Kehidupan Buruh Petani Garam Di Kecamatan Pakal Kota Surabaya Pada Tahun 2015 Prihantono Perdana Putra ABSTRAK Indonesia dikenal sebagai negara maritim yang antar wilayahnya dipisahkan oleh perairan yang luas. Hingga akhirnya bisa dimanfaatkan oleh penduduk daerah pesisir pantai untuk membuat garam sebagai salah satu bahan pangan. Di Surabaya terdapat tambak pengolahan garam yang dimiliki oleh juragan tambak garam dan dikelolaa oleh buruh petani garam asli Pakal maupun dari luar Pakal yang mayoritas berasal dari Madura. Penelitian ini bertujuan mengetahui yang menjadi alasan buruh petani garam non Pakal bermigrasi ke Pakal dan bagaimana kehidupannya baik secara ekonomi maupun secara sosial di Kecamatan Pakal, Surabaya Peneliti menggunakan metodologi kualitatif yang menghasilkan temuan data berupa narasi deskriptif. Pemilihan informan dilakukan dengan cara purposive dan pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam (indepth interview) dan dokumentasi. Fokus dalam penelitian ini adalah apa yang menjadi alasan buruh petani garam non Pakal bermigrasi ke Pakal dan bagaimana kehidupannya baik secara ekonomi maupun secara sosial di Kecamatan Pakal, Surabaya. Dianalisis menggunakan kerangka teori migrasi Everett S. Lee dan Michael P. Todaro dan serta teori kesejahteraan sosial. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa alasan buruh petani garam non Pakal melakukan migrasi adalah atas dasar mengikuti keinginan keluarga, adanya rasa ingin mengadu nasib, dan serta di daerah asal yang masih melakukan praktik nepotisme terkait dengan pemilihan pekerja buruh petani garam di Madura. Dari segi kehidupan ekonomi parah buruh petani garam memenuhi kriteria sebagai keluarga yang cukup sejahtera. Dan dari segi
sosialnya, mereka menunjukkan angka solidaritas yang tinggi terkait dalam satu kesamaan nasib sebagai buruh petani garam.
Keyword : Migrasi, Kesejahteraan Sosial, Buruh Petani Garam.
Latar Belakang Masalah Seiring dengan jumlah penduduk Indonesia yang cenderung meningkat (tahun 2010 sebanyak 237.641.326 jiwa) dan tingkat kebutuhan yang bertambah, kebutuhan akan konsumsi garam pun juga meningkat sebagai konsumsi maupun sebagai bahan baku untuk industri. Hal ini ditandai dengan produksi garam lokal yang tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi garam tiap tahunnya. Ketidakseimbangan ini membuat pemerintah mengambil kebijakan untuk mengimpor garam dari luar untuk memenuhi permintaan garam dalam negeri. Tentunya kebijakan ini tidak menyelesaikan masalah. Ada yang menjadi korban utama dan perlu perhatian lebih dari masalah ini, yaitu para petani garam. Dengan adanya kebijakan impor garam dari luar, hal ini membuat harga garam lokal jatuh dan secara tidak langsung merugikan para petani garam. Mereka yang menggantungkan hidupnya dari produksi garam tentunya akan semakin kesulitan untuk hidup. Tidak terkecuali masyarakat di wilayah Sumenep, yang sebagian besar dari mereka adalah para petani garam. Kerugian yang diderita oleh para produsen dan para petani garam mencapai puluhan bahkan sampai ratusan juta. Tentunya hal ini mengubah kehidupan para petani garam dalam segi ekonomi. Perubahan dalam kehidupan ekonomi para petani ini memicu adanya suatu tindakan sebagai reaksi terhadap kebijakan pemerintah. Kebijakan impor garam yang dilakukan oleh Pemerintah berdampak buruk bagi para petani garam di seluruh Indonesia. Sebagai tindakan kurang puas dari kebijakan tersebut,
