INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH he & ASESMEN SUBSEKTOR EKONOMI
Sebagian besar indikator aktivitas ekonomi terpilih pada Juli 2011 mengalami peningkatan secara tahunan terutama dari penjualan kendaraan niaga.
Secara bulanan, seluruh indikator migas dan sebagian besar indikator non migas tumbuh positif pada Juli 2011.
Memasuki bulan pertama pada triwulan III-2011, secara kumulatif sebagian besar indikator aktivitas ekonomi terpilih terlihat mengalami perkembangan yang positif dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kontribusi subsektor tanaman bahan makanan terhadap PDB pada tahun 2010 mencapai 0,12% (yoy), namun dengan perkiraan melambatnya kenaikan produksi padi pada tahun 2011, maka kontribusi subsektor tanaman bahan makanan juga diperkirakan akan lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.
Pertumbuhan Beberapa Indikator Ekonomi: Tahunan
1
Sebagian besar indikator aktivitas ekonomi terpilih pada Juli 2011 mengalami peningkatan secara tahunan. Dari 30 (tiga puluh) indikator, sebanyak 20 (dua puluh) diantaranya menunjukkan pertumbuhan positif dengan pertumbuhan tertinggi terjadi pada penjualan kendaraan niaga (45,57%). Penjualan kendaraan niaga jenis truk dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan pengiriman barang khusunya pada wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua yang memiliki banyak perusahaan pertambangan/perkebunan1. Peningkatan permintaan untuk kendaraan niaga di daerah tersebut memunculkan dugaan adanya peningkatan produksi hasil tambang/kebun. Berdasarkan data Juli 2011, indikasi tersebut terkonfirmasi dengan salah satu indikator yang tersedia yaitu perkembangan ekspor batubara yang menunjukkan pertumbuhan sebesar 35,45% (yoy). Menangkap masih tingginya permintaan kendaraan niaga kedepan, perusahaan otomotif merespon dengan memacu lini produksinya untuk jenis kendaraan tersebut. Secara tahunan pertumbuhan produksi kendaraan niaga pada bulan Juli 2011 tercatat sebesar 32,49%. Grafik 1. Pertumbuhan Tahunan Indikator Aktivitas Ekonomi Terpilih
Kontan Online, 19 Agustus 2011 Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
Metodologi
1
Perkembangan Indikator Aktivitas Ekonomi Terpilih (IAE) merupakan laporan perkembangan beberapa indikator ekonomi serta analisis mengenai perkembangan subsektor ekonomi terpilih. Pada laporan ini fokus analisis mengenai subsektor tanaman bahan makanan. Data dan informasi diperoleh dari sektor riil baik dari Bank Indonesia maupun pihak eksternal, diantaranya Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), Asosiasi Semen Indonesia (ASI), Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) serta instansi/Departemen terkait lainnya.
Dalam kurun waktu Juli 2010 s.d Juli 2011, secara rata-rata indikator produksi kendaraan niaga mencatat pertumbuhan tertinggi yaitu 50,44% diikuti oleh penjualan kendaraan niaga 46,28%, ekspor besi & baja 29,32% dan ekspor alat angkutan & bagiannya (25,30%). Sebaliknya empat indikator menunjukkan pertumbuhan negatif selama periode tersebut yaitu: indikator ekspor biji tembaga (-6,16%), produksi kondensat (-5,51%), produksi minyak mentah (-3,54%) dan ekspor kayu lapis (-1,72%). Dibandingkan rata-rata pertumbuhan selama Juli 2010 s.d Juli 2011, sebagian besar pertumbuhan indikator aktivitas ekonomi pada Juli 2011 (yoy) berada dibawahnya. Namun demikian, enam indikator memiliki kinerja diatas rata-ratanya. Keenam indikator tersebut adalah produksi kondensat, konsumsi semen, tingkat hunian hotel berbintang di Bali, ekspor batubara, ekspor makanan olahan dan ekspor bahan kertas & kertas (Grafik. 1).
Bulanan Secara bulanan, seluruh indikator migas dan sebagian besar indikator non migas tumbuh positif pada Juli 2011. Pada kelompok migas, seluruh indikatornya mengalami peningkatan terutama penjualan minyak diesel (37,53%; mtm). Untuk kelompok non migas sebagian besar indikatornya meningkat secara bulanan. Pertumbuhan yang tinggi masih terjadi pada indikator otomotif yang terdiri dari produksi & penjualan kendaraan niaga masing-masing tumbuh sebesar 36,71% & 35,88%, produksi & penjualan penjualan kendaraan non niaga (masing-masing 25,80% & 24,35%) dan produksi & penjualan sepeda motor (masingmasing 11,80% & 11,92%). Sementara itu indikator pada kelompok ekspor non migas utama pada bulan Juli 2011 mengalami pertumbuhan yang bervariasi. Ekspor makanan olahan tercatat tumbuh paling tinggi (17,23%; mtm), sebaliknya ekspor minyak nabati turun paling dalam (-58,18%; mtm) Selama periode Juli 2010 s.d Juli 2011, hampir seluruh indikator aktivitas ekonomi tumbuh positif. Rata-rata pertumbuhan tertinggi terjadi pada ekspor biji tembaga (18,59%) diikuti oleh ekspor besi & baja (9,30%), ekspor minyak nabati (8,99%) dan ekspor makanan jadi (7,63%). Sementara itu, satu-satunya indikator yang tercatat turun dalam kurun waktu tersebut adalah produksi minyak mentah (-0,17%). Dengan membandingkan kondisi Juli 2011 terhadap rata-rata selama Juli 2010 s.d Juli 2011, terlihat kinerja mayoritas indikator berada diatas rata-ratanya terutama pada seluruh indikator dalam kelompok migas dan sebagian besar indikator dalam kelompok non migas (Grafik. 2). Grafik 2. Pertumbuhan Bulanan Indikator Aktivitas Ekonomi Terpilih
Kumulatif
Memasuki bulan pertama pada triwulan III-2011, secara kumulatif sebagian besar indikator aktivitas ekonomi terpilih terlihat mengalami perkembangan yang positif dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan terbesar berasal dari ekspor makanan olahan (29,58%), penjualan kendaraan niaga (26,49%) dan produksi kendaraan niaga (24,52%). Sebaliknya, indikator ekspor biji tembaga tumbuh terendah (-28,25%).
