Edisi XIX Agustus - Oktober 2014 E-mail:
[email protected] Iklan dan Pemasaran: Kantor Linfokom UMK
Hemat Ratusan Jam Waktu Petani
HOTLINE: 0291-438229 EXT. 158
Jendela, 8
1 • Perbaiki Pembelajaran • Bahasa Inggris • Sambut Pasar Bebas Pengabdian di Ujung Negeri Info Utama Hal, 4 Profil Hal, 6
Un
iver sity
INFO MURIA re tu Cul
www.umk.ac.id
Cerdas dan Santun
ISSN: 2088-2920
Teylin, Bermula dari Konferensi Nasional K
onferensi internasional Teaching English for Young Learners in Indonesia (Teylin) yang digelar Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris (Progdi PBI) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muria Kudus (UMK) baru saja berlalu. Digelar pada 2-3 September 2014, forum ilmiah internasional ini mendapatkan sambutan luar biasa dari akademisi dan praktisi pengajaran Bahasa Inggris di tanah air dan luar negeri.
Jean Pierre (Jepang), memberi apresiasi positif dengan menjadi presenter dalam konferensi internasional ini. Bagi para akademisi di Progdi PBI UMK, sukses menggelar forum internasional untuk kali pertama tahun ini, tentu membuat mereka bungah. Namun, kesuksesan mempertemukan para pakar di bidang pembelajaran Bahasa Inggris ini, bukanlah hal mudah.
Sebanyak 132 peserta yang terdiri atas presenter dan partisipan, ikut ambil bagian dalam event prestisius yang kini sudah melekat dengan Progdi PBI UMK: Teylin.
‘’Sebelum digelar sebagai konferensi internasional, Teylin terlebih dahulu merupakan kegiatan dengan titel konferensi nasional pada 2011 dan 2012,’’ terang Agung Dwi Nurcahyo SS. M.Pd., dosen Progdi PBI UMK.
Beberapa perguruan tinggi yang hadir antara lain berasal dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Lampung (Unila), Universitas Negeri Jambi, Universitas Tarumanegara (Jakarta), Universitas PGRI Semarang, Universitas Negeri Semarang (Unnes), UPI Bandung.
Agung menjelaskan, sejak awal digelar, Teylin memang dirancang sebagai forum ilmiah tahunan. ‘’Untuk 2013, Teylin tidak diselenggarakan karena dipersiapkan menjadi forum internasional. Butuh pemikiran dan waktu panjang untuk mempersiapkan kegiatan bertaraf internasional,’’ terangnya.
Para pakar di bidang pembelajaran Bahasa Inggris seperti Itje Chodijah MA (ELT Consultant and British Council Trainer/Indonesia), Justine Hitchcock (New Zealand), Jonathan Moore (Amerika Serikat), Kylie Moody (Australia), dan
Lelah fisik dan pikiran, tentu menghinggapi segenap panitia konferensi internasional Teylin. Bahkan, salah satu panitia sampai sempat dirawat di rumah sakit, lantaran kondisi kesehatannya menurun. INFO MURIA
Edisi XIX
Agustus - Oktober 2014
Namun, rasa lelah itu terbayar sudah dengan kesuksesan yang diraih dalam penyelenggaraan konferensi internasional Teylin kali ini. Sebab, kegiatan ini tentu memberikan dampak ikutan yang sangat positif berupa jaringan terhadap UMK dengan berbagai perguruan tinggi, baik di tingkat nasional maupun internasional. Dampak positif yang langsung dirasakan dari digelarnya forum internasional Teylin ini, yakni berkenannya Jean Pierre, akademisi dari Chua University, Jepang menjadi narasumber kuliah perdana di hadapan ratusan mahasiswa baru Progdi PBI UMK, sebelum ia bertolak kembali ke negaranya. Melihat respons positif dari berbagai pihak, tak heran jika pihak pimpinan Progdi PBI di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UMK pun meneguhkan komitmen untuk rutin menyelenggarakan kegiatan Teylin. ‘’Karena apresiasi positif dari banyak kalangan terhadap Teylin, maka kegiatan ini akan digelar sebagai event internasional setiap dua tahun sekali, diselingi dengan kegiatan serupa untuk level nasional. Tetapi ini masih kita rumuskan,’’ ujar Diah Kurniati SS. M.Pd., ketua Progdi PBI UMK. (Rsd/Infomuria)
2
BERANDA
n SAPA REDAKSI
SURAT PEMBACA
SAPA REDAKSI
Congratulation Info Muria
P
ertama-tama, saya ucapkan congratulation buat pengelola Tabloid Info Muria, yang telah menghadirkan media komunikasi sivitas akademika Universitas Muria Kudus (UMK) lebih renyah dan segar. Dulu, saya mengenal Info Muria dalam bentuk buletin. Namun membaca Info Muria edisi ke-19, hal berbeda nampak. Body-nya baru. Tampilannya juga lebih baik, menarik, dan isinya lebih variatif (beragam). Semoga Info Muria akan selalu hadir lebih baik ke depan. (*) Tri Lestyorini, Kepala UPT PSI UMK KRU MAGANG: Belasan mahasiswa UMK mengikuti seleksi magang reporter website universitas dan Tabloid Info Muria
P
Manfaatkan Kesempatan Magang
Semarak Aktivitas Intelektual
enerbitan Info Muria edisi XIX ini sungguh dengan gelaran konferensi internasional Teaching sangat menarik, karena diwarnai dengan English for Young Learners in Indonesia (Teylin). atmosfir akademik yang demikian semarak. Namun tentu saja tidak semua momen ilmiah Banyak kegiatan ilmiah digelar oleh mahasiswa, dan beragam aktivitas yang digelar di UMK Program Studi (Progdi) dari masing- bisa terpublikasikan dalam Info Muria karena masing fakultas, hingga kegiatan lain yang keterbatasan space yang ada. diselenggarakan lembaga dan Unit Pelaksana Berbagai kegiatan yang tersaji di edisi ini, antara Teknis (UPT). lain konferensi internasional Teylin, hasil riset Beberapa kegiatan yang bisa disebut dalam mahasiswa UMK berupa alat pengusir hama kesempatan ini, antara lain kuliah perdana burung yang mengantarkannya di Pekan Ilmiah program Magister Manajemen (MM) yang Mahasiswa Nasional (Peksiminas) 2014, dan menghadirkan ketua pusat Asosiasi Ilmuwan pendampingan kepada guru Bimbingan Konseling Manajemen Indonesia (AIMI) Prof. Armanu (BK) oleh Progdi BK FKIP UMK bekerjasama dan kuliah tamu mahasiswa Program Studi dengan Musyawarah Guru (MG) BK. Pendidikan (Progdi) Bahasa Inggris yang Laporan lain, yaitu catatan perjalanan kru menghadirkan pakar dari Jepang, Jean Pierre. redaksi Info Muria M. Widjanarko di Kepulauan Ada diskusi ‘’Potret Intervensi di Bilik Redaksi’’ Karimunjawa (Teras Muria), roundtable discussion yang digelar oleh Unit Kegiatabn Mahasiswa ketahanan pangan kerjasama Fakultas Pertanian (UKM) Jurnalistik, di-support redaksi website dan Rumah Sehat Griya Balur Muria (GBM) di UMK dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) rubrik Kampusiana, serta Harmoni Keberagamaan Kota Semarang, Seminar Nasional Teknologi di Desa Kuthuk (Budaya). Informasi (Snatif), serta beragam kegiatan lain Ada lagi yang baru. Mulai edisi ini, Info Muria meyang diselenggarakan Unit Kegiatan Mahasiswa launching rubrik baru, yaitu ‘’Putih Abu-abu’’. (UKM). Rubrik ini untuk menampung dinamika sekolah Semaraknya berbagai aktivitas intelektual dan sarana silaturahmi antarpelajar tingkat SMA di (ilmiah) tersebut, tentu saja membawa kesan Eks Karesidenan Pati dan sekitarnya. tersendiri bagi lebih dari dua ribu mahasiswa Pingin tahu lebih banyak apa saja yang disajikan baru UMK tahun akademik 2014/2015. Info Muria edisi ini? Buruan dapatkan Info Muria Dinamisasi dan ruh ilmiah begitu nampak dalam di tempat-tempat yang ditentukan. Selamat beragam kegiatan yang dilaksanakan. Belum membaca! lagi, di momen awal mahasiswa baru UMK Redaksi mengenal kampusnya, mereka juga ‘‘disambut’’
S
aya bersyukur bisa menimba ilmu di UMK. Tidak hanya kuliah, saya juga mendapatkan beasiswa magang dan ditempatkan di UPT Perpustakaan. Di tempat magang, saya belajar banyak hal, mulai bagaimana melayani mahasiswa dengan baik, hingga berinteraksi secara profesional dengan sesama anak magang dan karyawan Perpustakaan. Belum lagi, kesempatan cucicuci mata, he he ... Pengalaman magang di perpustakaan ini, tentu akan memberi banyak manfaat dalam kehidupan saya di ‘’alam liar’’ nanti selepas wisuda. Untuk itu, kepada adik-adik mahasiswa, jangan pernah ragu untuk melamar sebagai mahasiswa magang di Biro Akademik dan Keungan (BAU). Banyak pelajaran dan pengalaman yang akan anda dapat. (*) Anis Lutfil Karim, Mahasiswa Progdi Pendidikan Bahasa Inggris dan wisudawan Oktober 2014. Saat ini mengajar ekstra kurikuler (ekskul) Bahasa Inggris di MTs. Negeri 1 Kudus. TARIF IKLAN: Banner hal cover / hal belakang FC di hal dalam BW di hal dalam Iklan kolom 80 x 76 Advertorial
: Rp. 6.000.000,: Rp. 5. 000.000,: Rp. 3.500.000,: Rp. 250.000,: Rp. 3.000.000,-
Penanggungjawab : Rektor, Pengarah : Wakil Rektor IV, Kepala Linfokom, Pimpinan Redaksi : Zamhuri, Redaktur Pelaksana: M. Widjanarko, Rosidi, Sekretaris Redaksi : Noor Athiyah, Koordinator Liputan : Much Harun, Staf Redaksi : Dodi Tysna, Ulum Minnafiah, Ainun Nafiati, Millatul Hanifah
INFO MURIA
Diterbitkan oleh Humas Universitas Muria Kudus. Alamat Redaksi: Gondangmanis PO. BOX 53 Bae Kudus 59352 (0291) 438229. Redaksi menerima sumbangan artikel dengan panjang maksimal 6.500 karakter. Artikel dikirim melalui e-mail: infomuriaumk@ gmail.com atau
[email protected]. E-paper Info Muria bisa diunduh di infomuria.umk.ac.id
INFO MURIA
Edisi XIX
Agustus - Oktober 2014
3
INFO UTAMA
Ajak Anak Berpikir Kritis
B
anyak hal (cara) y a n g bisa dipersiapkan dan bisa dilakukan untuk mendorong s u k s e s pembelajaran Bahasa Inggris.
LOMBA MENYANYI: Siswa tingkat SD di Kudus dan sekitarnya mengikuti lomba menyanyi Bahasa Inggris semarakkan penyelenggaraan Teylin.
Apresiasi Budaya dalam Konferensi Internasional Teylin Konferensi internasional Teaching English for Young Learners in Indonesia (Teylin) tak sekadar ruang sharing gagasan dan siliturahmi para ahli Bahasa Inggris. Ada suguhan apresiasi budaya dalam acara tersebut.
H
ampir setiap daerah di Nusantara memiliki tarian khas. Tetapi yang ini beda. Ini adalah tarian tentang bagaimana proses membuat rokok kretek: meracik, menggiling, merapikan, mengemas, hingga mendistribusikannya ke pasar. Itulah Tari Kretek khas Kabupaten Kudus yang disuguhkan para mahasiswa Universitas Muria Kudus (UMK), menyambut ratusan peserta yang mengikuti gelaran konferensi internasional Teylin. Pembukaan yang apik dan menghibur para peserta yang tidak hanya berasal dari penjuru Nusantara, juga dari beberapa negara lain. Selain Tari Kretek, ada Tari Bali, pementasan drama berbahasa Inggris dan suguhan petikan biola oleh siswa SD IT Luqman Al-Hakim. Pementasan ini melengkapi pementasan sebelumnya pada konferensi internasional pertama yang diselenggarakan Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris (Progdi PBI) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muria Kudus (UMK).
Menariknya, dari ratusan paper yang masuk, tak sedikit pula yang membahas budaya (tradisi) kaitannya dengan pembelajaran Bahasa Inggris. Antara lain nampak dalam Empowering the Local Games as the Alternative Media to Enhance Student’s Compenent in Learning English, Developing Picture Story to Revitalize Kudus Lokal Culture in English Learning for Young Learners, serta Empowering Indonesian Culture and English Vocabulary for Young Learners Through Portek (Portable Engklek). Arido Laksono, peserta asal Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, memberikan apresiasi kepada penyelenggara Teylin yang tidak sekadar menjadi ajang silaturahmi para pakar Bahasa Inggris dari berbagai perguruan tinggi dalam maupun luar negeri. ‘’Penyelenggaraan Teylin ini cukup menarik, karena dibumbui dengan suguhan apresiasi budaya. Pemberian kesempatan kepada para siswa dan mahasiswa dalam panggung cultural show ini cukup pen-ting, sebagai penanda dan salah
satu upaya pelestarian budaya lokal,’’ katanya. Fajar Kartika, ketua panitia, mengutarakan, penyelenggaraan Teylin pada 2 - 3 September lalu bertajuk “Bringing Culture and Indigenous Norms to The Classroom”, salah satunya memang membawa misi bagaimana budaya lokal mendapat tempat dalam pengajaran Bahasa Inggris. “Budaya lokal dapat menjadi media yang sangat efektif mengajarkan Bahasa Inggris di kelas. Guru dapat mengangkat tema tentang kehidupan, makanan khas, bangunan khas, atau cerita rakyat sesuai kondisi sosial masing-masing,’’ ungkapnya. Fajar menyontohkan, di Kudus guru bisa mengusung tema mengenai Parijoto, Soto Kerbau, tradisi Dhandangan, Rebo Wekasan, Maulidan Jawiyan, Bulusan, dan lainnya. ‘’Dengan begitu, anak didik tentu akan lebih familiar de-ngan budaya lokal dan akhirnya memiliki kepedulian untuk melestarikannya,’’ katanya. (Atik/Info Muria).
