INDIKATORAKTIVITAS EKONOMI TERPILIH& he ASESMEN SUBSEKTOR EKONOMI
Secara tahunan, seluruh indikator aktivitas meningkat, sementara mayoritas indikator menunjukkan penurunan.
Memasuki bulan pertama di triwulan IV-2011, sebagian besar aktivitas ekonomi meningkat dibandingkan bulan sebelumnya dengan peningkatan tertinggi berasal dari indikator ekspor makanan olahan.
Secara kumulatif s.d Oktober 2011, sebagian besar indikator aktivitas ekonomi tercatat mengalami perkembangan yang positif dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Sementara itu, asesmen sektor konstruksi menunjukkan peran sektor tersebut dalam perekonomian domestik dalam 10 tahun terakhir meski meningkat namun masih rendah. Rata-rata share terhadap PDB hanya mencapai 7,55% dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 6,97% per tahun dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0,41%.
Oktober 2011
ekonomi non migas migas dan ekspor
Pertumbuhan Beberapa Indikator Ekonomi: Tahunan Secara tahunan (yoy), seluruh indikator aktivitas ekonomi non migas meningkat, sementara mayoritas indikator migas dan ekspor utama menunjukkan penurunan. Seluruh indikator aktivitas ekonomi non migas yang dipantau mengalami pertumbuhan positif dengan peningkatan tertinggi terjadi pada penjualan kendaraan niaga (44,91%) diikuti oleh produksi kendaraan niaga (42,45%) dan penjualan kendaraan non niaga (17,14%). Sejalan dengan peningkatan penjualan dan produksi kendaraan, penjualan listrik ke industri juga tumbuh tinggi (25,64%). Disisi lain, indikator konstruksi yaitu konsumsi semen pada periode ini juga tercatat meningkat sebesar 21,81% (yoy). Sebaliknya indikator-indikator pada kelompok migas dan ekspor utama lebih banyak menurun. Penurunan terbesar untuk indikator migas berasal dari penjualan minyak diesel (-15,65%). Sementara itu, ekspor biji termbaga tercatat sebagai indikator ekspor dengan penuranan yang paling dalam yaitu 69,17%. Grafik 1. Pertumbuhan Tahunan Indikator Aktivitas Ekonomi Terpilih (%, yoy)
Migas
120
Non Migas
Ekspor Utama
80 40 0
Oktober 2011
Peralatan Listrik
Alat Angkutan dan Bagiannya
Besi & Baja
Karet Olahan
Bahan Kertas dan Kertas
Kayu Lapis
Kayu Gergajian
Minyak Nabati
Tekstil dan Produk Tekstil
Makanan Olahan
Barang dari Logam Tidak Mulia
Batubara
Biji Tembaga
Tingkat Hunian Hotel Berbintang di Bali
Kunjungan Wisman
Tingkat Hunian Hotel Berbintang di Jakarta
Penjualan Listrik Total
Penjualan Listrik ke Rumah Tangga
Penjualan Listrik ke Industri
Penjualan Listrik ke Bisnis/ Perdagangan
Produksi Sepeda Motor
Penjualan Sepeda Motor
Produksi Kendaraan Niaga
Penjualan Kendaraan Niaga
Penjualan Kendaraan Non Niaga
Konsumsi Semen
Penjualan Minyak Diesel
Produksi Kondensat
-80
Produksi Kendaraan Non Niaga
-40 Produksi Minyak Mentah
Oktober 2010 s.d Oktober 2011 (rata-rata)
Metodologi
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
1
Perkembangan Indikator Aktivitas Ekonomi Terpilih (IAE) merupakan laporan perkembangan beberapa indikator ekonomi serta analisis mengenai perkembangan subsektor ekonomi terpilih. Pada laporan ini fokus analisis mengenai subsektor konstruksi. Data dan informasi diperoleh dari sektor riil baik dari Bank Indonesia maupun pihak eksternal, diantaranya Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), Asosiasi Semen Indonesia (ASI), Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) serta instansi/Departemen terkait lainnya.
Secara rata-rata selama Oktober 2010 s.d Oktober 2011, sebagian besar indikator meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penjualan dan produksi kendaraan niaga tercatat tumbuh lebih tinggi dari indikator lainnya yaitu masing-masing 39,66% dan 38,33%. Sebaliknya, terdapat enam indikator yang turun secara rata-rata dalam kurun waktu tersebut dengan dua indikator yang turun paling dalam adalah ekspor biji tembaga (-22,84%) dan produksi kondensat (-7,54%). Dengan membandingkan pertumbuhan pada Oktober 2011 dengan rata-rata pertumbuhan selama Oktober 2010 s.d Oktober 2011, jumlah indikator yang memiliki kinerja positif dan berada diatas rata-ratanya hanya sebanyak sepuluh indikator (Grafik 1).
Bulanan Memasuki bulan pertama di triwulan IV-2011, sebagian besar aktivitas ekonomi meningkat dibandingkan periode sebelumnya. Pada Oktober 2011, sebanyak 76,7% indikator terpantau mengalami pertumbuhan positif secara bulanan (mtm) lebih banyak dari 56,7% indikator pada bulan sebelumnya. Peningkatan terbesar terutama terjadi pada ekspor makanan olahan (66,07%), diikuti oleh konsumsi semen (21,48%), ekspor kayu gergajian (19,62%), penjualan dan produksi kendaraan niaga masing-masing meningkat sebesar 19,30% dan 18,12%. Meskipun sebagian besar indikator meningkat, terdapat 23,3% indikator yang tumbuh negatif pada Oktober 2011 (mtm). Tiga diantaranya dengan pertumbuhan paling rendah adalah ekspor biji tembaga (-78,09%), ekspor besi & baja (-26,51%) dan ekspor bahan kertas & kertas (-12,62%). Selama periode Oktober 2010 s.d Oktober 2011, hampir seluruh indikator aktivitas ekonomi tumbuh positif. Rata-rata pertumbuhan tertinggi terjadi pada ekspor minyak nabati (14,18%), diikuti oleh ekspor makanan olahan (12,44%), produksi kendaraan niaga (7,52%) dan penjualan kendaraan niaga (7,06%). Sementara itu, hanya dua indikator yang tercatat turun dalam kurun waktu tersebut yaitu ekspor bahan kertas & kertas (-0,35%) dan produksi kondensat (-0,33%). Sebagian besar indikator aktivitas ekonomi pada bulan Oktober 2011 memiliki kinerja diatas rata-rata selama Oktober 2010 s.d Oktober 2011 terutama pada ekspor makanan olahan. Namun demikian sebagian indikator lainnya memiliki kinerja dibawah rata-ratanya bahkan untuk indikator ekspor biji tembaga berada jauh dibawah rata-ratanya (Grafik 2). Grafik 2. Pertumbuhan Bulanan Indikator Aktivitas Ekonomi Terpilih
