HASIL DAN PEMBAHASAN Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih Bobot Lahir Rataan dan standar deviasi bobot lahir kambing PE berdasarkan tipe kelahiran dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Bobot Lahir Kambing PE berdasarkan Tipe Kelahiran dan Jenis Kelamin Tipe Kelahiran Tunggal
Kembar Dua
Total Keterangan
Rataan dan Standar Deviasi (kg) 3,52±0,68a
Jenis Kelamin
Jumlah (ekor)
Jantan
29
Betina
32
3,06±0,64A
Total Jantan Betina Total Jantan
61 33 39 72 64
3,28±0,69a1 2,96±0,51b 2,73±0,54B 2,83±0,53b1 3,20±0,67A1
Betina
72
2,87±0,60B1
: superscript a dan b = perbandingan antara jantan tipe kelahiran tunggal dengan jantan tipe kelahiran kembar, A dan B = perbandingan antara betina tipe kelahiran tunggal dengan betina tipe kelahiran kembar, a1 dan b1 = perbandingan antara tipe kelahiran tunggal dengan tipe kelahiran kembar, A1 dan B1 = perbandingan antara jantan dengan betina. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 95%.
Hasil analisis pada bobot lahir kambing PE menunjukkan bahwa rataan bobot lahir tipe kelahiran tunggal secara nyata (P<0,05) berbeda dengan rataan bobot lahir tipe kelahiran kembar dua. Rataan bobot lahir tipe kelahiran tunggal menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan tipe kelahiran kembar dua. Rataan bobot lahir pada tipe kelahiran tunggal dan kembar dua masing-masing adalah 3,28±0,69 kg dan 2,83±0,53 kg. Menurut Devendra dan Burns (1994), bobot lahir pada anak tipe kelahiran tunggal lebih tinggi daripada anak kembar dua. Hal tersebut disebabkan zat makanan yang diperoleh fetus dari induk. Makin banyak jumlah anak sekelahiran semakin berkurang kecepatan pertumbuhan individual pra lahir karena kompetisi fetus di dalam uterus, sehingga anak dengan tipe kelahiran tunggal memiliki bobot lahir yang lebih besar daripada anak kelahiran kembar.
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa rataan bobot lahir pada jantan berbeda nyata (P<0,05) dengan rataan bobot lahir pada betina, dimana rataan bobot lahir jantan lebih tinggi jika dibandingkan dengan rataan bobot lahir betina. Rataan bobot lahir anak kambing PE adalah 3,20±0,67 kg untuk jantan dan 2,87±0,60 kg untuk betina. Rataan bobot lahir pada Balai Penelitian Ternak Ciawi lebih rendah daripada yang dilaporkan oleh Atabany (2001), dimana bobot lahir anak kambing PE adalah 3,97 kg untuk anak jantan dan 3,73 kg untuk anak betina. Apabila dilihat dari tipe kelahiran per jenis kelamin, rataan bobot lahir jantan pada tipe kelahiran tunggal berbeda nyata (P<0,05) dengan rataan bobot lahir jantan pada tipe kelahiran kembar. Hal yang sama juga diperoleh dari hasil statistik pada rataan bobot lahir betina pada tipe kelahiran tunggal yang berbeda nyata (P<0,05) dengan rataan bobot lahir betina pada kelahiran kembar. Rataan bobot lahir anak jantan kambing PE dengan tipe kelahiran tunggal adalah 3,52±0,68 kg, sedangkan anak tunggal betina adalah 3,06±0,64 kg. Rataan bobot lahir anak kambing PE jantan pada tipe kelahiran kembar dua adalah 2,96±0,51 kg dan yang betina adalah 2,73±0,54 kg. Rataan bobot lahir kambing Saanen berdasarkan tipe kelahiran dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Bobot Lahir Kambing Saanen Berdasarkan Tipe Kelahiran dan Jenis Kelamin Tipe Kelahiran
Jenis Kelamin
Tunggal
Jantan Betina Total Jantan Betina Total Jantan Betina
Kembar Dua
Total Keterangan
Jumlah (ekor) 11 15 26 14 8 22 25 23
Rataan dan Standar Deviasi (kg) 3,85±0,61a 2,95±0,47A 3,33±0,69a1 2,89±0,22b 3,05±0,18A 2,94±0,21b1 3,31±0,39A1 2,98±0,39B1
: superscript a dan b = perbandingan antara jantan tipe kelahiran tunggal dengan jantan tipe kelahiran kembar, A = perbandingan antara betina tipe kelahiran tunggal dengan betina tipe kelahiran kembar, a1 dan b1 = perbandingan antara tipe kelahiran tunggal dengan tipe kelahiran kembar, A1 dan B1 = perbandingan antara jantan dengan betina. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 95%.
