Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG PADA KONDISI DI KANDANGKAN: 1. BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH, JUMLAH ANAK SEKELAHIRAN DAN DAYA HIDUP ANAK PRASAPIH (Productivity of Kacang Goat at Condition Penned. 1. Birth Weight, Weaning Weight, Litter Size and Mobility of Post-Weaning) MERUWALD DOLOKSARIBU, SIMON ELIESER, FERA MAHMILIA dan FITRA AJI PAMUNGKAS Loka Penelitian Kambing Potong, PO Box 1, Galang Sungei Putih, Deli Serdang 20585
ABSTRACT Research on Kacang goat productivity was conducted at Sungei Putih Research Station, and the birth weight, weaning weight, litter size and mobility post weaning were the parameters of the study. The numbers of goats observed were 78 heads. Goat rearing was entirely carried out in cages; in the morning they were given ± 250 g/head/day concentrate, and grass was adequately supplied for the afternoon and evening. All the parameters studied were analyzed with mean test followed by t-test. From the results it was found out that the average birth weight was 1.78 ± 0.23 kg and the average weaning weight was 6.56 ± 1.37 kg, the litter size was equal to 1.23, and mobility post-weaning at the age of 3 months was 83%. From the lactating cows studied it was found out that the kidding interval was 268 ± 34 days. Based on the birth sequence (parity) from each cow it was found out that second and third birth sequences were better for birth weight, weaning weight and mobility compared to those of first birth (P<0.05). Key Words: Local Goat, Penned ABSTRAK Penelitian terhadap produktivitas kambing kacang telah dilakukan di Loka Penelitian Kambing Potong Sungei Putih, untuk mengetahui bobot lahir, bobot sapih, jumlah anak sekelahiran dan daya hidup anak hingga sapih yang merupakan parameter penelitian. Jumlah induk kambing yang diamati sebanyak 78 ekor. Pemeliharaan kambing selamanya dalam kandang, pada pagi hari diberi konsentrat ± 250 g/ekor/hari sedangkan rumput diberi pada siang dan sore hari secukupnya. Parameter yang diamati dianalisis dengan uji rata-rata. Dari hasil pengamatan didapatkan rataan bobot lahir anak 1,78 ± 0,23 kg dan rataan bobot sapih 6,56 ± 1,37 kg sedangkan jumlah anak sekelahiran sebesar 1,23 dan daya hidup anak hingga sapih umur 3 bulan sebesar 83%. Dari induk pengamatan didapatkan jarak beranaknya sebesar 268 ± 34 hari. Berdasarkan urutan kelahiran anak (paritas) dari setiap induk diperoleh bahwa urutan kelahiran 2 dan 3 untuk bobot lahir, bobot sapih dan daya hidup anak lebih baik dibandingkan dengan anak kelahiran pertama (P<0,05). Kata Kunci: Kambing Kacang, Dikandangkan
PENDAHULUAN Pengembangan subsektor peternakan khususnya produksi kambing dan domba masih tertinggal jauh dibandingkan dengan ternak besar seperti sapi dan kerbau. Pada hal masalah pengembangan produksi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan bibit. Ketersediaan bahan baku bibit ternak seharusnya tetap dipertahankan untuk menjaga kesinambungan
program pemuliaan kambing dalam rangka peningkatan populasi. Laju peningkatan populasi ruminansia kecil, ternak kambing di Sumatera Utara selama kurun waktu lima tahun (1997–2002) hampir bisa dikatakan tidak meningkat (1,75%), sedangkan ternak domba laju peningkatan populasi mencapai 28% (DINAS PETERNAKAN PROPINSI SUMATERA UTARA, 2003). Hal ini ditunjukkan dengan kurangnya
581
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
peran serta antara instansi terkait dengan penanam modal dalam pengembangan usaha kambing. Demikian juga terhadap adopsi teknologi beternak kambing yang belum memasyarakat hingga ke pedesaan. Pedesaan merupakan wilayah yang paling tepat untuk pengembangan ternak kambing khususnya lingkungan perkebunan yang sumber hijauan tersedia setiap saat. Pengembangan peningkatan populasi hanya berdasar kepada pengetahuan sistem pemeliharaan yang turun temurun/pemeliharaan tradisional. Status kepemilikan/pemeliharaan kambing hanya bersifat sementara dan skala pemeliharaan relatif sedikit (sebagai tabungan), sehingga tidak dapat untuk mendukung peningkatan produktivitas kambing. Kambing kacang merupakan salah satu bangsa kambing lokal yang ada di Indonesia yang penyebarannya sangat luas di seluruh wilayah Indonesia. Ditinjau dari tingkat produktivitas dan reproduktivitas sangat bervariasi di setiap daerah. Jenis bangsa kambing ini secara total populasi setiap tahunnya menurun. Dikuatirkan suatu saat kambing kacang ini akan punah apabila tidak dilaksanakan penggalian dan pelestarian kembali. Upaya pelestarian terhadap kambing sangat berhubungan terhadap penggunaan teknologi strategi peningkatan mutu genetik. Keragaan genotipe kambing yang tersebar di Sumatera Utara bervariasi, dari kambing lokal (kacang) hingga persilangannya terhadap genotipe yang lain seperti Peranakan Ettawah, Saanen dan lain sebagainya. Sehingga untuk mendapatkan keragaan produktivitas dan reproduktivitas dari genotipe aslinya (lokal murni) di Sumatera Utara secara berkesinambungan sulit didapatkan. Berdasarkan pertimbangan diatas dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap induk kambing kacang yang dikandangkan untuk mendapatkan data produksi dan reproduksi. MATERI DAN METODE Penelitian terhadap performans produksi dan reproduksi pada kambing kacang telah dilaksanakan di Stasiun pembibitan Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih dengan sistem pemeliharaan secara intensif. Jumlah induk yang diamati sebanyak 78 ekor. Sistem pemeliharaan dengan pola pemberian pakan
