Kinerja Sektor Perdagangan Tahun 2006 dan Rencana Kerja Tahun 2007 I. PERDAGANGAN LUAR NEGERI: Membaiknya kinerja ekspor 2005-2006 dan mempertahankan daya saing Indonesia A. Kinerja 2006 Kinerja perdagangan luar negeri Indonesia sepanjang 2006 tumbuh cukup mengesankan ditandai meningkatnya nilai total perdagangan (eksporimpor). Sampai periode Januari-November 2006, nilai total perdagangan Indonesia sudah mencapai USD 147,2 miliar atau naik 12,97% dibandingkan periode yang sama tahun 2005. Pertumbuhan tersebut berasal dari peningkatan nilai ekspor yang cukup tajam sebesar 17,6% yaitu naik dari USD 77,5 miliar pada JanuariNovember 2005 menjadi USD 91,2 miliar Januari-November 2006. Pada periode yang sama impor meningkat sebesar 6,2% dari USD 52,8 miliar menjadi USD 56 miliar. Dengan demikian, surplus neraca perdagangan naik dari USD 24,8 miliar menjadi USD 35,1 miliar atau naik 41,9%. Pertumbuhan tersebut diatas rata-rata lima tahun terakhir sebesar 11.1% per tahun. Peningkatan ekspor berasal dari migas sebesar 10,9% atau dari USD 17,4 miliar menjadi USD 19,3 miliar, sedangkan ekspor non-migas meningkat 19,6% dari USD 60,1 miliar menjadi USD 71,9 miliar. Dengan laju pertumbuhan tersebut total nilai ekspor Indonesia di tahun 2006 diperkirakan akan mencapai sekitar USD 100 miliar terdiri dari USD 21 miliar migas, dan USD 79,4 miliar non-migas. Pertumbuhan ekspor tidak hanya karena peningkatan harga komoditi, karena volume ekspor juga mengalami peningkatan. Sumbangan terhadap peningkatan ekspor non-migas terdiri dari migas, 85% non migas dimana masing-masing pertanian 4.5%, pertambangan 23.2% dan manufaktur 67.5%. Peningkatan ekspor barangbarang primer dan berbasis sumber daya mengalami pertumbuhan tinggi karena faktor harga, maupun peningkatan volume, seperti Karet dan Produk Karet (59,7%), Minyak Sawit (16,9%), Tembaga (60,4%), Batubara (38,6%), Emas (213%), dan Kertas dan Karton (59,7%). Namun penyumbang terbesar terhadap pertumbuhan ekspor tetap ekspor manufaktur. Beberapa produk manufaktur yang menunjukkan pertumbuhan yang baik sebagaimana terjadi pada Tekstil dan Pakaian Jadi (10,45%), Alas Kaki (13,7%), Besi dan Baja (79,8%), Perlengkapan Transportasi (28,5%), Kimia Organik (20,8%), serta Plastik dan Barang Plastik (15,7%)
nilai dan volume ekspor 05-06
juta kg
7,000
juta dollar 8,000
6,000
7,000 6,000
5,000
5,000 4,000 4,000 3,000 3,000 2,000
2,000
1,000
1,000
2005
Total Volume Ekspor (kg)
NOV
OKT
SEP
AGT
JUL
JUN
MEI
APR
FEB
MAR
JAN
DES
NOP
OKT
SEPT
AGT
JUL
MEI
JUN
APR
MAR
PEB
-
JAN
0
2006
Total Nilai Ekspor (juta USD)
Pertumbuhan ekspor non-migas yang cukup tinggi dalam tahun 2006 tersebut didukung oleh beberapa faktor. • Permintaan dunia yang lebih tinggi dari 2005, yang antara lain mendorong kenaikan harga-harga komoditi • Stabilitas ekonomi makro: kurs yang stabil, inflasi dan tingkat suku bunga yang cukup terkendali • Pertumbuhan ekspor non migas sejalan dengan pertumbuhan tinggi impor barang modal dan bahan baku yang relatif tinggi di 2005, dan terciptanya kapasitas produksi yang berkaitan dengan impor tersebut. • Lemahnya permintaan dalam negeri, terutama semester I 2006 juga menyebabkan beralihnya penjualan ke ekspor. Negara tujuan utama ekspor