BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1.
Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah: Penderita penyakit rematik
Penilaian fungsi fisik
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
3.2.
Definisi Operasional a) Penderita Penyakit Rematik Semua pasien yang menderita penyakit rematik yang telah didiagnosa oleh dokter spesialis di Poliklinik Rematologi RSUP HAM. b) Fungsi Fisik pada Penderita Rematik Suatu kondisi dimana seseorang dapat melakukan aktivitas hariannya tanpa rasa sakit atau nyeri akibat dari penyakit mereka. i) Cara Pengukuran Pengukuran dilakukan dengan metode wawancara. ii) Alat Ukur Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner. iii) Hasil Pengukuran Hasil pengukuran dinyatakan dalam bentuk yang dikategorikan menjadi: a. Fungsi fisik responden tidak terbatas bila jawapannya adalah bisa b. Fungsi fisik responden sedikit terbatas bila jawapannya adalah agak sulit c. Fungsi fisik responden terbatas bila jawapannya adalah tidak bisa iv) Skala Pengukuran Keterbatasan fungsi fisik dinyatakan dalam bentuk skala ordinal.
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1.
Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain cross-
sectional. Dengan pengamatan yang dilakukan satu kali saja dalam satu waktu tertentu, dapat diperoleh tingkat keterbatasan fisik pada penderita rematik melalui data primer yang didapatkan melalui pengisian kuesioner yang diedarkan.
4.2.
Waktu dan Lokasi Penelitian
4.2.1. Waktu Penelitian Penelitian ini mulai dirancang pada bulan Februari 2011 dengan penelusuran daftar pustaka yang meliputi sumber dari buku, jurnal serta artikel dari internet, pembuatan serta penyusunan proposal penelitian yang diikuti dengan konsultasi dengan dosen pembimbing. Pembentangan proposal di seminar proposal dilanjutkan kemudiannya pada bulan Mei 2011 serta diteruskan dengan penelitian lapangan yang dimulai dari pengumpulan data sehingga penulisan laporan tentang hasil yang telah mengambil masa selama 6 bulan, yaitu dari bulan Juni 2011 sehingga bulan November 2011.
Dec 2011
Nov 2011
Okt 2011
Sept 2011
Aug 2011
Juli 2011
Jun 2011
Mei 2011
Apr 2011
Mac 2011
Materi
Feb 2011
Tabel 4.1 Gambaran Waktu Penelitian (Timeline)
Memilih judul proposal & uraian Penelusuran daftar pustaka Penulisan proposal Seminar Proposal Persiapan penelitian di lapangan Penelitian lapangan Pengumpulan & analisa data Penulisan laporan hasil Seminar Karya Tulis Ilmiah
4.2.2. Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk melakukan penelitian adalah di Poliklinik Rematologi RSUP HAM.
4.3.
Populasi Dan Sampel Penelitian
4.3.1. Populasi Populasi target dalam penelitian ini merupakan pasien yang berobat ke Poliklinik Rematologi RSUP HAM periode Juni – November 2011. Populasi terjangkau dalam penelitian ini merupakan penderita rematik yang berobat ke Poliklinik Rematologi RSUP HAM periode Juni– November 2011.
4.3.2. Sampel Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik consecutive sampling dengan kriteria inklusi seluruh pasien yang menderita penyakit rematik yang telah didiagnosa oleh dokter spesialis di Poliklinik Rematologi RSUP HAM serta kriteria eksklusi, pasien dengan kelainan tulang bawaan dan non-rematik. Perkiraan jumlah sampel yang minimal pada penelitian ini diambil berdasarkan rumus estimasi proporsi pada populasi, dimana tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95% dan tingkat ketepatan relatif 10% (Sastroasmoro dan Ismael, 2008). Maka diperoleh sampel sebesar 96. Zα² PQ
n=
d² Keterangan rumus: n
: jumlah/ besar sampel
α
: tingkat kemaknaan yang ditetapkan peneliti. Dalam penelitian ini,
peneliti menentukan α = 0,05 sehingga Zα penelitian ini sebesar 1,96 P
: proporsi keadaan yang akan dicari (ditetapkan peneliti) = 0,5
Q
: 1-P = 0,5
d
: tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki peneliti. Dalam penelitian ini,
peneliti menetapkan = 0,1 Angka-angka di atas di masukkan kembali ke rumus besar sampel: n = (1,96)² x 0,5 x 0,5 (0,1)² = 96,04
4.4.
