III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1
Hasil
3.1.1 Pertumbuhan Panjang Benih Ikan Betok Pertumbuhan panjang benih ikan betok yang diberi perendaman rHP dengan dosis 12 mg/L melalui pakan alami rotifera air tawar dengan jumlah 10.000 individu, 25.000 individu, dan 40.000 individu lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Nilai pertumbuhan panjang baku dan panjang total tertinggi diperoleh pada perlakuan B, kemudian perlakuan A, Perlakuan C, dan terendah pada perlakuan kontrol (Tabel 1). Tabel 1. Rerata pertambahan panjang baku (BL) dan panjang total (TL) ikan betok kontrol dan perlakuan pemberian rHP melalui pakan alami rotifera air tawar dengan jumlah yang berbeda. Pertumbuhan Panjang (mm) Perlakuan BL Kontrol 17,30±0,44 Perlakuan A 19,13±1,14 Perlakuan B 19,25±1,37 Perlakuan C 17,95±0,37
TL 22,00±0,64 23,63±1,57 24,11±1,66 22,34±0,42
3.1.2 Pertumbuhan Bobot Benih Ikan Betok Pertumbuhan bobot harian tertinggi diperoleh pada perlakuan B, kemudian perlakuan A, Perlakuan C, dan terendah pada perlakuan kontrol. Sementara itu, bobot rerata benih ikan tertinggi diperoleh perlakuan B, kemudian perlakuan A, perlakuan kontrol dan terakhir perlakuan C. Nilai biomassa tertinggi dimiliki oleh perlakuan C, kemudian diikuti oleh perlakuan kontrol, perlakuan B, dan terendah pada perlakuan A (Tabel 2). Tabel 2. Biomasa rataan, bobot rataan, dan grow rate (GR) benih ikan betok kontrol dan perlakuan pemberian rHP melalui paka alami rotifera air tawar Perlakuan Kontrol Perlakuan A Perlakuan B Perlakuan C
Biomassa (g) 85,54±0,88 83,58±4,10 84,23±2,55 86,23±1,99
Bobot Rerata (g) 0,44±0,01 0,45±0,03 0,46±0,08 0,43±0,02
GR (mg/hari) 16,80±0,29 18,20±1,31 18,23±3,41 17,02±0,63
8
3.1.3 Tingkat Kelangsungan Hidup Rerata tingkat kelangsungan hidup tertinggi diperoleh pada perlakuan kontrol (81,47±2,20%) dan perlakuan C (81,07±1,80%), diikuti oleh perlakuan B (75,60±13,69%), dan terendah pada perlakuan A (73,60±3,86%). Perbedaan tingkat kelangsungan hidup ini diduga terkait dengan perlakuan rHP yang diberikan pada masing-masing perlakuan.
Gambar 1. Rataan tingkat kelangsungan hidup benih ikan betok kontrol dan perlakuan rHP selama 25 hari pemeliharaan. 3.2
Pembahasan Aplikasi penggunaan protein rHP untuk peningkatan pertumbuhan benih
ikan betok, dengan metode oral melalui pakan alami rotifera adalah pertama kali dilaporkan. Penggunaan pakan alami sebagai vektor pembawa nutrisi tambahan bagi ikan telah banyak dilakukan sebelumnya, salah satunya menggunakan Artemia sebagai vektor pembawa rHP ikan mas guna meningkatkan pertumbuhan benih ikan gurame, dan diperoleh peningkatan pertumbuhan sebesar 13% lebih tinggi dari kontrol (Rahmawaty, 2011). Pada penelitian ini digunakan rotifera air tawar sebagai vektor pembawa rHP, dengan lama waktu perendaman selama 15 menit. Waktu perendaman tersebut ditentukan berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, yaitu pegujian pemasukan bakteri terlisis yang mengandung konstruksi PmBa-
9
GFP. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa pita DNA yang paling tebal terdapat pada lama waktu perendaman 15 menit (Lampiran 2). Pada penelitian ini, pertambahan panjang tubuh serta pertumbuhan harian benih ikan betok yang diberi individu rotifera air tawar yang diperkaya oleh rHP menunjukkan peningkatan bila dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Pertumbuhan biomassa benih ikan yang diberi rotifer diperkaya rHP adalah sebesar 0,1% lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol yang tidak diberi rHP. Peningkatan pertumbuhan yang diperoleh pada penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan Husna (2012, Belum dipublikasikan) dengan menggunakan metode perendaman dengan dosis yang sama 12 mg/L, yaitu dapat meningkatkan pertumbuhan biomassa benih ikan betok sebesar 27,11% dibandingkan kontrol. Peningkatan pertumbuhan benih yang masih rendah diduga dikarenakan dosis yang digunakan masih rendah. Hal ini menyebabkan jumlah rHP yang masuk ke dalam rotifera sangat minimal, selain itu diakibatkan oleh frekuensi pemberian yang hanya dilakukan satu kali. Selanjutnya penggunaan rotifera air tawar sebagai vektor pembawa rHP diduga menjadi penyebab minimnya jumlah rHP yang masuk ke dalam tubuh ikan betok. Hal ini dikarenakan rotifera sebagai individu hidup diduga dapat menyerap atau memanfaatkan rHP yang diberikan. Perbedaan jumlah pemberian individu rotifera pada setiap perlakuan, memberikan efek pada nilai standar deviasi berbagai parameter setiap perlakuan, nilai tersebut menunjukkan nilai keragaman ikan uji. Keragaman tertinggi pada nilai bobot rerata dimiliki oleh perlakuan B dengan simpangan sebesar 0,08 g, lalu perlakuan A sebesar 0,03 g, perlakuan C sebesar 0,02 g, dan terakhir perlakuan kontrol sebesar 0,01 g. Besarnya simpangan pada perlakuan B diduga dikarenakan bervariasinya perbandingan tingkat konsumsi individu rotifera oleh larva ikan betok, karena campuran individu rotifera yang diberikan sebesar 1:1. Sedangkan pada perlakuan A, perlakuan C, dan perlakuan kontrol, variasi campuran individu rotifera cukup besar, yaitu 1:4, 4:1, dan 5:0. Dengan demikian, individu yang memakan rotifera hasil pengkayaan rHP dengan jumlah yang lebih banyak, akan mendapatkan efek yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan larva yang memakan dalam jumlah lebih sedikit.
