Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
KATA PENGANTAR Pemantapan ketahanan pangan memiliki arti strategis, karena: (1) pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak asasi; (2) konsumsi pangan dan gizi yang berimbang akan menjamin terbentuknya manusia Indonesia yang berkualitas; dan (3) pemantapan ketahanan pangan merupakan pilar bagi stabilitas ekonomi, politik, dan kesatuan NKRI. Dengan berubahnya lingkungan stratejik, maka berbagai upaya yang dilakukan melalui program pemantapan ketahanan pangan, perlu dilakukan re-orientasi dan penajaman sebagaimana diatur dalam Undang Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996 yang ditetapkan dalam suasana keterbukaan, semangat globalisasi, memperhatikan kepentingan nasional, dan semangat Otonomi Daerah yang menuntut perbaikan pelayanan kepada masyarakat. Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan mengandung semangat otonomi daerah dengan memperhatikan kepentingan nasional. Peraturan Pemerintah Nomor 38 dan 41 Tahun 2007, juga menetapkan, bahwa Ketahanan Pangan menjadi urusan wajib daerah. Sejalan dengan itu, guna menindaklanjuti Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, keseluruhan perangkat hukum yang ada menegaskan terhadap segenap elemen dari bangsa Indonesia untuk senantiasa bersungguh-sungguh menyelenggarakan pemerintahan negara dan pembangunan yang didasarkan pada prinsip-prinsip good governance and clean government. Sebagai tindak lanjutnya, pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, sebagai salah satu bentuk upaya perbaikan dalam manajemen pemerintahan. Disamping itu, penyelenggaraan pemerintahan yang sesuai dengan prinsip-prinsip good governance and clean government juga harus didukung dengan penegakan hukum dan adanya transparansi. Dalam penegakan hukum, selain menegakkan peraturan hukum yang ada juga perlu adanya pengkajian dan pengembangan produk hukum itu sendiri, sesuai dengan dinamika lingkungan strategis. Badan Ketahanan Pangan (BKP) sebagai lembaga pemerintah, dengan didasari Inpres Nomor 7 Tahun 1999 harus dapat mewujudkan akuntabilitasnya secara politik, ekonomi, sosial, dan budaya dalam melaksanakan fungsi pelayanan kepada masyarakat, memfasilitasi, membangun, memberdayakan, dan sebagai mediator. Akuntabilitas dapat dilihat melalui kompetensi lembaga tersebut, sinergitasnya dengan ruang lingkupnya, kinerja yang dihasilkan, serta adanya standar pelayanan minimal. Dalam melaksanakan tugas pokok pada tahun 2010, BKP masih mengacu kepada Program Kerja Kementerian Pertanian yang tercantum pada Rencana Pembangunan
0
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
Pertanian 2005-2009, Renstra Badan BKP 2005-2009, dan kebijakan pragmatis Pimpinan Kementerian Pertanian, dan DIPA 2010. Untuk melihat hasil pencapaian kinerja BKP periode Januari sampai Desember 2010, telah disusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010. Penyusunan LAKIP tetap memperhatikan adanya dinamika kegiatan, perubahan fokus orientasi kegiatan, dan skala prioritas penanganan. Laporan terbagi dalam dua bagian, yaitu LAKIP Tahun 2010. Tujuan utama penyampaian laporan, sebagai bahan bagi Menteri Pertanian dalam mengukur kinerja Kementerian Pertanian, sekaligus melihat sinergitas pelaksanaan Program Pembangunan Pertanian dari segenap unsur aparatur yang berada di bawah binaannya. Cara pengukuran penilaian dan evaluasi kinerja yang dilakukan dalam penyusunan laporan lebih bersifat self assessment, dan disadari masih belum sempurna, sehingga tidak menutup kemungkinan untuk dapat diperbaiki sesuai kondisi pelaksanaan kegiatan.
Jakarta,
Februari 2011
Kepala Badan Ketahanan Pangan
Prof. Dr. Ir. Achmad Suryana, MS
1
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketahanan pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan bangsa karena pemenuhan pangan merupakan hak azasi setiap manusia. Selain itu, ketahanan pangan juga merupakan salah satu pilar ketahanan nasional suatu bangsa, dan menunjukkan eksistensi kedaulatan bangsa. Terkait dengan hal tersebut, ketahanan pangan tidak akan dapat terwujud dengan hanya melibatkan satu komponen bangsa, tapi harus melibatkan seluruh komponen bangsa, baik pemerintah maupun masyarakat, harus bersama-sama membangunan ketahanan pangan secara sinergi. Hal inilah yang kemudian dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, yang merumuskan ketahanan pangan sebagai “kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, halal, merata, dan terjangkau” dan ketahanan pangan merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Undang-undang tentang Pangan tersebut kemudian dijabarkan dalam berbagai Peraturan Pemerintah untuk diimplementasikan dalam keputusan Pimpinan Pemerintah. Dalam rangka mencapai ketahanan pangan yang mantap dan berkesinambungan, ada 3 (tiga) komponen pokok yang harus diperhatikan: (1) ketersediaan pangan yang cukup dan merata; (2) distribusi pangan yang efektif dan efisien; serta (3) konsumsi pangan yang beragam dan bergizi seimbang. Ketiga komponen tersebut perlu diwujudkan sampai tingkat rumah tangga, dengan: (1) memanfaatkan potensi sumberdaya lokal yang beragam untuk peningkatan ketersediaan pangan dengan teknologi spesifik lokasi dan ramah lingkungan; (2) mendorong masyarakat untuk mau dan mampu mengkonsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman untuk kesehatan; (3) mengembangkan perdagangan pangan regional dan antar daerah, sehingga menjamin pasokan pangan ke seluruh wilayah dan terjangkau oleh masyarakat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); (4) memanfaatkan pasar pangan internasional secara bijaksana bagi pemenuhan konsumen yang beragam; serta (5) memberikan jaminan bagi masyarakat miskin di perkotaan dan perdesaan dalam mengakses pangan yang bersifat pokok. Upaya untuk mewujudkan pemantapan ketahanan pangan tersebut, kemudian dijabarkan dalam berbagai program dan kegiatan pembangunan ketahanan pangan yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan (BKP). Guna mengetahui perkembangan pelaksanaan program dan
2
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
kegiatan pembangunan ketahanan pangan tersebut selama tahun 2011, disusunlah Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) BKP Tahun 2011. 1. Landasan Hukum Pembentukan BKP sebagai salah satu unit kerja setingkat Eselon I dalam struktur organisasi Kementerian Pertanian, ditetapkan dalam: Pasal 45 dan 46 Keppres Nomor 9 Tahun 2005 tanggal 15 Oktober 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia; serta Pasal 23 huruf k dan Pasal 24 angka (11) Perpres Nomor 10 Tahun 2005 tanggal 31 Januari 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia. Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor: 299/Kpts/OT.140/7/2005 tanggal 25 Juli 2005, kemudian disempurnakan kembali dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 61/Permentan/OT.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, yang menetapkan tugas BKP yaitu: "Melaksanakan pengkajian, pengembangan, dan koordinasi di bidang pemantapan ketahanan pangan". Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) didasarkan pada instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999, tanggal 15 Juni 1999 dalam rangka mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok, fungsi, serta kewenangan pengelolaan sumberdaya dan kebijaksanaan yang dipercayakan berdasarkan perencanaan stratejik yang telah dirumuskan. 2. Maksud dan Tujuan Laporan Akuntabilitas Pemerintah (LAKIP) tahun 2011 disusun sebagai pertanggungjawaban kinerja Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian kepada Menteri Pertanian selaku pimpinan tertinggi kementerian. Tujuan penyusunan laporan ini adalah untuk memenuhi kewajiban Badan Ketahanan Pangan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya selama tahun 2011 dan digunakan sebagai salah satu bahan penyusunan LAKIP pada tingkat kementerian. 3. Sistematika Penyusunan LAKIP 2011 Sistematika penyusunan LAKIP berdasarkan format yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) dan Reformasi Birokrasi (RB) No. 29 tahun 2010 yaitu tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja (PK) dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
3
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
B. Tugas Fungsi dan Struktur Organisasi Tugas BKP berdasarkan Permentan Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 yaitu: "Melaksanakan pengkajian, pengembangan, dan koordinasi di bidang pemantapan ketahanan pangan". Dalam melaksanakan tugasnya, BKP menyelenggarakan fungsi: 1. Pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan ketersediaan pangan, serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan; 2. Pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantapan distribusi pangan dan cadangan pangan;
pemantauan,
dan
3. Pengkajian,
pemantauan,
dan
pemantauan,
dan
penyiapan
perumusan
kebijakan,
pengembangan,
pemantapan pola konsumsi dan penganekaragaman pangan; 4. Pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengawasan keamanan pangan segar; serta
pengembangan,
5. Pelaksanaan administrasi Badan Ketahanan Pangan. Mengingat luasnya substansi dan banyaknya pelaku yang berperan dalam pembangunan ketahanan pangan, maka sangat diperlukan kerjasama yang sinergis dan terarah antar institusi dan komponen masyarakat serta koordinasi program dan kegiatan berbagai subsektor dan sektor. Guna mewujudkan sinergi dan harmonisasi kebijakan dan program, serta memperkuat koordinasi peningkatan ketahanan pangan antar sektor, antar wilayah, dan antar waktu, dibentuk Dewan Ketahanan Pangan (DKP) yang bertugas merumuskan kebijakan serta melaksanakan evaluasi dan pengendalian dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional melalui Keppres Nomor 132 Tahun 2001 yang disempurnakan dengan Perpres Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan (DKP), menetapkan BKP secara ex-officio sebagai Sekretariat DKP yang diketuai oleh Presiden dan Ketua Harian oleh Menteri Pertanian. BKP selaku Sekretariat DKP memfasilitasi pelaksanaan tugas Menteri Pertanian selaku Ketua Harian DKP dalam membantu Presiden RI untuk: (1) merumuskan kebijakan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional; dan (2) melaksanakan evaluasi dan pengendalian dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional. Tugas Dewan meliputi kegiatan di bidang: penyediaan pangan, distribusi pangan, cadangan pangan, penganekaragaman pangan, serta pencegahan dan penanggulangan masalah pangan dan gizi.
4
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
Dalam melaksanakan tugas sehari-hari, BKP didukung oleh empat Eselon II dengan struktur organisasi pada Gambar I.1, yaitu: 1. Sekretariat Badan, mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan administratif kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Badan Ketahanan Pangan. 2. Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan ketersediaan pangan, serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan. 3. Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan, mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan distribusi pangan. 4. Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan konsumsi dan keamanan pangan. Badan Ketahanan Pangan sebagai ex-officio Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan (DKP), dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden RI selaku Ketua DKP melalui Menteri Pertanian selaku Ketua Harian DKP.
5
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. Rencana Strategik Rencana Strategik Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010-2014 disusun dengan visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan dan kegiatan sebagai berikut : 1. Visi Mengacu visi, arah, dan kebijakan pembangunan pertanian, maka Visi BKP Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 ”menjadi institusi yang handal, aspiratif, dan inovatif dalam pemantapan ketahanan pangan”. Handal berarti mampu mengerjakan pekerjaan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang diemban dengan penuh tanggung jawab berdasarkan pada target sasaran yang telah ditetapkan. Aspiratif berarti mempu menerima dan mengevaluasi kembali atas saran, kritik, dan kebutuhan masyarakat. Inovatif berarti mampu mengikuti perkembangan informasi dan teknologi yang terbaru. Pemantapan Ketahanan Pangan adalah upaya mewujudkan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. 2. Misi Untuk mencapai visi tersebut dan dengan tetap berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 serta Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/OT.140/7/2005 dan Nomor 394/Kpts/RC.120/11/2005, maka disusun Misi BKP Kementerian Pertanian dalam tahun 2010-2014 sebagai berikut :
6
a.
Peningkatan kualitas pengkajian dan perumusan kebijakan pembangunan ketahanan pangan;
b.
Pengembangan dan pemantapan ketahanan pangan masyarakat, daerah, dan nasional;
c.
Pengembangan kemampuan kelembagaan ketahanan pangan daerah;
d.
Peningkatan koordinasi dalam perumusan kebijakan, pengembangan ketahanan pangan, serta pemantauan dan evaluasi pelaksanaannya.
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
3. Tujuan Seiring visi dan misi serta memperhatikan perkembangan masalah, tantangan, potensi, dan peluang, disusun tujuan pembangunan ketahanan pangan Tahun 2010-2014, memberdayakan masyarakat agar mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang dikuasainya untuk mewujudkan ketahanan pangan secara berkelanjutan, dengan cara : a.
