III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan parameter biologi ikan. 3.1.1 Parameter Kualitas Air 3.1.1.1 Suhu Suhu air pada kolam pemeliharaan ikan nila berkisar antara 26-27 oC (Gambar 4). Suhu air yang terukur selama pemeliharaan cenderung stabil untuk perlakuan sekam padi, jerami padi, dan serabut kayu. Hasil pengukuran suhu pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap substrat yang satu dengan substrat yang lainnya (P>0,05;
Suhu (̊C)
Lampiran 2). 27.5 27 26.5 26 25.5 25
sekam Serabut Kayu Jerami 0
1
2
3
4
Lama Pemeliharaan (Minggu ke‐) Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)
Gambar 4. Suhu air pada media pemeliharaan ikan nila pada substrat berbeda selama 4 minggu 3.1.1.2 Oksigen Terlarut (DO) Hasil pengukuran oksigen terlarut menunjukan kisaran antara 3,17 – 7,10 mg/L. DO pada air media selama pemeliharaan cenderung stabil. Mengalami kestabilan pada minggu ke-2 sampai minggu ke-3 kemudian mengalami kenaikan yang cukup drastis dari minggu ke-3 sampai minggu ke-4. Hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan
9
memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap substrat yang satu dengan substrat yang lainnya (P>0,05; Lampiran 3).
DO (mg/L)
8 6 4
sekam
2
Serabut Kayu
0
Jerami 0
1
2
3
4
Lama Pemeliharaan (Minggu ke‐) Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)
Gambar 5. Kadar Oksigen terlarut pada media pemeliharaan ikan nila pada substrat berbeda selama 4 minggu 3.1.1.3 Derajat Keasaman (pH) Nilai pH air media pemeliharaan ikan nila yang diukur cenderung stabil. Kisaran pH untuk perlakuan substrat sekam sebesar 7,83-8,00, untuk perlakuan serabut kayu sebesar 5,00-5,17, dan untuk perlakuan jerami sebesar 7,5-8,0 (Gambar 6). Hasil pengukuran pH pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap perlakuan substrat sekam dengan substrat jerami, namun memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap substrat serabut kayu (P<0,05; Lampiran 4). 10
pH
8 6 4
sekam
2
Serabut Kayu
0
Jerami 0
1
2
3
4
Lama Pemeliharaan (Minggu ke‐) Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)
Gambar 6. Nilai pH pada media pemeliharaan ikan nila pada substrat berbeda selama 4 minggu
10
3.1.1.4 Amonia-Nitrogen Nilai amonia air media pemeliharaan ikan nila mengalami kenaikan untuk semua perlakuan pada minggu ke-0 sampai minggu ke-4. Perlakuan serabut kayu mengalami kenaikan pada minggu ke-0 sampai minggu ke-4 dengan rentang nilai yang cukup tinggi yaitu sebesar 0,116-0,132 mg/L (Gambar 7). Hasil pengukuran amonia pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap substrat sekam dan jerami, namun memberikan
Amonia (mg/L)
pengaruh yang berbeda nyata dengan substrat serabut kayu (P<0,05; Lampiran 5). 0.15 0.1
Sekam
0.05
Serabut kayu
0 0
1
2
3
4
Jerami
Lama Pemeliharaan (Minggu ke‐) Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)
Gambar 7. Kandungan Amonia-Nitrogen pada media pemeliharaan ikan nila pada substrat berbeda selama 4 minggu 3.1.1.5 Nitrit Kandungan nitrit pada air media pemeliharaan ikan nila pada setiap perlakuan berkisar antara 0,025 – 0,034 mg/L (Gambar 8). Nilai nitrit pada perlakuan sekam dan jerami mengalami kenaikan pada minggu ke-0 sampai minggu ke-4, perlakuan serabut kayu cenderung mengalami penurunan pada minggu ke-0 sampai minggu ke-4. Hasil pengukuran nitrit pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap substrat sekam dan jerami, namun memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan substrat serabut kayu (P<0,05; Lampiran 6).
