INFOBPJS Edisi XXVII Bulan Oktober 2015
Media Internal Resmi BPJS Kesehatan
Kesehatan
RUTIN BAYAR IURAN
Sebagai Bentuk Gotong Royong
“
Pengarah
Fachmi Idris Penanggung Jawab
Purnawarman Basundoro Pimpinan Umum
Ikhsan
Pimpinan Redaksi
Irfan Humaidi Sekretaris
Rini Rachmitasari Sekretariat
Ni Kadek M. Devi Eko Yulianto Paramitha Suciani Redaktur
Diah Ismawardani Elsa Novelia Ari Dwi Aryani Asyraf Mursalina Budi Setiawan Dwi Surini Tati Haryati Denawati Angga Firdauzie Juliana Ramdhani Distribusi dan Percetakan
Basuki Anton Tri Wibowo Ahmad Tasyrifan Ezza Fauziah Aulatun Nisa Ranggi Larrisa Buletin diterbitkan oleh: BPJS Kesehatan Jln. Letjen Suprapto PO BOX 1391/JKT Jakarta Pusat Tlp. (021) 4246063, Fax. (021) 4212940 Redaksi menerima tulisan artikel/opini berkaitan dengan tema seputar BPJS Kesehatan maupun tema-tema kesehatan lainnya yang relevan dengan pembaca yang ada di Indonesia. Panjang tulisan maksimal 7.000 karakter (termasuk spasi), dikirimkan via email ke alamat: redaksi.
[email protected] dilengkapi identitas lengkap dan foto penulis
SURAT PEMBACA
email :
[email protected]
Fax : (021) 4212940
Yth. Redaksi Saya mau tanya saya pemegang kartu BPJS Kesehatan dari pemerintah dan saya tidak dikenakan biaya pembayaran tiap bulannya. Yang saya mau tanyakan apakah BPJS Kesehatan saya sama seperti BPJS Kesehatan yang bayar bulanan? Terimakasih Isnainie Ulfa
Jawab : Yth. Ibu Isnainie Ulfa di tempat Pertama kami ucapkan terima kasih atas perhatian Ibu kepada BPJS Kesehatan. Menjawab pertanyaan Ibu, pelayanan kesehatan yang berhak diperoleh peserta BPJS Kesehatan yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah sama dengan peserta BPJS Kesehatan kelas III yang membayar sendiri. Manfaat yang bisa didapatkan pun sama, seperti administrasi pelayanan kesehatan, pemeriksaan, tindakan medis, jasa konsultasi dokter, obat, dan sebagainya. Agar pelayanan kesehatan Ibu bisa dijamin oleh BPJS Kesehatan, mohon Ibu berkenan senantiasa mengikuti prosedur dan ketentuan yang berlaku. Semoga membantu dan sehat selalu. Redaksi
INFO BPJS
Kesehatan EDISI XXVII Bulan Oktober 2015
SI BESAR YANG KECIL, SI KUAT YANG LEMAH
“
Redaksi
CEO Message
TERINSPIRASI sebuah gambar yang ditemukan di sosial media, rasanya begitu mendalam bila dicari makna yang terkandung didalamnya. Di dalam gambar, terlihat seorang anak kecil sedang menuntun seekor kerbau yang sangat besar dengan seutas tali tipis yang melingkar di lehernya. Kata tulisan dalam gambar itu, “Kalau si kerbau mau, mudah saja ia lari kencang ke tengah sawah.” Namun nyatanya - ditambahkan lagi komentar dalam gambar tersebut, “Kerbau ini sudah yakin ia terkekang selamanya; yang kokoh itu bukan talinya, tapi keyakinannya...”
Kata-kata “yang kokoh itu bukan talinya, tapi keyakinannya” begitu menarik untuk direnungkan. Kerbau yang secara kasat mata besar, kuat dan kokoh, nyatanya ciut nyali untuk memberontak dari seutas tali. Bukan karena si kerbau tak bertenaga, namun lebih karena telah terberangusnya keyakinan yang ada. Bukan karena kerbau tak berani, namun faktanya ia sendiri tak menyadari bahwa keberaniannya telah terkebiri. Si kerbau hanya memiliki kepercayaan semu yang membelenggu, bahwa ia adalah makhluk lemah yang tidak mampu. Ini lah contoh nyata bahwa yang kuat bisa menjadi lemah, yang besar bisa merasa kecil, dan yang perkasa bisa jadi hanya penampakannya saja karena hatinya tiada berdaya. Si kerbau besar yang kuat itu, nyatanya lemah dan takluk oleh penjara keyakinannya sendiri yang palsu dan sangat menipu. Kisah yang menyerupai kelemahan si kerbau sebetulnya seringkali kita dengar. Ada si lebah, si kutu atau si belalang yang yang dikurung dalam toples, kotak, atau apapun bentuk kurungannya yang akhirnya menyebabkan makhluk-makhluk yang kodratinya mampu terbang atau meloncat tinggi itu menjadi si kerdil yang hanya mampu berjinjit kaki. Sungguh mengenaskan.... Dalam kehidupan manusia ada pula peristiwa yang hampir sama, yaitu bagaimana raksasa elektronik dunia harus bertekuk lutut tak berdaya di bawah ketiak pesaing yang tidak pernah diperhitungkan sebelumnya. Peristiwa ini dituliskan dengan sangat dramatik oleh seorang blogger muda bernama Yodhia Antariksa pada tanggal 3 September 2012. Melalui tulisannya yang berjudul “The Death of Samurai : Robohnya Sony, Panasonic, Sharp, Toshiba dan Sanyo”, Yodhia telah menghebohkan dunia maya dan menggugah argumen para ahli manajemen untuk mengulas asal muasal jatuhnya perusahaan-perusahaan raksasa Jepang oleh perusahaan Korea. Tak kurang bahkan tokoh sekaliber Professor Ahmad Syafii Maarif, di laman Republika.co.id pada turut mengomentari artikel ini. Inti dari artikel Yodhia ini adalah bahwa tanpa diduga industri elektronika Jepang yang telah merajai pasar dunia selama 20 tahun, ternyata mampu dipatahkan oleh serbuan Samsung dan LG buatan Korea secara sistematik dan terencana. Secara berturut-turut Sony, Panasonic dan Sharp mengumumkan kerugian trilyunan rupiah. Harga-harga saham mereka hancur berkeping-keping. Sanyo berniat menjual dirinya karena hampir tak mampu bertahan. Sharp berencana menutup divisi AC dan TV Aquos-nya. Sony dan Panasonic akan mem-PHK ribuan karyawan mereka. Dan Toshiba? Sebentar lagi divisi notebook-nya pun akan bangkrut setelah produk televisi mereka juga mati. Kondisi tak menguntungkan ini, kemudian diperparah lagi dengan serbuan barangbarang murah China yang banjir di pasar Jepang. Atau bahkan akibat badai tekhnologi gadget Apple yang begitu hits mendunia, yang faktanya secara terbuka telah mempermalukan Sony sebagai produk kuno yang jauh dari kata smart ala Amerika. Terkait tema di atas yaitu, “yang lemah mengalahkan yang kuat” dan sejenisnya, Malcolm Gladwell (2013) dalam bukunya “David dan Goliath” juga menceritakan panjang lebar tentang hal tersebut disertai bukti risetnya. Dua tokoh dalam bukunya, yakni David yang digambarkan mewakili kaum lemah dan Goliath yang mewakili kaum yang kuat ibarat raksasa selalu berseteru. Dan ajaibnya dalam cerita ini, David selalu mampu mengalahkan Goliath meskipun secara fisik mereka sangat tak sepadan. Sebagaimana tema kisah fabel atau pun dongeng klasik lainnya, yang lemah namun baik hati hampir pasti selalu menang melawan si besar yang bodoh tetapi anarki. Namun bukan itu inti ceritanya. Bukan si lemah yang pasti selalu menang, namun mengapa yang lemah dapat menemukan kemenangan? Menurut seorang pakar, “life is uncertain, the future is unknown”. Menghadapi perubahan yang radikal, manusia sebagai mahluk tertinggi ciptaan Tuhan tak bisa hanya pasrah dan berdiam diri dalam kenyamanan. Kita pun harus bergerak menyesuaikan diri dalam putaran perubahan bumi yang tiada pernah berhenti. Pola pikir kita harus terus di-upgrade, di-update, bahkan mungkin install ulang. Kita tidak bisa menunggu, melainkan harus terus berkreasi. Kita tidak bisa hanya bertahan, tetapi harus bergerak. Kita bukan sekedar sukses, melainkan harus menang. Kita harus bergerap dalam high level optimalization, atau pemberdayaan tingkat tinggi. Sekuatnya, semampunya, semaksimal mungkin mengeksplorasi pengetahuan, keterampilan, dan sikap attitude yang kita miliki untuk mencapai keberhasilan. Untuk melakukan inovasi hari demi hari, serta untuk mencetak gol-gol kemenangan baru dari waktu ke waktu. Hakikat dari pemberdayaan itu adalah memberi akses kepada semua orang untuk mengaktualisasikan diri mereka sesuai potensi diri yang dimilikinya. Faktanya, tidak sedikit para penyandang disabilitas atau cacat fisik bisa memperoleh keberhasilan luar biasa melebihi keberhasilan yang dicapai oleh manusia normal setelah mereka memperoleh akses mewujudkan keinginannya. Demikian pula dengan kultur Korea, ada satu rahasia yang menjadikan mereka sebagai underdog, si raja baru penguasa dunia. Ternyata dalam pola pendidikan Korea, anak-anak mereka diajarkan untuk lebih banyak mempraktikan kedisiplinan, kemandirian, kreatifitas dan bersosialisasi dengan lingkungan sebagai nilai dasar yang ditanamkan sejak dini. Dalam hal keilmuan, mereka sangat concern pada pelajaran matematika dan sains. Mereka terbiasa menghapal rumus matematika, bukan hanya rumus besarnya namun juga rumus-rumus turunannya. Lingkungan belajar pun didesain dengan sangat cermat dengan memperhitungkan kebutuhan siswa di masa depan, sehingga di sekolah banyak disediakan fasilitas dan pola belajar yang bersifat global seperti wajib berbahasa Inggris, ada pojok tekno, kurikulum yang adaptif dengan dunia kerja dsb. Artinya, semua bisa menjadi pemenang selama kemenangan itu sudah direncanakan, disiapkan dan konsisten dijalankan. Menilik negara kita Indonesia, rasanya tidak tepat bila kita berbicara kemajuan negara lain lalu mengolok dengan mengatakan bahwa seluruh kodisi di Korea terbalik sempurna dengan kondisi di sini di negara kita tercinta. Telah banyak perubahan yang terjadi, dan sudah banyak prestasi yang kita perlu banggakan sebagai suatu kemajuan anak negeri. Ide kreatif seperti Go-Jek yang menyundul pasar transportasi lokal, adalah bukti bagaimana ide gila di tengah kemacetan kota bisa menjadi peluang usaha yang mampu mengalahkan omset taxi komersial yang sudah berdiri puluhan tahun lamanya, dan tentu dengan modal kapital yang juga sangat besar jumlahnya. Lalu kita buktikan sendiri, bagaimana predikat masyarakat Indonesia yang “ndableg” telah pupus dengan keberhasilan KAI di bawah komando Jonan menjadikan para penumpang menjadi tertib, on the rule dan bisa diatur dalam berkendaraan umum. Perubahan radikal bagi seluruh penumpang, pedagang, dan yang pasti di dalam KAI sendiri telah menjadikan kereta api sebagai satu moda transportasi yang aman, nyaman dan ke depan pasti membanggakan. “Siapa bilang manusia Indonesia tidak bisa diatur?”, dengan lantang kita sekarang bisa berkata. Begitu juga dengan program Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat yang dikelola BPJS Kesehatan, perubahan radikal atas perilaku peserta, karena harus menjalani sistem regulasi berjenjang, perilaku provider yang harus berubah akibat prospective payment system (Kapitasi dan INA CBGs), perilaku Duta BPJS Kesehatan yang harus berubah karena cara-cara kerja yang berubah, semua yakin bisa dicapai. So, ayo maju, maju dan maju sebab kita bukanlah si besar yang kecil dan si kuat yang lemah. Yakinlah, bahwa kita adalah si besar yang besar dan si kuat yang kuat. Jangan terbalik! Direktur Utama Fachmi Idris