Meningkatkan ketersediaan dan cadangan pangan dengan sumberdaya yang dimilikinya/dikuasainya secara berkelanjutan;
mengoptimalkan
b.
Membangun kesiapan dalam mengantisipasi dan menanggulangi kerawanan pangan;
c.
Mengembangkan sistem distribusi, harga, dan cadangan pangan untuk memelihara stabilitas pasokan dan harga pangan yang terjangkau bagi masyarakat;
d.
Mempercepat penganekaragaman konsumsi pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman guna meningkatkan kualitas SDM dan penurunan konsumsi beras perkapita;
e.
Mengembangkan sistem penanganan keamanan pangan segar.
4. Sasaran Strategis Berdasarkan visi, misi, dan tujuan strategis Badan Ketahanan Pangan, disusunlah sasaran stategis Badan Ketahanan Pangan tahun 2011 yang hendak dicapai, terdiri dari: a.
Meningkatnya penganekaragaman konsumsi pangan dan keamanan pangan segar;
b.
Meningkatnya kemampuan kelembagaan distribusi dan cadangan pangan serta stabilitas harga pangan;
c.
Meningkatnya kualitas analisis ketersediaan dan akses pangan, serta penaganan rawan pangan
5. Cara Pencapaian Tujuan dan Sasaran Tujuan dan sasaran strategis ketahanan pangan tahun 2011 tersebut, ditempuh melalui strategi, kebijakan, program, kegiatan yang masih mengacu pada tahun sebelumnya sebagai berikut: a.
Strategi Strategi yang akan ditempuh Badan Ketahanan Pangan 2010-2014 yaitu : i.
7
Melaksanakan koordinasi secara sinergis dalam penyusunan kebijakan ketersediaan, distribusi, konsumsi pangan, dan keamanan pangan segar; Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
ii.
Mendorong pengembangan cadangan pangan, sistem distribusi pangan, penganekaragaman konsumsi dan pengawasan keamanan pangan segar;
iii. Mendorong peran serta swasta, masyarakat umum, dan kelembagaan masyarakat lainnya dalam ketersediaan, distribusi, konsumsi, dan pengawasan keamanan pangan segar; iv. Menyelenggarakan program aksi pemberdayaan masyarakat dalam memecahkan permasalahan ketahanan masyarakat; v.
Mendorong sinkronisasi pembiayaan program aksi antara APBN, APBD dan dana masyarakat;
vi. Memecahkan permasalahan strategis ketahanan pangan melalui koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Strategi Badan Ketahanan Pangan tahun 2010-2014 tersebut, diimplementasikan melalui : i.
pemantapan ketersediaan pangan, penanganan kerawanan dan akses pangan;
ii.
pemantapan system distribusi, stabilisasi harga dan cadangan pangan;
iii. percepatan penganekaragaman konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman; iv. penajaman keamanan pangan segar; dan v.
penguatan kelembagaan dan manajemen ketahanan pangan pemerintah dan masyarakat.
Langkah operasional yang ditempuh dalam mengakomodasi strategi diatas adalah sebagai berikut :
8
i.
Pemantapan ketersediaan pangan, penanganan kerawanan pangan dan akses pangan, melalui : (a) mendorong kemandirian pangan melalui swasembada pangan untuk komoditas strategis (beras, jagung, kedelai, gula dan daging sapi); (b) meningkatkan keragaman produksi pangan berdasarkan potensi sumberdaya lokal/wilayah; (c) revitalisasi System Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG); (d) memberdayakan masyarakat di daerah rawn pangan; dan (e) meningkatkan akses pangan di tingkat wilayah dan rumahtangga.
ii.
Pemantapan distribusi, stabilisasi harga dan cadangan pangan, melalui : (a) mendorong pembentukan cadangan pangan pokok pemerintah daerah (provinsi, Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
kabupaten/kota, desa) dan cadangan pangan masyarakat; (b) mengembangkan penguatan lembaga distribusi pangan masyarakat (penguatan LDPM) di daerah sentra produksi padi dan jagung; dan (c) memantau stabilisasi pasokan dan harga komoditas pangan serta daya beli masyarakat. iii. Percepatan penganekaragaman konsumsi beragam, bergizi seimbang dan aman, melalui : (a) sosialisasi, promosi dan edukasi budaya pangan beragam, bergizi seimbang dan aman; (b) optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan; (c) menumbuhkan dan mengembangkan industry pangan berbasis tepung-tepungan berbahan baku lokal (non beras, non terigu); (d) melakukan kemitraan dengan perguruan tinggi, asosiasi, dan lembaga swadaya masyarakat; dan (e) pengawasan keamanan pangan segar. iv. Penguatan kelembagaan dan manajemen ketahanan pangan, dilakukan melalui : (a) koordinasi program pembangunan ketahanan pangan lintas sector; (b) peningkatan motivasi dan partisipasi masyarakat; (c) koordinasi evaluasi dan pengendalian pencapaian kondisi ketahanan pangan; (d) peningkatan pelayanan perkantoran dan perlengkapan terhadap program diversifikasi dan ketahanan pangan masyarakat; (e) pengembangan pemberdayaan masyarakat ketahanan pangan; dan (f) efektivitas peran dan fungsi Dewan Ketahanan Pangan.yang dilakukan untuk mencapai tujuan dan sasaran strategis berdasarkan subsistem ketahanan pangan, meliputi: v.
Subsistem Ketersediaan Pangan: (a) menumbuhkembangkan koordinasi dan sinergi kebijakan ketersediaan pangan; (b) mengkoordinasikan pengembangan cadangan pangan; (c) berperan serta dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan.
vi. Subsistem Distribusi Pangan: (a) menumbuhkembangkan koordinasi dan sinergi kebijakan distribusi pangan; (b) mendorong dan memberikan kontribusi terhadap kelancaran distribusi pangan; serta (c) mendorong peranserta kelembagaan masyarakat dalam meningkatkan kelancaran distribusi, menciptakan stabilisasi harga, dan meningkatkan akses pangan. vii. Subsistem Konsumsi Pangan: (a) menumbuhkembangkan koordinasi dan sinergi kebijakan konsumsi pangan; (b) mensinergikan upaya pemantapan pola konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang, dan aman; (c) mendorong peningkatan penganekaragaman konsumsi pangan; serta (d) meningkatkan peran dalam sistem keamanan dan preferensi pangan masyarakat. 9
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
Untuk menopang berbagai strategi tersebut, diperlukan strategi penunjang yang tidak terlepas dari Tugas Pokok dan Fungsi BKP, yaitu sebagai berikut: i.
Melaksanakan manajemen pembangunan ketahanan pangan yang profesional, bersih, peduli, transparan, dan bebas KKN.
ii.
Meningkatkan koordinasi perencanaan ketahanan pangan.
iii. Merumuskan produk hukum dibidang ketahanan pangan yang berpihak kepada petani. iv. Membangun sistem evaluasi dan pengendalian pembangunan ketahanan pangan yang efektif. v. b.
Meningkatkan kemampuan SDM aparatur dalam penanganan ketahanan pangan.
Kebijakan Kebijakan yang berkaitan dengan ketahanan pangan yang bersifat umum dan strategis tidak sepenuhnya berada dalam kewenangan BKP, tetapi menyebar di berbagai subsektor lingkup Kementerian Pertanian dan instansi terkait lainnya. Beberapa kebijakan yang berada dalam kewenangan dan penanganan dari BKP antara lain: i.
Peningkatan ketersediaan, penanganan kerawanan pangan dan akses pangan, diarahkan untuk: (i) meningkatkan dan menjamin kelangsungan produksi dalam negeri menuju kemandirian pangan; (ii) mencegah dan menanggulangi kondisi rawan pangan secara dinamis; (iii) mengembangkan koordinasi sinergis lintas ektor dalam pengelolaan ketersediaan pangan, peningkatan akses pangan dan penanganan kerawanan pangan.
ii.
Peningkatan sistem distribusi, stabilitasi harga dan cadangan pangan, kebijakannya diarahkan untuk : (i) mengembangkan sistem distribusi pangan yang efektif dan efisien untuk menjamin stabilitas pasokan dan harga pangan; (ii) mengembangkan kemampuan pengelolaan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat secara sinergis dan partisipatif; (iii) mengembangkan koordinasi sinergis lintas sektor dalam pengelolaan distribusi, harga dan cadangan pangan; dan (iv) meningkatkan peranserta kelembagaan masyarakat dalam kelancaran distribusi, kestabilan harga dan cadangan pangan.
iii. Peningkatan pemenuhan kebutuhan konsumsi dan keamanan pangan, antara lain: (i) mempercepat penganekaragaman konsumsi pangan berbasis pangan lokal; (ii) mengembangkan teknoogi pengolahan pangan, terutama pangan lokal non beras 10
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
dan non terigu, guna meningkatkan nilai tambah dan nilai sosial; (iii) meningkatkan pengawasan keamanan pangan segar; dan (iv) mengembangkan koordinasi sinergis lintas sek tor dalam pengelolaan konsumsi dan keamanan pangan. Dalam pelaksanaan implementasi kebijakan-kebijakan tersebut, diperlukan dukungan kebijakan, antara lain : (i) peningkatan dukungan penelitian dan pengembangan pangan; (ii) peningkatan kerjasama internasional; (iii) peningkatan pemberdayaan dan peranserta masyarakat; (iv) penguatan kelembagaan dan koordinasi ketahanan pangan; serta (v) dorongan terciptanya kebijakan makro ekonomi dan perdagangan yang kondusif bagi ketahanan pangan. iv. Peningkatan peran Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan, antara lain: (i) mendorong koordinasi program ketahanan pangan lintas sektor dan lintas daerah; (ii) meningkatkan motivasi dan partisipasi masyarakat bersama pemerintah dalam rangka memantapkan ketahanan pangan; (iii) meningkatkan peranan kelembagaan formal dan informal dalam pelaksanaan ketahanan pangan. c.
Program Berbagai strategi dan kebijakan sebagai upaya untuk mencapai sasaran strategis ketahanan pangan tahun 2011, dioperasionalkan melalui penyelenggaraan berbagai program pembangunan pertanian yang mengacu pada program pembangunan tahun 2010-2014 yaitu Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat, sasaran (outcome) yang hendak dicapai dalam program tersebut adalah meningkatnya ketahanan pangan melalui pengembangan ketersediaan, distribusi, konsumsi, dan keamanan pangan segar serta terkoordinasinya kebijakan ketahanan pangan, program tersebut mempunyai 4 (empat) kegiatan utama yaitu :
11
i.
Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan, sasaran yang hendak dicapai yaitu meningkatnya kemampuan kelembagaan distribusi dan cadangan pangan serta stabilitas harga pangan.
ii.
Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan, sasaran yang hendak dicapai yaitu meningkatnya kualitas analisis ketersediaan dan akses pangan, serta penanganan rawan pangan.
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
iii. Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Peningkatan Keamanan Pangan Segar, sasaran yang hendak dicapai yaitu meningkatnya penganekaragaman konsumsi pangan dan keamanan pangan segar. iv. Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan Pangan, dengan sasaran yang ingin dicapai adalah terwujudnya pelayanan administrasi dan manajemen terhadap penyelenggaran ketahanan pangan. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi: (a) Pengelolaan gaji, honorarium, dan tunjangan, untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam melaksanakan berbagai kegiatan melalui pemberian gaji kepada 353 pegawai Badan Ketahanan Pangan; (b) Penyelenggaraan Operasional dan Pemeliharaan Perkantoran, untuk menunjang pelaksanaan kegiatan ketahanan pangan; dan (c) Pelayanan Publik atau Birokrasi, yang diarahkan untuk mendukung perencanaan, pemantauan, evaluasi, dan kerjasama dalam penyelenggaraan ketahanan pangan. Namun demikian, kegiatan ini tidak dicantumkan dalam laporan ini karena kegiatan tersebut merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh setiap instansi, sehingga dianggap tidak dapat mewakili kinerja Badan Ketahanan Pangan. 6. Rencana Kinerja Tahun 2011 Rencana kinerja yang direncanakan pada tahun 2011 merupakan implementasi rencana jangka menengah ke dalam rencana kerja jangka pendek, yang mencakup tujuan dan sasaran kegiatan beserta indikator kinerja. Sasaran Kinerja Tahun 2011 berdasarkan visi, misi, tujuan dan sasaran strategis Badan Ketahanan Pangan, sebagai berikut:
12
a.
Meningkatnya penganekaragaman konsumsi pangan dan keamanan pangan segar, ditunjukkan oleh indikator: (1) jumlah desa yang telah melakukan gerakan P2KP sebanyak 4.020 desa; (2) jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang telah memasyarakatkan konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman sebanyak 402 kabupaten/kota di 33 provinsi; (3) jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang sudah menerapkan penanganan keamanan pangan segar ditingkat produsen dan konsumen sebanyak 100 kabupaten/kota di 33 provinsi.
b.
