109
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh Periode Makan Akuisisi Serangga Terhadap Penularan Begomovirus Sepuluh ekor B. tabaci biotipe B dan biotipe non B yang diuji mampu menularkan ketiga strain begomovirus setelah diberi PMA selama 15 menit dan PMI selama 48 jam. Kemampuan B. tabaci menularkan begomovirus dapat berbeda -beda antar biotipe maupun strain begomovirus . B. tabaci biotipe non B Jawa Timur (BtKKJT) lebih efektif menularkan strain begomovirus yang berasal dari Kaliurang dan Boyolali dibandingkan dengan strain Bogor (Tabel 5.2). B. tabaci biotipe non B Jawa Barat (BtCkBJB) lebih efektif menularkan strain begomovirus yang berasal dari Bogor (Tabel 5.2), sedangkan B. tabaci biotipe B kurang efektif menularkan ketiga strain begomovirus tersebut (Tabel 5.2). Kemampuan ketiga populasi B. tabaci menularkan ketiga strain begomovirus akan semakin meningkat dengan meningkatkan PMA (Tabel 5.2). Efektifitas penularan maksimum (100%) dapat dicapai oleh B. tabaci BtCkBJB untuk menularkan strain begomovirus Bogor melalui PMA minimum selama 180 menit (Tabel 5.2). Efektifitas penularan tertinggi yang dapat dicapai oleh dua populasi B. tabaci yang lain, BtBsBJB dan BtKKJT, hanya mencapai 80% yaitu untuk menularkan strain begomovirus Boyolali melalui PMA minimum selama 360 menit (Tabel 5.2). Walaupun masa inkubasi begomovirus cenderung semakin cepat dengan bertambahnya PMA serangga, tetapi hal tersebut tidak dapat dikaitkan dengan perbedaan strain begomovirus maupun perbedaan biotipe B. tabaci.
109
110
Tabel 5.2 Pengaruh periode makan akuisisi serangga vektor BtBsBJB, BtCkBJB dan BtKKJT terhadap penularan tiga strain begomovirus dan masa inkubasi virus pada tanaman tomat dengan periode makan inokulasi 48 jam dan jumlah serangga sepuluh ekor setiap tanaman
Periode makan akuisisi (Menit)
15
30
60
180
360 Keterangan:
1)
Biotipe B. tabaci BtBsBJB 2) BtCkBJB 3) BtKKJT4) BtBsBJB BtCkBJB BtKKJT BtBsBJB BtCkBJB BtKKJT BtBsBJB BtCkBJB BtKKJT BtBsBJB BtCkBJB BtKKJT
Kaliurang Jumlah Masa tanaman inkubasi terinfeksi1) (Hari) (%) 10 9 10 13 30 10 10 9 10 13 30 10 30 11 30 15.5 40 10 30 11 50 10 50 11. 5 50 11. 5 70 8 50 11. 5
Jumlah tanaman bergejala/jumlah tanaman uji;
2)
Strain begomovirus Boyolali Jumlah Masa tanaman inkubasi terinfeksi (Hari) (%) 10 14 10 10 40 9.5 10 14 20 10 40 9.5 50 13.5 20 10 60 8 70 12.5 50 7.5 60 8.5 80 12 80 7 80 8
Bogor Jumlah tanaman Masa terinfeksi inkubasi (%) (Hari) 10 50 20 10 70 20 40 90 40 40 100 50 60 100 70
12 15 13 12.5 11 13 12 11 9.5 10 9.5 10 10,5 9.5 10
B. tabaci biotipe B; 3) B. tabaci biotipe non B, Jawa Barat ;4) B. tabaci biotipe non B, Jawa Timur
110
111
