III. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Perlakuan penyuntikan hormon PMSG menyebabkan 100% ikan patin menjadi bunting, sedangkan ikan patin kontrol tanpa penyuntikan PMSG tidak ada yang bunting (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa PMSG dapat menginduksi perkembangan gonad ikan patin. Tabel 2. Tingkat kebuntingan, persentase induk matang gonad, waktu rematurasi dan fekunditas induk ikan patin Pangasionodon hypophthalmus hasil perlakuan PMSG dan kontrol. Perlakuan
N
Tingkat Kebuntingan (%)
Induk Matang Gonad (%)
Rentang Waktu maturasi (minggu ke-)
Fekunditas (butir/kg bobot induk)
Kontrol
4
-
-
-
-
5 IU
4
100%
-
-
-
10 IU
4
100%
50%
5 dan 6
157.576 ± 34.283
20 IU
4
100%
25%
6
290.909
Keterangan: n: jumlah individu
Induk matang gonad pada perlakuan 10 IU sebesar 50% (2 ekor dari 4 ekor ikan perlakuan) dan pada perlakuan 20 IU sebesar 25% (1 ekor dari 4 ekor ikan perlakuan). Kematangan gonad induk patin pada penelitian ini tidak mencapai 100% diduga karena keterbatasan waktu pengamatan, yaitu hanya 6 minggu. Lama waktu pemeliharaan calon induk hingga matang kelamin biasanya sekitar 4 bulan dan tidak semua calon induk matang kelamin, hanya sekitar 20% - 30% (Susanto dan Amri, 1996).
Kelebihan hasil penelitian ini yaitu induk patin
matang gonad dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat (6 minggu) walaupun hanya 25-50% dari induk perlakuan, sedangkan biasanya induk matang gonad sekitar 20-30% setelah 4 bulan pemeliharaan. Induk yang dipijahkan yaitu hanya yang benar-benar siap untuk memijah sehingga walaupun 100% induk bunting hasil PMSG (Tabel 2), tetapi hanya 3 ekor saja yang dipijahkan.
Induk yang sudah matang gonad dan siap untuk
10
disuntik dicirikan dengan ukuran telur yang besar dan seragam, dan tidak terdapat telur yang bening/transparan. Induk matang gonad ditemukan pada minggu ke-5 atau setelah penyuntikan PMSG ke-4 yaitu pada perlakuan penyuntikan 10 IU, dan pada minggu ke-6 induk matang gonad ditemukan pada perlakuan penyuntikan 10 IU dan 20 IU. Perlakuan penyuntikan 5 IU tidak ditemukan induk matang gonad. Namun keberadaan telur terdeteksi pada minggu ke-4 atau setelah penyuntikan PMSG ke-3 pada semua perlakuan, kecuali kontrol.
Fekunditas
induk patin perlakuan 10 IU sebesar 170909 ± 15427,78 butir/kg bobot induk dan fekunditas perlakuan 20 IU sebesar 290.909 butir/kg bobot induk. Seperti dipelihatkan pada Tabel 3, penyuntikan PMSG tidak memberikan pengaruh beda nyata terhadap peningkatan bobot rata-rata ikan (P>0,05). Bobot rata-rata ikan kontrol adalah 0,950±0,544 kg; ikan yang diberi PMSG 5 IU 1,275±0,15 kg; 10 IU
0,750± 0,2646 kg dan ikan perlakuan 20 IU adalah
0,95±0,3317 kg. Selanjutnya, nilai SGR (Tabel 3) induk ikan patin sama antara perlakuan dan kontrol (P>0,05). Nilai SGR ikan perlakuan penyuntikan hormon PMSG dosis 20 IU adalah sebesar 1,73 ± 0,44%; dosis 10 IU sebesar 1,24±0,81%; dosis 5 IU 0,7125 ± 0,46% dan kontrol adalah 0,71± 0,35%. Sementara itu, nilai GR berbeda antara perlakuan 20 IU dengan kontrol (P<0,05), tetapi antara kontrol dengan perlakuan 5 IU dan 10 IU dan antar perlakuan tidak berbeda (P>0,05).