Meningkatnya kemampuan kelembagaan distribusi dan cadangan pangan serta stabilitas harga pangan, yang ditunjukkan oleh: (1) jumlah gapoktan yang telah memfungsikan cadangan pangan gapoktan sebanyak 1.000 gapoktan; (2) jumlah gapoktan yang telah memfungsikan unit distribusi/pemasaran sebanyak 1.000 Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
gapoktan; (3) jumlah lumbung untuk antisipasi musim paceklik dan bencana sebanyak 700 lumbung; (4) jumlah propinsi yang menindaklanjuti hasil analisis harga dan pasokan pangan sebanyak 16 provinsi c.
Meningkatnya kualitas analisis ketersediaan dan akses pangan, serta penanganan rawan pangan, ditunjukkan oleh indikator: (1) jumlah provinsi yang menindaklanjuti hasil analisis ketersediaan pangan sebanyak 33 provinsi; (2) jumlah alternatif pengembangan akses pangan masyarakat sebanyak 2 dokumen (3) jumlah provinsi yang melakukan penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG dan melakukan intervensi rawan pangan transien sebanyak 33 propinsi; (4) jumlah kabupaten/kota yang melakukan intervensi penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG sebanyak 410 kabupaten/kota di 33 provinsi; dan (5) jumlah desa rawan pangan yang menjadi mandiri sebanyak 221 desa di 33 kabupaten/kota.
B. Penetapan Kinerja Sebagai tindaklanjut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Badan Ketahanan Pangan telah menyusun Penetapan Kinerja (PK) Tahun 2011 sebagai acuan tolok ukur evaluasi akuntabilitas kinerja yang akan dicapai pada tahun 2011 sebagai berikut :
Tabel 1. Penetapan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2011
Unit Organisasi Eselon I : Badan Ketahanan Pangan Tahun Anggaran : 2011 No (0) 1.
13
Sasaran Strategis (1) Meningkatnya penganekaragaman konsumsi pangan dan keamanan pangan segar
Indikator Kinerja (2) 1. Jumlah desa yang telah melakukan gerakan P2KP
Target (3) 4.020 Desa
2. Jumlah provinsi dan Kab/Kota yang telah memasyarakatkan konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman
33 Provinsi, 402 Kab/Kota
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
No (0)
Sasaran Strategis (1)
2.
Meningkatnya kemampuan kelembagaan distribusi dan cadangan pangan serta stabilitas harga pangan
3.
Meningkatnya kualitas analisis ketersediaan dan akses pangan, serta penanganan rawan pangan
Indikator Kinerja (2) 3. Jumlah provinsi dan Kab/Kota yang sudah menerapkan Penanganan Keamanan Pangan Segar ditingkat produsen dan konsumen 1. Jumlah gapoktan yang telah memfungsikan cadangan pangan gapoktan
Target (3) 33 Provinsi, 100 Kab/Kota
2. Jumlah Gapoktan yang telah memfungsikan unit distribusi/pemasaran 3. Jumlah lumbung untuk antisipasi musim paceklik dan bencana 4. Jumlah provinsi yang menindaklanjuti hasil analisis harga dan pasokan pangan 1. jumlah propinsi yang menindaklanjuti hasil analisis ketersediaan pangan
1.000 Gapoktan
2. jumlah alternatif pengembangan akses pangan masyarakat 3. jumlah propinsi yang melakukan penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG dan melakukan intervensi rawan pangan transien 4. Jumlah Kab/Kota yang melakukan intervensi penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG 5. Jumlah desa rawan pangan yang menjadi mandiri
2 Dokumen
1.000 Gapoktan
700 Lumbung
16 Provinsi
33 Propinsi
33 Provinsi
410 Kabupaten/ Kota
221 Desa
Jumlah Anggaran : Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat : Rp. 618,97 M
14
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA A. Gambaran Umum Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2011 Secara umum, pengukuran capaian kinerja pada Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian tahun 2011 dilakukan dengan cara membandingkan antara target dan realisasi masingmasing indikator kinerja. Selain membandingkan dengan realisasinya, indikator kinerja sasaran dan kegiatan juga dapat diukur melalui perbandingan dengan capaian kinerja tahun-tahun sebelumnya atau capaian kinerja dari suatu kegiatan sejenis yang pernah dilakukan oleh instansi atau unit kerja pertanian lainnya. Secara ringkas, sasaran-sasaran strategis tahun 2011 yang ditargetkan telah dapat tercapai, walaupun realisasi dari sasaran tersebut masih belum seluruhnya 100 persen. Realisasi pencapaian sasaran strategis tersebut kemudian dievaluasi dan dianalisis, dan dijadikan sebagai perbaikan dalam pelaksanaan kegiatan dan pencapaian sasaran pada tahun-tahun berikutnya. Hasil evaluasi dan analisis terhadap pencapaian sasaran strategis secara rinci tertuang sebagai berikut. B. Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2011 Tahun 2011 merupakan tahun transisi dari Program Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2010 – 2014. Dengan mengacu kepada Rencana Strategis (Renstra) dan Program Kerja Pemantapan Ketahanan Pangan Tahun 2010-2014, dan mengikuti perubahan kebijakan dan lingkungan strategis, Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian selama tahun 2011, telah menetapkan tiga sasaran yang akan dicapai. Ketiga sasaran tersebut selanjutnya diukur dengan menggunakan 12 (dua belas) indikator kinerja. Pengukuran tingkat capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2011 dilakukan dengan cara membandingkan antara target indikator kinerja sasaran dengan realisasinya. Rincian tingkat capaian kinerja masing-masing indikator sasaran tersebut dapat diilustrasikan dalam Tabel III.1. Tabel III.1. Pengukuran Pencapaian Sasaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2011 No. 1.
15
Sasaran Meningkatnya penganekaragaman konsumsi pangan dan keamanan pangan segar
Indikator Kinerja Uraian Target a. Jumlah desa yang telah melakukan gerakan 4.020 P2KP
Capaian 4.000
% 99,58
b. Jumlah provinsi kab/kota yang telah memasyarakatkan konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman
33
33
100
402
393
97,76
c. Jumlah provinsi, kab/kota yang menerapkan penanganan keamanan pangan segar
33 100
32 96
96,97 96
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
No. 2.
3.
Indikator Kinerja Uraian Target ditingkat produsen dan konsumen Meningkatnya kemampuan a. Jumlah gapoktan yang telah memfungsikan 1.000 kelembagaan distribusi dan cadangan pangan gapoktan cadangan pangan serta b. Jumlah gapoktan yang telah memfungsikan 1.000 stabilitas harga pangan unit distribusi/pemasaran c. Jumlah lumbung untuk antisipasi musim 700 paceklik dan bencana d. Jumlah provinsi yang menindaklanjuti hasil 16 analisis harga dan pasokan pangan Sasaran
Meningkatnya kualitas analisis ketersediaan dan akses pangan, serta penanganan rawan pangan
a. Jumlah propinsi yang menindaklanjuti hasil analisis ketersediaan pangan b. Jumlah alternative pangembangan akses pangan masyarakat c. Jumlah provinsi yang melakukan penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG dan melakukan intervensi rawan pangan transien d. Jumlah kab/kota yang melakukan intervensi penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG e. Jumlah desa rawan pangan yang menjadi mandiri
Capaian
%
984
98,40
984
98,40
700
100
16
100
33
33
100
2
2
100
33
29
87,88
410
230
56,09
221
221
100
Realisasi pencapaian sasaran sampai dengan akhir tahun 2011 menunjukkan bahwa sebagian besar sasaran atau sebanyak 12 indikator kinerja dari 3 sasaran telah dapat dicapai dengan hasil yang baik atau telah terealisasi lebih dari 85 persen, kecuali pada indikator sasaran “Jumlah kab/kota yang melakukan intervensi penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG” nilai pencapaian sasaran terealisasi 56,09 persen hal ini diakibatkan karena beberapa factor antara lain : (a) Daerah tidak optimal dalam melaksanakan dan memanfaatkan hasil analisi SKPG; (b) Provinsi dan Kabupaten tidak melakukan penyusunan juklak dan juknis; (c) Tidak terbentuk Tim Investigasi di beberapa daerah; (d) Tingginya tingkat mutasi aparat sehingga petugas sering berganti; dan (e) Pencairan tidak sesuai RUK. C. Pengukuran Kinerja Kegiatan dan Analisis Capaian Kinerja Analisis dan evaluasi capaian kinerja diperoleh dari hasil pengukuran kinerja kegiatan yang mendukung tercapainya sasaran. Beberapa sasaran dapat dilaksanakan melalui satu program, dan pencapaian setiap sasaran dilaksanakan oleh beberapa kegiatan. Namun demikian, pada laporan ini, kegiatan yang dilaporkan untuk mencapai setiap sasaran dibatasi hanya pada kegiatan yang bersifat strategis. Hasil analisis dan evaluasi capaian kinerja tahun 2011 Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian dapat dijelaskan sebagai berikut:
16
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
1. Sasaran Meningkatnya Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Keamanan Pangan Segar Sasaran tersebut dicapai dengan mengukur tiga indikator kinerja. Pencapaian dari masingmasing indikator kinerja dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel III.2.
Pengukuran Pencapaian Sasaran Meningkatnya Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Keamanan Pangan Segar Tahun 2011
Indikator Kinerja 1. Jumlah desa yang telah melakukan gerakan P2KP
2. Jumlah provinsi dan kab/kota yang telah konsumsi pangan yang beragam, seimbang dan aman
memasyarakatkan
3. Jumlah Provinsi dan Kab/Kota yang sudah menerapkan penanganan Keamanan Pangan Segar ditingkat produsen dan konsumen
Target 4.020
Realisasi 4.000
% 99.50
33 402
33 393
100 97,76
100
96
96
Indikator kinerja sasaran ini telah tercapai dengan baik, ditunjukkan oleh indikator kinerja sasaran yang telah terealisasi rata-rata diatas 95 persen. Dari tabel diatas bisa dilihat bahwa : a. Jumlah desa yang telah melakukan gerakan P2KP sebanyak 4.000 desa atau 99,50 persen dari target 4.020 desa; sebanyak 20 desa yang tidak merealisasikan dari Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat 10 desa dan Kabupaten Keerom Provinsi Papua 10 desa.
b. Jumlah provinsi dan kab/kota yang telah memasyarakatkan konsumsi pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman sebanyak 33 provinsi atau 100 persen dan 393 kab/kota atau 97,76 persen dari target 402 kab/kota; c. Jumlah provinsi dan kab/kota yang sudah menerapkan penanganan keamanan pangan segar ditingkat produsen dan konsumen sebanyak 96 kab/kota atau 96 persen dari target 100 kab/kota; sebanyak 4 kab/kota blm menerapkan penanganan keamanan pangan segar karena berbagai kendala yaitu : keterbatasan fasilitas laboratorium pengujian, SDM yang terbatas serta sering terjadi mtasi pegawai. Kegiatan ini dilaksanakan dengan menggunakan anggaran sebesar Rp. 184,94 milyar atau 87,75 persen dari alokasi Rp. 210,75 milyar, terdiri dari: Rp. 47,25 milyar untuk bansos P2KP dengan realisasi 46,96 milyar atau 99,39 persen, sisanya digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan pendukung diversifikasi pangan. Kegiatan ini dilaksanakan oleh 434 instansi pelaksana
17
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
yang terdiri dari BKP Kementan khususnya Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, 33 unit kerja ketahanan pangan propinsi, dan 400 unit kerja ketahanan pangan kabupaten/kota. Anggaran tersebut digunakan untuk melaksanakan kegiatan pemberdayaan melalui P2KP untuk kelompok wanita melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan, sosialisasi P2KP bagi siswa SD/MI, pengembangan usaha pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan, serta berbagai kegiatan pendukung diversifikasi pangan seperti: sosialisasi dan promosi P2KP, penanganan keamanan pangan segar di tingkat propinsi dan kabupaten/kota, pameran/visualisasi/publikasi dan promosi dalam rangka Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Peningkatan Keamanan Pangan Segar, pemantapan perumusan kebijakan ketahanan pangan, pengembangan kelembagaan keamanan pangan, dan pengawasan penanganan keamanan pangan. Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, kinerja pencapaian sasaran ini sudah lebih baik karena telah meliputi lebih banyak desa dan kabupaten/kota di 33 propinsi. Kegiatan P2KP dilaksanakan sejak tahun 2007 melalui gerakan makan beragam, bergizi seimbang, dan aman bagi ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita di 604 lokasi Demapan, dengan sasaran penerima manfaat 50 orang perdesa sebanyak 80 kali, dengan frekuensi dua atau tiga kali perminggu. Gerakan tersebut dilanjutkan pada tahun 2008, tetapi jumlah pemberian dikurangi menjadi 60 kali dengan frekuensi 3 kali perminggu. Pada tahun 2009, kegiatan P2KPG diarahkan ke 825 desa pada 201 kabupaten di 32 propinsi lokasi Desa Mapan yang dibangun pada tahun 2006 dan 2007, Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), dan desa lainnya, dengan kegiatan: P2KG bagi kelompok wanita, P2KPG bagi anak SD/MI, dan pemanfaatan pangan lokal melalui tepung-tepungan. Pada tahun 2010, kegiatan P2KPG disesuaikan dengan Perpres Nomor 22 Tahun 2009 menjadi Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP), dengan tujuan antara lain: (1) meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran masyarakat dalam konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman berbasis pangan lokal; (2) mendorong penurunan konsumsi beras sebesar 1,5 persen pertahun; dan (3) pencapaian Skor Pola Pangan Harapan (PPH) sebesar 95 pada tahun 2015. Kegiatan P2KP diarahkan ke 2.000 desa pada 200 kabupaten di 33 propinsi lokasi Desa Mapan yang dibangun pada tahun 2006 dan 2007, PUAP, dan desa lainnya, dengan kegiatan: a. Pemberdayaan kelompok wanita melalui optimalisasi pekarangan, dimaksudkan untuk meningkatkan konsumsi pangan masyarakat yang beragam, bergizi seimbang, dan aman. Sasaran kegiatan di 2.000 desa pada 200 Kabupaten/Kota pada 33 propinsi, sampai bulan Desember 2010 terealisasi di 1.710 desa/kelompok atau 85,50 persen.
