HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Hidup dan Karkas Rataan bobot hidup dan karkas ayam broiler umur lima minggu hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Bobot Hidup dan Karkas Ayam Broiler Ransum Perlakuan
Peubah
R0
R1
R2
R3
R4
1535 ± 47,07
1600 ± 147,45
1534 ± 57,95
1575 ± 71,27
1528 ± 65,06
- (g)
1059 ± 31,19
1053 ± 77,69
1015 ± 48,21
1060 ± 66,85
1054 ± 44,28
- (%)
69,01 ± 1,99
66,13 ± 1,97
66,13 ± 1,61
67,70 ± 3,19
68,94 ± 0,84
Bobot Hidup (g) Karkas
Keterangan : R0 (Ransum basal tanpa asam fulvat), R1 (R0 + 0,25% asam fulvat), R2 (R0 + 0,50% asam fulvat), R3 (R0 + 0,75% asam fulvat), R4 (R0 + 1,00% asam fulvat).
Bobot Hidup Bobot hidup akhir ayam penelitian berkisar antara 1534-1600 g. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan asam fulvat hingga 1,00% dalam ransum tidak mempengaruhi bobot hidup ayam broiler. Laporan yang sama disampaikan oleh Karaoglu et al. (2004) yaitu tidak ada pengaruh suplementasi asam humat hingga 0,30% terhadap bobot badan akhir. Rataan bobot hidup akhir ayam penelitian yang diperoleh lebih rendah dari standar yang dihasilkan Charoen Pokphand (2006) yaitu 1765 g/ekor. Bobot hidup akhir ayam ini dipengaruhi oleh konsumsi ransum. Konsumsi ransum ayam broiler penelitian ini yaitu berkisar antara 2605-2719 g/ekor selama lima minggu. Konsumsi ransum standar ayam broiler sampai umur lima minggu yang dihasilkan Charoen Pokphand (2006) sebesar 2920 g/ekor. Konsumsi pakan yang rendah pada ayam penelitian ini menyebabkan bobot hidup akhir ayam menjadi rendah. Konsumsi pakan yang rendah ini diduga karena ayam mengalami cekaman panas. Berdasarkan data pengamatan, suhu kandang selama pemeliharaan ayam berkisar antara 26,3-31,54ºC. Menurut Amrullah (2004), suhu nyaman untuk pemeliharaan ayam broiler yaitu antara 19-27ºC. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan pokok dan untuk pemenuhan produksi termasuk pembentukan daging. Menurut Wahju (2004), konsumsi ayam
22
pedaging tergantung pada pakan, strain, umur, jenis kelamin, aktivitas, cekaman, penyakit, serta manajemen pemeliharaannya. Karkas Ayam Broiler Karkas adalah potongan ayam tanpa bulu, darah, kepala, leher, kaki, cakar dan organ dalam. Persentase bobot karkas yang didapatkan masih berada pada kisaran normal menurut Pesti dan Bakalli (1997) yaitu antara 60,52%-69,91% dari bobot hidup. Hakim (2005) mendapatkan bahwa karkas ayam broiler umur 35 hari sebesar 65,3% dari bobot hidup pada perlakuan ransum basal berbasis bahan baku jagung dan bungkil kedelai. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan tidak mempengaruhi persentase bobot karkas secara nyata. Hasil analisis ini sesuai dengan hasil penelitian Kompiang dan Supriyati (2007) yang menyatakan bahwa pemberian ransum basal dengan air minum mengandung 300 mg/l asam humat tidak berpengaruh nyata terhadap persentase karkas umur lima minggu. Berdasarkan data yang diperoleh, ayam yang mendapat suplementasi asam fulvat 0,25% (R1), 0,50% (R2), 0,75% (R3) dan 1,00% (R4) dalam ransum memiliki persentase bobot karkas yang lebih kecil dibandingkan dengan pemberian ransum basal (R0). Hal ini diduga karena asam fulvat dapat mempengaruhi persentase bulu pada ayam broiler. Persentase bulu ayam yang mendapat ransum R0, R1, R2, R3, dan R4 berturut-turut yaitu 2,13%; 2,56%; 2,53%; 1,60%; dan 1,44%. Islam et al. (2005) melaporkan bahwa suplementasi asam humat dapat mengaktifkan albuminous exchange. Menurut Piliang dan Djojosoebagio (2006), salah satu komponen dari albuminoid adalah keratin. Keratin ini merupakan bahan penyusun utama dari bulu. Pada R1 dan R2 memiliki persentase bobot bulu yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Bulu mempunyai fungsi sebagai isolator yang menjaga panas tubuh, melindungi tubuh dari luka dan infeksi, reseptor terhadap ransangan dari luar, dan juga dapat digunakan untuk mendeteksi kondisi kesehatan (Suprijatna et al., 2005). Hal ini menunjukkan bahwa ayam pada R1 dan R2 memiliki kondisi yang lebih baik dalam menjaga panas tubuh dari cekaman panas. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (2009), ukuran karkas penelitian ini termasuk kedalam ukuran sedang yaitu sekitar 1,0-1,3 kg. Bobot karkas yang diperoleh dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa ayam menghasilkan bobot karkas yang lebih rendah dibandingkan dengan standar. Menurut Amrullah (2004), 23
bobot karkas ayam broiler jantan dan betina umur lima minggu berturut-turut adalah 1237 g dan 1160 g. Konsumsi pakan yang rendah dapat mempengaruhi bobot karkas ayam (Bell dan Weaver, 2002). Anggorodi (1995) menyatakan bahwa konsumsi ransum ayam pedaging tergantung pada pakan, strain, umur, jenis kelamin, aktivitas, cekaman, penyakit, serta manajemen pemeliharaannya. Pengaruh Perlakuan terhadap Organ Dalam Ayam Rataan bobot organ dalam ayam broiler umur lima minggu hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Bobot Organ Dalam Ayam Broiler Peubah
Ransum Perlakuan R0
R1
R2
R3
R4
- (g)
35,01 ± 2,83
37,34 ± 5,83
35,94 ± 4,58
35,50 ± 1,32
32,38 ± 1,77
- %
2,28 ± 0,16
2,32 ± 0,16
2,34 ± 0,26
2,26 ± 0,11
2,12 ± 0,09
- (g)
7,19 ± 0,39
7,10 ± 0,47
7,65 ± 0,25
7,48 ± 0,43
6,96 ± 0,22
- (%)
0,47 ± 0,03
0,45 ± 0,06
0,50 ± 0,03
0,48 ± 0,03
0,46 ± 0,01
- (g)
1,87 ± 0,91
3,31 ± 2,76
2,38 ± 1,07
1,84 ± 0,50
1,57 ± 0,45
- (%)
0,12 ± 0,05
0,20 ± 0,14
0,15 ± 0,06
0,12 ± 0,03
0,10 ± 0,03
- (g)
0,74 ± 0,22
0,79 ± 0,08
0,87 ± 0,15
0,74 ± 0,16
0,92 ± 0,08
- (%)
0,05 ± 0,01
0,05 ± 0,01
0,06 ± 0,01
0,05 ± 0,01
0,06 ± 0,01
Hati
Jantung
Limpa
Bursa Fabricius
Keterangan : R0 (Ransum basal tanpa asam fulvat), R1 (R0 + 0,25% asam fulvat), R2 (R0 + 0,50% asam fulvat), R3 (R0 + 0,75% asam fulvat), R4 (R0 + 1,00% asam fulvat).
