STRATEGI
REDD - INDONESIA FASE READINESS 2009 – 2012 dan progres implementasinya Jakarta, April 2010
KERJASAMA REPUBLIK INDONESIA
AusAID
CIF-FIP
Forest Investment Programme
REPUBLIK FEDERAL JERMAN
FOREST
CARBON PARTNERSHIP
F
A
C
I
TheNature
IT TO
Conservancy
Protecting nature. Preserving life.
TM
L
I
T
Y
UN – REDD
PROGRAMME
KFS-KOICA
Daftar Isi PENGANTAR........................................................................ 3 PENDAHULUAN................................................................... 4 KEBIJAKAN DAN TATA KELOLA KEHUTANAN................... 5 DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN DI INDONESIA... 6 KERANGKA REGULASI UNTUK MENGHADAPI TANTANGAN DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN DI INDONESIA...................................................................... 7 REDD DI INDONESIA........................................................... 9 KATEGORI DAN KOMPONEN KUNCI STRATEGI REDD-INDONESIA PADA FASE READINESS........................12 PROGRES READINESS.........................................................13 Pengarah: Pengarah Pokja PI, Ketua Pokja PI, Kepala Badan Litbang Kehutanan Penyusun: 1. Ketua : Dr. Nur Masripatin 2. Anggota : Dr. Rufi’ie, Dr. Kirsfianti Ginoga, Dr. Ngaloken Gintings, Dr. Chairil Anwar Siregar, Dr. Ruandha Sugardiman, Ir. Ari Wibowo, M.Sc, I. Wayan Susi Darmawan, S.Hut., M.Si., Ir. Saipul Rahman, M.Sc., Ir. Retno Maryani, M.Sc, Ir. Achmad Pribadi, M.Sc, Fitri Nurfatriani, S.Hut., M.Si., Dyah Puspasari, S.Hut, M.Si., Reinaldi Imamnudin, S. Hut, Sukaesih Pradjadinata, S.Hut Sekretariat : Dra. Sumiyati, Duhita Herlyn Lusiya S.Hut, Ir. Tigor Butarbutar MSc, Ir. Indarwati, Bayu Subekti, SIP, MHum Design : Bintoro, S.Kom 2
STRATEGI REDD-INDONESIA FASE READINESS 2009-2012 dan progress implementasinya
Pengantar Secara konseptual, peran hutan dalam mitigasi perubahan iklim sangatlah sederhana yaitu melalui pengurangan emisi dan peningkatan kapasitas serapan Gas Rumah Kaca. Namun untuk operasionalisasinya, memerlukan penguasaan dari aspek metodologi sampai aspek-aspek sosial, ekonomi dan kebijakan nasional. Untuk itulah telah ada konsensus antar negara dalam sidang COP tentang perlunya REDD-plus dilaksanakan secara bertahap dimulai dengan readiness sampai pada akhirnya memasuki fase implementasi penuh. Dalam rangka meningkatkan kesiapan untuk implementasi penuh pasca 2012, Indonesia telah menyusun Strategi REDD untuk Fase Readiness 2009-2012. Strategi ini dimaksudkan untuk memberikan guidance tentang intervensi kebijakan yang diperlukan dalam upaya menangani penyebab mendasar deforestasi dan degradasi hutan, dan infrastruktur yang perlu disiapkan dalam implementasi REDD atau REDDplus. Strategi ini juga untuk mengintegrasikan semua aksi terkait REDD-plus termasuk kegiatan yang didanai dari sumber luar negeri. Buku ini hadir sebagai salah satu media untuk memperluas jangkauan informasi mengenai Strategi Readiness REDD-Indonesia dan progres implementasinya, termasuk pembangunan Demonstration Activities, dengan harapan dapat berkontribusi bagi peningkatan pengetahuan, pemahaman dan komitmen bersama dalam upaya pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia. Jakarta, April 2010 Menteri Kehutanan
ZULKIFLI HASAN 3
Pendahuluan Sebagai negara yang memiliki hutan tropis terluas ketiga di dunia, sektor kehutanan tidak hanya berkontribusi dalam pembangunan nasional melainkan juga berperan signifikan dalam menjaga keseimbangan ekosistem termasuk stabilisasi emisi global. Hasil hutan kayu merupakan salah satu produk andalan hutan yang mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Demikian pula halnya dengan konversi kawasan hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan. Namun di sisi lain, penebangan pohon dan alih fungsi lahan hutan tersebut menghasilkan emisi gas rumah kaca yang dapat menyebabkan terjadinya pemanasan global. Untuk keberlanjutan peran dan fungsi hutan serta sebagai upaya mitigasi perubahan iklim, kegiatan pelestarian dan rehabilitasi kawasan hutan yang rusak harus dilakukan.
