ISSN : 2085 - 0204
JURNAL ILMIAH KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN MAJAPAHIT
DIAN IRAWATI Faktor Karakteristik Ibu Yang Berhubungan Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo Dan Campak Di Pasuruan SULISDIANA Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengetahuan Ibu Tentang Regurgitasi Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di BPS Muji Winarnik Mojokerto ELYANA MAFTICHA Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Konsumsi Tablet Kalsium Pada Wanita Premenopouse Di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo FARIDA YULIANI Perilaku Pantang Makan Pada Ibu Nifas Di BPS “A” Balongtani Jabon Sidoarjo DYAH SIWI HETY Hubungan Usia Dan Paritas Dengan Kejadian Ca Cervix Di RSUD Sidoarjo Tahun 2009 SARMINI MOEDJIARTO Karakteristik Ibu Yang Berhubungan Dengan Perdarahan Post Partum Di RB Medika Utama Wonokupang Balongbendo Sidoarjo Tahun 2009
HOSPITAL MAJAPAHIT
VOL 3
NO. 1
Hlm. 1 - 103
Mojokerto Februari 2011
ISSN 2085 - 0204
HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3. No. 1, Februari 2011
ISSN : 2085 - 0204
Pengantar Redaksi,
Jurnal Hospital Majapahit Vol. 3 No 1 Tahun 2011 banyak didominasi oleh publikasi dosen kebidanan tentang pengembangan penelitian di bidang kesehatan ibu dan anak. Hasil penelitian ini selain menunjang perbaikan materi pengajaran ke mahasiswa juga diharapkan membawa manfaat pada peningkatan status derajat kesehatan ibu dan anak di Indonesia. Artikel yang pertama ditulis oleh Dian Irawati yang membahas tentang faktor karakteristik ibu yang berhubungan dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan campak di Pasuruan. Dalam artikel ini dijelaskan bahwa ada hubungan pengetahuan ibu dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak. Pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT Combo dan Campak mempengaruhi ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak pada bayi yang disebabkan beberapa faktor antara lain pengetahuan ibu, sumber informasi yang didapat,pendidikan ibu. Semakin kurang pengetahuan ibu semakin tidak tepat pula dalam mengimunisasikan bayinya. Oleh karena itu, peran tenaga kesehatan dan kader harus lebih di tingkatkan untuk memberikan informasi melalui penyuluhan dengan menyebarkan leaflet tentang jadwal pemberian Imunisasi secara tepat dan pentingnya imunisasi pada bayi. Artikel yang kedua ditulis oleh Sulisdiana yaitu tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan ibu tentang regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan di BPS Muji Winarnik Mojokerto. Hasil penelitian ini membahas bahwa sebagian besar ibu sebenarnya telah mempunyai pengetahuan yang cukup tentang regurgitasi. Pengetahuan ini muncul karena responden telah memperoleh informasi yang cukup baik dari pengalaman sendiri atau lingkungan serta dapat pula dari tenaga kesehatan. Pengetahuan responden terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya umur, pendidikan, dan pekerjaan. Artikel yang ketiga ditulis oleh Ellyana Mafticha dengan tema Faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi tablet kalsium pada wanita pre menopouse di desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo. Artikel ini menjelaskan bahwa terdapat hubungan pengetahuan tentang osteoporosis dengan konsumsi tablet kalsium pada wanita premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo.Tingkat keeratan hubungan dalam penelitian ini adalah sangat kuat. Sebagian besar responden berpengetahuan cukup tentang osteoporosis akan tatapi mereka tidak mengkonsumsi tablet kalsium dengan teratur di karenakan masalah biaya dan malas minum tablet kalsium setiap hari. Konsumsi tablet kalsium ini bermanfaat untuk mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan, kerapuhan tulang, dan kejang otot. Artikel yang keempat ditulis oleh Farida Yuliani yang membahas tentang Perilaku Pantang Makan Pada Ibu Nifas di BPS A Balongtani Jabon Sidoarjo. Artikel ini menjelaskan bahwa pantang makan pada ibu nifas dapat mempengaruh kelancaran produksi ASI. Sehingga perlunya peningkatan informasi tentang pantang makan pada ibu nifas, supaya ibu nifas mengetahui pentingnya makanan bergizi untuk kesehatan ibu dan bayi. Artikel yang kelima ditulis oleh Dyah Siwi Hety tentang hasil penelitiannya yang dipublikasikan pada tahun 2010 yakni tentang Hubungan Usia dan Paritas Dengan Kejadian Ca Cervix di RSUD Sidoarjo Tahun 2009. Hasil penelitian ini membahas tentang hubungan antara paritas dengan kejadian Ca Cerviks. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Ca Cerviks : Human Papilloma Virus, merokok, hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini, berganti-ganti pasangan seksual, gangguan system kekebalan tubuh, pemakaian pil KB, infeksi herpes genetalis atau infeksi klamidia menahun, lanjut usia, kegemukan, menstruasi pertama di usia dini, menopause yang terlambat dan belum pernah hamil. Simpulan penelitian ini adalah pasien rawat inap dengan paritas tinggi cenderung terkena kanker serviks lebih besar dibandingkan pasien dengan paritas rendah. Penyakit kanker serviks adalah jenis penyakit yang dapat dicegah dan disembuhkan. Salah satu upaya mencegah kanker serviks adalah dengan membatasi jumlah anak dan melakukan pemeriksaan pap smear sebagai upaya pencegahan kanker serviks.
HOSPITAL MAJAPAHIT Artikel yang keenam ditulis oleh Sarmini Moedjiarto yang membahas tentang karakteristik ibu yang berhubungan dengan perdarahan post partum di RB Medika Utama Wonokupang Balongbendo Sidoarjo tahun 2009. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa ada hubungan yang bermakna antara variabel independen (jarak persalinan) dan variabel dependen ( perdarahan post partum ). Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa jarak persalinan merupakan salah satu penyebab predisposisi terjadinya perdarahan post partum. Perlu adanya penanganan obstetrik yang efisian dalam pemantauan kehamilan agar komplikasi persalinan terhadap perdarahan post partum bisa di cegah.
Redaksi,
HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3. No. 1, Februari 2011
ISSN : 2085 - 0204
Kebijakan Editorial dan Pedoman Penulisan Artikel Kebijakan Editorial Jurnal Hospital Majapahit diterbitkan oleh Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto secara berkala (setiap 6 bulan) dengan tujuan untuk menyebarluaskan informasi hasil penelitian, artikel ilmiah kepada akademisi, mahasiswa, praktisi dan lainnya yang menaruh perhatian terhadap penelitianpenelitian dalam bidang kesehatan. Lingkup hasil penelitian dan artikel yang dimuat di Jurnal Hospital Majapahit ini berkaitan dengan pendidikan yang dilakukan oleh Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto. Jurnal Hospital Majapahit menerima kiriman artikel yang ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Penentuan artikel yang dimuat dalam Jurnal Hospital Majapahit dilakukan melalui proses blind review oleh editor Hospital Majapahit. Hal-hal yang dipertimbangkan dalam penentuan pemuat artikel, antara lain : terpenuhinya syarat penulisan dalam jurnal ilmiah, metode penelitian yang digunakan, kontribusi hasil penelitian dan artikel terhadap perkembangan pendidikan kesehatan. Penulis harus menyatakan bahwa artikel yang dikirim ke Hospital Majapahit, tidak dikirim atau dipublikasikan dalam majalah atau jurnal ilmiah lainnya. Editor bertanggung jawab untuk memberikan telaah konstruktif terhadap artikel yang akan dimuat, dan apabila dipandang perlu editor menyampaikan hasil evaluasi artikel kepada penulis. Artikel yang diusulkan untuk dimuat dalam jurnal Hospital Majapahit hendaknya mengikuti pedoman penulisan artikel yang dibuat oleh editor. Artikel dapat dikirim ke editor Jurnal Hospital Majapahit dengan alamat :
Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto Jl. Jabon – Gayaman KM. 2 Mojokerto 61363 Telepon (0321) 329915 Fax (0321) 331736, Email :
[email protected]
HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3. No. 1, Februari 2011
ISSN : 2085 - 0204
Pedoman Penulisan Artikel. Penulisan artikel dalam jurnal kesehatan hospital majapahit yang diharapkan menjadi pertimbangan penulis. Format. 1. Artikel diketik dengan spasi ganda pada kertas A4 (210 x 297 mm). 2. Panjang artikel maksimum 7.000 kata dengan Courier atau Times New Roman font 11 – 12 atau sebanyak 15 sampai dengan 20 halaman. 3. Margin atas, bawah, samping kanan dan samping kiri sekurang kurangnya 1 inchi. 4. Semua halaman sebaiknya diberi nomor urut. 5. Setiap table dan gambar diberi nomor urut, judul yang sesuai dengan isi tabel atau gambar serta sumber kutipan. 6. Kutipan dalam teks menyebutkan nama belakang (akhir) penulis, tahun, dan nomor halaman jika dipandang perlu. Contoh : a. Satu sumber kutipan dengan satu penulis (Rahman, 2003), jika disertai dengan halaman (Rahman, 2003:36). b. Satu sumber kutipan dengan dua penulis (David dan Anderson, 1989). c. Satu sumber kutipan dengan lebih dari satu penulis (David dkk, 1989). d. Dua sumber kutipan dengan penulis yang sama (David, 1989, 1992), jika tahun publikasi sama (David, 1989a, 1989b). e. Sumber kutipan dari satu institusi sebaiknya menyebutkan singkatan atau akronim yang bersangkutan (BPS, 2007: DIKNAS, 2006). Isi Tulisan. Tulisan yang berupa hasil penelitian disusun sebagai berikut : Abstrak, bagian ini memuat ringkasan artikel atau ringkasan penelitian yang meliputi masalah penelitian, tujuan, metode, hasil, dan kontribusi hasil penelitian. Abstrak disajikan diawal teks dan terdiri antara 200 sampai dengan 400 kata (sebaiknya disajikan dalam bahasa inggris). Abstrak diberi kata kunci (key word) untuk memudahkan penyusunan indeks artikel. Pendahuluan, menguraikan kerangka teoritis berdasarkan telaah literatur yang menjadi landasan untuk menjadi hipotesis dan model penelitian. Kerangka Teoritis, memaparkan kerangka teoritis berdasarkan telaah literatur yang menjadi landasan untuk mengembangkan hipotesis dan model penelitian. Metode Penelitian, memuat pendekatan yang digunakan, pengumpulan data, definisi Dan pengukuran variable serta metode dan teknik analisis data yang digunakan. Hasil Penelitian, berisi pemaparan data hasil tentang hasil akhir dari proses kerja teknik analisis data, bentuk akhir bagian ini adalah berupa angka, gambar dan tabel. Pembahasan, memuat abstraksi peneliti setelah mengkaji hasil penelitian serta teori – teori yang sudah ada dan dijadikan dasar penelitian. Daftar Pustaka, memuat sumber-sumber yang dikutip dalam artikel, hanya sumber yang diacu saja yang perlu dicantumkan dalam daftar pustaka.
HOSPITAL MAJAPAHIT Jurnal : Berry, L. 1995. “Ralationship Marketing of Service Growing Interest, Emerging Perspective”. Journal of the Academy Marketing Science. 23. (4) : 236 – 245. Buku : Asnawi SK dan Wijaya C. 2006. Metodologi Penelitian Keuangan, Prosedur, Ide dan Kontrol. Yogyakarta : Graha Ilmu. Artikel dari Publikasi Elekronik : Orr. 2002. “Leader Should do more than reduce turnover”. Canadian HR Reporter. 15, 18, ABI/INFORM Research. 6 & 14 http://www.proquest.com/pqdauto[06/01/04]. Majalah : Widiana ME, 2004. “Dampak Faktor-Faktor Pemasaran Relasional dalam Membentuk Loyalitas Nasabah pada Bisnis Asuransi”. Majalah Ekonomi. Tahun XIV. (3) : 193-209. Pedoman : Joreskog and Sorbom. 1996. Prelis 2 : User’s Reference Guide, Chicago, SSI International. Simposium : Pandey. LM. 2002. Capital Structur and Market Power Interaction : evidence from Malaysia, in Zamri Ahmad, Ruhani Ali, Subramaniam Pillay. 2002. Procedings for the fourt annual Malaysian Finance Assiciation Symposium. 31 May-1. Penang. Malaysia. Paper : Martinez and De Chernatony L. 2002. “The Effect of Brand Extension Strategies Upon Brand Image”. Working Paper. UK : The University of Birmingham. Undang-Undang & Peraturan Pemerintah : Widiana ME, 2004. “Dampak Faktor-Faktor Pemasaran Relasional dalam Membentuk Loyalitas Nasabah pada Bisnis Asuransi”. Majalah Ekonomi. Tahun XIV. (3) : 193-209. Skripsi, Thesis, Disertasi : Christianto I. 2008. Penentuan Strategi PT Hero Supermarket Tbk, Khususnya pada Kategori Supermarket di Kotamadya Jakarta Barat berdasarkan Pendekatan Analisis Konsep Three Stage Fred R. David (Skripsi). Jakarta : Program Studi Manajemen, Institut Bisnis dan Informatika Indonesia. Surat Kabar : Gito. 26 Mei 2006. Penderes. Perajin Nira Sebagian Kurang Profesional. Kompas: 36 (Kolom 4-5). Penyerahan Artikel : Artikel diserahkan dalam bentuk compact disk (CD) dan dua eksemplar cetakan kepada :
Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto Jl. Jabon – Gayaman KM. 2 Mojokerto 61363 Telepon (0321) 329915 Fax (0321) 331736, Email :
[email protected]
HOSPITAL MAJAPAHIT Vol. 3. No. 1, Februari 2011
ISSN : 2085 - 0204
DAFTAR ISI FAKTOR KARAKTERISTIK IBU YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETEPATAN IMUNISASI DPT COMBO DAN CAMPAK DI PASURUAN ......................................... Dian Irawati Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto
1
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG REGURGITASI PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DI BPS MUJI WINARNIK MOJOKERTO ................................................................................................. Sulisdiana Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto
15
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KONSUMSI TABLET KALSIUM PADA WANITA PREMENOPOUSE DI DESA TANJEK WAGIR KECAMATAN KREMBUNG KABUPATEN SIDOARJO ............................................... Elyana Mafticha. Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto
34
PERILAKU PANTANG MAKAN PADA IBU NIFAS DI BPS “A” BALONGTANI JABON SIDOARJO .............................................................................................................. Farida Yuliani Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto
54
HUBUNGAN USIA DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN CA CERVIX DI RSUD SIDOARJO TAHUN 2009 ............................................................................................................ Dyah Siwi Hety Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto KARAKTERISTIK IBU YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERDARAHAN POST PARTUM DI RB MEDIKA UTAMA WONOKUPANG BALONGBENDO SIDOARJO TAHUN 2009 ........................................................................................................................ Sarmini Moedjiarto Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto
Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto Jl. Jabon – Gayaman KM. 2 Mojokerto 61363 Telepon (0321) 329915 Fax (0321) 331736, Email :
[email protected]
74
87
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
FAKTOR KARAKTERISTIK IBU YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETEPATAN IMUNISASI DPT COMBO DAN CAMPAK DI PASURUAN Dian Irawati Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto ABSTRAK Setiap tahun ada 10% bayi sekitar (450.000 bayi) yang belum mendapat imunisasi sehingga dalam 5 tahun menjadi 2 juta anak yang belum mendapat imunisasi yang lengkap. Angka cakupan DPT Combo dan Campak sangat rendah dan setiap tahun selalu terjadi penurunan angka cakupan. Banyak faktor yang menyebabkan belum optimalnya pemberian imunisasi DPT Combo dan Campak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa faktor karakteristik ibu yang berhubungan dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak di Pasuruan. Desain yang digunakan adalah analitik jenis ―Cross Sectional‖, dengan jumlah populasi dan sampel 48 ibu yang memiliki bayi usia 12 bulan. Sedangkan teknik sampling yang digunakan adalah total sampling. Variabel independen adalah umur, pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan sedangkan variabel dependen adalah ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Data yang didapat kemudian dimasukkan dalam tabulasi silang dihitung dengan uji Mann Whitney. Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 17-19 juni 2010 di Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan paling banyak responden berpengetahuan kurang 22 responden (45,83%) dan lebih dari 50% responden tidak mengimunisasikan bayinya dengan tepat sebanyak 30 responden (62,5%). Analisis data ini menggunakan uji Mann Whitney dengan = 0,05 dan hasil perhitungan 0,008 < 0,05 yang artinya Ho ditolak dan Ha diterima yaitu ada hubungan pengetahuan ibu dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT Combo dan Campak mempengaruhi ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak pada bayi yang disebabkan beberapa faktor antara lain pengetahuan ibu, sumber informasi yang didapat,pendidikan ibu. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin kurang pengetahuan ibu semakin tidak tepat pula dalam mengimunisasikan bayinya. Oleh karena itu, peran tenaga kesehatan dan kader harus lebih di tingkatkan untuk memberikan informasi melalui penyuluhan dengan menyebarkan leaflet tentang jadwal pemberian Imunisasi secara tepat dan pentingnya imunisasi pada bayi. Kata kunci : Pengetahuan, Imunisasi DPT Combo dan Campak, Ketepatan A. PENDAHULUAN Cakupan imunisasi dasar anak meningkat dari 5% hingga mendekati 80% di seluruh dunia sejak penetapan Expanded Program On Immunisation (EPI) oleh WHO. Bayi-bayi di Indonesia yang diimunisasi setiap tahun sekitar 90% dari sekitar 4,5 juta bayi yang lahir artinya setiap tahun ada 10% bayi (sekitar 450.000 bayi) yang belum mendapat imunisasi sehingga dalam 5 tahun menjadi 2 juta anak yang belum mendapat imunisasi dasar lengkap (Aprianti, 2008). Hal itu karena masih ada hambatan geografis, jarak, jangkauan layanan, transportasi, ekonomi dan lain-lain (Depkes, 2003). Walaupun pemerintah telah menargetkan imunisasi seperti yang telah disebutkan di atas, namun pada kenyataannya kegiatan imunisasi sendiri masih kurang mendapat perhatian dari masyarakat yang memiliki bayi. Tidak sedikit ibu-ibu yang tidak bersedia untuk mengimunisasikan anaknya dengan alasan takut akan efek samping imunisasi yang di sertai pengetahuan masyarakat yang rendah tentang imunisasi (Muhamad, 2005). DPT (Diphteri, Pertusis dan Tetanus) Combo adalah gabungan imunisasi DPT dengan Hepatitis B, di berikan kepada balita secara bertahap dalam 3 kali. Imunisasi DPT untuk mencegah difteri, pertusis, tetanus. Imunisasi ini di berikan pada usia 2, 3, dan 4 bulan. Efek
1
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
sampingnya merah, dan bengkak pada tempat injeksi dan panas badan. Imunisasi Campak gunanya untuk mencegah penyakit campak, diberikan pada usia 9 bulan,di injeksikan di paha/lengan atas. Efek sampingnya panas, merah-merah di kulit. Imunusasi Polio diberikan pada bayi usia 2, 3, 4, 9 bulan. Pemberian imunisasi akan dilaksanakan apabila ada peran serta dan kesadaran dari masyarakat khususnya ibu, perilaku ibu dalam ketepatan pemberian imunisasi masih banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor, diantaranya faktor presdiposisi yang mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi, dan kepercayaan. Pengetahuan pada masyarakat sangat penting, perubahan sikap yang di dasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak di dasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2000). Banyak faktor yang menyebabkan belum optimalnya pemberian imunisasi DPT Combo dan Campak yaitu tingkat pengetahuan masyarakat yang rendah terhadap imunisasi. Oleh karena itu pengetahuan masyarakat perlu di tingkatkan sehingga mengerti betapa besarnya pemberian imunisasi pada balita. Dalam masalah ini seharusnya petugas kesehatan dan kader mendatangi rumah ibu yang mempunyai balita dan memberikan sedikit informasi tentang imunisasi. Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam imunisasi adalah ketepatan jadwal imunisasi. Apabila ibu tidak tepat dalam mengimunisasikan bayinya akan berpengaruh terhadap kekebalan dan kerentanan bayi terhadap suatu penyakit. Sehingga bayi harus mendapatkan imunisasi tepat waktu agar terlindung dari berbagai penyakit berbahaya. Salah satu faktor yang mempengaruhi ketepatan jadwal imunisasi adalah tingkat pengetahuan ibu. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilaksanakan pada tanggal 22-29 April 2010 di Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan dengan melihat buku KMS, dari 10 ibu yang mempunyai balita, 3 orang (30%) sudah mengimunisasikan balitanya sesuai jadwal. Sedangkan 7 orang (70%) belum mengimunisasikan bayinya dengan tepat sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Tabel 1. Hasil Cakupan Pencapaian Imunisasi DPT Combo di Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan Tahun 2008-2009 2008 2009 No. Jenis Imunisasi Target Pencapaian Target Pencapaian 1. DPT Combo I 100 57(57%) 100 53(53%) 2. DPT Combo II 95 46(52%) 90 49(54%) 3. DPT Combo III 90 42(47%) 90 48(53%) Sumber : Laporan Imunisasi Polindes Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan Berdasarkan tabel di atas, khususnya imunisasi DPT Combo dan Campak, angka cakupan imunisasi DPT Combo dan Campak Tahun 2008-2009 lebih rendah dari target yang telah di tetapkan. Dari fenomena diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang faktor karakteristik ibu yang berhubungan dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak di Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan. B. 1.
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Dasar Imunisasi a. Pengertian Imunisasi Imunisasi berasal dari kata Imun, kebal, resisten. Anak diimunisasi, berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain (Notoatmodjo, 2003).
2
HOSPITAL MAJAPAHIT
b.
c.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Bayi yang lahir mempunyai kekebalan alami yang diterima dari ibunya saat masih dalam kandungan. Kekebalan ini didapat melalui placenta dan akan habis kira-kira setelah bayi berusia 6 bulan. Pada usia ini seorang anak menjadi sasaran yang mudah dijangkiti penyakit. Untuk mencegahnya, suntikan imunisasi harus diberikan sedini mungkin. Pada dasarnya imunisasi ada 2 jenis : 1) Imunisasi Pasif (Passive Immunization) Imunisasi adalah kekebalan tubuh yang bisa diperoleh seseorang yang zat kekebalan tubuhnya didapatkan dari luar. Imunisasi pasif dibagi menjadi 2 : a) Imunisasi pasif alamiah Adalah antibodi yang didapat seseorang karena diturunkan oleh ibu yang merupakan orang tua kandung langsung ketika berada dalam kandungan. b) Imunisasi pasif buatan Adalah kekebalan tubuh yang diperoleh karena suntikan serum untuk mencegah penyakit tertentu. 2) Imunisasi Aktif (Passive Immunization) Imunisasi aktif adalah kekebalan tubuh yang didapat seseorang karena tubuh yang secara aktif membentuk zat antibodi. a) Imunisasi aktif alamiah Adalah kekebalan tubuh yang secara otomatis diperoleh setelah sembuh dari suatu penyakit. b) Imunisasi aktif buatan Adalah kekebalan tubuh yang didapat dari vaksinasi yang diberikan untuk mendapatkan perlindungan dari suatu penyakit. Imunisasi Aktif (Active Immunization) Imunisasi yang diberikan pada anak adalah : a) BCG, untuk mencegah penyakit TBC. b) DPT, untuk mencegah penyakit-penyakit difteri, pertusis dan tetanus. c) Polio, untuk mencegah penyakit poliomyelitis. d) Campak untuk mencegah penyakit campak (measles) (Notoatmodjo, 2003). Tujuan Program Imunisasi Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini penyakit-penyakit tersebut adalah disentri, tetanus, pertusis, campak, polio dan tuberculose (Notoatmodjo, 2003). Pemberian imunisasi bertujuan untuk mencegah penyakit dan kematian bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh wabah yang sering muncul. Pemerintah Indonesia sangat mendorong pelaksanaan program imunisasi sebagai cara untuk menurunkan angka kesakitan, kematian pada bayi, balita/anak-anak pra sekolah (Depkes RI, 2001). DPT Combo 1) Pengertian DPT Combo Vaksin mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang dimurnikan dan pertusis yang in aktivasi serta vaksin hepatiis B yang merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung HbsAg. 2) Indikasi Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit Difetri, Tetanus, Pertusis dan Hepatitis B. 3) Efek Samping DPT a) Panas b) Rasa sakit di daerah suntikan c) Peradangan d) Kejang-kejang 4) Kemasan Warna vaksin putih keruh seperti vaksin DPT.
3
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
5)
d.
Cara pemberian dan dosis a) Pemberian dengan cara Intra Muskular, 0,5 ml sebanyak 3 dosis. b) Dosis pertama pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval minimal 4 minggu (1 bulan). c) Di unit pelayanan, Vaksin DPT combo yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 4 minggu, dengan ketentuan: (1) Vaksin belum kadaluwarsa (2) Vaksin disimpan dalam suhu +2°C- +8°C. (3) Tidak pernah terendam air (4) Sterilitasnya terjaga (Depkes RI, 2005) Vaksin Campak 1) Definisi Vaksin Campak Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. 2) Indikasi Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak. 3) Kontraindikasi Individu yang mengidap penyakit immunodeficiency atau individu yang diduga menderita gangguan respons imun Karen aleukimia, lymphoma. 4) Efek samping Hingga 15% pasien dapat megalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi. 5) Cara pemberian dan dosis a) Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu harus dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut. b) Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas, pada usia 9 bulan (Depkes RI, 2005). Tabel 2. Jadwal Imunisasi No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
2.
Umur 0-7 Hari 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 9 Bulan
Jenis Imunisasi HB Uniject BCG DPT Combo 1 dan Polio 1 DPT Combo 2 dan Polio 2 DPT Combo 3 dan Polio 3 Campak dan Polio 4
Konsep Dasar Pengetahuan a. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu, pengindraan terjadi melalui indra manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya (Budi, 2005). Pengetahuan adalah sesuatu yang hadir dan terwujud dalam jiwa dan pikiran seseorang dikarenakan adanya reaksi, persentuhan, dan hubungan dengan lingkungan dan alam sekitarnya. Pengetahuan ini meliputi emosi, tradisi, keterampilan, informasi, akidah, dan pikiran-pikiran.
4
HOSPITAL MAJAPAHIT b.
c.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Tingkat Pengetahuan Dalam Domain Kognitif Pengetahuan memiliki enam tingkat yang bergerak berurutan dari tingkatan rendah atau sederhana sampai ketingkat yang paling kompleks yaitu : 1) Tahu (know) Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah di pelajari sebelumnya, termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasikan, mengetahui dan sebagainya. 2) Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang apa yang di ketahui dan dapat mengintreprestasikan materi tersebut dengan benar. Orang yang telah faham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari. 3) Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya), Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus-rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4) Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi itu dan masih ada kaitanya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan mengelompokkan dan sebagainya. 5) Sintesis Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada. 6) Evaluasi Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau obyek penelitian itu berdasarkan suatu kriteria yang di tentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan 1) Pendidikan Pendidikan adalah bimbingan yang telah di berikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang pendidikannya, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai yang baru diperkenalkan. 2) Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. 3) Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologi (mental). Pertumbuhan pada fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan pertama, perubahan ukuran, kedua perubahan proporsi, ketiga hilangnya ciri- cirri lama, ke empat timbulnya ciri-ciri baru. Ini akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologi atau mental taraf berfikir seseorang makin matang.
5
HOSPITAL MAJAPAHIT a)
b)
c)
d)
e)
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Minat Sebagai suatu kecenderungan atau keinginannya tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang menjadi mendalam. Pengalaman Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman seseorang kurang baik akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologi akan timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi jiwanya, dan akhirnya dapat membentuk sikap positif dalam kehidupannya. Kebudayaan lingkungan sekitarnya Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Informasi Kemudahan memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru (Notoatmodjo, 2003). Cara Mengukur Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan seperti : (1) Pengetahuan baik jika skor >75% (2) Pengetahuan cukup jika skor 60% - 75% (3) Pengetahuan kurang jika < 60% (Arikunto, 2006).
C. METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah observasi analitik dengan desain penelitian Cross Sectional, karena antara variabel independen (pengetahuan) dan variabel dependen (ketepatan) diukur pada saat yang sama (Notoatmodjo, 2005). 2. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara dari suatu pemilihan (Notoatmodjo, 2005). Hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ha : Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak. 3. Variabel Dan Definisi Operasional Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain (Notoatmodjo, 2005). Variabel bebas (independen) penelitian ini adalah pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT Combo dan Campak. Variabel (dependen) tergantung pada penelitian ini adalah ketepatan pemberian imunisasi DPT Combo dan Campak. Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2008).
6
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Tabel 3. Definisi Operasional Faktor Karakteristik Ibu Yang Berhubungan Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo Dan Campak Di Pasuruan
4.
Variabel Independen : Pengetahuan ibu dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak
Definisi Operasional Kriteria Kemampuan ibu untuk Tingkat pengetahuan : menyebutkan jawaban yang - Kurang : < 60% benar pada pertanyaan tentang - Cukup : 60 – 75% imunisasi DPT Combo dan - Baik : > 75 % Campak yang meliputi: - Pengertian imunisasi DPT Combo dan Campak Jawaban : - Efek samping imunisasi DPT - Benar :1 Combo dan Campak - Salah : 0 - Jadwal pemberian imunisasi (Arikunto, 2006) Combo dan Campak
Skala Ordinal
Dependen : Ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak
Kegiatan imunisasi DPT Combo dan Campak yang dilaksanakan sesuai dengan jadwal pemberian
Nominal
- Tepat (DPT Combo dan Campak) diberikan kode 1 - Tidak tepat (DPT Combo dan Campak) diberikan kode 2
Populasi, Sampel Dan Instrumen Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai bayi usia 12 bulan sebanyak 48 orang yang ada di Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan pada tanggal 17-19 Juni 2010. Penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling dengan teknik pengambilan sampel jenuh (total sampling) yaitu cara pengambilan sampel dengan mengambil semua anggota populasi untuk menjadi sampel. Cara ini dilakukan bila populasinya kecil, maka anggota populasi tersebut diambil seluruhnya untuk dijadikan sampel penelitian (Hidayat, 2008). Instrumen yang digunakan adalah buku KMS dan
kuesioner. Kuesioner berisi 13 pernyataan tentang pengetahuan yang disusun disusun sendiri oleh peneliti. 5.
Teknik Analisis Data a. Univariat Untuk kode subvariabel tingkat pengetahuan sebagai berikut: Pemyataan : Salah :0 Benar : 1 Kemudian jawaban tersebut diubah menjadi persentase dengan rumus:
Keterangan: P : Prosentase f : Jumlah jawaban yang benar N : Jumlah skor maksimal jika semua pertanyaan dijawab dengan benar Kemudian hasil prosentase diinterpretasikan menjadi: Pengetahuan baik : > 75 % Pengetahuan cukup : 60 % - 75 % Pengetahuan kurang : < 60 % (Arikunto, 2006)
7
HOSPITAL MAJAPAHIT b.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Bivariat Analisa bivariat dilakukan terhadap 2 variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Dalam analisis ini dapat dilakukan uji Mann Whitney, dengan menggunakan teknik komputerisasi SPSS 12, dengan kemaknaan = 0,05. Jika nilai probabilitas hasil perhitungan < 0.05, maka Ha diterima. Ha : Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak. H0 : Tidak Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak.
D. HASIL PENELITIAN 1. Data Umum a. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Tabel 4. Karakteristik Usia Responden di Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan No. 1. 2. 3.
b.
Karakteristik Usia
Frekuensi (f)
Prosentase (%)
< 20 tahun 20-30 tahun >30 tahun
10 20,8 35 72,9 3 6,3 Total 48 100 Dari tabel 4 diketahui bahwa sebagian besar responden berusia 20-30 tahun sedangkan responden yang berusia > 30 tahun mempunyai proporsi yang paling kecil. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Tabel 5. Karakteristik Pendidikan Responden di Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan No.
Karakteristik Pendidikan
Frekuensi (f)
Prosentase (%)
1.
SD
20
41,6
2.
SMP
14
29,2
3.
SMA
14
29,2
4.
c.
Perguruan Tinggi 0 0 Total 48 100 Dari tabel 5 diketahui bahwa paling banyak responden berpendidikan SD dan tidak ada responden yang lulusan Perguruan Tinggi. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Tabel 6. Karakteristik Pekerjaan Responden di Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan No. 1. 2.
Karakteristik Pekerjaan Frekuensi (f) Prosentase (%) Bekerja 7 14,6 Tidak bekerja 41 85,4 Total 48 100 Dari tabel 6 diketahui bahwa sebagian responden tidak bekerja sedangkan sisanya bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan karyawan swasta.
8
HOSPITAL MAJAPAHIT d.
Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi DPT Combo dan Campak Tabel 7. Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi DPT Combo dan Campak di Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan No. 1. 2. 3.
e.
Pengetahuan
Frekuensi (f)
Prosentase (%)
Baik Cukup Kurang
6 12,5 20 41,7 22 45,8 Total 48 100 Dari tabel 7 menunjukkan hampir setengahnya responden mempunyai pengetahuan yang kurang tentang imunisasi DPT Combo dan Campak, sedangkan yang mempunyai pengetahuan pada tingkat baik mempunyai proporsi yang paling kecil. Ketepatan Imunisasi DPT Combo dan Campak Tabel 8. Ketepatan Imunisasi DPT Combo dan Campak di Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan No. 1. 2.
2.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Ketepatan
Frekuensi (f) Prosentase (%) Tepat 18 37,5 Tidak Tepat 30 62,5 Total 48 100 Dari tabel 8 menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden tidak tepat dalam melakukan imunisasi DPT Combo dan Campak sedangkan sisanya sudah tepat dalam melakukan imunisasi DPT Combo dan Campak. Data Khusus Pada data ini akan disajikan tabulasi silang antara usia, pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan ibu dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak . a. Analisis Hubungan Usia Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo dan Campak Tabel 9. Tabulasi Silang Antara Usia Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo dan Campak di Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan Ketepatan Total No. Usia Tepat Tidak Tepat f (%) f (%) f (%) 0 0 10 20,8 10 20,8 1. < 20 tahun 16 33,3 19 39,6 35 72,9 2. 20-30 tahun 2 4,2 1 2,1 3 6,3 3. >30 tahun 18 37,5 30 62,5 48 100 Jumlah Berdasarkan hasil tabulasi silang diatas dapat diketahui bahwa semua responden yang berusia < 20 tahun tidak tepat dalam menjalankan imunisasi DPT Combo dan Campak sedangkan responden yang berusia > 30 tahun lebih dari 50% tepat dalam menjalankan imunisasi DPT Combo dan Campak.
Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 8,097(a) 2 ,017 Likelihood Ratio 11,428 2 ,003 Linear-by-Linear Association 7,460 1 ,006 N of Valid Cases 48 a 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,13.
9
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Hasil uji statistic menggunakan uji Chi Square menunjukkan bahwa nilai p value sama dengan 0,017. Nilai ini lebih kecil dari 0,05 jadi dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara usia ibu dengan ketepatan dalam melaksanakan imunisasi DPT Combo dan Campak. b. Analisis Hubungan Pendidikan Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo dan Campak Tabel 10. Tabulasi Silang Antara Pendidikan Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo dan Campak di Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan Ketepatan Total No. Pendidikan Tepat Tidak Tepat f (%) f (%) f (%) 1. SD 2 4,2 18 37,4 20 41,6 2. SMP 5 10,4 9 18,8 14 29,2 3. SMA 11 22,9 3 6,3 14 29,2 18 37,5 30 62,5 48 100 Jumlah Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang berpendidikan SD tidak tepat dalam menjalankan imunisasi DPT Combo dan Campak, sedangkan responden yang berpendidikan SMA sebagian besar tepat dalam menjalankan imunisasi DPT Combo dan Campak. Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 16,549(a) 2 ,000 Likelihood Ratio 17,709 2 ,000 Linear-by-Linear Association 15,902 1 ,000 N of Valid Cases 48 a 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,25. Hasil analisis data menggunakan uji chi square tersebut diatas dapat diketahui bahwa nilai chi square hitung sama dengan 16,549 dengan nilai tabel pada df sama dengan 2 adalah sebesar 5,991. karena nilai hitung > nilai tabel maka Ho ditolak jadi ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak pada tingkat signifikansi 5%. c. Analisis Hubungan Pekerjaan Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo dan Campak Tabel 11. Tabulasi Silang Antara Pekerjaan Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo dan Campak di Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan Ketepatan Total No. Pekerjaan Tepat Tidak Tepat f (%) f (%) f (%) 1. Tidak Bekerja 13 27,1 28 58,2 41 85,4 2. Bekerja 5 10,4 2 4,2 7 14,6 18 37,5 30 62,5 48 100 Jumlah Dari hasil tabulasi silang dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yang tidak bekerja tidak tepat dalam melaksanakan imunisasi DPT Combo dan Campak. Sedangkan responden yang bekerja justru paling banyak tepat dalam menjalankan imunisasi DPT Combo dan Campak.
10
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
d. Analisis Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo dan Campak Tabel 12. Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo dan Campak di Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan Ketepatan Total No. Pengetahuan Tepat Tidak Tepat f (%) f (%) f (%) 1 Baik 5 10,4 1 2,1 6 12,5 2 Cukup 13 27,1 7 14,6 20 41,7 3 Kurang 0 0 22 45,8 22 45,8 18 37,5 30 62,5 48 100 Jumlah Berdasarkan tabel 12 menunjukkan sebagian besar berpengetahuan kurang dan tidak tepat mengimunisasikan bayinya sesuai jadwal 22 responden (45,8%). Data yang diperoleh dari hasil observasi oleh peneliti kemudian dilakukan analisa dengan menggunakan uji mann whitney untuk mengetahui ada tidaknya hubungan pengetahuan ibu tentang ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak antara responden yang mempunyai tingkat pengetahuan baik, cukup, kurang di Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan pada bulan17-19 juni 2010. Dari hasil uji mann whitney dengan = 0,05 dan hasil perhitungan 0,008 < 0,05 yang artinya Ha diterima yaitu ada hubungan pengetahuan ibu dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak. E. 1.
PEMBAHASAN Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi DPT Combo Dan Campak Berdasarkan tabel 7 menunjukkan paling banyak responden mempunyai pengetahuan baik 6 responden (12,5%), cukup 20 responden (41,66%), kurang tentang imunisasi DPT Combo dan Campak 22 responden (45,83%). Dari hasil data banyak ibu yang memiliki pengetahuan kurang tentang imunisasi DPT Combo dan campak yang meliputi pengertian, manfaat, jadwal imunisasi. Karena kurangnya ibu yang memiliki pengetahuan tentang imunisasi DPT Combo dan Campak maka banyak balita yang tidak diberi imunisasi sesuai jadwal. Semakin tinggi pengetahuan seseorang maka mereka akan membentuk perilaku yang baik. Sebaliknya semakin rendah pengetahuan seseorang maka mereka tidak bisa memilih sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya sehingga akan terbentuk perilaku yang tidak baik. Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap obyek (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya pendidikan, lingkungan pekerjaan, umur, kebudayaan lingkungan, informasi. Dengan bertambahnya usia maka pengetahuan seseorang akan bertambah baik (Mubarak, 2007). Disamping usia ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan, yaitu pengalaman dan sumber informasi. Pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi pada masa lalu. Sumber informasi dapat diperoleh dirumah, sekolah, media cetak,dan tempat pelayanan keehatan, ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan informasi sekaligus menghasilkan informasi (Arikunto, 2006). Ditinjau dari segi usia maka tabulasi silang yang terdapat pada lampiran 8 menunjukkan bahwa hampir setengahnya responden berusia 20-30 tahun 13 responden (27,08%). Disini bisa kita lihat bahwa pada usia 20-30 tahun, maka ibu sudah berada pada tahap perkembangan yang dewasa. Pada fase dewasa tugas perkembangannya adalah untuk saling ketergantungan dan tanggung jawab terhadap orang lain serta menjadi pribadi yang lebih matang. Namun hal tersebut bertentangan dengan kenyataan yang ada. Bahwa seharusnya seseorang yang sudah memasuki fase dewasa memiliki tingkat pengetahuan yang baik. Hal ini mungkin disebabkan karena seseorang itu baru belajar untuk mulai saling ketergantungan sehingga kematangan dalam berfikir belum bisa maksimal.
11
HOSPITAL MAJAPAHIT
2.
