Gambar 2.2
Kerangka Konsep Penelitian
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dengan rancangan penelitian Cross Sectional Study yang bertujuan untuk melihat hubungan variabel independen terhadap variabel dependen. Pada desain penelitian ini akan dilakukan pengukuran pada variabel independen dan dependen secara bersamaan tanpa melihat sekuens mana yang terjadi lebih dahulu. Data yang dikumpulkan adalah data gejala ISPA selaku variabel dependen dan variable independen, yaitu : umur, masa kerja, pemakaian APD dan kebiasaan merokok.
3.2.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Siemens Fabrication Yard Kota Batamdasar
pertimbangan pemilihan lokasi penelitian ini adalah : 1. Belum pernah ada penelitian dengan topik yang sama pada lokasi penelitian ini. 2. Jumlah penderita ISPA yang tinggi di lokasi penelitian ini. Adapun waktu penelitian dilakukan pada bulan Juli 2016 hingga April 2017.
3.3.
Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi Penelitian Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja lapangan yang terpapar debu sandblasting yang bekerja di Siemens Fabrication Yard Batam kecuali pekerja sandblasting yaitu sebanyak 1011 orang.
3.3.2. Sampel Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Sampel adalah bagian dari populasi yang mewakili populasi yang akan diambil. Besar sampel minimal di dalam penelitian ini ditentukan menurut rumus Slovin (Arikunto, 2010) sebagai berikut :
𝑛𝑛 = 𝑛𝑛 =
N Nđť‘’đť‘’ 2 + 1
1011 1011(0,1)2 + 1
n = 90,91 dibulatkan menjadi 91 sampel Keterangan : n = Jumlah sampel yang dibutuhkan
N = Banyaknya populasi adalah 1011 orang pekerja e = nilai presisi 90% atau sig (0,1) Berdasarkan perhitungan rumus diatas maka diperoleh besar sampel minimal sebanyak 91 orang responden yaitu seluruh pekerja lapangan selain pekerja sandblasting di Siemens Fabrication Yard Kota Batam. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik acak sederhana (simple random sampling) dimana setiap anggota dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel.
Universitas Sumatera Utara
3.4.
Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data Primer Data primer yang digunakan untuk penelitian ini adalahgejala ISPA, umur, masa kerja, pemakaian APD, dan kebiasaan merokok yang diperoleh melalui pengisian daftar pertanyaan atau kuesioner oleh responden. 3.4.2. Data Sekunder Pengumpulan data sekunder meliputi gambaran umum lokasi penelitian, data hasil pengukuran debu perusahaan dan data pekerja yang menderita ISPA yang diperoleh dari klinik perusahaan Siemens Fabrication Yard Kota Batam.
3.5.
Variable dan Definisi Operasional
3.5.1. Variabel Penelitian Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen yaitu umur, masa kerja,pemakaian APD dan kebiasaan merokok. Sedangkan variabel dependen adalah gejala ISPA pada pekerja yang terpapar debu sandblasting di Siemens Fabrication Yard Batam.
Universitas Sumatera Utara
3.5.2. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasionl No Variabel
Definisi Operasional
1
Gejala ISPA
Responden mengalami Kuesioner 1= Ya 2= Tidak salah satu atau lebih dari gejala berikut : batuk, pilek, serak disertai maupun tanpa demam. Dan terkadang sesak napas dalam rentang waktu 2 minggu terakhir (Depkes RI, 2005).
2
Umur
3
4
5
Lamanya pekerja hidup sejak dilahirkan sampai penelitian ini dilakukan. Masa kerja Waktu yang telah dihabiskan responden untuk bekerja dari awal masuk hingga sekarang. Penggunaan Perilaku pekerja APD menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) pada saat pekerja. Kebiasaan Keadaan dimana Merokok responden merokok setiap hari untuk jangka waktu minimal 6 bulan selama hidupnya dan masih merokok saat survei dilakukan (Depkes RI, 2004).
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur Ordinal
Kuesioner 1= ≤ Median 2= > Median
Ordinal
Kuesioner 1= ≤ Median 2= > Median
Ordinal
Kuesioner 1= Selalu 2=Kadangkadang
Ordinal
Kuesioner 1= Merokok 2=Tidak merokok
Ordinal
Universitas Sumatera Utara
3.6.
Metode Pengukuran
3.6.1. Gejala ISPA Variabel gejala ISPA diukur berdasarkan jawaban responden pada kuesioner bagian D. Variabel ini dikategorikan menjadi 2 (dua) kategori yaitu kategori Ada Gejala ISPA jika responden menjawab “Ya” pada salah satu atau lebih dari kuesioner bagian D1. Kemudian untuk kategori Tidak Ada Gejala ISPA apabila responden menjawab “Tidak” pada seluruh pertanyaan pada kuesioner bagian D1. 3.6.2. Umur Variabel umur diukur berdasarkan jawaban responden pada kuesioner bagian A4. Variabel umur kemudian dikelompokkan menjadi 2 (dua) kategori yaitu kategori umur ≤Median dan umur >Median. 3.6.3. Masa Kerja Variabel masa kerja diukur berdasarkan jawaban responden pada kuesioner bagian A5. Variabel masa kerja kemudian dikelompokkan menjadi 2 (dua) kategori yaitu kategori masa kerja ≤ Median dan masa kerja > Median. 3.6.4. Pemakaian Alat Pelindung Diri Variabel pemakaian Alat Pelindung Diri diukur berdasarkanjawaban responden pada kuesioner bagian B. variabel ini dikategorikan menjadi 2 (dua) kategori yaitu Selalu memakai alat pelindung diri jika responden menjawab
Universitas Sumatera Utara
“Selalu” pada bagian B1. Kemudian untuk kategori Kadang-kadang (responden tidak selalu memakai alat pelindung diri selama melakukan pekerjaan) jika responden menjawab “Kadang-kadang” pada bagian B1.
