuai dengan jenis pelanggarannya. Buat simpulan.
KKA 2.2.2 Penanganan IUU efektivitas
5.
Realisasi Pelaksana
Prosedur Audit
Waktu
Tujuan Audit Rinci
Pelaksana
Rencana
D. Penilaian Upaya Peningkatan Potensi Perikanan Dan Kelautan
Reff KKA
Waktu
Realisasi Pelaksana
Prosedur Audit
Waktu
Tujuan Audit
Pelaksana
Rencana
Tujuan Audit : Untuk memberi keyakinan bahwa pemerintah daerah telah mengupayakan peningkatan potensi perikanan dan kelautan Kriteria 1 : Pemerintah daerah telah melakukan pemberdayaan nelayan melalui penyediaan bantuan
35
`
Reff KKA
Waktu
Realisasi Pelaksana
Prosedur Audit
Waktu
Tujuan Audit
Pelaksana
Rencana
KKA 3.2 Pelatihan
KKA 3.1.2 Pemberian Bantuan
KKA 3.1.1 Sasaran Penerima Bantuan
1.1 Menilai apakah 1. Dapatkan laporan/ daftar penyediaan penerima bantuan. bantuan telah 2. Peroleh dan pelajari ketentuan dilakukan dengan mengenai penyaluran bantuan. tepat sasaran 3. Dapatkan berkas kelengkapan penerima bantuan yang akan dilakukan uji petik. 4. Lakukan pengujian atas ketepatan penerima bantuan. 5. Buat simpulan dan tuangkan dalam KKA. 1.2 Menilai apakah 1. Dapatkan laporan hasil kegiatan pemberian pemanfaatan bantuan. bantuan telah 2. Lakukan analisis apakah kegiatan memberikan tersebut telah memberikan manfaat bagi manfaat bagi nelayan. nelayan 3. Dapatkan penjelasan dari pemangku kegiatan atas hambatan yang terjadi. 4. Buat simpulan dan tuangkan dalam KKA. Kriteria 2 : Pemerintah daerah telah melakukan pemberdayaan nelayan melalui penyelenggaraan pelatihan, dan penyuluhan bagi nelayan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan 2.1 Menilai apakah 1. Dapatkan informasi apakah pelatihan dan pemerintah daerah telah penyuluhan yang melakukan kegiatan pelatihan dilakukan oleh dan penyuluhan kepada nelayan. pemerintah daerah 2. Dapatkan laporan kegiatan telah relevan pelatihan dan penyuluhan untuk dengan nelayan. peningkatan 3. Lakukan analisis apakah materi pengetahuan dan pelatihan dan penyuluhan telah ketrampilan relevan dengan peningkatan nelayan pengetahuan dan ketrampilan nelayan. 4. Buat simpulan dan tuangkan dalam KKA. 2.2 Menilai apakah 1. Dapatkan mekanisme peserta pelatihan penyelenggaraan pelatihan dan dan penyuluhan penyuluhan (termasuk telah sesuai persyaratan peserta).
36
`
Reff KKA
Waktu
Realisasi Pelaksana
Prosedur Audit
Waktu
Tujuan Audit
Pelaksana
Rencana
2. Dapatkan daftar peserta pelatihan dan penyuluhan. 3. Lakukan pengujian apakah peserta pelatihan telah memenuhi persyaratan. 4. Dapatkan penjelasan dari pemangku kegiatan atas hambatan yang terjadi. 5. Buat simpulan dan tuangkan dalam KKA. Kriteria 3 : Pemerintah daerah telah melakukan upaya menyusun dan mengembangkan data dan informasi statistik perikanan 3.1 Menilai apakah 1. Dapatkan informasi mengenai data dan informasi mekanisme penyusunan data dan statistik perikanan informasi statistik perikanan. telah disusun dan 2. Dapatkan laporan mengenai data dilaporkan oleh dan informasi statistik perikanan. pemerintah daerah 3. Yakinkan bahwa data pada laporan telah melalui proses validasi. 4. Dapatkan penjelasan dari pemangku kegiatan atas hambatan dalam pengumpulan data. 5. Yakinkan bahwa laporan telah disampaikan kepada instansi di tingkat atasnya. 6. Buat simpulan dan tuangkan dalam KKA. 3.2 Menilai apakah 1. Lakukan inventarisasi pihak data dan informasi eksternal yang memanfaatkan statistik perikanan sistem informasi dan data telah dipergunakan statistik perikanan. secara optimal 2. Lakukan analisis apakah data dan dalam upaya informasi statistik perikanan peningkatan mudah diakses oleh publik potensi kelautan (melalui website dll). 3. Dapatkan penjelasan dari pemangku kegiatan atas hambatan yang terjadi terkait pemanfaatan data dan informasi KKA 3.3 Datin Perikanan