4
STRATEGI REDD-INDONESIA FASE READINESS 2009-2012 dan progress implementasinya
Kebijakan dan Tata Kelola Kehutanan
Undang-Undang (UU) No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya merupakan dasar hukum dan acuan dalam pengurusan hutan dan konservasi sumber daya alam secara lestari di Indonesia. Undang-undang kehutanan tersebut mengamanatkan bahwa penguasaan hutan oleh Negara, dengan tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Pengurusan kawasan hutan Indonesia yang terdiri atas hutan negara (termasuk di dalamnya hutan adat) dan hutan hak dengan luas mencapai hampir 70% luas daratan Indonesia, menjadi kewenangan Departemen Kehutanan. Meningkatnya kebutuhan lahan akibat peningkatan jumlah penduduk, desentralisasi, pertumbuhan ekonomi dan kepentingan pembangunan sektor lain seperti pertanian, perkebunan, perumahan, pekerjaan umum, dll, telah menekan kualitas sumber daya hutan dan luasan kawasan hutan tersebut. Kondisi di atas sering kali berbenturan dengan upaya mitigasi perubahan iklim melalui pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD). Oleh karenanya, koordinasi, komunikasi dan sinergi dalam berbagai aspek menyangkut kegiatan pembangunan dan mitigasi perubahan iklim sektor kehutanan di level nasional dan sub nasional (provinsi dan kabupaten) harus terus menerus dilaksanakan. Hal lain yang juga mengemuka adalah tuntutan pengelolaan hutan tingkat lokal yang lebih baik dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan, serta memberikan akses terhadap sumber daya hutan yang lebih besar kepada masyarakat. Kebijakan tentang hutan kemasyarakatan, hutan desa, hutan tanaman rakyat, dan lain-lain yang telah diterbitkan dan diimplementasikan, menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai komitmen yang kuat untuk mengakomodasi berbagai kepentingan terkait pembangunan kehutanan. Kebijakan dan Tata Kelola Kehutanan
5
Deforestasi dan Degradasi Hutan di Indonesia Indonesia merupakan contoh kasus dimana deforestasi terjadi baik secara terencana maupun tidak direncanakan. Lahan hutan konversi dan Areal Penggunaan Lain (APL) secara hukum dapat diubah menjadi penggunaan lain, dalam hal ini deforestasi dapat dikategorikan sebagai yang direncanakan. Pembangunan kelapa sawit di masa lalu dapat dikategorikan sebagai deforestasi/kehilangan hutan yang direncanakan. Sedangkan kehilangan hutan yang tidak direncanakan dapat berasal dari adanya kebakaran, penyerobotan lahan, penebangan liar dan penebangan yang tidak mengikuti prinsip-prinsip kelestarian. Hilangnya hutan yang tidak direncanakan yang terjadi pada tahun 1990an juga merupakan akibat dari ketidak seimbangan antara kebutuhan kayu untuk industri perkayuan dengan kapasitas hutan alam untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Menipisnya kayu yang berasal dari hutan alam, didorong oleh kebijakan Pemerintah untuk memacu pembangunan hutan tanaman industri (HTI), sejumlah industri perkayuan terutama industri bubur kertas (pulp) membangun hutan tanaman dengan jenis-jenis cepat tumbuh untuk menjamin pasokan bahan baku dari sumbernya. Namun demikian, kecepatan pembangunan hutan tanaman tersebut masih belum mampu mengurangi tekanan terhadap hutan alam. Kebijakan untuk mengurangi deforestasi dilakukan melalui alokasi lahan terdegradasi dan lahan yang secara komersial tidak produktif untuk membangun hutan dengan silvikultur intensif. Penerapan tata ruang yang efektif, termasuk penegakan hukum merupakan salah satu upaya untuk mengurangi konversi hutan. Selanjutnya Departemen Kehutanan telah menghentikan pemberian ijin untuk penggunaan hutan produksi konversi bagi pembangunan perkebunan yang melebihi luas areal Padu Serasi yang telah disetujui.