petani garam melakukan aksi demo terhadap pemerintah lantaran tentang kebijakan pemerintah yang memilih impor dari luar daripada menggunakan garam lokal buatan petani garam Indonesia itu sendiri. Garam rakyat sebagai komoditas perdagangan dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi isu strategis nasional yang sangat menarik banyak pihak baik pemerintah, pers, pelaku bisnis maupun akademisi. Hal itu antara lain terkait dengan tren impor garam yang terus meningkat yang meresahkan petani garam dan kurangnya keberpihakan pemerintahan pada komoditas garam rakyat Impor garam yang dilakukan oleh Pemerintah tersebut hampir mengalami kenaikan jumlah impor garam setiap tahunnya. Pada puncaknya impor terbanyak dilakukan pada tahun 2011, bukan tidak mungkin setiap tahunnya bakal mengalami kenaikan jumlah kuota impor garam. Hal ini tentu akan sangat merugikan petani garam lokal Indonesia terutama dihadapkan tentang masalah impor garam yang dilakukan oleh Pemerintah. Di samping itu, selain adanya kebijakan Pemerintah dalam mengimpor gatam dari luar negeri juga sistem sistem penggarapan tambak garam di daerah Sumenerp yang hanya bisa digarap oleh buruh petani garam yang memiliki hubungan keluarga dan kerabat dengan pemilik tambak garam. Hal ini membuat buruh petani garam yang tidak memiliki hubungan keluarga dan kerabat meninggalkan daerah asalnya dan memilih Kecamatan Pakal, Surabaya ssebagai daerah tujuannya. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kehidupan para buruh petani garam di Kecamatan Pakal, Kota Surabaya dalam lingkup ekonomi dan sosialnya. Selain itu juga mengetahui alasan yang kuat bagi buruh petani garam non Pakal meninggalkan daerah asalnya melakukan migrasi ke Kecamatan Pakal, Surabaya.
Fokus Penelitian Teori Migrasi Everett S. Lee dan teori Kesejahteraan Sosial dipergunakan dalam menganalisis permasalahan penelitian. Fokus penelitian ini adalah : 1. Apa alasan yang membuat buruh petani garam non daerah Pakal bermigrasi ke Surabaya dan menjadi buruh petani garam di Pakal? 2. Bagaimana kesejahteraan sosial buruh petani garam di Kecamatan Pakal, Surabaya?
Teori Migrasi
Menurut Everett S.Lee ada empat faktor yang menyebabkan orang mengambil keputusan untuk melakukan migrasi, yaitu:
Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal
Faktor-faktor yang terdapat di daerah tujuan
Rintangan-rintangan yang menghambat
Faktor-faktor pribadi Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal misalnya, tanah yang subur, kekerabatan
yang tinggi, dan tersedianya fasilitas sosial yang lengkap akan menarik individu untuk tetap tinggal dan menetap di daerah asal. Namun jika yang terjadi adalah sebaliknya maka akan mendorong individu untuk meninggalkan daerah asalnya. Faktor-faktor yang mendorong informan non Pakal meninggalkan daerah asalnya yakni lapangan pekerjaan bersifat homogen. Di Madura yang menjadi daerah asal informan, mayoritas berprofesi sebagai petani garam dan nelayan karena wilayahnya yang terletak di wilayah pesisir pantai. Hal ini membuat jumlah lapangan pekerjaan yang semakin terbatas dan jumlah permintaan lapangan pekerjaan semakin meningkat. Jenis pekerjaan yang sama memaksa informan untuk pergi meninggalkan daerah asalnya. Apalagi sistem pemilihan buruh petani garam yang terjadi di Madura yang cenderung kekeluargaan. Seseorang buruh petani garam di Madura hanya bisa