Hati Berdasarkan analisis statistik, penambahan asam fulvat pada ransum tidak memberikan efek yang nyata terhadap rataan bobot hati. Rataan persentase bobot hati broiler hasil penelitian ini masih berada pada kisaran normal yaitu antara 2,12%2,34% dari bobot hidup. Menurut Putnam (1991), ukuran bobot hati ayam broiler berkisar antara 1,7%-2,8% dari bobot hidupnya. Hati ayam broiler penelitian juga tidak ditemukan adanya kelainan penampakan dan kerusakan secara fisik. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan asam fulvat tidak mengganggu kerja hati dalam 24
detoksifikasi zat-zat yang berbahaya. Ayam broiler penelitian diduga masih dapat mentolerir penambahan asam fulvat hingga taraf 1,00% pada ransum. Bobot hati akan dipengaruhi oleh ukuran tubuh, spesies, jenis kelamin serta dipengaruhi oleh bakteri patogen yang biasanya mengakibatkan pembengkakan hati (Sturkie, 2000). Hati sangat penting di dalam tubuh karena mempunyai beberapa fungsi
yaitu sebagai sekresi empedu, detoksifikasi komponen berbahaya,
metabolisme protein, karbohidrat, dan lipid, menyimpan vitamin dan glukosa, destruksi sel darah merah, formasi dari protein plasma, serta berperan hormonal (Scanes et al., 2004). Menurut McLelland (1990), warna hati tergantung pada status nutrisi unggas, hati yang normal berwarna coklat kemerahan atau coklat terang. Jantung Rataan persentase bobot jantung hasil penelitian yang diperoleh masih berada dalam kisaran normal yang dinyatakan oleh Putnam (1991) yaitu 0,42%-0,57% dari bobot hidup. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan ransum tidak menyebabkan perbedaan terhadap persentase bobot jantung. Pada jantung ayam broiler penelitian juga tidak ditemukan adanya kelainan secara fisik, hal ini menunjukkan bahwa asam fulvat tidak bersifat toksik dan berpengaruh negatif yang dapat menyebabkan kontraksi yang berlebihan pada otot jantung, serta tidak menghambat sirkulasi darah. Menurut North dan Bell (1990), laju jantung dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti ukuran tubuh, umur dan temperatur lingkungan. Pemberian asam humat sebesar 8,1 ppm per kg bobot hidup ayam broiler pada air minum tidak berpengaruh nyata terhadap konversi pakan, persentase karkas, jantung, rempela, lemak abdomen, dan usus halus (Ozturk dan Coskun, 2006). Pembesaran ukuran jantung biasanya disebabkan adanya penambahan jaringan otot jantung. Dinding jantung mengalami penebalan, sedangkan ventrikel relatif menyempit apabila otot menyesuaikan diri pada kontraksi yang berlebihan (Ressang, 1984). Pembesaran jantung juga dipengaruhi oleh ukuran tubuh. Unggas yang mempunyai ukuran tubuh lebih kecil mempunyai laju kerja jantung yang lebih tinggi sehingga menyebabkan peningkatan bobot organ tersebut, sedangkan unggas yang mempunyai ukuran tubuh lebih besar sebaliknya (North dan Bell, 1990).