3.6.5. Kebiasaan Merokok Variabel kebiasaan merokok diukur berdasarkan jawaban responden pada kuesioner bagian C. Variabel ini dikategorikan menjadi 2 (dua) kategori yaitu merokok jika responden menjawab “Ya” pada kuesioner bagian C1. Kemudian untuk kategori tidak merokok jika responden menjawab “Tidak” pada kuesioner bagian C1. Jawaban responden pada kuesioner bagian C2 dan C3 tidak dimasukkan kedalam perhitungan skor, melainkan akan dibuat untuk penjelasan.
3.7.
Metode Analisis Data Proses pengolahan data pada perangkat lunak, dilakukan dengan mengikuti
langkah-langkah sebagai berikut : a. Menyunting data (data editing) Lembar kuesioner yang telah terisi akan diperiksa kembali untuk mengetahui apakah terdapat kekurangan dalam pengisian. Bila ada data yang tidak lengkap atau kurang, maka peneliti akan melengkap data tersebut dengan turun ke lapangan. b. Mengkode data (data coding) Semua data yang telah lengkap dari kuesioner diberi kode. Kode yang diberikan konsisten untuk tiap-tiap nomor data. c. Memasukkan data (data entry)
Universitas Sumatera Utara
Data yang telah diberi kode dimasukkan ke dalam perangkat lunak computer. d. Membersihkan data (data cleaning) Pada tahap ini, data dimasukkan melalui perangkat lunak komputer dan diperiksa kembali. Jika ada data yang salah dimasukkan, maka dilakukan perbaikan. Setelah tahap ini selesai, maka dilanjutkan dengan analisis data. Analisis data yang akan dilakukan adalah bersifat univariat dan bivariate. Kegiatan ini dilaksanakan dengan bantuan perangkat lunak komputer. 3.7.1. Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran pada masingmasing variabel, yang meliputi umur, masa kerja, penggunaan APD, dan kebiasaan merokok. Data-data tersebut ditampilkan dalam bentuk tabel sehingga dapat menjawab tujuan penelitian. 3.7.2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen yang dilakukan dengan menggunakan uji statistik. Dalam penelitian ini, digunakan uji statistik Chi square untuk menganalisis hubungan variabel berupa data kategorik.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Sejarah Perusahaan Siemens pertama kali didirikan di German oleh Werner Von Siemens. Pada tahun 1855, Simens bergerak dibidang telegrap yang dikembangkan oleh Werner Von Siemens dan Siemens tiba di Indonesia pada akhir abad ke-18, Siemens menyediakan dan merakit alat-alat ukur listrik dan juga termasuk sistem penerangan untuk istana sultan Yogyakarta. Pada tahun 1894, Siemens mendirikan perwakilannya di Jakarta. Pada tahun 1957, Siemens memulai aktivitasnya di Indonesia dengan memproduks i / merakit electrical switchboard. Pada Mei 1973, PT.SIEMENS INDONESIA resmi didirikan dibawah akte notaris No.952. Pada tahun 1975, PT.SIEMENS
INDONESIA
mendirikan
pabriknya
di
Pulomas
untuk
memproduksi panel tegangan rendah dan tegangan menengah, panel pengaturan motor dan sistem kelistrikan laninnya. Pada tahun 1977, PT.SIEMENS INDONESIA membuka training Centre di Pulomas dan tahun 1987 mulai didirikan sekolah pendidikan dan pelatihan untuk melatih dan mendidik agar menjadi teknisi dengan tidak dipungut biaya yang sekarang dikenal dengan PKKTL (Pendidikan Kejuruan Khusus Tehnik Listrik). Pada tahun 1988, PT.SIEMENS INDONESIA membangun fasilitas produksi (pabrik) di Cilegon untuk memproduksi komponen mekanik dengan tingkat
Universitas Sumatera Utara
presisi yang tinggi. Bersamaan dengan itu maka PKKTL pun dipindahkan ke Cilegon. Setelah berkembang dengan baik Siemens juga membuka pabrik di Batam. Siemens Fabrication Yard Batam terletak di Jalan Tenggiri No 1 Kecamatan Batu Ampar Kota Batam Provinsi Kepualauan Riau. Perusahaan ini bergerak di bidang pembuatan module berupa E-House (Electric House)
yang akan digunakan
sebagai sumber pengaturan listrik untuk perlengkapan perusahaan minyak dan gas bumi. Pembuatan unutk satu module membutuhkan waktu 3-6 bulan tergantung kerumitan dan besar suatu module. 4.1.2. Visi dan Misi Perusahaan Visi perusahaan adalah sebagai berikut: Untuk membuat Siemens sebagai pemasok produk, jasa dan solusi yang terkemuka di bidang pembangkit listrik, tranmisi dan distribusi, pengerjaan dan perawatan, otomasi dan kontrol, teknologi bangunan, sistem transportasi, dan solusi kesehatan di Indonesia. Misi Perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Menjadi salah satu perusahaan yang paling kompetitif di bidang elektronik dan teknik kelistrikan membuat langkah untuk kemajuan dalam teknologi. 2. Menyediakan
produk-produk
dan
layanan
berkualitas
tinggi
yang
menawarkan keuntungan maksimum kepada pelanggan kami. 3. Mendirikan dan mempertahan konstruktif, hubungan bisnis jangka panjang berdasarkan kepercayaan terhadap mutu.