11
Nitrit (mg/L)
0.04 0.03 0.02
Sekam
0.01
Serabut kayu
0
Jerami 0
1
2
3
4
Lama Pemeliharaan (Minggu ke‐) Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)
Gambar 8. Kandungan nitrit pada media pemeliharaan ikan nila pada substrat berbeda selama 4 minggu 3.1.1.6 Nitrat Kandungan nitrat pada air media pemeliharaan ikan nila pada setiap perlakuan berkisar antara 0,023 – 0,128 mg/L (Gambar 9). Nilai nitrat semua perlakuan cenderung stabil dan mengalami kenaikan pada minggu ke-0 sampai minggu ke-4 pada semua perlakuan. Hasil pengukuran nitrat pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap substrat sekam dan jerami, namun memberikan pengaruh yang berbeda
Nitrat (mg/L)
nyata dengan substrat serabut kayu (P<0,05; Lampiran 7). 0.15 0.1 Sekam
0.05
Serabut kayu
0 0
1
2
3
4
Jerami
Lama Pemeliharaan (minggu ke‐) Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)
Gambar 9. Kandungan nitrat pada media pemeliharaan ikan nila pada substrat berbeda selama 4 minggu 3.1.2 Parameter Biologi Parameter biologi ikan yang dihitung pada penelitian ini meliputi tingkat kelangsungan hidup (SR), laju pertumbuhan spesifik (SGR), pertumbuhan panjang mutlak (PPM), dan pertumbuhan bobot mutlak (PBM).
12
3.1.2.1 Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Tingkat
kelangsungan
hidup
ikan
nila
yang
dipelihara
selama
pemeliharaan berkisar antara 53-71% (Gambar 10). Hasil pengukuran tingkat kelangsungan hidup (SR) pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap substrat sekam dan jerami, namun memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan substrat serabut
Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) (%)
kayu (P<0,05; Lampiran 8). 80
71 ± 1,92
69 ± 6,94 53 ± 3,33
60 40 20 0
a
b
a
b
Serabut Kayu
a
Jerami
Sekam
b
Perlakuan
Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)
Gambar 10. Tingkat kelangsungan hidup ikan nila pada setiap perlakuan pada substrat berbeda selama 4 minggu 3.1.2.2 Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR) Laju pertumbuhan spesifik pada perlakuan sekam, serabut kayu dan jerami mengalami kenaikan (Gambar 11). Hasil pengukuran laju pertumbuhan spesifik (SGR) pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap substrat sekam dan jerami, namun memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan substrat serabut kayu (P<0,05; Lampiran 9).
SGR (%)
3 2 1 0
2.67 ± 0,021
2.62 ± 0,012 1.42 ± 0,086
a
b
a
sekam
serabut kayu
jerami
Perlakuan Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)
Gambar 11. Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR) ikan nila pada substrat berbeda selama 4 minggu 13
3.1.2.3. Pertumbuhan Panjang Mutlak (PPM) Pertumbuhan panjang mutlak pada setiap perlakuan mengalami kenaikan selama masa pemeliharaan (Gambar 12). Hasil Pengukuran panjang mutlak pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap substrat sekam dan jerami, namun memberikan pengaruh
Pertambahan Panjang Mutlak (cm)
yang berbeda nyata dengan substrat serabut kayu (P<0,05; Lampiran 10). 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0
sekam Serabut Kayu Jerami 0
1
2
3
4
Lama Perlakuan (Minggu) Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)
