III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Benih Ikan Lele Rata-rata tingkat kelangsungan hidup (SR) tertinggi dicapai oleh perlakuan naungan plastik transparan sebesar 13,82±8,77%, sedangkan tingkat kelangsungan hidup terendah pada perlakuan plastik gelap sebesar 0,12±0,2%. Data SR dapat dilihat pada grafik di bawah ini (gambar 2). Setelah dilakuakan analisis ragam (lampiran 2), perlakuan pemberian naungan yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda terhadap ringkat kelangsungan hidup benih ikan lele (p<0,05).
Keterangan: Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05)
Gambar 2. Tingkat kelangsungan hidup benih ikan lele setelah 28 hari pemeliharaan. (A: kontrol, B: plastik transparan, C: paranet, D: plastik gelap) 3.1.2. Laju Pertumbuhan Harian Laju pertumbuhan harian tertinggi dicapai oleh perlakuan naungan plastik transparan, yaitu sebesar 1,094±0,0186%. Sedangkan laju pertumbuhan harian terendah diperoleh pada kontrol, yaitu sebesar 1,079±0,0096%. Berdasarkan
8
hasil analisis ragam (lampiran 4), perlakuan pemberian naungan yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju pertumbuhan harian (p>0,05). Data laju pertumuhan harian pada semua perlakuan setelah 28 hari pemeliharaan dapat dilihat pada gambar 3 dibawah ini.
Gambar 3. Laju pertumbuhan harian benih ikan lele selama 28 hari pemeliharaan. (A: kontrol, B: plastik transparan, C: paranet, D: plastik gelap) 3.1.3. Pertambahan Panjang Mutlak Pertambahan panjang mutlak tertinggi setelah 28 hari pemeliharaan diperoleh pada perlakuan naungan plastik transparan sebesar 3,53±0,602 cm, sedangkan
terendah
diperoleh
pada
kontrol
sebesar
2,79±0,185
cm.
Berdasarkan hasil analisis ragam (lampiran 6), perlakuan pemberian naungan yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertambahan panjang mutlak (p>0,05). Berikut ini adalah data pertambahan panjang mutlak benih ikan lele pada semua perlakuan setelah 28 hari pemeliharaan (gambar 4).
9
Gambar 4. Pertambahan panjang mutlak benih ikan lele setelah 28 hari pemeliharaan. (A: kontrol, B: plastik transparan, C: paranet, D: plastik gelap) 3.2. Kualitas Air Media Pemeliharaan 3.2.1. Suhu Suhu media air pemeliharaan pada perlakuan naungan plastik gelap dan paranet rata-rata lebih rendah dibandingkan perlakuan naungan plastik transparan dan kontrol. Suhu media air pemeliharaan pada perlakuan naungan plastik gelap di pagi hari rata-rata sebesar 24.15±1.17
o
C, siang rata-rata
sebesar 27.96±1.57 oC, dan sore rata-rata sebesar 26.75±1.35 oC. Suhu tertinggi dicapai di siang hari pada kontrol, yaitu rata-rata sebesar 30.94±2.00
o
C.
sedangkan suhu terendah dicapai pada pagi hari pada perlakuan naungan plastik gelap dengan suhu rata-rata sebesar 24.15±1.17 oC. Data fluktuasi suhu harian rata-rata selama pemeliharaan pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada gambar 5 di bawah ini.
pagi
siang
sore
Gambar 5. Fluktuasi suhu harian rata-rata media air pemeliharaan. (A: kontrol, B:plastik transparan, C: paranet, D: plastik gelap) 3.2.2. Konsentrasi Amonia (NH3) Konsentrasi amonia (NH3) tertinggi pada perlakuan naungan paranet dan plastik gelap di hari ke-14 pemeliharaan, masing-masing sebesar 0,357 mg/ℓ dan 0,495 mg/ℓ. Sedangkan pada perlakuan naungan plastik transparan, konsentrasi NH3 tertinggi terjadi pada hari ke-28 pemeliharaan, yaitu sebesar 0,338 mg/ℓ dan pada kontrol nilai konsentrasi NH3 tertingginya terjadi pada hari ke-7 pemeliharaan sebesar 0,205 mg/ℓ. Konsentrasi NH3 di awal pemeliharaan pada
10
seluruh perlakuan memiliki nilai yang sangat rendah, masing-masing sebesar 0,011 mg/ℓ pada kontrol, 0,006 mg/ℓ pada perlakuan naungan plastik transparan , 0,014 mg/ℓ pada perlakuan naungan paranet, dan 0,003 mg/ℓ pada perlakuan naungan plastik gelap (gambar 6).