Universitas Sumatera Utara
4. Menetapkan perusahaaan sebagai bagian tidak terpisahkan dari perkonomian indonesia dengan rasa tanggung jawab yang kuat terhadap lingkungan dan masyarakat. 5. Memiliki sistem yang sesuai yang meliputi semua persyaratan untuk pencegahan efektif dan pendeteksian pelanggaran yang melanggar kelegalan peraturan, yang mana dapat membuat sanksi kriminal atau hukum administratif. 4.1.3. Lokasi dan Tata Letak Siemens fabrication Yard Batam terletak di kawasan Industri Batu Ampar Kota Batam. Siemens Fabrication Yard Batam memiliki luas tanah 141.448 m2 dimana terbagi menjadi 2 Yardyaitu Yard 1 dan Yard 2, dan juga terdapat 6 titik kumpul yang tersebar di seluruh Yard. Lokasi ini terletak di pinggir laut dimana menjadi syarat bagi perusahaan minyak dan gas bumi agar hasil produksi (module) lebih mudah dibawa oleh kapal menuju tempat tujuan. Lokasi yang jauh dari pemukiman warga juga sangat baik sehingga warga tidak terpapar polusi yang dihasilkan oleh kegiatan kerja. 4.1.4. Peraturan dan Fasilitas Perusahaan Sebelum masuk ke lapangan (yard) seluruh calon pekerja dan visitor wajib mengikuti induction.Induction adalah pengenalan tentang perusahaan dan peraturan apa saja yang ada di perusahaan sehingga para pekerja dan visitor yang masuk ke yard dapat bekerja dengan aman dan selamat. Semua pekerja dan visitor yang masuk ke yard diwajibkan memakai alat pelindung diri lengkap mulai dari sepatu safety, kaca mata, helmet, dan coverall. Tambahan alat pelindung diri juga
Universitas Sumatera Utara
wajib dipakai bila berada di daerah tertentu seperti masker, earplug, sarung tangan, dan wajib menggunakan body harness bila bekerja di ketinggian. Siemens Fabrication Yard Batam juga menyediakan beberapa fasilitas seperti kantin, tempat beribadah, dan juga klinik yang disediakan untuk para pekerja yang memiliki keluhan kesehatan. Di klinik Siemens pekerja yang sakit akan ditangani oleh dokter dan paramedis, bila pekerja tidak bisa ditangani di klinik maka pekerja tersebut akan dirujuk ke Rumah Sakit Budi Kemuliaan Batam. Bagi pekerja yang perokok juga disediakan smoking area, dan pekerja dilarang merokok di area kerja. 4.1.5. Proses Kerja di Siemens Fabrication Yard Batam Fabrikasi adalah suatu rangkaian pekerjaan dari beberapa komponen material baik berupa plat, pipa ataupun baja profil dirangkai dan dibentuk setahap demi setahap berdasarkan item-item tertentu sampai menjadi suatu bentuk yang dapat dipasang menjadi sebuah rangkaian alat produksi maupun konstruksi dimana di produk yang dihasilkan di Siemens Fabrication Yard Batam adalah EHouse (Electric House) yang akan digunakan sebagai sumber pengaturan listrik untuk perlengkapan perusahaan minyak dan gas bumi. Pekerjaan di Siemens Fabrication Yard Batam dimulai pada pukul 08.00 hingga pukul 18.00, istirahat kerja dilaksanakan pada pukul 12.00-13.00. di selasela pekerjaan juga diadakan coffee-break pada pukul 10.00 dan 15.00 dimana masing-masing dilaksanakan selama 15 menit. Pada masing-masing jam tersebut ditandai dengan bunyi sirine yang dibunyikan selama 5 detik.
Universitas Sumatera Utara
Untuk membuat sebuah module dibutuhkan waktu sekitar 3 hingga 6 bulan tergantung kerumitan dan besar suatu moduleyang dilakukan melalui rangkaian proses kerja yaitu sebagai berikut : 1. Proses marking , yaitu proses
pengukuran
dan pembentukan sketsa langsung di
material dari semua item berdasarkan shop drawing. 2. Proses cutting , yaitu proses pemotongan material menggunakan cutting torch atau mesin potong yang ada. 3. Proses drilling, yaitu proses pengeboran dan pembuatan lubang baut sesuai ukuran. 4. Proses assembling, yaitu proses penyetelan dan perakitan material menjadi bentuk jadi. 5. Proses welding, yaitu proses pengelasan semua item berdasarkan prosedur 6. Proses finishing, yaitu proses pembersihan dan penggrindaan semua permukaan material dari bekas tagweld dan lain-lain. 7. Proses sandblasting, yaitn proses penyemprotan pasir menggunakan tekanan udara ke semua bagian permukaan material untuk menghilangkan kotoran,krak dan lapisan logam tertentu. 8. Proses painting, yaitu proses pengecatan material sesuai prosedur yang ditentukan. Dalam melaksanaan rangkaian pekerjaan tersebut, pekerja banyak terpapar berbagai bahaya di lingkungan kerja terutama debu yang dihasilkan oleh proses kerja sandblasting.Semburan pasir sandblasting yang tidak terkena permukaan dapat menyembur sejauh dua puluh meter dengan kondisi spray gun mengarah ke
Universitas Sumatera Utara
arah horisontal. Maka dari itu penggunaan alat atau metode pembersihan dengan cara sandblasting harus dioperasikan dengan sangat hati-hati.