3.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologi (mental). Pertumbuhan pada fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan pertama, perubahan ukuran, kedua perubahan proporsi, ketiga hilangnya ciri ciri lama, ke empat timbulnya ciri ciri baru. Ini akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologi atau mental taraf berfikir seseorang makin matang (Notoatmodjo, 2003). Dilihat dari segi pendidikan maka tabulasi silang yang terdapat pada lampiran 8 menunjukkan bahwa hampir setengahnya responden berpendidikan SD 14 responden (29,16%). Pada hasil penelitian ini ditemukan bahwa masih banyak ibu yang memiliki pendidikan SD yang berpengetahuan kurang, sehingga diperlukan informasi dan penyuluhan dari tenaga kesehatan secara bertahap untuk dapat meningkatkan pengetahuan tentang imunisasi DPT Combo dan Campak. Pendidikan memegang peranan penting dalam mengukur tingkat pengetahuan seseorang, semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka semakin kurang pengetahuan yang di milikinya. Pendidikan adalah bimbingan yang di berikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikanya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai nilai yang baru diperkenalkan (Mubarak, 2007). Dilihat dari segi pekerjaan maka tabulasi silang yang terdapat pada lampiran 8 menunjukkan bahwa hampir setengahnya responden tidak bekerja 22 responden (45,83%). Dari hasil penelitian ini banyak ibu yang tidak bekerja, ini sangat menghambat ibu untuk memperoleh informasi. Oleh karena itu pekerjaan sangat mendukung karena ibu yang bekerja mempunyai pendapatan dan mudah mendapatkan informasi dalam pemberian imunisasi. Seseorang yang tidak bekerja lebih banyak memiliki waktu untuk saling bertukar pendapat dan berinteraksi dengan orang lain. Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang harus dilakukan untuk menunjang kehidupan keluarga, bekerja pada umumnya menyita waktu, bekerja akan mempengaruhi kehidupan keluarga (Ari, 2005). Menurut penelitian Ali, Muhammad (2008) didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan pengetahuan tentang imunisasi DPT Combo dan Campak antara ibu yang bekerja dengan ibu yang tidak bekerja, dimana tingkat pengetahuan tentang imunisasi DPT Combo dan Campak ini masih kurang. Begitupun, walaupun tanpa dasar pengetahuan yang memadai ternyata di kalangan ibu tidak bekerja sikap dan perilaku mereka tentang imunisasi lebih baik dibanding ibu yang bekerja. Ketepatan Imunisasi DPT Combo Dan Campak Berdasarkan tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak tepat mengimunisasikan bayinya 30 responden (62,5%). Imunisasi yang teratur sesuai dengan waktu dan jadwal yang telah ditetapkan sangat penting karena efek dan dosis imunisasi sudah di atur sedemikian rupa sehingga bisa optimal. Faktor yang mempengaruhi terhadap kejadian tidak tepatnya imunisasi adalah pengetahuan ibu tentang imunisasi, faktor keterlibatan kader dalam memotivasi ibu dan jarak rumah ketempat pelayanan imunisasi. Menurut Mubarak (2007) Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil panca inderanya. Pendapat lain menyatakan pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, sebab perilaku perilaku ini terjadi akibat adanya paksaan atau aturan yang mengharuskan untuk berbuat. Hubungan Antara Usia Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo Dan Campak Dari hasil analisa data menunjukkan bahwa usia ibu berhubungan dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak. Semakin dewasa usia seseorang maka semakin baik pula seseorang tersebut dalam bersikap dan menyikapi sesuatu. Dan sebaliknya semakin muda usia seseorang maka akan semakin kurang seseorang bersikap dan menyikapi sesuatu. Usia dapat mempengaruhi atau meningkatkan pengalaman seseorang. Tetapi pada kenyataannya ibu yang
12
HOSPITAL MAJAPAHIT
4.
5.
6.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
berumur 20-30 tahun belum bisa berfikir yang lebih matang dan positif dalam mengambil keputusan untuk mengimunisasikan bayinya dengan tepat. Menurut(Noor,N.N, 2008), usia merupakan salah satu sifat karakteristik tentang orang yang sangat utama. Pebedaan pengalaan terhadap masalah kesehatan atau penyakit dan pengambilan keputusan dipengaruhi oleh usia individu tersebut. Hubungan Antara Pendidikan Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo Dan Campak Berdasarkan hasil analisa data antara pendidikan dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan campak yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara pendidikan ibu dan ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak. Menurut hasil penelitian banyak ibu yang berpendidikan SD, disini bisa kita lihat karena rendahnya tingkat pendidikan ibu tidak memiliki kesadaran yang tinggi terhadap masalah-masalah kesehatan yang mungkin terjadi nanti. Semakin rendah tingkat pendidikan atau pengetahuan seseorang maka semakin tidak memperdulikan pusat-pusat pelayanan kesehatan khususnya dalam mengimunisasikan bayinya dengan tepat. Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku, semakin tinggi pendidikan seseorang maka dalam memilih tempat tempat pelayanan kesehatan semakin diperhitungkan. Suatu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dan pendidikan dapat mendewasakan seseorang serta berperilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat keputusan dengan lebih tepat. Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting. Karenanya suatu pemahaman tentang program ini amat diperlukan untuk kalangan tersebut. Pemahaman ibu atau pengetahuan ibu terhadap imunisasi sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan (Ali, Muhammad, 2008). Hubungan Antara Pekerjaan Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo Dan Campak Berdasarkan hasil analisa data dapat diketahui bahwa ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak. Seseorang yang tidak bekerja akan mempunyai waktu yang lebih banyak untuk saling bertukar fikiran mengenai pengalaman yang diperoleh. Ibu yang tidak bekerja tidak banyak yang mempunyai pengetahuan yang baik mungkin disebabkan kurangnya informasi yang yang diterima ibu rumah tangga. Penelitian Ali, Muhammad (2008) bahwa tidak terdapat perbedaan pengetahuan imunisasi antara ibu yang bekerja dengan ibu yang tidak bekerja. Dimana dalam penelitian ini tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT Combo dan Campak masih kurang. Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo Dan Campak Berdasarkan tabel 12 menunjukkan paling banyak responden berpengetahuan kurang dan mengimunisasikan bayinya tidak tepat sesuai jadwal 22 responden (45,8%). Perhitungan hubungan pengetahuan ibu dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak dilakukan uji Mann whitney. Hasil uji Mann Whitney dengan = 0,05 dan hasil perhitungan 0,008 < 0,05 yang artinya Ha diterima yaitu ada hubungan pengetahuan ibu dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak. Pengetahuan yang baik akan mempengaruhi seseorang dalam menyikapi sesuatu. Jika seseorang menyadari pentingnya imunisasi maka orang tersebut akan berusaha untuk mendapatkan pelayanan imunisasi yang terartur dan optimal. Semakin rendah pendidikan atau pengetahuan seseorang maka semakin kurang membutuhkan pusat-pusat pelayanan kesehatan. Dengan pendidikan yang rendah, maka seseorang kurang mempunyai wawasan dan pengetahuan dan belum menyadari bahwa begitu penting kesehatan bagi kehidupan sehingga belum termotivasi untuk melakukan imunisasi. Pandangan adat daerah setempat yaitu kekhawatiran bayinya akan meninggal karena mungkin saja imunisasi yang diberikan tidak cocok untuk si bayi. Disamping itu ada kekhawatiran keluarga tentang reaksi imunisasi yaitu badan bayi jadi panas. Kepercayaan dan perilaku kesehatan ibu juga hal yang penting, karena penggunaan sarana kesehatan oleh anak berkaitan erat dengan perilaku dan kepercayaan ibu tentang kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi. Masalah pengertian dan keikutsertaan orang tua
13
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
dalam program imunisasi tidak akan menjadi halangan yang besar jika pendidikan kesehatan yang memadai telah diberikan. Peran seorang ibu program imunisasi sangatlah penting, karenanya suatu pemahaman tentang program imunisasi dasar amat diperlukan untuk kalangan tersebut (Ali, Muhammad, 2008). F.
PENUTUP Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan usia ibu dengan ketepatan pelaksanaan imunisasi DPT Combo dan Campak, ada hubungan pendidikan ibu dengan ketepatan pelaksanaan imunisasi DPT Combo dan Campak, ada hubungan pekerjaan ibu dengan ketepatan pelaksanaan imunisasi DPT Combo dan Campak dan ada hubungan pengetahuan ibu dengan ketepatan pelaksanaan imunisasi DPT Combo dan Campak di Desa Balung Anyar
Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan. Peneliti selanjutnya hendaknya lebih memprioritaskan pada motivasi ibu dalam melaksanakan imunisasi DPT Combo dan Campak sekaligus membandingkannya dengan program imunisasi regular. Hasil penelitian ini diharapkan bisa memotivasi para ibu untuk meningkatkan pengetahuannya tentang pentingnya imunisasi DPT Combo dan Campak, sehingga bayi mendapat imunisasi DPT Combo dan Campak. DAFTAR PUSTAKA Adi. (2008). Pengertian Imunisasi. (http://cresuft file wordpress.com, diakses 1 Juni 2010). Alimul, Aziz. (2009). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Madika. Anonim. Arti Definisi Pengertian Imunisasi. (http://www. Organisasi. Org/arti-definisi-pengertianimunisasi, diakses 12 Mei 2010). Anonim. Cara Pemberian Dan Dosis Imunisasi. (http://www. Geolitis.com. Cara Pemberian dan Dosis Imunisasi, diakses 12 Mei 2010). Anonim. Imunisasi. (http://www. Medicastore.com. Imunisasi, diakses 1 Juni 2010). Arikunto, Suharsini. (2006). Proseder Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Dahlan, Sopiyudin. (2008). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Departemen Kesehatan RI, (2005). Pedoman Teknis Imunisasi dan Penyakit Imun. Jakarta: Widya. Julia, Madarina, dr. (2007). Sistem Imu, Imunisasi dan Penyakit Imun. Jakarta: Widya Medika. Mubarak, Iqbal dkk. (2007). Promosi Kesehatan. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu. Naja, Dr. (2003). Hand Out dan Bahan Kuliah Imunisasi. Jakarta: UI Press. Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodeliogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Sugiyono. (2007). Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.Sugiono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Alfabeta. Tawi, Mirzal. (2008). Imunisasi dan Faktor yang Mempengaruhi. (http://syehaceh.wordpress.com, diakses 13 Mei 2010).
14
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG REGURGITASI PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DI BPS MUJI WINARNIK MOJOKERTO Sulisdiana Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto ABSTRAK Regurgitasi merupakan keadaan normal yang sering terjadi pada bayi usia di bawah 6 bulan. Seiring bertambahnya usia yaitu sampai diatas 6 bulan maka regurgitasi semakin jarang dialami oleh anak. Namun hanya 25% orang tua bayi yang peduli dan menganggap gumoh sebagai sebuah masalah, hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman mereka tentang gumoh. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi gambaran pengetahuan ibu tentang regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto. Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan metode survey. Adapun variabel penelitian ini adalah pengetahuan ibu tentang regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan. Sampelnya adalah semua ibu yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan diambil menggunakan teknik non probabilty sampling jenis concecutive Sampling dari populasi di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto tahun 2010 yang berjumlah 41 ibu. Penelitian ini dilaksanakan tanggal 14 –19 Juni. Analisa data pada penelitian ini menggunakan teknik tabulasi kemudian diolah menggunakan distribusi frekuensi. Hasil penelitian ini adalah sebagian besar responden mempunyai pengetahuan yang cukup tentang pengertian regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 19 responden (46,3%), sedangkan pengetahuan yang kurang sebanyak 8 responden (19,5%), pengetahuan yang baik sebanyak 10 responden (24,4%). Pengetahuan ini muncul karena responden telah memperoleh informasi yang cukup baik dari pengalaman sendiri atau lingkungan serta dapat pula dari tenaga kesehatan. Pengetahuan responden terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya umur, pendidikan, dan pekerjaan. Penelitian ini diidentifikasikan bahwa pengetahuan yang dimiliki ibu di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto adalah cukup. Tenaga kesehatan harus selalu memberikan pendidikan dan pengarahan tentang cara menyusui yang baik dan benar, terutama pada ibu menyusui agar menimbulkan kesadaran ibu akan pengaruh posisi menyusui terhadap kejadian regurgitasi pada bayi. Kata kunci : Pengetahuan, Regurgitasi
A. PENDAHULUAN Regurgitasi (gumoh) adalah keluarnya kembali sebagian susu yang ditelan melalui mulut dan tanpa paksaan beberapa saat setelah minum susu. Regurgitasi merupakan keadaan normal yang sering terjadi pada bayi usia dibawah 6 bulan. Seiring bertambahnya usia yaitu sampai diatas 6 bulan maka regurgitasi semakin jarang dialami oleh anak (Nursalam, 2005). Ada beberapa penyebab terjadinya regurgitasi yaitu pertama karena belum sempurnanya katup antara lambung dan kerongkongan, sehingga susu yang diminum mudah keluar kembali. Kedua, terlalu banyak minum susu padahal kapasitas lambung masih sedikit sehingga tidak mampu menampung susu yang masuk. Ketiga, aktivitas yang berlebihan, menangis atau menggeliat pada saat disusui sehingga susu keluar kembali (Anang, 2010). Sebagai orang tua, seharusnya dapat memahami perbedaan antara bayi muntah dan gumoh. Keduanya serupa, namun sebenarnya tidak sama. Bayi yang kenyang sering mengeluarkan ASI yang sudah ditelannya. Jika sedikit, maka disebut bayi gumoh. Volumenya kurang dari 10 cc. Berupa ASI yang sudah ditelan si kecil. Namun, jika volumenya banyak maka disebut bayi muntah. Volumenya diatas 10 cc (Choirunnisa, 2009). Namun hanya 25% orang tua bayi yang peduli dan menganggap gumoh sebagai sebuah masalah, hal ini terjadi
15
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman mereka tentang gumoh (Ariq,2009). Dewasa ini masih terdapat ibu yang belum mengerti tentang gumoh dan menganggap gumoh atau regurgitasi sama dengan muntah. Regurgitasi merupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan pada bayi yang mengalami refluks gastroesofagus (RGE). Refluks gastroesofagus didefinisikan sebagai kembalinya isi lambung ke dalam esofagus secara involunter tanpa adanya usaha dari bayi, sedangkan istilah regurgitasi digunakan apabila isi lambung tersebut dikeluarkan melalui mulut (Rocky, 2009). Pengetahuan ibu yang kurang tentang posisi menyusui merupakan salah satu penyebab terjadinya regurgitasi (Nursalam, 2005). Kurangnya pengetahuan ibu ini terjadi karena beberapa faktor diantaranya pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalama, kebudayaan dan sumber informasi yang diterima (Mubarak, 2007). Jika pengetahun ibu tentang regurgitasi masih belum dapat ditingkatkan maka dapat menyebabkan asupan nutrisi pada bayi berkurang atau juga terjadi gangguan pencernaan (Yunina, 2009). Menurut Dr. Badriul Hegar Sp. A data di luar negeri melaporkan 40-60% bayi sehat berumur 4 bulan mengalami regurgitasi sedikitnya satu kali setiap hari dengan volume regurgitasi lebih 5 ml. Sedangkan di Indonesia kurang lebih 70% bayi berumur kurang dari empat bulan dipastikan mengalami gumoh minimal sekali sehari (Ariq, 2009). Hasil penelitian di daerah Jawa Timur saat ini menunjukkan bahwa pemberian ASI sampai umur enam bulan pada tahun 2009 mencapai 43%. Dari 43% ibu yang mempunyai bayi usia 0 – 6 bulan mereka menyatakan bahwa setiap hari anaknya mengalami gumoh minimal satu kali (Gandhi, 2009). Berdasarkan studi pendahuluan di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto diperoleh data terdapat 47 ibu yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan pada bulan April 2010. Dari hasil wawancara dengan 12 orang ibu diperoleh data 8 Ibu menyatakan masih belum mengerti tentang cara mencegah terjadinya gumoh, dan apa yang menyebabkannya, sedangkan 4 yang lainnya mengatakan sudah biasa menghadapi bayi yang sedang gumoh, bisa dikatakan juga ibu mempunyai pengetahuan yang cukup tentang terjadinya gumoh. Upaya untuk menghindari regurgitasi pada bayi setelah minum usahakan menyusui dengan cara yang benar, sendawakan bayi setelah menyusu, dan hindari posisi telentang setelah bayi disusui (Rizal, 2009). Selain itu diharapkan ibu mengikuti penyuluhan kesehatan tentang gumoh oleh tenaga kesehatan dan juga dukungan serta perhatian dari keluarga sangat diperlukan sehingga dapat menumbuhkan semangat ibu untuk lebih meningkatkan wawasannya dalam merawat bayi terutama tentang gumoh. Berdasarkan penjelasan pada latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam dan menuliskannya dalam sebuah karya tulis ilmiah dengan judul ‖pengetahuan ibu tentang regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto‖
B. TINJAUAN PUSTAKA 1.
Konsep Dasar Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya (Keraf, 2001). Pengetahuan (Knowledge) adalah merupakan hasil ―tahu‖ dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan atau Kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Apabila suatu pembuatan yang didasari
16
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perbuatan yang tidak didasari oleh pengetahuan, dan apabila manusia mengadopsi perbuatan dalam diri seseorang tersebut akan terjadi proses sebagai berikut : 1) Awarness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). 2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tertentu disini sikap subjek sudah mulai timbul. 3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya terhadap stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 4) Trial dimana subjek mulai melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. 5) Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Mubarak (2007), Faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah: 1) Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan. 2) Pekerjaan Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. 3) Umur Bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan pada fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan pertama, perubahan ukuran, kedua, perubahan proporsi, ketiga, hilangnya ciri-ciri lama, keempat, timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis atau mental taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa. 4) Minat Suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam. 5) Pengalaman Suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiawaannya, dan pada akhirnya dapat pula membentuk sikap positif dalam kehidupannya. 6) Kebudayaan Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan, karena lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang. 7) Informasi Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.
17
HOSPITAL MAJAPAHIT c.
d.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Sumber Pengetahuan Menurut Keraf (2001) sumber pengetahuan ada 4 yaitu : 1) Rasionalisme Rasionalisme adalah bahwa dengan menggunakan prosedur tertentu dari akal saja kita bisa sampai pada pengetahuan sebenarnya, yaitu pengetahuan yang tidak mungkin salah. Menurut Kaum rasionalis, sumber pengetahuan, bahkan sumber satu-satunya adalah akal budi manusia. Akal budilah yang memberi kita pengetahuan yang pasti benar tentang sesuatu. 2) Empirisme Semua pengetahuan manusia bersifat empiris. Pengetahuan yang benar dan sejati, yaitu pengetahuan yang pasti benar adalah pengetahuan indrawi, pengetahuan empiris. Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman yang terjadi melalui dan berkat panca indra. Panca indra memainkan peranan terpenting dibandingkan merupakan hasil laporan dari pengalaman atau yang disimpulkan dari pengalaman. Kedua, kita tidak mempunyai konsep atau ide apapun tentang sesuatu kecuali yang didasarkan pada apa yang diperoleh dari pengalaman. Ketiga akal budi hanya bisa berfungsi jika mempunyai acuan ke realitas atau pengalaman. Akal budi hanya mengkombinasikan pengalaman indrawi untuk sampai pada pengetahuan. Maka tanpa pengalaman indrawi tidak ada pengetahuan apa-apa. 3) Sebuah Sintesis Pengetahuan diperoleh dengan jalan abstraksi yang dilakukan atas bantuan akal budi terhadap kenyataan yang bisa diamati. Teori ini mensintesa kedua sumber pengetahuan diatas, supaya pengetahuan bisa tercapai dibutuhkan baik pengamatan maupun akal budi. 4) Pengetahuan Apriori dan pengetahuan Aposteriori Istilah apriori secara harfiah berarti “dari yang lebih dulu atau sebelum”, sedangkan istilah aposteriori berarti ”dari apa yang sesudahnya”. Menurut Leibniz mengetahui realitas secara aposteriori berarti mengetahui berdasarkan apa yang ditemukan secara aktual di dunia ini, yaitu melalui panca indra, dari pengaruh yang ditimbulkan realitas itu dalam pengalaman kita. Sebaliknya mengetahui secara apriori adalah dengan memahami apa yang menjadi sebabnya, apa yang menimbulkan dan memungkinkan hal itu ada atau terjadi. Tingkat Pengetahuan Menurut Sunaryo (2004) pengetahuan yang dicakup dalam bidang atau ranah kognitif mempunyai enam tingkatan bergerak dari yang sederhana sampai pada yang kompleks yaitu : 1) Tahu (Know) Mengetahui berdasarkan mengingat kepada bahan yang sudah dipelajari sebelumnya. Mengetahui dapat menyangkut bahan yang luas atau sempit seperti fakta (sempit) dan teori (luas). Namun, apa yang diketahui hanya sekedar informasi yang dapat disingkat saja. Oleh karena itu pengetahuan merupakan tingkat yang paling rendah. 2) Pemahaman (Comprehension) Pemahaman adalah kemampuan memahami arti sebuah ilmu seperti menafsirkan, menjelaskan atau meringkas tentang sesuatu. 3) Penerapan / Aplikasi (Aplication) Penerapan adalah kemampuan menggunakan atau penafsirkan suatu ilmu yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru seperti menerapkan suatu metode, konsep, prinsip atau teori. 4) Analisa (Analisis) Analisa adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi tersebut dan masih
18
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
ada kaitan suatu samalainnya. Seperti menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya 5) Sintesis (Syntesis) Sintesis adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagianbagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyelesaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada. 6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkenaan dengan kemampuan menggunakan pengetahuan untuk membuat penelitian terhadap suatu berdasarkan maksud atau kriteria tertentu. Misalnya dapat membandingkan, menanggapi dan dapat menafsirkan dan sebagainya. e. Pengukuran Pengetahuan Pengetahuan menurut Erfandi (2009), tingkat pengetahuan dapat dipersentasikan berupa prosentase dan ditafsirkan dengan kalimat yang bersifat kualitatif, yaitu : 1) Baik (76% - 100%) 2) Cukup (56% - 75%) 3) Kurang (40% - 55%) 4) Tidak baik (< 40%) 2.
Konsep Dasar Regurgitasi a. Pengertian Regurgitasi adalah makanan yang dikeluarkan kembali ke mulut akibat gerakan antiperistaltik esophagus (Arif Mansjoer dkk, 2000). Gumoh adalah hal normal yang biasa terjadi pada bayi karena berkaitan dengan fungsi pencernaannya yang masih belum sempurna (Rizal, 2009). Regurgitasi atau gumoh adalah keluarnya kembali sebagian susu yang telah ditelan melalui mulut tanpa paksaan, setelah beberapa saat setelah minum susu. (Nursalam,2005). Regurgitasi adalah naiknya makanan dari kerongkongan atau lambung tanpa disertai oleh rasa mual maupun kontraksi otot perut yang sangat kuat (Solo, 2010). b. Proses Regurgitasi Gumoh terjadi karena ada udara di dalam lambung yang terdorong keluar kala makanan masuk ke dalam lambung bayi. Gumoh terjadi secara pasif atau terjadi secara spontan. Dalam kondisi normal, gumoh bisa dialami bayi antara 1 - 4 kali sehari. Gumoh dikategorikan normal, jika terjadinya beberapa saat setelah makan dan minum serta tidak diikuti gejala lain yang mencurigakan. Selama berat badan bayi meningkat sesuai standar kesehatan, tidak rewel, gumoh tidak bercampur darah dan tidak susah makan atau minum, maka gumoh tak perlu dipermasalahkan (Parenting, 2009). Perbedaan antara bayi muntah dan gumoh. Keduanya serupa, namun sebenarnya tidak sama. Bayi yang kenyang sering mengeluarkan ASI yang sudah ditelannya. Jika sedikit, maka disebut bayi gumoh, volumenya kurang dari 10 cc. Berupa ASI yang sudah ditelan si kecil. Namun, jika volumenya banyak maka disebut bayi muntah. Volumenya diatas 10 cc. Dilihat dari cara keluarnya, maka gumoh akan mengalir biasa dari mulut, dan tidak disertai kontraksi otot perut. Sedangkan ketika bayi muntah akan menyembur seperti disemprotkan dari dalam perut dan disertai kontraksi otot perut. Kadang kala juga keluar dari lubang hidung. Kebanyakan gumoh akan terjadi pada bayi berumur beberapa minggu, 2-4 bulan atau 6 bulan dan akan hilang dengan sendirinya (Choirunnisa, 2009). Jika bayi mengalami gumoh, tidak perlu khawatir, karena ini proses alami dan wajar untuk mengeluarkan udara yang tertelan bayi saat minum ASI. Ketika bayi terlalu banyak minum ASI, maka saat minum atau makan ada udara yang ikut tertelan. Kemungkinan lain, bayi gagal menelan, karena otot-otot penghubung mulut dan kerongkongan belum matang. Ini biasanya terjadi pada bayi prematur. Bayi gumoh hanya perlu disendawakan setelah bayi menyusu. Beda halnya dengan bayi muntah, yang tidak
19
HOSPITAL MAJAPAHIT
c.
d.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
terjadi pada bayi baru lahir, tapi bisa terjadi pada bayi berumur 2 bulan dan dapat berlangsung sepanjang usia. Ini bisa menjadi tanda adanya gangguan kesehatan atau gangguan fungsi pada organ pencernaan bayi, misalnya kelainan katup pemisah lambung dan usus 12 jari (Choirunnisa, 2009). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan regurgitasi atau gumoh 1) Posisi menyusui Menurut Purwanti (2004) posisi menyusui yang benar yaitu : a) Bayi harus dapat memasukkan seluruh puting susu sampai dengan daerah areola mamae kedalam mulutnya sehingga dapat menggunakan rahang untuk menekan daerah dibelakang puting susu. Daerah ini merupakan kantong penyimpanan ASI. b) Ibu dapat mengambil posisi duduk. Punggung ibu bersandar, kaki dapat diangkat dan diluruskan ke depan sejajar dengan bokong, atau kebawah, tetapi harus diberi penyangga (jangan menggantung). Bayi tidur dipangkuan ibu dengan dialasi bantal sehingga posisi perut ibu bersentuhan berhadapan dengan perut bayi. Leher bayi harus dalam posisi tidak terpelintir. Sebaiknya ibu berhati-hati karena pada saat menyusui,bayi tidak dalam keadaan terlentang atau digendong. c) Posisi menyusu lain adalah ibu tidur miring dengan bantal agak tinggi dan lengan tangan menopang kepala bayi. Posisi perut bayi dan perut ibu sama dengan posisi duduk. Siku bayi harus lurus sejajar dengan telinga bayi bila ditarik garis lurus. d) Bila mengambil posisi telungkup diatas meja, bayi ditidurkan dimeja dengan kepala bayi mengarah ke payudara ibu. Posisi ini akan menguntungkan bagi bayi kembar karena kedua bayi memperoleh kesempatan yang sama tanpa harus dibedakan. e) Segera setelah persalinan posisi menyusui yang terbaik untuk bayi adalah ditelungkupkan di perut ibu sehingga kulit ibu bersentuhan dengan kulit bayi sebagai proses penghangat untuk bayi dan sekaligus bayi dapat menghisap puting susu ibu. 2) Volume lambung masih kecil, sementara susu yang ditelan bayi melebihi kapasitas lambung. Ini penyebab paling umum. Masalahnya makin menjadi karena bayi senang menggeliat. Padahal, gerakan ini membuat tekanan dalam perut tinggi, sehingga jadi gumoh. Sebenarnya, gumoh masih normal sepanjang jumlah cairan yang keluar dan masuk seimbang (Nova, 2009). 3) Klep penutup lambung belum sempurna. Dari mulut, susu akan masuk ke saluran pencernaan atas, baru kemudian ke lambung. Nah, di antara kedua organ tersebut terdapat klep penutup lambung. Pada bayi, klep ini biasanya belum sepenuhnya berfungsi sempurna. Akibatnya, kalau ia langsung ditidurkan setelah disusui, dan juga menggeliat, susu akan keluar dari mulut. Untuk mengurangi gumoh, berikan susu sedikit demi sedikit (Nova, 2009). 4) Menangis berlebihan. Tangis seperti ini membuat udara yang tertelan juga berlebihan, sebagian isi perut si kecil akan keluar. Memang, bisa jadi bayi Anda menangis karena tidak bisa menelan susu dengan sempurna. Kalau sudah begini, jangan teruskan pemberian ASI. Bisa-bisa, susu malah masuk ke dalam saluran napas dan menyumbatnya (Nova, 2009). Cara mencegah regurgitasi Berikut ini cara yang dapat dilakukan untuk mencegah bayi gumoh : 1) Perkecil kemungkinan masuknya udara ketika si bayi sedang menyusu. Seluruh bibir si bayi hendaknya menutup puting sang ibu beserta daerah berwarna hitam di sekitarnya (aerola) dengan sempurna (Nurdiyon, 2009). 2) Tengkurapkan bayi manakala ia mengalami gumoh berlebihan. Cara ini akan membantu mengeluarkan udara yang masuk dan tertahan di dalam lambung serta untuk mencegah masuknya cairan ke dalam paru-paru si bayi (Nurdiyon, 2009).
20
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
3)
Berikan minum pada bayi sedikit-demi sedikit untuk mencegah masuknya udara ke lambung (Nurdiyon, 2009). 4) Sendawakan bayi setiap habis menyusui (Alfian, 2009). 5) Buatlah bayi bersendawa sedikitnya setiap tiga atau lima menit selama menyusui (Alfian, 2009). 6) Hindari pemberian susu sementara si bayi terlentang (Alfian, 2009). 7) Jika bayi diberi susu botol, pastikan lubang pada dot tidak terlalu besar (yang membuat aliran susu terlalu cepat) dan juga tidak terlalu kecil (yang membuat frustasi bayi anda dan menyebabkan dia menelan udara). Jika ukuran lubangnya pas, beberapa tetes susu akan keluar ketika anda mebalikkan botol, dan kemudian berhenti (Alfian, 2009). e. Penatalaksanaan Regurgitasi Untuk penatalaksanaan regurgitasi menurut Nursalam (2005), yaitu: 1) Perbaiki teknik menyusui Cara menyusui yang benar adalah mulut bayi menempel pada sebagian areolla dan dagu menempel pada payudara ibunya. 2) Apabila menggunakan botol, perbaiki cara minumnya. Posisi botol susu diatur sedemikian rupa sehingga mulut menutupi seluruh permukaan botol dan dot harus masuk seluruhnya kedalam mulut bayi. 3) Sendawakan bayi setelah minum Bayi yang selesai minum jangan langsung ditidurkan tetapi perlu disendawakan terlebih dahulu. Cara menyendawakan bayi menurut Javaneagle (2009) yaitu : a) Gendong bayi dengan kuat di pundak anda, wajah bayi menghadap ke belakang, beri dukungan dengan satu tangan pada bokongnya. Tepuk atau usap punggungnya dengan tangan lain. b) Telungkupkan bayi di pangkuan anda, lambungnya berada di salah satu kaki, kepalanya menyandar di salah satu kaki lainnya. Satu tangan anda memegangi tubuhnya dengan kuat, satu tangan lain menepuk atau mengusap punggungnya sampai ia bersendawa. c) Dudukkan bayi di pangkuan anda, kepalanya menyandar ke depan, dadanya di tahan dengan satu tangan anda. Pastikan kepalanya tidak mendongak ke belakang. Tepuk atau gosok punggungnya. f. Langkah-langkah mengurangi frekuensi gumoh Menurut Papahtar (2009) terdapat beberapa langkah-langkah untuk mengurangi frekuensi gumoh atau regurgitasi, yaitu: 1) Beri susu yang lebih kental, cara ini hanya disarankan pada bayi yang mengonsumsi susu formula. Campurkan tepung beras sebanyak 5 gram untuk setiap 100 cc susu. Lalu minumkan seperti biasanya. 2) Posisi menyusu bersudut 45 derajat. Posisi terlentang membentuk sudut 45 derajat antara badan, pinggang, dan tempat tidur bayi, terbukti membantu mengurangi aliran balik susu dari lambung ke kerongkongan. 3) Sendawakan bayi segera setelah selesai makan dan minum. Gendong si kecil dalam posisi 45 derajat. Atau tidurkan terlentang dan ganjalan berupa bantalan atau tumpukan kain di punggungnya. Biarkan ia pada posisi tersebut selama mungkin (minimal 2 jam). 4) Jangan langsung mengangkat bayi saat ia gumoh atau muntah. Seringkali karena khawatir, dan bermaksud untuk menghentikan gumoh, kita cenderung mengangkat anak dari posisi tidurnya. Padahal cara ini justru berbahaya, karena muntah atau gumoh bisa turun lagi, masuk ke paru, dan akhirnya malah mengganggu paru-paru. 5) Biarkan saja jika bayi mengeluarkan gumoh dari hidungnya. Hal ini justru lebih baik daripada cairan kembali dihirup dan masuk ke dalam paru-paru karena bisa menyebabkan radang atau infeksi.
21
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
6) Beri bayi minum sedikit demi sedikit, tapi sering. Selalu usahakan cairan yang masuk g.
lebih banyak ketimbang cairan yang keluar supaya tidak terjadi dehidrasi. Dampak regurgitasi atau gumoh Jika terjadi gumoh secara berlebihan, frekuensi sering dan terjadi dalam waktu lama akan menyebabkan masalah tersendiri, yang bisa mengakibatkan gangguan pada bayi tersebut. Baik gangguan pertumbuhan karena asupan gizi berkurang karena asupan makanan tersebut keluar lagi dan dapat merusak dinding kerongkongan akibat asam lambung yang ikut keluar dan mengiritasi. Apalagi kalau sampai gumoh melalui hidung dan bahkan disertai muntah. Perlu diwaspadai juga adanya kelainan organ lain yang mungkin ada. Bahkan bila disertai kondisi tidak ada cairan yang bisa masuk sama sekali, dapat menyebabkan terjadinya kekurangan cairan tubuh (Yunina, 2009).
C. METODE PENELITIAN 1.
2.
Desain Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode penelitian deskriptif ialah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif (Notoatmodjo, 2005). Rancang bangun penelitian ini menggunakan penelitian survei. Survei adalah rancangan yang digunakan untuk menyediakan informasi yang berhubungan dengan prevalensi, distribusi, dan hubungan antar variabel dalam suatu populasi (Notoatmodjo, 2008). Variabel Dan Definisi Operasional Variabel dalam penelitian ini adalah pengetahuan ibu tentang regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan. Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2007). Tabel 13. Definisi Operasional Pengetahuan Ibu Tentang Regurgitasi Pada Bayi Usia 0-6 Bulan di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto Variabel Definisi Operasional Pengetahuan ibu Segala sesuatu yang diketahui bayi usia 0-6 bulan ibu bayi usia 0-6 bulan tentang tentang regurgitasi regurgitasi meliputi: - Pengertian regurgitasi - Proses Regurgitasi - Penyebab regurgitasi - Mencegah regurgitasi - Penatalaksanaan regurgitasi - Cara mengurangi frekuensi regurgitasi - Dampak regurgitasi Pengukuran menggunakan instrument kuisioner
3.
Kriteria Tingkat pengetahuan : 1. Baik : 76-100 %
Skala Ordinal
2. Cukup : 56-75 % 3. Kurang : 40% - 55% 4. Tidak baik : < 40% 5. (Erfandi,2009)
Populasi, Sampel Dan Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini populasinya adalah semua ibu yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan dan berkunjung di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto sebanyak 41 ibu pada bulan April 2010. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik non probability sampling type Concecutive Sampling yaitu pemilihan sampel dengan
22
HOSPITAL MAJAPAHIT
4.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah pasien yang diperlukan terpenuhi (Nursalam, 2008). Sampel pada penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan dan berkunjung di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada tanggal 14-19 Juni 2010 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi adalah sebagai berikut : a. Kriteria Inklusi 1) Responden yang bersedia diteliti 2) Responden yang berada di tempat saat penelitian b. Kriteria Eksklusi 1) Responden yang tidak mempunyai bayi usia 0-6 bulan 2) Responden yang tidak bisa membaca dan menulis Data diperoleh sebagai data primer yaitu pengisian kuesioner oleh responden secara langsung dan data sekunder yaitu observasi catatan bidan (kohort). Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner yaitu suatu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan daftar pertanyaan yang berupa formulir-formulir kepada sejumlah obyek untuk mendapat jawaban-jawaban, informasi dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005). Kuesioner dalam penelitian ini berisi pertanyaan seputar pengetahuan ibu tentang regurgitasi dengan pertanyaan sebanyak 30 soal dan dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Teknik Pengolahan dan Analisia Data a. Pengolahan Data Setelah data terkumpul kemudian dilakukan manajemen data, menurut Hidayat (2007) meliputi : 1) Editing Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul. Misalnya memeriksa kembali kuesioner yang masih belum diisi oleh responden. 2) Coding Coding adalah merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Memberikan kode tertentu pada hasil penelitian sesuai dengan variabel yang ada. 3) Entry Data Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau databese komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel kontingensi. 4) Tabulating Tabulating adalah pekerjaan menyusun tabel-tabel mulai dari penyusunan tabel utama yang berisi seluruh data informasi yang berhasil dikumpulkan dengan daftar pertanyaan sampai tabel khusus yang telah benar-benar ditentukan setelah berbentuk tabel, maka tabel tersebut siap dianalisa dan dinyatakan dalam bentuk tulisan b. Analisa Data Data diperoleh dari hasil pengisian kuesioner oleh responden dengan cara deskriptif dalam bentuk prosentase. Untuk menjawab yang benar diberi skor 1 dan jawaban yang salah diberi skor 0. hasil jawaban dari pembobotan, kemudian dijumlahkan dan dibandingkan dengan skor tertinggi lalu dikalikan 100% rumus yang digunakan menurut Budiarto (2002) : P=
f x100% N
23
HOSPITAL MAJAPAHIT Keterangan: P = Prosentase f = Frekuensi N = Jumlah Observasi Hasil penelitian ini diberi interpretasi atas data kualitatif sebagai berikut : a. Pengetahuan baik b. Pengetahuan cukup c. Pengetahuan kurang d. Pengetahuan tidak baik (Erfandi, 2009)
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
dijadikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian tersebut berdasarkan parameter yang dipakai dengan kriteria = 76% - 100% = 56% - 75% = 40% - 55% = < 40%
D. HASIL PENELITIAN 1.
Data Umum a. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Tabel 14. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 14-19 Juni Tahun 2010 No.
Umur
Frekuensi (f)
Prosentase (%)
< 20 tahun 5 12,2 20 – 35 tahun 22 53,7 > 35 tahun 14 34,1 Total 41 100 Dari tabel 14 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden berusia 20-35 tahun sebanyak 22 responden (53,7%). Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Tabel 15. Karakteristik Pendidikan Responden di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 14-19 Juni Tahun 2010 1. 2. 3.
b.
No. 1. 2. 3. 4. 5.
c.
Pendidikan Frekuensi (f) Prosentase (%) Tidak Tamat SD 2 4,9 SD 7 17 SMP 17 41,5 SMA 12 29,3 D3 / Perguruan Tinggi 3 7,3 Total 41 100 Dari tabel 15 diketahui bahwa persentase terbesar adalah responden dengan latar belakang pendidikan SLTP yaitu 17 responden (41,5%). Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Tabel 16. Karakteristik Pekerjaan Responden di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 14-19 Juni Tahun 2010 No.
Pekerjaan
Frekuensi (f)
1. 2.
Prosentase (%)
Bekerja 16 39 Tidak bekerja 25 61 Total 41 100 Dari tabel 16 diketahui bahwa persentase terbesar adalah responden yang tidak bekerja sebanyak 25 responden (61%).
24
HOSPITAL MAJAPAHIT 2.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Data Khusus a. Pengetahuan Tentang Pengertian Regurgitasi Tabel 17. Pengetahuan Tentang Pengertian Regurgitasi di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 14-19 Juni Tahun 2010 No. 1. 2. 3. 4.
b.
Pengetahuan
Prosentase (%)
Baik Cukup Kurang Tidak Baik
8 19,6 19 46,3 13 31,7 1 2,4 Total 41 100 Dari tabel 17 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden dengan pengetahuan yang cukup tentang pengertian regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 19 responden (46,3%). Pengetahuan Tentang Proses Regurgitasi Tabel 18. Pengetahuan Tentang Proses Regurgitasi di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 14-19 Juni Tahun 2010 No. 1. 2. 3. 4.
c.
Frekuensi (f)
Pengetahuan
Frekuensi (f)
Prosentase (%)
Baik Cukup Kurang Tidak Baik
5 12,2 12 29,3 14 34,1 10 24,4 Total 41 100 Dari tabel 18 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden dengan pengetahuan yang kurang tentang proses regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 14 responden (34,1%). Pengetahuan Tentang Penyebab Regurgitasi Tabel 19. Pengetahuan Tentang Penyebab Regurgitasi di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 14-19 Juni Tahun 2010 No. 1. 2. 3. 4.
Pengetahuan Baik Cukup Kurang Tidak Baik Total
Frekuensi (f)
Prosentase (%)
6 23 9 3 41
14,6 56,1 22 7,3 100
Dari tabel 19 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden dengan pengetahuan yang cukup tentang penyebab regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 23 responden (56,1%).