Pengaruh Periode Makan Inokulasi Serangga Terhadap Penularan Begomovirus Seperti halnya pada pengujian PMA, kemampuan ketiga biotipe B. tabaci menularkan tiga strain begomovirus semakin meningkat dengan semakin lamanya PMI (Tabel 5.3). Pada PMI selama 15 menit efektifitas penularan tertinggi yang tercapai hanya 50% yaitu untuk B. tabaci BtBsBJB yang menularkan strain begomovirus Kaliurang, B. tabaci BtCkBJB yang menularkan strain begomovirus Boyolali, B. tabaci BtKKJT yang menularkan strain begomovirus Bogor. Bila PMI ditingkatkan menjadi 360 menit, efektifitas penularan maksimal (100%) dapat tercapai yaitu untuk B. tabaci BtBsBJB yang menularkan strain begomovirus Kaliurang, dan B. tabaci BtCkBJB yang menularkan strain begomovirus Kaliurang dan Boyolali. Pada pengujian PMI ini terlihat adanya interaksi antara biotipe B. tabaci dengan strain begomovirus yaitu antara BtCkBJB dengan strain Boyolali. Pengaruh Jumlah Serangga Terhadap Penularan Begomovirus Satu ekor B. tabaci biotipe B dan B. tabaci biotipe non B yang diberi PMA selama 24 jam dan PMI selama 48 jam telah mampu menularkan ketiga strain begomovirus. Kemampuan satu ekor B. tabaci biotipe B menularkan tiga strain begomovirus relatif rendah dibandingkan kemampuan B. tabaci non B (Tabel 5.4). Satu ekor B. tabaci biotipe non B telah mampu menyebabkan 30–50% tanaman terinfeksi, sedangkan B. tabaci biotipe B hanya mampu menyebabkan 10% tanaman terinfeksi. Jumlah tanaman terinfeksi akan meningkat bila jumlah serangga yang digunakan untuk penularan diperbanyak. Walaupun demikian, terlihat kecenderungan bahwa kemampuan B. tabaci biotipe non B menularkan ketiga strain begomovirus relatif le bih tinggi dibandingkan kemampuan B. tabaci biotipe B. Dengan 5 ekor serangga setiap tanaman, B. tabaci biotipe non B (BtCkBJB dan BtKKJT) telah dapat menyebabkan infeksi sebesar 40-80%, sedangkan B. tabaci biotipe B hanya menyebabkan infeksi sebesar 30%.
111
112
Tabel 5.3 Pengaruh periode makan inokulasi serangga vektor BtBsBJB, BtCkBJB dan BtKKJT terhadap penularan tiga strain begomovirus dan masa inkubasi virus pada tanaman tomat dengan periode makan akuisisi 24 jam dan jumlah serangga sepuluh ekor setiap tana man
Periode makan inokulasi (Menit)
15
30
60
180
360 Keterangan:
1)
Biotipe B. tabaci BtBsBJB 2) BtCkBJB 3) BtKKJT4) BtBsBJB BtCkBJB BtKKJT BtBsBJB BtCkBJB BtKKJT BtBsBJB BtCkBJB BtKKJT BtBsBJB BtCkBJB BtKKJT
Kaliurang Jumlah Masa tanaman inkubasi terinfeksi1) (Hari) (%) 50 14 20 12 20 13 80 18 30 13 60 9.5 80 11 80 12 60 10. 5 80 10 80 10. 5 60 10. 5 100 10 100 10. 5 90 10.5
Jumlah tanaman bergejala/jumlah tanaman uji;
2)
Strain begomovirus Boyolali Jumlah Masa tanaman inkubasi terinfeksi (Hari) (%) 40 13 50 13 30 12 40 14. 5 70 11.5 30 11. 5 50 14.5 70 10. 5 60 10 80 14. 5 80 10. 5 80 9 90 13. 5 100 10. 5 80 9.5
Bogor Jumlah Masa tanaman inkubasi terinfeksi (Hari) (%) 20 12 10 8 50 10. 5 20 10 20 11 70 11. 5 40 9.5 40 6.5 70 9.5 40 10. 5 40 8.5 80 9.5 50 10. 5 60 10. 5 80 9.5
B. tabaci biotipe B; 3) B. tabaci biotipe non B, Jawa Barat ;4) B. tabaci biotipe non B, Jawa Timur
112
113
Tabel 5.4 Pengaruh jumlah serangga vektor BtBsBJB, BtCkBJB dan BtKKJT terhadap penularan tiga strain begomovirus dan masa inkubasi virus pada tanaman tomat dengan periode makan akuisisi 24 jam dan periode makan inokulasi 48 jam.