Oktober 2011
Peralatan Listrik
Alat Angkutan dan Bagiannya
Besi & Baja
Karet Olahan
Kayu Gergajian
Bahan Kertas dan Kertas
Kayu Lapis
Minyak Nabati
Tekstil dan Produk Tekstil
Makanan Olahan
Barang dari Logam Tidak Mulia
Batubara
Biji Tembaga
Tingkat Hunian Hotel Berbintang di Bali
Kunjungan Wisman
Tingkat Hunian Hotel Berbintang di Jakarta
Penjualan Listrik Total
Penjualan Listrik ke Rumah Tangga
Penjualan Listrik ke Industri
Ekspor Utama
Penjualan Listrik ke Bisnis/ Perdagangan
Produksi Sepeda Motor
Penjualan Sepeda Motor
Produksi Kendaraan Niaga
Penjualan Kendaraan Niaga
Produksi Kendaraan Non Niaga
Penjualan Kendaraan Non Niaga
Konsumsi Semen
Non Migas
Penjualan Minyak Diesel
Migas
Produksi Minyak Mentah
80 60 40 20 0 -20 -40 -60 -80
Produksi Kondensat
(%, mtm)
Oktober 2010 s.d Oktober 2011 (rata-rata)
Kumulatif
Secara kumulatif s.d Oktober 2011, sebagian besar indikator aktivitas ekonomi terlihat mengalami perkembangan yang positif dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan paling tinggi berasal dari ekspor makanan olahan (36,64%) dan sebaliknya pertumbuhan terendah berasal dari indikator ekspor biji tembaga (-32,93%). Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
2
Tabel 1 Perkembangan Indikator Aktivitas Ekonomi Terpilih
Indikator
Satuan
2010 Des
2011 Mei
Jun
Jul
Pertumbuhan Agt*
Sep*
Okt*
September
yoy
mtm
ytd1)
Migas - Produksi Minyak Mentah
ribu barel
24.570
24.716
23.640
24.731
24.786
23.945
24.542
1,44
2,49
-4,17
- Produksi Kondensat
ribu barel
3.678
3.335
3.111
3.241
3.455
3.300
3.346
-7,21
1,41
-9,08
kiloliter
12.769
16.034
8.813
12.121
16.246
8.967
8.701
-15,65
-2,97
-2,88
- Penjualan Minyak Diesel
Non Migas - Konsumsi Semen
ribu ton
3.907
4.083
4.101
4.378
3.603
3.843
4.668
21,81
21,48
16,93
- Produksi Kendaraan Non Niaga
unit
45.391
34.984
44.236
55.651
47.967
54.628
54.676
15,11
0,09
17,01
- Penjualan Kendaraan Non Niaga
unit
49.647
39.783
48.103
59.637
50.795
56.032
58.104
17,14
3,70
14,43
- Produksi Kendaraan Niaga
unit
16.152
19.350
20.153
27.552
20.706
22.405
26.464
42,45
18,12
28,86
- Penjualan Kendaraan Niaga
unit
18.458
19.488
20.212
27.464
20.377
21.753
25.951
44,91
19,30
30,85
513
698
646
722
672
713
725
5,05
1,68
11,13 11,43
- Produksi Sepeda Motor
ribu unit
- Penjualan Sepeda Motor
ribu unit
517
709
661
740
681
724
718
2,75
-0,88
- Penjualan Listrik ke Industri
juta KWH
4.361
4.557
4.760
4.636
4.796
4.241
4.469
25,64
5,38
7,40
- Penjualan Listrik ke Bisnis/ Perdagangan
juta KWH
2.290
2.338
2.436
2.394
2.384
2.280
2.421
12,36
6,21
10,52
- Penjualan Listrik ke Rumah Tangga
juta KWH
5.188
5.320
5.444
5.506
5.443
5.495
5.952
14,51
8,31
8,55
- Penjualan Listrik Total
juta KWH
12.648
13.041
13.468
13.369
13.438
12.791
13.677
16,68
6,93
7,22
- Kunjungan Wisman
ribu orang
644
600
674
745
621
650
656
10,32
0,91
8,14
- Tingkat Hunian Hotel Berbintang di Jakarta
persen
56
57
58
60
51
55
59
0,20
7,21
3,84
- Tingkat Hunian Hotel Berbintang di Bali
persen
61
63
70
72
63
65
66
1,66
0,95
7,46
- Batubara
ribu ton
27.564
29.669
29.632
31.309
30.595
28.840
30.992
35,07
7,46
19,55
- Biji Tembaga
ribu ton
277
128
191
184
162
129
28
-69,17
-78,09
-32,93
- Barang dari Logam Tidak Mulia
ribu ton
256
224
290
246
204
214
203
-22,88
-5,02
-2,69
- Makanan Olahan
ribu ton
249
145
214
244
182
220
365
85,06
66,07
36,64
- Minyak Nabati
ribu ton
1.846
2.069
1.862
910
2.212
1.457
1.534
-25,18
5,28
-1,17
- Tekstil dan Produk Tekstil
ribu ton
176
159
164
174
172
161
153
-11,63
-5,05
-1,28
- Kayu Lapis
ribu ton
170
153
183
147
166
149
176
-0,44
17,66
-5,96
- Kayu Gergajian
ribu ton
43
36
36
40
39
32
38
-3,23
19,62
4,26
- Bahan Kertas dan Kertas
ribu ton
746
601
565
553
594
678
593
-12,33
-12,62
4,80
- Karet Olahan
ribu ton
243
278
261
282
267
246
278
6,45
13,13
9,36
- Besi dan Baja
ribu ton
145
127
195
116
98
124
91
-41,90
-26,51
7,10
- Alat Angkutan dan Bagiannya
ribu ton
54
43
63
66
75
46
53
4,96
15,74
-12,50
- Peralatan Listrik
ribu ton
67
64
62
65
67
71
72
-1,89
1,65
-1,95
Ekspor Non Migas Utama
Sumber data : Bank Indonesia, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), Asosiasi Semen Indonesia (ASI), Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI). Keterangan : Data penjualan kendaraan niaga, non niaga dan sepeda motor mulai ditambahkan ke dalam publikasi Indikator Aktivitas Ekonomi Terpilih (IAE) sejak edisi September 2010 dengan data series kebelakang. Data tingkat hunian Hotel Berbintang di wilayah Jakarta dan Bali mulai ditambahkan ke dalam publikasi Indikator Aktivitas Ekonomi Terpilih (IAE) sejak edisi Juli 2010 dengan data series kebelakang. *) Beberapa indikator aktivitas ekonomi masih bersifat sementara yang akan mengalami perubahan pada periode berikutnya. 1) Pertumbuhan kumulatif (ytd) dihitung dengan cara membandingkan data kumulatif dari bulan Januari hingga periode laporan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Perhitungan pertumbuhan kumulatif mulai dilakukan pada periode Laporan IAE September 2008. Khusus untuk indikator Tingkat Hunian Hotel, pertumbuhan dihitung dengan cara membandingkan rata-rata data dari bulan Januari sampai dengan periode laporan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. n/a Data sampai dengan laporan disusun belum tersedia.