25
HOSPITAL MAJAPAHIT d.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Pengetahuan Tentang Mencegah Regurgitasi Tabel 20. Pengetahuan Tentang Mencegah Regurgitasi di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 14-19 Juni Tahun 2010 No. 1. 2. 3. 4.
Pengetahuan Baik Cukup Kurang Tidak Baik Total
Frekuensi (f)
Prosentase (%)
8 15 11 7 41
19,5 36,5 26,9 17,1 100
Dari tabel 20 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden dengan pengetahuan yang cukup tentang penyebab regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 23 responden (56,1%). e.
Pengetahuan Tentang Penatalaksanaan Regurgitasi Tabel 21. Pengetahuan Tentang Penatalaksanaan Regurgitasi di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 14-19 Juni Tahun 2010 No. 1. 2. 3. 4.
Pengetahuan Baik Cukup Kurang Tidak Baik Total
Frekuensi (f)
Prosentase (%)
0 10 19 12 41
0 24,4 46,3 29,3 100
Dari tabel 21 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden dengan pengetahuan yang kurang tentang penatalaksanaan regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 19 responden (46,3%). f.
Pengetahuan Tentang Cara Mengurangi Frekuensi Regurgitasi Tabel 22. Pengetahuan Tentang Cara Mengurangi Frekuensi Regurgitasi di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 14-19 Juni Tahun 2010 No. 1. 2. 3. 4.
Pengetahuan Baik Cukup Kurang Tidak Baik Total
Frekuensi (f)
Prosentase (%)
19 7 9 6 41
46,3 17,1 22 14,6 100
Dari tabel 22 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden dengan pengetahuan yang baik tentang cara mengurangi frekuensi regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 19 responden (46,3%).
26
HOSPITAL MAJAPAHIT g.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Pengetahuan Tentang Dampak Regurgitasi Tabel 23. Pengetahuan Tentang Dampak Regurgitasi di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 14-19 Juni Tahun 2010 No. 1. 2. 3. 4.
Pengetahuan Baik Cukup Kurang Tidak Baik Total
Frekuensi (f)
Prosentase (%)
10 13 8 10 41
24,4 31,7 19,5 24,4 100
Dari tabel 23 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden dengan pengetahuan yang cukup tentang dampak regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 13 responden (31,7%). h.
Pengetahuan Tentang Regurgitasi Tabel 24. Pengetahuan Tentang Regurgitasi di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 14-19 Juni Tahun 2010 No. 1. 2. 3. 4.
Pengetahuan Baik Cukup Kurang Tidak Baik Total
Frekuensi (f)
Prosentase (%)
10 19 8 4 41
24,4 46,3 19,5 9,8 100
Dari tabel 24 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden dengan pengetahuan yang cukup tentang regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 19 responden (46,3%). E. PEMBAHASAN 1.
Pengetahuan Responden Tentang Pengertian Regurgitasi Berdasarkan tabel 17 diperoleh data bahwa persentase terbesar adalah responden dengan pengetahuan yang cukup tentang pengertian regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan sebanyak 19 responden (46,3%). Hal ini menunjukkan bahwa responden sudah cukup mengerti tentang pengertian dari regurgitasi. Pengetahuan responden yang tergolong cukup tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, pendidikan, dan pekerjaan. Berdasarkan umur, diketahui bahwa persentase terbesar adalah responden berumur 2035 tahun sebanyak 22 responden (53,7%). Mubarak (2007) menyatakan bahwa bertambahnya umur seseorang akan menjadikan perubahan pada aspek fisik dan psikologis, dimana pada aspek psikologis taraf berfikir seseorang akan semakin matang dan dewasa. Usia 20-35 tahun tergolong usia dewasa dimana mereka sudah mempunyai kemampuan memperoleh informasi yang sebanyak-banyaknya. Motivasi yang tinggi ditambah dengan perkembangan mental yang lebih matang membuat responden bisa menyerap informasi dengan cukup baik sehingga juga mempengaruhi pengetahuan mereka. Berdasarkan pendidikan, menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden dengan latar belakang pendidikan SLTP sebanyak 17 responden (41,5%). Dalam teori Mubarak (2007) yang menyatakan tidak dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya, begitupun juga sebaliknya. Sebagian besar pendidikan responden adalah SLTP, dimana pada pendidikan tingkat ini masih belum membuat seseorang memiliki kemampuan menyerap informasi yang didapat dengan baik . Namun meskipun belum bisa
27
HOSPITAL MAJAPAHIT
2.
3.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
mempunyai pengetahuan yang baik, bukan berarti mereka terbatas untuk mendapatkan informasi. Pengalaman dan informasi dari media massa dan elektronik dapat menambah pengetahuan responden menjadi cukup baik. Berdasarkan pekerjaan, persentase terbesar adalah responden yang tidak bekerja sebanyak 25 responden (61%). Mubarak (2007) menyatakan lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan sebagian besar responden yang tidak bekerja menyebabkan mereka tidak bisa mendapatkan informasi dari lingkungan pekerjaan. Namun dengan adanya pengalaman, interaksi dengan lingkungan, serta informasi dari media massa dan elektronik akan membantu mereka mendapatkan informasi yang maksimal untuk mempengaruhi pengetahuan mereka menjadi cukup baik. Pengetahuan Responden Tentang Proses Regurgitasi Berdasarkan tabel 18 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden dengan pengetahuan yang kurang tentang proses regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 14 responden (34,1%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa banyak responden yang masih belum mengerti tentang proses regurgitasi. Bertambahnya umur seseorang akan menjadikan perubahan pada aspek fisik dan psikologis. Pertumbuhan pada fisik secara garis besar ada empat kategori yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama, dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis atau mental taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa (Mubarak, 2007). Usia responden termasuk usia reproduktif bagi seseorang untuk dapat memotivasikan diri untuk memperoleh pengetahuan yang sebanyakbanyaknya. Motivasi yang tinggi ditambah dengan perkembangan mental yang lebih baik, seharusnya membuat responden memiliki pengetahuan yang baik untuk berpikir dengan matang dalam menyelesaikan atau menaggapi masalah. Namun mungkin disebabkan pada usia tersebut responden telah memiliki tanggung jawab selain tanggung jawab pribadi, membuat kemampuan untuk berpikir juga tidak lagi terfokus. Hal ini mempengaruhi kemampuan menyerap informasi kurang baik, sehingga pengetahuannya juga menjadi kurang Faktor pendidikan, diperoleh data bahwa persentase terbesar yaitu 17 responden (41,5%) dengan latar belakang pendidikan SLTP. Pendidikan ini masih termasuk pendidikan dasar dimana kesempatan memperoleh informasi tentang proses regurgitasi masih terbatas dan biasanya pendidikan yang rendah akan sulit memahami informasi yang diberikan sehingga pengetahuan yang diperoleh juga kurang baik. Sesuai teori Mubarak (2007) bahwa tingkat pendidikan seseorang yang rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Selain faktor umur dan pendidikan, pekerjaan juga mempengaruhi pengetahuan seseorang. Dari faktor pekerjaan menunjukkan bahwa persentase terbesar yaitu 25 responden (61%) tidak bekerja. Sebagian besar responden adalah tidak bekerja dengan kata lain mereka adalah ibu rumah tangga yang meskipun lebih banyak memiliki waktu luang, namun disebabkan karena responden lebih banyak mengurus aktifitas rumah tangga menyebabkan kurangnya sosialisasi atau pergaulan dengan banyak kalangan dibandingkan dengan mereka yang bekerja. Status tidak bekerjanya responden juga menyebabkan mereka harus berhatai-hati dalam mengatur keuangan keluarga, sehingga kesediaan dan kemampuan untuk mendapatkan sumber informasi juga terbatas. Terbatasnya informasi yang didapat ini mempengaruhi pengetahuan responden menjadi kurang padahal informasi sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan responden sebagaimana teori Mubarak (2007) yang menyatakan kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru. Pengetahuan Responden Tentang Penyebab Regurgitasi Berdasarkan tabel 19 diperoleh data bahwa persentase terbesar adalah responden dengan pengetahuan yang cukup tentang penyebab regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 23
28
HOSPITAL MAJAPAHIT
4.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
responden (56,1%). Responden pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka sudah cukup memahami dan mengerti tentang penyebab regurgitasi. Berdasarkan umur, diketahui bahwa persentase terbesar adalah responden berumur 2035 tahun sebanyak 22 responden (53,7%). Mubarak (2007) menyatakan bahwa bertambahnya umur seseorang akan menjadikan perubahan pada aspek fisik dan psikologis, dimana pada aspek psikologis taraf berfikir seseorang akan semakin matang dan dewasa. Usia 20-35 tahun tergolong usia dewasa dimana mereka sudah mempunyai kemampuan memperoleh informasi yang sebanyak-banyaknya. Motivasi yang tinggi ditambah dengan perkembangan mental yang lebih matang membuat responden bisa menyerap informasi dengan cukup baik sehingga juga mempengaruhi pengetahuan mereka. Berdasakan pendidikan, menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden dengan latar belakang pendidikan SLTP sebanyak 17 responden (41,5%). Dalam teori Mubarak (2007) yang menyatakan tidak dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya, begitupun juga sebaliknya. Sebagian besar pendidikan responden adalah SLTP, dimana pada pendidikan tingkat ini masih belum membuat seseorang memiliki kemampuan menyerap informasi yang didapat dengan baik . Namun meskipun belum bisa mempunyai pengetahuan yang baik, bukan berarti mereka terbatas untuk mendapatkan informasi. Pengalaman dan informasi dari media massa dan elektronik dapat menambah pengetahuan responden menjadi cukup baik. Berdasarkan pekerjaan, persentase terbesar adalah responden yang tidak bekerja sebanyak 25 responden (61%). Mubarak (2007) menyatakan lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan sebagian besar responden yang tidak bekerja menyebabkan mereka tidak bisa mendapatkan informasi dari lingkungan pekerjaan. Namun dengan adanya pengalaman, interaksi dengan lingkungan, serta informasi dari media massa dan elektronik akan membantu mereka mendapatkan informasi yang maksimal untuk mempengaruhi pengetahuan mereka menjadi cukup baik. Pengetahuan Responden Tentang Cara Mencegah Regurgitasi Berdasarkan tabel 20 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden dengan pengetahuan yang cukup tentang mencegah regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 15 responden (36,5%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden dapat melakukan pencegahan regurgitasi dengan baik karena mereka sudah cukup mengerti tentang cara mencegah terjadinya regurgitasi. Pengetahuan responden yang cukup tersebut dipengaruhi oleh bebera faktor, yaitu pertama faktor umur, diketahui bahwa persentase terbesar adalah responden berumur 20-35 tahun sebanyak 22 responden (53,7%). Usia ini tergolong usia dewasa dimana sudah mempunyai kemampuan memperoleh informasi yang sebanyak-banyaknya karena dipengaruhi adanya pemikiran yang sudah dewasa pula sehingga dengan hal itu akan mempengaruhi pengetahuan yang mereka punya. Sesuai dengan teori Mubarak (2007) yang menyatakan bertambahnya umur seseorang akan menjadikan perubahan pada aspek fisik dan psikologis, dimana pada aspek psikologis taraf berfikir seseorang akan semakin matang dan dewasa. Kedua, faktor pendidikan yang menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden dengan latar belakang pendidikan SLTP sebanyak 17 responden (41,5%). Pendidikan responden yang tergolong dasar bukan berarti responden terbatas memperoleh informasi. Interaksi dengan lingkungan serta pengalaman yang responden miliki bisa membantu responden mendapat informasi yang cukup meskipun tingkat pendidikan mempunyai berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang, sebagaimana teori Mubarak (2007) yang menyatakan tidak dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya, begitupun juga sebaliknya.
29
HOSPITAL MAJAPAHIT
5.
6.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Ketiga, faktor pekerjaan yang menunjukkan persentase terbesar adalah responden tidak bekerja sebanyak 25 responden (61%). Mubarak (2007) menyatakan lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan sebagian besar responden yang tidak bekerja, mereka hanya bisa mendapat informasi dari pengalaman sendiri atau media massa dan elektronik tanpa bisa mendapat informasi dari lingkungan pekerjaan sehingga pengetahuan yang mereka peroleh tidak maksimal. Pengetahuan Responden Tentang Penatalaksanaan Regurgitasi Berdasarkan data pada tabel 21 menunjukkan persentase terbesar adalah responden dengan pengetahuan yang kurang tentang penatalaksanaan regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 19 responden (46,3%). Keadaan ini menunjukkan bahwa responden pada penelitian ini masih belum dapat melakukan penatalaksanaan regurgitasi dengan baik. . Hal ini disebabkan karena kurangnya informasi yang mereka terima atau juga karena responden belum dapat menggunakan pengalamannya dengan baik. Pengetahuan responden yang kurang tentang proses regurgitasi ini dipengaruhi oleh umur, pendidikan, dan pekerjaan. Berdasarkan umur, persentase terbesar yaitu 22 responden (53,7%) berumur 20-35 tahun. Dimana meskipun usia responden tersebut tergolong dewasa dan mempunyai kesempatan memperoleh informasi sebanyak-banyaknya tetapi kemungkinan mereka belum bisa bener-benar memahami informasi yang didapat. Kesulitan memperoleh informasi juga dapat menjadi alasan sehingga pengetahuan mereka masih kurang. Sesuai dengan tori Mubarak (2007) kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru. Berdasarkan pendidikan, diperoleh data bahwa persentase terbesar yaitu 17 responden (41,5%) mempunyai pendidikan SLTP. Pendidikan ini masih termasuk pendidikan dasar dimana pada pendidikan yang rendah akan sulit memahami informasi yang diberikan sehingga pengetahuan yang mereka juga kurang. Mubarak (2007) menyatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang yang rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Berdasarkan pekerjaan, diperoleh data bahwa presentase terbesar yaitu 25 responden (61%) tidak bekerja. Informasi yang bisa didapat oleh responden ini bisa didapat melalui bertukar informasi sesama teman ataupun pengalaman pribadi dimana menurut Mubarak (2007) pengalaman ini merupakan suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Pengetahuan Responden Tentang Cara Mengurangi Frekuensi Regurgitasi Berdasarkan data pada tabel 22 diperoleh data bahwa persentase terbesar adalah responden dengan pengetahuan yang baik tentang cara mengurangi frekuensi regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu sebanyak 19 responden (46,3%). Pengetahuan responden tersebut tentunya tidak lepas dari faktor yang mempengaruhi pengetahuan, diantaranya adalah umur, pendidikan, dan pekerjaan. Berdasarkan umur, diperoleh data bahwa persentase terbesar yaitu 22 responden (53,7%) berumur 20-35 tahun, dimana usia ini termasuk dalam usia dewasa yang sudah mempunyai cara berfikir yang matang untuk menerima informasi sebaik dan sebanyak mungkin. Usia dewasa ini juga tentunya mempunyai pengalaman yang lebih banyak dibandingkan dengan usia-usia sebelumnya. Dari pengalaman tersebut nantinya akan berpengaruh pada tingkat pengetahuan yang akan diperoleh. Sesuai dengan teori Mubarak (2007) bahwa ada kecenderungan pengalaman yang kurang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang sangat mandalam dan membekas dalam emosi kejiwaannya, dan pada akhirnya dapat pula membentuk sikap positif dalam kehidupannya. Berdasarkan pendidikan, diperoleh data bahwa persentase terbesar yaitu 17 responden (41,4%) berpendidikan SLTP. Pendidikan ini tentunya sangat berpengaruh pada tingkat pengetahuan responden karena melalui pendidikan, seseorang akan lebih mudah mendapat kan
30
HOSPITAL MAJAPAHIT
7.
8.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
informasi. Seperti halnya teori dari Mubarak (2007) yang menyatakan bahwa kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru. Berdasarkan pekerjaan, diperoleh data bahwa persentase terbesar yaitu 25 responden (61%) tidak bekerja. Mubarak (2007) menyatakan lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan sebagian besar responden yang tidak bekerja menyebabkan mereka tidak bisa mendapatkan informasi dari lingkungan pekerjaan. Namun dengan adanya pengalaman, interaksi dengan lingkungan, serta informasi dari media massa dan elektronik akan membantu mereka mendapatkan informasi yang maksimal untuk mempengaruhi pengetahuan mereka menjadi cukup baik. Pengetahuan Responden Tentang Dampak Regurgitasi Berdasarkan data pada tabel 23 diperoleh data persentase terbesar adalah responden dengan pengetahuan yang cukup tentang dampak regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 13 responden (31,7%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden masih ada yang belum mengerti tentang dampak terjadinya regurgitasi, kemungkinan hal ini terjadi karena informasi yang diterima responden masih kurang atau juga responden masih belum dapat memahami informasi yang diterima tersebut. Berdasarkan umur, diketahui bahwa persentase terbesar adalah responden berumur 2035 tahun sebanyak 22 responden (53,7%). Mubarak (2007) menyatakan bahwa bertambahnya umur seseorang akan menjadikan perubahan pada aspek fisik dan psikologis, dimana pada aspek psikologis taraf berfikir seseorang akan semakin matang dan dewasa. Usia 20-35 tahun tergolong usia dewasa dimana mereka sudah mempunyai kemampuan memperoleh informasi yang sebanyak-banyaknya. Motivasi yang tinggi ditambah dengan perkembangan mental yang lebih matang membuat responden bisa menyerap informasi dengan cukup baik sehingga juga mempengaruhi pengetahuan mereka. Berdasakan pendidikan, menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden dengan latar belakang pendidikan SLTP sebanyak 17 responden (41,5%). Dalam teori Mubarak (2007) yang menyatakan tidak dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya, begitupun juga sebaliknya. Sebagian besar pendidikan responden adalah SLTP, dimana pada pendidikan tingkat ini masih belum membuat seseorang memiliki kemampuan menyerap informasi yang didapat dengan baik . Namun meskipun belum bisa mempunyai pengetahuan yang baik, bukan berarti mereka terbatas untuk mendapatkan informasi. Pengalaman dan informasi dari media massa dan elektronik dapat menambah pengetahuan responden menjadi cukup baik. Berdasarkan pekerjaan, persentase terbesar adalah responden yang tidak bekerja sebanyak 25 responden (61%). Mubarak (2007) menyatakan lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan sebagian besar responden yang tidak bekerja menyebabkan mereka tidak bisa mendapatkan informasi dari lingkungan pekerjaan. Namun dengan adanya pengalaman, interaksi dengan lingkungan, serta informasi dari media massa dan elektronik akan membantu mereka mendapatkan informasi yang maksimal untuk mempengaruhi pengetahuan mereka menjadi cukup baik. Pembahasan Pengetahuan Responden Tentang Regurgitasi Hasil penelitian pada tabel 24 yang dilakukan di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto mengenai pengetahuan ibu tentang regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan terhadap 41 responden menunjukkan data bahwa persentase terbesar adalah responden dengan pengetahuan yang cukup tentang regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 19 responden (46,3%). Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pembahasan yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya
31
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
(Keraf,2001). Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan (Knowledge) adalah merupakan hasil ―tahu‖ dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Responden pada penelitian ini menunjukkan bahwa mereka sudah cukup mengerti tentang regurgitasi yang biasa terjadi pada anak usia 0-6 bulan. Pengetahuan ini muncul karena responden telah memperoleh informasi yang cukup baik dari pengalaman sendiri atau lingkungan serta dapat pula dari tenaga kesehatan, misalnya dengan mengikuti kegiatankegiatan penyuluhan khususnya tentang regurgitasi. Pengetahuan responden terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya umur, pendidikan, dan pekerjaan. Berdasarkan karakteristik umur rerponden pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden berusia 20-35 tahun sebanyak 22 responden (53,7%). Responden pada penelitian ini tergolong pada usia dewasa dimana pada usia ini banyak pengalaman yang bisa diperoleh baik dari pengalaman pribadi, teman atau juga pengalaman dari keluarganya sehingga informasi yang diperoleh responden menjadi bertambah untuk dapat meningkatkan pengetahuan mereka. Selain itu pada usia dewasa ini, responden juga sudah memiliki cara berfikir yang matang dan mempunyai pengetahuan yang lebih banyak dari usia-usia sebelumnya sebagaimana teori Mubarak (2007) yang menyatakan bahwa dengan bertambahnya umur seseorang, akan menjadikan perubahan pada aspek fisik dan psikologis. Dimana dalam aspek fisik akan terjadi pertumbuhan pada fisik yang secara garis besar terdiri dari perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama, dan timbulnya ciri-ciri baru. Sedangkan pada aspek psikologis, taraf berfikir seseorang akan semakin matang dan dewasa. Banyaknya responden yang mempunyai pengetahuan yang cukup kemungkinan karena responden masih belum dapat memahami informasi yang diterima atau juga masih belum dapat menggunakan fasilitas kesehatan dengan baik. Berdasarkan karakteristik pendidikan responden pada tabel 4.2 diperoleh data bahwa persentase terbesar adalah responden dengan latar belakang pendidikan SLTP yaitu 17 responden (41,5%). Hasil penelitian ini menunjukkan jika pendidikan responden tergolong dalam pendidikan dasar, dimana pendidikan seseorang dapat mempengaruhi pemahaman penerimaan informasi tentang sesuatu khususnya tenang masalah kesehatan dimana pendidikan yang rendah biasanya akan sulit untuk mengerti dan memahami informasi yang diberikan demikian pula sebaliknya. Sesuai dengan teori Mubarak (2007) yang menyatakan tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Berdasarkan karakteristik pekerjaan responden pada tabel 4.3 menunjukkan data bahwa persentase terbesar adalah responden yang tidak bekerja sebanyak 25 orang (61%). Hal ini menunjukkan bahwa meskipun tidak bekerja, responden tetap bisa mempunyai banyak kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan mereka baik itu melalui bertukar informasi dengan teman, lingkungan atau mengikuti penyuluhan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan serta dapat memperoleh informasi dari media cetak maupun elektronik. Sehingga semakin banyak informasi yang diterima maka akan semakin baik pula pengetahuan yang dimiliki. Sesuai dengan teori dari Mubarak (2007) yang menyatakan bahwa kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.
F. PENUTUP Hasil penelitian tentang pengetahuan ibu tentang regurgitasi pada anak (0-6 bulan) menunjukkan data bahwa persentase terbesar adalah responden dengan pengetahuan yang cukup tentang regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 19 responden (46,3%).
32
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan terutama dalam hal pemberian pendidikan kesehatan diharapkan tenaga kesehatan lebih memberikan materi yang dapat dengan mudah dimengerti atau dipahami oleh masyarakat terutama tentang pengarahan tentang cara menyusui yang baik dan benar sehingga menimbulkan kesadaran ibu akan pengaruh posisi menyusui terhadap kejadian regurgitasi pada bayi.Sebaiknya responden lebih aktif lagi dalam mencari informasi, baik melalui media cetak maupun elektronik atau juga mengikuti seminar atau penyuluhan yang diadakan oleh tenaga kesehatan sehingga pengetahuan responden dapat lebih ditingkatkan. DAFTAR PUSTAKA Alfian. (2009). Regurgitasi Pada Bayi. Tersedia di (http://www.wikipedia/artikel kesehatan.com.html. Diakses tanggal 20 April 2010). Anang. (2010). Gumoh Pada Bayi. Tersedia di (http://www.wordpress/maxblog.com.html. Diakses tanggal 20 April 2010). Ariq. (2009). Gumoh Bisa Menggangu Pertumbuhan Bayi. Tersedia di (http://www. Situskugratis.googlepage.com/free. Diakses tanggal 15 April 2010). Budiarto, 2002. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC. Choirunnisa. (2009). Panduan Terpenting Merawat Bayi dan Anak Jakarta : Smoncer Publisher Erfandi. (2009). Pengetahuan dan Faktor-faktor yang mempengaruhi. Tersedia di (http://www.prohealth.com. Diakses tanggal 20 April 2010). Gandhi. (2009). Pengaruh Sikap Ibu terhadap pemberian Makanan Pendamping ASI pada bayi usia 0-6 bulan. Tersedia di (http://www.tempointeraktif.com. Diakses tanggal 20 April 2010). Hidayat. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika. Javaneagle. (2009). Gumoh dan Muntah pada bayi. Tersedia di (http//:www.wordpres.com. Diakses tanggal 20 April 2010). Keraf. (2001). Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan. Yogyakarta : Kanisius. Mansjoer. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius. Mubarak. (2007). Promosi Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Notoatmodjo. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Nova. (2009). Gumoh pada bayi. Tersedia di (http//:www.tabloidnova.com. Diakses tanggal 19 April 2010). Nurdiyon. (2009). Bayi Gumoh. Tersedia di (http://www.wordpress.com. Diakses tanggal 19 April 2010). Nursalam. (2005). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : EGC. Nusalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penerapan Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Papahtar. (2009). Gumoh. Tersedia di (http://www.connectique.com./tips solution/health. Diakses tanggal 19 April 2010). Parenting. (2009). Gumoh. Tersedia di (http://www.connectique.com. Diakses tanggal 20 April 2010). Purwanti. (2004). Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Jakarta : EGC. Rizal N. (2009). Bayi Sehat mau?. Yogyakarta : Kujang Press. Rocky. (2009). Pengaruh Terapi Sentuhan Terhadap Kejadian Regurgitasi Pada Bayi. Tersedia di (http://www.dr.Rocky.com.html. Diakses tanggal 20 April 2010). Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu Solo. (2010). Regurgitasi. Tersedia di (http://www.indonesiaindonesia.com.html. diakses tanggal 19 April 2010). Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC Yunina. (2009). Gumoh dan akibatnya. Tersedia di (http://www.medicastore.com. Diakses tanggal 19 April 2010).
33
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KONSUMSI TABLET KALSIUM PADA WANITA PREMENOPOUSE DI DESA TANJEK WAGIR KECAMATAN KREMBUNG KABUPATEN SIDOARJO Elyana Mafticha Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto ABSTRAK Menopause merupakan transisi fisik alamiah yang dialami oleh setiap wanita. Di mana pada fase ini wanita menopose sering kali mengalami osteoporosis.Proses ini disebabkan karena asupan kalsium berkurang dan penyebaran kalsium tidak merata. Fenomena di lapangan menunjukkan masih banyak wanita premenopouse yang tidak tahu tentang osteoporosis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang osteoporosis dengan tambahan asupan kalsium pada wanita premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo. Penelitisn ini dilakukan mulai 13 Juni sampai 16 Juni 2010. Jenis penelitian ini adalah analitik cross sectional dengan populasi sebanyak 156 responden dan sampel sebanyak 112 responden. Sampel diambil dengan cluster random sampling. Instrumen pengumpulan data menggunakan kuesioner tertutup yang diolah melalui proses editing, coding, dan tabulating. Setelah itu dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data uji wilcoxon sign rank test pada taraf signifikansi 0,05. Hasil penelitian menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0,000. Hasil Z2 hitung = - 5.757 2 dan Z tabel 1.6586, maka H1 diterima, artinya terdapat hubungan pengetahuan tentang osteoporosis dengan konsumsi tablet kalsium pada wanita premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo.Tingkat keeratan hubungan dalam penelitian ini adalah sangat kuat. Sebagian besar responden berpengetahuan cukup tentang osteoporosis akan tatapi mereka tidak mengkonsumsi tablet kalsium dengan teratur di karenakan masalah biaya dan malas minum tablet kalsium setiap hari. Konsumsi tablet kalsium ini bermanfaat untuk mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan, kerapuhan tulang, dan kejang otot. Dengan adanya hubungan pengetahuan tentang osteoporosis dengan tambahan asupan kalsium pada wanita premenopouse disarankan bagi tenaga kesehatan untuk melakukan penyuluhan tentang pentingnya konsumsi tablet kalsium, jenis-jenis tablet kalsium yang harganya mudah di jangkau dan penyuluhan tentang macam-macam bahan makanan yang mengandung kalsium. Kata kunci : Pengetahuan, Osteoporoses, Tablet Kalsium, Wanita Premenopouse A. PENDAHULUAN Menopouse adalah berhentinya siklus menstruasi yang berkaitan dengan tingkat lanjut usia perempuan (Kissansti, 2008). Menurut Ozzy (2010) menopause merupakan transisi fisik alamiah yang dialami oleh setiap wanita saat dia bertambah umur. Sering diterjemahkan secara bebas sebagai berhenti menstruasi terakhir dalam hidup seorang wanita. Kejadian penting yang biasa terjadi pada usia menopouse adalah proses demineralisasi tulang atau yang biasa disebut dengan osteopororsis. Proses ini disebabkan karena defisiensi kalsium, yaitu karena asupan kalsium berkurang dan penyebaran kalsium tidak merata (Arisman, 2007). Untuk itu konsumsi susu yang mengandung banyak kalsium dalam jumlah yang adekuat menurunkan resiko terjadinya osteoporosis karena tulang sangat responsif terhadap penumpukan mineral (Arisman, 2007). Menurut penghitungan Biro Sensus Departemen Perdagangan Amerika Serikat (2010) jumlah menopouse sekitar 340 juta orang dengan peningkatan sekitar 800.000 orang per tahun dan 24% diantaranya enderita pengeroposan tulang (osteoporosis). Di Indonesia dari setiap 1000 wanita menopouse terdapat sekitar 400 orang (40%) yang mengalami osteoporosis. Rata rata dari mereka merupakan penduduk miskin.
34
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Data Dinkes Kabupaten Sidoarjo menunjukkan bahwa terdapat sekitar 41% penderita osteoporosis dari keseluruhan jumlah wanita menopouse sebanyak 45.000 jiwa yang menyebar di seluruh wilayah Sidoarjo (Dinkes Sidoarjo, 2010). Studi pendahuluan yang dilakukan di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo didapatkan data bahwa dari 10 wanita menopouse, 7 wanita (70%) tidak tahu tentang osteoporosis mengaku tidak pernah memperhatikan asupan kalsium untuk mencegah terjadinya osteopororsis, sedangkan 3 wanita (30%) tahu tentang osteoporosis dan melakukan upaya pencegahan dengan cara mengkonsumsi susu penguat tulang secara teratur. Akan tetapi fenomena di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo menunjukkan bahwa masih banyak wanita usia premenopouse yang tidak tahu tentang osteoporosis. Kurangnya pengetahuan ini menyebabkan mereka tidak begitu memperhatikan asupan kalsium untuk mencegah terjadinya osteoporosis. Kerentanan kedua jenis kelamin pada prinsipnya sama, meskipun osteoporosis lebih cenderung terjadi pada wanita, dengan rasio sekitar 4:1. Tulang yang paling banyak terkena adalah tulang belakang, pergelangan tangan (lelaki), dan paha (wanita). Trauma yang ringan saja berkemungkinan besar mematahkan tulang. Faktor yang melatarbelakangi osteoporosis bisa dilacak sampai pada usia pertumbuhan. Sharon dkk melalui penelitian terhadap 581 orang wanita kulit putih pascamenopause yang berusia rata-rata 70,6 tahun yang mengonsumsi susu secara teratur mulai usia 20—50 tahun, berhasil membuktikan manfaat konsumsi susu. Ada keterkaitan antara konsumsi susu dengan deposit kalsium (dilihat dengan sinar X pada tulang belakang, paha, dan pergelangan tangan). Sekali osteoporosis terjadi, tidak bisa lagi diobati sekalipun dengan kalsium dosis tinggi (Arisman, 2007). Menurut Arisman (2007) dengan konsumsi susu dalam jumlah yang adekuat pada usia menopouse menurunkan risiko terjadinya osteoporosis karena tulang sangat responsip terhadap penumpukkan mineral pada usia dini. Diet yang kaya akan kalsium di usia dewasa ternyata berperan pada tingginya kepadatan tulang dan/atau menekan kehilangan massa tulang sampai tingkat minimal. Selama hidup, lebih kurang 40% massa tulang wanita berkurang; separuhnya berlangsung pada 5 tahun pertama pascamenopause, sisanya berlangsung perlahan. Menurut Tandra (2009) kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia. Kira – kira 99 persen kalsium terdapat di dalam jaringan keras yaitu pada tulang dan gigi. Ada 1 persen kalsium terdapat pada darah dan jaringan lunak.. WHO menganjurkan bagi orang dewasa rata – rata memerlukan kalsium di atas 500 mg per hari. Dengan bertambahnya usia, kalsium yang di butuhkan akan semakin banyak. Sampai usia 50 tahun keatas, di perlukan elemen kalsium 1200 sampai 1500 gr dalam makanan sehari hari. Penelitian terhadap 36.262 wanita menopouse oleh Women’s Health Institute di Amerika Serikat di temukan bahwa 1000 mg kalsium di tambah 400 iu vitamin D setiap hari terbukti efektif mengurangi kejadian fraktur tulang panggul. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk mencegah datangnya penyakit menjadi salah satu faktor timbulnya sebuah penyakit . Hal itu ditandai dengan rendahnya konsumsi kalsium rata-rata orang Indonesia, yakni hanya 254 mg per hari (Supari, 2005). Selain faktor diatas, pengetahuan seorang wanita premenopause juga sangat berpengaruh. Pengetahuan khusus sangat diperlukan, terutama pengetahuan mengenai asupan kalsium untuk mencegahnya di masa menopause. Wanita premenopause akan lebih mudah melalui masa menopause tanpa banyak keluhan apabila mereka mendapatkan pengetahuan yang fuktual dan akurat mengenai osteoporosis dan asupan kalsium. Bidan sebagai tenaga kesehatan hendaknya secara rutin memberikan penyuluhan berkenaan dengan upaya pencegahan oseoporosis. Penyuluhan ini bisa dilakukan dengan memberikan materi tentang pentingnya konsumsi kalsium untuk mencegah terjadinya osteoporosis. Materi ini bisa disampaikan melalui kunjungan rumah, pembagian leaflet yang berisikan tentang himbauan untuk selalu melegkapi kosumsi makanan dengan makanan yang mengandung kalsium.
35
HOSPITAL MAJAPAHIT B. 1.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Dasar Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (Notoatmodjo, 2003). b. Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yakni : 1) Tahu (know) Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali suatu spesifik dari seluruh bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan sebagainya. 2) Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang di ketahui. Dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang telah dipelajari. 3) Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampua untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya, dalam konteks atau situasi yang lain. 4) Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam stuktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. 5) Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan bagan-bagan di dalam suatu bentuk keseluruhan baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasiformulasi yang ada, misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada. 6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan sustifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilain itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya suatu diare di suatu tempat, dapat menafsirkan sebab-sebab mengapa ibu tidak ikut KB, dan sebagainya.
36
HOSPITAL MAJAPAHIT c.
d.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengetahuan Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003) antara lain : 1) Faktor internal a) Usia Faktor usia akan ikut menentukan pengetahuan dan sikap seseorang. Hal mi disebabkan karena dengan semakin bertambahnya usia seseorang, maka biasanya ia akan menjadi semakin dewasa dalam kemampuan intelektualitasnya. Pada umumnya, orang yang lebih muda memiliki sikap yang lebih radikal jika dibandingkan dengan sikap orang yang lebih tua, sedangkan pada orang dewasa sikapnya lebih moderat. b) Pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah ia menerirna informasi, sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. c) Pekerjaan Seseorang yang tidak bekerja pengetahuannya akan lebih luas dari pada pengetahuan seseorang yang bekerja, karena dengan tidak bekerja seseorang akan mempunyai banyak waktu untuk menambah informasi baik melalui media elektronika, membaca buku atau informasi langsung yang didapat dari pengalaman. d) Pengalaman Pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dan dapat dikatakan sebagai sumber pengetahuan. Cara untuk rnemperoleh pengalaman tersebut dapat dilakukan dengan mengulang keinbali pengetahuan yang diperoleh dalam rnernecahkan permasalahan yang pernah dihadapi masa lalu. 2) Faktor Eksternal a) Sosial Status ekonomi berpengaruh terhadap tingkah laku individu. Seorang individu yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi yang baik, dimungkinkan lebih memiliki sikap positif dalam memandang diri dan masa depannya jika dibandingkan dengan individu yang berasal dan keluarga dengan status sosial ekonomi rendah. Pengetahuan yang terbatas merupakan faktor penghambat untuk menerima suatu motivasi dalam bidang kesehatan. b) Budaya Dalam hal ini, adat atau sosial budaya membawa pengaruh dalarn penerimaan informasi. Sosial budaya meliputi pandangan keagamaan. Selain itu, kelompok etnis dapat mempengaruhi proses berpikir dan bersikap. c) Informasi. Informasi dapat diperoleh di rumah, sekolah, media cetak, televisi dan tempat pelayanan .pengetahuan dan teknologi membutuhkan dan menghasilkan informasi. Jika pengetahuan berkembang sangat cepat, maka informasi berkembang sangat cepat pula. Tindakan pengetahuan menimbulkan tindakan informasi, dimana semakin banyaknya perkembangan dalam bidang ilmu dan penelitian maka semakin banyak pengetahuan baru bermunculan. Cara Memperoleh Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2005) cara untuk memperoleh pengetahuan dibagi menjadi 2 yakni: 1) Cara tradisional atau non ilmiah a) Cara coba- salah (trial and error) Cara ini telah dipakai orang sebelurn adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradapan. Cara coba-coba ini dilakukan dengan rnenggunakan
37
HOSPITAL MAJAPAHIT
e.
2.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
kernungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila cara tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan dengan cara yang lain. b) Cara otoritas atau kekuasaan. Para pemegang otoritas, baik pernimpin pemerintahan, tokoh agama, maupun ahli ilmu pengetahuan pada prinsipnya mempunyai mekanisme yang sama didalam penemuan pengetahuan. Prinsip ini adalah orang lain menerirna pendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri. c) Berdasarkan pengalaman pribadi Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu. d) Melalui jalan pikiran Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berfikir manusiapun ikut berkembang. Dan manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. 2) Cara modern Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populernya disebut metodologi penelitian. Pengukuran Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi dari subjek penelitian yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. 1) Baik : Nilai ≥ 75% 2) Cukup : Nilai = 60 - 75% 3) Kurang baik : Nilai ≤ 60% (Arikunto, 2006)
Konsep Osteoporosis a. Definisi Osteoporosis Osteoporosis adalah penurunan masa tulang yang disebabkan karena peningkatan resorbsi tulang yang melebihi pembentukan tulang. Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorpsi tulang. Bila tidak ada Vitamin D, PTH tidak akan menyebabkan absorpsi tulang. Penurunan absorpsi kalsium, , membuat wanita pasca menopause beresiko mengalami masalah yang berhubungan dengan osteoporosis (Wilson, 2005). b. Tanda – tanda Osteoporosis Menurut Bobak (2004) adapun tanda – tanda dari Osteoporosis adalah penurunan tinggi badan akibat fraktur serta kolaps tulang belakang. Nyeri punggung dapat timbul tetapi juga tidak timbul. Tanda – tanda selanjutnya meliputi munculnya bongkol di punggung, yang membuat tulang belakang tidak dapat lagi menopang tubuh bagian atas serta fraktur pinggul. Secara umum tanda – tanda Osteoporosis adalah sebagai berikut : 1) Adanya keluhan sakit punggung yang tida jelas sampai yang berat 2) Terjadi patah tulang spontan ( tidak sebanding dengan beratnya benturan (kecelakaan yang terjadi) 3) Berkurangnya tinggi badan secara tiba – tiba (hal ini disebabkan terjadi patah tulang pada ruas tulang belakang hingga melesak satu sama lain 4) Patah tulang pangkal paha atau ruas tulang lain, yang tidak sebanding dengan kerasnya benturan (Yatim, 2001)
38
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Faktor – faktor Osteoporosis Menurut Bobak (2004) Faktor – faktor Osteoporosis adalah 1) Rendahnya asupan kalsium Hal ini terjadi khususnya pada masa remaja 2) Tingginya asupan protein atau kafein Tingginya asupan protein atau kafein yang meningkatkan ekskresi kalsium 3) Merokok dan asupan alkohol yang berlebihan Merokok dan asupan alkohol yang berlebihan serta asupan fospor yang melebihi kalsium (yang terjadi saat mengkonsumsi minuman ringan) d. Penyebab Osteoporosis Menurut Neville (2001) bahwa kulit, tulang dan sendi – sendi, semua berisi sel yang memberi respon terhadap esterogen dengan menghasilkan kolagen yang berkualitas lebih baik. Terdapat perbaikan dalam ketebalan dan elastisitas kulit, sendi – sendi menjadi tidak begitu kaku dan osteoit diletakkan dalam tulang dibawah pengaruh esterogen. Esterogen mengendalikan fungsi osteoklas dan osteoblast pada tulang sehingga mempengaruhi laju absorbsi dan pengendapan kalsium. Pengendapan tulang – tulang berlangsung disepanjang kehidupan, tetapi setelah kehilangan esterogen, aktivitas osteoklastik jauh melebihi kemampuan osteoblas untuk menaruh kalsium. Dalam keadaan ini osteophenia dan akhirnya terjadi osteoporosis. e. Penanganan Osteoporosis Menurut Bobak (2004) penggunaan teknik radiografi untuk mengidentifikasi wanita beresiko tidaklah akurat. Bahkan mahal. Osteoporosis tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan sinar X sampai 30% - 50% massa tulang. Rencana perawatan dapat dilakukan melalui upaya seperti ERT (esterogen, replacemant, therapy), latihan menahan beban dan pemberin suplementasi kalsium. Latihan menahan beban seperti berjalan dan menaiki tangga selama 30-60 menit setiap hari. Asupan Kalsium Menurut Tandra (2009) Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia. Kira-kira 99% kalsium terdapat di dalam jaringan keras yaitu pada tulang dan gigi. Ada 1% kalsium terdapat pada darah dan jaringan lunak. Tanpa kalsium yang 1 persen ini, otot akan mengalami gangguan kontraksi, darah akan sulit membeku, rangsangan saraf akan terganggu dalam penghantarannya, dan sebagainya. Untuk memenuhi kebutuhan yang 1% ini, tubuh mengambilnya dan makanan yang dimakan atau dan tulang, karena kebanyakan mineral dan vitamin memang tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh. Bila makanan yang masuk tidak dapat memenuhi kebutuhan, tubuh akan mengambilnya dan tulang. Sehingga tulang dapat dikatakan sebagai depo atau gudang cadangan kalsium tubuh. Jika ini terjadi dalam waktu yang lama, akan menimbulkan pengeroposan tulang. a. Makanan sumber kalsium antara lain : 1) Susu. 2) Produk susu : keju, yogurt, es krim. 3) Minuman bukan susu : susu kedele, jus jeruk yang diberi tabahan kalsium. 4) Ikan : salmon, sarden, makarel, ikan kering, belut, kakap dan mujair. 5) Sayur berdaun hijau : buncis, brokoli, kubis, kubis, bayam dan sawi. 6) Buah : jeruk, pepaya. 7) Biji – bijian : gandum, nasi, beras merah, gaplek dan jagung. 8) Kacang – kacangan : almon, kacang merah, kacang kedelai, kacang tanah, tahu dan tempe. b. Pentingnya Kalsium Kalsium dibutuhkan tubuh untuk beberapa hal, antara lain : 1) Untuk membentuk dan mempertahankan tulang dan gigi yang sehat c.