Jumlah serangga (ekor)
BtBsBJB 2) BtCkBJB 3) BtKKJT4) BtBsBJB BtCkBJB BtKKJT BtBsBJB BtCkBJB BtKKJT BtBsBJB BtCkBJB BtKKJT BtBsBJB BtCkBJB BtKKJT BtBsBJB BtCkBJB BtKKJT
1
3
5
10
15 20 Keterangan:
Biotipe B. tabaci
1)
Kaliurang Jumlah Masa tanaman inkubasi terinfeksi1) (Hari) (%) 10 8 30 9.5 50 10. 5 10 8 40 10. 5 50 10. 5 30 8.5 70 13 80 11. 5 60 11 80 9.5 80 10. 5 100 6,5 80 8 100 10 100 6 100 6.5 100 10
Strain begomovirus Boyolali Jumlah Masa tanaman inkubasi terinfeksi (Hari) (%) 10 12 30 12 40 9 30 12 70 10 50 9 30 12 70 12. 5 70 8 60 8.5 80 9.5 100 8 60 15. 5 80 11 100 8 70 15. 5 80 10 100 8
Bogor Jumlah Masa tanaman inkubasi terinfeksi (Hari) (%) 10 10 30 14 40 14 30 12 30 10 80 10. 5 30 10 40 10 80 11. 5 60 11 40 11. 5 80 10. 5 60 11 100 8.5 100 10 80 12 100 8 100 10
Jumlah tanaman bergejala/jumlah tanaman uji;2) B. tabaci biotipe B; 3) B. tabaci biotipe non B, Jawa Barat; 4) B. tabaci biotipe non B, Jawa Timur
113
114
Pembahasan Begomovirus ditularkan oleh B. tabaci secara persisten sirkulatif tetapi tidak mengalami replikasi di dalam tubuh serangga vektor (Mehta et al. 1994; Idris & Brown 1998). Has il uji penularan menunjukkan bahwa B. tabaci biotipe B dan biotipe non B mampu menularkan ketiga strain begomovirus setelah PMA selama 15 menit dengan PMI selama 48 jam. Semakin lama PMA serangga vektor B. tabaci biotipe B dan biotipe non B pada tanaman tomat terinfeksi begomovirus, semakin meningkat kemampuan serangga vektor menularkan begomovirus tersebut (Tabel 5.2). Beberapa begomovirus dilaporkan mampu ditularkan oleh serangga vektor B. tabaci dengan PMA minimum selama 15 menit. Tomato yellow leaf curl virus yang berasal dari Mesir mampu ditularkan oleh B. tabaci biotipe B setelah PMA 15 menit (Mehta et al. 1994) , sedangkan Butter & Rataul (1977) menunjukkan bahwa PMA minimum B. tabaci koloni Brinjal untuk menularkan ToLCV-Sudan adalah 31 menit. Idris & Brown (1998) melaporka n bahwa B. tabaci biotipe A yang telah diberi PMA selama 30 menit tidak mampu menularkan sinaloa tomato leaf curl virus (STLCV) tetapi penularan baru terjadi setelah 1 jam PMA. Aidawati et al. (2002) melaporkan PMA B. tabaci biotipe B mampu menularkan TLCV asal Jember setelah PMA selama 30 menit dan PMA maksimum adalah 24 jam. Menggunakan populasi B. tabaci yang sama Sulandari (2004) melaporkan bahwa B. tabaci biotipe B tersebut mampu menularkan virus keriting kuning cabai setelah PMA 30 menit dan PMA maksimum adalah 3 jam. Kemampuan serangga vektor untuk memperoleh virus dari tanaman terinfeksi begomovirus selama PMA tergantung pada konsentrasi virus dalam jaringan tanaman terinfeksi, kemampuan serangga memperoleh virus dan kemampuan virus melewati dinding usus tengah serangga dan selanjutnya bertahan dalam hemolimfa serangga (Mehta et al. 1994; Markham et al. 1994; Harris et al. 1996; Hunter et al. 1998; Rosell et al. 1999). Hasil penelitian ini menunjukkan meningkatnya efisiensi penularan ketiga strain begomovirus setelah PMA B. tabaci biotipe B dan biotipe non B diperpanjang menunjukkan cara penularan virus sirkulatif.
114
115
Periode makan inokulasi sangat berpengaruh terhadap kemampuan serangga vektor B. tabaci biotipe B dan biotipe non B untuk menularkan tiga strain begomovirus.
Semakin lama PMI diberikan, semakin meningkat
kemampuan B. tabaci biotipe B dan biotipe non B menularkan ketiga strain begomovirus (Tabel 5.3). Menurut Costa (1969) kemampuan serangga vektor untuk menularkan virus ke tanaman sehat selama PMI ditentukan oleh jumlah serangga dan tempat makan serangga pada saat inokulasi. Periode makan inokulasi maksimum B. tabaci dalam menularkan begomovirus berbeda-beda tergantung pada biotipe dan strain begomovirus. Periode makan inokulasi maksimum B. tabaci biotipe B untuk menularkan TLCV asal Jember adalah 24 jam, sedangkan untuk menularkan virus keriting kuning adalah 6 jam (Aidawati et al. 2002; Sulandari 2004). Butt er & Rataul (1977) melaporkan PMI minimum B. tabaci untuk menularkan TLCV-Sudan adalah 32 menit, sedangkan PMI B. tabaci biotipe B untuk menularkan TYLCV-Mesir adalah 15 menit (Mehta et al. 1994). Idris & Brown (1998) melaporkan bahwa B. tabaci biotipe A yang diberi PMA 24 jam tidak mampu menularkan STLCV setelah periode inokulasi 30 menit, tetapi penularan terjadi setelah PMI 1 jam. Efisiensi penularan juga ditentukan oleh jumlah serangga. Kemampuan satu ekor B. tabaci menularkan begomovirus telah banyak dilaporkan (Brown & Nelson 1988; Mehta et al. 1994; Aidawati et al. 2002; Sulandari 2004) walaupun dengan tingkat keberhasilan yang beragam. Satu ekor B. tabaci dapat menularkan TLCV-Jember dengan keberhasilan 50% (Aidawati et al.
2002) sementara
serangga yang sama dapat menularkan virus keriting kuning cabai dengan keberhasilan 40% (Sulandari 2004). Hasil penelitian Brown & Nelson (1988) menunjukkan bahwa satu ekor B. tabaci mampu menularkan chino del tomato virus (CdTV) dengan jumlah tanaman terinfeksi 15% dan penularan optimal (100%) ditularkan oleh 20 ekor serangga vektor. Mehta et al. (1994) menunjukkan bahwa satu ekor B. tabaci biotipe B mampu menularkan TYLCV-Mesir sebesar 20%. Faktor penting lain yang bertautan dengan penularan begomovirus adalah keanekaragaman B. tabaci. Bedford et al. (1994) melaporkan bahwa semua populasi B. tabaci (biotipe B, B2 dan non B) yang berasal dari geografi yang
115
116
berbeda mampu menularkan begomovirus yang berbeda dengan perbedaan pada efektifitas penularan. B. tabaci biotipe E yang berasal Benin, Afrika dan B. tabaci biotipe J yang berasal dari Nigeria tidak efektif sebagai vektor begomovirus yang diuji. Demikian pula Maruthi et al. (2002) melaporkan bahwa populasi B. tabaci yang berasal dari geografis yang sama lebih efektif menularkan begomovirus yang berasal dari geografis yang sama. Dibuktikan bahwa tiga populasi B. tabaci yang berasal dari tanaman ubi kayu yang berasal dari Afrika (Namulonge, Mtwara dan Kumasi) lebih efektif menularkan East Africa cassava mosaic virus (EAMCV) asal Afrika (Uganda dan Tanzania) dibandingkan dengan India cassava mosaic virus (ICMV) yang berasal dari Trivandrum, sebaliknya populasi B. tabaci yang berasal dari India (Trivandrum) lebih efektif menularkan ICMV dibandingkan EACMV. Walaupun tidak diperoleh bukti sekuat penelitian-penelitian di atas, hasil penelitian yang dilakukan menggunakan tiga strain begomovirus yang berbeda dan tiga populasi B. tabaci yang berbeda menunjukkan bahwa biotipe B. tabaci yang berasal dari geografis yang berbeda mempunyai kemampuan yang berbeda da lam menularkan isolat begomovirus yang berasal dari geografis dan strain yang berbeda. Lebih lanjut McGrath & Harrison (1995) menunjukkan bahwa efektifitas penularan begomovirus tergantung pada biotipe B. tabaci dan isolat virus. B. tabaci biotipe B dan B. tabaci non B yang berasal dari Ivory Coast (IC) menularkan TYLCV-Sen lebih efektif dibandingkan ToLCV-India, sedangkan B. tabaci non B asal Pakistan (PK) menularkan TYLCV-India lebih efektif dibandingkan TYLCV-Sen. B. tabaci biotipe B menular kan TYLCV-Sen dan ToLCV-India 4-9 kali lebih efektif dibandingkan B. tabaci non B asal IC. TYLCV -Nig ditularkan oleh B. tabaci biotipe B dan tidak oleh B. tabaci biotipe non B asal IC. Hasil penelitian Sanchez-Campos et al. (1999) menunjukkan bahwa B. tabaci biotipe B dan B. tabaci biotipe Q yang ada di Spanyol mempunyai kemampuan menularkan TYLCV-Sar dan TYLCV-Is. Akan tetapi efektifitas penularan kedua biotipe tersebut berbeda. B. tabaci biotipe Q efektif menularkan kedua TYLCV tersebut dibandingkan biotipe B, tetapi kedua biotipe lebih efektif menularkan TYLCV-Is.