6
STRATEGI REDD-INDONESIA FASE READINESS 2009-2012 dan progress implementasinya
Kerangka Regulasi untuk Menghadapi Tantangan Deforestasi dan Degradasi Hutan di Indonesia Untuk menghadapi tantangan sektor kehutanan dalam sepuluh tahun terakhir serta untuk antisipasi dan mengurangi potensi permasalahan pada periode lima tahun ke depan, sektor kehutanan telah menetapkan dan melaksanakan lima kebijakan sejak tahun 2000, yaitu: 1. Pemberantasan penebangan dan perdagangan kayu illegal; 2. Restrukturisasi sektor kehutanan melalui penguatan pengembangan hutan tanaman dan industri kehutanan; 3. Rehabilitasi lahan dan konservasi hutan; 4. Pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan; 5. Pemantapan kawasan hutan. yang diterjemahkan ke dalam rencana-rencana kehutanan jangka panjang, menengah dan pendek. Mulai akhir tahun 2009, kelima kebijakan prioritas tersebut diperkaya menjadi delapan kebijakan prioritas, sejalan dengan permasalahan yang dihadapi dan tantangan ke depan. Kedelapan kebijakan prioritas tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pemantapan kawasan hutan yang berbasis pengelolaan hutan lestari 2. Rehabilitasi hutan dan peningkatan daya dukung DAS 3. Perlindungan dan pengamanan hutan 4. Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya 5. Revitalisasi hutan dan produk kehutanan 6. Pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan 7. Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sektor kehutanan 8. Penguatan kelembagaan kehutanan
Deforestasi dan Degradasi Hutan di Indonesia
7
UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 tahun 2007 dan penyempurnaannya dalam PP No. 3 tahun 2008, telah memberikan kerangka dan dasar hukum yang kuat dalam mitigasi perubahan iklim melalui upaya pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, termasuk mengakomodir pemberian akses dan pengelolaan sumber daya hutan kepada masyarakat sekitar hutan. Sejalan dengan pelaksanaan lima kebijakan prioritas kehutanan, sejak tahun 2000 Indonesia secara intensif telah melakukan program pemberantasan penebangan liar melalui pembangunan kerangka strategi nasional penegakan hukum kehutanan, Forest Law Enforcement National Strategy (FLENS). Instruksi Presiden (INPRES) No. 4/2005 tentang Illegal Logging, memerintahkan 18 lembaga pemerintah dengan pemerintah daerah untuk bekerja secara bersama melakukan aksi pemberantasan illegal logging. Menyadari pentingnya pendekatan multi-sektor guna memperbaiki tata kelola dan pemerintahan, pemerintah telah menetapkan perlawanan terhadap korupsi di semua sektor sebagai prioritas utama. Hal ini tercermin pada hasil kerja badan independen yang dikenal sebagai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Pengadilan Tinggi Anti Korupsi (PTAK) yang telah berhasil mendorong terbitnya UU No. 25 tahun 2003 tentang Pencucian Uang. Undang-undang ini merupakan peraturan pertama di dunia yang memungkinkan hasil illegal logging sebagai barang bukti untuk dilakukannya investigasi serta diajukan ke pengadilan. Upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan menunjukkan hasilnya dengan dibawanya berbagai kasus kegiatan ilegal yang terjadi di berbagai sektor ke pengadilan, termasuk yang ada di sektor kehutanan. Sebagai bagian dari upaya penanganan akar masalah dari terjadinya deforestasi, Departemen Kehutanan telah mengeluarkan berbagai peraturan yang memberikan empat macam peluang untuk perbaikan akses dan hak terhadap sumberdaya hutan. Peraturan tersebut meliputi Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Lindung (Permenhut No. 19 tahun 2004) Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat serta Hutan Adat (PP No. 6 tahun 2007). 8
STRATEGI REDD-INDONESIA FASE READINESS 2009-2012 dan progress implementasinya
REDD di Indonesia