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
3
GRAFIK PERTUMBUHAN INDIKATOR TERPILIH Grafik 3. Produksi Minyak Mentah
Grafik 4. Produksi Kondensat
(% yoy)
(% mtm)
8,0
15,0
6,0
10,0
(% yoy)
(% mtm)
20,0
15,0
15,0
10,0
10,0
4,0 2,0 0,0
5,0
5,0
0,0
0,0
5,0 0,0
-5,0
-2,0
-5,0
-5,0 -10,0
-4,0 -10,0
-6,0 -8,0
-15,0
-20,0
2010
2009
2011
yoy
-15,0 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2009
-10,0
-15,0
2010
2011
yoy
mtm
Grafik 5. Penjualan Minyak Diesel
mtm
Grafik 6. Konsumsi Semen
(% yoy)
(% mtm)
120,0
60,0
100,0
50,0 40,0
80,0
30,0
60,0
20,0
40,0
10,0
20,0
0,0
(% yoy)
(% mtm)
60,0
60,0 50,0
50,0
40,0 40,0
30,0 20,0
30,0
10,0 20,0
0,0
-10,0
0,0
-20,0
-20,0
-30,0
-40,0
-10,0
10,0
-20,0 0,0
-30,0
-40,0
-60,0
-50,0
-10,0
2009
2010
2011
yoy
-40,0 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2009
2010
2011 yoy
mtm
Grafik 7. Produksi Kendaraan Non Niaga
mtm
Grafik 8. Penjualan Kendaraan Non Niaga
(% yoy)
(% mtm)
(% yoy)
(% mtm)
80,0
80,0
100,0
100,0
60,0
60,0
80,0
80,0
40,0
40,0
60,0
20,0
20,0
40,0
0,0
0,0
20,0
60,0 40,0 20,0
-20,0 -40,0 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2009
2010
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
-40,0
-20,0
0,0 -20,0 -40,0 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2009
2011 yoy
-20,0
0,0
mtm
2010
2011 yoy
mtm
4
Grafik 9. Produksi Kendaraan Niaga
Grafik 10. Penjualan Kendaraan Niaga
(% yoy)
(% mtm)
(% yoy)
(% mtm)
120,0
75,0
140,0
70,0
120,0
100,0 50,0
80,0
50,0 100,0 80,0
60,0 25,0
40,0
30,0
60,0 10,0 40,0
20,0
0,0
0,0
20,0
-10,0
0,0
-20,0
-25,0
-40,0
-30,0 -20,0 -40,0
-60,0
-50,0
-50,0
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2009
2009
2010
2010
2011 yoy
2011 yoy
mtm
mtm
Grafik 11. Produksi Sepeda Motor
Grafik12. Penjualan Sepeda Motor
(% yoy)
(% mtm)
(% yoy)
(% mtm)
80,0
80,0
80,0
80,0
70,0
70,0 60,0
60,0 50,0
40,0
40,0 30,0
20,0
60,0
60,0 50,0
40,0
40,0 30,0
20,0
20,0
20,0 0,0
10,0
0,0
10,0 0,0
0,0
-20,0
-10,0 -20,0
-40,0
-20,0
2010
2009
2011
yoy
-40,0 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2009
-20,0
-10,0
2010
2011
yoy
mtm
Grafik 13. Penjualan Listrik ke Sektor Industri
mtm
Grafik 14. Penjualan Listrik ke Bisnis/Perdagangan
(% yoy)
(% mtm)
30,0
60,0
25,0
50,0
20,0
40,0
15,0
30,0
10,0 5,0 0,0
0,0
-5,0
(% yoy)
(% mtm)
25,0
30,0
20,0
24,0
15,0
18,0
20,0
10,0
12,0
10,0
5,0
6,0
0,0
0,0
-10,0
-10,0
-20,0 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2009
2010
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
-6,0 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2009
2011 yoy
-5,0
mtm
2010
2011 yoy
mtm
5
Grafik 15. Penjualan Listrik ke Rumah Tangga
Grafik 16. Penjualan Listrik Total (% mtm)
(% yoy)
(% mtm)
20,0
40,0
20,0
20,0
15,0
30,0
15,0
15,0
10,0
10,0
10,0
20,0 5,0
5,0
0,0
0,0
-5,0
-5,0
(% yoy)
5,0
10,0
0,0
0,0
-5,0
-10,0
-10,0
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2009
2010
2009
2011 yoy
-10,0 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2010
2011 yoy
mtm
Grafik 17. Kunjungan Wisman
mtm
Grafik 18. Tingkat Hunian Hotel - Jakarta (% yoy)
(% mtm)
(% yoy)
(% mtm)
30,0
40,0
64,0
64,0
25,0
48,0
48,0
30,0 20,0 15,0
20,0
10,0
32,0
10,0
32,0 5,0
16,0
16,0
0,0
0,0
-5,0 -10,0
0,0
0,0
-10,0 -15,0
-16,0
-16,0 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2009
2010
2009
2011 yoy
Grafik 19. Tingkat Hunian Hotel
-20,0 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2010
2011 yoy
mtm
mtm
Bali
(% yoy)
(% mtm)
25,0
25,0
20,0
20,0
15,0
15,0
10,0
10,0
5,0
5,0
0,0
0,0
-5,0
-5,0
-10,0
-10,0
-15,0
-15,0 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2009
2010
2011 yoy
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
mtm
6
ASSESMEN SUBSEKTOR EKONOMI (SEKTOR KONSTRUKSI) Peran sektor konstruksi dalam perekonomian selama 10 tahun terakhir meski meningkat namun masih relatif rendah. Rata-rata share terhadap PDB hanya mencapai 7,55%, rata-rata pertumbuhan sektor konstruksi sebesar 6,97% per tahun dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0,41%. Dari hasil analisis keterkaitan (sectoral linkages) dengan menggunakan data Tabel IO Updating 2008 menunjukkan bahwa sektor konstruksi memiliki forward linkage dan backward linkages yang tinggi masing-masing sebesar 1,20 dan 1,22. Sementara itu, peran perbankan terhadap sektor konstruksi masih rendah yang tercermin dari masih relatif rendahnya pangsa kredit perbankan untuk pembiayaan sektor konstruksi (2,63%). Peranan sektor konstruksi tersebut sangat rendah dibandingkan di beberapa negara seperti Australia, Malaysia, Thailand dan Phillipina.