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
2
Tabel 1 Perkembangan Indikator Aktivitas Ekonomi Terpilih 2010
Indikator
Satuan
Jul
Des
Mar
2011 Mei*
Apr
Pertumbuhan (%) Jun*
Jul*
Juli 2011
yoy
mtm
ytd1)
Migas - Produksi Minyak Mentah
ribu barel
25.451
24.570
24.745
23.707
24.716
23.640
24.263
-4,67
2,63
-5,20
- Produksi Kondensat
ribu barel
3.790
3.678
3.518
3.509
3.335
3.111
3.794
0,13
21,97
-7,69
kiloliter
11.648
12.769
14.368
13.592
16.034
8.813
12.121
4,06
37,53
0,25
- Penjualan Minyak Diesel
Non Migas - Konsumsi Semen
ribu ton
3.740
3.907
3.769
3.734
4.083
4.101
4.378
17,07
6,76
15,14
- Produksi Kendaraan Non Niaga
unit
46.969
45.391
50.600
34.919
34.984
44.236
55.651
18,48
25,80
11,38
- Penjualan Kendaraan Non Niaga
unit
51.598
49.647
55.413
39.504
39.783
48.103
59.817
15,93
24,35
9,49
- Produksi Kendaraan Niaga
unit
20.795
16.152
23.535
19.503
19.350
20.153
27.552
32,49
36,71
24,52
unit
- Penjualan Kendaraan Niaga
18.867
18.458
24.381
19.264
19.488
20.212
27.464
45,57
35,88
26,49
- Produksi Sepeda Motor
ribu unit
696
513
720
716
698
646
722
3,77
11,80
11,16
- Penjualan Sepeda Motor
ribu unit
701
517
714
709
709
661
740
5,52
11,92
11,67
- Penjualan Listrik ke Industri
juta KWH
4.350
4.361
4.250
4.704
4.557
4.760
4.636
6,56
-2,62
6,48
- Penjualan Listrik ke Bisnis/ Perdagangan
juta KWH
2.170
2.290
2.150
2.427
2.338
2.436
2.394
10,33
-1,72
11,59
- Penjualan Listrik ke Rumah Tangga
juta KWH
5.113
5.188
4.947
5.250
5.320
5.444
5.506
7,69
1,15
8,06
- Penjualan Listrik Total
juta KWH
12.575
12.648
12.120
13.223
13.041
13.468
13.369
6,31
-0,74
6,82
- Kunjungan Wisman
ribu orang
658
644
598
608
600
674
745
13,21
10,54
7,06
- Tingkat Hunian Hotel Berbintang di Jakarta
persen
61
56
56
57
57
58
60
-1,72
3,79
3,31
- Tingkat Hunian Hotel Berbintang di Bali
persen
66
61
63
64
63
70
72
8,21
1,80
9,36
- Batubara
ribu ton
23.115
27.564
27.822
25.370
29.669
29.353
31.309
35,45
6,66
14,20
- Biji Tembaga
ribu ton
262
277
150
67
128
191
174
-33,38
-8,92
-28,25
- Barang dari Logam Tidak Mulia
ribu ton
290
256
285
240
224
300
236
-18,74
-21,27
0,28
- Makanan Olahan
ribu ton
189
249
201
153
145
206
242
27,63
17,23
29,58
- Minyak Nabati
ribu ton
1.259
1.846
567
1.353
2.069
1.906
797
-36,69
-58,18
6,32
- Tekstil dan Produk Tekstil
ribu ton
181
176
175
151
159
164
174
-3,96
6,01
-0,78
- Kayu Lapis
ribu ton
160
170
192
167
153
182
145
-9,34
-20,50
-10,42
- Kayu Gergajian
ribu ton
41
43
42
41
36
36
40
-1,89
10,53
4,52
- Bahan Kertas dan Kertas
ribu ton
464
746
615
594
601
561
552
18,96
-1,68
9,67
- Karet Olahan
ribu ton
261
243
266
280
278
261
282
7,95
8,14
10,29
- Besi dan Baja
ribu ton
131
145
108
138
127
195
116
-11,11
-40,39
18,79
- Alat Angkutan dan Bagiannya
ribu ton
55
54
88
40
43
74
56
0,54
-24,40
-13,42
- Peralatan Listrik
ribu ton
67
67
70
59
64
62
65
-2,98
5,13
-3,30
Ekspor Non Migas Utama
Sumber data : Bank Indonesia, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), Asosiasi Semen Indonesia (ASI), Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI). Keterangan : Data penjualan kendaraan niaga, non niaga dan sepeda motor mulai ditambahkan ke dalam publikasi Indikator Aktivitas Ekonomi Terpilih (IAE) sejak edisi September 2010 dengan data series kebelakang. Data tingkat hunian Hotel Berbintang di wilayah Jakarta dan Bali mulai ditambahkan ke dalam publikasi Indikator Aktivitas Ekonomi Terpilih (IAE) sejak edisi Juli 2010 dengan data series kebelakang. *) Beberapa indikator aktivitas ekonomi masih bersifat sementara yang akan mengalami perubahan pada periode berikutnya. 1) Pertumbuhan kumulatif (ytd) dihitung dengan cara membandingkan data kumulatif dari bulan Januari hingga periode laporan denga n periode yang sama pada tahun sebelumnya. Perhitungan pertumbuhan kumulatif mulai dilakukan pada periode Laporan IAE September 2008. Khusus untuk indikator Tingkat Hunian Hotel, pertumbuhan dihitung dengan cara membandingkan rata -rata data dari bulan Januari sampai dengan periode laporan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. n/a Data sampai dengan laporan disusun belum tersedia.