menggarap tambak garam milik juragan tambak yang memiliki hubungan darah atau keluarga. Sehingga buruh petani garam yang tidak memiliki kerabat atau keluarga yang memiliki juragan tambak garam akan sulit mencari pekerjaan di daerah asalnya. Saat informan tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya, saat itulah yang menjadi faktor pengambilan keputusan meninggalkan daerah asalnya. Faktor-faktor yang terdapat di daerah tujuan seperti tersedianya variasi lapangan pekerjaan, fasilitas sosial lengkap, harapan mendapat upah tinggi akan menjadi penarik individu dari desa/luar daerah. Di Kecaamatan Pakal yang menjadi daerah tujuan informan dalam bermigrasi, ini juga menjadi pertimbangan dalam pemilihan daerah tujuan migrasi. Kecamatan Pakal memiliki tambak garam yang cukup luas menjadi sisi positif bagi buruh petani garam yang menjadikannya sebagai daerah tujuan migrasi. Selain itu juga upah mingguan sebagai tunjangan kehidupan selama bekerja di Kecamatan Pakal menjadi unsur yang postif bagi buruh petani garam yang bermigrasi ke Kecamatan Pakal. Karena mereka adalah pendatang dari daerah luar, upah mingguan menjadi hal yang sangat penting bagi informan non Pakal untuk mendapatkan kualitas hidup yang baik untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti makanan untuk keluarga yang baik, daerah tempat tinggal yang layak. Dan pakaian sebagai sarana bermasyarakat yang baik. Informan non Pakal yang datang ke Kecamatan Pakal tentu memiliki tujuan hidup yang lebih baik. Dengan penawaran lapangan pekerjaan yang beragam, mereka bisa memilih bidang pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya. Di Kecamatan Pakal yang menjadi daerah tujuan migrasi, kehadiran mereka disambut dengan baik oleh pemilik tambak garam dan buruh petani garam Pakal. Selain itu kerjasama yang baik antara buruh petani garam non Pakal dengan pemilik tambak. Upah hidup mingguan yang diterima oleh buruh petani garam non Pakal dan juga upah dari hasil panen yang cukup besar membuat mereka nyaman dari migrasi yang telah mereka lakukan.
Rintangan-rintangan antara adalah mengenai jarak, biaya perjalanan, medan yang ditempuh, dan lama waktu perjalanan yang ditempuh. Walaupun rintangan antara dalam hal ini jarak selalu ada, tetapi tidak selalu menjadi faktor penghalang. Rintangan-rintangan tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda-beda pada masing-masing individu. Rintangan dalam hal jarak bukan rintangan yang dihadapi serius oleh buruh petani garam non Pakal. Rintangan yang dihadapi oleh keluarga/individu yang melakukan migrasi adalah terkendalanya perbedaan budaya dan bahasa sebagai komunikasi dengan masyarakat sekitar. Meski mereka bisa memakai bahasa Indonesia sebagai komunikasi sehari-hari, tetapi mereka harus menyesuaikan dengan budaya dan lingkungan Pakal. Hal yang mendasari buruh petani garam non Pakal terkait mendapatkan rintangan-rintangan yang dihadapi oleh anggota keluarganya adalah saat anggota keluarga memutuskan tidak mengikuti informan dalam melakukan migrasi. Sehingga informan harus sendirian di Kecamatan Pakal demi membanting tulang untuk menghidupi anggota keluarganya. Meski terkadang anggota keluarga melakukan kunjungan untuk informan karena salah satu anggota keluarga mengingnkan kehadiran informan. Jarak dan biaya yang ditempuh tidak menjadi halangan yang serius bagi keluarga informan saat membesut informan di Kecamatan Pakal. Faktor pribadilah yang mempunyai peranan terbesar orang melakukan migrasi karena pada akhirnya keputusan seseorang untuk bermigrasi kembali pada respon seseorang. Menurut Lee di setiap daerah banyak terdapat faktor yang mempengaruhi seseorang untuk menetap atau menarik orang untuk pindah ke daerah tersebut, serta ada pula faktor lain yang memaksa mereka meninggalkan daerah itu. Seseorang akan tetap tinggal di daerah asal, melakukan ulang alik atau bermigrasi ditentukan oleh bertemu atau tidaknya antara kebutuhan individu dan kondisi suatu daerah (Mantra, 1985). Faktor individu merupakan kunci dari informan dalam melakukan migrasi, seperti rasa ingin mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya.dari rasa tersebut akan
