HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Lot Benih Pembuatan lot benih dilakukan untuk memperoleh beragam tingkat vigor yang berbeda. Lot benih didapat dengan perlakuan penderaan terhadap benih jagung melalui Metode Pengusangan Cepat fisik. Pada tahap ini, penderaan dilakukan menggunakan mesin pengusangan cepat (MPC) fisik dengan lama waktu penderaan selama 4, 5, dan 6 hari pada suhu 40-450C dengan kelembaban tinggi ( ≈ 100%). Metode Pengusangan Cepat secara fisik dapat memberikan keragaman viabilitas dan vigor pada lot benih jagung. Keragaman lot kemudian digunakan untuk mengelompokkan benih berdasarkan status viabilitas dan vigornya, dan diperoleh hasil benih dengan waktu pengusangan selama 4 hari sebagai vigor 2 (V2), pengusangan selama 5 hari sebagai vigor 3 (V3), dan pengusangan selama 6 hari sebagai vigor 4 (V4). Nilai tengah status viabilitas dan vigor yang diperoleh, dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai tengah diperoleh dari rataan tiga ulangan pada masing-masing lot. Tabel 1. Nilai Tengah Daya Berkecambah (DB), Potensi Tumbuh Maksimum (PTM), Indeks Vigor (IV), Keserempakan Tumbuh (KST), Kecepatan Tumbuh (KCT), dan Berat Kering Kecambah Normal (BKKN) Benih Jagung Tingkat Vigor V1 V2 V3 V4
DB (%) 94.67 62.44 46.44 19.33
PTM (%) 99.11 71.78 60.00 30.00
IV (%) 32.89 20.22 3.33 0.00
KST (%) 96.44 46.00 35.33 4.11
KCT (%) 21.27 12.04 9.47 2.23
BKKN (gram) 2.81 1.29 0.53 0.28
Keterangan : V1 : Benih jagung disimpan pada ruang AC dengan suhu 16ºC; V2 : Benih jagung diusangkan secara fisik selama 4 hari; V3: Benih jagung diusangkan secara fisik selama 5 hari; V4: Benih jagung diusangkan secara fisik selama 6 hari;
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa benih yang diusangkan selama empat hari (V2), lima hari (V3), dan enam hari (V4) mengalami kemunduran dibandingkan dengan benih yang tidak diusangkan (V1). Kemunduran sangat
16
terlihat pada semua parameter pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa lot benih jagung mengalami penurunan viabilitas dan vigor secara linear. Selama proses penderaan, benih menyerap uap air dari lingkungan yang lembab sehingga kadar air benih meningkat. Viabilitas setelah melalui penderaan fisik pada benih yang mempunyi vigor tinggi akan tetap memiliki total kecambah normal yang tinggi, sedangkan lot benih yang mempunyai vigor rendah total kecambah normalnya akan berkurang. Garis regresi menunjukkan penurunan yang linier pada tolok ukur daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, indeks vigor, keserempakan tumbuh, kecepatan tumbuh, serta berat kering kecambah normal pada keempat tingkat vigor yang berbeda (Lampiran 1 sampai 6). Tabel 2. Nilai Tengah Laju Respirasi Benih Jagung (Zea mays L.) Tingkat Vigor V1 V2 V3 V4
Pengovenan Pelembaban 15 menit 30 menit 45 menit 10 jam 15 jam 20 jam ...…………………………mg CO2/kg/jam………………………..... 42.47 27.33 38.48 27.77 65.11 42.24 42.46 21.19 35.86 32.88 47.22 52.82 18.36 8.47 10.35 19.63 44.66 35.92 27.55 25.66 9.41 21.16 20.10 37.58
Keterangan : V1 : Benih jagung disimpan pada ruang AC dengan suhu 16ºC; V2 : Benih jagung diusangkan secara fisik selama 4 hari; V3: Benih jagung diusangkan secara fisik selama 5 hari; V4: Benih jagung diusangkan secara fisik selama 6 hari;
Nilai tengah laju respirasi benih jagung pada Tabel 2, menunjukkan terdapat perbedaan laju respirasi pada keempat vigor benih yang berbeda meskipun nilainya cenderung fluktuatif dan hanya pada perlakuan pengovenan 45 menit (O3) dan pelembaban 15 jam (L2) yang menunjukkan penurunan laju respirasi yang linier. Nilai tengah laju respirasi pada perlakuan pengovenan 15 menit (O1) dan 30 menit (O2) menurun secara linier pada V1 sampai V3, namun laju respirasi meningkat kembali pada V4, sedangkan perlakuan pelembaban 10 jam (L1) dan 20 jam (L2) laju respirasinya meningkat dari pada V2 dan menurun pada V3, kemudian meningkat kembali pada V4.