18
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
b. P2KP bagi anak SD/MI, melalui sosialisasi dan peragaan pangan lokal yang tersedia di masing-masing daerah, diharapkan dapat memperkenalkan dan meningkatkan pemahaman siswa/i SD/MI dalam penganekaragaman konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman; c. Sosialisasi dan promosi penganekaragaman konsumsi pangan di 200 kabupaten/kota, sampai bulan Desember terlaksana di 170 kabupaten/kota atau 85,00 persen; d. Pengembangan usaha pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan oleh 2.000 kelompok unit usaha kecil di bidang pangan, yang sampai bulan Desember 2010 telah terealisasi 1.600 kelompok atau 80,00 persen. Jenis pangan lokal yang sudah berhasil dikembangkan menjadi tepung-tepungan antara lain: ubi kayu, ubi jalar, sukun, sagu, rumput laut, jagung, pisang, keladi, labu kuning, lidah buaya, garut, ganyong, kacang hijau, dan kedelai. Tepung-tepungan yang dihasilkan tersebut, merupakan bahan dasar yang mudah diolah menjadi pangan lokal, dan diharapkan dapat menjadi susbstitusi pangan pokok beras di pedesaan; e. Pengembangan teknologi inovatif pangan lokal oleh 12 perguruan tinggi dan 7 Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP), terlaksana di 11 perguruan tinggi dan 6 STTP. Implementasi kebijakan P2KP pada tahun 2011 sebagai bentuk keberlanjutan dari kegiatan P2KP tahun 2010 dengan desa sasaran sebanyak 4.020 desa di 259 kab/kota, 33 provinsi diwujudkan melalui kegiatan utama yaitu (a) pemberdayaan kelompok wanita; (b) optimalisasi pemanfaatan pekarangan; (c) pengembangan usaha/industry pengolahan pangan lokal; (d) kerja sama dengan Perguruan Tinggi/Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian (STPP) dan stakeholder lain; dan (e) sosialisasi bagi dan promosi penganekaragaman konsumsi pangan. Selain itu kegiatan P2KP mendorong peran serta dunia usaha melalui Corporate Social Responsibility (CSR)/Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Sampai dengan Bulan Desember 2011 terealisasi 4.000 desa atau 99,50 persen dari target sebanyak 4.020 desa, sebanyak 20 desa yang tidak merealisasikan dari Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat 10 desa dan Kabupaten Keerom Provinsi Papua 10 desa. Selain itu pada tahun 2011 Badan Ketahanan Pangan mendapatkan APBNP (Anggaran Penghematan) melalui kegiatan P2KP sebanyak 700 desa dengan realisasi 100 persen, dengan demikian total seluruhnya sebanyak 4.700 desa atau 99,57 persen dari target 4.720 desa. Jumlah desa yang melaksanakan kegiatan P2KP sejak tahun 2007 hingga 2011 meningkat cukup signifikan seperti pada Tabel III.2, terutama karena pada tahun 2009 sudah masuk kedalam 4 program utama Kementerian Pertanian.
19
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
Tabel III.2
Kumulatif Jumlah Lokasi Kegiatan P2KPG/P2KP Tahun 2007-2011 Target
1. P2KPG/P2KP a. Pemberdayaan Kelompok Wanita melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan b. Anak SD/MI c. Pengembangan Usaha Pengolahan Pangan Lokal Berbasis Tepung-tepungan d. Desa e. Kabupaten/Kota f. Propinsi 2. Promosi a. Kabupaten/Kota b. Propinsi 3. Kerjasama Perguruan Tinggi 1. Perguruan Tinggi/Universitas
2.
STPP
Tahun 2009 2010
2007
2008
2011
-
-
825
2.000
4.720
-
32 -
148 130
2.000 2.000
4.720 4.720
604 180 32
604 180 32
825 201 33
2.000 200 33
4.720 400 33
-
-
201 33 10 7
200 33 19 12
400 33 29 22
3
7
7
Berbagai permasalahan yang dihadapi terkait dengan pelaksanaan kegiatan Diversifikasi Pangan, antara lain: a. Kurang optimalnya partisipasi kabupaten/kota dalam pembinaan kelompok wanita untuk pemanfaatan pekarangan guna pengembangan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman; b. Kurang optimalnya partisipasi propinsi dalam pembinaan dan inventarisasi kebutuhan peralatan yang diperlukan kelompok unit usaha kecil untuk pengembangan tepung-tepungan sebagai bahan baku pangan olahan di pedesaan; Guna mengatasi permasalahan tersebut, telah dilakukan berbagai upaya sebagai berikut: a. Meningkatkan dan mengintensifkan pembinaan kelompok oleh pendamping di masing-masing desa; b. Melanjutkan kegiatan pada TA. 2012 Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) untuk: penambahan desa baru, pembinaan kelompok yang dibangun pada tahun 2011, sosialisasi dan promosi, serta pengembangan teknologi inovatif pangan lokal 2
Sasaran Meningkatnya Kemampuan Kelembagaan Distribusi dan Cadangan Pangan serta Stabilitas Harga Pangan
Sasaran tersebut dicapai dengan mengukur empat indikator kinerja. Pencapaian dari masing-masing indikator kinerja dapat digambarkan sebagai berikut:
20
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
Tabel III.3. Pengukuran Pencapaian Sasaran Meningkatnya Kemampuan Kelembagaan Distribusi dan Cadangan Pangan serta Stabilitas Harga Pangan Indikator Kinerja 1. Jumlah gapoktan yang telah memfungsikan cadangan pangan gapoktan
Target
Realisasi
%
1.000
984
98,40
1.000
984
98,40
700
700
100
16
16
100
2. Jumlah gapoktan yang telah memfungsikan unit distribusi/pemasaran 3. Jumlah lumbung untuk antisipasi musim paceklik dan bencana 4. Jumlah propinsi yang menindaklanjuti hasil analisis harga dan pasokan pangan
Indikator kinerja sasaran ini telah tercapai dengan baik, ditunjukkan oleh indikator kinerja sasaran yang telah terealisasi rata-rata diatas 95 persen. Dari tabel diatas bisa dilihat bahwa : a. Jumlah gapoktan yang telah memfungsikan cadangan pangan gapoktan sebanyak 984 gapoktan atau 98,40 persen dari target 1.000 gapoktan; b. Jumlah gapoktan yang telah memfungsikan unit distribusi/pemasaran sebanyak 984 gapoktan atau 98,40 persen dari target 1.000 gapoktan; c. Jumlah lumbung untuk antisipasi musim paceklik dan bencana sebanyak 700 lumbung atau 100 persen; d. Jumlah provinsi yang menindaklanjuti hasil analisis harga dan pasokan pangan sebanyak 16 provinsi atau 100 persen. Pelaksanaan kegiatan LDPM Tahun 2011 mencakup 3 tahapan yaitu tahap penumbuhan, tahap pengembangan dan tahap kemandirian dengan jumlah gapoktan sebanyak 1000 gapoktan. Tahap penumbuhan (tahun pertama) dilaksanakan di 25 provinsi untuk mempersiapkan dan menumbuhkan 235 gapoktan. Tahap pengembangan (tahun kedua) di 21 provinsi untuk mengembangkan 237 gapoktan yang terdiri dari 204 gapoktan yang ditumbuhkan pada tahun 2010 dan 33 gapoktan yang ditumbuhkan pada tahun 2009). Tahap kemandirian (tahun ketiga) di 27 propinsi untuk memberdayakan 512 gapoktan pengembangan cadangan pangan masyarakat. Realisasi pelaksanaan kegiatan LDPM keseluruhan sebanyak 984 gapoktan atau 98,40 persen dari
21
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
target 1.000 gapoktan, 1 gapoktan dari Gorontalo (tahun 2009) mengundurkan diri karena masalah internal gapoktan, sedangkan yang 15 gapoktan tidak mendapatkan bansos karena masuk dalam pra penumbuhan. Kelima belas gapoktan tersebut direncanakan akan mendapatkan akan mendapatkan dana bansos pada Tahun 2012. Oleh karena hal tersebut maka jumlah LDPM yang diberdayakan pada Tahun 2011 lebih banyak tetapi persentasi capaian kinerjanya lebih rendah dari Tahun 2010 yaitu sebesar 99,87%. (Tabel III.4) Tabel III.4 . Perbandingan Kegiatan Utama Penguatan LDPM Tahun 2010 dan 2011 Indikator Kinerja 1. Jumlah LDPM yang diberdayakan a. Tahun 2010 b. Tahun 2011
Target 750 1.000
Realisasi 749 984
%
Keterangan
99,87 98,40 Terdiri dari 512 gapoktan Mandiri, 237 gapoktan pengembangan serta 235 gapoktan penumbuhan tahun 2009 dan
Anggaran yang dialokasikan untuk melaksanakan kegiatan penguatan LDPM Tahun 2011 seluruhnya sebesar Rp 54,57 milyar yang terdiri dari anggaran yang dialokasikan untuk dana bansos sebesar Rp. 53,40 milyar dan anggaran yang dilaksanakan oleh Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan untuk mendukung pelaksanaan LDPM sebesar 1,17 milyar. Anggaran yang dialokasikan untuk dana Bansos sebesar Rp 53,40 milyar terdiri dari Rp 36 milyar untuk Tahap Penumbuhan dan Rp 17,40 milyar untuk Tahap Pengembangan. Penyaluran dana Bansos untuk tahap penumbuhan telah dilakukan kepada 235 Gapoktan atau mencapai realisasi 100%, sedangkan untuk Tahap Pengembangan terealisasi sebanyak 220 Gapoktan atau 92,83 % terdiri dari 12 Gapoktan dari Tahun 2009 dan 5 Gapoktan dari tahun 2010. Anggaran yang dilaksanakan oleh Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan adalah Rp 1,17 milyar telah digunakan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM sebesar Rp 1,13 milyar atau sebesar 83,43 %. Semua Gapoktan yang sudah masuk tahap Pengembangan, umumnya telah mencairkan dana Bansos Tahap Pertama senilai Rp.150 juta setiap Gapoktan untuk digunakan membangun atau merehabilitasi gudang dan modal pembelian gabah/jagung milik anggota. Namun demikian, untuk Bansos Tahap Kedua senilai Rp.75 juta setiap Gapoktan Tahap Pengembangan, hanya 220 Gapoktan atau 92,83 persen yang mencairkan dana, sehingga masih ada 17 Gapoktan yang belum
22
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
mencairkan yaitu 5 gapoktan yang berasal dari gapoktan penumbuhan tahun 2010 dan 12 gapoktan berasal dari gapoktan penumbuhan tahun 2009. Tidak dicairkannya dana pengembangan tersebut karenatidak tercapainya criteria kinerja pembelian gabah/ jagung minimal 2 kali putaran oleh gapoktan serta terjadinya permasalahan di intern pengurus gapoktan. Dana Bansos Tahap Kedua yang tidak dicairkan tersebut telah dikembalikan ke Kas Negara. Terhadap ke 17 Gapoktan tersebut pembinaannya dilanjutkan pembinaannya hingga menghasilkan kinerja yang baik dalam melakukan pembelian gabah/ jagung yaitu minimal 2 kali putaran. Bagi 235 Gapoktan yang dibangun pada tahun 2011 atau Tahap Penumbuhan, 100 persen sudah mencairkan dana Bansos yang dialokasikan senilai Rp.150 juta untuk pembangunan/rehabilitasi gudang dan modal pembelian gabah/jagung milik anggotanya. Tabel III.5 Penyebaran Gapoktan dan jumlah bansos yang dialokasikan dan yang dicairkan untuk kegiatan Penguatan LDPM Tahun 2011
23
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
No
Tahap Pengembangan Alokasi Realisasi
Provinsi
Jumlah Gapoktan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 14 15 16 17 13 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Bengkulu Sumsel Lampung Banten DIY Jabar Jateng Jatim Bali NTB NTT Kalbar Kalsel Kalteng Kaltim Sulsel Sulbar Sulteng Sultra Sulut Gorontalo Papua Maluku Jumlah Catatan:
5 15 8 0 10 0 11 22 7 3 33 25 41 3 5 5 7 6 0 0 17 0 9 2 1 0 0 2 237
Anggaran (Rp. Juta)
375 1,125 600 750 825 1,650 525 225 2,475 1,875 3,075 225 375 375 525 450 0 0 1,275 0 675 150 75 0 0 150 17,775
Jumlah Gapoktan
4 10 8 0 6 0 10 19 7 3 33 25 41 3 5 5 7 6 0 0 17 0 7 2 0 0 0 2 220
Anggaran (Rp. Juta)
300 750 600 450 750 1,425 525 225 2,475 1,875 3,075 225 375 375 525 450 0 0 1,275 0 525 150 0 0 0 150 16,500
Tahap Penumbuhan Alokasi Realisasi %
Jumlah Gapoktan
80.00 66.67 100.00 0.00 60.00 0.00 90.91 86.36 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 0.00 0.00 100.00 0.00 77.78 100.00 0.00 0.00 0.00 100.00 92.83
3 13 12 3 4 2 16 17 7 6 21 26 24 3 8 7 6 12 3 0 18 0 6 3 9 4 0 2 235
Anggaran (Rp. Juta)
450 1,950 1,800 450 600 300 2,400 2,550 1,050 900 3,150 3,900 3,600 450 1,200 1,050 900 1,800 450 2,700 900 450 1,350 600 300 35,250
Anggaran (Rp. Juta)
450 1,950 1,800 450 600 300 2,400 2,550 1,050 900 3,150 3,900 3,600 450 1,200 1,050 900 1,800 450 2,700 900 450 1,350 600 300 35,250
% 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 0 100 0 100 100 100 100 0 100 100
Alokasi dana Pada: Tahap Pengembangan untuk Bansos Tahap Kedua senilai Rp.75 juta/Gapoktan, dan Tahap Penumbuhan untuk Bansos Tahap Pertama senilai Rp.150 juta/Gapoktan.