non-migas lndonesia pada tahun 2006 adalah Jepang (15,20%), Uni Eropa (14,98%), Amerika Serikat (13,60%), Singapura (9,84), RRT (6,89%), Korea Selatan (4,35%), Malaysia (4,90%), Taiwan (2,86%), dan Australia (1,89%). Kesembilan negara tersebut menyerap sekitar 74,51% dari total ekspor non-migas periode Januari-November 2006. Pertumbuhan ekspor non migas, rata-rata ke sembilan negara adalah 10,01%, namun ada dua pasar yang mengalami pertumbuhan diatas ratarata, yaitu RRT 25,55% dan Malaysia 19,23% Sementara itu dari sisi impor, pertumbuhan terbesar terjadi pada impor Barang Modal yaitu 10,36%, naik dari USD 7,4 miliar pada periode JanuariNovember 2005 menjadi USD 8,3 miliar pada Januari-November 2006. Periode yang sama, impor Bahan Baku Penolong naik sebesar 5,5% dari
USD 41,1 miliar menjadi USD 43,4 miliar. Sedangkan impor Barang Konsumsi hanya naik 4,6% dari USD 4,2 miliar menjadi USD 4,4 miliar. Peningkatan impor Bahan Baku Penolong dan Barang Modal yang lebih tinggi tersebut menunjukkan bahwa kegiatan produksi khususnya dan perekonomian nasional pada umumnya mengalami peningkatan pada tahun 2006 dibanding tahun 2005.
B.Tantangan, Peluang dan Strategi: 2007+ Yang menjadi tantangan selama ini dan untuk tahun 2007 (dan beberapa tahun kedepan) dalam rangka meningkatkan ekspor dan mempertahankan daya saing terhadap impor di dalam negeri adalah: Faktor Internal yang harus diperbaiki (kapasitas dalam negeri untuk mengisi peluang pasar): 1. Peningkatan investasi: perbaikan iklim investasi dan mengurangi ekonomi biaya tinggi; 2. Perbaikan prasarana fisik maupun perangkat lunak seperti SDM 3. Trade facilitation (fasilitasi perdagangan): prosedur ekspor/impor,fasilitasi/ pemberdayaan eksportir; 4. Ada juga isu-isu per sektor: misalnya perkebunan (masalah lahan, mutu produk) yang memerlukan koordinasi dengan departemen/instansi lain dan pemerintah daerah. Faktor Eksternal: 1. Negosiasi dan diplomasi perdagangan luar negeri, dan juga pengamanan pasar dalam negeri dari praktek-praktek perdagangan yang tidak adil; 2. Peluang pasar di pasar-pasar utama maupun di pasar-pasar potensial: promosi, pameran, misi dagang; 3. Memanfaatkan peluang yang ada: restriksi perdagangan yang dialami RRT menimbulkan peluang di pasar-pasar utama, namun harus dapat memanfaatkan dan juga tidak mengalami restriksi yang sama; market intelligence. Rencana kerja dan target 2007: mempertahankan pertumbuhan ekspor (target pertumbuhan ekspor non migas: sesuai dengan RPJM 8-10% dan maksimum sesuai tren dua tahun terakhir yaitu sekitar 17-19%). Tujuan: 1. Memprioritaskan sektor: 10+10+3 (lampiran) 2. Target pasar: tier 1 (pasar-pasar utama: AS, Jepang, Eropa, RRT dan Korea Selatan), tier 2 (pasar-pasar berpotensi: Taiwan, negara-negara ASEAN, India, Timur Tengah, Afrika Selatan, Australia/NZ), tier 3 (pasar-pasar non tradisional: Rusia dan Eropa Tengah, Amerika Latin)
Langkah-langkah kebijakan dan fasilitasi yang harus dilakukan adalah berkaitan dengan faktor internal dan eksternal, dan merupakan kelanjutan dan penegasan berbagai program yang sudah dan akan terus dilakukan oleh Departemen Perdagangan dengan berkoordinasi dengan Departemen/Instansi Pemerintah lain, pemerintah daerah dan tentunya swasta.