18
Berdasarkan hasil analisis pada bobot lahir kambing Saanen, rataan bobot keturunan jantan pada tipe kelahiran tunggal berbeda nyata (P<0,05) dengan jantan pada tipe kelahiran kembar, akan tetapi rataan bobot lahir betina pada kelahiran tunggal tidak berbeda (P<0,05) dengan rataan bobot lahir betina pada kelahiran kembar. Rataan bobot lahir kelahiran tunggal berbeda nyata (P<0,05) dengan rataan bobot lahir kelahiran kembar. Hal yang sama juga diperoleh pada rataan bobot lahir berdasarkan jenis kelamin, dimana rataan bobot lahir jantan berbeda nyata (P<0,05) dengan betina. Rataan bobot lahir anak jantan kambing Saanen lebih tinggi daripada anak betina. Rataan bobot lahir anak jantan sebesar 3,31±0, 39 kg dan anak betina sebesar 2,98±0,39 kg. Rataan bobot lahir kambing Saanen pada kelahiran tunggal lebih tinggi daripada kelahiran kembar dua, yaitu 3,33±0,69 kg untuk kelahiran tunggal dan 2,94±0,21 kg untuk kelahiran kembar dua. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Atabany (2001), dimana bobot lahir jantan (3,15 kg) lebih tinggi daripada bobot lahir betina (3,13 kg) dan bobot lahir kambing Saanen kelahiran tunggal (3,40 kg) lebih tinggi daripada kelahiran kembar dua (3,04 kg). Bobot lahir jantan lebih besar daripada betina diakibatkan oleh hormon androgen yang dimiliki oleh anak jantan akan menyebabkan adanya retensi nitrogen lebih banyak dibandingkan dengan anak betina, sehingga akan mengakibatkan pertumbuhan anak jantan yang lebih besar (Ihsan, 1990). Selain itu, menurut Nalbandov (1990), hormon estrogen yang dihasilkan hewan betina akan membatasi pertumbuhan tulang pipa dalam tubuh. Hardjopranjoto (1995) menyatakan bahwa hormon estrogen pada ternak betina berpengaruh terhadap pengapuran tulang rawan (epifise), sehingga pertumbuhan tulang betina menjadi lebih pendek daripada jantan. Bobot lahir berkorelasi dengan laju pertumbuhan dan ukuran dewasa serta daya hidup anak. Bobot lahir yang tinggi di atas rataan, umumnya akan memiliki kemampuan hidup lebih tinggi dalam melewati masa kritis, pertumbuhannya cepat dan akan memiliki bobot sapih yang lebih tinggi (Gunawan dan Noor, 2006). Kambing Saanen, pada Tabel 5, memiliki bobot kelahiran anak tunggal jantan 3,85±0,61 kg sedangkan anak tunggal betina 2,95±0,47 kg. Tipe kelahiran kembar dua memiliki bobot lahir pada anak jantan 2,89±0,22 kg dan anak betina 3,05±0,18 kg. 19
Bobot Sapih Rataan bobot sapih kambing PE berdasarkan tipe kelahiran dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Bobot Sapih Kambing PE berdasarkan Tipe Kelahiran dan Jenis Kelamin Tipe Kelahiran Tunggal
Kembar Dua
Total
Jenis Kelamin Jantan Betina Total Jantan Betina Total Jantan Betina
Jumlah (ekor) 29 29 58 25 36 61 55 56
Rataan dan Standar Deviasi (kg) 11,44±2,86a 11,33±2,98A 11,39±1,90a1 11,23±2,24a 11,14±2,77A 11,18±2,55a1 11,41±2,59A1 11,24±2,83A1
Keterangan : superscript a = perbandingan antara jantan tipe kelahiran tunggal dengan jantan tipe kelahiran kembar, A = perbandingan antara betina tipe kelahiran tunggal dengan betina tipe kelahiran kembar, a1 = perbandingan antara tipe kelahiran tunggal dengan tipe kelahiran kembar, A1 = perbandingan antara jantan dengan betina. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 95%.