kriteria
37
`
Reff KKA
Waktu
Realisasi Pelaksana
Prosedur Audit
Waktu
Tujuan Audit
Pelaksana
Rencana
KKA 3.4 Pembinaan PP
statistik perikanan. 4. Buat simpulan dan tuangkan dalam KKA. Kriteria 4 : Pemerintah daerah telah melaksanakan pembinaan teknis operasional terhadap pelabuhan perikanan 4.1 Menilai apakah 1. Dapatkan informasi apakah telah pembinaan teknis dilaksanakan pembinaan teknis pelabuhan operasional terhadap pelabuhan perikanan telah perikanan. dilakukan oleh 2. Dapatkan laporan hasil kegiatan pemerintah daerah pembinaan teknis operasional terhadap pelabuhan perikanan. 3. Buat simpulan dan tuangkan dalam KKA. 4.2 Menilai apakah 1. Dapatkan penjelasan mengenai materi pembinaan mekanisme pembinaan teknis teknis pelabuhan pelabuhan perikanan apakah perikanan telah telah sesuai dengan kebutuhan relevan dengan (sosialisasi/ rapat koordinasi/ fungsi pelabuhan bimbingan teknis/ supervisi). perikanan 2. Dapatkan penjelasan dari pemangku kegiatan atas hambatan yang terjadi dalam pembinaan teknis. 3. Telaah materi laporan apakah telah relevan dengan pembinaan teknis operasional terhadap pelabuhan perikanan 4. Buat simpulan dan tuangkan dalam KKA
38
`
E. Penilaian Kinerja Pemerintah Daerah Dalam Perizinan Dalam Bidang Perikanan Dan Kelautan
Reff KKA
Waktu
Realisasi Pelaksana
Prosedur Audit
Waktu
Tujuan Audit
Pelaksana
Rencana
KKA 4.1 Izin
Tujuan Audit: Untuk memberi keyakinan bahwa pemerintah daerah telah melaksanakan pelayanan peizinan dalam bidang kelautan dan perikanan sesuai dengan tupoksinya dan ketentuan. Kriteria 1: Pemerintah Daerah telah melakukan pemberian pelayanan perizinan di bidang kelautan dan perikanan sesuai dengan tupoksinya dan ketentuan 1.1 Menilai apakah Dinas Kelautan dan Perikanan Pemda telah 1. Dapatkan informasi mengenai tupoksi melakukan pemerintah daerah dalam pelayanan pemberian perizinan di bidang kelautan dan pelayanan perikanan perizinan di 2. Dapatkan peraturan dan ketentuan bidang kelautan yang berkaitan dengan pelayanan dan perizinan perizinan bidang kelautan dan sesuai dengan perikanan yang menjadi tupoksinya dan kewenangannya ketentuan 3. Dapatkan informasi mengenai jenisjenis perizinan yang diberikan 4. Apakah atas pemberian perizinan tersebut telah didukung dengan Bagan Alur Pelayanan Perizinan yang mudah terlihat oleh pengguna layanan? 5. Apakah telah disusun laporan pelaksanaan perizinan secara periodik (semester) dan dikirim ke Menteri melalui Dirjen? 6. Dapatkan informasi mengenai hambatan dalam pelayanan perizinan 7. Teliti mengenai kemungkinan perizinan diberikan oleh Provinsi untuk kapal > 30 GT; yang bukan kewenangannya. 8. Apakah terdapat hambatan yang berkaitan dengan pembatasan kewenangan pemberian izin? 9. Apakah atas penerbitan/ perpanjangan izin tersebut (SIUP, SIPI, SIKPI) dipungut biaya? Dan apakah besarannya sesuai dengan ketentuan?