INFO MURIA
Edisi XIX
Tetapi bagi anak-anak, salah satu yang bisa dilakukan yaitu dengan membangun daya kritis (critical t h i n k i n g ) Angelina Linda Hartani mereka. Angelina Linda Hartani mengutarakan hal itu dalam Konferensi Internasional Teaching English for Young Learners in Indonesia (Teylin) yang digelar Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris (Progdi PBI) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muria Kudus (UMK). “Critical thinking sangat penting bagi anakanak dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris. Dari kajian saya, ada tiga variabel yang mesti diperhatikan, yaitu graphic organizer (GO), critical thinking, dan reading instruction.” Angelina menjelaskan, bahwa tradisi berpikir kritis perlu dibangun dan dikembangkan sejak dini. “Dalam kajian ini, saya ingin melihat bagaimana meningkatkan pemikiran anak anak menggunakan graphic organizer atau sering kita sebut GO,” tuturnya. Praktisi pendidikan asal Kalimantan Timur ini menambahkan, urgensi critical thinking dalam pembelajaran Bahasa Inggris yaitu untuk menganalisa, proses evaluasi, dan mendorong kreativitas anak. “Ajak anak berpikir kritis, sehingga ia bisa menghadirkan solusi dari masalah (problem) yang dihadapi,’’ katanya. Mengenai kritisisme anak, dia pun menyontohkan, bahwa di Amerika Serikat, jika ada guru yang mengajar, para murid banyak yang angkat tangan untuk bertanya atau menjawab pertanyaan guru. ‘’Di Indonesia, anak-anak cenderung pasif, sehingga seorang guru harus memancing keingintahuan anakanak didiknya. Critical thinking memang harus dilatih dan dimunculkan sejak dini,’’ ujarnya. Angelina yang juga dosen di Universitas Mulawarman mengaku sudah beberapa kali ke Kudus. Selain Teylin ini, ia juga hadir dalam acara serupa pada 2012, sewaktu masih bertitel konferensi nasional. ‘’Saya melihat perkembangan UMK cukup pesat. UMK juga sukses menggelar Teylin, sehingga semakin dikenal di kancah nasional maupun internasional,’’ tuturnya. (Ulum/ Info Muria)
Agustus - Oktober 2014
4
INFO UTAMA
Perbaiki Pembelajaran Bahasa Inggris Sambut Pasar Bebas
Mahasiswa Ikut Ambil Bagian
Kebijakan pasar global di tingkat ASEAN akan mulai diberlakukan pada 2015 mendatang. Butuh persiapan matang agar tidak terlindas oleh pasar global tersebut. Salah satunya dengan menguasai bahasa komunikasi internasional: Bahasa Inggris.
H
asil dari konferensi internasional Teaching English for Young Learners in Indonesia (Teylin), ada dua rekomendasi yang dipandang penting bagi pembelajaran Bahasa Inggris dimulai dari tingkkat Sekolah Dasar (SD). Dua rekomendasi itu adalah mendorong pemerintah memulihkan pembelajaran Bahasa Inggris di SD berikut alokasi waktunya, dan meminta kepada pemerintah Kabupaten Kudus dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mendukung perbaikan pembelajaran bahasa internasional tersebut. ‘“Sementara, kami meminta pemerintah di tingkat lokal dulu, dalam hal ini Kabupaten Kudus dan Provinsi Jawa Tengah agar bisa memperbaiki proses pembelajaran Bahasa Inggris ini,’’ ujar Fajar Kartika. Ketua panitia Teylin ini memandang, pemulihan pembelajaran Bahasa Inggris sangat penting, apalagi era pasa bebas sudah di depan mata. ‘’Paling tidak, pasar bebas di tingkat ASEAN akan segera diberlakukan tahun depan,’’ ungkapnya. Seiring akan diberlakukannya pasar bebas ASEAN atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang sudah di depan mata itu, penguasaan terhadap Bahasa Inggris sangat penting karena posisinya sebagai bahasa komunikasi internasional.
‘’Di tingkat ASEAN, memang hanya Singapura yang memakai Bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi. Tetapi di forum pertemuan tingkat ASEAN, tentu bahasa yang dipakai untuk komunikasi adalah bahasa yang dipakai secara internasional, yakni Bahasa Inggris,’’ kata Pembantu Dekan III Bidang Kemahasiswaan ini. Menjelang diberlakukannya MEA tersebut, Indonesia mau tidak mau harus segera mempersiapkan diri, antara lain dengan memperbaiki pembelajaran Bahasa Inggris-nya. “Untuk kondisi pembelajara Bahasa Inggris di Indonesia, masih sebatas sebagai mata pelajaran, sehingga tidak maksimal. Semestinya, pembelajarannya lebih kepada semangat bagaimana Bahasa Inggris dipahami sebagai alat komunikasi,’’ tuturnya. Sementara itu, mengenai rekomendasi mengapa lebih menitikberatkan pada konteks lokal terbih dahulu, untuk mendorong pemimpin daerah men-support gagasan ini secara serius. ‘‘Harus dicatat, dalam era pasar bebas, banyak orang asing yang akan berdatangan. Bukan sebagai wisatawan, tetapi sebagai pekerja. Maka bangsa ini harus mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan baik, tak terkecuali dalam hal penguasaan bahasa komunikasi internasional,’’ tegasnya. (rsd/Info Muria)
TARI KRETEK: Mahasiswa UMK mementaskan Tari Kretek menyambut para peserta Teylin
S
eakan tak ingin ketinggalan untuk ikut menyukseskan konferensi internasional Teaching English for Young Learner in Indonesia (Teylin), sebanyak 25 mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris (Progdi PBI) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muria Kudus (UMK), ikut ambil bagian dalam forum internasional yang berlangsung pada 2 – 3 September lalu. Mereka adalah Ulya Luthfiyana, Agus Thoriqul Mustaqim, Emi Alfiaturohmaniah, Siti Rohmah, M. Khoirul Faizin, Khanin Zahrotul Aula, Fendi Ardian, M. Ridho Faizin, Ida Mulyani, Kifti Halimah Islami, Hidayah Nilal Amal, Amanatul Firdausiyah, serta Nurul khamidah Kusmiyati. Ada juga Madina Mulia Maharianti, Joko Purwanto, Sendy Manopa, Saleha, Nugroho Sukmo Wibowo, Indri Maelasari, Syaiful Huda, Ainun Nikmah, serta Fitriani Khomsah. Selain nama-nama tersebut, ada juga Linda Ayu Muslimah, Herlina Sulityorinie, dan Luluk Elu Herfiana. ‘’Para mahasiswa dalam Teylin ini berperan sebagai Leader Officier (LO),’’ ujar Agus Thoriqul Mustaqim. Keterlibatan 25 mahasiswa tersebut dalam Teylin, tidak dipilih secara asal. ‘’Untuk menjadi LO dalam kegiatan ini, ada seleksi. Selain mampu berkomunikasi dengan baik, kemampuan berbahasa Inggris menjadi salah satu pertimbangan,’’ lanjutnya. Agus menuturkan lebih lanjut, tugas sebagai LO cukup berat. ‘’Pukul 06.30 kami harus sudah bersiap menyambut para tamu,’’ katanya. Kendati begitu, para LO ini sangat bersemangat. ‘’Bisa menjadi LO ini sebuah kesempatan yang membanggakan. Ini kesempatan untuk menerapkan ilmu dan serta link (jaringan) sebanyak-banyaknya,’’ lanjutnya menambahkan. Ainun Nikmah, LO lain, juga mengemukakan hal senada. ‘’Bisa bergabung menjadi LO dalam Teylin ini, saya mendapat banyak tambahan ilmu, terutama mengenai pembelajaran Bahasa Inggris yang baik dan menyenangkan. Ini kesempatan emas yang tidak boleh dilewatkan,’’ paparnya. Keterlibatan mahasiswa sebagai LO dalam kegiatan Teylin yang digelar sebagai konferensi internasional untuk kali pertama, ini pun mendapatkan apresiasi dari panitia.
KULIAH PERDANA: Jean Pierre, akademisi dari Jepang menjadi pemateri dalam kuliah perdana Progdi Bahasa Inggris.
INFO MURIA
Edisi XIX
‘’Peran mahasiswa yang tergabung dalam LO sangat membantu suksesnya konferensi internasional kali ini,’’ ungkap Mutohhar M.Pd., dosen PBI yang juga panitia konferensi internasional Teylin. (Milla/Info Muria)
Agustus - Oktober 2014
5
INFO UTAMA
Berharap Bisa Dapat Hak Paten Konferensi internasional Teaching English for Young Learners in Indonesia (Teylin) telah menjadi salah satu ikon Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris (Progdi PBI) pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muria Kudus (UMK). Pihak fakultas berharap Teylin bisa dapat hak paten.
P
rogram Studi Pendidian Bahasa Inggris (Progdi PBI) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muria Kudus (UMK) mewacanakan akan mematenkan Teaching English for Young Learners in Indonesia (Teylin) sebagai sebuah aktivitas khas yang rutin digelar. Pembantu Dekan III Bidang Kemahasiswaan FKIP Fajar Kartika mengutarakan hal itu kepada Info Muria, Selasa (30/9/2014). ‘’Kami memang sudah mempertimbangkan untuk mendapatkan hak paten untuk Teylin.’’ Dia memaparkan, Teylin menjadi program (aktivitas) unggulan yang sudah digelar Progdi PBI sejak 2011 lalu. ‘’Pada mulanya Teylin merupakan konferensi nasional. Namun atas masukan dari berbagai pihak, maka pada 2014 ini digelar dalam titel yang lebih luas; konferensi internasional,’’ paparnya.
Forum yang mempertemukan akademisi dan praktisi di bidang pembelajaran Bahasa Inggris ini, Fajar Kartika menjelaskan, selalu mendapatkan sambutan positif. ‘’Karena dorongan banyak pihak pula, Teylin akhirnya bisa naik levelnya menjadi forum ilmiah di tingkat internasional,’’ terangnya. Karena sambutan positif banyak pihak pula, maka para pimpinan Progdi PBI didukung pimpinan FKIP UMK akan memperjuangkan agar Teylin bisa digelar rutin sebagai forum internasional. ‘’Rencananya kami mengggelar dua tahun sekali. Namun bisa diselingi dengan kegiatan yang sama untuk level nasional,’’ ujarnya Fajar Kartika diamini Diah Kurniati, ketua Progdi PBI. Sementara itu, dalam rangka mendapatkan paten untuk Teylin, pihak fakultas telah mengumpulkan dokumendokumen penting pendukung,
PAPARKAN MATERI: Salah satu narasumber memaparkan materi pengajaran Bahasa Inggris yang baik dan tepat dalam konferensi internasional Teylin
meliputi sejarah lahirnya Teylin, tujuan diselenggarakannya, hingga kegiatan apa saja yang sudah pernah digelar. ‘’Untuk mendapatan paten ini, kemungkinan kami akan meminta bantuan dari piha Fakultas Hukum
atau lembaga lain di UMK yang lebih paham dalam hal pengurusan hak paten. Yang jelas, logo juga akan segera kami persiapkan untuk mengurus hak paten ini,’’ katanya. (Rsd/Info Muria)
Membangun Jaringan Profesional melalui ‘‘Asia Tefl Conference’’ - 30 Agustus 2014 di Borneo Convention Center (BCC) Kuching, Sarawak, Malaysia. ‘’Tema yang diangkat yaitu ‘Developing Sustainable Quality in English Language Education: Evolving Policies, Innovating Practices, Transforming Learning’,’’ ujar Diah Kurniati. Kepada Info Muria Diah menjelaskan, praktisi di bidang pembelajaran Bahasa Inggris dari berbagai negara, antusias mengikuti konferensi ini. ‘’Seribu peserta dari 38 negara ikut ambil bagian dalam konferensi ini. Seperti Australia, Jepang, Korea, Bangladesh, Thailand, Philipina, New Zeland, Vietnam, dan Indonesia,’’ katanya. IKUTI ATC: Ketua Progdi PBI UMK Diah Kurniati mengikuti Asia Tefl Conference (ATC) di Malaysia, belum lama ini.
