III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Panjang Baku Panjang baku rata-rata populasi benih ikan nila pada tiap kasus dan kumulatif mengalami peningkatan setelah dilakukan sortasi pada bulan pertama (Gambar 1a), sedangkan standar deviasi dan CV mengalami penurunan (Gambar 1b dan 1c). Setelah dilakukan pemeliharaan hingga bulan kedua, panjang baku rata-rata, standar deviasi, dan CV populasi benih ikan nila tiap kasus, kumulatif dan kontrol mengalami peningkatan kembali. Namun populasi benih ikan nila kontrol memiliki standar deviasi yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan populasi semua kasus dan kumulatif. Hal ini menunjukkan bahwa populasi benih ikan nila pada semua kasus dan kumulatif memiliki tingkat keseragaman ukuran yang lebih baik daripada populasi benih ikan nila kontrol. Panjang baku rata-rata benih ikan nila pada tiap kasus dan kumulatif kembali mengalami peningkatan setelah dilakukan sortasi kedua (Gambar 1a), tetapi standar deviasi dan CV mengalami penurunan (Gambar 1b dan 1c). Populasi benih ikan nila pada kontrol tidak mengalami perubahan nilai karena tidak dilakukan sortasi. Setelah dilakukan pemeliharaan berikutnya hingga bulan ketiga, panjang baku rata-rata dan standar deviasi pada populasi benih ikan nila tiap kasus, kumulatif dan kontrol mengalami peningkatan (Gambar 1a dan 1b). Koefisien variasi pada populasi benih ikan nila tiap kasus dan kumulatif mengalami penurunan setelah dilakukan pemeliharaan hingga bulan ketiga, namun populasi kontrol tetap mengalami peningkatan keragaman (Gambar 1c). Pada bulan ketiga dapat dilihat bahwa standar deviasi populasi benih ikan nila kontrol memiliki standar deviasi yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan standar deviasi pada semua kasus dan kumulatif (Gambar 1b). Hal ini menunjukkan bahwa populasi benih ikan nila pada semua kasus dan kumulatif memiliki tingkat keseragaman yang lebih tinggi dibanding kontrol yang disebabkan oleh proses sortasi yang dilakukan sebelumnya.
5
Gambar 1. Grafik keragaman panjang baku benih ikan nila Oreochromis niloticus dengan sortasi dua kali selama 3 bulan pemeliharaan. Proses sortasi yang menyingkirkan benih yang memiliki panjang baku yang relatif kecil menyebabkan rataan dari panjang bakunya pun berubah menjadi relatif lebih besar dari sebelum disortasi sehingga menyebabkan ukuran ikan menjadi lebih seragam. Hal tersebut ditunjukkan dengan menurunnya nilai standar 6
deviasi dan persentase koefisien keragaman setelah dilakukan sortasi. Populasi benih ikan nila pada kontrol tidak mengalami perubahan panjang baku, standar deviasi, dan CV karena tidak dilakukan sortasi. Selama masa pemeliharaan dari bulan pertama hingga bulan kedua, dan dari bulan kedua hingga bulan ketiga, panjang baku rata-rata populasi dan keragaman populasi ikan nila dari tiap kasus, kumulatif dan kontrol mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena ikan tumbuh selama masa pemeliharaan. Pertumbuhan tiap individu dan populasi ikan nila berbeda-beda yang mengakibatkan meningkatnya keragaman ukuran panjang baku dari ikan nila. Dunham (2004) menyatakan bahwa perbedaan pertumbuhan ikan nila dipengaruhi oleh kondisi genetik ikan, padat tebar, persaingan, dll. Pada masa pemeliharaan dari bulan kedua hingga bulan ketiga, koefisien keragaman populasi benih ikan nila tiap kasus dan kumulatif mengalami penurunan. Hal ini menandakan bahwa pada pemeliharaan dari bulan kedua hingga ketiga, populasi benih ikan nila tiap kasus dan kumulatif relatif lebih seragam dibandingkan populasi benih ikan nila tiap kasus dan kumulatif masa pemeliharaan sebelumnya. Sedangkan pada populasi benih ikan nila kontrol terus mengalami peningkatan koefisien keragaman tiap bulannya. Hal ini menandakan bahwa populasi benih ikan nila kontrol cenderung mengalami peningkatan keragaman tiap bulannya. Proses sortasi yang baik seharusnya tidak melebihi 15% dari populasi. Hal tersebut dikarenakan apabila proses sortasi melebihi 15%, maka terlalu banyak benih ikan yang terbuang dan menyebabkan kerugian bagi pembenih ikan. Dalam populasi benih ikan pada kasus 1, proses sortasi kedua menyisihkan ikan sebanyak 63 ekor atau 31,5% (Lampiran 2). Pada populasi benih ikan nila kasus 1 diduga memiliki kualitas genetik yang kurang baik sehingga banyak ikan mengalami pertumbuhan yang relatif lebih lambat dari ikan lainnya dalam populasi tersebut. Dunham (2004) menyatakan bahwa selain faktor lingkungan, faktor genetik juga mempengaruhi keragaman fenotip dari suatu populasi ikan. 3.2 Bobot Setelah masa pemeliharaan 3 bulan, standar deviasi dan CV bobot pada populasi kontrol relatif lebih tinggi dibandingkan dengan populasi benih ikan nila tiap kasus dan kumulatif (Gambar 2). Hal tersebut disebabkan karena pada 7
populasi
kontrol
tidak
dilakukan
proses
sortasi,
sehingga
penyebaran
pertumbuhan banyak yang tidak merata pada individu ikan. Sedangkan pada populasi benih ikan nila tiap kasus dan kumulatif dilakukan sortasi tiap bulannya sehingga populasi menjadi lebih seragam. Populasi benih ikan nila kontrol dan kasus 1 memiliki ukuran bobot yang tidak berbeda jauh pada umur 3 bulan (Lampiran 3). Hal ini diduga karena jenis induk yang digunakan dalam kedua populasi tersebut sama, yaitu nila GESIT dan nila merah (Lampiran 1). Namun, walaupun memiliki ukuran bobot yang tidak berbeda jauh, populasi kontrol memiliki standar deviasi dan CV yang relatif jauh lebih tinggi dibandingkan populasi pada kasus 1 (Gambar 2). Hal ini menunjukkan bahwa populasi benih ikan nila kasus 1 memiliki ukuran bobot yang lebih seragam dibandingkan populasi kontrol.
Gambar 2. Grafik keragaman bobot rata-rata benih ikan nila Oreochromis niloticus dengan sortasi dua kali selama 3 bulan pemeliharaan. 3.3 Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup adalah persentase jumlah ikan pada saat panen dengan jumlah ikan sat tebar (Effendie, 1979). Gambar 3 menunjukkan tingkat kelangsungan hidup populasi benih ikan nila setiap bulannya, dimana tingkat kelangsungan hidup tertinggi pada bulan ketiga dimiliki oleh populasi benih ikan nila secara kumulatif sebesar 90,52%, diikuti oleh kontrol sebesar 86,16%, kasus 3 sebesar 85,08%, dan tingkat kelangsungan hidup terkecil dimiliki oleh kasus 2 8
sebesar 80,30% (Lampiran 2). Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan dilakukannya sortasi sebanyak dua kali tidak terlalu mempengaruhi tingkat stress ikan yang dapat mengakibatkan rendahnya kelangsungan hidup populasi tersebut.
Gambar 3. Grafik tingkat kelangsungan hidup benih ikan nila Oreochromis niloticus dengan dua kali penyortiran selama 3 bulan pemeliharaan
IV. KESIMPULAN DAN SARAN 9