Analisis statistik pada bobot sapih kambing PE berdasarkan jenis kelamin, tipe kelahiran maupun tipe kelahiran per jenis kelamin diperoleh hasil yang tidak nyata (P>0,05). Rataan bobot sapih anak jantan kambing PE yaitu 11,41±2,59 kg dan anak betina sebesar 11,24±2,83 kg. Atabany (2001) melaporkan bobot sapih anak jantan dan anak betina kambing PE masing-masing adalah 13,5 kg dan 11,5 kg. Bobot sapih anak kambing PE pada kelahiran tunggal sebesar 11,39±2,90 kg, bobot kelahiran kembar dua sebesar 11,18±2,55 kg. Apabila ditinjau dari tipe kelahiran per jenis kelamin, rataan bobot sapih anak jantan kambing PE dengan tipe kelahiran tunggal adalah 11,44±2,86 kg sedangkan anak tunggal betina adalah 11,33±2,98 kg. Rataan bobot sapih anak kambing PE jantan pada tipe kelahiran kembar adalah 11,23±2,24 kg dan yang betina adalah 11,14±2,77 kg. Rataan bobot sapih kambing Saanen berdasarkan tipe kelahiran dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 7.
20
Tabel 7. Rataan Bobot Sapih Kambing Saanen Berdasarkan Tipe Kelahiran dan Jenis Kelamin Tipe Kelahiran Tunggal
Kembar Dua
Total Keterangan
Jenis Kelamin Jantan Betina Total Jantan Betina Total Jantan Betina
Jumlah (ekor) 11 15 26 12 8 26 23 23
Rataan dan Standar Deviasi (kg) 12,48±1,42a 9,10±1,90A 10,53±2,40a1 8,72±1,34b 9,41±2,13A 9,00±1,68b1 10,52±2,35A1 9,21±1,94B1
: superscript a dan b = perbandingan antara jantan tipe kelahiran tunggal dengan jantan tipe kelahiran kembar, A= perbandingan antara betina tipe kelahiran tunggal dengan betina tipe kelahiran kembar, a1 dan b1 = perbandingan antara tipe kelahiran tunggal dengan tipe kelahiran kembar, A1 dan B1 = perbandingan antara jantan dengan betina. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 95%.
Berdasarkan hasil analisis pada bobot sapih kambing Saanen, rataan bobot sapih keturunan jantan pada tipe kelahiran tunggal berbeda nyata (P<0,05) dengan jantan pada tipe kelahiran kembar dua. Anak kambing Saanen dengan kelahiran tunggal memiliki bobot sapih sebesar 10,53±2,40 kg, sedangkan bobot sapih pada kelahiran kembar sebesar 9,00±1,68 kg. Rataan bobot sapih anak kambing Saanen pada kelahiran tunggal lebih tinggi dibandingkan kelahiran kembar disebabkan oleh anak kambing Saanen kelahiran tunggal memiliki bobot lahir yang lebih tinggi daripada kelahiran kembar. Hal ini sesuai dengan laporan Abdulgani (1981) yang menyatakan bahwa bobot sapih ditentukan oleh bobot lahir. Subandriyo (1996) juga menyatakan bahwa terbatasnya produksi susu induk menyebabkan anak kembar harus berbagi susu, pertumbuhan pra sapih anak kembar menjadi lebih lama dibandingkan anak tunggal, sehingga anak kembar memiliki bobot sapih yang lebih rendah. Rataan bobot sapih jantan berbeda nyata (P<0,05) dengan betina. Rataan bobot sapih anak jantan lebih tinggi daripada anak betina. Bobot sapih anak jantan dan betina kambing Saanen pada hasil penelitian masing-masing adalah 10,52±2,35 kg dan 9,21±1,94 kg. Rataan bobot sapih pada penelitian ini lebih rendah dari data yang diperoleh oleh Atabany (2001), dimana bobot sapih anak jantan dan anak betina kambing Saanen masing-masing adalah 20,6 kg dan 16,2 kg. 21
Rataan bobot sapih betina kelahiran tunggal dengan rataan bobot sapih betina kelahiran kembar dua tidak berbeda nyata (P>0,05), akan tetapi rataan bobot sapih jantan pada kelahiran tunggal berbeda nyata (P<0,05) dengan jantan pada kelahiran kembar dua. Rataan bobot sapih anak jantan kambing Saanen pada tipe kelahiran tunggal adalah 12,48±1,42 kg sedangkan anak tunggal betina 9,10±1,96 kg. Tipe kelahiran kembar dua memiliki bobot lahir pada anak jantan 8,72±1,37 kg dan anak betina 9,41±2,13 kg. Menurut Lasley (1963), berat sapih berkorelasi positif dengan berat lahir, sehingga seleksi terhadap bobot sapih akan meningkatkan bobot pasca lahir pada generasi berikutnya (Triwulaningsih, 