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
3
GRAFIK PERTUMBUHAN INDIKATOR TERPILIH Grafik 3. Produksi Minyak Mentah
Grafik 4. Produksi Kondensat
(% yoy)
8,0 6,0
(% mtm)
(% yoy)
(% mtm)
15,0
20,0
25,0
15,0
20,0
10,0
15,0
5,0
5,0
10,0
0,0
0,0
5,0
-5,0
0,0
10,0
4,0 2,0 0,0 -2,0
-5,0
-4,0 -10,0
-6,0 -8,0
-15,0
-10,0
-5,0
-15,0
-10,0
-20,0
2009
2010
2009
2011 yoy
-15,0 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7
7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7
2010
2011 yoy
mtm
Grafik 5. Penjualan Minyak Diesel
mtm
Grafik 6. Konsumsi Semen
(% yoy)
(% mtm)
(% yoy)
(% mtm)
120,0
50,0
30,0
60,0
100,0
40,0
25,0
50,0
80,0
30,0
20,0
40,0
20,0
15,0
30,0
10,0
10,0
20,0
0,0
5,0
10,0
-10,0
0,0
-20,0
-5,0
-10,0
-10,0
-20,0
-15,0
-30,0
60,0 40,0 20,0 0,0 -20,0
-30,0
-40,0
-40,0
-60,0
-50,0
-20,0
2010
2009
2011 yoy
-40,0 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7
7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 2009
0,0
2010
2011 yoy
mtm
Grafik 7. Produksi Kendaraan Non Niaga
mtm
Grafik 8. Penjualan Kendaraan Non Niaga
(% yoy)
(% mtm)
(% yoy)
(% mtm)
80,0
80,0
100,0
100,0
60,0
60,0
80,0
80,0
60,0
60,0
40,0
40,0
20,0
20,0
0,0
0,0
40,0
40,0
20,0
20,0
0,0
0,0
-20,0 -40,0 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 2009
2010
2011 yoy
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
mtm
-20,0
-20,0
-40,0
-40,0
-20,0 -40,0 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 2009
2010
2011 yoy
mtm
4
Grafik 9. Produksi Kendaraan Niaga
Grafik 10. Penjualan Kendaraan Niaga
(% yoy)
(% mtm)
(% yoy)
(% mtm)
120,0
75,0
140,0
70,0
120,0
60,0
100,0
50,0
80,0
40,0
60,0
30,0
40,0
20,0
20,0
10,0
100,0 80,0
50,0
60,0 40,0
25,0
20,0 0,0
0,0
-20,0 -40,0
-25,0
-60,0
0,0
0,0
-20,0
-10,0
-40,0
-20,0
-60,0
-80,0
-50,0
-30,0 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7
7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 2009
2009
2010
2010
2011 yoy
2011 yoy
mtm
mtm
Grafik 11. Produksi Sepeda Motor
Grafik 12. Penjualan Sepeda Motor
(% yoy)
(% mtm)
(% yoy)
(% mtm)
80,0
80,0
80,0
80,0
60,0
60,0
60,0
60,0
40,0
40,0
40,0
40,0
20,0
20,0
20,0
20,0
0,0
0,0
0,0
0,0
-20,0
-20,0
-40,0
-40,0
-20,0 -40,0
2010
2009
2011 yoy
-40,0 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7
7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 2009
-20,0
2010
2011 yoy
mtm
Grafik 13. Penjualan Listrik ke Sektor Industri
mtm
Grafik 14. Penjualan Listrik ke Bisnis/Perdagangan
(% yoy)
(% mtm)
30,0
60,0
25,0
50,0
20,0
40,0
15,0
30,0
10,0
(% yoy)
(% mtm)
25,0
30,0
20,0
24,0
15,0
18,0
20,0
10,0
12,0
5,0
10,0
5,0
6,0
0,0
0,0 0,0
0,0
-5,0
-10,0
-10,0
-20,0 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 2009
2010
2011 yoy
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
mtm
-5,0
-6,0 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 2009
2010
2011 yoy
mtm
5
Grafik 15. Penjualan Listrik ke Rumah Tangga
Grafik 16. Penjualan Listrik Total (% mtm)
(% yoy)
(% mtm)
20,0
40,0
20,0
20,0
15,0
30,0
15,0
15,0
10,0
10,0
10,0
20,0 5,0
5,0
0,0
0,0
-5,0
-5,0
(% yoy)
5,0
10,0
0,0
0,0
-5,0
-10,0
-10,0
7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 2009
2010
2009
2011 yoy
-10,0 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 2010
2011 yoy
mtm
Grafik 17. Kunjungan Wisman
mtm
Grafik 18. Tingkat Hunian Hotel - Jakarta
(% yoy)
(% mtm)
(% yoy)
(% mtm)
50,0
80,0
30,0
40,0
25,0
40,0
64,0
30,0
48,0
30,0 20,0 15,0
20,0
10,0
20,0
32,0
10,0
16,0
10,0 5,0 0,0
0,0
-5,0
0,0
0,0
-10,0
-16,0
2010
-20,0
2009
2011 yoy
-15,0 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7
7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 2009
-10,0 -10,0
2010
2011 yoy
mtm
mtm
Grafik 19. Tingkat Hunian Hotel - Bali (% yoy)
(% mtm)
25,0
25,0
20,0
20,0
15,0
15,0
10,0
10,0
5,0
5,0
0,0
0,0
-5,0
-5,0
-10,0
-10,0
-15,0
-15,0 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 2009
2010
2011 yoy
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
mtm
6
ASSESMEN SUBSEKTOR EKONOMI (SUBSEKTOR TANAMAN BAHAN MAKANAN )
Dalam struktur perekonomian nasional sektor pertanian, peternakan, kehutanan & perikanan memiliki pangsa terbesar kedua setelah sektor industri pengolahan. Dalam 30 tahun terakhir, pangsa sektor pertanian tersebut mengalami penurunan secara bertahap dari 26,40% (1981) menjadi 19,03% (1991), kemudian pada tahun 2001 turun lagi menjadi 15,29% dan mengalami sedikit peningkatan pada tahun 2010 menjadi 15,34% serta pada semester I-2011 kembali meningkat (15,48%). Dari 5 subsektor komponennya, subsektor tanaman bahan makanan mempunyai pangsa terbesar, yaitu mencapai 7,53% pada tahun 2010 dan pada semester I2011 sebesar 8,09%. Pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan pada tahun 2009 dan 2010 menunjukan perlambatan antara lain disebabkan oleh peningkatan produktivitas dan penambahan luas lahan padi yang semakin melambat. Ketidakseimbangan antara produksi dan kebutuhan nasional tercermin dari kenaikan impor bahan makanan pada tahun 2010 yang mencapai 36,1% (yoy), dan semakin meningkat pada tahun 2011 (sd. bulan Juli) menjadi 57,6% (yoy). Selain itu, inflasi bahan makanan pada tahun 2010 juga cukup tinggi yaitu sebesar 15,5%, yoy, meskipun kemudian melambat pada tahun 2011 (sd. Agustus) menjadi sebesar 1,9%, ytd.
A. Peranan Subsektor Tanaman Bahan Makanan dalam PDB Pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan diperkirakan semakin melambat. Subsektor tanaman bahan makanan mencakup komoditi bahan makanan seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kentang sagu dan lain-lain. Setelah pada tahun 2010 hanya tumbuh sebesar 1,8% (yoy), pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan kembali meningkat pada triwulan I dan II tahun 2011. Meskipun demikian, menurut Angka Ramalan (ARAM) II BPS tahun 2011, trend perlambatan kenaikan produksi padi nasional diperkirakan masih akan berlanjut pada tahun 2011 seiring dengan semakin rendahnya kenaikan tingkat produktivitas dan penambahan luas panen. Produksi padi tahun 2011 diperkirakan sebanyak 68,06 juta ton atau naik 2,4% (yoy), namun semakin melambat dibandingkan kenaikan produksi tahun 2009 dan 2010 yang mencapai 6,8% dan 3,2% (yoy).