582
yaitu konsentrat (protein kasar 15% dan digestible energi 2.900 k.kal) pada pagi hari dengan jumlah pemberian ± 250 g/ekor/hari. Rumput diberikan pada siang dan sore hari secukupnya. Untuk mencegah pengaruh parasit internal (cacingan) seluruh kambing diberi obat cacing secara periodik per tiga bulan. Selama penelitian berlangsung, parameter yang di ukur untuk penampilan produktivitas induk meliputi bobot lahir anak, bobot anak sapih (umur 3 bulan) dan laju pertumbuhan anak dari lahir hingga sapih. Sementara itu, untuk penampilan reproduksi yang diamati adalah bobot induk saat melahirkan, jumlah anak sekelahiran, kemampuan hidup anak hingga sapih dan bobot lahir anak berdasarkan urutan kelahiran (paritas). Seluruh parameter yang diamati dicatat pada buku induk rekording kambing yang telah di format dan di analisis secara statistik dengan uji rata-rata. HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan produksi kambing Kacang Sebanyak 78 ekor induk kambing kacang yang dikawinkan dengan pejantan lokal sesuai program pembibitan plasma nutfah untuk menghasilkan turunan kacang murni. Turunan yang dihasilkan berdasarkan program seleksi anak tersebut akan dimasukkan dalam kelompok program percepatan perbanyakan bibit persilangan kambing Boer. Dari hasil program perkawinan tersebut antara jantan dengan betina kacang, keragaan produktivitas induk tertera pada Tabel 1. Terlihat bahwa rataan bobot lahir anak kambing kacang sebesar 1,78 kg. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu pada keturunan kambing Kacang, hasil ini hampir sama dengan yang dilaporkan NGADIONO et al. (1984) yaitu sebesar 1,74 kg dan lebih kecil dibandingkan dengan hasil penelitian SETIADI dan SITORUS (1984) yakni seberat 2,0 kg pada kondisi pembibitan. Sementara itu, hasil penelitian ASTUTI et al. (1984) pada kondisi pedesaan yaitu sebesar 2,40 kg. Rendahnya bobot lahir hasil penelitian ini mungkin diakibatkan kondisi induk yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari petani ternak sekitar yang sistem perkawinan tidak terarah dan merupakan hasil perkawinan sedarah.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tabel 1. Keragaan produktivitas induk kambing kacang Uraian Bobot lahir (kg) Jantan Betina Paritas 1 2 3 Bobot sapih umur 3 bulan (kg) Jantan Betina Paritas 1 2 3 Laju pertumbuhan anak prasapih (g/ekor/hari) Jantan Betina Paritas 1 2 3
Ditinjau dari urutan kelahiran (paritas) anak bahwa bobot lahir yang tertinggi dijumpai pada paritas 3 dan 2 (P<0,05) dan yang terendah pada paritas 1 Berdasarkan keragaan bobot sapih anak hasil penelitian ini terhadap kambing kacang yang sebesar 6,56 kg, hasil ini masih lebih kecil bila dibandingkan dengan hasil penelitian NGADIONO et al. (1884) sebesar 9,7 kg dan SETIADI dan SITORUS (1984) sebesar 9,0 kg. Dari data bobot lahir anak hingga sapih dapat menggambarkan bahwa laju pertumbuhan harian dapat mencapai seberat 53,13 g/ekor/hari. Besarnya laju pertumbuhan yang didapat sama dengan hasil penelitian ASTUTI et al. (1984) yaitu sebesar 53,2 g/ekor/hari. Keragaan reproduksi kambing Kacang Keragaan reproduksi induk merupakan gambaran dari kemampuan induk bereproduksi, terutama dalam kemampuan induk untuk melahirkan sejumlah anak dan kemampuan
n
Rataan bobot
Simpangan baku
205 108 97
1,78 1,81 1,74
0,23 0,23 0,21
96 94 15 170 89 81
1,66 1,89 1,92 6,56 6,69 6,41
0,26 0,21 0,21 1,37 1,38 1,34
75 82 13 170 89 81
6,23 6,81 6,88 53,13 54,22 51,88
1,29 1,18 1,19 5,37 5,28 5,37
75 82 13
49,67 53,48 53,90
5.21 5,08 4,92
untuk mengasuhnya selama menyusui. Keragaan reproduksi induk kambing lokal tertera pada Tabel 2. Jumlah anak sekelahiran sangat menentukan terhadap laju peningkatan populasi ternak kambing. Jumlah anak sekelahiran yang tinggi akan dapat mempengaruhi terhadap kenaikan populasi. Pada hasil penelitian ini rataan jumlah anak sekelahiran adalah sebesar 1,23 ekor. Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian KNIPSCHEER et al. (1983) pada kondisi pedesaan yaitu sebesar 1,76 ekor, sedangkan hasil penelitian SUBANDRIYO et al. (1986) pada stasiun percobaan sebasar 1,56 ekor. Daya hidup anak merupakan gambaran dari keragaan reproduksi induk kambing. Daya hidup anak dari lahir hingga sapih merupakan tingkat kemampuan induk untuk mangusuh dan menyusukan anak. Hasil penelitian ini menunjukkan rataan daya hidup anak dari lahir hingga sapih sebesar 83%.