A. Peranan Sektor Konstruksi Struktur sektor konstruksi terhadap PDB semakin meningkat. Dilihat dari distribusi/share terhadap PDB harga berlaku pada sektor konstruksi menunjukkan tren peningkatan. Distribusi/share terhadap PDB harga berlaku pada sektor konstruksi pada tahun 2001 sebesar 5,70% dan hingga tahun 2010 mencapai 10,29%. Rata-rata distribusi/share terhadap PDB harga berlaku pada sektor konstruksi dari tahun 2001 s.d. 2010 sebesar 7,55%. Peningkatan struktur sektor konstruksi terhadap PDB lebih disebabkan kenaikan harga dari sektor konstruksi tersebut. Hal tersebut terlihat dari PDB deflator sektor konstruksi yang mengalami kenaikan cukup tinggi yaitu rata-rata selama 10 tahun terakhir sebesar 16,14% per tahun. Kenaikan PDB deflator sektor konstruksi tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 27,95% dan terendah tahun 2003 sebesar 6,88%. Pertumbuhan sektor konstruksi semakin melambat. Sektor konstruksi mencakup kegiatan ekonomi/lapangan usaha di bidang konstruksi yaitu kegiatan konstruksi umum dan konstruksi khusus pekerjaan bangunan gedung dan bangunan sipil. Kegiatan konstruksi mencakup pekerjaan baru, perbaikan, penambahan dan perubahan, pendirian prafabrikasi bangunan atau struktur di lokasi proyek dan juga konstruksi yang bersifat sementara. Dalam kurun waktu 10 tahun (dari tahun 2001 s.d. 2010) sektor konstruksi mengalami pertumbuhan rata-rata 6,97% per tahun. Sektor konstruksi mengalami pertumbuhan tertinggi pada tahun 2007 (8,53%). Namun pada tahun 2010, pertumbuhan subektor ini melambat dan hanya tumbuh 6,98% dan sampai dengan triwulan III-2011 hanya tumbuh 6,44% (ctc). Kontribusi sektor konstruksi terhadap pertumbuhan ekonomi juga semakin melambat. Rata-rata kontribusi sektor konstruksi terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0,41%. Seiring dengan perlambatan pertumbuhan tersebut, kontribusi sektor konstruksi pada tahun 2010 hanya sebesar 0,45% (yoy) terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan sampai dengan triwulan III-2011 hanya menyumbang 0,41% (ctc).
Grafik 20. Pertumbuhan Tahunan Sektor Konstruksi
Grafik 21. Kontribusi Sektor Konstruksi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
(yoy, %)
(%) 0,6
9 8
0,5
7 0,4
6 5
0,3
4 0,2
3 2
0,1
1
0,0
0
Q1
Q1
Q2
2001
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Sumber: BPS, diolah
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
2008
2009
2010
Q2
Q3 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2011
Sumber: BPS, diolah
7
Q3
Tabel 2. Distribusi/Share terhadap PDB, Pertumbuhan Tahunan, Kontribusi terhadap Pertumbuhan PDB dan Deflator Sektor Konstruksi (%) KETERANGAN
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009*
2010**
Rata-rata 2001-2010
2011*** Tw I
Tw II
Tw III
A. Distribusi/Share Terhadap PDB (%)
- Sektor Konstruksi
5.70
6.07
6.22
6.59
7.03
7.52
7.72
8.48
9.91
10.29
7.55
9.98
10.12
10.13
4.58
5.48
6.10
7.49
7.54
8.34
8.53
7.55
7.07
6.98
6.97
5.31
7.64
6.36
0.25
0.30
0.34
0.43
0.44
0.49
0.52
0.47
0.44
0.45
0.41
0.34
0.49
0.41
17.12
11.72
6.88
12.26
19.96
18.81
11.90
27.95
23.55
11.28
16.14
9.68
6.33
6.21
B. Pertumbuhan (% yoy)
- Sektor Konstruksi C. Kontribusi Terhadap Pertumbuhan PDB (% yoy)
- Sektor Konstruksi D. PDB Deflator (% yoy)
- Sektor Konstruksi
Sumber: BPS, diolah
B. Nilai Sektor Konstruksi yang Terselesaikan Rata-rata pertumbuhan nilai konstruksi yang terselesaikan menurut jenis pekerjaan dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 sebesar 14,83% per tahun. Nilai konstruksi bangunan sipil merupakan salah satu jenis konstruksi yang mendominasi nilai sektor konstruksi yang terselesaikan, disamping konstruksi bangunan gedung. Kegiatan konstruksi bangunan sipil mencakup kegiatan konstruksi umum bangunan sipil baik bangunan baru, perbaikan bangunan, penambahan bangunan dan perubahan bangunan, serta pendirian bangunan/struktur prafabrikasi pada lokasi prooyek dan konstruksi yang bersifat sementara. Kegiatan ini juga mencakup kegiatan konstruksi berat seperti fasilitas industri, proyek infrastruktur dan sarana umum, sistem pembuangan dan irigasi, saluran pipa dan jaringan listrik, fasilitas olahraga di tempat terbuka dan lain-lain. Share/porsi bangunan sipil pada tahun 2008 mencapai 45,33% dari total konstruksi yang terselesaikan dengan rata-rata tingkat pertumbuhan sebesar 18,49%. Pertumbuhan nilai konstruksi tertinggi terjadi pada tahun 2008 dan kemudian mengalami perlambatan pertumbuhan dengan pertumbuhan terendah mencapai 6,87% pada tahun 2006. Rata-rata Indeks Nilai Pekerjaan Sektor Konstruksi dalam dua tahun terakhir tumbuh negatif. Pada tahun 2009 dan 2010, rata-rata indeks nilai pekerjaan konstruksi mengalami kontraksi masingmasing -1,14% dan -1,48%. Hal tersebut seiring dengan pertumbuhan indeks pekerja harian dan upah/gaji yang secara umum mengalami penurunan pada tahun 2009 dan 2010. Tabel 3. Nilai Konstruksi yang diselesaikan Menurut Jenis Pekerjaan, 2004 - 2009 (dlm Juta Rupiah) Nilai Konstruksi yang Diselesaikan (Juta Rp) Tahun
Konstruksi Bangunan Gedung
Konstruksi Bangunan Sipil
Konstruksi Khusus
Pertumbuhan Tahunan (%)
Total
Konstruksi Bangunan Gedung
Konstruksi Bangunan Sipil
Konstruksi Khusus
Total
2004
23,377,654
21,499,912
11,126,972
56,004,538
-
-
-
-
2005
28,197,067
24,378,724
14,742,128
67,317,919
20.62
13.39
32.49
20.20
2006
31,374,730
26,049,107
14,519,472
71,943,309
11.27
6.85
-1.51
6.87
2007
34,612,257
28,615,500
18,447,216
81,674,973
10.32
9.85
27.05
13.53
2008
33,078,407
46,241,921
22,695,272
102,015,600
-4.43
61.60
23.03
24.90
2009*
40,050,649
46,596,400
24,184,988
110,832,037
21.08
0.77
6.56
8.64
Sumber: BPS (diolah)
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
8
Tabel 4. Perkembangan Rata-rata Indeks Karyawan Tetap, Pekerja Harian, Upah/Gaji dan Nilai Pekerjaan beserta Perubahan tahunan Rata-rata Indeks Tahun
Karyawan Tetap
Pekerja harian
99.39 100.50 97.10 98.42 104.53 104.44 101.79 101.18 101.13 101.76
2001
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
106.61 100.04 96.52 99.65 109.03 107.26 103.64 107.93 106.38 105.91
Upah/Gaji
100.70 95.63 99.11 99.45 110.01 110.36 104.80 108.61 106.87 105.74
Perubahan Tahunan (%) Nilai Pekerjaan
Karyawan Tetap
100.23 96.50 98.37 98.29 112.84 109.93 105.71 108.15 106.91 105.32
Pekerja harian
1.12 -3.39 1.36 6.20 -0.09 -2.54 -0.60 -0.04 0.63
Nilai Pekerjaan
Upah/Gaji
-6.16 -3.52 3.24 9.41 -1.62 -3.38 4.14 -1.44 -0.43
-5.04 3.63 0.35 10.62 0.31 -5.04 3.64 -1.60 -1.06
-3.72 1.93 -0.08 14.81 -2.58 -3.84 2.31 -1.14 -1.48
Sumber: BPS (diolah)
C. Pembiayaan Kredit Perbankan kepada Sektor Konstruksi
Pangsa kredit kepada sektor konstruksi terhadap total kredit sangat rendah. Rata-rata kredit yang disalurkan kepada sektor konstruksi dari tahun 2001 s.d. 2010 sangat rendah hanya sebesar 2,63% dari total kredit yang disalurkan. Pangsa kredit kepada sektor konstruksi terhadap total kredit tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 4,43% dan terendah terjadi pada tahun 2005 sebesar 1,14%. Sementara itu, pangsa kredit kepada sektor konstruksi terhadap total kredit sampai dengan bulan Oktober 2011 sebesar 3,59%. Pertumbuhan kredit kepada sektor konstruksi sangat berfluktuasi. Rata-rata pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan kepada sektor konstruksi dari tahun 2002 s.d. 2010 sebesar 39,22% per tahun lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan total kredit sebesar 21,71%. Pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan kepada sektor konstruksi tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebesar 214,98% dan terendah terjadi pada tahun 2002 sebesar -18,08%. Sampai dengan bulan Oktober 2011, kredit yang disalurkan kepada sektor konstruksi tumbuh sebesar 20,34% (yoy) menjadi Rp 76.325 miliar.