3.
39
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
2) 3) 4) 5) 6) 7)
c.
d.
e.
Untuk mencegah osteoporosis Untuk membantu proses pembekuan darah dan penyembuhan luka Untuk penghantaran rangsangan saraf Untuk mengatur kontraksi otot Untuk membantu transpor ion melalui membran sel Sebagai komponen penting dalam produksi hormon dan enzim yang mengatur proses pencernaan, energi, dan metabolisme lemak. Pada tubuh kekurangan kalsium akan terjadi gangguan pertumbuhan, kerapuhan tulang, dan kejang otot. Sebaliknya bila tubuh kelebihan kalsium, misalnya Anda mengonsumsi kalsium Sebanyak 2500 mg/hari dapat menyebabkan terjadinya batu ginjal atau gangguan fungsi ginjal serta konstipasi (susah buang air besar). Suatu penelitian terhadap orang yang meng’onsumsi kalsium rata-rata 2150 mg kalsium setiap han, ditemukan angka kejadian batu ginjal sampai 17 persen. Oleh sebab itu, orang yang minum tablet kalsium penlu dibarengi dengan minum segelas besar air. Bila mengonsumsi kalsium dalam jumlah yang tepat atau adekuat, kemungkinan timbulnya kanker usus besar (colorectal carcinoma), hipertensi sistolik, batu ginjal, serta kejadian obesitas akan banyak berkurang. Kebutuhan Kalsium WHO menganjurkan bagi orang dewasa rata-rata memerlukan kalsium di atas 500 mg per hari. Di Amerika Serikat, perkumpulan osteoporosis nasional memintanya lebih tinggi lagi, yaitu minimum 800 mg kalsium per hari. Dengan bertambahriya usia, kalsium yang dibutuhkan akan semakin banyak. Sampai usia 50 tahun ke atas, atau wanita yang mencapai masa menopause, dipenlukan elemen kalsium 1200 sampai 1500 mg dalam makanan sehari-hari. Penelitian terhadap 36.262 wanita menopause oleh Women’s Health Institute di Amerika Serikat ditemukan bahwa 1000 ng kalsium ditambah 400 iu vitamin D setiap han terbukti efektif mengurangi kejadian fraktur tulang panggul. Pengaturan Kalsium dalam Tubuh Kadar kalsium dalam darah dikendalikan oleh hormon paratiroid, kalsitonin dan kelenjar tiroid, dan vitamin D. Hormon paratiroid dan vitamin D meningkatkan kalsium darah dengan cara sebagai berikut : 1) Vitamin D merangsang penyerapan kalsium di usus. 2) Vitamin D dan hormon paratiroid merangsang pelepasan kalsium dan tulang ke dalam darah. 3) Vitamin D dan hormon paratiroid menunjang penyerapan kembali atau reabsorpsi kalsium di dalam ginjal. Tablet Kalsium Terdapat suplemen atau tablet kalsium yang beredar di pasaran, yaitu kalsium karbonat, kalsium sitrat, dan kalsium fosfat. Kalsium dalam tablet ini adalah senyawa kalsium, sedangkan yang Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah : 1) Kalsium yang generik harganya murah, tapi penyerapannya mungkin kurang baik. 2) Baca labelnya, apakah mengandung kalsium karbonat, kalsium sitrat, atau kalsium fosfat, kemudian lihat pula kandungan kalsiumnya, 200 mg, 500 mg, 650 mg, atau 1500 mg. 3) Kalsium karbonat bisa menyebabkan konstipasi (sukar buang air besar). 4) Tubuh biasanya tidak bisa menyerap mineral kalsium lebih dan 500 mg dalam satu kali minum suplemen, sehingga perlu dibagi dalam beberapa kali minum per han. 5) Penyerapan kalsium di usus dan susu hanya 32 persen, sedangkan dari sayuran bisa sampai 64 persen. 6) Minumlah air atau jus buah yang banyak ketika minum suplemen kalsium. 7) Lebih baik diminum tidak berbarengan dengan mengonsumsi obat lain.
40
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
8)
4.
Jangan minum tablet kalsium bersamaan dengan makanan yang mengandung banyak serat, karena akan mengganggu penyerapan kalsium. Tetapi ini bukan berarti Anda tidak boleh makan makanan yang kaya serat. Makanan kaya serat penting untuk mencegah beberapa penyakit termasuk kanker. 9) Tablet kalsium juga jangan dikonsumsi bersamaan dengan makanan yang kaya lemak, karena lemak mi dapat menghambat penyerapan kalsium. 10) Jangan bersamaan dengan mengomsumsi suplemen Fe (besi). Kalsium akan berikatan dengan besi, sehingga penyerapan keduanya akan terganggu. Untuk kandungan elemen kalsium dalam suplemen kalsium, misalnya kalsium karbonat (calcium carbonate) yang mengandung .0 persen kalsium, maka tablet 650 mg kalsium karbonat mengandung kalsium 650 x 0,4 = 260 mg kalsium. Untuk kalsium sitrat (calcium citrate) yang mengandung kalsium 21 persen, maka tablet 650 mg kalsium sitrat mengandung kalsium 650 x 0,21 = 137 mg kalsium. Sedangkan kalsium fosfat (calcium phosphate) yang mengandung 39 persen kalsium, maktablet 650 mg kalsium fosfat mengandung kalsium sebanyak 650 x 0,39 = 254 mg. Konsep Dasar Menopouse Menopause merupakan suatu penghentian permanen menstruasi (haid), berarti pula akhir dari masa produktif (Purwoastuti, 2008) Menurut Ozzy (2010) menopause merupakan transisi fisik alamiah yang dialami oleh setiap wanita saat dia bertambah umur. Sering diterjemahkan secara bebas sebagai berhenti menstruasi terakhir dalam hidup seorang wanita. Hal ini menekankan transisi yang tiba-tiba dan komplit, walaupun proses sebenarnya berjalan lumayan perlahan. Walaupun kebanyakan wanita mengalami perubahan ini antara usia 48 dan 52, beberapa yang lain berhenti haid pada akhir 30an atau awal 40-an, dan yang lain terus mengalami haid hingga pertengahan 50-an. Menurut Noor (2010), masa menopause ditandai dengan masa transisi kira-kira lima tahun dari berhentinya fungsi reproduksi, tetapi secara biologis menopause berarti berhentinya menstruasi. Pada umumnya wanita akan mengalami menopause antara usia 40 –55 tahun, walaupun ada beberapa perkecualian. Periode ini disebut sebagai periode klimakterium yang menggambarkan hilangnya kemampuan untuk reproduksi (menurunkan). Dengan berhentinya menstruasi berarti proses ovulasi atau pembuahan sel telur juga berhenti. Periode ini dianggap sebagai masa transisi atau peralihan ke masa tua, yaitu masa yang ditandai dengan berkurang dan menurunnya vitalitas manusia. Menopouse merupakan tahap akhir proses biologi yang dialami wanita berupa penurunan produksi hormon seks wanita yaitu estrogen dan progesteron pada indung telur. Proses berlangsung tiga sampai lima tahun yang disebut masa klimakterik atau perimenapouse. Disebut menopause jika seseorang tidak lagi menstruasi selama satu tahun. Umumnya terjadi pada usia 50-an tahun. Sebagaimana awal haid, akhir haid juga bervariasi antara perempuan yang satu dengan perempuan yang lainnya. a. Tahap Terjadinya Menopouse Menopouse adalah berhentinya siklus perdarahan uterus yang teratur,merupakan satu peristiwa dalam klimakterium (Wilson, 2005). Tahap terjadinya menopouse terdiri dari tiga fase, yaitu : 1) Fase Premenopouse Premenopouse adalah masa dimana tubuh mulai bertransisi menuju menopouse terjadi pada usia 48-55 tahun (Manuaba, 2001). Definisi lain menyebutkan bahwa premenopouse adalah fase transisi fluktasi fungsi ovarium yang terjadi di sekitar waktu perdarahan menstruasi terakhir dari seorang wanita (Glasier, 2005). Masa ini terjadi dalam kurun waktu 4-5 tahun sedalam menopouse pada periode ini, tingkat produksi hormon estrogen dan progesteron naik turun tak beraturan. Siklus menstruasi bisa tiba-tiba memanjang atau memendek.
41
HOSPITAL MAJAPAHIT
b.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Adalah fase pertama klimakterium saat fertilitas menurun dan menstruasi menjadi tidak teratur, Gejala-gejala yang mengganggu seperti ketidakstabilan vasomotor, keletihan nyeri kepala serta gangguan emosi dapat timbul selama fase ini. 2) Fase Menopouse Adalah periode menstruasi spontan yang terakhir pada seorang wanita dan merupakan diagnosis yang di tegakkan secara retrospektif setelah amenorhea selama 12 bulan (Glasier, 2005). 3) Fase Postmenopouse Adalah fase 3-5 tahun setelah menopouse, pada fase ini dapat terjadi gejala-gejala yang terkait dengan penurunan hormon ovarium seperti astrofi vagina dan esteoporosis. Gambaran Klinis Sejalan dengan proses ketuaan yang pasti dialami setiap orang, terjadi pula kemunduran fungsi organ-organ tubuh termasuk salah satu organ reproduksi wanita, yaitu ovarium. Terganggunya fungsi ovarium menyebabkan berkurangnya produksi hormon estrogen, dan ini akan menimbulkan beberapa penurunan atau gangguan pada aspek fisikbiologis – seksual (Noor, 2010). Sebelum haid berhenti, pada seorang wanita telah terjadi berbagai perubahan pada ovarium seperti skletoris pembuluh darah, berkurangnya jumlah folikel dan menurunnya sintesis steroid seks. Penurunan fungsi ovarium menyebabkan berkurangnya kemampuan ovarium untuk menjawab rangsangan gonodotropin. Keadaan ini akan mengakibatkan terganggunya interaksi antara hipotalamus hipofisis. Pertama-tama terjadi kegagalan fungsi korpus luteum kemudian turunnya produksi steroid ovarium menyebabkan berkurangnya reaksi umpan balik negatif terhadap hipotalamus. Keadaan ini meningkatkan produksi FSH dan LH terutama FSH (Winkjosastro, 2005). Tabel 25. Perubahan Endokrindogis Klimakterium Pramenopouse Pasca menopouse Insufisiensi korpus luteum Kegagalan korpus luteum ↓ ↓ Dominasi estrogen Kekurangan estrogen ↓ ↓ Peningkatan ringan Peningkatan berat gonodotropin gonadotropin Infertilasi gangguan perdarahan
Distonia vegetatif
Serium Kegagalan korpus luteum ↓ Estrogen rendah ↓ Normalisasi gonadotropin
Atrofi involusi
Menopause
c.
Proses menuju menopause dimulai dengan perlambatan fungsi indung telur, biasanya lima tahun sebelum periode menstruasi terakhir, dan perubahan-perubahan fisik dan emosi tambahan selama beberapa tahun setelah haid terakhir. Selama masa ini, ada perubahan dalam keseimbangan hormon, dengan pengurangan jumlah estrogen yang diproduksi indung telur. Akhirnya, ada tingkat produksi estrogen yang begitu rendah sehingga haid menjadi tidak teratur, dan akhirnya berhenti. Saat daur menstruasi berhenti, tingkat progesteron juga menurun. Bersama-sama, hormon-hormon ini mempengaruhi dan mengatur beberapa fungsi fisik dan emosi, dan dengan perubahan kadar keduanya, banyak wanita mengalami lebih dari penghentian haid (Ozzy, 2010). Tanda dan Gejala Premonopouse Selama menopause banyak wanita mengeluhkan gejala yang disebabkan perubahan hormon, khususnya penurun produksi estrogen, yang dirangsang secara psikologis karena
42
HOSPITAL MAJAPAHIT
d.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
kebutuhan untuk menyesuaikan diri. (Jones, 2005). Gejala jangka pendek walaupun sangat tidak menyenangkan, biasanya hilang sendiri dan tidak mengancam jiwa (Glasier, 2005). Menopouse mulai pada umur yang berbeda pada orang yang berbeda – beda. Umur yang umum adalah sekitar 50 tahun (Harjana, 2000). Menurut Wilson (2003) tanda dan gejala premonopouse adalah : 1) Menstruasi tidak teratur Intervalnya dapat memanjang atau memendek, sedikit dan berlimpah ovulasi menjadi tiak teratur, rendahnya kadar progesteron dapat membuat periode menstruasi lebih panjang. 2) Hot Flushes (Perasaan panas) dan gangguan tidur Sekitar 75-85% wanita mengalami hot flushes selama premonopouse. Perubahan kadar estrogen yang menyerang tubuh bagian atas dan muka. Serangan ini ditandai dengan munculnya kulit yang memerah disekitar muka, leher, dan dada bagian atas, detak jantung yang kencang. Badan bagian atas berkeringat termasuk gangguan tidur. Rasa panas dapat dipicu oleh stres, cuaca panas, alkohol, dan makanan berbumbu tajam walaupun sebagian besar timbul tanpa faktor pemicu apapun. 3) Kesuburan Berkurang Ovulasi menjadi tidak teratur sehingga bertemunya sel telur dan sperma menjadi lebih rendah walau mungkin untuk hamil. 4) Perubahan Kadar Kolesterol Berkurangnya estrogen akan merubah kadar kolesterol dalam darah dan meningkatkan kadar kolesterol jahat (LDL) yang mengakibatkan resiko terkena penyakit jantung. Sedangkan HDL adalah kolesterol baik, menurun sesuai pertambahan usia. 5) Osteoporosis Osteoporosis adalah penurunan massa tulang seiring peningkatan umur yang dihubungkan dengan peningkatan kerentanan fraktur. Pada wanita, kepadatan tulang mencapai puncak pada usia pertengahan 30-an dan setelah itu menurun secara perlahan sampai terjadi akselerasi pesat penurunan massa tulang setelah menopouse. 6) Kemungkinan Komplikasi Meski tidak ada yang perlu dikhawatirkan, namun perlu berhati-hati bila ada hal-hal yang mencurigakan sebagai berikut : a) Menstruasi hebat b) Menstruasi panjang yang berlangsung hingga lebih dari 8 hari c) Siklus menstruasi yang terlalu pendek, kurang dari 21 hari. Perubahan seksualitas pada masa menopouse 1) Sebab-sebab perubahan seksualitas pada usia menopouse Ozzy (2010) menyebutkan bahwa menopause menyebabkan beberapa perubahan fisik yang dapat mempengaruhi fungsi seksual seorang wanita. Berkurangnya kadar estrogen dan progesteron saat dan setelah menopause menyebabkan lapisan dinding vagina menjadi tipis dan lebih keras. Sebagai tambahan, produksi cairan vagina turun, menambahkan rasa tidak nyaman saat bersetubuh. Terapi pengganti estrogen dapat membantu menghadapi perubahan-perubahan ini pada banyak wanita, namun resikonya dapat melebihi keuntungannya bagi wanita yang menderita penyakit peredaran darah, kanker payudara, atau kanker rahim. Estrogen buatan atau krim, yang mengandung dosis estrogen lebih rendah dan digunakan dalam periode lebih pendek, merupakan pilihan lain untuk menjaga kelangsungan hidup vagina. Bagi para wanita yang tidak dapat, atau memilih untuk tidak menggunakan pengobatan estrogen, pelembab vagina dapat mengurangi kekeringan vagina saat berhubungan intim. 2) Perubahan kondisi seksualitas usia menopouse Ozzy (2010) menjelaskan bahwa menopause bukan berarti tanda berakhirnya rasa tertarik atau aktifitas seksual seorang wanita, seperti yang sering diduga dimasa lalu. Bukan hilangnya estrogen, tetapi kepercayaan dan sikap terhadap seks dan menopause,
43
HOSPITAL MAJAPAHIT
e.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
atau pertambahan usia, yang sepertinya penting bagi keinginan dan aktifitas seksual. Dalam tahun-tahun belakangan ini telah menjadi jelas bahwa bukan hanya ketertarikan dan kapasitas akan seks meningkat setelah menopause, tapi banyak wanita yang melaporkan meningkatnya kenikmatan seks karena kekhawatiran akan kehamilan yang tidak direncanakan tidak lagi menjadi masalah. 3) Menurunnya hasrat seksual menjelang usia menopouse Menurut Noor (2010) ada sebagian wanita, yang mengeluh setelah menopause gairah seksual menurun. Salah satu fungsi dari hormon estrogen adalah bertanggung jawab atas sebagian besar karateristik wanita, sehingga menurunnya hormon estrogen mengakibatkan hilangnya jaringan di vagina yang berarti terjadi pengerutan. Keadaan ini menyebabkan hubungan kelamin menjadi sakit. Namun bukan berarti wanita yang mengalami menopause harus menghindari hubungan seksual. Elastisitas jaringan genital dapat dikembalikan dengan memberikan hormon pengganti estrogen. 4) Persepsi negatif yang muncul saat menopouse Menurut Noor (2010) wanita yang mengalami menopause, kehilangan daya tarik seksualnya dan menurun aktivitas seksualnya. Ada beberapa wanita yang beranggapan sesudah menopause, tidak bisa memberi kepuasan seksual bagi suaminya. Iapun tidak dapat menikmati hubungan intim dengan suaminya, karena jaringan genitalnya berkurang elasitisitasnya. Bahkan ada anggapan wanita yang sudah menopause seyogyanya tidak melakukan hubungan seksual karena akan mengakibatkan munculnya penyakit. Keyakinan ini menggiring wanita untuk mengurangi atau menghindari aktivitas seksual, yang akan berpengaruh pada berkurangnya keharmonisan hubungan suami istri. Kondisi ini akan memicu munculnya problem suami-istri yang lebih kompleks. Upaya dalam menghadapi masa menopouse Sejumlah solusi ditawarkan untuk mengatasi keluhan yang menyertai menopouse, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, diantaranya : 1) Terapi Non Hormon a) Obat antihipertensi Honidin (50 Mg 2x/hari) efektif dalam penatalaksanaan jangka pendek gejala-gejala Nasomotor tetapi sebagian besar wanita mendapat baha efek menguntungkan tersebut cepat hilang. b) Obat penenang da antidepresan sudah luas penggunaannya pada wanita dengan masalah klimakterik tetapi tanpa penyakit psikiatrik yang nyata, obat-obat ini sbelaiknya ditunda sampai TSH telah dicoba. c) Terapi alternatif lainnya ada pada senyawa kimia dalam tumbuhan dan kacangkacangan yang struktur kimianya mirip dengan estrogen serta menghasilkan efek seperti estrogen yang disebut fitoestrogen. Tanaman yang banyak mengandung fitoestrogen antara lain kacang kedelai. Yang istimewa ialah bahwa fitoestrogen tidak menimbulkan resiko kanker bahkan dapat mencegah beberapa penyakit kanker seperti kanker payudara dan rahim. 2) Terapi Sulih Hormon (TSH) Karena gejala menopouse disebabkan oleh defisiensi estrogen maka terapi yang logis adalah dengan sulih estrogen. Telah terbukti bahwa pemberian esterogen mengurangi kejadian PJK dan stroke sampai 50 – 70% pada wanita pascamenopouse Terapi estrogen efektif apabila diberikan melalui beragam rute seperti oral, transdermis : koyo dan jeli, implan vagina : krim, pesarium, tablet dan cincin, sublingual atau intranasal. Conjugated equine oesterogens (CEE) diberikan secara luas sebagai pengganti estrogen. TSH mengandung hormon, yang dapat dikelompokkan menjadi 4 macam yaitu TSH estrogen TSH estrogen-progesteron, TSH estrogen androgen dan TSH estrogen-progesteron-androgen.
44
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
3)
f.
Mengkonsumsi Kalsium Perempuan terutama menjelang usia-usia menopouse, sebaiknya mengkonsumsi kalsium sebanyak 1000-1500 gr seharinya. Sebagian besar dapat diperoleh dari makanan seperti susu, yoghurt, beberapa jenis sayuran (antara lain brokoli). Kalau jumlah kalsium dari makanan kurang mencukupi, dapat juga memakan tablet kalsium (Irawati, 2002). Dosis yang direkomendasikan ialah 1-1,5 gr setiap hari, biasnya dikonsumsi sebelum tidur. Namun suplemen kalsium paling baik bila dikonsumsi bersama makanan karena pada saat makan sekresi asam meningkat dan pada waktu kalisum berada di dalam lambung meningkat. Sekurang-kurangnya 240 cc air direkomendasikan untuk meningkatkan daya larut kalsium 4) Vitamin Tambahan Sebagian besar vitamin yang diperlukan tubuh sudah diperoleh melalui makanan kita sehari-hari. Tetapi adakalanya terutama mereka yang aktif, memerlukan juga tambahan vitamin. Vitamin yang diperlukan antara lain B1, B6, B12, asam folat dan terutama bagi mereka yang menginjak usia menopouse memerlukan vitamin-vitamin antioksida seperti vitamin A dan vitamin E (400-600 unit/ hari) (Bobak, 2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi usia memasuki menopouse Menopouse biasanya terjadi antara usia 40 dan 50, dan dpat berlangsung selama 8 – 10 tahun. Beberapa faktor yang mempengaruhi usia seseorang wanita memasuki usia menopouse adalah : 1) Umur saat mendapat haid pertama (menarche) Makin dini menarche terjadi maka makin lambat menopouse timbul, sebaliknya makin lambat menarche terjadi, maka makin cepat menopouse timbul. 2) Merokok Merokok akan mempercepat munculnya menopouse. Jadi wanita perokok kelihatannya akan lebih mudah memasuki usia menopouse dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok (Corwin, 2001). Tiap kurun waktu kehidupan mempunyai masalah masing-masing, tetapi tanggapan dan sorotan pada masalah menopause akhir- makin meningkat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor berikut ini : 1) Dengan makin meningkatnya kesejahteraan masyarakat, meningkat pula harapan hidup (life expectancy), makin banyak pula laki-laki dan perempuan yang memasuki kehidupan lansia. Untuk perempuan berarti pula makin banyak yang melalui masa pascareproduksi atau menopause. Jadi, secara demografi terjadinya peningkatan kelompok lansia, akan merupakan masalah kesehatan masyarakat, yang memerlukan penanganan khusus. 2) Dengan meningkatnya kesetaraan gender, makin banyak perempuan yang berkarya, berprestasi, dan menjabat kedudukan penting atau berperan di ruang publik, di samping peran domestiknya. Mereka mi perlu mendapat dukungan pelayanan kesehatan khusus untuk menjaga QOL-nya, agar kinerja dan prestasinya dapat dipertahankan selama mungkin. 3) Proses menuju tua itu merupakan peristiwa alamiah, tetapi dapat disertai dengan keluhan-keluhan klinis yang mengganggu. Apalagi bila disertai dengan adanya misinformasi 4) Adanya globalisasi masuk pula budaya materialistik dan budaya yang mengagungkan kecantikan serta kemudaan sehingga terjadi transformasi budaya yang merugikan, termasuk dalam menanggapi masalah menopause. 5) Karena menopause adalah satu peristiwa biopsikososial, maka betapapun hebatnya perkembangan ilmu dan bioteknologi, penyelesaian, dan cara pendekatannya tidak cukup dengan medis saja, melainkan harus disertai dengan pendekatan psikososial. Cara pendekatan semacam mi harus dilakukan bersama oleh petugas kesehatan,
45
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
organisasi masyarakat, seperti LSM perempuan, dan masyarakat sendiri (Corwin, 2001). C. METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian cross sectional untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang osteoporosis dengan asupan kalsium pada wanita premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo. 2. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara dari suatu pemilihan (Notoatmodjo, 2005). Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H1 : Ada Hubungan Pengetahuan Tentang Osteoporosis dengan Tambahan Tablet Kalsium Pada Wanita Premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo 3. Variabel Dan Definisi Operasional Variabel bebas (independen) penelitian ini adalah Pengetahuan Tentang Osteoporosis Pada Wanita Premenopouse. Variabel (dependen) tergantung pada penelitian ini adalah Tambahan Tablet Kalsium. Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2008). Tabel 26. Definisi Operasional Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Konsumsi Tablet Kalsium Pada Wanita Premenopouse Di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo
4.
Variabel Pengetahuan wanita premenopouse tentang osteoporosis
Definisi Operasional Semua hal yang diketahui dan dipahami oleh wanita usia 48-55 tahun tentang osteoporosis yaitu tentang : - Definisi Osteoporosis - Tanda – tanda Osteoporosis - Faktor – faktor Osteoporosis - Penyebab Osteoporosis - Pencegahan Osteoporosis - Penanganan Osteoporosis Instrumen yang digunakan adalah kuesioner
Kriteria Baik : Nilai ≥75% Cukup : Nilai = 60-75% Kurang baik :Nilai ≤ 60% ( Arikunto, 2006)
Skala Ordinal
Tambahan Tablet kalsium
Suplemen yang mengandung kalsium yang beredar di pasaran Instrumen yang digunakan adalah ceklist
Mengkonsumsi : 1 Tidak mengkonsumsi : 0
Nominal
Populasi, Sampel Dan Instrumen Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo pada tanggal 24 Mei – 24 Juni 2010. Populasi dalam penelitian ini adalah semua wanita premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo sebanyak 156 responden. Untuk menentukan besar sampel berdasarkan populasi menurut Nursalam (2008) adalah :
46
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
N 2 1 N d 156 = 1 + 156 (0,05)2 = 112,23 = 112 responden
n
Keterangan : n : jumlah sampel N : jumlah populasi d : tingkat kesalahan yang dipilih (d : 0,05) Dengan demikian jumlah seluruh sampel sebanyak 112 responden dengan perincian sebagai berikut : Sampel di Dusun Wagir : 26 x 112 = 18,66 = 19 responden 156 Sampel di Dusun Tanjek : 37 x 112 = 26,56 = 27 responden 156 13 Sampel di Dusun Balong ampel : x 112 = 9,33 = 9 responden 156 Sampel di Dusun Rawan : 17 x 112 = 12,53 = 13 responden 156 Sampel di Dusun Kedungnolo : 19 x 112 = 13,64 = 14 responden 156 Pemilihan sampel tersebut dengan memperhatikan kriteria Kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah 1) Wanita premenopouse yang ada saat dilakukan penelitian. 2) Wanita premenopouse yang bersedia menjadi responden. 3) Wanita premenopouse yang mampu membaca dan menulis. b. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah 1) Wanita premenopouse yang tidak kooperatif. 2) Wanita premenopouse yang pada saat penelitian sakit. Penelitian ini menggunakan teknik sampling cluster Random sampling dengan alokasi proporsional yaitu teknik pengambilan sampel dengan cara menyeleksai secara acak setelah semuanya terkumpul. Peneliti mencantumkan tiap nama populasi kemudian diambil sampelnya dengan cara lottere technique (teknik undian). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan angket yang dilakukan dengan mengisi kuesioner sedangkan instrumen pengumpulan data menggunakan kuesioner. Instrumen ini digunakan dalam pengumpulan data variabel independen dan dependen. Teknik Analisis Data a. Analisis Variabel Independen 1) Editing Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. 2) Coding Data entry yaitu memasukkan data yang dikumpulkan kedalam master tabel atau data base computer. Diberikan skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah. N = f x 100% n Keterangan : N : Persentase nilai yang di dapat a.
5.
47
HOSPITAL MAJAPAHIT
b.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
f : jumlah jawaban benar n : jumlah pertanyaan (Budiarto, 2002) 3) Tabulating Setelah data terkumpul, kemudian ditabulasi dan dikelompokkan sesuai dengan variabel yang diteliti. Selanjutnya, diklasifikasikan dengan kriteria sebagai berikut : a) Baik : Nilai = > 75% b) Cukup : Nilai = 60 - 75% c) Kurang baik : Nilai = < 60% (Arikunto, 2006) Analisa Variabel Dependen 1) Editing Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan
2) Coding Coding merupakan kegiatan memberikan kode numeric (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori yaitu : a) Mengkonsumsi :1 b) Tidak mengkonsumsi : 0 3) Tabulating Setelah data terkumpul, kemudian ditabulasi dan dikelompokkan sesuai dengan variabel yang diteliti. c. Uji Analisis Data Untuk mendapatkan kesimpulan hubungan pengetahuan tentang osteoporosis dengan tambahan asupan kalsium pada wanita premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo, maka peneliti menggunakan uji wicoxon sign rank test. Dengan rumus: z = T - µ t σT Dimana : T = jumlah jenjang / rangking yang kecil (Sugiyono, 2009) Tingkat signifikansi () untuk menyimpulkan adanya hubungan menggunakan d.
0,05. Pedoman Interprestasi Terhadap Koefisien Korelasi : Sangat rendah : 0,00 - 0.199 Rendah : 0,20 - 0,399 Sedang : 0,40 - 0,599 Kuat : 0,60 - 0,799 Sangat kuat : 0,80 – 1,000 (Sugiyono, 2007)
D. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran Umum Daerah Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo. Desa Tanjek Wagir terletak di wilayah selatan Kabupaten Sidoarjo. Luas wilayah desa ini ± 154,482 Ha. Terdiri dari 5 dusun yaitu Tanjek, Wagir, Rawan, Balongampel dan Kedungnolo. Jumlah penduduk 2.975 orang, jumlah penduduk laki - laki 1.504 orang, jumlah penduduk perempuan 1.472 orang. Adapun fasilitas kesehatan yang di miliki yaitu terdapat 1 Polindes dengan 1 bidan.Jarak yang harus di tempuh masyarakat untuk ke puskesmas adalah ± 2,5 km.Dan jarak puskesmas ke Rumah Sakit terdekat yaitu Rumah Sakit Bhayangkara porong ± 4 km. Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo berbatasan dengan : a. Sebelah Utara : Desa Mojoruntut dan Desa Gading b. Sebelah Timur : Desa Kedungrawan
48
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
c. d. 2.
Sebelah Selatan : Desa Bandarasri Sebelah Barat : Desa Mojoruntut Data Umum a. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Tabel 27. Karakteristik Pendidikan Responden di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo Tahun 2010 No.
Karakteristik Pendidikan
Frekuensi (f)
Prosentase (%)
1. 2. 3. 4.
b.
SD / Sederajat 10 8,9 SMP / Sederajat 43 38,4 SMA / Sederajat 53 47,3 Akademi / Perguruan Tinggi 6 5,4 Total 112 100 Dari tabel 27 diketahui bahwa dari 112 orang responden, hampir setengahnya berpendidikan SMA / Sederajat yaitu sebanyak 53 responden (47,3%). Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Tabel 28. Karakteristik Pekerjaan Responden di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo Tahun 2010 No.
Karakteristik Pekerjaan
Frekuensi (f)
Prosentase (%)
1. 2.
c.
Bekerja 59 52,7 Tidak Bekerja 53 47,3 Total 112 100 Dari tabel 28 diketahui bahwa dari 112 orang responden, setengahnya bekerja yaitu sebanyak 59 responden (52,7 %). Karakteristik Responden Berdasarkan Informasi Tabel 29. Karakteristik Responden Berdasarkan Informasi di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo Tahun 2010 No.
Informasi
Frekuensi (f)
Prosentase (%)
1. 2.
d.
Mendapat Informasi 8 7,1 Tidak Mendapat Informasi 104 92,9 Total 112 100 Dari tabel 29 diketahui bahwa dari 112 orang responden, hampir seluruhnya mendapat informasi yaitu sebanyak 104 responden (92,9%). Karakteristik Responden Berdasarkan Informasi Tabel 30. Karakteristik Responden Berdasarkan Informasi di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo Tahun 2010 No.
Informasi
Frekuensi (f)
1. 2.
Prosentase (%)
Mendapat Informasi 8 7,1 Tidak Mendapat Informasi 104 92,9 Total 112 100 Dari tabel 30 diketahui bahwa dari 112 orang responden, hampir seluruhnya mendapat informasi yaitu sebanyak 104 responden (92,9%).
49
HOSPITAL MAJAPAHIT 3.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Data Khusus a. Pengetahuan Tentang Osteoporosis Pada Wanita Premenopouse Tabel 31. Pengetahuan Tentang Osteoporosis Pada Wanita Premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo Tahun 2010 No. 1. 2. 3.
b.
Pengetahuan
Frekuensi (f)
Prosentase (%)
11 9,8 66 58,9 35 31,3 Total 112 100 Dari tabel 31 diketahui bahwa dari 112 orang responden, sebagian besar pengetahuan cukup yaitu 66 responden (58,9%). Konsumsi Tablet Kalsium Pada Wanita Premenopouse Tabel 32. Konsumsi Tablet Kalsium Pada Wanita Premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo Tahun 2010 No.
Baik Cukup Kurang
Konsumsi Tablet Kalsium
Frekuensi (f)
Prosentase (%)
1. 2.
c.
E. 1.
Tidak Mengkonsumsi 80 71,4 Mengkonsumsi 32 28,6 Total 112 100 Dari tabel 32 diketahui bahwa dari 112 orang responden, sebagian besar tidak mengkonsumsi tablet kalsium yaitu 80 responden (71,4%). Tabulasi Silang Hubungan Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan Tablet Tablet Kalsium Pada Wanita Premenopouse Tabel 33. Tabulasi Silang Hubungan Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan Tablet Tablet Kalsium Pada Wanita Premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo Tahun 2010 Konsumsi Tablet Kalsium Total Tidak No. Pengetahuan Mengkonsumsi Mengkonsumsi f (%) f (%) f (%) 9 8 2 1,8 11 9,8 1. Baik 42 37,5 24 21,4 66 58,9 2. Cukup 29 25,9 6 5,4 35 31,3 3. Kurang 80 71,4 32 28,6 112 100 Jumlah Dari tabel 33 diketahui bahwa dari 112 orang responden, hampir setengahnya responden berpengetahuan cukup dan tidak mengkonsumsi tablet kalsium yaitu sebanyak 42 responden (37,5%). Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji wilcoxon sign rank tets dengan SPSS versi 16 ditemukan tingkat signifikansi sebesar 0,000, dengan n = 112, hasil Z2 hitung = - 5.757 dan Z2 tabel 1.6586. dengan tingkat signifikansi 0,05, maka H1 diterima, artinya terdapat hubungan pengetahuan tentang osteoporosis dengan konsumsi tablet kalsium pada wanita premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo. Tingkat keeratan hubungan dalam penelitian ini adalah sangat kuat.
PEMBAHASAN Pengetahuan Tentang Osteoporosis Pada Wanita Premenopouse Berdasarkan tabel 31 menunjukkan bahwa pengetahuan wanita premenopouse tentang osteoporosis dalam kriteria cukup hal tersebut dapat di lihat dari sebagian besar responden yaitu 66 orang responden (58,9%) mempunyai pengetahuan cukup.
50
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Pernyataan tersebut di atas juga ditunjang dari data yang telah di kelompokkan sebelumnya yang menjelaskan bahwa responden di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo, mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai osteoporosis, terutama tentang definisi osteoporosis yaitu dari 112 responden sebagian besar berpendapat bahwa osteoporosis adalah pengeroposan tulang sehingga lebih cepat rapuh dari pada tulang baru yang di bentuk. Menurut Wilson (2005) osteoporosis adalah penurunan masa tulang yang disebabkan karena peningkatan resorbsi tulang yang melebihi pembentukan tulang. Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorpsi tulang. Bila tidak ada Vitamin D, PTH tidak akan menyebabkan absorpsi tulang. Penurunan absorpsi kalsium, , membuat wanita pasca menopause beresiko mengalami masalah yang berhubungan dengan osteoporosis. Responden yang mengetahui definisi tentang osteoporosis akan lebih faham dalam hal ini,sehingga pemahaman tentang osteoporosis erat hubungannya dengan tambahan tablet kalsium pada wanita premenopouse. Hasil pengumpulan data dari 66 responden yang berpengetahuan cukup,yaitu sebanyak 62 responden berpendapat bahwa olahraga teratur merupakan upaya pencegahan osteoporosis yang penting di lakukan setiap hari. Menurut Rachman (2010) para wanita perlu lebih waspada akan ancaman penyakit osteoporosis dibandingkan pria. Karena penyakit ini baru muncul setelah usia lanjut, wanita muda harus sadar dan segera melakukan tindakan pencegahan di mana salah satunya dengan olah raga Olahraga teratur merupakan upaya pencegahan osteoporosis yang penting, yang selain baik untuk kesehatan secara keseluruhan, juga mencegah timbulnya penyakit – penyakit kronis seperti diabetes, jantung, pengendapan pembuluh darah, dan bahkan kanker. Temuan data di atas menjelaskan bahwa sebagian besar responden yang berpengetahuan cukup, sebagian besar dari mereka melakukan olahraga secara teratur. Cara ini bermanfaat untuk mencegah terjadinya tumbuhnya penyakit yang bisa di lakukan sewaktu waktu tanpa membutuhkan biaya yang banyak karena juga bisa di lakukan di rumah. Hasil pengumpulan data dipengaruhi oleh pendidikan responden. Hasil tabulasi menunjukan bahwa hampir setengahnya responden berpendidikan SMU yang berpengetahuan cukup tentang osteoporosis yaitu sebanyak 29 responden (25,9%). Nursalam (2001) menjelaskan bahwa makin tinggi pendidikan seseorang, maka makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan tersebut membentuk paradigma pemikiran tersendiri dan menjadikan interaksi seseorang selalu didasari oleh paradigma pemikiran yang terbentuk. Kepatuhan seseorang untuk menjalankan suatu kebiasaan disebabkan karena hal ini. Responden yang berpendidikan tinggi akan mudah dalam menyerap informasi, sehingga proses penyerapan pengetahuan tentang osteoporosis dalam hubungannya dengan tambahan tablet kalsium pada wanita premenopouse semakin cepat. Hal ini yang menyebabkan responden dengan pendidikan tinggi akan mempunyai pengetahuan tentang osteoporosis lebih baik pula. Hasil pengumpulan data dipengaruhi oleh informasi yang didapat oleh responden. Hasil tabulasi menunjukkan bahwa setengah responden yang mendapat informasi berpengetahuan cukup tentang osteoporosis yaitu sebanyak 60 responden (53,6%). Penambahan informasi merupakan penambahan pengalaman dan pengetahuan yang didapat seseorang Menurut Notoatmodjo (2002) bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan dan pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sehingga semakin banyak pengetahuan yang dimiliki seseorang informasi yang didapatkan akan semakin baik. Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu (Yanti, 2009).
51
HOSPITAL MAJAPAHIT
2.
3.
F.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Semakin banyak informasi yang didapat oleh responden maka pengalaman yang didapat mengenai osteoporosis akan semakin bertambah pula. Pengalaman ini yang menjadikan responden lebih semua hal yang berhubungan dengan osteoporosis karena lebih banyak berinteraksi dengan pengetahuan tentang osteopororsis. Tambahan Tablet Kalsium Pada Wanita Premenopouse Berdasarkan tabel 32 dapat diketahui bahwa dari 112 orang responden sebagian besar tidak mengkonsumsi tablet kalsium yaitu 80 responden (71,4%). Menurut Tandra (2009) tablet kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia. Kira-kira 99% kalsium terdapat di dalam jaringan keras yaitu pada tulang dan gigi dan 1% kalsium terdapat pada darah dan jaringan lunak. Temuan data diatas yang menjelaskan bahwa > 50% responden tidak mengkonsumsi tablet kalsium di karenakan masalah biaya dan malas untuk minum tablet kalsium setiap hari.Ini menunjukkan responden berpotensi mengalami gangguan pada otot. Gangguan tersebut adalah otot akan mengalami gangguan kontraksi, darah akan sulit membeku, rangsangan saraf akan terganggu dalam penghantarannya, dan sebagainya. Bila makanan yang masuk tidak dapat memenuhi kebutuhan, tubuh akan mengambilnya dan tulang. Sehingga tulang dapat dikatakan sebagai depo atau gudang cadangan kalsium tubuh. Jika ini terjadi dalam waktu yang lama, akan menimbulkan pengeroposan tulang. Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan Tambahan Tablet Kalsium Pada Wanita Premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo Hasil uji analisis dengan menggunakan uji wilcoxon sign rank tets dengan SPSS versi 16 ditemukan tingkat signifikansi sebesar 0,000, dengan n = 112. hasil Z2 hitung = - 5.757 dan Z2 tabel 1.6586. dengan tingkat signifikansi 0,05, maka H1 diterima, artinya terdapat hubungan pengetahuan tentang osteoporosis dengan konsumsi tablet kalsium pada wanita premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo. Tingkat keeratan hubungan dalam penelitian ini adalah sangat kuat. Menurut Arisman (2007) dengan konsumsi kalsium seperti dalam tablet kalsium dalam jumlah yang adekuat pada usia menopouse menurunkan risiko terjadinya osteoporosis karena tulang sangat responsip terhadap penumpukkan mineral pada usia dini. Diet yang kaya akan kalsium di usia dewasa juga ternyata berperan pada tingginya kepadatan tulang dan/atau menekan kehilangan massa tulang sampai tingkat minimal. Sebagian besar responden berpengetahuan baik tentang osteoporosis menyebabkan sebagian besar dari mereka mengkonsumsi tablet kalsium dengan teratur. Konsumsi tablet kalsium ini bermanfaat untuk mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan, kerapuhan tulang, dan kejang otot. Disamping itu keteraturan mengkonsumsi tablet kalsium berguna untuk membentuk dan mempertahankan tulang dan gigi yang sehat, untuk mencegah osteoporosis, untuk membantu proses pembekuan darah dan penyembuhan luka, untuk penghantaran rangsangan saraf, untuk mengatur kontraksi otot, untuk membantu transpor ion melalui membran sel dan sebagai komponen penting dalam produksi hormon dan enzim yang mengatur proses pencernaan, energi, dan metabolisme lemak. Dengan demikian adanya hubungan pengetahuan tentang osteoporosis dengan konsumsi tablet kalsium menunjukkan bahwa pengetahuan tentang osteoporosis penting bagi wanita premenopouse karena mampu memberikan stimulus atau rangsangan untuk mengkonsumsi tablet kalsium secara teratur. Pengetahuan tersebut membentuk kesadaran pada wanita premenopouse akan pentingnya konsumsi tablet kalsium sehingga memotivasi untuk mengkonsumsi tablet kalsium secara teratur. PENUTUP Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan pengetahuan tentang osteoporosis dengan konsumsi tablet kalsium pada wanita premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo. Tingkat keeratan hubungan dalam penelitian ini adalah sangat kuat.
52
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Puskesmas sebagai tempat masyarakat melakukan pengobatan juga harus meningkatkan pelayanan pada pasien penderita osteoporosis dan menyediakan pengobatan yang memadai dan terjangkau serta berperan aktif tentang hal-hal yang berkaitan dengan upaya pencegahan osteoporosis yaitu tambahan tablet kalsium. Institusi pendidikan sudah selayaknya selalu menambah koleksi buku-buku, literatur yang berhubungan dengan Osteoporosis sehingga dapat memudahkan mahasiswa yang sedang dalam melakukan penelitian. Bagi peneliti selanjutnya di harapkan untuk melakukan penelitian pada faktof-faktor lain yang dapat mempengaruhi wanita premenopouse tentang osteoporosis dengan tambahan tablet kalsium. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsini. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Arisman. (2004). Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC. Budianto, Didik & Prayoga. (2004). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian. Surabaya : Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan dan Teknologi Kesehatan. Bobak, Lowderkmilk Jensen. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas edisi 4. Jakarta: EGC. Corwin, Elizabeth. (2000). Patofisiologi. Jakarta: EGC. Glasier, Anna. (2005). Keluarga Berencana & Kesehatan reproduksi. Jakarta: EGC. Hecker, Neville. (2001). Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Hipokrates. Hidayat, Azis Alimul. (2009). Metode Penelitian Keperawatan & teknik Analisi Data. Jakarta: Salemba Medika. Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat.. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodelogi Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Noor. (2010). Menopouse Dan Penangggulangannya. (http://www.Info sehat.com, diakses tanggal 5 Maret 2010). Ozzy. (2010). Menopause dan Seksualitas. (http://www.mediastore.com, diakses tanggal 4 Maret 2010). Purwoastuti, Endang. (2008). Menopouse,Siapa takut?. Yogyakarta: Kanisius. Sugianto, Mikael. (2010). 36 Jam Belajar Komputer SPSS 16. Jakarta: Gramedia. Sugiyono. (2007). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: IKAPI. Tandra, Hans. (2009). Osteoporosis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wiknjosastro. (2005). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Wilson, Lorraine. (2003). Patofisiologi Konsep klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC. Yatim, Faisal Lubis. (2001). Haid Tidak Wajar dan Menopouse. Jakarta: Pustaka Popular Obor.
53
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
PERILAKU PANTANG MAKAN PADA IBU NIFAS DI BPS “A” BALONGTANI JABON SIDOARJO Farida Yuliani Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto ABSTRAK Menyusui merupakan suatu proses alamiah, namun sering ibu-ibu tidak berhasil menyusui atau menghentikan menyusui lebih dini. Banyak alasan yang dikemukakan oleh ibu yang tidak menyusui anaknya, diantaranya ibu tidak memproduksi ASI yang cukup. Masih banyak ibu menyusui yang melakukan tarak atau pantangan makanan tertentu karena masih kuatnya tradisi tersebut di masyarakat. Hal tersebut yang menyebabkan ASI tidak berkualitas dan memenuhi kebutuhan bayi terutama dalam 6 bulan pertama. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perilaku pantang makan pada ibu Nifas di BPS ―A‖ Balongtani Jabon Sidoarjo Tahun 2010. Desain penelitian adalah cross sectional. Populasi dalam penelitian ini seluruh ibu nifas di BPS ―A‖ Balongtani Jabon Sidoarjo pada bulan Januari – Juni sebanyak 73 orang. Teknik pengambilan sampel adalah dengan teknik consecutive sampling sebanyak 32 responden. Variabel penelitian terdiri dari variabel independen yaitu pantang makan pada ibu Nifas dan variabel dependen yaitu produksi ASI. Pengambilan data dengan menggunakan kuesioner, setelah ditabulasi data yang ada dianalisa dengan menggunakan Chi Square (χ2). Penelitian ini diperoleh hasil seluruhnya responden sebanyak 32 orang (100%) adalah ibu nifas, sebagian besar responden sebanyak 19 orang (59%) melakukan pantang makan, sebagian besar responden sebanyak 17 orang (53%) produksi ASInya tidak lancar dan ada hubungan pantang makan pada ibu nifas terhadap produksi ASI dengan menggunakan uji statistik Chi Square (χ 2) didapatkan hasil : χ 2 hitung > χ 2 tabel = 4,394 > 3,84. Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa pantang makan pada ibu nifas dapat mempengaruh kelancaran produksi ASI. Sehingga perlunya peningkatan informasi tentang pantang makan pada ibu nifas, supaya ibu nifas mengetahui pentingnya makanan bergizi untuk kesehatan ibu dan bayi. Kata Kunci : pantang makan, produksi ASI A.
PENDAHULUAN Menyusui merupakan suatu proses alamiah, namun sering ibu-ibu tidak berhasil menyusui atau menghentikan menyusui lebih dini. Banyak alasan yang dikemukakan oleh ibu yang tidak menyusui anaknya, diantaranya ibu tidak memproduksi ASI yang cukup (Depkes RI, 2005 : 1). Gizi pada ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi air susu, yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi. Ibu menyusui tidaklah terlalu ketat dalam mengatur nutrisinya, yang terpenting adalah makanan yang menjamin pembentukan air susu yang berkualitas dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan bayinya (Lusa, 2010). Apabila makanan yang dikonsumsi ibu menyusui memadai, semua vitamin yang diperlukan bayi selama empat sampai enam bulan pertama kehidupannya dapat terpenuhi dari ASI (Muchtadi, 2002 : 34). Kenyataanya masih banyak ibu menyusui yang melakukan tarak atau pantangan makanan tertentu karena masih kuatnya tradisi tersebut di masyarakat. Hal tersebut yang menyebabkan ASI tidak berkualitas dan memenuhi kebutuhan bayi terutama dalam 6 bulan pertama (Puspayanti, 2010). WHO menganjurkan pemberian ASI secara eksklusif sampai umur 6 bulan. Dari hasil penelitian diperoleh data 42,4 % bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif, 52 % bayi usia 0 < 4 bulan mendapat ASI Eksklusif dan 23,9 % bayi usia 4 - < 6 bulan mendapat ASI Eksklusif (Depkes RI 2005 : 29). Cakupan menyusui di Indonesia tahun 2002 bayi yang diberi ASI eksklusif sebesar 39,5% lebih rendah dibandingkan data pada tahun 1997 sebesar 42,4%. Sedangkan pemberian
54
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
susu formula semakin meningkat pada tahun 2002 sebesar 32,45% dibandingkan pada taun 1997 sebesar 10,8% (Depkes RI, 2005 : 31) Data ibu menyusui di BPS ―A‖ Balongtani Jabon Sidoarjo pada bulan Maret-April 2010 sebanyak 24 orang. Studi pendahuluan yang dilakukan di BPS ―A‖ Balongtani – Jabon Sidoarjo pada 7 ibu menyusui sebanyak 5 orang (71%) melakukan tarak makan sehingga menyebabkan produksi ASI berkurang. Sedangkan 2 orang (29%) tidak melakukan tarak makan sehingga produksi ASI berlebih. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak dapat menyusui bayi. Salah satunya adalah karena air susu tidak keluar. Penyebab air susu tidak keluar adalah stress mental, penyakit ibu termasuk kekurangan gizi pada ibu (malnutrisi) (Arisman, 2004 : 33). Makanan yang ditabukan bagi ibu menyusui menurut tradisi orang Jawa diantaranya adalah keluwih, nangka, labu kuning, makanan panas, makanan pedas, telur, ikan dan labu. Alasan yang diberikan oleh responden tidak ada yang logis. Sebagai contoh daun keluwih ditabukan dengan banyak alasan misalnya menyebabkan cepat punya anak lagi, air susu kurang, perut kembung, bicara tidak lancar. Telur dan ikan yang dianggap menyebabkan air susu ibu menjadi amis dan bayi bisa menderita penyakit gatal-gatal (Sukandar, 2006). Padahal ibu menyusui membutuhkan 2700-2900 kalori dalam bentuk asupan makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Gizi selama menyusui tidak saja akan berpengaruh terhadap kesehatan ibu yang baru melahirkan, tetapi juga pada bayinya. Ibu menyusui perlu mendapatkan gizi untuk memproduksi ASI. Oleh karena itu bila asupan gizi ibu kurang, maka kebutuhan gizi yang diperlukan untuk memproduksi ASI akan diambil dari tubuh ibu. Jika keadaan ini dibiarkan berlarut-larut, maka selain kondisi tubuh ibu akan terganggu, produksi ASI akan berkurang, kualitasnya menjadi menurun dan jangka waktu menyusui relatif singkat (Kasdu, 2007 : 138). Dalam kondisi normal ASI diproduksi sebanyak 100 cc pada hari ke 2 kemudian produksi meningkat sampai 500 cc pada minggu ke 2. Produksi ASI menjadi konstan setelah hari kesepuluh sampai keempatbelas. Keadaan kurang gizi pada ibu menyusui menyebabkan produksi ASI menjadi lebih sedikit yaitu 500-700 cc pada 6 bulan pertama, 400-600 cc pada 6 bulan kedua dan 300-500 cc pada tahun kedua usia anak (Depkes RI, 2005 : 8). Kekurangan asupan nutrisi pada ibu menyusui menimbulkan gangguan kesehatan pada ibu dan bayinya. Gangguan pada bayi meliputi proses tumbuh kembang anak, bayi mudah sakit, mudah terkena infeksi. Kekurangan zat-zat esensial menimbulkan gangguan pada mata ataupun tulang (Lusa, 2010). Pengetahuan ibu tentang nutrisi dapat diperoleh melalui penyuluhan-penyuluhan oleh tenaga kesehatan, media cetak maupun media elektronik. Pengetahuan nutrisi yang baik bagi ibu menyusui diperlukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ASI. Menurut Sukarni (2000 : 19) pengetahuan dan pendidikan formal serta keikutsertaan dalam pendidikan non formal dari orang tua dan anak-anak sangat penting dalam menentukan status kesehatan, fertilitas dan status gizi keluarga. Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti perilaku pantang makan pada ibu Nifas di BPS ―A‖ Balongtani Jabon Sidoarjo. B. 1.
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Nutrisi Ibu Nifas a. Pengertian Nutrisi adalah makanan yang mengandung semua unsur yang diperlukan sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok, untuk mengganti bagian yang rusak, atau untuk kebutuhan energi dalam aktifitas sehari-hari (Paath, 2005 : 4). Nutrisi atau Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsinya secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi (Supariasa, 2002 : 17-18).
55
HOSPITAL MAJAPAHIT b.
c.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Manfaat Ibu nifas memerlukan nutrisi untuk menghasilkan air susu ibu (ASI) serta untuk memelihara kesehatan tubuh ibu (Depkes RI, 2000 : 63). Pada masa nifas ibu perlu memulihkan kondisi kesehatan untuk memproduksi air susu ibu (ASI), meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit, serta menyempurnakan pertumbuhan jaringan otak bayi (Depkes RI, 2002 : 5). Kebutuhan nutrisi ibu nifas 1). Kalori Kebutuhan kalori setelah melahirkan proporsional dengan jumlah air susu ibu yang dihasilkan dan lebih tinggi dibanding selama hamil apalagi nutrisi yang dibutuhkan untuk mengganti memulihkan kesehatan tubuh. Rata - rata kandungan kalori ASI yang dihasilkan oleh ibu dengan nutrisi baik adalah 70 kal/100 ml. Ratarata ibu menggunakan kira – kira 640 kal/hari untuk 6 bulan pertama dan 510 kal/hari selama kedua untuk menghasilkan jumlah susu normal. Ibu yang bertambah berat badannya secara tepat selama hamil harus meningkatkan asupan kalorinya 500 kal/hari baik selama 6 bulan pertama dan kedua saat menyusui. Karena lebih dari 600 kal/hari selama aktual digunakan untuk menghasilkan susu dan proses pemulihan. Kesehatan tubuh. Setiap hari asupan minimum 1800 kal dianjurkan untuk mendapatkan jumlah nutrisi esensial adekuat. Rata–rata ibu harus mengkonsumsi 2300 sampai 2700 kal/hari ketika menyusui (Arisman, 2004 : 37). Fungsi karbohidrat adalah : a) Karbohidrat sebagai sumber energi utama Sel-sel tubuh membutuhkan ketersediaan energi siap pakai yang konstan (selalu ada), terutama dalam bentuk glukosa serta hasil antaranya. Lemak juga merupakan sumber energi, tetapi cadangan lemaknya tidak dapat segera dipergunakan, sebagai sumber energi siap pakai 1 gram karbohidrat menyediakan 4 kalori. b) Pengatur metabolisme lemak Karbohidrat mencegah terjadinya oksidasi lemak yang tidak sempurna. Bila energi tidak cukup tersedia maka akan mengakibatkan terjadinya peningkatan katabolisme lemak, akibatnya terjadi penumpukan/akumulasi badan-badan keton, dan terjadi keasaman pada darah (asidosis). Dalam hal ini karbohidrat berfungsi sebagai ―fat sparer‖ c) Penghemat fungsi protein Energi merupakan kebutuhan utama bagi tubuh, sehingga bila karbohidrat yang berasal dari makanan tidk mencukupi, maka protein akan dirombak untuk menghasilkan panas dan sejumlah energi. Padahal protein mempunyai fungsi yang lebih utama yaitu sebagai zat pembangun dan memperbaiki jaringan. Agar dapat dipergunakan sesuai fungsinya maka kebutuhan karbohidrat harus dipenuhi dalam susunan menu sehari-hari. d) Karbohidrat sebagai sumber energi utama bagi otak dan susunan syaraf Otak dan susunan syaraf hanya dapat mempergunakan glukosa sebagai energi, sehingga ketersediaan glukosa yang konstan harus tetap dijaga bagi kesehatan jaringan tubuh/organ tersebut. e) Simpanan karbohidrat sebagai glikogen Tidak seperti halnya dengan simpanan lemak dalam jaringan adipose, glikogen menyediakan energi siap pakai. f) Pengatur peristaltik usus dan pemberi muatan pada sisa makanan Sellusosa (serat) adalah polisakarida yang tidak dapat dicerna, tetapi mempunyai fungsi yang penting bagi kesehatan yaitu mengatur peristaltic usus (memungkinkan terjadinya gerakan usus yang teratir) dan mencegah terjadinya
56
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
konstipasi (sulit buang air besar), karena serat memberi muatan/pemberat pada sisa-sisa makanan pada bagian usus besar (Suhardjo, 2000 : 24-27). 2). Protein Ibu memerluka 20 gram protein diatas kebutuhan normal ketika menyusui. Peningkatan kebutuhan ini ditujukan bukan hanya transformasi menjadi protein susu tetapi juga untuk sintesis hormon yang memproduksi (prolaktin) serta yang mengeluarkan ASI (oksitosin) (Arisman, 2004 : 39). Sumber protein hewani adalah telur, susu, daging, unggas, ikan dan kerang. Sumber protein nabati adalah tempe, tahu, serta kacang-kacangan (Sunita, 2005 : 100). Fungsi Protein : a) Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh Sebagai pembangun tubuh (body building), protein berfungsi : (1) Bagian utama dari sel inti (nucleas) dan protoplasma (2) Bagian padat dari jaringan dalam tubuh misal : otot, glandula, sel-sel/butir darah (3) Penunjang dari matriks tulang, gigi, rambut (4) Bagian dari enzim (5) Bagian dari hormon (6) Bagian dari cairan yang disekresikan kelenjar kecuali empedu, keringat dan urine (tidak mengandung protein) (7) Bagian dari antibody (zat kekebalan tubuh = globulin), berarti protein penting peranannya dalam menjaga kekebalan tubuh terhadap infeksi b) Protein sebagai pengatur Protein bersama mineral dan vitamin membentuk enzim yang berperanan besar untuk kelangsungan proses pencernaan dalam tubuh. Protein membantu mengatur keluar masuknya cairan, nutrisi dan metabolit dari jaringan masuk ke saluran darah. c) Protein sebagai bahan bakar Karena komposisi protein mengandung unsur karbon, maka protein dapat berfungsi sebagai bahan bakar sumber energi. Bila tubuh tidak menerima karbohidrat dan lemak dalam jumlah yang cukup memenuhi kebutuhan tubuh, maka untuk menyediakan energi bagi kelangsungan aktifitas tubuh, protein dibakar sebagai sumber energi. Dalam keadaan ini, keperluan tubuh akan energi akan diutamakan sehingga sebagian protein tidak dapat dipergunakan untuk membentuk jaringan (Suhardjo, 2000 : 33-35). 3). Lemak Lemak adalah zat makanan penting yang mengandung energi lebih efektif dibanding karbohidrat dan protein (Winarno, 2002 : 84). Fungsi fisiologis lemak yang terutama adalah : a) Menghasilkan energi yang dibutuhkan tubuh Sebagai sumber energi yang pekat, 1 gram lemak memberikan 9 kalori. Bilamana cadangan lemak terjadi berlebihan (melebihi 20% dari berat badan normal), maka orang tersebut mempunyai tendensi mengalami kegemukan (obesitas) yang cenderung mengalami gangguan kesehatan b) Mempunyai fungsi pembentuk/struktur tubuh Cadangan lemak yang normal terdapat di bawah kulit dan sekeliling organ tubuh, berfungsi sebagai bantalan pelindung dan menunjang letak organ tubuh, selain itu melindungi kehilangan panas tubuh melalui kulit berarti juga mengatur suhu tubuh. c) Protein-Sparer
57
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Bila energi cukup tersedia dari lemak dan karbohidrat, maka protein dapat dihemat agar dipergunakan tubuh sesuai fungsinya sebagai pembangun dan memperbaiki jaringan yang sudah rusak (Suhardjo, 2000 : 44). Defisiensi lemak dalam tubuh akan mengurangi ketersediaan energi dan mengakibatkan katabolisme/ perombakan protein. Cadangan lemak akan semakin berkurang dan lambat laun akan terjadi penurunan berat badan. 4). Cairan Ibu nifas membutuhkan lebih banyak cairan, oleh karena itu dianjurkan untuk minum 8-12 gelas sehari. Yang bisa didapat dari air putih, susu (untuk tambahan protein) dan sari buah (untuk tambahan vitamin C) (Poltekkes Malang, 2002 : 4). 5). Vitamin dan mineral Kebutuhan vitamin dan mineral selama nifas lebih tinggi dari pada selama hamil. Nutrien yang paling mungkin dikonsumsi dalam jumlah tidak adekuat oleh ibu menyusui adalah kalsium, magnesium, zink, vitamin B6 dan folat. Multivitamin dan suplemen mineral tidak dianjurkan untuk penggunaan rutin. Namun suplemen khusus dapat diindikasikan ketika asupan ibu tidak adekuat, misalnya : a) Multivitamin seimbang dan suplemen mineral diperlukan ibu yang mengkonsumsi makanan kurang dari 1800 kal/hari. b) Suplemen kalsium diindikasikan untuk ibu yang intoleran laktosa atau yang tidak mengkonsumsi susu cukup dan makanan kaya kalsium lain. c) Suplemen vitamin D mungkin perlu untuk ibu yang menghindari makanan diperkaya vitamin D (misal susu dan sereal) dan sedikit terpaan matahari. d) Suplemen vitamin B12 perlu untuk vegetarian ketat bila mereka tidak mengkonsumsi produksi tanaman diperkaya vitamin B12 secara teratur. e) Suplemen zat besi mungkin diperlukan untuk mengganti defisit zat besi selama hamil dan kehilangan darah selama melahirkan (Paath, 2005 : 40). Tabel 34. Kebutuhan Makanan Sehari Jenis Makanan Kebutuhan Makanan Pokok, yaitu 2 piring nasi @200beras dan penggantinya 250 gr 80 gr roti 100 gr kentang Protein Hewani, yaitu 90 gr daging/ikan Daging/ikan/telur,ayam 60 butir telur Protein nabati, yaitu 60 gr kacangkacang-kacangan, kacangan/ 100 gr tempe dan tahu tempe/ 100 gr tahu Sayur-Sayuran 3 mangkok
Zat Gizi & Komponen Makanan Karbohidrat, protein, vitamin B1 dan serat
Protein, lemak, vitamin (B, B3 dan B12), zat besi, fosfor, seng Protein, lemak, vitamin B2, B3, zat besi, fosfor, seng dan kalsium
Karbohidrat, provitamin A, vitamin Bvitamin C, asam folat, zat besi, kalsium, serat dan air Buah-buahan 2 porsi @ 100-150 gr Karbohidrat, provitamin A, vitamin C, asam folat, serat dan air Mentega/margarine/ 2 sendok teh Lemak, vitamin A, D dan E minyak mentega/margarine 2 sendok makan minyak Cairan (air putih, susu, -12 gelas Karbohidrat, lemak, protein, sari buah) vitamin A, B2, B12, D, Magnesium, kalsium, fosfor dan air Sumber : Kasdu, 2007 : 93
58
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Tabel 35. Contoh Pola Menu Pukul 10.00 dan Pagi Pukul 16.00 Nasi atau Makanan selingan: penukarnya 1 1 buah pisang atau piring 1 mangkuk bubur kacang hijau atau biskuit susu 1 gelas Lauk hewani/nabati 1 porsi Sayur 1 porsi
Siang
Malam
Nasi atau penukarnya 2 piring
Nasi atau penukarnya 2 piring
Lauk hewani/nabati 1 porsi
Lauk hewani/nabati 1 porsi
Sayur 1 porsi Buah 1-2 porsi
Sayur 1 porsi Buah 1-2 porsi
Sumber : Path (2005 : 86) 2.
Konsep Masa Nifas a. Pengertian Masa nifas atau puerperium dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alatalat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira 6 minggu (Winkjosastro, 2005 : 122) b. Perubahan Fisiologis Pada Masa Nifas 1). Perubahan Fisik a) Oedema Selama hamil tubuh mengalami peningkatan sejumlah lemak dan juga cairan. Itu sebabnya mengapa ketika hamil, jari-jari tangan maupun kaki membengkak (oedema) sampai melahirkan hal ini masih juga belum pulih. Pembengkakan ini akan berlangsung selama beberapa hari, dan akan menurun secara bertahap dengan pengeluaran air seni (Kasdu, 2007 : 126) b) Dinding Perut Perubahan fisik lainnya yang tampak nyata setelah bayi sudah lahir adalah perut menjadi tampak kempis kembali. Sekalipun bentuk perut belum kembali seperti sebelum hamil, terutama dekat pusat masih terlihat menonjol agak besar, hal ini karena bentuk rahim yang belum seluruhnya pulih ke bentuk semula (Kasdu, 2007 : 126) c) Perubahan Kulit Pada waktu hamil terjadi pigmentasi kulit pada beberapa tempat karena proses hormonal. Setelah persalinan hormonal berkurang dan hiperpigmentasi menghilang. Pada dinding perut akan menjadi putih mengkilap yaitu ―strie albikan‖. d) Buang Air Besar dan Berkemih Pada persalinan normal masalah berkemih dan buang air besar tidak mengalami hambatan apapun. Buang air besar akan biasa setelah sehari, kecuali ibu takut pada luka episiotomi. Bila sampai tiga hari belum buang air besar sebaiknya dilakukan ―klisma‖ untuk merangsang buang air besar sehingga tidak mengalami sembelit dan menyebabkan jahitan terbuka. Tentang berkemih, sebagian besar mengalami pertambahan air seni, karena terjadi pengeluaran air tubuh yang berlebih, yang disebabkan oleh pengenceran (hemodilusi) darah pada waktu hamil.
59
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
2). Involusi Dan Pengeluaran Lochea Yaitu perubahan yang merupakan proses kembalinya alat kandungan/ uterus dan jalan kelahiran setelah bayi dilahirkan hingga mencapai keadaan sebelum hamil.selama masa ini involusi meliputi: korpus uteri, tempat inplantasi plasenta,servik, ligament. a) Uterus Segera setelah bayi lahir TFU tepat pada pusat, setelah pelepasan dan lahirnya plasenta TFU berada pada 2 jari di bawah pusat. b) Tempat inplantasi plasenta Akan mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum uteri, sesudah 2 minggu menjadi 3-4 cm.Pada minggu ke 6 menjadi 2,4 cm dan akhirnya pulih.Proses penyembuhan bekas implantasi plasenta akan meninggalkan luka dan pembuluh darah pecah sehingga keluar cairan pervaginam yang disebut lochea. c) Serviks/vagina Bentuk serviks setelah persalinan agak menganga seperti corong berwarna merah kehitaman, konsistensi lunak, kadang terdapat perlukaan kecil, setelah 2 jam dapat dilalui 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari. d) Ligamen Ligamen fasia dan diafragma pelvik setelah bayi lahir, berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali. Ligamen rotundum menjadi kendor. Jika ada luka-luka pada jalan lahir tidak disertai infeksi maka akan sembuh dalam 6-7 hari. Rasa sakit after pain atau merian (mules-mules), disebabkan kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2-4 hari pasca persalinan, perlu diberikan pengertian pada Ibu mengenai hal ini dan bila terlalu mengganggu dapat diberikan obat-obat anti sakit dan anti mules 3). Laktasi Sejak kehamilan muda, sudah terdapat persiapan-persiapan pada kelenjar mammae untuk menghadapi masa laktasi. Perubahan tersebut berupa: a) Proliferasi jaringan, terutama kelenjar-kelenjar dan alveoulus mammae dan lemak. b) Pada duktus laktiferus terdapat cairan yang kadang-kadang dapat dikeluarkan, berwarna kuning. c) Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam, dimana vena-vena berdilatasi sehingga nampak jelas.. d) Setelah persalinan, pengaruh supresi estrogen dan progesteron hilang terhadap hipofise. Timbul pengaruh laktogenik hormon atau (LHI atau prolaktin yang akan merangsang air susu) disamping itu pengaruh oksitosin menyebabkan myoepitel kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu keluar, produksi akan banyak sesudah 2-3 hari post partum. Bila bayi diletakkan, hisapan pada puting susu merupakan rangsangan psikis yang secara reflektoris mengakibatkan oksitosin dikeluarkan oleh Hypofisis. Produksi air susu atau ASI akan lebih banyak, sehingga efek positif berupa involusi uteri akan lebih sempurna. Keuntungan lainnya disamping merupakan makanan utama bayi dengan menyusu bayi sendiri akan terbentuk kasih sayang antara Ibu dan anak (Wiknjosastro, 2005 : 239-240) 4). Perubahan Psikologi pada nifas Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, Ibu akan melalui fase-fase sebagai berikut : a) Fase taking in Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari ke 1 sampai dengan hari ke 2 setelah melahirkan. Fokus perhatian Ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses kelahiran sering berulang diceritakannya. Kelelahan membuat Ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur. Seperti mudah tersinggung, hal ini membuat Ibu cenderung
60
HOSPITAL MAJAPAHIT
c.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
pasif terhadap lingkungannya. Oleh karena itu perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik. Perlu diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk proses pemulihan, disamping nafsu makan Ibu memang sedang meningkat. b) Fase Taking hold Fase ini berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan ibu merasa kuatir akan ketidak mampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Perasaannya sangat sensitif sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Oleh karena itu perlu dukungan karena pada saat ini kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga mudah tumbuh rasa percaya diri. c) Fase Letting Go Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat (Stright, 2005 : 194-195). Perawatan Yang Dilakukan Ibu Menghadapi Perubahan Fisik Pada Masa Nifas 1). Kebersihan Diri Menjaga kebersihan seluruh anggota tubuh terutama daerah kelamin dengan sabun dan air. Mengganti pembalut setidaknya dua kali sehari. 2). Istirahat Beristirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan. Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal : a) Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi b) Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan c) Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri. 3). Latihan Dengan latihan akan mengembalikan otot-otot perut dan panggul kembali normal, seperti : a) Tidur terlentang dengan lengan di samping, menarik otot perut selagi menarik nafas, tahan nafas kedalam dan angkat dagu ke dada; tahan satu hitungan sampai 5. Rileks dan ulangi sampai 10 kali. b) Berdiri dengan tungkai dirapatkan. Kencangkan otot-otot, paha dan pinggul dan tahan sampai 5 hitungan. Kendurkan dan ulangi latihan sebanyak 5 kali. 4). Gizi a) Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari (1) Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup (2) Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum setiap kali menyusui) (3) Pil besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari pasca bersalin (4) Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASInya. 5). Perawatan payudara a) Menjaga payudara tetap bersih dan kering b) Apabila bengkak akibat pembendungan ASI, lakukan : (1) Pengompresan payudara menggunakan kain basah dan hangat selama 5 menit (2) Urut payudara dari arah pangkal menuju puting atau gunakan sisir untuk mengurut payudara dengan arah ―Z‖ menuju puting
61
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
(3) Keluarakan ASI sebagian dari bagian depan puting sehingga puting susu menjadi lunak (4) Susukan bayi setiap 2-3 jam sekali (Wiknjosastro, 2005 : 127-130) 3.
Konsep ASI a. Pengertian ASI Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik dan sempurna untuk bayi, karena mengandung semua zat gizi sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi (Depkes RI, 2003 : 1). ASI Eksklusif adalah memberikan hanya ASI tanpa memberikan makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, kecuali obat dan vitamin (Depkes RI, 2003 : 1). b. Kandungan-Kandungan ASI ASI juga banyak mengandung mineral dan vitamin seperti A,B1,B2,E dan banyak mengandung antibody yang baik untuk bayi agar terlindung dari berbagai macam penyakit (Indiarti, 2008 : 28). Bayi yang diberi ASI lebih terjaga dari penyakit infeksi karena : 1). ASI lebih bersih; walaupun ASI tidak benar-benar steril karena adanya kemungkinan kontaminasi bakteri dari puting susu, tetapi bakteri ini tidak mempunyai waktu untuk berkembangbiak karena ASI langsung diminum oleh bayi 2). Imunoglobulin, terutama imunoglobulin A (IgA) terdapat banyak dalam kolostrum dan lebih sedikit dalam ASI ―putih‖. IgA tidak akan diserap oleh usus, tetapi akan beraksi dalam usus terhadap bakteri-bakteri tertentu (misalnya eschericia coli) dan virus-virus. 3). Laktoferin, suatu protein yang mengikat zat besi ditemukan terdapat dalam ASI 4). Lisozim, suatu enzim yang terdapat dalam ASI dengan konsentrasi beberapa ribu kali lebih tinggi daripada dalam susu sapi. Enzim ini dapat menghancurkan bakteri-bakteri berbahaya dan juga mempunyai sifat melindungi terhadap serangan bermacam-macam virus 5). Sel-sel darah putih; selama dua minggu pertama ASI mengandung sampai 4000 sel-sel darah putih per ml. Sel-sel ini ditemukan mengeluarkan IgA, lisoszim dan ―interferon‖. Interferon adalah suatu senyawa yang dapat menghambat aktivitas beberapa macam virus 6). Faktor bifidus, suatu karbohidrat yang mengandung nitrogen, diperlukan untuk pertumbuhan bakteri Lactobacillus bifidus. Dalam usus bayi yang diberi ASI, bakteri ini mendominasi flora bateri dan memproduksi asam laktat dari laktosa. Asam laktat ini akan menghambat pertumbuhan bakteri yang berbahaya dan parasit lainnya serta membuat feses bayi bersifat asam (Muchtadi, 2002 : 35-36). c. Manfaat ASI 1). Manfaat memberikan ASI untuk ibu a) Lebih mudah pemberiannya (Ekonomi dan Praktis). b) Mempercepat hubungan kasih sayang antara ibu dan anak. c) Sebagai metode kontrasepsi alamiah jika menyusui selama 6 bulan pertama. d) Memulihkan rahim paska melahirkan lebih cepat. e) Menurunkan berat badan setelah persalinan. f) Mencegah ibu dari kemungkinan kanker payudara. g) Menyusui merupakan cara gampang menenangkan dan menidurkan bayi rewel. h) Mengurangi ketegangan pada payudara (Indiarti, 2008 : 34) 2). Manfaat ASI bagi bayi a) Mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi berguna untuk kecerdasan pertumbuhan atau perkembangan anak.
62
HOSPITAL MAJAPAHIT b) c) d) e)
f) g) h) i) j) k) l)
4.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Kolostrum ASI pertama mengandung vitamin A, protein dan zat kekebalan yang penting bagi bayi. Aman dan bersih. Kolostrum ASI juga mengandung antibody ibu yang melindungi susu bayi dari penyakit seperti gastroenteritis. Kolostrum dan ASI adalah makanan alamiah untuk bayi manusia. ASI Mengubah komposisi selama setiap penyusunan dan selama berminggu-minggu untuk menguraikan dengan kebutuhan bayi yang selalu berubah. Suhu ASI cocok untuk bayi. Mudah dicerna dan tidak pernah basi. ASI mengandung zat antibody sehingga menghindarkan bayi dari alergi diare dan penyakit infeksi yang lainnya. ASI tidak membutuhkan sterilisasi alat untuk persiapan. Bayi mudah diberi makan terutama selama bepergian dan malam hari. Bayi yang mendapat ASI jarang kegemukan. Nilai gizi tinggi dan bebas biaya. ASI lebih mudah dicerna bayi ketimbang susu formula dan cenderung reaksi alergi dengan menyelesaikan diet anda sendiri setiap masalah yang timbul mudah di ringankan (Indiarti, 2008 : 35)
Konsep Laktasi a. Pengertian laktasi Laktasi adalah proses produksi, sekresi, dan pengeluaran ASI (Alfarisi, 2008) b. Pengaruh Hormonal Proses laktasi tidak terlepas dari pengaruh hormonal, adapun hormon-hormon yang berperan adalah : 1). Progesteron, berfungsi mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli. Tingkat progesteron dan estrogen menurun sesaat setelah melahirkan. Hal ini menstimulasi produksi secara besar-besaran. 2). Estrogen, berfungsi menstimulasi sistem saluran ASI untuk membesar. Tingkat estrogen menurun saat melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa bulan selama tetap menyusui. Sebaiknya ibu menyusui menghindari KB hormonal berbasis hormon estrogen, karena dapat mengurangi jumlah produksi ASI. 3). Follicle stimulating hormone (FSH) 4). Luteinizing hormone (LH) 5). Prolaktin, berperan dalam membesarnya alveoil dalam kehamilan. 6). Oksitosin, berfungsi mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat melahirkan dan setelahnya, seperti halnya juga dalam orgasme. Selain itu, pasca melahirkan, oksitosin juga mengencangkan otot halus di sekitar alveoli untuk memeras ASI menuju saluran susu. Oksitosin berperan dalam proses turunnya susu let-down/ milk ejection reflex. 7). Human placental lactogen (HPL): Sejak bulan kedua kehamilan, plasenta mengeluarkan banyak HPL, yang berperan dalam pertumbuhan payudara, puting, dan areola sebelum melahirkan (Alfarisi, 2008) c. Proses Pembentukan Laktogen Proses pembentukan laktogen melalui tahapan-tahapan berikut: 1). Laktogenesis I Merupakan fase penambahan dan pembesaran lobulus-alveolus. Terjadi pada fase terakhir kehamilan. Pada fase ini, payudara memproduksi kolostrum, yaitu berupa cairan kental kekuningan dan tingkat progesteron tinggi sehingga mencegah produksi ASI. Pengeluaran kolustrum pada saat hamil atau sebelum bayi lahir, tidak menjadikan masalah medis. Hal ini juga bukan merupakan indikasi sedikit atau banyaknya produksi ASI.