A B C D
Gambar 6. Konsentrasi NH3 media air pemeliharaan. (A: kontrol, B: plastik transparan, C: paranet, D: plastik gelap) 3.2.3. Konsentrasi DO (Disolved Oxygen) Konsentrasi DO di awal pemeliharaan pada kontrol, perlakuan naungan plastik transparan, naungan paranet, dan perlakuan naungan plastik gelap, masing-masing sebesar 5,34 mg/ℓ, 5,68 mg/ℓ, 5,5 mg/ℓ, dan 5,6 mg/ℓ. Konsentrasi DO terendah terjadi pada kontrol pada hari ke-21 pemeliharaan, yaitu sebesar 3,57 mg/ℓ. Sedangkan konsentrasi DO tertinggi terjadi pada perlakuan naungan plastik transparan, yaitu sebesar 8,96 mg/ℓ (gambar 7).
11
Gambar 7. Konsentrasi DO media air pemeliharaan. (A: kontrol, B: plastik transparan, C: paranet, D: plastik gelap)
3.2.4. Konsentrasi CO2 Bebas Konsentrasi CO2 tertinggi terjadi pada perlakuan naungan
plastik
transparan di hari pertama penebaran, yaitu sebesar 10,22 mg/ℓ. Sedangkan pada kontrol, perlakuan naungan paranet dan plastik gelap di hari pertama penebaran masing-masing adalah sebesar 2,92 mg/ℓ, 2,92 mg/ℓ, dan 7,3 mg/ℓ. Konsentrasi CO2 bebas terendah selama pemeliharaan pada semua perlakuan terjadi pada hari ke-14 pemeliharaan, masing-masing sebesar 1,096 mg/ℓ pada kontrol, 1,814 mg/ℓ pada perlakuan naungan plastik transparan, 1,176 mg/ℓ pada perlakuan naungan paranet dan 1,478 mg/ℓ pada perlakuan naungan plastik gelap (gambar 8).
Gambar 8. Konsentrasi CO2 bebas media air pemeliharaan. (A: kontrol, B: plastik transparan, C: paranet, D: plastik gelap) 3.2.5. Alkalinitas Alkalinitas media air pemeliharaan pada saat awal penebaran seluruh kolam perlakuan memiliki nilai yang sama, yaitu sebesar 27,63 mg/ℓ CaCO3. Kemudian di hari ke-7 pemeliharaan, pada semua perlakuan dan kontrol masingmasing mengalami kenaikan dengan nilai yang berbeda-beda, seperti dapat dilihat pada gambar 9 di bawah ini. Alkalinitas tertinggi terjadi pada hari ke-14, yaitu masing-masing sebesar 93,93 mg/ℓ CaCO3 pada kontrol , 66,30 mg/ℓ CaCO3 pada perlakuan naungan plastik transparan, 77,35 mg/ℓ CaCO3 pada perlakuan naungan paranet, dan 121,55 mg/ℓ CaCO3 pada perlakuan naungan plastik gelap (gambar 9).
12
Gambar 9. Alkalinitas media air pemeliharaan. (A: kontrol, B: plastik transparan, C: paranet, D: plastik gelap) 3.2.6. Nilai pH Nilai pH tertinggi adalah pada perlakuan naungan plastik transparan pada hari ke-21 pemeliharaan sebesar 7,11, sedangkan pada kontrol, perlakuan naungan paranet dan plastik gelap masing-masing bernilai 6,57; 6,84 dan 6,9. Nilai pH terendah terjadi pada perlakuan naungan plastik transparan sebesar 5,14 pada hari pertama penebaran. Perlakuan naungan plastik transparan memiliki nilai pH yang berkisar antara 5,14 sampai 7,11, sedangkan perlakuan naungan paranet dan perlakuan plastik gelap memiliki kisaran nilai pH masingmasing sebesar 6,15 sampai 6,84 dan 5,15 sampai 6,92, sedangkan pada kontrol nilai pH berkisar antara 6,22 sampai 6,66 (gambar 10).