Grafik 22. Pangsa Kredit Tahun 2010-2011 (sd. bulan Oktober) Pertanian 11,5%
7,2%
Pertambangan
5,2%
7,5% 12,2% 4,9% 11,1%
6,1% 5,2%
6,1% 5,1% 2,7%
(Miliar Rp)
Perdagangan
22,3%
22,5%
2010
2011
28,1%
Pertumbuhan Kredit - Total
(YOY, %)
Pertumbuhan Kredit - Konstruksi
210
* sd. bulan Oktober 2011 190 170
70.000
150
60.000
130
Listrik Gas Air
50.000
110 40.000
90
30.000
70
Konstruksi Peng. & Kom.
3,8%
Konstruksi
Total dan
90.000 80.000
Ind. Pengolahan 11,9%
Grafik 23. Pembiayaan Kredit Sektor Konstruksi
50
20.000 30
26,6%
Keuangan Jasa-jasa
Sumber: LBU, Bank Indonesia
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
10.000
6.095
5.061
2002
2003
7.730
7.873
2004
2005
10
-
-10 2006
2007
2008
2009
2010
2011*
Sumber: LBU, Bank Indonesia
9
Mayoritas kredit yang disalurkan oleh perbankan kepada sektor konstruksi dalam bentuk kredit modal kerja. Rata-rata kredit konstruksi dalam bentuk modal kerja dari tahun 2010 s.d Oktober 2011 sebesar 74,58% dari total kredit konstruksi yang disalurkan. Sementara itu, rata-rata kredit konstruksi dalam bentuk kredit investasi dari tahun 2010 s.d Oktober 2011 sebesar 25,42%. Grafik 24. Pangsa Kredit Kontruksi Berdasarkan Jenis Penyaluran
23,33% 27,50%
2010
2011
72,50% 76,67% KMK
KI
Sumber: LBU, Bank Indonesia
D. Investasi PMA dan PMDN
Realisasi investasi PMA pada sektor konstruksi lebih besar dari pada realisasi investasi PMDN. Berdasarkan data Laporan Kegiatan Penanaman Modal dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) sektor konstruksi pada tahun 2010 tercatat sebanyak 70 proyek dengan nilai USD 619,9 juta dan hingga triwulan III-2011 tercatat sebanyak 59 proyek dengan nilai USD 102,1 juta. Sementara itu, realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sektor konstruksi pada tahun 2010 tercatat sebanyak 7 proyek dengan nilai Rp 67,6 miliar dan hingga triwulan III-2011 tercatat sebanyak 5 proyek dengan nilai Rp 36.3 miliar. Tabel 5. Perkembangan Realisasi Investasi PMA dan PMDN berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal Menurut Sektor pada Tahun 2010 dan 2011 (s.d. Triwulan III) PMDN
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Sektor Tanaman pangan & perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Pertambangan Industri Makanan Industri Tekstil Industri Barang Dari Kulit & Alas Kaki Industri Kayu Industri Kertas & Percetakan Industri Kimia & Farmasi Industri Karet & Plastik Industri Mineral Non Logam Industri Logam, Mesin & Elektronik Industri Instrumen Kedokteran, Presisi & Optik jam Industri Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Industri Lainnya Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdagangan & Reparasi Hotel & Restoran Transportasi, Gudang & Komunikasi Perumahan, Kawasan Industri & Perkantoran Jasa Lainnya
Jumlah
2010
PMA Tw I s.d. Tw III-2011
2010
Tw I s.d. Tw III-2011
Proyek
Investasi
Proyek
Investasi
Proyek
Investasi
Proyek
Investasi
(Jumlah)
(Miliar Rp)
(Jumlah)
(Miliar Rp)
(Jumlah)
(Juta USD)
(Jumlah)
(Juta USD)
166 59 8 2 18 166 26 4 6 25 64 48 13 50 15 2 31 7 32 27 34 3 69
8,727.3 156.5 171.6 1.0 3,075.0 16,405.4 431.7 12.5 451.3 1,102.8 3,266.0 522.8 2,264.6 789.6 362.2 3.7 4,929.8 67.6 116.4 390.3 13,787.7 261.7 3,328.8
250 24 6 4 36 212 39 1 12 45 81 61 32 64 1 13 6 43 5 25 20 28 6 65
8,130.3 101.0 12.5 2,770.5 6,209.6 700.4 13.2 561.2 5,292.4 2,138.2 1,928.6 5,604.2 4,247.2 483.8 4.8 5,420.7 36.3 301.9 385.6 5,393.5 728.6 1,513.8
158 8 12 19 223 194 112 31 31 33 159 97 8 274 3 98 56 42 70 772 144 123 67 347
750.9 4.7 39.4 18.0 2,229.3 1,025.9 154.8 144.1 43.1 46.4 798.4 105.0 28.4 589.6 1.4 393.8 26.2 1,428.4 619.9 784.7 312.1 5,046.2 1,050.2 573.8
243 3 14 22 361 223 143 46 24 41 197 124 38 318 7 115 66 56 59 713 177 105 95 404
1,031 0.9 11.5 8.3 3,400.7 783.0 373.3 175.9 44.5 199.2 1,243.7 350.9 62.0 1,427.2 0.9 467.5 53.8 1,161.6 102.1 654.5 136.6 2,150.4 219.3 285.9
875
60,626.3
1,079
51,978.3
3,081
16,214.7
3,594
14,344.6
Sumber : BKPM
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
10
E. Keterkaitan dengan Sektor Lain Sektor konstruksi memiliki forward linkage dan backward linkages yang tinggi terhadap sektor ekonomi lainnya. Berdasarkan pendekatan linkages dalam tabel Input Output Indonesia Updating 2008, sektor konstruksi memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkages) yang cukup erat dengan sektor