25
Limpa Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan asam fulvat hingga 1,00% pada ransum tidak menyebabkan perbedaan persentase bobot limpa. Rataan persentase bobot limpa hasil penelitian yang diperoleh masih berada pada kisaran normal menurut Hermana et al. (2008) yaitu sekitar 0,09%-0,14% dari bobot hidup. Limpa unggas berwarna merah gelap terletak di sebelah kanan penghubung antara proventikulus dengan rempela (McLelland, 1990). Salah satu fungsi limpa adalah membentuk zat limfosit yang berhubungan dengan antibodi. Bobot limpa juga dapat menunjukkan aktifitas pembentukan pada zat limfosit. Limpa akan membentuk sel limfosit untuk membentuk antibodi apabila ransum toksik, mengandung zat antinutrisi maupun penyakit. Aktivitas limpa yang meningkat atau menurun ini mengakibatkan limpa semakin membesar atau semakin mengecil ukurannya (Ressang, 1984). Menurut Frandson (1992) mekanisme pertahanan melawan zat-zat bersifat racun pada limpa adalah dengan cara menyaring keluar jaringan dan sebagai makrofag yang memakan bakteri, oleh karena itu berarti mengontrol kemungkinan-kemungkinan timbulnya infeksi. Bursa Fabricius Rataan persentase bobot bursa fabricius hasil penelitian yang diperoleh masih berada pada kisaran normal menurut Wirapati (2008) yaitu sekitar 0,04%-0,12% dari bobot hidup. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa ayam yang mendapat penambahan asam fulvat hingga 1,00% dalam ransum tidak mempengaruhi persentase bobot bursa fabricius. Berdasarkan data yang diperoleh, ayam yang mendapat suplementasi asam fulvat 0,25% (R1), 0,50% (R2), 0,75% (R3) dan 1,00% (R4) dalam ransum memiliki bursa fabricius yang relatif lebih besar dibandingkan dengan R0. Ayam yang memiliki bursa fabricius yang lebih besar akan lebih tahan terhadap penyakit dan cekaman stres. Bursa fabrisius merupakan salah satu organ limfoid primer yang fungsinya sebagai tempat pendewasaan dan diferensiasi bagi sel dari sistem pembentukan antibodi (Scanes et al., 2004). limfosit memiliki sifat merespon adanya antigen (benda-benda asing) dengan membentuk antibodi yang bersirkulasi di dalam darah atau dalam pengembangan imunitas (kekebalan seluler). Apabila T-limfosit
26
mengalami ekspose terhadap antigen, T-limfosit akan dirangsang dengan cepat untuk melawan antigen spesifik (Tizzard, 1988). Asam humat tidak hanya mengandung C, N, H, dan O tetapi juga terdapat sulfur dan fosfor. Asam humat juga mengandung unit aromatik dengan ikatan asam amino (organik N), peptida, asam alipatik dan bahan campuran lain yang tipe dan jumlahnya akan tergantung bahan organiknya (Orlov, 1985). Asam fulvat yang bersifat sebagai chelator ini diduga dapat meningkatkan ketersediaan protein di dalam tubuh ayam. Protein (asam amino) yang ada pada ransum akan berikatan dengan gugus fenol dan karboksilat benzene yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen (Tan, 1982). Menurut Tizzard (1988), protein merupakan antigen terbaik yang akan membentuk antibodi. Asam fulvat yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai indikasi secara nonspesifik dapat menekan terjadinya penyakit, cekaman atau stress yang terjadi selama pemeliharaan ayam. Hal ini dapat ditunjukkan