17
Hubungan antara Daya Berkecambah dengan Laju Respirasi Daya berkecambah merupakan salah satu tolok ukur viabilitas potensial benih. Viabilitas potensial benih merupakan kemampuan benih untuk tumbuh menjadi tanaman normal dalam keadaan lingkungan yang optimum. Hubungan antara daya berkecambah dengan laju respirasi benih jagung dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Persamaan Regresi antara Daya Berkecambah dengan Laju Respirasi Benih Jagung (Zea mays L.) Perlakuan Awal Pengovenan selama 15 menit Pengovenan selama 30 menit Pengovenan selama 45 menit Pelembaban selama 10 jam Pelembaban selama 15 jam Pelembaban selama 20 jam
Persamaan Regresi y = 18.3 + 0.258 x y = 17.0 + 0.065 x y = - 0.9 + 0.438 x y = 18.8 + 0.118 x y = 12.3 + 0.574 x y = 36.5 + 0.101 x
Nilai r 0.68 0.24 0.87 0.61 0.98* 0.42
Keterangan : x = peubah daya berkecambah benih dan y = peubah laju respirasi benih. Angka yang diikuti oleh tanda (*) adalah nyata pada taraf 5%.
Berdasarkan hasil analisis regresi dan korelasi pada pada Tabel 3, terlihat bahwa hubungan antara tolok ukur daya berkecambah dengan laju respirasi benih jagung pada semua perlakuan berkorelasi positif, artinya semakin tinggi daya berkecambah benih jagung maka semakin tinggi pula laju respirasinya. Nilai daya berkecambah yang tinggi menunjukkan bahwa benih memiliki viabilitas potensial yang tinggi karena mampu memanfaatkan cadangan makanan untuk berkecambah normal pada kondisi optimum, namun hanya satu perlakuan yang korelasinya nyata yaitu pada perlakuan L2 (pelembaban selama 15 jam). Nilai korelasi perlakuan L2 sebesar 0.98, artinya peubah laju respirasi (sumbu y) dipengaruhi oleh peubah daya berkecambah (sumbu x) sebesar 98 %. Nilai korelasi yang mendekati satu (r ≈ 1) menunjukkan hubungan yang sangat erat antara daya berkecambah dengan laju respirasi benih jagung. Persamaan regresi menyatakan hubungan antara peubah daya berkecambah (sumbu x) dengan peubah laju respirasinya (sumbu y). Garis regresi pada Lampiran 7 sampai 12 menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai DB maka semakin tinggi laju respirasinya. Hasil penelitian Yulinda (2000) menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara laju respirasi dengan parameter viabilitas benih jagung, kedelai, dan
18
kacang hijau. Benih jagung yang memiliki nilai daya berkecambah sebesar 97.33% nilai laju respirasinya sebesar 200.58 mg CO2, sedangkan benih jagung dengan nilai daya berkecambah 62.67% nilai laju respirasinya sebesar 184.79 mg CO2. Hubungan antara Potensi Tumbuh Maksimum dengan Laju Respirasi Potensi tumbuh maksimum merupakan tolok ukur viabilitas total benih. Viabilitas total benih dapat mendeteksi daya hidup benih yang ditunjukkan oleh gejala hidup benih melalui melalui gejala metabolismenya. Hubungan antara potensi maksimum dengan laju respirasi benih jagung dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Persamaan Regresi antara Potensi Tumbuh Maksimum dengan Laju Respirasi Benih Jagung (Zea mays L.) Perlakuan Awal Pengovenan selama 15 menit Pengovenan selama 30 menit Pengovenan selama 45 menit Pelembaban selama 10 jam Pelembaban selama 15 jam Pelembaban selama 20 jam
Persamaan Regresi y = 15.4 + 0.265 x y = 17.6 + 0.048 x y = - 7.1 + 0.469 x y = 17.2 + 0.125 x y = 2.51 + 0.640 x y = 35.1 + 0.108 x
Nilai r 0.64 0.16 0.85 0.59 0.99** 0.41
Keterangan : x = peubah daya berkecambah benih dan y = peubah laju respirasi benih. Angka yang diikuti oleh tanda (**) adalah nyata pada taraf 1%.
Berdasarkan hasil analisis regresi dan korelasi pada Tabel 4, terlihat bahwa hubungan antara potensi tumbuh maksimum dengan laju respirasi benih jagung menunjukkan korelasi positif pada semua perlakuan, tetapi hanya perlakuan L2 (pelembaban selama 15 jam) yang koefisien korelasinya bernilai sangat nyata. Nilai korelasi pada perlakuan L2 sangat mendekati 1 (r ≈ 1) yaitu 0.99, artinya peubah laju respirasi (sumbu y) dipengaruhi oleh peubah potensi tumbuh maksimum (sumbu x) sebesar 99 %. Nilai tersebut menggambarkan hubungan yang sangat erat antara tolok ukur potensi tumbuh maksimum dengan laju respirasi benih jagung. Tanda positif menunjukkan hubungan yang berbanding lurus antara kedua peubah. Potensi tumbuh maksimum benih jagung yang tinggi menunjukkan kemampuan daya hidup benih yang tinggi pula, karena gejala metabolisme benih dalam perombakan cadangan makanan untuk pertumbuhan kecambah tetap tinggi meskipun energi yang ada di dalam benih digunakan untuk berespirasi.
19
Persamaan regresi menyatakan hubungan antara peubah potensi tumbuh maksimum benih jagung (sumbu x) dengan peubah laju respirasinya (sumbu y). Garis regresi pada Lampiran 13 sampai 18 menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai potensi tumbuh maksimum benih jagung, maka semakin tinggi pula laju respirasinya. Hubungan antara Indeks Vigor dengan laju Respirasi Indeks vigor merupakan salah satu tolok ukur vigor kekuatan tumbuh benih (VKT). Menurut Copeland dan McDonald (2001) nilai indeks vigor benih adalah nilai perkecambahan pada hitungan pertama, yang merupakan salah satu tolok ukur yang dapat digunakan untuk menentukan vigor benih. Semakin rendah nilai perkecambahan pada hitungan pertama mengindikasikan semakin rendahnya vigor benih. Menurut Justice dan Bass (2002) kehilangan vigor dapat dianggap sebagai suatu tahap perantara dari kehidupan benih, yaitu antara awal dan akhir proses kemunduran. Hubungan antara indeks vigor dengan laju respirasi benih jagung dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Persamaan Regresi antara Indeks Vigor dengan Laju Respirasi Benih Jagung (Zea mays L.) Perlakuan Awal Pengovenan selama 15 menit Pengovenan selama 30 menit Pengovenan selama 45 menit Pelembaban selama 10 jam Pelembaban selama 15 jam Pelembaban selama 20 jam
Persamaan regresi y = 23.3 + 0.667 x y = 16.9 + 0.268 x y = 9.57 + 0.989 x y = 21.1 + 0.300 x y = 29.3 + 1.06 x y = 38.2 + 0.281 x
Nilai r 0.86 0.48 0.96* 0.75 0.88 0.57
Keterangan : x = peubah daya berkecambah benih dan y = peubah laju respirasi benih. Angka yang diikuti oleh tanda (*) adalah nyata pada taraf 5%.