Gambar 12. Pertumbuhan panjang mutlak (PPM) ikan nila pada substrat berbeda selama 4 minggu 3.1.2.4. Pertambahan Bobot Mutlak (PBM) Pertumbuhan bobot mutlak pada setiap perlakuan mengalami kenaikan pada M0 sampai M4 (Gambar 13). Hasil Pengukuran pertambahan bobot pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap substrat sekam dan jerami, namun memberikan pengaruh Pertambahan Bobot Mutlak (gr)
yang berbeda nyata dengan substrat serabut kayu (P<0,05; Lampiran 11). 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
sekam Serabut Kayu 0
1
2
3
4
Jerami
Lama Pemeliharaan (Minggu ke‐) Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)
Gambar 13. Pertumbuhan bobot mutlak (PBM) ikan nila pada susbtrat berbeda selama 4 minggu
14
3.2 Pembahasan Pada kegiatan akuakultur, tiga komponen utama yang terlibat didalamnya adalah biota yang dipelihara (ikan), lingkungan (media pemeliharaan), dan pakan. Lingkungan akan memberikan pengaruh langsung terhadap kelangsungan hidup ikan. Oleh karena itu, air sebagai media hidup ikan harus terjaga kualitasnya. Kualitas air yang baik merupakan syarat utama untuk kelangsungn hidup ikan. Kualitas air akan mempengaruhi secara langsung terhadap fungsi fisiologis yang ada di dalam tubuh ikan. Selain berpengaruh langsung terhadap kelangsungan hidup ikan, secara tidak langsung kualitas air juga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan. Pertumbuhan merupakan perubahan ukuran, baik bobot maupun panjang dalam periode atau waktu tertentu. Apabila kualitas air berada pada kondisi optimal untuk hidup ikan dan fungsi fisiologis berjalan dengan baik, maka energi yang diperoleh dari pakan akan dapat digunakan untuk pertumbuhan. Jika kualitas air kurang baik, energi dari pakan yang diperoleh akan banyak digunakan untuk proses osmoregulasi sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan ikan terhambat (Effendie, 1997). Oleh karena itu, seringkali ditemukan pada kondisi perairan yang buruk ikan dapat bertahan hidup namun pertumbuhannya sangat lambat atau bahkan tidak mengalami pertumbuhan. Kisaran kualitas air yang mencangkup suhu pada media pemeliharaan ikan nila masih tergolong optimal untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan nila. Suhu pada media pemeliharaan selama penelitian berlangsung berkisar antara 26-27 0C, seperti terlihat pada Gambar 4. Menurut Prihatman (2000) suhu optimal untuk ikan nila berkisar antara 25-30 0C. Huet (1971) menyatakan bahwa suhu merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi produksi ikan dan dapat mempengaruhi aktivitas penting pada ikan seperti pernafasan, pertumbuhan, reproduksi, dan selera makan. Kisaran suhu yang diperoleh menunjukan suhu ideal untuk pemeliharaan ikan nila BEST, sehingga dapat meningkatkan laju pertumbuhan dengan baik. Kisaran pH selama penelitian pada semua perlakuan berkisar antara 5-8, seperti terlihat pada Gambar 6. Menurut Effendi (2003), sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan pertumbuhan optimal pada nilai pH
15
sekitar 7,00-8,50. Menurut Pescod (1973) ikan masih dapat menyesuaikan diri pada pH 6,50-8,50. Pada perlakuan serabut kayu memiliki pH dibawah standar optimal untuk pertumbuhan yaitu berkisar antara 5,00-5,17 hal ini disebabkan karena kandungan zat terpentin yang terdapat pada serabut kayu tersebut. Pada pH dengan kisaran 5,00-6,50 berdampak pada pertumbuhan ikan yang terhambat atau tidak mengalami pertumbuhan (Abadi, 2012). Nilai pH dalam air dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti aktivitas fotosintesis, suhu, dan terdapatnya anion dan kation. Makin tinggi pH air tambak/kolam, daya racun amonia semakin meningkat, sebab sebagian besar berada dalam bentuk NH3, sedangkan amonia dalam bentuk molekul (NH3) lebih beracun daripada yang berbentuk ion (NH4+). Amonia dalam bentuk melokul dapat menembus membran sel lebih cepat dari pada amonia dalam bentuk ion (Kordi dan Tancung, 2007). Berdasarkan hasil yang diperoleh, oksigen terlarut yang terukur pada setiap perlakuan berkisar antara 3,17-7,00 seperti terlihat pada Gambar 5. Kandungan oksigen di perairan sangat dipengaruhi oleh kelimpahan fitoplankton yang melakukan proses fotosintesis pada siang hari, namun pada saat proses respirasi kandungan oksigen dalam perairan akan berkurang. Menurut Boyd (1982), oksigen terlarut yang optimal untuk pertumbuhan ikan harus lebih dari 5 ppm. Menurut Boyd (1990), kenaikan dan penurunan kandungan oksigen di air disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain jumlah dan ukuran ikan yang dipelihara. Menurut Effendi (2003), makin tinggi kepadatan ikan maka jumlah ikan yang mengkonsumsi oksigen meningkat dan limbah metabolisme yang dikeluarkan akan semakin banyak sejalan dengan bertambahnya bobot ikan, maka tingkat konsumsi oksigen dan limbah metabolisme per ekor ikan meningkat pula. Jumlah kepadatan ikan yang tinggi sejalan dengan proses nitrifikasi. Bakteri nitrosomonas dan nitrobacter memerlukan banyak oksigen dalam proses nitrifikasi, minimum 80% saturasi untuk proses normal (Kordi dan Tancung, 2007). Kelarutan oksigen merupakan parameter kualitas air yang paling kritis dalam kegiatan akuakultur, sehingga pengaruh DO sangat signifikan terhadap kelangsungan hidup ikan (Boyd, 1990). Kadar amonia media pemeliharaan ikan nila pada perlakuan substrat sekam, jerami, dan serabut kayu terjadi kenaikan jumlah amonia selama masa
16
pemeliharaan. Kisaran nilai amonia pada semua perlakuan berkisar antara 0,0210,132 mg/L seperti terlihat pada Gambar 7. Pada perlakuan substrat dengan sekam padi, kandungan amonia berkisar antara 0,0022-0,035 mg/L, pada perlakuan serabut kayu memiliki kisaran nilai amonia sebesar 0,116-0,132 mg/L, sedangkan pada perlakuan dengan substrat jerami padi kandungan amonia berkisar antara 0,021-0,039 mg/L. Hal ini diduga karena kelimpahan bakteri pengurai berada dalam jumlah yang sedikit. Menurut Pillay (1993), konsentrasi amonia yang mematikan bagi ikan adalah 0,02 mg/L, meskipun tingkat toleransi ikan terhadap amonia berkisar antara 0,00-2,00 mg/L. Berdasarkan penelitian dari Hermiati (2011) mengenai “Ketahanan dan Pertumbuhan Beberapa Strain Ikan Nila Pada Media Ber-pH Asam”, pemeliharaan ikan nila best dengan bobot 0,98 g dan panjang 3,68 cm yang dipelihara pada media normal tanpa filter memiliki kisaran nilai amonia sebesar 0,26-2,29 mg/L. Nilai tersebut berada diatas batas maksimum nilai amonia bagi ikan menurut Pillay (1993) yaitu 0,02 mg/L. Peningkatan jumlah amonia tersebut disebabkan oleh limbah dari aktivitas budidaya ikan seperti sisa pakan, feses, dan urin yang merupakan sumber bahan pencemar nitrogen. Limbah dari sisa pakan, feses, dan urin ikan sangat nyata dapat memperburuk kualitas air karena dapat meningkatkan konsentrasi total nitrogen yaitu nitrit, nitrat, amonia dan bahan organik terlarut lainnya di dalam akuarium, sedangkan oksigen terlarut akan mengalami penurunan (Abadi, 2012). Nilai amonia rendah diduga karena adanya bakteri heterotrof. Bakteri telah memanfaatkan sumber karbon yang telah diberikan untuk mensintesis protein. Konsentrasi nitrit yang terukur pada setiap perlakuan berkisar antara 0,013 – 0,034 mg/L, seperti pada Gambar 8. Swingle (1996) menyatakan bahwa nitrit merupakan senyawa nitrogen yang tidak stabil diperairan dan bersifat toksik terhadap ikan, sifat toksik dapat menyebabkan kematian. Hasil analisis data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% menunjukan bahwa perbedaan substrat memberikan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) antara substrat serabut kayu dengan substrat sekam dan jerami terhadap nitrit. Konsentrasi nitrit yang berkisar antara 0,003 – 0,856 mg/L masih menghasilkan tingkat kelangsungan hidup 70% untuk ikan yang dipelihara pada sistem resirkulasi (Murtiati et al., 2010). Menurut Boyd (1982), kadar nitrit dalam perairan dapat bersifat racun pada batas nilai
17
<0,5 mg/L. Kisaran konsentarsi nitrit yang diperoleh selama penelitian berada dibawah batas nilai namun masih mampu memberikan laju pertumbuhan sesuai dengan pernyataan Murtiati et al (2010). Nitrat merupakan senyawa nitrogen mudah larut dalam air dan bersifat stabil (Effendi, 2003). Kandungan nitrat di perairan dipengaruhi oleh kandungan oksigen terlarut, jika oksigen terlarut dalam air tinggi maka nitrit dalam air akan teroksidasi menjadi nitrat. Proses nitrifikasi oleh bakteri mengubah sekitar 9396% amonia menjadi nitrat dalam kondisi yang optimal dalam unit biofilter (Abadi, 2012). Hasil penelitian pemeliharaan ikan nila dengan perlakuan substrat berbeda menunjukan bahwa nilai nitrat berkisar antara 0,023-0,128 mg/L seperti terlihat pada Gambar 9. Berdasarkan hasil penelitian Gunawati (1984) mengenai pengaruh pembusukan kelampis terhadap kuantitas dan kualitas plankton menyatakan bahwa perairan yang memiliki kadar nitrat <0,226 mg/L dikategorikan dalam perairan yang kurang subur. Oleh karena itu, kerja bakteri nitrifikasi terganggu sehingga perubahan nitrit menjadi nitrat tidak berjalan dan tidak mengalami penguraian secara sempurna. Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air selama masa pemeliharaan ikan nila BEST yaitu selama 4 minggu, diperoleh kualitas air yang terbaik dengan penggunaan substrat jerami padi. Berdasarkan literatur, jerami memiliki bentuk berupa tabung sehingga dapat menyimpan air untuk sementara. Selain itu, jerami mempunyai daya serap air dan kelembaban yang lebih tinggi dari serbuk gergaji (Suryaningrum et al., 2000). Substrat yang memiliki daya serap air yang tinggi maka akan mampu mempertahankan suhu dingin lebih lama (Prasetiyo, 1993). Kandungan C/N pada jerami sebesar 18,88 menunjang untuk pertumbuhan bakteri heterotrof. Peningkatan pengambilan nitrogen karena pertumbuhan bakteri heterotrof dapat menurunkan konsentrasi amonia lebih cepat dibandingkan dengan bakteri nitrifikasi. Beberapa faktor kunci pengembangan bakteri heterotrof dalam budidaya yaitu: (1) padat tebar tinggi, (2) aerasi yang cukup untuk mempertahankan pencampuran (mixing) air, dan (3) input bahan organik yang tinggi yang akan dimanfaatkan sebagai sumber makanan oleh ikan dan bakteri, serta dapat menciptakan keseimbangan nutrient yang dibutuhkan bakteri seperti karbon dan nitrogen (McCarty dan Haug, 1971).
