1
Pengaruh Pencahayaan terhadap Bobot Badan, Persentase karkas, Bobot Non Karkas, dan Lemak Abdominal pada Ayam Kampung
Mei Sulistyoningsih 1), Dwi Sunarti, Edjeng Suprijatna, Isroli 2) 1)
2)
FPMIPA IKIP PGRI Semarang Faculty of Animal Agriculture, Diponegoro University Tembalang Campus, Semarang 50275 – Indonesia Corresponding e-mail :
[email protected]
Pencahayaan adalah parameter penting dari produksi unggas. Pencahayaan merupakan faktor eksogen kuat dalam mengontrol banyak proses fisiologis dan perilaku. Pencahayaan memungkinkan unggas untuk menetapkan keserasian dan mensinkronkan banyak fungsi esensial, termasuk temperatur tubuh dan berbagai langkah metabolis yang mempermudah kegiatan makan dan pencernaan. Pencahayaan juga menstimulasi pola sekresi beberapa hormon yang mengontrol sebagian besar pertumbuhan, kematangan / kedewasaan dan reproduksi pada unggas. Pertambahan bobot badan dan bobot badan akhir menunjukkan tidak berbeda nyata. Persentase karkas dan persentase lemak abdominal memberikan hasil tidak signifikan (>0,05), meskipun secara deskriptif persentase karkas terlihat tertinggi pada perlakuan C1. Hasil penelitian untuk parameter persentase lemak abdominal memberikan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05). Lemak abdominal terendah ditemukan pada C3 (12L/0D), dilanjutkan pada C1 (1L/3D), dan tertinggi pada perlakuan C2 (2L/2D). Hasil penelitian pada parameter non karkas menunjukkan, ada pengaruh nyata perlakuan pencahayaan terhadap bobot jantung (P<0,05), dan tidak ada pengaruh terhadap bobot hati (P>0,05). Kata Kunci : Ayam kampong, PBB, BB, karkas, lemak abdominal, nonkarkas
PENDAHULUAN Ayam kampung, mempunyai peranan penting sebagai penghasil daging untuk memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia. Masyarakat menyukai rasa kampung dengan berbagai menu olahan dari berbagai daerah di Indonesia. Sayangnya peluang
2
ini tidak diimbangi dengan produktivitas yang memadai, sebagaimana terlihat pada Ilustrasi 1.
70.00%
63.30%
60.00% 50.00% 40.00% 30.00%
18.40%
18.90%
14.00%
20.00%
%
10.00% 0.00% Sapi (436.000 ton)
Ayam Buras (267.000 ton)
Ayam Ras Pedaging (1.214.300 ton)
Daging lain (447.700 ton)
Ilustrasi 1. Diagram Produksi Daging Tahun 2010 (Ditjennak & Kesehatan Hewan, 2012). 1400
1,270.40
1,214.30 1200 1000
1,101.80 942.8
1,018.70 Ayam Buras
800 600 400
339.5 294.9
Sapi potong
409.3
392.5 273.5
200
283.1
267.6
247.7 57.3
58.2
436.5
57.7
55.1
Ayam ras pedaging
465.8
Ayam ras petelur 60.1
0 2007
2008
2009
2010
2011
Ilustrasi 2. Produksi Daging Tahun 2007-2011 (dalam 000 ton) (Ditjennak & Kesehatan Hewan, 2012).
3
Produktivitas ayam kampung kurang menggembirakan dari tahun ke tahun (Ilustrasi 2). Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain, manajemen pemeliharaan yang masih secara tradisional dengan dilepas bebas, tata kelola kesehatan ayam tidak dilaksanakan secara intensif, kualitas pakan yang tidak baik, penanganan DOC tidak sesuai dengan kebutuhan ayam, dan tentu saja yang berperan penting adalah pengetahuan peternak ayam yang kurang berkembang, seiring dengan dinamika perkembangan pengetahuan tentang unggas. Peningkatan pengetahuan peternak terkait juga dengan keseriusan Pemerintah dalam pembangunan kemandirian pangan Nasional, yang mestinya dilaksanakan secara komprehensip antar Lembaga terkait. Rendahnya produktivitas ayam kampung sangat berpengaruh terhadap tingkat konsumsi pada masyarakat. Konsumsi ayam kampung sangat jauh dibandingkan dengan konsumsi ayam ras (Ilustrasi 3). Jumlah produksi ayam kampung yang sedikit menyebabkan harga ayam kampung menjadi mahal. Faktor harga menjadi faktor penentu yang signifikan terhadap keputusan konsumen membeli bahan pangan, untuk negara berkembang dengan tingkat kemiskinan seperti di Indonesia.