≈ 96 orang
Teknik Pengumpulan Data.
4.4.1. Data Primer Data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan data primer yang diperoleh langsung dari respondan dengan cara mengisi kuesioner terstruktur yang
diadaptasi dari HAQ-II yang telah diuji validitas serta reliabilitas sebagai instrumen penelitian. 4.4.1.1. Uji Validitas Dan Reliabilitas Kuesioner yang telah disusun, diuji validitas content dan reliabilitasnya oleh seorang expertis dalam bagian rematologi. 4.4.2. Instrumen Penelitian Menurut Notoatmodjo (2005), instrumen adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data. Instrumen penelitian ini berupa kuesioner sebagai alat bantu dalam pengumpulan data yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan untuk mengumpulkan data mengenai keterbatasan fungsi fisik pada penderita rematik. 4.4.3. Teknik Skoring dan Skala Dalam penelitian ini, kuesioner yang digunakan adalah kuesioner penelitian keterbatasan fungsi fisik pada penderita rematik. Pengukuran penggolongan keterbatasan fungsi fisik diperoleh dari hasil pengukuran jumlah kuesioner yang diberikan bagi mengetahui kondisi fisik responden dan dikategorikan pada tingkat sangat terbatas, sedikit terbatas dan tidak terbatas. 4.4.3.1. Kategori Penelitian Pengukuran Sedangkan
dalam
penentuan
kategori
penelitian
dinilai
dengan
menggunakan presentasi sebagai berikut: a. Fungsi fisik responden tidak terbatas bila jawapannya adalah bisa. b. Fungsi fisik responden sedikit terbatas bila jawapannya adalah agak sulit. c. Fungsi fisik responden terbatas bila jawapannya adalah tidak bisa.
4.5.
Pengolahan dan Analisis Data Data dianalisa secara statistik deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi. Analisa statistik dilakukan dengan bantuan komputer yaitu dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution).
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1.
Hasil penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian RSUP HAM yang umumnya dikenal dengan sebutan RSUP H Adam Malik merupakan Rumah Sakit Umum Kelas A yang berada di kota Medan. RSUP HAM juga digunakan sebagai rumah sakit pendidikan bagi calon dokter dan calon dokter spesialis dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Divisi Rematologi merupakan salah satu bagian dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam (IPD). Pelayanan bagi pasien rematologi diberikan di poliklinik divisi remotologi pada setiap hari Senin dan Rabu mulai jam 0900 hingga jam 1500. Pasien-pasien rematologi merupakan pasien rujukan antara departemen IPD dan juga rujukan dari departemen-departemen lain.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden Dalam penelitian ini, karakteristik yang diamati pada responden meliputi jenis kelamin, umur, dan jenis penyakit rematik responden.
Tabel 5.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase(%)
Lelaki Perempuan
28 69
28.9 71.1
Total
97
100.0
Dari tabel 5.1, diketahui bahwa sebanyak 28 orang (28.9%) responden yang menderita penyakit rematik adalah laki-laki dan 69 orang (71.1%) responden yang menderita penyakit rematik adalah perempuan.
Tabel 5.2 Karakteristik responden berdasarkan umur Umur
Frekuensi
Persentase (%)
11-20
2
2.1
21-30
1
1.0
31-40
2
2.1
41-50
14
14.4
51-60
26
26.8
61-70
32
33.0
71-80
20
20.6
Total
97
100.0
Dari tabel 5.2, diketahui bahwa frekuensi penyakit rematik adalah lebih tinggi pada responden yang berumur lebih dari 40 tahun, dimana responden dari kelompok umur 61-70 tahun mempunyai frekuensi yang paling tinggi yaitu sebanyak 32 orang (33.0%).