Deforestasi menjadi topik utama dalam berbagai forum diskusi tentang issu perubahan iklim terkait sektor kehutanan. World Resource Institute (WRI) tahun 2000 dan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2007, masingmasing mencatat bahwa deforestasi berkontribusi sebesar kurang lebih 18% dan 17% dari emisi global dan dari jumlah tersebut 75%nya berasal dari negara berkembang. Isu deforestasi dalam negosiasi UNFCCC pada COP-11 di Montreal tahun 2005, dibawah agenda “Pengurangan Emisi dari Deforestasi di Negara Berkembang (RED)”, serta telah direspon secara positif oleh banyak Negara. Dalam berbagai forum termasuk COP/SB, banyak pihak memandang bahwa skema RED seharusnya melibatkan partisipasi dari semua Negara. Sebagai bagian dari respon terhadap proses internasional dan dalam rangka penyiapan negosiasi di COP-13, Indonesia melaksanakan studi/analisis cepat tentang status kesiapannya baik dari aspek metodologi meupun aspek kebijakan, dan membentuk Indonesia Forest Climate Alliance (IFCA) pada bulan Juli 2007. IFCA merupakan payung atau forum untuk komunikasi/ koordinasi para stakeholder dalam membahas isu-isu REDD, termasuk kemajuan dan output dari studi tentang REDD yang pada tahun tersebut sedang dilakukan. Studi REDD Indonesia tahun 2007 dikoordinasikan oleh Departemen Kehutanan dengan melibatkan para ahli dari tingkat nasional dan internasional serta didanai oleh World Bank, pemerintah Inggris, Australia dan Jerman. Perkembangan dan hasil studi dikomunikasikan melalui IFCA dengan melibatkan tiga pilar governance (pemerintah, sector swasta, masyarakat sipil termasuk akademisi) dan mitra internasional. Sebuah laporan yang berjudul IFCA Consolidation Report: REDD in Indonesia (Dephut, 2008) dapat diakses melalui website www.forda-mof.org. Studi IFCA tahun 2007 merekomendasikan beberapa kegiatan untuk ditindaklanjuti yaitu: 1. Mengembangkan kerangka kerja awal yang telah dirancang oleh IFCA; 2. Melanjutkan konsultasi dan analisis secara teknis; 3. Menguji dan mengimplementasikan proyek-proyek percontohan pada berbagai kondisi (yang berdasarkan Keputusan COP-13 tentang REDD disebut Demonstration Activities); 4. Melaksanakan peningkatan kapasitas pada semua level; 5. Menciptakan kerangka kerja nasional yang kredibel untuk pengurangan emisi yang dapat diverifikasi; 6. Menghasilkan pengurangan emisi gas rumah kaca yang nyata.
REDD di Indonesia
9
COP-13 Konvensi Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) tahun 2007, telah menghasilkan keputusan tentang pendekatan untuk mendorong aksi pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation/REDD) di negara berkembang. REDD, peran konservasi, pengelolaan hutan secara lestari dan peningkatan stok carbon yang kemudian dengan REDD-plus juga merupakan bagian penting dari aksi mitigasi perubahan iklim dalam “Bali Action Plan”. Pada rangkaian acara COP-13 tersebut, Indonesia telah mengkomunikasikan konsep implementasi REDD Indonesia secara bertahap (phased-approach) yang terbagi atas 3 (tiga) tahap: Tahap 1 (Tahap persiapan)
: Identifikasi status IPTEK dan kebijakan terkait (2007 -2008) Tahap 2 (Readiness Phase) : Tahap penyiapan perangkat metodologi dan kebijakan REDDI (2009-2012) Tahap 3 (Full Implementation) : tahap implementasi penuh sesuai aturan COP pada saat REDD menjadi bagian dari skema UNFCCC pasca 2012 (mulai tahun 2013) (Periksa Gambar 1).
TAHAP 1
TAHAP 2
TAHAP 3
Gambar 1. Road Map REDD Indonesia: phased-approach
10
STRATEGI REDD-INDONESIA FASE READINESS 2009-2012 dan progress implementasinya
Dalam rangka menindaklanjuti hasil studi IFCA tahun 2007, keputusan COP 13, dan implementasi Road Map REDDI, maka disusunlah Strategi REDDI untuk Readiness Phase. Strategi ini dimaksudkan untuk memberikan guidance tentang intervensi kebijakan yang diperlukan dalam upaya menangani akar masalah deforestasi dan degradasi hutan, dan infrastruktur yang perlu disiapkan dalam implementasi REDD/REDD plus. Strategi ini juga untuk mengintegrasikan semua aksi terkait REDD/REDD plus termasuk kegiatan yang didanai dari sumber luar negeri. Strategi Readiness mencakup baik aspek metodologi maupun aspek kebijakan, serta kegiatan pendukung yaitu peningkatan kapasitas dan komunikasi stakeholders. Strategi Readiness REDD Indonesia (REDDI) ini tidak hanya bermanfaat dalam mendukung kesiapan Indonesia untuk implementasi REDD/REDD-plus di bawah kerangka UNFCCC, melainkan juga merupakan bagian dari strategi dan upaya Indonesia untuk mewujudkan pembangunan kehutanan berkelanjutanan (Sustainable Forest Development).