Tabel 3. Bobot tubuh, SGR dan GR induk ikan patin Pangasionodon hypophthalmus hasil perlakuan PMSG dan kontrol. Perlakuan
n
Bobot rata-rata (kg)
SGR (%)
GR (g/hari)
Kontrol
4
0,95 ± 0,54a
0,71 ± 0,35a
54 ± 0,29a
5 IU
4
1,27 ± 0,15a
0,71 ± 0,46a
95 ± 0,67ab
10 IU
4
0,75 ± 0,26a
1,24 ± 0,81a
72 ± 0,27ab
20 IU
4
0,95 ± 0,33a
1,73 ± 0,44a
155 ± 0,45b
Keterangan: SGR : Specific growth rate (laju pertumbuhan harian) GR : Growth rate (laju pertumbuhan bobot)
n
: jumlah individu Diameter telur yang diovulasikan oleh induk ikan patin hasil perlakuan 20
IU relatif lebih besar dari pada hasil pelakuan 10 IU (Gambar 9). Nilai FR telur
11
(Tabel 4) relatif sama antara induk patin hasil perlakuan 10 IU (35,57±10,79%) dan 20 IU (54,28%). Sementara itu, nilai HR telur dan SR larva dari induk hasil perlakuan 20 IU (masing-masing 78,81% dan 90,51%) relatif lebih tinggi dibandingkan hasil perlakuan 10 IU (44,30 ± 13,87% untuk HR, 79,81 ± 13,87% untuk SR larva). 1
Diameter telur (mm)
0.9 0.8 0.7 0.6 0.5
Kontrol
0.4 0.3
5 IU
0.2
10 IU
0.1
20 IU
0 Kontrol
5 IU
10 IU
20 IU
Perlakuan PMSG
Gambar 9. Diameter telur induk ikan patin perlakuan PMSG dan penambahan vitamin mix 200 mg/kg pakan. Tabel 4. FR dan HR telur serta SR larva ikan patin Pangasionodon hypophthalmus hasil perlakuan PMSG dan kontrol. Perlakuan
n
FR (%)
HR (%)
SR (%)
Kontrol
4
-
-
-
5 IU
4
-
-
-
10 IU
4
35,57 ± 10,79
44,30 ± 13,87
79,81 ± 13,87
20 IU
4
54,28
78,81
90,51
Keterangan: FR: Fertilization rate (derajat pembuahan) HR: Hatching rate (derajat pembuahan) SR: Survival rate (derajat kelangsungan hidup)
4.2 Pembahasan Vitellogenesis merupakan proses pembentukan atau sintesis kuning telur. Proses ini diawali dengan hipotalamus melepaskan GnRH yang akan merangsang
12
kelenjar hipofisis mensekresi FSH. Selanjutnya FSH berperan dalam proses vitellogenesis. Menurut Zairin (2003), FSH atau GTH-I bekerja pada lapisan teka di oosit, peningkatan konsentrasi FSH menyebabkan lapisan teka mensintesis testosteron yang selanjutnya pada lapisan granulosa testosteron ini akan diubah menjadi estradiol-17β oleh enzim aromatase. Selanjutnya estradiol-17β beredar menuju hati, memasuki jaringan dengan cara difusi secara spesifik merangsang sintesis vitellogenin atau bakal kuning telur (Ng & Idler, 1983 dalam Indriastuti, 2000). Vitellogenin dibawa oleh aliran darah menuju gonad lalu terjadilah penyerapan vitellogenin secara selektif di gonad oleh lapisat folikel oosit (Zohar, 1989; Yaron, 1995; Blazquet et al., 1998 dalam Zairin, 2003) yang menyebabkan gonad membesar sampai ukuran maksimal. Ukuran oosit/gonad yang membesar berpengaruh terhadap bobot induk patin. Oleh karena itu, perkembangan gonad secara tidak langsung dapat diamati dengan melakukan pengukuran laju pertumbuhan harian (SGR) induk yaitu selisih antara bobot rata-rata akhir pemeliharaan dengan bobot rata-rata awal pemeliharaan dan dibandingkan dengan waktu pemeliharaan. Namun, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa SGR tidak berbeda secara statistik sehingga keberhasilan perkembangan gonad dilihat dari tingkat kebuntingan induk ikan patin. Hormon PMSG dan HCG merupakan jenis-jenis hormon gonadotropin yang sangat penting bagi proses reproduksi. PMSG adalah hormon yang terdapat dalam serum darah bangsa Eguidae (kuda, zebra) yang sedang bunting muda dengan konsentrasi tinggi, dihasilkan oleh mangkok-mangkok endometrium uterus dan tidak disekresikan melalui urin tetapi terdapat dalam konsentrasi tinggi dalam serum darah kuda (Toelihere, 1988 dalam Ardiansyah, 2005). PMSG memiliki daya kerja merangsang terbentuknya folikel, merangsang pertumbuhan sel-sel interestrial dan merangsang terbentuknya sel-sel lutea. PMSG sangat banyak mengandung unsur daya kerja FSH dan sedikit LH (Basuki, 1995) sehingga baik digunakan untuk menginduksi proses vitellogenesis (pematangan gonad) karena proses vitellogenesis sangat dipengaruhi oleh FSH (Zairin, 2003). Selain itu, PMSG juga sudah digunakan untuk menginduksi rematurasi pada mamalia di luar musim pemijahannya. Penentuan dosis penyuntikan hormon PMSG berdasarkan kalibrasi dari dosis PMSG yang umum digunakan pada hewan