4
3.514
3.5
sapi
3.05
3 2.5
ayam ras
2 1.5 1 0.5
0.501
0.334
0.602
0.367
ayam kampung
0 2009
2010
Ilustrasi 3. Konsumsi Daging Per Kapita Per Tahun (dalam kg) (Ditjennak & Kesehatan Hewan, 2012).
4
Produktivitas ayam kampung dapat lebih ditingkatkan dengan pemeliharaan intensif. Faktor eksternal yang penting bagi produktivitas unggas adalah pakan dan tatalaksana. Tatalaksana ini
terkait dengan tatalaksana kandang, pencahayaan,
perawatan, kesehatan, pemberian pakan, dan juga pemasaran. Pencahayaan merupakan parameter penting bagi unggas. Durasi pencahayaan, yaitu photoperiod (waktu pencahayaan di siang hari), adalah aspek pencahayaan yang dapat mengubah performans unggas. Diduga photoperiod singkat di awal kehidupan akan mengurangi intake pakan dan membatasi pertumbuhan. Periode kegelapan yang lebih panjang menghalangi akses reguler pada pakan dan konsekuensinya mengurangi intake pakan dan membatasi pertumbuhan. Penelitian menunjukkan bahwa kecepatan awal pertumbuhan secara signifikan berkurang dengan periode kegelapan yang lebih panjang, namun bertambah dari 14 sampai 35 hari, seperti halnya bobot tubuh akhir yang tidak terpengaruh oleh program pencahayaan. Konversi pakan lebih tinggi selama periode 12 L : 12 D dan periode 6 L : 6 D per periode 24 jam daripada 12 ( 1 L : 1 D) per periode 24 jam. Perlakuan 12 L : 12 D menghasilkan mortalitas lebih rendah daripada perlakuan 12 (1L : 1 D) dan 2 ( (6L : 6D) adalah intermediet. Secara umum, periode gelap yang lebih panjang berhubungan dengan mortalitas yang lebih rendah dan perbaikan cara berjalan. Broiler yang dipelihara di bawah periode gelap yang lebih panjang dilaporkan mengalami kesehatan lebih baik daripada broiler lain yang diletakkan dalam kondisi penyinaran siang hari yang panjang. Melatonin adalah hormon yang dilepaskan dari kelenjar pineal yang terlibat dalam penetapan irama circadian temperatur tubuh, beberapa fungsi metabolis esensial yang mempengaruhi pola intake pakan / air dan pencernaan, serta sekresi beberapa lymphokines yang terpadu dengan fungsi kekebalan normal (Apeldoorn et al., 1999 dalam Olanrewaju 2006). Pencahayaan intermittent seringkali menghasilkan produktivitas broiler yang unggul dibandingkan dengan pencahayaan konstan. Ritme / irama circadian (harian)
5
dalam aktivitas dan metabolismo dikenal baik dalam spesies unggas diurnal (Classen, 2004 dalam Olanrewaju 2006).