Kegiatan pengembangan cadangan pangan realisasinya mencapai 700 lumbung atau mencapai 100 persen dari target. Dari 31 yang telah mencairkan dana bansos kepada kelompok, 25 provinsi telah melaporkan pemanfaatan dana tersebut yaitu untuk pengadaan gabah sebesar 2.068.691 kg, beras sebesar 467.314 kg dan pangan pokok lainnya sebesar 38.274 kg. Dari pengadaan gabah sebanyak 2.068.691 kg gabah dan telah disalurkan kepada anggotanya sebanyak 594.998 kg sehingga masih ada stock gabah di gudang kelompok sebesar 1.473.694 kg. Sedangkan untuk beras dari pengadaan sebanyak 467.314 telah disalurkan kepada anggota sebanyak 238.647 kg, sisa stok beras yang ada di gudang kelompok adalah 228.66 kg. 24
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
Sementara itu untuk bahan pangan pokok lainnya pengadaannya sebanyak 38.274 kg dan disalurkan ke anggota sebesar 29.836 kg, sehingga sisa yang ada lumbung kelompok saat ini adalah 8.438 kg. Alokasi anggaran kegiatan pengembangan cadangan pangan di provinsi sebesar RP. 18.950.000.000,- yang dilaksanaakan oleh 31 provinsi dengan total Bansos sebesar Rp. 14.000.000.000,- untuk 700 kelompok lumbung yang terdiri dari tahap pengembangan 425 kelompok dan tahap kemandirian 275 kelompok. Anggaran di pusat distribusi dan cadangan pangan dalam rangka pemantauan/pengumpulan data cadangan pangan masyarakat sebesar Rp. 598.850.000,- telah teralisasi sebesar Rp.526.811.800,- atau 87.97 persen. Realisasi anggaran sebesar Rp. 526.811.800,- tersebut dipergunakan untuk persiapan sebesar Rp. 38.131.500,pelaksanaan Rp. 464.820.300,- dan pelaporan Rp. 23.860.000,Untuk menyediakan data harga dan pasokan pangan dari seluruh pelosok tanah air, secara cepat (up to date) dan akurat, sehingga dapat segera dilakukan antisipasi dan respon terhadap kemungkinan terjadinya gejolak, Pusat Distribusi dan Cadangan dilakukan melalui pengembangan metoda panel. Metode ini merupakan salah satu cara terbaik untuk mengamati ”dinamika distribusi pangan antar-waktu dan antar wilayah” secara cepat dan akurat. Dengan metoda ini pengumpulan data dilkaukan oleh enumerator di kabupaten/kota, melalui pengamatan secara periodik (time series) terhadap sekumpulan objek (panel). Selanjutnya data dari enumerator tersebut dilaporkan ke pusat Distribusi dan Cadangan Pangan dengan menggunakan Sort Masage Service (SMS). Secara umum tahapan panel haraga dan pasokan pangan mencakup pengumpulan data oleh enumerator di kabupaten/kota, yang dikoordinasikan oleh Badan/kantor/instansi yang menagani ketahanan pangan provinsi, dan kompilasi dan analisis data nasional oleh di Pusat. Selain dimanfaatkan oleh pusat, data yang terkompilasi tersebut juga dmanfaatkan oleh BKP provinsi dan kabupaten untuk menganalisis kondisi perkembangan harga dan pasokan di masing-masing wilayah. Pada tahun 2011 telah dikengembangkan metode panel di 16 provinsi yang terdiri dari 91 kabupaten/kota dan didanai melalui alokasi dana dekonsentrasi. Selain dana yang dialokasikan ke daerah melalui dana dekonsentrasi, untuk mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan panel di pusat dialokasikan dana APBN sebesar Rp 417,05 juta. Dari alokasi tersebut dapat di realisasi sebesar Rp 385,53 jut, yang digunakan untuk: (a) biaya persiapan sebesar Rp 34 juta; (b) pelaksanaan sebesar Rp 316,078 juta dan ; (c) Pelaporan sebesar Rp 35,446 juta. Untuk mengetahui capaian kinerja kegiatan panel harga dan pasokan pangan digunakan indikator jumlah provinsi yang melaksanakan kegiatan panel. Berdasarkan indikator tersebut, semua provinsi yang ditargetkan, dapat melaksanakan kegiatan panel, yaitu 16 provinsi atau 100 persen. Angka capaian tersebut lebih besar dari angka capaian kinerja tahun 2010, yaitu 91,67 25
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
persen. Rincian selengkapnya mengenai capaian kinerja kegiatan panel harga dan pasokan pangan dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel III.6 Perbandingan Kegiatan Panel Harga dan Pasokan Pangan Tahun 2010 dan 2011 Indikator Kinerja 2. Jumlah provinsi panel c. Tahun 2010 d. Tahun 2011
Target 12 Prov 16 Prov
Realisasi 11 Prov 16 Prov
%
Keterangan
91,67 Terdiri dari 82 kab/kota 100,00 Terdiri dari 99 kab/kota
Dilihat dari indicator jumlah provinsi yang melaksanakan panel, capaiannya mencapai 100 persen. Namun demikian dari sisi pelaksanaanya terdapat bebarapa permasalahan, seperti:: a. Kurangnya pembinaan enumerator oleh daerah, sehingga enumerator kurang intensif dalam mengirim data melalui SMS, b. Adanya satuan pengukuran yang belum seragam, khususnya untuk data stok, c. BKP provinsi dan kabupaten belum memanfaatkan data panel untuk bahan perumusan kebijakan di daerah masing-masing secara optimal Guna mengatasi berbagai permasalahan tersebut, telah dilakukan berbagai upaya antara lain: a. Mengirimkan hasil rekapitulasi absensi ke provinsi dan melakukan kegiatan validasi data langsung ke enumerator; b. Melakukan koordinasi dengan BKP daerah, sekaligus pembinaan terhadap enumerator; Memberikan pencerahan tentang analisis dan pelaporan kepada petugas daerah pada acaraacara apresiasi, workshop yang dilakukan oleh Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan atau oleh BKP daerah. 3. Sasaran Meningkatnya Kualitas Analisis Ketersediaan dan akses Pangan, dan Penanganan Rawan Pangan Guna mencapai sasaran ini, diukur Sasaran tersebut dicapai dengan mengukur lima indikator kinerja. Pencapaian dari masing-masing indikator kinerja dapat digambarkan sebagai berikut:
26
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
Tabel III.7.
Pengukuran Pencapaian Sasaran Meningkatnya Kualitas Analisis Ketersediaan dan Akses Pangan, dan Penanganan Rawan Pangan Tahun 2011
Indikator Kinerja a. Jumlah propinsi yang menindaklanjuti hasil analisis ketersediaan pangan b. Jumlah alternative pengembangan akses pangan masyarakat c. Jumlah
propinsi yang melakukan penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG dan melakukan intervensi rawan pangan transien d. Jumlah kab/kota yang melakukan intervensi penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG e. Jumlah desa rawan pangan yang menjadi mandiri
Target 33
Realisasi 33
% 100
2
2
100
33
29
87,88
400
230
57,50
221
221
100
Indikator kinerja sasaran ini telah terealisasi diatas 85 persen, kecuali indikator sasaran ”Jumlah kab/kota yang melakukan intervensi penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisi SKPG” yang terealisasi 57,50 persen atau 230 kelompok dari target 400 kelompok. Kecilnya realisasi tersebut dikarenakan (a) Daerah tidak optimal dalam melaksanakan dan memanfaatkan hasil analisi SKPG; (b) Provinsi dan Kabupaten tidak melakukan penyusunan juklak dan juknis; (c) Tidak terbentuk Tim Investigasi di beberapa daerah; (d) Tingginya tingkat mutasi aparat sehingga petugas sering berganti; dan (e) Pencairan tidak sesuai RUK. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa : a. Jumlah propinsi yang menindaklanjuti hasil analisis ketersediaan pangan sebanyak 33 provinsi atau mencapai 100 persen. b. Jumlah alternatif pengembangan akses pangan masyarakat sebanyak 2 dokumen atau mencapai 100 persen; c. Jumlah propinsi yang melakukan penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG dan melakukan intervensi rawan pangan transien sebanyak 29 provinsi atau 87,88 persen dari target 33 provinsi; d. Jumlah kab/kota yang melakukan intervensi penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG sebanyak 230 kab/kota atau 57,50 persen dari target 400 kab/kota; e. Jumlah desa rawan pangan yang menjadi mandiri sebanyak 221 atau mencapai 100 persen.
27
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
Kegiatan Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan dilaksanakan dengan menggunakan anggaran sebesar Rp. 171,56 milyar dengan relisasi Rp. 158,07 milyar atau 92,14 persen terdiri dari Rp. 61,86 milyar untuk dana bansos yang dialokasikan ke daerah dengan realisasi Rp. 58,06 milyar atau 93,85 persen dan sisanya untuk melaksanakan berbagai kegiatan terkait pelaksanaan Desa Mapan di Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan; dan untuk pelaksanaan kegiatan pendukung Apresiasi Analisis Ketersediaan Pangan. Perkembangan Desa Mandiri Pangan sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2011 yaitu : Jumlah Desa Mandiri Pangan yang dibangun selama 5 tahun pelaksanaan sejak tahun 2006 hingga 2011 sebanyak 2.851 desa di 399 kabupaten/kota pada 33 provinsi atau terealisasi 111,8 persen dari rencana 2.550 desa, terdiri dari : a.
Tahun 2006 sebanyak 250 desa di 122 kabupaten pada 30 propinsi, pada tahun 2009 sudah masuk dalam tahap Kemandirian, dan dijadikan Desa Inti dalam Gerakan Kemandirian Pangan (Gema Pangan) untuk membina 3 desa rawan pangan di sekitarnya menjadi Desa Replikasi;
b.