T
iga dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris (Progdi PBI) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muria Kudus (UMK) berhasil lolos untuk mengikuti 12th International Asia Tefl
Conference and 23rd Melta International Conference. Mereka adalah Diah Kurniati, S.Pd. M.Pd., Fitri Budi Suryani, SS. M.Pd., dan Farid N. Romadhon, S.Pd. M.Pd. Konferensi diselenggarakan pada 28 INFO MURIA
Edisi XIX
Bagi Diah, bisa mengikuti konferensi internasional ini, membawa kebanggaan dan kesan tersendiri. ‘’Banyak pelajaran berharga yang kami dapat dari Negeri Jiran ini. Antara lain, tingginya dukungan pemerintah Malaysia dalam pembelajaran Bahasa Inggris, termasuk Agustus - Oktober 2014
untuk young learners,’’ ungkapnya. Prof. Dr. Ganakumaran Subramaniam, pengajar di University of Nottingham, Malaysia mengutarakan, konferensi Asia Tefl merupakan wadah bagi dosen, peneliti, dan praktisi untuk berbagi pengetahuan dan sharing penelitian. ‘’Selain itu, juga untuk mendiskusikan berbahai hal lain, termasuk di dalamnya peningkatan jaringan kerjasama profesional yang berkelanjutan, yang fokus pada penelitian dan pengetahuan terkait dengan pengajaran Bahasa Inggris.’’ Prof. Alaistar Pennycock dari University of Technology Sidney, Australia, memandang, konferensi Asia Tefl sebagai pertemuan akademik yang memiliki nilai strategis. ‘’Pertemuan ini membawa banyak manfaat di bidang pendidikan, khususnya pembelajaran bahasa Inggris,’’ tuturnya diamini Hiroko Kimura, guru Bahasa Inggris di Kagoshima, Jepang. (Rsd/Info Muria)
6
OPINI TAJUK
Mengawinkan Nilai Lokal dan Global
Relasi Universitas Kebudayaan dengan Masyarakat
A
da hal menarik yang bisa kita simak pada penyelenggaraan Konferensi Internasional Teaching English for Young Learners in Indonesia (Teylin) yang diselenggarakan Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris (Progdi PBI) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muria Kudus (UMK) pada 2-3 September 2014 lalu. Pertama, penyelenggaraan konferensi internasional yang baru pertama kali digelar, berjalan dengan sukses. Apresiasi patut dilayangkan atas inisiasi Progdi PBI UMK yang direspons oleh antusiasme peserta dari dalam dan luar negeri. Beberapa pakar pengajaran Bahasa Inggris dari mancanegara yang turut mengapresiasi, sebut saja Justine Hitchcock (New Zealand), Jonathan Moore (Amerika Serikat), Kylie Moody (Australia), dan Jean Pierre (Jepang). Kedua, adanya dampak ikutan berupa image building yang menambah brand UMK, sehingga meningkatkan reputasi, baik langsung maupun tidak langsung. Momen penyelenggaraan kegiatan berskala luas seperti Teylin, bisa memberi support dalam menaikan pamor UMK sebagai lembaga pendidikan tinggi. Ketiga, gagasan penggunaan khazanah dan nilai lokal sebagai bahan pembelajaran Bahasa Inggris. Bahasa adalah identitas suatu bangsa. Sementara pembelajaran bahasa asing hakikatnya pengenalan terhadap identitas bangsa lain. Dengan menggunakan konten lokal dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris sebagai bahasa global, dua tujuan bisa didapat. Selain materi pembelajaran bahasa asing tersampaikan, juga menanamkan nilai-nilai dan budaya lokal kepada peserta didik. Apalagi Teylin ini merupakan ajang untuk memunculkan metode pembelajaran Bahasa Inggris bagi young learner. Ini merupakan langkah strategis mengawinkan nilai lokal dan global. Para peserta diajarkan dengan dua identitas sekaligus, yaitu nilai dan budaya asing dan lokal dalam pembelajaran. Dengan metode ini, proses pembelajaran bahasa asing tidak perlu dikhawatirkan akan menggerus jiwa dan sikap nasionalisme, yaitu cinta pada nilai tradisi dan kebudayaan nenek moyang. Sebaliknya dua manfaat bisa didapat, yaitu mendidik mahir berbahasa asing dan meningkatkan kecintaan pada nilai-nilai dan tardisi lokal. Dalam konteks ini, penggunaan konten lokal pada pelajaran Bahasa Inggris bisa menjadi starting point bahwa nilai dan karakter lokal versus global tidak selamanya berdiri secara diametral saling dipertentangkan. Sebaliknya dengan pola konvergensi lokal dan global, proses pembelajaran menjadi penuh warna kreativitas. Penjelasan Fajar Kartika, ketua penyelenggara, Teylin yang mengangkat tema “Bringing Culture and Indigenous Norms to The Classroom” menegaskan penilaian urgensi strategis konten lokal dalam pelajaran Bahasa Inggris. Guru dapat mengangkat tema kehidupan, makanan khas, bangunan bersejarah, atau cerita rakyat sesuai kondisi sosial masing-masing. Seperti buah Parijoto, Soto Kerbau, tradisi Dhandangan, Rebo Wekasan, Maulidan Jawiyan, Bulusan, dan lainnya yang menjadikan peserta didik lebih memahami budayanya, dan akhirnya memunculkan rasa empati untuk melestarikannya. ***
Oleh Dr. Suparnyo SH. MS*
P
embukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945, mengamanatkan kepada pemerintah agar melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. UUD 1945 juga mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Universitas Muria Kudus (UMK) sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, memiliki peran strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), dengan memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora serta pembudayaan dan pemberdayaan bangsa Indonesia yang berkelanjutan. Disadari atau tidak, daya saing suatu bangsa dalam menghadapi globalisasi, diperlukan pendidikan tinggi yang mampu mengembangkan Iptek serta menghasilkan intelektual, ilmuwan, dan profesional yang berbudaya, kreatif, toleran, demokratis, berkarakter tangguh, serta berani membela kebenaran untuk kepentingan bangsa. Seiring dengan itu UMK pun mengembangkan visi menjadi universitas kebudayaan (culture university), untuk menghasilkan lulusan cerdas, berbudi serta berkepribadian luhur, berilmu, berteknologi, dan seni. Untuk mencapai sebagai universitas kebudayaan itu, UMK dikelola dengan prinsip memanusiakan manusia, yakni kesadaran untuk mengungkapkan nilai-nilai kemanusiaan.
INFO MURIA
Edisi XIX
Dengan kata lain, UMK akan melakukan pemanusiaan (humanisasi) manusia dan dunia sekitarnya. Ada tiga faktor yang memungkinkan terwujudnya kebudayaan. Yaitu manusia, lingkungan dan karya manusia. Ketiga faktor ini bersama-sama tercakup dalam wilayah kebudayaan. Manusia yang notabene sumber dan tujuan kebudayaan, sehingga hakikat kebudayaan adalah dari dan untuk manusia. Oleh karena itu, sebagai ciri hakiki, kebudayaan harus memperhatikan pokok-pokok pengertian manusia yang selalu menandainya, baik ia sebagai pribadi dan relasi, dinamika dan keterbukaan, atau kreativitas dan ekspresi. Lingkungan masuk lingkup kebudayaan. Peningkatan hidup manusia menuju kesempurnaan, akan tercapai apabila manusia mengarahkan diri pada lingkungan dan mengolahnya secara kreatif. Ia merupakan arena di mana manusia berjuang dan meningkatkan kualitas hidup. Karya manusia adalah mediasi antara manusia dan lingkungan. Ia menjadi representasi prestasi hidup yang dijalankan oleh masing-masing manusia. Karena itu merupakan ungkapan total yang mencerminkan kepribadiannya. Sebuah karya memiliki fungsi dan kedudukan hakiki, yaitu sebagai proses dan ungkapan khas manusiawi. Oleh karena itu, harus juga dihargai pula dengan nilai-nilai manusiawi. Dilihat dari bentuknya, karya manusia terwujud dalam pemikiran-pemikiran, yang lebih lanjut tecermin dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek), bahasa, seni - budaya, serta dalam perilaku (fisik, moral dan religius). Dari aspeknya, karya manusia terwujud dalam kegiatan sosial, ekonomi, hukum, politik, dan lainnya. Oleh karena
Agustus - Oktober 2014
itu, seluruh kegiatan yang dilakukan haruslah mencerminkan nilai manusiawi dan merupakan langkah yang membawa ke dalam kehidupan yang manusiawi pula. Sebagai perguruan tinggi, UMK yang hendak mewujudkan universitas kebudayaan, berarti mengelola manusianya, lingkungan dan karya yang akan dihasilkan. Yakni mengelola dosen, tenaga kependidikan dan mahasiswanya agar menjadi insan profesional, bertanggungjawab, cerdas dan santun. Karenanya, segenap sivitas akademika UMK dan alumni harus memiliki sifat humanis. Ini, bisa diwujudkan melalui empat fenomena, yaitu anthropphos, tekne, oikos, dan etnos. Fenomena-fenomena tersebut di UMK telah dikembangkan, antara lain dengan adanya pendidikan karakter bangsa yang diikuti semua mahasiswa baru. Selain itu, proses pembelajaran yang dilaksanakan tidak sekadar transfer of knowledge, tetapi telah mengalami pergeseran yang mengarah pada method of inquiry. Mahasiswa juga dibekali keterampilanketerampilan yang mengarah pada keahlian dalam berkarya, sehingga setelah lulus bisa menjadi melahirkan karyakarya. Proses pembelajaran menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang dikembangkan UMK, juga membekali dan mengarahkan supaya mahassiwa menguasai soft skill, agar terbiasa bersikap serta berperilaku cerdas dan santun. Dengan demikian, kehadiran UMK di tengahtengah masyarakat, akan ikut mewarnai kehidupan masyarakat menuju lIndonesia cerdas, berbudaya, bergotong royong, ramah dan santun. (*) *Penulis adalah Rektor Universitas Muria Kudus
7
SASTRA
Sikhandini Ingin Menuju Langit Temaram
I
bu dan Mbak Diah bergegas ke gedung kejuruan. Di sana, Sikhandini belajar. Beberapa siswa masuk di sebuah ruang, usai mendengarkan sambutan dan ceramah. Bapak memutuskan membeli rokok dan sekadar minum kopi di luar gedung tua itu. Panas dan sesak, karena banyak orang memperebutkan oksigen. Ibu dan Mbak Diah hanya menunggu di lobi. “Panasnya bukan main. Kiamat sudah dekat, ini, bu.” “Bapak ini ada-ada saja. Ya sudah. Bapak nunggu di luar saja, sana.” “Diah, nanti kalau Sikhandini keluar bapak SMS saja. Bapak ngopi dulu, bu.” Mbak Diah hanya melirik bapaknya yang tidak sabaran. Ia melihat wajah bapaknya, Margono, sedikit keriput. Namun tak sedikit pun ia mau menampakkan lelah lantaran kerja keras, untuk memenuhi kebutuhan hidup ketiaga anak yang sangat ia sayangi. Kami sekeluarga, memang sangat akrab. Guyonan dan bercengkerama bersama keluarga, menjadi penanda kasih di antara anggota keluarga ini. Ya. Kasih sayang, tidak mesti selalu memenuhi segalanya dengan uang, atau baju dan sepatu bermerek. Penantian itu terasa lama. Bosan menghinggapi karena terperangkap oleh waktu. Satu-satu teman Sikhandini keluar dengan rona gembira. Giliran Sikhandini, tak ada guratan keceriaan di wajahnya. Ibu dan bapak menghampiri dengan cemas. Sikhandini mengungkapkan kesedihannya. Meski lulus dengan nilai terbaik, tetapi ia masih menanggung hutang uang pembangunan. *** Sikhandini adalah putri kedua dari tiga bersaudara bapak dan ibu Margono. Bapaknya hanya wiraswastawan kecil. Kemandirian Sikhandini sudah nampak sejak remaja. Semasa SMP, ia menjual baju, stiker, dan jajan pasar di kelas. Uang jajan dari orang tuanya tidak pernah diterimanya. Di tengah kesedihan yang masih membayang, Sudarmo, sang kepala sekolah, menghampiri. Ia pun mengucapkan selamat kepada Sikhandini atas prestasinya lulus dengan nilai terbaik. Sudarmo kemudian menyerahkan kuitansi pembayaran pelunasan uang gedung. ‘’Nilai yang diperoleh Sikhan-
Cerpen Swastantika Kumala Devi
dini membebaskannya dari tanggungan membayar uang gedung,’’ katanya. Tak berselang lama, salah seorang wali murid lain Sulikan, yang ternyata teman bapak, mendekati Sikhandini. Ia pun menyampaikan selamat atas prestasi yang diperoleh. Di depan Sulikan, bapak Sikhandini mengemukakan keinginannya menguliahkan anaknya ke jenjang pendidikan tinggi. Namun apa yang diutarakan bapaknya, hanyalah sebagai gengsi di depan temannya. Sebab, kehidupannya saat ini bisa dibilang jauh dari berkecukupan. Dulu. Ya, dulu. Margono, memang hidup sebagai orang berada, sebelum bangkrut dan ditinggal mati kedua orang tuanya. *** Keesokan harinya, Sikhandini bersama teman-temannya mendaftar di sebuah universitas yang cukup bergengsi. Dengan kecerdasannya, tak mudah baginya lolos seleksi. Dinyatakan lolos seleksi di universitas ia mendaftar, ia pun diwajikan membayar uang muka sebesar Rp. 1.000.000. Margono berhasil meminjam uang dari temannya untuk membayarnya. Menanti hari perdana masuk ke kuliah, Sikhandini bekerja paruh waktu di sebuah perusahaan. Kontrak kerja dilaksanakan hampir tiga bulan lamanya. Gaji yang diperoleh, cukup untuk biaya kuliah semester pertama. Senang menyeruak di sanubari Sikhandini, setiap kali ia mendapatkan gaji hasil kerja kerasnya, yang dapat ia pergunakan membiayai kuliah. Namun rasa senang itu ternyata tak berjalan lama. Susi, adiknya, yang sukanya cuma main dan pacaran, kesulitan masuk di sekolah negeri. Padahal jika masuk sekolah swasta, bapaknya tidak mampu membiayai. Belum lagi, harus membantu biaya pendidikan Sikhandini dan kakaknya di universitas. “Sikhandini, bapak pinjam tabunganmu dulu, ya. Setelah lebaran bapak kembalikan.”
pandangan sembari menghela nafas pelan.
“Iya. Tabungan Mbak Diah setengah kamu setengah. Bapak pusing. Paham, khan?”
“Bagaimana aku mengatakan hal ini kepada teman-temanku mbak”
***
“Adikmu butuh banyak biaya untuk sekolah.” “Tapi ...” “Tapi, kenapa lagi? Kamu itu jangan pelit. Orang kamu kuliah juga setelah lebaran, khan? Bantu adikmu.” “Itu, khan, salah adik sendiri. Sudah tidak mau belajar, pacaran melulu. Edisi XIX
“Hujan dek, hujan ...,” Mbak Diah memekik.