tumbuh rasa ingin mengadu nasib di tanah orang. Sesuatu yang dirasa kurang akan membuat seseorang berfikir untuk membuat peruntungan di tempat yang lain. Tekad yang kuat dari individu membuat rasa keyakinan untuk meraih sukses dari migrasi tersebut. Rasa ingin mendapatkan kehidupan yang lebih baik tentu akan melekat pada seseorang dirasa kurang dalam memenuhi kehidupannya. Sehingga dirasa perlu ada perubahan dalam pola kehidupannya saat ini. apabila terus bertahan di tempatnya saat itu, maka besaar kemungkinan tidak ada perubahan yang cukup baik untuk kehidupan dan keluarganya. Pada akhirnya individu memutuskan mengadu nasib di tempat lain dengan harapan mendapatkan kehidupan yang kebih baik dari yang sebelumnya. Teori Kesejahteraan Sosial
Kualitas hidup buruh petani garam Kecamatan Pakal juga harus diperhatikan dengan baik. Adanya perbedaan sistem pembayaran upah yang dimana buruh petani garam tidak menerima upah mingguan sebagai biaya hidupnya selama bekerja dan menghidupi keluarganya. Berbeda dengan buruh petani garam non Pakal yang notabene pendatang daerah Pakal, mereka menerima upah mingguan sebagai penunjang kebutuhan kehidupan keluarganya. Meski sama-sama menerima upah setiap panen dengan jumlah awal yang hampir sama karena sesuai dengan kesepakatan antara buruh petani garam dengan juragan tambak garam. Menurut Kolle (1974) dalam Bintarto (1989), kesejahteraan dapat diukur dari beberapa aspek kehidupan antara lain:
Dengan melihat kualitas hidup dari segi materi, seperti kualitas rumah, bahan pangan dan sebagianya
Dengan melihat kualitas hidup dari segi fisik, seperti kesehatan tubuh, lingkungan alam, dan sebagainya
Dengan melihat kualitas hidup dari segi mental, seperti fasilitas pendidikan, lingkungan budaya, dan sebagainya
Dengan melihat kualitas hidup dari segi spiritual, seperti moral, etika, keserasian penyesuaian, dan sebagainya.
Kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga yang bertujuan untuk membantu individu dan kelompok untuk mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan dan relasi-relasi pribadi dan sosial yang memungkinkan mereka mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin dan meningkatkan kesejahteraannya secara selaras dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat. Definisi-definisi di atas mengandung pengertian bahwa kesejahteraan sosial mencakup berbagai usaha yang dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup manusia manusia, baik itu di bidang fisik, mental, emosional, sosial, ekonomi dan spiritual. Menurut Drewnoski (1974) dalam Bintarto (1989), melihat konsep kesejahteraan dari tiga aspek 1. Dengan melihat pada tingkat perkembangan fisik (somatic status), seperti nutrisi, kesehatan, harapan hidup, dan sebagianya 2. Dengan melihat pada tingkat mentalnya, (mental/educational status) seperti pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya. 3. Dengan melihat pada integrasi dan kedudukan social (social status) Todaro (2003) mengemukakan bahwa kesejahteraan masyarakat menengah kebawah dapat direpresentasikan dari tingkat hidup masyarakat. Tingkat hidup masyarakat ditandai dengan terentaskannya dari kemiskinan, tingkat kesehatan yang lebih baik, perolehan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dan tingkat produktivitas masyarakat. Dalam melihat tingkat perkembangan fisik buruh petani garam beserta keluarganya, mereka mengalami berbagai macam keadaan. Keluarga yang berhasil melakukan migrasi misalnya, tentu mereka mampu memenuhi segala kebutuhan keluarganya saat ini, seperti