39
`
Reff KKA
Waktu
Realisasi Pelaksana
Prosedur Audit
Waktu
Tujuan Audit
Pelaksana
Rencana
KKA 4.2.1, 4.2.2 , 4.2.3
KKA 4.1 Izin
10. Buat simpulan dan tuangkan dalam KKA Dinas Perhubungan 1. Dapatkan informasi mengenai tupoksi pemerintah daerah dalam pelayanan perizinan di bidang kelautan dan perikanan 2. Dapatkan peraturan dan ketentuan yang berkaitan dengan pelayanan perizinan bidang kelautan dan perikanan yang menjadi kewenangannya 3. Dapatkan informasi mengenai jenisjenis perizinan yang diberikan 4. Apakah atas pemberian perizinan tersebut telah didukung dengan Bagan Alur Pelayanan Perizinan yang mudah terlihat oleh pengguna layanan? 5. Dapatkan informasi mengenai hambatan dalam pelayanan perizinan 6. Dapatkan informasi mengenai dampak keterbatasan kewenangan dalam pelayanan perizinan pada Dinas Perhubungan Provinsi (saat ini kewenangan penerbitan pas besar/surat tanda kebangsaan kapal dan sertifikat kelaikan kapal penangkap ikan untuk kapal di atas 7 GT dilakukan oleh Syahbandar/KSOP) 7. Apakah atas penerbitan Pas Kecil dan Sertifikat Kelaikan Kapal Penangkap Ikan dipungut biaya/tidak dipungutsesuai ketentuan? 8. Buat simpulan dan tuangkan dalam KKA Kriteria 2: Pemerintah Daerah telah memberikan pelayanan perizinan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur/ ketentuan lain yang berlaku sebagai standar pelayanan Dinas Kelautan dan Perikanan: 2.1 Menilai apakah 1. Dapatkan informasi apakah Pemerintah pemberian Daerah menetapkan SOP/ketentuan lain pelayanan dalam pelayanan perizinan perikanan perizinan telah tangkap yang berlaku sebagai standar
40
`
Waktu
Reff KKA KKA 4.2.4 dan KKA 4.2.5
sesuai dengan pelayanan SOP atau 2. Dapatkan informasi mengenai ketentuan lain penerapan SOP dalam pelayanan sebagai standar perizinan: SIUP, SIPI, SIKPI; dan jangka pelayanan; dan waktu penyelesaian perizinan dalam kelengkapan register penerbitan perizinan. berkasnya 3. Lakukan pengujian secara sampling sesuai apakah kegiatan pelayanan perizinan ketentuan tersebut sesuai dengan standar pelayanan (menyangkut jangka waktu penyelesaian dan kelengkapan berkas) 4. Buat simpulan dan tuangkan dalam KKA Dinas Perhubungan: 1. Dapatkan informasi mengenai pelayanan perizinan yang meliputi: Surat Pas Kecil dan Sertifikat Kelaikan Kapal Penangkap Ikan; apakah dalam pelayanan tersebut terdapat standar pelayanan? 2. Dapatkan register penerbitan perizinan 3. Lakukan pengujian secara sampling apakah kegiatan pelayanan perizinan tersebut sesuai dengan standar pelayanan (menyangkut jangka waktu penyelesaian dan kelengkapan berkas sesuai dengan ketentuan) 4. Buat simpulan dan tuangkan dalam KKA
Realisasi Pelaksana
Prosedur Audit
Waktu
Tujuan Audit
Pelaksana
Rencana
41
`
LAMPIRAN II JENIS LAPORAN HASIL AUDIT No
Perwakilan BPKP
1.
Banten Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Utara Kepulauan Riau Lampung Maluku Utara NTB NTT Papua Barat Sulawesi Utara Sumatera Barat Sumatera Utara Yogyakarta Bali Bangka Belitung Bengkulu DKI Jakarta Gorontalo Jambi Kalimantan Timur Maluku Papua Riau Sumatera Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Aceh
2
3
Jumlah Output Laporan
Jumlah Cek Fisik 2 lokasi PPI 1 lokasi PPP
Keterangan 18 Perwakilan BPKP yang di wilayahnya terdapat Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)
1. 2.
LHA Individual Kabupaten A LHA Individual Provinsi
1. 2. 3.
LHA Individual Kabupaten A LHA Individual Kabupaten B LHA Individual Provinsi
2 lokasi PPI 2 lokasi PPI Tidak Ada Cek Fisik
15 Perwakilan BPKP yang di wilayahnya tidak terdapat Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)
1. 2.
LHA Individual Kabupaten A LHA Individual Kabupaten B
2 lokasi PPI 2 lokasi PPI
Perwakilan BPKP Aceh melakukan audit pada kabupaten/kota selain obyek piloting BPKP Pusat (Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kota Banda Aceh)
42