SALAM REDAKSI Tertib Bayar Iuran Untuk Keberlangsungan JKN Pembaca setia Info BPJS Kesehatan, Program Jaminan kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan mulai dirasakan penting oleh sebagian besar masyarakat. Peningkatan jumlah peserta menjadi indikator bahwa program ini semakin dibutuhkan. Saat ini tercatat jumlah peserta BPJS Kesehatan lebih dari 150 juta orang. Itu berarti lebih dari separuh penduduk Indonesia sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan. Mengingat pentingnya JKN, maka semua pihak dituntut aktif menjaga agar program itu bisa berjalan secara berkelanjutan. Salah satu upaya yang bisa dilakukan peserta BPJS Kesehatan menjaga keberlanjutan JKN yakni rutin membayar iuran. Dalam edisi 27 kali ini, Info BPJS Kesehatan akan membahas tentang sustainibilitas Program JKN yang dikelola BPJS Kesehatan.Bagaimana peserta lain yang sakit sangat membutuhkan uluran tangan peserta lain yang sehat untuk membiayai pelayanan kesehatan. Bagaimana kontribusi peserta yang wajib secara rutin membayar iuran, serta upaya-upaya BPJS Kesehatan dalam mempermudah akses pembayaran iuran, semuanya akan kami muat dalam rubrik FOKUS. Dalam rubrik BINCANG kami juga menghadirkan Kepala Eksekutif Pengawas Industri Non Bank OJK, Firdaus Djaelani, dalam upaya OJK sebagai pengawas internal memantau kesehatan keuangan BPJS Kesehatan. Seiring dengan penerbitan Info BPJS Kesehatan, kami mengucapkan terima kasih atas berbagai dukungan dan tanggapan atas terbitnya media ini. Semoga kehadiran media ini dapat menjadi jembatan informasi yang efektif bagi BPJS Kesehatan dan stakeholder-stakeholder-nya. Selamat beraktivitas. Salam Redaksi
DAFTAR ISI Bincang - Firdaus Djaelani, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Non Bank OJK: Program JKN Didesain Untuk Kebersamaan (Gotong Royong)
6
Fokus 1 - Rutin Bayar Iuran, Sebagai Bentuk Gotong Royong
3 4
Fokus 2 - Rutinitas Peserta Membayar Iuran Penting Untuk Menjaga Keberlanjutan JKN Benefit - Gagal Ginjal, Lebih Efektif Cuci Darah Dirumah Pelanggan - Ingin Terapi CAPD Bayar Iuran Ikuti Prosedurnya Testimoni - Nurdin Hidayatulloh CAPD aja, Penderita dan Keluarga Nyaman Sehat - Sayangi Ginjalmu Sebelum Menyesal
7 8 9
10
FOKUS
EDISI 27 BULAN OKTOBER T 2015
RUTIN BAYAR IURAN
Sebagai Bentuk Gotong Royong Mistriyah, 26, warga RT 03/RW 04 Kedungkandang, Kota Malang harus sabar mendampingi anaknya, Ahmad Damanhuri, 4,5 tahun yang harus menjalani kemoterapi karena menderita leukemia atau kanker darah putih.
K
emoterapi dilakukan setiap dua minggu sekali. Sebagian terapinya diulang setiap tujuh hari dan ada juga yang diulang setiap 14 hari, sehingga Mistriyah harus bolak-balik ke rumah sakit. Setiap kemoterapi, Daman, begitu sapaan akrab anaknya, harus menginap di rumah sakit selama tiga hari. Mistriyah harus sabar mendampingi anak semata wayangnya menjalani terapi, sementara suaminya, Muhammad Jumeneng harus tetap bekerja sebagai supir pengantar buah. Daman telah menjalani kemoterapi selama 2,5 tahun. Biaya kemoterapi setiap paket terapi mencapai sekitar Rp 7 juta. Bisa dibayangkan berapa banyak biaya yang dibutuhkan, selain biaya lain-lain selama pengobatan. Mistriyah menceritakan, awalnya Daman mengalami demam, oleh dokter didiagnosa mengalami demam berdarah, kemudian dirawat di RS Muhammadiyah. Karena sakit tak kunjung sembuh lalu dirujuk ke RS Lavalet. Di sana dicek sumsum tulang belakangnya, ternyata Daman menderita Acute Myeloid Leukemia (AML) M4. Sehingga harus menjalani kemoterapi.
“Keluarga waktu itu menolak, lalu selama sebulan di rumah. Tetapi tiba-tiba kondisi Daman ngedrop, pucat dan lemas. Lalu saya bawa langsung ke RS Saiful Anwar, langsung transfusi darah dan sekarang leukimianya menjadi ALL (Acute Lymphocytic Leukemia). Sampai sekarang berobat di sini,” ujar Mistriyah. Mistriyah merasa beruntung, karena Daman jadi peserta BPJS Kesehatan. Awalnya, Daman masuk peserta jaminan kesehatan daerah (Jamkesda), sejak Januari 2014 keluarga mendaftarkan Daman jadi peserta BPJS Kesehatan kategori peserta bukan penerima upah (PBPU) dan mengambil ruang perawatan kelas 3 dengan biaya Rp 25.500 per bulan. Keluarga sangat tertolong dengan program itu karena sangat membantu biaya pengobatan Daman. Jika tidak ikut program jaminan kesehatan nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan, keluarga Mistriyah bakal kebingungan mencari biaya untuk kebutuhan pengobatan Daman. Pentingnya program JKN juga dirasakan Sringatin, 55 tahun, warga Nusantara VII Perumahan Jatimulya, Bekasi. Sejak Mei 2014 dia menjadi peserta BPJS Kesehatan kategori PBPU atau mandiri.
Sringatin yang memiliki warung makan ini, memilih kelas 1 dengan iuran sebesar Rp 59.500 per orang perbulan. “Beruntung sudah punya BPJS Kesehatan sehingga perawatan di rumah sakit yang seharusnya membayar Rp 10 juta, ditanggung oleh BPJS Kesehatan,” kata Sri, panggilan akrab Sringatin. Setiap bulan Sri rutin membayar iuran premi BPJS Kesehatan melalui Bank Mandiri. Tetapi dia mengakui sesekali pernah terlambat membayar. “Ya, untuk membayar iuran saya dibantu anak saya. Sebaiknya sih enggak boleh telat bayar,” ujarnya. Sri mengaku manfaat yang diperoleh dari BPJS Kesehatan sangat besar sekali. Suaminya, masih terus dijaga kesehatannya, masih harus kontrol rutin dan tidak perlu lagi khawatir soal biaya jika sewaktu-waktu mendapat serangan stroke atau sakit yang lainnya. “Maunya sehat, tidak sakit lagi. Saya juga tidak mau sakit, enggak mau sakit, enggak mau menggunakan kartu BPJS Kesehatan, biarin iuran setiap bulan asalkan sehat saja,” kata Sri. Sementara, Siti Bandiah, 45 tahun, warga Trenggalek, Jawa Timur, juga sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan “Sejak April 2015, saya sekeluarga sudah jadi peserta BPJS Kesehatan. Katanya, kan wajib dan kalau tidak sakit berarti kita ikut membantu peserta yang sakit, jadi gotongroyong begitu,” kata Siti saat ditemui di Rumah Sakit Saiful Anwar, Malang. Samingan, suami Siti hanyalah buruh tani, sehingga mereka memutuskan untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan kelas 3 dengan iuran sebesar Rp 25.500 perorang perbulan. Jadi, setiap bulan keluarga SaminganSiti harus menyisihkan uang sebesar Rp 102.000 untuk iuran premi BPJS Kesehatan.
Sringatin mengetahui BPJS Kesehatan sudah beroperasi 1 Januari 2014, tapi saat itu tidak langsung mendaftarkan diri. Namun, ketika suaminya tiba-tiba terserang stroke pada bulan Mei 2014, saat itu pula Sri langsung mendaftarkan suaminya, Mega Sukonedy sekaligus dirinya menjadi peserta BPJS Kesehatan.
Info BPJS Kesehatan
Setelah beberapa bulan menjadi peserta, anak keduanya, Sarirotul Rodiah, 13 tahun, siswa SMPN 1 Trenggalek jatuh sakit. Setelah berobat di Puskesmas Baruharjo, Sarirotul dirujuk ke RSU Trenggalek, Jawa Timur. Karena tidak kunjung sembuh dan tensinya mencapai 150/120, lalu Sarirotul dirujuk ke Rumah Sakit Saiful Anwar Malang. “Ternyata setelah di scan ada gangguan di sekitar ginjal,” ujar Siti.
Semua biaya ditanggung oleh BPJS Kesehatan, kecuali untuk transportasi menuju RSSA Malang dirinya harus mengeluarkan biaya sewa mobil sebesar Rp 500.000 dari kantongnya sendiri. “Mendingan lah, daripada tidak punya BPJS Kesehatan, mungkin lebih repot lagi,” kata Siti. Itulah beberapa pengakuan dari peserta BPJS Kesehatan yang merasakan pentingnya program JKN yang dikelola BPJS Kesehatan. Sebagaimana kewajiban sebagai peserta, mereka telah berupaya membayar iuran secara rutin. UU SJSN dan UU BPJS secara jelas menyebutkan salah satu asas pelaksanaan program jaminan kesehatan yaitu gotong royong. Para peserta itu telah menjalankan amanat UU yakni bergotong royong dengan cara membayar iuran secara rutin. Sayangnya, belum semua peserta menunaikan kewajibannya untuk membayar iuran. Akibatnya, iuran yang masuk ke BPJS Kesehatan secara umum jumlahnya lebih kecil ketimbang biaya yang dibayar BPJS Kesehatan kepada provider baik puskesmas, dokter keluarga, klinik dalam bentuk kapitasi dan klaim kepada RS, dalam rangka memberi pelayanan kepada peserta. Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa, mengatakan program jaminan kesehatan sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam memberikan pelayanan dasar kepada masyarakat. Berbagai kebutuhan dasar itu salah satunya kesehatan. Ia menilai program ini sifatnya strategis, berbeda Khofifah Indar dengan bantuan sosial yang sifatnya Parawansa sementara waktu. “Saya rasa ini menjadi komitmen dalam memberi pelayanan kebutuhan dasar untuk masyarakat,” katanya. Walau begitu Khofifah menyadari ada sebagian peserta yang tidak patuh membayar iuran. Padahal, mereka telah merasakan manfaat program jaminan kesehatan yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. Misalnya, ada peserta yang baru mendaftar ketika sakit, mengambil ruang
3
FOKUS
EDISI 27 BULAN OKTOBER T 2015
melunasi tunggakan iuran terlebih dahulu jika ingin mendapat pelayanan kesehatan.