Tahun 2007 sebanyak 354 desa di 58 kabupaten pada 32 propinsi, pada tahun 2010 sudah masuk dalam tahap Kemandirian, untuk selanjutnya dijadikan Desa Inti untuk melaksanakan Gema Pangan;
c.
Tahun 2008 sebanyak 221 desa di 21 kabupaten pada 32 propinsi, sudah masuk dalam tahap Pengembangan;
d.
Tahun 2009 sebanyak 349 desa di 74 kabupaten pada 33 propinsi, masuk dalam tahap Penumbuhan; dan
e.
Tahun 2010 sebanyak 466 desa di 106 kabupaten pada 33 provinsi, dan
f.
Tahun 2011 sebanyak 262 desa di 18 kabupaten/kota pada 33 provinsi
Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, jumlah desa pelaksana Demapan tahun ini lebih banyak daripada sebelumnya. Kegiatan Pengembangan Demapan dilaksanakan secara bertahap selama 5 tahun sejak tahun 2006. Pada tahun 2011, jumlah desa pelaksana Demapan telah bertambah menjadi 1.994 desa dari sebelumnya 1.174 desa pada tahun 2009. Pada tahun 2010, sejumlah 122 desa bentukan tahun 2006 telah menjadi desa inti dan replikasi dan 128 desa telah dalam proses gerakan, serta 354 desa telah memasuki tahap kemandirian. Secara lebih terperinci, dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel III.8. Perkembangan Jumlah Lokasi dan Anggota Pengembangan Demapan Tahun 2006 – 2011
28
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
Jumlah KK Kelompok Afinitas
Lokasi Tahun
2006
Posisi Tahap Pembangunan
Provinsi
Kabupaten
KK Miskin Desa
KK
KK
%
Jumlah Bantuan Modal Usaha (Rp.000)
Gerakan
30
122
250
459.869
240.097
52,21
25.000.000
2007
Gerakan
32
180
354
467.514
242.825
51,94
35.400.000
2008
Kemandirian
32
201
221
61.232
31.326
51,16
22.100.000
2009
Pengembangan
33
275
349
61.082
27.922
45,71
34.900.000
2010
Penumbuhan
33
350
829
92.272
41.970
45,48
50.890.000
2011
Persiapan
33
399
838
93.274
42.426
45,49
44.230.000
Jumlah
Sumber : Laporan Akhir Desa Mapan Tahun 2011
D. Evaluasi Kinerja Tahun 2011 Berdasarkan hasil evaluasi kinerja sasaran dan kegiatan, dilakukan pula evaluasi kinerja secara umum guna memberikan penjelasan tentang berbagai hal yang mendukung keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan suatu kegiatan melalui : a. Analisis efisiensi kegiatan dengan membandingkan antara output dengan input, baik untuk rencana maupun realisasi; b. Pengukuran/penentuan efektivitas kegiatan yang menggambarkan tingkat kesesuaian antara tujuan dengan hasil, manfaat, atau dampak. Keberhasilan kinerja kegiatan berdasarkan hasil evaluasi dan pengukuran kinerja kegiatan tersebut, kemudian dianalisis dengan cara membandingkan: (a) kinerja yang telah dilaksanakan atau kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan; (b) kinerja nyata dengan standar atau hasil capaian kinerja kegiatan yang sama pada lembaga lain; dan (c) kinerja nyata dengan kinerja tahun sebelumnya. a. Kinerja Nyata Dengan Kinerja Tahun Sebelumnya Secara umum, kinerja kegiatan BKP tahun 2011 sudah lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya selama periode 2005 - 2010. Hal ini terlihat dari berbagai hal berikut: (1) Sebagian besar hasil/outputs kegiatan bernilai di atas 90 persen, serta sebagian besar indikator kinerja sudah terukur dengan lebih baik dari tahun sebelumnya, dengan nilai capaian rata-rata 95,35 persen; (2) Hasil pengukuran indikator sasaran tahun 2011 menunjukkan, bahwa sebagian besar sasaran tahun 2011 telah terealisasi 100 persen. Hal ini diperkirakan karena meningkatnya efektivitas dan efisiensi pelaksanaan kinerja Badan Ketahanan Pangan dari tahun sebelumnya. 29
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
(3) Dari aspek ketahanan pangan tampak bahwa: (a) Ketersediaan pangan dari produksi domestik adalah produksi dikurangi kebutuhan untuk pakan, benih/bibit dan tercecer. Perkembangan ketersediaan komoditas pangan penting selama kurun waktu tahun 2007 – 2011 menunjukkan bahwa ketersediaan beberapa komoditas meningkat, yaitu beras sebesar 3,28%, jagung 7,20%, kedelai 11,39%, ubi kayu 4,19%, ubi jalar 3,67%, sayuran 4,80%, buah-buahan 4,61%, minyak goreng (sawit) 4,68%, daging sapi sebesar 7,32%, daging ayam 5,58%, susu 13,86% dan ikan 9,66%. Peningkatan ketersediaan komoditas tersebut di atas disebabkan oleh produksi yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Sedang perkembangan ketersediaan komoditas kacang tanah, gula dan telur mengalami penurunan masing-masing sebesar 3,59%, 0,88%, dan 0,38%. Penurunan ketersediaan ini disebabkan oleh menurunnya produksi, terlihat pada tabel III.11 berikut. Tabel III.11. Pertumbuhan Ketersediaan Komoditas Pangan Penting Komoditas Nabati dan Hewani Tahun 2007 – 2011 (000 Ton) No
Komoditas
Tahun 2007
2008
2009
2010
2011 (III)
Pertumb. (%) '10-'11
Pertumb. (%) '07-'11
1
Beras
32.371
34.166
36.207
37.371
36.762
(1,63)
2
Jagung
11.709
14.379
15.536
16.150
15.183
(5,99)
3,28 7,20
3
Kedelai
538
704
884
823
789
(4,08)
11,39
4
Kacang tanah
717
700
707
708
615
(13,13)
(3,59)
5
Ubi kayu
19.163
20.858
21.129
22.930
22.495
(1,90)
4,19
6
Ubi jalar
1.660
1.656
1.811
1.805
1.912
5,92
3,67
7
Sayuran
9.077
9.634
10.203
10.278
10.940
6,44
4,80
8
Buah-buahan
16.475
17.352
17.954
14.909
18.873
26,58
4,61
9
Minyak goreng (sawit)
11.773
11.690
12.879
13.850
14.087
1,71
4,68
10
Gula
2.424
2.642
2.495
2.341
2.323
(0,80)
(0,88)
11
Daging sapi
242
279
291
311
319
2,73
7,32
12
Daging ayam
714
744
774
850
886
4,30
5,58
13
Telur
1.260
1.221
1.195
1.250
1.239
(0,90)
(0,38)
14
Susu
479
545
743
767
782
2,04
13,86
15
Ikan
7.003
7.530
8.344
9.079
10.121
11,48
9,66
Data diolah BKP
(b) Ketersediaan pangan penting yang mengalami peningkatan pada tahun 2011 dibandingkan dengan tahun 2010, yaitu ketersediaan ubi jalar 5,92%, sayuran 6,44%, buah-buahan 26,58%, minyak goreng (sawit) 1,71%, daging sapi 2,73%, daging ayam 4,30%, susu 2,04% dan ikan 11,48%. Peningkatan ketersediaan komoditas tersebut disebabkan oleh meningkatnya produksi dibandingkan tahun 2010. Sedangkan ketersediaan yang mengalami penurunan, yaitu beras 1,63%, jagung 5,99%, kedelai 4,08%, kacang tanah 13,13%, ubi kayu 1,90%, telur 0,90%, dan gula 0,80%. Penurunan ketersediaan ini
30
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
disebabkan oleh menurunnya produksi dibandingkan tahun 2010 seperti terlihat pada tabel III.12 berikut Tabel III.12. Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Komoditas Nabati dan Hewani Tahun 2007 – 2011 (000 Ton) Tahun No
Komoditas
2007
2008
2009
2010
2011 (III)
Pertumb. (%) '10-'11
Pertumb. (%) '07-'11
1
Padi (gabah)
57.157
60.326
64.399
66.469
65.385
(1,63)
3,47
2
Jagung
13.288
16.317
17.630
18.328
17.230
(5,99)
7,20
3
Kedelai
593
776
975
907
870
(4,08)
11,39
4
Kacang tanah
789
770
778
779
677
(13,13)
(3,59)
5
Ubi kayu
19.988
21.757
22.039
23.918
23.464
(1,90)
4,19
6
Ubi jalar
1.887
1.882
2.058
2.051
2.172
5,92
3,67
7
Sayuran
9.455
10.035
10.628
10.706
11.396
6,44
4,80
8
Buah-buahan
17.117
18.028
18.654
15.490
19.608
26,58
4,61
12.061
11.976
13.195
14.189
14.432
1,71
4,68
2.448
2.668
2.520
2.364
2.345
(0,80)
(0,88)
9
Minyak goreng (sawit)
10
Gula
11
Daging sapi
339
393
409
436
448
2,73
7,32
12
Daging ayam
1.296
1.350
1.405
1.542
1.588
2,93
5,24
13
Telur
1.382
1.324
1.302
1.362
1.372
0,74
(0,12)
14
Susu
568
647
882
909
928
2,04
13,86
15
Ikan
8.238
8.858
9.817
10.681
11.907
11,48
9,66
Data diolah BKP
(c) Kasus kerawanan pangan dan gizi masyarakat yang terjadi di berbagai daerah, diperkirakan telah berkurang dengan adanya Pengembangan Demapan yang dilaksanakan periode 2006 – 2011 . Pengembangan Demapan telah mengentaskan kemiskinan dan kerawanan pangan sekitar 11.404 kelompok masyarakat yang tersebar di 2.851 desa pada 399 kabupaten/kota rawan pangan di 33 propinsi secara bertahap dari tahap persiapan, penumbuhan, pengembangan, kemandirian, desa inti dan replikasi (Tabel III.8); (d) Dalam rangka menjaga stabilitas harga pangan, terutama gabah/beras dan jagung, telah dilaksanakan kegiatan Penguatan-LDPM sejak tahun 2009. Sampai bulan Desember 2011, sudah dibina 984 Gapoktan: (1) tahap pengembangan dibangun tahun 2009 sebanyak 237 Gapoktan, berkurang satu Gapoktan dari sasaran karena masalah internal Gapoktan; dan (2) tahap penumbuhan dibangun tahun 2010 sebanyak 235 Gapoktan, sedangkan tahap kemandirian sebanyak 512 Gapoktan.
31
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
(e) Pada Tabel III.13 terlihat bahwa tingkat ketersediaan energi dari tahun 2007 sampai 2011 setiap tahunnya sudah melebihi anjuran sebesar 2.200 kkal/kapita/hari, sedangkan pertumbuhan ketersediaan energi selama 5 tahun rata-rata sebesar 4,22% per tahun. Pada tahun 2007 tingkat ketersediaan energi berdasarkan NBM sebesar 3.358 kkal/kapita/hari, yang menunjukkan bahwa jumlah tersebut sudah melebihi sebesar 1.158 kkal/kapita/hari (52.64%) dari jumlah energi yang dianjurkan. Tahun 2008 tingkat ketersediaan energi berdasarkan NBM sebesar 3.382 kkal/kapita/hari, yang menunjukkan bahwa jumlah tersebut sudah melebihi sebesar 1.182 kkal/kapita/hari (53,73%) dari jumlah energi yang dianjurkan. Tahun 2009 tingkat ketersediaan energi berdasarkan NBM sebesar 3.320. Tabel III.13 Perkembangan Ketersediaan Energi dan Protein Per Kapita Per Hari Berdasarkan Neraca Bahan Makanan Tahun 2007 – 2011
Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 Pertumbuhan (%)
Energi kkal/kapita/hari Nabati Hewani Jumlah 3.220 138 3.358 3.243 138 3.382 3.176 144 3.320 3.414 161 3.574 3.782 162 3.944 4,23 4,19 4,22
Protein (gram/kapita/hari) Nabati Hewani Jumlah 65,60 14,48 80,08 69,41 15,04 84,45 71,96 15,78 87,75 75,56 17,76 93,32 71,61 18,13 89,74 2,31 5,85 2,97
Keterangan: 2009 Angka Tetap, 2010 Sementara, 2011 Perkiraan
(f) Dalam hal koordinasi ketahanan pangan, BKP selaku Sekretariat DKP telah memiliki mekanisme baku, dengan menempatkan lembaga DKP untuk melakukan koordinasi fungsional. Kegiatan koordinasi nasional melibatkan para Ketua dan Sekretaris DKP dalam Sidang Regional DKP Kabupaten/Kota dan Konferensi DKP. Sidang Regional dan Konferensi DKP merupakan forum nasional yang melibatkan daerah untuk membangun komitmen para kepala daerah terhadap pembangunan ketahanan pangan di daerahnya. (g) Dari aspek anggaran menunjukkan, bahwa alokasi anggaran pada tahun 2011 senilai Rp. 628,97 milyar, telah digunakan Rp.560,94 milyar atau 89,19 persen. Kemampuan penyerapan anggaran tersebut berkurang atau turun 2,30 persen dari tahun 2010, sehingga sisa anggaran tahun 2011 lebih berkurang 197,13 milyar atau 54,18 persen dari tahun 2010, seperti tertera pada Tabel III.14 berikut.