ekonomi lainnya. Eratnya keterkaitan ke belakang tercermin dari nilai derajat kepekaan sebesar 1,22. Tingginya nilai derajat kepekaan mengindikasikan bahwa ketergantungan sektor konstruksi cukup kuat dengan sektor ekonomi lainnya. Disisi lain, indeks daya penyebaran (forward linkage) sektor konstruksi relatif cukup tinggi sebesar 1,20. Sebagian besar output sektor konstruksi dialokasikan untuk memenuhi permintaan antara sektorsektor lainnya di dalam negeri, khususnya sektor perdagangan, sektor pemerintahan umum & pertahanan dan sektor real estate & jasa perusahaan. Terlihat bahwa sebagian besar pasokan input sektor konstruksi berasal dari dalam negeri. Sementara dari sisi alokasi produk, orientasi produk sektor konstruksi secara umum dialokasikan untuk memenuhi permintaan antara sektor-sektor lain di dalam negeri. Tabel 6. Input Utama dan Alokasi Output Sektor Konstruksi Input Utama
%
Komoditas/Sektor
Industri barang dari logam Perdagangan Pengilangan minyak bumi Penambangan dan penggalian lainnya Industri dasar besi dan baja
20,18 11,01 9,77 9,66 8,23
Industri bambu, kayu dan rotan Industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik Industri barang-barang dari mineral bukan logam Real estat dan jasa perusahaan Industri semen Kayu Industri barang karet dan plastik Lainnya
7,27 5,12 4,70 4,54 4,44 2,54 2,31 10,23
Konstruksi
Alokasi Output
%
Perdagangan Pemerintahan umum dan pertahanan Real estat dan jasa perusahaan Jasa penunjang angkutan Penambangan dan penggalian lainnya
28,25 17,16 15,71 4,94 4,19
Penambangan batubara dan bijih logam Komunikasi Jasa sosial kemasyarakatan Kelapa sawit Lembaga keuangan Bangunan Listrik, gas dan air bersih Lainnya
3,66 3,65 3,52 3,17 1,64 1,20 1,01 11,90
Sumber: Tabel I-O Updating 2008 BPS, diolah
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
11
BOKS : Gambaran Perkembangan Properti di Indonesia
Tabel 7. Penyediaan dan Kebutuhan Rumah Tinggal Keterangan
2010
Rumah di bangun (Supply) Kebutuhan (Demand)
Penambahan
Stok
205 rb 1) 800 rb 2)
6.5 juta 3) 13.6 juta 4)
595 rb
7.1 juta
Kekurangan rumah/backlog Sumber : 1. REI 2. Kemenpera
3. Ir. Matius Yusuf (praktisi properti) 4. BPS, Sensus Penduduk 2010
Grafik 25. Pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (%yoy) (%, yoy) 9,00
8,00 7,00
TOTAL
KECIL
MENENGAH
BESAR
6,00 5,00
4,00 3,00 2,00
1,00 0,00 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Sumber: Bank Indonesia (SHPR Tw III-2011)
1
2010
Industri properti Indonesia tahun 2011 terus menunjukkan tren positif. Fundamental ekonomi domestik yang membaik, permintaan (kebutuhan hunian) yang terus meningkat, di dukung oleh sumber pembiayaan yang semakin berkembang serta kebijakan pemerintah yang kondusif diperkirakan mampu mendorong perkembangan industri properti Indonesia dalam 3 tahun ke depan. Pengamat dan praktisi properti menilai bahwa properti di Indonesia sudah melewati masa siklus resesi dan beranjak pada siklus booming property mulai dari tahun 2010 hingga mencapai puncaknya tahun 20141.2) Penyediaan dan kebutuhan rumah tinggal. Secara alamiah kebutuhan terhadap tempat tinggal akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Namun masih terdapat kesenjangan (backlog) antara kebutuhan akan rumah tinggal dengan ketersediaanya. Berdasarkan data dari beberapa instansi/lembaga terkait diketahui bahwa Indonesia masih defisit Properti Residensial. Menurut REI, pada tahun 2010 terdapat penambahan 205 ribu rumah baru yang terdiri atas 85 ribu hunian menengah keatas dan 120 ribu hunian menengah kebawah. Diperkirakan, angka tersebut akan meningkat 15% pada tahun 2011. Menurut Kemenpera, supply tersebut masih jauh dibawah angka kebutuhan yang mencapai 800 ribu unit pertahun. Secara kumulatif ketersediaan stok rumah s.d. 2010 sekitar 6,5 juta unit. Sementara itu, sesuai hasil Sensus Penduduk 2010 kebutuhan rumah saat ini adalah 13,6 juta unit. Dengan demikian masih terdapat backlog paling tidak sebesar 7,1 juta unit rumah baru.
2011
Survei Harga Properti Residensial (SHPR) BI Triwulan III 2011. Indeks Harga Properti Residensial mengindikasikan harga properti residensial pada triwulan III-2011 meningkat 0,48%(qtq) atau 4,54% (yoy). Tekanan kenaikan harga properti residensial diperkirakan masih akan berlanjut pada triwulan IV-2011 dengan tingkat yang melambat. Sebagian besar responden (39,25%) mengungkapkan penyebab utama kenaikan harga properti residensial terutama didorong oleh kenaikan harga bahan bangunan. Berdasarkan tipe rumah, kenaikan harga paling tinggi terjadi pada rumah tipe besar (0,54%,qtq), sedangkan rumah tipe menengah dan kecil masing-masing mengalami kenaikan sebesar 0,50% (qtq) dan 0,41% (qtq).
Sumber: Colliers International Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
12
Grafik 26. Perkembangan Tarif Sewa Properti Komersial
Dana internal perusahaan masih menjadi sumber utama pembiayaan pembangunan properti residensial, khususnya yang berasal dari modal disetor (40,92%). Sementara dari sisi konsumen, sebagian besar konsumen (74,56%) menggunakan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan tingkat suku bunga ratarata antara 9% s.d. 12% dalam melakukan transaksi pembelian properti residensial.