Pada tahun 2010, kontribusi subsektor tanaman bahan makanan mencapai 0,12% (yoy) terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, kemudian seiring dengan meningkatnya level pertumbuhan pada triwulan I dan II tahun 2011, maka kontribusi subsektor tanaman bahan makanan meningkat menjadi 0,22% dan 0,17% (yoy). Namun dengan perkiraan melambatnya kenaikan produksi padi pada tahun 2011 (ARAM II), maka kontribusi subsektor tanaman bahan pangan juga diperkirakan akan lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Grafik 20. Pertumbuhan Tahunan Grafik 21. Kontribusi Pertumbuhan Terhadap PDB (yoy, %)
(%)
12 10 8
Sektor Pertanian
Subsek. Tanaman bahan makanan
Subsek. Tanaman perkebunan
Subsek. Peternakan
Subsek. Kehutanan
Subsek. Perikanan
0.8 Sektor Pertanian
Subsek. Tanaman bahan makanan
0.7
Subsek. Tanaman perkebunan
Subsek. Peternakan
0.6
Subsek. Kehutanan
Subsek. Perikanan
0.5
6
0.4
4
0.3 2
0.2 0
0.1 -2
0.0
-4
-0.1 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010 2011 Q1 2011 Q2
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010 2011 Q1 2011 Q2
Sumber: BPS, diolah
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
7
Tabel 2. Pertumbuhan, Distribusi/Share dan Kontribusi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan (%) SEKTOR/SUB SEKTOR
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Semester I2011
Rata-rata 2001-2010
A. Distribusi/Share Terhadap PDB (%) Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan - Tanaman bahan makanan - Tanaman perkebunan - Peternakan dan hasil-hasilnya - Kehutanan - Perikanan
15.29 7.92 2.32 1.84 1.03 2.18
15.46 8.03 2.36 1.89 0.97 2.21
15.19 7.83 2.32 1.86 0.91 2.27
14.34 7.21 2.16 1.77 0.88 2.31
13.13 6.54 2.03 1.59 0.81 2.15
12.97 6.42 1.90 1.53 0.90 2.23
13.72 6.71 2.07 1.55 0.92 2.47
14.48 7.07 2.14 1.68 0.82 2.77
15.30 7.48 1.99 1.87 0.81 3.15
15.34 7.53 2.11 1.85 0.75 3.10
15.48 8.09 1.94 1.74 0.67 3.04
14.52 7.27 2.14 1.74 0.88 2.48
51.82 15.16 12.02 6.74 14.25
51.92 15.28 12.23 6.25 14.31
51.56 15.29 12.22 6.02 14.92
50.30 15.08 12.35 6.16 16.11
49.79 15.50 12.14 6.20 16.38
49.48 14.63 11.79 6.94 17.16
48.92 15.07 11.32 6.67 18.03
48.81 14.79 11.62 5.63 19.15
48.90 13.00 12.24 5.26 20.60
49.08 13.73 12.09 4.88 20.22
52.27 12.53 11.21 4.36 19.64
50.06 14.75 12.00 6.08 17.11
3.26 0.20 7.82 9.51 2.42 4.94
3.45 2.13 5.83 6.52 2.31 3.42
3.79 3.64 4.37 4.13 0.52 5.05
2.82 2.89 0.40 3.35 1.28 5.56
2.72 2.60 2.48 2.13 (1.47) 5.87
3.36 2.98 3.79 3.35 (2.85) 6.90
3.47 3.35 4.55 2.36 (0.83) 5.39
4.83 6.06 3.67 3.52 (0.03) 5.07
3.98 4.97 1.84 3.45 1.82 4.16
2.86 1.81 2.51 4.06 2.07 5.87
3.73 2.68 6.31 4.14 0.57 5.80
3.45 3.06 3.72 4.24 0.52 5.22
0.51 0.02 0.18 0.17 0.03 0.11
0.54 0.17 0.14 0.13 0.03 0.08
0.58 0.28 0.11 0.08 0.01 0.11
0.43 0.22 0.01 0.07 0.01 0.12
0.41 0.19 0.06 0.04 (0.02) 0.13
0.49 0.21 0.09 0.06 (0.03) 0.15
0.49 0.23 0.10 0.04 (0.01) 0.12
0.67 0.41 0.08 0.06 (0.00) 0.11
0.54 0.34 0.04 0.06 0.01 0.09
0.39 0.12 0.05 0.07 0.02 0.13
0.51 0.20 0.11 0.07 0.00 0.13
0.50 0.22 0.09 0.08 0.01 0.12
B. Distribusi/Share Terhadap Sektor Industri Pengolahan Tanpa Migas (%)
- Tanaman bahan makanan - Tanaman perkebunan - Peternakan dan hasil-hasilnya - Kehutanan - Perikanan C. Pertumbuhan (% yoy) Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan - Tanaman bahan makanan - Tanaman perkebunan - Peternakan dan hasil-hasilnya - Kehutanan - Perikanan D. Kontribusi Terhadap Pertumbuhan PDB (% yoy) Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan - Tanaman bahan makanan - Tanaman perkebunan - Peternakan dan hasil-hasilnya - Kehutanan - Perikanan
Sumber: BPS, diolah
B. Produksi Komoditi Subsektor Tanaman Bahan Makanan Berdasarkan data 10 tahun terakhir, tanaman padi mempunyai porsi terbesar dibandingkan produksi 5 komoditi tanaman bahan makanan lainnya, yaitu rata-rata sebesar 62,3%. Produksi padi nasional pada tahun 2011 diperkirakan meningkat 2,4% (yoy) menjadi 68,06 juta ton atau setara 42,88 juta ton beras (ARAM II 2011, BPS), melambat dibandingkan kenaikan tahun sebelumnya (3,2%, yoy). Perlambatan tersebut disebabkan oleh perkiraan menurunnya jumlah produksi padi pada subround bulan September-Desember 2011 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Dengan asumsi konsumsi beras perkapita per orang 139 kg per tahun dan jumlah penduduk sebanyak 240,1 juta, maka konsumsi beras tahun 2011 diperkirakan sebanyak 33,48 juta ton, atau akan terjadi surplus sekitar 9,40 juta ton. Meskipun secara keseluruhan mengalami surplus, namun sesuai dengan pola musim panen di Indonesia, dalam satu tahun rata-rata 6 bulan mengalami surplus dan 6 bulan mengalami defisit (Kementan). Disisi lain, produksi beras dunia pada tahun 2011 menurut perkiraan The Food and Agricultur Organization/FAO akan mengalami peningkatan sebesar 1,8% (yoy) menjadi 463,8 juta ton seiring dengan membaiknya iklim dan meningkatnya dukungan pemerintah setempat.