dengan mortalitas yang terjadi selama pemeliharaan. Persentase kematian selama masa penelitian untuk ayam yang mendapat ransum R0, R1, R2, R3, dan R4 berturut-turut yaitu 2,13%; 0,80%; 0,27%; 1,60%; dan 1,90%. Pengaruh Perlakuan terhadap Saluran Pencernaan Ayam Broiler Rataan bobot dan persentase saluran pencernaan ayam broiler umur lima minggu hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 6. Proventrikulus Proventrikulus merupakan suatu pelebaran dari esophagus sebelum berhubungan dengan gizzard (Suprijatna et al., 2005). Menurut Scanes et al. (2004), di dalam proventrikulus, pakan akan dicerna secara cepat dan terbatas. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa presentase bobot proventrikulus tidak berbeda secara nyata. Persentase proventrikulus yang didapatkan dari penelitian ini yaitu 0,43%0,50% dari bobot hidup. Pemberian asam fulvat cenderung meningkatkan bobot proventrikulus dibandingkan dengan kontrol. Hal ini diduga karena asam fulvat yang digunakan memiliki pH sekitar 9,4 (basa). Menurut Scanes et al. (2004), di dalam proventrikulus terjadi sekresi cairan lambung. Kondisi pH yang ideal untuk aktivitas sekresi cairan lambung yang baik adalah dalam kondisi yang asam (Piliang dan 27
Djojosoebagio, 2006). Kondisi yang kurang mendukung aktivitas pencernaan ini akan menyebabkan organ bekerja lebih keras. Otot yang semakin meningkat aktivitasnya, akan menyebabkan penebalan urat daging sehingga ukuran berat dari proventrikulus menjadi meningkat. Tabel 6. Rataan Bobot dan Persentase Saluran Pencernaan Ayam Peubah
R0
R1
Ransum Perlakuan R2
R3
R4
Proventrikulus - (g) - (%)
6,66 ± 0,80 0,43 ± 0,05
6,81 ± 0,42 0,43 ± 0,05
7,48 ± 1,02 0,49 ± 0,05
7,88 ± 0,62 0,50 ± 0,05
7,46 ± 0,95 0,49 ± 0,05
Gizzard - (g) - (%)
23,98 ± 5,77 1,57 ± 0,40
24,61 ± 4,08 1,57 ± 0,37
27,91 ± 1,99 1,82 ± 0,11
24,72 ± 3,50 1,56 ± 0,18
25,86 ± 4,70 1,70 ± 0,33
Duodenum - (g) - (%)
10,42 ± 1,31 0,68 ± 0,07a
11,48 ± 1,20 0,72 ± 0,07a
9,71 ± 1,76 0,63 ± 0,10ab
10,05 ± 0,48 0,64 ± 0,05ab
8,78 ± 0,70 0,57 ± 0,03b
0,02 ± 0,00
0,02 ± 0,00
0,02 ± 0,00
0,02 ± 0,00
0,02 ± 0,00
20,40 ± 2,75 1,33 ± 0,18ab
22,05 ± 3,47 1,38 ± 0,13a
20,28 ± 2,46 1,32 ± 0,16ab
17,82 ± 1,54 1,13 ± 0,08b
17,08 ± 3,38 1,12 ± 0,22b
0,05 ± 0,01b
0,06 ± 0,00ab
0,06 ± 0,01a
0,06 ± 0,00ab
0,05 ± 0,01b
16,97 ± 2,05 1,10 ± 0,11
16,50 ± 1,61 1,03 ± 0,07
15,77 ± 1,66 1,03 ± 0,10
15,04 ± 2,15 0,96 ± 0,12
16,07 ± 2,27 1,05 ± 0,16
0,06 ± 0,01
0,06 ± 0,01
0,06 ± 0,00
0,06± 0,00
0,06 ± 0,00
5,31 ± 0,58 0,35 ± 0,04
5,91 ± 1,26 0,38 ± 0,10
6,07 ± 0,53 0,40 ± 0,03
5,35 ± 0,81 0,34 ± 0,04
5,79 ± 0,83 0,38 ± 0,05
0,01 ± 0,00
0,01 ± 0,00
0,01 ± 0,00
0,01 ± 0,00
0,01 ± 0,00
2,70 ± 0,26 0,18 ± 0,02a
2,50 ± 0,34 0,16 ± 0,02ab
2,56 ± 0,44 0,17 ± 0,03ab
2,32 ± 0,45 0,15 ± 0,03ab
2,16 ± 0,25 0,14 ± 0,01b
0,01 ± 0,00
0,01 ± 0,00
0,01 ± 0,00
0,01 ± 0,00
0,01 ± 0,00
- (cm/g) Jejunum - (g) - (%) - (cm/g) Ileum - (g) - (%) - (cm/g) Sekum - (g) - (%) - (cm/g) Kolon - (g) - (%) - (cm/g)
Keterangan : Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). R0 (Ransum basal tanpa asam fulvat), R1 (R0 + 0,25% asam fulvat), R2 (R0 + 0,50% asam fulvat), R3 (R0 + 0,75% asam fulvat), R4 (R0 + 1,00% asam fulvat).