MATERI DAN METODE
Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni sampai Juli 2011, selama 10 minggu. Materi yang digunakan adalah 108 ekor DOC ayam kampung. Kandang pemeliharaan yang digunakan adalah kandang panggung berukuran 2,20 x 1 x 0,6 m kubik ( p x l x t). Jarak ketinggian dari lantai 50 cm, dengan dinding dari ram kawat yang ditutup plastik sebagai isolator pada awal pemeliharaan. Kepadatan tiap kandang adalah 9 ekor untuk setiap unit percobaan. Setiap kandang dilengkapi dengan rangkaian lampu, thermostat, dan thermometer. Sebelum DOC tiba dua hari sebelumnya kandang difumigasi terlebih dahulu. Selanjutnya DOC mendapatkan vaksin dan vitamin standar. Rancangan penelitian ini adalah berpola split plot RAL, di mana ayam dipotong setiap 2 minggu selama 10 minggu pemeliharaan. Penelitian ini menggunakan 3 jenis pencahayaan, yaitu : C1
: ( 1L : 3D), dengan 4 ulangan , mulai jam 18.00 – 06.00
C2
: ( 2L : 2D), dengan 4 ulangan, mulai jam 18.00 – 06.00
C3
: ( 12L: 0D), dengan 4 ulangan, mulai jam 18.00 – 06.00
Keterangan : L D
: Light / terang : Dark / gelap
Waktu pengambilan data ( hari 1,minggu 2, 4, 6, 8, 10) ), masing masing dengan 4 ulangan. Selama sepuluh hari pertama di semua alas renggang di setiap kandang diberi lembaran kertas koran, terkait dengan kondisi anak ayam yang masih kecil dan lemah. Di setiap sisi kandang dilapisi dengan plastik transparan, sehingga kandang sekaligus berfungsi sebagai brooder. Plastik yang ada di setiap sisi
6
kandang, dilepas secara bertahap, disesuaikan dengan temperature dalam kandang yang ideal bagi ayam pada umur tertentu, dengan ,menempatkan temperature ruangan dan thermostat di dalam setiap kandang. Parameter penelitian ini adalah pertambahan bobot badan, bobot badan, lemak abdominal, persentase karkas, bobot jantung dan bobot hati. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis varian, bila ada perbedaan dilajutkan dengan uji Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Pencahayaan terhadap Pertambahan Bobot Badan (PBB) dan Bobot Badan Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan pada rataan PBB dan bobot badan akhir akibat perlakuan pencahayaan (Tabel 1). North dan Bell (1990) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi bobot badan ayam antara lain adalah pakan, genetik, jenis kelamin, suhu dan tata laksana. Faktor tatalaksana yang perlu perhatian antara lain adalah pencahayaan. Tabel 1. Pengaruh Pencahayaan terhadap PBB dan Bobot Badan Ayam Umur 10 minggu Perlakuan C1 (1L/3D) C2 (2L/2D) C3 (12L/0D)
PBB -----g/ekor/hr----57,695a 54,891a 56,694a
Bobot Badan 10 minggu ---------g/ekor--------514,32a 477,54a 508,57a
Superskrip sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan Pada penelitian ini perlakuan pencahayaan berselang dimulai sejak jam 18.00 sampai jam 06.00. Sepanjang jam 06.00 sampai 18.00 ayam mendapat pencahayaan alamiah dari sinar matahari. Sinar matahari yang melimpah di daerah tropis seperti Indonesia, menyebabkan ayam sama sekali tidak kekurangan cahaya. Ayam hanya
7
mengalami 3 kali periode gelap sepanjang malam, baik pada perlakuan C1 (1L/3D) maupun C2 (2L/2D), dengan selisih perlakuan periode gelap selama 9 jam untuk C1 (1L/3D) dan selama 6 jam untuk C2 (2L/2D). Terbukti pada penelitian ini, dengan selisih periode gelap hanya 3 jam antara kedua perlakuan C1 dan C2 belum memberikan hasil bobot badan yang berbeda secara nyata, untuk pemeliharaan 10 minggu, meskipun rerata tertinggi diperoleh C1.