32
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
Tabel III.14. Perbandingan Alokasi dan Realiasi Penyerapan Anggaran BKP KementerianPertanian pada TA.2010 dan 2011 Tahun
Realisasi Penyerapan
Alokasi (Rp)
Sisa Anggaran
2010
397,683,500,000
Rp. 363,828,369,522
% 91,49
Rp. 33,855,130,478
% 8,51
2011
628.970.000.000
560.954.862.661
89.19
68.015.137.339
11,00
1.026.653.500.000
924.783.232.183
90,08
101.870.267.817
9,92
(0,58)
0,54
(0,03)
1,01
0,29
Jumlah Pertumbuhan (%)
b. Kinerja Suatu Instansi Dengan Kinerja Instansi Lain Yang Unggul Di Bidangnya Ataupun Dengan Kinerja Sektor Swasta; Dan Kinerja Nyata Dengan Kinerja Di NegaraNegara Lain Atau Dengan Standar Internasional Pengukuran kinerja instansi dengan kinerja instansi lain atau kinerja sektor swasta yang unggul di bidangnya, belum dapat disandingkan karena adanya berbagai perbedaan antara lain: dalam sistem/mekanisme penganggaran/pendanaan kegiatan, organisasi, ketentuan/peraturan yang diterapkan, dan lainnya. Namun demikian, dalam lima tahun terakhir, BKP dan Sekretariat DKP telah menghasilkan beberapa hal yang menonjol secara nasional, antara lain: (1) Penyediaan bahan perumusan kebijakan ketahanan pangan, untuk: (a) Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002; (b) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009; (c) Kebijakan perberasan yang dituangkan dalam Inpres Nomor 3 Tahun 2007 dan Nomor 8 Tahun 2008 serta Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2009, dan Permentan Nomor 38 Tahun 2007 serta Nomor 06/Permentan/Ot.140/I/ 2009; (d) Perpres Nomor 22 Tahun 2009 tentang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal; (e) Dewan Ketahanan Pangan yang dituangkan dalam Kepres Nomor 132 Tahun 2001 yang disempurnakan menjadi Perpres Nomor 83 Tahun 2006; (f) Kebijakan Umum Ketahanan Pangan (KUKP) Tahun 2005-2009 yang telah disahkan Presiden RI Selaku Ketua DKP, dan saat ini sudah disusun KUKP Tahun 2010-2014; (g) Penyusunan Buku Satu Dasawarsa Kelembagaan Ketahanan Pangan di Indonesia; (h) Draft Rancangan Inpres ke Kemenko Perekonomian dan Setneg tentang Subsidi bahan pokok pangan yang berkesesuaian dengan bahan pokok daerah. (2) Koordinasi Ketahanan Pangan, melalui: (a) sidang regional setiap tahun diikuti oleh Bupati/ Walikota selaku Ketua DKP Kabupaten/Kota; (b) Evaluasi Implementasi Kesepakatan Bupati/Walikota yang dilaksanakan setiap tahun; (c) Berbagai rapat koordinasi Kelompok Kerja (Pokja) yang dilaksanakan insidentil sesuai kebutuhan seperti Rapat Kerja Kelompok 33
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
Khusus (Pokjasus) Pemberdayaan Ketahanan Pangan Masyarakat, Rapat Koordinasi Terbatas Bidang Perekonomian; (d) Apresiasi Pengembangan Kemampuan Pengelola Sekretariat DKP; (e ) Seminar Strategi Implementasi Kebijakan Ketahanan Pangan Nasional. (3) Pemberian penghargaan ketahanan pangan dilakukan setiap tahun kepada perorangan, kelembagaan tani, kelompok masyarakat, kelembagaan pemerintah propinsi dan kabupaten/ kota, pejabat fungional, petugas teknis yang berprestasi dalam mewujudkan pengembangan ketahanan pangan, serta kelembagaan agribisnis dan masyarakat umum yang berprestasi dalam pengembangan agribisnis. (4) Penyelenggaraan hari pangan sedunia yang merujuk pada kesepakatan dunia melalui FAO dan promosi/pameran ketahanan pangan dilaksanakan setiap tahun. (5) Pengembangan program dan kegiatan melalui: (a) sosialisasi percepatan penganekaragaman pangan (P2KP); (b) program aksi diversifikasi pangan; (c) pemberdayaan masyarakat dalam ketahanan pangan melalui pengembangan Demapan; (d) monitoring dan pengendalian ketahanan pangan, melalui: stabilisasi harga dan distribusi pangan pokok tingkat produsen dan konsumen, stabilisasi harga pangan pokok strategis pada hari-hari besar keagamaan nasional, stabilisasi harga gabah/beras di sentra produksi melalui Penguatan-LDPM, dan pengembangan data panel harga pangan; (e) penanganan daerah rawan pangan; (f) pendidikan dan pelatihan; (g) manajemen pembangunan ketahanan pangan. (6) Mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam berbagai pertemuan di tingkat nasional dan regional untuk membangun ketahanan pangan. Berbagai kegiatan yang dilaksanakan tersebut, selain dikembangkan dengan dukungan APBN dan bantuan luar negeri, juga dilaksanakan bersama swasta dan stakeholder lainnya, seperti: (1) perguruan tinggi dalam hal diversifikasi pangan; dan (2) swasta untuk promosi pangan lokal yang aman.
E. Akuntabilitas Keuangan 1. Akuntabilitas Keuangan Badan Ketahanan Pangan Pusat dan Daerah Tahun 2011 Dalam melanjutkan pembangunan ketahanan pangan, pada TA.2011 Badan Ketahanan Pangan (BKP) beserta lembaga ketahanan pangan di propinsi dan kabupaten/kota memperoleh alokasi anggaran senilai Rp.628,97 milyar (Tabel III.14). Jumlah alokasi anggaran tersebut bertambah Rp.231 milyar atau naik 37 persen dibanding alokasi tahun 2010 sebesar Rp.397,68 34
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
milyar. Kenaikan tersebut berada di tingkat daerah, khususnya di kabupaten/kota, yaitu sebesar Rp.52,89 miliyar atau 41,04 persen. Sedangkan pada tingkat pusat dan propinsi, masing-masing Rp.13,08 milyar atau 22,13 persen dan Rp. 165,31 milyar atau 78,84 persen. Tabel III.15. Perbandingan Alokasi Anggaran Lingkup BKP pada TA. 2010 dan 2011 No
Uraian
Alokasi 2010
Alokasi 2011 Rp.000
Pertumbuhan
Rp.000
%
%
Rp.000
%
59.118.200
14,87
72.200.500
11,48
0.221
0,22
1
Pusat
2
Daerah :
338.565.300
85,13
556.765.500
88,52
120.365.100
0.04
a. Propinsi
209.679.450
61,93
374.993.600
59,62
0.778
(0.04)
b. Kab/Kota
128.885.850
38,07
181.775.900
28,90
0.410
(0,24)
Jumlah
397.683.500
100,00
628.970.000
100,00
0.582
0
Naiknya alokasi anggaran antara lain disebabkan oleh bertambahnya bansos yang diberikan melalui dana Tugas Pembantuan (TP) ke daerah antara lain bansos Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) yang pada tahun 2010 sebanyak 2.000 kelompok menjadi 4.020. Seluruh anggaran 2011 dialokasikan dalam 253 satker berupa: (a) Dana Sentralisasi di Pusat Rp.72,20 milyar atau 11,47 persen; (b) Dana Dekonsentrasi (Dekon) di 33 propinsi Rp.233,09 milyar atau 37,05 persen; (c) Dana Tugas Pembantuan Propinsi (TP Propinsi) di 33 propinsi Rp.141,91 milyar atau 22,56 persen; dan (c) Dana Tugas Pembantuan di 220 Kabupaten/Kota Rp.181,78 milyar atau 28,90 persen, seperti pada Tabel III.16. Tabel III.16. Alokasi Anggaran Berdasarkan Jenis Pendanaan pada TA. 2011(dalam Rp. 000) No
Uraian
1
Pusat
2
Pusat
Prop
Kab/Kota
Jumlah
%
72.200.500
-
-
72.200.500
11,47
Dekon
-
233.085.325
-
233.085.325
37,05
3
TP Prop
-
141.908.275
-
141.908.275
22,56
4
TP Kab
-
-
181.775.900
181.775.900
28,90
Jumlah
72.200.500
374.993.600
181.775.900
628.970.000
100,00
Dana yang dialokasikan pada tahun 2011 telah digunakan untuk pelaksanaan berbagai kegiatan senilai Rp. 560,95 milyar atau 89,19 persen, yaitu oleh: (a) BKP Kementerian Pertanian Rp.58,22 milyar atau 9,25 persen; dan (b) daerah Rp.502,73 milyar atau 79,92 persen Tabel III.17, yakni oleh propinsi Rp.339,16 milyar atau 53,92 persen dan kabupaten/kota Rp.163,58 milyar atau 26 persen. Dengan demikian, pada TA.2011 diperkirakan masih ada sisa dana yang
35
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
dikembalikan ke Kas Negara senilai Rp.68,01 milyar, atau 10,81 persen seperti tertera dalam Tabel III.17 berikut. Tabel III.17. Realisasi Penyerapan dan Sisa Anggaran BKP Pusat dan Daerah pada TA.2011 Uraian 1. 2.