13
Gambar 10. Nilai pH media air pemeliharaan. (A: kontrol, B: plastik transparan, C: paranet, D: plastik gelap) 3.3. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh bahwa tingkat kelangsungan hidup benih ikan lele cukup rendah (lampiran 1). Perbedaan jumlah kelangsungan hidup ikan lele sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal berupa kondisi lingkungan seperti suhu dan ketersediaan pakan (Goddard,1996). Tingkat kelangsungan hidup pada kontrol rat-rata sebesar 13.65±4,17% dan pada perlakuan naungan plastik transparan sebesar 13,82±8,77%. Sedangkan tingkat
kelangsungan
hidup
pada perlakuan naungan
paranet sebesar
1,08±1,87% dan pada perlakuan plastik gelap sebesar 0,12±0,2%. Jika dibandingkan dengan padat tebar yang disarankan Badan Standarisasi Nasional (2000), yaitu sebesar 50 ekor/m2
pada kegiatan pendederan ikan lele pada
pendederan III benih ikan lele ukuran 5 - 8 cm, maka hasil yang di dapatkan pada perlakuan naungan plastik transparan dan kontrol lebih baik, yaitu rata-rata sebesar 345 dan 341 ekor/m2, sedangkan pada perlakuan naungan paranet dan plastik gelap rata-rata sebesar 27 dan 3 ekor/m2. Hasil analisis ragam (lampiran 2) menunjukkan bahwa pemberian naungan yang berbeda berpengaruh nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup benih ikan lele (p<0,05). Setelah diuji lanjut didapat hasil bahwa tingkat kelangsungan hidup ikan lele yang diberi perlakuan dengan naungan plastik transparan sama dengan kontrol dan lebih baik dibandingkan dengan perlakuan naungan paranet dan plastik gelap. Jika dilihat dari data laju pertumbuhan harian (gambar 3), perlakuan naungan plastik transparan lebih baik dari kontrol dan semua perlakuan, yaitu sebesar 1,094±0,0186% (lampiran 3). Begitu juga dengan dengan pertambahan panjang mutlak, hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan pemberian naungan plastik transparan yaitu sebesar 3.53±0.602 cm (lampiran 5). Hal tersebut dipengaruhi oleh suhu pada perlakuan naungan plastik transparan lebih hangat dibandingkan pada perlakuan naungan paranet dan naungan plastik gelap (lampiran 7). Kondisi tersebut disebabkan karena naungan yang terbuat dari plastik transparan dapat meneruskan sinar matahari lebih baik dibandingkan dengan paranet dan plastik gelap, sehingga jika terjadi penyinaran matahari yang sebentar saja di maka air yang diberikan perlakuan naungan plastik transparan akan lebih cepat hangat dibandingkan yang diberikan perlakuan naungan plastik gelap dan paranet. Sebagaimana diketahui bahwa semakin tinggi suhu maka laju metabolisme ikan akan semakin tinggi (Effendi, 2003), sehingga konsumsi pakan
14
juga akan meningkat dan laju pertumbuhan juga akan lebih cepat. Selain itu padat tebar juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan. Karena jika kepadatan ikan terlalu tinggi, maka kompetisi untuk mendapatkan ruang dan makanan akan jauh lebih ketat sehingga ikan lebih sulit mendapatkan pakan dan pertumbuhannya menjadi rendah (Nugroho et. al, 2009). Laju pertumbuhan harian dan pertambahan panjang mutlak merupakan gambaran kemampuan pencernaan dalam mencerna pakan dan mengubahnya menjadi jaringan. Hal ini berhubungan dengan kondisi lingkungan dan ketersediaan pakan. Laju pertumbuhan harian pada perlakuan naungan plastik gelap sedikit lebih tinggi dibandingkan perlakuan naungan paranet (gambar 3), begitu juga dengan pertambahan panjang mutlak pada perlakuan naungan plastik gelap lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan dengan naungan paranet (gambar 4). Hal ini disebabkan karena jika terjadi hujan maka air hujan masih dapat masuk dengan mudah melalui celah-celah paranet, karena air hujan memiliki suhu yang lebih dingin dibandingkan dengan suhu air media pemeliharaan. Sehingga jika terjadi hujan, suhu air mudah sekali turun. Hal