500
400
C1 (1L/3D)
300
C2 (2L/2D)
200
C3 (12L/0D)
100
0 PBB
BB
Karkas
Ilustrasi 4. Pengaruh Cahaya terhadap PBB, BB, dan Karkas Ayam
Hasil penelitian Ohtani dan Lesson (2000), melaporkan bahwa performans ayam diperbaiki dengan pencahayaan berselang dari siklus jadwal berulang (1L : 2D). Ayam yang dipelihara di bawah aturan 16 L : 8 D, memiliki bobot badan yang lebih berat daripada di bawah aturan 23 L : 1 D pada umur 49 hari. Penelitian ini baru berlangsung 10 minggu (dua setengah bulan), ada kemungkinan bila pemeliharaan ayam kampung diperpanjang waktunya, perbedaan bobot badan ini akan semakin nyata, karena laju pertumbuhan badan ayam kampung
8
memang tidak secepat ayam ras, sehingga hasil penelitian ayam ras tidak selalu memberi hasil yang senada dengan ayam kampung. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ahmed O Abbas (2008), memberikan hasil bahwa aturan photoperiod intermittent (2L:2D) meningkatkan fungsi kekebalan dan performans produksi ayam broiler ketika dibandingkan dengan aturan pencahayaan berkelanjutan (23L:1D) atau pencahayaan terbatas non intermittent (12L:12D). Hasil menunjukkan peran penting yang dimainkan photoperiod dalam mempengaruhi respon imun/kekebalan dan performans produksi, termasuk di dalamnya bobot badan seperti yang dapat terlihat pada penelitian ini. Pengaruh Pencahayaan terhadap Persentase karkas, Bobot Non Karkas, dan Lemak Abdominal Parameter persentase karkas dan persentase lemak abdominal memberikan hasil tidak signifikan (P>0,05) pada penelitin ini.
Leeson dan Summers (1980)
menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi persentase karkas adalah bangsa, umur, jenis kelamin, bobot badan dan pakan. Produksi ternak daging umumnya dinilai dengan menggunakan persentase karkas. Lubis (1992), menyatakan persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot hidup.
Tabel 2. Pengaruh pencahayaan terhadap Persentase Karkas, Lemak Abdominal, Bobot Jantung dan Bobot Hati Perlakuan
Performans Karkas Lemak Abdo Jantung Hati -----------%----------------------g----------C1 (1L/3D) 59,34a 0,906a 4,915a 21,04a a a b C2 (2L/2D) 58,27 1,314 3,133 19,79a C3 (12L/0D) 58,92a 0,531a 4,299a 20,44a Superskrip beda di kolom yang sama menunjukkan ada perbedaan nyata (P<0,05) Superskrip sama di kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0,05)
9
25 C1 (1L/3D)
20 15
C2 (2L/2D)
10
C3 (12L/0D)
5 0 Lemak abdo
Jantung
Hati
Ilustrasi 5. Pengaruh Cahaya terhadap Lemak Abdominal, Bobot Jantung, dan Bobot hati Hasil analisis statistik menyatakan tidak signifikan pada penelitian ini, diduga karena di semua alas kandang pada semua perlakuan pencahayaan, menggunakan alas kandang ram kawat. Perlakuan pencahayaan hanya diberikan selama 12 jam, selebihnya adalah pencahayaan alamiah, sehingga hasil penelitian belum signifikan pada umur ayam 10 minggu. Pemeliharaan ayam bila diperpanjang waktunya masih bisa diharapkan hasil yang berbeda nyata. Hasil penelitian untuk parameter persentase lemak abdominal memberikan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05) Lemak abdominal terendah ditemukan pada C3 (12L/0D), dilanjutkan terendah kedua pada C1 (1L/3D), dan tertinggi pada perlakuan C2 (2L/2D) (Tabel 2). Becker et al. (1979) dalam Walad (2007), menyatakan persentase lemak abdomen dipengaruhi oleh perbedaan kelamin, Lemak abdomen ayam betina lebih besar daripada ayam jantan. Sturkie (1976), menyatakan umur dan aktivitas mempengaruhi deposisi lemak pada unggas.