10
Keseragaman lainnya yang ditemukan ialah pada nilai kelangsungan hidup. Keseragam kelangsugan hidup perlakuan C (ragam 1,80%) lebih rendah daripada perlakuan lainnya (perlakuan B: 13,69%; A: 3,86%), dan kontrol (2,20%) tingginya keragaman pada perlakuan B diduga diakibatkan oleh terjadinya kanibalisme yang dipicu oleh tingginya tingkat keragaman benih (Morioka et al., 2008). Perlakuan B dan perlakuan A memiliki nilai rataan bobot ikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan C dan perlakuan kontrol, hal ini diduga akibat terjadinya kanibalisme larva yang mengakibatkan penurunan kepadatan ikan di dalam setiap akuarium. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendi et al., (2006) bahwa faktor kepadatan tidak mempengaruhi kelangsungan hidup dan efisiensi pakan, namun mempengaruhi pertumbuhan dan jumlah pakan yang dikonsumsi. Akumulasi peningkatan pertumbuhan benih ikan betok dapat dilihat nilai biomassa total, nilai ini didapat dari gabungan antara bobot rataan benih dengan nilai kelangsungan hidup. Lebih tingginya nilai biomassa pada perlakuan C sekitar 0,1% daripada perlakuan kontrol diduga dikarenakan efek pemberian rHP pada larva. Rendahnya efek pertumbuhan akibat penambahan rHP ikan kertang yang dilakukan pada larva ikan betok dapat juga disebabkan kurang tepatnya jenis rHP yang diberikan. Rahmawaty (2011) menyatakan bahwa perbedaan pengaruh pertumbuhan dapat terjadi dikarenakan perbedaan rHP yang digunakan. Hal ini dikarenakan tidak cocoknya rHP yang diberikan terhadap reseptor hormon pertumbuhan yang terdapat di dalam tubuh ikan target (Birzniece et al., 2009). Pemberian rHP yang berasal dari jenis ikan uji yang sama atau tingkat kekerabatan yang dekat dimungkinkan akan mempengaruhi pertumbuhan yang lebih signifikan. Faktor lain yang dapat mempengaruhi peningkatan pertumbuhan adalah daya dukung wadah, pemeliharaan larva dilakukan pada wadah bervolume efektif 10 L dengan kepadatan larva sebanyak 25 ekor/L selama 18 hari pemeliharaan dan kemudian dilanjutkan pada wadah bervolume efektif 40 L selama 8 hari hingga pengamatan akhir dilakukan, sehingga peningkatan benih ikan betok tidak maksimal. Pada penelitian Putra (2010), peningkatan pertumbuhan benih ikan
11
gurame melalui pemberian rHP melalui metode imersi menunjukkan penurunan pertumbuhan seiring penambahan waktu pemeliharaan pada wadah yang sama, hal ini diduga dikarenakan daya dukung wadah yang telah mencapai maksimal. Pada penelitian ini digunakan metode oral yang diberikan melalui pakan alami rotifera. Metode ini merupakan metode aplikatif yang dapat diaplikasikan dengan mudah oleh pembudidaya, karena pemberian melalui oral melalui pakan alami dapat mengurangi tingkat stres pada ikan, dapat dilakukan secara masal, ekonomis, serta penanganan yang mudah dibandingkan dengan metode yang lain (Rahmawaty, 2011). Frekuensi pemberian rotifera yang membawa rHP hanya dilakukan satu kali (D5). Frekuensi pemberian ini mungkin juga perlu diteliti lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang menunjukkan perbedaan pertumbuhan pada benih ikan betok. Penelitian lain yang sedang dilakukan adalah aplikasi pemberian rHP menggunakan metode oral terhadap benih ikan betok, dengan jenis rHP yang sama menggunakan dosis 30 mg/kg pakan. Frekuensi pemberian pakan yang mengandung rHP dilakukan 2 kali per minggu sesuai dengan FR. Hasil sementara yang didapat pada minggu ke-4 pemeliharaan adalah, pemberian rHP ikan kertang menggunakan metode oral melalui pakan komersial menunjukkan peningkatan sebesar 11%, dibandingkan dengan kontrol tanpa pemberian rHP (Nissa, 2012 Belum dipublikasikan).
12