Peningkatan produktivitas dan penambahan luas lahan padi semakin melambat. Pada tahun 2009 produktivitas padi mencapai 48,99 ku/ha, atau meningkat 1,05 ku/ha dibandingkan tahun sebelumnya, kemudian pada tahun 2010 meningkat sebesar 0,16 ku/ha dan pada tahun 2011 diperkirakan hanya mengalami kenaikan sebanyak 0,02 ku/ha menjadi 50,17 ku/ha. Sementara itu, penambahan luas lahan pada tahun 2010 sebesar 2,87% dan pada 2011 diperkirakan hanya 2,36% (yoy). Penambahan luas lahan tersebut tidak setinggi penambahan luas lahan yang terjadi pada tahun 2009 (4,51%, yoy).
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
8
Grafik 22. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional (juta ton)
Grafik 23. Produktivitas dan Luas Lahan Padi (ku/ha)
(juta ton)
50
10
(juta ha)
52.0
14.0
Surplus - sumbu kanan
Produktivitas Padi - sumbu kiri
Produksi Beras - sumbu kiri
45
50.0
8
13.5 Luas Panen Padi - sumbu kanan
Konsumsi Beras - sumbu kiri 40
35
4
30
2
25
0 2000
2001
2002
2003
48.0
13.0
46.0
12.5
44.0
12.0
42.0
11.5
6
* ARAM II-2011
2004
2005
2006
2007
2008
2009
40.0
2010 2011 *
11.0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 *
Sumber: BPS, diolah (ARAM II-2011)
C. Peranan Kelompok Bahan Makanan Terhadap Inflasi Dalam tiga tahun terakhir, rata-rata inflasi kelompok bahan makanan mencapai 11,9% (yoy), lebih tinggi dibandingkan rata-rata inflasi umum (6,8%, yoy). Sementara itu, sd. bulan Agustus 2011 (inflasi bahan makanan masih cukup rendah, yaitu hanya sebesar 1,9% (ytd) sejalan dengan tekanan harga pangan internasional yang juga menunjukan trend penurunan mulai bulan Juli 2011. Bobot kelompok bahan makanan dalam penghitungan inflasi nasional mencapai 19,57% (SBH 2007), dan dari 283 komoditi kelompok bahan makanan, bobot terbesar berasal dari beras yang mencapai 4,2%. Tekanan inflasi bahan makanan diperkirakan semakin menguat pada triwulan IV-2011 seiring dengan semakin terbatasnya pasokan dalam negeri.
Kontribusi inflasi kelompok bahan makanan dalam tiga tahun terakhir rata-rata sebesar 2,40%, atau mencapai 35,93% dari inflasi umum, jauh lebih tinggi dibandingkan kontribusi 6 kelompok komoditi inflasi lainnya. Dalam tiga tahun terakhir, penyumbang inflasi terbesar dalam kelompok bahan makanan berasal dari beras yaitu rata-rata sebesar 0,60%. Seiring dengan rendahnya inflasi beras sd. bulan Agustus 2011, kontribusi inflasi beras terhadap inflasi umum juga masih relatif rendah, yaitu sebesar 0,21%. Grafik 24. Inflasi Tahunan Kelompok Komoditi
Grafik 25. Kontribusi Inflasi Tahunan (YOY, %)
(YOY, %)
12
20
IHK Umum Perumahan Pendidikan
15
Bahan makanan Sandang Transpor
Makanan Jadi Kesehatan * sd. Bln Agustus 2011
Inflasi Umum 10
Kontr. Inf. Bahan Makanan Kontr. Inf. Beras
8 10
* sd. Bln Agustus 2011
6
5
4
0
2 0
-5 2008
2009
2010
2011*
2008
2009
2010
2011*
Sumber: BPS, diolah
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
9
D. Perkembangan Neraca Perdagangan Data ekspor impor subsektor tanaman bahan makanan tercermin dari data ekspor impor cereal & cereal preparations (SITC 3 digit), yaitu komoditi beras, jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar, gandum, tanaman pangan lainnya, dan hortikultura. Pada tahun 2011 (sd. bulan Juli), ekspor cereal & cereal preparations sebesar USD 185,3 juta, naik 6,6% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, nilai impor cereal & cereal preparations mencapai USD 3.108,8 juta atau naik 171,0% dibandingkan tahun sebelumnya, kenaikan tersebut juga semakin menguat dibandingkan kenaikan nilai impor tahun sebelumnya (43,7%, yoy). Dengan demikian, net impor cereal & cereal preparations tahun 2011 mencapai USD 2.923,4 juta, meningkat 200,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, terutama akibat tingginya impor gandum (USD 1.303,0 juta atau 1,30 juta ton gandum) dan beras (USD 810,2 juta atau 1,54 juta ton beras). Hal tersebut menunjukan bahwa ketergantungan pasokan bahan makanan dalam negeri terhadap impor semakin meningkat . Grafik 26. Ekspor Impor Bahan Makanan (juta USD)
Grafik 27. Impor Gandum dan Beras (juta USD)
4,000
2,500
Net Impor
Ekspor
Impor
* sd. bulan Juli 2011
Impor Beras
Impor Gandum
3,000
* sd. bulan Juli 2011
2,000 2,000 1,000
1,500
0 2008 -1,000 -2,000
2009
2010
2011*
1,000
-1,574 -2,347
-2,231 -2,923
500
-3,000 -4,000
0 2008
2009
2010
2011*
Sumber: Data EXIM BI
E. Pembiayaan Kredit Sektor Pertanian
Pertumbuhan kredit sektor pertanian pada tahun 2010 dan 2011 (sd. bulan Agustus) rata -rata lebih rendah dibandingkan pertumbuhan total kredit. Setelah mengalami peningkatan sebesar 19,55% pada tahun 2010 (yoy), penyaluran kredit tahun 2011 (sd. bulan Agustus) baru tumbuh sebesar 12,7% (yoy) menjadi Rp100.679 miliar. Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan total penyaluran kredit yang tumbuh masing-masing sebesar 23,28% dan 23,85% pada periode yang sama. Berdasarkan subsektornya, pangsa subsektor tanaman bahan makanan hanya 3,7% dari total kredit pertanian, sedangkan pangsa kredit subsektor perkebunan dan subsektor peternakan masing-masing mencapai 83,4% dan 10,1%. Pada tahun 2011 (sd. bulan Agustus), kredit subsektor tanaman bahan makanan mengalami penurunan sebesar 36,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, sebaliknya pertumbuhan kredit pada 4 subsektor lainnya masih mengalami peningkatan. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia pada triwulan II-2011 menunjukan bahwa menurut responden sektor pertanian khususnya subsektor tanaman bahan makanan, masalah yang dihadapi dalam memperoleh kredit dari perbankan adalah kebijakan bank yang kurang mendukung penyaluran kredit pada subsektor tersebut, dan juga persyaratan kredit yang menurut responden masih cukup rumit.