10
Hasil penelitian menunjukkan C3 memberikan hasil lemak abdominal rendah, karena dengan durasi pencahayaan terus menerus selama 12 jam mulai sore hingga pagi hari, tentu membuat ayam akan cenderung beraktivitas (bergerak) meskipun di malam hari, sehingga durasi istirahat lebih sedikit dibanding C1 dan C2. Hal ini berdampak pada rendahnya persentase lemak abdominal. Hasil persentase lemak abdominal yang optimal terdapat pada C1 yang relative rendah, terlebih dikaitkan dengan bobot badan yang tertinggi dibandingkan kedua perlakuan yang lain. Lewis dan Perry (1989), menyatakan bahwa ayam betina yang dipertahankan selama setahun di bawah 2L:4D:8L:10D secara signifikan memiliki lemak karkas lebih sedikit dibanding ayam betina yang ada di bawah 17L : 7D. Penelitian oleh Lewis dan Perry (Olanrewaju, 2006) menunjukkan bahwa pengaturan pencahayaan intermittent memajukan kelompok unggas yang lebih sehat dengan memproduksi unggas dengan kandungan lemak tubuh lebih rendah, yang pada gilirannya dapat mengurangi terjadinya pecahnya liver yang berlemak dan peritonitis. Selanjutnya, penerapan yang tepat dari pencahayaan intermittent dapat untuk mengurangi biaya listrik dan konsumsi pakan sebanyak kira-kira 41 % dan 19% secara berurutan tanpa menimbulkan pengaruh pada pencapaian bobot tubuh, produksi telur, dan ukuran telur. Rahimi ( 2005) dalam penelitiannya menyatakan, bahwa jadwal pencahayaan intermittent (berselang) meningkatkan rasio konversi pakan secara signifikan (P<0,05). Sehubungan dengan timbunan lemak, program pencahayaan berselang mengurangi persentase lemak abdomen (P < 0,05). Disimpulkan, karena aktvitas fisik sangat rendah selama gelap, dan pengeluaran energi untuk aktivitas berkurang, oleh karenanya penggunaan program pencahayaan intermittent meningkatkan efisiensi produksi, menurunkan temperatur ruang, dan menghemat listrik. Hasil penelitian pada parameter non karkas menunjukkan, ada pengaruh nyata perlakuan pencahayaan terhadap bobot jantung(P<0,05), dan tidak ada pengaruh terhadap bobot hati (P>0,05) (Tabel 2).
11
Jantung sebagai pusat sistem sirkulasi darah yang berperan dalam memompa cairan darah dari jantung ke seluruh tubuh kembali ke jantung (North dan Bell, 1990). Ukuran jantung pada setiap jenis spesies hewan bervariasi. Pembesaran jantung dapat terjadi akibat penambahan jaringan otot jantung (Ressang, 1984). Peningkatan kerja jantung dapat menyebabkan pembesaran jantung. Ukuran jantung bergantung pada jenis kelamin, umur, bobot badan, dfan aktivitas hewan. Penelitian pada parameter jantung menunjukkan ada pengaruh sinifikan bobot hati akibat perlakuan pencahayaan. Bobot tertinggi diperoleh pada perlakuan C1 (1L/3D). Hal menunjukkan ada peningkatan metabolisme pada pencahayaan C1 dibanding perlakuan yang lain. Adanya peningkatan metabolism ini berdampak pada peningkatan pertamnbahan bobt badan dan bobot badan akhir meskipun secara statistic belum signifikan (Tabel 1). Secara genetik ayam kampong memiliki pertumbuhan lebih lambat dibanding ayam ras. Bila waktu penelitian diperpanjang, masih dapat diharapkan ahsil penelitian signifikan. Menurut Ressang (1984), kelainan hati secara fisik ditandai dengan adanya perubahan warna, pembengakakan, pengecilan pada salah satu lobi atau tidak adanya kantung empedu. Subroto (1985) dalam Walad (2007), menyatakan meskipun secara patologis sebagian besar hati mengalami gangguan parah, gejala klinis tidak selalu dapat diamati, karena jaringan hati mempunyai kemampuan regenerasi yang besar dan perbaikan fungsional yang masih dapat dipelihara oleh alat tubuh tersebut. Sturkie (1976). Menyatakan faktor yang mempengaruhi bobot hati adalah bobot tubuh, spesies, jenis kelamin, umur, dan bakteri pathogen. Secara umum fungsi hati dipengaruhi oleh hormone, pakan, dan penyakit. Hasil penelitian menunjukkan, tidak ada perbedaan bobot hati akibat perlakuan pencahayaan (P>0,05). Halk ini sejalan dengan karakter fungsional hati yang memiliki kemampuan regenerasi besar. Kegagalan fungsi hati baru akan terjadi setelah mengalami kerusakan yang cukup besar (sampai 70%). Penelitian ini menerapkan pencahayaan berselang hanya di malam hari saja, sehingga kemungkinan
12
durasi pencahayaan yang tidak terlalu ekstrim berbeda, menyebabkan tidak mempengaruhi bobot hati secara nyata.
