ISSN : 2085 - 0204
JURNAL ILMIAH KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN MAJAPAHIT AMINATUS ZAHRO NURSAIDAH, M.Kes Keterampilan Kader Dalam Deteksi Dini Masalah Gizi Balita Di Posyandu Desa Jambuwok Kecamatan Trowulan Mojokerto CAINIS RISQIYAH FASYAH NURUL HIDAYAH, M. Kep Hubungan Pemenuhan Nutrisi Pada Bayi Dengan Kualitas Tidur Di BPS Ny. Siti Naimah Amd.Keb Desa Padangasri Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto DYAH FITRI SURYANDARI ZULFA RUFAIDA, S.Keb. Bd Hubungan Pemakaian Sabun Pembersih Kewanitaan Dengan Terjadinya Keputihan Pada Wanita Usia Subur (WUS) Di Desa Karang Jeruk Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto EVI NURHIDAYAH SULIS DIANA, M.Kes Hubungan Antara Penggunaan Dot Dalam Pemberian Susu Formula Dengan Kejadian Caries Gigi Balita Usia 4-5 Tahun Di TK Tarbiyatush Shibyan Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Mojokerto EVIE LUDVIYAH FERILIA ADIESTI, S.ST KB Suntik DMPA Terhadap Perubahan Berat Badan Di Desa Karang Jeruk Kecamatan Jatirejo Mojokerto LUKMAN ARIFIN TRI PENI,S.ST.M.Kes Peran Orang Tua Sebagai Guru Dengan Perkembangan Perilaku Sosial Pada Anak Usia Prasekolah (4-6 Tahun) Di TK Al-Ikhlas Desa Sukoanyar Dusun Toyorono Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto RIZKA AMELIA Penyapihan Dini Dengan Status Gizi Balita Usia 0-24 Bulan Di Posyandu Dusun Kedungbendo Desa Gemekan Sooko Mojokerto UMI NADLIROH Kecemasan Remaja Putri Dalam Menghadapi Nyeri Haid (Dismenorhea) Pada Siswi Kelas VII Di SMPN 1 Mojoanyar Kabupaten Mojokerto WULIA SUSANTI Status Gizi Dan Perkembangan Motorik Kasar Pada Balita Usia 6 - 12 Bulan Di Posyandu Dusun Kedungbendo Desa Gemekan Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto
HOSPITAL MAJAPAHIT
VOL 5
NO. 1
Hlm. 1 - 133
Mojokerto Pebruari 2013
ISSN 2085 - 0204
JURNAL ILMIAH KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN MAJAPAHIT MOJOKERTO
HOSPITAL MAJAPAHIT Media ini terbit dua kali setahun yaitu pada bulan Pebruari dan Bulan Nopember diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Politeknik Kesehatan Majapahit, berisi artikel hasil penelitian tentang kesehatan yang ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris Pembina Ketua Yayasan Politeknik Kesehatan Majapahit Nurwidji Pelindung Direktur Politeknik Kesehatan Majapahit dr. Rahmi, S.A. Ketua Penyunting Eka Diah Kartiningrum, SKM., M.Kes. Wakil Ketua Penyunting Nurul Hidayah, S.Kep., Ners. M.Kep. Penyunting Pelaksana Widya Puspitasari, Amd Anwar Holil, M.Pd. Penyunting Ahli Prof. Dr. Moedjiarto, M.Sc. Nursaidah, M.Kes Rifa’atul Laila Mahmudah, M.Farm.Klin Distribusi Indriyanti. T.W, Amd.Akt dr Achmad Husein Alamat Redaksi : Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto Jl. Jabon – Gayaman KM. 2 Mojokerto 61363 Telepon (0321) 329915 Fax (0321) 331736 Email :
[email protected] BIAYA BERLANGGANAN Rp. 20.000,-/Eks + Biaya Kirim
HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 5. No. 1, Pebruari 2013
ISSN : 2085 - 0204
Pengantar Redaksi, Terwujudnya derajat kesehatan yang optimal yang mampu memperbaiki kemampuan bangsa dalam berbagai bidang tetap menjadi cita-cita dan harapan seluruh tenaga kesehatan termasuk civitas akademik di Poltekkes Majapahit. Salah satu bentuk peran serta pengembangan bidang kesehatan adalah melalui kegiatan riset. Laporan penelitian tentang perkembangan anak menjadi tema utama dalam artikel jurnal volume 5 no 1 tahun 2013. Artikel yang pertama ditulis oleh Aminatus Zahro dan Nur Saidah, M.Kes dengan judul Keterampilan Kader Dalam Deteksi Dini Masalah Gizi Balita Di Posyandu Desa Jambuwok Kecamatan Trowulan Mojokerto. Artikel ini menjelaskan bahwa kader memegang peranan penting dalam pemantauan status gizi seluruh kelompok umur, terutama kelompok resiko tinggi. Ketrampilan kader berdasarkan fakta di lapangan menunjukkan kemampuan yang cukup dalam deteksi dini masalah gizi pada semua kelompok umur. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu pelaksanaan posyandu yang dilaksanakan secara rutin setiap bulan di desa nya. Kader posyandu telah banyak yang sudah dilatih oleh instansi puskesmas. Pelatihan kader dilakukan 1 bulan sekali untuk meningkatkan pengetahuan, kemauan, dan kemampuan kader dalam pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan kesehatan. Pelatihan meliputi ceramah, diskusi kelompok, demonstrasi, studi kasus, pemecahan masalah. Artikel yang kedua ditulis oleh Cainis Risqiyah Fasyah dan Nurul Hidayah, M. Kep dengan judul Hubungan Pemenuhan Nutrisi Pada Bayi Dengan Kualitas Tidur Di Bps Ny. Siti Naimah Amd.Keb Desa Padangasri Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa bayi yang pemenuhan nutrisi cukup dan tidak mengalami gangguan tidur sebanyak 11 bayi (28,2%). Hal itu dikarenakan kecukupan nutrisi untuk fisik bayi terpenuhi sehingga bayi tidak lagi sering terbangun di tengah malam. Sehingga kualitas tidur bayi baik dan bayi tidak rewel serta pertumbuhan dan perkembangan bayi tidak terganggu. Sedangkan bayi dengan pemenuhan nutrisinya lebih sebanyak 9 bayi (23,1%) mengalami gangguan tidur. Hal itu dikarenakan kecukupan nutrisi untuk fisik bayi lebih dari kebutuhan. Sehingga kantong kemih bayi akan penuh dan bayi akan lebih sering terbangun yang mana menunjukkan bahwa kualitas tidur bayi tersebut buruk. Akibatnya, bayi akan sering rewel dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan dan sangat berpengaruh pula pada kecerdasan bayi. Artikel yang ketiga ditulis oleh Dyah Fitri Suryandari dan Zulfa Rufaida, S.Keb. Bd dengan judul Hubungan Pemakaian Sabun Pembersih Kewanitaan Dengan terjadinyakeputihan Pada Wanita Usia Subur (Wus) Di Desa Karang Jeruk Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto. Artikel tersebut menjelaskan bahwa banyak perempuan Indonesia membersihkan vagina mereka dengan cairan pembersih (antiseptic) agar terbebas dari bakteri penyebab keputihan. Mereka berfikir vagina yang kesat adalah vagina yang sehat. Padahal hal itu justru membunuh bakteri laktobacilus yang berguna untuk menjaga deraja t keasaman vagina. Kandungan antiseptic yang ada pada sabun itu dapat mempermudah kuman dan bakteri masuk kedalam liang vagina sehingga menyebabkan terjadinya infeksi pada vagina. Artikel yang keempat ditulis oleh Evi Nurhidayah dan Sulis Diana, M.Kes yang membahas tentang Hubungan Antara Penggunaan Dot Dalam Pemberian Susu Formula Dengan Kejadian Caries Gigi Balita Usia 4-5 Tahun Di TK Tarbiyatush Shibyan Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Mojokerto, sedangkan artikel yang kelima menjelaskan tentang Pengaruh KB Suntik DMPA Terhadap Perubahan Berat Badan Di Desa Karang Jeruk Kecamatan Jatirejo Mojokerto yang ditulis oleh Evie Ludviyah dan Ferilia Adiesti, S.ST.
HOSPITAL MAJAPAHIT Artikel yang keenam ditulis oleh Lukman Arifin dan Tri Peni,S.ST.M.Kes yang membahas tentang Peran Orang Tua Sebagai Guru Dengan Perkembangan Perilaku Sosial Pada Anak Usia Prasekolah (4-6 Tahun) Di TK Al-Ikhlas Desa Sukoanyar Dusun Toyorono Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto. Apabila orang tua khususnya para ibu mematikan inisiatif anak atau kurang dalam memantau perkembangan perilaku sosial anak maka proses sosialisasi anak akan terganggu. Tahap perkembangan awal khususnya usia prasekolah (4-6 tahun) menentukan tahap perkembangan selanjutnya. Sehingga sangat penting bagi orang tua untuk menyadari peranan pentingnya dalam perkembangan anak. Artikel yang ketujuh ditulis oleh Rizka Amelia yang membahas tentang Penyapihan Dini Dengan Status Gizi Balita Usia 0-24 Bulan Di Posyandu Dusun Kedungbendo Desa Gemekan Sooko Mojokerto sedangkan artikel yang kedelapan ditulis oleh Umi Nadliroh yang menjelaskan tentang Kecemasan Remaja Putri Dalam Menghadapi Nyeri Haid (Dismenorhea) Pada Siswi Kelas VII Di SMPN 1 Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. Artikel yang terakhir ditulis oleh Wulia Susanti yang menjelaskan tentang Status Gizi Dan Perkembangan Motorik Kasar Pada Balita Usia 6 - 12 Bulan Di Posyandu Dusun Kedungbendo Desa Gemekan Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto. Fenomena gizi buruk pada anak usia dini bukan persoalan yang beraspek tunggal, melainkan banyak fak tor yang berimplikasi terhadap insiden tersebut. Terlepas dari semua plus-minus predisposisi munculnya kasus gizi buruk di beberapa daerah di Indonesia tersebut, faktanya semua sudah atau bahkan insiden itu terus berlangsung. Anak dengan status gizi yang buruk akan mengalami gangguan perkembangan motorik kasar yang berdampak pada kemampuan secara keseluruhan. Hal ini menjadi pertimbangan penting berbagai kebijakan tentang pemenuhan kebutuhan gizi bayi dan balita. Semua artikel yang ditulis dan diterbitkan dalam jurnal volume 5 no 1 merupakan wujud konkrit perhatian civitas akademik di Poltekkes Majapahit baik dari dosen maupun mahasiswa untuk senantiasa memikirkan perkembangan status kesehatan bangsa.
Redaksi,
HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 5. No. 1, Pebruari 2013
ISSN : 2085 - 0204
Kebijakan Editorial dan Pedoman Penulisan Artikel Kebijakan Editorial Jurnal Hospital Majapahit diterbitkan oleh Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto secara berkala (setiap 6 bulan) dengan tujuan untuk menyebarluaskan informasi hasil penelitian, artikel ilmiah kepada akademisi, mahasiswa, praktisi dan lainnya yang menaruh perhatian terhadap penelitian-penelitian dalam bidang kesehatan. Lingkup hasil penelitian dan artikel yang dimuat di Jurnal Hospital Majapahit ini berkaitan dengan pendidikan yang dilakukan oleh Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto. Jurnal Hospital Majapahit menerima kiriman artikel yang ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Penentuan artikel yang dimuat dalam Jurnal Hospital Majapahit dilakukan melalui proses blind review oleh editor Hospital Majapahit. Hal- hal yang dipertimbangkan dalam penentuan pemuat artikel, antara lain : terpenuhinya syarat penulisan dalam jurnal ilmiah, metode penelitian yang digunakan, kontribusi hasil penelitian dan art ikel terhadap perkembangan pendidikan kesehatan. Penulis harus menyatakan bahwa artikel yang dikirim ke Hospital Majapahit, tidak dikirim atau dipublikasikan dalam majalah atau jurnal ilmiah lainnya. Editor bertanggung jawab untuk memberikan telaah konstruktif terhadap artikel yang akan dimuat, dan apabila dipandang perlu editor menyampaikan hasil evaluasi artikel kepada penulis. Artikel yang diusulkan untuk dimuat dalam jurnal Hospital Majapahit hendaknya mengikuti pedoman penulisan artikel yang dibuat oleh editor. Artikel dapat dikirim ke editor Jurnal Hospital Majapahit dengan alamat : Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto Jl. Jabon – Gayaman KM. 2 Mojokerto 61363 Telepon (0321) 329915 Fax (0321) 331736, Email :
[email protected]
HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 5. No. 1, Pebruari 2013
ISSN : 2085 - 0204
Pedoman Penulisan Artikel. Penulisan artikel dalam jurnal kesehatan hospital majapahit yang diharapkan menjadi pertimbangan penulis. Format. 1. Artikel diketik dengan spasi ganda pada kertas A4 (210 x 297 mm). 2. Panjang artikel maksimum 7.000 kata dengan Courier atau Times New Roman font 11 – 12 atau sebanyak 15 sampai dengan 20 halaman. 3. Margin atas, bawah, samping kanan dan samping kiri sekurang kurangnya 1 inchi. 4. Semua halaman sebaiknya diberi nomor urut. 5. Setiap table dan gambar diberi nomor urut, judul yang sesuai dengan isi tabel atau gambar serta sumber kutipan. 6. Kutipan dalam teks menyebutkan nama belakang (akhir) penulis, tahun, dan nomor halaman jika dipandang perlu. Contoh : a. Satu sumber kutipan dengan satu penulis (Rahman, 2003), jika disertai dengan halaman (Rahman, 2003:36). b. Satu sumber kutipan dengan dua penulis (David dan Anderson, 1989). c. Satu sumber kutipan dengan lebih dari satu penulis (David dkk, 1989). d. Dua sumber kutipan dengan penulis yang sama (David, 1989, 1992), jika tahun publikasi sama (David, 1989a, 1989b). e. Sumber kutipan dari satu institusi sebaiknya menyebutkan singkatan atau akronim yang bersangkutan (BPS, 2007: DIKNAS, 2006). Isi Tulisan. Tulisan yang berupa hasil penelitian disusun sebagai berikut : Abstrak, bagian ini memuat ringkasan artikel atau ringkasan penelitian yang meliputi masalah penelitian, tujuan, metode, hasil, dan kontribusi hasil penelitian. Abstrak disajikan diawal teks dan terdiri antara 200 sampai dengan 400 kata (sebaiknya disajikan dalam bahasa inggris). Abstrak diberi kata kunci (key word) untuk memudahkan penyusunan indeks artikel. Pendahuluan, menguraikan kerangka teoritis berdasarkan telaah literatur yang menjadi landasan untuk menjadi hipotesis dan model penelitian. Kerangka Teoritis, memaparkan kerangka teoritis berdasarkan telaah literatur yang menjadi landasan untuk mengembangkan hipotesis dan model penelitian. Metode Penelitian, memuat pendekatan yang digunakan, pengumpulan data, definisi Dan pengukuran variable serta metode dan teknik analisis data yang digunakan. Hasil Penelitian, berisi pemaparan data hasil tentang hasil akhir dari proses kerja teknik analisis data, bentuk akhir bagian ini adalah berupa angka, gambar dan tabel. Pembahasan, memuat abstraksi peneliti setelah mengkaji hasil penelitian serta teori – teori yang sudah ada dan dijadikan dasar penelitian.
HOSPITAL MAJAPAHIT Daftar Pustaka, memuat sumber-sumber yang dikutip dalam artikel, hanya sumber yang diacu saja yang perlu dicantumkan dalam daftar pustaka. Jurnal : Berry, L. 1995. “Ralationship Marketing of Service Growing Interest, Emerging Perspective”. Journal of the Academy Marketing Science. 23. (4) : 236 – 245. Buku : Asnawi SK dan Wijaya C. 2006. Metodologi Penelitian Keuangan, Prosedur, Ide dan Kontrol. Yogyakarta : Graha Ilmu. Artikel dari Publikasi Elekronik : Orr. 2002. “Leader Should do more than reduce turnover”. Canadian HR Reporter. 15, 18, ABI/INFORM Research. 6 & 14 http://www.proquest.com/pqdauto[06/01/04]. Majalah : Widiana ME, 2004. “Dampak Faktor-Faktor Pemasaran Relasional dalam Membentuk Loyalitas Nasabah pada Bisnis Asuransi”. Majalah Ekonomi. Tahun XIV. (3) : 193-209. Pedoman : Joreskog and Sorbom. 1996. Prelis 2 : User’s Reference Guide, Chicago, SSI International. Simposium : Pandey. LM. 2002. Capital Structur and Market Power Interaction : evidence from Malaysia, in Zamri Ahmad, Ruhani Ali, Subramaniam Pillay. 2002. Procedings for the fourt annual Malaysian Finance Assiciation Symposium. 31 May-1. Penang. Malaysia. Paper : Martinez and De Chernatony L. 2002. “The Effect of Brand Extension Strategies Upon Brand Image”. Working Paper. UK : The University of Birmingham. Undang-Undang & Peraturan Pe merintah : Widiana ME, 2004. “Dampak Faktor-Faktor Pemasaran Relasional dalam Membentuk Loyalitas Nasabah pada Bisnis Asuransi”. Majalah Ekonomi. Tahun XIV. (3) : 193-209. Skripsi, Thesis, Disertasi : Christianto I. 2008. Penentuan Strategi PT Hero Supermarket Tbk, Khususnya pada Kategori Supermarket di Kotamadya Jakarta Barat berdasarkan Pendekatan Analisis Konsep Three Stage Fred R. David (Skripsi). Jakarta : Program Studi Manajemen, Institut Bisnis dan Informatika Indonesia. Surat Kabar : Gito. 26 Mei 2006. Penderes. Perajin Nira Sebagian Kurang Profesional. Kompas: 36 (Kolom 4-5).
HOSPITAL MAJAPAHIT Penyerahan Artikel : Artikel diserahkan dalam bentuk compact disk (CD) dan dua eksemplar cetakan kepada : Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto Jl. Jabon – Gayaman KM. 2 Mojokerto 61363 Telepon (0321) 329915 Fax (0321) 331736, Email :
[email protected]
HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 5. No. 1, Pebruari 2013
ISSN : 2085 - 0204
DAFTAR ISI KETERAMPILAN KADER DALAM DETEKSI DINI MASALAH GIZI BALITA DI POSYANDU DESA JAMBUWOK KECAMATAN TROWULAN MOJOKERTO .................................................................................................................... Aminatus Zahro Nur Saidah, M.Kes Mahasiswa Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto HUBUNGAN PEMENUHAN NUTRISI PADA BAYI DENGAN KUALITAS TIDUR DI BPS NY. SITI NAIMAH AMD.KEB DESA PADANGASRI KECAMATAN JATIREJO KABUPATEN MOJOKERTO .......................................... Cainis Risqiyah Fasyah Nurul Hidayah, M. Kep Mahasiswa Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto HUBUNGAN PEMAKAIAN SABUN PEMBERSIH KEWANITAAN DENGAN TERJADINYAKEPUTIHAN PADA WANITA USIA SUBUR (WUS) DI DESA KARANG JERUK KECAMATAN JATIREJO KABUPATEN MOJOKERTO ........ Dyah Fitri Suryandari Zulfa Rufaida, S.Keb. Bd Mahasiswa Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN DOT DALAM PEMBERIAN SUSU FORMULA DENGAN KEJADIAN CARIES GIGI BALITA USIA 4-5 TAHUN DI TK TARBIYATUSH SHIBYAN DESA GAYAMAN KECAMATAN MOJOANYAR MOJOKERTO ......................................................................................... Evi Nurhidayah Sulis Diana, M.Kes Mahasiswa Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto KB SUNTIK DMPA TERHADAP PERUBAHAN BERAT BADAN DI DESA KARANG JERUK KECAMATAN JATIREJO MOJOKERTO .................................. Evie Ludviyah Ferilia Adiesti, S.ST Mahasiswa Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto
1
15
32
48
61
PERAN ORANG TUA SEBAGAI GURU DENGAN PERKEMBANGAN PERILAKU SOSIAL PADA ANAK USIA PRASEKOLAH (4-6 TAHUN) DI TK ALIKHLAS DESA SUKOANYAR DUSUN TOYORONO KECAMATAN NGORO KABUPATEN MOJOKERTO .......................................................................................... 79
HOSPITAL MAJAPAHIT Lukman Arifin Tri Peni,S.ST.M.Kes Mahasiswa Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto PENYAPIHAN DINI DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 0-24 BULAN DI POSYANDU DUSUN KEDUNGBENDO DESA GEMEKAN SOOKO MOJOKERTO .................................................................................................................... 93 Rizka Amelia Mahasiswa Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto KECEMASAN REMAJA PUTRI DALAM MENGHADAPI NYERI HAID (DISMENORHEA) PADA SISWI KELAS VII DI SMPN 1 MOJOANYAR KABUPATEN MOJOKERTO .......................................................................................... 108 Umi Nadliroh Mahasiswa Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto STATUS GIZI DAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA BALITA USIA 6 - 12 BULAN DI POSYANDU DUSUN KEDUNGBENDO DESA GEMEKAN KECAMATAN SOOKO KABUPATEN MOJOKERTO .............................................. 120 Wulia Susanti Mahasiswa Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto Jl. Jabon – Gayaman KM. 2 Mojokerto 61363 Telepon (0321) 329915 Fax (0321) 331736, Email :
[email protected]
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
KETERAMPILAN KADER DALAM DETEKSI DINI MASALAH GIZI BALITA DI POSYANDU DESA JAMBUWOK KECAMATAN TROWULAN MOJOKERTO
1 2
Aminatus Zahro.1 , Nur Saidah, M.Kes.2 Mahasiswa Politeknik Kesehatan Majapahit Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit ABSTRACT
Monitoring of nutrition has not run as expected, due to public awareness of the role of cadres and the existence of posyandu still far from expectations. The purpose in this study to determine the skills of cadres in the early detection of nutrition problems in the Village District Jambuwok Trowulan Mojokerto district. This study is a descriptive study. The variables in this study are the skills of cadres in the early detection of nutrition problems in which the population in this study as many as 25 cadres, the sample in this study took all the members of the population as much as 25 cadres of the sampling technique using saturation sampling. By using a check sheet lists the research instrument that was held on 7 May to 7 June 2012. Based on the result showed that the average - average unskilled cadres in the early detection of nutrition problems in Posyandu as many as 19 cadres (76%) is observed from the age of the respondents can be seen that 68% of 20-35 year-old cadres, cadres of the majority of 52% high school educated, and 88% in terms of job most of the respondents did not work. To obtain a more meaningful explanation researchers create cross tabulation between the general characteristics of the skills of cadres. Cross tabulation of the results can be seen that the majority of respondents are skilled high school educated, and respondents aged 20-35 years did not work. Conclusion that village cadres Jambuwok District Trowulan Mojokerto District average - average unskilled cadres. Health care workers should provide such training lectures, group discussions, demonstrations, case studies, problem-solving. Keywords : Kader Skills, Early Detection of Problems of Nutrition A. PENDAHULUAN Tujuan utama pembangunan nasional adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan berdasarkan visi pembangunan nasional melalui pembangunan kesehatan yang ingin di capai untuk mewujudkan Indonesia sehat 2010 (Wirakencana, 2006). Posyandu merupakan wadah untuk membangkitkan kembali peran serta masyarakat dalam kegiatan pemantauan pertumbuhan balita, yang sangat penting untuk deteksi dini awal masalah gizi yang tengah melanda kalangan masyarakat. Pemantauan pertumbuhan balita, merupakan rangkaian kegiatan rutin di posyandu, yang dilaksanakan setiap bulan dan berkesinambungan. Pertumbuhan balita dapat diketahui dari pencatatan hasil penimbangan berat badan balita pada Kartu Menuju Sehat (KMS) yang akan menggambarkan status gizi balita tersebut. Rangkaian kegiatan pemantauan poertumbuhan balita di posyandu meliputi pendaftaran, penimbangan, pencatatan (KMS) dan penyuluhan sederhana (Departemen Kesehatan RI, 2002). Pemantauan gizi balita selama ini belum berjalan seperti yang diharapkan, karena kesadaran masyarakat akan peran dan keberadaan posyandu masih jauh dari harapan. Masyarakat belum menyadari sepenuhnya bahwa posyandu milik masyarakat yang harus dikembangkan, dan pemberdayaannya adalah dari dan untuk masyarakat. Untuk Pengembangan posyandu, Petugas kesehatan atau kader diharapkan lebih aktif untuk 1
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
memotivasi masyarakat untuk pelaksanaan kegiatan deteksi dini gizi balita (Departemen Kesehatan RI, 2002). Prevalensi nasional Gizi Buruk pada Balita pada tahun 2007 yang diukur berdasarkan BB/U adalah 5,4%, dan Gizi Kurang pada Balita adalah 13,0%. Prevalensi nasional untuk gizi buruk dan kurang adalah 18,4%. Sedangkan target nasional tahun 2010-2012 tentang keterampilan kader harus mencapai 90%, bila hasil yang dicapai kurang atau dibawah target tersebut masih belum mantap. Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 20 april 2012 di desa Jambuwok kecamatan Trowulan kabupaten mojokerto didapatkan data dari 1 desa terdapat 5 dusun dan per dusun terdapat 1 posyandu maka populasi kader keseluruhan berjumlah 25 orang. Dari jumlah keseluruhan kader terdapat 25 kader yang aktif tetapi jumlah tersebut belum bisa di katakan dan aktif di karenakan dari rekapitulasi daftar hadir yang telah tersusun terdapat 18 kader yang aktif dan 7 kader tidak aktif. Banyak Ibu yang belum mengerti akan pentingnya gizi balitanya.Salah satu faktor yang berperan aktif dalam mendeteksi dini masalah gizi adalah peran seorang kader. Kader adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh masyarakat dan bertugas mengembangkan masyarakat (Yulifah, 2009). Disini kader berperan aktif dalam dalam penimbangan balita, pencatatan/pengisisan KMS dan ketrampilan dalam interpretasi hasil penimbangan, mengidentifikasi ketrampilan kader dalam penyuluhan perorangan di posyandu.Karena kader kesehatan mempunyai peran besar dalam upaya meningkatkan kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal sehingga dilakukan pelatihan kader (Yulifah,2009). Dari beberapa fakta yang sudah ditemukan oleh peneliti bahwa perlu adanya usaha untuk meningkatkan kemampuan kader serta tenaga kesehatan (bidan desa) dalam melakukan upaya deteksi dini masalah gizi balita karena salah satu kegiatan untuk mempersiapkan kader agar mampu berperan serta dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal perlu adanya pelatihan kader.Dalam melakukan pelatihan kader, keterampilan yang dilatihkan harus disesuaikan dengan tugas kader dalam mengembangkan program kesehatan di desa kader.Pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan kader.Setelah melakukan pelatihan, rencana yang harus dilakukan adalah dengan evaluasi proses selama pelatihan, penyelenggaraan,serta aplikasi pelatihan di masyarakat (Yulifah, 2009). Diharapkan dari penelitian ini, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa sebagai pembantu tenaga kesehatan harus mempunyai keterampilan dan keuletan dalam mengelolah program – program posyandu dan salah satunya adalah deteksi dini gizi balita. B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep dasar Ketrampilan. a. Definisi Ketrampilan. Ketrampilan adalah kemampuan seseorang dalam suatu tindakan atau perbuatan yang dapat di amati dan bahkan dapat dipelajari baik di peroleh dari pengalaman kelangsungan maupun pengalaman dari orang lain (Notoatmodjo, 2003) Ketrampilan adalah hal- hal atau langkah- langkah yang dikuasai karena dilatih atau dilaksanakan terus menerus (Winarto, 2006). Ketrampilan merupakan kecakapan dan kemampuan yang cukup tinggi (Harun, 2007) b. Cara memperoleh Ketrampilan. Ada beberapa cara untuk memperoleh ketrampilan :
2
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
1) Cara coba-coba dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahklan suatu masalah guna memperoleh ketrampilan 2) Cara belajar. dengan sering belajar baik dari pengalaman maupun membaca buku 3) Berdasarkan Pengalaman Pribadi. pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh suatu ketrampilan Jalan Pemikiran. Pemikiran merupakan suatu komponen penting dalam memperoleh ketrampilan, manusia telah menggunakan jalan pemikirannya baik melalui induksi maupun deduksi (Notoatmodjo, 2003) c. Faktor- faktor yang mempengaruhi ketrampilan Menurut Notoatmodjo (2005) faktor faktor yang mempengaruhi ketrampilan adalah : 1. Pendidikan Sampai saat ini pendidikan memmilki peran yang sangat penting pada setiap perubahan perilaku untuk mencapai tujuan yang diharapakan. Dengan tingginya pendidikan yang ditempuh maka diharapkan tingkat ketrampilan seseorang bertambah banyak sehingga mudah dalam menerima atau mengadopsi perilaku yang baru. 2. Usia Usia juga mempengaruhi ketrampilan seseorang karena dengan bertambahnya usia biasanya seseorang lebih dewasa pula intelektualnya. 3. Pekerjaan Seseorang yang bekerja ketrampilannya lebih kuasa dari pada orang yang tidak bekerja karena dengan bekerja seseorang akan lebih banyak mempunyai informasi dan pengalaman. 4. Pengalaman Pengalaman juga merupakan sumber ketrampilan atau suatu cara untuk memperoleh suatu kebenaran ketrampilan. Hal ini dilakukan dengan memecahkan permasalahan yang dihadapai pada masa lalu. 5. Penyuluhan Meningkatkan ketrampilan masyarakat juga dapat melalui metode penyuluhan. Dengan bertambahnya ketrampilan diharapakan seseorang akan mengubah perilakunya. 6. Media masa Dengan majunya teknologi yang tersedia juga dengan bermacammacam media masa juga dapat mempengaruhi perilaku masyarakat tentang inovasi tertentu. 1. Sosial Budaya 2. Kebiasaaan yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran, apakah yang dilakukan tersebut berdampak baik atau buruk, dengan demikian seseorang akan bertambah ketrampilannya sesuai dengan kebudayaanya setempat. d. Mengukur Keterampilan Standar lulus pengujian keterampilan diklasifikasikan range nilai < 50% dikatakan tidak terampil sedangkan >50% dikatakan terampil dalam suatu kegiatan (Subagio, 2012).
3
HOSPITAL MAJAPAHIT 2.
3.
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Konsep Kader a. Pengertian dasar kader Kader adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh masyarakat dan bertugas mengembangkan masyarakat (Yulifah, 2009). Kader adalah setiap laki–laki atau wanita yang dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani masalah – masalah kesehatan perseorangan maupun masyarakat serta untuk bekerja dalam hubungan yang amat dekat dengan tempat – tempat pemberian pelayanan kesehatan (Meilani dkk, 2009) b. Krite ria kader Persyaratan bagi seorang kader antara lain : berasal dari masyarakat setampat, tinggal di desa tersebut, tidak meninggalkan tempat untuk waktu yang lama, diterima oleh masyarakat setempat, masih cukup waktu bekerja untuk masyarakat disamping mencari nafkah lain, bisa baca tulis (Zulkifli, 2003) c. Tugas kader Tugas kader dibagi menjadi 3, yaitu a) Tugas kader saat hari persiapan hari buka posyandu (Hari H-) b) Tugas kader pada hari buka posyandu ( hari H ): disebut juga dengan tugas pelayanan lima meja , meliputi : Meja 1 (meja pendaftaran), Meja 2 (penimbangaan), Meja 3 (pengisian KMS), Meja 4 (penyuluhan), Meja 5 (pelayanan) c) Tugas kader setelah membuka posyandu Konsep dasar Deteksi Dini. 1. Pengertian dasar Deteksi Dini Terdapat dua pengertian deteksi dini yaitu menurut UNDP / UNISDR dan PP No.50/2005 Menurut UNDP/UNISDR Suatu mekanisme yanng berupa pemberian informasi secara tepat waktu dan efektif, melalui institusi yang dipilih, agar masyarakat/ individu di daerah rawan mampu mengambil tindakan menghindari atau mengurangi resiko dan mampu bersiap-siap untuk merespon secara efektif Menurut PP No.50/2005 Upaya memberitahukan kepada warga yang berpotensi dilanda suatu masalah untuk menyiagakan mereka dalam menghadapi kondisi dan situasi suatu masalah. 2. Fungsi Dan Cara / Teknik Deteksi Dini a) Fungsi Fungsi dari deteksi dini antara lain: 1) Untuk mengetahui lebih awal akan kemungkinan terjadinya suatu konflik 2) Untuk menghindari keterkejutan akan terjadinya suatu konflik 3) Menyiapkan lebih awal langkah- langkah penanggulangan konflik apabila konflik yang sudah terdeteksi tidak dapat dicegah b) Cara Deteksi Dini 1) Pemahaman konflik yang sudah pernah terjadi (Database konflik) a) Pemetaan konflik (yang sudah pernah terjadi dan upaya penyelesaiannya) Tujuan dari pemetaan konflik ini adalah, bilamana kita berada di suatu tempat/wilayah baru yang harus dilakukan adalah melakukan pemetaan konflik terlebih dahulu, yakni konflik-konflik yang sudah pernah terjadi beserta upaya-upaya penyelesaian yang pernah dilakukan. 4
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
b) Koordinasi antar instansi yang terkait c) Peran serta masyarakat 2) Pemahaman tentang indikasi terjadinya konflik baru (a) Pemahaman tentang situasi dan kondisi terkini (current affairs) Kondisi terkini / termutakhir dapat kita gunakan sebagai tahap awal dari upaya pendeteksian kemungkinan terjadinya suatu konflik. (b) Memahami reaksi masyarakat Setelah memahami situasi dan kondisi terkini, kita harus dapat membaca dan memahami reaksi yang timbul di masyarakat akibat adanya perkembangan dari situasi dan kondisi terkini tersebut. (c) Memahami peristiwa yang menyertai/muncul pada tahap awal indikasi adanya konflik Adanya reaksi yang muncul di masyarakat akan menimbulkan gejolak di masyarakat. (d) Pengumpulan dan pemetaan dari peristiwa-peristiwa yang ada Maksudnya, dari peristiwa-peristiwa yang ada, dalam hal ini yang berkaitan dengan isu/perkembangan terkini tersebut mulai untuk dikumpulkan, (e) Koordinasi antar instansi yang terkait Koordinasi dengan instansi- instansi yang terkait antara lain pihak Polri, TNI, Kejaksaan, Imigrasi, bea cukai, dan unsur terkait la innya dalam rangka memberikan informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan adanya indikasi awal terjadinya suatu konflik. (f) Peran serta masyarakat Peran serta masyarakat di sini lebih kepada lingkar terluar dalam sistem deteksi dini konflik dan pengamanan. Peran lingkar luar adalah masyarakat dapat dijadikan sumber informasi yang berkaitan tentang hal- hal mencurigakan yang terjadi di sekitar lingkungan masyarakat. (Suparyanto, 2008) 2. Konsep Dasar Gizi a. Pengertian dasar gizi Gizi adalah elemen yang terdapat dalam makanan dan dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tubuh seperti halnya karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. Gizi yang seimbang dibutuhkan oleh tubuh, terlebih pada balita yang masih dalam masa pertumbuhan. Dimasa tumbuh kembang balita yang berlangsung secara cepat dibutuhkan makanan dengan kualitas dan kuantitas yang tepat dan seimbang. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat –zat guzi.Dibedakan antara status gizi buruk, baik, dan lebih (Almatsier,2009). b. Cara Mengukur Status Gizi balita 1) Pengukuran status gizi dengan menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat) 2) Pengukuran status gizi dengan NCHS (Supariasa, 2002) Kriteria keberhasilan nutrisi ditentukan oleh status gizi : a) Gizi baik, jika BB menurut umur > 80% standart WHO – NHCS. b) Gizi kurang, jika berat badan menurut umur 61% sampai 80% standart WHO – NHCS. c) Gizi buruk, jika berat badan menurut umur ≤ 60% standart WHO – NHCS. 5
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Rumus Antropometri pada anak : a) Berat badan Umur 1 – 6 tahun = ( tahun ) x 2 + 8 b) Tinggi badan Umur 1 tahun = 1,5 x tinggi badan lahir Umur 2 – 12 tahun = umur ( tahun ) x 6 + 77 c. Pencegahan 1) Menimbang begitu pentingnya menjaga kondisi gizi balita untuk pertumbuhan dan kecerdasannya, maka sudah seharusnya para orang tua memperhatikan hal- hal yang dapat mencegah terjadinya kondisi gizi buruk pada anak. Berikut adalah beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak: 1) Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun. 2) Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat. 3) Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter. 4) Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit. 5) Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari. (Supariasa, 2002) 3.
Konsep Dasar Posyandu. Posyandu adalah fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang didirikan di desa kecil yang tidak terjangkau oleh rumah sakit atau klinik. Posyandu dimulai, terutama untuk melayani balita (Imunisasi dan timbang berat badan)dan orang lanjut usia(Posyandu Lansia) (Purwandari, 2009). Posyandu merupakan UKBM yang sudah sangat luas dikenal di masyarakat dan telah masuk dalam bagian keseharian kehidupan social di pedesaan maupun perkotaan (Ambarwati, 2009). Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis dalam mengembangkan sumber daya manusia sejak dini.(Meilani dkk, 2009). Tujuan Posyandu antara lain: 1) Mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak. 2) Peningkatan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR 6
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
3) Mempercepat penerimaan NKKBS. 4) Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan. 5) Pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam usaha meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada penduduk berdasarkan letak geografi. 6) Peningkatan dan pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka alih teknologi untuk swakelola usaha – usaha kesehatan masyarakat. (Ambarwati, 2009) C. METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian. Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk mendiskripsikan (memaparkan) peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa kini secara sistematis dan lebih menekankan pada data faktual daripada penyimpulan (Nursalam, 2008). Kerangka Kerja
Kader Posyandu
Deteksi Din i Masalah Gizi Balita Faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan kader Faktor Predisposisi: a. Usia b. Pendidikan c. Status perkawinan d. Pekerjaan e. Pengetahuan
Keterampilan Kader dalam posyandu : 1. Kegiatan Meja 1 (pendaftaran) 2. Kegiatan Meja 2 (penimbangan) 3. Kegiatan Meja 3 (pengisian KMS) 4. Kegiatan Meja 4 (penyuluhan )
Faktor Pendukung : a. Pelatihan dan Pemb inaan b. Kelengkapan in frastruktur
Terampil Jika hasil skala mencapai > 50%
Faktor Penguat : a. Dukungan Instansi Terkait b. Penghargaan dan Insentif
Tidak terampil jika hasil skala < 50%
Sumber : (Depkes RI , 2006 dengan Modifikasi) Keterangan : Diteliti : Tidak Diteliti Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Keterampilan Kader Dalam Mendeteksi Dini Masalah Gizi Balita di Posyandu Desa Jambuwok Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto Tahun 2012. 2.
Variabel dan Definisi Operasional. a. Jenis Variabel Penelitian. Variabel adalah suatu karakteristik subjek penelitian yang berubah dari satu subjek ke subjek lainnya (Hidayat, 2007).Variabel penelitian ini adalah ketrampilan kader dalam deteksi dini masalah gizi balita. 7
HOSPITAL MAJAPAHIT b.
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Definisi Operasional. Tabel 1. Definisi Operasional Ketrampilan Kader Dalam Deteksi Dini Masalah Gizi Di Posyandu Desa Jambuwok Kecamatan Trowulan Kabupate n Mojokerto Tahun 2012 Variabel Keterampilan kader dalam deteksi dini masalah gizi balita
Definisi Operasional Suatu kegiatan yang dilakukan oleh kader posyandu dalam mendeteksi dini masalah gizi balita melalui 1. Kegiatan meja 1 2. Kegiatan meja 2 3. Kegiatan meja 3 4. Kegiatan meja 4 Alat ukur yang digunakan :
Krite ria
Skala
1. Terampil Jika hasil skala mencapai >50% 2. Tidak terampil jika hasil skala < 50% (Subagio, 2012)
Nominal
Lembar Check list 3.
Populasi, Sampel, Teknik dan Instrumen Penelitian. Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh kader yang berjumlah 25 orang di 5 Posyandu Desa Jambuwok Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto, sedangkan Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh kader posyandu yang terdiri dari 5 posyandu di Di Desa Jambuwok Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto sebanyak 25 orang. Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan data primer yaitu data yang didapat dengan cara observasi langsung dalam menimbang, pengisian KMS dan penyuluhan gizi. Pada penilaian ini, kader diberitahukan bersamaan dengan perkenalan dan pengisian lembar persetujuan menjadi responden pada hari itu juga. Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan adalah chek list untuk mengetahui ketrampilan kader posyandu dalam melakukan pendaftaran penimbangan, pengisian KMS dan penyuluhan perorangan untuk deteksi dini masalah gizi balita di posyandu.
4.
Prosedur Pengumpulan Data dan Analisa Data. Teknik Pengumpulan Data 1) Editing Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul (Hidayat, 2007). 2) Coding Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori.(Hidayat, 2007) 1. Data Umum Umur < 20 tahun : Diberi Kode 1 20-35 tahun : Diberi Kode 2 8
HOSPITAL MAJAPAHIT
3)
4)
5)
6)
7)
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
> 35 tahun : Diberi Kode 3 Pendidikan SD : Diberi Kode 1 SLTP : Diberi Kode 2 SMA : Diberi Kode 3 PT : Diberi Kode 4 Pekerjaan Bekerja : Diberi Kode 1 Tidak Bekerja : Diberi Kode 2 2. Data Khusus Keterampilan Kader Terampil : Diberi Kode 1 Tidak terampil : Diberi Kode 0 Scoring Peneliti memberikan skor untuk tiap-tiap pengamatan nilai 1 untuk kegiatan yang dilakukan dan nilai 0 untuk kegiatan tidak dilakukan. Terampil : Jika skala > 50% Tidak terampil : Jika skala < 50% Entry data Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau data base komputer kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat tabel kontingensi (Hidayat, 2007). Cleaning (Pembersihan Data) Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan, perlu di cek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, kelengkapan, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). Tabulating Tabulating adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat tabel kontingensi (Hidayat, 2007). Penyajian Data Hasil pengolahan data dibuat dalam bentuk presentase kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan skala berdasarkan kriteria pembacaan tabel menurut Setiadi ( 2007 : 89-90 ) sebagai berikut : 1) Jika nilai penelitian <56 : Sebagian kecil 2) Jika nilai penelitian 56% - 78% : Rata – rata 3) Jika nilai penelitian 79% - 100% : Sebagian besar
Analisis Data. Dari data yang diperoleh kemudian di kategorikan dan dirumuskan dalam tabel distribusi frekuensi yang dikonfirmasikan dalam bentuk prosentase dan di beri narasi kemudian menghitung gambaran ketrampilan. Setelah jawaban terkumpul kemudian dinilai, dianalisa dan diprosentase dengan rumus : P
=
x 100%
Keterangan : P : Proporsi / persentasi f : Jumlah jawaban yang benar n : Jumlah skor maksimal / jumlah pertanyaan
9
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
D. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Desa Jambuwok Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto. Luas wilayah Desa Jambuwok 222,076 Ha dimana terdapat 5 dusun. 1 dusun terdapat 1 posyandu. Tiap posyandu memiliki 5 kader dan 1 tenaga kesehatan (bidan desa) da n memiliki fasilitas tempat posyandu, dacin, tempat pemeriksaan. Posyandu melayani pelayanan pada meja 1 (pendaftaran), meja 2 (penimbangan), meja 3 (pencatatan), meja 4 (penyuluhan perorangan). 2. Data Umum. a. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur. Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Kader di Desa Jambuwok Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojoke rto Tahun 2012 No 1 2 3
Umur <20 tahun 20-35 tahun >35 tahun Jumlah
Frekuensi 4 17 4
Persentase (%) 16 68 16
25
100
Berdasarkan tabel 2 didapatkan bahwa rata - rata kader berumur 20-35 tahun yaitu sebanyak 17 kader (68%) b. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan. Tabel 3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Kader di Desa Jambuwok Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto Tahun 2012 No 1 2 3 4
c.
Pendidikan Sekolah Dasar Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas Perguruan Tinggi Jumlah
Frekuensi 1 9 13 2 25
Persentase (%) 4 36 52 8 100
Berdasarkan tabel 3 didapatkan bahwa sebagian kecil kader berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu sebanyak 13 kader (52%). Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan. Tabel 4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Kader di Desa Jambuwok Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto Tahun 2012. No Pendidikan Frekuensi Persentase (%) 1 Bekerja 3 12 2 Tidak Bekerja 22 88 Jumlah 25 100 Berdasarkan tabel 4 didapatkan bahwa sebagian besar kader tidak bekerja yaitu sebanyak 22 kader (88%).