1986). Abdulgani (1981) dan Acker (1983) melaporkan bahwa anak kambing yang mempunyai berat lahir yang tinggi akan tumbuh lebih cepat, sehingga akan mencapai berat sapih yang tinggi pula. Menurut Abdulgani (1981), Sutama et al. (1995), dan Setiadi et al. (2001), jenis kelamin juga mempengaruhi berat sapih, dimana jantan lebih tinggi daripada betina. Mortalitas Tingkat kematian anak dihitung berdasarkan kematian anak dibandingkan jumlah kelahiran (Mulyadi, 1992). Berdasarkan data dari tahun 2006 hingga 2009, diperoleh data kematian pada anak kambing PE adalah sebanyak 8,3% (11 dari 133 ekor) lebih rendah dari penelitian Atabany (2001) sebesar 11%, dan data kematian anak kambing Saanen sebanyak 18,75% (9 dari 48 ekor) lebih tinggi dibandingkan data penelitian Atabany (2001) sebesar 15%. Tingginya kemampuan hidup dalam suatu populasi ditunjukkan dengan rendahnya laju kematian. Anak kambing PE memiliki persentase kematian yang lebih kecil dibandingkan dengan anak kambing Saanen, hal ini menunjukkan bahwa kambing PE memiliki kemampuan hidup yang lebih baik karena kambing PE merupakan persilangan antara kambing Etawah dan kambing Kacang. Kambing Kacang merupakan kambing lokal asli Indonesia yang sudah beradaptasi baik dengan lingkungan tropis. Kambing Saanen merupakan kambing yang berasal dari daerah beriklim sejuk basah dan masih kurang baik beradaptasi dengan lingkungan tropis (Devendra dan Burns, 1994). Menurut Kostaman (2003) dalam penelitiannya, tingginya kematian anak dipengaruhi oleh berat lahir yang rendah, kelahiran terjadi di malam hari sehingga 22
terlambat memberikan pertolongan terutama bagi anak dengan bobot lahir rendah, dan juga faktor seperti kejang. Anak kambing yang mati dalam penelitian ini disebabkan karena mencret, kejang dan kembung. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kematian anak merupakan proporsi yang tinggi dari kematian total dan kematian dapat disebabkan oleh kedinginan, kekurangan makanan (susu induk), penyakit dan kesulitan beranak (distokia). Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa anak kambing sepenuhnya tergantung pada susu induk sampai kurang lebih 7-8 minggu setelah lahir. Usaha yang dapat dilakukan untuk menekan laju kematian anak menurut Subandriyo et al. (1994), yaitu dengan perbaikan dalam perawatan induk bunting tua, induk menyusui, dan perbaikan tatalaksana pemberian pakan. Nilai Heritabilitas Bobot Lahir dan Bobot Sapih Besarnya nilai heritabilitas suatu sifat penting dalam program seleksi dan rencana perkawinan untuk memperbaiki mutu ternak. Nilai dugaan heritabilitas bobot lahir kambing PE dan Saanen disajikan Tabel 8. Tabel 8. Nilai Dugaan Heritabilitas Bobot Lahir Kambing PE dan Saanen No.
Jenis Ternak
Bobot lahir
Bobot Sapih
1.
PE
0,50±0,34
0,56±0,36
2.
Saanen
0,36±0,68
*
Keterangan
: * = tidak dapat diidentifikasi
Berdasarkan Tabel 8, nilai heritabilitas bobot lahir dan bobot sapih kambing PE masing-masing adalah 0,50±0,34 dan 0,56±0,36. Nilai heritabilitas bobot lahir kambing PE termasuk dalam kategori tinggi (>0,4) (Noor, 2000). Nilai heritabilitas tinggi menunjukkan perbedaan fenotip hewan sebagian besar disebabkan oleh perbedaan nilai pemuliaan, bukan disebabkan oleh pengaruh kombinasi gen (dominan dan epistasis) maupun pengaruh lingkungan (Bourdon, 1997). Nilai heritabilitas bobot lahir kambing Saanen adalah 0,36±0,68. Nilai heritabilitas kambing Saanen termasuk sedang karena berada diantara 0,2-0,4. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilakukan seleksi berdasarkan bobot lahir pada kambing PE dan Saanen di Balai Penelitian Ternak Ciawi-Bogor karena menurut 23