Tabel 5 menunjukkan bahwa hubungan antara indeks vigor dengan laju respirasi benih jagung menunjukkan korelasi positif pada semua perlakuan, tetapi korelasinya yang nyata hanya pada perlakuan O3, berbeda dengan tolok ukur daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum yang korelasinya nyata pada perlakuan L2. Korelasi positif menunjukkan hubungan yang berbanding lurus antara kedua peubah, semakin tinggi indeks vigor maka semakin tinggi pula laju respirasinya.
20
Nilai korelasi pada perlakuan O3 (pengovenan selama 45 menit) sangat mendekati satu (r ≈ 1) yaitu sebesar 0.96, artinya peubah laju respirasi (sumbu y) dipengaruhi oleh peubah indeks vigor (sumbu x) sebesar 96 %. Nilai tersebut menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara tolok ukur indeks vigor dengan laju respirasi benih jagung pada perlakuan O3. Benih yang indeks vigornya tinggi berarti memiliki vigor kekuatan tumbuh yang tinggi karena tetap memiliki kemampuan untuk berkecambah secara normal pada hitungan pertama meskipun, energi atau cadangan makanan digunakan untuk berespirasi. Garis regresi pada Lampiran 19 sampai 24 menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai indeks vigor benih jagung, maka semakin tinggi pula laju respirasinya. Hubungan antara Keserempakan Tumbuh dengan laju Respirasi Keserempakan tumbuh merupakan salah satu tolok ukur parameter vigor daya simpan (VDS) benih. Menurut Sadjad et al. (1999), benih yang tetap mampu menumbuhkan tanaman normal pada kondisi lapang sub optimum meskipun kondisi penyimpanannya sub optimum (penyimpanan terbuka), dapat dikatakan bahwa benih tersebut memiliki vigor daya simpan yang tinggi. Benih dengan kapasitas respirasi tertinggi akan mempunyai vigor daya simpan tertinggi pula. Diduga benih tersebut paling sedikit mengonsumsi oksigen selama disimpan, sehingga mempunyai laju kemunduran yang sekecil mungkin. Hubungan antara parameter vigor daya simpan (VDS) pada tolok ukur keserempakan tumbuh dengan laju respirasi benih jagung dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hubungan Keserempakan Tumbuh dengan Laju Respirasi Benih Jagung (Zea mays L.) Perlakuan Awal Pengovenan selama 15 menit Pengovenan selama 30 menit Pengovenan selama 45 menit Pelembaban selama 10 jam Pelembaban selama 15 jam Pelembaban selama 20 jam
Persamaan regresi y = 23.8 + 0.195 x y = 18.0 + 0.058 x y = 8.21 + 0.337 x y = 21.7 + 0.0813 x y = 23.0 + 0.467 x y = 39.4 + 0.059 x
Nilai r 0.63 0.26 0.82 0.51 0.97* 0.30
Keterangan : x = peubah daya berkecambah benih dan y = peubah laju respirasi benih. Angka yang diikuti oleh tanda (*) adalah nyata pada taraf 5%
21
Tabel 6 menunjukkan bahwa pada semua perlakuan terdapat hubungan yang berkorelasi positif antara keserempakan tumbuh benih jagung dengan laju repirasinya. Artinya semakin tinggi keserempakan tumbuh benih maka semakin tinggi pula laju respirasinya. Korelasi positif yang bernilai nyata hanya pada perlakuan L2 (pelembaban selama 15 jam), sedangkan pada lima perlakuan yang lainnya nilai korelasi tidak ada yang nyata. Nilai korelasi pada perlakuan L2 sangat mendekati satu (r ≈ 1) yaitu sebesar 0.97, artinya peubah laju respirasi dipengaruhi oleh peubah keserempakan tumbuh sebesar 97% dan menggambarkan terdapat hubungan yang erat antara keserempakan tumbuh dengan laju respirasi benih jagung. Persamaan
garis
regresi
menyatakan
hubungan
antara
peubah
keserempakan tumbuh (sumbu x) dengan peubah laju respirasi benih (sumbu y). Garis regresi menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai keserepakan tumbuh benih, maka semakin tinggi pula laju respirasinya (Lampiran 25 sampai 30). Hubungan antara Kecepatan Tumbuh dengan laju Respirasi Kecepatan tumbuh merupakan tolok ukur bagi parameter vigor kekuatan tumbuh. Rendahnya nilai kecepatan tumbuh mengindikasikan bahwa vigor benih telah mengalami penurunan. Menurut sadjad (1993), peubah kecepatan tumbuh (KCT) yang tinggi mengindikasikan vigor kekuatan tumbuh, karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang sub optimum. KCT diukur dengan jumlah tambahan perkecambahan setiap hari atau etmal dalam kurun waktu perkecambahan pada kondisi optimum. Kecepatan tumbuh benih jagung yang semakin tinggi dengan semakin meningkatnya laju respirasi, mengindikasikan bahwa benih memiliki vigor kekuatan tumbuh yang tinggi pula. Benih tetap dapat mempertahankan vigornya sehingga kecepatan tumbuhnya tetap tinggi meskipun laju respirasi meningkat. Hubungan antara parameter vigor kekuatan tumbuh (VKT) pada tolok ukur kecepatan tumbuh dengan laju respirasi benih jagung disajikan pada Tabel 7.
22
Tabel 7. Hubungan Kecepatan Tumbuh dengan Laju Respirasi Benih Jagung (Zea
mays L.) Perlakuan Awal Pengovenan selama 15 menit Pengovenan selama 30 menit Pengovenan selama 45 menit Pelembaban selama 10 jam Pelembaban selama 15 jam Pelembaban selama 20 jam
Persamaan regresi y = 21.9 + 0.956 x y = 18.0 + 0.236 x y = 4.7 + 1.67 x y = 20.6 + 0.421 x y = 18.3 + 2.31 x y = 38.4 + 0.332 x
Nilai r 0.63 0.22 0.83 0.54 0.98* 0.34
Keterangan : x = peubah daya berkecambah benih dan y = peubah laju respirasi benih. Angka yang diikuti oleh tanda (*) adalah nyata pada taraf 5%.
Tabel 7 menunjukkan bahwa pada semua perlakuan terdapat hubungan korelasi yang positif antara kecepatan tumbuh dengan laju respirasinya. Artinya semakin tinggi kecepatan tumbuh benih jagung maka semakin tinggi pula laju repirasinya. Hubungan yang memiliki nilai korelasi nyata hanya pada perlakuan L2 (pelembaban selama 15 jam) dengan nilai r yang sangat mendekati 1 (r ≈ 1) yaitu 0.98, artinya bahwa variabel laju respirasi (sumbu y) dipengaruhi oleh variabel kecepatan tumbuh (sumbu x) sebesar 98 %. Nilai korelasi yang tinggi menggambarkan terdapat hubungan yang erat antara tolok ukur kecepatan tumbuh dengan laju respirasi benih jagung. Garis regresi pada Lampiran 31 sampai 36 menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai kecepatan tumbuh benih, maka semakin tinggi pula laju respirasinya. Hubungan antara Berat Kering Kecambah Normal dengan Laju Respirasi Berat kering kecambah normal merupakan tolok ukur viabilitas potensial . Benih yang memiliki viabilitas potensial tinggi, akan memiliki berat kering kecambah normal yang tinggi pula. Reaksi-reaksi yang terjadi selama metabolisme benih tidak terhambat oleh respirasi dan tetap tersedia energi untuk pertumbuhan kecambah sehingga kecambah dapat tumbuh dan berkembang secara normal. Hubungan antara parameter berat kering kecambah normal dengan laju respirasi benih jagung disajikan pada Tabel 8.
23
Tabel 8. Hubungan Berat Kering Kecambah Normal dengan Laju Respirasi Benih Jagung (Zea mays L.) Perlakuan Awal Pengovenan selama 15 menit Pengovenan selama 30 menit Pengovenan selama 45 menit Pelembaban selama 10 jam Pelembaban selama 15 jam Pelembaban selama 20 jam
Persamaan regresi y = 23.0 + 7.95 x y = 16.1 + 3.69 x y = 8.70 + 12.1 x y = 21.5 + 3.15 x y = 26.7 + 14.3 x y = 39.1 + 2.44 x
Nilai r 0.76 0.49 0.71 0.34 0.88 0.37
Keterangan : x = peubah daya berkecambah benih dan y = peubah laju respirasi benih.
Hubungan antara berat kering kecambah normal dengan laju respirasi benih jagung menunjukkan hubungan korelasi yang positif pada semua perlakuan (Tabel 8), artinya semakin tinggi laju respirasi maka semakin tinggi pula berat kering kecambah normal jagung, tetapi korelasinya tidak ada yang bernilai nyata. Perlakuan L2 (Pelembaban selama 15 jam) menunjukkan nilai korelasi yang tertinggi dan mendekati satu (r ≈ 1) yaitu 0.88. Nilai tersebut berarti bahwa variabel laju respirasi (sumbu y) dipengaruhi oleh variabel berat kering kecambah normal (sumbu x) sebesar 88 %, menggambarkan terdapat hubungan yang erat antara berat kering kecambah normal dengan laju respirasi benih jagung. Persamaan garis regresi menyatakan hubungan antara peubah berat kering kecambah normal (sumbu x) dengan peubah laju respirasi benih (sumbu y). Garis regresi pada Lampiran 37 sampai 42, menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai berat kering kecambah normal maka semakin tinggi pula laju respirasinya. Nilai Standar Deviasi Laju Respirasi Persamaan regresi linier dan korelasi pada benih jagung menunjukkan bahwa laju respirasi berkorelasi positif dengan daya berkecambah (DB), potensi tumbuh maksimum (PTM), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), keserempakan tumbuh (KST), dan berat kering kecambah normal (BKKN) dengan nilai keeratan yang tinggi (r ≈ 1), meskipun tidak semua korelasi menunjukkan nilai yang nyata. Tolok ukur daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh, dan keserempakan tumbuh menunjukkan nilai korelasi yang nyata pada perlakuan L2 (pelembaban selama 15 jam), sedangkan pada tolok ukur indeks vigor perlakuan yang korelasinya bernilai nyata adalah O3 (pengovenan
24
selama 45 menit), dan pada tolok ukur berat kering kecambah normal tidak ada perlakuan yang bernilai korelasi nyata. Terdapat dua perlakuan yang korelasinya nyata pada tolok ukur pengamatan yang berbeda, yaitu perlakuan L2 dan O3. Perlakuan yang terbaik adalah perlakuan yang memiliki nilai standar deviasi laju respirasi yang lebih kecil, sehingga standar deviasi antara kedua perlakuan dibandingkan untuk menentukan metode atau perlakuan yang terbaik dan konsisten (Tabel 8). Tabel 9. Nilai Tengah dan Nilai Standar Deviasi Laju Respirasi Benih Jagung (Zea mays L.) Perlakuan Awal Nilai Tengah (mg CO2/kg/jam) Standar deviasi Pengovenan selama 15 menit 32.71 5.03 Pengovenan selama 30 menit 20.66 3.61 Pengovenan selama 45 menit 23.52 5.30 Pelembaban selama 10 jam 25.34 5.79 Pelembaban selama 15 jam 44.27 3.91 Pelembaban selama 20 jam 42.14 0.51 Tabel 9 menunjukkan bahwa perlakuan L2 ( pelembaban selama 15 jam) memilki nilai standar deviasi yang lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan O3 (pengovenan selama 45 menit). Nilai standar deviasi L2 adalah 3.91 sedangkan nilai standar deviasi O3 adalah 5.30. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada perlakuan L2, data laju respirasi lebih seragam dan memiliki keragaman data yang kecil sehingga data lebih konsisten. Menurut Walpole (1997), semakin besar nilai standar deviasi maka keragaman data yang diperoleh semakin besar dan bervariasi pada masing-masing ulangannya. Hasil perbandingan antara nilai standar deviasi dari perlakuan L2 dan O3 menyimpulkan bahwa metode L2 memiliki data laju respirasi yang lebih seragam dibandingkan dengan metode O3, sehingga metode L2 dapat digunakan dalam melakukan pengujian ini sebagai metode yang terbaik dan konsisten.