Berlari sejauh mungkin. Begitulah pelampiasan kesal Sikhandini. Meski hanya sebentar, namun dengan berlari, mampu membuatnya merasa lega. Lega dari mendengar berita bapaknya yang membuatnya kecewa.
“Kita kan di dalam stasiun, mbak. Lagi duduk juga. Kenapa panik? Mbak Diah mengalihkan pembicaraan, ya?”
“Tahun ini, kamu belajar di rumah dulu. Biar mbak dan adikmu yang melanjutkan pendidikan.”
“Tidak, dik. Mungkin tahun ini kamu memang harus istirahat dulu di rumah. Beberapa bulan lagi mbak akan wisuda. Aku akan kerja keras untuk membiayai kuliah kamu dan Susi nantinya.”
“Apa, pak? Tidakkah bapak, sayang Sikhandini?” “Bukan begitu, Din. Ini persoalan waktu yang terlalu berat untuk menyeimbangkan.” “Ya, sudah. Dini bekerja saja. Di rumah tidak ada untungnya.” “Mau kerja di mana? Kamu di rumah saja.” “Tapi, Dini butuh uang pak. Bapak saja tidak pernah memberi uang kecuali untuk kebutuhan rumah dan sekolah. Itu pun tidak seluruhnya. Mbak Diah dan aku selalu dapat beasiswa. Dini juga ingin beli baju dan sepatu seperti teman-teman, pak.” Margono diam saja, lalu pergi. Sebenarnya, Sikhandini mengerti benar keadaan bapaknya. Namun, kabar buruk itu masih saja mengganjal di hatinya. Berkerja lebih baik baginya ketimbang di rumah saja. Demikian, pikirnya. Sementara kontrak kerjanya, hanya tiga bulan berjalan. Selebihnya, hari-hari Sikhandini membara seperti neraka. “Din, ayo ikut mbak!” “Ke mana, mbak?” “Mencari yang berguna” Mbak Diah mengajak Sikhandini ke kantor Pos, mencari lowongan perkerjaan perusahaan-perusahaan yang ditempel di papan pengumuman. Selesai mengamati pengumuman-pengumuman yang tertera, ganti Sikhandini menggandeng tangan kakanya untuk mengikutinya. “Ayo, mbak. Ikut aku,’’ ajaknya.
“Tapi, pak.”
INFO MURIA
Bantu ibu jualan pun enggan. Kenapa tidak tabungan Mbak Diah, pak?”
“Ke stasiun?” “Ya. Tidak ada yang lebih nyaring dari kereta berjalan dan suara orangorang berjualan” “Baiklah.” Di stasiun kereta, seorang penjulan koran sibuk menjajakan korannya. Aku dan Sikhandini duduk saling berAgustus - Oktober 2014
“Ha ha ha ...” “Atau, ada yang lucu, mbak?”
“Masih lama, mbak.” “Kamu tidak percaya kepada Allah?” “Percaya mbak” “Dik, air hujan tidak akan membasahi bumi setiap hari. Sederas-deras hujan pasti ada terang, di mana bumi kembali bersinar dan hijaunya berkilau di mana-mana.” “Cangcimen. Cangcimennya, mbak?” Nyaring suara perempuan kecil memecah suasana tegang Sikhandini dan mbakyunya. “Tidak. Terima kasih,” ujar Sikhandini. “Dik, cangcimen. Kemari. Saya beli kwacinya dua. Ini kembaliannya ambil saja.” “Mbak terlalu baik. Uang kita saja pas-pas.” “Kamu tidak percaya sama Allah?” “Percaya, mbak. Sudah. Jangan diulang terus.” “Sudah sore, tetapi hujan belum juga berhenti” “Mungkin nanti di waktu senja, dik.” “Kapan langit temaram ada untukku, mbak,” suara Sikhandini lirih. “Temaram? Langit cerah pun akan ada untuk makhluk Allah.” “Aku hanya tidak ingin seinstan itu, mbak. Semua butuh proses. Aku akan menunggu langit temaramku datang,” ujar Sikhandini sembari asyik menatap langit-langit. Menanti impiannya. Menanti langit temaram di ujung usianya. (*) Swastantika Kumala Devi. Penulis kelahiran Kudus 27 November 1994 yang bergiat di Sastra Cyber Indonesia (SCI), ini tercatat sebagai mahasiswi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
8
JENDELA
Hemat Ratusan Jam Waktu Petani ▄ Alat Pengusir Hama Burung Emprit Ciptaan Mahasiswa UMK
Bangga Antarkan Mahasiswa di Pimnas
Alat pengusir hama burung emprit ini belum lagi sempurna. Namun dari hasil uji coba yang telah dilakukan, alat ini bisa menghemat 225 jam waktu petani di sawah menghadapi burung emprit menjelang panen.
B
urung emprit menjadi salah satu hama yang mesti dihadapi para petani di akhir musim tanam. Para petani bisa menghabiskan waktu sekitar sembilan jam per hari, menjaga supaya bulir-bulir tidak habis oleh burung emprit menjelang panen. Berdasar keterangan yang dirilis Kementerian Pertanian, hama burung emprit antara lain bisa menyebabkan biji padi kosong (hampa) dan membuat biji padi banyak yang hilang.
Rina Fiati, ST, M.Cs
D
i balik kesuksesan Ahmad Edi Waluyo, M. Imha Ainun Najib, Andi Santoso dan Irham Abdul Jalil sebagai finalis pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) 2014 di Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, ada sosok yang dengan penuh perhatian mendampingi. PANJI UMK: Tim Pimnas UMK mengibarkan panji (bendera) UMK di area
Prihatin dengan kondisi yang kompetisi tingkat nasional dialami petani menghadapi Alat yang diciptakan Edi dan kawan-kawannya hama burung emprit, empat mahasiswa Universitas Muria Kudus (UMK) ini merupakan hasil dari proposal yang diajukan berhasil membuat alat pengusir hama burung ke Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi emprit, menjadi salah satu finalis Pekan Ilmiah ( D i k t i ) . “Alat ini menggunakan panel surya dengan kekuatan 20 watt untuk Mahasiswa Nasional (Pimnas) di mengoperasikannya,” ujarnya. Universitas Diponegoro (Undip) Semarang 2014. Dalam riset pendahuluan sebelum alat ini dibuat, diketahui Ahmad Edi Waluyo, M. Imha bahwa pendengaran burung Ainun Najib, Andi Santoso dan berkisar antara 20 - 25 kHz. “Alat Irham Abdul Jalil, mahasiswa yang kami rancang mengeluarkan Program Studi (Progdi) gelombang pada 17 kHz - 27 kHz.” Teknik Informatika UMK, sukses merancang produk yang Andi Santoso menambahkan, bermanfaat bagi petani tersebut. selain sensor ultrasonik, alat ini menggunakan laser yang “Bapak saya petani. Burung dipancarkan dari kotak. “Laser emprit menjadi salah satu hama merupakan tambahan agar alat yang berdampak menurunnya ini lebih kuat mengusir burung. Jika panenan. Selain itu, bisa dibayangkan gelombang ultrasonik ini mengganggu pula betapa repotnya menjaga sawah pendengaran dan komunikasi, laser bisa sekitar H-25 masa panen. Jika dibutuhkan mencegah burung masuk ke sawah jika mengenai waktu sembilan jam per hari, maka waktu yang retina burung.” dihabiskan menjaga sawah adalah 225 jam,” ujar Ahmad Edi Waluyo. Menurut Imha Ainun Najib, alat yang diciptakan Dengan alat pengusir hama burung emprit itu sangat bermanfaat bagi petani. “Pada awal menggunakan gelombang ultra sonic yang ia tes bersama Paguyuban Rukun Tani Clering, ciptakan bersama teman-temannya, petani tidak Donorojo, Jepara, selain mengusir hama burung, lagi membuang waktu sia-sia cukup lama hanya alat ini juga bisa digunakan untuk hama tikus.” untuk menunggu sawah saja. Hal itu diketahui sewaktu melakukan tes alat ini di rumah dengan menghidupkan sensor ultrasonik, tikus yang mendengar pun berlarian. “Ini menunjukkan bahwa alat kami juga bisa digunakan untuk mengusir hama tikus,” terang Irham Abdul Jalil menimpali. Kini penemuan monumental mahasiswa Fakultas Teknik UMK memasuki tahap penyempurnaan. Bahkan, alat yang berbentuk kotak, ke depan akan dibuat bundar agar laser bisa keluar dari semua sisi.
UJI ALAT: Tim riset menguji alat pengusir hama burung di sawah
Edi menjelaskan, alat ciptaannya bersama teman-temannya ini diupayakan mendapatkan hak paten. “Kami rencanakan memproduksi massal alat ini. namun kami tidak akan menjual mahal, karena niatan awal adalah untuk membantu petani,’’ ungkapnya. (Harun/ Info Muria) INFO MURIA
Edisi XIX
Rina Fiati ST. M.Cs. Sosok inilah yang telah mendampingi empat mahasiswa Universitas Muria Kudus (UMK) ini dalam ajang prestisius tingkat nasional yang baru saja berlalu. Kepada Info Muria dosen Fakultas Teknik UMK ini menjelaskan, sudah beberapa kali ia mendampingi mahasiswa dalam ajang kreativitas mahasiswa. ‘’Ini ketiga kalinya saya mendampingi mahasiswa di Pimnas, berawal dari Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang didanai Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti).’’ Dia mengutarakan, pertama kali mendampingi mahasiswa membuat alat gergaji dari mobel pada 2011, yang mengantarkan mahasiswa dampingannya menjadi finalis dalam Pimnas di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar. ‘’Produk ini diselaraskan untuk mendukung pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Selanjutnya, mendampingi mahasiswa membuat perangkat lunak untuk desain pola baju yang mengantarkan maju di Pimnas 2012 di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), dan Pimnas di Undip ini ketiga kalinya,’’ tuturnya. Berhasil mengantarkan mahasiswa di ajang bergengsi seperti Pimnas, membuat alumnus Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri di Institut Sains Teknologi Akprind Yogyakarta, ini bangga dan terharu. ‘’Saya tidak menyangka bisa mengantarkan mahasiswa tidak sekadar meraih dana Dikti di PKM, tetapi bisa masuk Pimnas. Tidak mudah untuk bisa masuk menjadi finalis di Pimnas,’’ terangnya yang menyelesaikan studi magister ilmu komputer di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Kini, di tengah aktivitasnya mengajar di UMK, tak henti-henti ia memotivasi mahasiswa berkarya dan mengikuti berbagai kompetisi, baik di tingkat nasional maupun internasional. ‘’Kepada pihak universitas dan Yayasan Pembina UMK, kami berharap produk-produk hasil riset mahasiswa yang masuk dalam ajang bergengsi seperti Pimnas, di-support untuk mendapatkan hak paten. Selain soal penemuan intelektual, ini sekaligus akan membawa nama besar universitas,’’ ujar dosen yang bercita-cita melanjutkan studi doktoral di Universitas Indonesia (UI) atau UGM itu. (Rsd/ Info Muria)
Agustus - Oktober 2014
99
PROFIL Zaenal Arifin, pendidik program SM3T di Kurima, Kabupaten Yahukimo, Papua
Pengabdian di Ujung Negeri
yang sangat luas, yang kemudian dipecah menjadi beberapa kabupaten. Salah satunya Kabupaten Yahukimo dengan Dekai sebagai pusat pemerintahannya. ‘’SMP Terbuka Kurima menjadi tempat kami mengabdi kepada Ibu Pertiwi, setelah sekian lama menunggu. Ketiadaan sinyal hand phone, listrik, dan air tak membuat kami patah arang mengajar para siswa,’’ ungkapnya. Zainal Arifin, pendidik program Sarjana Mengajar di wilayah Terdepan, Terluar, dan Terpencil (SM3T), mengisahkan, ada sapaan khas para siswa yang memberikan motivasi tersendiri bagi para pendidik SM3T dalam mengajar.
‘’Setiap pagi kami mendengar kalimat ‘Selamat pagi, Pak Guru!’. Ini menjadi pemacu semangat kami mengajar. Menariknya lagi, anak-anak sangat SANTAI SEJENAK: Peserta program SM3T alumnus UMK bersantai sejenak sembari foto tekun belajar dan selalu memperhatikan dengan seksama setiap kali materi bersama beberapa anak didiknya. eru suara pe- nya, diantar ke distrik ini. tugas mengajar di SD disampaikan,’’ terang alumnus Universawat menMaruku untuk mengisi sitas Muria Kudus (UMK) itu. ‘’Untuk sampai di Kurigiringi kekekosongan waktu,’’ Seringkali, lanjut Zainal, para guru ma, kami harus menanti datangan tujuh laskar kenangnya mengingat diminta memberikan tugas dan pekertiga bulan lamanya kareKurima di Papua. Kurimasa menjelang tugas di jaan rumah supaya anak-anak lebih mena menunggu tiket pema, sebuah distrik di Papua. mahami materi. ‘’Anak–anak Papua mesawat. Yahukimo termaKabupaten Yahukimo, suk daerah terpencil dan Kabupaten Yahukimo miliki semangat tinggi dalam menuntut terletak di daerah peguhanya bisa dijangkau oleh merupakan pemekaran ilmu. Dan sosok guru begitu dihormati nungan. Tepat di awal pesawat. Beruntung, se- dari Kabupaten Jayawi- di Papua, tak terkecuali di Kurima,’’ tahun 2014, Zaenal Arilama masa penantian, di jaya. Kabupaten Jayawi- jelasnya. fin dan enam kawanDekai, kami mendapat jaya memiliki wilayah Semangat itu, paling tidak bisa dili-
D
hat dari jarak tempuh menuju sekolah yang cukup jauh. ‘’Berkilo-kilo meter dan berjam-jam anak-anak berangkat dari rumah di balik gunung ke sekolah. Tanpa alas kaki dan membawa epere (singkong) untuk disantap di tengah perjalanan.’’ Sepulang mengajar, bisanya kami mengambil air dengan jerigen dari balik bukit. Kami mesti jalan naik turun untuk sampai ke tempat air. ‘’Seringkali di tengah perjalanan, kami bertemu masyarakat sekitar dan mulai terbiasa menyapa. Nopase, untuk menyapa bapak-bapak. Nahosa untuk menyapa para mama,’’ katanya. Di luar rasa bangga mengabdi pada Ibu Pertiwi ini, sedikit kendala yang kami hadapi yaitu melalui Kali Yetni saat berangkat mengajar. Kali Yetni adalah sungai kecil dengan arus yang sangat deras. ‘’Kaki harus hati-hati melangkah melawan arus. Sungai ini sudah pernah memakan korban,’’ kata Zainal. Kendala lain, yaitu penyakit Malaria yang selalu menghantui. ‘’Kami mesti minum banyak obat penangkal Malaria. Jika terserang, butuh puluhan tahun untuk menghabisi telur-telur Malaria. Selain itu, pernah rasa khawatir menghinggap. Yaitu khawatir tidak mampu beradaptasi dengan alam Papua, juga gerakan separatis bernama Organisasi Papua Merdeka (OPM),’’ tuturnya. (Noor Athiyah/Info Muria)
Diminta Tak Lupakan Shalat 5 Waktu
S
ecara kualitas, Universitas Muria Kudus (UMK) semakin mendapatkan tempat dalam persaingan antarperguruan tinggi di tanah air. Salah satu bukti yang bisa dihadirkan di sini, yakni berhasilnya para mahasiswa lolos dalam seleksi program Sarjana Mendidik Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM3T). Tahun ini, sebanyak enam mahasiswa UMK lolos dalam seleksi mengikuti program SM3T dan telah dibe-rangkatkan di tempat tugas masing-masing. Satu di antaranya adalah Astikha Lutfiana, yang baru diwisuda pada 24 April 2014 lalu. Gadis kelahiran Kudus, 3 Agustus 1991 ini tak menyangka bisa lolos mengikuti program dari Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) angkatan IV tahun 2014. Sebab, persai-ngan untuk bisa lolos dalam program SM3T cukup ketat. ‘’Ada 1.500 pendaftar tahun ini, dan hanya diambil 250,’’ terang putri pasangan Sujudi dan Zumaroh. Bagi alumnus SMAN 1 Mayong, Jepara ini, ia terpanggil hatinya mengikuti program SM3T karena mengetahui informasi dari berbagai media massa, khususnya media online, serta cerita dari seniorseniornya yang sudahh terlebih dulu mengikuti program ini, karena banyak ironi dalam realitas pendidikan di daerah tujuan SM3T. ‘’Daerah-daerah tujuan SM3T itu juga perlu didorong untuk maju sebagaimana di Jawa, tak ter-
kecuali dalam pembangunan pendidikan. Informasi yang saya dapat, banyak anak SD kelas 5 yang belum bisa menulis dan membaca,’’ ujarnya. Keprihatinan tersebut lah yang membulatkan tekadnya, dan juga restu dari orang tua. ‘’Orang tua sangat mendukung, agar saya bisa mengabdi pada negeri dengan apa yang saya bisa. Awalnya, ibu keberatan juga. Namun setelah saya jelaskan, beliau akhirnya mengerti,’’ ungkapnya. ‘’ini kesempatan mengetahui Indonesia lebih luas,’’ lanjutnya.
tetapi me-
n i (13)
lama-lama enjoy dan miliki banyak teman juga,’’ kenang kakak Fajar Dwi Insani (16) dan Triata Siwi Utami ini. (Rsd/Info Muria)
Menurutnya, mengiringi keberangkatannya di Landak, Kalimantan Barat, orang tuanya berpesan agar ia selalu menjaga diri dan bisa membawa diri dengan baik di mana pun. ‘’Jangan lupakan shalat 5 waktu,’’ ini pesan bapak. Ia pun mengisahkan, bapaknya adalah inspirasinya dalam belajar dan mengarungi hidup, termasuk yang men-support-nya masuk di Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris (Progdi) PBI UMK. ‘’Bapak yang mendorong saya masuk UMK, karena beliau pernah kuliah Bahasa Inggris di sini, tetapi nggak lulus lantaran tidak ada biaya. Akhirnya selepas SMA, saya diminta masuk UMK mengambil jurusan PBI. Pertama-tama kesulitan, INFO MURIA
Edisi XIX
Agustus - Oktober 2014
Astikha Lutfiana,
10
PUTIH ABU-ABU
Berkibar Berkat Ekskul Panahan
Asah Mental Atlet
U
ntuk menjadi profesional dalam bidang olahraga tertentu, butuh banyak hal yang mesti dipersiapkan. Selain kedidiplinan tinggi untuk berlatih dan mendengarkan arahan dari pelatih, hal lain yang tidak bisa diabaikan yaitu menatas atau mengasah mental.
Hampir setiap sekolah memiliki satu hal yang menjadi keunggulan yang membuat institusinya dikenal. SMA Negeri 2 Bae di Kabupaten Kudus dikenal berkat kiprahnya di cabang olahraga panahan. Kendati ekskul panahan bisa dibilang paling menonjol, namun ini bukan satu-satunya ekskul yang ada di SMA Negeri 2 Bae. Ada puluhan ekskul lain yang juga eksis, seperti pramuka, Palang Merah Remaja (PMR), Karya Ilmiah Remaja (KIR), paduan suara, taekwondo, teater, dan tari Jawa.
GIAT BERLATIH: Siswa SMA Negeri 2 Bae yang juga atlet panahan Kudus giat berlatih di lapangan tak jauh dari sekolah mereka.
T
ak sulit menemukan lokasi SMA Negeri 2 Bae, yang posisinya tak jauh dari kampus Universitas Muria Kudus (UMK). Sekolah yang memiliki 949 siswa, ini berkomitmen mencetak kader bangsa berprestasi, berkarakter, berketerampilan, berbudaya, berwawasan lingkungan dengan berlandaskan iman dan tak-wa (Imtak). Sebagai bagian dari institusi pendidikan yang mengemban tugas mulia mendidik generasi bangsa, ekstra kurikuler (ekskul) panahan menjadi salah satu ekskul yang mampu mengantarkan anak-anak didiknya meraih prestasi. Dengan kata lain, ekskul pana-han
ini telah mampu mengibarkan panjipanji institusi dan mengharumkan nama SMA Negeri 2 Bae dalam berbagai ajang (ko mpetisi), seperti dalam Pekan Olahraga Pelajar Daerah (Popda) maupun Pekan Olahraga Provinsi (Porprov). Prestasi yang pernah diukir, yaitu menyabet 1 emas, 1 perak, 1 perunggu dalam Popda Jateng 2011 dan 5 emas pada Popda Jateng 2012 atas nama Aqidatul Izzah. Sedang dalam Porprov 2013, bersama Vera Ekawardani dan Triani Putri Pamungkas, Izzah merebut juara III beregu putri. ‘’Popda Jateng 2014, kami juga berhasil menyabet 1 perak dan 2 perunggu,’’ ujar Aqidatul Izzah.
Hadi Sunaryo, guru sekaligus pelatih ekstrakurikuler (ekskul) panahan di SMA Negeri 2 Bae mengutarakan hal itu kepada Info Muria, baru-baru ini. ‘’Selain tekun berlatih, mental harus diasah,’’ katanya. Mengingat pentingnya masalah mental dalam setiap menghadapi kompetisi, maka dirinya pun selalu tak hentihenti mengingatkan anak-anak asuhnya menjaga rasa kepercayaan dirinya dan berusaha keras memberikan penampilan terbaik.
Sholeh Prihatin S.Pd., salah satu guru mengemukakan, berbagai prestasi yang berhasil diraih para siswa SMA Negeri 2 Bae dalam berbagai kompetisi, tak lepas dari kerja keras semua pihak, khususnya siswa (atlet) dan guru (pelatih).
Maka dari itu, ia pun senantiasa mengevaluasi mental para atlet didikannya agar selalu siap tempur dalam berbagai kesempatan. Hasilnya, berbagai prestasi pun telah berhasil diukir anak-anak asuhnya, baik dalam Pekan Olahraga Pelajar Daerah (Popda) maupun Pekan Olahraga Provinsi (Porprov). ‘’Kami berharap ekskul panahan ini bisa menjadi salah satu ekskul yang tidak hanya mengharumkan nama SMA Negeri 2 Bae, tetapi bisa berkiprah dan berprestasi pula di kancah nasional dan internasional. Apalagi saat ini, ada enam atlet asal SMA ini yang menjadi atlet panahan Persatuan Panahan Nasional Indonesia (Perpani) Kudus,’’ ungkapnya.(Atik, Milla/ Info Muria)
‘’Keberadaan ekskul bagi pengembangan minat dan bakat siswa ini sangat penting. Ekskul ini juga turut membentuk watak dan karakter anak didik di kemudian hari, melalui berbagai pelatihan dan kedisiplinan yang ditekankan.’’ Pentingnya ekskul bagi anak didik, juga dikemukakan Saiful Bakri S.Pd. M.Pd. ‘’Ekskul ini membekali para siswa berbagai pengetahuan dan keterampilan di luar bidang akademik, yang tentunya akan bermanfaat kelak saat mereka lulus dan terjun di masyarakat,’’ katanya. (Milla, Atik/ Info Muria)
FOTO BERSAMA: Narsis sejenak dengan foto bersama usai latihan.
Selamat & Sukses
Wisudawan dan Wisudawati Universitas Muria Kudus Ke-53 Kudus, 08 Oktober 2014 INFO MURIA
Edisi XIX
Agustus - Oktober 2014
TERAS MURIA
11
Karimunjawa, Surga Tersembunyi di Laut Jawa Jauhnya jarak tempuh, tak membuat para pelancong enggan menjejakkan kaki di Kepulauan Karimunjawa. Kini, kepulauan ini bahkan menjadi salah satu ‘surga’ jujugan para wisatawan untuk sekadar melepas penat dari rutinitas yang menjerat atau berlibur bersama keluarga.
A
ir pantai Karimunjawa itu begitu bening. Di saat cuaca cerah, air pantai nampak biru dilihat dari kejauhan. Memiliki kurang lebih 90 jenis karang laut dan telah ditetapkan sebagai taman laut nasional, Pulau Karimunjawa menjadi salah satu tujuan wisata unggulan yang dimiliki Jawa Tengah. Eksotisme Pulau Karimunjawa yang masuk wilayah Kabupaten Jepara, ini memang tak terbantahkan. Pulau yang terletak di sebelah utara Kota Jepara dengan jarak kurang lebih 90 kilometer dari pusat kabupaten, kini bahkan dikenal dengan sebutan The Paradise of Java. Kartika Catur Pelita, penulis yang sudah berulangkali menjejakkan kakinya di Karimunjawa menjelaskan, label The Paradise of Java disematkan pada kepulauan ini sejak tahun 2000-an. ‘‘Waktu itu Karimunjawa baru dijelajah backpacker dan wisatawan asing, khususnya dari Jerman dan Perancis. Wisatawan lokal baru sedikit yang tahu pesona dan leindahan Karimunjawa yang bagai surga tersembunyi di Laut Jawa.’’ Tokoh muda Kota Ukir ini menjelaskan, berbagai tempat menarik bisa ditemui di sini. Seperti Legon Lele (Karimunjawa), Kolam Hiu (Menjangan Besar), Tracking Hutan Mangrove dan Pantai Batu Karang Pengantin (Pulau Kemojan).
MENAWAN: Kepulauan Karimunjawa di Kabupaten Jepara menjadi salah satu daya tarik wisatawan berkunjung. Banyak pilihan tempat untuk dikunjungi, lengkap dengan keragaman tradisi dan budaya masyarakat
Keragaman Budaya Berbagai literatur menyebutkan, awal mula dikenalnya kepulauan Karimunjawa tak bisa dilepaskan dari sosok Sunan Nyamplungan. Sunan Nyamplungan tak lain adalah putra Sunan Muria yang memiliki nama lahir Amir Hasan. Setelah dititipkan pada pamannya, Sunan Kudus, oleh ayahandanya, Amir Hasan diminta menyebarkan Islam di salah satu pulau yang dilihat dari puncak Gunung Muria seperti kremun-kremun. Dari istilah ‘’kremun-kremun’’ inilah Karimunjawa kemudian dikenal.
Keindahan Karimunjawa ini ditunjang dengan kesadaran masyarakat yang berbeda suku, agama, adat, budaya, dan bahasa dalam membangun Karimunjawa.
Pada periode selanjutnya, kepulauan Karimunjawa didiami oleh masyarakat dari latar belakang suku yang beragam. Seperti Jawa, Bugis, Mandar, Bajo, Button, dan Madura.
‘‘Persatuan dan kebersamaan membangun Karimunjawa, diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Guyub, damai, serta keamanan benar-benar terjaga dengan baik dan welcome kepada wisatawan yang datang,’’ terang penulis novel Perjaka ini.
‘’Keragaman suku ini menjadi warna tersendiri terhadap budaya yang kemudian berkembang di masyarakat,’’ terang H. Hisyam Zamroni, tokoh masyarakat Karimunjawa.
Dia menjelaskan, agama yang dianut penduduk Karimunjawa juga beragam. ‘’Mayoritas penduduknya menganut Islam, tetapi ada sebagian masyarakat yang beragama Kristen, baik Katholik maupun Protestan,’’ ungkapnya. Kendati secara suku dan agama sangat beragam, namun keberagaman itu tak menimbulkan perpecahan di masyatakat. ‘’Masyarakat hidup berdampingan secara damai dan saling menghargai satu sama lain,’’ Hisyam menambahkan. Mengenai kebersamaan dalam keberagaman di Karimunjawa, Kartika Catur Pelita juga memiliki kesan tersendiri. ‘‘Meski latar belakang suku, agama, adat, dan bahasa yang b erbeda, namun mereka menyebut dirinya orangKarimun.BukanorangBugis,Bajo,danlainsebagainya,’’ tuturnya. Ya, Karimunjawa tidak saja menawarkan keindahan alam dan pantai bagi pengunjung yang datang. Keragaman suku dan budaya masyarakat yang ada, juga menjadikan eksotisme tersendiri yang tentu saja menarik banyak kalangan. Tak percaya? Datang dan buktikanlah. (M. Widjanarko, Rosidi/ Info Muria)
Edor, Si ‘’Pemburu’’ di Malam Hari Edor dikenal dengan ragam nama lokal, seperti Bandotan Bedor, Oray Lemah, dan Ular Edor. Mereka yang tidak suka hewan melata, berhatihatilah dengan ular yang memiliki mata merah ini, karena ia termasuk ular ‘’pemburu’’ yang suka ������ mengejar di malam hari. Namun bagi penduduk setempat, Edor barangkali sudah menjadi EDOR: Binatang melata yang cukup berbahaya. ‘’teman” di tengah kehidupan yang Banyak ditemukan di Karimunjawa. jauh dari ingar bingar kota. Seperti Hasan, lelaki 57 tahun yang merupakan putra dari generasi pertama agi mereka yang sudah pernah di keluarganya asal Majene, Sulawesi menginjakkan kaki di KarimunBarat yang hidup di Karimunjawa. jawa, tentu tidak asing dengan Edor, hewan sejenis ular tanah (Callose‘’Di rumah saya memelihara Edor. lasma rhodostoma), yang berbisa dan Edor yang masih kecil saya beri maamat agresif. Ular tersebar di Asia kan kodok, sementara yang besar Tenggara, termasuk Jawa. makanannya anakan tikus (cindil).
B
INFO MURIA
Edisi XIX
Edor sebenarnya tidak mengejar, melainkan hanya membela diri,’’ tuturnya. Dia menjelaskan, Edor bisa hidup hingga lima tahun. Habitat Edor adalah daratan, selalu di atas tanah, tidak dapat memanjat pohon, bersembunyi di bawah serasah (daun-daun kering), akar dan batu-batuan. ‘’�������������� Ular ini menghuni hutan belukar, semak-semak, atau lahan pertanian yang kurang terurus,’’ jelasnya. Hasan menambahkan lebih lanjut, Edor merupakan yang hidup di daerah yang kemaraunya sedikit, yakni antara satu sampai empat bulan dalam setahun. Ular ini mencari makanan (mangsa) di waktu malam, sementara pada siang hari tidur di bawah akar atau bebatuan. Agustus - Oktober 2014
Edor memangsa hewan pengerat, burung, kadal dan kodok. Ciri-ciri yang gampang diketahui, kepalanya berbentuk segitiga dengan moncong meruncing; berwarna cokelat gelap, sepasang pita keputihan di atas mata, dan memiliki c�������������������� orak warna tubuh mirip dengan lingkungannya, sehingga membuatnya bisa menyamar sesuai warna di mana ia berada. ‘’Biasanya korban Edor tidak menyadari akan keberadaan hewan melata ini si dekitarnya. Ia melingkar, mendekam tidak bergerak dengan posisi kepala mendongak siap menyergap bila ada ‘musuh’ mendekat. Maka, berhatihatilah, karena ular ini sangat agresif dan dapat menyerang dengan cepat,’’ pesan Hasan. (M. Widjanarko/ Info Muria)
12
KRETEKUS
Santri Miliki Tanggung Jawab Membela Kretek Industri Hasil Tembakau (IHT) memiliki kontribusi yang besar dalam berbagai kegiatan sosial keagamaan. Banyak pula kontribusi yang telah diberikan industri ini bagi kalangan santri. Saat eksistensi IHT didiskriminasi, akankah mereka hanya diam seribu bahasa?
I
ndustri Hasil Tembakau (IHT) atau yang dikenal dengan kretek, banyak yang dilahirkan pengusaha dari kalangan santri, khususnya Nahdlatul Ulama (NU). Maka, semestinya kalangan santri mesti ikut memiliki rasa tanggung jawab membela produk khas Indonesia yang banyak mendapatkan diskriminasi melalui berbagai regulasi. Deputi Riset Masyarakat Pemangku Kepentingan Kretek Indonesia (MPKKI), Zamhuri, mengutarakan hal itu dalam ‘’Ngaji Kretek’’ yang diselenggarakan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Kabupaten Kudus di Hotel @Hom, belum lama ini. ‘’Ada relasi yang begitu dekat antara kretek dengan kalangan santri, terlebih santri NU. NU, ya Nahdlatul Ulama ya Nahdlatul Udud,’’ ucapnya yang disambut senyum sekitar 150 peserta seminar yang hadir dari berbagai kalangan. Untuk itu, ia menekankan pentingnya memunculkan rasa kepedulian dan memiliki terhadap industri kretek ini. ‘’Lantaran banyak dilahirkan kalangan santri, maka jika kemudian kretek mendapat perlakuan tidak adil, kaum santri dan NU harus ikut bertanggungjawab mengawal dan menyelamatkannya,’’ ungkapnya. Djoko Herryanto dari PT. Djarum, mengemukakan, eksistensi kretek yang cenderung dilemahkan dalam pertarungan global, diharapkan tidak membuat lemah pihak pengusaha maupun komunitas yang pro kretek. ‘’Ada pembelajaran menarik yang bisa diambil dari Nelson Mandella. Dulu, semasa di penjara, setiap hari
NGAJI KRETEK: Akademisi dan aktivis lintas organisasi mengikuti Ngaji Kretek yang diselenggarakan Ikatan Sarjana NU Kudus. Kretek menjadi perhatian serius banyak pihak, lantaran dibombardir dengan berbagai kebijakan yang mendiskriminasi.
Nelson Mandella dihina dan dikencingi sipir penjara. Namun setelah bebas, yang dilakukan pertama kali adalah mencari sipir yang setiap hari mengencinginya. Baginya, air kencing sipir itulah yang membuatnya kuat dan menang.’’ Anggota DPRD Kabupaten Kudus, Mawahib, pada kesempatan itu mengungkap fakta mengenai kretek sebagai warisan budaya (heritage). ‘’Rokok (kretek) yang menemukan adalah orang asli Kudus. 50 % masyarakat Kudus menggantungkan hidup dari industri ini. Jika dipermasalahkan, Kudus akan mengalami ‘kiamat kecil’ karena banyaknya pengangguran,’’ katanya. Hasan Aoni Aziz US dari Gabungan Perserikatan Perusahaan Rokok Indonesia (Gappri), mengawali paparannya dengan kisah yang cukup menarik mengenai tokoh pendiri bangsa, H Agus Salim, terkait rokok kretek, saat mewakili Presiden Soekarno menghadiri upacara penobatan Ratu Inggris Elisabeth tahun 1953. Saat menghadiri upacara penobatan Ratu Elisabeth itu, Agus Salim kesal dengan suami sang ratu, Pangeran Philip, yang kurang perhatian terhadap tamu asing yang datang dari negeri-negeri jauh. Ia pun menghampiri dan mengayun-ayunkan rokok kreteknya di sekitar hidung pangeran. Ia berujar, “Apakah Paduka mengenali aroma rokok ini?’’ Dengan ragu-ragu Pangeran Philip menghirup aroma rokok itu sembari mengakui bahwa dia belum mengenalnya.
“Inilah sebabnya ratusan tahun lamanya bangsa Paduka mengarungi lautan mendatangi negeri saya,” kata Agus Salim kemudian. Ilustrasi itu pun menarik perhatian para peserta Ngaji Kretek. Selanjutnya Hasan Aoni memaparkan fakta mengenai diskriminasi Amerika Serikat (AS) yang membuat kebijakan pen gendalian tembakau. ‘’AS membuat kebijakan pengendalian rokok, cuma bahasanya rokok beraroma. Indonesia melawan kebijakan ini melalui World Trade Organization (WTO). Indonesia menang, tetapi tidak ada eksekusi,’’ ujarnya. Mengenai berbagai upaya pengendalian industri tembakau melalui berbagai regulasi dan kebijakan yang diskriminatif, ia menyebut sebagai salah satu manifestasi pertarungan global terkait industri ini. ‘’Rokok dipinggirkan. Regulasi adanya kawasan tanpa rokok, misanya, tidak bisa dipisahkan dari strategi mendiskriminasi keberadaan rokok kretek,’’ tegasnya. Sementara Ahmad Faiz LC. MA., dosen Selcuk University, Konya, Turki, pada kesempatan itu didaulat memaparkan mengenai industri kretek kaitannya dengan teks-teks keagamaan (Islam). ‘’Ada yang bilang hukum rokok (kretek) itu makruh, mubah, sunnah, bahkan mungkin wajib, sesuai kondisi masing-masing orang yang mengonsumsi. Yang harus dipahami, hukum rokok itu lahir dari ijtihad para ulama, sehingga memungkinkan adanya perbedaan,’’ tuturnya. (Eros/Info Muria)
‘‘Divine Cigarette’’, Kretek Penyembuh Segala Penyakit
S
emua orang pasti merasa akan merasa heran mendengar bahwa rokok kretek (tembakau) bisa dijadikan media pengobatan, apalagi untuk penyakit kronis dan menurun (degeneratif) seperti kanker.
bahwa tembakau merupakan salah satu faktor penyebab kanker.
Lebih heran lagi, jika seseorang melihat aktivitas merokok justru disejajarakan dengan terapi penyembuhan dan detoksifikasi racun dalam tubuh. Sebab, publik sudah telanjur akrab dengan stigma
Merkuri adalah penyebab dari semua penyakit. ‘’Melalui rokok yang saya sebut ‘divine cigarettes’, ada unsur yang mengumpulkan mekuri dari tubuh, untuk kemudian dikeluarkan dengan menggunakan metode balur,’’ katanya.
Yohanes Suparmin, S.Th.
Penggunaan produk tembakau untuk terapi pengobatan ini, dikenalkan oleh Dr. Greta Zahar, Ph.D. Menurut Dr. Greta, pada diri setiap penderita penyakit terdapat kandungan merkuri dalam tubuh yang jauh melebihi ambang batas. Merkuri yang dalam bahasa umum publik mengenalnya dengan radikal bebas, inilah yang kemudian memengaruhi metabolisme tubuh, bahkan merusak jaringan sel, hingga pada level tertentu, konsisi tubuh dinyatakan sakit.
Sehat Bersama Griya Balur Muria Jl. Ngasinan No. 9 Plumbungan, Purworejo, Kudus
INFO MURIA
Aris Widodo, guru besar farmakologi dari Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, mengemukakan, merokok dapat menghilangkan kecemasan, Edisi XIX
Agustus - Oktober 2014
mempertajam konsentrasi dan menenangkan saraf. ‘’Merokok merupakan alternatif yang murah dibanding obat mahal seperti valium. Saya belum pernah mendengar ada orang meninggal akibat merokok. Sebaliknya, merokok itu baik untuk Anda,’’ katanya dalam sebuah kesempatan. Dr. Greta, ahli nano-chemistry dari Universitas Padjadjaran (Undap) Bandung, Jawa Barat percaya bahwa manipulasi merkuri dalam asap rokok dapat menyembuhkan segala penyakit termasuk kanker, bahkan bisa memperlambat proses penuaan. Sementara itu, Griya Balur yang didirikan Dr. Gretha Zahar, kini telah memiliki beberapa cabang. Selain di Kudus (Griya Balur Muria/GBM), Griya Balur juga ada di Jakarta, Malang, dan Semarang. Sudah lebih 60.000 pasien yang menjalani terapi dengan asap rokok selama 10 tahun terakhir. Yohanes Suparmin, S.Th. Manajer Operasional Rumah Sehat Griya Balur Muria (GBM) Kudus.
13
KAMPUSIANA
SRA, Solusi Tangkal Maraknya Kekerasan Pelajar
S
ekolah mestinya mampu mencetak anak didiknya menjadi ramah dalam menjalankan fungsinya mencapai tujuan pendidikan. Namun fakta yang nampak, justru marak berita tentang kekerasan siswa. Ironisnya lagi, tak jarang pelaku tindak kekerasan justru dilakukan orang di lingkungan sekolah sendiri, seperti oleh seniornya, guru, bahkan kepala sekolah. Berangkat dari kegelisahan-kegelisahan seperti itulah, Program Studi Pendidikan Guru sekolah Dasar (Progdi PGSD) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muria Kudus (UMK) menggelar seminar nasional bertajuk “Menyiapkan Pendidik yang Melek Hukum terhadap Perlindungan Anak”. Digelar di auditorium kampus UMK pada Rabu (27/8/2014), seminar ini diikuti tak kurang dari 337 peserta yang terdiri atas mahasiswa, guru, dan praktisi pendidikan di Eks Karesidenan Pati. Menghadirkan tiga narasumber, yakni Dr. Suparnyo, SH. MS. (Rektor UMK), Subagyo Ahmad S.Pd. (guru berprestasi tingkat nasional 2013), dan Drs. Muh Kanzunudin M.Pd. (dosen PGSD UMK). Suparnyo pada kesempatan itu memaparkan sebuah hasil riset yang mengungkap, bahwa dari 1.620 kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi, 490 merupakan kasus kekerasan, 313 di antaranya kekerasan psikis. Sisanya, 817 kasus kekerasan seksual. “Maka dari itu, perlindungan hukum bagi anak menjadi hal yang tak bisa ditawar,” tegasnya. Dia menambahkan, ‘’Seseorang yang belum berusia 18 tahun, terma-
suk anak yang masih dalam kandungan, dianggap sebagai manusia yang masih kecil, sehingga butuh tempat berlindung,” lanjutnya. Perlindungan terhadap anak itu, menurutnya, meliputi segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi hakhaknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan dapat berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan RAMAH ANAK: Progdi PGSD UMK menggelar seminar nasional Sekolah Ramah Anak (SRA). SRA dipandang diskriminasi. sebagai salah satu solusi menangkal kekerasan di kalangan pelajar.
“Ini diatur dalam UU Republik Indonesia No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Tujuan perlindungan anak yaitu menjamin terpenuhinya hak-hak anak dan mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera,’’ jelasnya. SRA sebagai Solusi Kanzunudin, salah satu narasumber yang juga dosen PGSD UMK mengutarakan, pendidikan guru masih menjadi program studi (Progdi) favorit di hampir seluruh Perguruan Tinggi (PT) di tanah air.
‘’Artinya, perguruan tinggi akan mencetak ribuan calon guru untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Profesionalitas sudah barang tentu menjadi hal yang tak bisa ditawar. Nah, di sinilah urgensi pemerintah mener-
apkan Pendidikan dan Pelatihan Guru (PPG) selama satu tahun bagi sarjana, sebagai bekal menjadi pendidik professional,’’ ungkapnya.
dayakan potensi anak, sekolah tentunya harus memprogramkan sesuatunya yang menyebabkan potensi anak tumbuh dan berkembang.”
Maraknya kasus kekerasan terhadap anak dan kekerasan di lingkungan institusi pendidikan, tentu memerlukan banyak pemikiran untuk mencari solusinya. Subagyo Ahmad, guru berprestasi tingkat nasional 2013 menawarkan Sekolah Ramah Anak (SRA) sebagai solusi.
Dia pun menjelaskan, ada beberapa alasan diperlukannya SRA. Antara lain lingkungan kurang edukatif, anak bukan orang dewasa kecil, penciptaan suasana yang kondusif, perlunya program sekolah yang sesuai, lingkungan sekolah yang mendukung, hingga sarana prasarana yang memadai.
Dia menjelaskan, istilah ramah anak mulai dipakai semenjak diakuinya hak anak oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang kemudian disepakati oleh hampir seluruh negara anggota PBB pada 1989.
‘’Penekanan dari realisasi SRA, siswa harus dilindungi dan dijaga dari tindak kekerasan. SRA sendiri bisa terwujud jika pusat pendidikan seperti sekolah, keluarga, dan masyarakat bisa bahu membahu membangun lingkungan yang sehat dan harmonis,’’ terang Subagyo. (Ulum Minnafiati/ Info Muria)
‘’SRA bisa dimaknai suatu sekolah yang memfasilitasi dan memberdayakan potensi anak. Untuk member-
PTBK, Tak Berhenti pada Penyusunan Pelaporan
S
ebagaimana dosen, guru juga dituntut melakukan kerja-kerja intelektual berupa penelitian (riset). Hanya saja, hingga kini, belum banyak guru yang benar-benar mampu dan mumpuni untuk melakukan penelitian. Terdorong ingin berpartisipasi meningkatkan kapasitas guru dalam melakukan penelitian, Program Studi Bimbingan dan Konseling (Progdi) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muria Kudus (UMK) bekerjasama dengan Musyawarah Guru (MG) BK menyelenggarakan pelatihan Penelitian Tindakan Bimbingan Konseling (PTBK). PTBK merupakan suatu bentuk penelitian reflektif dengan melakukan tindakan–tindakan tertentu, supaya dapat memperbaiki sesuatu yang
mengandung unsur kebaruan, dengan tujuan meningkatkan pelayanan konseling agar lebih profesional. Drs. Sucipto, M.Pd. Kons, dosen BK yang juga panitia pelatihan mengutarakan, ada dua alasan guru berat melakukan penelitian. ‘’Dua alasan itu adalah tidak tahu bagaimana harus memulai dan tidak adanya seseorang yang memotivasi,’’ ujarnya. Pelatihan ini diperuntukkan bagi guru BK tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) se Kabupaten Kudus, dengan durasi waktu selama empat bulan, yakni September – Desember 2014. ‘’Kegiatan pendampingan dilakukan setiap Selasa. Selain saya, dosen lain yang mendampingi yaitu Drs. Masturi MM., Drs. Susilo Rahardjo M.Pd., dan INFO MURIA
Edisi XIX
Agustus - Oktober 2014
Dra. Sumarwiyah M.Pd,’’ katanya. Menurut Drs. Susilo Rahardjo M.Pd., ada beberapa poin penting dalam PTBK. ‘’Poin penting itu antara lain PTBK berasal dari masalah yang langsung dirasakan konselor dalam melaksanakan kegiatan, konselor tidak perlu meluangkan waktu khusus, dan penelitian dapat dilakukan sambil melaksanakan layanan bimbingan dan konseling.’’ Dra. Sumarwiyah, M.Pd., salah satu pendamping lain mengutarakan, pelatihan dan pendampingan PTBK ini tidak hanya sampai di tahap pelaporan penelitian. ‘’Kami berharap, PTBK yang dibuat layak dipublikasikan di jurnal ilmiah,’’ katanya sembari menjelaskan follow up pendampingan direncanakan digelar pada Februari – April 2015. (Dian Savitri/Info Muria)
14
KAMPUSIANA
Bangun Cara Pandang dan Riset Perkuat Ketahanan Pangan
di tengah menghadapi era pasar global saat ini. ‘’Era globalisasi, segala macam di-setting sedemikian rupa dari hulu sampai hilir. Namun kita (IndonesiaRed) selalu lemah, karena industri tidak nyambung dari hulu ke hilir.’’ Guru besar nano biologi dari Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang ini pun menyinggung mengenai nano science yang seakan tidak pernah disinggung atau diutak-atik, padahal manfaatnya sangat besar, khusuesnya untuk pengembangan farmasi. ‘’Riset orang-orang (pakar) farmasi, adalah bagaimana hasil obat-obatnya bisa dikonsumsi seumur hidup. Variannya dirubah terus. Kita disuruh membeli dan membayar riset-riset itu. Anehnya lagi dibuat seolah-olah membayar mahal obat-obatan itu wajar,’’ paparnya dalam diskusi yang dibuka Rektor UMK, Dr. Suparnyo SH. MS. Membawakan materi “Life Microorganism dalam Usaha Pertanian, Peternakan, Perikanan Intensif Menuju Penciptaan Pangan Sehat Bebas Residu Kimia dan Mampu Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Produksi Demi Kesejahteraan Petani Indonesia’’, Prof. Ir. Drh. Kasiat Adi S. MM.DVM memaparkan bahwa petani tidak KETAHANAN PANGAN: Pakar toksologi bahan kimia yang juga rektor Unika Soegijopranoto Semarang menyampaikan perspektifnya dalam roundtable discussion yang digelar Fakultas Pertanian UMK dan Rumah Sehat Griya Balur Muria
pernah tersentuh agar meningkat secara kemampuan.
enghadapi persoalan ketahanan pangan dan obat-obatan (farmasi) yang masih jauh dari berdaulat, bangsa Indonesia memerlukan cara pandang yang lebih progresif dan juga memperkuat riset-riset untuk menopangnya.
‘’Anehnya lagi, kebijakan pertanian Indonesia lebih mengutamakan pupuk unsur makro (NPK), daripada mikro yang mestinya harus diutamakan. Akan sia-sia daya tahan pertumbuhan bagus tetapi hasilnya akan berkurang karena banyaknya hama yang menyerang,’’ ungkapnya dalam diskusi yang dipandu Hasan Aoni Aziz US.
M
Bersaing dengan Taiwan dan Singapura saja, Indonesia sangat tertinggal. Pemerintah Taiwan selalu mengirim tenaga ahli pertanian ke berbagai negara yang akan diserap produknya. Taiwan lebih berdaulat dalam hal pangan. Singapura lebih berdaulat lagi, karena bisa menolak produk pangan yang tidak masuk standar mereka. Itulah beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan sebagaimana disampaikan Prof. Dr. Budi Widianarko M.Sc. ‘’Diperlukan cara pandang yang kemudian didukung dengan riset-riset untuk membentengi
M
pertanian dan produk-produknya.’’ Pakar toksologi bahan kimia ini mengutarakan hal tersebut dalam roundtable discussion 1 bertajuk ‘’Optimalisasi Potensi Vegetasi Lokal dalam Mewujudkan Kedaulatan Pangan dan Obat-obatan’’ yang diselenggarakan Fakultas Pertanian Universitas Muria Kudus (UMK) bekerjasama dengan Rumah Sehat Griya Balur Muria (GBM), Sabtu (27/9/2014). Prof. Budi mengutarakan, membentengi produk lokal dan kearifan tradisional yang ada, belum lagi cukup, melainkan harus diimbangi dengan bangunan –bangunan argumentasi ilmiah. ‘’Riset ini untuk menegaskan keunggulan berbasis budaya lokal,’’ tegas Rektor Unika Soegijopranoto Semarang ini. Sementara itu, Prof. Dr. Sutiman B. Sumitro dalam acara yang digelar di Gedung Djarum Foundation ini memaparkan berbagai keprihatinan
Sementara Ir. Supari MS., dosen Fakultas Pertanian UMK lebih banyak mengelaborasi bagaimana membangun ketahanan pangan dengan meningkatkan produksi lokal dan tidak menjejali negeri ini dengan produk impor. ‘’Yang terpenting lagi, jangan sampai meninggalkan kearifan lokal dalam membangun kemandirian dan ketahanan pangan di Bumi Nusantara,’’ ujarnya. (Rsd/ Info Muria)
Mendiskusikan Dunia Industri di Ranah Psikologi
engusung tema ‘’Hubungan Industrial dari Sudut pandang Psikologi Industri dan Organisasi’’, Fakultas Psikologi Universitas Muria Kudus (UMK) menandai perkuliahan perdana bagi para mahasiswanya.
yang nampak sudah menempatkan ehati (mengajari), akan tetapi juga diri di ruang seminar. terlibat (berinteraksi) secara aktif Dekan Fakultas Psikologi Trubus bersama para pekerja untuk mengeRaharjo S.Psi M.Si. dalam sambutan- tahui apa yang mereka butuhkan,’’ nya menyampaikan, materi kuliah jelas Bramasto
perdana sangat bermanfaat sebagai bekal tambahan bagi mahasiswa terDigelar di ruang seminar lantai kait dunia industri dilihat dari sudut IV Gedung Rektorat pada Sabtu pandang psikologi. ‘’Simak dan am(13/9/2014), kuliah perdana ini meng- bil manfaat dari diskusi ini,’’ katanya. hadirkan praktisi dari salah satu peBramasto mengemukakan, dalam rusahaan di Kota Semarang, Bramas- sejarahnya, peran Human Resource to SH. Tema kuliah perdana rupanya Development (HRD) di dunia industri cukup menarik bagi mahasiswa, se- mengalami pergeseran. hingga sebelum acara dimulai seki‘’Perannya tidak sekadar menastar pukul 09.00, banyak mahasiswa INFO MURIA
Edisi XIX
bangan di tempatnya bekerja. ‘’HRD harus mampu membuat pemetaan, serta menyelaraskan antara manajemen dengan bisnis, dan menciptakan kondisi lingkungan yang kondusif,’’ Interaksi ini diperlukan, un- ujar praktisi di sebuah perusahaan tuk mengetahui kesulitan dan di Semarang itu. permasalahan yang dihadapi peLatifah Hanum, mahasiswa, mekerja. ‘’Dengan begitu, HRD bisa ngapresiasi positif seminar yang mendapatkan gambaran solusi dinilainya bisa memberikan pemahadari permasalahan yang ada,’’ lan- man yang cukup lengkap mengenai jutnya menambahkan. psikologi di dunia industri. ‘’Ada baUntuk itu, di dunia industri, sarjana nyak ilmu menarik yang mengemuka psikologi dituntut mampu melakukan di sini, yang bisa menjadi bekal saat perekrutan, pelatihan dan pengem- terjun di dunia kerja,’’ tutur Latifah. (Milla/Info Muria) Agustus - Oktober 2014
15
PUSTAKA
S
ebagai sebuah produk kajian intelektual, beragam tema yang terangkum dalam prosiding Seminar Nasional Teknologi Industri dan Informatika (Snatif) 2014, yang diselenggarakan Fakultas Teknik Universitas Muria Kudus (UMK), ini sungguh sangat menarik. Sebab, sebanyak 63 hasil kajian mendalam ini memang diarahkan pada pembahasan untuk mendukung Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Kajian yang mendalam untuk mendukung UMKM ini menjadi penting, lantaran diakui atau tidak, UMKM merupakan salah satu pilar ekonomi kerakyatan yang tahan dalam gempuran globalisasi. Menariknya lagi, berbagai pemikiran ini tidak hanya datang dari akademisi UMK, yang notabene sebagai penyelenggara Snatif. Melainkan, banyak pula peneliti dari perguruan tinggi lain yang ikut menyumbangkan hasil kajiannya. Para akademisi dari luar UMK, datang dari Polines Semarang, Universitas Atma Jaya (UAJ) Yogyakarta, Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Politeknik Purbaya Tegal, Unisnu Jepara, serta Universitas Muhammadiyah Semarang. Selain itu, ada Universitas Surakarta, IKIP Veteran Semarang, Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang, STMIK Adhi Guna, Universitas Gadjah Mada
Percikan Pemikiran Dukung Eksistensi UMKM Judul buku Pereview Editor Penerbit: Edisi Halaman ISBN
: Prosiding Seminar Nasional Teknologi & Informatika : Retantyo Wardoyo, dkk. : Tril Listyorini, dkk. : BP. Universitas Muria Kudus : 1, 2014 : 478 + x : 978-602-1180-04-4
(UGM) Yogyakarta, Universitas Bhayangkara Surabaya, Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, dan STMIK Pontianak. Dibagi dalam delapan bagian, prosiding ini mengulas tentang manufaktur, mekatronika, teknologi dan rekayasa material, sistem tenaga, telekomunikasi, informatika medis, animasi multimedia dan sistem informasi enterprise. Sebagaimana lazimnya sebuah laporan akademik, tentu prosiding ini ditulis dengan patuh pada kode-kode ilmiah. Kendati demikian, bagi siapa saja yang ingin mengetahui ragam teknologi yang siap dimplementasikan dalam UMKM, prosiding ini layak dikonsumsi.