1.000.000,00 900.000,00
800.000,00 700.000,00 600.000,00
Perkantoran
Ritel
Apartemen
Hotel
Lahan Industri
500.000,00 400.000,00 300.000,00 200.000,00 100.000,00 I
II
III IV
2006
I
II
III IV
I
2007
II
III IV
I
2008
II
III IV
I
2009
II
III IV
2010
I
Grafik 27. Sumber Pembiayaan Properti Residensial (Dari Sisi Pengembang)
Paid-In-Capital 19,08%
Banking Loan 32,53% Internal Funds 46,63%
Consumers Advance Payment Others 15,00% 3,92%
Retained Earning 18,27%
Others 2,00%
Joint Venture/ Konsorsium 7,28%
Non Banking Institution Loans 1,92%
Grafik 28. Sumber Pembiayaan Properti Resdidensial (Dari Sisi Konsumen)
Tunai 9,27%
Tunai bertahap 16,17%
KPR 74,56%
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
II
2011
Perkembangan Properti Komersial di Jabodebek Triwulan 2011. Secara umum, jumlah pasokan properti komersial relatif tetap, kecuali pasokan perkantoran sewa di Jakarta yang mengalami peningkatan. Terbatasnya pasokan telah mendorong kenaikan tingkat hunian dan penjualan, dan diikuti dengan kenaikan tarif sewa dan harga jual. Mayoritas tingkat hunian properti komersial mengalami kenaikan yang lebih tinggi, kecuali apartemen sewa dan hotel yang mengalami perlambatan. Kenaikan tersebut diikuti dengan peningkatan tarif, kecuali apartemen sewa yang menunjukkan penurunan. Sejalan dengan kenaikan tingkat hunian, jumlah penjualan properti komersial pun mengalami peningkatan yang diikuti dengan membaiknya harga jual. Kredit perbankan untuk sektor properti. Sumber pembiayaan untuk sektor properti yang berasal dari perbankan mencakup kredit untuk modal kerja (konstruksi dan real estate) dan kredit untuk konsumsi (KPR & KPA). Pertumbuhan kredit properti berfluktuasi dari waktu ke waktu, dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain tingkat suku bunga, tingkat kemudahan persyaratan kredit. Pada bulan Oktober 2011, total KPR tercatat mencapai Rp.175,2 triliun atau tumbuh sebesar 13,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan total kredit perbankan sebesar 25,7% (yoy). Berdasarkan lokasi proyek, penyaluran KPR terbesar terutama pada wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, Banten, dan Jawa Tengah masing-masing sebesar Rp37,5 triliun, Rp33,2 triliun, Rp17,3 triliun, Rp16,4 triliun dan Rp10,3 triliun. Porsi kredit properti terhadap total kredit perbankan yang disalurkan saat ini belum sebesar rasio yang terjadi pada 1997, namun sudah mulai menunjukkan tren yang meningkat. Pemberian kredit properti oleh perbankan pada bulan Oktober 2011 sebesar 13,8% dari total kredit perbankan. Kondisi ini berbeda dengan sebelum krisis ekonomi 1997/1998 yang porsi kredit propertinya mencapai 20%. Saat ini perbankan cukup selektif dalam memberikan kredit properti belajar dari pengalaman yang terjadi pada 1997/1998 dan 2008.
13
Tabel 8. KPR Menurut Lokasi Proyek (Miliar Rp) LOKASI PROYEK Okt-11 PROVINSI JAWA BARAT 37.542 PROVINSI DKI JAKARTA 33.167 PROVINSI JAWA TIMUR 17.276 PROVINSI BANTEN 16.406 PROVINSI JAWA TENGAH 10.302 Sumber: LBU Okt-2011
Grafik 29. Pertumbuhan Kredit Perbankan Sektor Properti (%yoy) (%, yoy) 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
Properti
Real Estate
KPR/KPA
-10,00
1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Sumber: SEKI
Grafik 30. Rasio NPL Kredit Properti 3,00%
Rasio NPL Kredit Properti terhadap Kredit Properti Rasio NPL Kredit terhadap Total Kredit
2,50% 2,00% 1,50% 1,00%
0,50% 0,00% 2010
2011
Sumber: LBU Diolah
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
2010
2011
Sejalan dengan pertumbuhan kredit, rasio Non Performing Loan (NPL) kredit properti juga menunjukkan peningkatan dari 1,68% pada tahun 2010 menjadi 2,34%, pada tahun 2011 (data s.d. Okt 2011). Kontribusi sektor properti terhadap perekonomian masih relatif kecil. Jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia dan Eropa, rasio kredit properti terhadap PDB Indonesia (atas dasar Harga berlaku) masih paling rendah atau hanya sekitar 4,56% pada 2011 dibandingkan dengan beberapa negara di kawasan Asia Pasifik seperti Australia, Malaysia, Thailand, dan Filipina yang masing-masing mencapai 82,13%; 31,61%; 18,06%; dan 4,97%. Subsidi pembiayaan perumahan. Pemerintah melalui Kemenpera sejak bulan Oktober tahun 2010 telah meluncurkan program Fasilitas Likuiditas Pembangunan Perumahan (FLPP) yang memungkinkan tersedianya dana murah jangka panjang bagi KPR dan kredit investasi pembangunan perumahan. Program FLPP ini menggantikan skema subsidi uang muka dan subisidi selisih bunga. FLPP bersifat pembiayaan sekaligus juga membantu menghemat dana pemerintah, karena sifatnya yang tidak habis terpakai (dana bergulir). Kebijakan FLPP menciptakan dana murah jangka panjang untuk mendukung penerbitan kredit/pembiayaan pemilikan rumah sejahtera. KPR FLPP menerapkan suku bunga tetap untuk jangka waktu hingga 15 tahun. Melalui mekanisme joint-financing antara dana Pemerintah (FLPP) dengan Bank Pelaksana (a.l. BTN, Bukopin dan 6 BPD) memberikan kredit/pembiayaan rumah sejahtera untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Pada tahun 2010, penyaluran dana FLPP mencapai Rp500 miliar untuk transaksi pembelian rumah sederhana sebanyak 20.684 unit. Sampai dengan 3 Oktober 2011, penyaluran KPR FLPP sudah sekitar Rp 2,3 triliun untuk membiayai transaksi sebanyak 70.596 unit rumah. Pembiayaan sekunder perumahan. Salah satu sumber pembiayaan sektor properti lainnya yang masih kecil peranannya namun terus didorong perkembangannya adalah pembiayaan sekunder perumahan (secondary mortgage finance). Pembiayaan sekunder perumahan melalui mekanisme sekuritisasi dapat menjembatani permasalahan maturity mismatch (kesenjangan jangka waktu). Lembaga yang ditugaskan untuk mengembangkan Pasar Pembiayaan Sekunder Perumahan di Indonesia adalah PT. Sarana Multigriya Finansial (Persero). Memasuki usia yang ke-6 PT. SMF telah menyalurkan dana dari pasar modal ke sektor pembiayaan perumahan sebesar Rp3,8 triliun untuk sekitar 135.273 debitur KPR dari target sebesar Rp4,5-5 triliun atau setara dengan 170.000 KPR pada tahun 2011 (s.d. bulan Oktober). Hingga kini hanya satu bank, yaitu PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) yang menggelar sekuritisasi KPR. Bekerjasama dengan PT Sarana Multigriya Finansial (SMF)
14
Grafik 31. Rasio Kredit Properti Terhadap PDB 35%
Bank BTN telah dua kali melakukan sekuritisasi KPR masingmasing senilai Rp 502 miliar dan Rp 750 miliar, sementara itu bank lain masih senang main spread.