tersebut tentu saja mengganggu pertumbuhan ikan, karena ikan akan mudah stres. Setelah dilakukan uji statistik menggunakan analisis ragam (lampiran 4 dan lampiran 6), ternyata perlakuan penggunaan naungan yang berbeda pada pendederan benih ikan lele di bak terpal tidakmemberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju pertumbuhan harian maupun pertambahan panjang mutlak benih ikan lele (p>0,05). Namun jika dibandingkan dengan data tingkat kelangsungan hidup (lampiran 1), maka perlakuan naungan plastik transparan memberikan hasil terbaik. Suhu pada penelitian ini menjadi faktor utama yang menyebabkan kematian. Seperti dapat dilihat pada gambar
2, terlihat bahwa tingkat
kelangsungan hidup kontrol dan perlakuan naungan plastik transparan jauh lebih besar dibandingkan dengan perlakuan naungan paranet dan naungan plastik gelap (lampiran 1), grafik fluktuasi suhu perlakuan naungan plastik transparan dan kontrol tidak jauh berbeda dan lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan naungan paranet dan plastik gelap (gambar 5). Berdasarkan hasil analisis statistik ragam (lampiran 8) menunjukkan bahwa pemberian naungan yang berbeda berpengaruh nyata terhadap suhu air di bak (p<0,05). Setelah diuji lanjut didapat
hasil
bahwa perlakuan
pemberian
naungan
plastik
transparan
memberikan pengaruh suhu yang sama dengan kontrol dan lebih hangat
15
dibandingkan dengan perlakuan naungan paranet dan naungan plastik gelap (lampiran 7). Saat dilakukan penelitian ini, terjadi hujan hampir setiap hari dan intensitas sinar matahari juga kurang. Oleh karena itu, jika terjadi penyinaran matahari sebentar saja, maka air pada bak kontrol dan perlakuan naungan plastik transparan lebih cepat hangat karena sinar matahari dapat langsung mengenai air. Naungan plastik transparan tersebut juga berguna untuk melindungi agar air yang digunakan sebagai media pemeliharaan di bak tidak langsung terkena air hujan ketika turun hujan. Menurut Huet (1971), suhu merupakan faktor yang sangat penting pengaruhnya terhadap aktivitas vital pada tubuh ikan, terutama bernafas, tumbuh dan bereproduksi. Britz dan Hetch (1987) menyatakan bahwa peningkatan suhu sebesar 1 oC akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 1%, karena laju metabolism juga akan meningkat (Effendi, 2003). Hogendoom
et al. (1983)
menyatakan, bahwa temperatur sangat berpengaruh pada pertumbuhan ikan. Pada penelitian ini, suhu rata-rata pada perlakuan naungan plastik transparan dan kontrol berkisar pada 25 oC pada pagi hari, sampai 30 oC pada siang hari, atau rata-rata 27,5 oC. Sedangkan pada perlakuan naungan paranet dan plastik gelap rata-rata suhunya sebesar 26 oC dan 25,1 oC. Suhu yang optimal untuk pertumbuhan ikan kecil adalah antara 27,5 oC sampai 32,5 oC, sedangkan pada suhu 35 oC pertumbuhan akan berlangsung lambat, dan akan terjadi deformasi pada suhu yang lebih tinggi (Hogendoom et al., 1983). Hargreaves dan Tucker (2004) menyatakan, bahwa pemeliharaan ikan di atas suhu 27,5 oC
dapat
mencegah terjadinya infeksi penyakit bakteri dan virus. Konsentrasi amonia (NH3) yang cukup tinggi yaitu rata-rata di atas 0,1 mg/ℓ pada seluruh perlakuan di hari ke-7 pemeliharaan juga menjadi salah satu pemicu kematian ikan (lampiran 9). Wedemeyer (1996), menyampaikan kadar amonia sebaiknya berkisar < 0,1 mg/ℓ, Pillay (1993) menyebutkan ambang batas maksimum konsentrasi amonia untuk kegiatan budidaya adalah 0,02 mg/ℓ Peningkatan amonia di atas konsentrasi 0,3 ppm akan mengurangi kandungan oksigen dan meningkatkan kandungan CO2 dalam darah (Brockway dalam Gerbhards 1965). Kenaikan kadar NH3 hingga 1 ppm dapat menurunkan kadar O2 dalam darah hingga 1/7 kali konsentrasi normal dan CO2 dalam darah naik 15 %. Sebaliknya jika kadar O2 rendah maka daya racun NH3 akan meningkat (Waterman
1960).