Tabel 5.3 Karakteristik responden berdasarkan jenis penyakit rematik Jenis Penyakit Rematik
Frekuensi
Persentase (%)
OA
50
51.5
RA
30
30.9
Spondiloartritis
15
15.5
Gout
1
1.0
LES
1
1.0
Total
97
100.0
Dari tabel 5.3, diketahui bahwa penyakit OA diderita paling banyak oleh responden-responden jika dibandingkan dengan jenis penyakit rematik yang lain. Berdasarkan tabel 5.3, frekuensi responden yang menderita penyakit OA ini adalah sebanyak 50 orang (51.5%).
5.1.3. Hasil Analisa Data Tabel 5.4 Pertanyaan-pertanyaan kuesioner Bisa (orang)
Agak Sulit (orang)
Tidak Bisa (orang)
Total (orang)
Jongkok di kamar mandi
33
46
18
97
Menaiki 5 anak tangga
33
55
9
97
Membuka botol yang belum pernah dibuka
69
13
15
97
Menyapu rumah
80
16
1
97
Jalan diluar rumah pada tanah datar
61
28
8
97
Berdiri antri 15 menit
47
42
8
97
Bekerja di luar rumah
43
37
17
97
Mengangkat benda berat
50
27
20
97
Gerakkan benda berat
40
29
28
97
Tukar sprai tempat tidur
69
25
3
97
Buka baju/ikat tali sepatu
75
20
2
97
Mencuci rambut
90
6
1
97
Naik & turun tempat tidur
59
36
2
97
Mandi & keringkan tubuh dengan handuk
87
8
2
97
Bungkuk untuk ambil kain dari lantai
52
43
2
97
Pertanyaan
Berdasarkan tabel 5.4, didapati bahwa lebih dari separuh dari total responden mengalami kesulitan dan keterbatasan ketika melakukan aktivitas seperti jongkok di
kamar mandi, menaiki 5 anak tangga, bekerja di luar rumah dan menggerakkan benda yang berat. Ketika melakukan aktivitas seperti berdiri antri selama 15 menit, mengangkat benda yang berat, dan membungkuk untuk mengambil kain dari lantai, kejadian kesulitan atau adanya keterbatasan adalah hampir sama jumlahnya dengan kejadian tidak ada keterbatasan. Lebih dari satu per empat dari total responden mengalami kesulitan dan keterbatasan ketika melakukan aktivitas seperti membuka botol yang belum pernah dibuka, berjalan di luar rumah pada tanah yang datar, menukar sprai tempat tidur, membuka baju/ mengikat tali sepatu, dan naik dan turun dari tempat tidur. Sementara, hampir semua responden tidak mengalami apaapa kesulitan ketika melakukan aktivitas seperti menyapu rumah, mencuci rambut, dan mandi dan keringkan tubuh dengan handuk. 5.2. Pembahasan Berdasarkan tabel frekuensi jenis kelamin (Tabel 5.1), penyakit rematik lebih rentan diderita oleh wanita (69 orang) jika dibandingkan dengan lelaki (28 orang). Hal ini dudukung oleh teori-teori berdasarkan epidemiologi dimana wanita lebih rentan terkena kebanyakkan daripada penyakit rematik, contohnya seperti OA, RA, LES dan lain-lain lagi. Selain itu, hormon-hormon wanita juga dikatakan turut memainkan peranan dalam hal jenis kelamin sebagai salah satu faktor risiko (Dubey, 2008). Berdasarkan penelitian Salaffi (2009), didapati bahwa pasien yang mengikuti penelitian kebanyakkan adalah perempuan, sama seperti dalam penelitian ini. Secara umum perempuan mempunyai keadaan kesehatan yang lebih buruk dibandingkan dengan lelaki. Hal ini tidak hanya terjadi pada pasien rematik saja, tetapi juga terjadi pada kelompok control. Dari hasil analisa tabel frekuensi umur (Tabel 5.2), didapati frekuensi penderita penyakit rematik semakin meningkat pada usia lebih dari 40 tahun. Berdasarkan teori, prevalensi penyakit rematik semakin meningkat dengan usia karena kondisinya yang tidak reversibel. Walaupun beberapa penyakit seperti RA, LES dan spondiloartritis bisa terjadi pada semua usia, tetapi prevalensi meningkat pada usia lebih dari 40 tahun (Dubey, 2008). Hal yang sama juga terjadi dalam penelitian yang dilakukan oleh Salaffi (2009), dimana pasien dalam penelitiannya