halnya makanan pokok, kesehatan dan sebagainya. Berbeda dengan keluarga yang masih terbayang dari daerah asal dan merasa gagal melakukan migrasi. Mereka tentu akan sulit memenuhi kebutuhan hidupnya meski ditunjang dengan penghasilan yang cukup. Tingkat mental pendidikan buruh petani garam tidak menjadi acuan dalam menentukan tingkat kesejahteraan keluarganya. Karena mereka bekerja berdasaarkan kemampuan dan naluri yang dibawa sejak lahir dan melekat dari daerah asalnya. Berbeda dengan buruh petani garam yang berasal dari Pakal yang melalui proses pembelajaran bersama ahlinya dalam bidangnya tersebut. Kedudukan sosial buruh petani garam dalam bermasyarakat yang menjadi perhatian. Dimana merea terlihat solid dan berjiwa sosial saat mereka terjun ke dunia masyarakat dan melakukan sosialisasi tentang pengolahan garam yang baik. Mereka tidak segan berbagi ilmu dengan orang yang membutuhkan. Bisa dibilang mereka tidak pelit ilmu dan pengetahuan. Sehingga mereka memiliki rasa solidaritas yang tinggi antar buruh petani garam yang lain. Hasil Survei Biaya Hidup (SBH) tahun 1989 yang dilakukan oleh BPS membuktikan bahwa semakin besar jumlah anggota keluarga semakin besar proporsi pengeluaran keluarga untuk makanan dari pada untuk bukan makanan. Ini berarti semakin kecil jumlah anggota keluarga, semakin kecil pula bagian pendapatan untuk kebutuhan makanan, dengan demikian jumlah anggota keluarga secara langsung mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga. Hal ini mengacu pada perbandingan jumlah pendapatan keluarga dengan jumlah pengeluaran setiap anggota keluarga. Semakin besarnya pengeluaran keluarga bisa disebabkan dengan jumlah anggota keluarga yang berada dalam usia non produktif yang tidak memberikan bantuan finansial untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Buruh petani garam asli pakal lebih mengalami kesulitan dalam mengatasi permasalahan keuangan keluarga. Selain mereka tidak menerima upah mingguan sebagai biaya hidup untuk keluarganya, dan hanya
mengandalkan upah panen setiap musimnya saja. Berbeda dengan buruh petani garam non Pakal yang menerima upah mingguan sebagai tunjangan kehidupan keluarganya dan juga menerima upah panen setiap musimnya. Dengan surplus pendapatan dari upah panen, buruh petani garam bisa menabung untuk kebutuhan dimasa mendatang. Pada dasarnya tingkat kesejahteraan sosial buruh petani garam di Kecamatan Pakal memenuhi kriteria keluarga yang cukup sejahtera. Selain seluruh keluarga bisa memenuhi semua kebutuhan anggota keluarganya meski terkadang mengalami gejala gangguan finansial terutama keluarga petani garam asli Pakal yang tidak menerima upah mingguan. Tetapi itu bisa diselesaikan oleh baiknya pemilik tambak garam Kecamatan Pakal yang menawarkan pinjaman untuk biaya hidup selama pengolahan tambak garam hingga panen dengan sistem pembayaran dipotong dari upah panen setiap musimnya. Hal ini tidak menjadi permasalahan bagi buruh petani garam yang berasal dari Kecamatan Pakal.