Gizzard Rataan bobot gizzard ayam penelitian masih berada kisaran normal menurut Putnam (1991) yaitu 1,60%-2,30% dari bobot hidupnya. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa bobot gizzard tidak berbeda secara nyata terhadap suplementasi asam fulvat dalam ransum. Hal ini menunjukkan bahwa asam fulvat tidak 28
mengganggu proses pencernaan yang terjadi di gizzard. Gizzard akan mulai bekerja ketika makanan sudah masuk ke dalam gizzard, biasanya di dalam gizzard mengandung material yang bersifat menggiling, seperti grit, karang, atau batu kerikil yang memiliki fungsi untuk membantu memperkecil ukuran partikel makanan yang dikonsumsi (Suprijatna et al., 2005). Menurut Scanes et al. (2004), di dalam gizzard partikel makanan akan dicampur dan dihancurkan menjadi lebih kecil (pencernaan secara mekanik). Usus Halus Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu duodenum, jejunum dan ileum. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa R2 nyata (P<0,05) menaikkan panjang relatif jejunum dibandingkan dengan kontrol. Pada R4 menunjukkan penurunan yang nyata (P<0,05) pada persentase bobot duodenum dibandingkan dengan kontrol. R3 dan R4 juga nyata (P<0,05) menurunkan persentase bobot jejunum dibandingkan dengan R1. Suplementasi asam fulvat tidak berpengaruh terhadap persentase bobot ileum, panjang relatif duodenum, serta panjang relatif ileum. Ukuran saluran pencernaan unggas bukanlah besaran yang statis. Menurut Scanes et al. (2004), panjang saluran pencernaan tergantung dari kebiasaan makan ternak. Ransum yang banyak mengandung serat akan menimbulkan perubahan ukuran bagian-bagian saluran pencernaan, sehingga menjadi lebih bobot, lebih panjang dan lebih tebal. Perubahan ini juga diikuti dengan jumlah vili usus atau jonjot usus dan kemampuan sekresi enzim-enzim pencernaan (Amrullah, 2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada perlakuan R4 terjadi penurunan persentase bobot duodenum dibandingkan dengan R0. Asam fulvat yang bersifat sebagai chelator ini diduga dapat meningkatkan ketersediaan nutrien di dalam tubuh ayam. Nutrien yang ada pada ransum akan berikatan dengan gugus fenol dan karboksilat benzene yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen (Tan, 1982). Menurut Lehninger (1982), air akan melarutkan berbagai senyawa organik yang mempunyai gugus karboksil. Kelarutannya terjadi karena adanya kecenderungan molekul air yang membentuk ikatan hidrogen. Air dan molekul lipid yang kecil akan langsung diserap oleh usus dan dapat melewati membran secara bebas (Piliang dan Djojosoebagio, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa asam fulvat yang terkandung di dalam ransum diduga dapat membantu proses pencernaan dan penyerapan yang 29
terjadi di usus halus. Aktifitas yang optimal yang terjadi di duodenum akan membantu mengurangi aktifitas pencernaan dan penyerapan makanan di organ selanjutnya yaitu jejunum dan ileum. Sekum Amrullah (2004) menyatakan bahwa di dalam sekum terdapat sedikit penyerapan air dan aktifitas bakteria sehingga dapat berlangsung pencernaan serat kasar dan protein serta sintesis vitamin. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan asam fulvat tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap persentase bobot sekum dan panjang relatif sekum. Berdasarkan data yang diperoleh, persentase sekum ayam penelitian ini yaitu 0,34%-0,40% dari bobot hidup, sedangkan panjang relatif sekum ayam penelitian yaitu 0,01 cm/g. Hasil ini masih menunjukkan pada kisaran normal menurut Kirkpinar et al. (2011) yang melaporkan bahwa persentase bobot sekum ayam broiler umur enam minggu adalah 0,4% dari bobot hidup. Hasil penelitian ini berbeda dengan laporan Kocabagli (2002) yang mengatakan bahwa senyawa humat dapat mempengaruhi mikroflora di saluran pencernaan khususnya sekum. Hal ini menunjukkan bahwa asam fulvat yang digunakan dalam penelitian ini belum dapat mempengaruhi penyerapan air serta meningkatkan populasi mikroba yang terjadi di sekum. Pengaruh ini diduga karena sumber asam fulvat yaitu asam organik yang digunakan pada penelitian ini berbeda. Asam