“Saya mengimbau kepada seluruh peserta agar rutin membayar iuran, bayarlah iuran selagi kita sehat. Karena suatu saat nanti kalau telat bayar iuran peserta pasti akan ditagih untuk membayar seluruh tunggakannya, nanti peserta akan repot ketika jatuh sakit tapi harus melunasi tunggakan terlebih dulu,” kata Fachmi. perawatan kelas 1. Setelah sembuh, peserta itu tidak lagi membayar iuran. “Kita tidak menutup mata kalau terjadi moral hazard, yang menikmati justru orang-orang yang tingkat ekonominya berkecukupan,” ujarnya. Khofifah mencatat dari berbagai macam kategori peserta BPJS Kesehatan, yang rutin membayar iuran yaitu peserta penerima bantuan iuran (PBI). Sebab, pemerintah secara rutin membayar iuran peserta PBI yang jumlahnya saat ini mencapai 88,2 juta orang dengan cara mengalokasikan dana dari APBN. Bahkan tahun 2016 pemerintah merencanakan untuk meningkatkan jumlah PBI menjadi 92,4 juta orang. Khofifah kerap melihat orang salah menganggap PBI itu gratis, padahal sesungguhnya iuran PBI ditanggung oleh pemerintah. Artinya, sebagai peserta BPJS Kesehatan PBI juga ikut membayar iuran secara rutin. Ia mengingatkan, masyarakat yang masuk kategori PBI harus mendapat persetujuan Kementerian Sosial. Setelah Kementerian Sosial menerbitkan Surat Keputusan jumlah PBI lalu dilanjutkan ke Kementerian Kesehatan. Kemudian datadata PBI itu diserahkan kepada BPJS Kesehatan untuk dilayani sebagai peserta.
Fachmi Idris
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, menekankan kepada seluruh masyarakat sistem jaminan kesehatan yang diselenggarakan BPJS Kesehatan membutuhkan gotong royong. Bagi peserta, salah satu wujud gotong royong itu bisa dilakukan dengan cara membayar iuran secara rutin.
Oleh karena itu Fachmi mengimbau agar seluruh peserta segera mendaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan selagi sehat. Begitu pula dengan membayar iuran, harus rutin dilakukan setiap bulan. Jika itu tidak dilaksanakan maka peserta akan rugi ketika ingin memperoleh pelayanan kesehatan. Sebab, peserta yang bersangkutan harus
Anggota DJSN, Subiyanto, secara umum menyayangkan rendahnya kolektabilitas peserta PBPU. Padahal sistem jaminan kesehatan yang dijalankan BPJS Kesehatan sebagaimana amanat UU SJSN dan UU BPJS sangat baik. Apalagi jika dibandingkan dengan asuransi komersial, masyarakat lebih mudah menjangkau program jaminan kesehatan yang ditangani BPJS Kesehatan. “Dengan konsep gotong-royong, harusnya program jaminan kesehatan ini bisa berjalan baik,” paparnya. Subiyanto mengingatakan peserta yang tidak rutin membayar iuran maka akan merugi. Sebab, suatu saat peserta itu akan ditagih tunggakan iurannya. Sekaligus membayar denda akibat terlambat membayar iuran. “Maka kita sebagai peserta harus berpikir lebih luas, sebagai warga negara Indonesia yang baik harus bergotongroyong. Kalau iuran tidak pernah dibayar maka pelayanan kesehatan untuk peserta yang bersangkutan juga akan berhenti,” tegasnya. Dokter Spesialis Anak RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, Pudjo Hagung Widjajanto, mengatakan program JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan perlu dijaga keberlanjutannya. Sebab, program itu memberi dampak signifikan dalam membantu masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Misalnya, kanker yang biasa menyerang anak-anak, sebelum ada BPJS Kesehatan, hanya kelompok masyarakat tertentu yang bisa memanfaatkan asuransi kesehatan. Saat ini, peluang seluruh masyarakat untuk mendapatkan asuransi kesehatan lewat program JKN terbuka lebar. Pudjo menjelaskan, pengobatan kanker rata-rata membutuhkan waktu yang relatif lama, sekitar dua tahun atau lebih. Kondisi itu menyebabkan beberapa pasien menjalani pengobatan tidak sampai tuntas karena beban finansial yang berat. Tapi sekarang dengan program JKN masyarakat luas bisa mengakses pelayanan ini dengan membayar iuran secara rutin yang nominalnya relatif
terjangkau. Untuk masyarakat golongan menengah ke bawah, program JKN pasti sangat membantu mereka untuk mendapat pelayanan kesehatan.
“JKN saat ini mengarah kepada pelayanan yang lebih baik, seperti terlihat dengan adanya perbaikan dari waktu ke waktu. Di sisi lain perlu senantiasa ditanamkan lebih jauh di masyarakat bahwa prinsip dari JKN adalah gotong royong melalui cara subsidi silang. Selain mendapatkan hak pelayanan atas kesehatannya, peserta juga harus mematuhi ketentuan yang digariskan termasuk kewajiban dalam membayar iuran untuk keberlangsungan JKN.” tutur Pudjo. Bagi peserta yang belum memanfaatkan program JKN karena kondisinya sehat, dikatakan Pudjo, maka mereka telah membantu meringankan beban peserta lain yang membutuhkan. Terutama peserta yang mengalami penyakit berat seperti kanker. Menurutnya, itu sebagai bentuk gotong-royong dimana sesama peserta saling membantu mewujudkan kesehatan.
Perubahan Pelayanan Medis Selain membantu masyarakat mendapat pelayanan kesehatan, Pudjo mengatakan dampak positif beroperasinya BPJS Kesehatan yakni mendorong perubahan pelayanan di dunia medis. Kesadaran pasien dan masyarakat akan kesehatannya meningkat. Begitu pula dengan dokter yang semakin meningkat kemampuannya dalam menangani pasien karena cakupan fasilitas kesehatan yang disediakan program JKN meningkat. Pudjo berharap program JKN yang digelar BPJS Kesehatan bisa terus berjalan dan berkelanjutan. Selain membantu masyarakat mendapat pelayanan kesehatan yang baik juga tenaga medis dalam meningkatkan kemampuannya sehingga pelayanan yang diberikan lebih baik. Pudjo juga mengaku puas dengan adanya program JKN. Tapi ia juga mengingatkan perlu dilakukan perbaikan agar program JKN bisa berkelanjutan. “Saya selaku dokter merasa puas dengan adanya program JKN karena telah meningkatkan kesehatan pesertanya, sementara saya dapat turut andil di dalamnya. Tetapi sekiranya kepuasan yang telah mencapai 100 persen sekalipun, tetap diperlukan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik dalam pelaksanaan program JKN guna mewujudkan jaminan kesehatan yang lebih baik bagi semua,” pungkasnya.
Rutinitas Peserta Membayar Iuran
Penting Untuk Menjaga Keberlanjutan JKN
M
asyarakat sudah merasakan pentingnya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. Itu bisa dilihat dari jumlah kepesertaan yang semakin meningkat, saat ini tercatat jumlah peserta BPJS Kesehatan lebih dari 150 juta orang. Itu berarti lebih dari separuh penduduk Indonesia sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan. Mengingat pentingnya JKN, maka semua pihak dituntut aktif menjaga agar program itu bisa berjalan secara berkelanjutan. Salah satu upaya yang bisa dilakukan peserta BPJS Kesehatan menjaga keberlanjutan JKN yakni rutin membayar iuran. Direktur Keuangan dan Investasi BPJS Kesehatan, Riduan, mengatakan ada sejumlah hal yang bisa dilakukan untuk mendukung keberlanjutan JKN, diantaranya mendorong agar peserta rutin membayar iuran. “Kelancaran peserta membayar iuran harus terus ditingkatkan,” katanya. Jika peserta tidak rutin membayar iuran maka pelaksanaan JKN mengalami kendala. Riduan mencatat tahun 2014 iuran yang masuk ke BPJS Kesehatan Rp40,7 triliun, sementara manfaat yang dibayarkan Rp42,6 triliun. Akibatnya, BPJS Kesehatan mengalami kekurangan dana/ mismatch untuk membayar manfaat pelayanan kepada peserta yang besarannya mencapai Rp2 triliun. Hal serupa akan dihadapi BPJS Kesehatan tahun 2015 jika peserta
4
tidak rutin membayar iuran. Riduan mencatat peserta kategori bukan penerima upah (PBPU) menyedot paling banyak besaran manfaat yang dibayar BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan (faskes). Dari seluruh biaya manfaat yang dibayar BPJS Kesehatan tahun 2014 sebesar Rp42,6 triliun, 22,2 persen (Rp9,5 triliun) diantaranya untuk membayar manfaat peserta PBPU. Sayangnya, tingginya manfaat yang dibayar untuk PBPU itu tidak selaras dengan iuran yang diterima dari peserta PBPU. Walau rasio klaimnya paling tinggi diantara segmen peserta lainnya, Riduan mengatakan tingkat kolektabilitas peserta PBPU paling rendah. Klaim rasio peserta PBPU mencapai 200 persen, padahal tingkat klaim rasio yang dibutuhkan untuk menjaga keberlanjutan program JKN yaitu 90 persen. Dari 150 juta peserta BPJS Kesehatan, peserta PBPU hanya 14 juta orang, tapi menyedot 22 persen total biaya manfaat yang dibayar BPJS Kesehatan.
Riduan menilai ada beberapa hal yang menyebabkan peserta PBPU menunggak bayar iuran. Pertama, peserta tidak mengetahui kewajibannya untuk membayar iuran secara rutin setiap bulan. Untuk mengatasi itu BPJS Kesehatan menyurati setiap peserta yang menunggak bayar iuran. Cara itu memberi dampak yang cukup baik, setelah menerima surat biasanya peserta langsung
Info BPJS Kesehatan
FOKUS menunaikan kewajibannya membayar iuran. Ke depan, frekuensi mengirim surat kepada peserta yang menunggak akan ditingkatkan. BPJS Kesehatan akan melakukan itu dengan menggandeng PT Pos Indonesia agar surat dilayangkan langsung diberikan kepada peserta. Kedua, peserta PBPU menunggak bayar iuran karena terkendala mengakses lokasi pembayaran. Misalnya, peserta tidak mengetahui dimana tempat membayar iuran atau lokasinya jauh dari jangkauan. Untuk mengantisipasi masalah itu Riduan menjelaskan sebenarnya BPJS Kesehatan sejak awal sudah bekerjasama dengan bank Mandiri, BRI dan BNI. Melalui kerjasama itu peserta dapat membayar iuran lewat jaringan yang dimiliki oleh tiga bank tersebut. Sehingga pembayaran iuran bisa dilakukan dengan cara menyambangi kantor cabang bank yang bersangkutan, ATM atau internet banking. Walau jaringan ketiga bank itu menyebar di seluruh wilayah di Indonesia, namun dirasa masih kurang. Oleh karenanya BPJS Kesehatan juga menjalin kerjasama dengan agenagen pembayaran atau disebut dengan Payment Point Online Bank (PPOB). Jumlah agen PPOB diperkirakan mencapai jutaan dan menyebar sampai ke pelosok daerah. Kerjasama dengan PPOB itu ditujukan bukan saja untuk mempermudah tapi juga mengingatkan peserta untuk bayar iuran. “Ketika agen PPOB menemui pelanggannya mereka akan menawarkan kepada pelanggannya untuk membayar iuran BPJS Kesehatan. Diharapkan itu dapat menambah kelancaran peserta PBPU membayar iuran,” ujarnya. Ketiga, ada peserta PBPU yang tidak rutin membayar iuran karena mereka tidak mampu. Riduan mengatakan walau pemerintah sudah menanggung iuran peserta yang tidak mampu lewat APBN yakni untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) dan pemerintah daerah menggunakan APBD untuk menggelar Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) tapi faktanya masih ada masyarakat tidak mampu yang belum tercakup. Karena membutuhkan pelayanan kesehatan, Riduan melanjutkan, masyarakat yang tidak tercakup PBI dan Jamkesda itu memilih untuk mendaftar jadi peserta BPJS Kesehatan secara mandiri lewat mekanisme PBPU. Untuk mengatasi masalah itu BPJS Kesehatan bekerjasama dengan kementerian Sosial agar peserta itu dimasukan dalam PBI. Juga bekerjasama dengan pemerintah daerah agar peserta itu diakomodir dalam Jamkesda. Selain itu, Riduan menemukan ada peserta yang tidak rutin membayar iuran karena mereka berperilaku tidak patuh. Pendekatan yang dilakukan terhadap peserta itu harus memunculkan efek jera, sehingga peserta tersebut rutin membayar iuran. Untuk itu dibutuhkan law enforcement. Ia mengingatkan ada sanksi yang bisa dijatuhkan bagi peserta yang bandel tidak membayar iuran secara rutin. Diantaranya tidak mendapat pelayanan kesehatan setelah melewati jangka waktu tertentu dan denda sebesar 2 persen setiap bulan.
“Peserta PBPU yang tidak rutin membayar iuran selama 6 bulan maka pada bulan ketujuh pelayanan BPJS Kesehatan untuk peserta itu dihentikan,” tegas Riduan. Walau ada sanksi, Riduan menekankan pada intinya BPJS Kesehatan mengedepankan edukasi untuk peserta agar rutin membayar iuran. Proses edukasi kepada peserta sudah dilakukan BPJS Kesehatan sejak 2014. Misalnya, akhir 2014 BPJS Kesehatan menerbitkan kebijakan bagi peserta PBPU untuk membuka rekening di bank sebelum mendaftar jadi peserta. Lewat kebijakan itu diharapkan peserta bisa mengelola keuangannya dengan baik, membiasakan menabung sehingga punya dana yang cukup untuk membayar iuran BPJS Kesehatan secara rutin setiap bulan. Dengan memiliki rekening di bank maka pembayaran iuran juga bisa dipermudah dengan cara debet langsung oleh bank (autodebet) atau transfer. Begitu pula dengan kebijakan saat ini dimana peserta PBPU baru bisa membayar iuran pertama 14 hari setelah mendaftar. Riduan berpendapat edukasi itu penting agar peserta mengerti akan resiko, sehingga mereka bisa melakukan antisipasi atas resiko kesehatan yang akan dihadapi. Kebijakan itu mengedukasi agar peserta mendaftar selagi sehat, sebab kalau mendaftar tidak pada waktu yang tepat maka resiko kesehatan yang mereka alami tidak dapat dijamin oleh BPJS Kesehatan. Dampak proses edukasi
Info BPJS Kesehatan
EDISI 27 BULAN OKTOBER T 2015
itu menurut Riduan membuahkan hasil positif. Itu terlihat dari semakin banyaknya peserta sehat yang mendaftar jadi peserta BPJS Kesehatan dan rasio klaim mulai membaik.
Kepesertaan Badan Usaha Dalam rangka menjaga keberlanjutan JKN, diperlukan juga upaya untuk mendorong kepesertaan peserta penerima upah (PPU) yang berasal dari badan usaha agar terus meningkat. Sebab, klaim rasio PPU tergolong rendah dan tingkat kolektabilitasnya tinggi. Peningkatan PPU penting dalam rangka mendorong risk pulling diantara segmen kepesertaan BPJS Kesehatan sehingga dapat mengarah pada titik keseimbangan rasio klaim. Upaya mendorong kepesertaan PPU itu perlu dukungan berbagai pihak mulai dari pemerintah sampai badan usaha swasta. Pemerintah perlu mendorong agar BUMN dan BUMD mendaftarkan pekerjanya jadi peserta BPJS Kesehatan, begitu juga dengan sektor swasta. Riduan yakin resiko PPU rendah karena mereka mendaftar jadi peserta BPJS Kesehatan bukan secara per orangan tapi dalam kelompok besar. Dalam kelompok besar itu diyakini jumlah orang yang sakit sangat kecil dan mayoritas sehat. Selain itu tingkat kolektabilitas PPU sangat baik karena mereka tergolong lancar membayar iuran. BPJS Kesehatan juga memperoleh data PPU lebih akurat karena identitas peserta dan alamatnya jelas. “Sudah saatnya jumlah kepesertaan PPU harus ditingkatkan,” tukasnya.
Dukungan Pemerintah Selain itu dukungan pemerintah sangat diperlukan untuk menjaga keberlanjutan JKN. Riduan mengatakan salah satu kunci penting dalam menjaga keberlanjutan JKN itu penyesuaian besaran iuran. Secara umum pemerintah mendukung BPJS Kesehatan agar dilakukan penyesuaian iuran. Pemerintah baru sepakat untuk menyesuaikan iuran untuk PBI dari Rp19.225 menjadi Rp23.000. Itu dilakukan karena besaran iuran PBI paling rendah daripada peserta BPJS Kesehatan kategori lainnya, seperti PBPU yang iuran paling rendahnya Rp25.500 per orang setiap bulan. Bukan saja besaran iuran, pemerintah juga berencana menambah jumlah peserta PBI menjadi 92 juta orang. Dengan kenaikan iuran dan peserta PBI itu Riduan menghitung anggaran yang akan diterima BPJS Kesehatan di tahun 2016 akan meningkat sampai sekitar Rp25 triliun. Tahun 2014 untuk mengelola PBI pemerintah mengucurkan dana sebesar Rp19,9 triliun kepada BPJS kesehatan.
Riduan
Riduan menekankan penyesuaian iuran penting agar pemasukan yang diterima BPJS Kesehatan cukup untuk membayar manfaat terhadap peserta. Jika pengeluaran lebih besar daripada pemasukan maka terjadi miss and match atau kekurangan dana dalam pengelolaan keuangan BPJS Kesehatan.
Jika itu terjadi maka pemerintah perlu mencari cara untuk segera membantu BPJS Kesehatan, salah satunya melakukan suntikan dana. Saat ini pemerintahakan melakukan suntikan dana kepada BPJS Kesehatan lewat dana penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp5 triliun. Dari jumlah itu untuk tahap awal sekitar Rp3,46 triliun akan dicairkan kepada BPJS Kesehatan. Rencana kenaikan PBI sebesar Rp23.000 setiap orang per bulan menurut Riduan untuk saat ini sudah cukup untuk menjaga keberlanjutan JKN. Menurutnya, pemerintah telah mempertimbangkan kenaikan besaran iuran PBI agar sesuai dengan kemampuan keuangan negara. Namun, tidak menutup kemungkinan pemerintah akan membantu BPJS Kesehatan jika dalam perjalanannya nanti kenaikan besaran iuran PBI itu dirasa tidak cukup. “Beberapa penelitian yang dilakukan oleh sejumlah pihak seperti DJSN menghitung besaran iuran PBI yang ideal sekitar Rp36 ribu. Tapi kami harus memahami kemampuan pemerintah yang hanya bisa menaikan iuran PBI untuk tahun depan sekitar Rp23.000 per orang setiap bulan,” urai Riduan.
Menjaga Likuiditas Dalam rangka menjaga likuiditas keuangan untuk mendukung keberlanjutan JKN, Riduan menjelaskan BPJS Kesehatan telah melakukan berbagai upaya. Diantaranya, sejak JKN beroperasi 1 Januari 2014 BPJS Kesehatan
sudah mengalokasikan sejumlah aset untuk mendukung Dana Jaminan Sosial (DJS) yakni aset ex PT Askes (Persero) Rp5,67 triliun dan ex JPK Jamsostek Rp410 milyar. Dalam perjalanannya besaran dana cadangan itu tidak cukup sehingga BPJS Kesehatan mengalokasikan dana yang merupakan hasil pengembangan investasi sebesar Rp1,71 triliun untuk DJS. Bukan hanya itu, mengingat dana talangan yang disiapkan itu kurang, mengacu PP No.87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan, BPJS Kesehatan meminjamkan dana talangan kepada DJS sebesar 10 persen dari nilai aset BPJS Kesehatan yang jumlahnya sebesar Rp1,1 triliun.
“Jadi totalnya Rp8,3 triliun dana yang sudah dikontribusikan dari aset ex PT Askes (Persero), ex JPK Jamsostek, 10 persen aset BPJS Kesehatan dan hasil pengembangan investasi selama setahun untuk mendukung kekuatan keuangan DJS dalam menjalankan program JKN,” urainya. Selain menunggu pencairan dana PMN, BPJS Kesehatan juga menanti perubahan PP No.87 Tahun 2013. Perubahan regulasi itu akan menyasar ketentuan yang mengatur batasan jumlah dana talangan yang boleh dialokasikan dari aset BPJS Kesehatan ke DJS. Dengan memperbesar batasan jumlah dana talangan maka memberi ruang bagi BPJS Kesehatan untuk mengalokasikan dana talangan dalam jumlah yang lebih besar kepada DJS. Tak ketinggalan Riduan juga mengatakan hampir seluruh premi yang dibayar peserta menjadi pendapatan DJS yakni sebesar 99,95 persen. Mengacu aturan yang ada biaya operasional yang diperoleh BPJS Kesehatan yaitu 6,47 persen dari premi yang dibayar peserta. Namun, dana operasional yang setahun bisa mencapai Rp3,46 triliun itu dialokasikan untuk memperkuat DJS. Ketika pemerintah sudah mencairkan PMN kepada BPJS Kesehatan dan PP No.87 Tahun 2013 sudah direvisi maka dana talangan yang diberikan BPJS Kesehatan ke DJS jumlahnya lebih besar. Riduan memperkirakan jumlahnya bisa mencapai Rp1,6 triliun. Kepala Eksekutif Pengawas Industri Non Bank OJK, Firdaus Djaelani, mengatakan OJK sebagai pengawas internal memantau kesehatan keuangan BPJS Kesehatan. Hal itu dilakukan diantaranya dengan cara menerima laporan keuangan dari BPJS Kesehatan. Setelah laporan itu diterima, OJK akan melakukan analisa, hasilnya akan dilaporkan kepada pemangku kepentingan seperti Presiden RI dan kementerian serta lembaga terkait. Dalam laporan itu, dikatakan Firdaus, OJK akan memaparkan hasil analisa yang dilakukan terhadap keuangan BPJS Kesehatan. Jika ditemukan ada persoalan dalam keuangan BPJS Kesehatan maka pemerintah perlu melakukan tindakan. “Misalnya, dalam laporan keuangan itu kami menemukan BPJS Kesehatan mengalami defisit, maka pemerintah harus memberikan subsidi (suntikan dana untuk BPJS Kesehatan,-red),” ujarnya. Firdaus mengatakan BPJS Kesehatan mengalami kekurangan dana DJS. Sampai Juli 2015 ia melihat kondisi itu masih dialami DJS yang dikelola BPJS Kesehatan. OJK telah melaporkan persoalan itu kepada pemerintah agar segera diambil tindakan. Menurutnya, penyebab terjadinya hal tersebut diantaranya belum semua masyarakat Indonesia menjadi peserta BPJS Kesehatan. Kemudian, masih ada sebagian peserta BPJS Kesehatan yang tidak rutin membayar iuran.