Meskipun pertumbuhan kredit sektor pertanian masih mengalami peningkatan, namun pangsa penyaluran kredit terhadap sektor pertanian pada periode yang sama (s.d. Agustus) semakin menurun dari 7,5% pada tahun 2010 menjadi 7,1% ditahun 2011. Pangsa tersebut lebih rendah dibandingkan sektor perdagangan (25,8%), sektor industri pengolahan (23,1%) dan sektor keuangan, real estate & jasa perusahaan (14,7%). Hal tersebut sejalan dengan hasil Survei Perbankan Bank Indonesia pada triwulan II-2011 yang mengungkapkan bahwa orientasi pemberian kredit tahun 2011 lebih difokuskan
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
10
ke sektor perdagangan, kemudian sektor industri pengolahan dan sektor keuangan, real estate & jasa perusahaan. Grafik 28. Pangsa Kredit Tahun 2010-2011 (sd. bulan Agustus)
Grafik 29. Pembiayaan Kredit Sektor Pertanian
Total dan
(Miliar Rp)
Pertanian
8.9%
7.1%
6.3% 5.0%
7.5% 12.2% 4.9% 11.1% 22.3% 6.1% 5.1% 2010 2.7% 28.1%
Kredit Pertanian Pertumbuhan Kredit - Total Pertumbuhan Kredit - Pertanian
Pertambangan
5.2% 14.7%
(YOY, %)
120,000
100,000
* sd. bulan Agustus 2011
Ind. Pengolahan Perdagangan 23.1%
2011
36 100,679 30
92,525
77,394
80,000
24
67,828
Listrik Gas Air
60,000
18
Konstruksi
40,000
12
20,000
6
Peng. & Kom.
3.8%
Keuangan 25.8%
-
0
Jasa-jasa
2008
2009
2010
2011*
Sumber: LBU, Bank Indonesia
F. Keterkaitan dengan Sektor Lain
Keenam kelompok komoditi dalam subsektor tanaman bahan makanan memiliki keterkaitan yang cukup erat dengan sektor ekonomi lainnya. Berdasarkan pendekatan linkages dalam Tabel Input Output Indonesia Updating 2008, komoditas dalam subsektor tanaman bahan makanan tercermin dari padi, tanaman kacang-kacangan, jagung, tanaman umbi-umbian, dan tanaman bahan makanan lainnya. Berdasarkan Tabel Input Output Indonesia Updating 2008, komoditi padi memiliki derajat daya penyebaran (power of dispersion) sebesar 1,24, lebih tinggi dibandingkan komoditi lainnya. Sementara itu, komoditas padi dan jagung memiliki derajat kepekaan (degree of sensitivity) tertinggi sebesar 0,81. Hal tersebut mencerminkan bahwa output padi dan jagung memiliki indeks derajat kepekaan yang lebih tinggi dari komoditas lainnya. Tabel 3. Derajat Kepekaan dan Daya Penyebaran Komoditi Subsektor Tanaman Bahan Makanan Keterangan
Derajat Kepekaan
Derajat Penyebaran
0.81 0.81 0.72 0.77 0.77
1.24 0.93 0.71 0.72 0.63
Padi Jagung Tanaman umbi-umbian Tanaman kacang-kacangan Tanaman bahan makanan lainnya
Sumber: Data I-O Updating 2008 BPS, diolah
Input utama komoditi tanaman bahan makanan adalah benih komoditas tabama kemudian diikuti oleh pupuk dan pestisida. Berdasarkan alokasi outputnya, produksi tabama adalah hasil produksi komoditas tabama dan indutri pengolahan (penggilingan padi, industri makananan lainnya, industri tepung, dan industri minuman dan industri makanan lainnya). Berdasarkan komoditas padi, pengembangan padi dapat membangkitkan sektor-sektor di belakangnya untuk memenuhi kebutuhan input antara, yaitu padi itu sendiri, kemudian industri pupuk dan pestisida, tanaman lainnya serta peternakan. Sedangkan sektor yang didorong adalah padi itu sendiri, kemudian mendorong industri penggilingan padi berupa bahan baku gabah, selanjutnya restoran, hotel dan jasa sosial kemasyarakatan juga menggunakan input beras atau bahan baku yang berasal dari beras.