lebih banyak pada usia yang lebih tua. Turut dinyatakan bahwa keadaan kesehatan pasien semakin buruk dengan meningkatnya usia pasien dalam semua kategori penyakit rematik yang dinilai dalam penelitiannya. Berdasarkan tabel frekuensi jenis penyakit rematik (Tabel 5.3), kejadian yang paling tinggi adalah OA jika dibandingkan dengan penyakit rematik lain. Hal ini didukung oleh teori yang dibahas dalam Bab 2, dimana penyakit OA merupakan penyakit dengan prevalensi yang tertinggi dalam kelompok masyarakat kita dan penyebab kedua tersering dalam ketidakmampuan pada orang tua di negara-negara barat (Dubey, 2008). Berdasarkan penelitian oleh Moskowitz (2009) juga dinyatakan bahwa OA merupakan penyakit arthritis yang paling umum terjadi dimana 27 juta orang dewasa Amerika Serikat menderita penyakit ini. Berdasarkan penelitian Salaffi (2009), dalam kategori penyakit rematik autoimun, penyakit RA mempunyai frekuensi paling tinggi. Hal ini sama seperti hasil penelitian peneliti dimana penyakit RA mempunyai frekuensi yang paling tinggi jika dibandingkan dengan penyakit rematik autoimun yang lain. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan, ternyata mayoritas responden yang menderita penyakit rematik mengalami keterbatasan fungsi fisik apabila melakukan aktivitas-aktivitas pada pertanyaan nomor 1, 2, 7 dan 9. Jelas terlihat bahwa pada kebanyakkan pasien rematik terjadi keterbatasan dalam melakukan aktivitas yang melibatkan tungkai bawah tubuh. Hal ini mungkin terjadi karena sendi-sendi yang terlibat pada kebanyakkan pasien adalah sendi pinggul, lutut dan kaki, maka ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas yang melibatkan sendi-sendi ini terjadi. Selain itu, juga didapati bahwa pada pasien OA, sendi-sendi yang sering terlibat adalah sendi-sendi pinggul, lutut dan kaki (Kumar,2005) dan berdasarkan tabel 5.3, didapati bahwa penyakit OA mempunyai total responden yang paling banyak yaitu sebanyak 50 orang. Dari hasil analisa diketahui bahwa kejadian tidak ada keterbatasan dan kejadian adanya kesulitan dan keterbatasan pada responden, terjadi pada jumlah yang sama apabila melakukan aktivitas-aktivitas pada pertanyaan nomor 6, 8 dan 15. Dapat dilihat bahwa aktivitas-aktivitas ini melibatkan sendi punggung. Biasanya
sendi punggung terlibat pada penyakit rematik seperti LES dan RA, tetapi paling sering pada spondiloartritis karena berdasarkan teori, pada penyakit spondiloartritis, bagian yang paling umum terefek adalah bagian punggung, tulang belakang, leher, tangan dan lutut (Reveille, 2010). Oleh karena total responden untuk penyakit spondiloartritis adalah sebanyak 15 orang, RA sebanyak 30 orang dan LES sebanyak 1 orang (berdasarkan tabel 5.3) maka kejadian tidak ada keterbatasan dan adanya keterbatasan adalah hampir sama. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa hampir semua responden tidak mengalami keterbatasan apabila melakukan aktivitas pada pertanyaan nomor 4, 12, dan 14. Didapati bahwa aktivitas-aktivitas ini membutuhkan penggunaan sendisendi kecil seperti sendi jari tangan dan pergelangan tangan. Pada kebanyakkan penyakit rematik seperti OA, RA dan spondiloartritis, sendi-sendi besar sering terlibat, maka kebanyakkan responden tidak mengalami kesulitan ketika melakukan aktivitas yang melibatkan sendi-sendi kecil. Tetapi berdasarkan teori, pada RA, sendi-sendi kecil seperti sendi tangan, kaki, pergelangan tangan dan/atau pergelangan kaki juga akan terefek (Dubey, 2008), ini menunjukkan mengapa hanya sebagian kecil responden mengalami kesulitan dan keterbatasan dalam melakukan aktivitas ini. Hal yang