583
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tabel 2. Keragaan reproduksi kambing Kacang Uraian
N
Rataan
Jumlah anak sekelahiran (ekor)
205
1,23
Rasio anak (jantan : betina)
205
53 : 47
Bobot hidup awal induk/dara (kg)
78
16,4 + 2,43
Bobot induk saat melahirkan (kg)
162
21,3 + 2,18
Daya hidup anak prasapih (%)
205
83
1
96
78
2
94
85
Daya hidup anak prasapih berdasarkan: (%) Paritas
3 Jarak beranak (hari)
Berdasarkan data hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian SETIADI dan SITORUS (1983) pada kondisi pembibitan yaitu sebesar 86,3%, dan lebih tinggi daripada hasil penelitian KNIPSCHEER et al. (1983) pada kondisi pedesaan sebesar 78%. Bila dilihat dari urutan kelahiran ternyata paritas 3 dan 2 daya hidup anak sedikit lebing tinggi dibandingkan dengan paritas 1. Hal ini dapat dimungkinkan karena tingkat naluri keindukan yang dimiliki setelah beranak beberapa kali akan semakin tinggi, sehingga untuk mengasuh anak akan semakin baik. Naluri keindukan sangat berhubungan terhadap tingkat kedewasaan tubuh, sebagai mana yang dikatakan FARID dan FAHMI (1996). Dengan semakin dewasanya induk akan bertambah sempurnanya mekanisme hormonal organ reproduksi. Berdasarkan penampilan tubuh induk yaitu bobot badan setelah melahirkan rataan bobot hidup adalah sebesar 21,3 kg. Dari rataan bobot induk secara umum bobotnya masih jauh di bawah rata-rata. Hal ini dapat dimungkinkan karena sumber bakalan induk tersebut diperoleh dari petani ternak sekitar. KESIMPULAN DAN SARAN Produktivitas dan reproduktivitas kambing kacang seperti bobot lahir, bobot sapih dan daya hidup anak dipengaruhi oleh paritas sebagai akibat dari tingkat kematangan tubuh induk yang semakin dewasa. Sehingga induk
584
15
86
162
268 + 34
yang telah beranak beberapa kali daya adopsi untuk mengasuh anak akan semakin baik. DAFTAR PUSTAKA ASTUTI, M., M. BELL, P. SITORUS and G.E. BRADFORD. 1984. The impact of altitude on sheep and goat produktion. Working Paper no. 30. SR-CRSP/Balai Penelitian Ternak, Bogor. DINAS PETERNAKAN PROPINSI DAERAH TINGKAT I. SUMATERA UTARA. 2003. Laporan Tahunan, Statistik Peternakan Sumatera Utara. Dinas Peternakan Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, Medan. FARID, A.H. dan M.H. FAHMY. 1996. The East Friesian and other European breeds,. in: Prolific Sheep. FAHMY, M.H. (Ed.). CAB. International. KNIPSCHEER, H.C., J. DE BOER dan T.D. SOEDJANA. 1983. The economic role of sheep and goats in west Java. Bull. of Indonesian Economics Studies XIX(3): 74. NGADIONO, N., P. BASUKI dan G. MURDJITO. 1984. Beberapa data performans ternak kambing yang dipelihara secara tradisional di pedesaan sejak lahir sampai dengan umur sapih. Pros. Pertemuan Ilmiah Ruminansia kecil. Puslitbang Peternakan, Bogor. SETIADI, B. dan P. SITORUS. 1984. Penampilan reproduksi dan produksi kambing Peranakan Etawah. Pros. Pertemuan Ilmiah Penelitian Ruminansia Kecil. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 118–121.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
SUBANDRIYO, B. SETIADI dan P. SITORUS. 1986. Ovulation rate and litter size of Indonesian goats, Woking Paper no. 73. SR-CRSP/Balai Penelitian Ternak, Bogor.
DISKUSI Pertanyaan: 1.
Apa alasan menggunakan paritas kedua atau lebih?
2.
Bagaimana bila dibandingkan dengan kambing Boerka?
Jawaban: 1.
Karena lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan parity yang sebelumnya.
2.
Dari data yang menunjukkan bahwa penampilan kambing Kacang lebih rendah daripada kambing Boerka.
585