Investasi Dari sisi kegiatan investasi terlihat perkembangan yang kurang mengembirakan. Data BKPM menunjukkan, nilai Penanaman Modal Asing (PMA) selama periode Januari-November 2006 tercatat sebesar USD 4,7 milyar, lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun 2005 yang mencapai USD 8,7 milyar. Sedangkan nilai Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada periode yang sama menunjukkan penurunan dari Rp26.902,2 milyar di tahun 2005 menjadi Rp16.912,8 milyar pada tahun 2006. Tren tersebut juga tampak dari trend pertumbuhan impor barang modal dan bahan baku, namun ada tanda-tanda perbaikan di bagian akhir dari tahun 2006.
Iklim Investasi dan Prasarana
Pemerintah telah meluncurkan 3 paket untuk mempercepat investasi, prasarana dan perbankan/moneter. Bagian dari Departemen Perdagangan untuk memperbaiki iklim investasi adalah yang berkaitan dengan: (1)
pembahasan RUU Penanaman Modal bersama komisi Vl DPR-RI yang sedang berlangsung dan diharapkan dapat selesai dalam waktu dekat. Untuk 2007 harus menyelesaikan peraturan implementasi yang berkaitan dan fasilitasi (bersama-sama dengan instansi lain terutama BKPM) untuk terwujudnya implementasi yang tepat waktu dan sasaran. (Daftar sektor tertutup/terbuka dengan
(2)
(3)
(4)
syarat, pelayanan investasi terpadu, prosedur investasi yang lebih singkat dan mudah); pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia (KEKI atau Special Economic Zone) sebagai katalis dalam pengembangan ekonomi di sekitar kawasan dengan menumbuhkan industri penunjang; perundingan Perjanjian Kemitraan Ekonomi (Economic Partnership Agreement) dengan Jepang yang antara lain bertujuan untuk memperbaiki iklim investasi dan usaha, dan juga beberapa komisi bersama investasi yang sudah dan sedang di bentuk/direvitalisasi (e.g. dengan RRT, AS, dan beberapa negara Timur Tengah); penangulanggan HKI karena penting untuk iklim investasi dan mendorong inovasi/kreativitas yang penting untuk Indonesia: terbentuknya Tim Nasional HKI dan keberhasilan yang telah dicapai dari segi peningkatan penangulangan dan sosialisasi telah berhasil untuk menaikan peringkat Indonesia di USTR dari ”priority watch list” menjadi ”watch list”.