4.2. Analisis Univarat Analisis ini bertujuan melihat distribusi frekuensi dan proporsi variabel yang diteliti yaitu gejala ISPA, umur, masa kerja, pemakaian APD, dan kebiasaan merokok. Berikut ini disajikan distribusi frekuensi variabel independen dan dependen dalam bentuk tabel. 4.2.1. Gejala ISPA Tabel 4.1
Distribusi Gejala ISPA pada Pekerja di Siemens Fabrication Yard Batam Tahun 2017 Pekerja
Gejala ISPA Jumlah
Persen
Ada gejala ISPA
53
58,2
Tidak ada gejala ISPA
38
41,8
Total
91
100,0
Sumber: Data Primer, 2017 Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.1 diperoleh jumlah pekerja yang mengalami gejala ISPA adalah sebanyak 53 orang (58,2%) dan pekerja yang tidak mengalami gejala ISPA adalah sebanyak 38 orang (41,8%). 4.2.2. Umur Tabel 4.2
No
Distribusi Umur pada Pekerja di Siemens Fabrication Yard Batam Tahun 2017
Variabel
Mean
Median
SD
Min-Maks
n
Universitas Sumatera Utara
1
Umur
33,00
33,43
7,587
20-54
91
Sumber: Data Primer, 2017 Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa pekerja di Siemens Fabrication Yard Batam berusia antara 20 tahun sampai dengan 54 tahun. Rata-rata (mean) umur pekerja adalah 33,43 tahun , nilai tengahnya (median) adalah 33 tahun, dan dengan standar deviasi 7,587 tahun. Tabel 4.3
Distribusi Kelompok Umur pada Pekerja di Siemens Fabrication Yard Batam Tahun 2017 Pekerja
Kelompok Umur (tahun)
Jumlah
Persen
≤33
46
50,5
>33
45
49,5
Total
91
100,0
Sumber: Data Primer, 2017 Pada Tabel 4.3 pekerja digolongkan dalam dua kelompok umur berdasarkan nilai median (33 tahun) yaitu kelompok umur≤33 tahun sebanyak 46 orang (50,5%) dan kelompok umur >33 tahun sebanyak 45 orang (49,5%). 4.2.3. Masa Kerja Tabel 4.4
Distribusi Masa Kerja pada Pekerja di Siemens Fabrication Yard Batam Tahun 2017
No
Variabel
Mean
Median
SD
Min-Maks
n
1
Masa Kerja
5,92
5,00
4,679
1-30
91
Sumber: Data Primer, 2017
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.4 diperoleh masa kerja antara 1 tahun hingga 30 tahun. Rata-rata (mean) masa kerja adalah 5,92 tahun, nilai tengahnya (median) adalah 5 tahun, dan dengan standar deviasi 4,679 tahun. Tabel 4.5
Distribusi Kelompok Masa Kerja pada Pekerja di Siemens Fabrication Yard Batam Tahun 2017 Pekerja
Kelompok Masa Kerja (tahun)
Jumlah
Persen
≤5
54
59,3
>5
37
40,7
Total
91
100,0
Sumber: Data Primer, 2017 Pada Tabel 4.5 pekerja digolongkan dalam dua kelompok Masa Kerja berdasarkan nilai median (5 tahun) yaitu kelompok masa kerja≤5 tahun sebanyak 54 orang (59,3%) dan kelompok masa kerja >5 tahun sebanyak 37 orang (40,7%). 4.2.4. Pemakaian APD Tabel 4.6
Distribusi Pemakaian APD pada Pekerja di Siemens Fabrication Yard Batam Tahun 2017 Pekerja
Pemakaian APD Jumlah
Persen
Selalu
43
47,3
Kadang-kadang
48
52,7
Total
91
100,0
Sumber: Data Primer, 2017
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.6 diperoleh jumlah pekerja yang selalu memakai APD adalah sebanyak 43 orang (47,3%) dan pekerja yang kadang-kadang memakai APD adalah 48 orang (52,7%). 4.2.5. Kebiasaan Merokok Tabel 4.7
Distribusi Kebiasaan Merokok pada Pekerja di Siemens Fabrication Yard Batam Tahun 2017 Pekerja
Kebiasaan Merokok Jumlah
Persen
Merokok
71
78
Tidak Merokok
20
22
Total
91
100,0
Sumber: Data Primer, 2017 Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.7 diperoleh jumlah pekerja yang Merokok adalah sebanyak 71 orang (78%) dan Tidak Merokok adalah 20 orang (22%). Tabel 4.8
Distribusi Kategori Perokok pada Pekerja Fabrication Yard Batam Tahun 2017 Pekerja
Kategori Perokok Tidak Merokok
Jumlah
Persen
20
22
Perokok Ringan (1-10 Batang/hari) Perokok Sedang (11-20 Batang/hari) Perokok Berat (>20 Batang/Hari)
29
31,9
40
44,0
2
2,2
Total
91
100,0
di
Siemens
Universitas Sumatera Utara
Sumber: Data Primer, 2017 Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.8 diperoleh jumlah pekerja yang Tidak Merokok adalah sebanyak 20 orang (22%), perokok ringan sebanyak 29 orang (31,9%), perokok sedang sebanyak 40 orang (44,0%), dan perokok berat sebanyak 2 orang (2,2%).