SIMPULAN
Perlakuan pencahayaan C1 (1L/3D), C2 (2L/2D), dan C3 (12L/0D) tidak memberi hasil yang berbeda pada parameter pertambahan bobot badan, bobot badan akhir, persentase karkas, persentase lemak abdominal, dan bobot hati. Perlakuan pencahayaan memberi hasil berbeda nyata pada parameter bobot jantung. Perlakuan terbaik berdasarkan data – data di atas, adalah pada perlakuan C1 (1L/3D), pada perlakuan ini diperoleh, PBB dan bobot badan lebih tinggi dibanding kedua perlakuan yang lain. Perlakuan C1 juga memiliki bobot jantung yang tertinggi dan persentase lemak abdominal relative rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, O.A., Ahmed E. Gehad, Gilbert L., Hendricks, H.B.A. Gharib, and Magdi M. Mashaly. 2007. The Effect of Lighting Program and Melatonin on Alleviation of the Negative Impact of Heat Stress on the Immune Response in Broiler Chickens. International Journal of Poultry Sci. 6 (9) : 651-660. Abbas, O.A., A.K. Alm El-Dein. A.A. Desoky and Magda A.A. Galal. 2008. The Effect of Photoperiod Programs on Broiler Chicken Performance and Immune Response. Poultry Sci. 7 (7) : 665 – 671. Appleby, M.C., B.O. Hughes and H.A. Elson. 1992. Poultry Production System : Behaviour, Management and Welfare. C.A.B. International, Wallingford, UK. Austic, R.E. and M.C. Nesheim. 1990. Poultry Production. 3rd Ed. Lea & Febiger. Philladelphia.
13
Binkley, S., S.E. MacBride, D.C. Klein, and C.L. Ralph. 1973. Pineal enzymes : Regulation of avian melatonin synthesis. Sci., 181 : 273-275. Bell, D.J. and B.M. Freeman. 1971. Physiology and Biochemistri of The Domestic Fowl. Acedemic Press. London. New York. Bolukbasi, S. C. dan Hakki Emsen. 2006. The Effect of Diet with Low Protein and Intermittent Lighting on Ascites Induced by Cold Temperatures and Growth Performance in Broilers. Poultry Sci. 5 (10) : 988 – 991. Buys, N., J. Buyse, M.Hassanzadeh-Ladmakhi, and E. Decuypere. 1998. Intermittent Lighting Reduces the Incidence of Ascites in Broilers : An Interaction with Protein Content of Feed on Performance and the Endocrine System. Poultry Sci. 77 : 54 – 61. Buyse, J., P.C.M. Simons, F.M.G. Boshowers and E. Decuypere, 1996. Effect of intermittent lighting, light intensity and source on the performance and welfare of broilers. World’s Poult. Sci J., 52 : 121-130. Card, L.E. and M.C. Nesheim. 1972. Poultry Production. 4th Ed. Lea and Febiger. Philladelphia. Card, L.E. 1961. Poultry Production. Lea and Febiger, 8th Ed. Philladelphia.. Classen, H.L., C. Ridell and F.E. Robinson, 1991. Effect of Increasing photoperiod length on performance and health of broiler chickens. Br. Poult.Sci., 32: 21-29. Classen, H.L., C. Riddell, and F.E. Robinson, 1988. Effect of photoperiod manipulation and feed restriction on broiler health and performance. Poult. Sci. 67 : Supplement 1, p 68 (Abstr). Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2011. (Katalog Dalam Terbitan (KDT) Perpustakaan Nasional RI. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian RI. CV Karya Cemerlang. Jakarta. Ensminger, M.E. 1980. Poultry Science (Animal Aghriculture Series). 2-nd Edition. The Interstate Printers and Publisher Inc. Danville. Illionis USA.