13
terestrial. Penelitian Gates dan Bozarts (1978) membuktikan bahwa tikus hibrid berusia 22-27 hari dapat matang gonad dengan pemberian PMSG dosis 2,5 IU. Pada penelitian ini persentase kebuntingan sebesar 100% pada semua perlakuan penyuntikan hormon PMSG dan 0% pada perlakuan kontrol. Kebuntingan induk dihitung secara visual melalui pengamatan terhadap bentuk perut dan keberadaan telur dengan kanulasi. Telur mulai dapat dikanulasi pada minggu ke-4 atau setelah penyuntikan ke-3. Induk matang gonad adalah induk yang siap memijah. Ciri-ciri induk patin matang gonad yaitu perut terasa empuk dan halus bila diraba, kloaka membengkak dan berwarna merah tua, kulit pada bagian perut lembek dan tipis, kalau di sekitar kloaka ditekan akan keluar beberapa butir telur yang bentuknya bundar dan besarnya seragam. Pengambilan telur juga dapat dilakukan dengan proses kanulasi. Sjafei et al. (1991) mengemukakan bahwa pakan merupakan komponen penting dalam proses pematangan gonad karena vitellogenesis membutuhkan nutrien. Fekunditas dan kualitas oosit sangat ditentukan oleh kualitas pakan yang diberikan. Hardjamulia (1988) dalam Muflikhah et al. (2005) pun menyebutkan bahwa penyediaan pakan yang berkualitas dan mencukupi akan mempengaruhi keberhasilan pematangan gonad, pemijahan, peningkatan kualitas telur dan fekunditas. Ketersediaan nutrien seperti protein, asam lemak esensial, vitamin, mineral yang cukup dan berkualitas akan mendorong pematangan gonad serta menghasilkan oosit yang berkualitas tinggi (Watanabe et al., 1995). Induk patin selama penelitian diberi pakan buatan berprotein tinggi dan dicampur vitamin mix yang mengandung beberapa vitamin yang sangat berpengaruh dalam proses pematangan gonad seperti vitamin C dan E berfungsi sinergi sebagai antioksidan, melindungi asam lemak secara in vivo dan in vitro (Machlin, 1990 dalam Murtedjo, 2008). Pakan yang digunakan pada penelitian ini adalah pakan buatan dengan kadar protein sebesar 31-33 %. Pakan tersebut dicampur dengan vitamin mix dengan dosis 200 mg/kg pakan. Penelitian Darwisito (2006) menunjukkan bahwa ikan nila yang diberi pakan dengan tambahan vitamin E 150 mg/kg dan minyak ikan 30 kg/kg setelah 42 hari sebagian besar mencapai TKG IV. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan dosis vitamin mix sebesar 200 mg/kg pakan. Vitamin mix yang
14
digunakan biasanya untuk meningkatkan produksi dan kualitas telur pada ternak unggas. Vitamin A pada dosis 1-3 µg karotenoid per gram telur dapat menentukan kualitas telur. Pada dosis tersebut dapat meningkatkan prosentase penetasan lebih dari 80% dan karotenoid berfungsi sebagai respirasi dalam telur (Craik 1985). Folic acid atau asam folat berfungsi dalam sintesis DNA dan RNA, sangat esensial untuk meningkatkan pertumbuhan, siklus reproduksi di setiap sel, dan bekerja sama dengan vitamin B12 dalam pembentukan sel darah merah. B12 juga berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan larva dan kelangsungan hidup larva (Murtejo, 2008). Menurut Alava et al. (1993) yang dikutip oleh Yulfiperius et al. (2003) bahwa vitamin E bertungsi sebagai pemelihara keseimbangan intraselluler dan sebagai antioksidan. Sebagai antioksidan, vitamin E dapat melindungi lemak agar tidak teroksidasi, misalnya lemak atau asam lemak yang terdapat pada membran sel, sehingga proses embriogenesis berjalan dengan normal dan hasil reproduksi dapat ditingkatkan. Hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan penyuntikan PMSG tidak memberi pengaruh berbeda nyata terhadap SGR atau laju pertumbuhan harian. Hal ini diduga akibat dari dosis penambahan vitamin mix sebesar 200 mg/kg pada pakan yang menyebabkan energi yang dihasilkan dari pakan tidak hanya dialokasikan untuk pematangan gonad saja akan tetapi juga untuk proses pertumbuhan somatik. Sehingga dosis