4.3.
Analisis Bivariat
4.3.1. Hubungan Umur dengan Gejala ISPA Berdasarkan dari hasil analisis data yang dilakukan terhadap hubungan umur dengan gejala ISPA dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut ini : Tabel 4.9
Hubungan Umur dengan Gejala ISPA pada Pekerja di Siemens Fabrication Yard Batam Tahun 2017 Gejala ISPA Nilai p Total Tidak Ada Umur Ada Gejala Gejala (tahun) N % N % N % 0,042 ≤33 22 47,8 24 52,2 46 100,0 >33 31 68,9 14 31,1 45 100,0 Sumber : Data Primer, 2017 Berdasarkan Tabel 4.9 Hubungan Umur dengan GejalaISPA dapat
diketahui bahwa dari 46 pekerja yang berusia ≤33 tahun, terdapat 22 pekerja (47,8%) mengalami gejala ISPA dan 24 pekerja (52,2%) tidak mengalami gejala ISPA. Sedangkan dari 45 pekerja yang berusia >33 tahun terdapat 31 pekerja (68,9%) yang mengalami gejala ISPA dan 14 pekerja (31,1%) tidak mengalami gejala ISPA. Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh p=0,042<0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara variabel umur dengan gejala ISPA.
Universitas Sumatera Utara
4.3.2. Hubungan Masa Kerja dengan Gejala ISPA Berdasarkan dari hasil analisis data yang dilakukan terhadap hubungan masa kerja dengan gejala ISPA dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut ini : Tabel 4.10 Hubungan Masa Kerja dengan Gejala ISPA pada Pekerja di Siemens Fabrication Yard Batam Tahun 2017 Gejala ISPA Nilai p Total Massa Kerja Tidak Ada Ada Gejala (tahun) Gejala N % N % N % 0,005 ≤5 25 46,3 29 53,7 54 100,0 >5 28 75,7 9 24,3 37 100,0 Sumber : Data Primer, 2017 Berdasarkan Tabel 4.10 hubungan masa kerja dengan gejalaISPA dapat diketahui bahwa dari 54 pekerja yang bekerja selama ≤5 tahun, terdapat 25 pekerja (46,3%) mengalami gejala ISPA dan 29 pekerja (53,7%) tidak mengalami gejala ISPA. Sedangkan dari 37 pekerja yang bekerja selama >5 tahun terdapat 28 pekerja (75,7%) yang mengalami gejala ISPA dan 9 (pekerja 24,3%) tidak mengalami gejala ISPA. Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh p=0,005<0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara variabel masa kerja dengan gejala ISPA. 4.3.3. Hubungan Pemakaian APD dengan Gejala ISPA Berdasarkan dari hasil analisis data yang dilakukan terhadap hubungan pemakaian APD dengan gejala ISPA dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut ini : Tabel 4.11 Hubungan Pemakaian APD (Masker) dengan Gejala ISPA pada Pekerja di Siemens Fabrication Yard Batam Tahun 2017 Gejala ISPA Pemakaian Nilai p Total APD (masker) Ada Gejala Tidak Ada
Universitas Sumatera Utara
N % Selalu 9 16,7 Kadang-kadang 44 93,9 Sumber : Data Primer, 2017
Gejala N % 34 83,3 4 6,1
N 43 48
% 100,0 100,0
0,001
Berdasarkan Tabel 4.11 hubungan pemakaian APD (masker)
dengan
gejalaISPA dapat diketahui bahwa dari 43 pekerja yang selalu menggunakan APD (masker), terdapat 9 pekerja (16,7%) mengalami gejala ISPA dan 34 pekerja (83,3%) tidak mengalami gejala ISPA. Sedangkan dari 48 pekerja yang kadangkadang memakai alat pelindung diri (masker) terdapat 44 pekerja (93,9%) yang mengalami gejala ISPA dan 4 pekerja (6,1%) tidak mengalami gejala ISPA. Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh p=0,001<0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara variabel pemakaian APD (masker) dengan gejala ISPA.
4.3.4. Hubungan Kebiasaan Merokok dengan gejala ISPA Berdasarkan dari hasil analisis data yang dilakukan terhadap hubungan kebiasaan merokok dengan gejala ISPA dapat dilihat pada tabel 4.12 berikut ini : Tabel 4.12 Hubungan Kebiasaan Merokokdengan Gejala ISPA pada Pekerja di Siemens Fabrication Yard Batam Tahun 2017 Gejala ISPA Nilai p Total Tidak Ada Kebiasaan Ada Gejala Gejala Merokok Merokok
N
%
N
%
N
%
46
64,7
25
35,3
71
100,0
0,017
Universitas Sumatera Utara
Tidak Merokok 7 35,0 Sumber : Data Primer, 2017
13
65,0
20
22,0
Berdasarkan Tabel 4.12 hubungan kebiasaan merokok dengan gejalaISPA dapat diketahui bahwa dari 71 pekerja yang merokok, terdapat 46 pekerja (64,7%) mengalami gejala ISPA dan 25 pekerja (35,3%) tidak mengalami gejala ISPA. Sedangkan dari 20 pekerja yang tidak merokok terdapat 7 pekerja (35,0%) yang mengalami gejala ISPA dan 13 pekerja (65,0%) tidak mengalami gejala ISPA. Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh p=0,017<0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara variabel kebiasaan merokok dengan gejala ISPA.