Gambar 2. Strategi REDD Indonesia
REDD di Indonesia
11
Kategori dan Komponen Kunci Strategi Redd-Indonesia pada Fase Readiness Pada tahap kedua (Readiness Phase), Indonesia perlu menyiapkan perangkat yang dibutuhkan untuk implementasi REDD/REDD-plus pada tahap ketiga, baik metodologi (penetapan REL/RL, penghitungan stok carbon dll), sistem MRV, kebijakan penanganan akar masalah deforestasi dan degradasi hutan, kelembagaan, pendanaan dan mekanisme distribusi insentif, partisipasi para pihak termasuk masyarakat di/ sekitar hutan (periksa Gambar 2). REDD Indonesia dilakukan secara bertahap (phased-approach), dengan implementasi di tingkat sub-nasional (Propinsi/Kabupaten/Unit Manajemen), yang diintegrasikan ke tingkat nasional (national accounting with sub-national implementation). Strategi di tingkat nasional terbagi ke dalam lima kategori dengan komponen kunci sebagai berikut: 1. Intervensi kebijakan untuk penanganan akar masalah deforestasi dan degradasi di berbagai lanskap penggunaan lahan hutan (hutan konservasi dan hutan lindung, hutan produksi, lahan gambut, perubahan penggunaan hutan alam untuk hutan tanaman dan tanaman kelapa sawit), 2. Penyiapan regulasi REDD (a. l. tata cara pelaksanaan REDD dan pembentukan Komisi REDD). 3. Penyiapan aspek metodologi untuk penetapan REL/RL (Reference Emission Level/Reference Level) dan pembangunan sistem MRV (measuring, reporting dan verification). 4. Penyiapan/penguatan kelembagaan (pembentukan kelembagaan untuk pelaksanaan REDD termasuk registrasi nasional, pendanaan, distribusi insentif dan tanggung jawab, peningkatan kapasitas, komunikasi/ koordinasi/konsultasi para pihak). 5. Analisis terkait (REL/RL, MRV, analisis biaya dan manfaat, resiko, dampak, dll); Sedangkan di tingkat sub-nasional strategi terbagi ke dalam tiga kategori dengan komponen kunci sebagai berikut: 1. Penyiapan aspek metodologi untuk penetapan REL/RL (Reference Emission Level/Reference Level) dan pembangunan sistem MRV (measuring, reporting dan verifying). 2. Penyiapan/penguatan kelembagaan (pembentukan/ penguatan kelembagaan untuk implementasi REDD termasuk distribusi insentif dan tanggung jawab, peningkatan kapasitas, komunikasi/konsultasi/ koordinasi/konsultasi para pihak). 3. Pembangunan Demonstration Activities (DA)- REDD yang merepresentasikan berbagai kondisi bio-socio-geografis. 12
STRATEGI REDD-INDONESIA FASE READINESS 2009-2012 dan progress implementasinya
Progres READINESS Tingkat Nasional a. Regulasi Sebagai bagian dari implementasi Strategi Readiness, Departemen Kehutanan telah menerbitkan Permenhut Nomor P.68/Menhut-II/2008 tentang Penyelenggaraan Demonstration Activities (DA) Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan dan pembentukan Kelompok Kerja Perubahan Iklim lingkup Departemen Kehutanan (Kepmenhut Nomor SK.13/ Menhut-II/2009 yang diperbaharui dengan SK No.64/MenhutII/2008) serta peraturan tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD) (Permenhut Nomor P.30/Menhut-II/2009).