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
11
Tabel 4. Input Utama dan Alokasi Output Komoditi Subsektor Tanaman Bahan Makanan % 78.8 4.9 3.7 3.0 80.2 4.9 3.1 3.0 88.8 2.1 1.9 1.2 84.7 3.2 2.2 2.0 80.3 8.0 4.2 2.1
Input Utama Padi Industri pupuk dan pestisida Tanaman lainnya Peternakan Jagung Industri pupuk dan pestisida Tanaman lainnya Peternakan Tanaman umbi-umbian Industri pupuk dan pestisida Peternakan Tanaman lainnya Tanaman kacang-kacangan Industri pupuk dan pestisida Tanaman lainnya Perdagangan Tanaman bahan makanan lainnya Industri pupuk dan pestisida Penambangan minyak, gas dan panas bumi Perdagangan
Komoditi
Padi
Jagung
Tanaman umbiumbian
Tanaman kacangkacangan
Tanaman bahan makanan lainnya
% 51.4 36.3 2.1 1.5 69.7 10.0 4.8 4.4 90.4 2.4 1.8 1.3 91.1 3.7 1.4 0.9 97.6 1.5 0.3 0.2
Alokasi Output Padi Industri penggilingan padi Restoran dan hotel Jasa sosial kemasyarakatan Jagung Industri makanan lainnya Unggas dan hasil-hasilnya Industri tepung, segala jenis Tanaman umbi-umbian Industri tepung, segala jenis Industri makanan lainnya Peternakan Tanaman kacang-kacangan Industri makanan lainnya Unggas dan hasil-hasilnya Peternakan Tanaman bahan makanan lainnya Industri minuman Industri tepung, segala jenis Industri makanan lainnya
Sumber: Data I-O Updating 2008 BPS, diolah
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
12
BOKS : PENGARUH MUSIM TERHADAP INFLASI BERAS Sebagai makanan utama penduduk Indonesia, ketersediaan pasokan beras domestik akan sangat berpengaruh terhadap ketahanan pangan nasional dan ketergantungan terhadap negara lain. Meskipun trend produksi padi nasional terus mengalami peningkatan dan mengalami surplus dalam 5 tahun terakhir (2006-2010), namun belum maksimalnya manajemen stok beras nasional menyebabkan Indonesia harus mengimpor beras rata-rata sebanyak 242 ribu ton per tahun. Selain itu, inflasi beras secara nasional juga masih cukup tinggi, yaitu rata-rata 16,8%, jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi umum (6,8%). Pada tahun 2011 (sd. bulan Agustus), inflasi beras masih cukup rendah, yaitu sebesar 4,2% (ytd). Hal tersebut tidak terlepas dari tingginya produksi padi nasional selama semester I-2011 dan juga peningkatan volume impor beras yang mencapai 1,54 juta ton beras (sd. bulan Juli 2011). Namun tekanan inflasi beras diperkirakan akan cukup tinggi pada triwulan IV-2011, hal tersebut sejalan dengan ARAM II-2011 BPS yang memperkirakan bahwa produksi beras nasional akan semakin menurun seiring dengan penurunan luas panen. Disisi lain, surplus beras dunia dalam jangka panjang akan semakin menurun, dan pada tahun 2019 diperkirakan hanya sebesar 0,03% (FAO Outlook 2010-2019). Dengan demikian, ketersediaan beras nasional kedepan tidak akan selalu tercukupi dari impor, mengingat masing-masing negara akan lebih mengamankan ketersediaan dalam negerinya. Produksi beras dari 7 negara produsen terbesar tercermin dalam grafik 11. Ancaman krisis pangan dan tingginya inflasi bahan pangan tersebut memerlukan perhatian yang lebih dari semua pihak, terutama dari sisi Pemerintah terkait dengan kebijakan-kebijakannya untuk menciptakan sistem ketahanan pangan yang tangguh dan berkesinambungan. Informasi terkini dan akurat mengenai perbesaran nasional sangat diperlukan untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Grafik30. Produksi padi 7 negara produsen terbesar
Grafik 31. Produksi dan Konsumsi Beras Dunia
(juta ton)
(miliar ton)
200
530
2008
2009
2.0 Surplus (sb kanan)
520
2010
(%)
Produksi (sb. kiri) 510
150
500
1.6
Konsumsi (sb. kiri) 1.2
* : Perkiraan
490
100
0.8
480 470
50
0.42 0.32
0.35 0.23
460
0.4
0.27 0.16
0.14
0.10
0.03
450
0 China
India
Indonesia Bangladesh Viet Nam
Sumber: FAO, CEIC, BPS
Myanmar
0.0
2011*
Thailand
2012*
2013*
2014*
2015*
2016*
2017*
2018*
2019*
Sumber: FAO Outlook 2010-2019
Pola Panen Padi dan Sumber Produksi Beras Nasional Sebagai negara yang mempunyai 2 musim (kemarau dan hujan), produksi padi nasional juga sangat dipengaruhi oleh kedua musim tersebut. Hasil produksi padi yang ditanam pada saat musim penghujan (bulan Oktober sd. Desember) akan mencapai puncak produksinya pada bulan Maret setiap tahunnya, jumlahnya cukup tinggi seiring dengan luasnya lahan panen dan tercukupinya kebutuhan pengairan. Sedangkan padi yang ditanam pada musim kemarau (bulan Maret sd. Mei) puncak panennya akan terjadi pada bulan Agustus, namun hasilnya relatif lebih rendah dibandingkan padi yang ditanam pada saat musim hujan.Selain factor musim, beberapa faktor lainnya yang mempengaruhi produksi padi nasional adalah dukungan bibit unggul, pupuk dan perstisida, serta teknologi yang digunakan.
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
13
Selama 5 tahun terakhir, produksi padi nasional masih didominasi oleh produksi padi yang berasal dari Pulau Jawa yang rata-rata mencapai 54,4% dari produksi nasional, kemudian diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 22,9%. Di Pulau Jawa sendiri sumber produksi secara umum terbagi atas Provinsi Jawa Barat sebesar 31,85%, kemudian Provinsi Jawa Timur sebesar 31,74%, Propinsi Jawa Tengah sebesar 28,38% dan sisanya berasal dari Provinsi Banten, DI. Yogyakarta serta DKI Jakarta. Sedangkan untuk Pulau Sumatra bersumber dari Provinsi Sumatera Utara (24,27%), Sumatera Selatan (21,14%), Lampung (17,56%) dan Sumatera Barat (14,70%). Grafik32. Pola Luas Panen Padi
Grafik33. Produksi Padi Per Wilayah
(juta ha)
(juta ton) 40.0
3,000 2007
2008
2009
2010
2011
rata-rata
35.1
2006
35.0
2,500 2,000
2007
30.0
2008
25.0
2009
2010
20.0
1,500
14.8
15.0
1,000
10.0 500
6.9
4.7
5.0
3.2
0.0
Jan
Feb
Mar
Apr
May
Jun
Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Sumatera
Dec
Sumber: BPS (diolah)
Kalimantan
Jawa
Balinustra
Sulampua
Sumber: BPS (diolah)
Pola Harga Beras dan Peran Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Pembentukan harga beras, khususnya di Provinsi Jawa Barat secara umum terjadi dalam beberapa tahap, yaitu padi atau Gabah Kering Giling (GKG) ditingkat produsen (petani), kemudian ke pedagang penggilingan, selanjutnya beras dijual ke pedagang besar, terus ke pedagang pengecer dan terakhir beras dibeli oleh konsumen (Sudi Mardianto dkk, 2005). Selain rantai pemasaran, perkembangan harga beras di Indonesia juga dipengaruhi oleh campur tangan Pemerintah melalui penentuan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang dilaksanakan oleh Perum Bulog. Setiap musim panen pertama (Februari-April), harga GKG ditingkat petani cenderung mengalami penurunan yang signifikan pada bulan Maret-Mei, atau harga mulai menurun dengan lag 1 bulan setelah awal musim panen. Sementara itu, pada musim panen kedua (Juli-September) harga relatif stabil, mengingat jumlah produksi pada periode tersebut tidak setinggi musim panen pertama. Berdasarkan hasil pengujian dengan metode regression analysis, kenaikan HPP secara signifikan berpengaruh positif terhadap kenaikan harga harga GKG ditingkat petani (p = 0,00). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kenaikan HPP mampu menahan penurunan harga GKG yang lebih dalam ditingkat petani, terutama setiap musim panen pertama. Grafik34. Harga Gabah Tingkat Petani dan HPP (Rp/Kg)