Panduan Penanggulangan Risiko Bencana Judul buku Penulis Penerbit: Cetakan I Halaman ISBN
S
etiap kali bencana datang melanda, tak hanya harta benda yang terdampak yang dihadapi masyarakat. Tetapi juga secara psikologi, juga menjadi beban. Bahkan tak jarang, berbagai bencana itu meminta korban nyawa. Kabupaten Kudus, terutama di kawasan Pegunungan Muria, dampak dari bencana baik banjir maupun longsor yang terjadi pada Februari lalu, juga bisa dilihat secara kasat mata. Di
Desa
Semliro,
bencana
: Pengurangan Risiko Bencana (Pendidikan Bencana di Kawasan Pegunungan Muria) : M. Widjanarko Dkk : MRC. Indonesia : Juni, 2014 : 75 + vi : 978-602-70686-0-5
longsor yang menerjang mengakibatkan rusaknya sebuah mushalla, 15 rumah rusak parah, dan satu orang meninggal dunia di Dukuh Wetankali. Selain itu, sebuah tebing setinggi 150 meter di Gambir, Dukuh Wetankali turut runtuh yang menyebabkan lahan pertanian seluas 15 hektare rusak, satu masjid mengalami kerusakan cukup parah, dan 1.480 jiwa harus mengungsi di Balai Desa Rahtawu. Terkait dengan seringnya berbagai INFO MURIA
Edisi XIX
Beberapa gagasan dalam prosiding ini sudah sangat aplikatif dan bisa menjadi ajuan pelaku UMKM. Kajian itu antara lain teknologi untuk meminimalisasi konsumsi bahan bakar, pemanfaatan sampah sebagai sumber energi, pemanfaatan limbah cair tahu, e-commerce, hingga pemetaan produk dan pasar, terangkum dalam prosiding ini. Dengan bahasa lain, prosiding ini merupakan sekumpulan percikan pemikiran yang mendukung eksistensi UMKM, yang tidak sekadar bisa dikonsumsi oleh akademisi di perguruan tinggi, tetapi oleh semua orang, khususnya para pelaku UMKM. (Noor Athiyah/ Info Muria) bencana yang dihadapi masyarakat, Muria Research Center (MRC) Indonesia merilis sebuah buku berjudul ‘’Pengurangan Risiko Bencana: Pendidikan Bencana di Kawasan Pegunungan Muria’’ yang belum lama ini diterbitkan. Buku ini ditulis melalui penggalian muatan lokal pendidikan bencana di Kawasan Pegunungan Muria, yang kemudian digunakan sebagai bahan ajar pendidikan lingkungan hidup bagi anak-anak. Dengan begitu, anak-anak akan merasa memiliki dan berkait terhadap di lingkungan ia tinggal, dan tergerak untuk ikut menjaga kelestariannya. Disusun oleh M. Widjanarko, Ulum Minnafiah, Wahyu Dwi Pranata, Finaldi Bagus Widianto dan Fika Mardini, buku diharapkan bisa menjadi salah satu panduan pendidikan kebencanaan di tanah air. Di tengah banyaknya berbagai bencana yang sering terjadi, maka kehadiran buku ini pun bisa menjadi salah satu rujukan (referensi) bagaimana upaya meminimalisasi risiko bencana secara tepat. (Ulum/ Info Muria)
Agustus - Oktober 2014
Info Buku Bahasa & Kearifan Lokal
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah di depan mata. Era global (global citizen) yang tak terbendung, antara lain mensyaratkan penguasaan terhadap bahasa asing, khususnya Bahasa Inggris. Dus, untuk sukses dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris, mesti dimulai sejak dini. Cara-cara kreatif diperlukan agar pembelajaran berjajalan optimal. Dalam rangka penguatan pembelajaran Bahasa Inggris, Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris (Progdi PBI) Universitas Muria Kudus (UMK) menyelenggarakan Konferensi Internasional Teaching English for Young Learners in Indonesia (Teylin). Prosiding Teylin ini memuat kajian Jonathan Moore dkk., mengungkap beragam ide pemanfaatan kearifan lokal untuk pembelajaran Bahasa Inggris, dengan latar yang beragam pula, mulai dari Indonesia, Jepang,
Dendang Perlawanan Masyarakat Tembakau
Komoditas pertanian tembakau dalam dua dasa warsa ini menjadi wacana perdebatan publik. Sampai sekarang, isu tembakau masih menjadi salah satu topik trending di media massa, cetak, bahasan diskusi, kajian dan riset maupun perdebatan talik ulur regulasi yang mengatur komoditas emas hijau ini. Para petani tembakau, terutama di pegunungan Sindoro dan Sumbing di Temanggung, ikut memberikan reaksi “nyanyian” bernada perlawanan sebagai respons adanya ancaman bagi keberadaan komoditas pertanian tembakau yang sudah secara turun menurun mereka geluti. Mohammad Sobary, budayawan dan penulis produktif merekam dendang perlawanan para petani Temangung dalam sebuah buku kumpulan esai kebudayaan yang ditegaskan dalam sebuah tajuk “Semar Gugat di Temannggung”. Buku setebal XVI + 274 halaman ini sangat menarik, karena pernah dipublikasikan sebelumnya di salah satu media cetak nasional. (Hoery/Info Muria)
16
BUDAYA KOLOM
Mendadak Buta Huruf
I
Oleh Zamhuri
stilah buta huruf biasanya dikaitkan dengar program prioritas pemerintah dalam melepas belenggu ketidakmampuan baca tulis masyarakat. Cap buta huruf diidentikkan dengan ketidakmampuan memahami rangkaian huruf dan/atau angka serta susunan suku kata menjadi kalimat bermakna.
Harmoni di Tengah Perbedaan Meski berbeda keyakinan, kerukunan terjalin dengan indah.
K
‘’ ita rajut perbedaan, kita tebar persaudaraan’’. Kalimat sederhana sarat makna di sebuah baliho yang cukup besar, ini menyapa siapa saja yang hendak memasuki kompleks vihara dan mushola yang berdiri berderet di Ngepleh, Desa Kuthuk, Kecamatan Undaan, Kudus. Vihara Vajri Bodhi dan sebuah mushola, keberadaan dua tempat ibadah dari dua keyakinan yang berbeda menjadi penanda bagaimana kehidupan beragama masyarakat setempat yang harmonis di tengah perbedaan. Vajri Bodhi di Ngepleh yang berdiri sekitar 20 tahun silam, itu nampak anggun dengan naga kembar di bagian depan. Sedang mushola, tempat ibadah bagi umat Islam yang berada di sebelah timurnya, seakan menambah keanggunan kehidupan beragama di tengah perbedaan yang ada. Ya, melihat kehidupan beragama masyarakat Desa Kuthuk memang sungguh mengesankan. Mereka hidup bersanding, berinteraksi setiap harinya, dengan penuh rasa saling menghormati satu sama lain. Selain Vihara Vajri Bodhi, di desa ini juga berdiri Vihara Budha Santi. Supeno, salah satu pendeta menjelaskan, harmoni kehidupan beragama di Kuthuk sudah terjalin sejak lama. ‘’Pada 1967, seorang pendeta Budha menyebarkan agamanya di desa ini, sebagai upaya menyelesaikan perselisihan antarpartai yang terjadi waktu itu. Penyebaran Budha berlangsung baik. Pada tahun itu pula, dibangun Vihara Budha Santi.’’ Supeno mengutarakan, umat Budha di desa Kuthuk ini bersyukur karena tidak ada diskriminasi kendati mayoritas masyarakat beragama Islam. Dari 43 Rukun Tetangga (RT) yang ada, katanya, sebanyak 120 Kepala Keluarga (KK) memeluk Budha. ‘’Pemerintah desa memberi kemudahan beribadah pada umat Budha. Pada 1994, Vihara Vajri Bodhi Manggala dibangun. Tak lama setelah itu, atas kebijakan pemerintah desa, dibangun pula musholla di sampingnya,’’ tuturnya.
Sururi, salah seorang perangkat desa mengatakan, meski mayoritas penduduk Desa Kuthuk memeluk Islam, namun pemerintah desa memberikan keadilan dalam hal beribadah dan menjalankan keyakinan masing-masing. ‘’Untuk menjaga harmonisasi, pemerintah desa bahkan mengagendakan kegiatan rutin tahunan bersama, antara lain Apitan dan Sedekah Bumi. Harmoni kehidupan beragama ini juga masuk di lingkup keluarga, Ada beberapa keluarga yang orang tua dan anaknya berbeda keyakinan, namun masing-masing menyikapinya dengan bijak.’’ Harmoni lain yang bisa dilihat dalam kehidupan beragama masyarakat Desa Kuthuk, saat Idul Fitri, umat Budha menyediakan makanan di atas meja sebagai penghormatan jika ada saudaranya pemeluk Islam datang berkunjung. ‘’Saat ada perayaan hari besar umat Budha, umat Islam juga menghormati. Selain itu, ketika ada upacara pernikahan dan kematian orang Islam, kami hadir untuk menghormati. Demikian pula sebaliknya,’’ Supeno menambahkan.
Buta huruf juga dipahami sebagai kelompok anggota masyarakat yang kurang mendapatkan pelayanan lembaga pendidikan, karena berbagai faktor. Dalam pemahaman konvensional, buta huruf dipandang sebagai momok yang mesti dihindari oleh siapa saja yang tak ingin terkena cap ketinggalan zaman. Di tengahkemajuan zaman, istilah buta huruf musykil kita temui lagi. Kecuali di tengah kelompok masyarakat yang a priori terhadap pentingnya ketrampilan baca tulis. Entah karena faktor usia lanjut, keterbatasan fisik sebagai penyandang difabel, atau buta huruf sebagai respons penolakan ajakan zaman. Buta huruf telah menjadi stigma keterbalakangan pengetahuan dan kekerdilan mental dalam merengkuh zaman yang terus berbenah. Buta huruf adalah pilihan konyol bunuh diri peradaban. Pendeknya, buta huruf tidak mungkin menjadi pilihan sikap dalam merespons pesatnya sumber pengetahuan dan derasnya arus informasi. Anehnya, buta huruf kini menjadi pilihan, bahkan mungkin mulai digemari oleh sebagian anggota masyarakat. Orang tiba-tiba gagap dan tidak memiliki kemampuan memahami suku kata dan simbol komunikasi yang terpapar di sudut-sudut jalan. Ada sebagian yang merasa kelu dalam mengeja nilai pesan untaian kalimat pada pasal dalam regulasi perundangan. Ada yang tiba-tiba membisu ketika memberi kesaksian dalam mahkamah keadilan. Ada yang tiba-tiba tak memiliki kemampuan memahami makna dalam teks bernyawa kejujuran, ketika dihadapkan pilihan kebutuhan. Ada pula yang tiba-tiba terbata-bata ketika harus membaca pesan isi hati, ketika dia memilih peran antagonis dalam drama kehidupan. Mungkin lebih tepat dalam menilai sikap tersebut, adalah “mendadak buta huruf”. Mendadak buta huruf karena tiba-tiba tidak memiliki kemampuan membaca huruf (teks), angka dan simbol bahan bacaan, sehingga tidak memiliki daya tangkap dan nalar rasional. Kita sering menjumpai orang seenaknya melanggar pesan traffic lalu lintas di jalan raya. Membaca berita aneka modus orang memperkaya sendiri dan orang lain dengan cara tidak legal. Meningkatnya para pengadil dan penjaga marwah hukum menjadi pesakitan.
Cerita menarik lain datang dari Almam, salah seorang pemuka agama Islam di Desa Kuthuk. ‘’Saat kami membangun musholla, pengurus vihara menawarkan bantuan berupa semen. Namun karena material dirasa cukup, tawaran itu kami sikapi dengan mengucapkan terima kasih.’’
Lainnya, yakni kebiasaan para pendidik (guru/dosen) berperilaku tidak sebangun dengan apa yang diajarkan. Kebiasaan peserta didik (pelajar/mahasiswa) yang gemar belajar mangambil sumber karya tulis orang tanpa menyebut sumber kutipan. Ketidakmampuan para pemimpinan membaca kembali traktat janji-janji saat kampanye ketika menjabat. Atau para pendai mengutip ayat saat memanipulasi bunyi kitab suci.
Harmoni di tengah perbedaan agama, tidaklah mustahil untuk diwujudkan. Pelajaran itu, paling tidak bisa dilihat di Desa Kuthuk, yang menjalani kehidupan secara harmonis di tengah keberbedaan yang ada.
Banyak yang tiba-tiba tidak memiliki keterampilan membaca atau mungkin menulis makna pesan teks kembali, meski dia berpendidikan. Bahkan, bisa jadi, orang yang buta huruf ini telah mengenyam bangku pendidikan yang paling tinggi dan menumpuk gelar, melebihi susunan huruf nama genuin-nya.
‘’Warga kami saling menghormati. Saat umat Islam mendirikan shalat di waktu yang bersamaan, maka umat budha akan menghentikan pengeras suaranya hingga shalat selesai ditunaikan, begitu pula sebaliknya. Persatuan dan kesatuan antarumat yang terjalin erat ini terus dijaga masyarakat hingga kini,’’ ujar Almam. (Atik, Milla/Info Muria)
Orang mendadak buta huruf justru ketika dia tidak pantas menyandang stigma buta huruf. Orang buta huruf karena dia telah memilih berbutahuruf, angka dan simbol bacaan. Mendadak buta huruf karena memilih buta adab dan peradaban. Padahal, nilai keadaban telah dieja, dihafal serta dipahami dari teks pelajaran, pasal dalam undang-undang, dan bunyi ayat dalam kitab suci. Mendadak buta huruf, siasat pengelabuhan atau pilihan kehidup an? Entahlah. (*)
INFO MURIA
Edisi XIX
Zamhuri, penulis adalah pemimpin redaksi Tabloid Info Muria
Agustus - Oktober 2014