10
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
3. Data Khusus. Tabel 5 Distribusi Frekuensi Keterampilan Kader Dalam Deteksi Dini Masalah Gizi Balita di Posyandu Desa Jambuwok Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto Tahun 2012. No Keterampilan Kader Frekuensi Persentase (%) 1 Terampil 19 76 2 Tidak Terampil 6 24 Jumlah 25 100 Berdasarkan tabel 5 didapatkan bahwa rata - rata kader terampil dalam mendeteksi dini masalah gizi balita di posyandu yaitu sebanyak 19 kader (76%). E. PEMBAHASAN 1. Sebelum Dilakukan Rangsangan Puting Sus u. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa rata - rata kader terampil dalam mendeteksi dini masalah gizi balita di posyandu yaitu sebanyak 19 kader (76%) dan sebagian kecil kader tidak terampil sebanyak 6 kader (24%). Ketrampilan diperoleh dari kemampuan seseorang dalam suatu tindakan atau perbuatan yang dapat di amati dan bahkan dapat dipelajari baik di peroleh dari pengalaman kelangs ungan maupun pengalaman dari orang lain (Notoatmodjo, 2003). Ketrampilan diperoleh hal- hal atau langkah-langkah yang dikuasai karena dilatih atau dilaksanakan terus menerus (Winarto, 2006). Keterampilan kader sesuai fakta di lapangan dalam mendeteksi dini masalah gizi rata – rata terampil, karena dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu pelaksanaan posyandu yang dilaksanakan secara rutin setiap bulan di desa nya. Dan kader posyandu telah banyak yang sudah dilatih oleh instansi puskesmas. Pelatihan kader dilakukan 1 bulan sekali untuk meningkatkan pengetahuan, kemauan, dan kemampuan kader dalam pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan kesehatan. Pelatihan meliputi ceramah, diskusi kelompok, demonstrasi, studi kasus, pemecahan masalah. Berdasarkan hasil penelitian didapat keterampilan kader dalam kegiatan meja 1 yaitu sebagian besar responden terampil dalam kegiatan meja 1 yaitu sebanyak 22 responden (88%) dalam hal balita didaftar dalam pencatatan balita. Dan sebagian kecil responden tidak terampil sebanyak 3 responden (12%)dalam hal kurang memperhatikan KMS yang hilang agar dilakukan pencatatan di SIP posyandu.Kegiatan meja 1 (mendaftar bayi atau balita) yaitu bila sudah punya KMS, bulan lalu sudah ditimbang.Namanya diminta dalam secarik kertas, diselipkan di KMS. Bila belum punya KMS, berarti baru kali ini ikut penimbangan. Ambil KMS baru, isi kolomnya secara lengkap, nama anak di catat dalam secarik kertas (Depkes RI, 2006). Dari fakta lapangan yang didapat, seorang kader cukup terampil dalam hal pendaftaran yaitu pada saat balita di daftar dalam pencatatan balita. Kader mengetahui balita sudah ikut penimbangan dilihat dari KMS yang diberikan pada awal pendaftaran. Di meja 1 merupakan hal yang penting untuk mengetahui data pasien yang akan disesuaikan dengan keperluannya yang dibutuhkan saat itu. Tetapi ada juga kader yang kurang memperhatikan KMS yang hilang. Berdasarkan hasil penelitian didapat keterampilan kader dalam kegiatan meja 2 yaitu rata - rata responden terampil dalam kegiatan meja 2 yaitu sebanyak 16 responden (64%) dalam mempersiapkan dacin.Dan sebagian kecil responden tidak terampil sebanyak 9 responden (36%) dalam menimbang balita dengan pakaian seminimal mungkin. Kegiatan meja 2 meliptui menimbang balita dengan 11
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
menggunakan dacin dengan 8 langkah penimbangan yaitu periksa dacin apakah sudah tergantung ditempat yang kuat, gantungkan dacin sampai sejajar dengan mata penimbang, sebelum menimbang letakkan bandul geser pada angka nol, pasang sarung timbangan atau celana timbangan atau kotak timbangan yang kosong pada dacin, seimbangkan dacin dengan menggunakan kantung penyeimbang dibatang dacin, anak ditimbang, geser bandul sampai timbangan tegak lurus, berat badan balita dengan melihat angka diujung bandul geser dan lain- lain (Depkes RI, 2006). Dari fakta lapangan yang didapat, rata-rata kader dapat mempersiapkan dacin karena kader sudah dapat mengaplikasikan teori tentang langka persiapan pemakaian dacin seperti meletakkan bandul geser pada angka nol agar didapat hasil yang akurat. Keterampilan kader dalam penimbangan menngunakan dacin merupakan kegiatan penentuan gizi, karena dengan hal tersebut dapat diketahui perkembangan balita dikatakan sehat, bila bertambah umur bertambah pula berat balita. Dimana upaya yang paling pokok dalam setiap kegiatan gizi adalah mengatur pertumbuhan balita dalam penimbangannya setiap bulan. Berdasarkan hasil penelitian didapat keterampilan kader dalam kegiatan meja 3 yaitu sebagian besar responden terampil dalam kegiatan meja 3 yaitu sebanyak 20 responden (80%) dalam hal meletakkan titik berat badan dan membuat garis pertumbuhan. Dan sebagian kecil responden tidak terampil sebanyak 5 responden (20%) dalam hal mencatat kejadian yang dialami balita. Kegiatan meja 3 dalam kegiatan posyandu yaitu pencatatan / pengisian KMS yang meliputi meminta KMS yang bersangkutan, mencocokkan umur bayi / balita, memindahkan hasil penimbangan pada secarik kertas ke KMS dalam 1 titik pada garis mendatar berat badan dan garis lurus pada umur, menghubungkan kedua titik hasil penimbangan pada bulan lalu dengan bulan sekarang, memberitahu pada ibu, naik / tidaknya berat badan bayi / balita, mencatat pada registrasi bayi atau balita, menyerahkan KMS dan mempersilahkan ibu menuju ke kegiatan penyuluhan (Depkes, 2006). Dari fakta lapangan yang didapat, mayoritas kader terampil dalam pengisian KMS, dimana dari hasil garis pertumbuhan kader dapat memberitahu pada ibu balita jika terjadi naik / tidaknya berat badan. Hal ini dapat mempengaruhi tingkat status gizi pada balita, dan juga berpengaruh pada perkembangan kesehatan dari bulan ke bulan selanjutnya, serta naik atau tidak berat badan yang ditimbang, sehingga diketahui keberhasilan penimbangannya. Berdasarkan hasil penelitian didapat keterampilan kader dalam kegiatan meja 4 yaitu rata - rata responden tidak terampil dalam kegiatan meja 4 yaitu sebanyak 19 responden (76%). Dan sebagian kecil responden terampil sebanyak 6 responden (24%) dalam hal pemberian vitamin A.Kegiatan posyandu dalam meja 4 (penyuluhan perorangan) yaitu, mempersiapkan ibu untuk duduk, membaca data KMS, menjelaskan tentang hasil penimbangan, menjelaskan tentang keadaan anak, melakukan penyuluhan melalui pendekatan perorangan, memberikan informasi dan saran, memberikan kesempatan bertanya kepada ibu. (Depkes RI, 2006) Dari fakta lapangan yang didapat, mayoritas kader tidak terampil dalam memberikan penyuluhan jika berat badannya tidak naik 2 kali berturut – turut atau BGM segera dirujuk. Hal ini dapat dipengarui faktor ketidakteraturan dalam teknik pelaksanaan posyandu dimungkinkan balita yang terlalu banyak sehingga kader tidak melakukan pendekatan perorangan memberikan penyuluhan tentang keadaan status gizi balita. Harusnya kader dapat memberikan kesempatan bertanya pada ibu tentang keadaan balitanya. Berdasarkan hasil tabulasi silang antara umur dan keterampilan kader didapatkan bahwa rata - rata responden berumur 20-35 tahun terampil dalam deteksi 12
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
dini masalah gizi balita yaitu sebanyak 16 kader (64%). Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Kemampuan intelaktual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini (Notoatmodjo, 2005). Kader yang berusia 20 – 35 tahun memang ketrampilan yang lebih dibandingkan dengan kader yang berusia di atasnya (>35 tahun) atau kader yang berusia dibawah (< 20 tahun), hal ini di karenakan selain usia juga banyak faktor – faktor lain yang mempengaruhi terjadinya ketrampilan kader. Berdasarkan hasil tabulasi silang antara pendidikan dan keterampilan kader didapatkan bahwa sebagian kecil responden yang berpendidikan SMA terampil dalam deteksi dini masalah gizi balita yaitu sebanyak 11 kader (44%). Dengan tingginya pendidikan yang ditempuh maka tingkat ketrampilan seseorang bertambah banyak sehingga mudah dalam menerima atau mengadopsi perilaku yang baru(Notoatmodjo, 2005). Kader yang berpendidikan SMA lebih terampil dibanding yang berpendidikan SD karena pendidikan memiliki peran yang sangat penting pada setiap perubahan perilaku untuk mencapai tujuan yang diharapakan. Lebih banyak responden yang pendidikannya SMA. Pada usia ini pengetahuan kader cukup baik dalam melakukan keterampilan yang dimiliki karena mudah menerima perilaku baru. Berdasarkan hasil tabulasi silang antara pekerjaan dan keterampilan kader didapatkan bahwa rata - rata responden tidak bekerja terampil dalam deteksi dini masalah gizi balita yaitu sebanyak 17 kader (68%). Seseorang yang bekerja ketrampilannya lebih kuasa dari pada orang yang tidak bekerja karena dengan bekerja seseorang akan lebih banyak mempunyai informasi dan pengalaman.(Notoatmodjo, 2005). Seorang kader yang tidak bekerja, lebih terampil dibanding kader yang bekerja dalam kegiatan-kegiatan posyandu di bidang deteksi dini masalah gizi balita, dikarenakan kader lebih memiliki waktu luang yang cukup banyak untuk menyiasati lebih jauh masalah gizi pada balita. F. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa keterampilan kader dalam deteksi dini masalah gizi balita di Posyandu Desa Jambuwok Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto rata - rata kader terampil dalam mendeteksi dini masalah gizi balita di posyandu yaitu sebanyak 19 kader (76%). B. Saran 1. Bagi kader Kader sebagai pembantu bidan dalam melaksanakan posyandu dapat mengaplikasikan keterampilannya dalam deteksi dini masalah gizi balita.Terutama kurangnya keterampilan kader dalam meja 4 (penyuluhan) disarankan kader dapat memberikan informasi dan saran sesuai permasalahan yang ada. 2. Bagi Profesi Kebidanan Disarankan bidan sebagai petugas kesehatan masyarakat menghimbau kader (pada kader yang bertugas di meja 4) untuk meningkatkan keaktifannya dalam memberikan penyuluhan.
13
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
3. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat dijadikan data awal untuk penelitian sela njutnya, sehingga disarankan adanya penelitian lanjutan tentang keterampilan kader dalam deteksi dini masalah gizi balita di posyandu. 4. Bagi Peneliti Penelitian ini disarankan dapat dijadikan sebuah pengalaman dimana teori diterapkan pada objek nyata, menambah pengalaman dan wawasan serta meningkatkan skill yang melibatkan pemahaman teori terhadap praktek. 5. Bagi Instansi Kesehatan Disarankan instansi kesehatan terutama instansi Puskesmas (Puskesmas Trowulan) untuk dapat memberikan informasi yang tepat tentang pembinaan kader dan dapat memberikan kebutuhan vaksin untuk pelaksanaan posyandu. DAFTAR PUSTAKA Baston, Helen, dkk. (2011). Midwifery Essentials Persalinan. Jakarta : EGC. Bobak, dkk. (2005). Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC. Chapman, Vicky. (2008). Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran. Jakarta : EGC. Hidayat, A. Aziz. (2007). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika. Kristiyansari, Weni. (2009). ASI, Menyusui dan Sadari. Yogyakarta : Nuha Medika. Lailiyana, dkk. (2011). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan. Jakarta : EGC. Leveno, Kenneth. (2004). Obstetri Williams. Jakarta : EGC. Manuaba, Ida Ayu Chandranita, dkk. (2010). Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta : EGC. Notoatmojo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta : Jakarta. Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Verrals, Sylvia. (2003). Anatomi dan Fisiologi Terapan Dalam Kebidanan Edisi Tiga. Jakarta : EGC. Wiknjosastro, Gulardi, dkk. (2008). Asuhan Persalinan Normal & Inisiasi Menyusui Dini. Jakarta : JNPK-KR. Wiknjosastro, Hanifa, dkk. (2007). Imu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
14
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
HUBUNGAN PEMENUHAN NUTRISI PADA BAYI DENGAN KUALITAS TIDUR DI BPS NY. SITI NAIMAH Amd.Keb DESA PADANGASRI KECAMATAN JATIREJO KABUPATEN MOJOKERTO Cainis Risqiyah Fasyah 1 , Nurul Hidayah, M. Kep 2 ) 1 Mahasiswa Politeknik Kesehatan Majapahit 2 Dosen Politeknik Kesehatan Malang ABSTRACT Nutristion meet a demand to baby at the age of 6-9 month can ifluence his quality of sleep. If his nutrition meet a demand is enough, it will not experience the intrude on sleep. This study uses crossectional approach. As the variables independent is nutrition meet a demand to baby at the age of 6-9 month and the quality of sleep as the variables dependent. It‟s population is baby at the age of 6-9 month. In the BPS Ny. Siti Naimah, Amd. Keb, Padangasri village – Jatirejo, Mojokerto regency as many as 49 baby. The samples were selected using total sampling as many as 39 baby. Colecting data using interview for nutrition meet a demand and quality of sleep. The data have been using the pearson chi squre. The results of this study showed baby at the age of 6- month have experienced the nutrition meet a demand is less as many as 18 baby (46,2%), and experience the intrude on sleep as many as 15 baby (38,5%). In addition to that, for the baby have nutrition meet a demand is more as many as 9 baby (23,1%), all of the baby experienced the intrude on sleep. Then, the baby have enough of nutrition meet a demand as many as 12 baby (30,8%), until that is get the intrude on sleep as many as 11 baby (28,2%). Result test of pearson chi squre using SPSS 17 can got the value PValue Cremer‟s V =0,0000, then value PValue < α (0,05). Until can to conclude H1 is accepted it means there is a relationship between meet a demand of nutrition with quality of sleep on baby at the age of 69 month. The meet a demand of nutrition is less or more can influence baby sleep quality. Therefore, recomended to the health workers exspesially for midwife to provide counseling to parents of baby about the precise meet a demand of nutrition intake all at once with the visiting home for look at result of counseling gived. Key words : Meet a Demand of Nutrition, Baby, Quality of Sleep A. PENDAHULUAN Ketidaktahuan tentang cara pemberian makan pada bayi baik dari jumlah, jenis dan frekuensi makanan secara langsung dan tidak langsung menjadi penyebab terjadinya masalah kurang gizi pada bayi (Sufnidar, 2010). Selain itu, pemberian makanan yang terlalu banyak kepada bayi, terutama susu, akan membuat kantong kemih kencang pada malam hari, dan keadaan ini akan membuat bayi lebih sering terbangun ( Sitiatava, 2011). Kualitas ataupun kuantitas tidur yang kurang berdampak negatif terhadap kemampuan berkonsentrasi, fungsi kognitif, perilaku, dan emosional ( Anon, 2012). Dampak masalah kurang tidur pada balita, untuk fisik adalah gangguan pertumbuhan badannya karena pengeluaran hormon selama tidur menjadi “ kacau”, kerentanan fungsi imun atau daya tahan tubuh, iregulasi sistem endokrin, kegemukan dan mengantuk (Vinadanvani, 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh The NICHD Early Child Care Research di Amerika pada bayi usia 6-15 bulan menunjukkan untuk bayi usia 6 bulan yang mengalami masalah tidur sebanyak 53% sedangkan untuk bayi usia 15 bulan sebanyak 44% (P. McNamara et al., 2003). Di Indonesia, cukup banyak bayi yang mengalami masalah tidur, yaitu sekitar 44,2%. Namun hampir atau bahkan lebih dari 15
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
72% orang tua tidak menganggap gangguan tidur pada bayi sebagai suatu masalah (Sitiatava, 2011). Penelitian yang sama dilakukan oleh Sukartini tahun 2004, di Indonesia, dari 80 anak berusia kurang dari 3 tahun, 41 diantaranya atau 51,3% mengalami gangguan tidur. Berdasarkan penelitian yang ditujukan pada 385 responden di lima kota besar di Indonesia yakni Jakarta, Bandung, Medan, Palembang, dan Batam terungkap 44,2% mengalami gangguan tidur yaitu jam tidur malamnya kurang dari 9 jam, terbangun malam hari lebih dari 3 kali dan lama terbangun lebih dari 1 jam ( Roekistiningsih.dkk, 2006). Selain itu juga terungkap terdapat 72,2% orang tua menganggap masalah tidur pada bayi dan balita hanya merupakan masalah kecil (Anon, 2012). Berdasarkan hasil studi pendahuluan di BPS Siti Naimah Amd, Keb desa Padangasri kecamatan Jatirejo, berdasarkan wawancara bulan April 2012 yang dilakukan pada 10 ibu bayi dihasilkan ada 3 bayi yang mengalami gangguan tidur sedangkan 7 diantaranya tidak mengalami gangguan tidur. Dari 3 bayi yang mengalami gangguan tidur tersebut, 2 bayi pemenuhan nutrisinya kurang sedangkan 1 bayi pemenuhan nutrisinya lebih. Selain itu, 7 bayi yang tidak mengalami gangguan tidur ternyata pemenuhan nutrisinya cukup. Sesuai kejadian yang dialami peneliti saat melakukan praktek komunitas di BPS Ny. Siti Naimah Amd.Keb desa Padangasri kecamatan Jatirejo ditemukan banyak sekali bayi usia 6-9 bulan yang mengalami gangguan pemenuhan nutrisi, baik pemenuhan nutrisi kurang maupun lebih. Selain itu, dari bayi yang mengalami gangguan pemenuhan nutrisi tersebut ternyata ditemukan banyak sekali keluhan dari ibu bayi yang mengatakan bayi mereka sering rewel saat tidur dimalam hari. Namun dari keluhan tersebut para ibu bayi tidak ada yang melakukan penanganan atas masalah gangguan tidur tersebut. Bayi yang merasa belum kenyang maka dia akan sulit tidur atau sering terbangun dari tidurnya. Faktor penting untuk memaksimalkan periode emas pertumbuhan otak adalah terpenuhinya nutrisi dan kecukupan tidur bayi . Bayi yang sulit tidur atau sering terbangun dari tidurnya karena merasa belum kenyang. Tidur yang tidak adekuat dan kualitas tidur yang buruk dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan fisiologis dan psikologi. Dampak fisiologi meliputi penurunan aktivitas seha ri-hari, rasa capek, lemah, koordinasikordinasi neuromuskuar buruk, proses penyembuhan lambat, dan daya tahan tubuh menurun. Sedangkan dampak psikologinya meliputi emosi lebih labil, cemas, tidak konsentrasi, dan kemampuan kognitif lebih rendah (Sitiatava, 2011). Upaya yang bisa dilakukan Perawat atau petugas kesehatan sebagai edukator adalah dengan memberikan penyuluhan dan pendidikan kesehatan untuk membantu ibu dan keluarga mendapatkan pemahaman dan ketrampilan yang tepat dalam memberikan intake nutrisi pada bayi (MGS, 2011). Selain itu, petugas kesehatan juga harus melakukan tindak lanjut dari penyuluhan yang sudah dilakukan seperti melaksanakan kunjungan rumah untuk mengetahui bagaimana pemberian makan yang dilakukan oleh orang tua khususnya ibu bayi meliputi jenis makanan, frekuensi makanan, dan banyaknya makanan yang dikonsumsi sehingga bisa diketahui apakah ibu sudah melakukan pemenuhan nutrisi yang tepat atau belum. Selain itu, orang tua secara psikologis harus memberi perhatian dan dorongan baik langsung maupun dari sikap seperti menciptakan keharmonisan, menjaga hubungan antara anggota keluarga yang baik. Bagi orangtua hal penting lainnya adalah memperhatikan jadwal tidurnya ( Widodo, 2009). Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk meneliti “ Hubungan Pemenuhan Nutrisi pada Bayi dengan Kualitas Tidur ”.
16
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Nutrisi Bayi a. Definisi Nutrisi Bayi Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam membantu proses pertumbuhan dan perkembangan pada bayi dan anak, mengingat manfaat nutrisi dalam tubuh dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak, serta mencegah terjadinya berbagai penyakit akibat kurang nutrisi dalam tubuh. Pemenuhan nutrisi adalah proses menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal. Selain itu kebutuhan nutrisi juga dapat membantu dalam aktifitas sehari- hari karena nutrisi juga sebagai sumber tenaga yamg dibutuhkan berbagai organ dalam tubuh, dan juga sebagai sumber zat pembangun dan pengatur dalam tubuh menurut Hidayat (2005) dalam (MGS, 2011). Bayi merupakan mahluk yang sangat peka dan halus. Apakah bayi itu akan terus tumbuh dan berkembang dengan sehat, sangat bergantung pada proses kelahiran dan perawatanya. Tidak saja cara perawatannya, namun pola pemberian makan juga sangat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan bayi . Bayi adalah anak yang berusia 0-12 bulan menurut (Husainu, 2002). Bayi dapat dikelompokkan menjadi tiga : yaitu bayi cukup bulan, bayi prematur, dan bayi dengan berat lahir rendah(BBLR). Bayi cukup bulan adalah bayi yang termasuk dalam kelompok kelahiran normal ,yaitu kelahiran bayi secara alami tanpa bantuan satu alat apapun atau tanpa operasi. Usia kehamilan normal berkisar 9 bulan 10 hari. Masa kehamilan lebih dari sepuluh hari atau kura ng dari sembilan bulan tersebut disebut kehamilan tidak normal (Aslis, 2008). b. Macam-Macam Makanan Bayi Menurut Lusa (2009) makanan bayi beraneka ragam macamnya. Dan diantaranya terdiri dari : 1.) ASI ( Air Susu Ibu) Makanan yang paling baik untuk bayi segera lahir adalah ASI. ASI mempunyai keunggulan baik ditinjau segi gizi, daya kekebalan tubuh, psikologi, ekonomi dan sebagainya. 2.) MPASI ( Makanan Pendamping ASI) Makanan pendamping ASI (MPASI) diberikan setelah bayi berumur 6 bulan. Jenis MPASI diantaranya: buah-buahan yang dihaluskan/ dalam bentuk sari buah. Misalnya pisang Ambon, pepaya , jeruk, tomat. Makanan lunak dan lembek. Misal bubur susu, nasi tim. Makanan bayi yang dikemas dalam kaleng/ karton/ sachet. Tujuan pemberian makanan tambahan pendamping ASI adalah : a) Melengkapi zat gizi ASI yang sudah berkurang. b) Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam- macam makanan dengan berbagai rasa dan bentuk. c) Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan. d) Mencoba adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi tinggi. c. Cara Pengolahan Makanan Bayi Bayi setelah lahir sebaiknya diberikan ASI, namun seiring dengan tumbuh kembang diperlukan makanan pendamping ASI ( Nugroho Taufan, 2011). Makanan yang terbaik bagi bayi adalah air susu ibu (ASI).
17
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Tabel 1 Definisi Pe mberian Makanan Bayi Pemberian ASI Eksklusif Bayi hanya diberikan ASI tanpa makanan atau (Exclusive breastfeeding) minuman lain termasuk air putih, kecuali obat, vitamin dan mineral dan ASI yang diperas. Pemberian ASI Predominan Selain mendapat ASI, bayi juga diberi sedikit (Predominant breastfeeding) air minum, atau minuman cair lain, misal air teh. Pemberian ASI Penuh Bayi mendapat salah satu ASI eksklusif atau (Full breastfeeding) ASI predominan. Pemberian Susu Botol Cara pemberian makan bayi dengan susu apa (Bottle feeding) saja, termasuk juga ASI diperas dengan botol. Pemberian ASI Parsial Sebagian menyusui dan sebagian lagi susu (Artificial feeding) buatan/ formula atau sereal atau makanan lain. Pemberian Makanan Memberikan bayi makanan lain disamping Pendamping ASI (MPASI) ASI ketika waktunya tepat yaitu mulai 6 tepat waktu (Timely bulan. complementary feeding) Tabel 2 Rekomendasi Pe mberian Makanan Bayi Mulai menyusui Dalam waktu 30-60 menit setelah melahirkan. Menyusui eksklusif Umur 0-6 bulan pertama. Makanan pendamping Mulai diberikan pada umur antara 4-6 bulan (umur ASI (MPASI) yang tepat bervariasi, atau bila menunjukkan kesiapan neurologis dan neuromuskuler). Berikan MPASI Pada semua bayi yang telah berumur lebih dari 6 bulan. Teruskan pemberian ASI Sampai anak berumur 2 tahun atau lebih. Tabel 3 Jadwal Pemberian Makanan pada Bayi Umur Macam makanan 0-2 minggu ASI atau Formula adaptasi 3 mg s/d 3 ASI atau bulan Formula adaptasi 3 bulan ASI atau Formula adaptasi Jus buah 4-5 bulan ASI atau Formula adaptasi Bubur susu Jus buah 6 bulan ASI atau Formula adaptasi Bubur susu Jus buah 7-12 bulan ASI atau Formula adaptasi Bubur susu Nasi tim 18
Pemberian selama 24 jam Sesuka bayi/2jam-3 sekali. 6-7 kali 90 ml Sesuka bayi 6 kali 100-150 ml Sesuka bayi 5 kali 180 ml 1-2 kali 50-75 ml Sesuka bayi 4 kali 180 ml 1 x 40-50 g bubuk 1 kali 50-100 ml Sesuka bayi 3 kali 180-200 ml 2 x 40-50 g bubuk 1 kali 50-100 ml Sesuka bayi 2 kali 200-250 ml 2x 40- 50 g bubuk 1 x 40-50 g bubuk
HOSPITAL MAJAPAHIT Umur
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013 Macam makanan Jus buah
Pemberian selama 24 jam 1-2 kali 50-100 ml
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pe mbe rian Makan pada Bayi Hal-hal yang perlu diperhatikan supaya pengaturan makan untuk bayi dan anak dapat berhasil dengan baik adalah sebagai berikut : 1. Kerjasama ibu dan anak. Dimulai pada saat kelahiran bayi dilanjutkan sampai dengan anak mampu makan sendiri. Makanan hendaknya menyenangkan bagi anak dan ibu. Ibu yang tegang, cemas, mudah marah merupakan suatu kecenderungan untuk menimbulkan kesulitan makan pada anak. 2. Memulai pemberian makan sedini mungkin. Pemberian makan sedini mungkin mempunyai tujuan menunjang proses metabolisme yang normal, untuk pertumbuhan, menciptakan hubungan lekat ibu dan anak, mengurangi resiko terjadinya hipoglikemia, hiperkalemi, hiperbilirubinemia dan azotemia. 3. Mengatur sendiri. Pada awal kehidupannya, seharusnya bayi sendiri yang mengatur keperluan akan makanan. Keuntungannya untuk mengatur dirinya sendiri akan kebutuhan zat gizi yang diperlukan. 4. Peran ayah dan anggota keluarga lain. 5. Menentukan jadwal pemberian makanan bayi. 6. Umur, berat badan, diagnosis dari penyakit dan stadium (keadaan), keadaan mulut sebagai alat penerima makanan, kebiasaan makan (kesukaan, ketidaksukaan dan acceptability dari jenis makanan dan toleransi daripada anak terhadap makanan yang diberikan . (Nugraha Taufan, 2011). e. Aturan Pemberian Makanan Khusus pada Bayi Aturan Pemberian Makanan Khusus Bayi sesuai usia terdiri dari: 1. Makanan khusus Bayi untuk usia 0-6 bulan ASI adalah cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar mamae wanita melalui proses laktasi. ASI juga mengandung sejumlah zat penolak bibit penyakit antara lain laktoferin, immunoglobulin, dan zat lainnya yang melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi. Pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan/ makanan. Pemberian ASI secara ekslusif dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 6 bulan. ASI dapat diberikan sampai berusia 2 tahun (Asdan, 2007). Tabel 4. Kandungan berbagai zat gizi dalam ASI Macam zat gizi Kadar gizi dalam 100 ml ASI Protein 1,1 g Lemak 3,5 g Laktose 7,0 g Kalori 65,0 kal Besi 0 mg Vitamin A 70 Kl Vitamin B 1 0,2 mg Vitamin C 2,7 mg
19
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
2. Makanan Khusus Bayi untuk Usia 6 bulan Untuk bayi usia 6 bulan memerlukan makanan yang lembut dan agak sedikit padat. karena bayi belum terlatih untuk mengunyah makanan. Takaran kecil sebanyak 1-2 sendok makan untuk pertama kali dan lakukan secara bertahap untuk menaikkan porsinya sesuai dengan kemampuan lambung masing- masing bayi. Berikan MPASI 1-2 kali/hari dan jenis makanan yang disarankan untuk bayi sekitar 6 bulan adalah bubur beras susu, buah kukus saring dan sayuran. 3. Makanan Khusus Bayi untuk usia 7-9 bulan Untuk bayi usia 7-9 bulan memerlukan makanan yang lembut dan agak sedikit kasar, berikan beberapa jenis cemilan. Berikan Porsi kecil dan tetap menyesuaikan dengan kemampuan masing- masing bayi. Berikan MPASI 2-3 kali/hari. Jenis makanan yang bisa menjadi pilihan adalah bubur, nas i tim, buah, sayuran, dan sumber protein seperti halnya kuning telur, daging sapi dan ayam. 4. Makanan Khusus Bayi untuk usia 9-12 bulan Untuk bayi usia 9-12 bulan memerlukan makanan yang mempunyai tekstur kasar malah bahkan di usia 12 bulan seharusnya bayi s udah makan berupa table food, berikan aneka camilan yang sehat. Porsi tetap kecil dan tetap sesuaikan dengan kemampuan masing- masing bayi. Berikan MPASI 3-4 kali/hari. Jenis makanan yang bisa menjadi pilihan yang disarankan adalah seperti keju, ice cream (disarankan rasa vanila) dan yoghurt berikan yang plain. f. Frekuensi Makan Bayi Menurut (Departemen Kesehatan RI, 2003), anjuran pemberian makan bayi usia 6 - 11 bulan adalah sebagai berikut : 1. Beri ASI setiap kali bayi menginginkan. 2. Beri bubur nasi 3 kali sehari. a) 6 bulan : 6 sendok makan ( URT: 60 ml = ¼ cangkir besar) b) 7 bulan : 7 sendok makan (URT: 70 ml = 0,7 cangkir kecil) c) 8 bulan : 8 sendok makan ( URT: 80 ml= 1/3 cangkir besar) d) 9 bulan : 9 sendok makan ( URT: 90 ml= 3/5 cangkir sedang) e) 10 bulan : 10 sendok makan (URT: 100 ml= 1 cangkir kecil) f) 11 bulan : 11 sendok makan(URT: 110 ml= 1 1/10 cangkir kecil) ( Anon, 2009). 3. Beri makan selingan 2 kali sehari, diantara waktu makan, seperti bubur kacang hijau, pisang, biskuit, dan nagasari. (Aslis, 2008). g. Dampak Kekurangan dan Kelebihan Nutrisi Makanan yang ideal harus mengandung cukup energi dan zat esensial sesuai dengan kebutuhan sehari- hari. Pemberian makanan yang kelebihan akan energi mengakibatkan obesitas, sedang kelebihan zat gizi esensial dalam jangka waktu lama akan menimbulkan penimbunan zat gizi tersebut dan menjadi racun bagi tubuh. Misalnya hipervitaminosis A, hipervitaminosis D dan hiperkalemi. Sebaliknya kekurangan energi dalam jangka waktu lama berakibat menghambat pertumbuhan dan mengurangi cadangan energi dalam tubuh sehingga terjadi marasmus (gizi kurang/ buruk). Kekurangan zat esensial mengakibatkan defisiensi
20
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
zat gizi tersebut. Misalnya xeroftalmia (kekurangan vit.A), Rakhitis (kekurangan vit.D) (Lusa, 2009). 2. Konsep Tidur Bayi a. Definisi Tidur Menurut Perry dan Potter ( 2005 ) dikutip dari Sumarmiati (2012) tidur adalah suatu keadaan yang berulang – ulang, perubahan status kesadaran yang terjadi selama periode tertentu. Menurut Yolanda Amirta ( 2009 ), makna dasar tidur adalah suatu keadaan dimana otak dan pikiran serta tubuh diberi kesempatan untuk beristirahat. Sedangkan menurut Achmanto Mendatu (2011), tidur termasuk bagian dari periode alamiah kesadaran yang terjadi ketika tubuh direstorasi( diperbaiki), yang dicirikan oleh rendahnya kesadaran dan keadaan metabolisme tubuh minimal. Secara otomatis, otak memprogram untuk tidur saat hari mulai gelap, kemudian terbangun ketika terang (Sitiatava, 2011). Menurut Graham dan Schaefer (2004) mendefinisikan tidur sebagai kebutuhan mental dan juga kebutuhan fisik bagi manusia. Karena pada saat tidur akan memberikan kesempatan bagi otot untuk istirahat. Selama fase bayi, pertumbuhan sel-sel syaraf belum sempurna sehingga diperlukan waktu tidur yang lebih lama untuk perkembangan syaraf, pembentukan sinaps dan sebagainya . Otak bayi tumbuh 3 kali lipat dari keadaan saat lahir atau 80% dari otak orang dewasa di tahun pertamanya. Kondisi ini hanya terjadi satu kali saja seumur hidup. Sehingga untuk tumbuh kembang yang maksimal bayi membutuhkan waktu yang cukup (Sumarmiati, 2010). Adapun ciri-ciri bayi yang cukup tidur adalah dapat tidur dengan mudah pada malam hari, bugar saat bangun tidur, tidak rewel, serta tidak memerlukan tidur siang yang memerlukan tidur siang yang melebihi kebutuhan sesuai denga n perkembangannya (Sitiatava, 2011). Aktivitas tidur merupakan salah satu stimulus bagi proses tumbuh kembang otak, karena 75 persen hormon pertumbuhan dikeluarkan saat anak tidur. Hormon pertumbuhan ini yang bertugas merangsang pertumbuhan tulang dan jar ingan. Selain itu, hormon pertumbuhan juga memungkinkan tubuh memperbaiki dan memperbarui seluruh sel yang ada di tubuh, dari sel kulit, sel darah sampai sel saraf otak. Proses pembaruan sel ini akan berlangsung lebih cepat bila si bayi sering terlelap sesuai dengan kebutuhan tidur bayi. Selain itu, tidur juga membantu perkembangan psikis emosi, kognitif, konsolidasi pengalaman dan kecerdasan (Sitiatava, 2011). b. Kualitas Tidur Bayi Besaran jumlah jam tidur anak, disesuaikan dengan tingkatan umurnya. Bayi baru lahir biasanya tidur selama 16-20 jam per hari, bayi usia 2-12 bulan jumlah waktu tidurnya mencapai 9-12 jam pada malam hari dengan tidur siang 14 kali sehari (Vinadanvani, 2010). Pada usia 6-9 bulan memerlukan waktu tidur sekitar 14 jam perhari. Bayi mungkin melakukan satu atau dua kali tidur siang per hari, yaitu sekali di pagi hari dan sekali di sore hari. Pada usia 9-12 bulan, bayi tidur dalam tempo sekitar 12 jam di malam hari dan tidur siang dua kali sehari dalam tempo satu jam atau dua jam sekali waktu. Berapa pun lamanya tidur bayi harus tetap diperhatikan. Setidaknya, kualitas tidur harus benar-benar dijaga ( Sitiatava, 2011). Perkembangan kognitif bayi yang mengalami gangguan tidur juga terganggu. Ia akan tumbuh menjadi anak yang kurang perha tian dan
21
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
konsentrasi, kurang waspada, bereaksi lambat, dan mempunyai daya memori rendah (Sitiatava, 2011). Menurut sumarmiati (2010) pada tahap NREMS yaitu: tahap tidur pertama sesuai dengan keadaan dimana seseorang baru saja terlena, seluruh otot menjad i lemas, kelopak mata menutupi mata, kedua bola mata bergerak bolak – balik ke kedua sisi, Elektroensefalogram (EEG) memperlihatkan penurunan voltase dengan adanya gelombang – gelombang alfa yang makin menurun. Tahap tidur kedua, kedua bola mata berhenti bergerak, tetapi tonus otot masih terpelihara, frekuensi nafas dan jantung menurun dengan jelas. Dalam tahap ketiga EEG memperlihatkan perubahan gelombang dasar tang berfrekuensi 3 – 6 siklus per detik menjadi 1 – 2 siklus per detik yang sekali – sekali terseling oleh timbulnya sleep splindes dan menjadi sulit dibangunkan. Pada tahap tidur keempat EEG memperlihatkan hanya irama gelombang lambat yang berfrekuensi 1– 2 siklus per detik tanpa munculnya sleep spindles. Keadaan fisik pada tahap tidur ketiga dan keempat ialah lemah lunglai, karena tonus otot lenyap secara menyeluruh. Sedangkan dalam REMS terdapat adanya tonus otot meninggi kembali terutama otot – otot rahang bawah, bola mata mulai bergerak – gerak kembali dengan kecepatan lebih tinggi, maka tahap tidur REMS bisa disebut juga dengan Paradoxical Sleep karena sifat tidurnya nyenyak sekali tetapi sifat fisiknya dapat dicerminkan pada gerakan kedua bolca mata sangat aktif (Sumarmiati, 2010). c. Faktor yang Mempe ngaruhi Tidur Bayi Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kualitas tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya. Faktor yang mempengaruhinya diantaranya adalah faktor lingkungan, faktor latihan fisik, faktor nutrisi, dan faktor fisik. (Sitiatava, 2011). d. Dampak Kurang Tidur pada Bayi Tidur yang tidak adekuat dan kualitas tidur yang buruk dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan fisiologi dan psikologi. Dampak fisiologi meliputi penurunan aktivitas sehari- hari, rasa capai, lemah, koordinasi neuromuskular buruk, proses penyembuhan lambat dan daya tahan tubuh menurun. Sedangkan dampak psikologinya meliputi emosi lebih labil, cemas, tidak konsentrasi, dan menggabungkan pengalamannya lebih rendah (Sitiatava, 2011). Selain itu, dampak bagi fisik adalah gangguan pertumbuhan badannya karena pengeluaran hormon selama tidur menjadi “kacau”, kerentanan fungsi imun atau daya tahan tubuh, iregulasi sistem endokrin, kegemukan dan mengantuk. Sedangkan untuk masalah kognitif, adalah anak jadi kehilangan konsentrasi, lambat, kurang waspada, kurang perhatian, gangguan pembelajaran hingga prestasi akademik yang menurun. Pada kemampuan geraknya, anak menjadi kurang cermat dan ceroboh (Vinadanvani, 2010). Namun, kelebihan waktu tidur (terutama tidur tenang) menyebabkan terjadi penyimpanan energi berlebihan. Anakpun kurang aktif bermain, sehingga kurang berinteraksi menyebabkan perkembangan emosi dan kognitifnya kurang optimal (Sitiatava, 2011).
22
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
C. METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian Peneitian ini menggunakan cross sectional yang merupakan rancangan penelitian yang pengukuran atau pengamatannya dilakukan secara simulan pada satu saat (sekali waktu) (Hidayat, 2007). Karena dalam penelitian ini data tentang pemenuhan nutrisi dan kualitas tidur diukur atau diamati secara bersamaan.
Kerangka Konseptual Merupakan model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah ( Hidayat, 2010). Ada gangguan tidur: ju mlah waktu tidur < 14 jam per hari, pada malam hari tidur < 9 jam, bangun > 3x, lama terbangun > 1 jam.
Faktor yang me mpengaruhi kualitas tidur Lingkungan Latihan Fisik Penyakit
Tidak ada gangguan tidur: : ju mlah waktu tidur 14 jam atau lebih per hari, pada malam hari tidur ≥ 9 jam, bangun ≤ 3x, lama terbangun ≤ 1 jam.
Nutrisi
Cukup ASI bila menginginkan ( b ila bayi minu m PASI 2x 200-250 ml), bubur nasi ; 3x sehari, tiap kali makan 6-9 sendok sesuai usia bayi, makanan selingan 2x sehari.
KUALITAS TIDUR
Kurang: ASI bila menginginkan ( bila bayi minu m PASI < 2x 200-250 ml), bubur nasi: < 3x sehari, t iap kali makan < 6-9 sendok sesuai usia bayi, makanan selingan < 2x sehari.
BAYI
Lebih : ASI bila menginginkan ( bila bayi minum PASI > 2x 200-250 ml), bubur nasi : > 3x sehari, tiap kali makan > 6-9 sendok sesuai usia bayi, makanan selingan > 2x sehari.
Gambar 1 Kerangka Konseptual Pengaruh Pemenuhan Nutrisi terhadap Kualitas Tidur Bayi. 2. Hipotesis Penelitian H1 : Ada hubungan antara pemenuhan nutrisi pada bayi usia 6-9 bulan terhadap kualitas tidur di BPS Ny. Siti Naimah Amd, Keb. Desa Padangasri Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto. 3. Identifikasi Variabel dan Definisi Ope rasional 1. Identifikasi Variabel a. Variabel independen dalam penelitian ini adalah pemenuhan nutrisi pada bayi usia 6-9 bulan. b. Variabel dependent pada peneltian ini adalah kualitas tidur bayi usia 6-9 bulan.
23
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
2. Definisi Operasional Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2010). Tabel 5 Hubungan Pe menuhan Nutrisi pada Bayi Usia 6-9 Bulan dengan Kualitas Tidur di BPS Ny. Siti Naimah Amd, Keb. Desa Padangasri Kecamatan Jatire jo Kabupaten Mojokerto. Variabel Definisi Operasional Krite ria Skala Variabel Proses menggunakan 1. Lebih: ASI bila Nominal independen makanan yang menginginkan ( bila (Pemenuhan dikonsumsi secara bayi minum PASI > 2x nutrisi pada normal pada anak usia 6200-250 ml), bubur nasi : bayi usia 6- 9 bulan yang meliputi: > 3x sehari, tiap kali 9 bulan) i. jenis makanan makan > 6-9 sendok ii. frekuensi makan sesuai usia bayi, makanan iii. banyaknya makan. selingan > 2x sehari. Yang diukur dengan 2. Cukup: ASI bila teknik wawancara. menginginkan ( bila bayi minum PASI 2x 200-250 ml), bubur nasi ; 3x sehari, tiap kali makan 6-9 sendok sesuai usia bayi, makanan selingan 2x sehari. 3. Kurang: ASI bila menginginkan ( bila bayi minum PASI < 2x 200-250 ml), bubur nasi: < 3x sehari, tiap kali makan < 6-9 sendok sesuai usia bayi, makanan selingan < 2x sehari. (Aslis, 2008). Variabel Tidur nyenyak pada bayi 1. Ada gangguan tidur: Nominal dependen yang diperlihatkan jumlah waktu tidur < 14 (Kualitas dengan berapa lama tidur jam per hari, pada malam tidur bayi bayi dalam 24 jam, hari tidur < 9 jam, bangun usia 6-9 jumlah tidur siang, > 3x, lama terbangun > 1 bulan) keadaan saat tidur, dan jam. gangguan tidur pada bayi 2. Tidak ada gangguan tidur: usia 6-9 bulan. Yang jumlah waktu tidur 14 meliputi: jam atau lebih per hari, 1. Lama tidur per hari pada malam hari tidur ≥ 9 2. Lama tidur malam jam atau lebih, bangun ≤ 3. Frekuensi bangun saat 3x, lama terbangun ≤ 1 tidur malam jam. 4. Lama terbangun. (Sitiatava, 2011). Yang diukur dengan teknik wawancara. 24
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
4. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling Pada penelitian ini populasinya adalah bayi usia 6-9 bulan di BPS Ny. Siti Naimah Amd, Keb. Desa Padangasri Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto pada bulan april 2012 sebanyak 49 bayi. Sedangkan sampel yang digunakan pada penelitian ini menggunakan nonprobability sampling yang merupakan teknik pengambilan sampel dengan tidak memberikan peluang yang sama dari setiap anggota populasi. Teknik pengambilan ini terdiri dari berbagai jenis. Namun, yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik sampling jenuh atau total sampling yang merupakan suatu cara pengambilan sampel dengan mengambil semua anggota populasi me njadi sampel. Dalam penelitian ini jumlah sampel yang akan diteliti adalah bayi usia 6-9 bulan yang ada di BPS Ny. Siti Naimah Amd, Keb desa Padangasri kecamatan Jatirejo berdasarkan teknik sampling yang digunakan adalah sebanyak 39 bayi. 5. Teknik dan Instrume n Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer. Teknik pengumpul data yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah dengan melakukan wawancara pada responden yang diteliti tentang pemenuhan nutrisi dan kualitas tidur bayinya. 2. Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini instrumen pengumpulan data pemenuhan nutrisi dan kualitas tidur bayi yang digunakan adalah wawancara yang merupakan metode pengumpulan data dengan cara mewawancarai langsung responden yang diteliti ( Hidayat, 2007). 6. Teknik Pengolahan dan Analisa Data 1. Teknik Pengolahan Data a. Editing adalah memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan (Hidayat, 2010). b. Coding adalah kegiatan pemberian kode numering (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori (Hidayat, 2010). c. Entry data adalah mengisi kolom-kolom atau kotak-kotak lembar kode atau kartu kode sesuai dengan jawaban masing- masing pertanyaan (Notoatmodjo, 2010). d. Tabulating. Memasukkan data-data hasil penelitian kedalam tabel sesuai dengan criteria (Notoatmodjo, 2010). 2. Teknik Analisa Data Analisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Analisis Univariat yang bertujuan untuk mejelaskan atau mendeskripsikan karakteristiks setiap variabel penelitian (Notoatdmodjo, 2010). b. Analisis Bivariat. Menurut Hidayat (2010) analisis bivariat dilakukan untuk mencari hubungan antar dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat yang dilakukan dengan Uji Chi Kuadrat atau X2 dapat digunakan untuk mengestimasikan atau mengevaluasi frekuensi yang diselidiki atau menganalisis hasil observasi untuk mengetahui, apakah terdapat hubugan atau observasi untuk mengetahui, apakah terdapat hubungan atau perbedaan yang signifikan pada penelitian yang menggunakan data nominal. Dalam menghitung Uji Chi Kuadrat atau X2 adalah:
25
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
1.) Mencari frekuensi harapan (fe) pada tiap sel dengan rumus: Keterangan: : frekuensi yang diharapkan : Jumlah frekuensi pada kolom : Jumlah frekuensi pada baris : Jumlah keseluruhan baris dan kolom. 2.) Mencari nilai Chi Kuadrat hitung dengan rumus: 3.) Mencari nilai X2 tabel dengan rumus: dk = (k – 1)(b-1) keterangan : k : banyakya kolom b : banyaknya baris 4.) Membandingkan X2 hitung dengan X2 tabel: Jika X2 hitung X2 tabel maka Ho ditolak artinya signifikan. Sehingga H1 diterima yang berarti ada hubungan antara pemenuhan nutrisi dengan kualitas tidur bayi usia 6-9 bulan. Sebaliknya, jika X2 hitung X2 tabel maka Ho diterima artinya tidak signifikan yang berarti H1 ditolak yaitu tidak ada hubungan antara pemenuhan nutrisi dengan kualitas tidur bayi usia 6-9 bulan. ( Hidayat, 2010). D. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran Lokasi Penelitian BPS Ny. Siti Naimah, Amd.Keb merupakan tempat praktek swasta bidan Siti Naimah, Amd.Keb yang berada di desa Padangari kecamatan Jatirejo kabupate Mojokerto yang memiliki luas daerah ± 203,725 Ha. BPS ini didirikan pada tahun 2003 yang mana petugas yang bekerja di BPS ini ada bidan Siti Naimah sendiri. Luas BPS ini sekitar ±200 m2 yang terdiri dari 1 ruang bersalin, nifas, ruang periksa, kamar mandi, serta ruang tunggu. 2. Karakteristik Responden a. Umur Tabel 6 Distribusi Frekuensi Umur Bayi Responden di BPS Ny. Siti Naimah, Amd. Keb Desa Padangas ri Kecamatan Jatirejo pada tanggal 23 Mei – 23 Juni 2012. No. Umur Frekuensi Prosentasi 1. 6 bulan 14 35,9% 2. 7 bulan 4 10,3% 3. 8 bulan 10 25,6% 4. 9 bulan 11 28,2% Jumlah 39 100% Berdasarkan tabel 2 di atas dapat dilihat paling banyak responden di BPS Ny. Siti Naimah, Amd. Keb desa Padangasri Kecamatan Jatirejo berumur 6 bulan sebanyak 14 (35,9%).
26
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
b. Jenis Kelamin Tabel 7 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Bayi Responden di BPS Ny. Siti Naimah, Amd. Keb Desa Padangasri Kecamatan Jatirejo pada tanggal 23 Mei – 23 Juni 2012. No. Jenis Kelamin Frekuensi Prosentasi 1. Laki- laki 23 59,0 % 2. Perempuan 16 41,0% Jumlah 39 100 % Berdasarkan tabel 3 di atas dapat dilihat lebih dari setengah responden di BPS Ny. Siti Naimah, Amd. Keb desa Padangasri Kecamatan Jatirejo berjenis kelamin laki- laki sebanyak 23 bayi (59,0 %). c. Kondisi Kesehatan Tabel 8 Distribusi Frekuensi Kondisi Kesehatan Bayi Responden di BPS Ny. Siti Naimah, Amd. Keb Desa Padangas ri Kecamatan Jatire jo pada tanggal 23 Mei – 23 Juni 2012. No. Kondisi Kesehatan Frekuensi Prosentasi 1. Sehat 39 100% 2. Sakit 0 0% Jumlah 39 100% Berdasarkan tabel 4 di atas dapat dilihat keseluruhan responden di BPS Ny. Siti Naimah, Amd. Keb desa Padangasri Kecamatan Jatirejo kondisinya sehat sebanyak 39 (100%). 3. Data Khusus a. Pemenuhan Nutrisi Tabel 9 Distribusi Frekuensi Pemenuhan Nutrisi Bayi Responden di BPS Ny. Siti Naimah, Amd. Keb Desa Padangasri Kecamatan Jatire jo pada tanggal 23 Mei – 23 Juni 2012. No. Pemenuhan Nutrisi Frekuensi Prosentasi 1. Lebih 9 23,1% 2. Cukup 12 30,8% 3. Kurang 18 46,2% Jumlah 39 100% Berdasarkan tabel 5 di atas dapat dilihat paling banyak responden di BPS Ny. Siti Naimah, Amd. Keb desa Padangasri Kecamatan Jatirejo pemenuhan nutrisinya kurang sebanyak 18 bayi (46,2%). b. Kualitas Tidur Tabel 10 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Bayi Responden di BPS Ny. Siti Naimah, Amd. Keb Desa Padangasri Kecamatan Jatirejo pada tanggal 23 Mei – 23 Juni 2012. No. Kualitas Tidur Frekuensi Prosentasi 1. Ada Gangguan Tidur 25 64,1% 2. Tidak Ada Gangguan Tidur 14 35,9% Jumlah 39 100% Berdasarkan tabel 6 di atas dapat dilihat sebagian besar responden di BPS Ny. Siti Naimah, Amd. Keb desa Padangasri Kecamatan Jatirejo kualitas tidurnya mengalami gangguan tidur sebanyak 25 bayi (64,1%).
c. Hubungan Pemenuhan Nutrisi dengan Kualitas Tidur Bayi 27
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Tabel 11 Tabulasi Silang Antara Pemenuhan Nutrisi dengan Kualitas Tidur Bayi Usia 6-9 Bulan di BPS Ny. Siti Naimah, Amd. Keb Desa Padangas ri Kecamatan Jatirejo pada tanggal 23 Mei – 23 Juni 2012. Kualitas Tidur Pemenuhan Ada Gangguan Tidak Ada Gangguan Nutrisi Jumlah Tidur Tidur F 9 0 9 Lebih % 23,1% 0% 23,1% F 1 11 12 Cukup % 2,6% 28,2% 30,8% F 15 3 18 Kurang % 38,5% 21,4% 46,2% F 25 14 39 Jumlah % 64,1% 35,9% 100% Berdasarkan hasil tabulasi silang pada tabel 7 di atas dapat diketahui bahwa bayi yang pemenuhan nutrisinya lebih dan mengalami gangguan tidur sebanyak 9 (23,1%), pemenuhan nutrisi cukup dan tidak mengalami gangguan tidur sebanyak 11 (28,2%). Sedangkan untuk pemenuhan nutrisi kurang yang mengalami gangguan tidur sebanyak 15 (38,5%). Hasil uji Pearson Chi-Square dengan menggunakan SPSS 17 di dapat nilai P Value Cremer’s V sebesar 0,000, maka nilai PValue < α (0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima yang mana berarti terdapat hubungan signifikan antara pemenuhan nutrisi dengan kualitas tidur bayi usia 6-9 bulan. E. PEMBAHASAN 1. Pemenuhan Nutrisi Bayi Usia 6-9 Bulan Menurut hasil penelitian didapatkan paling banyak bayi responden yang mengalami pemenuhan nutrisi kurang sebanyak 18 (46,2%). Menurut Husaini (2002) melalui makanan manusia mendapatkan zat gizi yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk tumbuh dan berkembang. Bayi setelah lahir sebaiknya diberikan ASI, namun seiring dengan tumbuh kembang diperlukan makanan pendamping ASI (Nugroho Taufan,2011). Dalam pemberian makanan bayi perlu diperhatikan ketepatan waktu pemberian, frekuensi, jenis, jumlah bahan makanan, cara pembuatannya (Asdan, 2008). Hasil penelitian menjelaskan bahwa sebagian besar bayi usia 6-9 bulan mengalami pemenuhan nutrisi kurang sebanyak 18 bayi (46,2%). Sedangkan yang sebagian terkecil lainnya bayi usia 6-9 bulan mengalami pemenuhan nutrisi lebih sebanyak 9 bayi (23,1%). Hasil perhitungan dengan mengunakan SPSS 17 menyatakan Pvalue =0,011 yang mana nilai Pvalue < 0,05. Sehingga dapat dikatakan terdapat hubungan antara pemenuhan nutrisi dengan usia bayi. Selain itu, pada hasil penelitian menunjukkan bahwa bayi laki- laki yang berusia 6-9 bulan sebanyak 23 bayi (59,0%), sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 16 bayi (41,0%). Dan hasil penghitungan SPSS 17 menyatakan Pvalue =0,336 yang mana nilai Pvalue > 0,05. Sehingga dapat dikatakan tidak terdapat hubungan antara pemenuhan nutrisi dengan jenis kelamin bayi. Hasil penelitian pada karakteristik umum responden berupa kodisi kesehatan menunjukkan sebagian besar bayi usia 6-9 bulan sebanyak 39 bayi (100%) keadaannya sehat dan seluruh bayi tersebut mengalami pemenuhan nutrisi kurang sebanyak 18 bayi (46,2%). Selain itu, dari hasil penghitungan menunjukkan hasil P value 28
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
= a. Yang mana keduanya tidak menunjukkan ada hubungan karena seluruh bayi yang diteliti keadaannya sehat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pemenuhan nutrisi pada bayi usia 6-9 bulan dipengaruhi oleh umur bayi. Sedangkan jenis kelamin dan kondisi kesehatan tidak mempengaruhi pemenuhan nutrisi bayi usia 6-9 bulan. 2. Kualitas Tidur Bayi Usia 6-9 Bulan Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 39 bayi usia 6-9 bulan, lebih dari setengah bayi mengalami gangguan tidur sebanyak 25 bayi (64,1%). Selanjutnya hasil perhitungan SPSS 17 menunjukkan bahwa nilai P value = 0,336 > 0,05 yang berarti tidak adanya hubungan antara kualitas tidur dengan umur bayi. Selain itu, berdasarkan data tabel 4.2 menunjukkan bahwa bayi laki- laki yang berusia 6-9 bulan sebanyak 23 bayi (59,0%), sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 16 bayi (41,0%). Selain itu, hubungan kualitas tidur dengan jenis kelamin sebagian besar bayi usia 6-9 bulan yang berjenis kelamin laki- laki mengalami gangguan tidur sebanyak 17 bayi (43,6%), sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebagian besar mengalami gangguan tidur sebanyak 8 bayi ( 20,5 %). Dan hasil penghitungan SPSS 17 menyatakan P value =0,126 yang mana nilai Pvalue > 0,05. Sehingga dapat dikatakan tidak terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan jenis kelamin bayi. Menurut tabel 4.3 menunjukkan bahwa seluruh bayi usia 6-9 bulan seluruhnya kondisinya sehat. Selain itu, lebih dari setengah bayi usia 6-9 bulan mengalami gangguan tidur sebanyak 25 bayi (64,1%). Sedangkan dari hasil penghitungan SPSS 17 menunjukkan hasil Pvalue = a. Dari hal tersebut menunjukkan tidak ada nya hubungan karena seluruh bayi yang diteliti keadaannya sehat. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa kualitas tidur bayi usia 6-9 bulan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, kondisi kesehatan dan usia bayi. 3. Hubungan Pemenuhan Nutrisi dengan Kualitas Tidur Bayi Usia 6-9 Bulan Berdasarkan data hasil tabulasi silang pada tabel 4.6 antara pemenuhan nutrisi dengan kualitas bayi usia 6-9 bulan dapat diketahui bahwa bayi responden yang pemenuhan nutrisinya lebih paling banyak mengalami gangguan tidur sebanyak 9 bayi (23,1%), pemenuhan nutrisi cukup paling banyak tidak mengalami gangguan tidur sebanyak 11 bayi (28,2%). Sedangkan untuk pemenuhan nutrisi kurang paling banyak mengalami gangguan tidur sebanyak 15 bayi (38,5%). Hasil uji Pearson Chi-Square dengan menggunakan SPSS 17 di dapat nilai P Value Cremer’s V sebesar 0,000, maka nilai P Value < α (0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima yang mana berarti terdapat hubungan signifikan antara pemenuhan nutrisi dengan kualitas tidur bayi usia 6-9 bulan. Menurut tabel tabulasi silang 4.6 bayi yang pemenuhan nutrisi cukup dan tidak mengalami gangguan tidur sebanyak 11 bayi (28,2%). Hal itu dikarenakan kecukupan nutrisi untuk fisik bayi terpenuhi sehingga bayi tidak lagi sering terbangun di tengah malam. Sehingga kualitas tidur bayi baik dan bayi tidak rewel serta pertumbuhan dan perkembangan bayi tidak terganggu. Lalu menurut tabel tabulasi silang 4.6 untuk bayi yang pemenuhan nutrisi kurang sebayak 15 bayi (38,5%) mengalami gangguan tidur. Hal itu dikarenakan kecukupan nutrisi untuk fisik bayi tidak terpenuhi sehingga bayi lebih sering terbangun di tengah malam untuk meminta minum atau makan. Sedangkan menurut tabel tabulasi silang 4.6 untuk bayi yang pemenuhan nutrisinya lebih sebannyak 9 bayi (23,1%) mengalami gangguan tidur. Hal itu dikarenakan kecukupan nutrisi untuk fisik bayi lebih dari kebutuhan. Sehingga kantong kemih bayi 29
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
akan penuh dan bayi akan lebih sering terbangun yang mana menunjukkan bahwa kualitas tidur bayi tersebut buruk. Akibatnya, bayi akan sering rewel dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Yang sangat berpengaruh pula pada kecerdasan bayi. Berdasarkan hasil uraian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pemenuhan nutrisi pada bayi usia 6-9 bulan dengan kualitas tidurnya. F. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian pada bayi usia 6-9 bulan di BPS Ny. Siti Naimah, Amd.Keb Desa Padangasri Kecamatan Jatirejo pada tanggal 23 Mei – 23 Juli 2012 dapat disimpulkan bahwa: 1. Sebagian besar bayi usia 6-9 bulan di BPS Ny. Siti Naimah, Amd.Keb Desa padangasri memiliki pemenuhan nutrisi kurang sebanyak yaitu 18 bayi (46,2%). 2. Penelitian yang dilakukan pada bayi usia 6-9 bulan di BPS Ny. Siti Naimah, Amd.Keb Desa padangasri dihasilkan bahwa terdapat 25 bayi (64,1%) yang kualitas tidurnya mengalami gangguan tidur. 3. Dari hasil uji Pearson Chi-Square dengan menggunakan SPSS 17 di dapat nilai PValue Cremer’s V sebesar 0,000, maka nilai P Value < α (0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima yang mana berarti terdapat hubungan signifikan antara pemenuhan nutrisi dengan kualitas tidur pada bayi usia 6-9 bulan. B. Saran a. Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti lainnya penelitian ini bisa dijadikan pedoman maupun data dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya dengan meneliti faktor-raktor yang mempengaruhi kualitas tidur bayi serta pemenuhan nutrisi dilihat dari jenis kandungan yang dikonsumsi. b. Bagi Para Tenaga Kesehatan Bagi para tenaga kesehatan khususnya bidan diharapkan lebih meningkatkan kegiatan dalam memberikan penyuluhan dan pendidikan kesehatan untuk membantu ibu dan keluarga mendapatkan pemahaman dan ketrampilan yang tepat dalam memberikan intake nutrisi pada bayi. Selain itu, bidan juga harus mengevaluasi hasil penyuluhan yang sudah dilakukan dengan melaksanakan kunjungan rumah untuk mengetahui bagaimana pemberian makan yang dilakukan oleh orang tua khususnya ibu bayi meliputi jenis makanan, frekuensi makanan, dan banyaknya makanan yang dikonsumsi sehingga bisa diketahui apakah ibu sudah melakukan pemenuhan nutrisi yang tepat atau belum. c. Bagi Institusi Pendidikan Bagi institusi diharapkan lebih meningkatkan kinerja di dalam mendidik mahasiswa sehingga dapat menjadi tenaga profesional yang mampu saat terjun kemasyarakat.
30
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi). Jakarta: PT. RINEKA CIPTA. Aryo. (2008). Gizi Kurang pada Balita. ( http://www.gizi.net/komposisi/index.shtml, diakse 20 Desember 2008). Anon. (2009). Fisiologis Tidur Normal. (http:// FISIOLOGIS TIDUR NORMAL « CHILDREN SLEEP CLINIC.htm, diakses 04 April 20120). Anon. (2011). Kapan Waktu yang Tepat Beri Makanan Padat pada Bayi. (http:// kapanwaktu-yang-tepat-beri- makanan.html, diakses 12 April 2012). Anon. (2012). Kualitas Tidur Bayi Penentu Kecerdasan Otak. (http:// kualitas-tidur-bayipenentu-kecerdasan-otak.html, diakses 04 April 2012). Anon. (2011). Aturan Pemberian Makanan Khusus Bayi. (http:// Aturan Pemberian Makanan Khusus Bayi « infoseputarbayi.htm, diakses 04 April 2012). Anon. (2012). Anak yang Kurang Tidur, Tubuhnya Akan. (http://116.213.48.92//artikel/45293.shtml, diakses 04 April 2012). Dahlan, Sopiyudin. (2009). Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehata, Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. Hidayat, A. Azis Alimul. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan dan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika. . (2010). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan dan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika. Judarwanto. (2009). Gangguan Tidur pada Anak. (http:// GANGGUAN TIDUR PADA ANAK « CHILDREN SLEEP CLINIC.htm, diakses 21 April 2012). Lusa. (2009). Gizi Seimbang bagi Bayi. (http:// Gizi Seimbang Bagi Bayi _ Gizi _ LUSA.htm, diakses 04 April 2012). MGS. (2011). hubungan pemberian ASI eksklusif dengan status gizi bayi usia 0-6 bulan di Desa Menganti. ( http://www.hubungan-pemberian-asi-eksklusif-dengan.html, diakses 21 April 2012). Nugroho, Taufan. (2011). Asi dan Tumor Payudara. Yogyakarta: Nuha Medika. Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. . (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. Notoatmodjo, Soekijdo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: RINEKA CIPTA. Rizema, Sitiatava. (2009). Tips Sehat dengan Pola Tidur yang Tepat dan Cerdas. Jogjakarta: EGC. Robert, Yin.k. (2004). Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Sugiyono. (2007). Statistik untuk Penelitian. Bandug: CV. ALVABETA. Sari, Wahyuni. (2011). Asuhan Neonatus, Bayi, & Balita:Penuntun Belajar Praktek Klinik. Jakarta: EGC. Sumarmiati. (2010). Pengaruh Pemijatan terhadap Efektifitas Tidur Bayi. (http:// pengaruhpemijatan-terhadap-efektifitas.html, diakses 04 April 2012). Wirda Hayati, Aslis. ( 2009). Gizi Bayi:Buku Saku. Jakarta: EGC. Yamin, Sofyan & Kurniawan, Heri.( 2011). SPSS COMPLETE: Teknik Analisis Statistik Terlengkap dengan Software SPSS. Jakarta: Salemba Infotek
31
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
HUBUNGAN PEMAKAIAN SABUN PEMBERSIH KEWANITAAN DENGAN TERJADINYAKEPUTIHAN PADA WANITA USIA SUBUR (WUS) DI DESA KARANG JERUK KECAMATAN JATIREJO KABUPATEN MOJOKERTO Dyah Fitri Suryandari 1 , Zulfa Rufaida, S.Keb. Bd 2 ) 1 Mahasiswa Politeknik Kesehatan Majapahit 2 Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit ABSTRACT One cause of vaginal discharge in women of childbearing age are wearing feminine cleansing Indonesia, 75% of women would have at least one time in the discharge can be caused by a miraculous. Whit womanhood factors such as pants that do not absorb, hygiene factor, purpose of this study was to determine the relationship using soap cleaning with the white female in fertile age women in the village of Karang Jeruk Country District Jatirejo Mojokerto. This type of research using correlational analytic cross sectional study design. Independent variable is soap white womanhood and the dependent variable. This study most fertile age women aged 18-45 years with a population of 252 people. Samples are taken using the technique Probability Sampling with Random sampling Cluster sampling as much as 154 women of childbearing age. The research was conducted in the village of Karang Jeruk Country district Jatirejo Mojokerto district on 7 May to 7 June 2012. The questionnaire research instruments. The results showed that nearly half of women of childbearing age use the soap as much as 60 female respondents (39%). And a fraction of the respondents had pathological vaginal discharge as much as 33 respondents (21.5%) and a small proportion of respondents having vaginal discharge physiological as much as 27 respondents (17.5%). . Chi Square Test results found that the calculated results of X ² = 10.876 with α = 5% where X ² calculated> X ², which is 10.876> 3.481, so that means there is a relationship Hα accepted usage of soap with the occurrence of white womanhood. The strong relationship that is strong enough (0707) with a relative risk value of 0.24 times. The conclusion of this study was the age of Infertile Women who experience vaginal discharge caused by other factors including the cloth that does not absorb sweat, contraceptives, Hygiene factors (cleanliness) wipe the wrong way. Medical staff can give counseling of the way to avoid experience vaginal by using discharge can be overcome by using a clean water rinse from front to back, when using soap should female sex organs woman with a pH that is 3.5 to 5.5. Keywords : Wear Feminine Cleansing, White Womanhood, Infertile Woman A. PENDAHULUAN Keputihan atau yang dikenal dengan istilah medisnya Flour Albus, adalah cairan yang berlebihan yang keluar dari vagina. Cairan keputihan yang norma l itu berwaran putih jernih, bila menempel pada pakaian dalam akan berwarna kuning terang, konsistensi seperti lender, encer atau kental. (dr. Indah SY, Juni : 2011,52) Bagi kebanyakan wanita, keputihan bagaikan momok yang sangat menakutkan ketika mengalaminya. Mereka menjadi resah, risi, tidak pede, tapi ada juga wanita yang tidak peduli. Masalah keputihan adalah masalah yang sejak lama menjadi persoalan bagi kaum wanita. Tidak banyak wanita yang tahu apa itu keputihan dan terkadang menganggap enteng persoalan keputihan ini. Padahal keputihan tidak bisa dianggap 32
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
enteng, Karena akibat keputihan bisa sangat fatal bila lambat ditangani. Tidak hanya bisa mengakibatakan kemandulan dan hamil diluar kandungan, keputihan juga bisa merupakan gejala awal dari kanker leher rahim, yang bisa berujung pada kematian. (Dita Andira, 2010 : 74) Banyak perempuan Indonesia membersihkan vagina mereka dengan cairan pembersih (antiseptic) agar terbebas dari bakteri penyebab keputihan. Mereka berfikir vagina yang kesat adalah vagina yang sehat. Padahal hal itu justru membunuh bakteri laktobacilus yang berguna untuk menjaga derajat keasaman vagina. Namun menurut Dokter Sudarsana, kandungan antiseptic yang ada pada sabun itu dapat mempermudah kuman dan bakteri masuk kedalam liang vagina.Antiseptic yang ada pada sabun pembersih gunanya untuk membunuh dan melawan bakteri dari kuman penyakit.(Sudarsono, 2009) Menurut WHO hampir seluruh wanita dan remaja pernah mengalami keputihan 60 % pada remaja (15 - 22 tahun) dan 40% pada wanita (23 – 45 tahun). Sedangkan menurut penelitian ternyata wanita Indonesia yang pernah mengalami penyakit ini sangat besar, 75% wanita Indonesia pasti mengalami keputihan minimal 1 kali dalam hidupnya. Angka ini berbeda tajam dengan Eropa yang hanya 25 % saja. Wanita Indonesia banyak mengalami keputihan karena hawa di tanah air lembab, sehingga mudah terinfeksi jamur candida albikan, penyebab keputihan, sedangkan di Eropa kering (Elistiawaty, 2006) Berdasarkan hasil peneliti sebelumnya (Widia Sofa) pada bulan April 2011, kepada 10 wanita usia subur di wilayah kerja Puskesmas Sukorame Kediri Tahun 2011, dengan cara wawancara, diperoleh hasil bahwa dari 10 wanita usia subur, yang menggunakan sabun antiseptik daun sirih sebanyak 4 orang (40%), 2 orang (50%) mengalami Fluor Albus Patologis dan 2 orang (50%), mengalami Fluor Albus Fisiologis ; yang tidak menggunakan sabun antiseptik daun sirih sebanyak 6 orang (60%), 5 orang (85,7%) mengalami Fluor Albus Fisiologis dan 1 orang (14,3%) tidak mengalami Fluor Albus. Berdasarkan data yang diperoleh di wilayah Puskesmas Jatirejo Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto kejadian keputihan tahun 2011, dari 14 wanita usia subur, 9 orang (64%) yang menggunakan sabun pembersih kewanitaan dan mengalami keputihan patologis, 5 orang (36%) yang tidak menggunakan sabun kewanitaan mengalami keputihan fisiologis. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Puskesmas Jatirejo Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto pada tanggal 03 April 2012 dengan teknik wawancara sementara sebanyak 5 orang dengan, 4 orang (80%) yang menggunakan sabun pembersih kewanitaan dan mengalami keputihan patologis, 1 orang (20%) yang tidak menggunakan sabun pembersih kewanitaan dan mengalami keputihan fisiologis Sedangkan penyebab keputihan patologis karena kuman. Daerah kewanitaan merupakan organ tubuh yang paling sensitif. Pada dasarnya organ kewanitaan memiliki kemampuan untuk membersihkan daerah tersebut sendiri. Adanya flora normal di dalamnya akan melindungi daerah tersebut dari berbagai kotoran, bakteri, dan kuman yang masuk. Produk pembersih daerah kewanitaan hendaknya dipilih yang memiliki pH kurang lebih sama dengan pH organ intim wanita yakni sekitar 4,5. Daun sirih, dengan adanya kandungan minyak atsiri yang berfungsi sebagai antiseptik, memang dapat digunakan untuk mematikan Candida albicans, salah satu jamur penyebab keputihan. Sehingga sirih dapat digunakan untuk membersihkan daerah kewanitaan. Sirih biasanya dapat ditemukan dalam bentuk sabun pembersih. (Warta warga, 2010) Peran seorang bidan untuk mencegah terjadinya flour albus dapat dilakukan dengan memberikan konseling yaitu menjaga kebersihan daerah genetalia kedalam,membersihkan derah genetalia dari depan ke belakang. Jangan menggunakan daun sirih sebagai obat untuk keputihan, karena daun sirih memang mengandung bakteri 33
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
yang tidak bisa mati hanya dengan pemanansan sekian derajat, jangan menggunakan celana dalam dan celana jeans yang sangat ketat sehingga mengganggu kelembaban vagina dapat berpengaruh pada perubahan kelembaban vagina dan memicu keputihan. (dr. Boyke, 2010) Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang Pemakaian sabun pembersih kewanitaan dengan terjadinya keputihan. B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Pe mbersih Ke wanitaan a. Pembersih Daerah Genetalia Eksterna Ekosistem vagina adalah lingkaran kehidupan yang ada di vagina. Ekosistem ini dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu pathogen dan laktobasillus (bakteri baik) jika keseimbangan ini terganggu , baktei laktobasillus akan mati dan bakteri pathogen akan tumbuh subur dan bakteri pathogen ekosistem vagina adalah penggunaan sabun pembersih organ intim yang terlalu sering. Sangat banyak pilihan produk pembersih vagina di pasaran, bahkan, hampir setiap hari bermunculan iklan yang menawarkan khasiat ampuh produk pembersih vagina itu. (Septian, 2009) Pembersih kewanitaan pada umumnya mengandung banyak senyawa kimia seperti kandungan petroleum, syntetic cheminal, dan petrocheminal (chemicals hamful) yang dapat merusak kulit dan lingkungan. Sabun mempunyai beberapa defisi tergantung seberapa besar yang anda inginkan. Secara teknis, sabun adalah hasil reaksi kima antara fatty acid dan alkali. Fatty Acid adalah lemak yang diperoleh dari lemak hewani dan nabati. Pembersih kewanitaan adalah surfaktan yang digunakan untuk mencuci dan membersihkan, bekerja dengan bantuan air. Sedangkan surfaktan merupakan singkatan Surface Active Agents, bahan yang menurunkan tegangan permukaan suatu cairan dan di antara muka (baik – gas maupun cair sehingga mempermudah penyebaran dan pemerataan. Sabun dihasilkan oleh proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliselor dalam kondisi basa. Pembuat kondisi basa yang biasanya digunakan adalah NaOH (natrium / sodium hidroksida) dan KOH (kalium / pottasim hidroksida) sama lemak yang berkaitan dengan natrium atau kalium ilmiah yang demikian dinamakan sabun. Akibat pemakaian sabun umum. (Lita, 2006) b. Macam – Macam Pembersih Sabun Kewanitaan Untuk menjaga kebersihan dan mematikan bakteri jahat di dalam vagina memang tersedia produk pembersih daerah intim wanita. Dari sekian banyak tersedia produk pembersih daerah intim wanita. Dari sekian banyak merk yang beredar rata – rata memiliki tiga bahan dasar : 1) Provide lodine bahan ini merupakan anti infeksi untuk terapi jamur dan berbagai bakteri. Efek amping produk mengandung bahan inii adalah dermatitis kontak sampai reaksi alergi berat. 2) Kombinasi laktoserum dan asam laktat ( Lactic acid ). Laktoserum ini berasal dari hasil fermentasi susu sapi dan mengandung senyawa laktat, lactose serta nutrisi yang diperlukan untuk ekosistem vagina. Sedangkan asam laktat berfungsi untuk menjaga tingkat pH di vagina. Dan memiliki pH sesuai dengan vagina 3,5 – 5,5.
34
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
3) Eksrak daun sirih ( piper betle L ) yang sangat efektif sebagai antiseptic, membasmi jamur Candida Albicans dan mengurangi sekresi caian pada vagina. ( Anonim, 2010 ) c. Akibat pemakaian Sabun Kewanitaan Di dalam vagina sebenarnya bukan tempat steril. Berbagai macam kuman ada di situ. Flora normal di dalam vagina membantu menjaga keasaaman p H vagina, pada keadaan yang optimal. pH vagina seharusnya antara 3,4 – 5,5, flora normal ini bisa terganggu. Misalnya karena pemakaiaan anti septik untuk daerah vagina bagian dalam. Keseimbangan ini mengakibatkan tumbuhnya jamur dan kuman – kuman yang lain. Padahal adanya flora normal dibutuhkan untuk menekan tumbuhan yang lain itu untuk tidak tumbuh subur. Apabila keasamaan dalam vagina berubah maka kuman lain dengan mudah akan tumbuh sehingga akibatnya bisa terjadi infeksi yang akhirnya menyebabkan keputihan, yang berbau, gatal, dan menimbulkan ketidaknyamanan. (Sugi, 2004) Jika, pemakaian sabun yang terus menerus semakin mengikis bakteri doderlyne dan bakteri lain semakin mudah masuk ke liang vagina. Kalau hal itu terus terjadi dapat menyebabkan radang pinggul, bahkan salah satu pemicu kanker serviks (Sudarsana, 2009) Membersihkan daerah kewanitaan yang terbaik ialah membasuh dengan air bersih. Satu hal yang harus diperhatiakn dalam membasuh daerah kewanitaan yaitu dengan membasuhnya dari arah depan ke belakang. Apabila kita menggunakan sabun untuk membersihkan daerah intim kita, sebaiknya gunakan sabun yang lunak. (dengan ph 3,5) misalnya sabun bayi yang biasanya ber – pH netral. Hindari penggunaan Vaginal Douche / Ciaran pembersih karena bisa mengubah pH vagina. Bersihkan organ intim dengan pembersih yang tidak mengganggu kestabilan pH di sekitar vagina (Inong, 2008). 2. Konsep Keputihan Keputihan atau yang dikenal istilah medisnya Flour Albus, adalah cairan yang berlebihan yang keluar dari vagina. Cairan keputihan yang berlebihan itu berwarna putih jernih, bila menempel pada pakaian dalam, akan berwarna putih terang, konsistensi seperti lendir, encer atau kental tergantung siklus hormone, tidak berbau dan tidak menimbulkan keluhan. (dr. Indah S.Y, Juni 2011: 52) Keputihan (Leukore, White Discharge, Flour Albus) adalah suatu gejala penyakit yang ditandai oleh keluarnya cairan dari organ reproduksi dan bukan berupa darah dan bersifat normal. Biasanya timbul saat kamu akan haid atau setelah selesai haid, sesuai tinggi rendahnya hormone estrogen di dalam darah kamu. (dr. Boyke, 2004 : 112) Leukora merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada wanita, adanya gejala ini diketahui penderita karena mengotori celananya. Dapat dibedakan antara leukore yang fisiologik (normal) dan yang patologik (tidak normal). Leukore fisiologi terdiri atas cairan yang kadang – kadang berupa mucus yang mengandung bayak epitel dengan leukosit (sel darah putih) yang jarang sedang pada leukore patologik terdapat banyak leukosit. (Adika, 2010). a. Jenis Keputihan 1) Keputihan ( fisiologis ) adalah cairan atau lendir yang berwarna putih, tidak berbau, dan jika dilakukan pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan adanya kelainan (Eny Kusmiran, 2011 : 21)
35
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Keputihan ( fisiologis ) adalah sesuatu yang normal terjadi pada wanita sepanjang cairan yang keluar itupun normal. Muncul diantara siklus haid dan merupakan fase dari siklus hormonal wanita. (dr. Indah S.Y, 2011 : 53) a. Keputihan tidak normal ( patologis ) yang ditandai dengan kelua rnya cairan putih dari organ keperempuanan yang berwarna kuning kehijauan, lengket, berbau dan gatal. (Sylvia Saraswati : 2010 : 185) b. Keputihan abnormal adalah keputihan yang menimbulkan rasa tidak nyaman pada vagina,rasa gatal contohnya. (Dita Andira, 2010 : 74) b. Gejala Keputihan karena penyaklit fisiologis dan penyakit patologis. c. Penyebab Keputihan 1) Penyebab keputihan fisiologis (bukan penyakit) : a) Saat menjelang Menstruasi,atau setelah Menstruasi b) Rangsangan seksual c) Stress atau kelelahan. d) Penggunaan obat – obatan atau alat kontrasepsi. (dr. Indah SY, 2011 : 53) e) Pada waktu senggama atau saat masa subur ( ovulasi ). (Eny Kusmiran, 2011 : 21) 2) Penyebab Keputihan patologis karena penyakit jamur, bakteri, virus juga keputihan. d. Cara mencegah keputihan dengan rajin membersihkan vagina, sering mengganti celana dalam dan pembalut, mencukur rabut vagina, memilih pakaian luar (celana atau rok ) dari bahan non jeans, karena bahan jeans pori – porinya rapat sehingga tidak sirkulasi udara di sekitar organ intim. (Gunita Azizah, 2009 : 97 - 98). Juga hindarkan pemakaian bedak pada organ kewanitaan. 3. Konsep Wanita Usia Subur Wanita adalah makhluk bio – psiko – social – kultural dan spiritual yang utuh dan unik, mempunyai kebutuhan dasar yag bermacam – macam sesuai dengan tingkat perkembangannya. (Juarita Roito H, dkk , 2002 : 41) Wanita usia subur adalah wanita yang sudah mengalami menstruasi mulai umur 15 – 49 tahun. (Hanafi, 2004) Wanita usia subur adalah perempuan berusia 15 – 49 tahun berstatus kawin / maupun belum kawin / janda. Pada keadaan normal usia subur seorang wanita dimulai ketika siklus haid ovulatorik dan berakhir dengan hilangnya fungsi generatif dari ovarirum. (Sarwono, 2005). 4. Konsep kewanitaan berdasarkan alat kelamin ( vulva dan vagina )
Sumber : (Sarwono,2008 :117). a. Organ reproduksi dapat dibagi menjadi 2 :
36
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
1. Organ Eksterna atau vulva antara lain: Mons Veneris (Mons Pubis), Labia Mayora (bibir – bibir besar), Labia minora (bibir kecil), Klitoris (kelentit), Vestibulum, Bulbus Vestibuli, Introitus Vagina dan Perineum terletak diantara vulva dan anus. 2. Organ Interna antara lain : Vagina (Liang senggama), Uterus, Ovarium (Indung Telur), Tuba Uterina ( Fallopi) 5. Tanda-tanda wanita subur antara lain : 1) Siklus haid Wanita yang mempunyai siklus haid teratur setiap bulan biasanya subur. Satu putaran haid dimulai dari hari pertama keluar haid hingga sehari sebelum haid datang kembali, yang biasanya berlangsung selama 28 hingga 30 hari. 2) Alat pencatat kesuburan Thermometer ini akan mencatat perubahan suhu badan saat wanita mengeluarkan benih atau sel telur. Bila benih keluar, biasanya thermometer akan mencatat kenaikan suhu sebanyak 0,2 derajat celsius selama 10 hari. Namun jika wanita tersebut tidak mengalami perubahan suhu badan pada masa subur, berarti wanita tersebut tidak subur. 3) Tes Darah Wanita yang siklus haidnya tidak teratur, seperti datangnya haid tiga bulan sekali atau enam bulan sekali biasanya tidak subur. Jika dalam kondisi seperti ini, beberapa tes darah perlu dilakukan untuk mengetahui penyebab dari tidak lancarnya siklus haid. Tes darah dilakukan untuk mengetahui kandungan hormon yang berperan pada kesuburan seorang wanita. 4) Pemeriksaan fisik Untuk mengetahui seorang wanita subur juga dapat diketahui dari organ tubuh seorang wanita. Beberapa organ tubuh, seperti buah dada, kelenjar tiroid pada leher, dan organ reproduksi. Kelenjar tiroid yang mengeluarkan hormon tiroksin berlebihan akan mengganggu proses pelepasan sel telur. Sedangkan pemeriksaan buah dada ditujukan untuk mengetahui hormon prolaktin di mana kandungan hormon prolaktin yang tinggi akan mengganggu proses pengeluaran sel telur. Selain itu, pemeriksaan sistem reproduksi juga perlu dilakukan untuk mengetahui sistem reproduksinya normal atau tidak. 5) Track record Wanita yang pernah mengalami keguguran, baik disengaja ataupun tidak, peluang terjangkit kuman pada saluran reproduksi akan tinggi. Kuman ini akan menyebabkan kerusakan dan penyumbatan saluran reproduksi 6. Normal pe makaian sabun pembersih ke wanitaan yang ber Ph Vagina merupakan bagian tubuh wanita paling sensitive. Permasalahan organ intim biasanya muncul akibat salah perawatan. Berkat kemajuan teknologi dan produk dan produk perawatan yang semakin berkualirtas, masalah organ ini mulai bisa diatasi. Munculnya keputihan, bau tidak sedap, gatal – gatal menandakan pada organ yang tidak terawat. Secara alami, organ ini memiliki pelindung yang disebut Ph derajat keasaman. Pada umunya Ph derajat keasaman pada organ yang normal adalah 3,5 – 4,5 Ph. Ph ini bisa rusak dan menimbulkan berbagai keluhan bila cara merawatnya salah. Dengan terlalu seringnya dibersihkan dengan sabun pembersih kewanitaan atau ramuan rempah pewangi, jusrtu bisa merusak Phnya.
37
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
7. Hubungan Pe makaian Sabun Pembersih Ke wanitaan dengan kejadian Keputihan Sangat banyak pilihan produk pembersih vagina di pasaran, bahkan, hampir setiap hari bermunculan iklan yang menawarkan khasiat ampuh produk pembersih vagina itu. (Septian, 2009) Pembersih kewanitaan pada umumnya mengandung banyak senyawa kimia seperti kandungan petroleum, syntetic cheminal, dan petrocheminal ( chemicals hamful ) yang dapat merusak kulit dan lingkungan. Sabun mempunyai beberapa defisi tergantung seberapa besar yang anda inginkan. Secara teknis, sabun adalah hasil reaksi kima antara fatty acid dan alkali. Membersihkan vagina yang mempergunakan rempah atau sabun yang mempunyai Ph normal dilakukan 1 – 2 kali sehari sehabis mandi ( untuk perawatan ), sebaiknya dilakukan sebulan sekali setelah menstruasi atau datang bulan. Perawatan ini perlu, selain untuk aroma harum, Ph menjadi lebih segar dan sehat. (Ila, 2009) Didalam vagina terdapat berbagai macam bakteri 95% laktobasillus, 5% Pathogen, dalam ekosistem vagina seimbang, bakteri pathogen tidak akan mengganggu. Misalnya tingkat keasaman menurun. Pertahanan a lamiah turun dari rentan mengalami infeksi (Junita, 2009). 8. Faktor – faktor yang me mpengaruhi pamakaian Sabun Pembersih Ke wanitaan : 1. Umur Menurut Elisabeth BR, usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok, semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dan segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dan orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dan pengalaman dan kematangan jiwa.( Wawan, 2010 : 16) 2. Pendidikan Adapun pengertian pendidikan menurut SoerjonoSoekanto adalah pendidikan merupakan suatu alat yang akan membina dan mendorong seseorang untuk berfikir secara rasional maupun logis, dapat meningkatkan kesadaran untuk menggunakan waktu sebaik-baiknya (seefektif dan seefisien mungkin) dengan menyerap banyak pengalaman mengenai keahlian dan keterampilan sehingga menjadi cepat tanggap terhadap gejala- gejala sosial yang terjadi (Salsabila, 2009, diakses tanggal 10 April 2012). Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok dan masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Soekidjo Notoatmodjo, 2003). 3. Pekerjaan Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga. (Wawan, 2010 : 16). 4. Paritas Paritas adalah seorang perempuan yang pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (viable) (Hanifa Winkjosastro, 2007). C. METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian Penelitian menggunakan desain observasi analitik korelasional dengan pendekatan Cross Sectiona. 38
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
2. Kerangka Konseptual. Penyebab keputihan secara fisiologis a. Saat men jelang menstruasi / setelah menstruasi b. Rangsangan seksual saat wanita hamil c. Stress Penyebab patologis a. Infeksi jamur b. Infeksi bakteri c. Infeksi v irus d. Parasite Penyebab lain a. Celana yang tidak menyerap keringat b. Alat kontrasepsi c. Pemakaian tampon vagina d. Rambut yang tidak sengaja masuk dalam vagina e. Faktor hygience f. Celana dalam terlalu ketat
Keputihan Fisologis
g. Pemakaian sabun pembersih kewan itaan
Memakai sabun pembersih kewan itaan
Keputihan
Keputihan Patologi s
Tidak memakai sabun pembersih kewan itaan
Keterangan : : diteliti : tidak diteliti Gambar 1 Kerangka konseptual hubungan pemakaian sabun pembersih kewanitaan dengan terjadinya keputihan pada wanita usia subur di desa Karang jeruk kecamatan Jatirejo kabupaten Mojokerto. 3. Hipotesis Penelitian H1 : Ada hubungan antara pemakaian sabun pembersih kewanitaan dengan terjadinya keputihan pada wanita usia subur di desa Karang Jeruk Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto. 4. Variabel, Definisi Ope rasianal Jenis variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel independen (bebas) serta variabel dependen (terkait). Tabel 1 Definisi Ope rasional Pe makaian sabun pembersih kewanitaan dengan terjadinya keputihan pada wanita usia subur di Desa Karang Jeruk Kecamatan Jatire jo Kabupaten Mojokerto Variabel Definisi Operasional Krite ria Skala Independent: Pemakaian 1. Memakai sabun pembersih Nominal Pemakaian sabun Kewanitaan (1) sabun pembersih 2. Tidak memakai sabun pembersih kewanitaan pembersih kewanitaan (0) kewanitaan adalah surfaktan yang digunakan untuk mencuci dan 39
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
membersihkan daerah vagina dengan bantuan air. Alat ukur : lembar Cheklist Dependent : Keputihan
Keputihan adalah cairan yang berlebihan yang keluar dari vagina dan ditandai dengan cairan yang berwarna putih (bening). Alat ukur : lembar Cheklist
Keputihan : 1.Keputihan fisiologis adalah sesuatu yang normal terjadi pada wanita sepanjang cairan yang keluar itupun normal. Muncul diantara siklus haid dan merupakan fase dari siklus hormonal wanita. (dr. Indah S.Y, 2011 : 53) Keputihan Patologis jika cairan yang keluar berwarna putih susu dan kental, berwarna kekuningan atau hijau. Umumnya disertai gatal – gatal pada vagina. (dr. Indah SY, 2011 : 53) Penilaian tiap soal: Kode : Memakai =1 Tidak memakai = 0 (Hidayat, 2010 : 58) Keputihan Fisiologis = (1) Keputihan Patologis = (2) (dr. Indah SY, 2011 : 53)
Nominal
5. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua Wanita Usia Subur di Desa Karang Jeruk Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto yang berjumlah 252 orang. Sedangkan Teknik sampling dalam penelitian ini adalah sebagian wanita usia subur usia 23 – 49 tahun di Desa Karang Jeruk Kecamatan Kabupaten Mojokerto. Dalam penelitian ini mengguakan Teknik Probability Sampling dengan teknik pengambilan sampel secara Cluster Sampling 6. Teknik dan Instrume n Pengumpulan Data Penelitian ini jenis pengumpulan data menggunakan data primer.Untuk variabel dependent dan independent dengan teknik wawancara yang diberikan kepada responden. Sedangkan Instrumen Pengumpulan Data Alat ukur yang digunakan berupa chek list yang diberikan kepada responden dengan jenis pertanyaan ter tutup (closed ended) yang terdiri dari 7 pertanyaan Dependent dan 8 pertanyaan Independent. 1) Uji validitas 40
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Uji validitas instrumen / kuesioner dilakukan pada 10 responden dan hasilnya dihitung pada α= 0,05 dengan menggunakan rumus person products momen:
Keterangan: r : koefisien korelasi ∑X : jumlah skor item ∑Y : jumlah skor total item n : jumlah responden Kemudian menghitung nilai uji T dengan rumus:
Keterangan: r : koefisien korelasi n : jumlah responden, (n-2=dk, derajat kebebasan) Jika thit >ttabelberarti instrumen valid demikian sebaliknya jika thit
rtabel berarti reliabel dan apabila r11
> 35 Jumlah 41
55
35,7
154
100,0
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Tabel di atas menunjukkan bahwa hampir setengah responden berumur 20-35 tahun yaitu sebanyak 69 responden (44,8 %). 2) Karakteristik responden berdasarkan pendidikan Tabel 3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan Wanita Usia Subur di Desa Karang Jeruk Kecamatan Jatire jo Kabupate n Mojokerto bulan 7 Mei – 7 Juni 2012. No. Pendidikan Akseptor Frekuensi Persentase (%) 1 SD 18 11,7 2 SMP 76 49,4 3 SMA 46 29,9 4 Akademi / PT 14 9,1 Jumlah 154 100,0 Tabel diatas menunjukkan bahwa setengah dari responden yang pendidikan SMP sebanyak 76 responden (49,4 %). 3) Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan Tabel 4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan wanita Usia Subur di Desa Karang Jeruk Kecamatan Jatire jo Kabupate n Mojokerto bulan 7 Mei – 7 Juni 2012. No Pekerjaan Frekuensi Persentase (%) 1 IRT 69 44.8 2 Swasta 61 39.6 3 wiraswasta 13 8.4 4 PNS 11 7.1 Jumlah 154 100 Hasil tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang bekerja sebanyak 85 responden (55,1 %). 4) Karakteristik responden berdasarkan paritas Tabel 5 Distribusi frekuensi responden be rdasarkan paritas Wanita Usia Subur di Desa Karang Jeruk Kecamatan Jatire jo Kabupate n Mojokerto bulan 7 Mei – 7 Juni 2012. No Paritas Frekuensi Persentase% 1 Primigravida (1 anak) 48 31.2 2 Multigravida (2 – 4 anak) 75 48,7 3 Grandemultigravida (> 4 anak) 31 20,1 Jumlah 154 100 Tabel 5 diatas menunjukkan bahwa hampir setengah dari responden mempunyai jumlah anak 2 – 4 (multigravida) sebanyak 75 responden (48,7 %).
b. Data Khusus 42
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
1) Pemakaian Sabun Pembersih Kewanitaan Tabel 6 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pemakaian sabun pembersih kewanitaan wanita usia Subur di Desa Karang Jeruk Kecamatan Jatire jo Kabupaten Mojokerto bulan 7 Mei – 7 Juni 2012. No. Pemakaian Sabun Frekuensi Persentase (%) Pembersih Kewanitaan 1 Memakai 60 39,0 2
Tidak Memakai Jumlah
94
61,0
154
100,0
Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang tidak memakai sabun pembersih kewanitaan sebanyak 94 responden (61,0 %). 2) Terjadinya Keputihan Fisiologis dan Patologis Tabel 7 Distribusi frekuensi responden berdasarkan terjadinya keputihan Wanita usia Subur di Desa Karang Jeruk Kecamatan Jatire jo Kabupaten Mojokerto bulan 7 Mei – 7 Juni 2012. No. Terjadinya Keputihan Frekuensi Persentase (%) 1 Fisiologis 119 77,3 2
Patologis Jumlah
35
22,7
154
100,0
Tabel 7 diatas menunjukkan bahwa hampir seluruhnya mengalami keputihan fisiologis sebanyak 119 responden (77,3 %). 3) Hubungan Sabun Pembersih Kewanitaan dengan terjadinya keputihan fisiologis dan Patologis Tabel 8 Tabulasi silang hubungan pe makaian sabun pembersih kewanitaan dengan terjadinya keputihan pada Wanita Usia Subur di Desa Karang Je ruk Kecamatan Jatire jo Kabupaten Mojokerto bulan 7 Mei – 7 Juni 2012. Terjadinya keputihan Jumlah SABUN PEMBERSIH Fisiologis Patologis No KEWANITAAN F % F % F % 1
Memakai
27
17,5
33
21,5
60
39
2
Tidak Memakai
92
60
2
1
94
61
119
77
35
23
15 4
100
Jumlah
Tabulasi silang antara hubungan pemakaian sabun pembersih kewanitaan dengan keputihan menjelaskan bahwa hampir setengah dari responden memakai sabun pembersih kewanitaan dan mengalami keputihan patologis sebanyak 33 responden (21,5 %) dan sebagian kecil dari responen mengalami keputihan fisiologis sebanyak 27 resonden (17,5 %). Sedangkan hampir seluruh responden yang tidak memakai sabun pembersih kewanitaan dan 43
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
mengalami keputihan fisiologis sebanyak 92 responden (60 %) dan sebagian kecil dari responden mengalami keputihan patologis sebanyak 2 responden (1 %). Hasil uji Chi-Square dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Didapatkan hasil P = 0,01 untuk pemakaian sabun pembersih kewanitaan dengan terjadinya keputihan karena nilai P = 0,01 < 0,05 sehingga H0 ditolak dan Hα diterima sehingga ada hubungan antara pemakaian sabun pembersih kewanitaan dengan terjadinya keputihan pada Wanita Usia Subur. E. PEMBAHASAN 1. Pemakaian Sabun Pembersih Kewanitaan pada Wanita Usia Subur di Desa Karang Jeruk Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto Hasil penelitian menjelaskan bahwa Wanita Usia Subur Desa Karang Jeruk Kecamatan Jatirejo Hasil penelitian untuk Pemakaian sabun pembersih kewanitaan menunjukkan bahwa hampir setengah responden yang memakai sabun pembersih kewanitaan sebanyak 60 responden (39 %) dan sebagian besar yang tidak memakai sabun pembersih kewanitaan sebanyak 94 responden (61 %). Pembersih kewanitaan adalah surfaktan yang digunakan untuk mencuci dan membersihkan, bekerja dengan bantuan air. Pembersih kewanitaan pada umumnya mengandung banyak senyawa kimia seperti kandungan petroleum, synte tic cheminal, dan petrocheminal ( chemicals hamful ) yang dapat merusak kulit dan lingkungan. Sabun mempunyai beberapa defisi tergantung seberapa besar yang anda inginkan. Secara teknis, sabun adalah hasil reaksi kima antara fatty acid dan alkali. Fatty Ac id adalah lemak yang diperoleh dari lemak hewani dan nabati. . (Lita, 2006) Hasil riset menunjukkan bahwa dari 154 responden hampir setengahnya berusia 20 – 35 tahun sebanyak 69 responden (44.80%) dan memakai sabun kewanitaan sebayak 36 responden (23,37%), dan sebagian kecil responden yang berusia < 20 tahun sebanyak 30 responden (19.47%) tidak memakai sabun pembersih kewanitaan sebanyak 9 resonden (5,84%). Setengah dari responden yang berpendidikan SMP sebanyak 94 responden (61,03 %) dan hampir setengah dari responden memakai sabun kewanitaan sebanyak 55 responden (35,71 %), dan sebagian kecil responden yang berpendidikan Akademik/PT tidak memakai sabun pembersih kewanitaan sebanyak 14 responden (9,09 %). Hasil dari 154 responden, menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang bekerja sebanyak 85 responden (55,1 %) dan hampir setengah dari responden tidak bekerja sebanyak 68 responden ( 44,8 %) serta hampir setengah dari responden yang paritas multigravida (2 – 4 anak) sebanyak 75 responden (48,7 %). Hampir setengah dari responden memakai sabun pembersih kewanitaan sebanyak 46 responden (29,8 %) dan sebagian kecil dari responden tidak memakai sabun pembersih kewanitaan sebanyak 29 responden (18,83 %). 2. Terjadinya keputihan pada Wanita Usia Subur di Desa Karang Jeruk Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto Hasil riset menunjukkan bahwa hampir seluruhnya responden mengalami keputihan fisiologis sebanyak 119 responden (77 %) dan sebagian kecil responden mengalami keputihan patologis sebanyak 35 responden (23 %). Keputihan atau yang dikenal dengan istilah medisnya Flour Albus, adalah cairan yang berlebihan yang keluar dari vagina. Cairan keputihan yang normal itu berwaran putih jernih, bila menempel pada pakaian dalam akan berwarna kuning terang, konsistensi seperti lendir, encer atau kental. (dr. indah SY, Juni : 2011,52).
44
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Keputihan ( Leukore, White Discharge, Flour Albus ) adalah suatu gejala penyakit yang ditandai oleh keluarnya cairan dari organ reproduksi dan bukan berupa darah dan bersifat normal. Biasanya timbul saat akan haid atau setelah selesai haid, sesuai tinggi rendahnya hormone estrogen di dalam darah. (dr. Boyke, 2004 : 112) Sebagian besar responden mengalami keputihan fisiologis adalah Wanita Usia Subur yang berumur 20 – 35 tahun, sebanyak 60 responden (39 %) dan hampir setengah dari responden mengalami keputihan fisiologis sebanyak 48 responden (31,16 %) dan sebagian kecil responden yang mengalami keputihan patologis sebanyak 21 responden (13,63 %). Hampir setengah responden yang pendidikan SMP sebanyak 75 responden (48,7 %) dan sebagian kecil responden yang pendidikannya Akademik / PT yaitu sebanyak 14 responden (9,1 %) dan hampir setengah dari responden mengalami keputihan fisiologis sebanyak 60 responden (38,96 %) dan 16 responden (10,38 %). Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok dan masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Soekidjo Notoatmodjo, 2003) Hampir setengah dari responden paritas multigravida (2 – 4 anak) sebanyak 75 responden (51 %) dan sebagian kecil responden paritas grandemultigravida ( > 4 anak ) sebanyak 31 responden (20,1 %) serta hampir setengah dari responden wanita usia subur mengalami keputihan fisiologis sebanyak 59 responden (38,31 %) dan sebagian kecil dari responden sebanyak 16 responden (10,38 %). Jadi dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa umur 20 – 35 tahun dapat mengalami keputihan yang lebih tinggi daripada umur < 20 tahun pada Wanita Usia Subur. 3. Hubungan sabun pembersih kewanitaan dengan terjadian keputihan pada Wanita Usia Subur di desa Karang Jeruk Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto. Tabulasi silang antara pemakaian sabun pembersih kewanitaan dengan terjadinya keputihan diketahui bahwa hampir sete ngah responden yang memakai sabun pembersih kewanitaan mengalami keputihan patologis 33 responden(21,5 %) dan hampir seluruh responden yang tidak memakai sabun pembersih kewanitaan mengalami keputihan fisiologis 92 responden (60 %). Perhitungan hubungan antara pemakaian sabun pembersih kewanitaan dengan terjadinya keputihan dilakukan dengan software SPSS menggunakan Chi Square, 0.01 < p < 0.05 dan signifikan pada α = 0.05 karena nilai X² tabel = 3,481 sehingga Hα diterima, ada hubungan antara pemakaian sabun pembersih kewanitaan derngan terrjadinya keputihan pada Wanita Usia Subur ( WUS ). Pemakaian sabun yang terus menerus semakin mengikis bakteri doderlyne dan bakteri lain semakin mudah masuk ke liang vagina. Kalau hal itu terus terjadi dapat menyebabkan radang pinggul, bahkan salah satu pemicu kanker serviks (Sudarsana, 2009) F. PENUTUP A. Simpulan 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir setengah dari responden yang memakai sabun pembersih kewanitaan sebanyak 60 responden (39 %). 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian kecil dari responden mengalami keputihan patologis yaitu sebanyak 35 responden (22,7 %). 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pemakaian sabun pembersih kewanitaan dengan terjadinya keputihan. Dari hasil uji Chi – Square dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 didapatkan hasil P = 0,01 untuk pemakaian sabun pembersih kewanitaan dengan terjadinya keputihan karena nilai P = 0,01 < 45
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
0,05 sehingga H0 ditolak dan Hα diterima sehingga ada hubungan antara pemakaian sabun pembersih kewanitaan dengan terjadinya keputihan pada Wanita Usia Subur. B. SARAN 1. Teoritis a. Bagi Peneliti Diharapkan hasil penelitian dapat dijadikan wawasan serta menambah teori yang telah di dapat di bangku kuliah guna dijadikan refrensi bagi peneliti – peneliti lainnya. b. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan hasil penelitian ini bisa dijadikan bahan tambahan ilmu, pengembangan serta pengetahuan bagi Insitusi pendidikan guna tercapaniya pendidikan yang lebih baik. 2. Praktisi a. Bagi Institusi Kesehatan Diharapkan hasil peneltian dapat dijadikan masukan bagi para petugas Kesehatan dalam meningkatkan Personal Higyene yang dapat dialakukan dengan memberikan penyuuhan tentang keputihan. b. Bagi Masyarakat Diharapkan hasil penelitian dapat menambah informasi bagi masyarakat tentang pentingnya perawatan daerah genetalia khususnya mencegah terjadinya keputihan fisiologis maupun patologis. c. Bagi peneliti selanjutnya Hendaknya pada penelitian selanjutnya pada pengujian alat ukur dilakukan lebih dari satu kali, menambah jumlah sampel penelitian agar hasilnya dapat digeralisasikan dan menggali informasi lebih dalam sehingga hasil penelitian lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA Andira, Dita. 2010. Seluk beluk, Kesehatan Reproduksi Wanita. Jogjakarta : A + PLUS BOOKS. Anonim, 2011.”Hubungan Pembersih kewanitaan dengan Terjadinya Keputihan,”(hiips://docs.google.com/viewer), diakses 20 April 2012. Azizah, Gunita. 2009. Tips Sehat Sepanjang Masa. Jogjakarta : IN AzNa Books. Budiarto, Eko. 2002. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Buku Kedokteran (EGC). Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika. Indah,SY. 2011. Cegah & Tngkal Kanker Serviks. Surabaya : TIBBUN Media. Kissantie, Sheyla. 2010. Buku Pinter Kesehatan Wanita. Yogjakarta : Syura Media Utama Kuliah, Bidan. (2008).”Keputihan Pada Wanita,” keputihan-padawanita.html. (http://indoroyal.com/info-medis), diakses 26 April 2012. Kusmiran, Eny. 2011. Kesehatan Reproduksi remaja dan Wanita. Jakarta : Salemba Medika. Notoadmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT RINEKA CIPTA. Nugraha, Boyke Dian. 2004. Problem Seks dan Cinta Remaja. Jakarta : PT Bumi Aksara 46
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakata : Salemba Medika. Pearce, Evelyn. 2008. Anatomi Fisiolgi untuk Para Medis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Prawirohadjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Riduwan,Drs., M.B.A. 2007. Metode dan Teknik Menyusun Tesis, Bandung : Alfabeta. Salmiati, dkk. 2011. Konsep Kebidanan Manajement & Pelayanan Kebidanan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Saraswati, Sylvia. 2010. 52 Penyakit Perempuan. Jogjakarta : KATA HATI. Suharsimi, Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta. Suparyanto, Dr.,M.Kes. 2011.”Wanita Usia Subur,”Genetalia- EksternaWanita,”(http://www.lusa.web.id), diakses 20 April 2012. Sova, Widia Ilmiah, (2011). “Perbedaan Kejadian Flour Albus,”Perbedaan-flour-albus.html, (http://widiailmiah.blogspot.com/2011/12), diakses 28 Maret 2012. .
47
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN DOT DALAM PEMBERIAN SUSU FORMULA DENGAN KEJADIAN CARIES GIGI BALITA USIA 4-5 TAHUN DI TK TARBIYATUSH SHIBYAN DESA GAYAMAN KECAMATAN MOJOANYAR MOJOKERTO 1
Evi Nurhidayah 1 , Sulis Diana, M.Kes 2 ) Mahasiswa Politeknik Kesehatan Majapahit 2 Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit ABSTRACT
Caries Tooth of merupaka disease that happened at hard network of tooth ( Enamel and of dentin). 85% child of balita in Indonesia experience of tooth caries. The root cause its it him tooth caries at child is triggered by gift of milky sweet condensation of formula use dot all day long till fall asleep. Target of this research to know relation between usage of dot in giving of milk of formula with occurence of tooth caries at age balita 4-5 year in TK Tarbiyatus Countryside Style shibyan District Of Mojoanyar Sub-Province of Mojokerto. Type Research use analytic observation desain of correlation with approach of secsional cross . Independent variable of him is usage of dot and variable its him is occurence of tooth caries. Its population all age balita 4-5 year that is 44 child and its its[his] 44 child. Using technique of nonprobabiliti sampling with intake of sampel totally sampling. This research is conducted on 7 Mei-7 June 2012, instrument research of observation and interview. Data analysis use test of chi square Bigger of usage of dot in giving of milk of formula responder is given by counted 23 people (63.9%). Most natural responder of tooth caries counted 26 people ( 72.2 is%). Bigger of usage of dot in giving of milk of formula with occurence of tooth caries counted 21 people ( 58.3%). Pursuant to result of test of chi square with result of result of X2 [count/calculate] : 11,560b > X2Tabel : 3,841 : its 0,001 meaning of H1 accepted by Ho refused by there is relation among usage of dot with occurence of tooth caries at age balita 4-5 year in TK Shibyan Countryside Style tarbiyatush District Of Mojoanyar Sub-Province of Mojokerto. Conclusion of which can pulled by is usage of dot can cause tooth caries if given all day long. For mother so that accustoming child drink milk use glass and also learn and health energy can cooperate to be more often conduct inspection of tooth Keyword : Caries Tooth, Usage of Dot, Childern A. PENDAHULUAN Seiring dengan pertumbuhan balita maka kebutuhan gizi akan semakin bertambah diantaranya adalah pemberian vitamin, susu formula dan makanan pendamping ASI. Susu formula yang diberikan dengan menggunakan botol/ Dot sering menjadi penyebab munculnya caries gigi atau gigi berlubang, caries gigi merupakan salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang sering kita jumpai di masyarakat saat ini, penyakit ini dapat terjadi pada semua usia, baik balita, anak- anak, remaja, maupun orang dewasa (Arisman, 2010). Caries gigi merupakan suatu penyakit yang terjadi pada jaringan keras gigi (email dan dentin) dan diawali dengan demineraliasasi komponen anorganik gigi dan kemudian diikuti dengan hancurnya matriks organik gigi. Kondisi yang memperparah terjadinya Caries pada anak ini adalah karena ketidak pahaman orang tua terhadap penyebab utama terjadinya Caries tersebut, dimana Caries tersebut dipicu oleh pemberian larutan yang manis, seperti air susu, soft drink menggunakan botol, serta air susu ibu yang cara pemberian, frekuensi serta intensitasnya kurang tepat. Lamanya larutan 48
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
tersebut berada di rongga mulut, seperti ketika anak tertidur sambil mengemut (mengedot) soft drink air susu dalam botol ataupun air susu ibu lebih memeperparah terjadinya karies, bahkan dapat terjadi rampan karies pada gigi anak tersebut (Syaifuddin, 2007) Kejadian Caries gigi di tingkat dunia, pada tahun 2011, Organisasi Kesehatan Dunia WHO sudah menyatakan, angka kejadian karies pada anak mencapai 75–90% persen. Data tersebut diperkuat lagi dengan disertasi Doktor Muhammad Fahlevi Rizal yang menyebutkan, 85% anak balita (bawah lima tahun) di Indonesia mengalami karies. Sementara itu, penelitian lain yang dilakukan tahun 2011 memaparkan data, anak usia satu tahun mengalami karies sebanyak lima persen, dua tahun 10%, tiga tahun 40%, empat tahun 55%, dan lima tahun 75%. Caries bukan masalah anak Indonesia sema ta. Riset yang sama menunjukkan, pasien penderita Caries berjenis kelamin perempuan sebanyak 24,5%, sementara laki- laki hanya 22,5% (Suparlin, 2011). Yang bebas caries gigi dari4145 anak adalah 59,1% di Negara Australia. Di Indonesia, data dari community Dental Oral Epidemiologi menyatakan bahwa anak TK di Indonesia mempunyai resiko besarterkena caries, karena anak di pedesaan usia 4 – 5 tahun yang telah terkena caries gigi sebanyak 95,5% dengan nilai DMFT (Decayed Missing Filled Teeth) 7,98, sedangkan di perkotaan 90,5% dengan nilai DMFT (Decayed Missing Filled Teeth) 7,92 (Syaiffudin, 2009). Berdasarkan hasil studi pendahuluan di TK Tarbiyatush Shibyan Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto tanggal 13 April 2012 pada 7 anak caries gigi didapatkan bahwa 5 anak terjadi caries gigi disebabkan penggunaan dot dalam pemberian susu formula, 2 anak terjadi caries gigi disebabkan karena factor lain. Susu formula mengandung karbohidrat, lemak, protein, mineral, dan vitamin (Prasetyono, 2009). Perlubangan gigi (Caries) terlalu dini kerap terjadi caries gigi disebabkan penggunaan dot dalam pemberian susu formula sepanjang malam hingga ter dirujuk Sebagai body bottle tooth decay karena bayi dibiarkan terlalu lama menghisap botol yang berisi karbohifrat yang sudah teragi (susu atau jus) perlubangan ini dipicu oleh cairan manis yang dituangkan dalam botol yang akhirnya menempel pada gigi sembari bergiat mengeruk mineral (demineralisasi) ename (Arisman, 2010). Bakteri yang menyebabkan caries gigi adalah Laktobasilus, Streptokok, Salah satu spesiesnya, yaitu Streptococcus mutans, lebih asidurik dibandingkan yang lain dan dapat menurunkan pH medium hingga 4,3. S. Inutans terutama terdapat pada populasi yang banyak mengkonsumsi sukrosa. AktinomisesSemua spesies Aktinomises memfermentasikan glukosa, terutama membentuk asam Iaktat, asetat, suksinat, dan asam format. Actinomyces viscosus dan A. naeslundii mampu membentuk karies akar, fisur, dan ikierusak periodontonium (Arif, 2008). Usaha pencegahan caries pada anak harus dilakukan sedini mungkin, yakni ketika gigi susunya mulai tumbuh. Usaha yang dapat dilakukan ketika gigi desiduinya telah tumbuh adalah dengan menghilangkan plak secara periodik, mengurangi paparan asam terhadap gigi, meningkatkan daya tahan gigi (misalnya dengan penggunaan pasta gigi yang mengandung fluor atau mengkonsumsi tablet fluor dengan dosis yang tepat), menurunkan jumlah kuman (misalnya dengan berkumur antiseptic), mengatur pola makan (mengurangi mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung gula), menyikat gigi dengan teratur (setelah makan dan sebelum tidur), merubah kebiasaan minum susu dari botol ke minum dari gelas, dan jangan biarkan anak minum susu sambil tertidur (Samuji, 2010). Upaya pencegahan berupa pemberian penyuluhan oleh Tenaga kesehatan tentang kesehatan gigi dapat dimulai ketika ibu hamil memeriksakan gigi. Semua pemelihara bayi (orang tua, nenek, atau perawat) harus diberi penyuluhan mengenahi cara
49
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
member makan yang tepat. Ngedot selagi tudur jangan sekali-kali dilakukan. Pemberian ASI pun harus dihentikan manakala bayi tertidur (Arisman, 2010). Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Hubungan antara penggunaan dot dalam pemberian susu formula dengan kejadian caries gigi pada balita usia 4-5 tahun di TK Tarbiyatush Shibyan Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Dasar Penggunaan Dot (Botol susu) a. Perawatan Botol Susu dengan mencuci botol dan putting botol setelah digunakan dan membilas botol sampai bersih dari susu formula segera setelah digunakan dengan menggunakan sikat botol dan sikat dengan sabun dan air panas. b. Cara Penggunaan Botol Susu 1) Usahakan untuk memberi secara perlahan jumlah susu yang diberikan kepada bayi. Tetapi perlu diingat untuk membiarkan bayi memutuskan sendini jumlah formula yang diinginkan. 2) Orang tua yang memberi bayinya susu formula menggunakan botol dapat mengetahui dengan pasti jumlah susu yang di konsumsi, di tempat umum pemberian susu formula lebih nyaman untuk wanita yang membutuhkan privasi jika menyusui bayinya karena efektif dan efisien serta pemberian susu botol memungkinkan ayah bayi untuk ikut berperan aktif memberi makan bayi dan mengambil tanggung jawab yang sama dalam pemberian susu. 3) Kadang-kadang bayi akan berhenti mengisap di tengah-tengah menyusu. Jangan mengganggap anak tidak berselera untuk menyusu. Bayi mungkin hanya beristinahat. Orang tua harus bersabar, dan jika bayi merasa sudah siap, ia akan meneruskan menyusu kembali. Tetapi jangan me maksakan jika sudah jelas bayi tidak ingin meneruskan menyusu (Paula, 2010). c. Caries berlatar belakang botol. Perlubangan gigi ( caries) terlalu dini kerap dirujuk sebagai baby bottle tooth decay karena dibiarkan terlalu lama mengisap botol yang berisi karbohidrat yang yang mudah terjadi (susu formula). Ketika anak telah disapih dan dibiarkan akrap bahkan ketiduran sambil menggisap susu dari botol (Arisman, 2010) d. Kategori menggunaan botol susu yang menyebabkan caries meliputi 1) Pemberian yang dilakukan sepanjang hari (sepanjang malam dan siang) dimana gula dari sisa minuman dan bakteri akan menempel pada waktu tertentu dan berubah menjadi asam laktat yang menurunkan pH mulut menjadi kritis (sekitar pH 5,5) 2) Pemberian botol yang dibiarkan anak minum susu sambil tertidur yang juga dikenal dengan (BBC) Baby Bottle Caries dan banyak lain istilahnya caries semacam ini hanya terjadi pada anak kecil dan prasekolah yakni pada gigi desiduan saja dengan waktu paparan yang lama seperti ketika tidur siang dan malam (Syaifuddin, 2008). e. Cara pencegahan yang dapat dilakukan pada anak yang terbiasa menggunakan botol 1) Jangan pernah meletakkan botol minuman pad tempat tidur anak 2) Berikan botol hanya pada makan saja, jangan gunakan botol minum sebagai dot 3) Ajari anak meminum dengan cangkir atau gelas 4) Gunakan air yang bersih dan sikat gigi ukuran anak untuk pembersian setiap hari 50
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
5) hentikan kebiasaan menggunakan botol pada usia 12-14 tahun 6) ketik usia anak menginjak umur 2 tahun, orang tua harus menyikat gigi satu atau dua kali selesai makan dan sebelumn tidur (Syaifuddin, 2008). 2. Konsep Dasar Pe mberian Susu Formula a. Pengertian Susu Formula Susu formula adalah cairan yang berisi zat yang mati didalamnya,tidak ada sel yang hidup seperti sel darah putih, zat pembunuh bakteri, antibodi, serta tidak mengandung enzim maupun hormon yang mengandung faktor pertumbuhan. juga berpendapat bahwa susu formula adalah cairan atau bubuk dengan formula tertentu yang diberikan pada bayi dan anak-anak yang berfungsi sebagai pengganti ASI (Raspy, 2007). b. Jenis Susu Formula Susu formula mengandung gizi utama yang diperlukan bayi. Karena dalam formula ditambahkan vitamin, pemberian suplemen vitamin tidak diperlukan. Jika menggunakan susu bubuk atau bentuk cairan konsentrat, bayi akan memperoleh zat fluorida yang dibutuhkannya dan sumber air yang digunakan. (Jika sumber air tidak mengandung fluorida, suplemen mungkin diperlukan). c. Kandungan susu formula Susu formula mengandung karbohidrat, lemak, protein, mineral, dan vitamin. Namun, tidak ada susu formula yang sama dengan ASI. Sejumlah susu yang terdiri dan campuran susu kental dan susu bubuk telah diproduksi dengan jenis dan nama khusus yang dibuat komposisinya mendekati susu ibu/ASI dan kebanyakan dokter menyarankan untuk mengunakan susu itu. Karena sudah mengandung protein, tidak perlu lagi menambahkan gula dan ada aturan penyajian nya (Prasetyono, 2009). d. Kelebihan susu formula 1) Bagi bayi yang menyusu susu formula, ibu bukan satu-satunya sumber makanan yang terus menerus. 2) Pemberian susu botol memungkinkan ayah bayi untuk ikut beperan aktif memberi makan bayi dan mengambil tanggung jawab yang sama memberi susu di malam hari, sehingga ibu yang baru melahirkan mendapat tambahan waktu istirahat untuk tidur. 3) Orang tua yang memberi bayinya susu formula dapat mengetahui dengan pasti jumlah susu yang dikonsumsi bayi. 4) Di tempat umum, pemberian susu botol lebih nyaman untuk wanita yang membutuhkan privasi jika menyusui bayinya. 5) Karena susu formula dicerna lebih lama daripada ASI, waktu pernberian makan dapat diberi jarak (Paula, 2010). e. Kekurangan susu formula Jika penyiapan tidak memenuhi syarat kebersihan (mis., peralatan yang digunakari tidak bersih dan air pencampur tidak dimasak dengan sempuma), memberikan susu formula melalui botol hampir identik dengan menanam bibit penyakit ke dalam tubuh bayi (sumber infeksi). f. Faktor yang mempengaruri ibu memberikan susu formula dengan botol. 1. Pengetahuan ibu yang kurang memadai tentang asi esklusif. 2. Ibu menderita suatu penyakit sehingga tidak menyusui dan beralih menggunakan susu formula menggunakan dot 3. Promosi susu formula dan botol susu yang menarik dan mempunyai pengaruh terhadap praktik pemberian ASI (Arini, 2012).
51
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
4. Pekerjaan. Seseorang yang bekerja akan cenderung mendapatkan informasi lebih di bandingkan seseprang yang tidak bekerja, karena seseorang yang bekerja akan berkomunikasi satu sama lain dan efek komunikasi masa atau media masa dianggap sebagai sistem informasi (Yahya, 20110). 3. Konsep Dasar Caries Gigi a. Pengertian caries gigi Caries gigi atau berlubang merupakan gangguan kesehatan yang sering terjadi pada anak-anak dibawah umur 18 tahun. Banyak orang tua yang mnggap bahwa caries gigi adalah hal yang biasa. Kita sering jumpai pada anak-anak balita yang giginya “gigis” giginya sudah tidak utuh lagi dan warnanya pun hitam atau coklat kehitaman ( Susanto, 2007). Caries gigi adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi mulai dari email hingga gigi menjalar ke dentin (Endah,2011). b. Terjadinya caries gigi Caries gigi yang terjadi pada anak-anak atau balita dapat dijumpai berupa kerusakan gigi yang parah mengenai sebagian besar giginya. Data ilmiah muktahir menunjukkan bahwa organisme memulai sebagian kasus caries gigi pada permukaan email, Apabila permukaan email berlubang, bakteri mulut lainnya terutama laktobasilus menerobos ke dentin bawahnya dan menyebabkan penghancuran struktur gigi yang lebih lanjut melalui infeksi bakteri campuran (Behrman, 2002). c. Faktor-faktor terjadinya caries gigi 1) Makanan dari jenis tepung-tepungan seperti roti atau lainnya, juga ubi, jagung, nasi, adalah makanan yang digolongkan dalam zat tepung atau karbohidrat. Maka dari itu gula sendiri dan semua makanan dan gula masuk kelompok karbohidrat. Kariogenesitis karbohidrat bervariasi menurut frekuensi makanan, bentuk fisik, komposisi kimia, cara masuk, dan adanya zat makanan lain. Karena sintesa polisakarida ekstrasel dari sukrosa lebih cepat daripada glukosa, fruktosa, dan laktosa, maka sukrosa barsifat paling kariogenetik, dan karena paling banyak dikosumsi (Arif, 2008). 2) Frekuensi konsumsi makanan Frekunsi pemasukan karbohidrat merupakan penentu yang lebih penting pada perkembengan caries gigi daripada jumlah karbohidrat yang dikosumsi Misalnya potensi kariogenik penggunaan botol susu formula sepanjang malam pada saat tidur siang atau keduanya.(Behrman, 2002) 3) Waktu Pemberian susu formula menggunakan dot Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama berlangsungnya proses caries, menandakan bahwa proses caries tersebut terdiri atas periode perusakan dan perbaikan yang silih berganti. Biasanya muncul pada usia antara 1-3 tahun, ketika anak telah dibiasakan dan dibiarkan akrab bahkan ketiduran sambil mengisap susu dari botol. (Arisman, 2010) 4) Bakteri Tiga jenis bakteri- yang sering mengakibatkan karies yaitu Laktobasilus, Streptokok dan Aktinomises. d. Cara menjaga kesehatan gigi untuk anak Anak-anak memang masih dalam taraf memerlukan bimbingan yang ketat, memerlukan kesabaran dan ketelatenan yang luar biasa. Anak-anak umumnya senang gula-gula. Padahal gula-gula adalah musuh gigi anak-anak. Oleh karena itu harus dibatasi anak-anak makan gula-gula, lebih- lebih coklat. Soalnya coklat di samping manis, mudah lengket di sela sela gigi. 52
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Anak-anak belum dapat bersikat gigi secara betul dan mungkin saja malah tidak mau. Maka itu harus dicari cara agar anak-anak senang bersikat gigi. bila perbuatan tersebut menyenangkan. Paling tidak, sehari EMPAT kali, yakni ketika hendak pergi ke sekolah, setelah makan pagi, setelah makan siang, etelah makan malam dan hendak tidur. Tentu hal mi setelah bersekolah di Tainan Kanak-Kanak (Machfoedz, 2005). e. Menyusui akan mengurangi caries gigi anak Penyakit gigi da mulut khususnya caries gigi merupakan suatu penyakit yang tersebar luas pada sebagian penduduk di dunia dan sebagian besar diderita oleh anak – anak. Asi mengandung zat kekebalan da apabila diberikan, bayi akan mempunyai daya tahan yang cukup baik terhadap berbagai penyakit (Arini, 2012) C. METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitiaan analitik korelasional yaitu mencari hubungan antara dua variabel independent dan dependent dengan pendekatan cross sectional. karena hubungan antara variabel-variabelnya dijelaskan melalui pengujian hipotesa dengan menggunakan uji statistik (Notoatmodjo, 2010). 2. Kerangka Konseptual. Faktor yang mempengaruri ibu memberikan susu formula dengan botol. 1. 2. 3. 4.
Pengetahuan. Penyakit yang diderita ibu Kesibukan ibu Pro mosi susu formu la dan botol susu yang menarik. (Arin i, 2012)
Ibu
Diberikan Pemberian melalui botol / dot Tidak d iberikan
Faktor – Faktor Caries Gigi 1)
2) 3)
Makanan Susu Permen Soft drin k Frekuensi konsumsi makanan pemberian susu formu la menggunakan dot Sepanjang malam Sepanjang siang Hingga tertidur 4) bakteri
Cariesi email Kejad ian Caries Gigi
Caries dentin
Sumber : Arini, 2012 dan Paula, 2010 : Tidak Diteliti : Diteliti Gambar 1 Kerangka Konseptual Hubungan antara penggunaan dot dalam pemberian susu formula dengan ke jadian caries gigi balita usia 4-5 tahun di TK Tarbiyatush Shibyan Gayaman – Mojoanyar – Mojokerto.
53
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
3. Hipotesis Penelitian H1 : Ada hubungan antara penggunaan dot dalam pemberian susu formula dengan kejadian caries gigi balita usia 4 – 5 tahun di TK Tarbiatul Shibyan Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. 4. Variabel, Definisi Ope rasianal Jenis variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel independen (bebas) serta variabel dependen (terkait). Tabel 1 Definisi Operasional hubungan Antara Penggunaan Dot Dalam Pemberian Sus u Formula Dengan Ke jadian Caries Gigi Balita Usia ( 4- 5 Tahun ) di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. No Variabel Definisi Opersaional Krite ria Skala 1 Variabel memberikan susu formula 1. diberikan Nomina independen dengan menggunakan botol/ (sepanjang hari l Penggunaan dot siang dan malam, dot dalam pengambilan data dengan sambil tertidur pemberian menggunakan wawancara siang dan malam) susu formul 2. tidak diberikan (Syaifuddin, 2008) 2
Variabel dependen : terjadinya caries gigi pada anak usia 4 – 5 tahun
Penyakit yang terjadi pada 1. Terjadi Caries Nomina jaringan keras gigi email (gigi tidak utuh, l dan dentin dan diawali warna hitam atau dengan demineralisasi coklat kehitaman) komponen anorganik gigi 2. Tidak terjadi dan kemudian diiukuti caries (Susanto, dengan hancurnya matrik 2007) organik gigi Dengan menggunakan lembar observasi 5. Populasi dan Sampel Populasi Populasi dalam penelitian adalah setiap subyek (misalnya orang pasien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2003). Populasi dalam penelitian ini adalah murid sebanyak 36 anak yang berusia 4 – 5 tahun di TK Tarbiyatush Shibyan Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. Sampel adalah bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subyek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2003). Pada penelitian ini sampelnya adalah murid sebanyak 36 anak yang berusia 4 – 5 tahun di TK Tarbiatush Shibyan Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. Teknik sampling penelitian ini menggunakan non probability sampling dengan teknik total sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan memasukkan semua anggota populasi menjadi anggota sampel (Setiadi, 2007) 6. Teknik dan Instrume n Pengumpulan Data Penelitian Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dimana data diperoleh langsung dari responden dengan datang langsung ketempat penelitian. Kemudian instrument yang dipakai peneliti adalah lembar wawancara untuk variabel pemberian susu formula menggunakan dot dan lembar observasi untuk variable kejadian caries gigi 7. Teknik Pengolahan Data Setelah data terkumpuln kemudian dilakukan pengolahan data dengan tahap – tahap sebagai berikut: 54
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
1. Editing (Pe milihan Data) Adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul. 2. Coding (Pemberian Kode) Adalah kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Hal ini dimaksudkan agar lebih mudah dalam melakukan tabulasi dan analisa data 3. Tabulating Tabulating adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau database computer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana. 4. Memasukkan Data (Data Entry) Data Entry adalah mengisi kolom kolom atau lembar kode atau kartu kode sesuai dengan jawaban masing masing 8. Teknik Analisis Data Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara 2 variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen. Peneliti menggunakan uji Chi Square dimana data diperoleh bahwa pengunaan dot dalam pemberian susu formula skala nominal, kejadian caries gigi skala nominal. Untuk memperoleh tingkat signifikansi hubungan tersebut, dilakukan uji statistik chi square (x²) dengan α= 0,05 mengunakan program SPSS for window dengan rumus : 1) Mencari frekuensi harapan: E = ﴾Σƒk-Σƒb﴿ ΣT Keterangan : E : frekuensi yang diharapkan Σƒk : jumlah frekuensi pada kolom Σƒ : jumlah frekuensi ada baris ΣT : jumlah keseluruhan baris dan kolom (Hidayat, 2007: 137) 2) Mencari nilai Chi kuadrat dihitung degan rumus X² = Σ ( 0- E )² E Keterangan : O = Frekuensi observasi E = Frekuensi harapan (Budiarto,2002:216) 3) Mencari nilai X² tabel dengan rumus : dk= (k – 1)(b- 1) keterangan : k : banyaknya kolom b : banyaknya baris 4) Membandingkan X² hitung dengan X ² tabel : jika x ² hitung ≥ x ² tabel h0 ditolak artinya signifikan jika x ²hitung ≤ x ² tabel maka h0 diterima artinya tidak signifikan ( Hidayat 2007, 148 ) D. HASIL PENELITIAN 55
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
1. Data Umum a. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Tabel 2 Distribusi frekuensi responden be rdasarkan Usia di Tk Tarbiyatus h Shibyan Desa Gayaman Kecamatam Mojoanyar Mojokerto tanggal 7 mei – 7 juni tahun 2012 No Usia Frekuensi Prosentase (%) 1 < 20 tahun 3 8.3 2 20-35 tahun 27 75.0 3 > 35 tahun 6 16.7 Jumlah
36
100
Berdasarkan tabel 2 didapatkan data bahwa sebagian besar usia responden 20-35 tahun yaitu sebanyak 27orang (75.0%). b. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Tabel 3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan Pendidikan di Tk Tarbiyatus h Shibyan Desa Gayaman Kecamatam Mojoanyar Mojokerto 7 mei – 7 juni tahun 2012 No Pendidikan Frekuensi Prosentase (%) 1 SD/SMP 11 30.6 2 SMA/SMK 21 58.3 3 Akademi/PT 4 11.1 Jumlah
36
100
Berdasarkan tabel 3 didapatkan data bahwa lebih besar pendidikan responden pada tingkat SMA yaitu sebanyak 21orang (58.3%). c. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Tabel 4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan Pekerjaan di Tk Tarbiyatus h Shibyan Desa Gayaman Kecamatam Mojoanyar Mojokerto tanggal 7 mei – 7 juni tahun 2012 No Pekerjaan Frekuensi Prosentase (%) 1 Bekerja 12 33.3 2 Tidak Bekerja 24 66.7 Jumlah
36
100
Berdasarkan tabel 4 didapatkan data bahwa sebagian besar responden tidak bekerja yaitu sebanyak 24 orang (66.7%). d. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Anak Tabel 5 Distribusi frekuensi responden be rdasarkan Usia Anak di Tk Tarbiyatus h Shibyan Desa Gayaman Kecamatam Mojoanyar Mojokerto 7 mei – 7 juni tahun 2012 No Usia Anak Frekuensi Prosentase (%) 1 4 tahun 25 69.4 2 5-6 tahun 11 30.6 Jumlah
36
100
Berdasarkan tabel 5 didapatkan data bahwa sebagian besar responden berusia 4 tahun yaitu sebanyak 25 orang (69.4%). e. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 56
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Tabel 6 Distribusi frekuensi responden berdasarkan Jenis Kelamin di Tk Tarbiyatus h Shibyan Desa Gayaman Kecamatam Mojoanyar Mojokerto 7 mei – 7 juni tahun 2012 No Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase (%) 1 Laki- laki 18 50.0 2 Perempuan 18 50.0 Jumlah
36
100
Berdasarkan tabel 6 didapatkan data bahwa hampir setengah responden berjenis kelamin laki laki yaitu sebanyak 18 orang (50.0%). 2. Data Khusus a. Karakteristik responden berdasarkan Penggunaan Dot dalam pemberian susu formula Tabel 7 Distribusi frekuesi responden berdasarkan penggunaan dot dalam pemberian susu formula di Tk Tarbiyatush Shibyan Desa Gayaman Kecamatam Mojoanyar Mojokerto 7 mei – 7 juni tahun 2012 No Penggunaan dot Frekuensi Prosentase (%) 1 Diberikan 2 Tidak diberikan Jumlah
23 13 36
63.9 36.1 100
Berdasarkan tabel 7 didapatkan bahwa lebih besar responden menggunakan dot dalam pemberian susu formula yaitu sebanyak 23 orang (63.9%). b. Karakteristik responden berdasarkan Kejadian Caries gigi Tabel 8 Distribusi frekuesi responden berdasarkan Kejadian Caries Gigi di Tk Tarbiyatush Shibyan Desa Gayaman Kecamatam Mojoanyar Mojokerto 7 mei – 7 juni tahun 2012 No Kejadian Caries Gigi Frekuensi Prosentase (%) 1 Terjadi Caries Gigi 26 72.2 2 Tidak Terjadi Caries Gigi 10 27.8 Jumlah 36 100 Berdasarkan tabel 8 di dapatkan bahwa sebagian besar responden terjadi caries gigi yaitu sebanyak 26 orang (72.2%) c. Tabulasi silang antara penggunaan dot dalam pemberian sus u formula dengan kejadian caries gigi Tabel 9 Tabulasi silang antara penggunaan dot dalam pemberian susu formula dengan kejadian caries gigi di Tk Tarbiyatush Shibyan Desa Gayaman Kecamatam Mojoanyar Mojokerto 7 mei – 7 juni tahun 2012 Kejadian Caries Gigi Penggunaan dot dalam pemberian Terjadi Tidak terjadi Total susu formula caries gigi caries gigi f % f % f % Di beriakan 21 58.3 2 5.6 23 63.9 Tidak diberikan 5 13.9 8 22.2 13 36.1 Total 26 72.2 10 27.8 36 100 Berdasarkan tabel 9 didapatkan bahwa lebih besar responden yang diberikan dot dalam pemberian susu formula terjadi caries gigi yaitu sebanyak 21 orang (58.3%). Untuk mengetahui adanya hubungan antara pemberian dot dengan 57
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
kejadian caries gigi maka di uji dengan menggunakan uji chi square dengan program SPSS 15 for windows didapatkan hasil X2 hitung :11,560b > X2 tabel : 3,841 Ρ : 0,001 < α : 0,05 H1 diterima dan Ho ditolak dengan demikian ada hubungan antara penggunaan dot dengan kejadian caries gigi pada balita usia 4-5 tahun di TK tarbiyatush Shibyan Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. E. PEMBAHASAN 1. Penggunaan Dot Dalam Pemberian Susu Formula Orang tua yang memberi bayinya susu formula menggunakan botol dapat menggetahui dengan pasti jumlah susu yang di konsumsi, di tempat umum pemberian susu botol lebih nyaman untuk wanita yang membutuhkan privasi jika menyusui bayinya karena efektif dan efisien serta pemberian susu botol memungkinkan ayah bayi untuk ikut berperan aktif memberi makan bayi dan mengambil tanggung jawab yang sama dalam pemberian susu (Paula, 2010). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih besar responden memberikan dot, hal ini terjadi karena dot merupakan alat yang efektif dalam memberikan susu formula, dot juga sangat praktis dan efesien, namun pemberian susu formula dengan menggunakan dot akan berdampak negatif pada gigi anak, karena terdapatnya kuman dalam dot jika diberikan sepanjang hari. Seseorang yang bekerja akan cenderung mendapatkan informasi lebih dibandingkan seseorang yang tidak bekerja, karena seseorang yang bekerja akan berkomunikasi satu sama lain dan efek komunikasi masa atau media masa dianggap sebagai sistem informasi (Yahya, 2011). Informasi kesehatan yang diperoleh oleh seseorang, nantinya akan mempengaruhi fungsi koknitif, afektif, behafior yang berfungsi untuk menciptakan pembentukan sikap, perluasan sitem, keyakinan masyarakat dan penegasan atau penjelasan nilai nilai tertentu khususnya dibidang kesehatan. Sedangkan seorang individu yang hanya berdiam diri dirumah, akan lebih sulit mendapatkan informasi baik dari aktivitas sosialnya atau dari media masa dibanding yang bekerja (Notoatmodjo, 2003). 2. Kejadian Caries Gigi Caries gigi atau berlubang merupakan gangguan kesehatan yang sering terjadi pada anak-anak dibawah umur 18 tahun. Banyak orang tua yang menganggap bahwa caries gigi adalah hal yang biasa. Kita sering jumpai pada anak-anak balita yang giginya “gigis” giginya sudah tidak utuh lagi dan warnanya pun hitam atau coklat kehitaman ( Susanto, 2007). Caries gigi adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi mulai dari email hingga gigi menjalar ke dentin (Enda h,2011). Bakteri yang menyebabkan caries gigi adalah Laktobasilus, Streptokok, Salah satu spesiesnya, yaitu Streptococcus mutans, lebih asidurik dibandingkan yang lain dan dapat menurunkan pH medium hingga 4,3. S. Inutans terutama terdapat pada populasi ya ng banyak mengkonsumsi sukrosa. AktinomisesSemua spesies Aktinomises memfermentasikan glukosa, terutama membentuk asam Iaktat, asetat, suksinat, dan asam format. Actinomyces viscosus dan A. naeslundii mampu membentuk caries akar, fisur, dan ikierusak periodontonium (Arif, 2008). Berdasarkan jenis kelamin anak didapatkan bahwa hampir setengah responden yang terjadi caries gigi adalah laki- laki yaitu sebanyak 18 orang. Menurut Suharsono (2008) mengatakan bahwa prevalensi jenis kelamin yang menyebabkan caries gigi tetap laki- laki lebih tinggi dibandingkan perempuan demikian juga halnya pada anak-anak, hal ini disebabkan
58
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
kareba erupsi gigi anak laki- laki lebih cepat dari anak perempuan sehingga anak laki laki lebih lama dengan factor resiko terjadinyaa caries gigi. Dalam penelitian ini anak laki- laki lebih banyak porsi makan dibandingkan anak perempuan sehingga anak laki- laki lebih banyak mengkonsumsi jajanan di sekolah dan mayoritas mengandung zat gula, pemanis dan masih banyak yang lainnya yang dapat menyebabkan terjadinjadinya caries gigi. Inilah yang menyebabkan banyak anak laki- laki yang mengalami caries gigi dibanding dengan anak perempuan. 3. Hubungan penggunaan Dot dalam pemberian susu formula dengan kejadian caries gigi Hasil penelitian menjelaskan bahwa lebih besar responden yang diberikan dot sebanyak 23 orang (63.9%) dan terjadi caries gigi sebanyak 21 orang (58.3%). Di uji dengan menggunakan uji chi square dengan hasil H1 diterima dan Ho ditolak dengan demikian ada hubungan antara penggunaan dot dengan kejadian caries gigi pada balita usia 4-5 tahun di TK tarbiyatush Shibyan Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. Terjadinya Caries pada anak ini adalah karena ketidak pahaman orang tua terhadap penyebab utama terjadinya Caries tersebut, dimana Caries tersebut dipicu oleh pemberian larutan yang manis, seperti air susu, soft drink menggunakan botol, serta air susu ibu yang cara pemberian, frekuensi serta intensitasnya kurang tepat. Lamanya larutan tersebut berada di rongga mulut, seperti ke tika anak tertidur sambil mengemut (mengedot) soft drink air susu dalam botol ataupun air susu ibu lebih memeperparah terjadinya karies, bahkan dapat terjadi rampan karies pada gigi anak tersebut (Syaifudin,2007). Caries gigi mempunyai spesifitas pada golongan Steptococus mulut yang secara kolektif disebut Streptococcus Mutans. Data ilmiah muktahir menunjukkan bahwa organism memulai sebagian kasus caries gigi pada permukaan email, Apabila permukaan email berlubang, bakteri mulut lainnya terutama laktobasilus menerobos ke dentin bawahnya dan menyebabkan penghancuran struktur gigi yang lebih lanjut melalui infeksi bakteri campuran (Behrman, 2002). Perlubangan gigi (Caries) terlalu dini kerap terjadi caries gigi disebabkan penggunaan dot dalam pemberian susu formula sepanjang malam hingga ter dirujuk Sebagai body bottle tooth decay karena bayi dibiarkan terlalu lama menghisap botol yang berisi karbohifrat yang sudah teragi (susu atau jus) perlubangan ini dipicu oleh cairan manis yang dituangkan dalam botol yang akhirnya menempel pada gigi sembari bergiat mengeruk mineral (demineralisasi) ename (Arisman, 2010). F. PENUTUP A. Simpulan 1. Sebagian besar penggunaan dot dalam pemberian susu formula responden adalah diberikan sebanyak 23 orang (63.9%). 2. Sebagian besar responden mengalami caries gigi sebanyak 26 responden (72.2%) 3. Di uji dengan menggunakan uji chi square dengan program SPSS 15 for windows didapatkan hasil X2 hitung :11,560b > X2 tabel : 3,841 Ρ : 0,001 < α : 0,05 H1 diterima dan Ho ditolak dengan demikian ada hubungan antara penggunaan dot dengan kejadian caries gigi pada balita usia 4-5 tahun di TK tarbiyatush Shibyan Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto.
59
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
B. Saran 1. Bagi peneliti Hasil penelitian ini dapat di jadikan sebagai modal awal bagi peneliti dalam mengembangkan ilmu kesehatan khususnya yang berhubungan dengan kesehatan anak. 2. Bagi Masyarakat Untuk orang tua khususnya para ibu hendaknya lebih memperhatikan kesehatan dan cara menanggulangi kejadian caries pada anak dengan cara menyediakan pasta gigi, sikat gigi serta mengajari anak cara menggosok gigi serta membiasakan anak minum susu menggunakan gelas. 3. Bagi Tenaga Kesehatan Diharapkan dokter gigi dapat mempunyai inisiatif bekerjasama dengan bidan dan kader untuk mengadakan lomba bagi balita tentang perawatan gigi yang benar dan lebih sering melakukan penyuluhan dan pemeriksaan kesehatan gigi pada masyarakat dan Tk setempat. 4. Bagi instansi pendidikan Instansi pendidikan selayaknya untuk memperbanyak referensi tentang ilmu kesehatan khususnya tentang kesehatan gigi agar mahasiswa saat membuat karya tulis ilmiah lebih mudah untuk mendapatkan referensi yang cukup. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2002 Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta : Jakarta Arini. 2012. Mengapa Seorang Ibu Harus Menyusui. Yogyakarta: Flah Books Arisman. 2010. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC Behrman, Richard dkk. 2002. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC Benjamin. 2009. Perawatan Bayi Dan Anak. Yogyakarta: Panji Pustaka Ghoufur, Abdul. 2012. Kesehatan Gigi Dan Mulut. Yogyakarta: Mitra Buku Hidayat, A.Aziz Alimul, 2003. Riset Keperawatan Sebuah Karya Ilmiah. Salemba: Jakarta. Hidayat, Alimul AzizA. 2010. Metodologi Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data, Jakarta : Salemba Media http://shahifsyarifibawean.blogspot.com/2008/11/meminum- susu- menggunakan-botol.html Kelly, Paula. 2010. Asuhan Neonatus Dan Bayi. Jakarta: EGC Kusuma, Wardani. 2011. Buruknya Kesehatan Gigi Dan Mulut. Yogyakarta: Hanggar Kreaton Machfoedz, Ircham dkk. 2005. Menjaga Kesehatan Gigi Mulut Anak-Anak Dan Ibu Hamil. Yogyakarta: Fitramaya Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta.: Media Aesculapius Notoadmodjo, Soekidjo, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, S (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan: JakartaRineka Cipta. Nursalam, 2003. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta. Nurssalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarat: Salemba Medika,. Prasetyono, Dwi. 2009. Buku Pintar Asi Esklusif. Yogyakarta: DIVA Press Sugiyono, (2009). Statistika Untuk Penelitian, Bandung, CV. Alfabeta Sutanto, Agus. 2007. Kesehatan Gigi Dan Mulut. Klaten: Sunda Kelapa Pustaka.