Warwick et al. (1990), seleksi yang dilakukan pada nilai heritabilitas yang dikategorikan sedang sampai tinggi lebih efisien dalam meningkatkan mutu genetik dibandingkan dengan seleksi pada nilai heritabiliras rendah. Akan tetapi seleksi terhadap bobot sapih hanya dapat dilakukan pada kambing PE. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya data yang tersedia sehingga heritabilitas bobot sapih kambing Saanen tidak dapat diidentifikasi. Warwick et al. (1995) menyatakan bahwa nilai heritabilitas negatif atau lebih dari satu secara biologis tidak mungkin. Bila hal tersebut ditemukan kemungkinan disebabkan oleh: (1) keseragaman yang disebabkan oleh lingkungan yang berbeda untuk kelompok keluarga berbeda, (2) metode statistik yang digunakan tidak tepat sehingga tidak dapat memisahkan antara ragam genetik dan ragam lingkungan dengan efektif, dan (3) kesalahan dalam pengambilan contoh. Evaluasi Pejantan Evaluasi pejantan dilakukan dengan pendekatan Contemporary Comparison yang selanjutnya dilakukan estimasi nilai pemuliaannya (Breeding Value). Nilai Contemporary Comparison (CC) dan Estimated Breeding Value (EBV) dari pejantan kambing PE dan Saanen disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Daftar nilai Contemporary Comparison dan Estimated Breeding Value Kambing PE dan Saanen Bangsa Kambing
No Pejantan 178 179 261 2031 Cariu Hitam 7085 198
PE
Saanen
9021 163
CC
2b
EBV = 2bCC
Peringkat
-0,35 0,15 0,42 0,27 -0,06 -0,38 0,22 -0,02
1,37 1,46 1,52 1,37 1,18 0,79 0,24 0,96
-0,48 0,22 0,64 0,37 -0,07 -0,30 0,05 -0,02
8 3 1 2 6 7 4 5
0,6 0,5
0,80 0,86
0,49 0,40
1 2
Keunggulan pejantan yang terdapat di Balai Penelitian Ternak Ciawi-Bogor diuji dengan menggunakan metode Contemporary Comparison (CC). Berdasarkan 24
Tabel 9, urutan pejantan dari nilai CC terendah sampai tertinggi pada kambing PE adalah pejantan Hitam (-0,38), 178 (-0,35), Cariu (-0,06), 198 (-0,02), 7085 (0,22), 179 (0,15), 2031 (0,27) dan 261 (0,42), sedangkan pejantan dengan nilai CC terendah pada kambing Saanen adalah pejantan no. 9021 (0,6) dan CC tertinggi adalah pejantan no. 163 (0,5). Berdasarkan hasil evaluasi dari 8 pejantan kambing PE yang digunakan, empat pejantan mempunyai nilai CC positif yang berkisar antara 0,02 sampai 0,42; sedangkan empat pejantan lainnya mempunyai nilai CC negatif berkisar antara -0,38 sampai -0,02. Pejantan kambing Saanen memiliki nilai CC positif berkisar antara 0,5 sampai 0,6. Nilai CC positif berarti bahwa pejantan yang diuji, jika dikawinkan dengan betina akan mewariskan keunggulan sifat bobot lahir kepada keturunannya di atas rata-rata pembandingnya (contemporary). Nilai pemuliaan (breeding value, BV) didefinisikan sebagai nilai suatu individu sebagai kontributor dari gen-gen untuk generasi yang akan datang. Nilai pemuliaan tidak dapat diukur secara langsung, namun dapat diperkirakan atau diprediksi
atau
diestimasi berdasarkan
Estimated
Breeding
Value
(EBV)
(Subandriyo, 2006). Cara yang paling mudah untuk mengkaji nilai pemuliaan adalah dengan jalan mengukur rataan performans dari anak dibandingkan dengan pembandingnya (contemporary). Metode Contemporary Comparison (CC) dari Robertson dan Rendel pada tahun 1954 diperkenalkan dan merupakan dasar untuk perhitungan estimasi nilai pemuliaan dari pejantan. Nilai pemuliaan dari Tabel 9, diperoleh hasil dari peringkat yang tertinggi sampai terendah pada kambing PE secara berurutan adalah pejantan no. 261 (0,64), 2031 (0,37), 179 (0,22), 7085 (0,05), 198 (-0,02), Cariu (-0,07), Hitam (-0,30) dan 179 (0,05). Peringkat pejantan kambing Saanen dari tertinggi sampai terendah adalah pejantan no. 9021 (0,49) dan 163 (0,40). Peringkat pejantan berdasarkan nilai Estimated Breeding Value (EBV) sama dengan peringkat pejantan berdasarkan nilai Contemporary Comparison kecuali pada pejantan no. 178 dan pejantan Hitam. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mengetahui pejantan yang unggul, dapat diperkirakan dari nilai Contemporary Comparison (CC) yang paling tinggi diantara pejantan lain.
25