18
Nilai C/N rasio harus berada dalam komposisi yang tepat bagi bakteri, karena kerja bakteri tidak akan efisien pada media yang mengandung terlalu banyak karbon atau terlalu banyak nitrogen (Chamberlain et al., 2001). Kandungan C/N pada jerami sebesar 18,88 menunjang perombakan bakteri nitrogen dengan cepat jika dibandingkan dengan kandungan C/N pada sekam padi yaitu sebesar 13,33 dan kandungan C/N pada serabut kayu sebesar 50. Hal ini sesuai dengan pernyataan Beristain et al. (2005), menyatakan bahwa proses perombakan nitrogen berlangsung cepat pada C/N rasio 5-14, cukup cepat pada 15-25, dan lambat pada C/N rasio > 26. Secara umum penggunaan substrat berbeda menyebabkan terjadinya perubahan kualitas air media budidaya. Perubahan yang terjadi berupa peningkatan dan penurunan kualitas air pada berbagai parameter. Hal ini terlihat dari perubahan nilai parameter kualitas air yang terjadi pada masing-masing substrat. Walaupun terjadi penurunan, kualitas air media budidaya masih berada pada kisaran yang memungkinkan ikan nila hidup dengan baik. Namun, demikian perubahan kualitas air tersebut cenderung mempengaruhi beberapa parameter kehidupan ikan nila antara lain pertumbuhan, dan kelangsungan hidup. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa tingkat kelangsungan hidup ikan nila berada diatas 50% dari total ikan yang ditebar, seperti terlihat pada Gambar 10, rata-rata tingkat kelangsungan hidup pada perlakuan sekam padi adalah sebesar 69±6,93%, serabut kayu sebesar 53±3,33%, dan jerami padi sebesar 71±1,92%. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan substrat serabut kayu menunjukan hasil yang berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan substrat sekam dan jerami terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan nila. Kisaran nilai kelangsungan hidup dari masing-masing perlakuan perbedaan substrat dianggap masih cukup baik. Faktor yang mungkin dapat menyebabkan penurunan tingkat kelangsungan hidup pada kepadatan ikan yang tinggi adalah kualitas air yang telah menurun serta pengaruh warna air terhadap penglihatan ikan dalam mengambil makanan. Warna air pada serabut kayu yaitu berwarna merah pekat, berbeda dengan sekam padi dan jerami padi berwarna bening kekuning-kuningan. Akan tetapi pada air dengan sekam padi terdapat sedikit minyak pada bagian permukaan
19
airnya, hal ini karena pada sekam padi mengandung minyak yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Warna merah pekat pada serabut kayu memungkinkan ikan sulit untuk mencari makanan (pakan).
a
b
c
Gambar 14. Penampang Warna Air Pada Substrat. (a) Jerami Padi, (b) Sekam Padi, dan (c) serabut kayu Laju
pertumbuhan
spesifik
(SGR)
menggambarkan
persentase
pertambahan bobot ikan nila setiap harinya. Laju pertumbuhan spesifik pada akhir pemeliharaan untuk masing-masing perlakuan memiliki nilai yang berbeda. Pada perlakuan susbtrat jerami memiliki nilai SGR sebesar 2,67±0,006%, perlakuan sekam padi sebesar 2,62±0,012% dan pada perlakuan serabut kayu sebesar 1,42±0,086% seperti terlihat pada Gambar 11. Perbedaan laju pertumbuhan spesifik pada ikan dapat dipengaruhi oleh faktor kualitas air dan pakan pada masing-masing perlakuan. Berdasarkan analisis statistika ragam (ANOVA) pada selang kepercayaan 95%, diperoleh bahwa perlakuan substrat serabut kayu memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan substrat sekam padi dan jerami padi terhadap pertambahan panjang mutlak (seperti terlihat pada Gambar 12) dan pertambahan bobot mutlak (seperti terlihat pada Gambar 13) ikan nila yang dipelihara selama masa pemeliharaan.
20