fulvat yang digunakan dalam penelitian ini memiliki pH yang basa (9,4). Arsiati (2002) melaporkan bahwa karakteristik asam humat hasil ekstraksi dari bahan yang berbeda akan memiliki sifat kemasaman yang berbeda seperti pada gugus karboksil, gugus fenol, kandungan karbon, hidrogen, nitrogen, dan sulfur. Asam organik (dalam keadaan asam) dapat menstabilkan mikroflora pada saluran pencernaan dan meningkatkan performan secara umum pada unggas (Merryana, 2007). Asam organik meliputi seluruh senyawa asam yang terdiri atas rantai karbon sebagai rantai cabang utama (R-COH) atau yang dikenal sebagai golongan asam karboksilat. Asam organik dalam saluran pencernaan dapat melakukan proses ionisasi dengan mudah yaitu dengan cara melepaskan ion hidrogen. Peningkatan jumlah ion hidrogen tersebut akan menurunkan pH saluran pencernaan sehingga mikroorganisme yang tidak tahan terhadap kondisi asam akan 30
terhambat pertumbuhannya. Pada bakteri yang sensitif terhadap perubahan pH, asam organik menembus dinding sel bakteri sehingga asam organik akan terurai (H+ dan RCOO-), mengakibatkan pH dalam sel akan turun. Pada kondisi tersebut bakteri berusaha melepaskan H+ dari dalam sel agar pH dalam sel menjadi normal, namun proses ini membutuhkan energi yang besar sehingga mengakibatkan bakteri akan berhenti tumbuh dan mati (Gauthier, 2002). Kolon Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa R4 berpengaruh nyata (P<0,05) menurunkan persentase bobot kolon dibandingkan dengan kontrol, tetapi tidak berpengaruh terhadap panjang relatif kolon. Pemberian asam fulvat yang meningkat menghasilkan persentase kolon yang menurun. Berdasarkan data yang diperoleh, persentase kolon ayam penelitian ini yaitu 0,14%-0,18% dari bobot hidup, sedangkan panjang relatif kolon ayam penelitian yaitu 0,01 cm/g. Amrullah (2004) menyatakan bahwa air asal urin diserap kembali di usus besar untuk ikut mengatur kandungan air sel-sel tubuh dan keseimbangan air. Kolon berfungsi untuk menyalurkan sisa makanan dari usus halus ke kloaka dan tempat terjadinya penyerapan kembali air. Kolon juga dapat berfungsi sebagai tempat fermentasi serat kasar pada unggas selain di sekum (Grist, 2006). Asam fulvat yang terkandung di dalam ransum diduga dapat membantu proses penyerapan kembali air yang terjadi di kolon. Air akan terikat dengan struktur asam fenolat dan asam karboksilat benzene yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen pada asam fulvat. Bobot molekul sangat ringan dan kecil menyebabkan asam fulvat mudah terserap ke dalam jaringan dan sel (Islam et al., 2005). Dengan aktifitas kolon yang lebih rendah ini, menyebabkan rendahnya bobot organ dan panjang relatif organ tersebut. Pengaruh Perlakuan terhadap Lemak dan kolesterol Total Daging Ayam Menurut Piliang dan Djojosoebagio (2002), salah satu tempat penyimpanan lemak adalah rongga perut (abdomen) dimana jaringan adipose berperan dalam proses penyimpanan lemak tersebut. Leeson dan Summers (1980) menyatakan bahwa persentase lemak abdomen ayam broiler umur lima minggu berkisar antara 1,5%-3,1% bobot hidup. Penambahan asam fulvat hingga 1,00% dalam ransum nyata (P<0,05) meningkatkan kadar kolesterol total daging ayam broiler, tetapi tidak 31
mempengaruhi persentase lemak abdomen. Lemak abdomen dan kolesterol total daging ayam pada perlakuan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Rataan bobot dan persentase lemak abdomen serta kolesterol total ayam broiler umur lima minggu hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Bobot dan Persentase Lemak Abdomen dan Kolesterol Total Daging Peubah
R0
R1
Lemak Abdomen - (g) - (%)
20,64 ± 5,32 1,34 ± 0,31
22,09 ± 3,07 1,38 ± 0,15
37,69 ± 2,67c
52,91 ± 6,52a
Kolesterol Total (mg/ 100g)
Ransum Perlakuan R2
R3
R4
20,56 ± 6,54 1,34 ± 0,43
25,62 ± 7,50 1,63 ± 0,47
24,41 ± 5,05 1,60 ± 0,29
44,54 ± 1,10b
45,21 ± 1,82b
47,15 ± 6,15ab
Keterangan : Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). R0 (Ransum basal tanpa asam fulvat), R1 (R0 + 0,25% asam fulvat), R2 (R0 + 0,50% asam fulvat), R3 (R0 + 0,75% asam fulvat), R4 (R0 + 1,00% asam fulvat).