5
BINCANG
EDISI 27 BULAN OKTOBER T 2015
OJK: Program JKN Didesain Untuk Kebersamaan (Gotong Royong) Pada tahun 1948, seluruh perwakilan yang tergabung dalam PBB sepakat untuk mengeluarkan declaration of human rights yang salah satunya menyatakan bahwa faktor kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia yang harus dijamin oleh negara. Sejalan dengan amanat tersebut, Pemerintah Republik Indonesia, dalam amandemen UUD 1945, mengeluarkan komitmen untuk mengembangkan sebuah sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebagai upaya mewujudkan itu, pemerintah telah membentuk lembaga yang menyelenggarakan program jaminan sosial yaitu BPJS. Untuk menyelenggarakan jaminan sosial bidang kesehatan dibentuklah BPJS Kesehatan.
terkait itu. Beberapa hal yang menjadi pengawasan OJK terhadap BPJS Kesehatan diantaranya memantau kesehatan keuangan BPJS Kesehatan. Apakah OJK melakukan analisa terhadap laporan keuangan BPJS Kesehatan dalam rangka mendukung agar program jaminan kesehatan bisa terus berkelanjutan?
S
BPJS Kesehatan secara rutin memberi laporan keuangan kepada OJK. Lewat laporan itu kami mengetahui bagaimana posisi keuangan BPJS Kesehatan seperti berapa besaran iuran yang diterima setiap bulan dan berapa jumlah klaim yang dibayar.
Penjabaran dari prinsip gotong royong itu dapat dilihat diantaranya melalui kewajiban seluruh masyarakat Indonesia menjadi peserta BPJS Kesehatan. Sebagaimana disebut dalam UU SJSN dan UU BPJS, yang disebut sebagai peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.
OJK melakukan analisa terhadap laporan keuangan BPJS Kesehatan. Hasil analisa itu kami laporkan kepada pemangku kepentingan seperti Presiden Republik Indonesia, Kementerian Koordinator Perekonomian dan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Dalam hasil analisa itu kami memberikan rekomendasi kepada pemerintah terhadap pelaksanaan program jaminan kesehatan yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. Misalnya, BPJS Kesehatan mengalami defisit, maka kami usulkan pemerintah memberikan suntikan dana atau subsidi kepada BPJS Kesehatan.
ejak beroperasi secara penuh 1 Januari 2014 sampai sekarang BPJS Kesehatan dan berbagai pihak terkait berupaya keras agar amanat konstitusi itu dapat terimplementasi dengan baik. Untuk mendorong upaya tersebut, UU SJSN dan UU BPJS memerintahkan agar pelaksanaan program jaminan kesehatan yang digelar BPJS Kesehatan memegang teguh sejumlah prinsip, salah satunya gotong royong.
Kepatuhan peserta membayar iuran berdampak besar terhadap keberlanjutan program jaminan kesehatan yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. Semakin besar iuran yang diterima BPJS Kesehatan, maka besar pula potensi BPJS Kesehatan menjaga keberlanjutan program yang mereka jalankan. Bukan hanya itu, untuk menjaga agar operasional BPJS Kesehatan berjalan baik, berbagai lembaga berperan melakukan pengawasan. Salah satu lembaga pengawas BPJS Kesehatan yang sifatnya eksternal yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK). UU SJSN menyebut OJK sebagai “lembaga pengawas independen” BPJS Kesehatan. Ketentuan itu diperjelas lewat PP No.87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan. Sebagai salah satu lembaga pengawas eksternal BPJS Kesehatan OJK berperan penting dalam mengawasi agar pelaksanaan program jaminan kesehatan oleh BPJS Kesehatan berjalan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pengawasan OJK juga diperlukan sebagai upaya menjaga agar program jaminan kesehatan itu berjalan secara berkelanjutan. Untuk mengetahui lebih lanjut langkah-langkah yang dilakukan OJK dalam menjaga keberlanjutan program jaminan kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan, redaksi Info BPJS Kesehatan berkesempatan untuk melakukan wawancara dengan Kepala Eksekutif Pengawas Industri Non Bank OJK, Firdaus Djaelani. Berikut ini hasil wawancaranya. Apa peran OJK dalam melakukan pengawasan terhadap BPJS Kesehatan? Sebagaimana amanat peraturan perundang-undangan, OJK dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) bertindak sebagai pengawas eksternal BPJS Kesehatan. Dalam menjalankan peran tersebut, OJK dan DJSN sudah melakukan pembahasan terkait pengawasan yang akan dilakukan oleh masing-masing lembaga.
BPJS Kesehatan mengalami tantangan keuangan dalam menjalankan program tahun 2014 dan diperkirakan tahun 2015 hal itu masih berlanjut, bagaimana pandangan OJK? BPJS Kesehatan punya aset sekitar Rp11 triliun, itu dana yang mereka miliki sebagai penyelenggara, itu tidak ada masalah. Tapi untuk dana jaminan sosial memang kami lihat mengalami defisit pada tahun 2014 sekitar Rp3,5 triliun. Bahkan sampai Juli 2015 kami lihat masih defisit. Sejak Februari 2015 kami sudah sampaikan kepada pemerintah bahwa BPJS Kesehatan mengalami defisit, diharapkan ada kebijakan pemerintah yang membantu BPJS Kesehatan. Kenapa BPJS Kesehatan mengalami kendala keuangan, menurut OJK apa penyebabnya?
Selain kepatuhan peserta membayar iuran, jumlah peserta harus diperbanyak. BPJS Kesehatan harus mendorong sebanyak mungkin jumlah peserta. Memang itu tidak mudah karena saat ini ada masyarakat yang masih belum menjadi peserta BPJS Kesehatan karena mereka memilih asuransi komersial. Atau ada badan usaha yang memiliki fasilitas kesehatan sendiri, sehingga mereka enggan untuk masuk menjadi peserta BPJS Kesehatan. Tapi perlu diingat, paling lambat 2019 seluruh masyarakat Indonesia harus jadi peserta BPJS Kesehatan. Kami menyarankan agar masyarakat tidak perlu menunggu 2019 untuk mendaftar jadi peserta BPJS Kesehatan. Kami imbau masyarakat untuk segera mungkin menjadi peserta BPJS Kesehatan karena program ini membutuhkan gotong royong dari seluruh elemen masyarakat. Apa upaya yang dapat dilakukan untuk peserta PBPU agar mereka rutin membayar iuran? Kami mencatat memang ada masyarakat (peserta) yang pernah memperoleh pelayanan kesehatan seperti di RS. Kemudian setelah sehat mereka tidak rutin membayar iuran. Jumlah peserta yang seperti itu cukup banyak juga. Maka, pemerintah perlu membantu melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang jaminan kesehatan yang diselenggarakan BPJS Kesehatan seperti bagaimana cara membayar iuran, prosedur pelayanan kesehatan yang diberikan dan lain-lain. Walau ada denda yang dikenakan bagi peserta yang telat bayar iuran sebesar 2 persen setiap bulan, tapi semua pihak harus aktif mendorong keberlanjutan program yang dijalankan BPJS Kesehatan. Peserta harus sadar kewajiban mereka untuk membayar iuran secara rutin, jika itu tidak dilakukan maka dalam jangka waktu tertentu peserta yang bersangkutan tidak akan mendapat pelayanan karena masih menunggak belum bayar iuran. Selain itu tokoh masyarakat juga harus menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk jadi peserta BPJS Kesehatan dan rutin membayar iuran. Masyarakat harus sadar, program ini didesain oleh pemerintah dan membutuhkan kebersamaan (gotong royong).
Kami menilai salah satu penyebabnya itu belum seluruh masyarakat jadi peserta program jaminan kesehatan yang diselengarakan BPJS Kesehatan. Sehingga jumlah iuran yang terkumpul di BPJS Kesehatan belum optimal. Iuran itu penting bagi keberlanjutan program jaminan kesehatan yang digelar BPJS Kesehatan karena program yang mereka jalankan itu bukan berorientasi profit tapi memberi pelayanan kesehatan dasar kepada seluruh masyarakat Indonesia. Program itu untuk menjamin agar kebutuhan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat terpenuhi. Apa yang bisa dilakukan untuk menjaga agar program jaminan kesehatan nasional yang dikelola BPJS Kesehatan bisa berkelkanjutan?
Firdaus Djaelani Kepala Eksekutif Pengawas Industri Non Bank OJK
Segala peraturan yang mengatur BPJS Kesehatan dalam mengelola program jaminan kesehatan sudah diatur dalam berbagai peraturan yang diterbitkan pemerintah seperti UU dan Peraturan pemerintah (PP). OJK hanya melaksanakan tugas sebagaimana diperintahkan bermacam peraturan
6
Info BPJS Kesehatan
BENEFIT
B
EDISI 27 BULAN OKTOBER T 2015
GAGAL GINJAL Lebih Efektif Cuci Darah di Rumah Gagal ginjal ? Cuci darah? Sebagian besar orang merasa ngeri mendengar kata-kata itu. Seseorang yang divonis gagal ginjal seolah tidak ada harapan hidup lagi karena sepanjang hidupnya tergantung pada alat cuci darah atau hemodialisis.
N
amun demikian, menderita gagal ginjal bukan berarti akhir dari segalanya. Masih ada cara untuk mempertahankan hidup dengan kualitas hidup yang baik. Bahkan ada penderita gagal ginjal yang masih bisa beraktivitas dan tetap menjadi guru, meskipun sudah 25 tahun menjalani cuci darah. Gagal ginjal artinya ginjal tidak bisa berfungsi untuk menyaring racun atau zat yang berlebih dalam darah. Jika zat-zat itu tidak bisa disaring maka bisa meracuni tubuh. Jika ginjal sudah tidak berfungsi, maka satu-satunya untuk memperpanjang harapan hidup penderita adalah dengan terapi pengganti ginjal. Selama ini sebagian masyarakat hanya mengenal cuci darah dengan mesin hemodialisa. Pasien setiap minggu harus datang ke rumah sakit, ada yang seminggu dua kali ada yang seminggu tiga kali. Pasien dalam posisi berbaring, lalu dipasang selang di bagian tangan disambung ke mesin pencuci darah. Tindakan hemodialisis (HD) memerlukan biaya sekitar Rp800.000 hingga Rp1.3 juta per kali HD. Jika seminggu harus menjalani dua hingga tiga kali HD, maka sebulan memerlukan dana rata-rata sekitar Rp8 juta, ditambah biaya obat-obatan penunjang lainnya. Di sinilah program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan didasari dengan filosofi gotong royong. Dengan iuran sebesar Rp25.500 per orang perbulan untuk kelas 3, Rp42.500 untuk kelas 2, dan Rp59.500 untuk kelas 1, peserta mendapatkan hak pelayanan yang sama. Oleh karena itu, semakin banyak peserta yang sehat, semakin kokoh program JKN. Dengan rajin membayar iuran BPJS Kesehatan setiap bulan, maka menjamin peserta mendapatkan pelayanan kesehatan jika suatu saat memerlukannya termasuk pelayanan cuci darah dan penyakit katastropik lainnya seperti jantung dan kanker. Sebaliknya, jika kita sehat, maka kita sudah memberikan kontribusi bagi peserta yang sakit.