60
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
KB SUNTIK DMPA TERHADAP PERUBAHAN BERAT BADAN DI DESA KARANG JERUK KECAMATAN JATIREJO MOJOKERTO Evie Ludviyah 1 , Ferilia Adiesti, S.ST 2 ) 1 Mahasiswa Politeknik Kesehatan Majapahit 2 Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit ABSTRACT DMPA injectable contraception is a way to prevent pregnancy through hormonal injections of depot medroxyprogesterone acetate containing. There are side effects caused by the use of injectable contraceptives, the most common one is the change in weight on the acceptor. The purpose of this study was to determine the influence of injectable DMPA use KB to changes in body weight in the village of Coral Orange County District Jatirejo Mojokerto. Cross sectional study design used, with a population of 496 acceptors and 83 samples were taken using Simple Random Sampling of respondents, the study was conducted on 7 May to 7 June 2012. The research data was taken using the observation sheet re-visit card KB. After the tabulation of the data were analyzed using Chi Square test with significance level α = 0.05. The results showed that less than half the respondents who did not use DMPA injectable contraceptives gain weight as much as 31 respondents (37.3%) and a minority of respondents whose weight has not increased or decreased the use of injectable DMPA KB by 4 respondents (5%) . The results of chi square test with significance level α = 0.05 probability value obtained for 0.008 <α = 0.05 for the H1 accepted that there is influence between the use of injectable DMPA KB of weight change in family planning acceptors and non-DMPA injectable DMPA. Weight gain wasinfluenced by several factors as employment. Acceptor that does not work has little activity can effect changes in weight,anotherfactor that could support such as age, the increasing age of the infrequently performed activities that could affect the metabolic changes in a woman’s body. See the results of this study is the need for awarreness of family planning acceptors and non injectable DMPA to be set lifestile such asdiet and activity to suppress the occurrence of excessive weight gain. Keyword: Use of DMPA Injectable Contraceptives, Weight Changesn A. PENDAHULUAN Keluarga berencana adalah usaha untuk mengontrol jumlah dan jarak antara kelahiran anak. Kontrasepsi suntikan DMPA (3 bulan) adalah salah satu cara untuk mencegah terjadinya kehamilan dengan melalui suntikan hormonal yang mengandung Depo medroksiprogesteron Asetat. Kontarasepsi suntik DMPA di Indonesia semakin banyak dipakai karena kerjanya yang efektif, pemakaiannnya yang praktis, harganya relatif murah, dan aman. Kontrasepsi suntik ini sementara yang paling baik, dengan angka kegagalan 0,3% pertahun (Saifuddin, 2006. hlm. 41-42). Pada kenyataannya terdapat berbagai kekurangan atau efek samping yang ditimbulkan oleh pemakai kontrasepsi suntik ini, yang salah satunya paling banyak terjadi adalah perubahan berat badan pada akseptor. Hal ini dikarenakan kandungan hormon dalam alat kontrasepsi tersebut, ini menjadi masalah bagi sebagian kecil pemakai DMPA, pertambahan ringan sebesar 1-2 kg sering kemudian menjadi stabil setelah pemakaian 61
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
dilanjutkan, tetapi sejumlah kecil wanita terus mengalami pertambahan berat badan moderat selama mereka memakai metode suntik DMPA, mekanisme utama tampaknya adalah peningkatan nafsu makan disertai peningkatan penimbunan simpanan lemak (Glasier dan Gebbie, 2006. hlm. 102-103). Data program keluarga berencana dan pemberdayaan perempuan di mojokerto peserta KB aktif pada bulan maret 2011 sejumlah 15.130 peserta atau 77,41%, yang terdiri dari KB IUD 2.225 peserta, MOW 1.338 peserta, MOP 49 peserta, kondom 895 peserta, implant 495 peserta, suntik 7.971 peserta, pil 2.157 peserta. Pada peserta KB baru mencapai 423 peserta atau 10,38%, dengan rincian IUD 83 peserta, MOP 2 peserta, MOW 26 peserta, implant 25 peserta, suntik 227 peserta, pil 33 peserta, kondom 27 peserta. Pada studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 akseptor KB suntik DMPA di Desa Karang jeruk Kec. Jatirejo pada tanggal 6-8 April tahun 2012 didapatkan 8 orang (80%) mengalami peningkatan berat badan, dengan rincian 5 orang (62%) orang dengan kenaikan berat badan ≥ 5 kg (mengalami overweight) dan 3 orang (38%) naik < 5 kg (mengalami obesitas). Sisanya 2 orang (20%) dengan berat badan tetap atau cenderung menurun, setelah pemakaian lebih dari 6 bulan. Peningkatan berat badan pada akseptor KB suntik DMPA terjadi karena pengaruh hormon itu sendiri, yaitu penyebab pertambahan berat badan tidak jelas. Tampaknya terjadi karena bertambahnya lemak tubuh, dan bukan karena retensi cairan tubuh. Hipotesa para ahli DMPA merangsang pusat pengendali nafsu makan di hipotalamus, yang menyebabkan akseptor makan lebih banyak daripada biasanya (Hartanto, 2010. hlm. 171). Pada penggunaan beragam kontrasepsi hormon, termasuk DMPA memperlihatkan efek yang kaitannya dengan kanker reproduksi. Diantaranya kanker payudara, resiko karsinoma serviks,dan mungkin terhadap kanker ovarium (Glasier dan Gebbie, 2006. hlm. 104). Dengan adanya penjelasan diatas, maka perlu adanya berbagai upaya untuk menyiasati penambahan berat badan yang kurang terkontrol. Sebagai petugas kesehatan khususnya bidan yang secara langsung melaksanakan dan mengawasi jalannya program KB dituntut untuk dapat melakukan konseling pra pemakaian KB dan menjelaskan caracara yang dapat meminimalkan kenaikan berat badan misalnya dengan pembatasan makanan yang ketat, olahraga teratur.dengan adanya upaya yang dilakukan tersebut hendaknya diikuti oleh kedisiplinan akseptor untuk menjalankan apa yang sudah dijelaskan oleh bidan atau petugas kesehatan lain. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai KB suntik DMPA terhadap peningkatan berat badan pada akseptor KB suntik di Desa Karang Jeruk Kecamatan Jatirejo Mojokerto. Yang nantinya peneliti akan memberikan informasi hasil dari penelitian kepada institusi terkait dan lahan tempat penelitian. B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Dasar Kontrasepsi a. Pengertian Kelurga Berencana merupakan suatu tindakan yang membantu individu atau pasangan sumi istri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapat kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2004. hlm. 27). Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya itu dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi
62
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi fertilitas (Sarwono, 2007. hlm. 905). b. Macam-macam Kontrasepsi Terdapat beberapa macam alat kontrasepsi yang dapat digunakan, antara lain: 1) Metode Kontrasepsi Sederhana antara lain diantaranya: a) Metode kalender Metode ini didasarkan pada suatu perhitungan yang diperoleh dari informasi yang dikumpulkan dari sejumlah menstruasi secara berurutan. Untuk mengidentifikasi hari subur, dilakukan pencatatan siklus menstruasi dengan durasi minimal enam dan dianjurkan dua belas siklus. Untuk menjamin efektifitas maksimum, metode kalender sebaiknya dikombinasikan dengan indikator- indikator lainnya (Glaiser, 2006. hlm. 177). b) Metode Amenorea Laktasi (MAL) Menyusui eksklusif merupakan suatu metode kontrasepsi sementara yang cukup efektif, selama klien belum mendapat haid dan waktunya kurang dari enam bulan pasca persalinan. Efektifitasnya dapat mencapai 98%. MAL efektif bila menyusui lebih dari delapan kali sehari dan bayi mendapat cukup asupan per laktasi (Saifudin, 2006. hlm. U51-52). c) Metode suhu tubuh Saat ovulasi peningkatan progesteron menyebabkan peningkatan suhu basal tubuh (SBT) sekitar 0,2 -0,4 . Peningkatan suhu tubuh adalah indikasi bahwa telah terjadi ovulasi. Selama 3 hari berikutnya (memperhitungkan waktu ekstra dalam masa hidup sel telur) diperlukan pantang berhubungan intim. Metode suhu mengidentifikasi akhir masa subur bukan awalnya (Gleiser, 2006. hlm. 177). d) Senggama terputus (koitus interuptus) Senggama terputus adalah metode keluarga berencana tradisional, dimana pria mengeluarkan alat kelaminya (penis) dari vagina sebelum pria mencapai ejakulasi. Efektifitas bergantung pada kesediaan pasangan untuk melakukan senggama terputus setiap pelaksanaannya (angaka kegagalan 4-27 kehamilan per 100 perempuan) (Saifudin, 2006. hlm . MK-16). e) Metode Barrier meliputi Kondom, diafragma, spermisida, 2) Metode Kontrasepsi Modern a) Kontrasepsi pil Kontrasepsi pil merupakan jenis kontrasepsi oral yang harus diminum setiap hari yang bekerja mengentalkan lender serviks sehingga sulit dilalui oleh sperma. b) Kontrasepsi implan Kontrasepsi implan adalah alat kontrasepsi silastik berisi hormon jenis progesteron levonogestrol yang dinamakan dibawah kulit, yang bekerja mengurangi transportasi sperma. c) Alat Kontrasepsi Dalam rahim (AKDR) Alat kontrasepsi dalam rahim adalah alat kontrasepsi yang dimasukkan dalam rongga rahim wanita yang bekerja menghambat sperma untuk masuk ke tuba fallopi (Saifuddin, 2006. hlm. MK48-63). d) Kontrasepsi Mantap (KONTAP) Kontrasepsi mantap pria atau vasektomi merupakan suatu metode kontrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana dan 63
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
sangat efektif, memakan waktu operasi yang singkat dan tidak memerlukan anastesi umum (Hartanto, 2010. hlm. 307). e) Kontrasepsi suntikan Kontrasepsi suntikan adalah kontrasepsi yang diberikan dengan cara disuntikkan secara intramuskulus dalam, di daerah m. gluteus maksimus atau deltoideus (Prawirohardjo, 2007. hlm. 921). 2. Konsep Dasar kontrasepsi DMPA (Depomedroksi Progesteron Asetat) a. Pengertian kontrasepsi DMPA Kontrasepsi suntik DMPA / suntik 3 bulan adalah cara untuk mencegah terjadinya kehamilan dengan melalui suntikan hormonal yang mengandung Depoprovera (Depo Medroksi Progesteron Asetat), kontrasepsi hormonal jenis suntikan ini di Indonesia semakin banyak dipakai karena kerjanya yang efektif, pemakaiannya yang praktis, harganya relatif murah dan aman (saifuddin, 2006. hlm. MK-41). b. Farmakologi 1) Tersedia dalam bentuk larutan mikrokritaline. 2) Setelah 1 minggu penyuntikan 150 mg, tercapai kadar puncak, lalu keadaannya tetap tinggi untuk 2-3 bulan, selanjutnya menurun kembali. 3) Ovulasi mungkin sudah dapat timbul setelah 73 hari peyuntikan, tetapi umumnya ovulasi baru timbul kembali setelah 4 bulan atau lebih. 4) Pada pemakaian jangka lama, tidak terjadi efek akumulatif dari DMPA dalam darah atau serum (Hartanto, 2004. hlm. 165). c. Mekanisme Kerja kontrasepsi Suntik DMPA 1) Primer Mencegah ovulasi sehingga kadar FSH dan LH menurun dan tidak terjadi sentakan LH (LH surge). Respon kelenjar hypophyse terhadap Gonadotropin releasing hormone eksogenous tidak berubah., sehingga memberi kesan proses terjadi di hipotalamus daripada di kelenjar hypophyse. Penggunaan kontrasepsi suntikan tidak menyebabkan keadaan hipo-estrogenik. Endometrium menjadi dangkal dan atrofis dengan kelenjar-kelenjar yang tidak aktif. Sering stroma menjadi oedematous. 2) Sekunder Mengentalkan lender serviks sehingga sulit ditembus oleh spermatozoa,membuat endometrium menjadi kurang baik / layak untuk implantasi dari ovum yang telah dibuahi, dan mempengaruhi kecepatan transport ovum di dalam tuba fallopi (Hartanto, 2004. hlm. 166) d. Efektifitas Kontrasepsi suntik memiliki efektifitas tinggi, kurang dari 1% dari 100 wanita akan mengalami kehamilan dalam 1 tahun pemakaian DMPA. Kontrasepsi suntik sama efektifitasnya dengan (pil oral kombinasi) POK dan lebih efektif dari IUD (Hartanto, 2010). Tetapi efektif dapat terjaga apabila penyuntikan dilakukan secara teratur sesuai jadwal yang telah ditentukan (Saifuddin, 2006). e. Keuntungan dan kerugian kontrasepsi suntik DMPA 1) Keuntungan kontrasepsi suntik DMPA, antara lain sebagai berikut: a) Sangat efektif. b) Pencegahan kehamilan jangka panjang. c) Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri. d) Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap penyakit jantung dan gangguan pembekuan darah. e) Tidak memilki pengaruh terhadap ASI. 64
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
f) Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan ektopik. g) Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara. h) Mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul. i) Dapat digunakan oleh wanita usia > 35 tahun sampai perimenopause. j) Mencegah anemia. 2) Kerugian kontrasepsi suntik DMPA diantaranya, sebagai berikut: a) Sering ditemukan gangguan haid, seperti siklus haid yang memendek atau memanjang, perdarahan yang banyak atau sedikit, perdarahan tidak teratur atau perdarahan bercak (spotting), dan tidak haid sama sekali. b) Klien sangat tergantung pada tempat sarana pelayanan kesehatan (harus kembali untuk suntikan) c) Permasalahn berat badan merupakan efek samping tersering. d) Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan penyakit menular seksual, hepatitis B virus, atau infeksi virus HIV. e) Terlambatnya pemulihan kesuburan setelah pemakaian dihentikan. f) Terlambatnya kembali kesuburan bukan karena terjadinya kerusakan / kelainan pada organ genetalia, melainkan karena belum habisnya pelepasan obat suntikan dari deponya (tempat suntikan) g) Terjadi perubahan pada lipid serum pada penggunaan jangka panjang. h) Pada penggunaan jangka panjang dapat sedikit menurunkan kepadatan tulang (densitas). i) Pada penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan pada vagina, menurunkan libido, gangguan emosi (jarang), sakit kepala, nervositas, jerawat. (Saifuddin, 2006. hlm. MK42-43). f. Efek samping KB suntik 1) Gangguan pola menstruasi a) Amenorhea adalah tidak datangnya haid lebih dari 3 bulan (Mansjoer, 2002. hlm. 375). b) Spotting adalah bercak-bercak perdarahan di luar haid yang terjadi selama akseptor mengikuti KB suntik, (Suratun, 2008. hlm. 72). c) Metrorraghia adalah perdarahan yang berlebihan di lur siklus haid, metrorraghia adalah datangnya darah haid yang berlebihan jumlahnya tetapi masih dalam siklus haid (Suratun, 2008. hlm. 72). 2) Pertambahan berat badan Umumnya pertambahan berat badan tidak terlalu besar, bervariasi antara kurang dari 1 kg sampai 5 kg dalam tahun pertama. Penyebab pertambahan berat badan tidak jelas. Tampaknya terjadi karena berta mbahnya lemak tubuh, dan bukan karena retensi cairan tubuh. DMPA merangsang pusat pengendali nafsu makan di hipotalamus, yang menyebabkan akseptor makan lebih banyak daripada biasanya (Hartanto, 2010. hlm. 171). 3) Sakit kepala Gejala dan keluhan dalam sakit kepala yaitu rasa berputar atau sakit dikepala, yang dapat terjadi pada satu sisi atau ke dua sisi atau seluruh bagian kepala. Biasanya bersifat sementara. 4) Keputihan Gejala dan keluhan dalam keputihan yaitu adanya cairan putih yang berlebihan keluar dari liang senggama dan terasa mengganggu. Keputihan disebabbkan karena adanya infeksi, jamur atau kandida.
65
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
5) Jerawat Gejala dan keluhan dalam timbulnya jerawat yaitu timbulnya jerawat di wajah atau badan yang dapat disertai infeksi atau tidak. Penanggulangan yang dilakukan dalam menghadapi timbulnya jerawat yaitu pemberian vitamin A dan vitamin E dosis tinggi. Bila disertai infeksi dapat diberikan preparat tetracycline 250 mg 2 x 1 kapsul selama 1 atau 2 minggu (Suratun, 2008. hlm. 74). g. Indikasi dan kontraindikasi suntik DMPA 1) Indikasi kontrasepsi suntik DMPA adalah: a) Usia reproduksi. b) Nulipara dan yang telah memilki anak. c) Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan yang memilki efektefitas tinggi. d) Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai. e) Setelah melahirkan dan tidak menyusui. f) Setelah abortus atau keguguran. g) Tidak dapat memakai kontasepsi yang mengandung estrogen. h) Anemia defisiensi besi. i) Sering lupa memakai pil. j) Mendekati usia menopause yang tidak mau atau tidak boleh menggunakan pil kombinasi. 2) Kontraindikasi kontrasepsi suntik DMPA yaitu: a) Hamil atau dicurigai hamil. b) Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya. c) Tidak dapat menerima terjadinya ganguan haid terutama amenorhea. d) Riwayat kenker payudara. e) Diabetes militus yang disertai dengan komplikasi. (Saifuddin, 2006. hlm. Mk-43). h. Cara pemberian kontrasepsi suntik DMPA 1) Kontrasepsi suntikan DMPA diberikan setiap 3 bulan (90 hari) dengan cara disuntik intramuskular dalam di daerah pantat. 2) Bersihkan kulit yang akan disuntik dengan kapas alkohol yang dibatasi oleh etil / isopropil alkohol 60-90%. Biarkan kulit kering sebelum disuntik. Setelah kulit kering baru disuntik. 3) Kocok dengan baik, dan hindarkan terjadinya gelembung-gelembung udara. Kontrasepsi suntik tidak perlu didinginkan. Bila terdapat endapan putih pada dasar ampul, upayakan menghilangkannya dengan menghangatkannya. (Saifuddin, 2006. hlm. MK-45). i. Faktor-faktor yang me mpengaruhi pemilihan alat kontrasepsi adalah 1) Umur Umur berperan dalam pola pelayanan kontrasepsi kepada masyarakat yang berkaitan dengan memperhatikan kurun reproduksi sehat, dimana pada wanita dengan umur 20-30 / 35 tahun merupakan fase menjarangkan kehamilan sehingga dibutuhkan alat kontrasepsi yang mempunyai efektifitas cukup tinggi,reversibilitas cukup tinggi karena peserta masih mengharapkan punya anak lagi, dapat dipakai 2-4 tahun yaitu sesuai dengan anak yang direncanakan, tidak menghambat air susu ibu (ASI) karena Asi adalah makanan terbaik untuk bayi sampai umur 2 tahun dan akan mempengaruhi angka kesakitan dan kematian anak, maka dari itu alat kontrasepsi suntik dapat dijadikan pilihan kedua setelah IUD. 66
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Pada wanita berumur < 20 tahun merupakan fase menunda atau mencegah kehamilan sehingga wanita tersebut dapat memilih alat kontrasepsi dengan reversebilitas tinggi, sedangkan pada periode umur wanita di atas 30 tahun, terutama diatas 35 tahun sebaiknya mengakhiri kehamilan setelah mempunyai 2 orang anak. 2) Jumlah Anak Jumlah anak seorang wanita dapat mempengaruhi cocok tidaknya suatu metode secara medis. 3) Pendidikan Faktor pendidikan seseorang sangat menentukan dalam pola pengambilan keputusan dan menerima informasi dari pada seseorang yang berpendidikan rendah. Pendidikan merupakan salah satu factor yang sangat menentukan pengetahuan dan persepsi seseorang terhadap pentingnya suatu hal, termasuk pentingnya keikutsertaan dalam KB. 4) Pengetahuan Kontrasepsi pada umumnya digunakan untuk merencanakan sebuah keluarga. Bagi perempuan yang ingin menggunakan alat kontrasepsi khususnya kontrasepsi suntik harus membekali diri dengan pengetahuan mengenai kontrasepsi suntik sebelum untuk memutuskan. (Hartanto, 2004. hlm. 36). 5) Privasi Peserta keluarga berencanana mungkin menempatkan beberapa pertimbangan privasi sebagai hal yang sangat penting. Terutama wanita muda atau wanita yang hubungan seksualnya secara sosial tidak dibenarkan, mungkin akan sangat mengiginkan metode yang tidak menarik perhatian. 6) Frekuensi hubungan seksual Pemakai yang jarang berhubungan seksual mungkin kurang tertarik dengan metode- metode, misalnya kontrasepsi oral, yang memerlukan tindakan setiap hari. 7) Rencana untuk kesuburan dimasa mendatang Perlu ditentukan apakah dan kapan pemakai memilki rencan untuk hamil dimasa mendatang. Bnyak metode yang dianjurkan atau menjadi paling efektif dari segi biaya, hanya apabila wanita tidak memilki rencana hamil dalam waktu dekat. 8) Biaya Biaya dari suatu strategi keluarga berencana mencakup biaya metode itu sendiri, waktu yang dikorbankan wanita dan petugas, serta biaya tak langsung lainnya, termasuk ongkos berkunjung ke klinik. Studi mengenai bia ya semacam ini sangat sulit dilakukan, sehingga jarang dilakukan. Metode keluarga berencana juga sangat bervariasi dalam hal biaya pemakai dan penyebaran petugas sepanjang waktu. (Glasier dan Gebbie, 2006. hlm. 20-23). 3. Konsep Dasar Berat Badan a. Pengertian Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting yang digunakan sebagai ukuran laju pertumbuhan fisik, disamping itu berat badan digunakan sebagai ukuran perhitungan dosis obat dan makanan. Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air, dan mineral pada tulang (Suparyanto, 2010).
67
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
b. Konsep Dasar Berat Badan Normal Berat badan normal adalah berat badan yang tidak kurang dan tidak lebih dari batas yang ditentukan oleh rumus sebagai berikut : Berat Badan Normal = Tinggi Badan – 100 Contoh : Jika tinggi kita dari ujung kaki hingga ujung kepala adalah 160 cm maka berat badan normal kita adalah 160 - 100 = 60 kg. c. Konsep Dasar Berat Ideal Berat badan ideal merupakan berat badan yang masih dalam batas normal dalam kesehatan dan juga lebih memperhitungkan kesenjangan antara tinggi badan dan berat badan dengan rumus sebagai berikut : Berat Badan Ideal = (Tinggi Badan - 100) - ( 10% tinggi badan -100) Contoh : Jika tinggi badan kita adalah setinggi 150 cm, maka berat badan ideal kita adalah (150 - 100) - (10% x (150 - 100) = 50 - 5 = 45 kg. Dari hasil tersebut dapat kita ketahui apa yang terjadi dengan diri kita dengan membandingkan hasilnya berikut di bawah ini : 1) Kelebihan Berat Badan / Overweight = Hasilnya 10% s/d 20% lebih besar 2) Kegemukan / Obesitas / Obesity = Hasilnya lebih dari 20% dari yang seharusnya 3) Kurus = Hasilnya 10% kurang dari yang seharusnya. d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kenaikan Berat Badan Tidak sedikit penderita obesitas yang sudah menerapkan rumus kalori masuk sama dengan kalori keluar, olahraga teratur, diet seimbang, yang biasanya dilakukan orang untuk menjaga berat badan ideal. Tapi hasilnya tidak ada. Pakar kesehatan menduga ada faktor-faktor tambahan yang membuat kenaikan berat badan. Efek kurang tidur menjadi pemicu resiko kegemukan dan obesitas. Peningkatan jumlah penderita obesitas yang sangat pesat selama tiga decade terakhir ini diduga terkait dengan sedikitnya jumlah jam tidur yang berkurang 2 jam dari yang disarankan (7-8 jam sehari). “Kurang tidur akan memicu hormone ghrelin, yaitu hormon perangsang nafsu makan dan mengurangi hormon leptin, yaitu hormon pemicu rasa kenyang. Intinya, tidur singkat akan menambah rasa lapar dan nafsu makan untuk menyantap makanan,” kata Dr james Gangwisch dari Columbia University seperti dik utip dari Independent, Rabu (6/1/2010). e. Efek samping obat-obatan / kontrasepsi hormonal Obat-obatan seperti steroid, anti depresi, anti psychotics dan anti epileptic bias menstimulasi nafsu makan. Selain itu obat tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan pil kontrasepsi pun bias menyebabkan berat badan bertambah. Satusatunya cara untuk menghindari efek samping tersebut adalah dengan berkata jujur pada dokter. Jika memungkinkan dokter akan member obat lain yang tidak menimbulkan efek samping gemuk yakni efek tua, efek virus, efek kurang bergerak, efek berhenti merokok, efek Gen dalam tubuh dan efek suhu dalam ruangan. 4. Pengaruh KB suntik terhadap perubahan be rat badan Umumnya pertambahan berat badan tidak terlalu besar, bervariasi antara kurang dari 1 kg sampai 5 kg dalam tahun pertama.penyebab pertambahan berat badan tidak jelas, tampaknya terjadi karena bertambahnya lemak tubuh, dan bukan karena retensi cairan tubuh. DMPA merangsang pusat pengendali nafsu makan di hipotalamus, yang menyebabkan akseptor makan lebih banyak daripada biasanya (Hartanto, 20010).
68
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
C. METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi analitik dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional yaitu rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu) antara faktor risiko / paparan dengan penyakit (Hidayat, 2007. hlm. 56). 2. Kerangka Konseptual. Macam-macam kontrasepsi suntik hormonal yang berdaya kerja lama: 1. NET-EN 2.
DMPA
Efek samping kontrasepsi suntik DMPA 1. Gangguan pola menstruasi 2. 3. 4. 5.
Perubahan berat badan Sakit kepala Keputihan Jerawat
Bertambah : Jika ibu mengalami peningkatan berat badan pada pemakaian suntik DM PA
Tidak Bertambah / turun : Jika berat badan ibu tidak bertambah atau turun pada pemakaian suntik DMPA
Sumber Keterangan
: Hartanto (2010), Suratun (2008). : Diteliti : Tidak diteliti Skema 1 Kerangka konsep KB suntik DMPA terhadap perubahan be rat badan di desa Karang Jeruk Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto. 3. Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian (Nursalam, 2011. hlm. 56). H1 : Ada pengaruh antara pemakaian kontrasepsi KB suntik DMPA terhadap perubahan berat badan pada akseptor. 4. Variabel, Definisi Ope rasianal Jenis variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel independen (variabel bebas ) serta variabel dependen (variabel terkait). Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang diamati (diukur) itulah yang merupakan kunci definisi operasional (Nursalam, 2008. hlm. 101).
69
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Tabel 1
Definisi operasional penelitian KB suntik DMPA terhadap perubahan berat badan pada akseptor KB suntik DMPA di Desa Karang Je ruk Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto Variabel Definisi Krite ria Skala Ope rasional Variabel Waktu pemakaian a. Memakai KB suntik Nominal Independen: kontrasepsi suntik DMPA Akseptor KB DMPA b. Tidak memakai KB suntik Alat ukur : Kartu DMPA status peserta KB (Hidayat, 2007)
Variabel dependen: Peningkatan berat badan
Akseptor KB suntik 3 bulan mengalami perubahan berat badan. Alat ukur : Kartu akseptor KB
a. Tidak bertambah/ turun : jika berat badan ibu tidak bertambah atau turun pada pemakaian KB suntik DMPA. b. Bertambah : Jika ibu mengalami penambahan berat badan pada KB suntik DMPA
Nominal
5. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian adalah setiap subjek (misalnya manusia, klien) yang memenuhi kriteria yang sudah ditetapkan (Nursalam, 2011. hlm. 89). Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh akseptor KB di Desa Karang Jeruk Kec. Jatirejo Kab. Mojokerto pada bulan Maret tahun 2012 yang berjumlah 496 akseptor KB. Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimilki oleh populasi (Hidayat, 2007. hlm. 68). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini secara probability sampling dengan cara simple random sampling, karena pengambilan sampel anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiono. 2006. hlm 57-58). Sampel penelitian ini adalah sebagian akseptor KB di Desa Karang Jeruk Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto. Pada penelitian ini besarnya sampel yang digunakan di hitung dengan menggunakan rumus :
Keterangan : n = jumlah sample N = jumlah populasi akseptor kontrasepsi d = Presisi (ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 95%) (Riduwan. 2010. hlm. 95) Maka besar sample adalah :
70
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
= 83,22 jadi dibulatkan menjadi 83 akseptor 6. Teknik dan Instrume n Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2011. hlm. 111). 1. Teknik Pengumpulan Dalam penelitian ini pengumpulan data akseptor KB suntik DMPA dan perubahan berat badan, peneliti menggunakan teknik studi dokumentasi malalui penelusuran dan kartu akseptor KB. 2. Instrument pengumpulan data Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan lembar ceklis, yang telah disusun oleh peneliti yang digunakan untuk mengisi data akseptor KB dan data perubahan berat badan. Sebelum data responden ditulis di ceklis, peneliti mengajukan surat permohonan kepada responden untuk mengadakan penelitian dan jika responden mengijinkan, maka dimohon menandatangani lembar persetujuan “bersedia menjadi responden”. Dalam pelaksanaan pengumpulan data, peneliti melakukan sendiri dan dibantu pihak lain 7. Teknik Pengolahan Data 1. Teknik Pengolahan Data Setelah data dikumpulkan kemudian data dikelola. Tahap pengelolahan data diantaranya : a. Editing Editing data adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul (Hidayat, 2007. hlm. 121). b. Coding Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan computer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel (Hidayat, 2007. hlm. 121-122). c. Data Entry Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau data base Komputer. Kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat tabel kontigensi (Hidayat, 2007. hlm. 122). d. Cleaning Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak (Notoatmodjo, 2010. hlm. 177). e. Tabulating Merupakan pengorganisasian data sedemikian rupa agar mudah dijumlahkan. Disusun dan didata untuk disajikan serta di analisis. 8. Teknik Analisis Data a. Analisa Univariate Analisa yang digunakan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentasedari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010. hlm. 182). 71
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Untuk variabel pemakaian kontrasepsi KB dianalisis dengan: 1) Variabel Independen (bebas) Memakai : Jika ibu menggunakkan kontrasepsi Suntik DMPA. Tidak memakai : Jika ibu tidak memakai kontrasepsi non DMPA 2) Variabel dependen (terikat) Untuk mengetahui frekuensi pemakaian kontrasepsi KB suntik DMPA dan perubahan berat badan dianalisis dengan menggunakan rumus : P=
× 100%
(Machfoedz, 2008. hlm. 25) Keterangan : P : Prosentase F : Jumlah frekuensi N : Jumlah seluruh Observasi b. Analisa bivariat Untuk mengetahui pemakaian kontrasepsi dengan perubahan berat badan pada akseptor, dimana pemakaian kontrasepsi bersekala nominal dan perubahan berat badan berskala nominal, sehingga dapat digunakan uji statistik Chi Square sebagai berikut: 1. Mencari frekuensi harapan (fe) pada tiap sel dengan rumus:
Keterangan : = Frekuensi yang diharapkan = Jumlah frekuensi pada kolom = Jumlah frekuensi pada baris = Jumlah keseluruhan baris dan kolom 2. Mencari nilai Chi Kuadrat hitung dengan rumus : X² = Keterangan : = Chi Square N = Jumlah sampel = Frekuensi yang diharapkan 3. Mencari nilai tabel dengan rumus : df = (k – 1) (b – 1)
Keterangan : k = Banyaknya kolom b = Banyaknya baris 4. Membandingkan hitung dengan tabel : Jika hitung ≥ tabel maka Ho ditolak artinya signifikan. Jika hitung ≤ tabel maka Ho di terima artinya tidak signifikan (Hidayat, 2007. hlm. 138) 72
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Jika hitung ≥ tabel maka Ho di tolak dan hipotesis diterima yaitu ada pengaruh antara KB suntik DMPA terhadap perubahan berat badan di Desa Karang Jeruk Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto pada bulan Mei-Juni 2012. Jika X2 hitung ≤ X2 tabel berarti Ho diterima artinya tidak signifikan. Jika Uji Chi Square tidak memenuhi syarat uji alternative yang digunakan adalah uji fisher exact. D. HASIL PENELITIAN 1. Data Umum a. Karakteristik responden berdasarkan umur Tabel 2 Distribusi frekuensi responden be rdasarkan umur ibu di Desa Karang Jeruk Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto 7 Mei - 7 Juni 2012. No. Umur Akseptor Frekuensi Persentase (%) 1 < 20 tahun 3 3,6 2
20-35 tahun
35
42,2
3
> 35 tahun
45
54,2
83
100
Jumlah
Hasil penelitian untuk akseptor KB menunjukkan bahwasanya lebih dari setengah responden berumur > 35 tahun yaitu sebanyak 45 responden (54,2%) dan sebagian kecil responden yang berumur < 20 tahun yaitu sebanyak 3 responden (3,6%). b. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan Tabel 3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan ibu di Desa Karang Jeruk Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto 7 Mei -7 Juni 2012. No. Pendidikan Frekuensi Persentase (%) 1 SD 44 53 2
SMP
33
39,8
3 4
SMA Akademi / PT
5 1
6 1,2
83
100
Jumlah
Hasil penelitian menunjukkan bahwasanya lebih dari setengah akseptor KB berpendidikan SD sebanyak 44 responden (53%) dan sebagian kecil responden yang pendidikan akademi / PT yaitu sebanyak 1 responden (1,2%). c. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan Tabel 4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan ibu di Desa Karang Je ruk Kecamatan Jatire jo Kabupaten Mojokerto 7 Mei- 7 Juni 2012. No. Pekerjaan Frekuensi Persentase (%) 1 Bekerja 15 18 2
Tidak Bekerja
68
82
Jumlah
83
100
Hasil penelitian menunjukkan bahwasannya sebagian besar akseptor KB tidak bekerja sebanyak 68 responden (82%). 73
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
2. Data Khusus Pada data khusus akan disajikan pengumpulan data meliputi distribusi frekuensi responden berdasarkan pemakaian alat kontrasepsi dan perubahan berat badan. a. Pemakaian alat Kontrasepsi Tabel 5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pe makaian alat kontrasepsi bu di Desa Karang Jeruk Kecamatan Jatire jo Kabupate n Mojokerto 7 Mei- 7 Juni 2012. No. Pemakaian KB Suntik DMPA Frekuensi Persentase (%) 1 Memakai 29 35 2
Tidak Memakai Jumlah
54
65
83
100
Hasil penelitian menunjukkan bahwasanya lebih dari setengah akseptor KB tidak memakai alat kontrasepsi KB suntik DMPA sebanyak 54 responden (65%). b. Perubahan berat badan akseptor KB Tabel 6 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pe rubahan berat badan ibu di Desa Karang Jeruk Kecamatan Jatire jo Kabupaten Mojokerto 7 Mei – 7 Juni 2012. No. Perubahan Berat Badan Frekuensi Persentase (%) 1 Bertambah 56 67,5 2
Tidak Bertambah / turun Jumlah
27
32,5
83
100
Hasil penelitian menunjukkan bahwasanya lebih dari setengah akseptor KB mengalami pertambahan berat badan, yaitu sebanyak 56 responden (67,5%). c. Pengaruh KB suntik DMPA terhadap perubahan berat badan Tabel 7 Tabulasi silang Pengaruh KB suntik DMPA te rhadap perubahan berat badan ibu di Desa Karang Jeruk Kecamatan Jatire jo Kabupate n Mojokerto bulan 7 Mei -7 Juni 2012. Perubahan Berat Badan Pemakaian Tidak Jumlah No Bertambah kontasepsi Bertambah/ turun F % F % F % 1 Memakai 25 30 4 5 29 35 2 Tidak Memakai 31 37,3 23 27,7 54 65 Jumlah 56 67,4 27 32,5 83 100 Tabulasi silang diatas menunjukkan bahwa kurang dari setengah responden yang tidak memakai kontrasepsi suntik DMPA mengalami pertambahan berat badan yaitu sebanyak 31 responden (37,3%) dan sebagian kecil responden yang berat badannya tidak bertambah atau turun pada pemakaian KB suntik DMPA yaitu sebanyak 4 responden (5%). Hasil uji Chi Kuadrat dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 untuk pemakaian kontrasepsi KB suntik DMPA dengan kejadian perubahan berat badan didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,008 yang berarti H1 diterima, terdapat pengaruh antara pemakaian KB suntik DMPA terhadap kejadian perubahan berat badan pada akseptor. Dengan harga C hitung = 0, 279 dan harga C maks = 0,707 maka derajat asosiasinya sangat kuat, dan resiko relative didapatkan hasil 3,14 pada pemakaian KB suntik DMPA beresiko sangat
74
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
tinggi mengalami perubahan berat badan daripada akseptor yang tidak memakai KB suntik DMPA. E. PEMBAHASAN 1. Pemakaian kontrasepsi KB suntik DMPA Hasil penelitian pada Akseptor KB menunjukkan bahwasanya lebih dari setengah responden yang tidak memakai alat kontrasepsi KB suntik DMPA sebanyak 54 responden (65%) dan kurang dari setengah responden yang memakai KB suntik DMPA yaitu sebanyak 29 responden (35%). Pada pemakaian DMPA, endometrium menjadi dangkal dan atrofis dengan kelenjar-kelenjar yang tidak aktif. Dengan pemakaian jangka lama, endometrium menjadi semakin sedikitnya, sehingga didapatkan atau hanya didapatkan sedikit sekali jaringan bila dilakukan biopsi. Tetapi, perubahan-perubahan tersebut akan kembali menjadi normal dalam waktu 90 hari setelah penyuntikan DMPA yang terakhir (Hartanto, 2010) Hasil penelitian menunjukkan ternyata lebih banyak akseptor yang tidak memakai KB suntik DMPA, hal ini dikarenakan akseptor ingin kesuburannya cepat kembali setelah alat kontrasepsi di lepas. Faktor usia juga mempengaruhi pemakaian KB Suntik DMPA yaitu sesuai dengan hasil tabulasi data didapatkan bahwa sebagian kecil responden berumur 20-35 tahun memakai KB Suntik DMPA yaitu sebanyak 19 responden (23%). Periode usia istri antara 20-35 tahun merupakan periode usia paling baik untuk melahirkan, dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara kelahiran adalah 2-4 tahun (Hartanto, 2010). Berdasarkan hasil penelitian pemakaian KB suntik DMPA, lebih banyak responden yanng berusia 20-35 tahun, karena pada usia ini merupakan fase menjarangkan kehamilan, sehingga dibutuhkan alat kontrasepsi yang cukup tinggi, karena ibu masih mengharapkan punya anak lagi. Faktor pendidikan juga mempengaruhi pemakaian KB Suntik DMPA hal ini dapat dilihat pada tabulasi data berdasarkan pendidikan didapatkan bahwa seba gian kecil responden yang berpendidikan SD yang memakai KB suntik DMPA yaitu sebanyak 16 responden (19%). Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa.semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan (Erfandi, 2009: 1-2). Berdasarkan hasil penelitian pemakaian KB suntik DMPA terhadap pendidikan, banyak responden yang pendidikannya SD, karena pada usia ini, pengetahuan responden mungkin hanya bisa membaca dan menulis yang memudahkan pengetahuan tentang KB. Anggaapan responden tentang pemakaian KB suntik DMPA yaitu tidak terlalu sering kembali ke petugas kesehatan,dan penggunaannya jangka panjang. 2. Perubahan Berat Badan Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden yang berat badannya bertambah yaitu sebanyak 56 responden (67,4%) dan kurang dari setengah responden yang berat badannya tidak bertambah atau turun yaitu sebanyak 27 responden (32,5%). Peningkatan berat badan pada akseptor KB suntik DMPA maupun non DMPA ini merupakan indikasi dari penggunaan kontrasepsi tersebut. Hal ini sesuai dengan teori yang ditulis menurut Glasier (2005) yang mengemukakan bahwa mekanisme utama pertambahan berat badan tampaknya adalah peningkatan nafsu makan disertai peningkatan penimbunan simpanan lemak, walaupun mungkin juga terdapat efek anabolik ringan. Faktor Umur juga mempengaruhi perubahan berat badan ,hal ini dapat dilihat pada tabulasi data berdasarkan usia, didapatkan bahwa kurang dari setengah responden 75
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
berusia > 35 tahun yang memakai KB suntik DMPA yaitu sebanyak 32 responden (39%). Selain pemakain KB suntik DMPA, peningkatan berat badan akseptor KB suntik DMPA juga dipengaruhi oleh usia akseptor itu sendiri. Khoirul (2004) mengemukakan bahwa kenaikan berat badan seorang akseptor KB suntik juga dipengaruhi oleh usia dari akseptor itu sendiri. Diakui atau tidak, profesi atau pekerjaan yang dimiliki secara tidak langsung dapat mempengaruhi peningkatan berat badan seseorang. Tingginya tingkat stress, tekanan kerja hingga aktivitas yang sebagian besar dihabiskan hanya dengan duduk di depan monitor komputer disebut menjadi faktor pemicu utama (Atmaja, 2008). 3. Pengaruh pemakaian alat kontrasepsi terhadap pe rubahan berat badan Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat responden yang berat badannya bertambah untuk pemakaian alat kontrasepsi KB suntik DMPA maupun yang tidak memakai alat kontrasepsi KB suntik DMPA, bahwa kurang dari setengah responden yang tidak memakai kontrasepsi suntik DMPA mengalami pertambahan berat badan yaitu sebanyak 31 responden (37,3%) dan sebagian kecil responden yang berat badannya tidak bertambah atau turun pada pemakaian KB suntik DMPA yaitu sebanyak 4 responden (5%). Sedangkan pada pemakaian KB suntik DMPA kurang dari setengah responden mengalami pertambahan berat badan yaitu sebanyak 25 responden (30%) dan sebagian kecil responden tidak mengalami pertambahan berat badan yaitu sebanyak 4 responden (5%). Dari hasil uji Chi-Square dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 untuk pemakaian kontrasepsi KB suntik DMPA dengan kejadian perubahan berat badan KB suntik DMPA didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,008 yang berarti terdapat pengaruh antara pemakaian KB suntik DMPA dengan kejadian perubahan berat badan pada akseptor KB suntik DMPA. Salah satu efek samping dari metode suntik DMPA adalah adanya penambahan berat badan. Umumnya pertambahan berat badan tidak terlalu besar, bervariasi antara kurang dari satu kilogram sampai lima kilogram dalam tahun pertama. Pe nyebab pertambahan berat badan tidak jelas. Tampaknya terjadi karena bertambahnya lemak tubuh, dan bukan karena retensi cairan tubuh. Hipotesa para ahli: DMPA (Depot medroxy progesterone acetate) merangsang pusat pengendali nafsu makan di hipotalamus yang menyebabkan akseptor makan lebih banyak dari pada biasanya (Hartanto, 2010). Sedangkan yang tidak memakai alat kontrasepsi suntik DMPA juga mengalami peningkatan berat badan, hal ini dapat di pengaruhi oleh faktor pekerjaan, Seorang akseptor yang tidak bekerja, cenderung mengalami peningkatan berat badan. Hal ini dipengaruhi oleh pola aktivitas dari akseptor itu sendiri. Faktor umur juga mempengaruhi peningkatan berat badan Seiring bertambahnya usia, kebanyakan pria maupun wanita akan mengalami pertambahan berat badan. Faktor gen juga mempengaruhi peningkatan berat badan, penelitian tentang peranan genetik ini belum sepenuhnya bisa diketahui dengan jelas namun sebagian ahli menemukan kaitan yang erat dengan pengaruh metabolisme dan beberapa aspek lain yang turut diturunkan secara genetik. Misalnya penderita obesitas menikahi penderita obesitas, dan ini ternyata telah dibuktikan lebih lanjut lewat beberapa penelitian dimana secara genetik akan meningkatkan resiko obesitas juga terhadap anak dari pasangan-pasangan tersebut (Daniel, 2009)
76
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
F. PENUTUP A. Simpulan 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden yang tidak memakai kontrasepsi suntik DMPA yaitu sebanyak 54 responden (65%). 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden mengalami peningkatan berat badan yaitu sebanyak 56 responden (67,4%). 3. Ada pengaruh antara pemakaian KB suntik DMPA terhadap perubahan berat badan akseptor KB di Desa Karang Jeruk Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto. B. Saran 1. Bagi peneliti Sebagai sarana untuk menerapkan teori dan ilmu yang telah didapatkan dari bangku kuliah dan menambah pengalaman dan wawasan peneliti khususnya mengenai KB suntik DMPA terhadap perubahan berat badan. 2. Bagi peneliti selanjutnya Diharapkan dapat menambah wawasan dalam menganalisis, dan adanya penelitian lanjutan tentang pemakaian kontrasepsi suntik DMPA yang mempengaruhi perubahan berat badan dengan menggunakan hasil penelitian ini sebagai data awal. 3. Bagi akseptor KB suntik DMPA Perubahan berat badan yang terjadi merupakan suatu hal yang wajar dari penggunaan kontrasepsi KB suntik DMPA. Untuk itu diperlukan kesadaran dari akseptor KB suntik DMPA untuk dapat mengatur pola hidup makan dan aktivitas untuk menekan terjadinya kenaikan berat badan yang berlebihan. 4. Bagi profesi kebidanan Diharapkan bidan sebagai petugas kesehatan masyarakat sebelum memberikan penyuluhan kontrasepsi hendaknya memberikan gambaran secara jelas dan informasi yang lengkap tentang alat kontrasepsi, terutama tentang keuntungan, kerugian, efek samping suntik DMPA pada pasangan suami istri, tidak hanya pada wanita (istri) saja. DAFTAR PUSTAKA Anon. 2011. Pengaruh KB suntik Terhadap Perubahan, (http:// mutu_ pelayanan_ seorangbidan.blogspot.com), diakses tanggal 6 April 2012. Daniel, (2009) Obesitas Tidak Hanya Disebabkan Makanan. http: // danieldokter.multiply.com/2009/02/01/obesitas_tidak_hanya_disebabkan_makanan/. [Diakses tanggal 19 juli 2012] Erfandi, (2009) Pengetahuan dan faktor-faktor yang mempengaruhi. http: // forbetterhealth.Wordpress.com/2009/04/19/pengetahuan_dan_faktor_faktor_yang_mem pengaruhi/. [Diakses tanggal 21 Juni 2012] Glasier, Anna. and Gebbie,Ailsa. 2005. Keluarga Berencana & Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC. Hartanto, Hanafi. 2004. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Hidayat, A. aziz Alimul. 2007. Metode penelitian Kebidanan & Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika. Machfoedz, Ircham. 2008. Statistika Deskriptif. Yogyakarta : Fitramaya. Mansjoer, 2003. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indoensia.
77
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Morgan, Geri dan Hamilton Carole. Obstetri dan Ginekologi. http://www.obgynrscmfkui.com/Obstetri_dan_ginekologi/. [Diakses tanggal 1 Juni 2012] Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi II. Jakarta : Salemba Medika. Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu kebidanan Edisi III. Jakarta : YBP-SP. Pro-health,(2008),Kontrasepsi Suntik, http://forbetterhealth.wordpress.com [diakses tanggal 28 April 2012] Riduwan, M.B.A. 2010. Metode & Teknik Menyusun Proposal penelitian. Bandung : Alfabeta. Riyanto, Agus. 2009. Pengolahan dan Analisis Data kesehatan. Yogyakarta : Jazamedia. Suratun. and Maryani, Sri. 2008. Pelayanan keluarga Berencana & Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : Trans Info Media. Saifuddin, A. Bari. 2006. Buku Panduan praktis pelayanan kontrasepsi. Jakarta : yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Spss V. 17.00: 171.7 Mb, Crack: 5,88 Mb.
78
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
PERAN ORANG TUA SEBAGAI GURU DENGAN PERKEMBANGAN PERILAKU SOSIAL PADA ANAK USIA PRASEKOLAH (4-6 TAHUN) DI TK AL-IKHLAS DESA SUKOANYAR DUSUN TOYORONO KECAMATAN NGORO KABUPATEN MOJOKERTO Lukman Arifin. 1 , Tri Peni,S.ST.M.Kes. 2 ) 1 Mahasiswa Politeknik Kesehatan Majapahit 2 Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit ABSTRACT Child’s social behavior and attitudes reflect the child received treatment at home. Mothers was instrumental in monitoring the development of social behavior in preschool children, where preschool is the year – the first yaer of life a child learn to socialize. The purpose of this study is to determine the relationship parent role as a teacher with the development of social behavior in preschool children (4 -6 years) in TK AL-IKHLAS Sukoanyar Village Toyorono Hamlet Ngoro District Mojokerto Regency. This study population uses the cross sectional design with analytic coleration approach. The study population was all parent who have preschool children (4-6 years) in TK AL-IKHLAS Sukoanyar Village Toyorono Hamlet Ngoro District Mojokerto Regency as many as 37 people taken to with sampling is 34 people for research to the purposive sampling techniques. Variable research is the role of parents and development of social behavior in preschool children (4-6 years). Data were collected using questionnaires and observation sheet instruments, after the collected data were analyzed using Mann Whitney test. Mann Whitney test result with critical rejection region α = 0,05 to obtain the probability calculation (p) = 0,009 so 0,009 < 0,05, which means there is a relationship role of parents as teachers with the development of social behavior in preschool children (4-6 years) in TK AL-IKHLAS Sukoanyar Village Toyorono Hamlet Ngoro District Mojokerto Regency. Based on these studies it is known that a child will be able to undergo normal development in a task if the parent always gives the task of continous development of the child. Keyword : role of parents, social behavior A. PENDAHULUAN Perkembangan perilaku sosial merupakan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial yang berlaku dimasyarakat. Pada usia prasekolah rasa ingin tahu (courius), daya imaginasi dan daya sosialisasinya sangat tinggi, sehingga anak banyak bertanya segala sesuatu yang ada disekelilingnya yang belum diketahuinya. Apabila orang tua khususnya para ibu mematikan inisiatif anak atau kurang dalam memantau perkembangan perilaku sosial anak maka proses sosialisasi anak akan terganggu. Tahap perkembangan awal khususnya usia prasekolah (4-6 tahun) menentukan tahap perkembangan selanjutnya. (Nursalam, 2008) . Fakta mengatakan banyak ibu menitipkan anaknya disekolah TK untuk pendidikan saja tanpa memperhatikan perkembangan anaknya dan banyak orang tua menganggap bahwa selama anak tidak sakit, berarti anak tidak mengalami masalah kesehatan termasuk pertumbuhan dan perkembangannya. Sehingga membiarkan anak tumbuh dan mengerjakan apa yang mereka inginkan, jelas tidak adil bagi anak yang sama sekali tidak berpengalaman untuk mengetahui apa yang diharapkan masyarakat dari mereka. Sehingga jika anak tidak mengetahui kesalahan
79
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
dalam berkomunikasi atau bertingkahlaku akan dapat mengahambat sosialisasi anak selanjutnya, (Nursalam, 2008). Babgei (2000) mengatakan bahwa dari 49 anak (4,08%) anak yang mengalami keterlambatan perkembangan karena stimulasi yang kurang yaitu anak kurang me ndapat perhatian dari orang tuanya, sedangkan (36,65%) anak dengan interpretasi perkembangan meragukan dan diantaranya dengan stimulasi cukup. Sedangkan yang didapatkan paling banyak adalah anak dengan interpretasi perkembangan normal yaitu 31(63,37%) anak dimana sebagian besar anak di didik dengan stimulasi yang baik yaitu dengan memberikan berbagai aspek stimulasi yang dibutuhkan oleh anak (gerak kasar, gerak halus,bahwa dan bicara,sosialisasi dan kemandirian). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di TK Al-IKHLAS Sukoanyar di Dusun Toyorono Desa Sukoanyar Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto pada tanggal 05 Mei 2012, bahwa dari 10 orang yang diwawancarai tentang peran orang tua sebagai guru terhadap perkembangan perilaku sosial anak usia prasekolah (4-6 tahun), 6 orang diantaranya tidak memberikan perannya sebagai guru, dan 4 sudah memberikan perannya sebagai guru dengan baik. Peran tentang perkembangan perilaku sosial anak prasekolah sangat penting sebagai suatu dasar melakukan tugas perkembangan dalam kehidupan bersosialisasi dilingkungannya, penyebab ibu tidak melakukan peran dalam perkembangan perilaku social anak karena biasanya ibu sibuk dengan kegiatannya sendiri, kurangnya pengetahuan tentang peran sebagai guru, faktor budaya dan social ekonomi, sehingga mereka tidak mempunyai waktu untuk berkumpul bersama anak akibatnya jika ibu tidak melakukan perannya dalam perkembangan perilaku sosial anak, maka anak akan sulit bersosialisasi di lingkungan maupun dengan teman-teman sebayanya, dan pada akhirnya anak akan merasa tidak percaya diri dalam pergaulannya. Padahal orang tua adalah guru pertama dan terpenting untuk anak, kebanyakan orang tua tidak menganggap diri mereka sendiri sebagai pendidik anak mereka. Biasanya kemampuan orang tua menjalankan peran tidak dipelajari melalui pendidikan secara formal melainkan berdasarkan pengalaman dalam menjalankan peran tersebut. (Nelson, 2000). B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep peran peran orang tua a. Definisi peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi yang diberikan baik secara formal maupun informal. Peran juga dapat diartikan sebagai kemampuan individu untuk mengontrol atau mengubah perilaku orang. (Supartini, 2004). Peran adalah suatu yang diharapkan secara normative dari seseorang dalam situasi social tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan. (Setiadi, 2008). b. Peran orang tua pada masa perkembangan anak 1. Modeling (contoh) Orang tua adalah contoh atau model bagi anaknya, tidak dapat disangkal bahwa contoh dari orang tua mempunyai pengaruh yang sangat kuat bagi anak. Melalui modeling ini, orang tua telah mewariskan cara berfikirnya kepada anak, yang kadang-kadang sampai pada generasi ketiga atau keempat, melalui modeling ini, anak juga akan belajar tentang sikap proaktif, sikap respek dan kasih sayang.
80
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
2. Mentoring (melindungi) Orang tua memiliki kemampuan untuk menjalin atau membangun hubungan, investasi nasional (kasih sayang kepada orang lain/pemberian perlindungan kepada orang lain secara mendalam, jujur, pribadi dan bersyarat. 3. Organizing (organisasi) Peran organizing adalah untuk meluruskan struktur dan system keluarga dalam rangka membantu menyelesaikan hal-hal yang penting. c. Teaching (guru) Orang tua merupakan guru pertama dan terpenting untuk anak, kebanyakan orang tua menganggap diri mereka sendiri sebagai pendidik anak-anak mereka tetapi secara langsung maupun tidak langsung mereka memberikan kurikulum yang penting sekali dan luas. Orang tua mengajarkan kepada anak mereka bagaimana mempercayai orang lain, menyadarkan diri dan bergantung pada orangorang dan lingkungan dasar untuk pandangan anak dimasa depan tentang hubungan antar perseorangan. Orang tua juga mengajarkan kepada anaknya agar dalam bersosialisai tidak membedakan teman yang satu dengan yang lainnya. (Hurlock, 2005). Orang tua juga bertugas menjelaskan dan memberikan informasi kepada anak-anak, membantu perkembangan bahasa, bertindak sebagai model untuk suatu gaya komunikatif dan memberikan bahan-bahan untuk teknik memecahkan masalah. Semua usaha edukatif ini, orang tua tidak hanya memberikan informasi dan nasihat tetapi juga menyampaikan nilai- nilai keluarga dan kebudayaan mereka. Orang tua cenderung tidak menyadari dan menilai terlalu rendah peranan edukatif mereka. (Nelson,2000). d. Peran orang tua baik a. Peran ayah Sebagai suami istri dan ayah dari anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung / pengayom, pemberi rasa aman bagi setiap anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. (Setiadi,2008). b. Peran ibu Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peran untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarkat dari lingkungannya, disamping itu juga dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga. (Setiadi, 2008) e. Faktor-faktor yang mempengaruhi peran orang tua Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi yakni dari faktor usia, keterlibatan sang ayah dalam hubungan ayah dan bayi baru lahir sama pentingnya dengan hubungan antara ibu dan bayi, faktor pendidikan orang tua, faktor pengalaman dalam mengasuh anak, faktor stress dan faktor dalam hubungan suami istri dimana Hubungan yang kurang harmonis antara suami istri akan berdampak pada kemampuan mereka dalam menjalankan perannya sebagai orang tua dan merawat serta mengasuh anak dengan penuh rasa bahagia dan rasa penuh kasih saying karena satu sama lain dapat saling memberi dukungan dalam menghadapi segala masalah dengan koping yang positif. (Supartini, 2004). 2. Konsep perkembangan perilaku social 1. Pengertian perkembangan perilaku a. Pengertian perilaku
81
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Perilaku adalah suatu kegiatan antau aktivitas organism (makhluk hidup). Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilakku, karena mereka mempunyai aktivitas masing- masing. (Notoadmodjo, 2007). b. Pengertian sosial Kata social dari kata latin societas yang artinya masyrakat. Kata societas dari kata socius, yang artinya teman dan selanjutnya kata social berrarti hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain dalam bentuknya yang berlainan misalnya keluarga, sekolah dan lain sebagainya. (Ahmadi, 2003). c. Pengertian perkembangan Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur / fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan dan bersifat kualitatif. (Nursalam, 2008). Menurut Dr.kartini Kartoni (Psikologi anak / Psikologi perkembangan. 2007) perkembangan adalah perubahan-perubahan psiko-fisik sebagai hasil dari proses pematangan fungsi –fungsi psikis dan fisik pada anak, ditunjang oleh faktor- faktor lingkungan dan proses belajar dalam kurun waktu tertentu menuju kesewasaan. d. Pengertian perkembangan perilaku sosial Perkembangan perilaku sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan social menjadi orang yang mampu bermasyarakat (socialized). 2. Parameter perkembangan perilaku sosial Menurut Soetjaningsih (2000) Penilaian yang baik untuk perkembangan perilaku social adalah skala maturitas social dari vineland (vineland social maturity scale / VSMS). Kualitas hasil pemeriksaan tergantung pada kemampuan si penguji dan ayah/ibu yang memberi jawaban. Skala maturitas sosial dari Vineland meliputi 8 kategori sebagai berikut : 1) Self- help general (SHG) : eating and dressing himself (Mampu menolong dirinya sendiri : makan dan berpakaian sendiri). 2) Self- help eating (SHE) : the child can feed himself (mampu maka sendiri) 3) Self- help dressing (SHD) : the child can dress himself (Mampu berpakaian sendiri). 4) Self-direction (SD) : the child can spend money and assume responsibilities. ( Mampu memimpin dirinya sendiri : misalnya mengatur keuangannya dan memikul tanggung jawab sendiri ) 5) Occupation (O) : the child does things for himself, cuts things, uses a pencil, and transfer object ( Mampu melakukan pekerjaan untuk dirinya, menggunting, menggunakan penemindahkan benda-benda ) 6) Communication (C) : the child talk, laugh, and read ( mampu berkomunikasi seperti bicara, tertawa, dan membaca ). 7) Locomotion (L) : the child can move about where he wents to go. ( gerakan motorik : anak mampu bergerak karena pun ia inginkan ) 8) Sozialitation (S) : the child seeks the company of others, engages in play, and competes. (mampu bersosialisasi : berteman, terlibat dalam permainan dan berkompetesi). (Soetjaningsih, 2000). 82
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Dari 8 kategori tersebut, kemampuan bersosialisasi dan berkomunikasi sangat penting bila anak diharapkan mempunyai kemampuan perkembangan sosial yang normal. Berikut tabel kategori dalam VSMS : Tabel 1 Kategori penilaian dalam parameter VSMS (Vineland Social Maturity Scale). NO SKOR KATEGORI KETERANGAN HASIL TES TOTAL NILAI VSMS VSMS 1. Skor total > TINGGI Kematangan sosial yang dimiliki 160 anak melampaui kategori diatas rata-rata yang dimiliki sesuai usia dari populasi ini. 2. Skor total 126- DIATAS RATA- Kematangan sosial yang dimiliki 160 RATA oleh anak berada diatas rata-rata sesuai usia dari populasi ini. 3. Skor total 98SESUAI USIA Kematangan sosial yang dimiliki 125 oleh anak rata-rata sesuai usia yang dimiliki dari populasi ini. 4. Skor total < 97 KURANG Kematangan sosial yang dimiliki SESUAI USIA oleh anak kurang sesuai atau dibawah rata-rata sesuai usia yang dimiliki dari populasi ini. 3. Proses perkembangan perilaku sosial Perkembangan perilaku sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial menjadi orang yang mampu bermasyarakat (socialized) memerlukan tiga proses. Masing- masing proses terpisah dan sangat berbeda satu sama lain, tetapi saling berkaitan sehingga kegagalan dalam satu proses akan menurunkan kadar sosialisasi individu. Proses tersebut meliputi :Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial, memainkan peran sosial yang dapat diterima serta perkembangan sikap sosial. 4. Manfaat perkembangan perilaku sosial bagi orang tua mampu meluangkan sedikit waktu untuk anaknya karena pada usia prasekolah merupakan tahun pertama dimana anak berinteraksi dengan lingkungan sekolahnya dan diharapkan ank dapat bersosialisasi dengan baik dan benar menurut norma yang berlaku. Manfaat bagi anak anak dapat menjalani secara optimal perkembangan perilaku sosial, sehinga hal ini dapat berpengaruh apabila nanti jika anak menjadi dewasa. 5. Factor- faktor yang mempengaruhi perkembangan perilaku sosial meliputi kemampuan anak dapat diterima dikelompok, Keamanan karena status dalam kelompok, Tipe kelompok, Perbedaan keanggotaan dalam kelompok, kepribadian, Motif dalam menggabungkan diri sendiri, Pengaruh ke luarga, Pengaruh dari luar rumah dimana hasrat terhadap terhadap pengakuan dan penerimaan sosial sangat kuat pada masa prasekolah, (Nelson, 2000). C. METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik kolerasi yaitu menjelaskan dan menggali hubungan antara dua variabel yaitu variabel independen (peran orang tua sebagai guru) dan variable dependen (perilaku anak usia prasekolah 4-6 tahun) dengan pendekatan Cross Sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat, jadi tidak ada tindak lanjut. (Nursalam, 2008). Pada penelitian ini 83
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
peran orang tua sebagai guru dan perkembangan perilaku sosial anak usia prasekolah (4-6 tahun) diukur pada saat yang sama, menggunakan kuesioner dan observasi dengan tes perkembangan perilaku sosial atau VSMS (vineland social maturity scale). 1. Kerangka Konseptual. Faktor yang mempengaruhi peran orang tua : Keterlibatan ayah Pengalman sebelumnya dalam mengasuh anak Stress orang tua Hubungan suami istri Usia orang tua Pendidikan orang tua Pekerjaan orang tua Jumlah anak
Peran orang tua sebagai guru : Mengajarkan anak bagaimana mempercayai orang lain Menanamkan gagasan sikap yang efektif perlakuan yang wajar. Memberikan informasi dan nasihat pada anak Membantu memecahkan masalah yang dihadapi oleh anak
Tinggi Diatas rata rata Sesuai usia Kurang sesuai usia
Factor yang mempengaruhi perkembangan perilaku social : Kemampuuan untuk dapat diterima kelo mpok Kemanan status dalam kelo mpok Tipe kelo mpok Perbedaan keanggotaan kelo mpok Motif menggabungkan diri Kepribadian Pengaruh keluarga Pengaruh dari luar
Perkembangan anak usia prasekolah (4-6 tahun): Self-help general (SHG) : eating and dressing oneself. Self-help eating (SHE) : the child can feed himself. Self-help dressing (SHD) : the child can dress himself. Self-direction (SD) : the child can spend money and assume responsibilit ies. Occupation (O) : the child does things for himself, cuts things, uses a pencil, and transfer objects. Co mmunicat ion (C) : the child talk, laugh, and read Loco motion (L) : the child can move about where he wents to go. Sozialitation (S) : the child seeks the company of others, engages in play, and
Keterangan : : Diteliti : Tidak diteliti Gambar 1 Kerangka konseptual Hubungan Peran Orang Tua Sebagai Guru Dengan Perkembangan Perilaku Sosial Pada Anak Usia Prasekolah (4-6 tahun) Di TK AL-IKHLAS Desa Sukoanyar Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto. 2. Hipotesis Penelitian Suatu jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian. (Hidayat A, 2007). H1 : Ada hubungan peran orang tua sebagai guru dengan perkembangan perilaku sosial pada anak usia prasekolah (4-6 tahun) Di TK Al-IKHLAS Desa Sukoanyar Dusun Toyorono Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto. 3. Jenis Variabel Penelitian dan definisi Operasional Tabel 1 Definisi operasional hubungan peran orang tua sebagai guru dengan perkembangan perilaku sosial pada anak usia prasekolah (4-6 tahun ) di TK 84
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
AL-IKHLAS Desa Sukoanyar Dusun toyorono Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto. Variabel Definisi operasional kriteria Skala Variabel independen: Serangkaian perilaku yang Kriteria Nominal Peran orang tua sebagai diharapkan pada orang tua penilaian guru memberikan pendidikan kuesioner skala terhadap perkembangan perilaku likert : sosial anak meliputi: 1. Positif : jika 1. Mengajarkan anak bagaimana skor T hasil mempercayai orang lain perhitungan 2. Menanamkan gagasan sikap > mean T efektif dan perlakuan yang 2. Negative : wajar. jika skor T 3. Memberikan informasi dan hasil nasihat pada anak. perhitungan 4. Membantu memecahkan < mean T. masalah yang dihadapi oleh (Setiadi,2008) anak . Dengan menggunakan lembar kuesioner. Variabel dependen: Perolehan kemampuan 1. Tinggi Ordinal Perkembangan perilaku berperilaku yang sesuai dengan 2. Diatas ratasosial anak usia tuntutan sosial yang mampu rata prasekolah bermasyarakat. Diukur dengan 3. Sesuai usia (4-6 tahun) menggunakan lembar observasi 4. Kurang sesuai VSMS usia.( Teori (Vineland social maturity scale) Doll E.A.1936) 5. Populasi Populasi adalah setiap subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. (Nursalam, 2008). Pada penelitian ini populasinya adalah semua orang tua yang mempunyai anak usia prasekolah (4-6 tahun) di TK AL-IKHLAS Sukoanyar Dusun Toyorono Desa Sukoanyar Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto sebanyak 37 orang. 6. Sampel dan Sampling Yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak usia prasekolah (4-6 tahun) di TK AL-IKHLAS Desa Sukoanyar Dusun Toyorono Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto. berdasarkan rumus yang dikutip di buku Nursalam, 2008. Sebagai berikut : N=
N.z2.p.q d2 (N-1)+z2 .p.q
Keterangan rumus : n = Perkiraan jumlah sampel N = Perkiraan besar populasi Z = Nilai standar normal α = 0,05 (1,96) p = Perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50% q = 1-p (100% -p) d = Tingkat kesalahan yang dipilih (d=0,05) 85
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Sampling dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan / masalah dalam penelitian). Nursalam, 2008. 7. Teknik dan instrument pengumpulan data 1. Instrumen Pengumpulan Data Instrumen adalah alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data (Hidayat A, 2007). Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini be rupa lembar obsservasi VSMS (Vineland Social Maturity Scale) untuk melihat perkembangan perilaku sosial pada anak usia prasekolah (4-6 tahun) dimana terdapat 8 kategori dan dimulai dari periode umur 0 tahun-15 tahun, pada setiap periode umur terdapat beberapa tes / pertanyaan. Untuk mengukur peran orang tua menggunakan kuesioner dengan skala likert yaitu responden tinggal memberikan checklist pada pilihannya. 2. Teknik Pengumpulan Data Pada penelitian ini untuk mengetahui peran orang tua sebagai guru menggunakan kuesioner yang diberikan kepada orang tua yang ada pada saat para orang tua mengantarkan anaknya pergi sekolah dan sebelum responden mengisi kuesioner tersebut para responden mengisi lembar informconsent yang berisi kesediaannya menjadi responden dalam penelitian ini serta peneliti menjelaskan tentang kuesioner tersebut kepada para responden. 8. Analisa Data Dalam pengumpulan data dari responden, langkah selanjutnya yang diteliti adalah sebagai berikut : 1. Editing Editing adalah kegiatan yang dilaksanakan setelah peneliti selesai menghimpun data dilapangan. 2. Coding Coding adalah usaha memberikan kode-kode tertentu pada jawaban responden. (Wasis, 2008). 3. Scoring Scoring adalah pekerjaan memberikan nilai pada masing- masing responden sesuai dengan jawaban yang telah diberikan. (Wasis, 2008). Dalam pengukuran peran orang tua menggunakan skala likert yaitu terdapat jumlah soal 15 pertanyaan yang terdiri dari 9 pertanyaan positif (favourable) dan 6 pertanyaan negatif (non favourable). Pemberian skor pada penelitian ini adalah : a. Pertanyaan positif diberi skor : 1) Selalu : 4 2) Sering : 3 3) Kadang-kadang :2 4) Tidak pernah :1 b. Pertanyaan negatif diberi skor : 1) Selalu :1 2) Sering :2 3) Kadang-kadang :3 4) Tidak pernah : 4. Hasil penelitian data disajikan dalam tabel distribusi frekuensi, peran responden dikatakan positif (orang tua berperan ) atau favorable jika skor T hasil perhitungan > Mean T (50%) dan dikatakan cenderung negatif (orang tua tidak berperan) bila skor T < Mean (50%) (Setiadi, 2002).
86
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
4. Tabulating Tabulating adalah penyajian matematis dalam bentuk tabel/daftar yang ditampilkan dalam bentuk angka (data numeric) yang disusun yang ditampilkan dalam kolom dan baris (Hidayat, 2007). Setelah data diolah kemudian ditabulasi dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabel silang. 5. Analisa data Menganalisa hubungan antara peran orang tua sebagai guru dengan perkembangan perilaku anak usia prasekolah (4-6 tahun). Pada penelitian ini Untuk mengetahui hipotesis yang dikemukakan penguji benar, maka dilakukan uji s tatistik berupa uji Mann whitney, dengan tingkat signifikan (P) ≤ 0,05 menggunakan SPSS 17 for windows.untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua variabel yaitu variabel independent dan variabel dependent yang berskala nominal dan ordinal. (Azwar, 2009). D. HASIL PENELITIAN 1. Data Umum a. Karakteristik responden berdasarkan usia Tabel 2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia orang tua yang me mpunyai anak usia prasekolah (4-6 tahun) di TK AL-IKHLAS di Desa Sukoanyar Dusun Toyorono Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto pada tanggal 8 Juni 2012. No. Usia Frekuensi (f) Prosentase (%) 1. 12-19 tahun 0 0 2. 20-40 tahun 27 79,4 3. 41-60 tahun 7 20,6 Jumlah 34 100 Hasil penelitian menjelaskan bahwa sebagian besar responden berusia 20-40 tahun yaitu sebesar 27 responden (79,4%). b. Karakteristik responden berdasarkan jumlah anak Tabel 3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jumlah anak di TK ALIKHLAS di Desa Sukoanyar Dusun Toyorono Kecamatan Ngoro Kabupate n Mojokerto pada tanggal 8 Juni 2012. No. Jumlah anak Frrekuensi (f) Prosentase (%) 1. 1-2 anak 28 82,4 2. 3-4 anak 5 14,7 3. >4 anak 1 2,9 Jumlah 34 100 Hasil penelitian menjelaskan bahwa sebagian besar responden memiliki 1-2 anak yaitu sebesar 28 responden (82,4%). c. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan Tabel 4 Distribusi frekuensi responden menurut tingkat pendidikan ibu yang me mpunyai anak usia prasekolah (4-6 tahun) di TK ALIKHLAS di Desa Sukoanyar Dusun Toyorono Kecamatan Ngoro Kabupate n Mojokerto pada tanggal 8 Juni 2012. No. Tingkat pendidikan Frekuensi (f) Prosentase (%) 1. SD 2 5,9 2. SMP 9 26,5 3. SMA 19 55,9 4. D3 0 0 5. Perguruan tinggi 4 11,8 87
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
No. 6.
Tingkat pendidikan Frekuensi (f) Prosentase (%) Tidak sekolah 0 0 Jumlah 34 100 Tabel diatas menjelaskan bahwa lebih dari setengah responden berpendidikan SMA yaitu sebesar 19 responden (55,9%). d. Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan. Tabel 5 Distribusi frekuensi responden menurut jenis pekerjaan responden yang me mpunyai anak usia prasekolah (4-6 tahun) di TK ALIKHLAS di Desa Sukoanyar Dusun Toyorono Kecamatan Ngoro Kabupate n Mojokerto pada tanggal 8 Juni 2012. No. Jenis pekerjaan Frekuensi (f) Prosentase (%) 1. Ibu Rumah Tangga 26 76,5 2. Buruh Pabrik/Tani 2 5,9 3. PNS 4 11,8 4. Wiraswasta 2 5,9 Jumlah 34 100 Tabel 5 menjelaskan bahwa sebagian besar responden adalah sebagai ibu rumah tangga yaitu sebesar 26 responden (76,5%). 2. Data Khusus a. Karakteristik berdasarkan peran orang tua sebagai guru Tabel 6 Distribusi frekuensi responden berdasarkan peran orang tua yang me mpunyai anak usia prasekolah (4-6 tahun) di TK AL-IKHLAS di Desa Sukoanyar Dusun Toyorono Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto pada tanggal 8 Juni 2012. No. Peran orang tua Frekuensi (f) Prosentase (%) 1. Positif 16 47,1 2. Negatif 18 52,9 Jumlah 34 100 Tabel 6 menjelaskan bahwa lebih dari setengah responden yang mempunyai peran orang tua sebagai guru adalah negative yaitu sebesar 18 responden (52,9%). b. Karakteristik berdasarkan perkembangan perilaku sosial anak Tabel 7 Distribusi frekuensi responden berdasarkan perke mbangan perilaku sosial anak usia 4-6 tahun di TK AL-IKHLAS di Desa Sukoanyar Dusun Toyorono Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto pada tanggal 8 Juni 2012. Perkembangan perilaku sosial No. Frekuensi (f) Prosentase (%) pada anak 1. Kurang sesuai usia 14 41,2 2. Sesuai usia 6 17,6 3. Diatas rata-rata 8 23,5 4. Tinggi 6 17,6 Jumlah 34 100 Berdasarkan tabel 7 diatas didapatkan bahwa kurang dari setengah responden mengalami perkembangan perilaku sosial dalam kategori kurang sesuai usia yaitu sebesar 14 responden (41,2%).
88
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
c. Analisa hubungan peran orang tua sebagai guru dengan perkembangan perilaku sosial pada anak usia prasekolah (4-6 tahun) di TK AL-IKHLAS di Desa Sukoanyar Dusun Toyorono Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto Tabel 8 Tabulasi silang antara peran orang tua sebagai guru dengan perkembangan pe rilaku sosial anak usia prasekolah (4-6 tahun) di TK AL-IKHLAS di Desa Sukoanyar Dusun Toyorono Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto pada tanggal 8 Juni 2012. Perkembangan perilaku sosial anak Peran Kurang Total Sesuai Diatas No. orang sesuai Tinggi usia rata-rata tua usia F % f % f % F % f % 1. Positif 4 25 1 6,3 6 37,5 5 31,3 16 100 2. Negative 10 55,6 5 27,8 2 11,1 1 5,6 18 100 Jumlah 14 41,2 6 17,6 8 23,5 6 17,6 34 100 Hasil Uji Mann whitney = 0,009 Tabulasi silang pada tabel 8 diatas didapatkan bahwa dari 34 responden, peran orang tua positif yang mempunyai anak dengan perkembangan perilaku sosial anak kurang sesuai usia sebanyak 4 responden (11,9%), sesuai usia sebanyak 1 responden (2,9%), diatas rata-rata sebanyak 6 responden (17,6%), tinggi sebanyak 5 responden (14,7%). Dan peran orang tua negatif yang mempunyai anak dengan perkembangan perilaku sosial sesuai usia sebanyak 5 responden (14,7%), diatas rata-rata sebanyak 2 responden (5,9%), tinggi sebanyak 1 responden (2,9%) dan persentase terbesar perkembangan perilaku sosial yang kurang sesuai usia anak yaitu 10 responden (29,4%). Hasil dari penilaian peran orang tua dan perkembangan perilaku sosial anak selanjutnya dilakukan uji hipotesis dengan perhitungan Mann Whitney dengan bantuan SPSS 17 for windows. Hasil uji Mann Whitney dengan daerah kritis penolakan α = 0,05 didapatkan nilai probabilitas perhitungan (p) = 0,009 sehingga 0,009 < 0,05 yang artinya ada hubungan peran orang tua sebagai guru dengan perkembangan perilaku sosial pada anak usia prasekolah (4-6 tahun) di Desa Sukoanyar Dusun Toyorono Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto. E. PEMBAHASAN 1. Peran orang tua sebagai guru di TK AL-IKHLAS Desa Sukoanyar Dusun Toyorono Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 34 responden didapatkan bahwa peran orang tua sebagai guru dalam kategori negatif sebayak 18 responden (52,9%). Banyaknya peran orang tua sebagai guru yang menunjukkan pada kategori negatif ini sangat kurang baik bagi perkembangan perilaku sosial anak. Orang tua merupakan guru pertama dan terpenting untuk anak, kebanyakan orang tua tidak menganggap diri mereka sendiri sebagai pendidik anak-anak mereka tetapi secara langsung mereka memberikan kurikulum yang penting sekali dan luas. Orang tua mengajarkan kepada anak mereka bagaimana mempercayai orang lain, menyadarkan diri dan bergantung pada orang –orang dan lingkungan dasar untuk pandangan anak dimasa depan tentang hubungan antar perseorangan. (Nelson, 2000) Perbedaan peran orang tua sebagai guru ini bisa disebabkan oleh perbedaan usia, jumlah anak, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan. Dari hasil penelitian menurut usia didapatkan sebagian besar responden berusia 20-40 tahun yaitu sebesar 27 responden (79,4%). Sebagian besar jumlah anak responden 1-2 anak yaitu sebesar 28 responden 89
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
(82,4%), Sebagian besar tingkat pendidikan responden yaitu SMA sebesar 19 responden (55,9%). Sebagian besar responden mempunyai jenis pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga sebesar 26 responden (76,5%). 2. Perkembangan Perilaku Sosial Pada Anak Usia Prasekolah (4-6 Tahun) di TK AL-IKHLAS Desa Sukoanyar Dus usn Toyorono Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto. Hasil penelitian dari 34 responden bahwa perkembangan perilaku sosial anak usia 4-6 tahun didapatkan perkembangan sosial yang tidak sesuai usia anak sebanyak 14 responden (41,2%). Menurut Hurlock, (2005) perkembangan perilaku sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial menjadi orang yang mampu bermasyarakat hal tersebut memerlukan tiga proses yaitu Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial, Memainkan peran sosial yang dapat diterima, Perkembangan sikap sosial. Masing- masing proses terpisah dan sangat berbeda satu sama lain, tetapi saling berkaitan sehingga kegagalan dalam satu proses akan menurunkan kadar sosialisasi individu. Hasil penelitian bahwa perkembangan perilaku sosial pada anak usia 4-6 tahun dalam kategori perkembangan perilaku sosial tidak sesuai dengan usia lebih banyak secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi kondisi psikisnya dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Karena bagaimanapun juga, jika seseorang anak memiliki perkembangan yang normal maka tidak akan mengalami hambatan yang berarti dalam melaksanakan tugas perkembangannya sebagai anak dan juga dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. 3. Analisa hubungan peran orang tua sebagai guru dengan perke mbangan perilaku aosial pada anak usia prasekolah (4-6 tahun) di TK AL-IKHLAS Desa Sukoanyar Dusun Toyorono Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto. Tabulasi silang pada tabel 4.7 diatas didapatkan bahwa dari 34 responden, persentase terbesar adalah orang tua yang berperan negatif dan anaknya mengalami perkembangan perilaku sosial yang kurang sesuai usia anak yaitu 10 responden (29,4%). Hasil dari penilaian peran orang tua dan perkembangan perilaku sosial anak selanjutnya dilakukan uji hipotesis dengan perhitungan Mann Whitney dengan bantuan SPSS 17 for windows. Hasil uji Mann Whitney didapatkan nilai probabilitas perhitungan (p) = 0,009 sehingga 0,009 < 0,05 yang artinya ada hubungan peran orang tua sebagai guru dengan perkembangan perilaku sosial pada anak usia prasekolah (4-6 tahun) di Desa Sukoanyar Dusun Toyorono Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto. Dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sayuti (2010) tentang peran orang tua sebagai guru dengan perkembangan perilaku sosial anak usia prasekolah diperoleh dari hasil uji Spearman rho dengan bantuan SPSS 15 for windows didapatkan nilai probabilitas perhitungan (p) = 0,000 sehingga 0,000<0,05 yang artinya ada hubungan peran orang tua sebagai guru dengan perkembangan perilaku sosial anak usia prasekolah di Dusun Gamping Wetan Desa Gamping Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo. Dan dari hasil analisa didapatkan nilai koefisien korelasi spearman rho sebesar 0,0867, menurut soemantri (2006) nilai koefisien korelasi tersebut termasuk pada kriteria erat. Apabila orang tua khususnya para ibu mematikan inisiatif anak atau kurang dalam memantau perkembangan perilaku sosial anak maka proses sosialisasi anak akan terganggu. Tahap perkembangan awal khususnya usia prasekolah (4-6 tahun) menentukan tahap perkembangan selanjutnya.(Nursalam, 2008).
90
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Hasil penelitian yang menunjukkan terdapatnya hubungan peran orang tua sebagai guru dengan perkembangan perilaku sosial anak menegaskan pentingnya peran orang tua sebagai guru dilingkungan keluarga khusunya bagi perkembangan perilaku sosial anak. Seorang anak akan dapat menjalani tugas perkembangannya secara normal jika orang tua selalu memberikan tugas-tugas perkembangan anak tersebut secara kontinu dan konsisten. Termasuk pemberian tugas perkembangan dengan penuh kesabaran kasih sayang dan sesuai dengan kemampuan anak dengan usia tertentu. Tidak hanya itu orang tua harus lebih mempercayai anak dalam hal- hal tertentu agar kemandirian anak terbentuk semenjak dini. F. PENUTUP A. SIMPULAN 1) Peran orang tua sebagai guru dalam kategori negatif sebesar 18 responden (52,9%). 2) Perkembangan perilaku sosial dalam kategori kurang sesuai usia sebesar 14 responden (41,2%). 3) Hasil uji Mann Whitney menunjukkan nilai probabilitas (p)=0,009, sehingga 0,009 < 0,05 yang artinya H1 diterima yaiatu terdapat hubungan peran orang tua sebagai guru dengan perkembangan perilaku sosial pada anak usia prasekolah (4-6 tahun) di TK AL-IKHLAS di Desa Sukoanyar Dusun Toyorono Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto B. SARAN Saran yang dapat diberikan oleh penelitian berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut : 1) Bagi Peneliti Adanya kesenjangan peran orang tua dengan perkembangan perilaku sosial pada anak usia prasekolah di TK AL-IKHLAS Desa Sukoannyar Dusun Toyorono Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto peneliti seharusnya memberikan tindak lanjut terhadap fenomena yang terjadi. 2) Bagu Praktis Banyaknya orang tua yang masih tidak berperan sebagai guru diharapkan peneliti sebagai petugas kesehatan mampu memberikan penyuluhan yang dibutuhkan oleh masyarakat tentang hubungan peran orang tua ssebagai guru dengan perkembangan perilaku sosial pada anak usia prasekolah (4-6 tahun). 3) Bagi Teoritis Banyaknya responden yang masih tidak melakukan peran o rang tua sebagai guru diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk dapat lebih mengekspoitasi penelitian tentang peran orang tua terhadap tugas perkembangan anak sehingga akan banyak diketahui fakta-fakta dilapangan yang berhubungan dengan perkembangan sosia l anak. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT.Rineka Cipta. Hidayat A, Aziz. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta : Salemba Medika. Hidayat A, Aziz. (2007). Metode Penelitian Keperawatan Dan Tekhnik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika. Nelson. (2000). Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta : EGC. 91
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Nursalam, (2008). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman skripsi, Tessis Dan Instrumen Penelitian Keperawatan Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika. Nursalam & Parianti S. (2001). Pendekatan Praktis Metode Riset Keperawat. Jakarta : CV.Sagung Seto. Setiadi. (2008). Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Ggraha Ilmu. Soetjaningsih. (2000). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC. Supartini, Y (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC. Wasis. (2008). Pedoman Riset Praktis Untuk Profesi Perawat. Jakarta : EGC. Wadiyatun, T. (1999). Ilmu Prilaku. Bandung : CV.Sagung Seto. Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC. Notoadmojo. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Nursalam, (2004). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman skripsi, Tessis Dan Instrumen Penelitian Keperawatan Edisi 1. Jakarta : Salemba Medika. Hurlock, Elizabeth B. (2005). Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta : Erlangga. Ahmadi, Abu. (2003). Psikologi Umum Edisi 3. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Kartono, Kartini. (2007). Perkembangan Psikolgi Anak. Jakarta : EGC.
92
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
PENYAPIHAN DINI DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 0 -24 BULAN DI POSYANDU DUSUN KEDUNGBENDO DESA GEMEKAN SOOKO MOJOKERTO Rizka Amelia Mahasiswa Politeknik Kesehatan Majapahit ABSTRACT Early weaned doing with stopping give suck to children under five before 6 month. Children under five that early weaned inclined have less nutrient because giving mom’s milk relative few, so that is very influence to their growth and development. This researce have a purpose to know of relationship early weaned with nutrient status of children under five in Posyandu Kedungbendo Orchad Gemekan Village Sooko Subdistrict Mojokerto Regency. The desain of research use analytic correlation with cross sectional. The population of this research is all of mother with children under five of 0–24 month and wasn’t give suck that visite to the Posyandu Kedungbendo Orchad Gemekan Village Sooko Subdistrict Mojokerto Regency, have a lot of 52 respondent. And big sample is 46 respondent with simple random sampling technique. The variabel of research there are independent variable is early weaned and dependent variable is nutrient status of child under five age 0–24 month. The collection of data with questioner and observation of sheet, after tabulating then analise with Spearment test. That doing on June 12 2012. The result of research majority refer children under five early weaned have a lot of 27 children under five (58,7%) with less nutrient of status have a lot of 19 children under five (41,3%) and almost half children under five not early weaned have a lot of 19 children under five (41.3%) with more of nutrient status have a lot of 9 children under five (19,6%). That with Spearment test get the result p (0.000) < α (0.05). So H0 refused and H1 accepted, and can know that any relationship between early weaned with nutrient of status children under five 0–24 month. From this data can know that early weaned can influence nutrient of status children under five 0–24 month until need increase information about weaned, in order to mother know one five to weaning and give nutrient of food as side by mom’s milk. Key words : early weaned, nutrient status, children under five 0-24 month A. PENDAHULUAN Modal dasar pembentukan manusia berkualitas dimulai sejak bayi dalam kandungan disertai dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI) sejak usia dini, terutama pemberian ASI eksklusif, yaitu pemberian hanya ASI kepada bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan (Sofyan,2006). Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang sempurna dan terbaik bagi bayi karena mengandung unsur gizi yang dibutuhkan bayi guna pertumbuhan dan perkembangan yang optimal (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2009). Pemberian ASI dihentikan secara tiba-tiba bila ibu menjadi atau merasa hamil lagi. Masalah yang lebih serius akan terjadi bila bayi dipisahkan dari ibunya dan dikirim untuk dipelihara oleh kakek neneknya atau saudara orang tuanya. Pengaruh psikologi, gizi dan praktik semacam ini dapat sangat berbahaya bagi bayi (Muchtadi, 2002). Menyapih merupakan suatu proses berhentinya masa menyusui secara berangsurangsur atau sekaligus (Ana Fitria, 2007). Sedangkan penyapihan dini adalah usaha untuk menghentikan menyusui bayi sebelum 6 bulan atau sebagai periode transisi antara pemberian ASI dengan pemberian makanan tambahan (Tara, 2002). Salah satu dampak penyapihan
93
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
ASI usia kurang dari 6 bulan yaitu dapat mempengaruh gizi yang mengakibatkan malnutrisi pada anak (Hegar, 2006). ASI (Air Susu Ibu) merupakan gizi terbaik bagi bayi karena komposisi zat-zat gizi di dalamnya secara optimal mampu menjamin pertumbuhan tubuh bayi. Selain itu, kualitas zat gizinya juga terbaik karena mudah diserap dan dicerna oleh usus bayi dan kualitas protein ASI sangat tinggi serta mengandung asam-asam amino esensial yang dibutuhkan oleh pencernaan bayi. Balita yang disapih dini cenderung mempunyai gizi kurang karena pemberian ASI relatif sedikit diberikan yang diganti dengan pemberian makanan pendamping ASI atau susu formula sehingga sangat mempengaruhi pola pertumbuhan dan perkembanganya, sedangkan balita yang disapih tidak dini umumnya mempunyai gizi lebih atau gizi baik (Ratna, 2009). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Posyandu Dusun Kedungbendo Desa Gemekan Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto pada 8 April 2012, diketahui terdapat 94 balita berumur 0-24 bulan, dari 94 balita ada 52 balita yang sudah disapih atau berhenti menetek, yang jumlah status gizi lebih sebanyak 12,77%, gizi baik sebanyak 39,36%, dan gizi kurang sebanyak 47,87% balita. Terkait hasil studi tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di Posyandu Dusun Kedungbendo Desa Gemekan Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto. Hasil Survai Sosial Ekonomi (Susenas) menunjukkan telah terjad i penurunan terhadap perilaku para ibu dalam memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Tercatat pada tahun 2006 hanya sebesar 64,1%, kemudian menurun menjadi 62,2% pada tahun 2007, bahkan pada tahun 2008 hanya 56,2%. Sementara, data terakhir dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2010 justru memperlihatkan hasil yang sungguh sangat mencengangkan, ibu yang menyusui ASI eksklusif hanya mencapai sekitar 22%. Menurut Azwar (2003), masih banyak ibu yang tidak memberikan kolostrum pada bayinya. Selain itu, pemberian ASI terhenti karena ibu kembali bekerja. Di daerah kota dan semi perkotaan ada kecenderungan rendahnya frekuensi menyusui dan ASI dihentikan (disapih) terlalu dini pada ibu-ibu yang bekerja (Rasni, 2009). Hal ini termasuk salah satu faktor eksterna yang mempengaruhi status gizi balita. Adapun faktor lain yang mempengaruhi status gizi balita diantaranya adalah faktor internal (nilai cerna makanan, status kesehatan, umur dan jenis kelamin) dan faktor eksternal (tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan gizi, pola asuh keluarga, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, sosial budaya, kebersihan lingkungan, keadaan infeksi dan pengukuran status gizi pada balita). Sedangkan faktor yang mempengaruhi penyapihan antara lain perubahan sosial budaya, faktor psikologis ibu, faktor fisik ibu, kurangnya petugas kesehatan, meningkatnya promosi susu formula, penjelasan yang salah dari petugas kesehatan dan gangguan penyusuan. Berdasarkan laporan profil Kabupaten/Kota diketahui cakupan bayi yangmendapat ASI eksklusif di tahun 2009 sebesar 42,04 % dari 605.295 bayi yang ada. Cakupan tersebut masih dibawah target 80%, hal tersebut disebabkan oleh banyak faktor antara lain faktor ibu bekerja di luar rumah, faktor budaya (masih ada masyarakat yang memberikan pisang, madu, air putih selain ASI kepada bayinya) dan faktor lainnya yang tidak mendukung ASI Eksklusif. Karena itu dibutuhkan penyuluhan yang lebih intensif baik kepada perorangan maupun institusi pemberi pelayanan kesehatan tentang keunggulan ASI Eksklusif (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2009). B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Penyapihan a. Definisi penyapihan Penyapihan adalah suatu perubahan progresif pemberian makanan pada bayi dari yang semula mendapat ASI sebagai satu-satunya sumber makanan menuju kepada suatau jenis makanan sehari- hari keluarga (Widjaya, 2002). 94
HOSPITAL MAJAPAHIT
b.
c.
d.
e.
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Menyapih merupakan suatu proses berhentinya masa menyusui secara berangsur-angsur atau sekaligus (Fitria, 2007). Lebih lanjut menurut Departemen kesehatan Republik Indonesia dan World Health Organization atau WHO (2003), penyapihan adalah dimulainya pemberian makanan tambahan di samping ASI pada kelompok umur 6 bulan. Di mana bayi mulai dikenalkan sedikit demi sedikit dengan berbagai jenis makanan padat yang mulai dilumatkan. Definisi penyapihan dini Penyapihan dini adalah usaha untuk menghentikan menyusui bayi sebelum 6 bulan atau sebagai periode transisi antara pemberian ASI dengan pemberian makanan tambahan (Tara, 2002). Waktu penyapihan yang tepat Tidak pernah ada waktu yang pasti kapan sebaiknya anak disapih dari ibunya. Menurut WHO, masa pemberian ASI diberikan secara eksklusif 6 bulan pertama, kemudian dianjurkan tetap diberikan setelah 6 bulan berdampingan dengan makanan tambahan hingga umur 2 tahun atau lebih. Ada juga ibu yang menyapih anaknya ketika usia 1-2 tahun, bahkan ada yang diusia 4 tahun. Tidak benar jika anak yang terlalu lama disusui akan membuatnya manja dan tidak mandiri. ASI akan membuat anak dekat dengan orang tuanya dan hal itu memang sangat dibutuhkan sang anak dan membuatnya merasa penuh dengan kasih sayang. Kemandirian adalah hal yang diajarkan oleh orang tuanya, bukan karena selalu disusui ASI (Anonim, 2007). Metode penyapihan 1) Metode seketika Umumnya dilakukan pada keadaan terpaksa. Misalnya pada ibu mendadak sakit atau pergi jauh. Jika memilih metode ini yang harus dilakukan adalah: mengkomunikasikan situasi yang terjadi pada anak (terutama untuk anak satu tahun keatas). Untuk memberikan minuman selain ASI tunggulah anak sampai merasa haus dan lapar. Karena biasanya anak bisa menerima minuman tersebut dalam kondisi lapar. Alihkan perhatian anak dengan mainan yang disuka sambil memberinya makan dan minum. Beri susu formula yang rasanya mendekati ASI. Hadirkan sosok pengganti ibu yang dapat membuat anak merasa nyaman, wa lau ibu tidak berada disisinya. 2) Metode bertahap Metode bertahap dibagi menjadi dua yaitu dengan cara Natural weaning (penyapihan alami) dan Mother led weaning Faktor yang me mpengaruhi penyapihan 1) Perubahan sosial budaya. Seperi ibu ibu bekerja atau karena faktor meniru teman, tetangga atau orang terkemuka. 2) Faktor psikologi ibu seperti takut kehilangan daya tarik sebagai wanita juga faktor tekanan batin. 3) Faktor fisik ibu sedang sakit, misal : mastitis, panas dan sebagainya 4) Faktor kurangnya petugas kesehatan sehingga masyarakat kurang mendapat penjelasan 5) Meningkatkan promosi susu formula sebagai pengganti ASI 6) Penjelasan yang salah dari petugas kesehatan yang menganjurkan penggantian ASI dengan susu formula 7) Gangguan penyusuan
95
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
f. Keuntungan dan kerugian dilakukannya penyapihan 1) Keuntungan Pada interaksi ibu dan anak. Kadang ibu mendapatkan kenikmatan dari menyusui, misalnya : menyanyi, bercerita bahkan ke taman. Dengan menyapih, ibu akan mempunyai aktivitas lain untuk menstimulasi anak. Kemungkinan resiko saling tergantung, lebih lambat menyapihnya akan menciptakan ketergantungan ibu dan anak serta sebaliknya, tetapi yang perlu dipikirkan terlalu lama menyapih akan membuat anak sulit melepaskan diri yang menghambat kemajuan perkembangannya. Dengan begitu akan mengesampingkan ayah sehingga sulit membina relasi anak dan ayah. 2) Kerugian a) Menyebabkan hubungan anak dan ibu berkurang keeratannya karena proses bounding etatman terganggu. b) Insiden penyakit infeksi terutama diare meningkat. c) Pengaruh gizi yang mengakibatkan malnutrisi pada anak. d) Mengalami reaksi alergi yang menyebabkan diare, muntah, ruam dan gatal-gatal karena reaksi dari sistem imun. (Hegar, 2006) g. Hal-hal yang dilarang dalam penyapihan 1) Mengoleskan Obat Merah pada putting Selain bisa menyebabkan anak mengalami keracunan, juga membuat anak belajar bahwa puting ibu ternyata tidak enak, bahkan bisa membuatnya sakit. Anak akan merasa ditolak ibunya. Dampak selanjutnya mudah diduga, anak akan merasa ibu tidak mencintainya. Gaya kelekatan yang muncul selanjutnya adalah avoidance (menghindar dalam suatu hubungan interpersonal). 2) Memberi Perban atau Plester pada puting cara ini akan terasa lebih menyakitkan untuk anak. jika sudah diperban atau diplester, anak belajar bahwa puting ibunya adalah sesuatu yang tak bisa dijangkau. 3) Dioleskan Jamu atau Kopi agar terasa pahit Ibu masih memberikan ASI, tapi rasanya pahit tidak seperti biasanya. Parahnya lagi, anak bisa memiliki kepribadian ambivalen bukan kepribadian yang menyenangkan. Anak akan mengembangkan kecemasan dalam hubungan interpersonal nantinya. 4) Menitipkan anak ke Rumah Kakek-Neneknya Kondisi seperti ini bisa mengguncang jiwa anak, sehingga tak menutup kemungkinan anak merasa ditinggalkan dan kehilangan figur seorang ibu. Tentunya hal itu tak mudah bagi anak karena ada dua stressor (sumber stress) yang dihadapinya, yakni ditinggalkan dan harus beradaptasi. 5) Selalu mengalihkan perhatian anak setiap menginginkan ASI Meski masih balita, anak tetap bisa merasakan penolakan ibu yang selalu mengalihkan perhatiannya saat ia menginginkan ASI. Kondisi ini juga membuat anak belajar berambivalensi. 6) Selalu bersikap acuh setiap anak menginginkan ASI Anak menjadi bingung dan bertanya-tanya, mengapa dirinya diperlakukan sehingga berkembanglah rasa rendah diri. (Lianawati, 2007).
96
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
2. Konsep Status Gizi Balita a. Definisi Status gizi Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan utilisasinya (Sediaoetama, 2010). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2005). Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, 2007). b. Metode penilaian status gizi Penilaian status gizi adalah interpretasi dari data yang didapatkan dengan menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atau individu yang berisiko atau dengan status gizi buruk (FKM UI, 2008). Secara umum peniliaan status gizi dapat dilihat dengan metode langsung dan tidak langsung (Proverawati, 2010). 1) Secara langsung Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu Antropometri, Klinis, Biofisik dan Biokimia. 2) Secara Tidak Langsung Menurut Proverawati (2010) penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi tiga, yaitu Survei dalam konsumsi makanan, Statistik Vital juga Faktor Ekologi. c. Pengukuran status gizi balita Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok balita. Salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan antropometri. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropomteri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel tersebut adalah umur, berat badan, dan tinggi badan. Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi. Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh (Depkes RI, 2004). Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan sensitif atau peka dalam menunjukkan keadaan gizi kurang bila dibandingkan dengan penggunaan BB/U. Dinyatakan dalam BB/TB, menurut standar WHO bila prevalensi kurus/wasting < -2SD diatas 10 % menunjukan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat serius dan berhubungan langsung dengan angka kesakitan.
97
HOSPITAL MAJAPAHIT Tabel 2
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U, TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS No 1
Indeks yang dipakai BB/U
2
TB/U
3
BB/TB
Batas Pengelompokan < -3 SD - 3 s/d <-2 SD - 2 s/d +2 SD > +2 SD < -3 SD - 3 s/d <-2 SD - 2 s/d +2 SD > +2 SD < -3 SD - 3 s/d <-2 SD - 2 s/d +2 SD > +2 SD
Sebutan Status Gizi Gizi buruk Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih Sangat Pendek Pendek Normal Tinggi Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk
Sumber Depkes RI 2004 Tabel 3 Penilaian Status Gizi be rdasarkan Indeks BB/U, TB/U, BB/TB Ambang Batas (Cut of Points) Antropometri WHO-NCHS Status Gizi
BB/U > 80% 71%-80% 61%-70% < 60%
Gizi Baik Gizi Sedang Gizi Kurang Gizi Buruk
Median TB/U > 90% 81-90% 71%-80% < 70%
BB/TB > 90% 81-90% 71%-80% < 70%
Sumber: Proverawati, 2010 Cara menghitung status gizi balita menurut WHO-NCHS dibagi menjadi 2 cara, yaitu : 1) Cara menghitung status gizi dengan cara Z-Skor (a) Bila “nilai riel” hasil pengukuran ≥ “nilai median” BB/U, TB/U, atau BB/TB, maka rumusnya : Z-Skor = Nilai riel – Nilai median SD upp (b) Bila “nilai riel” hasil pengukuran < “nilai median” BB/U, TB/U, atau BB/TB, maka rumusnya : Z-Skor = Nilai riel – Nilai median SD low 2) Cara menghitung status gizi dengan cara proses terhadap median % median = Nilai riel x 100 % Nilai median d. Faktor yang me mpengaruhi status gizi balita Menurut Apriadji (2008) faktor-faktor yang berperan dalam menentukan status gizi balita pada dasarnya terdiri dari 2 faktor, yaitu : 1) Faktor internal antara lain nilai cerna makanan, status kesehatan, umur dan jenis kelamin. 2) Faktor eksternal antara lain tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan gizi, pola asuh keluarga, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, soaial 98
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
budaya, kebersihan lingkungan, keadaan infeksi serta pengukuran status gizi pada balita. C. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian adalah bentuk rancangan yang digunakan dalam melakukan prosedur penelitian (Hidayat, 2007). Sedangkan rancangan penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian, memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa faktor yang dapat mempengaruhi akurasi suatu hasil (Nursalam, 2009). Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik korelasi, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menentukan faktor apakah yang terjadi sebelum atau bersama-sama tanpa adanya suatu intervensi dari peneliti (Nursalam, 2009). Sedangkan rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian cross sectional. Menurut Nursalam (2009), penelitian cross sectional yaitu penelitian yang menekankan waktu pengukuran atau observasi data variable independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat. Peneliti memilih penelitian analitik korelasi karena ingin mengetahui hubungan penyapihan dini dengan status gizi balita usia 0-24 bulan di Posyandu Dusun Kedungbendo Desa Gemekan Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto. B. Kerangka Konseptual. Faktor yang mempengaruhi status gizi : 1. Faktor internal a. nilai cerna makanan b. status kesehatan c. umur d. jenis kelamin 2. Faktor eksternal a. tingkat pendidikan b. tingkat pengetahuan gizi c. c. pola pola asuh asuh keluarga keluarga d. e. f. g. h. i.
pendapatan keluarga ju mlah anggota keluarga sosial budaya kebersihan lingkungan keadaan infeksi pengukuran status gizi pada balita
Ibu yang mempunyai balita usia 0-24 bulan
Penyapihan : 1. Disapih din i (0-6 bulan) 2. Disapih tidak din i (>6-24 bulan)
Status gizi : 1. Gizi lebih Z-skor > +2 SD BB/U 2. Gizi baik Z-skor 2 SD s/d +2 SD BB/U 3. Gizi kurang Z-skor < -2 SD s/d -3 SD BB/U 4. Gizi buruk Z-skor < -3 SD BB/ U
Faktor yang mempengaruhi penyapihan : 1. Perubahan sosial budaya 2. Faktor psiko logis ibu 3. Faktor fisik ibu 4. Kurangnya petugas kesehatan 5. Meningkatnya promosi susu formula 6. Penjelasan yang salah dari petugas kesehatan 7. Gangguan penyusuan
C. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah H1 yaitu : Ada hubungan antara penyapihan dini dengan status gizi balita usia 0-24 bulan di Posyandu Dusun Kedungbendo Desa Gemekan Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto. 99
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Tabel 4 Definisi Ope rasional Penyapihan dini dengan status gizi balita usia 024 bulan di Posyandu Dus un Kedungbendo Desa Gemekan Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto. Definisi No Variabel Alat Ukur Krite ria Skala data Ope rasional 1. Penyapihan Penghentian Kuesioner 1. Disapih Dini (0Nominal dini pemberian dan 6 bulan) ASI Eksklusif wawancara 2. Disapih tidak pada bayi ≤ 6 dini (>6 -24 bulan oleh ibu bulan) menyusui (Tara, 2002)
2.
Status gizi balita usia 0-24 bulan
Suatu keadaan Timbangan keseimbangan berat badan antara yang dan lembar dikonsumsi observasi dengan yang digunakan dalam tubuh balita yang ditentukan dengan indeks BB/U menurut WHO (NCHS)
1. Gizi lebihZskor> +2 SD BB/U 2. Gizi baikZ-skor 2 SD s/d +2 SD BB/U 3. Gizi kurang Zskor< -2 SD s/d 3 SD BB/U 4. Gizi buruk Z-skor< 3 SD
Ordinal
(Depkes RI, 2004)
E. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu dengan balita usia 0-24 bulan dan sudah tidak menyusui yang berkunjung ke Posyandu Dusun Kedungbendo Desa Gemekan Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto selama bulan Juni sebanyak 52 responden. F. Sampel, Sampling, dan Kriteria Sampel 1. Sampel Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagaian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagian dari ibu dan balitanya yang berusia 0-24 bulan dan sudah disapih. Besarnya sampel diperoleh berdasarkan perhitungan dengan cara proporsi dengan rumus sebagai berikut: n = Jadi besarnya sampel yang diperoleh adalah sebanyak 46 responden. Keterangan : n : besar sampel N : besar populasi D : tingkat signifikasi 5% (0,05) 100
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
2.
Sampling Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk mewakili populasi (Nursalam, 2009). Sampling yang digunakan dalam penelitian ini adala h simple random sampling dengan pengambilan sampel secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam anggota populasi dan anggota populasinya homogen agar didapatkan sampel yang representatif. 3. Krite ria sampel meliputi kriterian inklusi dan kriteria eksklusi. G. Teknik dan Instrumrn Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2009). Dalam penelitian ini, peneliti mengambil semua sampel sebanyak 52 responden. Setelah semua responden terkumpul kemudian peneliti menimbang balita sesuai dengan nomor responden yang ada di lembar observasi status gizi balita sambil menanyakan pada ibu umur berapa balitanya mulai disapih. Begitu seterusnya sampai peneliti memperoleh 46 responden yang sesuai dengan kriteria sampel. Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara dengan panduan kuesioner untuk data penyapihan dini. Sedangkan data status gizi diperoleh dengan panduan tabel indeks BB/U menurut WHO-NCHS dengan menghitung berat badan balita dengan menggunakan timbangan berat badan dan lembar observasi. H. Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data 1. Teknik pengolahan data Menurut Arikunto (2006), pengolahan data dilakukan dengan langkah- langkah editing, coding, transfering dan tabuling.: 2. Teknik analisa data Uji analisa dilakukan untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen. Hubungan variabel diperlihatkan dengan tabulasi silang. Untuk mengetahui hubungan antara penyapihan dini dengan status gizi balita usia 0-24 bulan. Dimana penyapihan dini berskala nominal dan status gizi balita usia 0-24 bulan berskala ordinal. Untuk menguji hubungan antara dua variabel tersebut, maka menggunakan uji statistik Spearman dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS 17.0 dengan rumus : 6 ∑ bi2 __________ ρ = 1n (n2 – 1) ρ Zh =
________
1 ________
√n – 1 Kesimpulannya menggunakan taraf kesalahan 5% (0,05) yang artinya : 1. Ho diterima dan H1 ditolak apabila nilai p > α 0,05 (tidak ada hubungan atau kesesuaian). 2. Ho ditolak dan H1 diterima apabila nilai p < α 0,05 (ada hubungan atau kesesuaian). (Sugiyono, 2006)
101
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
D. HASIL PENELITIAN 1. Data umum a. Distribusi frekuensi karakteristik responden ibu berdasarkan umur. Tabel 5 Distribusi frekuensi karakteristik responden ibu berdasarkan umur di Posyandu Dus un Kedungbendo Desa Gemekan Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto, tanggal 12 Juni 2012 Karakteristik Umur Jumlah (tahun) f % < 18 0 0 18-25 22 47,8 26-35 20 43,5 36-45 4 8,7 >45 0 0 Total 46 100 Dari tabel 5 dapat diketahui hampir setengah responden ibu berumur 18-25 tahun sebanyak 22 orang (47,8%). b. Distribusi frekuensi karakteristik responden ibu berdasarkan pendidikan. Tabel 6 Distribusi frekuensi karakteristik responden ibu berdasarkan pendidikan di Posyandu Dusun Kedungbendo Desa Gemekan Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto, tanggal 12 Juni 2012 Jumlah Karakteristik Pendidikan f % 1 2,2 Tidak Tamat SD/Tidak Sekolah 7 15,2 SD 14 30,4 SMP 20 43,5 SMA 4 8,7 PT/Akademik Total 46 100 Dari tabel 6 dapat diketahui hampir setengah responden ibu berpendidikan SMA sebanyak 20 orang (43,5%). c. Distribusi frekuensi karakteristik responden ibu berdasarkan pekerjaan Tabel 7 Distribusi frekuensi karakte ristik responden ibu berdasarkan Pekerjaan di Posyandu Dus un Kedungbendo Desa Gemekan Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto, tanggal 12 Juni 2012 Jumlah Karakteristik Pekerjaan F % Bekerja 28 60,9 Tidak Bekerja 18 39,1 Total 46 100 Dari tabel 7 dapat diketahui sebagian besar responden ibu bekerja sebanyak 28 orang (60,9%).
102
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
d. Distribusi frekuensi karakteristik responden balita berdasarkan umur. Tabel 8 Distribusi frekuensi karakte ristik responden balita berdasarkan umur di Posyandu Dus un Kedungbendo Desa Gemekan Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto, tanggal 12 Juni 2012 Jumlah Karakteristik Umur (bulan) f % 0-4 27 58,7 5-8 3 6,5 9-12 4 8,8 13-16 3 6,5 17-20 3 6,5 21-24 6 13 Total 46 100 Dari tabel 8 dapat diketahui sebagian besar responden balita berumur 0-4 bulan sebanyak 27 orang (58,7%). e. Distribusi frekuensi karakteristik responden balita berdasarkan jenis kelamin. Tabel 9 Distribusi frekuensi karakteristik responden balita berdasarkan je nis kelamin di Posyandu Dusun Kedungbendo Desa Gemekan Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto, tanggal 12 Juni 2012 Karakteristik Jenis Jumlah Kelamin f % 26 56,5 Laki- laki 20 43,5 Perempuan Total 46 100 Dari tabel 9 dapat diketahui sebagian besar responden balita berjenis kelamin lakilaki sebanyak 26 orang (56,5%). 2. Data Khusus a. Distribusi frekuensi penyapihan Tabel 10 Distribusi frekuensi penyapihan pada balita usia 0 -24 bulan di Posyandu Dusun Kedungbendo Desa Gemekan Kecamatan Sooko Kabupate n Mojokerto, tanggal 12 Juni 2012 Jumlah Krite ria Penyapihan f % 27 58,7 Disapih Dini 19 41,3 Disapih tidak Dini Total 46 100 Dari tabel 10 dapat diketahui sebagian besar balita yang disapih dini sebanyak 27 balita (58,7%). b. Distribusi frekuensi status gizi balita umur 0-24 bulan Tabel 11 Distribusi frekuensi status gizi pada balita usia 0-24 bulan di Posyandu Dusun Kedungbendo Gemekan Sooko Mojoke rto Jumlah Krite ria Status Gizi f % Lebih 10 21,7 Baik 15 32,6 Kurang 21 45,7 Buruk 0 0 Total 46 100 103
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Dari tabel 11 dapat diketahui hampir setengah status gizi balita adalah kurang sebanyak 21 balita (45,7%). c. Hubungan penyapihan dini dengan status gizi balita umur 0-24 bulan Tabel 12 Tabulasi silang hubungan penyapihan dini dengan status gizi Balita umur 0-24 bulan di Dusun Kedungbendo Desa Gemekan Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto Penyapihan
Lebih F % 1 2,2 9 19,6
Status Gizi Baik Kurang Buruk f % f % f % 7 15,2 19 41,3 0 0 8 17,4 2 4,3 0 0
Total f % 27 58,7 19 41,3
Disapihdini Disapih tidak dini Total 10 21,8 15 32,6 21 45,6 0 0 46 100 Dari tabel 12 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar balita disapih dini sebanyak 27 balita (58,7%) dan balita yang disapih dini memiliki status gizi kurang sebanyak 19 balita (41,3%). Sedangkan hampir setengah balita yang disapih tidak dini sebanyak 19 balita (41,3%) dan balita yang disapih tidak dini memiliki status gizi lebih sebanyak 9 balita (19,6%). Untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel maka dilakukan uji Spearman dengan tingkat signifikasi 5% (0,05) diperoleh ρ spearman = -0,649, nilai p value 0,000 < α (0,05) maka Ho ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara penyapihan dini dengan status gizi balita usia 0-24 bulan. E. PEMBAHASAN 1. Penyapihan dini pada balita usia 0-24 bulan Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil sebagian besar balita yang disapih dini sebanyak 27 balita (58,7%). Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan World Health Organization atau WHO (2003), penyapihan adalah dimulainya pemberian makanan tambahan disamping ASI pada kelompok umur 6 bulan. Di mana bayi mulai dikenalkan sedikit demi sedikit dengan berbagai jenis makanan padat yang mulai dilumatkan. Menurut WHO, masa pemberian ASI diberikan secara eksklusif 6 bulan pertama, kemudian dianjurkan tetap diberikan setelah 6 bulan berdampingan dengan makanan tambahan hingga umur 2 tahun atau lebih. Ada juga ibu yang menyapih anaknya ketika usia 1 -2 tahun, bahkan ada yang diusia 4 tahun (Anonim, 2007). Dalam teori dijelaskan terdapat dua metode penyapihan diantaranya metode seketika dan metode bertahap. Metode bertahap sendiri dibagi menjadi dua, yaitu natural weaning (penyapihan alami) dan mother led weaning (Iskandar,2007). Dalam penelitian ini semua responden menggunakan metode mother led weaning dalam melakukan penyapihan terhadap balitanya. Ibu balitalah yang menentukan waktu penyapihan pada balitanya, bukan faktor lain yang mempengaruhinya. Menurut Soetjiningsih (2002), faktor yang mempengaruhi penyapihan antara lain perubahan sosial budaya (ibu- ibu bekerja atau kesibukan lainnya, meniru teman, tetangga, atau orang terkemuka yang memberikan susu botol), faktor psikologi ibu ( takut kehilangan daya tarik sebagai wanita, tekanan batin), faktor fisik ibu (ibu sakit, misal : mastitis, panas dan sebagainya), gangguan penyusuan, meningkatkan promosi susu formula sebagai pengganti ASI, faktor kurangnya petugas kesehatan sehingga masyarakat kurang mendapat penjelasan, dan penjelasan yang salah dari petugas kesehatan yang menganjurkan penggantian ASI dengan susu formula. 104
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Menurut Hegar (2006), adapun kerugian dari penyapihan dini antara lain menyebabkan hubungan anak dan ibu berkurang keeratannya karena proses bounding etatman terganggu, insiden penyakit infeksi terutama diare meningkat, pengaruh gizi yang mengakibatkan malnutrisi pada anak, mengalami reaksi alergi yang menyebabkan diare, muntah, ruam dan gatal- gatal karena reaksi dari sistem imun. Salah satu kerugian dari dilakukanya penyapihan dini adalah pengaruh gizi, hal inilah yang akan diteliti oleh peneliti. 2. Status gizi balita usia 0-24 bulan Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil hampir setengah balita berstatus gizi kurang sebanyak 21 balita (45,7%). Menurut Sediaoetama (2010) status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan utilisasinya. Secara teori terdapat dua metode yang digunakan untuk penilaian status gizi yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Dari masing- masing metode dibagi lagi menjadi beberapa penilaian (Proverawati, 2010). Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode secara langsung dengan menggunakan antopometri. Menurut Depkes RI (2004), dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropomteri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel antopometri yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel berat badan dan umur. Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Variabel berikutnya adalah berat badan, berat badan sendiri merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan saat ini. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur. Menurut Depkes RI (2004), status gizi menurut indeks BB/U (berat badan menurut umur) seorang balita dikatakan gizi lebih jika nilai z-skor > +2 SD, gizi baik z-skor -2 s/d +2 SD, gizi kurang z-skor -3 s/d <-2 SD, gizi buruk > -3 SD. Pada penelitian ini dalam penentuan umur tidak ada kesalaha n karena sudah terperinci berdasarkan bulan pada lembar observasi status gizi. Dalam penelitian ini diketahui pada lembar observasi status gizi, balita berusia 0-4 bulan dengan BB antara 3,1-4,5 kg sebanyak 19 balita dengan status gizi kurang dan balita be rusia 17-24 bulan sebanyak 2 balita dengan status gizi kurang dengan berat BB antara 8,9-9,1 kg. Menurut Apriadji (2008) salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi status gizi balita adalah dalam hal pengukuran status gizi pada balita. Pelayanan kesehatan terhadap anak balita dapat meliputi pelayanan kesehatan di tingkat Posyandu, Puskesmas dan pelayanan kesehatan lainnya serta terkait pula dengan peran tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang kurang menjangkau masyarakat atau kurang handalnya pemberi pelayanan kesehatan merupakan satu faktor kemungkinan penyebab masalah gizi kurang (Atmarita dan Fallah, 2004). Dalam penelitian ini fasilitas yang ada di Posyandu Dusun Kedungbendo meliputi 5 meja yaitu meja pendaftaran, meja penimbangan, meja pencatatan dan pengisian KMS, meja pengobatan dan meja penyuluhan. Dan pelayanan yang diberikan di Posyandu Dusun Kedungbendo meliputi kegiatan penimbangan, pemantauan pertumbuhan dan perkembangan, pengobatan, penyuluhan, imunisasi serta gizi. Petugas yang ada di Posyandu Dusun Kedungbendo ini terdiri 105
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
dari 5 orang petugas kader dan 1 orang bidan desa. Posyandu di Dusun Kedungbendo rutin dilakukan selama 1 bulan sekali. Peran Posyandu sangat membantu dalam menentukan status gizi balita. Selanjutnya peran orang yang lebih menentukan status gizi balitanya. Semakin sering balita dibawa ke Posyandu untuk ditimbang berat badannya semakin baik status gizinya, demikian pula sebaliknya. 3. Hubungan penyapihan dini dengan status gizi balita usia 0-24 bulan Berdasarkan hasil analisa data dengan uji Spearman diperoleh nilai ρ = -0,649, nilai p value 0,000 < α (0,05) maka Ho ditolak dan H1 diterima. Dari tabel 4.8 menunjukkan bahwa sebagian besar balita yang disapih dini sebanyak 27 balita (58,7%) dan sebanyak 19 balita (41,3%) memiliki status gizi kurang. Sedangkan hampir setengah balita yang disapih tidak dini sebanyak 19 balita (41,3%) dan sebanyak 9 balita (19,6%) memiliki status gizi yang lebih. Menyapih merupakan suatu proses berhentinya masa menyusui secara berangsurangsur atau sekaligus (Fitria, 2007). Salah satu dampak penyapihan ASI usia kurang dari 6 bulan yaitu dapat mempengaruh gizi yang mengakibatkan malnutrisi pada anak (Hegar, 2006). ASI (Air Susu Ibu) merupakan gizi terbaik bagi bayi karena komposisi zat-zat gizi di dalamnya secara optimal mampu menjamin pertumbuhan tubuh bayi. Selain itu, kualitas zat gizinya juga terbaik karena mudah diserap dan dicerna oleh usus bayi dan kualitas protein ASI sangat tinggi serta mengandung asam-asam amino esensial yang dibutuhkan oleh pencernaan bayi. Balita yang disapih dini cenderung mempunyai gizi kurang karena pemberian ASI relatif sedikit diberikan yang diganti dengan pemberian makanan pendamping ASI atau susu formula sehingga sangat mempengaruhi pola pertumbuhan dan perkembanganya, sedangkan balita yang disapih tidak dini umumnya mempunyai gizi lebih atau gizi baik (Ratna, 2009). F. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Balita usia 0-24 bulan yang ada di Posyandu Dusun Kedungbendo Desa Gemekan Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto sebagian besar disapih dini. 2. Balita usia 0-24 bulan yang ada di Posyandu Dusun Kedungbendo Desa Gemekan Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto hampir setengahnya berstatus gizi kurang. 3. Ada hubungan antara penyapihan dini dengan status gizi balita usia 0-24 bulan di Posyandu Dusun Kedungbendo Desa Gemekan Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto, dengan uji Spearman diperoleh nilai ρ spearman = -0,649, nilai p value 0,000 < α (0,05). B. Saran 1. Bagi peneliti selanjutnya Diharapkan penelitian selanjutnya dapat memperoleh sampel dengan teknik pemilihan sampel yang tepat. 2. Bagi praktis a. Bagi tempat penelitian Diharapkan dapat mengoptimalkan kegiatan konseling oleh kader-kader Posyandu dalam upaya meningkatkan status gizi balita melelui program Ponkesdes dengan menambah jumlah tenaga konselor. b. Bagi institusi pendidikan
106
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Diharapkan dapat menambah referensi tentang faktor lain yang berhubungan dengan status gizi balita bagi institusi pendidikan khususnya Poltekkes Majapahit Mojokerto. c. Bagi masyarakat (Responden) Diharapkan dapat memperhatikan asupan nutrisi sebagai komponen pembentukan zat gizi untuk balitanya agar tidak berstatus gizi kurang. 3. Bagi Teoritis Diharapkan dapat menambah referensi dalam upaya meningkatkan perkembangan ilmu kesehatan khususnya mengenai hubungan penyapihan dini dengan status gizi balita. DAFTAR PUSTAKA Adisasmito. Wiku. (2008). Sistem Kesehatan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Almatsir. (2005). Status Gizi dan Faktor yang Mempengaruhi. (http://anwarsasake.wordpress.com), diakses 07 Mei 2012 Anonim. (2007). Waktu Penyapihan Yang Tepat. (http://kuliahbidan.wordpress.com), diakses 12 Mei 2012 Arikunto. (2006). Referensi Ilmu Kebidanan dan Keperawatan. (http://karyatulisilmiah.blogspot.com), diakses 26 Juni 2012 Cadwell, Carine, dkk. (2011). Buku Saku Manajemen Laktasi. Jakarta : EGC Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. (2010). Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT. Raja Gratindo Persada Dinkes Jatim. (2009). Profil Kesehatan Jawa Timur. (http://profilkesehatanjawatimur.com), diakses 9 Mei 2012 Dwilis Lita. 92004). Faktor Penyebab Gizi Buruk Pada Balita.(http://alwayssnutritionist.blogspot.com), diakses 08 Mei 2012 Fajar Ibnu, dkk. 2009). Statistik untuk Praktisi Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu Fitria, Ana. (2007). Penyapihan (http://www.bascommetro.com), diakses 3 Mei 2012 Hidayat, A.Aziz Alimul. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika Kristiyansari. (2009). ASI, Menyusui, dan Sadari. Jakarta : Nuha Medika Nursalam. (2009). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Proverawati, Atikah. (2009). Buku Ajar Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika Setiady. (2007). Konsep dan Penelitian Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu Sofyan, Mustika. (2006). Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta : PP IBI Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk. (2002). Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC Suparyanto. (2011). Konsep Dasar Status Gizi Balita. (http://dr-suparyanto.blogspot.com), diakses 02 Mei 2012 Susenas dan Riskesda. (2011). Hak Bayi Atas ASI Eksklusif (http://rsudbrebes.com), diakses 8 Mei 2012
107
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
KECEMASAN REMAJA PUTRI DALAM MENGHADAPI NYERI HAID (DISMENORHEA) PADA SISWI KELAS VII DI SMPN 1 MOJOANYAR KABUPATEN MOJOKERTO Umi Nadliroh Mahasiswa Politeknik Kesehatan Majapahit ABSTRACT At the time of menstruation, women may experience pain. The nature and level of pain varies, ranging from mild to severe. Menstrual pain usually arising from menars, in the months or the first years of menstruation. Common in the age of 12-15 years. The study was conducted to Know anxiety in the face of young women with menstrual pain (Dismenorhe) in grade VII in SMP 1 Mojoanyar Mojokerto district. This type of study is dekriptif. Variables of anxiety in the face of young women with menstrual pain (Dismenorhe). The population in this study were all over VII grade student who was menstruating at SMPN 1 Mojoanyar Mojokerto district as many as 85 people with purposive sampling techniques sampling obtained a sample of 32 respondents. The instrument used was questionnaire. Based on the results of research in SMPN 1 Mojoanyar - Mojokerto obtained most of the young women respondents (68.8%) had mild levels of anxiety. Anxiety experienced by the young women in menstruation because they have never received information about menstruation so they do not know what they should do in a change in him. The study is expected to be fed to the young women who have Dismenorhe at the time of menstruation. Key words: Anxiety Young Wome n, Dismenorhe A. PENDAHULUAN Menstruasi merupakan salah satu permasalahan yang penting pada remaja putri. Hal tersebut menunjukan bahwa siklus masa subur pada wanita sudah dimulai (Stainberg, 2002). Pada saat menstruasi, wanita kadang mengalami nyeri. Sifat dan tingkat rasa nyeri bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Kondisi tersebut dinamakan dismenorrhea, Selama dismenorea terjadi kontraksi otot rahim akibat peningkatan prostaglandin sehingga menyebabkan vasospasme dari arteriol uterin yang menyebabkan terjadinya iskemia dan kram pada abdomen bagian bawah yang akan merangsang rasa nyeri disaat menstruasi (Nur, 2010). Beberapa hal yang dikeluhkan wanita saat dismenorhe datang seperti halnya mual, pusing muntah dan stres (Taskarini, 2011). Nyeri haid yang timbul biasanya sejak menars, pada bulan-bulan atau tahun-tahun pertama haid. Biasa terjadi pada usia 12-15 tahun, dan kemudian akan hilang pada usia 20-an atau awal 30-an dan tidak berdasarkan adanya kelainan pada alat-alat kandungan (Anonim, 2012). Angka kejadian nyeri menstruasi di dunia sangat besar. Rata-rata lebih dari 50% perempuan di setiap Negara mengalami nyeri menstruasi. Di Amerika angka prosentasenya sekitar 60% dan di Swedia sekitar 72%. Sementara di Indonesia angkanya diperkirakan 55% perempuan usia produktif yang nyeri selama menstruasi. Angka kejadian (prevalensi) nyeri menstruasi berkisar 45-95% di kalangan wanita usia produktif (Atikah, 2009). Angka kejadian dismenore tipe primer di Indonesia adalah sekitar 54,89%, sedangkan sisanya adalah penderita dengan tipe sekunder (Atikah, 2009). Di Jawa Timur angka kejadian dismenore sebesar 64.25 % yang terdiri dari 54,89% dismenore primer dan 9,36 % dismenore sekunder (Info sehat, 2010). Walaupun pada umumnya tidak berbahaya, namun seringkali dirasa mengganggu bagi wanita yang mengalaminya 108
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
(Atikah, 2009). Di Mojokerto sendiri angka kejadian dismenorhea atau nyeri pada waktu haid adalah sebesar 65% dari wanita usia produktif (Dinkes Mojokerto, 2010). Hasil studi Pendahuluan pada tanggal 30 Mei 2012 Didapatkan dari 10 siswi (100%) yang diberi angket (kuesioner) 6 siswi (60%) mengalami kecemasan sedang, 2 siswa (20%) mengalami kecemasan berat, 2 siswi (20%) mengalami kecmasan ringan, tidak ada yang tidak cemas maupun tingkat kecemasan sangat berat. Kecemasan ini disebabkan oleh kesiapan mental, kurang memiliki pengetahuan dan sikap yang cukup baik tentang perubahan-perubahan fisik dan psikologis terkait menarche, dan kurangnya pengetahuan tentang perawatan diri yang diperlukan saat menstruasi (Ferry, 2007, Hardiningsih;2009). Selain itu juga mengalami depresi dan mudah tersinggung sebelum dan selama proses menstruasi. Riset lain juga menemukan bahwa wanita mengalami kecemasan yang tinggi, bermusuhan atau depresi saat pada periode menstruasi daripada hari- hari lainnya (Hilary,2002). Sebagai perawat dalam menghadapi masalah ini, perawat berperan sebagai educator yang dapat memberikan informasi tentang dismenorhoe diantaranya yaitu memberikan pendidikan terhadap siswi mengenai dismenorhoe penyebab dismenorhoe serta upaya penanganan dismenorhoe melalui penyuluhan atau poster. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui seberapa jauh kecemasan remaja putri dalam menghadapi nyeri haid (dismenorhe).. B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Dasar Kecemasan a. Pengertian kecemasan Kecemasan adalah keadaan individu atau kelompok mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivitas sistem saraf autonom dalam berespons terhadap ancaman yang tidak jelas, non spesifik (Carpenito, 2007). Kecemasan didefinisikan sebagai konsep yang terdiri atas dua dimensi utama, yaitu kekhawatiran (worry) dan emosionalitas (emotionally). Dimensi emosi merujuk pada reaksi fisiologis dari system saraf otonomik yang timbul akibat rangsangan atau perasaan yang tidak menyenangkan dan reaksi-reaksi emosi terhadap hal-hal buruk yang dirasakan individu ketika menghadapi situasi yang kurang menyenangkan (Hidayah,2004). b. Tingkat kecemasan Menurut Peplau ada empat tingkat kecemasan yang di alami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik (Marco, 2012). Gejala-gejala yang dinilai HARS (Hamilton Rating Scale Anxioty). Menurut Hidayat (2010) alat ukur kecemasan menggunakan HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxioty) yang terdiri dari 14 kelompok gejala yaitu : a. Perasaan cemas meliputi cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung. b. Ketegangan yakni Merasa tegang, Lesu, Tidak dapat tidur dengan nyenyak, Mudah menangis, Gemetar, Gelisah c. Ketakutan Adanya perdarahan berlebih, Terjadinya nyeri haid, Takut terjadi syok yang akan mengakibatkan kematian, Takut bila nyeri tidak berhenti d. Gangguan tidur Sukar tidur, Terbangun malam hari, Tidur tidak pulas, Mimpi buruk e. Gangguan kecerdasan : Sukar konsentrasi, Daya ingat menurun, Daya ingat buruk, Sering bingung
109
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
f.
Perasaan depresi (murung): Hilangnya minat, Berkurangnya kesenangan pada hoby, Sedih, Bangun dini hari g. Gejala somatik atau fisik (otot) seperti Sakit dan nyeri di otot, Kaku, Kejutan otot, Gigi gemerutuk, Suara tidak stabil h. Gejala somatik atau fisik (sensorik) seperti, Tinitus (telinga berdengung), Penglihatan kabur, Muka merah atau pucat, Perasaan ditusuk-tusuk i. Gejala kardiovaskuler ( jantung dan pembuluh darah ) seperti Takikardi (denyut jantung cepat), Berdebar-debar, Nyeri di dada, Denyut nadi mengeras, Rasa lesu atau lemah seperti mau pingsan, Detak jantung menghilang berhenti sekejap j. Gejala pernafasan (respiratory) seperti Rasa tertekan atau sempit di dada, Rasa tercekik, Sering menarik nafas, Nafas pendek atau sesak k. Gejala gastrointestinal seperti Sulit menelan, Perut melilit, Gangguan pencernaan, Nyeri sebelum dan sesudah makan, Perasaan terbakar di perut, Rasa penuh atau kembung, Muntah- muntah, Buang air besar lembek, Sukar buang air besar, Kehilangan berat badan l. Gejala urogenital seperti Sering buang air kecil, Tidak dapat menahan air seni, Keringat dingin, Terjadi infeksi m. Gejala autonom seperti Mulut kering, Muka merah, Mudah berkeringat, Kepala pusing, Kepala terasa berat, Kepala terasa sakit, Bulu-bulu berdiri n. Tingkah laku (sikap) pada wawancara: Mulut kering, Muka merah, Kepala pusing, Kepala terasa berat, Kepala terasa sakit, Bulu-bulu berdiri o. Tingkah laku (sikap) pada wawancara seperti Gelisah, Tidak tenang, Jadi gemetar, Kerut kening, Muka tegang, Otot tegang atau mengeras, Nafas pendek atau cepat, Muka merah c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan Proses terjadinya kecemasan Perasaan tidak nyaman atau terancam pada ansietas diawali dengan adanya faktor predisposisi dan faktor presipitasi. 1) Faktor Predisposisi Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat digunakan individu untuk mengatasi stress (Stuart & Laraia, 2005; Agustarika,2009). Berbagai teori dikembangkan mengenai faktor predisposisi terjadinya ansietas biologi (fisik), gangguan fisik, Mekanisme terjadinya kecemasan akibat gangguan fisik, Psikologis dan soaial budaya. 2) Faktor presipitasi Stresor presipitasi adalah stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman atau tuntutan yang membutuhkan energi ekstra untuk koping. Faktor presipitasi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yakni Biologi (fisik), 3) Psikologis Penanganan terhadap integritas fisik dapat mengakibatkan ketidakmampuan psikologis atau penurunan terhadap aktivitas sehari- hari seseorang (Stuart & Laraia, 2005; Agustarika, 2009). Demikian pula apabila penanganan tersebut menyangkut identitas diri, dan harga diri seseorang, dapat mengakibatkan anacaman terhadap self system. d. Tanda dan gejala kecemasan Sindrom kecemasan bervariasi tergantung tingkat kecemasan yang dialami seseorang, yang manifestasi gejalanya terdiri dari : 1) Gejala fisiologis seperti Peningkatan frekuensi nadi, Tekanan darah, Nafsu, Gemetar, Mual muntah, sering berkemih, Diare, Insomnia, Kelelahan dan 110
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
kelemahan, Kemerahan atau pucat pada wajah, Mulut kering, Nyeri (dada, punggung dan leher), Gelisah, Pingsan dan pusing. 2) Gejala emosional seperti Individu mengatakan merasa ketakutan, Tidak berdaya, Gugup, ehilangan percaya diri, Tegang, Tidak dapat rileks, Individu juga memperlihatkan peka terhadap rangsang, Tidak sabar, Mudah marah, Menangis, Cenderung menyalahkan orang lain, Mengkritik diri sendiri dan orang lain. 3) Gejala kognitif seperti tidak mampu berkonsentrasi, Kurangnya orientasi lingkungan, Pelupa (ketidakmampuan untuk mengingat) dan Perhatian yang berlebihan. (Carpenito, 2007). e. Respon Atau Gejala Terhadap Cemas Respon atau gejala dari cemas menurut HARS yaitu : perasaan cemas, ketegangan, ketakutan, gamgguan tidur, gangguan kesadaran, peranan depresi, gejala sensorik, gejala somatic, gejala kardiovascular, gejala respirasi, gejala gastro intestinas tractus, gejala urogenital dan gejala otonom f. Reaksi atau dampak dari kecemasan mengakibatkan timbulnya keresahan di dalam diri kita serta kelumpuhan yakni dalam pengertian dia merasa lemah tidak dapat berbuat apapun untuk mengubah keadaan hidupnya bahkan tidak bergairah lagi untuk mencoba. Selain dari keresahan dan kelumpuhan, kecemasan mengakibatkan keputusasaan. 2. Konsep Dasar Remaja a. Definisi Remaja Remaja (adolensence) adalah masa transisi (peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa) yang ditandai dengan adanya perubahan aspek positif, psikis, dan psikososial. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak – kanak kemasa dewasa, yang meliputi masa perkembangan yang dialami sebaga i masa persiapan memasuki masa dewasa (Kurmiran, 2011). Menurut Hurlock (2004) remaja adalah usia dimana individu perinteral dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orangorang yang lebih tua melainkan berada pada tingkatan yang sama, sekolah orangnya dalam masalah hak. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak dan masa dewasa, yang terdiri dari masa remaja awal (11-14 tahun), masa remaja pertengahan (15-16 tahun) dan masa remaja akhir (17-19 tahun), (Diwanto : 2003). b. Pembagian Masa Remaja 1) Masa remaja awal (12- 15 tahun) Pada masa remaja ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua. 2) Masa remaja dalam pertengahan (16 – 18 tahun) Masa ini ditandai dengan perkembangan kemampuan berfikir yang baru teman sebaya masih memiliki peran yang penting, namun individu sudah lebih mampu mengarahkan diri sendiri (self direcred). 3) Masa Remaja Akhir Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Selama periode ini remaja berusaha memantapkan tuan yang rasional dan mengembangkan sense of personal identity. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12–15 tahun (remaja awal), 15 – 18 tahun (remaja pertengahan), dan 18–21 tahun (remaja akhir). Tetapi Monks, 111
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10–12 tahun, masa remaja awal 12–15 tahun, masa remaja pertengahan 15–18 tahun, dan masa remaja akhir 18–21 tahun (Deswita, 2006) c. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja Menurut pandangan Gunarsa bahwa secara umum ada 2 faktor ya ng mempengaruhi perkembangan yaitu : 1) Faktor endogen yaitu : bahwa berubahan fisik maupun psikis dipengaruhi oleh faktor internal yang bersifat herediter yaitu dengan ditentukan minat, kesadaran dll. 2) Faktor eksogen yaitu bahwa perubahan dan perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh faktor- faktor yang berasal dari luar individu itu sendiri (Dariyono,2004). 3. Konsep Dasar Dismenorhe a. Pengertian Dismenorhe Dismenorhe adalah nyeri menstruasi yang memaksa wanita untuk istirahat atau berakibat pada menurunnya kinerja da berkurangnya aktifitas sehari- hari (bahkan, kadang bisa membuat tidak berdaya) (Atikah, 2009). Istilah Dismenore (dysmenorrhea) berasal dari bahasa “Greek” yaitu dys (gangguan atau nyeri hebat/abnormalitas), meno (bulan) dan nyeri rrhea yang artinya flow atau aliran. Jadi sismenore adalah gangguan aliran darah menstruasi atau nyeri menstruasi (Atikah, 2009). Dismenorhoe yaitu keadaan nyeri hebat dan dapat mengganggu aktivitas sehari- hari. Dismenorhoe merupakan suatu fenomena simptomatik meliputi nyeri abdomen, kram, dan sakit punggung (Kusmiran, 2011). Dismenore adalah nyeri haid menjelang atau selama haid, sampai wanita tersebut tidak dapat bekerja dan harus tidur. Nyeri bersamaan dengan rasa mual, sakit kepala, perasaan mau pingsan, lekas marah (Mansjoer, 2003). Disebut Dismenore primer jika tidak ditemukan penyebab yang mendasarinya dan Dismenore sekunder jika penyebabnya adalah kelainan kandungan. Dismenore primer sering terjadi, kemungkinan lebih dari 50% wanita mengalaminya dan 15% diantaranya mengalami nyeri pada saat menstruasi yang hebat. Biasanya Dismenore primer timbul pada masa remaja, yaitu sekitar 2-3 tahun setelah menstruasi pertama. Nyeri pada Dismenore primer diduga berasal dari kontraksi rahim yang dirangsang oleh prostaglandin. Nyeri dirasakan semakin hebat ketika bekuan atau potongan jaringan dari lapisan rahim melewati serviks (leher rahim), terutama jika saluran serviksnya sempit. Faktor lainnya yang bisa memperburuk Dismenore adalah: 1) Rahim yang menghadap ke belakang (retroversi) 2) Kurang berolah raga 3) Stres psikis atau stres sosial. b. Klasifikasi Dismenore Dismenore primer sering dimulai pada waktu wanita mendapatkan haid pertama dan sering dibarengi rasa mual, muntah, dan diare. Gadis dan wanita muda dapat diserang nyeri haid primer. Dinamakan Dismenore primer karena rasa nyen timbul tanpa ada sebab yang dapat dikenali. Nyeri haid yang disebabkan karena kelainan yang jelas dinamakan Dismenore sekunder. Sedangkan nyeri haid yang baru timbul 1 tahun atau lebih sesudah haid pertama dapat dengan mudah ditemukan penyebabnya melalm pemeriksaan yang sederhana. Jika pada usia 40 tahun ke atas timbul gejala nyeri haid yang tidak
112
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
pernah dialami, penting sekali baginya untuk memeriksakan diri. (Suparyanto 2011) c. Penyebab dan faktor yang mempengaruhi dismenorhoe Penyebab pasti dismenorhoe primer hingga kini belum diketahui secara pasti (idiopatik), namun beberapa faktor ditengarai sebagai pemicu terjadinya nyeri menstruasi (Atikah, 2009). Rasa nyeri yang timbul selama haid disebabkan oleh faktor ketidakseimbangan hormon, yaitu terjadi peningkatan skresi hormon prostagladin yang menyebabkan kontraksi uterus yang berlebih. Haid yang tidak teratur disebabkan ada gangguan hormon/faktor psikis, yaitu stess dan depresi yang mempengaruhi kerja ho rmon (Kusmiran, 2011). d. Gejala Dismenore (nyeri menstruasi) 1) Gejala-gejala nyeri haid di antaranya yaitu: rasa sakit datang secara tidak teratur, tajam dan kram di bagian bawah perut yang biasanya menyebar ke bagian belakang, terus ke kaki, pangkal paha dan vulva (bagian luar alat kelamin wanita). Biasanya nyeri mulai timbul sesaat sebelum atau selama menstruasi, mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam dan setelah 2 hari akan menghilang. Gejala- gejala tersebut meliputi tingkah laku seperti kegelisahan, defresi, iritabilitas/sensitif, lekas marah, gangguan tidur, kelelahan, lemah, mengidam makanan dan kadang-kadang perubahan suasana hati yang sangat cepat. Selain itu juga keluhan fisik seperti payudara terasa sakit atau membengkak, perut kembung atau sakit, sakit kepala, sakit sendi, sakit punggung, mual, muntah, diare atau sembelit, dan masalah kulit seperti jerawat. 2) Nyeri haid primer, timbul sejak haid pertama dan akan pulih sendiri dengan berjalannya waktu, dengan lebih stabilnya hormon tubuh atau perubahan pos isi rahim setelah menikah atau melahirkan. Nyeri haid ini adalah normal, namun dapat berlebihan apabila dipengaruhi oleh faktor fisik dan psikis seperti stress, shock, penyempitan pembuluh darah, penyakit yang menahun, kurang darah, kondisi tubuh yang menurun, atau pengaruh hormon prostaglandine. Gejala ini tidak membahayakan kesehatan. Nyeri haid sekunder biasanya baru muncul kemudian, yaitu jika ada penyakit yang datang kemudian. Penyebabnya adalah kelainan atau penyakit seperti infeksi rahim, kista atau polip, tumor sekitar kandungan, atau bisa karena kelainan kedudukan rahim yang menetap. Ada juga yang disebut dengan endometriosis, yaitu kelainan letak lapisan dinding rahim yang menyebar keluar rahim, sehingga apabila menjelang menstruasi, pada saat lapisan dinding rahim menebal, akan dirasakan sakit yang luar biasa. Selain itu, endometriosis ini juga bisa mengganggu kesuburan (Mansjoer, 2003). e. Cara mengatasi dismenorhoe Ada beberapa cara yang bermanfaat untuk mengurangi atau mengatasi rasa nyeri pada saat haid (dismenorhoe). Cara-cara tersebut adalah sebagai berikut. 1) Latihan aerobik, seperti berjalan kaki, bersepeda, atau berenang, membantu memproduksi bahan alami yang dapat menghambat rasa sakit dan untuk melancarkan aliran darah. 2) Pakai kompres panas atau dingin pada daerah perut jika nyeri terasa. 3) Pastikan tidur yang cukup sebelum dan selama periode haid. 4) Latihan relaksasi atau yoga dapat membantu menanggulangi sakit. 5) Menjalankan pola hidup sehat seperti melakukan olahraga ringan, mengkoncumsi buah-buahan dan sayuran, hindari merokok dan minum kopi. 113
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Selanjutnya, terapkan pula pola hidup sehat secara terus menerus sebagai gaya hiduo sehari- hari. (Kusmiran, 2011) f. Pengobatan Dismenore (nyeri menstruasi) Untuk mengurangi rasa nyeri saat menstruasi bisa diberikan obat anti peradangan non-steroid (misalnya ibuprofen, naproxen dan asam mefenamat). Obat ini akan sangat efektif jika mulai diminum 2 hari sebelum menstruasi dan dilanjutkan sampai hari 1-2 menstruasi. Selain dengan obat-obatan, rasa nyeri juga bisa dikurangi dengan cara istirahat yang cukup, Olah raga yang teratur, Pemijatan, Kompres hangat di daerah perut. Nyeri haid berpangkal pada mulainya proses menstruasi itu sendiri yang merangsang otot-otot rahim untuk berkontraksi. Kontraksi otot-otot rahim tersebut membuat aliran darah ke otot-otot rahim menjadi berkurang yang berakibat meningkatnya aktivitas rahim untuk memenuhi kebutuhannya akan aliran darah yang lancar, juga otot-otot rahim yang kekurangan darah tadi akan merangsang ujung- ujung syaraf sehingga terasa nyeri. Nyeri tersebut tidak hanya terasa di rahim, namun juga terasa di bagian-bagian tubuh lain yang mendapatkan persyarafan yang sama dengan rahim. (Suparyanto, 2011) Peningatan kadar prostaglandin (PG) penting peranannya sebagai penyebab terjadinya Dismenore. PG alfa sangat tinggi dalam endometrium, miometrium dan darah haid wanita yang menderita Dismenore primer. PG menyebabkan peningkatan aktivitas uterus dan serabut-serabut syaraf terminal rangsang nyeri. Kombinasi antara pemngkatan kadar PG dan peningkatan kepekaan miometrium menimbulkan tekanan infra uterus sampai 400 mm Hg dan menyebabkan kontraksi miometrium yang hebat. Selanjutnya kontraksi miometrium yang disebabkan oleh PG akan mengurangi aliran darah, sehingga terjadi iskemia sel-sel miometrium yang mengakibatkan timbulnya nyeri spasmodik. Jika PG dilepaskan dalam jumlah berlebihan ke dalam peredaran darah, maka selain Dismenore timbul pula pengaruh umum lainnya seperti diare, mual, muntah (Genie, 2009). C. METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian Didalam penelitian ini rancang bangun penelitianya menggunakan rancangan dengan jenis deskriptif, dimana penelitian ini dilakukan dengan tujuan utama membuat gambaran atau deskriptif tentang kecemasan remaja putri dalam menghadapi nyeri haid (dismenorhe) pada siswi kelas VII di SMPN 1 Mojoanyar Kabupaten Mojokerto.
114
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
2. Kerangka Konseptual Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan : 1.
2.
Faktor Predisposisi a. Biologi (Fisik) b. Gangguan fisik c. Mekanisme terjadinya kecemasan akibat gangguan fisik d. Psikologis e. Sosial Budaya Faktor presipitasi a. Biologi (fisik) b. Psikologis
Tidak cemas <14
Remaja putri
Kecemasan dalam menghadapi nyeri haid (Dismenore)
Cemas Ringan 14-20 2. Kecemasan Sedang Cemas sedang 3. Kecemasan 21-27 Berat 5. 4. Kecemasan Panik BeratBerat Cemas 6. Panik 28-41 7. Panik Cemas sangat berat 42-56
Sumber : Nursalam (2008), Notoadmojo (2010), Hidayat (2010) Keterangan : : Diteliti : Tidak diteliti Gambar 1
Kerangka Konsep Kecemasan Remaja Putri Dalam Menghadapi Nyeri Haid (Dismenorhea) Pada Siswi Kelas VII di SMPN 1 Mojoanyar Kabupaten Mojokerto.
3. Variabel Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kecemasan remaja putri dalam menghadapi nyeri haid (dismenorhe). Tabel 1 Definisi Ope rasional Variabel Kecemasan Remaja Putri Dalam Menghadapi Nyeri Haid (Dismenorhe) Pada Siswi Kelas VII Di SMPN 1 Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. Variabel Definisi Operasional Krite ria Skala Kecemasan Gangguan dalam perasaan - Tidak ada kecemasan Ordinal remaja putr i yang ditandai dengan :<14 dalam perasaan ketakutan atau - Kecemasan ringan : 14 menghadapi kekhawatiran yang – 20 nyeri haid mendalam dan berkelanjutan - Kecemasan sedang: 21 (dismenorhe) dalam menghadapi nyeri – 27 haid. - Kecemasan berat: 28Alat ukur : kuesioner 41 - Kecemasan sangat berat : 42 -56 (Hidayat, 2010) 4. Populasi Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2010) Populasi dalam penelitian ini menggunakan seluruh siswi kelas VII yang sudah haid di SMPN 1 Mojoanyar Kabupaten Mojokerto sebanyak 85 orang. 5. Sampel Menurut Hidayat (2010) sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswi kelas VII di SMPN 1 Mojoanyar 115
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Kabupaten Mojokerto. Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian yakni Kriteria inklusi dan Kriteria eksklusi. Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2008). Penelitian ini menggunakan jenis Nonprobability Sampling yaitu pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk di pilih menjadi sampel (Sugiono, 2011). Teknik pengambilan sampling yang digunakan adalah teknik purposive sampling yaitu cara pengambilan sampel untuk tujuan tertentu (Hidayat, 2011). 6. Teknik dan Instrume n Pengumpulan Data Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah dengan cara kuesioner. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperolah informasi dari responden dalam arti laporan tentang arti pribadinya atau hal- hal yang diketahui (Arikunto, 2010 ). 7. Teknik Pengolahan Data Dan Analisa Data 1. Teknik Pengolahan Data Setelah data terkumpul kemudian dilakukan data dengan tahap-tahap sebagai berikut: a) Editing Memeriksa kembali semua data yang telah dikumpulkan melalui pembagian kuesioner dengan tujuan mencetak kembali apakah hasilnya sudah sesuai dengan rencana atau tujuan yang hendak dicapai. b) Coding Coding dalam penelitian ini memberikan kode pada setiap jawaban agar mempermudah dalam pengolahan data serta berpedoman pada definisi operasional. a. Data Umum 1) Usia Remaja Kode 1 : 12-15 tahun Kode 2 : 16-19 tahun 2) Mendapatkan informasi Kode 1 : Pernah Kode 2 : Tidak Pernah 3) Menstruasi keberapa? Kode 1 : pertama Kode 2 : kedua Kode 3 : ketiga Kode 4 : berkali-kali b. Data Khusus 1) Kecemasan Kode 1 : tidak ada kecemasan Kode 2 : kecemasan ringan Kode 3 : kecemasan sedang Kode 4 : kecemasan berat Kode 5 : kecemasan sangat berat c) Scoring Penentuan jumlah skor, kemudian data yang terkumpul dianalisa dengan memberikan skor dari variabel yang akan diteliti. Untuk mengukur kecemasan menggunakan skor : 116
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
1) 2) 3) 4) 5)
Skor 0 : tidak ada gejala sama sekali Skor 1 : satu dari gejala yang ada Skor 2 : separuh dari gejala yang ada Skor 3 : lebih dari separuh gejala yang ada Skor 4 : semua gejala ada (Nursalam, 2003) Cara pengambilan dengan menggunakan ketetapan HARS dan dengan skor yang sudah ditetapkan yaitu : 1) Tidak ada kecemasan : kurang dari 14 2) Kecemasan ringan : 14 - 20 3) Kecemasan sedang : 21 - 27 4) Kecemasan berat : 28-41 5) Kecemasan sangat berat : 42 -56 (Hidayat, 2010) d) Tabulating Penyusunan data dalam bentuk tabel (Effendii, 2008) D. HASIL PENELITIAN 1. Data Umum a. Umur Tabel 2 Distribusi Frekuensi Umur Responden siswi kelas VII di SMPN 1 Mojoanyar Kabupaten Mojoke rto pada 12-24 Juni 2012 No. Umur Frekuensi Prosentase (%) 1 12-15 Tahun 32 100 2 16-19 Tahun 0 0 Jumlah 32 100 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh responden (100%) responden yang berusia 12-15 tahun. b. Informasi Tabel 3 Distribusi frekuensi informasi responden siswi kelas VII di SMPN 1 Mojoanyar Kabupaten Mojoke rto pada 12-24 Juni 2012. No Informasi Frekuensi Prosentase (%) 1 Pernah 10 31,3 2 Tidak pernah 22 68,7 Jumlah 32 100 Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden (68,7%) tidak pernah mendapat informasi tentang disminorhea. c. Menurut Pengalaman Menstruasi Tabel 4 Distribusi frekuensi me nstruasi responden siswi kelas VII di SMPN 1 Mojoanyar Kabupaten Mojoke rto pada 12-24 Juni 2012. No Menstuasi Frekuensi Prosentase (%) 1 Pertama 9 28,1 2 Kedua 8 25 3 Ketiga 7 21,9 4 Berkali-kali 8 25 Jumlah 32 100 Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa hampir setengah responden (28,1%) mengalami menstruasin yang pertama kali.
117
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
2. Data Khusus a. Kecemasan Tabel 5 Distribusi frekuensi kecemasan remaja putri dalam me nghadapi nyeri haid (dismenorhe) pada siswi kelas VII di SMPN 1 Mojoanyar Kabupaten Mojoke rto pada 12-24 Juni 2012 No Kecemasan Frekuensi Prosentase (%) 1 Kecemasan ringan 22 68,8 2 Kecemasan sedang 6 18,7 3 Kecamasan berat 4 12,5 Jumlah 32 100 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden (68,8%) mempunyai tingkat kecemasan ringan, sedangkan responden yang mempunyai tingkat kecemasan sangat berat dan tidak mengalami kecemasan memiliki prosentase yang paling kecil. E. Pembahasan Kecemasan adalah keadaan individu atau kelompok mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivitas sistem saraf autonom dalam berespons terhadap ancaman yang tidak jelas, non spesifik (Carpenito, 2007). Kecemasan merupakan gejala yang sering terjadi dan sangat mencolok pada peristiwa menarche yang kemudian diperkuat oleh keinginan untuk menolak proses fisiologis tersebut (Kartono, 2006). Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh responden (100%) responden ya ng berusia 12-15 tahun. Seseorang yang mempunyai umur lebih muda ternyata lebih mudah mengalami gangguan akibat kecemasan daripada seseorang yang lebih tua, tetapi ada juga yang berpendapat sebaliknya ( Varcoralis, 2000 ). Pada masa remaja ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua. Fokus dari tahap ini adalah penerimaan terhadap bentuk kondisi fisik serta adanya konfirmitas yang kuat dengan teman sebayanya tetapi tidak diimbangi dengan pemikiran mereka yang masih labil dan sering berubah (Agustiani, 2002). Remaja putri di SMP 1 mojoanyar masih banyak yang mengalami kecemasan dikarenakan usia mereka masih dalam remaja awal. Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa hampir setengah responden (28,1%) mengalami menstruasin yang pertama kali. Individu yang memiliki kematangan kepribadian lebih sukar mengalami gangguan akibat kecemasan, karena individu yang matur mempunyai daya adaptasi yang lebih besar terhadap kecemasan ( Hambly, 2005 ). Faktor pengalaman merupakan faktor yang mempengaruhi kematangan dalam berfikir pada remaja putri, semakin tidak matang pemikiran remaja putri semakin tinggi tingkat kecemasan remaja putrid. Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden (68,7%) tidak pernah mendapat informasi tentang menstruasi. Gangguan kecemasan pada umumnya adalah suatu kondisi penyebab kegelisahan atau ketegangan yang berlangsung dalam jangka waktu lama dan secara berlebihan sering kali tanpa ada faktor pemicunya. Kecemasan sendiri lebih sering dialami wanita daripada pria (Ramaiah, 2006). Kecemasan yang dialami pada remaja putri dalam menstruasi dikarenakan mereka belum pernah menerima informasi seperti pendidikan kesehatan reproduksi wanita di sekolahan ataupun dari orang tua tentang menstruasi jadi mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan dalam perubahan dalam dirinya.
118
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
F. PENUTUP 1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian di SMPN 1 Mojoanyar – Mojokerto didapatkan sebagian besar responden remaja putri (68,8%) mempunyai tingkat kecemasan ringan. 2. Saran 1. Bagi responden Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan kepada para remaja putri yang mengalami dismenorhe pada waktu menstruasi. 2. Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pengetahuan dan sumber informasi bagi masyarakat di sekitar tempat penelitian. 3. Bagi Instansi Pendidikan Kesehatan Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan tambahan sebagai dasar untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan kecemasan remaja putri dalam menghadapi nyeri haid (dismenorhe). 4. Bagi Tenaga Kesehatan Tenaga kesehatan perlu melakukan penyuluhan dan penanggulangan masalah kesehatan khususnya kecemasan remaja putri dalam menghadapi nyeri haid (dismenorhe). DAFTAR PUSTAKA Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik , Jakarta:Rineka Cipta. Atikah. 2009. Menarche. Yogyakarta: Nuha Medika Carpenito, Linda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC. Endraswara, Suwandi. 2002. Metodologi Penelitian Sastra Epistemologi, Model,. Teori, Dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hanum, Marimbi. 2010. Biologi Reproduksi. Yogyakarta: Nuha Medika Hidayat, Alimul Aziz. 2010. Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika Hurlock, Elizabeth. 2004. Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT Gramedia. Pustaka Kusmiran, Eny. 2011. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba Medika Marco. 2012. Tingkat Kecemasan. http://www.blogkumar.blogspot.com. Diakses pada tanggal 21 Juni 2012 Manuaba, Ida Bagus Gde. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta, Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta, Rineka Cipta Nursalam. 2011. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Prawiroharjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Trijatmo Rachimhadhi Setiadi. 2007. Konsep Dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Tarwoto. 2006. Pendidikan Seks Untuk Remaja. Yogyakarta, Tugu Publise Taskarini. (2006). Pendidikan Seks dan alat reproduksi Untuk Remaja. Yogyakarta, Tugu Publise Suparyanto. 2011. Dismenorhe (Nyeri Haid). http://drsuparyanto.blogspot.com/2011/07/konsep-dasar-dismenorea.html diakses pada tanggal 2 Mei 2012
119
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
STATUS GIZI DAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA BALITA USIA 6 - 12 BULAN DI POSYANDU DUSUN KEDUNGBENDO DESA GEMEKAN KECAMATAN SOOKO KABUPATEN MOJOKERTO Wulia Susanti Mahasiswa Politeknik Kesehatan Majapahit ABSTRACT Nutritional status is a state body as a result of food consumption and use of nutrients. If things are not promptly corrected will certainly affect the nutritional status and child development. The study aims to determine the relationship between nutritional status with gross motor development of toddlers ages 6-12 months. Correlation studies using designs with a population of all children aged 6-12 months with sanpling that meets the inclusion criteria, amounting to a total of 36 infants by using sampling. The results obtained under five nutritional status over 8.3% with gross motor development either. Nutritional status of infants less 25% with less gross motor development. The results of test calculations with the Spearman Rank correlation value 569 obtained a significant correlation between nutritional status and gross motor development of toddlers ages 6-12 months. From these results it can be concluded that the infants in the hamlet posyandu Kedungbendo most nutritional status and the lack of gross motor development is not optimal. The better the nutritional status of the development of gross motor and the less the optimal nutritional status is more gross motor development is not optimal. To improve the nutritional status of the mother is expected to make efforts to provide food to the food consumption pattern and the right, according to the needs of toddlers. To enhance gross motor development toddlers ages 6-12 months then the mother is expected to perform stimulation and exercise in young children are expected to stimulate the child to perform a given movement. Keywords: Nutritional status, gross motor development. A. PENDAHULUAN Fenomena gizi buruk pada anak usia dini bukan persoalan yang beraspek tunggal, melainkan banyak faktor yang berimplikasi terhadap insiden tersebut. Terlepas dari semua plus- minus predisposisi munculnya kasus gizi buruk di beberapa daerah di Indonesia tersebut, faktanya semua sudah atau bahkan insiden itu terus berlangsung. Permasalahannya, jika hal ini sampai terus meluas, justru yang perlu dikhawatirkan adalah bagaimana nasib bangsa ini ke depan? Dalam jangka pendek akibat yang muncul dari kondisi gizi buruk terhadap perkembangan anak usia dini, yaitu anak menjadi apatis, mengalami hambatan perkembangan fisik- motorik, serta gangguan aspek perkembangan lainnya. Sedangkan dampak jangka panjang akibat gizi buruk, yaitu penurunan skor tes IQ, kelambanan perkembangan kognitif, penurunan integrasi sensoris, gangguan pemusatan perhatian, penurunan rasa percaya diri, yang berakibat pada langsung pada merosotnya prestasi akademik di sekolah (redaksi- malangpost). Hasil survei yang dilakukan oleh World Vision dan AKZI Surabaya terhadap 652 balita di Surabaya tahun 2001 menunjukkan bahwa 79,1% tingkat asupan energinya kurang (<80% AKG) dan hanya 20,9% yang tingkat asupan energinya tergolong cukup. Sedangkan tingkat asupan protein 59,6% tergolong cukup dan 40,4% tergolong kurang. Bila keadaan tersebut tidak diperbaiki tentunya akan berpengaruh terhadap status gizi dan 120
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
perkembangan anak. Secara umum masalah perkembangan motorik kasar pada bayi usia 6-12 bulan di Indonesia masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya. Berdasarkan hasil penelitian di 254 desa diseluruh Indonesia, Tarwotjo dkk (2009) menemukan bahwa 30% dari 9 juta bayi usia 6-12 bulan menderita keterlambatan perkembangan motorik kasar, (Rapani, 2010). Di Jawa Timur terdapat 23 % bayi usia 612 bulan yang mengalami keterlambatan perkembangan motorik kasar (Sungkono,2009). Data Dinkes Mojokerto tahun 2009 menunjukkan bahwa dari 145bulan yang mengalami keterlambatan motorik kasar sebanyak 23 % . Berdasarkan study pendahuluan yang di lakukan pada tanggal 08 Mei 2012 di Posyandu dusun Kedungbendo desa Gemekan Sooko Mojokerto didapatkan 40 balita umur 6-12 bulan. Dari 10 balita yang di ambil terdapat 10 % balita status gizinya lebih,30 % balita status gizinya baik dan perkembangan motorik sesuai,60 % balita status gizinya kurang dan perkembangan motorik tidak maksimal. Pengaruh asupan zat gizi terhadap ganguan perkembangan anak menurut Brown dan Pollit (1996) dalam penelitian (NN, 2011) melalui terlebih dahulu menurunnya status gizi. Status gizi yang kurang tersebut akan menimbulkan kerusakan otak, letargi, sakit, dan penurunan pertumbuhan fisik. Keempat keadaan ini akan berpengaruh terhadap perkembangan intelektual. Gangguan perkembangan yang tidak normal antara lain ditandai dengan lambatnya kematangan sel-sel syaraf, lambatnya gerakan motorik, kurangnya kecerdasan dan lambatnya respon sosial (Nilawati, 2006). Memiliki anak dengan tumbuh kembang yang optimal adalah dambaan setiap orang tua. Untuk mewujudkannya tentu saja orang tua harus selalu memperhatikan, mengawasi, dan merawat anak secara seksama (Kania,2006). Status gizi anak merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap orang tua. Orang tua perlu memberikan gizi yang seimbang untuk pertumbuhan anak. Oleh karena itu, berbagai usaha perlu dilakukan mencegah timbulnya generasi yang “retarded” atau terbelakang. Salah satu upaya yang bisa dilakukan antara lain melalui pemberian makanan pada bayi dan anak dengan pola konsumsi makanan yang tepat, sesuai dengan kebutuhan anak, dan dengan menggunakan bahan makanan lokal yang mudah di dapat.(Purnomosari, 2003). B. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Status Gizi 1. PengertianStatus Gizi Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsusmsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Supariasa dkk, 2002). 2. Standar dan Klasifikasi Status Gizi Standar baku Antropometri yang sering digunakan adalah baku Harvard dan baku WHO-NCHS (World Health Organization-National Centre for Health Statistics), untuk keperluan kegiatan pemantauan status gizi balita umumnya menggunakan baku WHO-NCHS dengan pertimbangan bahwa : a. Baku standar WHO-NCHS membedakan jenis kelamin. b. Penentuan cut off point untuk klasifikasi status gizi yang dinyatakan dalam persen. (Depkes RI,2005) Depkes RI (2005) menetapkan klasifikasi status gizi sebagai berikut: Tabel 1 Klasifikasi status gizi Indeks Klasifikasi status gizi Z score BB/U Gizi lebih > +2 SD Gizi Baik/Normal -2 s/d 2 SD Gizi Kurang/BB rendah < -2 s/d -3 SD Gizi Buruk/BB sangat rendah < -3 SD 121
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Keterangan: a. Status gizi lebih, terjadi karena sumber energi yang masuk dalam tubuh melebihi energi yang dibutuhkan untuk melakukan aktifitas. b. Status gizi baik atau normal, merupakan suatu keadaan dimana terjadi keseimbangan antara zat- zat gizi yang masuk kedalam tubuh dengan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan untuk menghasilkan energi. c. Status gizi buruk, merupkan akibat kurang terpenuhinya kebutuhan zat gizi dalam waktu lama sehinggga daoat menyebabkan penyakit defisiensi gizi. Secara antropometri, status nilai gizi diklasifikasikan menjadi: a. Gizi lebih :overweight, termasuk kegemukan dan obesitas b. Gizi baik :wellnourished c. Gizi kurang :underweight yang mencakupmild and moderate PMC (Protein Calori Malnutrition). d. Gizi buruk :severe PMC, termasuk merasmus, marasmik-kwasiokor dan kwasiorkor. (Supariasa, 2002). Menurut Supariasa (2002) ada beberapa keunggulan menggunakan Antropometri untuk penilaian status gizi: a. Alatnya mudah di dapat dan digunakan. b. Pengukuran dapat dilakukan berulang- ulang dengan mudah dan objektif. c. Pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga khusus profesional,juga oleh tenaga lain seelah dilatih untuk itu. d. Biaya relatif murah,karena alat mudah didapat dan tidak memerlukan bahan – bahan lain. e. Hasilnya mudah disimpulkan, karena mempunyai ambang batas dan buku rujukan yang sudah pasti. f. Secara ilmiah diakui kebenarannya. Hampir semua negara menggunakan antropometri sebagai metode untuk mengukur status gizi masyarakat, khususnya untuk penapisan status gizi. Penilaian Status Gizi
Pengukuran Langsung
1. 2. 3. 4.
Pengukuran Tidak Langsung
Antropometri Biokimia Klinis Biofisik
1. Survei Konsumsi 2. Statistik Vital 3. Faktor Ekologi
1. Biofisik Sumber : Supariasa, 2002 Gambar 1 Penilaian status gizi 3. Penilaian Status Gizi Penilaian status gizi dengan cara antropometri banyak digunakan dalam berbagai penilaian, di indonesia pementauan program gizi anak khususnya UPGK juga menggunakan indeks antropometri. Dalam program ini telah dikembangkan program penimbangan berat badan anak balita dan penggunaan Kartu Menuju
122
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
Sehat (KMS) untuk memantau keadaan kesehatan dan gizi melalui pertumbuhan atas dasar keneikan berat badab (Supariasa, 2002). KMS (Kartu Menuju Sehat) untuk balita adalah alat yang sederhana dan murah, yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak. Oleh karenanya KMS harus disimpan oleh ibu balita di rumah, dan harus selalu dibawa setiap kali mengunjungi posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk bidan dan dokter. 4. Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Supariasa (2002) mengatakan bahwa status gizi dipengaruhi oleh banyak faktor- faktor yang berperan dalam menentukan status gizi seseorang pada dasarnya terdiri dari 2 faktor yaitu : a. Faktor internal (nilai cerna makanan, status kesehatan, umur, jenis kelamin, status fisiologi dan ukuran tubuh) . b. Faktor eksternal (tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan gizi, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, latar belakang, sosial budaya, kebersihan lingkungan dan keadaan infeksi) Ada beberapa cara untuk menentukan status gizi pada balita yaitu dengan penilaian status gizi secara langsung dan secara tidak langsung: a. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu: (Supariasa, 2002) 1) Antropometri Adalah pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Adapun pengggunaanya secara umum yaitu untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi, terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. 2) Klinis Adalah metode yang didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi, dapat dilihat dari kulit, mata, rambut, dan kelenjar tiroid. 3) Biokimia Adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh (darah, urine, tinja, hati dan otot) , metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah. 4) Biofisika Metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya digunakan dalam situasi tertentu misal kejadian buta senja epidemik (tes adaptassi gelap). b. Penilaian status gizi secara tidak langsung. 1) Survei konsumsi makanan Adalah penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi (Supariasa, 2002). 2) Statistik vital Adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainya yang berhubungan dengan gizi (Rahmah, 2010).
123
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
3) Faktor ekologi Faktor ekologi adalah salah satu faktor yang digunakan untuk mengetahui penyakit malnutrisi di suatu masyarakat yang merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor lingkungan yang saling memengaruhi, antara lain faktor fisik, biologis, dan budaya. Ada enam faktor ekologi yang perlu dipertimbangkan sebagai penyebab malnutrisi, yaitu keadaan infeksi, sosial ekonomi, produksi pangan, konsumsi makanan, pengaruh budaya, serta pelayanan kesehatan dan pendidikan (Jeliffe, 1966 dalam penelitian Rahmah, 2010). B. Pertumbuhan Dan Pe rkembangan Balita 1. Pertumbuhan Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya multiplikasi (bertambah banyak) sel-sel tubuh dan juga karena bertambah besarnya sel (Nursalam, 2005). 2. Perkembangan Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur/fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ dan sistemnya yang terorganisasi (Nursalam, 2005). 3. Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang : a. Faktor Dalam (Internal) 1) Genetik Faktor genetik akan mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dan kematangan tulang, alat seksual, serta saraf, sehingga merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang (Nursalam,2005). 2) Perbedaan ras,etnis, atau bangsa. Tingginya badan orang Eropa akan berbeda dengan orang Indonesia atau bangsa lainnya, dengan demikian postur tubuh tiap bangsa berlainan (Nursalam,2005). 3) Keluarga Ada keluarga yang cenderung mempunyai tubuh gemuk atau perwatakan pendek (Nursalam, 2005). 4) Umur Masa pranatal, masa bayi, dan masa remaja merupakan tahap yang mengalami pertumbuhan cepat dibandingkan dengan masa yang lainnya (Nursalam, 2005). 5) Jenis kelamin Wanita akan mengalami masa prapubertas dahulu dibandingkan dengan laki- laki (Nursalam, 2005). 6) Kelainan kromosom Dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan, misalnya Sindroma Down (Nursalam, 2005). 7) Pengaruh hormon Pengaruh hormon sudah terjadi sejak pranatal, yaitu saat janin berumur 6 bulan. Pada saat itu, terjadi pertumbuhan yang cepat (Nursalam, 2005). b. Faktor Lingkungan a) Faktor pra natal (selama kehamilan), meliputi : Gizi, nutrisi ibu hamil akan mempengaruhi pertumbuhan janin, terutama selama trimester akhir kehamilan (Nursalam, 2005). Mekanis. Posisi janin yang abnormal dalam kandungan dapat menyebabkan kelainan congenital, misalnya club foot 124
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
(Nursalam, 2005). Toksin, zat kimia, radiasi. Kelainan indokrin. Infeksi TORCH atau penyakit menular seksual. Kelainan imunologi. Psikologis ibu (Nursalam, 2005). C. Perkembangan Motorik Kasar 1. Perkembangan Motorik kasar Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otototot besar seperti duduk, berdiri, dan sebagainya (Rusmil, 2009). Salah satu penyebab keterlambatan motorik kasar anak yaitu keadaan anak yang kekurangan gizi sehingga otot-otot tubuhnya tidak berkembang dengan baik dan ia tidak memiliki tenaga yang cukup untuk melakukan aktivitas (Sefiyani, 2005). Hasil penelitian Husain, pada tahun 2000 di Jawa Barat dalam penelitian Khasanah, 2008 menunjukkan bahwa status gizi berpengaruh terhadap kecerdasan serta perkembangan motorik kasar anak. Gizi yang cukup dapat meningkatkan kecerdasan dan perkembangan motorik kasar anak, sedangkan gizi kurang dapat memperlambat kecerdasan dan perkembangan motorik kasar pada anak. a. Prinsip-prinsip Perkembangan Motorik Menurut (Hurlock, 2005) Dalam perkembangan anak terdapat 5 prinsip-prinsip sebagai berikut : 1) Perkembangan motorik tergantung pada kematangan otot dan syaraf. 2) Belajar keterampilan motorik tidak terjadi sebelum anak matang. 3) Perkembangan motorik mengikuti pola yang diramalkan. 4) Dimungkinkan menentukan norma perkembangan motorik 5) Perkembangan individu dalam laju perkembangan motorik 2. Urutan Perkembangan Motorik Studi eksperimen tentang perkembangan motorik mengungkapkan adanya pola pencapaian pengendalian otot yang normal, dan dengan jelas telah menunjukkan rata-rata pada umur berapa anak mampu mengendalikan bagian badan yang berbeda. C. METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian Desain penelitian merupakan sesuatu yang penting bagi peneliti karena pertama kali peneliti menentukan apakah akan melakukan intervensi dalam penelitian tersebut ataukah hanya melaksanakan pengamatan saja (Hidayat, 2007). Desain penelitian ini menggunakan disain Korelasional yang bertujuan menganalisa hubungan 2 variabel yaitu variabel status gizi dengan variabel perkembangan motorik kasar balita umur 6-12 bulan. Jenis penelitian ini adalah bersifat Observasional, karena berusaha menggali informasi pada objek penelitian tanpa adanya suatu perlakuan dalam penelitian.
125
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
2. Kerangka Konseptual Kerangka konsep merupakan bagian penelitian yang menyajikan konsep atau teori dalam bentuk kerangka konsep penelitian (Hidayat, 2007). Faktor yang mempengaruhi status gizi: 1. faktor gizi internal a. Nilai cerna makanan b. Status kesehatan c. Umur d. Jenis kelamin e. Status fisiologis f. Ukuran tubuh 2. Faktor gizi eksternal a. Tingkat pendidikan b. Tingkat pengetahuan c. Pendapatan d. Daya beli e. Sosial budaya f. Kebersihan ling kungan g. Infeksi
Keterangan
Faktor yang mempengaruhi perembangan motorik kasar: 1. Kondisi pra lahir 2. Kelah iran yang sukar 3. Kesehatan 4. Rangsangan 5. Lingkungan
Perkembangan motorik Kasar
Status Gizi Balita umur 6-12 bulan
:
Diteliti : Tidak diteliti : Gambar 2 Kerangka Konsep Hubungan Status Gizi Dengan Perke mbangan Motorik Kasar diadopsi dari Hurlock, (2005), Supariasa, (2002). 3. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara penelitian,patokan duga,atau dalil sementara,yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut (Setiadi, 2007) H1 : Ada hubungan antara status gizi dengan perkembangan motorik kasar balita umur 6-12 bulan. 4. Identifikasi Variabel dan Definisi Ope rasional 1. Identifikasi Variabel Menurut Nursalam (2009) Variabel adalah perilaku atau karakteristik yng memberikan nilai benda terhadap sesuatu (benda,manusia,dan lain- lain). Variabel konsep yang dituju dalam suatu penelitian bersifat konkret dan secara langsung bisa diukur.Variabel- variabel yang diteliti dalam penelitian ini terdiri atas variabel dependen dan variabel independen
126
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
2. Definisi Operasional Tabel 2 Definisi Ope rasional Hubungan Motorik Kasar. Variabel Definisi ope rasional Variabel Keadaan tubuh akibat Independen: konsumsi makanan dan Status Gizi penggunaan zat-zat gizi, diukur dengan melakukan penimbangan berat badan di bandingkan dengan KMS. Variabel Dependen : Perkembanga n motorik kasar.
Motorik kasar mencakup gerakan otot-otot besar seperti otot tungkai dan le nga n pada ba lita. Diuk ur de nga n me ggunaka n perke mb a nga n loko mos i (Moto r ik k asa r)ba lita.
Status Gizi dan Perkembangan Krite ria Skala Baik : jika BB berada di Ordinal pita hijau. Kurang : jika BB berada di pita kuning. Buruk : jika BB berada di pita merah. (Depkes RI, 2002) Baik : jika balita bisa Ordinal mencapai motorik kasar sesuai umur. Cukup : jika balita bisa mencapai motorik kasar sesuai umur dengan bantuan. Kurang : jika balita tidak bisa mencapai motorik kasar sesuai umur. (Purnomo, 2012)
5. Populasi. Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Setiadi, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita umur 6-12 bulan yang terdaftar dan berkunjung ke posyandu Dusun Kedungbendo, Desa Gemekan, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto sebanyak 40 balita. 6. Sampel Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Setiadi, 2007). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua balita umur 6-12 bulan beserta ibu yang sudah terdaftar dan yang berkunjung ke posyandu yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 36 balita. Rumus yang di gunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian ini adalah: N n 1 N (d 2) 40 n 2 1 40(0,05 ) n=36 responden Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi (Setiadi, 2007). Tehnik sampling pada penelitian ini menggunakan tehnik sample random samplingdimana pemilihan sample yang dilakukan secara acak.
127
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
7. Teknik Pengumpulan Data Pada penelitian ini tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah jenis data primer. Dalam mengumpulkan data pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa kegiatan antara lain : a. Status Gizi Data status gizi didapatkan dari data sekunder yakni dengan melihat KMS sejak 1 tahun terakhir. b. Perkembangan motorik kasar Data Perkembangan motorik kasar dikumpulkan dengan melakukan observasi secara langsung dengan meminta balita untuk mempraktekkan motorik kasar dengan menggunakan alat ukur milestone. 8. Teknik Pengolahan dan Analisa Data Tehnik Pengolahan Data dalam meliputi editing, coding dan tabuling. Mengingat penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan 2 variabel yaitu variabel status gizi dan variabel perkembangan motorik kasar balita umur 6-12 bulan. Dimana variabel bebas dan variabel terikat atau variabel tergantungnya berskala nominal maka uji statistik yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan uji statistik spearman rank dengan bantuan komputer. Rumus tesstatistik Spearman Rank : rs = 1 - 6 ∑ d2 n (n²-1) Keterangan : Rs : nilai korelasi spearman rank d² : selisih setiap pasangan rank n : jumlah pasangan rank untuk spearman ( 5 < n < 30) Dimana hubungan dikatakan signifikan. Apabila Z hitung > Z tabel maka Ho ditolak artinya signifikan. Apabila Z hitung < Z tabel maka Ho diterima artinya tidak signifikan. D. HASIL PENELITIAN 1. Data Umum Pada sub bab ini akan disajikan data yang merupakan karakteristik responden berdasarkan umur dan jenis kelamin. a. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan umur. Tabel 3 Distribusi frekuensi karakte ristik responden berdasarkan umur 6-12 Bulan di Posyandu dusun kedungbendo pada tanggal 12 juni 2012. Jumlah Kriteria Umur (tahun) Frekuensi Prosentase 0 – 4 bulan 0 0 5 – 8 bulan 19 52,8 9 – 12 bulan 17 47,2 Total 36 100 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden berumur 6-8 bulan sebanyak 19 balita (52,8%).
128
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
b. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin. Tabel 4 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di Posyandu dusun Kedungbendo pada tanggal 12 juni 2012. Jumlah Kriteria Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase Laki – laki 15 41.7 Perempuan 21 58.3 Total 36 100 Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 21 balita (58.4%). 2. Data Khusus Pada sub bab ini akan disajikan data yang merupakan variabel yang akan diteliti yang meliputi status gizi balita umur 6 – 12 bulan, penrkembangan motorik kasar balita umur 6 – 12 bulan dan hubungan antara status gizi dan perkembangan motorik kasar balita Umur 6-12 Bulan. a. Distribusi frekuensi Status Gizi balita umur 6-12 bulan. Tabel 5 Distribusi frekuensi status gizi balita umur 6 -12 bulan di Posyandu dusun Kedungbendo pada tanggal 12 juni 2012. Jumlah Kriteria Status Gizi Frekuensi Prosentase Lebih 3 8,3 Baik 13 36,1 Kurang 20 55,6 Total
36
100
Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa sebagian besar berkategori kurang sebanyak 20 balita (55,6%). b. Distribusi frekuensi Perkembangan Motorik kasar balita Umur 6-12 Bulan. Tabel 6 Distribusi frekuensi perke mbangan motorik kasar balita umur 612 bulan di Posyandu dus un Kedungbendo pada tanggal 12 juni 2012. Jumlah Kriteria Perkembangan Motorik Kasar Frekuensi Prosentase Baik 14 38,9 Cukup 13 36,1 Kurang 9 25 Total 36 100 Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa hampir setengah responden berkategori baik sebanyak 14 balita (38,9%).
129
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
c. Hubungan Antara Status Gizi dan Perkembangan Motorik kasar balita Umur 6-12 Bulan. Tabel 7 Cross Tab status gizi dan perkembangan motorik kasar balita umur 6-12 bulan te rhadap 36 balita di Posyandu dusun Kedungbendo pada tanggal 12 juni 2012. Milestone Baik Cukup Kurang Total Status Gizi F % F % F % F % Lebih 3 (8,3%) - 3 8,3 Baik 7 (19,4%) 6 (16,7%) - 13 36,1 Kurang 4 (11,1%) 7 (19,5%) 9 (25%) 20 55,6 Total 14 38,8 13 36,2 9 25 36 100 Dari tabel 7 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden 55,6 % balita yang memiliki status gizi kurang hampir setengah responden (25%) dan memiliki memiliki perkrmbangan motorik yang kurang. d. Hasil Uji Hipotesis Untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan pencapaian motorik kasar balita umur 6-12 bulan di Posyandu Dusun Kedungbendo, Desa Gemekan, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto. Maka dilakukan pengujian menggunakan uji statistik Corelation Spearman Rank. Hasil perolehan nilai Rho 0,569. Semakin nilai Rho mendekati 1 maka hubungan semakin erat ( Semakin tinggi nilai status gizi maka semakin tinggi nilai perkembangan motorik kasar). Bardasarkan analisis Statistik korelasi Spearman Rho yang nyata atau signifikan antara status gizi dan perkrmbangan motorik kasar balita umur 6-12 bulan. Dengan demikian Ho ditolak dan H1 diterima. E. PEMBAHASAN 1. Status gizi balita umur 6-12 bulan Hasil penelitian yang dilakukan pada 36 balita di posyandu Dusun kedungbendo Desa Gemekan Kec.Sooko Kab. Mojokerto didapatkan bahwa sebanyak 20 balita (55,6%) mempunyai gizi kurang. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat makanan dan penggunaa n zatzat gizi (Supariasa dkk, 2002). Uripi, 2004 menyatakan bahwa status gizi merupakan status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan asupan zat gizi. Antara asupan zat gizi dan pengeluarannya harus ada keseimbangan sehingga diperoleh status gizi yang baik. Dalam penelitian Levitsky dan Strupp,(2010) terhadap tikus mengungkapkan bahwa kurang gizi menyebabkan functional isolationism „isolasi diri‟ yaitu mempertahankan untuk tidak mengeluarkan energi yang banyak (conserve energy) dengan mengurangi kegiatan interaksi sosial, aktivitas, perilaku eksploratori, perhatian, dan motivasi. Aplikasi teori ini kepada manusia adalah bahwa pada keadaan kurang energi dan potein (KEP), anak menjadi tidak aktif, apatis, pasif, dan tidak mampu berkonsentrasi. Akibatnya, anak dalam melakukan kegiatan eksplorasi lingkungan fisik di sekitarnya hanya mampu sebentar saja dibandingkan dengan anak yang gizinya baik, yang mampu melakukannya dalam waktu yang lebih lama. Model functional isolationism yang d ilukiskan ini sama dengan teori sebelumnya bahwa aspek-aspek essensial dan universal untuk perkembangan kognitif ditekan oleh mekanisme penurunan aktivitas pada keadaan kurang gizi. Malnutrisi berhubungan dengan gangguan gizi, yang dapat diakibatkan oleh pemasukan makanan yang tidak adekuat, gangguan pencernaan atau absorbsi, atau kelebihan makan. Kekurangan gizi merupakan tipe dari malnutrisi. Asupan zat 130
HOSPITAL MAJAPAHIT
2.
3.
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
gizi dari makanan yang dikonsumsi kemudian akan menghasilkan dampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Pertumbuhan anak yang dapat dilihat dari status gizinya (Moore, 1997; Supariasa dkk, 2002). Pada tabel 4.4 sebagian besar balita mempunyai gizi kurang sebanyak 20 balita (55,6%) terbukti pada saat penelitian kebanyakan balita yang mempunyai status gizi kurang terlihat kurus,lemas,pasif dan tidak semangat (tidak aktif dalam kegiatan bermain dengan teman-temannya). Hal ini bisa mengakibatkan dalam sehari-harinya balita menjadi minder,kurang pergaulan dan rusaknya hubungan sosial terhadap teman-temannya dan masyarakat sekitarnya. Hal ini sangat perlu diperhatikan karena salah satu masalah kesehatan dan sosial yang dihadapi Indonesia adalah rendahnya status gizi masyarakat terutama pada balita. Pencapaian Motorik kasar balita umur 6-12 bulan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 36 balita umur 6-12 bulan di Posyandu dusun Kedungbendo menunjukkan bahwa perkembangan motorik kasar balita umur 6-12 bulan di Posyandu dusun kedungbendo berada pada tingkat yang baik karena sebagian besar balita umur 6-12 bulan yang ada di Posyandu dusun kedungbendo berada pada kategori baik sebanyak 14 balita (38,9%). Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar seperti duduk, berdiri, dan sebagainya (Rusmil, 2009). Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh. Kemampuan motorik kasar merupakan salah satu proses tumbuh kembang yang harus dilalui dalam kehidupan anak. Terjadinya gangguan dini pada proses tersebut akan menghambat laju pertumbuhan dan perkembangan anak. Dalam penelitian Sulastowo, (2008) faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik kasar adalah pemberian konsumsi makanan. Kurangnya pemberian makanan yang sehat dan cukup gizi pada balita umur 6-12 bulan bisa menyebabkan terganggunya perkembangan mental, terganggunya pertumbuhan badan, serta terdapatnya berbagai jenis penyakit pada bayi merupakan akibat langsung maup un tidak langsung dari kurang gizi. Dengan demikian kurangnya pemberian makanan yang sehat dan cukup gizi pada balita umur 6-12 bulan bisa menghambat pertumbuhan motorik kasar. Pada tabel 4.5 sebagian besar balita mempunyai perkembangan motorik kasar baik, tapi pada saat penelitian terbukti balita yang status gizinya kurang kebanyakan perkembangan motorik kasarnya kurang dan tidak aktif dalam kegiatan bermain dengan teman-temannya.Di posyandu ini banyak balita yang perkembangan motorik kasarnya baik dan bisa melakukan perkembangan motorik kasar sesuai dengan umur balita masing- masing. Hubungan Status Gizi Dan Perkembangan Motorik Kasar Balita Umur 6-12 Bulan. Pada hasil analisa data “ Hubungan Status Gizi Dan Perkembangan Motorik kasar balita Umur 6-12 Bulan Di Posyandu dusun Kedungbendo, Desa Gemekan, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto “ dengan menggunakan uji statistik Corelation Spearman Rank didapatkan hasil nilai rho 0,569. Artinya ada hubungan antara status gizi dan perkembangan motorik kasar balita umur 6-12 bulan. Salah satu penyebab keterlambatan motorik kasar anak yaitu keadaan anak yang kekurangan gizi sehingga otot-otot tubuhnya tidak berkembang dengan baik dan ia tidak memiliki tenaga yang cukup untuk melakukan aktivitas (Sefiyani, 2005). Dalam penelitian Purnomo, (2006) Seorang anak dengan status gizi baik dan sehat akan merespon perubahan lingkungan secara efektif dan selanjutnya akan mempercepat perkembangan motorik kasar balita. Kombinasi aktifitas seperti gizi, 131
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
kesehatan dan stimulasi akan berdampak lebih signifikan terhadap perkembangan motorik balita. Keadaan kurang gizi juga berasosiasi dengan keterlambatan perkembangan motorik balita. Apabila Keadaan kurang gizi dapat diperbaiki dengan pemberian suplemen makanan maka perkembangan motorik balita akan bertambah baik pula. Keadaan ini dapat disimpulkan bahwa perkembangan motorik balita berhubungan erat dengan status gizi. Pada penelitian ini terbukti bahwa balita yang status gizinya kurang terlihat kurus,lemas,pasif dan tidak semangat,meskipun tidak semuanya balita yang status gizinya kurang perkembangan motorik kasarnya juga kurang. Tapi dari semua balita yang status gizinya kurang kebanyakan perkembangan motorik kasarnya juga kurang dan tidak aktif dalam kegiatan bermain dengan teman-temannya. dalam sehariharinya balita juga minder,kurang bergaul dan malu jika bersosialisasi dengan temantemannya dan orang lain. Maka dari itu balita harus lebih diperhatikan dan diberi dukungan selain memperbaiki status gizinya agar balita tidak minder dan bisa bersosialisasi dengan baik. Pada tabel 4.6 hampir setengah balita yang mempunyai status gizi kurang maka perkembangan motorik kasarnya juga kurang sebanyak 9 balita (25%). F. PENUTUP A. SIMPULAN Berdasarkan pembahasan dan analisa yang telah disampaikan dalam bab sebelumnya. Maka simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: a. Status gizi balita umur 6-12 bulan yang ada di Posyandu Dusun Kedungbendo, Desa Gemekan, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto lebih dari 50 % berkategori kurang sebanyak 20 balita( 55,6%). b. Perkembangan motorik kasar balita umur 6-12 bulan di Posyandu Dusun Kedungbendo, Desa Gemekan, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto berada pada tingkat yang baik karena hampir setengah berkategori baik sebanyak 14 balita ( 38,9%) c. Terdapat hubungan status gizi dengan perkembangan motorik kasar balita umur 612 bulan di posyandu dusun Kedungbendo desa Gemekan kecamatan Sooko kabupaten mojokerto, didapatkan hasil Rho hitung : 0,569. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang di dapat, maka saran-saran yang perlu diupayakan : 1) Bagi ibu ( masyarakat) Untuk meningkatkan status gizi maka ibu diharapkan untuk melakukan upaya pemberian makanan dengan pola konsumsi dan makanan yang tepat, sesuai dengan kebutuhan anak dengan menggunakan bahan makanan lokal yang mudah didapat. Untuk meningkatkan perkembangan motorik kasar balita umur 6-12 bulan maka ibu diharapkan untuk melakukan rangsangan dan latihan pada balita yang diharapkan dapat merangsang balita untuk melakukan gerakan yang diberikan. 2) Bagi peneliti selanjutnya Setelah penelitian ini dilaksanakan dan diperoleh hasil tentang adanya hubungan yang sinifikan antara status gizi dan perkrmbangan motorik kasar balit a umur 6-12 bulan. Peneliti memberikan kesempatan pada mahasiswa calon peneliti selanjutnya yang tertarik untuk lebih mengembangkan hasil penelitian ini dengan menggunakan data status gizi dan perkembangan motorik kasar secara time series dengan harapan penelitian ini akan lebih baik.
132
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 5 No. 1 Pebruari 2013
DAFTAR PUSTAKA Andrie. (2010). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Gerak, (http://andriededi.blogspot.com ) di akses tanggal 26 Mei 2012 Depkes RI. (2000). Referensi Kesehatan. (http://creasoft.wordpress.com) diakses pada tanggal 19 Mei 2012 Hidayat. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Medika Hidayat. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Edisi Kedua. Jakarta: Salemba Medika Hurlock. (1978). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga Kartika, (2002), Center for Research and Development of Nutrition and Food, NIHRD, (http://digilib.litbang.depkes.go.id) di akses tanggal 26 Mei 2012 NN. (2010). Perkembangan Motorik Kasar Balita. (http://blogpot.com) diakses pada tanggal 17 Mei 2012 Nursalam. (2005). Keperawatan Bagi Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika Nursalam. (2009). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Purnomo, (2006),Hubungan status Gizi dengan pencapaian motorik Milestone Anak, (repository.unhas.ac.id/bitstream) diakses pada tanggal 19 April 2012 Repository.unhas.ac.id/bitstream/BAB%20I%20-%20IV.docx?...diakses pada tanggal 5 Mei 2012. Repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/400/BAB%20II.docx?...diakses pada tanggal 27 Mei 2012. Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu Setiawan, (2010). Hubungan Status Gizi dan perkembangan Motorik Kasar anak. (http://perpusnwu.web.id/karyailmiah/shared/biblio) diakses pada tanggal 27 Mei 2012 Status Gizi Versi KMS, (2008). baby, food, gizi, health, nutition. (http://digilib.unimus.ac.id) Supariasa. (2002). Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC Suparyanto. (2010). Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak Balita. (http://suparyanto.blogspot.com) diakses pada tanggal 20 Mei 2012
133