P
enyelesaian konsep Komisi Nasional REDD oleh Kelompok Kerja Perubahan Iklim Dephut merupakan tindak lanjut dari penerbitan Permenhut P.30/MenhutII/2009. Komisi Nasional REDD yang terdiri atas perwakilan dari instansi dan pihak terkait lainnya, bertugas untuk mengatur dan mengawasi pelaksanaan REDD. Untuk operasionalisasi Permenhut No. P.30/Menhut-II/2009, petunjuk teknis yang merupakan penjabaran dari 5 (lima) lampiran Permenhut No. P. 30/2009 juga merupakan perangkat yang perlu disiapkan dengan fasilitasi oleh Kelompok Kerja Perubahan Iklim Departemen Kehutanan dan Komisi Nasional REDD. Progres READINESS
13
b. Metodologi Dua komponen utama metodologi yang harus disiapkan untuk implementasi REDD/ REDD-plus adalah penetapan REL/RL dan pembangunan sistem MRV. Departemen Kehutanan bekerjasama dengan Pemerintah Australia telah membangun Forest Resource Informastion System (FRIS) dan Indonesia National Carbon Accounting System (INCAS). INCAS merupakan sistem yang terintegrasi, menggunakan keseluruhan data dari Land Use, Land Use Changes and Forestry (LULUCF) atau Agriculture, Forestry, and Other Land Use (AFOLU), untuk mendapatkan profil Gas Rumah Kaca (GRK) secara utuh, dengan menggunakan data remote sensing, data pengelolaan lahan dan hutan, data tanah dan iklim, serta data pertumbuhan dan biomass tumbuhan. Pengembangan INCAS pada tahap awal difokuskan pada: • Pengolahan data remote sensing untuk menganalisis perubahan tutupan hutan, • Riset dan analisis perubahan penggunaan lahan dikaitkan dengan perubahan biomass dan stok carbon, • Pelatihan dan technical exchanges antara tenaga ahli Indonesia dan Australia, • Penerapannya ke depan untuk analisis scenario kebijakan terkait dengan penetapan REL/RL. Sejumlah tahapan masih harus dilalui dalam rangka penetapan REL/RL dan membangun sistem MRV yang kredibel. c. Lintas komponen Disamping progres pada aspek regulasi dan aspek metodologi di atas, terdapat dua initiatif yang memiliki sejumlah cross-cutting aspects, sehingga memerlukan sinergi dan koordinasi intensif yaitu program Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) dan UNREDD. Terdapat beberapa kegiatan di bawah kedua program tersebut yang mendukung readiness di tingkat nasional yaitu mendukung kagiatan terkait penetapan REL dan pengembangan system MRV. Program FCPF terdiri dari tiga komponen besar yang mendukung implementasi strategi readiness-REDD Indonesia yaitu: (a) Analisis terkait dengan masalah deforestasi dan degradasi hutan, penetapan REL, pembangunan MRV, Co-benefits, dampak dan resiko, (b) Fasilitasi kegiatan terkait penetapan REL dan, pembangunan system MRV, serta (c) Monistoring proses kegiatan readiness. Sedangkan program UNREDD terdiri dari tiga komponen besar yaitu: (a) Penguatan peran para pihak, (b)
14
STRATEGI REDD-INDONESIA FASE READINESS 2009-2012 dan progress implementasinya
Fasilitasi kegiatan terkait penetapan REL dan pembangunan sistem MRV, serta (c) Pembangunan Demonstration Activities di tingkat Kabupaten. Disamping program FCPF dan UNREDD, Indonesia telah terpilih sebagai salah satu dari 5 negara pertama yang memperoleh pendanaan dari Forest Investment Program (FIP) di Indonesia akan diarahkan untuk menangani isu-isu dalam “Strategi Readiness-REDDI” yang terkait dengan intervensi kebijakan penanganan akar masalah deforestasi dan degradasi hutan yang belum memperoleh dukungan pendanaan dari sumber lain.
Tingkat Sub-Nasional: Demonstration Activities Pembangunan Demonstration Activities (DA)– REDD merupakan salah satu bentuk pelaksanaan amanah Keputusan COP-13 di Bali tentang REDD. Sesuai Keputusan COP13 negara berkembang dan negara maju didorong untuk bekerjasama dalam upaya pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan di negara berkembang, termasuk di dalamnya dukungan finansial, pengembangan kapasitas dan transfer teknologi dari negara maju. Disamping itu, DA-REDD juga sebagai sarana pembelajaran (learning by doing) dan membangun komitmen serta sinergi antar pihak terkait. Oleh karenanya pembangunan DA–REDD merupakan komponen penting dari Strategi Readiness REDD Indonesia, dimana berbagai kegiatan terkait dengan metodologi, kebijakan, pelibatan stakeholders dll diimplementasikan. Sampai saat ini telah dibangun beberapa DA-REDD, yang merupakan kerjasama antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Australia, Pemerintah Jerman, Pemerintah Korea, ITTO, dan TNC. Uraian singkat tentang DA-REDD dari kerjasama tersebut adalah sebagai berikut: DA-REDD kerjasama Pemerintah Indonesia-Australia di Kalimantan Tengah DA-REDD ini merupakan bagian dari Kalimantan Forest Carbon Partnership (KFCP), yang secara keseluruhan di bawah payung Indonesia-Australia Forest Carbon Partnership (IAFCP).