Gambaran Umum Kecamatan Pakal, Surabaya Kecamatan Pakal merupakan sebuah salah satu bagian dari Kota Surabaya. Kecamatan Pakal memiliki luas wilayah sebesar 1.901 Ha dan memiliki jumlah penduduk yang kurang lebihnya berjumlah 35.000 jiwa. Kecamatan Pakal memiliki ketinggian 10-20 meter dan 20 meter di atas permukaan laut yang umumnya lahannya cocok digunakan sebagai tambak. Lahan di Kota Surabaya yang semakin berkurang membuat Kecamatan Pakal menjadi harapan para petani untuk teru bercocok tanam dan memelihara tambak sebagai senjata mereka untuk bertahan hidup. Kecamatan Pakal termasuk wilayah barat Surabaya, yang jaraknya jauh dengan Surabaya pusat yang sudah banyak bangunan megah dan pusat perbelanjaan. Sehingga Kecamatan Pakal sebagian besar warganya berprofesi sebagai petani karena memang
lahannya masih mendukung pertanian, apalagi terlebih di Surabaya yang semakin menjadi Kota Metropolitan. Masyarakat Kecamatan Pakal pada dasarnya bermata pencaharian sebagai petani garam dan pengolah tambak ikan. Hal ini disebabkan karena kondisi lingkungan Kecamatan Pakal itu sendiri yang mendukung masyarakatnya bekerja sebagai petani garam. Keadaan wilayah yang berupa lahan kosong dan dekat dengan pantai yang sangat mendukung usaha tambak garam. Selain tambak garam, Masyarakat Kecamatan Pakal bekerja sebagai peternak tambak ikan, hal ini didukung dari pantai yang lokasinya tak jauh dari Kecamatan Pakal itu menjadi sumber penghasilan mereka setiap hari. Masyarakat Kecamatan Pakal juga membutuhkan sarana dan pra-sarana untuk menunjang kegiatan sehari-hari yang meliputi dalam bidang keagamaan, kesehatan, pendidikan, telekomunikasi serta sarana dan pra-sarana lainnya. Untuk sarana pendidikan, Kecamatan Pakal mempunyai banyak tempat tingkat pendidikan seperti Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Sedangkan untuk sarana yang menonjol, terdapat stadion gelora Bung Tomo menjadi sarana bagi pecinta sepakbola menyaksikan pertandingan sepakbola secara langsung. Tambak garam menjadi senjata utama masyarakat Kecamatan Pakal. Karen itu satusatunya yang menjadi harapan mereka mencukupi kebutuhan ekonomi keluarganya seharihari. Tetapi banyaknya lahan tambak garam di Kecamatan Pakal membuat pemilik tambak garam tidak memiliki jumlah tenaga yang cukup untuk mengolah semua lahan tambaknya menjadi garam berkualitas. Para pemilik garam akhirnya mempekerjakan buruh petani garam sebagai tenaga petani garam untuk mengolah lahan tambak garamnya. Pemilik tambak garam sebelumnya melakukan negoisasi kepad buruh petani garam terkait dengan uang upah dan pembagian uang panen raya. Tak jarang mereka menerima buruh petani garam yang berasal dari luar daerah Kecamatan Pakal, terutama yang berasal
dari Pulau Madura yang terkenal sebagai pulau penghasil garam terbesar di Indonesia tersebut. Buruh petani garam yang berasal dari luar daerah Kecamatan Pakal memiliki kemampuan yang lebih baik dalam pengolahan garam karena sudah memiliki ilmu sebelum merantau ke Kecamatan Pakal dan bekerja sebagai buruh petani garam.
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dimana penelitian ini memiliki hasil berupa kata - kata, lisan, tertulis maupun tingkah laku dari narasumber sebagai upaya untuk mengungkapkan atau memahami sesuatu dibalik fenomena yang baru, diketahui maupun yang belum mengetahui sama sekali. Penelitian kualitatif juga berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandangnya sendiri dan dalam penelitian kualitatif berusaha untuk mendapatkan informasi secara lebih mendalam berkaitan dengan fenomena yang menjadi fokus penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif. Tipe penelitian deskriptif ini dapat dipahami sebagai penelitian yang berusaha menggambarkan dan melukiskan sebuah keadaan atas fakta yang benar - benar terjadi sehingga nantinya peneliti diharapkan dapat memahami fenomena yang dijadikan permasalahan dalam penelitiannya. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Pakal, Kota Surabaya, karena di Kecamatan Pakal banyak tambak garam. Penentuan subyek penelitian dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Metode ini dilakukan yaitu dengan memilih informan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang dibutuhkan peneliti dalam melakukan penelitian ini. Melalui informan yang dipilih, teknik pengumpulan data selanjutnya adalah dengan melakukan wawancara mendalam (indepht interview) yang bertujuan untuk memperoleh
keterangan dan data ari individu-individu tertentu sebagai informan untuk keperluan berbagai informasi.1 Dilanjutkan dengan studi dokumentasi.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik analisis kualitatif. Artinya, data yang telah diperoleh dikumpulkan, kemudian diseleksi dan dianalisis secara kualitatif dengan berpedoman pada kerangka pemikiran yang telah disajikan guna memberikan gambaran yang jelas dari fenomena yang diteliti. Fokus analisis kualitatif ini adalah pada penunjukan makna deskripsi, dan penempatan data pada konteksnya masing masing.