Info BPJS Kesehatan
Selain menggunakan hemodialisi (HD), terapi pengganti ginjal yang lain adalah Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD), dan dengan cara transplantasi atau cangkok ginjal. CAPD adalah metode cuci darah melalui selaput tipis di bawah perut atau peritoneum. Transplantasi ginjal adalah metode penggantian ginjal yang sudah rusak dengan mencangkokkan ginjal sehat dari donor kepada resipien (pasien gagal ginjal). Dengan cangkok ginjal atau memasang ginjal baru maka tidak perlu terapi HD maupun CAPD. Tetapi, selain biayanya mahal, untuk mencari donor ginjal yang sesuai tidaklah mudah. Setelah transplantasi dilakukan, bisa terjadi komplikasi misalnya rejeksi atau penolakan organ oleh tubuh, infeksi dan komplikasi lainnya. Ketiga jenis terapi di atas tersedia untuk peserta Jaminan Kesehatan dengan indikasi medis. BPJS Kesehatan menjamin biaya terapi tersebut sesuai tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Belakangan ini, semakin banyak peserta BPJS Kesehatan yang menggunakan CAPD dibandingkan terapi HD. Mungkin karena untuk HD, tindakan harus dilakukan di rumah sakit secara periodik setiap dua hingga tiga kali seminggu dan setiap kali HD diperlukan waktu sekitar empat hingga lima jam. Ini keunggulan CAPD adalah fungsi ginjal yang tersisa masih bisa diselamatkan, zat-zat racun dalam tubuh bisa dikeluarkan, dan tidak menambahkan beban jantung sehingga dapat dilakukan oleh siapa saja, termasuk pasien lansia. CAPD menggunakan 24 jam proses alami tubuh. CAPD dapat dilakukan sendiri di rumah atau tempat kerja tanpa harus ke rumah sakit. Selain itu, dengan CAPD, kadar hemoglobin lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut para ahli, CAPD lebih sedikit kontra-indikasinya dibandingkan dengan hemodialisis. Ditinjau dari artinya, continuous artinya terus menerus selama 24 jam, ambulatory artinya bebas bergerak. Peritoneal yaitu membran atau selaput semi permeable di rongga perut. Dialysis adalah proses membersihkan tubuh dari zat sisasisa metabolisme dan kelebihan cairan. CAPD disebut juga Dialysis Peritoneal Mandiri Berkesinambungan (DPMB ). Nah, peserta BPJS Kesehatan yang ingin memilih metode CAPD, awalnya harus dipasang kateter di dalam rongga perut. Pemasangan kateter ini melalui operasi kecil yang dilakukan di rumah sakit. Terapi CAPD bisa dilakukan oleh penderita gagal ginjal dengan tingkat kronis yang berbeda-beda. Namun, jika setelah dilakukan pembedahan di daerah perut
kemudian mengalami gangguan di bagian kulit perut, maka sebaiknya tidak menggunakan terapi CAPD. Hal ini untuk mencegah terjadinya infeksi. Menurut ahli penyakit dalam Universitas Indonesia, dr Suhardjonocuci darah secara mandiri di rumah lewat terapi continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) lebih optimal, karena zat racun aktif dikeluarkan tubuh secara lebih maksimal karena dilakukan 24 jam penuh. Dengan cara CAPD, penderita tidak perlu seminggu sampai tiga kali ke rumah sakit, sehingga waktunya bisa untuk melakukan aktivitas. Selain itu, kadar hemoglobin bisa meningkat. Artinya, kualitas hidup penderita pun jadi meningkat.
Cuci darah dengan terapi CAPD secara mandiri, artinya tidak perlu didampingi tenaga medis. Untuk itu, penderita dan keluarganya sebelumnya harus mendapat pelatihan agar bisa melakukan cuci darah dengan CAPD. Pelatihan ini sangat penting karena dalam proses peritoneal dialysis ada pergantian cairan yaitu mengeluarkan cairan dari rongga peritoneal, kemudian memasukkan cairan dialysis melalui kateter. Proses penggantian cairan ini memerlukan waktu sekitar 30 menit. Setelah cairan dialysis dimasukkan, lalu cairan didiamkan di dalam rongga peritoneal selama empat sampai enam jam, lalu pergantian cairan diulang setiap empat sampai enam jam. Jadi, dalam sehari bisa empat kali penggantian cairan dan sebulan peserta memerlukan 90 hingga 120 paket cairan CAPD. Paket cairan CAPD ini juga dijamin oleh BPJS Kesehatan dan tersedia di Rumah Sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.Penderita dapat melakukan pergantian di mana saja seperti di rumah, tempat bekerja, dengan persyaratan tempat bersih untuk mengindari terjadinya infeksi. Efek samping bisa saja terjadi, seperti sakit kepala, nyeri dada, sakit punggung, gatal di kulit, tetapi itu sangat kecil yaitu sekitar lima persen. Sedangkan hipotensi atau tekanan darah tiba-tiba turun drastis dan keram di kaki, mual dan muntah juga bisa terjadi, tetapi kemungkinannya 15 persen. Efek samping lainnya yang bisa terjadi adalah demam, terjadi reaksi alergi, banyak sel-sel darah merah pecah (hemolisis), adanya gelembung udara (air embolism) yang menyumbat pembuluh darah dan kadar oksigen yang rendah dalam darah (hipoksemia). Oleh karena itu, cuci darah dengan cara terapi CAPD sangat efektif untuk meningkatkan kualitas hidup para penderita gagal ginjal. Di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang, setiap bulan terdapat sekitar 240-an pengguna CAPD.
7
PELANGGAN
EDISI 27 BULAN OKTOBER T 2015
Ingin Terapi CAPD Bayar Iuran Ikuti Prosedurnya
Sakit memang tidak pernah menjadi pilihan. Tak ada satu pun orang mau merasakan sakit. Namun, jika sakit sakit datang menimpa tak ada satu pun orang bisa menolak. Oleh karena itu, memiliki jaminan kesehatan sangat penting. Bagi masyarakat yang belum mendaftarkan diri sebagai peserta BPJS Kesehatan sebaiknya segera bergabung karena manfaat jaminan kesehatan nasional yang diselenggarakan BPJS Kesehatan.
S
emua jenis penyakit mulai yang ringan hingga penyakit berat seperti gagal ginjal, jantung, dan kanker, semua ditanggung biayanya oleh BPJS Kesehatan. Untuk mendapatkan layanan kesehatan dari BPJS Kesehatan, peserta harus membayar iuran. Bagi peserta mandiri, iurannya bisa memilih untuk kelas 1 sebesar Rp 59.500 per bulan per jiwa, kelas 2 iurannya Rp 42.500 per bulan per jiwa, dan iuran kelas 3 sebesar Rp 25.500 per bulan per jiwa.
sejumlah rumah sakit sudah ada pilihan untuk mengikuti terapi hemodialisa atau CAPD.
Bagi peserta BPJS Kesehatan yang mengalami gagal ginjal bisa memilih untuk cuci darah dengan cara hemodialisis, Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD), atau cangkok ginjal. Saat ini, semakin banyak penderita gagal ginjal yang memilih CAPD karena tidak perlu antre dan tergantung pada rumah sakit seperti menjalani hemodialisa. Sedangkan cangkok ginjal belum popular karena banyak hal perlu dipertimbangkan baik dari sisi keyakinan dan tersedianya pendonor.
Kateter yang dipasang di sekitar perut berupa plastik tabung yang lembut. Usai menjalani operasi ringan, pasien harus dirawat inap selama 24 hingga 48 jam sampai pulih. Seminggu kemudian pasien tersebut datang kembali ke dokter spesialis di rumah sakit untuk memastikan pemasangan kateter sudah benar dan tidak bermasalah pada jahitannya. Setelah semuanya dinilai aman, dokter memutuskan pasien sudah siap untuk mengikuti terapi CAPD.
Menurut hitung-hitungan ahli ginjal di Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang, untuk cangkok ginjal bisa
menghabiskan biaya sekitar Rp 300 juta. Dengan cara ini penderita memiliki ginjal baru sehingga tidak perlu lagi cuci darah. Jika dibandingkan, biaya hemodialisa selama lima tahun menghabiskan dana sekitar Rp 560 juta, dan untuk terapi CAPD diperkirakan akan menghabiskan biaya sekitar Rp 475 juta selama lima tahun. Saat ini semakin banyak peserta BPJS Kesehatan yang penderita gagal ginjal memilih terapi CAPD. Di RSSA Malang kini sudah ada sekitar 240-an peserta BPJS Kesehatan yang menjalani CAPD. Untuk mendapat pelayanan CAPD sama seperti pola rujukan pada penyakit lainnya. Pertama, melalui fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP/Faskes Tingkat 1/Faskes Primer) untuk memastikan kondisi kesehatan peserta BPJS Kesehatan. Jika terdapat gangguan ginjal maka dirujuk ke rumah sakit tepatnya ke poli penyakit dalam, yang ada poli nefrologinya. Melalui test laboratorium dan foto rontgen, akan diketahui kondisi ginjalnya. Jika penderita terdiagnosa gagal ginjal, maka langsung dijadwalkan untuk menjalani cuci darah. Di
8
Untuk mengikuti terapi CAPD, penderita harus dipasangi kateter di bagian perutnya melalui operasi ringan. Untuk operasi dan pemasangan kateter ini dibutuhkan biaya sekitar Rp 10 juta, tetapi peserta BPJS Kesehatan tak perlu mengeluarkan biaya ini karena sudah ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
CAPD bisa dilakukan sendiri di rumah atau di tempat lain saat pasien bepergian. Pasien cukup sebulan sekali datang ke rumah sakit untuk diperiksa kondisi kesehatannya oleh dokter spesialis. Untuk membersihkan alat CAPD atau mengganti kateter luar cukup dilakukan enam bulan sekali di rumah sakit. Pada saat kontrol di rumah sakit, pasien cukup enam bulan sekali lapor ke Faskes Tingkat 1 dimana pasien terdaftar. Pola kerjanya cairan langsung disambung dengan kateter yang sudah dipasang di perut pasien. Proses cuci darah ini merupakan upaya pemisahan dan penyaringan sisa-sisa metabolisme melalui selaput semipermeable, mengingat ginjal sudah tak berfungsi lagi. Meski begitu, tujuan cuci darah hanya untuk menggantikan fungsi ginjal, bukan menyembuhkan. Proses cuci darah dengan CAPD atau dialysis peritoneal ini tidak menimbulkan rasa sakit dan waktu untuk memasukkan cairan dialisat memerlukan waktu 10 menit. Kemudian cairan dibiarkan dalam rongga perut selama empat hingga enam jam, sesuai anjuran dokter. Kemudian proses pengeluaran cairan berlangsung sekitar 20 menit. Setelah itu, memasukkan kembali cairan yang baru dengan proses yang sama. Dalam sehari penggantian cairan bisa dilakukan sebanyak empat kali. Penggantian cairan ini bisa dilakukan dimana saja, bisa di rumah, di tempat bekerja, atau di tempat lainnya. Dengan catatan, tempat-tempat tersebut harus memenuhi syarat agar terhindar infeksi. Saat penggantian cairan dialisat yang baru, diperlukan tempat yang memenuhi criteria bersih, tidak ada hembusan agin (kipas angin, pintu / jendela terbuka), dan memiliki penerangan yang baik. Selain itu, tidak boleh ada binatang di sekitar saat pergantian cairan dan di tempat penyimpanan peralatan CAPD, dan bebas gangguan dari luar.