Pusat Daerah : a. Propinsi b. Kab/Kota Jumlah
Alokasi Rp. 72.200.500.000 556.765.500.000 374.993.600.000 181.775.900.000 628.970.000.000
% 11,48 88,52 59,62 28,90 100,00
Realisasi Rp. 58.221.850.871 502.733.011.790 339.157.770.759 163.575.241.031 560.954.862.661
% 9,25 79,92 53,92 26,00 89,19
Sisa Anggaran Rp. % 13.978.649.129 2,22 54.032.488.210 8,59 35.835.829.241 5,69 18.200.658.969 2,89 68.011.137.339 10,81
Belum optimalnya penyerapan anggaran lingkup BKP antara lain disebabkan oleh: (1) Belum semua laporan satker yang masuk merupakan realisasi bulan terakhir (Maret 2011); (2) Sebagian besar satker propinsi hanya menyampaikan laporan realisasi dana Dekonsentrasi, sedangkan dana TP Propinsi yang juga dialokasikan untuk pelaksanaan program dan kegiatan di kabupaten/kota belum di laporkan; (3) Sebagian besar realisasi anggaran satker belum dirinci per program dan kegiatan; (4) Adanya sistem desentralisasi menyebabkan sulitnya bagi propinsi untuk melakukan pembinaan atau pengawasan dalam penggunaan dana TP di kabupaten, sehingga terkadang propinsi terkesan lepas tangan dalam hal pembinaan penggunaan anggaran khususnya dana bansos; (5) Keterbatasan sarana dan prasarana, serta banyaknya satker yang ditangani khususnya di tingkat kabupaten/kota menyebabkan kesulitan dalam menyusun dan menyampaikan laporan; dan (6) Adanya hambatan yang dialami oleh beberapa kabupaten dalam melakukan revisi MAK, sehingga tidak dapat segera mencairkan anggaran untuk kegiatan; (7) Pergantian pejabat (kepemimpinan) dan pelaksana kegiatan ketahanan pangan, serta bentuk kelembagaan di daerah yang mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan anggaran dan terjadinya beberapa revisi anggaran; dan (8) Keterlambatan penerbitan SK Pengelola Keuangan. 2. Akuntabilitas Keuangan Pada LAKIP Badan Ketahanan Pangan Tahun 2011 Tidak seluruh anggaran yang digunakan dilaporkan dalam laporan ini karena LAKIP bukan merupakan laporan pertanggungjawaban keuangan, tetapi lebih kepada laporan pertanggungjawaban kinerja. Dengan demikian, anggaran yang tercantum pada laporan ini hanya anggaran program dan kegiatan strategis Badan Ketahanan Pangan lingkup Pusat dan Daerah. LAKIP Badan Ketahanan Pangan disusun berdasarkan Penetapan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2011 yang telah disepakati dan ditandatangani oleh Kepala Badan Ketahanan Pangan. Alokasi anggaran Badan Ketahanan Pangan sebesar Rp.560,95 milyar atau 89,19 persen yang digunakan untuk melaksanakan empat kegiatan utama dengan sasaran kegiatan yang terdapat
36
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
dalam laporan ini dengan rincian yaitu: (a) Pengembangan penganekaragaman konsumsi pangan dan peningkatan keamanan pangan segar; (b) Pengembangan sistem distribusi dan stabilitas harga pangan; (c) Pengembangan ketersediaan dan penanganan rawan pangan; dan (d) Dukungan manajemen teknis lainnya, dengan rincian sebagai berikut :
Tabel III.18 Alokasi Anggaran Badan Ketahanan Pangan per Kegiatan Utama Tahun 2011 Tahun
Alokasi (Rp)
Realisasi Penyerapan
Sisa Anggaran
Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat 1. Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Peningkatan Keamanan Pangan Segar 2. Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan
628.970.000.000
Rp. 560.954.862.661
% 89,19
Rp. 68.015.137.339
% 10,81
210.751.246.000
184.938.367.486
87,75
25.812.878.514
12,24
150.445.594.000
138.578.073.318
92,11
11.867.520.682
7,88
3. Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan 4. Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan Pangan
171.554.300.000
158.066.920.228
92,14
13.487.379.772
7,86
96.218.860.000
79.371.501.629
82,49
16.847.358.371
17,50
BAB IV PENUTUP
37
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
A. Tinjauan Umum Dari hasil Pengukuran Kinerja menunjukkan, bahwa sebagian besar Indikator Kinerja sudah baik yaitu hampir diatas 90 persen, namun masih ada beberapa Indikator Kinerja yang capaiannya masih rendah yaitu :. 1. Jumlah kab/kota yang melakukan intervensi penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG” nilai pencapaian sasaran terealisasi 56,09 persen hal ini diakibatkan karena beberapa faktor antara lain : (a) Daerah tidak optimal dalam melaksanakan dan memanfaatkan hasil analisi SKPG; (b) Provinsi dan Kabupaten tidak melakukan penyusunan juklak dan juknis; (c) Tidak terbentuk Tim Investigasi di beberapa daerah; (d) Tingginya tingkat mutasi aparat sehingga petugas sering berganti; dan (e) Pencairan tidak sesuai RUK. 2. Berdasarkan perhitungan dari Indikator Kinerja diperoleh nilai rata-rata capaian kinerja hampir 100 persen, tetapi masih ada kegiatan yang menghasilkan output kurang dari 100 persen, yaitu: pada sasaran Meningkatnya Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Keamanan Pangan Segar 98,04 persen; sasaran Meningkatnya Kemampuan Kelembagaan Distribusi dan Cadangan Pangan serta Stabilitas Harga Pangan 97,50 persen; dan sasaran Meningkatnya Kualitas Analisis Ketersediaan dan Akses Pangan serta Penanganan Rawan Pangan 88,79 persen. Tidak tercapainya outputs tersebut karena: a. Sampai dengan Bulan Desember 2011 terealisasi 4.000 desa atau 99,50 persen dari target sebanyak 4.020 desa, sebanyak 20 desa yang tidak merealisasikan dari Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat 10 desa dan Kabupaten Keerom Provinsi Papua 10 desa. Selain itu pada tahun 2011 Badan Ketahanan Pangan mendapatkan APBNP (Anggaran Penghematan) melalui kegiatan P2KP sebanyak 700 desa dengan realisasi 100 persen, dengan demikian total seluruhnya sebanyak 4.700 desa atau 99,57 persen dari target 4.720 desa. b. Beberapa kegiatan belum dapat dilaksanakan secara optimal karena adanya satu gapoktan LDPM tahun 2009 yang mengundurkan diri, identifikasi dan verifikasi gapoktan yang terlambat, kurangnya koordinasi lintas sektor dalam pelaksanaan kegiatan DKP, kurang optimalnya partisipasi pemerintah propinsi dan kabupaten/kota dalam pembinaan dan inventarisasi kebutuhan kelompok; c. Kecilnya realisasi sasaran Meningkatnya Kualitas Analisis Ketersediaan dan Akses Pangan, serta Penanganan Rawan Pangan salah satunya pada Indikator Kinerja jumlah Kab/Kota yang melakukan intervensi penanganan rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG dikarenakan (a) Daerah tidak optimal dalam melaksanakan dan memanfaatkan hasil analisi SKPG; (b) Provinsi dan Kabupaten tidak melakukan penyusunan juklak dan juknis; 38
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
(c) Tidak terbentuk Tim Investigasi di beberapa daerah; (d) Tingginya tingkat mutasi aparat sehingga petugas sering berganti; dan (e) Pencairan tidak sesuai RUK. B. Permasalahan, Kendala Utama, dan Upaya Perbaikan Seperti pada tahun sebelumnya, pelaksanaan berbagai kegiatan tahun 2011, masih menemui beberapa hambatan dan kendala, terutama: (1) adanya dinamika masyarakat dalam pembangunan ketahanan pangan; (2) perkembangan era otonomi daerah yang memberikan kesempatan kepada daerah untuk menyusun perangkat organisasi sesuai kebutuhannya; dan (3) peranan pemerintah yang lebih sebagai fasilitator dan mediator memerlukan pencerahan dan pencarian bentuk pola fikir dalam menata kesisteman ketahanan pangan. Dari hasil evaluasi kinerja berbagai kegiatan jangka pendek tahunan dalam pemantapan ketahanan pangan, ditemui beberapa permasalahan dan kendala utama sebagai berikut: 1. Aspek pembangunan ketahanan pangan yang mencakup subsistem ketersediaan dan kerawanan pangan, subsistem distribusi pangan, dan subsistem konsumsi dan kemanan pangan cukup luas dan terkait dengan berbagai sektor serta subsektor, sehingga memerlukan kebijakan yang cukup kompleks, terpadu, dan terkoordinasi mulai dari pusat, propinsi, hingga kabupaten/kota. 2. Pemahaman daerah sebagai ujung tombak pembangunan ketahanan pangan cukup beragam dalam ketahanan pangan, sehingga maih ada beberapa daerah propinsi dan kabupaten/kota belum membentuk Lembaga Ketahanan Pangan. Padahal, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 38 dan 41 Tahun 2007, bahwa Ketahanan Pangan menjadi urusan wajib di daerah. Selain itu, bagi daerah yang sudah membentuk lembaga ketahanan pangan, sebagian besar masih tergabung dengan unit kerja lain. Akibatnya program dan kegiatan yang telah direncanakan setiap tahun tidak terlaksana optimal dan kegiatan yang ditugaskan dari pusat ke daerah cukup banyak, sedangkan jumlah SDM yang tersedia cukup terbatas. 3. Pelaksana kegiatan atau struktur organisasi kelembagaan ketahanan pangan di daerah sering berubah akibat terjadinya perubahan kepemimpinan, sehingga DIPA daerah harus direvisi, pencairan dan penggunaan anggaran menjadi terlambat, dan akhir pelaksanaan kegiatan tidak dapat dilaksanakan secara optimal sesuai target dan sasaran yang diharapkan. 4. Kebijakan pembangunan ketahanan pangan yang sudah disepakati belum sinkron dengan kebijakan pembangunan daerah, sehingga berbagai kegiatan yang telah dirumuskan di pusat sering mengalami perubahan di daerah. 5. Terjadinya bencana alam yang beruntun, mengakibatkan fokus kegiatan menjadi berubah, terutama dalam penanganan bencana alam di daerah, dan disisi lain cadangan pangan daerah belum berkembang dan belum tertata dengan baik. Disisi lain, penanganan daerah rawan 39
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
pangan berdasarkan analisis SKPG belum dilaksanakan dengan baik karena kurangnya pemahaman aparat pelaksana bahwa dana PDRP dapat dicairkan jika analisis SKPG dilakukan dengan baik. 6. Pedoman umum yang telah disusun di pusat dan disebarluaskan ke daerah sering berubah dan belum dapat diimplementasikan oleh propinsi dan kabupaten/kota kedalam Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis), sehingga penyelenggaraan pembangunan ketahanan pangan melalui berbagai kegiatan menjadi lamban dan kurang sinkron. Terpaut dengan berbagai permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam kinerja pembangunan ketahanan pangan tahun 2012, dalam upaya peningkatan kinerja ke depan diperlukan berbagai perbaikan dan inovasi dengan pendekatan antara lain: 1. Membangun dukungan dari seluruh pemangku kepentingan dalam upaya perwujudan ketahanan pangan, guna: a. Menggalang dan mendorong terwujudnya komitmen nasional dalam mewujudkan ketahanan pangan dengan memfokuskan kebijakan dan arah pembangunan kepada kelompok rawan pangan dan miskin; b. Menyediakan forum dialog untuk mencari solusi terbaik dalam mewujudkan tujuan pembangunan ketahanan pangan melalui: pertukaran informasi, pengalaman, ide, dan berbagai bentuk informasi lainnya; c. Meningkatkan kualitas peran masing-masing pemangku kepentingan dalam memberikan kontribusi dan tanggungjawabnya dalam: mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga, meningkatkan komitmen dan aksi, pengembangan dan memobilisasi sumberdaya, serta partisipasi dalam memantau situasi ketahanan pangan rumah tangga; d. Meningkatkan kesadaran akan pentingnya kerjasama aksi seluruh pemangku kepentingan untuk mewujudkan ketahanan pangan. 2. Peningkatan peranan eksekutif dan legislatif dalam penentuan kebijakan ketahanan pangan wilayah, serta peningkatan pemahaman daerah dalam pembangunan ketahanan pangan melalui sosialisasi, advokasi, pemanfaatan multi media yang tersedia, seminar/workshop, penyebaran bahan informasi berupa booklet dan leaflet yang praktis tentang ketahanan pangan, dan lainnya. Selain itu, kemampuan dan kualitas SDM Aparat perlu ditingkatkan, dengan: pendidikan dan pelatihan, pengembangan jejaring kerja melalui akses informasi ketahanan pangan, serta pengembangan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pelaksanaan kegiatan 3. Mensinkronkan kebijakan pembangunan ketahanan pangan Pusat dan daerah untuk berbagai upaya pemberdayaan masyarakat, antara lain: 40
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
a. Pemberdayaan dalam pengembangan teknologi spesifik lokasi untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing sesuai dengan ekosistem setempat, memanfaatkan input yang tersedia dilokasi, dan memperhatikan keseimbangan lingkungan; b. Penyediaan fasilitas petani dalam pengadaan sarana produksi, informasi pasar, permodalan, dan pengembangan kemitraan; c. Revitalisasi kelembagaan dan sistem ketahanan pangan masyarakat, melalui pengembangan kegiatan pengembangan Demapan, pemanfaatan potensi bahan pangan sesuai sumberdaya wilayah, dan peningkatan mutu pangan berdasarkan budaya lokal sesuai perkembangan selera masyarakat yang dinamis; d. Penganekaragaman pangan melalui optimasi peran subsistem produksi, subsistem pengolahan, dan subsistem pemasaran, dengan langkah operasionalisasi antara lain: sosialisasi; promosi dan publikasi; pemantapan ketahanan pangan; pemantapan koordinasi antar pemangku kepentingan (stakeholder); pemantapan sistem kewaspadaan pangan dan gizi; pemberdayaan masyarakat dalam penganekaragaman konsumsi pangan; pengembangan ilmu dan teknologi (IPTEK) bagi pengembangan diversifikasi pangan; serta pemantauan dan evaluasi e. Akselerasi peningkatan mutu dan keamanan pangan secara terpadu antara Tim Pusat melalui: pembinaan dan pemantau ke daerah propinsi guna sinkronisasi dan koordinasi, sosialisasi mutu dan keamanan pangan, pembinaan dan pelatihan mutu dan keamanan pangan, pengawasan dan pengujian makanan segar dan olahan yang beredar di masyarakat; f. Perlindungan kepada petani dan industri pangan skala kecil; 4. Mengembangkan sistem kordinasi dan pembinaan dalam pemupukan cadangan pangan pemerintah dan cadangan pangan masyarakat yang bersifat pokok sesuai pola pangan setempat, guna mengantisipasi terjadinya kasus kalaparan dan gizi pada saat terjadinya bencana alam. 5. Meningkatkan sosialisasi, advokasi, dan pembinaan bagi daerah dalam mengimplementasikan berbagai Pedoman Umum yang disusun di pusat dan disebarluaskan ke daerah.
41
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
42
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian