SEMUA BERMULA DARI WANAWIYATA WIDYAKARYA Oleh: Budi Budiman, S.Hut, M.Sc
Keinginan untuk tidak tunduk terhadap kondisi yang serba kesulitan akan melekat kepada seseorang yang mempunyai jiwa pantang menyerah. Tak heran kita mengenal istilah bahwa pelaut yang handal tidak akan lahir dari laut yang tenang. Tempaan hidup yang keras dan prinsip pantang menyerah akan melahirkan wirausahawan (entrepreneur) yang handal. Semangat tersebut tetap terpatri pada diri seorang Maman Surahman. Terlahir dari keluarga petani di bagian utara Kabupaten Majalengka, dia sadar betul bahwa tanah kelahirannya merupakan dataran rendah dengan mayoritas penduduk bertani sawah tadah hujan. Sawah yang hanya bisa ditanami dua kali setahun membuat penduduk menghadapi problema paceklik, bersuka cita di musim panen dan berharap-harap cemas apakah panen yang akan datang berhasil atau tidak. Tak heran mayoritas masyarakat setempat memilih merantau ke kota demi mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Sadar dengan kondisi tersebut, dia bertekad untuk tidak berpangku tangan. Keinginan untuk dapat sejahtera dengan tetap menapak di tanah kelahiran tertanam kuat dalam hatinya. Namun bagaimana caranya? Dia sadar betul bahwa peningkatan kesejahteraan masyarakat tanpa memberdayakan ekonomi masyarakat adalah suatu keniscayaan. Pemberdayaan masyarakat dapat dimulai dengan mencari bekal keterampilan yang memadai bagi masyarakat. Masyarakat perlu mendapatkan suatu keahlian (skill) yang dapat berguna sebagai mata pencaharian tambahan disamping keahlian bidang agraris yang sudah dimiliki secara turun temurun. Peningkatan keahlian ini dapat diperoleh dengan berbagai cara baik mencari ilmu secara otodidak (ngulik), melalui pendidikan formal, maupun mengikuti pelatihan / pemagangan yang dilaksanakan oleh lembaga swasta berbayar maupun bantuan lembaga pemerintah.
Peserta magang petani jamur kayu di KTH Mekar Jaya Cirebon 1
Lewat hubungan baik dengan instansi penyuluhan Kabupaten Majalengka akhirnya dia mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pelatihan/magang petani jamur kayu tahun 2016. Dari sinilah semua kisah bermula, saudara Maman Surahman yang juga merupakan salah satu anggota Kelompok Tani Bungur Desa Kodasari mengikuti pelatihan/pemagangan petani jamur kayu di Lembaga Pelatihan dan Pemagangan Usaha Kehutanan Swadaya (LP2UKS) atau Wanawiyata Widyakarya KTH Mekar Jaya yang beralamat di Desa Sindang Hayu, Kecamatan Beber, Kabupaten Cirebon.
Praktek Penyiapan media jamur kayu Kegiatan pelatihan/magang petani jamur kayu merupakan kerjasama Pusat Penyuluhan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan instansi pelaksana penyuluhan kehutanan Kabupaten Cirebon. Selama 4 hari dari mulai tanggal 2 s/d 5 Agustus 2016 bersama dengan peserta magang lainnya yang berjumlah 20 orang yang berasal dari 6 Kabupaten di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah, mendapat materi tentang budidaya jamur kayu mulai dari pengenalan alat dan media, penyiapan media tumbuh, proses sterilisasi, inokulasi dan inkubasi, panen, pembuatan bibit F2 dan pengolahan hasil jamur kayu. Magang ini dipandu oleh Pak Sutardi dan Pak Tono Suhartono yang merupakan Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) Kabupaten Cirebon yang sudah terlebih dahulu berkecimpung dan ahli dalam budidaya jamur kayu.
Praktek pembuatan bibit jamur kayu
2
Praktek pengolahan hasil jamur kayu “Magang di Wanawiyata Widyakarya KTH Mekar Jaya memberikan pengetahuan dan keterampilan tentang budidaya jamur kayu, saya harus mengembangkan usaha jamur kayu di Desa saya” begitulah tekad sdr. Maman. Berbekal pengetahuan dan keterampilan selama magang di Wanawiyata Widyakarya dia bertekad memulai usaha jamur kayu dan menularkan keterampilan yang diperolehnya kepada masyarakat sekitar. Ketiadaan biaya untuk membuat rumah jamur (kumbung jamur), tidak menyurutkan langkahnya. Rumah kosongpun dia sulap menjadi rumah jamur, berikut beberapa alat seperti drum dan tungku gas yang dia peroleh dari pengepul barang-barang bekas. Sedangkan bahan seperti serbuk gergaji dia peroleh dari penggergajian yang banyak terdapat di sekitar desa. Mulailah dia mempraktekan keterampilan budidaya jamur kayu yang diperoleh selama mengikuti magang di Wanawiyata Widyakarya.
Rumah kosong yang dimanfaatkan sebagai rumah jamur Tahap awal 500 baglog jamur kayu telah berhasil dibuat. Beberapa kendala yang dihadapi berhasil diatasi karena komunikasi yang berjalan baik dengan instruktur wanawiyata maupun sesama peserta magang dahulu. “Alhamdulillah setelah menunggu sambil harap-harap cemas akhirnya jamur kayu mulai tumbuh. Saya senang bisa mempraktekan ilmu yang saya peroleh di Wanawiyata” jelasnya.
3
Pencapaian tersebut tidak membuat dia puas dan berbangga diri, konsep pengembangan usahapun mulai disusun. Seiring dengan pemilik rumah kosong yang akan memanfaatkan rumah tersebut, dia mulai berfikir untuk membuat rumah jamur . Dengan meminjam uang dari koperasi setempat, dia bersama dengan salah seorang rekannya mulai membuat rumah jamur. Setelah menghabiskan dana sampai dengan 7 juta rupiah maka terbangunlah rumah jamur sederhana, kemudian dipindahkanlah baglog jamur kayu dari tempat sebelumnya ke rumah jamur yang baru.
Proses pembuatan rumah jamur (kumbung)
Rumah Jamur (kumbung) baru yang berhasil dibuat “Rata-rata produksi jamur sekarang 2kg/hari, lumayanlah untuk ukuran kelas pemula” jelas Maman ketika ditanya produksi jamur per hari. Jamur-jamur tersebut langsung habis diserbu pembeli yang sudah menunggu setiap harinya. Melihat animo pembeli dan potensi pasar yang masih tinggi maka target pembuatan baglogpun dia naikan menjadi 5.000 baglog untuk 3 bulan kedepan. “Semoga hasil jamur dari baglog yang baru ini bisa memasok ke Pasar Ciborelang Jatiwangi” ujarnya.
4
Hasil panen jamur dan kondisi dalam kumbung jamur Rintisan usaha jamur kayu tersebut sudah masuk radar pengawasan dan pendampingan Badan Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP4K) serta Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kab. Majalengka. Untuk lebih mengoptimalkan perkembangan usaha jamur kayu maka sedang dirintis pembentukan kelompok tani hutan (KTH) yang khusus bergerak dalam usaha jamur kayu. Secara terpisah, beberapa kolega yang sudah terlebih dahulu bergelut dalam bidang usaha jamur tiram di Kab. Majalengka sudah memberikan komitmen bantuan baik materil maupun moril demi terciptanya usaha jamur tiram di Desa Kodasari. Sdr. Maman sangat bersyukur dapat mengikuti dan memperoleh manfaat dari magang petani jamur di Wanawiyata Widyakarya KTH Mekar Jaya, seraya menegaskan bahwa segala pencapaian selama ini bermula dari Wanawiyata Widayakarya.
5
Kemitraan FMU Wana asri dengan PT. Kutai Timber Indonesia Meretas Kebekuan Usaha Menuju Kelompok Tani Hutan Sejahtera dan Bermartabat Oleh : Nurhayadi* dan Endang Dwi Hastuti**
Kabupaten
Lumajang,
Jawa
Timur
merupakan
salah
satu
potensi
pengembangan hutan rakyat di Pulau Jawa. Luas hutan di Kabupaten Lumajang adalah 179.09 ha, terdiri Hutan Negara 59.462 ha (33,20%), sedangkan 57.685 ha (32,21% )
adalah hutan rakyat,
Hutan rakyat di Kabupaten Lumajang dikembangkan di 158 desa pada
18
kecamatan, salah satunya di Kecamatan Pasrujambe yang meliputi 7 wilayah administrasi desa.
Sedangkan
pengelolaan hutan rakyat
dilakukan oleh
lembaga Kelompok Tani Hutan ( KTH ) dengan wilayah kelola hutan Rakyat setiap KTH satu desa. Di Kecamatan Pasrujambe saat ini hutan rakyat telah berkembang, baik luasan maupun dampaknya dari segi ekologi, sosial dan ekonomi. Pengembangan hutan rakyat di Pasrujambe telah berdampak positif berupa peningkatan penutupan lahan yang merupakan hasil upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang dilakukan secara swadaya maupun bantuan pemerintah. Dengan Penerapan pengelolaan Hutan Lestari telah berdampak terhadap penurunan erosi, peningkatan kesuburan tanah akibat daur materi dalam ekosistem , serta terjaganya sumber mata air yang berfungsi sebagai air irigasi dan kebutuhan rumah tangga, serta meningkatnya kualitas mikro agro klimat
di wilayah Pasrujambe, dan pada akhirnya tercipta
ekosistem yang produktif
dengan indikator aspek ekologis ditandai berfungsinya
elemen matarantai ekosistem serta aspek ekonomis ditandai tergalinya informasi fungsi ekonomis (manfaat) dari elemen ekosistem, baik biotis maupun abiotis. Dampak yang dirasakan masyarakat dari berkembangnya hutan rakyat di Pasrujambe
tidak terjadi begitu
saja,
melainkan
melalui suatu
proses
pemberdayaan masyarakat/kelompok tani hutan yaitu pendampingan oleh penyuluh kehutanan yang telah berjalan selama bertahun-tahun. Kegiatan penyuluhan kehutanan di Pasrujambe dilakukan dalam wadah Forest Management Unit (FMU) Wanaasri, yang merupakan gabungan dari 7 kelompok tani hutan dari 7 desa yang 6
ada di kecamatan tersebut. Hasil dari kegiatan penyuluhan kehutanan tersebut adalah saat ini di Pasrujambe telah berkembang hutan rakyat dengan luas 3,602.09 Ha, dengan taksiran volume 142,362.92m³ serta taksiran jumlah pohon sebanyak 1,373,632.42 batang, dengan jenis tanaman yang didominasi sengon (90%), Jabon, Waru gunung, Rekisi, Mahoni dan Jati. Selain itu, berkembang pula kegiatan pemanfaatan lahan di bawah tegakan
hutan rakyat dengan tanaman pisang,
kapulaga, talas, kopi, kakao dan cengkeh, Sudah Untungkah Masyarakat? Secara ekologi dampak dari kegiatan hutan rakyat di Pasrujambe telah dapat dirasakan masyarakat, namun pada mulanya dampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat belum terlihat nyata. Hal ini karena semula petani dalam mengelola hutan rakyat masih berorientasi pada
kelestarian hutan , belum
berorientasi pada hasil dan usaha sehingga kegiatan berhenti sampai proses produksi, sedangkan pemasaran hasilnya oleh tengkulak. Hal ini menyebabkan petani berpotensi untuk terus merugi. Tingkat potensi kerugian petani hutan dapat digambarkan sebagai berikut : Kayu hutan rakyat dari kelompok tani hutan dijual ke tengkulak dengan harga Rp. 400.000/m3, oleh tengkulak kayu dijual ke industri kayu dengan harga Rp. 800.000/m3. Di sini dapat dilihat bahwa apabila kayu dijual ke tengkulak petani rugi Rp. 400.000/m3. Petani seharusnya menjual kayu hasil hutan rakyat langsung ke perusahaan kayu, yang bisa dilakukan apabila telah dibangun kemitraan kedua belah pihak . Perlu dibangun Kemitraan yang Sejajar vs Permasalahannya Berkembangnya hutan rakyat di Pasrujambe sudah tentu merupakan daya tarik bagi industri kehutanan berbasis hutan rakyat maupun masyarakat untuk melakukan kemitraan. Bagi industri kayu, hal ini sejalan dengan adanya kebijakan Kementerian Kehutanan saat itu dalam rangka meningkatkan daya saing Industri Primer Hasil Hutan Kayu melalui penyediaan bahan baku yang dilakukan dengan bekerjasama atau membangun kemitraan
dengan masyarakat. Implementasi
kebijakan tersebut adalah industri yang akan meningkatkan kapasitas harus ada jaminan pasokan kayu yang dilakukan melalui kemitraan dengan masyarakat . Selain itu, juga sebagai terobosan bagi industri untuk menjaga ketersediaan bahan baku dan meningkatkan peluang pasar, mengingat dari tahun ke tahun pemenuhan bahan baku industri yang bersumber dari hutan alam terus mengalami penurunan. 7
Selanjutnya, jumlah industri kayu yang berbahan baku kayu hutan rakyat juga terus mengalami peningkaan sejalan dengan daya saing produk yang lebih kompetitif. Bahkan disaat krisis finansial global produk-produk industri yang berbahan baku kayu hutan rakyat merupakan pilihan alternatif bagi konsumen dalam negeri maupun untuk ekspor. Disisi lain , adanya kemitraan dengan industri kayu akan menguntungkan masyarakat antara lain karena ada jaminan pasar kayu hutan rakyat dan memutus mata rantai tengkulak sehingga dapat meningkatnya peluang usaha dan pendapatannya. Permasalahannya adalah kelompok tani hutan tidak punya akses untuk bermitra dengan perusahaan kayu sehingga perlu fasilitasi penyuluh kehutanan. Masalah lainnya terkait dengan kelembagaan kelompok tani hutan. Kelembagaan kelompok tani hutan saat itu masih belum mantap, baik dari sisi sumber daya manusianya yang masih berorientasi pada produksi, SDM yang belum memiliki jiwa enterpreuneur sehingga mempengaruhi struktur organisasi kelompok yang hanya berorientasi pada produksi serta belum mencerminkan kelestarian hasil, kelestarian usaha serta belum berorientasi pasar. Dengan demikian usaha produktif kelompok juga belum berkembang. Proses Membangun Kemitraan dan Peran Penyuluh Kehutanan Pada tahun 2010 melalui fasilitasi Dinas Kehutanan Kabupaten Lumajang telah dibangun kemitraan antara para KTH secara sendiri sendiri di wilayah Kecamatan Pasrujambe dengan PT. Wana Cahya Nugraha ( WCN ) dalam
kegiatan
“Pemasokan kayu Log dan bantuan bibit tanaman pohon. Namun implementasinya masih belum berjalan dengan baik, yaitu belum ada kesejajaran dalam kemitraan. Penyuluh
Kehutanan bersama
Penyuluh
Kehutanan
Swadaya
Masyarakat
menginisiasi untuk merubah skema kerjasama dari yang tidak sejajar menjadi sejajar agar pihak-pihak yang bemitra sama-sama memperoleh manfaat. Hal yang dilakukan adalah menyusun rancangan kemitraan yang “final” dan “definitif” dengan merubah Rancangan skema Mou. Hal ini berbeda dengan skema kerjasama yang sebelumnya dimana dalam satu Mou mengatur beberapa kegiatan di dalamnya, tidak terukur , tidak mengikat dan KTH tidak memiliki legal standing . Penyempurnaan Mou dilakukan dengan merancang kemitraan yang “final” dan “definitif”. Mou harus bersifat “final”, yaitu setiap kegiatan yang dikerjasamakan memilik
dokumen
masing-masing
sehingga
tidak
menimbulkan
kesalahan 8
interpretasi yang di tuangkan pada klausul perjanjian kemitraan. Selain itu Mou juga harus bersifat” definitif”, artinya kegiatan yang dikerjasamakan ditujukan untuk KTH apa harus jelas karena FMU Wanaasri merupakan gabungan dari beberapa KTH. Hal lain yang dirubah adalah istilah “pengadaan bibit untuk KTH” diganti dengan “pembuatan bibit oleh KTH”, karena kalimat “Pembuatan bibit oleh KTH” lebih sesuai dimana dalam kegiatan tersebut terdapat unsur pemberdayaan masyarakat, rasa memiliki, partisipasi, transparansi, akuntabel, dan edukatif.
Selanjutnya membangun korporasi KTH se wilayah Kecamatan Pasrujambe dalam wadah GAPOKTAN-HUT/ FMU Wanaasri, berdasar akte notaris tertanggal 14 nopember 2013. Agar skema kemitraan karya sejajar yang telah dirancang dapat dilaksanakan dengan baik langkah selanjutnya
adalah mencari Mitra usaha yang mau
mengakomodir keinginan FMU Wana asri . Tindak lanjutnya adalah menyodorkan company profile FMU wana asri serta skema MOU yang telah di rancang. Maka pada Tahun 2014 terjadilah kesepakatan melakukan mitra karya sejajar dengan PT. KUTAI TIMBER INDONESIA ( KTI ) dengan menyepakati MOU tentang realisasi Corporate social Resporaty (CSR) dari PT. KTI dalam bentuk Pembuatan Bibit . Selain memfasilitasi terbangunnya kemitraan dengan skema kesetaraan, penyuluh kehutanan berperan dalam memprakondisikan FMU dan membangun kepercayaan perusahaan . Memprakondisikan Kelompok Berdasarkan
permasalahan
yang
ada
di
FMU,
penyuluh
kehutanan
memprakondisikan kelompok agar dapat menjalankan dengan baik skema kerjasama yang telah dirancang. Bersama PKSM Penyuluh Kehutanan melakukan pendampingan guna peningkatan kapasitas kelompok yang mencakup 3 aspek kelola, yaitu kelola kelembagaan, kelola kawasan dan kelola usaha. Apa saja yang dilakukan penyuluh?
9
a. Kelola Kelembagaan Penyuluh Kehutanan mendampingi kelompok dalam penguatan kelembagaan kelompok yang dilakukan terhadap SDM, melakukan konsolidasi organisasi kelompok, penyempurnaan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga pembentukan Kelompok Usaha Produktif serta legalitas kelompok (Badan Hukum). Merubah Mindset Petani. Pada mulanya orientasi petani dalam mengelola hutan rakyat Momen Audensi FMU dengan calon Mitra masih fokus pada pengelolaan hutan secara lestari, dalam arti hanya berhenti pada aspek produksi, belum berorientasi pada kelestarian hasil dan usaha. Penyuluh kehutanan memotivasi kelompok agar merubah pola pikir dalam mengelola hutan rakyat yang semula masyarakat masih berorientasi pada produksi menjadi berorientasi enterprenuer. Materi – materi penyuluhan terkait dengan kewirausahaan dan pentingnya membangun kemitraan disampaikan dalam pertemuan-pertemuan kelompok untuk menambah wawasan anggota. Konsolidasi Organisasi KTH. Penyuluh kehutanan mendampingi FMU dalam membangun keutuhan organisasi sebagai suatu sistem dengan merubah stuktur organisasi sesuai Peraturan Menteri Kehutaan Nomor P.57 Tahun 2015. Struktur organsasi yang semula masih berorientasi produksi, dimana terdapat seksi-seksi penanaman, pembibitan, proteksi dan pengamanan dirubah menjadi berorientasi enterprenuer. Dibentuklah struktur organisasi yang baru yang di dalamnya terdapat Tim Kelola Kelembagaan, Tim Kelola Kawasan dan Tim Kelola Kelembagaan. Setiap tim terdiri dari 3 orang dan dipimpin oleh koordinator. Selain itu, sesuai dengan kebutuhan dan dinamika organisasi juga dilakukan pergantian pengurus FMU.
b. Kelola Kawasan Dalam aspek kelola kawasan pendampingan penyuluh kehutanan ditekankan pada upaya pengelolaan hutan lestari , antara lain : menyusun perencanaan penebangan dan kegiatan rehabilitasi yang mencakup jumlah pohon yang akan ditebang pada tahun ini dan jumlah bibit yang dibutuhkan untuk rehabilitasi. Perencanaan Rehabilitasi sebagai dasar pembuatan proposal perhitungan kebutuhan bibit yang akan di ajukan kepada PT. KTI untuk realisasi CSR Perusahaan. Disamping itu penyuluh kehutanan bersama PKSM melakukan pendampingan dan pengajuan SVLK. Pendampingan kelola kawasan juga diarahkan agar FMU dapat memanfaatkan sumber daya kawasan dengan optimal, yaitu membiasakan petani agar memanfaatkan mikroagroklimat yang ada untuk kegiatan lain yaitu penanaman lahan di bawah tegakan dengan kombinasi antara tanaman Pokok, tanaman Sela dan tanaman sisipan ( Integrated Forest Farming system)
10
c. Kelola Usaha
GM.
Pendampingan penyuluh kehutanan dalam aspek kelola usaha diarahkan untuk membangun kemitraan dengan pelaku usaha dengan skema yang setara, definitif, mencari sumber dana sebagai penambahan modal usaha, membentuk kelompok usaha dan membentuk koperasi. Dalam hal ini pendampngan FMU sejak awal sudah diarahkan untuk membentuk koperasi KTH. General Manajer KTI dari jepang supervise kinerja FMU
Membangun Kepercayaan Perusahaan Selain konsolidasi internal di kelompok, juga dilakukan konsolidasi eksternal untuk membangun kepercayaan KTI. Penyuluh kehutanan melakukan audiensi dengan KTI terkait kebijakan atau regulasi tata usaha kayu yang perlu diketahui oleh KTI. Disamping itu, penyuluh kehutanan juga memberi jaminan atau garansi kepada KTI bahwa FMU memilki sistem kelola kelembagaan yang baik, SDM dan visi lembaga yang baik, serta sudah memiliki SVLK pengelolaan hutan lestari. Hal ini Tanda tangan naskah MOU disaksikan menambah kepercayaan KTI pada kelompok. Selanjutnya, Penyuluh kehutanan melakukanKadishut koordinasi dengan Penyuluh Kehutanan Swasta (PKS) dalam hal akses informasi, serta mendorong PKSM untuk dapat melakukan negosiasi-negosiasi dengan KTI . Pelaksanaan Kemitraan Setelah dilakukan perbaikan skema kerjasama, dilakukan konsultasi segitiga antara Penyuluh Kehutaanan PNS, Penyuluh Kehutanan Swasta PT KTI dan PKSM/ Ketua FMU, menjajagi peluang kerjasama. Langkah selanjutnya PKSM selaku Ketua FMU mempresentasikan skema kerjasama yang telah dibuat kepada calon Mitra (KTI). Adanya penyajian data yang valid dan akurat, bonafiditas performance , serta rasa percaya diri yang baik dari delegasi FMU dan
kesungguhan kelompok untuk
bekerjasama dengan baik telah meyakinkan KTI sehingga dikembangkan kerjasama dengan skema yang telah disempurnakan dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
11
a. Pembuatan Bibit CSR KTI Mekanisme pelaksanaan kegiatan pembuatan bibit oleh KTH adalah sebagai berikut : Diawali Perencanaan bersama mitra Usaha tentang kebutuhan bibit satu tahun berjalan. Dalam Bibit CSR siap di hibahkan kepada Anggota kapasitas 500.000 plcs/tahun
kegiatan ini , FMU menyediakan lahan, tenaga
kerja, melakukan pengawasan dan distribusi bibit kepada anggota kelompok dengan menggunakan dokumen yang lengkap. Setelah 4 bulan bibit didistribusikan ke seluruh anggota dalam bentuk hibah. pengambilan bibit oleh
persyaratan yang dibutuhkan dalam
Anggota adaalah Surat Pembayaran Pajak Terhutang
(SPPT) sebagai dasar kuota pengambilan bibit (kuota 400 bibit/ ha) dan KTP yang masih berlaku sebagai bukti domisili. Pada tahun 2014 KTI mengucurkan dana sebesar Rp. 150 juta untuk kegiatan pembuatan 150.000 plances. Setelah KTI melakukan monitoring dan evaluasi ke lokasi serta pengecekan administrasi, maka kepercayaan KTI
kepada FMU
Wanaasri lebih meningkat. Pada Tahun 2015 dilaksanakan pembuatan bibit sebanyak 500.000 plances.
Selanjutnya kegiatan yang dikerjasamakan antara
FMU Wanaasri dan KTI dikembangkan sesuai kebutuhan kelompok.
b. Pembangunan Tempat Pengumpulan Kayu (Pembelian Kayu Log) Kegiatan pembuatan bibit oleh KTH telah memberikan keuntungan bagi FMU sebesar Rp. 30.000.000 dan dijadikan modal untuk mengembangkan kegiatan kemitraan, yaitu pembuatan tempat penampungan kayu (pembelian kayu log). Untuk membangun TPK aktivitas Tempat
tersebut FMU Wonoasri menyewa lahan seluas 1.2 Hektar selama 5 tahun.
Wanaasri
Masalahnya adalah FMU
tidak memiliki modal yang cukup, ketika akan membeli kayu dari
kelompok , sedangkan kayu dari anggota kelompok harus dibayar “cash” pada saat itu juga. Di sisi lain, kayu dari TPK tidak bisa langsung dibeli KTI karena log harus diukur terlebih dahulu dan ini membutuhkan
waktu 3-7 hari, sehingga FMU
Wanaasri memerlukan uang cash yang cukup banyak untuk membeli kayu dari anggota kelompok. 12
c. Penyertaan Modal Dengan dibangunnya TPK maka masyarakat semakin banyak yang menjual kayu ke TPK sedangkan FMU Wanaasri mengalami kekurangan modal untuk pembeliannya.
Guna
mengatasi
masalah
tersebut
Penyuluh
Kehutanan
mengadakan pertemuan dengan masing-masing ketua KTH yang tergabung dalam FMU Wanaasri membahas tentang potensi dan keuntungan yang bisa diperoleh dengan adanya kemitraan dengan KTI, serta perlunya penyertaan modal anggota untuk membeli kayu yang dijual ke TPK. Selanjutnya anggota kelompok menyertakan modalnya untuk kegiatan di TPK. dari lelang penyertaan modal dari anggota terkumpul Dana awal Rp. 75.000.000,d. Pinjaman Tanpa Bunga Kurangnya modal FMU merupakan masalah yang prioritas untuk dicari solusinya mengingat semakin banyaknya masyarakat yang menjual kayu di TPK. Untuk itu FMU mengajukan usulan kerjasama dalam hal pinjaman tanpa bunga dan disetujui KTI dalam bentuk pinjaman sementara tanpa bunga senilai Rp. 28 Jt dengan pola pengembalian angsuran setiap kirim kayu pembayaran dipotong 2 % dari keuntungan FMU sebagai pengurang pinjaman
e. Pembelian Kayu KTI membeli kayu log yang masuk ke TPK sesuai dengan standar dan harga yang disepakati dalam Mou. FMU membuat bersama dengan PT KTI melakukan “grading” atau kelas terhadap kayu yang siap dipasarkan Hasil olah bentuk RST kirim yaitu panjang potongan kayu di perdana ke Perusahaan Mitra tentukan 100 Cm dan 130 Cm , Grade A diameter 20 Up sedang grade B berdasarkan diameter mulai dari 10 cm sampai dengan 19 cm , sedangkan panjang potongan 200 cm yang di beli hanya grade A . Kayu log super yang masuk TPK dengan diameter 30 cm ke atas langsung diambil oleh perusahaan. Untuk kayu dengan grade di bawahnya diolah menjadi “Row Sawn Timber” ( RST). Untuk RST grade A dipilih oleh perusahaan,sedangkan grade di bawahnya bisa dijual ke perusahaan lain. Perusahaan dikenakan biaya penumpukan kayu di TPK sebelum kayu diangkut.
13
Peran Para Pihak Dengan
skema
kerjasama
yang
yang
baru
tersebut
berprinsip
,
kesetaraan,bermartabat, dan saling menguntungkan . Peran para pihak dalam kemitraan antara FMU dan KTI dapat dilihat pada bagan berikut . • •
KELOMPOK TANI HUTAN
• •
•
Pemilik lahan Tenaga kerja Jaminan pasokan
Regulasi/kebijakan Fasilitasi Monitoring dan
PEMERINTAH
Industri Kayu Rakyat)
• PENYULUH
• •
Menguasai teknologi Pemilik modal Menguasai pasar
• Sosialisasi program/kegiatan Memberikan motivasi dan menumbuhkan kemauan petani Meningkatkan keterampilan dan kemampuan petani Fasilitasi dan pendampingan (penguatan kelebagaan, akses informasi pasar, akses permodalan) Fasilitasi tercapainya SLK
Hasil Kemitraan Mitra karya sejajar antara FMU Wanaasri dan PT. Kutai Timber Indonesia telah memberikan dampak positif pada kedua belah pihak. Bagi FMU Wanaasri: 1. Berubahnya persepsi positif terhadap Pengelolaan Hutan Rakyat pola kemitraan dengan pelaku usaha, 2. Menguatnya posisi tawar KTH terhadap mekanisme pasar kayu, 3. Tumbuhnya soliditas dan dinamika kelompok, 4. Terjaminnya pangsa pasar produksi kayu, 5. Meningkatnya kesejahteraan petani, 6. Menumbuhkan Kelompok Tani Hutan yang bermartabat setara dengan Pelaku Usaha. 7. Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pengelolaah Hutan Lestari, 14
8. Adanya transfer teknologi dan ketrampilan dari pendamping / Penyuluh kehutan PNS dan Penyuluh dari perusahaan, 9. Terjaminnya kesediaan bibit dari CSR perusahaan untuk rehabilitasi lahan sesuai dengan etate tebangan wilayah FMU. Bagi PT. Kutai Timber Indonesia: 1. 2. 3. 4.
Adanya jaminan pasokan bahan baku, Memudahkan perencanaan target produksi, Bisa mengoptimalkan kapasitas terpasang mesin unit produksi, Bisa melakukan perencanaan bersama dengan FMU terkait rencana pengembangan produksi, 5. Terwujudnya saling percaya akibat terikat dengan MOU para pihak yang memiliki legal standing sacara hukum. Dibangunnya kemitraan antara FMU Wanaasri dan PT. Kutai Timber Indonesia telah meningkatkan kontribusi industri kehutanan kepada masyarakat dalam pengelolaan hutan rakyat. Semua ini pada akhirnya telah berdampak langsung dalam penghargaan Prima Wana mitra Emas
mewujudkan
kemandirian
ekonomi
dengan
menggerakkan sektor-sektor ekonomi domestik.
*Penyuluh Kehutanan pada Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur ** Penyuluh Kehutanan pada Pusat Penyuluhan , BP2SDM
15
OLEH-OLEH NAGREK UNTUK PKSM SECERCAH HARAPAN UNTUK MASA DEPAN LEBIH BAIK Oleh : Dyah Ediningtyas Salam rimbawan……. Ada secercah harapan bagi teman-teman Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat atau yang biasa dikenal dengan “PKSM” untuk lebih terlibat secara aktif dalam pengelolaan hutan melalui program “Perhutanan sosial” atau biasa disingkat “PS”. Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan Negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraan, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya untuk meningkatkan kesejahteraannya. Perhutanan sosial dikembangkan dalam bentuk : Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Rakyat (HR), Hutan Adat (HA) dan Kemitraan Kehutanan.
Pelaksanaan perhutanan sosial diatur dalam dalam
Peraturan
Lingkungan
Menteri
Hidup
dan
Kehutanan
Nomor
P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial dan Peraturan Dirjen
PSKL
nomor
P.3/PSKL/SET/KUM.1/4/2016
tentang
Pedoman
Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial. Apa
yang
menarik
dari
kedua
peraturan
tersebut….????
Bagaimana
impelentasinya…….????? Yuk kita simak bareng-bareng sambil ngupi-ngupi…… Begini awal ceritanya….. Akhir tahun 2016 Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM melepas Bapak Bambang Soepijanto mengakhiri masa jabatannya sebagai Kepala Badan P2SDM sekaligus masa pengabdiannya sebagai Aparatur Sipil Negara. Dan di awal tahun 2017, Badan P2SDM mendapatkan “bapak” baru meskipun statusnya sebagai “pelaksana tugas” (Plt) Bapak Hadi Daryanto, yang sekaligus merangkap Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL). Nah….awal tahun 2017, tepatnya tanggal 14 Januari 2017, beliau berkenan melakukan kunjungan langsung ke lokasi perhutanan sosial yang dikelola oleh PKSM Kabupaten Bandung bersama masyarakat dan kelompok tani hutan binaannya. Bertempat di saung sederhana ukuran 6 x 6 m yang dibangun secara 16
gotong royong dari kayu hasil hutan rakyat oleh PKSM bersama kelompok tani binaannya.....di tengah-tengah hamparan hutan rakyat tanaman balsa, jabon dan sengon, terlaksanalah pertemuan non formal yang juga dihadiri oleh beberapa pejabat lingkup BP2SDM dan Ditjen PSKL serta Kepala Dinas Kehutanan provinsi Jawa barat dan rombongan. Beliau membuka pertemuan dengan memaparkan berbagai informasi seputar perhutanan sosial dan pentingnya SDM kehutanan dalam mendukung tercapainya tujuan program perhutanan sosial 12,7 juta hektar kawasan hutan Negara yang dibuka aksesnya untuk masyarakat.
Berbagai
informasi menarik disampaikan beliau secara lugas dan dilanjutkan dengan diskusi sambil menikmati hidangan khas kelompok tani…..kacang rebus, jagung rebus, umbi-umbian dan wedang bajigur….cocok sekali dengan udara pegunungan yang sejuk oleh siraman gerimis kecil-kecil……diskusi berlangsung santai dan kekeluargaan…istilah gaulnya “SERSAN” serius tapi santai…….pembicaraan mengalir seputar perhutanan sosial dan peluang usaha bidang kehutanan yang selama ini dijalani oleh PKSM beserta kelompok tani hutan binaannya. Dari hasil diskusi terungkap bahwa kebutuhan PKSM dan kelompok tani binaannya tidak lagi pelatiha seputar budidaya dan penangkaran flora fauna….tapi lebih ke pengembangan usaha….lebih ke business oriented mulai dari pengolahan hasil menggunakan teknologi modern yang mampu memberikan nilai tambah (value added) sehingga dapat meningkatkan nilai jual produknya. Dan yang terpenting adalah bagaimana mekanisme pasarnya….demand dan supply…..pengetahuan itulah yang saat ini sangat dibutuhkan oleh PKSM dan kelompok tani hutan binaannya. Jadi yang terpenting di sini adalah bagaimana mendongkrak dan meningkatkan jiwa enterpreunership atau kewirausahaan PKSM dan kelompok tani hutan serta masyarakat di sekitar hutan. Nah…mumpung dapat berdialog langsung dengan Dirjen PSKL sekaligus Plt. Kepala Badan P2SDM, apa yang diharapkan oleh PKSM dan kelompok tani hutan dapat disampaikan langsung kepada beliau untuk mendapatkan solusi pemecahan masalahnya……. Yuk kita simak rangkuman hasil bincang-bincang dengan Plt. Kepala
Badan
P2SDM/Dirjen PSKL: 1. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktorat jenderal PSKL telah mengeluarkan kebijakan dengan membuka akses pengelolaan 12,7 juta hektar kawasan hutan Negara kepada masyarakat melalui program perhutanan social. Agar program perhutanan social dapat berjalan lancar, pemerintah juga memberikan fasilitasi berupa program/kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, konservasi tanah dan air, konservasi 17
keanekaragaman hayati. Pemberdayaan masyarakat berbasis konservasi, sertifikasi pengelolaan hutan lestari dan/atau sertifikasi legalitas kayu. Kegiatan perhutanan social tersebut diatur dalam Peraturan Menteri LHK nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tanggal 25 Oktober 2016 tentang Perhutanan Sosial. Sebagaimana dijelaskan dalam Bab V tentang Fasilitasi, pada Pasal 61 ayat (2) menyebutkan bahwa fasilitasi dapat diberikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dimulai dari fasilitasi pada tahap usulan permohonan, penguatan kelembagaan, peningkatan kapasitas antara lain yaitu manajemen usaha, pembentukan koperasi, penyusunan RPHD, RKU dan RKT, pembiayaan pasca panen, pengembangan usaha dan akses pasar. Selanjutnya ayat (3) menyebutkan bahwa fasilitasi dapat dibantu oleh Pokja PPS dan penyuluh kehutanan, instansi lain yang terkait, LSM dan Perguruan Tinggi. Nah….kalau kita intip kembali Undang-Undang No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, yang dinamakan penyuluh kehutanan adalah penyuluh kehutanan PNS, penyuluh kehutanan swasta (PKS) yang bekerja di perusahaan dan umumnya dirangkap oleh tenaga teknis kelola lingkungan dan kelola sosial (ganis keeling kesos), dan penyuluh kehutanan swadaya masyarakat (PKSM), yaitu anggota masyarakat yang peduli terhadap kelestarian hutan dan lingkungan dan secara swadaya menjaga dan melestarikan hutan dan lingkungan. Bapak Plt.Kepala Badan P2SDM yang sekaligus Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) menyampaikan bahwa kegiatan perhutanan sosial yang dilakukan oleh PKSM beserta kelompok tani hutan binaannya perlu mendapat legalisasi dari pemerintah, yang dapat menjamin keberlangsungan usahanya hingga 35 tahun ke depan. Merujuk pada UU Nomor 16 tahun 2011 tentang bantuan hukum, maka kegiatan PKSM beserta kelompok tani hutan binaannya berhak mendapatkan bantuan hukum dari paralegal, untuk mendapatkan legalisasi kegiatan perhutanan sosial yang telah dilaksanakan. Legalisasi tersebut diperlukan sebagai dasar bagi Ditjen PSKL dalam memberikan fasilitasi kegiatan perhutanan sosial.
Fasilitasi apa saja yang dapat diberikan oleh pemerintah……? Fasilitasi kegiatan perhutanan sosial yang dapat diberikan oleh pemerintah sebagaimana diatur dalam Perdirjen PSKL nomor P. 3/PSKL/SET/KUM. 1/3/2017 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penyaluran Pemberian Bantuan Pemerintah Untuk Program Perhutanan Sosial Dan Kemitraan Lingkungan, yaitu : a. Kegiatan Pengembangan Perhutanan Sosial Nusantara (Bang PeSoNa). yaitu bantuan berupa barang dan/atau bibit dan/atau ternak sebagai fasilitasi Usaha perhutanan sosial. Bantuan Bang PeSoNa diberikan pada masyarakat dalam bentuk uang maksimal senilai Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) per kelompok masyarakat dengan cara swakelola, dengan kegiatan: Pembelian bibit tanaman pohon, tanaman agroforestry; dan/atau Pembelian komodltl peternakan, perlkanan; dan/atau Pembuatan peralatan atau sarana prasarana penunjang kegiatan Perhutanan Sosial yang dapat diadakan secara swakeloia oleh masyarakat. 18
b.
Pemberian bantuan alat ekonomi produktif. Bantuan alat ekonomi produktif tersebut diberikan dalam rangka Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial oleh kelompok Usaha perhutanan sosial (KUPS). Bantuan alat ekonomi produktif tersebut diberikan sesuai kebutuhan kelompok tani sebagaimana yang diusulkan dalam surat permohonan (proposal). Bantuan alat ekonomi produktif antara lain berupa alat untuk budidaya, pemanenan, pengolahan hasil, keperluan pemasaran untuk komoditas HHK dan HHBK atau alat bantu kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan seperti pengembangan ekowisata, pemanfaatan air dan pemanfaatan karbon, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah (value added) bagi hasil produksinya yang pada akhirnya dapat menopang kehidupan PKSM beserta kelompok taninya (masyarakat). Jumlah bantuan dan jenis alat ekonomi produktif sesuai dengan usulan kelompok dan sesuai dengan RUKK yang telah disetujui berdasarkan telaahan administrasi dan teknis.
c.
Fasilitasi sarana prasarana ramah lingkungan, yaitu bantuan Pemerintah kepada masyarakat di bidang Kemitraan Lingkungan yang dapat berupa bimbingan teknis dan bantuan sarana prasarana ramah lingkungan yang diberikan kepada komunitas, kader, kelompok pecinta alam, kelompok swadaya masyarakat, kelompok profesi, kepanduan dan kepeloporan dalam melaksanakan gerakan aksi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan.
Dari hasil bincang-bincang dengan Plt. Kepala Badan P2SDM/Dirjen PSKL, kebutuhan yang sangat mendesak yang saat ini sangat dibutuhkan oleh PKSM bersama kelompok tani hutan binaannya adalah: a. Teknologi pengolahan hasil hutan kayu/bukan kayu, antara lain : mesin penggergajian, teknik pengukuran dan pengujian hasil hutan, packaging, pengolahan madu untuk meningkatkan kualitas madu hutan, teknik membangun jejaring kerja, dan teknik marketing secara on line, teknik pembuatan wood pellet, dll. b. Memberikan pendidikan paralegal kepada PKSM dan kelompok tani hutan binaannya tentang hukum positif/huklum negara dan hukum adat, sehingga PKSM dan kelompok tani binaannya dapat melaksanakan kegiatan perhutanan sosial dengan baik (tidak perkarakan/terkena sanksi).
Selain fasilitasi yang diberikan oleh Ditjen PSKL, Pusat Penyuluhan Kehutanan BP2SDM juga menggelontorkan fasilitasi untuk mendukung kegiatan PKSM dan kelompok tani hutan binaannya melalui pembuatan Pos Penyuluhan Kehutanan Pedesaan
(Posluhutdes)
sebesar
Rp.
50.000.000,-/desa.
Dengan adanya
posluhutdes, diharapkan kegiatan penyuluhan dapat diselenggarakan secara intensif oleh PKSM kepada kelompok tani binaannya dan masyarakat sekitarnya untuk turut berperan aktif dalam menjaga kelestarian hutan dan lingkungannya. 19
Guna
menunjang
usaha
produktif
bidang
kehutanan,
Pusat
Penyuluhan
Kehutanan, BP2SDM juga memberikan fasilitasi berupa pembentukan koperasi KTH, sehingga pendirian usaha perkoperasian yang dibangun oleh PKSM dan kelompok tani hutan dapat dilegalkan melalui akte pendirian oleh notaris. Sedangkan untuk pengembangan PKSM, Pusat Penyuluhan Kehutanan juga memfasilitasi pengembangan kelembagaan dan peningkatan kapasitas PKSM beserta
kelompok
tani
hutan
binaannya
melalui
lembaga
pemagangan
(Agroforestry, silvopasteur, silvofishery), sebagaimana yang telah berhasil dirintis oleh beberapa PKSM di Kabupaten Bandung antara lain : Bp. Danuri (agroforestry kopi) dan Eyang Memed (pelestarian hutan dan sumberdaya alam, penangkaran tumbuhan endemic local dan tanaman kehutanan yang tergolong mulai langka). Hal mendasar bagi seorang PKSM adalah adanya pengakuan dari pemerintah terkait statusnya sebagai PKSM, sehingga PKSM dapat melaksanakan kegiatan penyuluhan kehutanan secara legal. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri LHK Nomor P.76/Menlhk/Setjen.8/2016 tanggal 31 Agustus 2016, tentang PKS dan PKSM, bahwa penetapan sebagai PKSM dilaksanakan oleh Instansi Pelaksana Penyuluhan (Dinas Kehutanan Provinsi) dan disampaikan kepada Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM melalui Pusat Penyuluhan Kehutanan untuk dapat diterbitkan Kartu Tanda Anggota (KTA) sebagai PKSM. Sedangkan pembinaan kelembagaan PKSM dilaksanakan oleh penyuluh PNS, dengan ketentuan :
Penyuluh kehutanan PNS melakukan pembinaan terhadap PKSM yang ada di wilayah kerjanya.
Wilayah kerja penyuluh PNS ditetapkan oleh Gubernur di masing-masing wilayah Balai Pengelolaan Hutan (KPH) atau oleh Instansi Pelaksana Penyuluhan Kehutanan di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Guna mendukung BP2SDM/Dirjen
percepatan peningkatan kapasitas PKSM, Plt. Kepala
PSKL
akan
memerintahkan
Pusat
Pelatihan
Masyarakat
(Puslatmas) BP2SDM untuk mengembangkan Role Model pelatihan berbasis masyarakat (community) sebagaimana yang telah dirintis oleh Ketua Forum Komunikasi PKSM Provinsi Jawa Barat dalam pengembangan regenerasi PKSM untuk mengatasi kekurangan penyuluh PNS. Fasilitasi kegiatan perhutanan social juga diberikan oleh Pusat Perencanaan dan pengembangan SDM (Pusrenbang) melalui penyediaan tenaga PKSM yang handal dan kompeten dalam melaksanakan pendampingan kegiatan perhutanan social melalui uji kompetensi atau sertifikasi PKSM.
Sertifikasi PKSM tersebut 20
dimaksudkan sebagai jaminan bahwa PKSM yang akan diangkat sebagai tenaga pendamping perhutanan social merupakan tenaga professional yang handal dan kompeten dalam melaksanakan pendampingan kegiatan perhutanan social. Tahun 2017 ini, Pusrenbang akan melaksanakan uji coba sertifikasi kepada 20 orang PKSM dengan prioritas PKSM yang pernah menajdi juara lomba “WANA LESTARI” dan telah terdaftar dalam Pusat Penyuluhan Kehutanan yang dibuktikan dengan Kartu tanda Anggota (PKSM).
Sebagai bentuk apreasiasi atau
penghargaan bagi PKSM yang lulus sertifikasi atau dinyatakan “KOMPETEN”, Pusrenbang akan merekomendasikan PKSM tersebut kepada Ditjen PSKL agar ditetapkan sebagai anggota Pokja PPS atau sebagai tenaga fasilitator kegiatan perhutanan social. Nah….itulah informasi yang berhasil kita rangkum dari hasil bincang-bincang dengan Plt. Kepala Badan P2SDM/Dirjen PSKL di Nagrek, Bandung sebagai oleholeh bagi rekan-rekan PKSM agar lebih semangat dalam melaksanakan tugas mulia
sebagai
“PAHLAWAN
PELESTARI
HUTAN
DAN
LINGKUNGAN”
…………jadi, tunggu apa lagi?
21
MERAIH SIMPATI DENGAN LADA HITAM Oleh : Binti Masruroh*)
Salam Lestari! Teriakan Surahmad siswa/i Pekanbaru
menyambut SMK
Bapak Joko rombongan
Kehutanan membakar
Negeri semangat
lestarikan bumi. Senin, 21/11 2016, 32 generasi hijau dengan binar penuh harap melangkahkan kaki mencoba menapak dan melihat tentang apa yang sedang terjadi di tepian negeri yang kita cintai melalui praktik terpadu paket keahlian Teknik Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan (TRRH). Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan siswa/i dalam upaya menerapkan fungsi hutan secara ekologi dan ekonomi di tengah permasalahan monokultur sawit di masyarakat. Belajar hari ini tidak di dalam kelas tetapi berinteraksi langsung dengan kelompok tani hutan (KTH) mandiri Gunung jati (MGJ) pimpinan Bapak Takroni, S.Pd di Kota Baru, Tapung Hilir. Rimbun daun lamtoro dengan menjuntai anggun tanaman lada (Pepper ningrum) begitu sejuk di pandang mata mengobati rasa lelah setelah melewati perjalanan 2 jam dari pekanbaru dengan pemandangan sawit di sekeliling jalan yang kering dan gersang. Jabat tangan dan sapa akrab dari anggota kelompok tani melunturkan rasa segan karena baru pertama kali berjumpa. Secangkir kopi susu yang tersaji di atas bentangan tikar saung KTH MGJ menambah hangat suasana. Sekapur sirih sambutan singkat disampaikan oleh Ketua KTH MGJ bapak Takroni, S.pd dan Perwakilan dari SMKKN Pekanbaru bapak Sriyono, SP. Kegiatanpun berlanjut dengan penyampaian materi dan diskusi. KTH MGJ adalah kelompok tani mandiri yang dibentuk oleh masyarakat sebagai wujud 22
keprihatinan masyarakat akan maraknya alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit. Setiap sudut tanah yang ada di desa tersebut tidak terlepas dari kokohnya batang sawit. “Monokultur sawit kebanggaan masyarakat karena dapat menyumbang pundi pundi uang tanpa harus berpeluh lebih” kata pak roni (sapaan akrab pak takroni). Usaha pak roni selaku PKSM (Penyuluh Swadaya Masyarakat) membagikan bibit secara gratis untuk rehabilitasipun tidak mendapat respon positif oleh masyarakat. Monokulutur sawit benar benar menghipnotis masyarakat dan menutup mata hati untuk merasakan manfaat pohon, meskipun suhu udara panas dan perubahan iklim
sudah
mereka
rasakan.
Ternyata
monokultur tidak hanya memberikan efek positif tapi juga efek negatif yaitu cara berfikir instan, tidak mau repot dan tidak ada kreativitas. Kegagalan pak roni mengajak warga untuk menanam pohon tidak menjadikan beliau patah semangat. Hingga pada suatu hari di bulan desember tahun 2015 anggota KTH MGJ membawa 5 batang bibit lada hitam yang dibawa dari lampung. 5 batang bibit lada hitam tersebut ditanam di tanah warga di bawah pohon karena lada memerlukan penyokong untuk pijakan perakaranya. Tidak disangka ternyata setelah 4 bulan lada tersebut berbuah lebat. Setelah lada matang dan dikeringkan dan ditawarkan ke pasar. Bahagia tidak terkira ternyata 1 kg lada hitam laku dengan harga RP. 230.000,-. Harga yang cukup fantastis. Berbekal dari 5 batang lada hitam tersebut KTH MGJ mengembangkan lada hitam sekaligus secara tidak langsung mengajak masyarakat untuk menanam pohon. Tanpa berfikir panjang, warga berlomba menanam pohon. Momen ini sangat tepat karena usia sawit mendekati habis daur sehingga harus diganti dengan tanaman baru. Warga dengan suka rela menanam pohon sebagai persiapan awal untuk menanam lada. Setelah kegiatan diskusi, siswa/i dibagi menjadi 4 kelompok untuk mengadakan
pengamatan
di
lapangan.
Masing
masing
kelompok
beranggotakan 8 siswa/I yang didampingi oleh 2 anggota KTH MGJ. Siswa/i 23
mengamati dan mencoba secara langsung budidaya lada hitam di bawah tegakan. Jenis pohon yang digunakan sebagai penopang adalah jabon, gliricidai, ketapang dan lamtoro. Dari pengamatan di lapangan pohon yang paling cocok untuk penopang adalah lamtoro. Kemunngkinan disebabkan lamtoro merupakan tanaman legum yang dapat menyuburkan tanah, selain itu tajuk lamtoro tidk terlalu rimbun sehingga memungkinkan fotosintesis tanaman lada tidak terganggu ( masih perlu dibuktikan dengan penelitian). Fakta lain yang didapatkan dari hasil pengamatan adalah tanaman lada tidak cocok pada lahan dengan genangan air, hal ini bisa terlihat dari beberapa batang lada yang menguning pada lahan dengan genangan air.
Gambar Perbanyakan lada menggunakan stek
Gambar
Pemanenan
lada
Kegiatan pratik dilanjutkan dengan pembuatan stek lada. Pembuatan stek dimulai dengan membuat media tanam yang terdiri dari kompos dan tanah hitam. Kemudian memilih batang yang sudah tua dan kemudian memotongnya. Untuk lada yang akan di tanam ditanam di tanah cukup menggunakan 1 ruas untuk bahan stek, tapi untuk lada yang akan ditanamn di pot membutuhkan ruas yang lebih banyak. Cara membuat stek lada sangat mudah, ruas yang telah dipotong direndam kedalam larutan gula 24
pasir sekitar 1 jam untuk kemudian di celupkan ke zat pengatur tumbuh dan ditanam ke dalam polybag yang sudah dibuat lubang tanamam di permukaanya. Langkah selanjutnya adalah penyungkupan. Persen jadi dalam pembuatan bibit lada menggunakan sungkupan berkisar sekitar 80%. Tak terasa siswa/i sangat menikmati kegiatan tersebut, mereka tidak hanya belajar membuat stek tapi juga prakti memanen lada. Mereka diajarkan membedakan lada yang masak dan yang belum masak, Lada yang masak ditandai dengan warna kuning pd tandannya. Setelah dipetik, lada kemudian keringkan dan dijual. Pada usia 4-5 bulan lada sudah dapat berbuah. Masa produksi tanaman ini sampai dengan puluhan tahun. Sungguh ibarat mesin ATM yang selalu menghasilkan uang dan mampu memikat minat para pecinta sawit. Jika sawit memerlukan biaya yang cukup besar untuk perawatanya yaitu pembelian pupuk kimia secara rutin, tanaman lada tidak cocok menggunakan pupuk kimia tetapi menggunakan kompos yang bisa didapatkan tanpa harus membeli. Usia lada yang cukup panjang mau tidak mau membutuhkan penyokong berupa tanaman hidup berupa pohon. Sungguh kombinasi yang cukup serasi. Keseimbangan fungsi hutan secara ekologi dan ekonomi dapat kita lihat di sini. Masyarakat dapat menanam pohon dan menjaganya untuk menyelamatkan bumi sekaligus memanen lada dengan harga yang sangat mempesona. Yuk kita lestarikan hutan dengan optimalisasi penanaman di bawah tegakan! Salam Lestari! *) Guru Muda di SMK Kehutanan Negeri Pekanbaru
25
BERBAGI PENGALAMAN SMKKN PEKANBARU MERAIH ADIWIYATA NASIONAL Oleh : Binti Masruroh*)
SMK Kehutanan Negeri Pekanbaru (SMKKN PEKANBARU) adalah salah satu dari 489 sekolah penerima penghargaan sekolah adiwiyata nasional 2016. Bahagia bercampur haru, setelah melalui beberapa tahap dan kerja keras
SMK
Kehutanan
Negeri
Pekanbaru
berhasil
mendapatkan
penghargaan tersebut. Seperti yang disampaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Ibu Dr. Ir. Siti Nurbaya M.Sc pada acara “Sarasehan Adiwiyata Nasional 2016” di gedung
Manggala
Kementerian Kehutanan
Wanabakti
Lingkungan RI
Hidup
bahwa
dan
pendidikan
lingkungan adalah bagian dari pendidikan karakter
dan
penerapan
nilai-nilai
kehidupan sehingga perlu upaya ekstra untuk
mewujudkan
generasi
cinta
lingkungan. Persiapan adiwiyata tidak terbatas
pada
administrasi
maupun
fasilitas fisik tapi juga sebuah kesadaran berbudaya lingkungan, hal ini menjadi sebuah tantangan manakala diterapkan pada sekolah asrama dengan latar belakang suku dan budaya yang berbeda seperti halnya di SMKKN PEKANBARU. 26
Kegiatan adiwiyata terdiri dari 4 tahap yaitu : Pembinaan, Evaluasi,
Penilaian
penghargaan.
dan Dalam
melaksanaan keempat tahap tersebut
Sekolah
difasilitasi
oleh pemerintah daerah melalui dinas
pendidikan
kota
pekanbaru, dinas pendidikan propinsi
riau,
BLH
kota
pekanbaru, BLH Propinsi Riau serta P3E Religional Sumatera selaku
fasilitator
KemenLHK.
dari
Penghargaan
setinggi tingginya atas perhatian serta kegigihan fasilitator yang sangat mendukung
dan
memberikan
bimbingan
dalam
upaya
SMKKN
PEKANBARU mendapatkan adiwiyata nasional. Penilaian adiwiyata dilakukan dengan memperhatikan 4 komponen yaitu : Kebijakan berwawasan lingkungan, Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Lingkungan,
Kegiatan
Lingkungan
Berbasis partisipatif
dan Sarana
Pendukung Ramah Lingkungan. Kebijakan berwawasan lingkungan di SMKKN PEKANBARU tertuang dalam visi, misi dan tujuan sekolah, Alokasi dana untuk pengelolaan lingkungan dan penyusunan SK Pembina adiwiyata sekolah. Visi SMKKN PEKANBARU adalah : “Terwujudnya tenaga teknis menengah kehutanan yang berakhlak mulia, profesional, mandiri dan berwawasan lingkungan yang siap memasuki lapangan kerja nasional maupun internasional di bidang kehutanan”. Misi SMKKN PEKANBARU adalah : a. Menyiapkan tenaga teknis menengah kehutanan yang profesional dan mandiri serta berakhlak mulia. b. Menyiapkan tenaga teknis menengah kehutanan yang memiliki daya saing tingkat nasional maupun internasional.
27
c. Memantapkan kelembagaan pendidikan menengah kejuruan kehutanan sesuai dengan standard Sekolah Bertaraf Internasional. d. Menciptakan lingkungan sekolah yang nyaman bagi warga sekolah
Tujuan SMKKN PEKANBARU adalah : 1. Menyiapkan tenaga teknis menengah yang profesional, mandiri, dan berakhlak mulia dalam mendukung pembangunan kehutanan 2. Meningkatkan mutu akademik dan nonakademik sesuai Standar Nasional Pendidikan 3. Menciptakan lulusan yang mampu bersaing di tingkat nasional maupun internasional 4. Menjadi pusat pengembangan tenaga teknis menengah yang dapat membantu mewujudkan pengelolaan hutan dan lingkungan yang lestari 5. Terwujudnya hubungan harmonis dan dinamis baik dalam sekolah maupun dengan masyarakat 6. Meningkatkan prestasi siswa baik bidang Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Olahraga, maupun Seni Budaya 7. Meningkatkan pemahaman terhadap kurikulum segenap Civitas akademika di SMK Kehutanan Negeri Pekanbaru 8. Menyediakan buku referensi sebagai rujukan untuk penelitian kehutanan dan lingkungan, pendalaman materi dalam rangka kesetaraan materi ajar dengan negara OECD 9. Menciptakan ecoprenuer muda lewat pengembangan unit – unit produksi berbasis lingkungan seperti unit produksi bokasi, pengolahan sampah organik dan anorganik, persemaian, jamur, lebah madu, dan wisata alam 10. Mewujudkan kantin sekolah yang memadai, bersih, rapi, higienis sebagai sarana penunjang pembelajaran bagi peserta didik dan menyediakan makanan yang bebas 5P (Pengawet, Perasa, Penyedap, Pengenyal, dan pewarna) berbahaya. 11. Terwujudnya sekolah yang bebas dari pencemaran baik udara, tanah, maupun air 28
12. Menghasilkan generasi muda yang berperan aktif dalam mengatasi berbagai masalah lingkungan hidup seperti ikut serta dalam kegiatan penanaman, pengolahan limbah, dan pengurangan polusi udara, dan aktif dalam kegiatan penyuluhan masyarakat SMKKN PEKANBARU menerapkan kurikulum berbasis lingkungan dengan memasukkan unsur pendidikan lingkungan pada semua mata pelajaran. Hal ini dapat dilihat dalam Rencana Program Pembelajaran (RPP) dan pada pelaksanaan pembelajaran yang dapat dipantau melalui supervisi guru. Melalui kurikulum yang terintegrasi dengan nilai-nilai lingkungan kegiatan pembelajaran akan lebih menyenangkan dan penanaman nilai-nilai lingkungan akan lebih nyata. Kurikulum berbasis lingkungan diperkuat dengan hadirnya muatan lokal aneka usaha kehutanan dengan memanfaatkan hutan sebagai fungsi ekologi dan ekonomi. Muatan lokal mengedepankan pendidikan lingkungan melaui daur ulang limbah, budidaya jamur tiram, budidaya lebah madu, budi daya tanaman hias dan budi daya tanaman buah. Hasil dari pembelajaran mulok diharapkan siswa siswi dapat memanfaatkan lingkungan tanpa merusak kelestarianya. Kegiatan
lingkungan
berbasis
partisipatif
dikembangkan
dengan
melibatkan seluruh warga sekolah dan warga masyarakat di luar sekolah. Siswa/i yang tergabung dalam Polisi Lingkungan (POLING) bergerak aktif dalam program pendidikan lingkungan berbasis partisipatif. Operasional bank sampah melibatkan seluruh warga sekolah dan dalang colection. Warga sekolah dapat menjual sampah anorganik kepada bank sampah sekolah. Setiap rumah memiliki buku tabungan sampah yang dapat ditukar dengan uang. POLING membantu warga dalam pengumpulan sampah warga sekolah. Pendidikan lingkungan juga dilaksanakan oleh siswa/i SMKKN PEKANBARU melaui penyuluhan ke sekolah di sekitar kampus dan pelaksanaan program wisata edukasi berbasis lingkungan. Dengan semangat menggebu POLING berperan sebagai guide menemani para tamu yang hadir untuk menikmati wisata edukasi. Pengunjung yang hadir berasal dari tingkat TK, SD, SMP dan SMA. Untuk tingkat TK paket wisata yang ditawarkan adalah Edutour sedangkan untuk SD sd SMA paket wisata yang ditawarkan adalah Short Course. Para pengunjung dapat terlibat langsung dalam pembelajaran budidaya jamur tiram, budi daya lebah madu, budi daya tanaman
29
hias, budi daya tanaman buah dan daur ulang limbah setiap hari jumat mulai jam 09.00 sd 11.00 wib. Sarana Pendukung Ramah Lingkungan sangat dibutuhkan untuk mewujudkan program adiwiyata. Sarana pendukung yang ada di SMKKN PEKANBARU diantaranya adalah adalah 1. Aerasi (sistem sirkulasi udara ) di setiap ruangan sehingga warga sekolah dapat menghirup udara segar dari arboretum dan pepohonan yang ada di sekitar sekolah 2. Drainase (sistem sirkulasi air) berupa selokan, dan kolam tampungan limbah yang berada di belakang asrama sebagai tampungan limbah cair dari kamar mandi. Limbah cair dari dapur ditampung dalam kolam yang berbeda karena mengandung banyak lemak . Selain terdapat kolam tampungan limbah, di SMK Kehutanan Negeri Pekanbaru juga terdapat lubang biopori, sumur resapan dan terasering. 3. Sistem pencahayaan yang cukup dari sinar matahari sehingga warga sekolah tidak perlu menyalakan lampu di siang hari 4. Unit daur ulang limbah dan bank sampah. Unit daur ulang limbah mengolah limbah organik menjadi kompos, sedangkan limbah anorganik menjadi bahan kerajinan. Bank sampah mengelola sampah anorganik untuk dipilah dan dijual, seluruh warga sekolah bisa menjadi nasabah bank sampah 5. Persemaian dan greenhouse
SMK kehutanan Negeri Pekanbaru
memproduksi berbagai bibit tanaman buah, tanaman kehutanan, tanaman hias dan tanaman obat. Tanaman yang sedang dikembangkan adalah jambu madu, bonsai, jahe merah dan stevia 6. Pemanfaatan limbah serbuk gergaji menjadi baglog jamur tiram dilaksanakan di kumbung jamur. Limbah dari jamur diproses kembali menjadi kompos 7. Arboretum seluas 9 Ha terdiri dari berbagai jenis tanaman kehutanan diantaranya adalah meranti, jati, sungkai, matoa, kaliandra, rambutan dll. Selain sebagai pengendali iklim mikro arboretum juga dimanfaatkan sebagai penyedia nektar untuk lebah madu yang dibudidayakan di SMK. 30
Sedangkan di bawah tegakan arboretum digunakan sebagai tempat budidaya jahe merah. 8. Berbagai produk inovasi berupa produl olahan dari tanaman organik berupa jahe merah organik instan, Sevia (Teh manis tanpa gula terbuat dari daun sirsak dan stevia) dan jamur crispy. 9. Budidaya ikan organik yang terdiri dari ikan lele, gurami dan nila. Khusus untuk
lele,
SMK
Kehutanan
Negeri
Pekanbaru
sudah
mampu
memproduksi bibit sendiri melalui praktik kewirausahaan. 10. Kampanye lingkungan melalui berbagai macam stiker, baner dan poster yang mengingatkan warga sekolah untuk menjaga lingkungan dan menghemat energi baik listrik maupun air. Keberhasilan yang di raih tidak terlepas dari peran pimpinan yang selalu memberikan dukungan penuh dalam mempersiapkan SMKKN PEKANBARU sebagai sekolah adiwiyata. Dari ide cemerlang Kepala SMKKN PEKANBARU yang pertama. Sekolah yang sebelumnya gersang menjadi hijau berhias pohon pucuk merah yang tumbuh di semua sudut sekolah. Upaya tersebut berlanjut pada kepemimpinan Kepala Sekolah yang baru. Upaya nyata pada pengelolaan sampah melalui bank sampah dan Polisi Lingkungan mengantarkan SMKKN pekanbaru sebagai sekolah adiwiyata nasional 2016. Semangat adiwiyata nasional tersebut terus ditumbuhkembangkan sehingga memperoleh adiwiyata mandiri. Semoga cita cita kita untuk mewujudkan sekolah berbudaya lingkungan segera terwujud. SMK Bisa!
31
WISATA PENDIDIKAN DI ARBORETUM HUTAN DIKLAT RUMPIN MH. Tri Pangesti Widyaiswara Balai Diklat LHK Bogor
Abstract
Arboretum is a garden collection of trees with a certain area planted with various types of trees and is intended as a conservation area of biodiversity and can maintain the surrounding climatic conditions. Arboretum Rumpin Training Forest with 5000 square width has not been utilized optimally for learning activities for training participants, as a place of research and study for teachers and other activities such as Educational Tour activities for school students around the forest area and other public The potency in the Arboretum are packaged into Educational Tour materials by designing Point / plot interpretation. Designing the Educational Tour packages include: paths, materials, timing and methods Key words : arboretum, educational tour packages
PENDAHULUAN
Latar Belakang Balai Diklat Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BDLHK) Bogor sebagai Unit Pelaksana Tehnis
(UPT) Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM
Kehutanan (BP2SDMK) Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(KEMENLHK). Berdasarkan Permen LHK Nomor P.18/MENLHK-II/2015 tanggal 11 Mei 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemen LHK BDLHK mempunyai tugas pokok dan fungsi melaksanakan Pendidikan dan Pelatihan Pegawai dan Non Pegawai di bidang kehutanan. Dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran penyelenggaraan diklat di bidang kehutanan yang efektif dan efisien perlu di dukung oleh sarana dan prasarana yang optimal salah satunya adalah Hutan Diklat. BDLHK Bogor mempunyai 2 (dua ) Hutan Diklat yaitu dengan Tujuan Khusus
Kawasan Hutan
(KHDTK) Rumpin (selanjutnya disebut Hutan
Diklat Rumpin) dan Hutan Diklat Jampang Tengah. Status Hutan Diklat Rumpin sebelumnya adalah Hutan Wisata Alam. Menurut Keputusan Menteri Kehutanan dengan SK Nomor 306/Kpts-II/1991 tanggal 11 Juni 32
1991 menetapkan perubahan fungsi Hutan Wisata Alam Rumpin seluas ±75,353 Ha menjadi
KHDTK
sebagai Hutan Pendidikan dan Pelatihan
seluas 65.353 Ha dan KHDTK untuk Taman Makam Rimbawan (TMR) seluas 10 Ha. Secara Administratif Kawasan Hutan Diklat Rumpin terletak di Desa Rumpin, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. Aksesibilitas ke Hutan Diklat Rumpin cukup baik, terletak di jalan Parung – Serpong 43 km dari Kota Bogor. Hutan Diklat Rumpin terbagi dalam beberapa unit pengelolaan yang disebut dengan sistem bloking yang terdiri dari 4 (empat) blok yaitu Blok I seluas 11.30 Ha, Blok II seluas 2.90 Ha, Blok III seluas 42.90 Ha dan Blok IV seluas 9.70 Ha. Di Blok III Hutan Diklat Rumpin terdapat beberapa demplot diantaranya
demplot
kupu-kupu,
demplot
tanaman
obat,
demplot
persemaian dan Arboretem. Arboretum yang ada mempunyai potensi yang tinggi untuk kegiatan pembelajaran, pengkajian, penelitian maupun kegiatan lainnya seperti Wisata Pendidikan.
Gambar 1. Arboretum BDLHK Bogor dan gazebo yang ada.
Permasalahan Arboretum yang ada di Hutan Diklat Rumpin dengan luas 5.000 m2 belum dimanfaatkan secara optimal untuk kegiatan-kegiatan pembelajaran bagi peserta Diklat, sebagai tempat penelitian dan kajian bagi Widyaiswara 33
ataupun kegiatan lainnya seperti kegiatan Wisata Pendidikan bagi siswa sekolah yang ada disekitar kawasan hutan maupun masyarakat umum lainnya. Tujuan Kajian Untuk meningkatkan fungsi Arboretum sebagai tempat Wisata Pendidikan bagi siswa sekolah yang ada disekitar kawasan hutan maka dilakukan suatu kajian yang bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi dan merancang paket-paket Wisata Pendidikan mencakup : jalur, materi, waktu dan metodenya.
KAJIAN TEORITIK Arboretum Dalam bahasa latin Arboretum berasal dari kata arbor yang berarti pohon, dan retum yang berarti tempat. Sedangkan Arboretum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 2009) dapat diartikan sebagai tempat berbagai pohon ditanam dan dikembangbiakkan untuk tujuan penelitian atau pendidikan. Istialah Arboretum sendiri pertama kali digunakan oleh John Claudius Loudon pada tahun 1833, walaupun sebenarnya sudah ada konsepnya terlebih dahulu. Menurut Porisman ( 2009) Arboretum merupakan kebun koleksi pepohonan dengan luasan tertentu yang ditanami berbagai jenis pohon dan dimaksudkan sebagai areal pelestarian keanekaragaman hayati serta dapat menjaga kondisi iklim di sekitarnya. Selain itu keberadaan Arboretum dapat berperan sebagai sarana pendidikan, penelitian dan pengembangan. Keberadaan Arboretum sangat penting bagi BDLHK Bogor karena dapat dijadikan salah satu ruang terbuka hijau di Kecamatan Rumpin dan juga sebagai tempat pembelajaran bagi peserta Diklat serta tempat penelitian dan pengkajian bagi Widyaiswara. Selain itu Arboretum juga dapat dimanfaatkan sebagai tempat Wisata Pendidikan bagi siswa sekolah yang ada disekitar kawasan Hutan Diklat Rumpin.
34
Wisata Pendidikan Wisata pendidikan merupakan suatu program yang menggabungkan unsur kegiatan wisata dengan muatan pendidikan didalamnya. Program ini dikemas sedemikian rupa menjadikan kegiatan wisata bagi pengunjung dengan materi dan metoda yang dirancang dalam bentuk interpretasi/pemanduan dan disesuaikan dengan karakteristik pengunjung dan ketertarikan dengan obyek wisata tang akan dipelajari dan diminati (https://www.technopark.id/single-post/2015/01/14/Wisata-Pendidikan) Program Wisata Pendidikan
Lingkungan dirancang menjadi suatu kebutuhan bagi
siswa sekolah dalam rangka membina dan mendidik para siswa agar siswa mencintai lingkungannya. Selain itu program wisata Pendidikan telah terbukti efektif untuk meningkatkan pola pembelajaran dan sosialisasi para siswa terhadap lingkungannya. Harini Muntasib (2008) menyatakan bahwa Pendidikan Lingkungan Hidup adalah suatu seni dalam memberikan pelajaran atau menciptakan situasi belajar yang berhubungan dengan lingkungan hidup. Kegiatan ini bukan hanya diberikan kepada pelajar tetapi juga kepada orang-orang yang dianggap harus mengetahui dan ikut melestarikan lingkungan hidup. Balai Diklat LHK Bogor sebagai salah satu instansi pemerintah yang mempunyai potensi sebagai wadah pelaksanaan Program Wisata Pendidikan sudah saatnya dikembangkan. Untuk saat ini salah satu tempat yang dapat dijadikan tujuan Wisata Pendidikan adalah Arboretum yang berlokasi di Blok III Hutan Diklat Rumpin.
METODOLOGI
Waktu dan Tempat Kajian Pelaksanaan kajian dilakukan pada bulan April 2017 bertempat di Arboretum Hutan Diklat Rumpin, Balai Diklat LHK Bogor, Rumpin. Metode Kajian Metode yang digunakan adalah studi kepustakaan dan observasi langsung Analisa Data Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif 35
HASIL DAN PEMBAHASAN Arboretum Hutan Diklat Rumpin dengan luas 5.000 m2 terletak di Blok III kawasan Hutan Diklat Rumpin dibangun tahun 2002-2003. Potensi Arboretum Hutan Diklat Rumpin berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi tahun 2010 terdapat 107 jenis tumbuhan dengan kriteria 81 kategori pohon dan 26 kategori perdu sedangkan jumlah keseluruhan pohon yang ada di Arboretum adalah 393 pohon (Ricca, 2013) seperti pada Lampiran 1 yang dapat dikemas sebagai paket wisata pendidikan. Dari hasil observasi langsung yang dilakukan pada saat kajian bulan April tahun 2017 jumlah pohon yang ada sudah berkurang. Hal ini dikarenakan sudah ada pohon yang tumbang dan yang mati tetapi belum disulam kembali. Tinggi pohon saat ini mencapai 20-25 meter dengan diameter bervariasi antara 10 – 35 cm. Potensi lain yang juga dapat dikemas sebagai paket wisata pendidkan adalah jenis fauna; Jenis fauna yang bisa ditemukan di Arboretum antara lain adalah jenis Aves, Reptil dan Insekta. Selain itu sarasah dan jamur juga dapat dijadikan paket Wisata Pendidikan bagi siswa sekolah yang ada disekitar Hutan Diklat Rumpin. Wisata Pendidikan adalah metode pembelajaran dengan cara mengamati suatu objek sesuai dengan kenyataan yang ada secara langsung meliputi manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda lainya. Manfaat Wisata Pendidikan antara lain dapat merangsang minat seseorang terhadap suatu hal dan memberikan pengalaman nyata. Metode yang digunakan dalam menyampaikan materi dapat bervariasi sesuai dengan karakteristik pengunjungnya Menurut hasil kajian Pangesti ( 2011) Wisata Pendidikan Konservasi dapat meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kelestarian SDA dan lingkungan hidupnya. Pengembangan Hutan Diklat Rumpin selain sebagai Kawasan Pendidikan Konservasi juga dapat mengoptimalkan pemanfaatan sebagai tempat Wisata Pendidikan. Pendapat Sekartjakrarini (2009) perencanaan merupakan hal yang penting dalam Pengembangan suatu kawasan. Azas pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dilandaskan pada azas pemanfaatan secara lestari atau berkelanjutan. Untuk memastikan pengembangan Arboretum Hutan Diklat Rumpin sebagai tempat Wisata Pendidikan tidak menimbulkan konflik kepentingan antara kepentingan penyelenggraan Wisata Pendidikan dengan kepentingan Konservasi ada yang perlu 36
diperhatikan yaitu pengembangan Arboretum Hutan Diklat Rumpin sebagai tempat Wisata Pendidikan mampu meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap pelestarian lingkungan. Bagan 1. Pola Hubungan Kepentingan Pemanfaatan Konservasi Kawasan dan Penyelenggaraan Wisata Pendidikan
Kepentingan
Kepentingan
Konserva
Pendidika
Penyelenggaraan Wisata Pendidikan
Pemanfaatan Kawasan hutan Diklat
Potensi yang ada di Arboretum dikemas dan dijadikan materi Wisata Pendidikan dengan merancang Titik/plot interpretasi. Rancangan Titik/plot Interpretasi Wisata Pendidikan di Arboretum Hutan Diklat Rumpin untuk siswa sekolah sebagai Tabel 1. Metode yang akan digunakan dalam memandu pengunjung Wisata Pendidikan adalah metode Interpretasi pada Titik/Plot yang telah dirancang dengan tehnik bercerita, tanya jawab, penugasan dan observasi langsung. Tabel 1. Titik/plot Interpretasi No 1
Titik/ Plot I
2
II
3
III
4
IV
5
V
Materi Pengenalan Arboretum Mencari dan mencatat 10 jenis pohon Mengenal Jenis Pohon berdasarkan bentuk daun Mengenal suara alam Manfaat Sarasah
Lokasi Pintu Gerbang Arboretum Arboretum
Alat dan bahan ATK, Clip board Idem
Arboretum
Idem Daun
Arboretum
Idem
Arboretum
Idem
Metode
Waktu
Cerita Tanya jawab
30 „
Penugasan Observasi langsung Penugasan Observasi langsung Tanya jawab Penugasan Tanya jawab Ceramah Tanya jawab
45 „ 45 „
30 „ 30 „
Sumber : Hasil Kajian ( 2017 )
37
Materi tersebut tidak merupakan satu paket tetapi dijadikan beberapa paket yang dapat dipilih oleh siswa sekolah/pengunjung sesuai dengan minat dan waktu yang tersedia. Paket-paket dimaksud seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Paket-paket Wisata Pendidikan di Arboretum Hutan Diklat Rumpin Paket
Materi
Waktu
Paket A
Pengenalan Arboretum dan mencari & mencatat 10 jenis pohon Pengenalan Arboretum dan mengenal pohon berdasarkan bentuk daun Pengenalan Arboretum dan mendengar suara alam Pengenalan Arboretum dan manfaat sarasah Mencari dan mencatat 10 jenis pohon dan mengenal jenis pohon berdasarkan bentuk daun Mencari dan mencatat 10 jenis pohon dan mengenal suara alam. Mencari dan mencatat 10 jenis pohon dan manfaat sarasah Mengenal pohon berasarkan bentuk daun dan mendengar suara alam Mengenal pohon berdasarkan bentuk daun dan manfaat sarasah Mengenal suara alam dan Manfaat sarasah
75 menit
Titik I dan II
75 menit
Titik I dan III
60 menit
Titik I dan IV
60 menit
Titik I dan V
90 menit
Titik II dan III
75 menit
Titik II dan IV
75 menit
Titik II dan V
75 menit
Titik III dan IV
75 menit
Titik III dan V
60 menit
Titik IV dan V
Paket B
Paket C Paket D Paket E
Paket F
Paket G
Paket H
Paket I
Paket J
Keterangan
Sumber : Hasil Kajian (2017)
PENUTUP Kesimpulan Setelah dilakukan kajian maka dapat disimpulkan beberapa hal : 1. Arboretum yang berlokasi di Blok III Hutan Diklat Rumpin dapat dijadikan tujuan Wisata Pendidikan bagi Siswa sekolah yang berada di sekitar hutan Diklat. 2. Materi Wisata Pendidikan dikemas dalam paket-paket dengan metode dan waktu yang disesuaikan dengan kebutuhan materi.
38
3. Jumlah paket Wisata Pendidikan sebanyak 9 paket dengan waktu yang dibutuhkan antara 60 menit s/d 90 menit 4. Metode penyampaian materi adalah bercerita, tanya jawab, penugasan, dan observasi langsung.
Saran Agar kegiatan Wisata Pendidikan ini dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan maka saran yang diajukan adalah sebagai berikut : 1. Melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah sekitar Hutan Diklat Rumpin tentang adanya Paket Wisata Pendidikan di Arboretum Hutan Diklat Rumpin. 2. Mendorong adanya dukungan dari pihak pengelola berupa pemeliharaan kondisi Arboretum agar tetap baik ( antara lain nama-nama pohon tidak hilang dan pagar tidak rusak). DAFTAR PUSTAKA (https://www.technopark.id/single-post/2015/01/14/Wisata-Pendidikan) Permen LHK Nomor P.18/MENLHK-II/2015 tanggal 11 Mei 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemen LHK. Pangesti, Tri. 2011. Pengembangan KHDTK Hutan Diklat Rumpin Balai Diklat Kehutanan Bogor Sebagai Kawasan Pendidikan Konservasi” ( KTI- Orasi Ilmiah Widyaiswara Utama). Balai Diklat Kehutanan Bogor. Ricca H. 2013. Pemetaan Penyebaran Pohon di Arboretum Balai Diklat Kehutanan Bogor dengan Sistem Informasi Geografis. Karya Tulis Ilmiah, Tidak dipublikasikan. Sekartjakrarini. 2009. Perencanaan dan Perancangan Ekowisata. Modul Diklat SECEM. Kerjasama KOICA dengan Pusdiklat Kehutanan. Kementerian Kehutanan
Monografi Desa Rumpin, 2010. Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor Harini Muntasib, E.K.S, 2004. Penerapan Model Pendidikan Hutan dan Lingkungan bagi Anak-anak Sekolah. Prosiding Lokakarya. Pemantapan Model Pendidikan tentang Hutan dan Lingkugan Bagi Anak-anak Sekolah. Pokja Dep. KSDH Fakultas Kehutanan IPB, Pusbinluh Dephut dan Pemda Bogor.
39
Lampiran 1. Data Koleksi Tanaman di Arboretum BDLHK Bogor No Jenis 1 2
Nama Lokal Mangium Damar
3
Kemiri
4
Pulai
5
Rasamala
6
Damar kucing
7 8
Sirsak Buni
9
Aporosa
10
Gaharu
11
Sukun
12
Nangka
13
Mimba
14 15
Pohon perdamaian Nyamplung
16
Bintangur
17
Kenari
18 19
Bintaro Kulit manis
20
Kayu manis
21
Kayu manis
22
Lengkeng
23
Buah mentega
24
Kayu hitam
25
Sawo monyet
26
Ki tenjo
27
Keruing
28
Tongka
29
Dahu
Nama Latin
Family
Penyebaran
Kriteria
Acacia mangium Wiild. Agathis borneensis Warb Aleurites moluccana (L.) Willd. Alstonia scholaris (L.) R.Br. Altingia excelsa Noronha Anisoptera costata Korth. Annona muricata L. Antidesma bunius (L.) Spreng. Aporosa lunata (Miq.) Kurz. Aquilaria malaccensis Lam. Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg
Mimosaceae Araucariaceae
Maluku Indonesia
Pohon Pohon
Euphorbiaceae
Maluku
Pohon
Apocynaceae
Old World Tropics
Pohon
Hamamelidace ae Dipterocarpac eae Annonaceae Euphorbiaceae
Jawa
Pohon
Sumatra, Jawa
Pohon
Trop. America Sumatra, Jawa
Perdu Perdu
Euphorbiaceae
Kalimantan
Pohon
Thymelaeacea e Moraceae
Sumatra
Pohon
Jawa
Pohon
Artocarpus heterophyllus Lam. Azadirachta indica A. Juss. Barringtonia asiatica (L.) Kurz Calophyllum inophyllum L. Calophyllum soulattri Burm.f. Canarium vulgare Leenh. Cerbera manghas L. Cinnamomum burmannii Nees ex Blume Cinnamomum cassia (L.) Nees ex Blume Cinnamomum verrum J. Presl Dimocarpus longan Lour. Diospyros blancoi A. DC. Diospyros celebica Bakh. Diploknema oligomera H.J. Lam Dipterocarpus gracilis Blume Dipterocarpus grandiflorus (Blanco) Blanco Dipteryx odorata (Aubl.) Willd. Dracontomelon dao
Moraceae
Asia Tenggara
Perdu
Meliaceae
India
Perdu
Lecythidaceae
Indonesia
Perdu
Clusiaceae
Sulawesi
Pohon
Clusiaceae
Indonesia
Pohon
Burseraceae
Maluku
Pohon
Apocynaceae Lauraceae
Indonesia Jawa, Sumatra
Perdu Perdu
Lauraceae
Jawa
Pohon
Lauraceae
Jawa
Perdu
Sapindaceae
Sumatra
Pohon
Ebenaceae
Philippines
Pohon
Ebenaceae
Sulawesi
Pohon
sapotaceae
Sumatra
Pohon
Dipterocarpac eae Dipterocarpac eae
Sumtra, Jawa, Kalimantan Sumatra, Jawa
Pohon
Caesalpiniace ae Anacardiaceae
Guinea
Pohon
Indonesia
Pohon
Pohon
40
30 31
Durian Genitri
32
Bulian
33
Tembesu
34 35 36
Beringin Biola cantik Kerai payung
37 38
Manggis Mareme
39
Rengas
40 41 42
Jati putih Bunga papua Garu manuk
43
Karet
44
Merawan
(Blanco) Merril & Rolfe Durio zibethinus Murray Elaeocarpus sphaericus (Gaertn.) K. Schum. Eusideroxylon zwageri Teijsm. & Binn. Fagraea ceilanica Thunb. Ficus benjamina L. Ficus lyrata Warb. Filicium decipiens (Wight & Arn.) Thwaites Garcinia mangostana L. Glochidion rubrum Blume Gluta wallichii (Hook.f) Ding Hou Gmelina arborea Roxb. Grevillea banksii R.Br. Gyrinops versteegii (Gilg) Domke Hevea brasiliensis (Willd. Ex A. Juss.) Muel. Arg. Hopea odorata Roxb.
45
Polongan
Hymenaea courbaril L.
46
Polongan
47
Merbau
48
Kaya
49
Kigelia
50
Bungur
51
Duku
52 53 54 55
Huru Sanrego Kayu afrika Kemang
56
Sawo
57
Kayu putih
58 59
Mindi Eodia
Hymenaea verrucosa Gaertn. Intsia bijuga (Colebr.) Kuntze Khaya ivorensis A. Chev. Kigelia africana (Lam.) Benth. Lagerstroemia speciosa (L.) Pers. Lansium domesticum Corr. Litsea sp. Lunasia amara Blanco Maesopsis eminii Engler Mangifera caesia Jack ex Wall. Manilkara zapota (L.) P. Van Royen Melaleuca cajuputi Powell Melia azedarach L. Melicope denhamii (Seemen) T.G. Hartley
60
Ki sampang
61
Cempaka
Melicope latifolia (DC.) T.G. Hartley Michelia champaca L.
62 63 64
Tanjung Mengkudu Pala
Mimusops elengi L. Morinda citrifolia L. Myristica fragrans
Bombacaceae Elaeocarpacea e Lauraceae
Jawa India
Pohon Pohon
Kalimantan
Pohon
Loganiaceae
Jawa
Perdu
Moraceae Moraceae Sapindaceae
Trop. Asia Trop. Africa Sri Lanka
Perdu Pohon Pohon
Clusiaceae Euphorbiaceae
Asia Tenggara Jawa
Perdu Perdu
Anacardiaceae
Sumatra
Pohon
Verbenaceae Proteaceae Thymelaeacea e Euphorbiaceae
Malesia Papua Wallaceae
Pohon Perdu Perdu
Brazil
Pohon
Dipterocarpac eae Caesalpiniace ae Caesalpiniace ae Caesalpiniace ae Meliaceae
Sumatra
Pohon
Trop. America
Pohon
Madagascar
Pohon
Indonesia
Pohon
Trop. Africa
Pohon
Bignoniaceae
Trop. Africa
Perdu
Lythraceae
Asia Tenggara
Pohon
Meliaceae
Sumatra & Jawa
Pohon
Lauraceae Rutaceae Rhamnaceae Anacardiaceae
Jawa Jawa Africa Jawa, Sumatra
Pohon Perdu Pohon Pohon
Sapotaceae
Philippines
Perdu
Myrtaceae
Maluku
Phon
Meliaceae Rutaceae
Himalaya Papua
Pohon Perdu
Rutaceae
Jawa, Sumatra
Pohon
Magnoliacea e Sapotaceae Rubiaceae Myristicaceae
Jawa
Pohon
Indonesia Jawa Maluku
Perdu Perdu Pohon 41
65
Rambutan
66
Picung
67
Polongan
68
Sengon
69
Getah sundi
70
Sungkai
71 72 73
Alpukat Tusam Ki putri
74
Glodogan
75
Sawo amerika
76 77
Jambu batu Angsana
78
Pasang
79
Ki hujan
80 81
Cendana Belimbing hutan
82
Puspa
83
Kesambi
84
Johar
85
Meranti
86
Meranti
87
Belangeran
88
Meranti
89
Meranti
90
Meranti jawa
91
Meranti bunga
Houtt. Nephelium lappaceum L. Pangium edule Reinw. Paramacrolobium coeruleum Leonard Pareserianthes falcataria (L.) Nielsen Payena leerii (Teijsm. & Binn.) Kurz Peronema canescens Jack Persea americana L. Pinus merkusii Jungh. Podocarpus neriifolius D. Don Polyalthia longifolia (Sonn.) Thwaites Pouteria campheciana (H.B.K.) Baehni Psidium guajava L. Pterocarpus indicus Willd. Quercus gemelliflora Blume Samanea saman (Jack) Merr. Santalum album L. Sarcotheca diversifolia (Miq.) Hall.f. Schima wallichii (DC.) Korth. Schleichera oleosa (Lour.) Oken Senna siamea (Lam.) Irwin & Barneby Shorea acuminata Dyer Shorea acuminatissima Symington Shorea balangeran (Korth.) Burck Shorea bracteolosa Dyer Shorea isoptera Ashton Shorea javanica Koord. & Valeton Shorea leprosula Miq.
Sapindaceae
Sumatra, Jawa, Kalimantan Indonesia
Pohon
Congo
Pohon
Trop. America
Pohon
Sapotaceae
Sumatra
Pohon
Verbenaceae
Sumatra
Pohon
Lauraceae Pinaceae Podocarpace ae Annonaceae
Trop. America Sumatra Sumatra
Pohon Pohon Pohon
Sumatra
Pohon
Sapotaceae
Cuba
Perdu
Myrtaceae Papilionacea e Fagaceae
Trop. America Maluku
Perdu Pohon
Sumatra
Pohon
Mimosaceae
Trop. America
Pohon
Santalaceae Oxalidaceae
Lesser Sunda Sumatra
Perdu Pohon
Theaceae
Jawa, Sumatra
Pohon
Sapindaceae
Lasser Sunda Is.
Perdu
Caesalpiniac eae Dipterocarpa ceae Dipterocarpa ceae
Jawa
Perdu
Sumatra
pohon
Jawa
Pohon
Dipterocarpa ceae Dipterocarpa ceae Dipterocarpa ceae Dipterocarpa ceae Dipterocarpa ceae
Sumatra, Kalimantan Malacca
Pohon
Sumatra
Pohon
Sumatra & Jawa
Pohon
Sumatra
Pohon
Flacourtiacea e Caesalpiniac eae Mimosaceae
Pohon
Pohon
42
92
Meranti
93
Meranti
94
Tengkawang
95
Meranti
96
Terindak
97
Tulip afrika
98
Burahol
99
Mahoni
100
Mahagoni
101
Jamblang
102
Jambuan
103
Salam
104 105
Jati Ketapang
106
Resak
107
Gupasa
Shorea ovalis (Korth.) Blume Shorea parvifolia Dyer Shorea pinanga Scheff. Shorea selanica (Lam.) Blume Shorea seminis (de Vriese) Slooten Spathodea campanulata Beauv. Stelechocarpus burahol (Blume) Hook.f. & Thomson Swietenia macrophylla King Swietenia mahagoni (L.) Jack Syzygium cumini (L.) Skeels Syzygium lineatum DC. Syzygium polyanthum (Wight) Walp Tectona grandis L.f. Terminalia catappa L. Vatica pauciflora (Korth.) Blume Vitex cofassus Reinw. Ex Blume
Dipterocarpa ceae Dipterocarpa ceae Dipterocarpa ceae Dipterocarpa ceae Dipterocarpa ceae Bignoniaceae
Kalimantan
Pohon
Jawa
Pohon
Kalimantan
Pohon
Pulau Buru, Maluku Kalimantan
Pohon
Trop. Africa
Pohon
Annonaceae
Jawa
Pohon
Meliaceae
Honduras
Pohon
Meliaceae
Trinidad
Pohon
Myrtaceae
Indonesia
Perdu
Myrtaceae
Maliku
Pohon
Myrtaceae
Jawa
Pohon
Verbenaceae Combretacea e Dipterocarpa ceae Verbenaceae
Jawa Indonesia
Pohon Pohon
Sumatra
Pohon
Sulawesi, Maluku
Pohon
Pohon
Sumber : Laporan Arboretum Hutan Diklat Bogor Tahun 2010 ( Ricca, 2013)
43