Kecernaan lemak yang meningkat ini diakibatkan dari meningkatnya intensitas metabolisme lemak. Kandungan lemak dan kolesterol dalam daging ayam diduga diakibatkan oleh absorpsi yang meningkat pada saluran pencernaan. Peningkatan intensitas ini dikarenakan sifat asam fulvat dalam mentransfer nutrien yaitu sebagai chelator (Kocabagli et al., 2002). Fraksi asam fulvat menurut Supriyati (2007) mempunyai potensi sebagai bahan imbuhan pakan yang dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam daging ayam. Asam humat tidak hanya mengandung C, N, H, O, S, dan P, akan tetapi juga mengandung unit aromatik dengan ikatan asam, peptida, asam alipatik dan bahan campuran lain yang tipe dan jumlahnya akan tergantung bahan organiknya (Orlov, 1985). Asam fulvat memiliki struktur asam fenolat dan asam karboksilat benzene yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen. Struktur dari asam fulvat ini diduga akan meningkatkan pengikatan asam lemak di dalam saluran pencernaan ayam. Asam lemak ini kemudian akan dirubah menjadi asetil-KoA di hati. Menurut Wirahadikusumah (1985), 3 molekul asetil-KoA ini akan dirubah menjadi HMG koA. HMG koA kemudian akan menjadi mevalonat dengan bantuan HMG koA reduktase. Mevalonat akan membentuk unit isoprenoid yang aktif. Enam unit isoprenoid lalu akan membentuk skualena. Skualena tersebut diubah menjadi
32
lanosterol dengan bantuan skualin monooksigenase dan skualin epoksida lanosterol siklase. Perubahan lanosterol menjadi kolesterol berlangsung dengan pelepasan tiga gugus metil, reduksi ikatan rangkap dari rantai samping kolesterol, dan perpindahan ikatan rangkap dari posisi 8,9 ke posisi 5,6 dalam cincin B. Menurut Piliang dan Djojosoebagio (2006), kolesterol di dalam tubuh berasal dari dua sumber yaitu dari makanan (eksogen) dan hasil biosintesis (endogen). Kolesterol eksogen yang masuk ke dalam tubuh berasal dari makanan dan sebaliknya, kolesterol endogenus dibentuk sendiri oleh sel-sel tubuh, terutama di dalam hati. Didalam tubuh tidak dapat dibedakan antara kolestserol yang berasal dari sintesis dalam tubuh dan kolesterol yang berasal dari makanan. Dinding usus halus akan menyerap kolesterol tersebut. Kompiang dan Supriyati (2007) melaporkan bahwa fraksi asam humat dapat meningkatkan permiabilitas dari dinding sel sehingga transfer nutrien akan lebih besar. Kolesterol di dalam tubuh terutama dari hasil sintesis di dalam hati. Jumlah yang disintesis tergantung pada kebutuhan tubuh dan jumlah yang diperoleh dari makanan.
33