63
HOSPITAL MAJAPAHIT
d.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
2). Laktogenesis II Pengeluaran plasenta saat melahirkan menyebabkan menurunnya kadar hormon progesteron, esterogen dan HPL. Akan tetapi kadar hormon prolaktin tetap tinggi. Hal ini menyebabkan produksi ASI besar-besaran. Apabila payudara dirangsang, level prolaktin dalam darah meningkat, memuncak dalam periode 45 menit, dan kemudian kembali ke level sebelum rangsangan tiga jam kemudian. Keluarnya hormon prolaktin menstimulasi sel di dalam alveoli untuk memproduksi ASI, dan hormon ini juga keluar dalam ASI itu sendiri. Penelitian mengemukakan bahwa level prolaktin dalam susu lebih tinggi apabila produksi ASI lebih banyak, yaitu sekitar pukul 2 pagi hingga 6 pagi, namun level prolaktin rendah saat payudara terasa penuh. Hormon lainnya, seperti insulin, tiroksin, dan kortisol, juga terdapat dalam proses ini, namun peran hormon tersebut belum diketahui. Penanda biokimiawi mengindikasikan bahwa proses laktogenesis II dimulai sekitar 30-40 jam setelah melahirkan, tetapi biasanya para ibu baru merasakan payudara penuh sekitar 50-73 jam (2-3 hari) setelah melahirkan. Artinya, memang produksi ASI sebenarnya tidak langsung keluar setelah melahirkan. Kolostrum dikonsumsi bayi sebelum ASI sebenarnya. Kolostrum mengandung sel darah putih dan antibodi yang tinggi daripada ASI sebenarnya, khususnya tinggi dalam level immunoglobulin A (IgA), yang membantu melapisi usus bayi yang masih rentan dan mencegah kuman memasuki bayi. IgA ini juga mencegah alergi makanan. Dalam dua minggu pertama setelah melahirkan, kolostrum pelan pelan hilang dan tergantikan oleh ASI sebenarnya. 3). Laktogenesis III Sistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi ASI selama kehamilan dan beberapa hari pertama setelah melahirkan. Ketika produksi ASI mulai stabil, sistem kontrol autokrin dimulai. Pada tahap ini, apabila ASI banyak dikeluarkan, payudara akan memproduksi ASI banyak. Penelitian berkesimpulan bahwa apabila payudara dikosongkan secara menyeluruh juga akan meningkatkan taraf produksi ASI. Dengan demikian, produksi ASI sangat dipengaruhi seberapa sering dan seberapa baik bayi menghisap, dan juga seberapa sering payudara dikosongkan (Alfarisi, 2008). Hal-Hal Yang Mempengaruhi Produksi ASI 1). Makanan Ibu Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh asupan makanan ibu, apabila jumlah makanan ibu cukup mengandung unsur gizi yang diperlukan baik jumlah kalori, protein, lemak dan vitamin serta mineral maka produksi ASI juga cukup, selain itu ibu dianjurkan minum lebih banyak kira-kira 8-12 gelas sehari. 2). Ketenangan jiwa dan pikiran Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan, bila ibu dalam keadaan tertekan, sedih, kurang percaya diri dan berbagai bentuk ketegangan emosional dapat menurunkan produksi ASI bahkan akan tidak terjadi produksi ASI. Sehingga ibu yang menyusui sebaiknya jngan terlalu banyak dibebani oleh urusan pekerjaan rumah tangga, urusan kantor dan lainnya. 3). Penggunaan alat kontrasepsi Pada ibu yang menyusui bayinya, penggunaan alat kontrasepsi hendaknya diperhatikan. Pil dengan kombinasi oral (esterogen-progestin)_ dapat mengurangi produksi ASI 4). Perawatan payudara Perawatan payudara sebaiknya telah dimulai pada masa kehamilan dan pada saat menyusui. Untuk ibu yang mempunyai msalah kelainan puting susu misalnya puting susu masuk kedalam atau datar, perawatannya dilakukan pda kehamilan 3 bulan, sedangkan apabila tidak ada masalah perawatan dilakukan mulai kehamilan 6 bulan sampai menyusui (Marimbi, 2010 : 47).
64
HOSPITAL MAJAPAHIT
e.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Menurut Proverawati (2009 : 105), faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI antara lain : 1). Frekuensi penyusuan Produksi ASI akan optimal jika ASI dipompa lebih dari 5 kali per hari selama bulan pertama setelah melahirkan. Frekuensi penyusuan 10 ± 3 kali perhari selama 2 minggu pertama setelah melahirkan berhubungan dengan produksi ASI yang cukup. 2). Berat lahir Berat bayi pada hari kedua dan usia 1 bulan sangat erat berhubungan dengan kekuatan menghisap yang mengakibatkan perbedaan intik yang besr dibanding bayi yang mendapat formula. Bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan menghisap ASI yang lebih rendah dibanding bayi yang berat lahir normal. Kemampuan menghisap ASI yang lebih rendah dibanding bayi berat lahir normal yang akan mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin dalam memproduksi ASI 3). Umur kehamilan saat melahirkan Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi intake ASI. Hal ini disebabkan bayi yang lahir prematus sangat lemah dan tidak mampu menghisap secara efektif sehingga produksi ASI lebih rendah darpada bayi yang lahir tidak prematur. 4). Umur dan paritas Umur dan paritas tidak berhubungan atau kecil hubungannya dengan produksi ASI yang diukur sebagai intik bayi terhadap ASI. Hal ini karena pemenuhan gizi bayi dan ibu setiap orang berbeda-beda. Apabila seorang ibu dengan pola hidup dan kebiasaan makan yang bergizi walaupun umurnya bisa dikatakan tua maka akan menghasilkan ASI yang bagus juga dibanding wanita muda yang menyusui tanpa diimbangi dengan sistem kebiasaan makan yang baik. 5). Stress dan penyakit akut Ibu yang cemas dan stress dapat mengganggu laktasi sehingga mempengaruhi produksi ASI karena menghambat pengeluaran ASI. Pengeluaran ASI akan berlangsung baik pada ibu yang merasa rileks dan nyaman. Penyakit infeksi baik yang kronik maupun akut yang mengganggu proses laktasi dapat mempengaruhi produksi ASI 6). Konsumsi rokok Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu hormon prolaktin dan oksitosin untu produksi ASI. 7). Konsumsi Alkohol Meskipun minuman alkohol dosis rendah di satu sisi dapat membuat ibu rileks sehingga membantu proses pengeluaran ASI namun di sisi lain etanol dapat menghambat produksi oksitosin. 8). Pil kontrasepsi Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan progestin berkaitan dengan penurunan volume dan durasi ASI, sebalinya bila pil hanya mengandung progestin maka tidak ada dampak terhapa volume ASI Cara pengukuran produksi ASI Menurut Proverawati (2009: 107), Ada dua cara untuk mengukur produksi ASI 1). Penimbangan berat bayi sebelum dan setelah menyusui 2). Pengosongan payudara. Menurut Nursalam (2008), pengukuran produksi ASI adalah : 1). ASI keluar memancar saat aerola dipencet 2). ASI keluar memancar tanpa memencet payudara 3). ASI keluar memancar dalam 72 jam pertama pasca persalinan 4). Payudara terasa penuh atau tegang sebelum menyusui 5). Payudara terasa kosong setelah menyusui
65
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
6). 7). 8). 9). 10). 11). 12).
f.
g.
5.
ASI keluar segera setelah bayi mulai menyusu Tidak terjadi rasa nyeri/lecet dan bendungan dalam payudara 24 jam pasca persalinan ASI telah keluar Masih menetes setelah menyusui Payudara terasa lunak/lentur setelah menyusui Setelah menyusu bayi akan tertidur/ tenang selama 3-4 jam Bayi buang air kencing sekitar 8 kali sehari dan warna air kencing kuning pucat seperti jerami 13). Berat badan bayi naik antara 140 gram-200 gram dalam seminggu Upaya Memperbanyak ASI Menurut Sulistyawati (2009 : 22), upaya memperbanyak ASI yaitu dengan cara : 1). Menyusui bayi setiap 2 jam siang dan malam dengan lama menyusui 10-15 menit di setiap payudara 2). Bangunkan bayi, lepaskan baju yang menyebabkan rasa gerah dan duduklah selama menyusui 3). Pastikan bayi menyusui dalam posisi menempel yang baik dan dengarkan suara menelan yang aktif 4). Susui bayi di tempat yang tenang dan nyaman dan minumlah setiap habis menyusui 5). Tidurlah bersebelahan dengan bayi 6). Ibu harus meningkatkan istirahat dan minum Tanda Bayi Cukup ASI Menurut Sulistyawati (2009 : 23), tanda-tanda bayi cukup ASI antara lain : 1). Bayi kencing setidaknya 6 kali dalam sehari dan warnanya jernih sampai kuning muda 2). Bayi sering buang air besar berwarna kekuningan 3). Bayi tampak puas, sewaktu merasa lapar, bangun dan tidur cukup. Bayi setidaknya menyusu 10-12 kali dalam 24 jam 4). Payudara ibu terasa lembut dan kosong setiap selesai menyusui 5). Ibu dapat merasakan geli karena aliran ASI setiap kali bayi mulai menyusu 6). Bayi bertambah berat badannya.
Konsep Pantang Makan Pada Ibu Nifas a. Buah Buah yang harus dijauhi ibu setelah melahirkan adalah pepaya, durian, pisang, dan terung. Karena ragam makanan tadi bisa dikhawatirkan bisa mengganggu organ vital kaum Hawa karena dianggap organ vital menjadi basah, sehingga mengganggu hubungan suami istri . Secara medis, tak benar anggapan untuk pantang pepaya dan pisang yang justru amat dianjurkan karena tergolong sumber makanan yang banyak mengandung serat untuk memudahkan BAB. Sedangkan durian memang tak dianjurkan karena kandungan kolesterolnya tinggi, selain memicu pembentukan gas yang bisa mengganggu pencernaan (Puspayanti, 2010). b. Makanan santan dan pedas Makanan yang bersantan dan pedas pantang untuk ibu menyusui karena pencernaannya bakal terganggu yang bisa berpengaruh pada bayinya (Puspayanti, 2010). Sudah jadi kebiasaan sebagian penduduk Indonesia makan tanpa sambal tidak nikmat rasanya, pada saat sedang hamil atau menyusui tidak boleh merasakannya. Sebab perutnya berasa panas dan air susunya pedas rasanya sehingga bayinya bisa mencret. Sebenarnya makanan yang masuk kedalam perut sang ibu pasti mengalami proses dahulu, yang mengandung sari makanan yang berguna dan yang jadi sampah pasti terpisah. Ketika makanan tersebut diproses menjadiASI, zat-zat yang terkandung di dalamnya memang sudah siap pakai untuk diberikan. Jadi sebaiknya memang makanan yang di makan tidak terlalu banyak mengandung rasa tersebut karena dikhawatirkan bila rasa pedas terlalu
66
HOSPITAL MAJAPAHIT
c.
d.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
banyak akan menyebabkan ibu diare yang berakibat jadi dehidrasi dan mengganggu proses menyusui pada sang anak (Anaqita, 2010). Ikan dan Telur Begitu juga ikan dan telur asin serta makanan lain yang berbau amis karena dikhawatirkan bisa menyebabkan bau anyir pada ASI yang membuat bayi muntah saat disusui. Selain juga, proses penyembuhan luka-luka di jalan lahir akan lebih lambat. Ikan dan telur juga merupakan salah satu sumber protein hewani yang baik dan amat dibutuhkan tubuh (Puspayanti, 2010). Banyak mengkonsumsi ikan bisa membuat rasa ASI jadi bau amis atau anyir. Sebenarnya kandungan zat gizi yang terkandung dalam ikan dan sari laut itu banyak mengandung asam lemak omega 3 yang bermanfaat bagi tubuh, misalkan untuk mengontrol kadar kolesterol darah, mencegah jantung koroner, penyempitan dan pengerasan pembuluh darah. Pastikan ikan atau sari laut yang akan kita konsumsi masih dalam keadaan segar, sebab bila kurang segar akan memicu reaksi alergi. Bila anda penggemar ikan mentah masakan jepang sebaiknya tidak mengkonsumsi dalam jumlah banyak dikhawatirkan daging tersebut masih mengandung bakteri parasit yang akan membahayakan (Anaqita, 2010). Minuman dingin/es Mitos bila minum air es atau minuman dingin lainnya, bisa membuat ASI jadi dingin dan mengakibatkan bayi jadi pilek. Sebenarnya makanan yang masuk ke dalam tubuh apalagi ASI mengalami proses yang sempurna. ASI yang tersimpan dalam payudara sang ibu tetap hangat dengan suhu 37 derajat celcius. Sebaiknya bila ingin mengkonsumsi es dalam batas yang wajar saja, dikhawatirkan bisa memicu alergi batuk dan pilek. Apalagi bila menambahkan softdrink dan sirop bisa menyebabkan ibu mengkonsumsi gula yang berlebihan (Anaqita, 2010). Ibu menyusui disarankan untuk selalu minum kunyit dan pucuk daun asam setiap pagi supaya ASI tak berbau amis. Selain tentu saja menjaga kebersihan diri, terutama daerah payudara dan sekitarnya (Puspayanti, 2010). Daftar makanan/minuman dibawah ini memang sebaiknya dihindari untuk ibu menyusui : 1). Softdrink Kadar gula dalam minuman softdrink cukup tinggi, sehingga bisa meningkatkan kadar gula darah dalam tubuh. 2). Minuman Isotonik Minuman ini rata-rata mengandung kalsium, natrium, kalium dan zat-zat yang dibutuhkan dalam tubuh bila sedang melakukan aktivitas berat. Tapi bila dikonsumsi tidak sedang dalam aktivitas fisik yang berat, kandungan zat-zat dalam minuman tersebut justru tidak memberikan efek positif. 3). Alkohol Sudah jelas minuman ini tidak banyak memberikan efek positif pada tubuh. 4). MSG Toleransi mengkonsumsi makanan yang mengandung MSG hanya 0,3 – 1 gram/hari. Masalahnya tidak mudah menghitung makanan yang mengandung MSG yang kita makan setiap harinya. Mengkonsumsi MSG yang berlebihan dapat memicu gangguan alergi seperti asma, gatal, infeksi kulit, gangguan irama jantung, kelainan saraf tepi dan gangguan pencernaan. 5). Makanan yang mengandung pengawet/berwarna Zat-zat berbahaya yang sering digunakan pada makanan antara lain zat pewarna tekstil seperti rhodamin B, methanyl yellow yang bisa mengakibatkan gangguan fungsi hati sampai kanker. Pemanis buatan bila dikonsumsi berlebihan dalam jangka panjang bisa mengakibatkan kenker kandung kemih. Zat pengawet seperti formalin, boraks yang banyak digunakan untuk bahan pengawet tahu, mie, bakso, zat kloramfenikol untuk mengawetkan udang bisa menyebabkan kanker (Anaqita, 2010).
67
HOSPITAL MAJAPAHIT 6.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Hubungan Pantang Makan Pada Ibu Nifas Terhadap Produksi ASI Salah satu kepercayaan yang telah menjadi tradisi secara turun temurun adalah ibu nifas tidak boleh makan yang amis-amis karena akan menyebabkan ASI menjadi amis (Sulistyawati, 2009 : 128). Padahal makanan yang tinggi protein sangat baik untuk membantu ibu dalam proses penyembuhan dan produksi ASI. Sehingga dalam memberikan pendidikan kesehatan khususnya tentang gizi, ibu tidak boleh pantang terhadap daging, telur dan ikan (Sulistyawati, 2009 : 136). Makanan yang ditabukan bagi ibu menyusui menurut tradisi orang Jawa diantaranya adalah keluwih, nangka, labu kuning, makanan panas, makanan pedas, telur, ikan dan labu. Alasan yang diberikan oleh responden tidak ada yang logis. Sebagai contoh daun keluwih ditabukan dengan banyak alasan misalnya menyebabkan cepat punya anak lagi, air susu kurang, perut kembung, bicara tidak lancar. Telur dan ikan yang dianggap menyebabkan air susu ibu menjadi amis dan bayi bisa menderita penyakit gatal-gatal (Sukandar, 2006). Golongan makanan yang harus dijauhi ibu setelah melahirkan adalah pepaya, durian, pisang, dan terung. Yang juga mesti dipantang adalah makanan yang bersantan dan pedas karena pencernaannya bakal terganggu yang bisa berpengaruh pada bayinya. Begitu juga ikan dan telur asin serta makanan lain yang berbau amis karena dikhawatirkan bisa menyebabkan bau anyir pada ASI yang membuat bayi muntah saat disusui. Selain juga, proses penyembuhan lukaluka di jalan lahir akan lebih lambat. Secara medis, tak benar anggapan untuk pantang pepaya dan pisang yang justru amat dianjurkan karena tergolong sumber makanan yang banyak mengandung serat untuk memudahkan BAB. Ikan dan telur juga merupakan salah satu sumber protein hewani yang baik dan amat dibutuhkan tubuh. Sedangkan durian memang tak dianjurkan karena kandungan kolesterolnya tinggi, selain memicu pembentukan gas yang bisa mengganggu pencernaan. Sebaliknya, amat disarankan untuk selalu minum kunyit dan pucuk daun asam setiap pagi supaya ASI tak berbau amis. Selain tentu saja menjaga kebersihan diri, terutama daerah payudara dan sekitarnya (Puspayanti, 2010). Sudah jadi kebiasaan sebagian penduduk Indonesia makan tanpa sambal tidak nikmat rasanya, pada saat sedang hamil atau menyusui tidak boleh merasakannya. Sebab perutnya berasa panas dan air susunya pedas rasanya sehingga bayinya bisa mencret. Sebenarnya makanan yang masuk kedalam perut sang ibu pasti mengalami proses dahulu, yang mengandung sari makanan yang berguna dan yang jadi sampah pasti terpisah. Ketika makanan tersebut diproses menjadiASI, zat-zat yang terkandung di dalamnya memang sudah siap pakai untuk diberikan. Jadi sebaiknya memang makanan yang di makan tidak terlalu banyak mengandung rasa tersebut karena dikhawatirkan bila rasa pedas terlalu banyak akan menyebabkan ibu diare yang berakibat jadi dehidrasi dan mengganggu proses menyusui pada sang anak (Anaqita, 2010). Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh asupan makanan ibu, apabila jumlah makanan ibu cukup mengandung unsur gizi yang diperlukan baik jumlah kalori, protein, lemak dan vitamin serta mineral maka produksi ASI juga cukup, selain itu ibu dianjurkan minum lebih banyak kirakira 8-12 gelas sehari (Marimbi, 2010 : 47) Apabila seorang ibu dengan pola hidup dan kebiasaan makan yang bergizi walaupun umurnya bisa dikatakan tua maka akan menghasilkan ASI yang bagus juga dibanding wanita muda yang menyusui tanpa diimbangi dengan sistem kebiasaan makan yang baik (Proverawati, 2009 : 105)
68
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
C. METODE PENELITIAN 1.
2.
Desain Penelitian Dalam penelitian ini adalah analitik retrospektif dengan menggunakan rancang bangun observasional dan desain yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor efek dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat/point time approach (Notoatmojo, 2005 : 146). Populasi, Sampel, Variabel Dan Definisi Operasional Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu nifas di BPS ―A‖ Balongtani Jabon Sidoarjo pada bulan januari – juni sebanyak 73 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu nifas di BPS ―A‖ Balongtani Jabon Sidoarjo pada tahun 2010 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Jumlah sampel pada penelitian ini pada tanggal 21 Juni – 31 Juni 2010 sebanyak 32 responden. Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah : a. Kriteria Inklusi Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukkan atau yang layak diteliti, yaitu : 1) . Ibu nifas 2) . Ibu bisa membaca dan menulis 3) . Ibu yang bersedia menjadi responden b. Kriteria Eksklusi Kriteria eksklusi adalah klien yang tidak layak diteliti menjadi sampel, yaitu: 1) . Ibu memberikan susu formula atau makanan pendamping ASI pada bayinya 2) . Terdapat hambatan etis (menolak mengikuti penelitian) Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan non probability sampling tipe consecutive sampling yaitu pengambilan sampel dengan menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian di masukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu. Sehingga jumlah klien yang di perlukan terpenuhi (Nursalam, 2008 : 94). Variabel dalam penelitian ini adalah pantang makan pada ibu nifas. Definisi operasional dari penelitian ini akan diuraikan dalam tabel berikut Tabel 36. Definisi Operasional Perilaku Pantang Makan Pada Ibu Nifas Terhadap Produksi ASI Variabel Definisi Operasional Kriteria Skala Perilaku Ibu setelah melahirkan sampai 40 hari 1. Pantang makan: Nominal pantang makan yang tidak mengkonsumsi makanan kode 1 pada ibu nifas yang mengandung sumber protein yang 2. Tidak pantang diperoleh melalui Kuesioner makan: kode 2 Puspayanti, 2010
3.
Teknik Analisis Data Setelah data terkumpul dan diolah kemudian dilakukan tabulasi. Selanjutnya diolah dengan uji statistik Chi Square karena variabel dependen dan independen dengan skala data nominal dengan rumus : Rumus = χ 2 = ∑
( fo fe) 2 fe
Keterangan : f0 : frekuensi yang diperoleh berdasarkan data fe : frekuensi yang diharapkan Dengan nilai kemaknaan α = 0,05, artinya bila uji statistik menunjukkan nilai X 2 hitung > X2 tabel maka ada hubungan pantang makan pada ibu nifas terhadap produksi ASI. Jika nilai
69
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
X2 hitung < X2 tabel maka tidak ada hubungan pantang makan pada ibu nifas terhadap produksi ASI Teknik pengolahan data menggunakan rumus X2. D. HASIL PENELITIAN 1. Data Khusus a. Ibu Nifas Diagram 1. Ibu Nifas di BPS “A” Balongtani Jabon Sidoarjo Pada Tanggal 21 Juni – 30 Juni 2010.
32 orang (100%)
ibu nifas
b.
Berdasarkan Diagram 1 dapat diketahui bahwa seluruhnya responden dalam masa nifas sebanyak 32 orang (100%). Pantang Makan Diagram 2. Pantang Makan Pada Ibu Nifas di BPS “A” Balongtani Jabon Sidoarjo Pada Tanggal 21 Juni – 30 Juni 2010.
c.
Berdasarkan Diagram 2 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden melakukan pantang makan sebanyak 19 orang (59%). Produksi ASI Diagram 3. Produksi ASI Pada Ibu Nifas di BPS “A” Balongtani Jabon Sidoarjo Pada Tanggal 21 Juni – 30 Juni 2010.
70
HOSPITAL MAJAPAHIT
d.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Berdasarkan Diagram 3 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden produksi ASInya tidak lancar sebanyak 17 orang (53%) Hubungan Pantang Makan Pada Ibu Nifas Terhadap Produksi ASI Tabel 37. Hubungan Pantang Makan Pada Ibu Nifas Terhadap Produksi ASI di BPS “A” Balongtani Jabon Sidoarjo Pada Tanggal 21 Juni – 30 Juni 2010. Produksi ASI Pantang Makan Lancar Tidak Lancar Jumlah % N % N % 6 18,6 13 40,4 19 59 Ya 9 12,4 4 12,6 13 41 Tidak Jumlah 15 47 17 53 32 100 Berdasarkan tabel 37 diketahui sebagian besar responden yang produksi ASInya lancar dengan tidak melakukan pantang makan sebanyak 9 orang (69%) dan sebagian besar responden yang produksi ASInya tidak lancar dengan melakukan pantang makan sebanyak 13 orang (68%). Dari hasil uji chi square diperoleh χ 2 hitung > χ 2 tabel = 4,394 > 3,84, sehingga H1 diterima, ada hubungan pantang makan pada ibu nifas terhadap produksi ASI.
E.
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden melakukan pantang makan sebanyak 19 orang (59%). Salah satu kepercayaan yang telah menjadi tradisi secara turun temurun adalah ibu nifas tidak boleh makan yang amis-amis karena akan menyebabkan ASI menjadi amis (Sulistyawati, 2009 : 128). Padahal makanan yang tinggi protein sangat baik untuk membantu ibu dalam proses penyembuhan dan produksi ASI. Sehingga dalam memberikan pendidikan kesehatan khususnya tentang gizi, ibu tidak boleh pantang terhadap daging, telur dan ikan (Sulistyawati, 2009 : 136). Sebagian besar responden melakukan pantang makan. Makanan yang menjadi pantang oleh ibu nifas sangat membantu penyembuhan luka perineum, karena mengandung protein yang tinggi. Makanan tersebut diantaranya daging, telur dan ikan. Akibatnya penyembuhan luka ibu nifas menjadi lambat dan ASI yang dihasilkan juga tidak sesuai dengan kebutuhan bayi. Tradisi pantang makan sudah menjadi tradisi di masyarakat dan sulit untuk dapat menghapus tradisi tersebut. Bila ibu menentang tradisi pantang makan, akan menyebabkan orang tua menjadi tersinggung, dan ini akan menyebabkan konflik dalam keluarga. Walaupun tenaga kesehatan sudah melakukan penyuluhan ataupun konseling kepada keluaraga dan masyarakat, tradisi pantang makan sulit untuk dirubah atau dihilangkan, tetapi secara perlahan-lahan mulai ada sebagian masyarakat yang mulai merubah kebiasaan pantang makan, dengan dibantu informasi dari media massa/media elektronik yang semakin maju. Berdasarkan Diagram 2 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden produksi ASInya tidak lancar sebanyak 17 orang (53%). Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh asupan makanan ibu, apabila jumlah makanan ibu cukup mengandung unsur gizi yang diperlukan baik jumlah kalori, protein, lemak dan vitamin serta mineral maka produksi ASI juga cukup, selain itu ibu dianjurkan minum lebih banyak kira-kira 8-12 gelas sehari (Marimbi, 2010 : 47). Berdasarkan penelitian ini diperoleh data sebagian besar responden produksi ASInya tidak lancar. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden melakukan pantang makan. Padahal untuk pembentukan ASI juga dibutuhkan makanan yang mengandung gizi lengkap yaitu kalori, protein, lemak dan vitamin serta mineral. Selain itu ibu juga harus banyak minum minimal 8-12 gelas sehari. Sesuai dengan pendapat Marimbi (2010), bahwa makanan yang bergizi mempengaruhi produksi ASI ibu, bila makanan tidak bergizi maka produksi ASI ibu akan berkurang, yang mengakibatkan kebutuhan bayi akan ASI juga berkurang, sehingga akan menimbulkan kejadian bayi dengan status gizi kurang/buruk. Berdasarkan tabel 37 diketahui sebagian besar responden yang produksi ASInya lancar sebanyak 9 orang (69%) tidak melakukan pantang makan dan sebagian besar responden yang produksi ASInya tidak lancar sebanyak 13 orang (68%) melakukan pantang makan.
71
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Dari hasil penghitungan data dengan menggunakan uji statistik Chi Square (χ2) didapatkan hasil χ 2 hitung > χ 2 tabel = 4,394 > 3,84, sehingga H1 diterima, ada hubungan pantang makan pada ibu nifas terhadap produksi ASI. Apabila seorang ibu dengan pola hidup dan kebiasaan makan yang bergizi walaupun umurnya bisa dikatakan tua maka akan menghasilkan ASI yang bagus juga dibanding wanita muda yang menyusui tanpa diimbangi dengan sistem kebiasaan makan yang baik (Proverawati, 2009 : 105). Berdasarkan penelitian diperoleh hasil ibu nifas yang melakukan pantang makan maka produksi ASInya akan berkurang. Hal ini bisa disebabkan karena kuatnya tradisi pada masyarakat yang telah berakar kuat secara turun temurun. Kenyataannya ibu nifas di BPS ―A‖ Balongtani Jabon Sidoarjo hanya makan nasi dengan lauk pauk hanya tahu, tempe dan kerupuk. Sedangkan sayur tidak di perbolehkan karena dianggap dapat membuat vagina ibu menjadi tidak keset dan mengganggu hubungan suami istri. Selain itu luka akibat melahirkan tidak dapat sembuh dengan cepat karena keadaan vagina yang basah akibat makan sayur. Telur dan ikan yang dianggap menyebabkan air susu ibu menjadi amis dan bayi bisa menderita penyakit gatalgatal. Padahal ibu menyusui membutuhkan 2700-2900 kalori dalam bentuk asupan makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Gizi selama menyusui tidak saja akan berpengaruh terhadap kesehatan ibu yang baru melahirkan, tetapi juga pada bayinya. Ibu menyusui perlu mendapatkan gizi untuk memproduksi ASI. Oleh karena itu bila asupan gizi ibu kurang, maka kebutuhan gizi yang diperlukan untuk memproduksi ASI akan diambil dari tubuh ibu. Jika keadaan ini dibiarkan berlarut-larut, maka selain kondisi tubuh ibu akan terganggu, produksi ASI akan berkurang, kualitasnya menjadi menurun dan jangka waktu menyusui relatif singkat.
F. PENUTUP Hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden di BPS ―A‖ Balongtani jabon Sidoarjo sebanyak 19 orang (59%) melakukan pantang makan. Pantang makan pada ibu nifas dapat mempengaruh kelancaran produksi ASI hal ini terjadi karena kekurangan nutrisi mengakibatkan berkurangnya produksi ASI sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi.
DAFTAR PUSTAKA Alfarisi. 2008. Gizi Seimbang Bagi Ibu Menyusui. http://www.lusa.com, 20 April 2010. Anaqita. 2010. Mitos-Mitos Makanan Yang Dipantang Ibu Menyusui. http://blogger.com, 11 Apil 2010. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Kedua. Jakarta : Rineka Cipta. Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC. Depkes RI. 2000. Ibu Sehat Bayi Sehat. Jakarta. Depkes RI. 2002. Strategi Nasional Peningkatan Pemberian ASI Sampai Tahun 2005. Jakarta. Depkes RI. 2003. Ibu Bekerja Tetap Memberikan Air Susu Ibu (ASI). Jakarta. Depkes RI. 2005. Manajemen Laktasi, Jakarta. Hidayat, Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika. Indriarti, Widian Nur. 2008. Buku Pintar Kehamilan. Yogyakarta : Mumtaz Press. Kasdu, D. 2007. Info Lengkap Kehamilan dan Persalinan. Jakarta : Puspa Swara. Marimbi, 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi dan Imunisasi Dasar Pada Anak. Yogyakarta : Nuha Medika. Muchtadi, Dedy. 2002. Gizi Untuk Bayi. Jakarta. Nursalam. Pariani, S. 2001. Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : Sagung Seto. Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
72
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Paath Francin Erna. 2005. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC. Proverawati. 2009. Gizi Untuk Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika. Poltekkes Malang. 2005. Buku Praktis Ahli Gizi. Poltekkes Malang. Puspayanti. 2010. Pantangan Buat Ibu 40 Hari Pasca Persalinan. http://www.khasanah.com.id, 11 April 2010. Sulistyawati. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Yogyakarta : Andi Offset. Sukarni Mariyati. 2000. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Yogyakarta : Kanisius. Supariasa, Nyoman Dewa I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC. Sunita, 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Suhardjo. 2000. Prinsip-Prinsip Imu Gizi. Jakarta : Kanisius. Winarno, F. G (2002). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
73
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
HUBUNGAN USIA DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN CA CERVIX DI RSUD SIDOARJO TAHUN 2009 Dyah Siwi Hety Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah menganalisis paritas ibu dengan kejadian kanker serviks di RSUD Sidoarjo pada tahun 2009. Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan desain penelitian case control dengan variabel independen paritas dan variabel dependen kejadian kanker serviks, dengan jumlah populasi 40 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 26 Juni 2010. Pengumpulan data menggunakan metode checklist dan isntrumen pengumpulan data berupa penulusuran data sekunder. Pengolahan data menggunakan uji mann whitney dengan derajat kemaknaan = 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40 orang pasien VK kandungan RSUD Sidoarjo pada tahun 2009 didapat hasil 60% pasien terjadi kanker serviks dengan paritas tinggi. 40% pasien terjadi kanker serviks dengan paritas rendah. 42,5% pasien terjadi kanker serviks pada stadium 0. 45% pasien terjadi kanker serviks pada stadium I. 12,5% pasien terjadi kanker serviks pada stadium II. Hasil uji mann whitney menunjukkan antara paritas dengan kejadian kanker serviks diperoleh hasil perhitungan 0,236 > 0,05, sehingga Ho ditolak yang artinya ada hubungan antara paritas dengan kejadian Ca Cerviks. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Ca Cerviks : Human Papilloma Virus, merokok, hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini, berganti-ganti pasangan seksual, gangguan system kekebalan tubuh, pemakaian pil KB, infeksi herpes genetalis atau infeksi klamidia menahun, lanjut usia, kegemukan, menstruasi pertama di usia dini, menopause yang terlambat dan belum pernah hamil. Simpulan penelitian ini adalah pasien rawat inap dengan paritas tinggi cenderung terkena kanker serviks lebih besar dibandingkan pasien dengan paritas rendah. Penyakit kanker serviks adalah jenis penyakit yang dapat dicegah dan disembuhkan. Salah satu upaya mencegah kanker serviks adalah dengan membatasi jumlah anak dan melakukan pemeriksaan pap smear sebagai upaya pencegahan kanker serviks. Kata kunci : Paritas, Kanker serviks A. PENDAHULUAN Kanker leher rahim (Ca Cervix) merupakan penyakit kanker kedua terbanyak yang dialami oleh wanita di seluruh dunia. Sesuai namanya, kanker leher rahim adalah kanker yang terjadi pada servik uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim, yang terletak diantara uterus dengan vagina. (Elitha, 2008). Penyakit kanker merupakan penyakit yang sulit di deteksi mulai dari penemuannya, biasanya tidak memberikan keluhan yang mencemaskan penderita, sehingga kebanyakan penderita datang pada stadium lanjut. Penentu diagnosa yang tidak dapat dilakukan seketika memerlukan proses yang cukup memakan waktu, pengobatannya tidak sederhana karena tindakan operasi bukanlah akhir dari segalanya, dibutuhkan serangkaian pengobatan lain yang tidak semua individu memberi hasil yang serupa. (Mustokoweni, 2002). Penyebab langsung dari kanker serviks belum diketahui faktor resiko yang dapat meningkatkan terjadinya kanker serviks sebagai berikut hubungan seks pada usia muda, pasangan seksual yang berganti-ganti, jumlah kelahiran (paritas) dan jarak terlalu pendek dan terlalu banyak, infeksi virus, rokok sigaret, defisiensi gizi (Setiawan Dalimartha, 2003 : 11). Kanker leher rahim atau lebih dikenal dengan nama kenker serviks merupakan penyakit nomor 1 yang membunuh kaum hawa di Indonesia. Setiap tahun, terdapat 15.000 kasus baru dan 8.000 diantaranya meninggal dunia, bahkan 1 perempuan meninggal tiap jamnya karena ini.
74
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Salah satu penyebab hilangnya nyawa manusia dengan mudah itu karena informasi yang berkaitan dengan kanker serviks belum dapat menjangkau seluruh masyarakat, terutama wanita. Padahal, semua wanita beresiko terkena kanker yang menyerang organ utama mereka (Elitha, 2008). Menurut International Agency for Researchon Cancer (IARC), 85% dari kasus kanker di dunia, yang berjumlah sekitar 493.000 dengan 273.000 kematian, terjadi di negara-negara berkembang. Di indonesia pengidap Ca Cervix adalah terbanyak diantara pengidap kanker lainnya, bahkan di seluruh dunia adalah nomer kedua setelah Cina. Salah satu alasan semakin berkembangnya Ca Cervix tersebut disebabkan oleh rendahnya cakupan deteksi dini kanker servikx, seperti Pap Smear di Indonesia. Berdasarkan estimasi data WHO tahun 2008, terdapat hanya 5% wanita di negara berkembang, termasuk Indonesia yang mendapatkan pelayanan Pap Smear, sedangkan di negara maju hampir 70% wanita melaksanakan pemeriksaan Pap Smear. Menurut perkiraan departemen kesehatan di Indonesia ada sekitar 100.000 penduduk atau 200.000 kasus setiap tahunnya, selain itu lebih dari 70% kasus yang datang ke rumah sakit ditemukan stadium lanjut. (Elitha, 2008). Data menurut YKWK (Yayasan Kanker Wisnu Wardhana Kayon) Surabaya di Propinsai Jawa Timur pada tahun 2005 diperkirakan tercatat + 75.000 kasus baru setiap tahunnya. Kanker leher rahim merupakan jenis penyakit yang paling banyak ke dua di dunia yang diderita oleh wanita di atas 15 tahun. Sekitar 500.000 wanita di seluruh dunia di diagnosis menderita kanker leher rahim dan rata-rata 270.000 meninggal tiap tahunnya. Untuk Indonesia, kanker leher rahim atau yang juga disebut kanker serviks merupakan jenis kanker paling banyak yang di derita perempuan. Tanpa memandang usia dan latar belakang, setiap perempuan beresiko terkena penyakit yang disebabkan oleh virus human papilloma (HPV) ini. Bahkan kanker ini sering menjangkiti dan membunuh wanita usia produktif (30-50 tahun). (Elitha, 2008). Pemeriksaan pap smear adalah pengamatan sel – sel yang di exploitasi dari genetalia wanita. Tes pap smear telah terbukti dapat menurunkan kejadian kangker serviks dengan dengan ditemukan stadium pra kanker, Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS) dan segera ditangani sebagaimana diketahui biasanya stadium pra kanker ini belum menimbulkan keluhan – keluhan dan pap smear telah terbukti dapat menurunkan kejadian kanket serviks 70%. (Soepardiman, 2002). Upaya mengurangi morbiditas dan mortalitas kanker serviks diperlukan pencegahan yang terdiri dari berbagai tahap yaitu pencegahan primer dengan cara peningkatan pengetahuan ibu, merupakan usaha mengurangi / menghilangkan kontak dengan karsinogen untuk mencegah insisi dan promosi pada proses karsiogenesis. Pencegahan sekunder yaitu skrening dan deteksi dini, salah satunya dengan menggunakan pap smear yang merupakan usaha untuk menentukan kasus ini sehingga penyembuhan dapat ditingkatkan dan pencegahan tersier merupakan pengobatan untuk mencegah komplikasi klinis dan kematian awal. (Farid Aziz 2002) Berdasarkan data yang dari studi pendahuluan tanggal 30 April 2010 di RSUD Sidoarjo di poli kandungan sepanjang tahun 2008 diperoleh secara keseluruhan jumlah ibu yang menderita ca cervix tahun 2008 adalah 68 orang. Bulan Januari – Maret 10 (14,7%), April – Juni 15 (22,1%), Juli – September 20 (29,4%), dan Oktober – Desember 23 (33,8). Berdasarkan data di atas setiap triwulannya mengalami peningkatan. Berdasarkan data tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengangkat masalah usia dan paritas yang mempengaruhi kejadian ca cervix tahun 2009. B. 1.
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Dasar Paritas a. Pengertian Paritas Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu hidup di luar rahim (28 mingu) (Syarifudin, 2003). Paritas adalah status melahirkan anak pada seorang wanita (Farrer, 2001)
75
HOSPITAL MAJAPAHIT b.
2.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Klasifikasi Paritas 1). Nullipara adalah wanita yang tidak pernah melahirkan seorang anak (Nuswantari, 2005). 2). Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak yang cukup besar untuk hidup di dunia luar (Matur/ Preamtur (Rustam, 2002). 3). Multipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak lebih dari 1 kali (Sarwono,2007 : 23). 4). Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih dan bisa mengalami penyulit dalam kehamilan dan persalinan Paritas dibagi menjadi : 1). Paritas tinggi : bila jumlah anak leih dari 3 orang 2). Paritas rendah : bila jumlah anak kurang dari 3 orang atau sama dengan 3 (Sarwono, 2000 : 23).
Konsep Dasar Kanker Serviks a. Pengertian Kanker Serviks Kanker dapat didefinisikan sebagai perkembangan sel secara abnormal dan terkendali yang akan terus mengalami pertumbuhan kecuali jika ada yang bisa menghentikannya (Gregg Miller, 2008). Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah jenis penyakit kanker yang terjadi pada daerah leher rahim, yaitu bagian rahim yang terletak di bawah, yang membuka ke arah liang vagina. Berawal dari leher rahim, apabila telah memasuki tahap lanjut kanker ini bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh tubuh (Farrasbiyan, 2009). Kanker serviks (kanker mulut rahim) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim/ serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina). Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun (Ika Siresa, 2007). Kanker di uterus atau rahim sebenarnya adalah kanker pada badan rahim yang sebenarnya mempunyai perbedaan jaringan dengan leher rahim. Penaykit ini lebih sering mnyerang wanita usia lanjut, terutama wanita yang telah mengalami menopause. Wanita yang menderita kanker wahim biasanya disarankan untuk mau dilakukan hysterektomy (dilakukan operasi perngangkatan rahim) (Abdul Ghofar, 2009). b. Penyebab Kanker Leher Rahim Penyebab dari terjadinya kelainan pada sel leher rahim tersebut tidak diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya kanker serviks tersebut : 1). HPV (Human Papilloma Virus) HPV (Human Papilloma Virus) adalah suatu virus yang dapat menyebabkan terjadinya kutil pada daerah genital (Kondiloma Akuminata), yang ditularkan melalui hubungan seksual. HPV sering diduga sebagai penyebab terjadinya perubahan yang abnormal dari sel-sel leher rahim. 2). Merokok Tembakau dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh dan mempenagruhi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi HPV pada serviks. 3). Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini 4). Berganti-ganti pasangan seksual 5). Gangguan sistem kekebalan tubuh 6). Pemakaian pil KB 7). Infeksi herpes genetalis atau infeksi klamidia menahun (Admin, 2008) c. Faktor resiko kanker serviks menurut dr. Khoo Kei Siong : 1). Lanjut usia 2). Kegemukan (termasuk contohnya pada penderita diabetes)
76
HOSPITAL MAJAPAHIT
d.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
3). Menstruasi pertama di usia dini, menopause yang terlambat 4). Belum pernah hamil Selain faktor-faktor di atas menurut Prof. Dr. Ida Bagus Gde Manuaba (2005) juga masih terdapat faktor minor yang dapat meningkatkan kejadian karsinoma serviks uteri adalah sosial ekonomi yang rendah, penghisap rokok, serta faktor ras dan herediter. Gejala Kanker Serviks Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel serviks merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Perubahan pada sel-sel ini bisa dibagi ke dalam 2 kelompok : 1). Lesi tingkat rendah Merupakan perubahan dini pada ukuran, bentuk dan jumlah sel yang membentuk permukaan serviks. Beberapa lesi tingkat rendah menghilang dengan sendirinya, tetapi yang tumbuh menjadi lebih besar dan lebih abnormal membentuk lesi tingkat rendah. Paling sering ditemukan pada wanita yang berusia 25-35 tahun, tetapi juga bisa terjadi pada semua kelompok umur. Lesi ini biasa juga disebut displapsia ringan atau neoplasia intraepitel servikal 1 (NIS 1). 2). Lesi Tingkat Tinggi Ditemukan sejumlah besar sel pre kanker yang tampak sangat berbeda dari sel yang normal. Perubahan prekanker ini hanya terjadi pada sel di permukaan serviks. Selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, sel-sel tersebut tidak akan menjadi ganas dan tidak akan menyusup ke lapisan serviks ke lapisan lebih dalam. Lesi tingkat tinggi paling sering ditemukan pada wanita yang berusia 30-40 tahun. Lesi tingkat tinggi ini juga biasa disebut displasia menengah atau displasia berat, NIS 2 atau 3, atau karsinoma in situ. Jika sel-sel abnormal menyebar lebih dalam ke dalam serviks atau ke jaringan maupun organ lainnya, maka keadaannya disebut kanker serviks atau kanker serviks (rahim). Kanker serviks paling sering ditemukan pada usia di atas 40 tahun. Ketika sel serviks yang abnormal berubah menajdi keganasan dan menyusup ke jaringan di sekitarnya akan muncul gejala sebagai berikut : a). Perdarahan vagina yang abnormal, setelah melakukan hubungan seks dan menopause b). Menstruasi abnormal (lebih lama dan lebih banyak) c). Keputihan yang menetap, dengan cairan yang encer, berwarna pink, coklat, mengandung darah atau hitam serta berbau busuk. d). Nafsu makan berkurang, penurunan berat badan, kelelahan e). Nyeri panggul, punggung atau tungkai f). Dari vagina keluar air kemih atau tinja g). Patah tulang (fraktur) (Vivi, 2008) Menurut Dr. Ida Bagus Gde Manuaba gejala kanker serviks dikelompokkan menjadi 3 tahap diantaranya : 1). Gejala dini Keluhan leukore yang sulit disembuhkan, terdapat kontak berdarah, dan kadangkadang terjadi perdarahan mendadak (spotting). 2). Gejala stadium medium Leukore terus-menerus bahkan berbau, nyeri di aerah sakral karena metastasenya. Pada akhir stadium pertengahan terdapat infiltrasi ke daerah sekitarnya, mengenai ureter, kelenjar getah limfe, serat saraf sehingga menimbulkan trias karsinoma serviks uteri, yaitu :
77
HOSPITAL MAJAPAHIT
e.
f.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
a). Nyeri daerah sakral b). Bendungan aliran limfe menimbulkan edemi tungkai c). Obstruksi ureter terjadi hidroneprosis pada ginjal 3). Gejala stadium lanjut Lokal : a). Bendungan fungsi ginjal menimbulkan uremia b). Gangguan aliran limfe menimbulkan odema tungkai c). Timbul fistula rektovaginal atau vesiko vaginal d). Perdarahan terus menerus dan disertai bau e). Kadang-kadang terjadi perdarahan mendadak yang banyak f). Kencing berdarah g). Berak berdarah Lokal dan metastase jauh : a). Gejala klinik lokal b). Gejala klinik yang ditimbulkan oleh organ yang terkena metastase Diagnosis Kanker Rahim Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut : 1). Pemeriksaan Panggul Pemeriksaan pada vagina/ kemaluan, rahim, indung telur, kandung kencing dan saluran buang air besar terhadap adanya pembengkakan yang tidak normal atau adanya perubahan bentuk yang tidak normal (Abdul Ghofar, 2009). 2). Pap Smear Pemeriksaan Pap Smear untuk mengambil sebagian jaringan untuk memastikan adanya kanker serviks. Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker serviks secara kurat dan dengan biaya yang tidak terlalu mahal. Akibatnya angka kematian akibat kanker serviks pun menurun sampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual atau usianya telah mencapai 18 tahun, sebaiknya menjalani Pap Smear secara teratur yaitu 1 kali/ tahun. Jika selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil yang normal, pap semar bisa dilakukan 1 kali/ 2-3 tahun. Hasil pemeriksaan Pap Smear menunjukkan staidum dari kanker serviks (rahim) : a). Normal b). Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas) c). Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas) d). Karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar) e). Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam atau ke organ tubuh lainnya) 3). Biopsi Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika pap semar menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker. 4). Kolposkopi (Pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar) Pemeriksaan ini menggunakan teropong untuk melihat dengan lebih teliti pada leher rahim/ serviks. Akan tetapi, cara ini jarang digunakan (Abdul Ghofar, 2009). 5). Tes Schiller Serviks diolesi dengan larutan yodium, sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat, sedangkan sel yang abnormal warnanya menadi putih atau kuning (Vivi, 2009). Stadium Kanker Serviks Stadium kanker merupakan faktor kunci yang menentukan pengobatan apa yang akan diambil. Biasanya pemeriksaan yang dilakukan dapat berupa gambaran radiologi, pemeriksaan seperti X-Ray. 1). Stadium 0 Kanker hanya ditemukan pada lapisan atas dari sel-sel pada jaringan yang melapisi leher rahim. Tingkat ini disebut juga carcinoma in situ.
78
HOSPITAL MAJAPAHIT
g.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
2). Stadium I Kanker hanya terbatas pada serviks 3). Stadium II Kanker pada stadium ini termasuk serviks dan uterus, namun belum menyebar ke dinding pelvis atau bagian bawah vagina. 4). Stadium III Kanker pada stadium ini telah menyebar dari serviks dan uterus ke dinding pelvis atau bagian bawah vagina. 5). Stadium IV Pada stadium ini kanker telah menyebar ke organ terdekat, seperti kandung kemih atau rektum, atau telah menyebar ke daerah lain di dalam tubuh, seperti paru-paru, hati atau tulang. (Sarwono, 2005) Pengobatan Ca Cervix 1). Stadium Ia Pengobatan yang utama lewat operasi sederhana dilakukan pada tingkat stadium awal, yang disebut dengan konisasi (pemotongan rahim seperti kerucut), karena dalam stadium awal (pra kanker) dari 0-1A. Kanker masih berada di sel-sel selaput lendir. Operasi dilakukan apabila pasien masih ingin hamil. Bila tak ingin hamil lagi akan dilakukan histerektomi simple (rahim diangkat semua). Tujuannya agar kanker tak kambuh lagi. 2). Stadum Ib Pada stadium ini dapat diterapi dengan histerektomi radikal dan terapi radiasi. Histerektomi itu sendiri adalah suatu pembedahan untuk membuang rahim bersama dengan bagian yang bersebelahan dengan vagina, ligamen kardinale, ligamen utero sakral dan penopang kandung kemih. Keuntungan dari pembedahan adalah bahwa ovarium dapat terhindar pada wanita-wanita pra menopause. Mungkin juga terdapat lebih sedikit interverensi pada fungsi coitus. Komplikasi yang melibatkan rektum, ureter, atau kandung kemih lebih jarang terjadi setelah histerektomi radikal dibandingkan setelah terapi radiasi, dan perbaikan akan berhasil kalau cedera sungguh-sungguh terjadi. Pada pasien dengan penyakit stadium Ib, radiasi dapat merupakan satu-satunya cara terapi, dan dalam hal ini terapi di dalam atau di luar rahim dibutuhkan. Radiasi dapat diberikan sebelum pembedahan sebagai upaya untuk menyusutkan lesi serviks yang sangat besar dan menjadikannya dapat diatasi dengan prosedur pembedahan yang lebih terbatas. Terapi radiasi ditoleransi dengan baik oleh sebagian besar pasien yang berkontra indikasi terhadap pembedahan. 3). Stadium IIa Pada pasien dengan keterlibatan forniks vagina yang minimal, pembedahan radikal atau terapi radiasi dapat digunakan sama seperti pada pasien dengan lesi stadium Ib. Bila vagina bagian atas terlibat luas terapi pilihannya adalah terapi radiasi saja. 4). Stadium IIb Sebagian besar pasien dengan lesi stadium Iib diterapi dengan kombinasi dari sinar luar dan terapi radiasi dalam rongga. Sebagian pasien dengan lesi yang lebih menonjol besar dapat dipilihkan suatu histerektomi ekstrafasial tambahan setelah terapi radiasi sebagai upaya untuk mengurangi resiko penyakit sentral yang terus berlanjut. 5). Stadium IIIa dan IIIb Pasien ini diterapi hampir semata-mata dengan terapi radiasi, biasanya terapi luar diikuti dengan radium atau sesium dalam rongga. Terdapat protokol penelitian yang menggunakan kombinasi dari kemoterapi dan radiasi sebagai upaya untuk memperbaiki laju penyembuhan, karena banyak pasien ini mempunyai metastasis jauh yang samar.
79
HOSPITAL MAJAPAHIT
h.
i.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Pada pasien dengan penyakit yang secara lokal parah, distorti serviks dan vagina dapat menyulitkan penerapan terapi radiasi dalam radiasi interstitial dapat diberikan untuk mendapat distribusi dosis yang lebih baik daripada yang mungkin diapai oleh terapi dalam rongga. 6). Stadium IVa Terapi radiasi pelvis digunakan pada sebagian besar pasien ini. Kalau terapi radiasi mengakibatkan regresi tumor yang hanya sebagian, suatu eksentrasi pelvis ‖penyelamatan‖ dapat dilakukan. Eksentrasi pelvis primer jarang dilakukan, biasanya bila pasien mengalami rektovagina atau vesikovagina. 7). Stadium IVb Pasien ini dapat diebri beberapa terapi radiasi pelvis untuk meredakan perdarahan dari vagina, kandung kemih, atau rektum. Karena terdapat metastasis yang jauh aka kemoterapis ering digunakan etrapi hanya bersifat paliatif. (Hacker, 2001). Apabila kanker serviks sudah bearda dalam stadium 2B ke atas, operasi tak lagi bisa dilakukan melainkan dengan radiasi atau penyinaran. Sayangnya, penyinaran memiliki komplikasi indung telur ikut mati terkena radiasi. Akibatnya hormon pun mati. Padahal hormon diperlukan untuk gairah seksual, haid, mencegah osteoporosis, dan jantung. Komplikasi lainnya dalam penyinaran bukan enggak mungkin terkena organ lain semisal dubur, dan saluran kencing. Terkadang terjadi luka bakar pada dubur dan terjadi diare atau perdarahan terus menerus. Kalau terjadi demikian maka dubur atau salruan kencing harus diangkat, sebagai gantinya akan dibuatkan dubur atau saluran kencing baru lewat perut. Bahkan akibat penyinaran vagina pun menjadi kaku sehingga penderita tidak dapat berhubungan seks. Lain dengan operasi, kendati vagina diangkat tapi masih tetp bsia berhubungan (Greg Miller, 2003). Vaksin pencegah kanker serviks Vaksin pertama Gardasilr untuk mencegah infeksi 2 tipe HPV yang menyebabkan kanker, yaitu tipe 16 dan 18. Sekitar 70% kanker serviks berkaitan dengan kedua tipe HPV ini. Vaksin ini juga bekerja mencegah 2 tipe HPV lain yang tidak menyebabkan kanker, yaitu 6 dan 11, namun kedua tipe ini menyebabkan 90%genital warts (kulit). Vaksin ini diberikan melalui injeksi intramuskular (IM) 0,5 ml sebanyak 3x selama 6 bulan dan dosis kedua diberikan 2 bulan setelah vaksin pertama dan dosis ketiga diberikan 2 bulan setelah dosis pertama. Vaksin kedua adalah cervarix yang memberikan perlindungan terhadap infeksi HPV tip 16 dan 18 diberikan dalam bentuk 0,5 ml injeksi yang terbagi dalam 3 dosis. Pada vaksin ini dosis kedua diberikan sebulan setelah dosis pertama dan dosis ketiga diberikan 6 bulan setelah dosis pertama. Uji klinis menunjukkan bahwa efektifitas kedua vaksin ini dalam mencegah infeksi persisten HPV tipe 16 dan 18 mencapai 95%. Vaksin ini juga memiliki efektifitas hingga 10% dalam mencegah infeksi HPV spesifik yang membahayakan lesi servikal, jika diberikan pada wanita yang seksual aktif atau pada wanita tanpa riwayat infeksi dengan HPV tipe ini sebelumnya. Pengguna vaksin secara luas berpotensi menurunkan kematian akibat kanker serviks sebanyak 50% dalam beberapa dekade, bahkan ada yang memperkirakan hingga 71 %, dimana hal ini dipengaruhi oleh durasi dan kekuatan perlindungan yang diberikan oleh vaksin. Pola Makan Yang Sehat Pola makan memegang peranan yang sangat penting di dalam mencegah kanker. Ada bukti ilmiah yang sangat kuat bahwa mengkonsumsi buah-buahan, sayuran, gandum, kacang-kacangan, polong-polongan dan serat dapat memberikan manfaat yang sangat besar. Dalam sebagian besar kasus melakukan penyesuain pada pola makan sudah memadai untuk menghasilkan efek yang menguntungkan bagi kesehatan. Sebenamya sangat sulit untuk menentukan senyawa apa yang persisnya dapat membuat kita terlindung
80
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
dan kanker, dan tampaknya banyak senyawa-senyawa untuk menghasilkan manfaat yang positif. Beberapa zat dalam makanan sehat yang diyakini bisa mencegah kanker adalah : 1) . Vitamin A (retinol) Vitamin A atau retinol ini memegang peranan penting di dalam mempertahankan kelenturan dan lapisan dalam kulit serta membran-membran lendir dan selain itu juga sangat penting bagi pertumbuhan, fungsi hormon dan daya penglihatan. Vitamin terkandung di dalam makanan yang berasal dari sumber hewani, terutama minyak ikan, keju, telur, mentega, dan susu berlemak. 2) . Karotin atau karotinoid Karotinoid atau karotin adalah bahan dasar dari vitamin A, dimana jika zat ini masuk ke dalam tubuh maka akan dikonversi menjadi vitamin A. Zat ini terkandung di dalam jeruk dan sayuran dan buah lain yang berwarna kuning, terutama wortel, pir, alpukat, labu, blewah, dan juga terdapat pada sayuran hijau. 3) . Betakarotin Betakarotin diketahui memiliki sifat antioksidan yang sangat kuat dan bisa membantu dalam melindungi sel-sel dan kerusakan serta dapat melindungi sel dari kemungkinan terjadinya kanker ketika dikonsumsi bersama dengan selenium dan vitamin E dalam jumlah yang cukup. Makan banyak sayuran dan buah yang mengandung zat pravitamin ini adalah salah satu cara mudah untuk membantu dalam melindungi diri kita dari kanker 4) . Vitamin C Vitamin ini memegang peranan penting di dalam menjaga kekuatan dinding sel dan jaringan pengikat sehingga sangat penting bagi kesehatan pembuluh darah, kulit, kartilage, tendon, ligamen, gusi dan membran-membran pelapis organ. Sumber terbaik dan Vitamin C adalah blackberry, red berry, buah-buahan lain, sayuran, kentang, mangga, pepaya, paprika merah, tomat dan jus buah. 5) . Asam folat Asam folat adalah salah satu dari vitamin-vitamin B dan zat ini sangat penting bagi kelancaran fungsi kerja vitamin B12 di dalam memproduksi sel darah merah dan di dalam melakukan metabolisme terhadap lemak, karbohidrat, dan protein. Sumber dan asam folat adalah sayuran hijau, ragi, kacang, bulir gandum, polong-polongan, ginjal dan hati. 6) . Flavonoid Flavonoid adalah beberapa jenis pigmen alami dalam tanaman yang ada di dalam buah dan sayuran hijau. Zat ini banyak memiliki sifat anti kanker, anti alergi, anti peradangan, dan beberapa diantaranya memiliki efek seperti hormon. Flavonoid dapat ditemukan didalam bahan pangan seperti jeruk sitrun, apel, mangga, tomat, bawang merah, bawang putih dan teh hijau. 7) . Selenium Selenium adalah sejenis mineral yang telah banyak dikenal belakangan ini kerena memiliki kemampuan anti oksidan yang tinggi. Selenium terdapat pada beberapa jenis bahan makanan seperti ikan, terutama ikan yang dagingnya memiliki banyak minyak (halibut dan tuna), kerang, kuning telur, ginjal, hati, daging, kacang brazol, mentega, produk-produk susu, bulir gandum, dan apokat (Greg Miller, 2008) C. METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah analitik kolerasional yaitu merupakan penelitian yang mengkaji hubungan antara variabel. Penelitian ini bertujuan mengungkapkan hubungan kolerasi antara variabel (Nursalam, 2008; 82). Dengan menggunakan metode pendekatan Case Control yaitu suatu penelitian (survey) analitik yang menyangkut bagaimana faktor resiko dipelajari
81
HOSPITAL MAJAPAHIT
2.
3.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
dengan menggunakan pendekatan dan selanjutnya ditelusuri cara retrospektif yaitu untuk melihat atau mengukur factor resiko dengan melihat ke belakang dari suatu kejadian (Hidayat, 2008 : 51). Hipotesis Dalam penelitian ini hipotesis yang akan dibuktikan adalah hipotesis penelitian ini menyatakan hubungan antara usia dan paritas dengan kejadian Ca Cervix. Populasi, sampel, variabel dan definisi operasional Populasi dalam penelitian ini sebanyak 70 orang adalah ibu yang menderita Ca Cervix di RSUD Sidoarjo Periode Januari – Desember 2009. Dalam penelitan ini sampel yang digunakan adalah semua ibu yang menderita Ca Cervix di RSUD Sidoarjo tahun 2009. Penelitian ini menggunakan teknik Non Probability sampling dengan memakai total sampling. Dalam penelitian ini variabel independennya adalah usia dan paritas. Sedangkan variabel dependennya adalah kejadian Ca Cervix. Tabel 38. Definisi Operasional Hubungan antara paritas dengan kejadian Ca Cervix. No. Variabel Definisi Operasional Kriteria Skala 1. Variabel Keadaan wanta berkaitan Paritas ibu meliputi : Nominal independent dengan jumlah anak 1. Paritas rendah bila Paritas yang dilahirkan jumlah anak yang dimiliki < 3 orang (1-3) 2. Paritas tinggi bila jumlah anak yang dimiliki > 3 orang 2. Variabel Kanker yang terjadi 1. Stadium 0 Ordinal dependent dalam serviks uterus Terbatas pada Kanker cervix suatu daerah pada organ permukaan servix reproduksi wanita yang 2. Stadium 1 merupakan pintu masuk Terbatas pada servix ke arah rahim yang 3. Stadium 2 terletak diantara rahim Belum menyebar ke dengan liang senggama dinding pelvis 4. Stadium 3 Telah menyebar dari servix 5. Stadium 4 Sudah menyebar keseluruh tubuh (Sarwono, 2005:378)
4.
Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat yaitu untuk melihat proporsi paritas ibu dan kejadian kanker serviks dalam bentuk prosentase dari masing-masing kejadian kanker serviks dalam bentuk prosentase dari masingmasing variabel yang selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Rumus yang digunakan adalah :
P
f x 100% N
Keterangan : P : prosentase f : frekuensi N : jumlah seluruh observasi
82
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Dalam analisis ini dapat dilakukan uji Mann Whitney :
Keterangan : n1 : Jumlah sampel 1 n2 : Jumlah sampel 2 U1 : Jumlah peringkat 1 U2 : Jumlah peringkat 2 R1 : Jumlah ranking pada sampel n1 R1 : Jumlah ranking pada sampel n2 D. HASIL PENELITIAN 1. Data Umum a. Karakteristik Umur Responden. Tabel 38. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di RSUD Sidoarjo Tahun 2009 No Umur Jumlah (N) Prosentase (%) 1. < 20 tahun 8 22,5 2. 20 – 35 tahun 14 35 3. > 35 tahun 17 42,5 Jumlah 40 100 Sumber : rekam medik VK kandungan RSUD Sidoarjo tahun 2009
b.
2.
Berdasarkan tabel 38 menunjukkan bahwa prosentase terbesar umur lebih dari 35 tahun 17 responden (42,5%). Karakteristik Pendidikan Responden. Tabel 39. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan di RSUD Sidoarjo Tahun 2009 No Pendidikan Jumlah (N) Prosentase (%) 1. SD 15 37,5 2. SMP 16 40 3. SMA 9 22,5 Jumlah 40 100 Sumber : rekam medik VK kandungan RSUD Sidoarjo tahun 2009
Berdasarkan tabel 39 menunjukkan bahwa prosentase terbesar pendidikan SD 15 responden (37,5%). Data Khusus a. Paritas. Tabel 40. Distribusi Data Berdasarkan Paritas Pasien Rawat Inap di VK Kandungan di RSUD Sidoarjo Tahun 2009 Paritas Jumlah (N) Prosentase (%) Paritas Rendah (≤ 3 orang) 16 40 Paritas Tinggi (> 3 orang) 24 60 Jumlah 40 100 Sumber : Data rekam medik di VK Kandungan di RSUD Sidoarjo
83
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Berdasarkan tabel 40 menunjukkan bahwa prosentase terbesar paritas tinggi 24 responden (60%). b.
Stadium Kanker. Tabel 41. Distribusi data berdasarkan Stadium Kanker Serviks di VK Kandungan di RSUD Sidoarjo Tahun 2009 Stadium Kanker Serviks Jumlah (N) Prosentase (%) Stadium 0 17 42,5 Stadium I 18 45 Stadium II 5 12,5 Stadium III 0 0 Stadium IV 0 0 Jumlah 40 100 Sumber : Data rekam medik di VK Kandungan di RSUD Sidoarjo Berdasarkan tabel 41 menunjukkan bahwa prosentase terbesar stadium I 17 responden (42,5%).
E. 1.
2.
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Paritas Pasien Pada penelitian ini didapatkan data paritas pasien rawat inap di VK kandungan RSUD Sidoarjo tahun 2009 dengan paritas rendah atau yang memiliki jumlah anak ≤ 3 orang (1 – 3 orang) sebesar 16 orang (40%) dan dengan paritas tinggi atau yang memiliki jumlah anak > 3 orang sebesar 24 orang (60%). Paritas merupakan keadaan dimana seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (Bertiani, 2009 : 46). Paritas yang berbahaya adalah dengan memiliki jumlah anak yang lebih dari 2 orang atau jarak persalinan terlampau dekat, sebab dapat menyebabkan timbulnya perubahan sel abnormal dari epitel pada mulut rahim dan dapat berkembang jadi keganasan. Orang yang terkena kanker serviks dengan paritas tinggi 1-2x lebih besar resiko dibandingkan dengan orang dengan paritas rendah Paritas merupakan faktor risiko terhadap kejadian kanker servik dengan besar risiko 4,556 kali untuk terkena kanker servik pada perempuan dengan paritas > 3 dibandingkan perempuan dengan paritas ≤ 3 dengan hubungan yang ditimbulkan bermakna sehingga HO ditolak. Kejadian Kanker Serviks Pada penelitian ini didapatkan data pasien rawat inap yang mengalami stadium 0, 17 orang (42,5%), stadium I, 18 orang (45%), stadium II, 5 orang (12,5%). Menunjukkan bahwa kejadian kanker serviks pada tahun 2009 di di RSUD Sidoarjo mengalami penurunan. Kanker serviks adalah sebuah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim atau serviks, yaitu bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina (Bertiani, 2009 : 25). Deteksi kanker serviks ini dilakukan melalui pemeriksaan PAP SMEAR, dikatakan menderita kanker serviks jika hasil papsmear positif terdapat sel-sel ganas pada pemeriksaan mikroskopi, berdasarkan hasil papsmear diketahui bahwa kanker serviks yang ditemukan kebanyakan berada pada stadium lanjut sehingga pengobatan yang dilakukan kurang optimal, pengobatan yang dilakukan adalah melakukan biopsi. Menurut penelitian di Australia dilaporkan setidaknya ada 85 penderita kanker serviks dan 40 pasiennya meninggal dunia. Salah satu sumber penularan utama (70%) adalah hubungan seksual. Sebab kanker ini ditularkan melalui HPV atau (Human Pappiloma Virus). HPV ini menyerang mulai adanya kematangan seksual. Mulai anak umur 9 tahun hingga lansia umur 70 tahun. Dengan begitu maka ada kontak seksual, sangat mungkin selama hidup seorang wanita masih berada dalam ancaman HPV. Kanker leher rahim memang dapat dicegah. Meskipun begitu penderita terbanyak adalah penduduk Indonesia bila dibandingkan negara-negara
84
HOSPITAL MAJAPAHIT
3.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
berkembang lainnya. Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 400 ribu kasus baru kanker leher rahim (cercival cancer), sebanyak 80% terjadi pada wanita yang hidup di negara berkembang (bertiani, 2009 : 25). Menurut margatan Arcole faktor hormon merupakan penyebab lain, setiap kehamilan memiliki resiko untuk mengalami perubahan hormonal dalam arti menjadi peka terhadap virus rangsangan hormon esterogen yang kontinue bisa menimbulkan perubahan sesl-sel dalam rahim yang berpengaruh pada tumbuhnya sel-sel kanker, selain itu infeksi disetiap bagian tubuh yang tidak segera diatasi akan memicu terjadinya perubahan sel normal. Wanita yang sering melahirkan bibir rahimnya semakin melemah dan gampang terinfeksi berbagai kuman penyakit, seringnya seorang ibu mengalami persalinan menyebabkan terjadi perobekan bagian leher rahim yang tipis sehingga ada kemungkinan peradangan yang selanjutnya berubah menjadi kanker (Margatan Arcole, 1996 : 13). Beberapa penelitian menyimpulkan pada wanita hamil sering mengalami defisiensi zat gizi termasuk defisiensi asam folat, defisiensi asam folat dapat meningkatkan resiko terjadinya displasi ringan dan sedang, serta kemungkinan meningkatkan resiko terkena kanker serviks pada wanita hamil yang makannya rendah beta karotin dan retinon (Vitamin A) (Setiawan Dalimartha, 2003 : 12). Di RSUD Sidoarjo penyakit kanker serviks diketahui melalui pemeriksaan papsmear menyatakan negatif kanker serviks terjadi kanker serviks jika hasil papsmear menyatakan positif kanker serviks, pengambilan lesi dilakukan oleh dokter spesialis obgyn di poli kandungan, begitu juga penilaian stadium kanker serviks. Penanganan atau pengobatan kanker serviks di RSUD Sidoarjo hanya pada pasien dengan kanker serviks stadium 0, I, dan II. Pada stadium III, IV penderita kanker serviks dirujuk di RSU dr. Soetomo. Penatalaksanaan pada pasien positif kanker serviks stadium 0 dan I, II di RSUD Sidoarjo adalah dengan dilakukan biopsi kerucut, biopsi dilakukan tidak hanya sekali. Tapi beberapa kali tergantung stadium kanker serviks (biopsi ulangan dilakukan untuk melihat apakah kanker serviks sudah sembuh atau belum) biopsi dilakukan di VK kandungan. Setelah dilakukan biopsi pasien dilakukan perawatan di ruang kandungan dan kebidannan (mawar hijau). Dari tabel juga dapat dilihat bahwa pasien rawat inap yang mengalami kanker serviks juga terjadi pada paritas rendah sebesar 15 orang (38%) hal ini disebabkan karena menikah di usia muda (< 20 tahun) dan status perkawinan yang menikah lebih dari satu, seperti yang dikemukakan Manuaba bahwa faktor yang mempengaruhi kejadian kanker serviks adalah menikah di usia muda multi patner, kurangnya personal hygine , infeksi menahun sekitar serviks (Manuaba, 2004 : 632) . Kanker serviks merupakan salah satu jenis kanker yang dapat dicegah dan dapat disembuhkan dari semua jenis kanker, kanker serviks tidak hanyaterjadi pada wanita dengan paritas tinggi, wanita dengan paritas rendah juga berisiko terkena kanker serviks. Pencegahan penyakit kanker serviks dapat diselenggarakan melalui penyuluhan kepada masyarakat tentang penyebab dan faktor terjadinya kanker serviks serta pentingnya deteksi dini melalui pemeriksaan papsmear. Paritas dengan kejadian kanker servik Berdasarkan hasil penelitian paritas tinggi dengan stadium 0 adalah 17 responden (42,5%) setelah dilakukan uji Mann-Whitney didapatkan Dari hasil uji mann whitney dengan = 0,05 dan hasil perhitungan 0,236 > 0,05 yang artinya Ho ditolak dan Ha diterima yaitu menunjukkan adanya hubungan antara paritas dengan kejadian kanker serviks. Wanita yang berpotensi besar menderita kanker servik ini adalah para wanita yang melakukan hubungan seksual di usia muda dan wanita sering berganti-ganti pasangan. Dari hasil penelitian penderita kanker serviks ini juga banyak yang berasal dari sosial ekonomi lemah. Perokok pasif atau pasif juga memiliki potensi menderita kanker serviks ini.
85
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Pada stadium awal tidak terdapat adanya gejala yang ditimbulkan dan sel-sel kanker tidak dapat diamati dengan mata telanjang, sehingga banyak penderita yang diketahui setelah stadium lanjut (stadium II ke atas) pada saat terjadinya gejala yang berupa keluarnya yang berbau busuk, pendarahan setelah berhungan seksual dan pegal di perut bagian bawah. Jika dilihat mata telanjang, kanker tumbuh seperti bunga kol. Seperti sifat bungan kol yang rapuh, bila digosok dengan tangan maka bunga kol akan jatuh berhamburan. Begitu juga dengan kanker ini sangat rapuh. Bila terkena sentuhan disaat hubungan seksual misalnya, maka kanker akan rontok dan berdarah, bahkan bisa terjadi perdarahan yang memerlukan perawatan. Penderita kanker serviks harus melakukan terapi, terapi kanker serviks termasuk terapi yang sangat maju perkembangannya, dan penerapannya tergantung dari stadium yang di derita, usia penderita, usia paritas, jumlah anak karena ada yang masih ingin punya anak, sosial ekonomi di daerah tersebut (Kharisma, 2009). Terapi yang mempertahankan rahim pada penderita yang masih ingin punya anak disebut konisasi yaitu pemotongan bentuk kerucut pada mulut rahim dan terbatas pada daerah yang terinfeksi saja sehingga fertilisasi masih dapat dipertahankan. Tujuan terapi untuk membantu penderita mengurangi rasa sakit dan menghentikan pendarahan. Sifat lain dari kanker serviks ini adalah dapat di deteksi dini dan bila diketahui pada stadium awal maka kanker ini 90% bisa diobati. Oleh sebab itu pakar kesehatan pada wanita indonesia dimanapun berada untuk melakukan pencegahan dengan melakukan deteksi dini. Deteksi ini dapat dilakukan dengan cara papsmear yang dilakukan rutin setahun sekali. E.
PENUTUP Hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa Paritas di RSUD Sidoarjo pada tahun 2009 adalah sebesar 40%, ibu dengan paritas rendah dan 60% ibu dengan paritas tinggi. Kejadian kanker serviks di RSUD Sidoarjo pada tahun 2009 pada stadium 0 42,5%, stadium I 45%, stadium II 12,5%. Oleh sebab itu para wanita perlu melakukan pencegahan dengan melakukan deteksi dini pada kanker serviks. Deteksi ini dapat dilakukan dengan cara papsmear yang dilakukan rutin setahun sekali. DAFTAR PUSTAKA Admin. 2008. Kiat mencegah kanker rahim (http.//www/indoforum.org/archive/index.php/t53696.html), diakses 29 April 2010 Elita 2008. Pengertian Ca Cervix.http://kanker. Muslim.com), diakses 29 April 2010 Farid aziz. 2002. Jenis – jenis kanker rahim para wanita waspadalah (http://kanker . muslim.com), diakses 26 April 2010 Gregg miller. 2008. Pengertian Kanker (http ://kanker.com), diakses 28 April 2010 Hacker, Nevile f.(2001). Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Hipokrates Hidayat, Aziz Alimul. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika Nursalam.2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Rineka Cipta Prawirohardjo, Sarwono. 2000. Maternal Dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Soepardiman. 2000. Macam-Macam Kanker. (http://gym7887.com), diakses 28 April 2010 Soepardiman. 2002. Penderita kanker terus meningkat (http ://www.mediaindo.co.id), diakses 28 April 2010 Sugiono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta : Alfabeta Vivi. 2008. Kiat Mencegah Kanker (http://indoforum.org/arvhive/index.php/t-53696.html, diakses 22 April 2010
86
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
KARAKTERISTIK IBU YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERDARAHAN POST PARTUM DI RB MEDIKA UTAMA WONOKUPANG BALONGBENDO SIDOARJO TAHUN 2009 Sarmini Moedjiarto Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto ABSTRAK Perdarahan post partum merupakan salah satu komplikasi persalinan yang dapat di pengaruhi oleh berbagai penyebab. Salah satu penyebab terjadinya perdarahan post partum yaitu jarak persalinan. Jarak persalinan yang terlalu dekat maupun terlalu jauh dapat beresiko terjadi perdarahan post partum. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah adakah hubungan jarak persalinan dengan perdarahan post partum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan jarak persalinan dengan perdarahan post partum. Jenis penelitian yang di gunakan adalah analitik dengan rancang bangun cross sectional. Variabel independenya jarak persalinan dan varibel dependenya adalah perdarahan post partum. Populasinya adalah semua ibu bersalin di RB Medika Utama Wonokupang kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo pada 1 Januari–31 Desember 2009 sebanyak 386 ibu bersalin. Jumlah sampel sebanyak 386 ibu bersalin dengan pengambilan sampel non probability sampling dengan teknik total sampling di mulai tanggal 22 Mei – 22 Juni 2010. Jenis pengumpulan data berupa data sekunder melalui observasi dengan instrumen ckeck list. Uji statistik yang di gunakan adalah exact fisher. Hasil penelitian di peroleh bahwa dari semua ibu bersalin yang memiliki jarak persalinan kurang dari 2 tahun adalah sebanyak 42 responden (10,8%) dan yang memiliki jarak persalinan ≥2 tahun sebanyak 344 responden ( 89,2%). Dan ibu bersalin yang mengalami perdarahan post partum sebanyak 33 responden (8,6%) dan yang tidak perdarahan post partum sebanyak 353 responden ( 91,4%).42 responden yang memiliki jarak persalinan kurang dari 2 tahun yang mengalami perdarahan post partum sebanyak 12 responden ( 3,1%) dan yang tidak mengalami perdarahan post partum sebanyak 30 responden ( 7,7%) Uji statistik yang di lakukan adalah uji statistik exact fisher dengan hasil p= 0,000. Hasil nilai uji Fisher exact 0,000
87
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
antara lain persalinan yang belum cukup bulan, bayi dengan berat badan rendah kurang dari 2500 gram (Poedji Rochjati, 2003 :56). Jarak persalinan yang sehat adalah 2-5 tahun yang aman diharapkan dapat mengembalikan fungsi–fungsi alat–alat kandungan (involusio). Jika jarak persalinan kurang dari 2 tahun atau lebih dari 5 tahun maka dapat mengakibatkan kematian maternal lebih besar yang diawali dengan berbagai penyulit diantaranya perdarahan post partum salah satunya (Poedji Rochjati, 2003 : 57). Perdarahan post partum adalah salah satu resiko terbesar yang menyebabkan terjadinya kematian maternal. Frekuensi perdarahan post partum di Amerika Serikat sekitar 5-10%. Dan dari laporan – laporan baik di negara maju dan negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5%-15%. dan di Indonesia komplikasi perdarahan post partum 5,1% dari seluruh persalinan (Admin, 2009 : 1). Berdasarkan pembangunan kesehatan Indonesia yang telah dicapai sampai tahun 2008, terdapat AKI (Angka Kematian Ibu) sebesar 248/100.000 KH/Kelahiran Hidup. Jumlah kematian ini masih tinggi dan jauh dibawah standart yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia untuk tahun 2010 yaitu menurunkan AKI sebesar 125/100.000 Kelahiran Hidup. Selain faktor kemiskinan dan masalah aksesibilitas penanganan kelahiran 75% hingga 85% kematian maternal disebabkan karena obstetrik langsung terutama akibat perdarahan. Padahal dari 90% dari kematian itu bisa dihindari (Depkes, 2009:1). Angka Kematian Ibu (AKI) di Propinsi Jawa Timur pada tahun 2008 terdapat 690.282 jumlah ibu hamil, dari jumlah kelahiran terdapat 357 kasus kematian ibu maternal, yang terjadi pada saat kehamilan 65 orang, kematian ibu saat bersalin 221 orang, dan kematian ibu nifas 68 orang (Dinkes JATIM, 2008 :1). Jumlah kematian ibu di Sidoarjo saat melahirkan meningkat dari 91,3/100.000 kelahiran hidup, pada tahun 2007 menjadi 112,6/100.000 kelahiran hidup. Peningkatan Angka Kematian Ibu (AKI) terjadi lantaran keterlambatan rujukan ke rumah sakit yang dilakukan petugas pembantu persalinan ibu, rendahnya asupan gizi yang dipengarui ekonomi rendah (Dinkes Sidoarjo, 2008 : 1). Perdarahan pasca persalinan adalah sebab penting kematian ibu, 25% kematian ibu disebabkan karena perdarahan. Dari penyebab perdarahan tersebut, perdarahan post partum yang paling sering. Bahkan 4 kali lebih tinggi dibandingkan perdarahan antepartum. Perdarahan post partum (HPP) disebabkan karena hal–hal berikut antara lain : (1). Atonia Uteri (50%-60%) yang disebabkan karena proses persalinan yang lama, pembesaran uterus berlebih pada waktu hamil/overdistensi uterus (pada hamil kembar/janin besar), persalinan yang sering atau multiparitas, anastesi yang dalam. (2). Retensio plasenta (16%-17%) yang disebabkan karena implantasi plasenta yang terlalu dalam pada dinding uterus. (3). Sisa plasenta (23%-24%) karena ada selaput plasenta/lobus yang tertinggal dalam uterus. (4). Laserai jalan lahir(4%-5%) dapat terjadi jika robekan lebar dan dalam, lebih-lebih jika mengenai pembuluh darah dapat menimbulkan perdarahan yang hebat. (5). Kelainan darah (0,5%-0,8%) karena kelainan proses pembekuan darah akibat hipofibrinogenemia (Solusio plasenta, Retensio janin mati dalam uterus, Emboli air ketuban) (Admin, 2009 :1). Perdarahan post partum dapat terjadi tiba – tiba dan bahkan sangat lambat, perdarahan sedang tetapi menetap dapat berlanjut dalam beberapa hari/minggu. Perdarahan dapat terjadi dini selama 24 jam setelah melahirkan atau lambat 24 jam setelah melahirkan, sampai hari ke 28 post partum (Bobak dkk, 2004;664). Upaya bidan untuk menangani perdarahan yaitu dengan meningkatkan upaya preventif seperti meningkatkan penerimaan keluarga berencana (KB) sehingga memperkecil jumlah grandemultipara dan memperpanjang jarak kehamilan. Melakukan konsultasi terhadap kehamilan ganda/dugaan janin besar (makrosomia) dan mengurangi peranan pertolongan persalinan oleh dukun tidak terlatih. Berdasarkan data rekam medis yang diperoleh dari Rumah Bersalin Medika Utama Wonokupang, Kecamatan Balong Bendo, Kabupaten Sidoarjo didapatkan data tahun 2008
88
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
yaitu jumlah persalinan didapat 572 persalinan dengan 366 persalinan normal (63,98%) dan 206 perabdominal (36,01%), 29 persalinan (5,06%) mengalami perdarahan post partum. Berdasarkan fenomena diatas yaitu kejadian perdarahan post partum sebanyak 5.06% merupakan angka yang tergolong tinggi pada kejadian patologi persalinan. Oleh sebab itu peneliti ingin meneliti lebih lanjut tentang hubungan jarak persalinan dengan perdarahan post partum di Rumah Bersalin Medika Utama Wonokupang, Kecamatan Balongbendo, Sidoarjo tahun 2009. B. 1.