C.Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Untuk mendorong perdagangan luar negeri yang lebih efisien, berbagai kebijakan ekspor telah diterbitkan sepanjang tahun 2006 antara lain untuk mendorong kelancaran ekspor dan menjamin ketersediaan bahan baku di Tanah Air. Kebijakan tersebut antara lain menyangkut Ekspor Rotan dan Ekspor Produksi Industri Kehutanan, Harga Patokan Ekspor (HPE) Atas Barang Ekspor Tertentu, dan Harga Patokan Ikan (HPI). Selain itu telah disusun pula beberapa rancangan peraturan lainnya yang akan memperjelas kebijakan ekspor komoditi Molasses, Kayu Olahan, Prekursor, Ekspor Pasir, Tanah dan Top Soil, Bahan Galian Golongan C, dan Timah Batangan. Selama tahun 2006 telah diterbitkan sebanyak 470 ijin ekspor untuk komoditi emas, perak, migas, intan kasar, skrap besi baja, skrap alumunium, skrap logam, skrap steel dan skrap tembaga. Dalam rangka ekspor juga telah diterbitkan 443 surat penunjukkan sebagai eksportir terrdaftar dengan rincian 384 perusahaan terdaftar sebagai ETPIK, 44 perusahaan terdaftar sebagai ETK dan 15 perusahaan sebagai ETR. Upaya peningkatan ekspor dilakukan dengan memanfaatkan peluang ekspor alas kaki ke UE dengan adanya pengenaan BMAD kepada China dan Vietnam, dan mencegah tindakan anti circumvention investigation oleh UE. Selain itu, Indonesia memberlakukan ketentuan NPlK terhadap 8 komoditi yakni kedelai, jagung, beras, gula, TPT, elektronika, alas kaki dan mainan anak. Di sisi impor, telah diterbitkan (1) larangan sementara impor udang, (2) impor barang modal bukan baru untuk NAD dan Nias, (3) pengangkutan
muatan impor milik pemerintah, (4) Angka Pengenal Impotir (API), (5) Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian, (6) lmpor Kendaraan Bermotor Bukan Baru, (7) Ketentuan lmpor Gula dan (8) lmpor Barang Perusak Lapisan Ozon. Perbaikan pelayanan publik dalam proses penerbitan izin/persetujuan impor juga terus dilakukan oleh Departemen Perdagangan pada tahun 2006, antara lain untuk NC, prekursor, limbah berbahaya, bahan peledak, TPT, garam, cakram optik, plastik, NPIK, gula dan beras. Pengelolaan impor secara lebih baik juga dilakukan melalui penetapan Importir Produsen (IP) dan Importir Terdaftar (IT) untuk komoditi gula, garam, tekstil, plastik, cakram optik, pelumas, limbah non B3, precursor, bahan berbahaya (B2), NC, bahan peledak, dan minuman beralkohol. Penyederhanan prosedur impor juga dilakukan dengan menerapkan sistem API on-line. Hal ini terutama ditujukan untuk memudahkan importasi bahan baku/penolong dan barang modal bagi industri dalam negeri. Pengawasan terhadap pelaksanaan izin impor dan verifikasi pelaku impor juga menjadi fokus pada tahun 2006. Untuk memperlancar arus barang, penyederhanaan juga dilakukan terhadap sistem dan prosedur ekspor-impor yang didasarkan pada konsep single document. Selain itu, konsep National Single Window juga dipersiapkan untuk melayani perijinan ekspor-impor secara terpadu antar berbagai instansi terkait (ada 35 instansi pemerintah yang terkait). Pada tahun 2006 pilot project Single Window telah dijalankan di Batam dan untuk 2007 ditargetkan untuk Tanjung Priok, dalam rangka target Indonesia untuk masuk ke ASEAN Single Window pada tahun 2008. Setiap izin ekspor kini telah dapat diterbitkan rata-rata dalam waktu 3 (tiga) hari kerja, terhitung sejak permohonan diterima dalam keadaan lengkap dan benar. Sedangkan proses penyelesaian setiap izin impor rata-rata memakan waktu 3 - 5 hari kerja. Khusus untuk membatasi penyalahgunaan Surat Keterangan Asal, Departemen Perdagangan telah membatasi jumlah Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal (IPSKA) dari 193 menjadi 85 IPSKA, dan produk-produk tertentu seperti TPT dan udang dibatasi lagi kepada 13 IPSKA yang memang merupakan daerah produksi dari komoditi tersebut. Di 2007 akan diperbaiki sistem SKA dari segi kemudahan, sekuritas, mengurangi penyalahgunaan dan pelatihan terhadap petugas-petugas yang bersangkutan. D. Kerja Sama lnternasional Diplomasi perdagangan merupakan salah satu instrumen penting dalam memperjuangkan kepentingan nasional, khususnya untuk meningkatkan dan mengamankan akses Indonesia ke pasar internasional. Indonesia mengunakan strategi tiga jalur (”triple track strategy”) dalam kerja sama internasional, yaitu multilateral, regional dan bilateral. Masing-masing tentunya berkaitan dan harus dijaga konsistensinya.
Multilateral. Kerjasama multilateral dalam kerangka WTO masih belum membawa kemajuan signifikan pada tahun 2006. Melanjutkan perundingan di tahun 2005, maka sepanjang tahun 2006 perundingan dalam konteks Doha Development Agenda (DDA) difokuskan pada usaha untuk mencapai kesepakatan atas Modalitas di sektor Pertanian dan Non-Agriculture Market Access (NAMA), Di bidang pertanian masih terdapat perbedaan kepentingan antara negara berkembang dengan negara maju. Negara berkembang yang tergabung dalam kelompok G-20, G-33, ACP dan LDS’s menghendaki agar perundingan mencakup tiga isu utama di sektor pertanian yaitu: pembukaan akses pasar secara luas, dan penghapusan subsidi ekspor dan subsidi domestik. Indonesia yang menjadi anggota dari Consultative Group dan juga Koordinator G-33 sepanjang tahun 2006 aktif melakukan berbagai pertemuan guna mengupayakan dimulainya kembali perundingan DDA dan menyuarakan posisi Indonesia di semua isu yang dirundingkan. Dalam hal ini Indonesia aktif memanfaatkan pertemuan-pertemuan G-20, G-6, G-10, ASEAN, APEC, Cairns Group maupun pertemuan dengan negara pemain utama seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa. Indonesia juga berhasil membentuk Kelompok New G-6 yang beranggotakan Kanada, Chile, Indonesia, Kenya, Selandia Baru dan Norwegia yang mengusulkan berbagai alternatif guna melanjutkan perundingan DDA yang mengalami kebuntuan. Regional. Kerjasama regional yang cukup menonjol pada tahun 2006 adalah dalam forum ASEAN. Beberapa pencapaian di tahun 2006 antara lain adalah (1) penandatanganan sejumlah protocol dalam rangka ASEAN Economic Integration; (2) kerjasama ASEAN–China, yang menyepakati “Second Protocol to amend the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between ASEAN dan China” dan “Protocol to amend the Trade in Goods Agreement between ASEAN and China”; dan telah ditanda tangan juga untuk perjanjian di sector jasa-jasa (3) Telah ditanda tangan trade in goods agreement untuk ASEAN-Korea (3) kerjasama ASEAN–Jepang yang membahas proposal terbaru menyangkut modalitas dan cakupan perdagangan barang untuk dijadikan sebagai dasar bagi proses negosiasi selanjutnya. Bilateral. Sepanjang tahun 2006 Indonesia melakukan pembahasan dan perundingan dengan sejumlah negara mitra. Beberapa perkembangan terpenting di tahun 2006 adalah sebagai berikut: 1. Amerika Serikat: kerjasama yang dicapai dalam konteks USIndonesia Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) antara lain adalah: • Perbaikan peringkat penegakan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, dari Priority Watch List menjadi Watch List; • Penandatanganan kerjasama di bidang perdagangan tekstil untuk mengatasi illegal transshipment, re-routing, false declaration concerning of origin or place of origin dan classification of official document serta pertukaran informasi perdagangan tekstil kedua Negara;
•
Penandatanganan kerjasama illegal logging and associated trade yang bertujuan untuk memberantas illegal logging dan penjualan termasuk ekspor hasil illegal logging.
2. Jepang: penandatanganan Agreement in Principle in Major Elements dari Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA). Selain itu melalui Joint Forum Investment telah dicapai kemajuankemajuan untuk memperbaiki iklim investasi di Indonesia melalui Strategic Investment Action Plan (SIAP) khususnya dengan penekanan pada 10 rencana aksi prioritas. 3. RRT: penandatanganan sejumlah kerjasama untuk mendorong perdagangan dan investasi di antara kedua negara, yakni: • • • • •
China-Indonesia Economic and Trade Cooperation Website, sekaligus peluncuran Joint Website; Establishment of a Joint Investment Promotion Committee, untuk mempromosikan investasi secara bersama-sama; Penurunan tarif bea masuk China untuk cocoa powder not containing added sugar, cocoa cake, cocoa butter, cocoa powder, cocoa liquor serta cabe kering; Technical Cooperation berupa hibah untuk menanggulangi dan mencegah penyebaran flu burung; Hibah dalam rangka peningkatan kapasitas SDM.
4. Australia: pembentukan Trade Investment Forum yang komprehensif antara pemerintah dan policy dialogue forum untuk membahas isu-isu perbaikan investasi dan perdagangan yang relevan dengan upaya perbaikan iklim usaha. 5. Komisi Bersama: perkembangan juga dicapai melalui forum “Komisi Bersama” antara Indonesia dengan sejumlah negara, yakni dengan Afrika Selatan (kerjasama perbankan untuk pembiayaan ekspor dan penyediaan souvenir untuk Piala Dunia 2010), Zimbabwe, Mozambik, Yordania dan Turki (trade agreements), Uni Eropa (diterimanya action plan di bidang perikanan sehingga Indonesia memperoleh bantuan Asia Trust Fund untuk memperbaiki mutu perikanan agar sesuai standar Uni Eropa). Pengamanan Perdagangan: Sepanjang tahun 2006 telah ditangani 10 (sepuluh) kasus tuduhan dumping, subsidi dan safeguard dari 8 (delapan) Negara penuduh. Dari 10 (sepuluh) kasus tersebut, 8 (delapan) kasus merupakan tuduhan dumping, 1 (satu) kasus tuduhan subsidi dan 1 (satu) kasus tuduhan safeguard.
E. Pengembangan dan Promosi Produk dan Ekspor Dalam rangka mendorong investasi dan meningkatkan daya saing Indonesia di pasar dunia, telah dilaksanakan program pengembangan produk
dengan pendekatan brand. Dengan pendekatan ini telah dibina 420 perusahaan/pengusaha di sektor makanan dan minuman, herbal dan spa, perhiasan, mebel, kerajinan dan pakaian jadi di 6 (enam) sentra produksi. Departemen Perdagangan juga memperkenalkan konsep kluster untuk meningkatkan daya saing dan memfasilitasi komunitas kluster di antara para stakeholders. Selain itu, disiapkan pada Roadmap Indonesia Design Power untuk tahun 2006-2010 disertai sosialisasi mengenai Design, Branding dan Packaging untuk meningkatkan nilai tambah produk. Selama tahun 2006 telah dibina 320 pengusaha dengan memberikan informasi pasar, perbaikan desain/inovasi baru dan peningkatan mutu, agar produk yang dihasilkan sesuai dengan permintaan pasar. Sementara itu perluasan pasar produk Indonesia dilakukan secara aktif. Di dalam negeri, pada bulan Oktober 2006 telah digelar Pameran Produk Ekspor (PPE) yang menghasilkan transaksi sebesar USD 170 juta (tidak termasuk pemesanan yang dilakukan setelah pameran). Di luar negeri, Departemen Perdagangan aktif memfasilitasi keikutsertaan Indonesia dalam pameran di 26 negara dan pelaksanaan misi dagang ke 6 (enam) kota bisnis dunia (Vancouver, New York, Johannesburg, Mozambique, Brisbane dan Melbourne). Selain itu, Departemen Perdagangan juga melaksanakan market intelligence yang menyediakan informasi untuk memacu para eksportir melakukan analisis pasar, serta menyediakan fasilitas virtual market exhibition yang dimanfaatkan oleh 376 perusahaan eksportir dari 17 provinsi untuk mempromosikan produknya melalui internet.
II. KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI Tujuan utama dari peran Departemen Perdagangan dalam rangka perdagangan dalam negeri adalah kelancaran distribusi dalam negeri dan terutama yang berkaitan dengan bahan-bahan pokok, serta menjaga kestabilan harga. Disamping itu pengembangan sektor ritel/perdagangan dari semua unsur (besar, menengah, dan kecil, termasuk pasar tradisional dan pasar perbatasan); perlindungan konsumen dan pengawasan barang beredar; dan menjaga/memperbaiki iklim usaha perdagangan dalam negeri. Dalam rangka mendorong pertumbuhan kinerja perdagangan dalam negeri, sepanjang tahun 2006 Departemen Perdagangan telah menerbitkan berbagai kebijakan antara lain penyederhanaan/penyempurnaan antara lain dilakukan terhadap 8 (delapan) jenis perizinan/pendaftaran di bidang perdagangan dalam negeri. Langkah lainnya yang cukup penting adalah pembangunan 20 pasar di 7 (tujuh) Propinsi perbatasan dan pulau terluar, pembangunan 94 pasar di daerah pasca-bencana di 6 (enam) Propinsi, serta pernbangunan 130 pasar tradisional/desa di daerah-daerah tertinggal/terpencil/pasca-konflik. Untuk mewujudkan pasar tradisional yang bersih, aman, nyaman dan berdaya-saing maka telah pula dilakukan penyusunan desain pasar,
penyusunan pedoman dan penyelenggaraan pelatihan pengelolaan pasar, pelaksanaan sosialisasi dan pendampingan. Selain itu, dikembangkan pula sinergi antara pasar induk dengan pasar penunjang dan pasar tradisional antara lain di Majalengka, Garut dan Ciwidey, Pasar Induk Tanah Tinggi Tangerang, pasar di Sragen, Grobogan, Klaten, Madiun, Probolinggo dan Lamongan. Sinergi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kelancaran dan efisiensi distribusi komoditi hasil pertanian serta meningkatkan akses pasar dan informasi. Pada tahun 2006 juga telah disahkan Undang-Undang No. 9/2006 tentang Sistem Resi Gudang yang diharapkan dapat mendorong perkembangan pasar komoditas dan kesejahteraan petani di seluruh lndonesia. Untuk menjamin integritas para pelaku pasar, mempermudah pengawasan, menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan meningkatkan perlindungan kepada masyarakat, Departemen Perdagangan juga telah melakukan pengembangan dan penyempurnaan kontrak berjangka kakao di Bursa Berjangka Jakarta, pencabutan persetujuan atas Perdagangan Kontrak Mini dalam Skema Sistem Perdagangan Alternatif, dan peresmian 4 (empat) pasar lelang yang masing-masing berlokasi di Pontianak, Samarinda, Bengkulu dan Lampung. Saat ini pemerintah terus berusaha menciptakan keseimbangan peran dan kesempatan bagi pedagang kecil/tradisional sehubungan dengan berkembangnya pasar modern. Untuk itu, maka selain bebagai peraturan perundangan yang telah ada sejak tahun 1990-an, Pemerintah juga telah menyusun rancangan Peraturan Presiden yang antara lain akan mengatur lokasi pendirian pasar modern sebagai acuan bagi Pemda, perijinan usaha, serta kemitraan pedagang kecil dengan peritel modern. Masih dalam konteks keberpihakan pada usaha kecil, pada tahun 2006 Departemen Perdagangan telah mendorong terwujudnya sekitar 100 kerjasama kemitraan antara pelaku usaha besar dengan usaha kecil. Untuk meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri dan peningkatan daya saing, maka telah dilaksanakan Pameran Produk Dalam Negeri (PPDN) pada bulan Desember 2006. Dalam PPDN ini digelar 200 stan yang menampilkan produk bermerek asli Indonesia yang unggul dari segi kualitas dan kemasan. Dalam konteks peningkatan daya saing, telah dilakukan pula pemberian kemudahan dalam pengadaan bahan baku serta barang modal bagi industri, peningkatan kelancaran arus barang ekspor dan impor yang telah berhasil menurunkan biaya Terminal Handling Charge (THC), biaya pengurusan dokumen dan pungutan tidak resmi.
III. PENINGKATAN KAPASITAS DAN PENGEMBANGAN SDM Menyadari arti penting dukungan SDM yang memadai untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, Departemen Perdagangan telah menugaskan 73 orang karyawannya untuk mengikuti program beasiswa S2 baik di dalam maupun luar negeri (Belanda dan Australia).
Disamping itu, program pelatihan untuk ketrampilan dan spesialisasi seperti metereologi, negosiasi, hukum internasional akan terus-menerus dilaksanakan melalui program-program pelatihan dan magang. Dengan menekankan merit system dan evaluasi kinerja yang transparan dalam proses seleksi, Departemen Perdagangan telah menetapkan sejumlah karyawannya pada tahun 2006 untuk ditugaskan di luar negeri, yakni sebagai Atase Perdagangan (22 pos Atase Perdagangan), Ketua/Wakil Ketua Indonesian Trade Promotion Center (9 pos ITPC) atau tugas magang pada Atase Perdagangan. Departemen Perdagangan juga melakukan penerimaan 221 pegawai baru melalui proses seleksi yang transparan.
IV. RENCANA KERJA 2007 Departemen Perdagangan akan melanjutkan program kerja yang telah dilaksanakan pada tahun 2006 dan program-program kerja baru yang ditetapkan untuk tahun 2007. Kesemua program kerja tersebut dapat dikelompokkan ke dalam 4 (empat) program utama sebagai berikut: 1. Perbaikan iklim usaha dan investasi o Penyelesaian pembahasan RUU Penanaman Modal yang baru yang saat ini sedang dalam tahap pembahasan dengan Komisi VI DPR-RI; o Fasilitas perdagangan melalui pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK); o Penyederhanaan kebijakan impor yang memberikan kemudahan importasi bahan baku/penolong dan barang modal bagi industri; o Pelaksanaan UU No. 9/2006 tentang Sistem Resi Gudang melalui penerbitan atauran pelaksanaan. 2. Peningkatan daya saing ekspor non migas o Penyempurnaan dan penyederhanaan peraturan di bidang perdagangan yang pro-bisnis; o Peningkatan diplomasi perdagangan dan ekonomi di forum internasional; o Peningkatan fasilitasi perdagangan antara lain melalui penerapan National Single Window untuk pelayanan perizinan ekspor-impor secara terpadu; o Pengembangan Indonesian Brand Image melalui program ”Indonesia Design Power 2006-2010”. 3. Pengembangan UKM Perdagangan o Rehabilitasi dan peningkatan sistem pengelolaan pasar; o Pelaksanaan pilot project Pasar Bersih; sosialisasi dan revitalisasi pasar tradisional serta kompetisi pasar bersih; o Bantuan langsung dan peningkatan kapasitas UKM; o Meningkatkan fasilitasi akses pasar bagi UKM;
o Persiapan RPP tentang Waralaba dan Perpres tentang Penataan dan Pembinaan Pasar dan Toko Modern; o Peningkatan perlindungan konsumen, pengawasan barang beredar dan jasa, dan pelayanan kemetrologian. 4. Pengembangan kapasitas dan konsultasi publik (capacity building & public education) o Peningkatan penerapan teknologi dan akses pada informasi dan data; o Peningkatan kualitas SDM Departemen; o Peningkatan konsultasi publik; o Penguatan proses pengambilan keputusan dan punyusunan kebijakan. Program kerja Departemen Perdagangan tentunya tidak dapat berdiri sendiri karena terkait dengan berbagai faktor lainnya. Peningkatan/penyediaan infrastruktur, perbaikan peraturan tenaga kerja, penegakan hukum atas tindakan korupsi dan keamanan yang kondusif hanya beberapa faktor yang ikut menentukan keberhasilan program kerja Departemen Perdagangan di tahun 2007. Oleh karena itu, diperlukan dukungan, kerjasama dan partisipasi aktif dari semua pemangku kepentingan agar di tahun 2007 kita dapat mencatatkan keberhasilan yang lebih baik dari tahun sebelumnya.
--selesai-Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi: Iman Pambagyo Kepala Biro Umum & Humas Departemen Perdagangan Republik Indonesia Telepon/Fax: 385 8213