Kepadatan
yang
cukup
tinggi
pada
penelitian
ini,
menyebabkan buangan sisa metabolism cukup banyak di perairan. Selama
16
pemeliharaan, konsentrasi NH3 pada semua perlakuan dan kontrol ata-rata di atas 0,1 mg/ℓ. Hal ini tentu tidak baik pada ikan yang dipelihara. Parameter kualitas air lainnya, seperti oksigen terlarut (DO) dan alkalinitas selama pemeliharaan menunjukkan nilai yang cukup
baik.
Konsentrasi oksigen terlarut (DO) di hari pertama pemeliharaan pada semua kolam pemeliharaan lebih dari 5 mg/ℓ, dan selama pemeliharaan tidak ada kolam yang konsentrasi oksigen terlarutnya kurang dari 3 mg/ℓ (). Ini sesuai dengan Lawson (1995), yang menyatakan bahwa untuk pemeliharaan ikan kandungan oksigen terlarut dalam perairan minimal sebesar 3 mg/ℓ. Lebih lanjut Lawson (1995), memaparkan konsentrasi oksigen terlarut peengaruhnya terhadap ikan menjadi 5 level seperti pada gambar 11 di bawah ini.
Sumber : Swingle (1969) dalam Lawson (1995) Gambar 11. Akibat yang ditimbulkan oleh berbagai kosentrasi oksigen terlarut terhadap ikan. Nilai alkalinitas di hari pertama cukup baik, yaitu sebesar 27,63 mg/ℓ CaCO3 pada semua kolam di hari pertama penebaran (lampiran 9). Perairan yang mengandung alkalinitas ≥20 ppm menunjukkan bahwa perairan tersebut relatif stabil terhadap perubahan asam dan basa sehingga kapasitas buffer lebih stabil (Boyd, 1990). Menurut
Pillay (1993), kadar alkalinitas dalam budidaya
sekurang-kurangnya adalah 20 mg/ℓ CaCO3, bahkan Lawson (1995) memberikan batas antara 10-400 mg/ℓ CaCO3 nilai alkalinitas yang diizinkan pada kegiatan budidaya. Sedangkan menurut Effendi (2003), nilai alkalinitas yang baik berkisar antara 30-500 mg/ℓ CaCO3. Peningkatan alkalinitas pada hari ke-7 disebabkan karena ada penambahan kapur (CaCO3) pada tempat penampungan air, ini dilakukan karena air yang digunakan adalah air yang berasal dari sumur. Air
17
yang produktif untuk budidaya adalah air yang sedikit basa karena dapat menyangga pH air akibat ekskresi CO2 yang dikeluarkan ikan (Parker dan Davis 1981, dalam Ohoiulun, 2003). Konsentrasi CO2 bebas selama pemeliharaan rata-rata berkisar antara 1,096 mg/ℓ sampai 4,38 mg/ℓ (). Kecuali pada perlakuan naungan plastik transparan dan plastik gelap di hari pertama pemeliharaan, serta perlakuan naungan paranet di hari ke-14 pemeliharaan, masing-masing sebesar 10,22 mg/ℓ, 7,3 mg/ℓ, dan 5,84 mg/ℓ. Pillay (1993) menyebutkan, bahwa kadar CO2 untuk budidaya tidak boleh lebih dari 3 mg/ℓ, sedangkan menurut Lawson (1995), kadar CO2 maksimum yang direkomendasikan untuk finfish adalah 10-15 mg/ℓ. Meade (1989) dalam Lawson (1959) menyebutkan, bahwa pH untuk kegiatan budidaya berkisar antara 6,5-8, begitu juga dengan pendapat Pillay (1993). Kisaran nilai pH selama penelitian pada semua perlakuan antara 6,15 sampai 7,11, kecuali pada perlakuan naungan plastik transparan dan paranet di hari pertama pemeliharaan yaitu masing-masing sebesar 5,14 (lampiran 9). Ikan tumbuh cukup lambat pada kisaran pH antara 5 sampai 6,5 (Swingle, 1969) dalam Boyd, 1990). Kisaran pH yang baik untuk pertumbuhan ikan berdasarkan Meade (1989) dalam Lawson (1995) adalah antara 6,5 sampai 8, sedangkan menurut Swingle (1969) dalam Boyd (1990) adalah antara 6,5 sampai 9. Berdasarkan hasil yang di dapat, nilai pH di hari pertama penebarana nilai pH pada
semua
perlakuan
berkisar
antara
5,14
sampai
6,24,
sehingga
pertumbuhannya cukup lambat.
18