Universitas Sumatera Utara
BAB V PEMBAHASAN
5.1.
Analisis Univariat
5.1.1. Gejala ISPA Kategori gejala ISPA yang ditanyakan (kuesioner) meliputi gejala batuk, pilek, sakit tenggorokan, sesak napas disertai atau tidak disertai demam, dan keluarnya cairan telinga tanpa rasa sakit. Untuk penentuan pengelompokkan pekerja yang mengalami gejala ISPA dan tidak mengalami gejala ISPA dengan adanya salah satu atau lebih dari gejala-gejala tersebut. Berdasarkan data klinik Siemens angka kejadian ISPA termasuk tiga besar penyakit dengan angka kejadian tertinggi, Data klinik tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang juga menunjukkan angka pekerja yang mengalami gejala ISPA yang lebih tinggi dari pekerja yang tidak mengalami gejala ISPA yaitu yang mengalami gejala ISPA sebanyak 53 orang (58,2%) dan pekerja yang tidak mengalami gejalaISPA adalah sebanyak 38 orang (41,8%). Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu seperti terpapar debu dari kegiatan sandblasting yang berulang-ulang, faktor umur, masa kerja, pemakaian alat pelindung diri yang kurang disiplin, ataupun faktor kebiasaan merokok.
Universitas Sumatera Utara
Untuk penanganan gejala ISPA masih bersifat kuratif dan kurang preventif, pekerja yang mengalami gejala sakit pernapasan biasanya hanya meminta obat ke klinik. Kecuali jika gejalanya sudah mulai parah barulah pekerja berinisiatif untuk memeriksakan dirinya ke dokter klinik perusahaan yang kemudian akan diberikan resep obat oleh dokter. Jika pekerja masih mengalami keluhan setelah itu maka pekerja akan dirujuk ke rumah sakit. 5.1.2. Umur Kategori umur dibagi menjadi dua kelompok umur yaitu pekerja yang berusia umur ≤33 tahun sebanyak 46 orang (50,5%) dan kelompok umur >33 tahun sebanyak 45 orang (49,5%). Umur pekerja di Siemens Fabrication Yard Batam cukup bervariasi, dengan umur yang paling muda 20 tahun hingga umur yang paling tua 54 tahun. Dalam penerimaan pekerja perusahaan tidak memandang usia, apabila pekerja tersebut memliki keahlian maka akan diterima untuk bekerja di perusahaan. Untuk pekerja usia muda rata-rata adalah pekerja yang baru tamat SMA/SMK dan perguruan tinggi. Adapun pekerja dengan umur dewasa tua dikarenakan pekerja tersebut telah bekerja dalam jangka waktu yang lama dan telah memiliki keahlian khusus serta banyaknya pengalaman kerja di bidangnya. 5.1.3. Masa Kerja Penggolongan masa kerja dibagi dalam dua kategori yaitu pekerja dengan masa kerja ≤5 tahun sebanyak 54 orang (59,3%) dan kelompok masa kerja >5 tahun sebanyak 37 orang (40,7%). Masa kerja menunjukkan hasil yang bervariasi yaitu dari 1 tahun hingga 30 tahun masa kerja. Semakin lama seseorang bekerja
Universitas Sumatera Utara
maka akan semakin sering terpapar debu sandblasting, hal ini mengakibatkan tingginya risiko menghirup udara yang mengandung debu sehingga memicunya seseorang mengalami gejala ISPA.
5.1.4. Pemakaian APD Memakai Alat Pelindung Diri (APD) di lingkungan kerja merupakan kewajiban bagi para pekerja dan telah disediakan oleh perusahaan. Pemakaian APD masker digolongkan dalam dua kategori yaitu kelompok pekerja yang selalu memakai APD masker dan kelompok pekerja yang kadang-kadang memakai APD masker. Dari hasil peneltian pekerja yang memakai APD masker kadang-kadang lebih banyak (52,7%) dari pekerja yang selalu memakai APD masker (47,3%). Pemakaian masker menurut pekerja menimbulkan ketidaknyamanan bila dipakai dalam waktu yang lama. 5.1.5. Kebiasaan Merokok Pekerja digolonglan dalam dua kategori yaitu pekerja yang merokok dan pekerja yang tidak merokok. Berdasarkan hasil penelitian pekerja yang merokok lebih banyak (78%) dibandingkan pekerja yang tidak merokok (22%). Rata-rata pekerja mulai merokok di usia remaja yaitu usia 19 tahun, dan kebanyakan pekerja
menghabiskan
sekitar
11-20
batang
rokok
per
hari
dimana
termasukgolongan perokok sedang.
5.2.
Analisis Bivariat
5.2.1. Hubungan Umur dengan Gejala ISPA
Universitas Sumatera Utara
Umur merupakan salah satu karakteristik individu yang cukup penting karena dapat memberikan gambaran tentang faktor penyebab penyakit dan merupakan faktor sekunder yang harus diperhitungkan dalam meneliti perbedaan frekuensi penyakit terhadap variabel lainnya. Maksud hubungan antara kejadian frekuensi penyakit dengan umur dinyatakan dalam bentuk age specific incidence atau prevalence (angka kejadian umur khusus), yaitu jumlah kejadian suatu penykit pada kelompok umur tertentu. Pada kelompok umur muda memiliki risiko tinggi terhadap penyakit menular, hal ini disebabkan karena tingkat kerentanan seseorang dan pengalaman terhadap penyakit tertentu yang biasanya dialami oleh kelompok umur yang lebih tua. Sejumlah penyakit yang menyerang kelompok umur tua bisa terjadi karena tingkat keterpaparan serta proses perjalanan penyakit di dalam tubuh (pathogenesis) yang mungkin memakan waktu yang lama (Noor, 2008). Hubungan antara umur pekerja dengan gejala ISPA merupakan hubungan antara variabel kategorik dengan kategorik, dimana untuk analisanya digunakan uji statistic Chi-square untuk melihat apakah ada hubungan gejala ISPA dengan umur. Pekerja digolongkan dalam dua kelompok umur berdasarkan nilai median (33 tahun) yaitu pekerja yang berumur umur≤33 tahun dan pekerja yang berumur >33 tahun. Dari hasil analisis hubungan antara umur dengan gejala ISPA diketahui bahwa terdapat 22 pekerja yang berusia ≤33 tahun yang mengalami gejala ISPA, dan 31 pekerja yang berusia >33 tahun yang mengalami gejala ISPA. Berdasarkan hasil uji Chi-square diperoleh p-value sebesar 0,042 (p <0,05) yang berarti terdapat hubungan antara umur dengan gejala ISPA pada
Universitas Sumatera Utara
pekerja di Siemens Fabrication Yard Batam tahun 2017. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (2007) di industri mebel Dukuh Tukrejo, Desa Bondo, Jepara yang menyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara umur dengan kejadian ISPA. Berdasarkan teori, kerentanan seseorang terhadap penyakit akan bertambah sesuai dengan bertambahnya umur sebab makin bertambahnya umur, makin banyak alveoli yang rusak. Rusaknya Alveoli disebabkan oleh terjadinya pengerasan pada dinding alveoli yang berakibat pada penurunan fungsi paru (Choridah, 2008). Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa semakin tua umur seseorang maka akan semakin besar risiko mengalami gejala ISPA. 5.2.2. Hubungan Masa Kerja dengan Gejala ISPA Hubungan antara masa kerja dengan gejala ISPA merupakan hubungan antara variabel kategorik dan kategorik, di mana untuk analisisnya digunakan uji statistic Chi-square untuk melihat apakah ada hubungan antara gejala ISPA dengan masa kerja. Dari hasil analisis hubungan antara masa kerja dengan gejala ISPA, diketahui terdapat 25 orang yang bekerja selama≤5 tahun yang mengalami gejala ISPA, dan 28 orang yang bekerja selama >5 tahun yang mengalami gejala ISPA. Hasil peneltian ini Berdasarkan hasil uji Chi-square diperoleh p-value sebesar 0,005 (p <0,05) yang berarti terdapat hubungan antara masa kerja dengan gejala ISPA yang dimiliki pekerja. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Mengkidi (2006) yang menyatakan ada hubungan antara masa kerja dengan gangguan fungsi paru pada karyawan PT.Semen Tonasa Pangkep Sulawesi Selatan.
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin lama orang bekerja maka semakin besar pula resiko terkena penyakit akibat kerja. Pada pekerja dengan lingkungan berdebu, semakin lama orang bekerja maka semakin banyak pula debu yang dapat mengendap di paru karena secara teoritis diketahui bahwa efek paparan debu tergantung pada dosis atau konsentrasi, tempat dan waktu paparan. Waktu paparan diartikan sebagai frekuensi atau lamanya seseorang terpapar debu, sehingga semakin lama terpapar, semakin tinggi kemungkinan untuk timbul gangguan, apalagi didukung oleh zat pemapar dengan konsentrasi yang tinggi (Anhar AS, dkk., 2005). Maka dapat disimpulkan bahwa semakin lama seseorang bekerja di lingkungan yang terpapar debu secara berulang-ulang maka semakin besar risiko mengalami gejala ISPA. 5.2.3. Hubungan Pemakaian APD dengan Gejala ISPA Pekerja yang pekerjaannya banyak terpapar partikel debu memerlukan alat pelindung diri berupa masker untuk mereduksi jumlah partikel debu yang dapat terhirup. Pekerja yang taat menggunakan masker pada saat bekerja pada tempat yang berdebu akan meminimalkan jumlah paparan partikel debu yang terhirup (Halim, 2012). Hubungan antara pemkaian APD dengan gejala ISPA merupakan hubungan antara variabel kategorik dan kategorik, di mana untuk analisisnya digunakan uji statistic Chi-square untuk melihat apakah ada hubungan antara pemakaian APD dengan gejala ISPA. Pekerja digolongkan menjadi pekerja yang selalu memakai APD dan pekerja yang kadang-kadang memakai APD saat bekerja. Dari hasil analisis hubungan antara pemakaian APD dengan gejala ISPA, diketahui terdapat 9 orang yang mengalami gejala ISPA pada pekerja yang selalu
Universitas Sumatera Utara