Agar terampil mengganti cairan dan dapat merawat peralatan CAPD, pasien gagal ginjal dan keluarganya mendapat pelatihan khusus. Sehingga sudah tahu prosedur yang memenuhi syarat kesehatan. Cairan dan obat yang dibutuhkan diantar ke rumah pasien. Sehingga cara ini sangat efisien karena tidak perlu menunggu antrean alat hemodialisa. Pola makan bagi pasien yang terapi CAPD juga berbeda dengan pasien hemodialisa. Pada CAPD, pasien memerlukan makanan berprotein tinggi untuk melawan infeksi. Nutrisi itu sangat penting karena sejumlah protein terbawa cairan dialisis pada saat cairan tersebut dikeluarkan.Sehingga diperlukan protein lebih banyak guna menggantikan protein yang hilang terbawa cairan dialysis. Semakin besar kandungan dextrose pada cairan dialysis semakin banyak protein yang hilang. Jika terjadi infeksi dapat menyebabkan kehilangan protein juga. Selain memerlukan protein tinggi ada beberapa kandungan zat yang perlu dibatasi, karena ada sejumlah produk sisa di dalam darah yang tidak dapat terbuang dengan sempurna selama dialysis peritoneal. Produk sisa tersebut adalah fosfor, kalium, natrium, dan karbohidrat. Ketika ginjal tidak dapat mengeluarkan kelebihan fosfor, maka fosfor akan menumpuk pada tubuh anda. Dalam jangka waktu yang lama fosfor akan menyebabkan tulang lebih rapuh dan mudah patah, fosfor banyak terdapat pada kacang-kacangan, ikan, dan produk susu. Kalium merupakan elektrolit yang dibutuhkan untuk fungsi syaraf dan otot yang baik. Kelebihan dan kekurangan dalam kalium dapat menyebabkan otot menjadi lemah dan sering kram. Ini dapat membahayakan jantung. Buah yang kalium tinggi antara lain pisang, jambu biji, pepaya, tomat, kentang dan kacang-kacangan.Sebaiknya hindari garam diet karena kaliumnya tinggi. Natrium adalah elektrolit yang berperan dalam mengontrol cairan dan tekanan darah di dalam tubuh.Saat ginjal tidak berfungsi, ginjal tidak dapat mengeluarkan natrium yang berlebih sehingga tetap berada dalam jaringan bersama dengan air. Asupan natrium dan garam yang tinggi menyebabkan tubuh menahan air dan tekanan darah menjadi tinggi. Kebanyakan natrium dapat menimbulkan rasa haus sehingga akan sulit mengontrol jumah cairan yang diminum. Karbohidrat juga menjadi produk sisa karena saat terapi CAPD, tubuh menerima kalori secara normal dari makanan yang dikonsumsi, ditambah dari cairan dialysis yang masuk ke dalam rongga peritoneal mengandung glukosa sejenis gula. Nah, peserta BPJS Kesehatan tinggal pilih mau ikut terapi yang mana, hemodialis atau CAPD. Tetapi jangan lupa, untuk mendapatkan layanan kesehatan, pastikan iuran premi BPJS Kesehatan sudah dibayar secara rutin.
Info BPJS Kesehatan
EDISI 27 BULAN OKTOBER T 2015
TESTIMONI
CAPD Aja….
Nurdin Hidayatulloh
Penderita dan Keluarga Lebih Nyaman
P
enderita gagal ginjal tidak bisa menolak untuk menjalani cuci darah atau hemodialisa seumur hidupnya, kecuali ada pilihan lain yaitu dengan cangkok ginjal atau mengganti ginjal yang rusak dengan ginjal yang masih sehat. Masalahnya, untuk mencari donor ginjal di Indonesia masih sulit. Selain hemodialisa, beberapa tahun ini semakin banyak penderta gagal ginjal yang beralih ke metode CAPD (Continuous Ambilatory Peritoneal Dialysis). Seperti dialami oleh Nurdin Hidayatulloh, 39, warga Pasuruan, Jawa Timur. Sembilan tahun lalu, Nurdin divonis gagal ginjal dan kedua ginjalnya sudah tidak bisa berfungsi lagi. Oleh karena itu, Nurdin harus mau menjalani cuci darah. Jika menolak itu sama saja dia tidak mau hidup lebih lama lagi. Namun, baru sekali cuci darah di Rumah Sakit Saiful Anwar, Malang, Nurdin ditawari menggunakan cara CAPD. Ketika itu, seperti tak ada harapan. Tetapi, kerabat dan keluarganya memberi dukungan hingga akhirnya Nurdin dan istrinya, Lailatus, merasa tegar. Setelah mendengar penjelasan dokter tentang CAPD dan manfaatnya, Nurdin pun siap menjalaninya. Dan Lailatus juga siap untuk mendampingi dan merawat suaminya.
Hemodialisa dan CAPD mempunyai tujuan yang sama yaitu membersihkan produk tubuh yang tidak berguna di dalam darah. Hanya, caranya saja yang
Info BPJS Kesehatan
berbeda. Pada hemodialisa proses dialisys-nya atau pembuangan racun atau produk tubuh melalui mesin hemodialisa. Ketika proses hemodialisa, penderita gagal ginjal harus dalam posisi terbaring. Sedangkan pada metode CAPD, proses dialysis terjadi di selaput tipis yang berada di perut yaitu peritoneum. Pada saat proses CPAD, penderita gagal ginjal tidak perlu berbaring, tetapi bisa sambil duduk dan tetap beraktivitas seperti biasa. Untuk mengikuti metoda CAPD, penderita harus dipasang kateter di bagian perut melalui operasi kecil. Persiapan pemasangan sampai pemulihan memerlukan waktu tiga hari. Sementara, pihak keluarga sebagai pendamping mengikuti pelatihan agar terampil melakukan sendiri proses CAPD. “Keluarga pasien dilatih sampai bisa melakukan sendiri, bagaimana cara memasukkan cairan melalui kateter, mengetahui caranya menjaga kebersihan agar tidak terjadi infeksi. Kalau sudah bisa baru boleh pulang. Saya belajar sampai satu bulan karena waktu itu, suami saya dirawat satu bulan,” papar Lailatus. Lailatus mejelaskan, dengan CAPD, Nurdin cukup sebulan sekali kontrol dokter spesialis di RS Saiful Anwar Malang. Sehingga dapat menghemat waktu. Apalagi jarak dari Pasuruan ke Rumah Sakit Saiful Anwar di Malang ini bisa ditempuh sekitar dua jam dengan sepeda motor. Setiap kontrol ke rumah sakit, tetap melalui rujukan Puskesmas lalu RSUD Pasuruan, baru ke RS Saiful Anwar Malang. Sedangkan cairan yang digunakan dialysis, dikirim setiap bulan ke rumah. “Jelas lebih mudah dengan CAPD. Tetapi kita harus menjaga kebersihan. Kalau mau pergi jauh, bisa bawa cairan, sehingga saat jadwalnya dialysis, dimana pun bisa dilakukan. Karena pasien tidak perlu tiduran dan dipasang banyak selang seperti hemodialisis,” ungkapnya. Secara berkala, kateter bagian luar diganti setiap enam bulan sekali dan kateter di bagian dalam atau tepatnya di sekitar perut diganti setiap enam sampai delapan tahun. Menurutnya, perlu hati-hati menjaga kebersihannya. “Sekarang saya sedang antre obat, karena pergelangan tangan suami saya ada infeksi dan bernanah,” kata Imas, panggilan akrab Lailatus saat antre obat di RS Saiful Anwar, beberapa waktu lalu. Dalam kondisi sakit, penderita gagal ginjal memerlukan dukungan penuh dari pihak keluarga untuk menambah semangat hidupnya. Apalagi, Nurdin tidak lagi bisa mencari nafkah
seperti biasanya. Usahanya memberikan pinjaman (kredit) barang-barang rumah tangga terpaksa tidak bisa berjalan seperti biasa, dan akhirnya berhenti. Meski demikian, sebagai istri, Imas Nurdin tetap bersyukur karena memiliki orangtua, teman, kerabat, yang sangat peduli dengan kondisi keluarganya. “Bagaimana lagi, mungkin ini cobaan dari Tuhan. Kita harus tetap bersyukur. Kalau bisa saya maunya mandiri, artinya tidak merepotkan orang lain,” kata Imas. Imas pun mulai menceritakan dari awal saat suaminya sakit. Awalnya, Nurdin mengalami sakit kepala. “Pas pulang kerja, dia (Nurdin- red) bilang mumet (pusing – red). Lalu dia tidur, karena merasa mual dan pusing, saya bawa ke dokter. Ternyata tensinya 220, kata dokter sakit maag,” kenang Imas. Setelah itu, malam harinya, Nurdin muntah-muntah keluar darahnya. Kemudian, dibawa ke Rumah Sakit Umum Pasuruan. Setelah melihat hasil test laboratorium, barulah diketahui kedua ginjalnya sudah tidak bisa berfungsi lagi alias gagal ginjal. Sejak itulah, Nurdin harus menjalani hemodialisa atau cuci darah. Tentu saja, Imas bingung memikirkan biayanya. Untunglah ketika itu masih bisa mengurus surat tidak mampu dan bisa masuk ke data BPS sehingga Imas mendapatkan kartu Jamkesmas. Sehingga biaya untuk hemodialisa ditanggung oleh negara. Namun, ketika masa transformasi BPJS Kesehatan, Nurdin tidak masuk dalam penerima bantuan iuran (PBI). “Suami saya tidak mendapat lagi Jamkesmas. Saya sudah mengurus ke Dinas Kesehatan, tetapi tidak ada datanya. Kemudian, orangtua dan saudara-saudara saya menyarankan untuk mendaftar BPJS Kesehatan yang membayar saja. Dan saya sekeluarga sekarang sudah menjadi peserta kelas 3 BPJS Kesehatan. Tetapi yang bayar iurannya orangtua saya,” ujarnya lirih.
Beruntung, Imas memiliki keluarga yang memberi dukungan secara gotong royong membantu secara finansial. Sementar anak semata wayangnya, Iza Awalin Choirunisa yang kini duduk di kelas 3 SMP, mendapat beasiswa, sehingga memperingan biaya sekolahnya.“Saya inginnya membayar sendiri. Tapi kan saya belum mampu, jadi seharusnya mendapat Jamkesmas (kini PBI –red). Honor saya jadi guru PAUD hanya Rp 300 ribu per bulan. Karena suami saya membutuhkan, ya terpaksa saya menerima bantuan dari orangtua dan saudara-saudara,” ujarnya.
Untuk kebutuhan sehari-hari, dia yakin selalu ada saja rejeki. Suaminya masih bisa membantu pekerjaan rumah seperti menyapu, mencuci pakaian, dan sesekali memasak. Untuk makannya, penderita gagal ginjal yang menggunakan CAPD, bisa makan nasi, sayur seperti sayur asem, sop, buncis. Jadi, berbeda dengan peserta hemodialisa yang harus makan makanan tertentu. “Nah, untuk menjaga agar kran kateter selalu bersih, saat mandi harus ditutup. Pernah juga luka di sekitar kateter. Saya harus beli salep sendiri, karena tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan. Dan saya kasih betadin,” ujarnya. Kini, Imas selalu menjaga kesehatannya. Meskipun dirinya dan anak semata wayangnya sudah mempunyai jaminan dari BPJS Kesehatan, tetapi Imas tidak ingin sakit. “Saya ingin sehat, dan kalau saya sudah mampu saya akan bayar sendiri iurannya untuk sekeluarga saya,” ujarnya.
9
SEHAT SEHAT
EDISI 27 BULAN OKTOBER T 2015
Sayangi Ginjalmu Sebelum Menyesal
Setiap organ tubuh mempunyai fungsi yang berbeda tetapi saling terkait satu dengan lainnya. Salah satu organ tubuh yang penting adalah ginjal. Letaknya tepat di bawah tulang rusuk di sebelah kiri dan kanan tulang belakang atau di sekitar pinggang. Maka, ginjal juga sering disebut sebagai buah pinggang.