14
Gasperz, V. 1991. Tehnik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Penerbit Tarsito. Bandung. Gomez, K.A. and A.A Gomez. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. Ed 2. Penerbit UI Press. Jakarta. (Terjemahan oleh Endang Sjamsudin dan Justika S. Baharsjah). Harper, H.A., V.W. Rodwell and P.A. Mayes. 1979. Review of Physiological Chemistry. 17th edition. Lange Medical Publication. Los Altos. California. Isroli. 1996. Pengaturan Konsumsi Energi Pada Ternak. Sainteks Vol III No 2. Leeson, S., dan Summers. 1980. Production and carcass characteristic of the broiler chicken. Poultry Sci. 59 : 786-798. Lubis, A.H. 1992. Respon ayam broiler terhadap penurunan tingkat protein dalam ransum berdasarkan efisiensi penggunaan protein dan suplementasi asam amino methionin dan lysine. Disertasi. Pasca sarjana IPB. Bogor. Manser, C.E. 1996. Effect of lighting on the walfare of domestic poultry : A review. Anim. Welfare, 5: 341-360. Moreng, R.E. and J. Avens . 1985. Poultry Science and Production. Reston Publishing Company. Inc. A Pretice-Hall Company. Virginia. Nalbandov, A.V. 1990. Fisiologi Reproduksi pada Mamalia dan Unggas. Universitas Indonesia Press. Jakarta (Diterjemahkan oleh Sunaryo Keman). Olanrewaju, H.A. J.P. Thaxton, W.A. Dozier, J. Purswell, W.B. Roush and S.L. Branton. 2006. A Review of lighting programs for broiler roduction. Int. J. of Poultry Sci. 5 (4) : 301-308. Olanrewaju, H.A., W.W. Miller, W.R. Maslin, J.P. Thaxton, W.A. Dozier, J. Purswell, and S.L. Branton. 2007. Interactive effects of ammonia and light intensity on ocular, fear and leg health in broiler chickens. Int. J. of Poultry Sci. 6 (10) : 762-769. Prayitno, D.S. 1994. The Effect of Colour and Intensity of Light on The Behaviour and Performance of Broiler. University of Wales, United Kingdom. (Disertasi).
15
Rahimi, G. 2005. The Effect of Intermittent Lighting Schedule on Broiler Performance. Poultry Sci. 4 (6) : 369 – 398. Ressang, A.A. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Ed 2. N.V. Percetakan Bali. Denpasar Summer, J.D. 2004. Broiler Carcass Composition. Poultry Industry Council for Research and Education. Guelph. Sunarti, D. 2004. Pencahayaan Sebagai Upaya Pencagahan Cekaman Pada Industri Perunggasan tropis Berwawasan Animal Welfare. Sidang Senat Buru Besar Universitas Diponegoro. Semarang. Suprijatna, E. 2010. Strategi Pengembangan Peternakan Ayam Lokal Berbasis Sumber Daya Lokal dan Berwawasan Lingkungan. Rapat senat Guru Besar Universitas Diponegoro, Semarang. Walad, G.S. 2007. Pengaruh Warna lampu Penerengan terhadap Bobot Hidup, Persentase Karkas, Giblet, dan Lemak Abdominal Ayam Broiler. Skripsi. Prodi Teknologi Produksi Ternak., Fakultas Peternakan IPB. Bogor. Yuwanto, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Yogyakarta: Kanisius. Zulkifli, I., A. Raseded, O.H. Syaadah and M.T.C. Morma. 1998. Daylength effectson stress and fear responses in broiler chickens. Asian-Aust.J. Anim. Sci., 11 : 751-754.