perlakuan penyuntikan PMSG menjadi tidak berbeda nyata terhadap nilai SGR induk. Namun hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penyuntikan PMSG memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap GR. Berdasarkan kematangan gonad induk selama kurun waktu pemeliharaan dapat dilihat bahwa penyuntikan PMSG sebesar 10 IU mengalami kematangan gonad yang lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Persentase induk matang gonad pada perlakuan penyuntikan 10 IU sebesar 50% dan 25% pada perlakuan penyuntikan 20 IU. Kematangan gonad induk terjadi pada minggu ke-5 dan minggu ke-6. Pemeliharaan calon induk hingga matang kelamin biasanya selama sekitar 4 bulan dan tidak semua calon induk matang kelamin, hanya sekitar 20% - 30% (Susanto dan Amri, 1996). Sedangkan hasil
15
penelitian Indriastuti (2000) pada ikan patin yang diimplant hormon estradiol-17β pada bulan Mei baru mencapai TKG IV pada hari ke-120 dari implantasi awal. Fekunditas yaitu jumlah telur yang dihasilkan per kg bobot induk. Fekunditas berhubungan erat dengan lingkungan, ketersediaan makanan, kecepatan pertumbuhan dan tingkah laku pemijahan (Nikolsky, 1969 dalam Murtejo, 2008). Berdasarkan penelitian Prabowo (2007), fekunditas dipengaruhi oleh vitamin mix. Fekunditas induk patin menurut SNI (2000) berkisar antara 120.000 sampai dengan 200.000 butir/kg bobot induk. Sedangkan fekunditas patin hasil penelitian sebesar 170909 ± 15427,78 s.d 290.909 butir/kg bobot induk. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas induk hasil perlakuan penyuntikan dengan hormon PMSG memiliki kualitas yang baik dan sesuai standar. Diameter telur patin hasil penelitian berkisar antara 0,724 ± 0,062 s.d 0,94 ± 0,374 mm. Ukuran diameter telur ini dipengaruhi oleh penambahan vitamin mix (Murtejo, 2008). Sedangkan diameter telur patin menurut hasil penelitian Yulfiperius et al., (2003) sebesar 1,12 ± 0,07 s.d 1,14 ± 0,10 mm dan berdasarkan hasil penelitian Indriastuti (2000) diameter telur patin yang diimplantasi pada bulan April dan dikanulasi pada bulan Juni (hari ke-60) sebesar 0,407 ± 0,046 s.d 0,480 ± 0,055 mm. Selain itu, menurut SNI (2000) diameter telur patin yang ideal sebesar 1 s.d 1,2 mm. Namun dilihat dari nilai yang tidak terlalu berbeda jauh dengan standar nasional dan hasil penelitian lainnya dapat dikatakan telur patin yang dihasilkan induk pada penelitian ini memiliki kualitas yang baik. Derajat kelangsungan hidup atau SR (Survival Rate) yaitu perbandingan ikan yang hidup hingga akhir pemeliharaan dengan jumlah ikan pada awal pemeliharaan. SR larva ikan patin tanpa perlakuan pada salinitas 0 permil sebesar 73,3 % (Arifin 1990 dalam Susanto dan Amri, 1996). SR larva yang dihasilkan pada penelitian ini pun cukup tinggi yaitu sebesar 79,81 ± 13,87 s.d 90,51 %. SR patin tanpa perlakuan penyuntikan hormon pada salinitas 0 berkisar antara 73,3 % selama pemeliharaan 15 hari (Arifin, 1990 dalam Susanto dan Amri, 1996). Tingginya nilai SR hasil penelitian yang mencapai 90,51 % ini dikarenakan pengamatan derajat kelangsungan hidup hanya dilakukan 4 hari. Pengamatan SR selama 4 hari ini bertujuan untuk melihat pengaruh negatif dari perlakuan yaitu
16
pada saat peralihan pakan dari endogenous feeding ke exogenous feeding (titik kritis). Penyuntikan hormon PMSG mix diharapkan dapat meningkatkan frekuensi pemijahan ikan patin siam dari 1 kali per tahun menjadi minimal enam kali per tahun. Hal tersebut dapat meningkatkan produksi benih sehingga dapat mendukung peningkatan produksi ikan patin nasional. Dosis penyuntikan PMSG mix 10 IU/kg bobot induk (10 IU PMSG dan 5 IU HCG) dianggap yang terbaik karena dapat merangsang kematangan gonad ikan patin lebih cepat. Harga induk patin siam matang gonad berkisar antara Rp. 150.000 - Rp. 200.000/ekor, dengan asumsi memijah sekali dalam 6 bulan. Dengan penyuntikan hormon PMSG dan HCG induk dapat memijah minimal 6 kali dalam setahun dengan biaya Rp 31.500 untuk sekali pemijahan (Lampiran 4).
17