Gambar 3. Gambaran lokasi KFCP Progres Readiness
15
KFCP adalah DA-REDD pertama di Indonesia dan DA-REDD di lahan gambut pertama di dunia, dengan target penurunan emisi gas rumah kaca dari hutan rawa gambut seluas 130.000 ha dan lahan gambut rusak lainnya, melalui perbaikan praktek pengelolaan hutan, pencegahan kebakaran dan rehabilitasi sistem hidrologi lahan gambut. KFCP juga ditujukan untuk uji coba metodologi pengukuran gas rumah kaca di lahan gambut dikaitkan dengan pengembangan sistem MRV di tingkat nasional, uji coba penerapan mekanisme insentif REDD di tingkat lokal serta membangun kapasitas masyarakat lokal sehingga dapat berpartisipasi dalam skema REDD. Pembelajaran dari KFCP diharapkan dapat memberikan kontribusi pada proses penyebaran informasi tentang initiatif REDD dan proses negosiasi di bawah UNFCCC. DA-REDD kerjasama Pemerintah Indonesia-Jerman di Kalimantan Timur Kerjasama DA-REDD ini merupakan bagian dari Forests and Climate Change Programme (FORCLIME), yang terbagi ke dalam dua fase yaitu mendukung kegiatan Readiness dan investasi dalam implementasi DA di tingkat kabupaten. Kegiatan dalam rangka mendukung Readiness meliputi: • Fasilitasi proses penyusuan dan implementasi Strategi REDD di tingkat nasional, serta implementasi DA di tingkat Kabupaten/unit manajemen, • Penetapan REL dan pembangunan sistem MRV di tingkat Kabupaten (Gambar 4), serta menjaga konsistensi dengan penetapan REL dan sistem MRV di tingkat nasional,
Gambar 4. Participatory mapping
• Mengkaitkan sistem MRV dengan instansi penanggung jawab perencanaan tata guna lahan tingkat Kabupaten, • Fasilitasi pengembangan skema distribusi insentif REDD. Investasi pada kegiatan DA: • Pendanaan kegiatan DA-REDD di 3 – 4 Kabupaten di Kalimantan, diantaranya di Kalimantan Timur, dengan fokus penanganan penyebab deforestasi dan degradasi hutan di beberapa fungsi hutan (hutan produksi, hutan lindung, hutan konservasi), 16
STRATEGI REDD-INDONESIA FASE READINESS 2009-2012 dan progress implementasinya
• Mengkaitkan skema DA dengan pasar karbon yang sedang berkembang. DA-REDD kerjasama Indonesia-ITTO Kerjasama Indonesia dengan International Tropical Timber Organization (ITTO) di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) (Gambar 5), Jawa Timur, yang akan berlangsung tahun 2010–2013, merupakan kerjasama konservasi hutan tropis untuk pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, serta peningkatan stok karbon Tujuan dari project ini adalah untuk melakukan pengurangan emisi dan mempertahankan stok carbon yang ada serta meningkatkan kapasitas serapan carbon, juga untuk menciptakan kondisi pemungkin dalam upaya meningkatkan kesejahteraan Gambar 5. Gambaran penggunaan lahan di TNMB masyarakat lokal di dalam dan sekitar Taman Nasional Meru Betiri melalui pelibatan masyarakat dan instansi terkait dalam kegiatan project, dengan 6 keluaran yang diharapkan sebagai berikut: • Peningkatan Kapasitas inventarisasi sumberdaya dan penghitungan karbon agar dapat diukur, dilaporkan dan diverifikasi sesuai standar internasional. • Baseline data dan perkiraan penurunan emisi serta peningkatan stok karbon, • Pembangunan sistem pengukuran, pelaporan dan verifikasi (MRV) penurunan emisi dan peningkatan stok karbon, • Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan konservasi, • Pengembangan alternatif sumber pendapatan untuk meningkatkan kesejahteraan masayarakat di dalam dan sekitar TNMB, • Pengurangan penebangan liar dan perambahan di TNMB. DA-REDD kerjasama Indonesia-TNC Kerjasama Indonesia-TNC di Kabupaten Berau (Gambar 6), Kalimantan Timur, dirancang untuk mendukung readiness REDD Indonesia di level Kabupaten (subnasional), sebagai bagian integral dari Readiness di tingkat nasional. Sejalan dengan Strategi REDD Indonesia, kerjasama ini memfasilitasi implementasi tiga komponen strategi untuk Fase Readiness di tingkat Kabupaten yaitu: Progres Readiness