sama terjadi ketika melakukan aktivitas pada pertanyaan nomor 3, 5, 10, 11, dan 13 dimana lebih dari satu per empat dari total responden mengalami kesulitan dan keterbatasan dalam melakukan aktivitasaktivitas pada pertanyaan ini. Jelas terlihat bahwa aktivitas-aktivitas ini membutuhkan penggunaan sendi kecil seperti jari kaki dan tangan, serta pergelangan kaki dan tangan. Berdasarkan penelitian Rugine (2009), pasien RA dan LES mempunyai hampir sama halnya dalam mengalami nyeri dan keterbatasan aktivitas. Berdasarkan penelitian ini, dikatakan terjadinya hal ini karena adanya pengaruh emosional yang kuat bagi pasien dan penyakit rematik inflamasi. Dalam penelitian Salaffi (2009), yang menilai tentang kualitas hidup (quality of life, QOL) pasien RA dan spondiloartritis, menyatakan bahwa pasien RA mempunyai QOL yang paling buruk bila dilihat dari konteks fungsi fisik, keterbatasan yang terjadi akibat kondisi
fungsi fisik dan nyeri. Dalam penelitian ini juga dikatakan bahwa kesehatan emosional pasien sangat mempengaruhi kondisi fungsi fisik dan nyeri. Dalam penelitian juga dikatakan bahwa penyakit penyerta lain (comorbidity) juga menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi kondisi fisik pasien. Pada pasien spondiloartritis, terjadi progress yang lebih cepat dalam ketidakmampuan fungsional pada usia lebih tua dan perokok (Ward, 2011). Dari hasil penelitianpenelitian ini, pada pendapat peneliti, didapati bahwa penyakit RA, spondiloartritis, dan LES merupakan penyakit autoimun, maka lebih banyak jaringan tubuh yang akan mengalami kelainan. Hal ini mengakibatkan kondisi fisik pasien yang menderita penyakit-penyakit ini menjadi lebih buruk. Berdasarkan
hasil
pembahasan
didapati
antara
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kondisi fisik adalah hal-hal seperti umur, jenis kelamin, jenis penyakit rematik, psikososial (status mental pasien), body mass index, merokok, kebiasaan berolahraga, pola makan, sosioekonomi dan lain-lain lagi.
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil penelitian, didapati bahwa kondisi fungsi fisik pada pasien rematik di RSUP HAM adalah sedang. 2. Kekuatan pada penelitian ini adalah, hasil penelitian dapat berguna kepada kedua-dua pihak dokter dan pasien dalam mengetahui kondisi fisik pasien karena di Poliklinik Rematolgi RSUP HAM tidak dilakukan penilaian kondisi fisik pasien dengan menggunakan kuesioner baku seperti yang dilakukan dalam penelitian ini. 3. Kelemahannya pula adalah tidak dapat mengakses diagnosa pasti jenis penyakit rematik pasien karena adanya hambatan untuk mengakses status pasien.
6.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa saran yang ingin saya berikan, diantaranya: 1. Diharapkan pasien yang menderita penyakit rematik dapat melakukan olahraga secara konsisten dan mengambil israhat yang secukupnya untuk memperbaiki kondisi fungsi fisik mereka. 2. Selain itu pasien rematik juga harus mengamalkan cara hidup yang sehat dengan mengkonsumsi makanan dengan diet yang benar. 3. Diharapkan bahwa dokter dapat mengedukasi pasien menghindari stress, dan menjelaskan hal-hal yang dapat memperburukan kondisi fungsi fisik pasien supaya QOL dapat ditingkatkan. 4. Penggunaan kuesioner penilaian ketidakmampuan fungsional dalam praktek harus dijadikan suatu kebiasaan karena pihak dokter dapat menggunakan alat ini sebagai bantuan dalam pengambilan keputusan secara klinis. 5. Pada penelitian selanjutnya, diharapkan supaya peneliti lain dapat menilai kondisi fisik pasien dengan memasukkan kriteria tingkat keparahan dan kondisi remisi pada pasien