116
117
Spesifikasi biotipe untuk menularkan strain begomovirus yang berbeda tidak terbukti pada penelitian ini. B. tabaci non B asal Jawa Barat (BtCkBJB) dan Jawa Timur (BtKKJT) dike tahui memiliki tingkat kesamaan yang tinggi (99%) berdasarkan analisis gen COI (Lampiran 3), tetapi efisiensi penularan kedua B. tabaci tersebut berbeda terhadap tiga strain begomovirus yang diuji. Spesifikasi biotipe B. tabaci sebelumnya telah dilaporkan. Misalnya B. tabaci biotipe E hanya mengkoloni tanaman Asystasia gangetica dan hanya menularkan asystasia golden mosaic virus (Bedford et al. 1994). Di Nigerian, B. tabaci biotipe H mempunyai kisaran inang terbatas, menularkan TYLCV-Yaman, tetapi tidak mampu menularkan begomovirus lainnya (Brown et al. 1994). B. tabaci yang hidup pada tanaman Jatropa gossypifolia terdeteksi sebagai B. tabaci biotipe N dan hanya mampu menularkan Jatropa mosaic virus (Bird 1957; Brown et al. 1994). Temuan lain dari penelitian ini yang agak berbeda dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya adalah kemampuan B. tabaci biotipe B yang lebih rendah daripada B. tabaci biotipe non B dalam menularkan strain begomovirus yang berbeda.
B. tabaci biotipe B yang ditemukan di USA dan negara lainnya
merupakan vektor yang baik dan efisien menularkan isolat begomovirus yang berasal dari geografis yang berbeda dan macam-macam inang (Bedford et al. 1994; McGrath & Harrison). Hal ini mungkin karena B. tabaci biotipe B asal Indonesia bersifat unik dan agak berbeda dengan B. tabaci biotipe lainnya. Berdasarkan hasil analisis filogenetik sekuen gen COI B. tabaci biotipe B asal Indonesia membentuk subkelompok yang berbeda dengan B. tabaci biotipe B dari negara-negara lain (BAB IV) Ketiga strain begomovirus yang digunakan dalam penelitian ini teridentifikasi sebagai strain yang berbeda (Aidawati et al. 2005), sehingga kemungkinan memiliki selubung protein yang berbeda. Menurut Robert et al (1984) selubung protein semua begomovirus yang ditularkan oleh kutukebul pa da umumnya mempunyai satu atau lebih epitop antigenik. Epitop tersebut mempunyai hubungan dalam menentukan spesifikasi vektor dan mempunyai hubungan yang dominan dalam penularan virus. Pertukaran gen selubung protein African cassava mosaic begomovirus (ACMV) dengan beet curly top
117
118
begomovirus merubah spesifikasi serangga vektor ACMV dari B. tabaci menjadi wereng Circulifer tenellus (Briddon et al 1990).
Azzam et al (1994)
menunjukkan bahwa B. tabaci tidak dapat mengakuisisi bean golden mosaic begomovirus yang telah mengalami mutasi pada gen selubung proteinnya. Hofer et al.
(1997) menunjukkan bahwa
abutilon mosaic virus (AbMV) mampu
ditularkan oleh B. tabaci setelah gen selubung proteinnya diganti dengan gen selubung protein sida golden mosaic virus. Hasil penelitian Maruthi et al. (2002) menunjukkan bahwa adanya perbedaan efektifitas penularan populasi B. tabaci asal ubi kayu terhadap EACMV dan ICMV ternyata disebabkan karena adanya perbedaan sekuen gen selubung protein begomovirus tersebut. Oleh karena itu adanya perbedaan kemampuan populasi B. tabaci dalam penelitian ini untuk menularkan tiga strain begomovirus mungkin ditentukan oleh spesifikasi selubung protein yang dimiliki oleh masing-masing strain begomovirus.
118