Data kualitatif merupakan sumber dari deskripsi yang luas dan berlandaskan kokoh, serta memuat penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat.
Analisis data yang digunakan adalah interpretatif kualitatif dengan menginterpretasi permasalahan secara cermat dan tepat melalui pemaparan-pemaparan dari subyek penelitian dan disajikan dalam bentuk teks naratif. Data yang muncul berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka. Analisis ini diharapkan akan dapat menggambarkan pemaknaan dari masing-masing subyek.
Data-data yang ada selanjutnya disusun ke dalam pola tertentu, kategori tertentu, fokus tertentu atau pokok permasalahan tertentu (Faisal,1982; 269). Selanjutnya dilakukan pengolahan data. Dalam proses ini dilakukan dengan dua cara. Pertama adalah membuat pemetaan. Pemetaan ini dibuat untuk mencari persamaan dan perbedaan klasifikasi atau variasi yang muncul dari data yang tersedia. Cara ke dua adalah proses menghubungkan hasil - hasil klasifikasi tersebut dengan referensi atau teori yang disajikan. Semua data yang telah diperoleh dari wawancara akan ditranskrip ke dalam bentuk tulisan yang kemudian
1
Kuntjoroningrat. 1994. Hlmn.130
diinterpretasi serta dikaitkan dengan teori. Selain itu data yang telah diperoleh juga dibuat dalam bentuk mapping (pemetaan). Hal ini dilakukan guna mempermudah pembaca dalam mengetahui dan memahami tentang hasil yang didapat dari lapangan lalu dapat ditarik sebuah kesimpulan dari permasalahan yang diteliti.
Penutup Para buruh petani garam yang rata-rata berdomisili asli Madura memilih melakukan migrasi ke Kecamatan Pakal, Surabaya di sebabkan beberapa faktor, yaitu sistem pemilihan penggarap tambak garam di Madura yang bersifat kekeluargaan. Mereka yang ingin bekerja dan mengolah tambak garam di Madura setidaknya mempunyai saudara atau kerabat yang memiliki tambak garam. Sehingga para buruh petani garam yang tidak memiliki saudara atau kerabat yang memiliki tambak garam memilih meninggalkan daerah asalnya dan mengadu nasib di daerah yang lain. Keluarga juga memiliki kekuatan yang cukup besar bagi mereka yang melakukan migrasi. Karena tak ingin meninggalkan anggota keluarganya, mereka mengajak anggota keluarganya untuk mengikuti ke daerah migrasi dan memutuskan hidup bersama. Mereka tak ingin setiap anggota merasa jauh dan tetap hidup sebaga keluarga yang utuh. Adanya rasa ingin mendapatkan kehidupan yang lebih baik juga melekat pada seseorang yang memutuskan melakukan migrasi. Rasa ingin mengadu nasib ke daerah tujuan dan meninggalkan daerah asalnya juga menjadi faktor pengambilan keputusan buruh petani garam non Pakal bermigrasi ke Kecamatan Pakal. Upah setiap panen yang cukup besar dan terjaminnya upah hidup di Kecamatan Pakal juga menjadi alasan bagi buruh petani garam non Pakal melakukan migrasi. Berbeda dengan buruh petani garam yang asli dari Pakal, buruh petani garam non Pakal menerima upah upah mingguan sebagai biaya hidup selama bekerja di Pakal. Hal yang berbeda dari buruh petani
garam asli Pakal yang hanya menerima upah setiap panen saja. Tetapi itu bukan berarti pemilik tambak garam memperlakukan buruhnya secara tidak adil, pemilik tambak menawarkan pinjaman uang untuk biaya hidup bagi buruh petani garam asli Pakal dengan sistem pembayaran pemotongan dari upah setiap panennya. Secara ekonomi, buruh petani garam yang bekerja di Kecamatan Pakal hidup dengan biaya hidup yang serba cukup. Mereka selalu memikirkan bagaimana mereka akan memenuhi kebutuhan pokok keluarganya seperti sandang, pangan dan papan secara baik. Upah setiap panen menjadi ujung tombak mereka dalam mengarungi setiap hidup mereka untuk satu musim ke depan. Pola kehidupan keluarga dan tingkat kesejahteraan sosial keluarga sangat tergantung pada uang dari hasil setiap panennya.