G
injal yang berukuran sekepalan tangan ini berfungsi menyaring darah. Setiap hari ginjal mampu menyaring sekitar 200 liter darah dan menghasilkan sekitar 2 liter limbah dalam tubuh yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Zat-zat yang berbahaya itu disaring oleh ginjal lalu dibuang melalui urin. Jika ginjal kita mengalami gangguan maka zat-zat berbahaya itu tidak terbuang dan dapat meracuni sehingga kesehatan tubuh pun akan terganggu. Selain itu, dua ginjal yang kita miliki juga menghasilkan hormon yang bisa menyerap mineral penting dan berperan dalam pengaturan tekanan darah, sel darah merah, dan asam dalam tubuh. Wow, betapa beratnya tugas ginjal. Oleh karena itu, ginjal pun bisa lelah hingga akhirnya benar-benar rusak dan tidak bisa mampu menjalankan tugasnya lagi. Hal itu karena kita sering tidak menyadari makanan yang kita konsumsi sehinga memaksa ginjal untuk bekerja lebih keras hingga akhirnya ginjal berhenti bekerja alias gagal ginjal. Namun, sayangnya, saat kondisi kesehatan sudah memburuk baru diketahui seorang pasien menderita gagal ginjal. Oleh karena itu, sebaiknya menjaga ginjal agar tetap sehat sebelum kita menyesal harus mengganti ginjal dengan mengganti ginjal yang baru atau dengan cangkok ginjal atau cuci darah seumur hidup dengan terapi hemodialisa (HD) atau continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD). Kasus gagal ginjal di Indonesia sudah mencapai sekitar 100.000 pasien lebih dan setiap tahun diperkirakan ada sekitar 25.000 pasien baru yang mengidap gagal ginjal. Nah, agar kita tidak menjadi satu di antaranya, sebaiknya menjaga ginjal kita agar tetap sehat sebelum akhirnya menyesal. Caranya, antara lain rajin berolahraga. Dengan berolahraga dapat memperlancar proses pembentukan urin. Kita juga perlu mejaga berat badan karena berat badan yang
10
berlebihan sering berakibat pada masalah kesehatan. Lemak yang tertimbun di perut dan sekitarnya dapat mendesak ginjal sehingga ginjal sulit memproses urin. Untuk itu, perlu mengatur pola makan yang baik dengan mengkonsumsi makanan yang sehat yaitu dengan menghindari lemak jahat dan gula secara berlebihan. Sebaiknya membiasakan diri untuk rutin mengkonsumsi buah dan sayur karena mengandung serta yang tinggi dan memiliki kandungan vitamin, mineral, dan zat besi yang dibutuhkan untuk menjaga ginjal dan organ tubuh lainnya agar tetap sehat. Jangan lupa, hindari pengawet dan waspadai pewarna pada makanan. Makanan yang perlu dihindari lainnya adalah makanan yang terlalu asin. Alasannya, makanan yang asin mengakibatkan ginjal tidak bekerja secara maksimal. Oleh karena itu, sebaiknya makanlah dengan rasa asin yang wajar saja atau tidak berlebihan agar ginjal tidak lelah bekerja. Mengontrol tekanan darah secara rutin juga penting lho. Karena tekanan darah sangat mempengaruhi kondisi ginjal. Tekanan darah yang terlalu tinggi akan membuat kita berisiko memiliki penyakit ginjal. Oleh karena itu, tekanan darah harus tetap terkontrol. Caranya, dengan menghindari rasa asin berlebihan. Selain itu, salah satu tips mengontrol tekanan darah dengan cara berfikir positif tidak emosional, dan bersikap tenang dalam menghadapi berbagai masalah. Menjaga kadar gula dalam darah juga sangat penting karena sangat mempengaruhi kondisi ginjal. Kadar gula yang tinggi dapat merusak ginjal dan organ lainnya seperti jantung. Oleh karena itu, sebaiknya mengatur konsumsi gula dan bagi penderita diabetes harus super hati-hati menjaga kadar gula agar tetap stabil agar tidak mempengaruhi fungsi ginjal. Minum air putih juga sangat bagus karena dapat memperbaiki kinerja ginjal dan menjada ginjal tetap sehat. Air putih juga penting untuk memelihara organ tubuh lainnya seperti mata, jantung, hati, dan kulit. Minumlah
minimal delapan gelas per hari atau sekitar dua liter air per hari, jika udara panas bisa ditambah lagi agar tidak terjadi dehidrasi. Jika sudah saat buang air kecil, sebaiknya segera dikeluarkan atau jangan ditahan. Apabila sering menunda buang air kecil dapat menyebabkan stress di kandung kemih. Hal ini dapat berakibat gangguan kesehatan ginjal. Selain itu, agar ginjal tetap sehat hindari kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol. Kandungan nikotin pada rokok dapat memperlambat aliran darah ke ginjal yang dapat menimbulkan gangguan pada ginjal. Mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Jika harus mengkonsumsi obat antibiotik atau obat keras lainnya, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter sebelum mengkonsumsi obat agar tahu efek samping dari obat tersebut. Untuk memastikan ginjal Anda sehat, sebaiknya melakukan medical check-up atau pemeriksaan medis secara rutin, utamanya Anda yang sudah berusia 30 tahun ke atas. Berkonsultasilah dengan dokter keluarga, apalagi jika memiliki riwayat keluarga berpenyakit ginjal. Jadi, penyakit ginjal sebetulnya bisa dicegah. Ada berbagai makanan juga bisa menjaga ginjal tetap bekerja dengan baik, antara lain bawang putih karena memiliki kandungan antioksidan yang tinggi dan bisa menurunkan kadar kolesterol. Bawang merah sering dikonsumsi untuk penawar racun. Paprika merah, menurut sebuah situs, dapat membantu proses menghancurkan limbah yang masih tersisa dalam tubuh. Paprika merah juga dimanfaatkan untuk makanan diet oleh sejumlah perempuan yang berlebih berat badan. Putih telur ternyata juga bisa mengoptimalkan fungsi ginjal. Jika tubuh kekurangan kadar protein fosfor fungsi ginjal akan menurun. Sedangkan kembang kol memiliki indole, glucosinolate, dan thiocyanate yang bisa
menyingkirkan racun dalam tubuh. Mengkonsumsi kecambah mentah juga dapat mencegah penyakit batu ginjal. Begitu juga dengan daun kol atau kubis, serta buah apel merupakan makanan yang disarankan untuk kesehatan ginjal. Tidak ketinggalan, mengkonsumi ikan sangat dianjurkan karena ikan mengandung lemak omega 3 yang baik untuk kesehatan ginjal karena bersifat anti inflamasi. Kandungan proteinnya dapat menjaga tubuh dan otak tetap sehat. Ikan yang baik untuk kesehatan ginjal antara lain, salmon, makarel, dan tuna.
Info BPJS Kesehatan
Kilas & Peristiwa
EDISI 27 BULAN OKTOBER T 2015
BPJS Kesehatan Perkokoh Komitmen Kerjasama dengan Kemenakertrans dan BPJS Ketenagakerjaan dalam Penegakan Hukum JAKARTA: BPJS Kesehatan kembali memperkokoh komitmen kerjasama dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) RI. Sebelumnya pada 27 Maret 2014 silam, BPJS Kesehatan dan Kemenakertrans telah menjalin kerjasama untuk mengupayakan perluasan cakupan kepesertaan program jaminan kesehatan dan menegakkan hukum dalam pelaksanaannya di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Menurut Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, kesepakatan ini disusun agar pelaksanaan program JKN dapat berjalan secara efektif, efisien, dan terkoordinir. Adapun saat ini pilar kerjasama yang diperkokoh antara lain dalam aspek perluasan kepesertaan, peningkatan kualitas pelayanan, serta peningkatan kepatuhan dan penegakan hukum. Kerjasama dalam aspek kepesertaan antara lain sosialisasi kepada para pemangku kepentingan di seluruh Indonesia, pemanfaatan sarana informasi dan pelayanan terpadu di unit pelayanan, serta menyediakan informasi mengenai proses kepesertaan di setiap kantor pelayanan. Sementara kerjasama dalam aspek peningkatan kualitas pelayanan antara lain berupa peningkatan kapasitas pegawai dalam penyelesaian kasus program jaminan sosial, sosialisasi/ pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja bagi HRD di perusahaan, peningkatan kapasitas dokter penasihat dalam pemberian pertimbangan medis, serta penyelesaian kasus pelayanan terkait peserta jaminan sosial. “Poin penting dalam aspek kepatuhan dan penegakan hukum di antaranya mendukung pemeriksaan dan penyidikan tindak pidana jaminan sosial serta menyusun program kerja bersama petugas pemeriksa BPJS Kesehatan, pengawas, dan penyidik PNS ketenagakerjaan. Selain itu juga perlu dilakukan pengkajian petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan pelayanan publik di berbagai sektor untuk mendukung kepatuhan dan penegakan hukum dalam penyelenggaraan jaminan sosial,” kata Fachmi Idris di sela acara Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama antara Kemenakertrans dengan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, Kamis (3/9).
Kerjasama lain yang disepakati adalah melakukan upaya penyempurnaan peraturan perundang-undangan di bidang penyelenggaraan jaminan sosial, pertukaran data dan informasi, monitoring dan evaluasi kerjasama, serta peningkatan koordinasi dengan pembentukan tim kerjasama hubungan antar lembaga di tiap wilayah. Sekjen Kemenakertrans dan Direktur Utama BPJS Kesehatan bertanggung jawab di tingkat pusat, Kepala Divisi Regional (Divre) BPJS Kesehatan dan Kepala Dinas Ketenagakerjaan Provinsi bertanggung jawab di tingkat provinsi. Sementara untuk tingkat kabupaten/kota, diserahkan pada Kepala
Dinas Ketenagakerjaan Kab./Kota dan Kepala Cabang BPJS Kesehatan. Fachmi menegaskan, tim kerja hubungan antar lembaga akan melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala terkait pelaksanaan kegiatan tersebut. “Hasilnya nanti dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam perluasan cakupan kepesertaan dan penegakan hukum progam jaminan kesehatan, sehingga ke depannya progam jaminan kesehatan ini bisa berjalan secara optimal,” katanya.
BPJS Kesehatan Dan PT Pos Indonesia Teken MoU Sukseskan Implementasi JKN-KIS Jakarta (16/09/2015): Dalam rangka mensukseskan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) – Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang dikelola BPJS Kesehatan, pada Rabu 16 September 2015 , BPJS Kesehatan melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) dengan PT POS Indonesia yang dihadiri langsung oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, dan Pelaksana Tugas Direktur Utama PT POS Indonesia (Persero) Poernomo di Jakarta. Adapun Kesepahaman bersama ini mengatur kedua belah pihak dalam bekerjasama melalui kemitraan, sinergi dan penggarapan potensi bersama dengan ruang lingkup sbb : (1) Pemanfaatan potensi para pihak dalam rangka mensukseskan Program Kartu Indonesia Sehat sebagaimana Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 (2) Pemanfaatan potensi Pihak Kedua untuk menyampaikan informasi penagihan iuran peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola Pihak Pertama melalui proses bisnis sesuai tata cara dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (3) Pemanfaatan potensi Pihak Kedua untuk menjadi alternatif channel pembayaran iuran peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola Pihak Pertama melalui
Info BPJS Kesehatan
perjanjian khusus untuk itu, dengan menerapkan prinsip Good Governance berdasarkan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku. “BPJS Kesehatan terus berupaya melakukan perbaikan dan inovasi serta bekerjasama dengan berbagai stakeholder dalam memudahkan peserta mendapatkan pelayanan. Ini sebagai upaya perbaikan dan penyempurnaan program. Potensi kerjasama dengan PT POS Indonesia cukup strategis namun harus terus kami dalami sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Ketersebaran PT POS Indonesia sampai pada pelosok negeri, ini akan mempermudah peserta khususnya dalam pendistribusian Kartu Indonesia Sehat,” ujar Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris. Fachmi Idris juga menekankan pada upaya suksesnya pendistribusian Kartu Indonesia Sehat melalui jaringan PT POS Indonesia, sebagai salah satu target Tri Sukses BPJS Kesehatan di tahun 2015, Sukses Implementasi KIS dan Distribusi KIS.
11