17
• Penyiapan aspek metodologi untuk penetapan REL/RL dan pembangunan sistem MRV di tingkat Kabupaten, serta link/integrasinya ke sistem MRV di tingkat propinsi dan nasional, • Penyiapan/penguatan kelembagaan termasuk pelibatan dan peningkatan kapasitas para pihak, fasilitasi formulasi kebijakan, • Pembangunan Demonstration Activities (DA)- REDD. Mengingat initiatif di sub-nasional merupakan bagian integral dari initiatif di tingkat nasional, maka kolaborasi dengan pihak terkait telah dilakukan sejak proses perencanaan, mulai dari: • Tingkat nasional: Departemen Kehutanan, KLH, DNPI, BAPPENAS, Departemen Keuangan, • Tingkat Propinsi: Pemerintah Propinsi, BAPPEDA, Dinas Kehutanan dan instansi terkait lainnya, • Kabupaten: Pemerintah Kabupaten dan instansi terkait lainnya (Perencanaan, Kehutanan, Pertanian), • Civil Society: Universitas, NGOs, Organisasi kemasyarakatan. • Donor: AUSAID, Norad< USAID, GTZ, KfW.
Gambar 6. Gambaran lokasi DA-REDD di Kabupaten Berau
18
STRATEGI REDD-INDONESIA FASE READINESS 2009-2012 dan progress implementasinya
Kerjasama di tingkat Kabupaten ini disamping berkontribusi terhadap initiatif di tingkat nasional, diharapkan juga berkontribusi terhadap proses negosiasi di bawah UNFCCC. DA-REDD kerjasama Pemerintah Indonesia dan Korea DA-REDD ini merupakan bagian dari keseluruhan kerjasama bilateral IndonesiaKorea, dan berada di bawah “Korea-Indonesia Joint Project for Adaptation and Mitigation of Climate Change in Forestry through A/R CDM and REDD in Indonesia 2009 -2013”. Pengembangan kapasitas di bidang kehutanan dan berkontribusi terhadap pembangunan masyarakat termasuk dalam tujuan utama kerjasama. Kegiatan di bawah kerangka DA-REDD mencakup 5 kelompok yaitu : (1) Riset bersama, (2) Pengembangan metodologi untuk penetapan referensi emisi dan monitoring perubahan stok carbon, (3) Pengembangan model sosial-ekonomi, (4) Peningkatan kapasitas melalui pendidikan/pelatihan, pertukaran tenaga ahli, dan kelompok pengarah, (5) Komunikasi dan diseminasi informasi.
Gambar 7. Lokasi DA-REDD di Nusa Tenggara Barat
Lokasi DA-REDD berada di Lombok Tengah (Gambar 7). Lombok merupakan pulau yang berada di Nusa Tenggara Barat, dengan luas 5,300 Km2 dan penduduk sekitar 3 juta. Sekitar 40% luasan pulau berupa hutan, dengan species dominan Duabanga,Diospyros, Albizia, Accacia, gaharu, dan tanaman buah. Tekanan terhadap kawasan hutan cukup tinggi karena keperluan pembangunan daerah dan kegiatan pertanian. Kegiatan riset bersama Indonesia-Korea meliputi analisis perubahan tata guna lahan dan penyebab perubahan tersebut, serta aspek-aspek metodologi terkait. Sedangkan pengembangan model sosial-ekonomi termasuk pengembangan sistem kompensasi jasa hutan akan dilakukan untuk areal seluas 5000 ha. Progres Readiness
19
STRATEGI
REDD - INDONESIA FASE READINESS 2009 – 2012 dan progres implementasinya
Website : www.dephut.go.id; www.forda-mof.org Kontak Informasi: 1. Puslit Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan
[email protected] 2. Indonesian Forest Climate Alliance (IFCA)
[email protected] 3. Pokja Perubahan Iklim Departemen Kehutanan
[email protected]