Grafik35. Harga Produsen, Pedagang dan Konsumen (Indeks) 175
4500
Indeks Harga GKG - Produsen
Harga GKG di Petani - (Kadar air 14%-25%) 4000
Indeks Harga Beras -Pedagang (IHPB)
HPP GKG BULOG
150
3500
Indeks Harga Beras - Konsumen (IHK)
125
3000 2500
100 2000
75
1500 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 2008
2009
Sumber: BPS, BULOG (diolah)
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
2010
2011
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 2008
2009
2010
2011
Sumber: BPS (diolah)
14
Pembentukan harga beras setelah ditingkat produsen adalah ditingkat pedagang besar dan ditingkat konsumen yang dibeli melalui pedagang eceran. Berdasarkan data tiga tahun terakhir, setiap kenaikan harga padi pada tingkat produsen selalu diikuti oleh kenaikan harga beras baik ditingkat pedagang besar maupun konsumen, namun apabila terjadi penurunan harga padi pada tingkat produsen, maka pedagang besar cenderung untuk menahan laju penurunan harga beras lebih dalam . Sementara itu, mengingat pedagang eceran mendapat pasokan beras dari pedagang besar, maka pergerakan harga ditingkat pedagang eceran (harga konsumen) dengan memiliki pola yang hampir sama dengan harga ditingkat pedagang besar (r=0,99). Perkembangan harga beras di Indonesia memiliki kecenderungan konsisten meningkat, shock penurunan harga hanya terjadi akibat pengaruh musim panen pertama setiap tahunnya. Pergerakan harga beras di tingkat pedagang besar di Indonesia cenderung lebih stabil dibandingkan yang terjadi di Thailand, namun lebih fluktuatif dibandingkan India. Trend kenaikan harga beras di Indonesia tersebut, ditengarai akibat pengaruh Pemerintah baik melalui penetapan HPP, pembelian GKG dari petani maupun operasi pasar. Grafik36. Perbandingan Perkembangan Harga Beras 3 Negara Penghasil Beras (Level Pedagang Besar/Wholesales) (Indeks) 250 Thailand
India
Indonesia
200
150
100
50 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 2008
2009
2010
2011
Sumber: CEIC (diolah)
Seiring dengan pola musim panen padi dan jumlah produksinya, musim panen pertama (Ferbuari-April) rata-rata menyebabkan penurunan harga beras pada bulan Maret-April setiap tahunnya, sedangkan musim panen kedua (Juli-September) hanya mampu meredam kenaikan harga pada bulan September sd. November. Secara umum, tingginya produksi padi pada musim panen pertama berpengaruh terhadap terkendalinya harga beras pada bulan Mei sd. Agustus. Sementara itu, terbatasnya produksi padi hasil musim panen kedua menyebabkan lonjakan harga beras yang cukup signifikan pada bulan Desember sd. Februari. Kenaikan harga beras yang terjadi setiap bulan Desember sd. Februari cukup besar dalam memberikan kontribusi tingginya inflasi secara umum, sebaliknya setiap bulan Maret dan April penurunan harga beras juga berkontribusi menurunkan tingkat inflasi umum. Dengan asumsi terdapat lag 1 bulan dari luas panen terhadap inflasi beras (mtm), hasil regression analysis terhadap data bulan Januari 2001 sd. April 2011 menunjukan nilai konstanta sebesar 2,947 dan koefisien untuk luas panen sebesar -0,002. Hal tersebut berarti setiap penambahan 1 juta ha luas panen akan mengurangi inflasi beras (mtm) sebesar 0,002%, atau untuk menjaga agar inflasi beras sebesar 0% pada periode ke-t diperlukan luas panen sebanyak 1.474 juta ha pada satu bulan sebelumnya (t-1).
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
15
Grafik37. Siklus Perubahan Harga Beras di Tingkat Konsumen
Grafik38. Harga Produsen, Pedagang dan Konsumen (%)
(Inflasi mtm, %)
1.0
10 2007
2008
2009
2010
2011
Inf. IHK Umum (Rata-rata 2007-2011)* Sumb. Inf. Beras (Rata-rata 2007-2011)* Sumb. Inf. Bahan Makanan (Rata-rata 2007-2011)*
Rata-rata
8
0.8
6
* sd. Agustus 2011 0.6
4
0.4
2 0
0.2
-2
0.0
-4 Tinggi
Rendah
Tinggi
Relatif Stabil
-6
-0.2 Jan
Feb
Mar
Apr
May
Jun
Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
Jan
Feb
Mar
Apr
May
Jun
Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
Sumber: BPS (diolah)
Sebagai negara kepulauan, pergerakan harga diberbagai wilayah di Indonesia juga sangat beragam, terutama dipengaruhi jumlah produksi dan jarak dengan wilayah produsen beras. Berdasarkan cluster analysis, pergerakan harga beras pada wilayah Jawa dan Bali-Nustra memiliki pola yang hampir sama, yang berarti perkembangan harga beras di Bali-Nustra memiliki hubungan yang sangat erat dengan harga beras di Jawa. Sementara itu, perkembangan harga beras di wilayah Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera memiliki pola yang berbeda dengan wilayah Jawa.. Rata-rata kenaikan harga beras tertinggi selama bulan Januari 2007 sd. Agustus 2011 terjadi pada kota-kota di Kalimantan yang mencapai 0,83% (mtm), diikuti oleh kota-kota di Jawa (0,77%), Bali-Nustra (0,74%), Sumatera (0,72%) dan Sulampua (0,69%). Grafik 39. Pergerakan Harga Beras Berbagai Wilayah di Indonesia (Indeks Harga Beras, Rata-rata Per Wilayah) 160
Nasional Jawa Sumatera
140
Kalimantan Sulampua 120
Bali-Nustra
100
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 2007
2008
2009
2010
2011
Sumber: BPS
Berdasarkan siklus musim panen, jumlah produksi beras dan pola harga beras diatas, dapat disimpulkan bahwa setiap bulan Maret sd. April selalu terjadi surplus beras setiap tahunnya, sedangkan pada bulan Desember sd. Januari akan mengalami defisit. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk menjaga harga beras ditingkat petani pada bulan Maret sd. April dan meredam tekanan inflasi beras yang cukup tinggi pada bulan Desember sd. Januari, Pemerintah harus menyerap beras lebih maksimal dari hasil panen musim panen pertama untuk menambah pasokan beras pada bulan Desember sd. Januari. Meskipun demikian, hal tersebut akan berdampak pada meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan Pemerintah, dibandingkan alternatif impor beras. Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
16