memakai APD, dan sebanyak 44 orang yang mengalami ISPA pada pekerja yang kadang-kadang memakai APD. Berdasarkan hasil uji Chi-square diperoleh p value sebesar 0,001(p <0,05) yang berarti terdapat hubungan antara pemakaian APD masker dengan gejala ISPA yang dimiliki pekerja. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sormin (2012) yang menyatakan bahwa penggunaan masker pada pekerja berhubungan dengan gejala ISPA yang dimiliki pekerja. Maka dapat disimpulkan bahwa semakin pekerja tidak disiplin dalam pemakaian alat pelindung diri masker maka akan semakin besar risiko pekerja tersebut mengalami gejala ISPA Pemakaian masker di Siemens Fabrication Yard Batam adalah suatu kewajiban bagi siapapun yang berada di lingkungan kerja, namun ada beberapa pekerja yang masih kurang disiplin dalam pemakaian APD masker. Banyak pekerja yang mengeluh bahwa tidak nyaman jika terus-terusan memakai masker, ketidaknyamanannya seperti perasaan sulit bernapas dan panas. 5.2.4. Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Gejala ISPA Rokok berbahaya bagi kesehatan karena dapat mengganggu efektivitas sebagian mekanisme pertahanan respirasi. Asap rokok diketahui merangsang produksi mucus dan menurunkan pergerakan silia. Terjadinya akumulasi mucus yang kental serta terperangkapnya partikel atau mikroorganisme di jalan napas dapat menurunkan pergerakan udaraa dan meningkatkan risiko pertumbuhan mikroorganisme di saluran napas. Oleh karena itu, batuk-batuk yang terjadi pada para perokok (smoker’s cough) merupakan usaha yang dilakukan tubuh untuk
Universitas Sumatera Utara
mengeluarkan mucus kental yang sulit didorong keluar dari saluran napas (Corwin, 2008). Hubungan antara kebiasaan merokok dengan gejala ISPA merupakan hubungan antara variabel kategorik dan kategorik, di mana untuk analisisnya digunakan uji statistic Chi-square untuk melihat apakah ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan gejala ISPA. Pekerja digolongkan menjadi pekerja yang merokok dan pekerja yang tidak merokok. Dari hasil analisis hubungan antara kebiasaan merokok dengan gejala ISPA, diketahui terdapat 46 orang yang merokok yang mengalami gejala ISPA, dan 7 orang yang tidak merokok yang mengalami gejala ISPA. Berdasarkan hasil uji Chi-square diperoleh p-value sebesar 0,017
(p
<0,05) yang berarti terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan gejala ISPA pada pekerja. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Halim (2012) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pekerja yang merokok dengan kejadian ISPA. Hal ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa asap rokok dapat menyebabkan iritasi persisten pada saluran pernapasan sehingga dapat menyebabkan kerentanan terhadap berbagai penyakit termasuk ISPA (WHO dalam Wijayanto, 2008). Maka dapat disimpulkan bahwa pekerja yang merokok memiliki risiko lebih besar untuk mengalami gejala ISPA daripada pekerja yang tidak merokok. Para pekerja di Siemens Fabrication Yard Batam sebagian besar adalah perokok sehingga risiko untuk mengalami gejala ISPA semakin besar. Namun, kurangnya kesadaran serta kecanduan yang diakibatan bahan-bahan yang
Universitas Sumatera Utara
terkandung di dalam rokok menyebabkan pekerja tidak bisa menghilangkan kebiasaan merokok tersebut. Maka dari itu perlu dilakukan promosi kesehatan tentang rokok, dampak rokokterhadap kesehatan, cara-cara yang dapat dilakukan untuk menghentikan kecanduan merokok.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Jumlah pekerja yang terpapar debu sandblasting yang mengalami gejala ISPA adalah sebanyak 53 orang (58,2%) sedangkan pekerja yang tidak mengalami gejala ISPA adalah sebanyak 38 orang (41,8%). 2. Pekerja digolongkan dalam dua kelompok umur berdasarkan nilai median (33 tahun) yaitu kelompok umur ≤33 tahun sebanyak 46 orang (50,5%) dan kelompok umur >33 tahun sebanyak 45 orang (49,5%). 3. Pekerja digolongkan dalam dua kelompok Masa Kerja berdasarkan nilai median (5 tahun) yaitu kelompok masa kerja ≤5 tahun sebanyak 54 orang (59,3%) dan kelompok masa kerja >5 tahun sebanyak 37 orang (40,7%). 4. Pekerja yang selalu memakai APD adalah sebanyak 43 orang (47,3%) dan pekerja yang kadang-kadang memakai APD adalah 48 orang(52,7%).
Universitas Sumatera Utara
5. Pekerja yang merokok sebanyak 71 orang (78%) dan Tidak Merokok adalah 20 orang (22%). 6. Ada hubungan antara umur, masa kerja, pemakaian APD, dan kebiasaan merokok dengan gejala ISPA pada pekerja yang terpapar debu sandblasting di Siemens Fabrication Yard Batam.
6.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan pengetahuan pekerja tentang faktor risiko terhadap ISPA agar pekerja memakai APD masker secara disiplin dan dapat menerapkan perilaku sehat dan aman saat bekerja. 2. Memberikan peringatan atau sanksi kepada pekerja yang tidak memakai masker saat bekerja. 3. Memberikan peringatan atau sanksi bagi pekerja yang merokok di lokasi kerja. 4. Bagi pekerja yang mengalami keluhan sakit dan mulai timbulnya gejala sebaiknya tidak menunda untuk memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan terdekat seperti klinik perusahaan. 5. Mengadakan pemantauan rutin terhadap penyakit dengan jumlah terbanyak agar dapat melakukan program kesehatan yang tepat sesuai kebutuhan.
Universitas Sumatera Utara