85% 80%
30%
75% 25%
70%
20%
65%
15%
60%
10% 5%
Malaysia Thailand Phillipines
55%
Australia
50%
Indonesia
45%
0%
40%
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Sumber: Web Bank Sentral di Lima Negara
Tabel 9. Subsidi Pembiayaan Perumahan-FLPP Keterangan
Jumlah Penyaluran FLPP (unit) Nilai (Rp. Triliun)
2010 (s.d. 31 Des) Target Realisasi % 120.000 2,30
20.684 0,50
17,24 154.000 21,74 3,60
70.596 2,30
Tabel 10. Pembiayaan Sekunder Perumahan 2009
2010
2011 Target
Jumlah Penyaluran KPR (unit) Nilai (Rp. Triliun)
Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan tentang administrasi Sekuritisasi KPR. Bank Indonesia (BI) c.q. DPNP mengeluarkan Surat Edaran Ekstern No.12/38/DPNP tanggal 31 Desember 2010 Pedoman Penyusunan SOP Administrasi Kredit 45,84 Perihal 63,89 Kepemilikan Rumah Dalam Rangka Sekuritisasi. SOP ini akan menjadi acuan perbankan yang ingin mensekurititasi aset KPR. Cakupannya meliputi, pembakuan proses administrasi penyelenggaraan KPR sejak tahap organisasi sampai tahap ketika KPR disekuritisasi. Kebijakan ini juga akan melindungi nasabah debitur KPR. Standardisasi ini akan memudahkan langkah pengelompokan KPR untuk disekuritisasi. Agar kualitas berbasis sekuritas berbasis KPR ini terjaga, BI mensyaratkan aset KPR yang akan disekuritisasi memiliki Loan to Value (LTV) maksimal sebesar 80%. LTV adalah perbandingan antara pinjaman dan nilai wajar aset yang dilakukan pihak ketiga. Dalam menentukan harga aset, % nantinya akan diambil nilai terendah dari penilaian tersebut. Sesuai standar internasional jika LTV-nya lebih dari 80%, bank 79.57 tidak bisa mensekuritisasi. Mengacu kepada ATMR Basel II, rasio 76.00 LTV kredit rumah tinggal dapat dikelompokkan menjadi: LTV < 70% dengan bobot risiko 35%; 70% s.d. 80% dengan bobot risiko 40%; LTV > 80% dengan bobot risiko 45%, khusus untuk kredit program rumah tinggal.
2011 (s.d. 3 Okt) Target Realisasi %
Sumber: Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera)
Keterangan
Kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia di bidang properti . Dalam rangka mendorong perkembangan sektor properti, pemerintah dan Bank Indonesia melakukan beberapa kebijakan di bidang properti. Sasaran Strategis Kementerian Perumahan Rakyat 2010-2014 a.l. Terlaksana pembangunan rumah susun sederhana berupa Rusunawa sebanyak 36.480 unit, pembangunan Rumah Khusus sebanyak 5.000 unit termasuk rumah sederhana sewa dan rumah pasca bencana. Selain itu erlaksananya fasilitasi Pembangunan Rumah Swadaya berupa pembangunan baru sebanyak 50.000 unit, fasilitasi penyediaan prasarana, sarana, utilitas/PSU Perumahan Swadaya berupa bantuan stimulan PSU Swadaya sebanyak 50.000 unit, serta penyaluran bantuan subsidi perumahan sebanyak 1.350.000 unit.
Realisasi
62,529
94,536
170,000
135,273
1.84
3.35
5.00
3.80
Sumber : PT. Sarana Multigriya Finansial (SMF)
Kondisi Properti Global . Posisi pasar properti di Indonesia cukup menjanjikan karena ditopang oleh perekonomian yang terus tumbuh positif. Selain Indonesia di kawasan Asia, pertumbuhan property di Hong Kong dan Jepang juga lebih baik dibandingkan dengan Eropa dan Amerika Serikat (AS). Menurut President dan Chief Operating Officer Century 21 untuk Asia Pasifik Donald E Lawby, potensi sektor properti di Indonesia sangat menjanjikan dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN. Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
15
Tabel 11. Kebijakan Perumahan Rakyat bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah Kebijakan Bantuan Perumahan
Kelompok Sasaran (Rp/bulan)
(I) I < 350.000
Jenis Penyediaan
Terkait Skim Kredit
Tidak Terkait Skim Kredit
Rumah Milik 1. • Swadaya Pemberdayaan Ekonomi 2. 3.
Mikro kredit untuk 1. Usaha 2. Kredit Mikro Perumahan 3. Asuransi/Penjaminan kredit 4. 5. 6.
PSD-Perkim Bahan bangunan Peningkatan kualitas lingkungan Subsidi O & M Insentif fiskal Sertifikasi Tanah dan IMB
Rumah Milik Formal
Subsidi uang muka 1. Subsidi selisih bunga 2. Kredit Mikro Perumahan 3. Asuransi/ Penjaminan 4. kredit 5. Subsidi bunga kredit 6. konstruksi
PSD-Perkim Bahan bangunan Peningkatan kualitas lingk. Subsidi O & M Insentif fiskal Sertifikat tanah dan IMB
• (II) 350.000 = I < 500.000
Swadaya Rusunawa Tidak Putih Biaya
1. 2. 3. 4. 5.
Sumber: Kemenpera
Grafik 32. Asia Pasific Prime Office Rental Rates
Harga properti di Indonesia termasuk yang paling murah, sementara imbal hasilnya sangat besar. Semakin bertumbuhnya sektor properti ditandai oleh meningkatnya nilai penjualan properti sepanjang 2010 yang tumbuh sekitar 60% dibandingkan dengan 2009. Sebagian besar volume transaksi tersebut berasal dari pasar sekunder 75% dan pasar primer 25%. Properti rumah tinggal masih mendominasi transaksi yakni 55%, ruko 17%,dan apartemen 15%. Terjadinya krisis di belahan benua Eropa dan Amerika tampaknya tidak berimbas langsung pada perkembangan bisnis properti di Indonesia. Tingginya demand atau permintaan atas ketersediaan bangunan masih jauh lebih banyak dibanding supply atau penawaran yang disediakan oleh pengembang properti. Indonesia dan beberapa negara Asia lainnya seperti China, India, dan Singapura tidak terlalu terkena imbas. Karena negara-negara tersebut memiliki prospek dan ekspektasi pasar tersendiri di Asia. Dari sisi harga, khususnya harga sewa kantor di Jakarta masih jauh lebih murah dibandingkan sewa kantor di kota-kota besar Asia lainnya, meskipun dari sisi kualitas tidak berbeda jauh. Sebagaimana overview triwulan II 2011 dari Colliers International, tarif sewa perkantoran di Jakarta berada pada urutan ke-empat yang termurah di Asia Pacific. Demikian pula harga apartemen di Jakarta harganya masih lebih rendah dibandingkan kota-kota besar Asia lainnya. Praktis harga pasaran apartmen di Jakarta akan bisa naik harganya karena permintaannya terus meningkat dalam waktu cepat. Dengan perkataan lain sektor properti di Indonesia memiliki tingkat daya saing yang cukup tinggi, dan memiliki prospek yang cukup menjanjikan ke depan.
Sumber: Colliers International
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
16