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Dasar Jarak Persalinan a. Pengertian 1) Jarak persalinan adalah waktu antara persalinan terakhir dengan kehamilan sekarang (Mufdlilah, 2009 : 71). 2) Jarak persalinan adalah jarak kehamilan tak kurang dari 9 bulan hingga 24 bulan sejak kelahiran pertama (Agus Supriyadi, 2005 : 1). b. Faktor Penyebab Jarak Persalinan b. Jarak Persalinan Aman Jarak ideal untuk kehamilan yaitu tidak kurang dari 2 tahun dan lebih dari 5 tahun. Namun untuk jarak 2 tahun masih terdapat prasyarat, asalkan nutrisi ibu baik. "Bila gizi ibu tidak bagus, berarti tubuhnya belum cukup prima untuk kehamilan berikutnya‖. Perhitungan tidak kurang dari 9 bulan ini atas dasar pertimbangan kembalinya organ-organ reproduksi pada keadaan semula. Makanya ada istilah masa nifas, yaitu masa organ-organ reproduksi kembali ke masa sebelum hamil. Namun masa nifas berlangsung hanya empat puluh hari, sementara organ-organ reproduksi baru kembali pada keadaan semula minimal 3 bulan. 1) Faktor-faktor yang mempengarui jarak persalinan yaitu : a) Keadaan uterus Uterus sewaktu tidak hamil beratnya hanya 30 g. Setelah hamil, beratnya hampir 1 kg atau 1000 g. Kenaikannya hampir 30 kali lipat. Setelah persalinan, beratnya berkurang mencapai 60 g, untuk mencapai 30 g kembali butuh waktu kira-kira 3 bulan. b) Sistem aliran darah Selama hamil, ada sistem aliran darah dari ibu ke janin. Setelah lahir, tentunya aliran darah ini terputus. Untuk kembali ke kondisi aliran darah yang normal, ibu butuh waktu sekitar 15 hari setelah melahirkan. c) Gizi ibu selama hamil Untuk memulihkan energi, ibu harus meningkatkan gizinya. Energi baru benarbenar prima seperti keadaan sebelum melahirkan setelah 9 bulan. Kalau belum 9 bulan, belum begitu prima energi ibu walaupun kelihatan tubuhnya sehat-sehat saja. 2) Jarak Terlalu Dekat (< 2 tahun) Jarak kehamilan terlalu pendek atau kurang dari 9 bulan akan sangat berbahaya, karena organ-organ reproduksi seperti : uterus, serviks, vulva, perineum, dan sistem perkemihan belum kembali kekondisi semula. Ibu harus menjaga kondisi kehamilannya dengan lebih intensif, artinya, kehamilan tersebut harus terus dipantau lebih ketat. Seperti pada trimester I dan II dilakukan sebulan sekali, saat menginjak usia kehamilan 28 minggu 3 minggu sekali, di usia kehamilan 32 minggu dilakukan pemeriksaan 2 minggu sekali, dan setelah usia kehamilan 38 minggu seminggu sekali. Resiko jarak perrsalinan apabila terlalu dekat antara lain : a) Keadaan Gizi Ibu
89
HOSPITAL MAJAPAHIT
3)
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Keadaan gizi ibu yang belum prima ini membuat gizi janinnya juga sedikit, hingga pertumbuhan janinnya tak memadai yang dikenal dengan istilah PJT atau pertumbuhan janin terhambat. b) Kelahiran Premature Kemungkinan kelahiran prematur juga bisa terjadi pada kehamilan jarak dekat, terutama bila kondisi ibu juga belum begitu bagus. Padahal, kelahiran prematur erat kaitannya dengan kematian, khususnya jika paru-paru bayi belum terbentuk sempurna. c) Plasenta Previa Plasenta previa sangat erat kaitannya dengan gizi yang rendah, karena plasenta punya kecenderungan mencari tempat yang banyak nutrisinya. Kalau yang banyak nutrisinya itu terletak di bagian bawah uterus atau rahim, maka di situlah ia akan menempel. Akibatnya bisa menutup jalan lahir yang memungkinkan untuk terjadi perdarahan. d) Kekurangan Gizi Pada kehamilan jarak dekat, kemungkinan kekurangan gizi ini amat besar sebab ibu masih menyusui bayinya. Dengan demikian nutrisi ibu jadi berkurang, hingga janinnya juga bisa semakin kekurangan gizi. Oeh karena itu, jika ketahuan hamil, pemberian ASI sebaiknya segera dihentikan. Karena dapat mengakibatkan keguguran. Selama menyusui, ada pengaruh oksitosin pada isapan mulut bayi. Oksitosin ini membuat perut ibu jadi tegang atau kontraksi. Pada kehamilan muda, bisa terjadi perdarahan atau ancaman keguguran. e) Partus Lama Jika ibu bisa mempertahankan kehamilannya hingga waktu persalinan tiba, tidak berarti aman-aman saja. Soalnya, bukan tak mungkin kendala justru menghadang saat persalinan. Bahayanya, ibu mengalami kelelahan saat proses persalinan. Untuk mengejan dan hisnya juga susah. Hingga bisa menimbulkan partus atau persalinan lebih lama (Agus Supriyadi, 2005 : 5). f) Perdarahan Post Partum Jarak persalinan kurang dari 2 tahum beresiko terjadinya perdarahan post partum, Hal ini disebabkan karena organ-organ reproduksi yang belum kembali ke kondisi semula, sehingga dapat menyebabkan terganggunya kontraksi uterus yang memicu terjadinya atonia uteri sehingga menyebabkan perdarahan post partum. Jarak Terlalu Jauh Jarak kehamilan tidak boleh lebih dari 5 tahun. Seorang ibu juga harus memikirkan usia saat kehamilan berikutnya, berarti ibu masuk dalam kategori resiko tinggi. Sementara usia reproduksi yang paling bagus adalah 20-30 tahun. Resiko yang dapat terjadi bila jarak persalinan terlalu jauh: a) Perdarahan Post Partum Ibu hamil usia di atas 35 tahun punya resiko 4 kali lipat dibanding sebelum usia 35 tahun. Tidak hanya itu, saat persalinan juga berisiko terjadi perdarahan post partum. Hal ini disebabkan otot-otot rahim tak selentur dulu, sehingga saat mengkerut kembali bisa terjadi gangguan yang berisiko terjadi Hemorargi Post Partum (HPP). b) Preeklamsi dan eklamasi Risiko terjadi preeklamsi dan eklamsi juga sangat besar, karena terjadi kerusakan sel-sel endotel dan sirkulasi darah ibu ke janin dan plasenta terganggu, hingga suplai makanan dari ibu ke janin terganggu pula. c) Masalah Psikis Bahaya lain juga dapat terjadi seperti masalah psikis. Bila saja ibu sudah lupa dengan cara menghadapi kehamilan dan persalinan. Misalnya bagaimana cara mengejan sehingga dapat menimbulkan stress baru lagi (Agus Supriyadi, 2005:7).
90
HOSPITAL MAJAPAHIT 2.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Konsep Dasar Perdarahan Post Partum a. Definisi : 1) Perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah persalinan berlangsung (Hanifa, 2005 : 188). 2) Perdarahan post partum adalah kehilangan 500 ml darah atau lebih setelah kelahiran pervaginam (Bobak dkk, 2004 : 663). 3) Perdarahan post partum adalah kehilangan darah sebanyak 500 ml atau lebih dari traktus genetalis setelah melahirkan (WHO, 2002 : 44). 4) HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Dongoes, 2001 : 54). b. Pembagian Perdarahan Post Partum Perdarahan post partum di bagi menjadi 2 yaitu : 1) Perdarahan post partum dini/primer terjadi dalam 24 jam pertama setelah melahirkan (early post partum hemorrhage). Hampir selalu disebabkan karena atonia uteri, laserasi jalan lahir, retensio plasenta, dan sisa plasenta (Bobak dkk, 2004 : 664). Penyebab : a) Uterus atonik terjadi karena plasenta, selaput ketuban tertahan dan overdistensi uterus b) Trauma genital (meliputi penyebab spontan dan trauma akibat penetalaksanaan/gangguan). Misalnya kelahiran yang menggunakan peralatan termasuk SC dan episiotomi. c) Kolagulasi intravaskuler desiminata (jarang terjadi) d) Invertio Uteri (jarang terjadi) 2) Perdarahan post partum lanjut/sekunder terjadi 24 jam setelah melahirkan sampai hari ke 28 post partum (late post partum hemorrhage). Paling umum merupakan akibat sub involusio tempat plasenta, jaringan plasenta tertahan atau infeksi (Bobak dkk, 2004 : 664). Penyebab : a) Fragmen plasenta/selaput ketuban tertahan b) Pelepasan jaringan mati setelah persalinan macet (dapat terjadi di servik, vagina, kandung kamih, dan rektum) 3) Terbukanya luka pada uterus (setelah SC atau rupture uteri) c. Etiologi Kehilangan darah terjadi akibat arterial spiral miometrium dan vena desi dua sebelumnya di drainase ruang intervilus palsenta karena kontraksi dalam rahim yang sebagian kosong menyebabkan perusakan plasenta, terjadilah perdarahan dan berlanjut hingga otot rahim berkontaksi disekitar pembuluh darah dan bekerja sebagai pengikat fisiologik anatomi. Kegagalan kontraksi rahim setelah pemisahan plasenta (atonia uteri) mengakibatkan perdarahan yang berlalu banyak di tempat plasenta (Hacker, 2001: 319). Perdarahan pada suatu tempat didalam tubuh baru terjadi jika keutuhan pembuluh darah terganggu atau terbuka dan mekanisme pembekuan darah tidak mampu membendungnya. Frekuensi perdarahan post partum 4/5%-15% dari seluruh persalinan berdasarkan penyebabnya : 1) Atonia Uteri (50%-60%) Akibat kurangnya kuatnya otot-otot uterus untuk berkontraksi sehingga menyebabkan pembuluh darah dan bekas perlekatan plasenta terbuka sehingga perdarahan terus menerus. Faktor predisposisinya adalah : a) Umur yang terlalu tua atau muda b) Paritas, sering dijumpai pada multipara dan grandemulti c) Partus lama dan partus terlantar d) Uterus yang terlalu tegang : gemeli, hidramnion dan janin besar e) Obstetrik operatif dan narkosa
91
HOSPITAL MAJAPAHIT
d.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
f) Keluhan pada uterus seperti mioma uteri g) Faktor sosial, ekonomi dan nutrisi h) Keadaan anemia 2) Retensio Plasenta (16%-17 %) Retensio plasenta adalah tertahannya sisa plasenta melebihi 30 menit setelah bayi lahir (Prawiroharjo, 2005 : 656). Akibat-akibat dari retensio plasenta adalah : a) Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tambah melekat lebih dalam. b) Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uterus atau akan menyebabkan perdarahan banyak karena adanya lingkaran konstriksi dan pada bagian segmen bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala III yang akan mengahalangi plasenta keluar. Retensio plasenta bsa terjadi seluruh atau sebagian plasenta masuk terdapat di dalam rahim sehingga akan mengganggu kontraksi dan retraksi menyebabkan sinus-sinus darah tetap terbuka menimbulkan terjadinya perdarahan post partum, begitu bagian plasenta terlepas dari dinding rahim, maka perdarahan terjadi di bagian tersebut bagian plasenta yang masih melekat, mengimbangi retraksi miometrium dan perdarahan berlangsung sampai sisa plasenta tersebut terlepas seluruhnya. 3) Sisa plasenta dan selaput ketuban (23%-24%) Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus sehingga masih ada perdarahan yang tetap terbuka dan akan menyebabkan terjadinya perdarahan (Sarwono, 2005 : 189). Perdarahan post partum dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau selaput janin. Bila hal tersebut terjadi harus segera di keluarkan secara manual atau dikiret dan disusul dengan pemberian obat-obatan oksitosin intravena (Sarwono, 2005:197). 4) Robekan jalan lahir (5%-6%) Perlukaan jalan lahir karena persalinan dapat mengenai perineum, vulva, vagina dan uterus. Jenis perlukaan ringan berupa luka lecet, yang berat berupa suatu robekan yang disertai perdarahan hebat. Pada primigravida yang melahirkan bayi cukup bulan, perlukan jalan lahir tidak dapat dihindarkan (Sarwono, 2005 : 409). Pada umumnya luka yang kecil dan supervisial tidak terjadi perdarahan yang banyak, akan tetapi jika robekan jalan lahir lebar dan dalam, lebih-lebih jika mengenai pembuluh darah menimbulkan perdarahan yang hebat (Sarwono, 2005 : 180). Adapun perlukaan jalan lahir dapat terjadi pada : a) Dasar panggul berupa episiotomi atau robekan perineum spontan b) Vulva dan vagina c) Serviks uteri d) Uterus 5) Kelainan darah (0,4%-0,6%) Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia. Tanda-tanda yang sering dijumpai : a) Perdarahan yang banyak b) Solusio plasenta c) Kematian janin yang lama dalam kandungan d) Pre eklamsi dan eklamsi e) Infeksi, hepatitis dan syok septik Penyakit darah seperti anemia berat yang tidak di obati selama kehamilan tua dapat menyebabkan partus lama, perdarahan dan infeksi. Perdarahan dapat disebabkan oleh gangguan pembekuan darah karena meningkatnya aktifitas fibrinilitik dan turunnya kadar fibrinogen serum (Sarwono, 2002 : 458). Faktor predisposisi yang menyebabkan perdarahan post partum adalah sebagai berikut :
92
HOSPITAL MAJAPAHIT 1)
2)
3)
4)
5)
6)
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Anemia Seseorang baik pria maupun wanita, dinyatakan menderita anemia apabila kadar hemoglobin dalam darahnya kurang dari 12 gr/100 ml. Anemia lebih sering dijumpai dalam kehamilan. Keperluan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang untuk wanita hamil yang memiliki Hb kurang dari 10 gr/100 ml barulah dikatakan menderita anemia dalam kehamilan (Hanifa, 2005 : 448). Anemia akan membuat maternal merasa lelah dan kurang mampu merawat dirinya sendiri, meyusui dan memberi makan bayinya serta keluarganya. Hal tersebut akan mempengaruhi kesehatan dan keamanan seluruh keluarga (WHO, 2002 : 46). Berbagai penyulit dapat timbul karena anemia seperti : a) Abortus b) Partus premature c) Partus lama karena inertia uteri d) Perdarahan post partum karena atonia e) Syok f) Infeksi (Hanifa, 2005 : 45). Overdistensi uterus a) Gemeli Kehamilan kembar adalah salah satu kehamilan dengan 2 janin atau lebih. Bahaya bagi ibu pada kehamilan kembar lebih besar dari pada kehamilan tunggal, kerena sering terjadi anemia, pre eklamsi dan eklamsi, operasi obstetric dan perdarahan post partum (Hanifa, 2005 : 396). b) Hidramnion Hidramnion adalah suatu keadaan dimana jumlah air ketuban lebih banyak dari normal, biasanya lebih dari 2 liter. Hidramnion berpotensi terjadi atonia uteri yang berakibat pada perdarahan post partum karena peregangan uterus yang berlebihan (Hanifa, 2005 : 252). c) Janin besar (janin > 4000 gr) Multi paritas Uterus yang melahirkan banyak anak cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala dalam persalinan. Karena ibu sering melahirkan, maka, kemungkinan akan di temui keadaan kesehatan terganggu anemia, kurang gizi, kekendoran dinding perut, tampak ibu dengan perut menggantung, kekendoran dinding rahim, sedangkan bahaya yang dapat terjadi antara lain adalah kelainan letak, robekan rahim pada kelainan lintang persalinan lama, perdarahan pasca persalinan (Rochjati, 2003 : 60). Jarak persalinan Jarak persalinan yang sehat adalah 2-5 tahun. Yang mana dapat mengembalikan fungsi–fungsi organ kandungan (involusio). Jika jarak persalinan kurang dari 2 tahun atau lebih dari 5 tahun, maka dapat mengakibatkan berbagai macam penyulit terutama untuk kesehatan fisik dan rahim yang masih belum cukup istirahat dan pemulihan kesehatan secara keseluruhan. Apabila berlanjut dapat mengakibatkan kematian maternal 2 1/5 kali lebih besar (Rochjati, 2003 : 56). Persalinan lama Persalinan lama dapat menyebabkan kelelahan. Bukan hanya rahim yang lelah cenderung berkonsentrsi lemah setelah melahirkan. Tetapi juga ibu yang keletihan kurang mampu bertahan terhadap kehilangan darah (Oxorn, 2003 : 414). Persalinan dengan tindakan narkosa Melahirkan dengan tindakan ini mencakup prosedur terhadap prosedur operatif seperti forcep tengah dan versi ekstraksi yang mempunyai komplikasi perdarahan.
93
HOSPITAL MAJAPAHIT
e
f.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Anastesi inhalasi yang dalam dan lama merupakan faktor yang sering menjadi penyebab terjadinya relaksasi miometrium yang menjadi penyebab terjadinya kontraksi serta retraksi atonia uteri dan perdarahan post partum (Oxorn, 2003 : 419). Manifestasi klinis Perdarahan post partum perlu diperhatikan ada perdarahan yang membuat hipotensi dan anemia. Apabila dibiarkan terus pasien akan jatuh dalan keadaan syok. Perdarahan yang terjadi dapat deras dan merembes saja, perdarahan yeng deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani. Sedangkan perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian yang seharusnya. Perdarahan yang bersifat merembes ini bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus dicatat dan ditampung. Kadang-kadang perdarahan tidak terjadi keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan dari tingginya fundus uteri setelah uri lahir (Hanifa, 2005 : 189). Gejala klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah banyak (>500 ml), nadi lemah, pucat, lokhe berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, dan mual. 1) Gejala klinis perdarahan post partum a) Perdarahan pervaginam b) Konsistensi rahim lunak c) Fundus uteri naik (kalau pengaliran darah terhalang oleh bekuan darah atau selaput janin) 2) Tanda-tanda syok Diagnosis Tabel 42. Diagnosis perdarahan post partum Gejala dan tanda yang Diagosis Gejala dan tanda yang selalu ada kadang ada kemungkinan a. Uterus tidak berkontraksi dan a. Syok Atonia Uteri lembek b. Perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan pasca perdarahan primer ) a. Perdarahan segera a. Pucat Robekan Jalan b. Darah segar yang mengalir b. Lemah Lahir segera setelah anak lahir c. Menggigil c. Uterus berkontraksi baik d. plasenta lengkap a. Plasenta belum lahir setelah 30 a. tali pusat putus akibat Retensio menit traksi berlebih plasenta b. Perdarahan segera b. invertia uteri akibat tarikan c. perdarahan berlanjut a. Plasenta/sebagian selaput a. Uterus berkontraksi Tertinggalnya (pembuluh darah tidak lengkap) tetapi tinggi fundus uteri sebagian b. Perdarahan segera tidak berkurang plasenta a. Uterus tidak teraba b. Lumen vagina teraba masa c. Tampak tali pusat (jika plasenta lahir) d. Nyeri sedikit atau berat
a. Syok neurogenik b. Pucat dan limbung
94
Invertio Uteri
HOSPITAL MAJAPAHIT
g.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
a. Sub involusio uterus a. Anemia Perdarahan b. Nyeri tekan perut bagian bawah b. Demam terlambat c. Perdarahan > 24 jam setelah endometritis/sisa persalinan, perdarahan sekunder, plasenta perdarahan bervariasi (terinfeksi atau (ringan/berat, terus/tidak teratur tidak) dan berbau/infeksi) (Syaifuddin, 2005 : 175) Penanganan dan pencegahan perdarahan post partum 1) Pencegahan perdarahan post partum Mencegah atau sekurang-kurangnya bersikap siaga pada kasus-kasus yang di sangka terjadi peradarahan adalah penting. Tindakan peradarahan tidak hanya dilakukan sewaktu bersalin, namun dimulai sejak hamil dengan melaksanakan antenatal care dengan baik. Ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan post partum sangan di anjurkan untuk bersalin di rumah sakit. 2) Penanganan umum a) Meminta bantuan segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada sampai UGD b) Melakukan pemeriksaan secara tepat keadaan ibu termasuk tanda-tanda vital c) Tanda-tanda syok terlihat, evaluasi cepat, kemudian tangai syok d) Pastikan kontraksi uterus baik e) Pasang infuse cairan intravena f) Kateter atau pantau cairan keluar dan cairan masuk g) Periksa kelengkapan plasenta h) Periksa robekan serviks, vagina dan perineum i) Uji darah Untuk daerah terpencil dimana terdapat bidan, maka bidan melakukan tindakan dengan urutan : a) Pasang infuse b) Pemberian uterotonuka intravena 3-5 unit oksitosin/ergometrin 0,5 – 1 cc c) Kosongkan kandung kemih dan masase uterus (fundus ) d) Menekan uterus ( perasat crede ) e) Periksa apa masih ada plasenta yang tertinggal f) Bila masih berdarah dalam keadaan darurat dapat melakukan penekanan pada fundus uteri/kompresi bimanual.
C. METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah Analitik. Rancang bangun penelitian yang digunakan adalah Studi Cross Sectional yang merupakan rancangan penelitian pada saat bersamaan (sekali waktu) antara faktor resiko/paparan dengan penyakit (Hidayat, 2007 : 56). Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan faktor resiko adalah jarak persalinan dan perdarahan post partum sebagai efeknya 2. Hipotesis Menurut Notoatmodjo (2005) hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian yang dirumuskan dalam bentuk hubungan antara dua variabel dan merupakan pernyataan yang harus dibuktikan. Hipotesis dalam penelitian ini adalah : H1 : Ada hubungan jarak persalinan dengan perdarahan post partum di Rumah Bersalin Medika Utama, Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo tahun 2009. 3. Variabel Dan Definisi Operasional Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel ini dikenal dengan nama variabel bebas dalam
95
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
mempengaruhi variabel lain (Hidayat, 2007 : 37). Variabel independen/variabel bebas dalam penelitian ini adalah jarak persalinan. Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi/dapat berubah akibat pengaruh variabel independen (Hidayat, 2007 : 37). Variabel dependen/variabel terikat dalam penelitian ini adalah perdarahan post partum. Tabel 43. Definisi Operasional Hubungan Jarak Persalinan Dengan Perdarahan Post Partum Di Rumah Bersalin Medika Utama Wonokupang, Kecamatann Balongbendo, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009 Variabel Independen : jarak persalinan
Dependen : Perdarahan post partum
Definisi Operasional Jarak atau interval antara persalinan terakhir dengan kehamilan sekarang (Mufdlilah, 2009 : 71). Alat ukur yang digunakan yaitu format pengumpulan data (cheklist) Kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran. (Dongoes, 2001 : 54) Alat ukur yang digunakan yaitu format pengumpulan data (cheklist)
4.
5.
Kriteria Jarak <2 tahun : 1 Jarak ≥2 tahun : 2 (Poedji Rochjati, 2003:56)
Skala Nominal
1. Ibu bersalin dengan HPP > 500 ml : 1 2. Ibu bersalin dengan tidak HPP < 500 ml :2 (Dongoes, 2001 : 54)
Nominal
Populasi, Sampel Dan Instrumen Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin di Rumah Bersalin Medika Utama, Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo pada 1 Januari-31 Desember 2009 sebanyak 386 ibu bersalin. Sampel yang di gunakan dalam penelitian ini adalah Non Probability Sampling dengan teknik Total sampling, yaitu mengambil seluruh anggota populasi sebagai sampel. Sampel yang di gunakan adalah sebanyak 386 ibu bersalin pada pada 1 Januari – 31 Desember 2009 . Teknik dalam pengumpulan data ini adalah menggunakan teknik observasi sehingga menghasilkan data sekunder. yang di peroleh dari buku register ibu bersalin di Rumah bersalin Medika Utama, Wonokupang Kecamatan Balong Bendo Kabupaten Sidoarjo dari tanggal 1 Januari sampai 31 Desember 2009 dengan menggunakan format pengumpul data (Cheklist) data sekunder dan di tabulasi kemudian dianalisa. Teknik Analisis Data a. Tahapan univariat 1) Variabel independen (Jarak Persalinan ) Data dalam penelitian ini adalah data nominal, setelah data di peroleh dari register ibu bersalin kemudian data ditabulasikan dan dikelompokkan sesuai dengan sub variabel yang diteliti. Kejadian yang diharapkan diberi kode 1 dan penilaian. Kejadian dengan jarak persalinan <2 tahun diberi kode 1 dan jarak persalinan ≥2 tahun diberi kode 2, kemudian ditabulasi dan dianalisis dengan menggunakan distribusi frekuensi dalam bentuk presentase dengan rumus :
P ( Budiarto, 2001 : 37 )
96
f x100% n
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Keterangan : P : Presentase f : Jumlah frekuensi n : Jumlah populasi 2)
Variabel dependen (Perdarahan post partum) Data dalam penelitian ini adalah data nominal, kemudian data dengan jarak persalinan (<2 tahun dan ≥2 tahun) yang mengalami perdarahan post partum yang diperoleh dari register ibu bersalin di beri kode 1 dan yang tidak mengalami perdarahan post partum diberi kode 2, kemudian ditabulasi dan dianalisis dengan menggunakan distribusi frekuensi dalam bentuk presentase.
P
b.
f x100% n
(Budiarto, 2001 : 37) Keterangan : P : Presentase f : Jumlah frekuensi n : Jumlah populasi Tahapan bivariat Dari kedua data tersebut (Jarak persalinan dengan perdarahan post partum) yang keduanya berskala data nominal, maka uji statistik yang di gunakan yaitu uji Chi Squre yaitu melalui rumus sebagai berikut :
rumus x 2
N ad bc 2 a bc d a c b d
Keterangan : X2 : Koefisien korelasi Chi Squre N : Nilai sampel a : Sel a b : Sel b c : Sel c d : Sel d Data disajikan dalam bentuk tabulasi silang dengan kriteria X2 hitung lebih besar 2 dari X tabel, maka H1 di terima, Ho ditolak artinya ada hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Sebaliknya apabila X2 hitung lebih kecil dari X2 tabel, maka H1 ditolak, Ho diterima artinya tida ada hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Tetapi apabila uji Chi Squre tidak terpenuhi yaitu adanya sel dengan frekuensi harapan < 5, maka dilakukan uji Fisher Exact dengan rumus : a b!(c d )!(a c)!(b d ) P n!a!b!c!d Dimana : a = sel a : baris 1 kolom 1 b = sel b : baris 1 kolom 2 c = sel c : baris 2 kolom 1 d = sel d : baris 2 kolom 2 Jika nilai p< 0.05 maka Ho ditolak, H1 diterima artinya ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dan variabel dependen, sebaliknya jika nilai p>0.05 maka Ho diterima, H1 ditolak artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dan variabel dependen.
97
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
D. HASIL PENELITIAN 1. Data Umum a. Distribusi frekuensi responden berdasarkan Usia Tabel 44. Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Berdasarkan Usia di RB Medika Utama Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo 1 Januari – 31 Desember 2009 No. Usia Jumlah Presentase (%) 1. < 20 Tahun 67 17,4 2. 20-30 Tahun 236 61,2 3. > 30 Tahun 83 21,4 Jumlah 386 100 Sumber : Register ibu bersalin RB Medika Utama Berdasarkan tabel 44 diatas menunjukkan bahwa dari 386 responden sebagaian besar ibu bersalin berusia 20 - 30 Tahun, yaitu sebanyak 236 responden ( 61,2% ). b. Distribusi frekuensi responden berdasarkan Pendidikan Tabel 45. Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Berdasarkan Pendidikan di RB Medika Utama Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo 1 Januari – 31 Desember 2009 No. Pendidikan Jumlah Presentase ( % ) 1. Tidak sekolah 5 1,1 2. SD 115 29,8 3. SMP 158 41,0 4. SMA/Sederajat 93 24,2 5. Perguruan Tinggi 15 3,9 Jumlah 386 100 Sumber : Register ibu bersalin RB Medika Utama Berdasarkan tabel 46 diatas menunjukkan bahwa dari 386 responden hampir setengah dari ibu bersalin yang berpendidikan SMP yaitu sebanyak 158 responden (41,0%). c. Distribusi frekuensi responden berdasarkan Pekerjaan Tabel 46. Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Berdasarkan Pekerjaan di RB Medika Utama Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo 1 Januari – 31 Desember 2009 No. Pekerjaan Jumlah Presentase (%) 1. Bekerja 80 20,8 2. Tidak Bekerja 306 79,2 Jumlah 386 100 Sumber : Register ibu bersalin RB Medika Utama Berdasarkan tabel 46 diatas menunjukkan bahwa dari 386 responden hampir seluruhnya ibu bersalin tidak bekerja yaitu sebanyak 306 responden ( 79,2% ). d. Distribusi frekuensi responden berdasarkan Paritas Tabel 47. Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Berdasarkan Paritas di RB Medika Utama Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo 1 Januari – 31 Desember 2009 No. Paritas Jumlah Presentase (%) 1. 1 150 38,8 2. 2–4 186 48,3 3. >5 50 12,9 Jumlah 386 100 Sumber : Register ibu bersalin RB Medika Utama
98
HOSPITAL MAJAPAHIT
2.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Berdasarkan tabel 47 diatas menunjukkan bahwa dari 386 responden hampir setengah ibu bersalin mempunyai paritas 2-4 yaitu sebanyak 186 responden (48,3%). Data Khusus Data khusus ini menggambarkan tentang jarak persalinan ibu dan ibu bersalin yang mengalami perdarahan post partum, serta tabulasi silang jarak pesalinan ibu dengan perdarahan post partum di Rumah Bersalin Medika Utama Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo Periode 1 Januari sampai 31 Desember 2009. a. Jarak Persalinan Berikut ini di sajikan tabel mengenai kejadian jarak persalinan ibu di Rumah Bersalin Medika Utama Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo 1 Januari - 31 Desember 2009 Tabel 48. Distribusi Frekuensi Relatif Kejadian Jarak Persalinan Ibu di RB Medika Utama Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo 1 Januari – 31 Desember 2009 No. Jarak Persalinan Jumlah Presentase (%) 1. < 2 tahun 42 10,8 2. ≥ 2 tahun 344 89,2 Jumlah 386 100 Sumber : Register ibu bersalin RB Medika Utama Berdasarkan tabel 48 diatas menunjukkan bahwa hampir seluruhnya responden ibu bersalin mempunyai jarak persalinan ≥ 2 tahun yaitu sebanyak 344 responden (89,2%) b. Perdarahan Post Partum Berikut ini di sajikan tabel mengenai kejadian perdarahan post partum di Rumah Bersalin Medika Utama Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009 Tabel 49. Distribusi frekuensi Relatif Kejadian Perdarahan Post Partum di RB Medika Utama Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo 1 Januari – 31 Desember 2009 No. Perdarahan Post Partum Jumlah Presentase(%) 1. Perdarahan post partum > 500 ml 33 8,6 2. Tidak perdarahan post partum < 500 ml 353 91,4 Jumlah 386 100 Sumber : Register ibu bersalin RB Medika Utama Berdasarkan tabel 49 diatas menunjukkan bahwa dari 386 responden hampir seluruhnya ibu bersalin tidak terjadi perdarahan post partum yaitu sebanyak 353 responden (91,4%). c. Hubungan jarak persalinan dengan perdarahan post partum Berikut ini akan di sajikan keterkaitan antara kedua variabel yaitu jarak persalinan dengan perdarahan post partum di Rumah Bersalin Medika Utama Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009 Tabel 50. Tabulasi Silang jarak persalinan Dengan Perdarahan Post Partum di RB Medika Utama Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo 1 Januari – 31 Desember 2009 Perdarahan Post Partum Jumlah Ya (%) Tidak (%) Total (%) 12 3,1 30 7,7 42 10,8 Jarak Persalinan <2 thn 21 5,5 323 83,7 344 89,2 ≥2 thn Jumlah 33 8,6 353 91,4 386 100
99
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Berdasarkan tabel 50 menunjukkan bahwa dari 386 responden hampir seluruhnya yang memiliki jarak pesalinan ≥ 2 thn dan tidak mengalami perdarahan post partum yaitu 323 responden (83,7%). Untuk mengetahui hubungan antara jarak persalinan dengan perdarahan post partum maka dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square, karena dengan menggunakan uji Chi Square tidak terpenuhi yaitu adanya sel dengan frekuensi harapan <5, maka dilakukan uji Fisher Exact yaitu dengan hasil p= 0,000.Karena nilai uji Fisher exact 0,000
2.
PEMBAHASAN Jarak Persalinan Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa hampir seluruh responden ibu bersalin mempunyai jarak persalinan ≥ 2 tahun yaitu sebanyak 344 responden (89,2%). Menurut Poedjirochyati (2003 : 56) jarak persalinan adalah salah satu penyebab perdarahan post partum yang bisa berakhir dengan kematian ibu. Apabila jarak persalinan terlalu dekat (<2 tahun) atau terlalu jauh lebih dari 5 tahun akan sangat berbahaya karena hal tersebut dapat memicu terjadinya perdarahan. Berdasarkan data diatas banyak faktor yang mempengarui jarak persalinan antara lain ada faktor usia, paritas, dan pendidikan. Hal ini dapat dapat ditunjukkan dari data yang diperoleh dengan jarak persalinan kurang dari 2 tahun sebagian kecil ibu mempunyai paritas (24) yaitu sebanyak 21 responden (3,9%), dari segi usia responden sebagian kecil ibu bersalin berusia 20-30 yaitu tahun sebanyak 21 responden (4,7%), dari segi pendidikan sebagian kecil ibu bersalin berpendidikan SD yaitu 15 respoden (2,8%). Jarak persalinan juga dapat dipengarui oleh umur, pendidikan dan paritas. Apabila ibu hamil pertama dengan umur yang cukup matang, maka ibu dapat mengerti dan mengatur jarak persalinan yang aman yaitu lebih dari dua tahun. Sedangkan dilihat dari segi pendidikan, bila semakin tinggi tingkat pendidikan seorang ibu semakin baik pula tingkat pengetahuannya sehingga ibu dapat mengatur jarak persalinan antara anak pertama dengan anak berikutnya. Kemudian dilihat dari segi paritas bila ibu terlalu sering melahirkan kemungkinan akan ditemui keadaan kesehatan terganggu, seperti anemia, kurang gizi, kekendoran pada dinding perut. Hal ini dapat mempengarui keselamatan dan kesehatan tubuh ibu dan janin. Hal ini menunjukkan bahwa ibu bersalin perlu mengatur persalinan agar tidak membahayakan kondisi ibu dan janin. Dan dengan digalakkan dengan progam KB dari pemerintah di harapkan untuk semua ibu untuk mengatur jarak persalinan sehingga dapat mengurangi angka kematian ibu dan janin. Perdarahan Post Partum Berdasarkan data hasil penelitian dapatkan bahwa dari 386 responden hampir seluruhnya tidak terjadi perdarahan post partum yaitu sebanyak 353 responden (96,4%). Perdarahan post partum merupakan kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya. Kadang-kadang hanya setengah dari yang sebenarnya. Darah tersebut tercampur amnion atau urine ( Sarwono, 2005; 450 ). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan faktor lain penyebab terjadinya perdarahan post partum antara lain adalah usia dan paritas. Pada responden dengan usia 20 - 30 tahun sebagaian besar kecil mengalami perdarahan post partum yaitu sebanyak sebanyak 19 responden (7,1%). Setiap bertambahnya usia maka terjadi perubahan pada jaringan alat-alat kandungan . Jika usia ibu terlalu muda rahim dan panggul ibu belum tumbuh mencapai ukuran yang dewasa. Akibatnya diragukan keselamatan dan kesehatan janin dalam kandungan. Selain itu juga beresiko terjadi perdarahan setelah bayi lahir. Apabila umur ibu terlalu tua yaitu lebih dari 35 tahun maka akan terjadi kelemahan otot-otot rahim, dan organ kandungan menua sehingga
100
HOSPITAL MAJAPAHIT
3.
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
kemungkinan dapat terjadi preeklamsia, ketuban pecah dini, persalinan macet, dan perdarahan post partum (Poedjirochyati, 2003 : 62). Pada responden yang paritas 2-4 yaitu sebanyak 16 responden (4,6%) mengalami perdarahan post partum. Bila ibu sering melahirkan maka akan terjadi kekendoran pada otot dinding rahim sehingga kondisi ini dapat membahayakan kondisi ibu dan janin. Diantaranya kelainan letak, robekan rahim pada kelainan letak lintang, persalinan lama dan perdarahan post partum (Poedjirochyati, 2003 : 62). Dari data diatas menunjukkan bahwa ibu bersalin yang usianya lebih tua dan mempunyai paritas tinggi mempunyai pengaruh terhadap perdarahan post partum dikarenakan fungsi pada uterus sudah berkurang. Data ini menunjukkan bahwa usia dan paritas ibu bersalin mempengarui terjadinya perdarahan post partum. Perdarahan post partum dapat juga timbul karena salah penanganan kala III persalinan dengan memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedangkan sebenarnya plasenta belum terlepas. Kadang-kadang perdarahan kelaianan proses pembekuan darah akibat dari hipofibrinogenemia (solusio plasenta, retensio plasenta, retensi jani mati dalam uterus, emboli air ketuban). Apabila sebagian plasenta lepas sebagaian lagi belum, terjadi perdarahan karena uterus tidak berkontraksi dengan baik pada batas antara dua bagian itu. Selanjutnya, apabila sebagian besar plasenta sudah lahir tapi sebagaian plasenta masih melekat pada dinding uterus, dapat timbul perdarahan pada masa nifas. Perlukaan jalan lahir yang juga dapat menyebabkan perdarahan sebab terpenting perdarahan post partum adalah atonia uteri. Ini terjadi akibat dari partus lama, pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil seperti hamil kemba, hidramnion, atau janin besar, multiparitas, anastesi yang dalam, dan anastesi lumbal. Oleh karena itu perdarahan post partum perlu diwaspadai karena dapat menimbulkan kematian pada ibu. Hubungan Jarak persalinan dengan perdarahan post partum Berdasarkan tebel diats dapat di ketahui bahwa dari 386 responden sebagian kecil ibu bersalin yang memiliki jarak persalinan kurang dari 2 tahun yaitu sebanyak 12 responden (3,1%) yang mengalami perdarahan post partum. Dan dibuktikan dengan uji statistik Fisher exact karena frekuensi harapan pada 1 sel < 5 dan di dapatkan hasil 0,000
101
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
perdarahan post partum maupun riwayat perdarahan post partum pada persalinan sebelumnya dianjurkan untuk bersalin di Rumah Sakit. Selain penanganan obstetrik yang baik di harapkan juga dapat digalakkan program KB (Keluarga Berencana ) dengan alasan program KB dapat mencegah proses kehamilan dan dapat memperpanjang jarak persalinan. Pertolongan yang dapat diberikan oleh ibu diantaranya yaitu diberikan komunikasi, informasi, edukasi agar melakukan perawatan kesehatan yang teratur. Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa jarak persalinan mempunyai hubungan dengan perdarahan post partum. F.
PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa dari 386 responden hampir seluruhnya ibu bersalin mempunyai jarak persalinan ≥ 2 tahun yaitu sebanyak 344 responden (89,2%), hampir seluruhnya ibu bersalin tidak terjadi perdarahan post partum yaitu sebanyak 353 responden (91,4%). Dari uji statistik Fisher exact didapatkan hasil 0,000
DAFTAR PUSTAKA Admin. (2009). Perdarahan Post Partum. (http://medlinux.blogspot.com/2009 /02/perdarahan-postpartum.html, diakses tanggal 20 april 2010). Agus Supriyadi. (2005). Jarak Persalinan Yang Aman. (http://andriesalima.multiply.com, diakses pada tanggal 20 April 2010). Alimul , Aziz.(2007). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika. Arikunto Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta. PT Rineka Cipta. Barbara R Stright. (2005). Keperawatan Ibu Bayi Baru Lahir Edisi 3 . Jakarta . EGC. Bobak Dkk. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas edisi 4 . Jakarta . EGC. Budiarto eko. (2001) Statistika untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta. EGC. Carey J Christoper & William Rayburn. (2001). Obstetri dan Ginekologi. Jakarta . Widya Medika. Dongoes E Marilyn. (2001). Rencana Asuhan Perawatan Maternitas Dan bayi. Jakarta EGC. Depkes RI. (2007). Buku Acuan Asuhan persalinan Normal. Jakarta. JNPK-KR. Depkes. (2009). AKI Dan AKB Di Indonesia ( http://www.depkes.go.id, diakses tanggal 20 April 2010). Hellen Varney, Dkk, (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan . Jakarta . EGC. Nanda.(2009). Penanganan Perdarahan Post Partum. (www.goescities.com diakses pada tanggal 20 April 2010) . Notoadmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Jakarta. PT Rineka Cipta. Nursalam. (2008). Konsep Dan Rencana Penetapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta . Salemba Medika. Prawiroharjo Sarwono. (2005). Ilmu Kandungan . Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Rochjati Poedji. (2003). Skrining Antenatal Pada Ibu Pada Ibu Hamil Dan Pengenalan Faktor Resiko Deteksi Dini Ibu Hamil Resiko Tinggi. Jakarta. Airlangga University Press. Ruth Johnson & Wendy Tailor. (2005). Buku Ajar Praktek Kebidanan . Jakarta. EGC
102
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3 No. 1, Februari 2011
Syaifudin Abdul Bari. (2005). Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Noenatal Edisi 1. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Hacker er More. ( 2001 ) Esensial Obstetri Dan Ginekologi. Jakarta. Hipocrates. WHO. (2002) Safe Motherhood Modul hemorragie Post Partum Materi Pendidikan Bidan. Jakarta. EGC. William. (2006). Obstetri Williams. Jakarta : EGC.
103