Perbedaan dalam sistem pembayaran upah buruh petani garam yang bekerja di Kecamatan Pakal yang diterima oleh buruh non Pakal dan asli Pakal membuat perbedaan pula dalam kualitas kehidupan keluarganya. Buruh petani garam non Pakal menerima upah mingguan karena bekerja lembur dari jam 7 pagi hingga jam 8 malam. Berbeda dengan buruh petani garam asli Pakal yang bekerja dari jam 7 pagi hingga jam 5 sore saja. Perbedaan porsi jam kerja inilah yang membuat pemilik tambak garam memberikan upah mingguan untuk buruh petani garam non Pakal. Dalam kehidupan sosialnya dalam bermasyarakat, para buruh petani garam memiliki tingkat solidaritas sosial yang tinggi. Hal ini terbukti dengan aktifnya buruh petani garam Kecamatan Pakal dalam menimba ilmu tentang pengolahan tambak garam yang bagi dari buruh petani garam non Pakal. Dan juga buruh petani garam non Pakal tidak kikir dalam memberikan ilmu dan pengetahuannya tentang pengolahan tambak garam yang baik. Keinginan belejar dari buruh petani garam Pakal untuk mendapatkan jatah lembur dalam
pengelolaan tambak garam dan memperoleh upah hidup yang hanya diterima oleh buruh petani garam non Pakal saja.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber dari Buku BPS Jawa Timur. 2011, Surabaya dalam Angka. Surabaya: BPS Jatim. Bungin, Burhan. 2003, Analisis Data Penulisan Kualitatif, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Lee, E.S, 1992, Teori Migrasi (terjemahan), Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Moleong, J.L. 2007, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Soembodo, Benny, 2011, Buku Ajar Kesejahteraan Sosial, PT. Revka Petra Media, Surabaya Todaro, Michael P dan Stephen C. Smith, 2006. Perkembangan Ekonomi Indonesia. Edisi Kesembilan Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga. Sumber dari Jurnal Yety Rochwulaningsih, Petani Garam Dalam Jeratan Kapitalisme. Sumber: http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Petani Garam dalam Jeratan Kapitalisme.pdf. Yety Rochwulaningsih, Tata Niaga Garam Rakyat Dalam Kajian Struktural. Sumber : http://ejournal.undip.ac.id/index.php/cilekha/article/download/6877/5636.PDF Sumber dari Artikel Online: ejournal.undip.ac.id/index.php/cilekha/article/download/6877/5636 (10 Oktober 2015) 21.30 https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Surabaya (10 Oktober 2015) 22.30\ www.bloggersurabaya.web.id/2012/10/letak-eografis-kota-surabaya.html (11 Oktober 2015) 22.01 www.sejarahkota.com/2013/03/sejarah-asal-usul-surabaya.html (12 Oktober 2015) 22.30 www.wikipedia.org/wiki/asal_usul_kota_surabaya (12 Oktober 2015) 22.37 http://sosiohistoryedi.blogspot.co.id/2013/07/monopolisasi-dan-perlawanan-negara-dan.html (12 Oktober 2015) 23.30