17
HASIL DAN PEMBAHASAN Penyimpanan In Vitro Hasil penelitian sebelumnya tentang penyimpanan in vitro kultur purwoceng menunjukkan bahwa pemberian ancimidol 1.5 ppm maupun paklobutrazol 5 ppm dalam media tidak mampu menyimpan kultur lebih dari 4 bulan (Rahayu & Sunarlim 2002). Upaya peningkatan umur penyimpanan dilakukan melalui pemberian kombinasi regulator osmotik dan retardan pertumbuhan dalam hal ini sorbitol dan paklobutrazol. Perlakuan secara bersamaan kedua faktor tersebut pada tingkatan konsentrasi tertentu dapat menimbulkan cekaman atau mampu menghambat pertumbuhan sehingga kultur dapat disimpan lebih lama. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan pada dua periode penyimpanan yaitu 4 dan 8 bulan. Penambahan sorbitol dan paklobutrazol secara tunggal pada media penyimpanan sudah banyak dilakukan untuk menghambat laju pertumbuhan sampai kondisi sub optimal, sehingga kultur mampu bertahan selama jangka waktu penyimpanan tertentu. Penggunaan secara bersama-sama regulator osmotik manitol dan zat penghambat tumbuh paklobutrazol secara bersamaan terhadap penyimpanan tunas nilam telah dilaporkan oleh Gati (1999), hasilnya adalah kombinasi manitol 3% dan paklobutrazol 5 ppm mampu menyimpan kultur sampai 6 bulan dan tumbuh normal pada media regenerasi. Kombinasi lebih dari satu macam faktor stres seperti suhu rendah dengan inhibitor osmotik, dalam beberapa kasus memberikan hasil lebih baik tetapi pada kasus lain justru berakibat fatal karena dapat menimbulkan kerusakan pada eksplan (Withers 1991). Pengaruh kombinasi sorbitol dan paklobutrazol terhadap pertumbuhan kultur selama penyimpanan, diamati terhadap sejumlah peubah sebagai berikut :
Bobot Basah Hasil penelitian menunjukkan, kultur pada semua kombinasi perlakuan (24 kombinasi) mampu bertahan hidup sampai bulan ke-4 penyimpanan, namun mengalami penghambatan pertumbuhan (diwakili peubah bobot basah) yang bervariasi. Pertumbuhan maksimum dicapai oleh kultur tanpa perlakuan sorbitol
18
maupun paklobutrazol (kontrol/S0P0), dimana rata-rata bobot basah bulan ke-4 penyimpanan mencapai 0.36 g. Penghambatan mulai terlihat pada kombinasi perlakuan sorbitol 0% dan paklobutrazol 3 ppm (S0P3) disusul S3P0. Adapun pertumbuhan minimum dicapai oleh kombinasi perlakuan sorbitol dan paklobutrazol konsentrasi tinggi yaitu sorbitol 5% dan paklobutrazol 5 ppm dengan rata-rata bobot basah hanya 0.04 g pada bulan ke-4 penyimpanan. Namun secara umum kultur pada semua kombinasi perlakuan masih berada pada kondisi pertumbuhan yang baik sehingga penyimpanan dilanjutkan sampai 8 bulan (Gambar 5A). 0.4
A
Bobot Basah (g)
0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 0
2
3
4
Umur Penyimpanan (Bulan)
1.6
Bobot Basah (g)
1.4 1.2
B
S0P0
S0P1
S0P3
S0P5
S1P0
S1P1
S1P3
S1P5
S2P0
S2P1
S2P3
S2P5
S3P0
S3P1
S3P3
S3P5
S4P0
S4P1
S4P3
S4P5
S5P0
S5P1
S5P3
S5P5
1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
2
3
4
5
6
7
8
Umur Penyimpanan (Bulan) S0P0
S0P1
S0P3
S0P5
S1P0
S1P1
S1P3
S1P5
S2P0
S2P1
S2P3
S2P5
S3P0
S3P1
S3P3
S3P5
S4P0
S4P1
S4P3
S4P5
S5P0
S5P1
S5P3
S5P5
Gambar 5 Pengaruh kombinasi sorbitol (S;%) dan paklobutrazol (P;ppm) terhadap pertumbuhan kultur (bobot basah; g) selama 4 bulan penyimpanan (A) dan 8 bulan penyimpanan (B). Pada penyimpanan 8 bulan, dari 24 kombinasi perlakuan yang bertahan hidup hanya 17 kombinasi pelakuan, sisanya mati sebelum mencapai 8 bulan. Kultur pada kontrol hanya mampu hidup 6 bulan dan kultur pada 6 kombinasi
19
perlakuan yang tidak bertahan hidup mengalami kematian pada bulan ke-6 atau ke-7 penyimpanan. Pertumbuhan kultur pada perlakuan sangat berbeda dibandingkan kontrol. Pertumbuhan kultur kontrol berlangsung sangat cepat mulai bulan ke-2 sampai bulan ke-5, namun bulan selanjutnya terjadi stagnasi dan akhirnya kultur mati. Pertumbuhan kultur pada kombinasi perlakuan sorbitol dan paklobutrazol selama 8 bulan terlihat bervariasi, ada yang masih tumbuh, ada yang stagnan bahkan adapula yang mati sebelum mencapai bulan ke-8 penyimpanan. Kultur yang tidak bertahan sampai bulan ke-8 berasal dari perlakuan dengan konsentrasi tinggi seperti sorbitol 5% dan paklobutrazol 5 ppm (Gambar 5B). Kematian kultur diduga akibat efek toksik perlakuan selama penyimpanan. Kombinasi sorbitol dan paklobutrazol berpengaruh nyata dalam menekan pertumbuhan kultur selama 4 bulan. Pertumbuhan paling rendah terdapat pada kombinasi perlakuan dengan konsentrasi paling tinggi yaitu sorbitol 5 % dan paklo 5 ppm (S5P5). Kultur pada kondisi kontrol pun tidak bertahan, namun penyebabnya karena pertumbuhan yang sangat cepat memicu penuaan dan kematian yang lebih cepat juga. Proses metabolisme yang berlangsung dengan cepat menyebabkan kultur cepat besar sehingga kandungan nutrisi dalam media semakin cepat habis. Menurut (Salisbury & Ross 1992) ketersediaan unsur hara berpengaruh terhadap penuaan dan kematian sel. Sorbitol merupakan senyawa osmoregulator yang menyebabkan penurunan potensial osmotik dalam media kultur dan menginduksi peningkatan konsentrasi zat terlarut dalam sel sebagai usaha untuk memelihara turgiditas sel (Salisbury & Ross 1992). Pada tanaman yang mengalami stres osmotik, air menjadi faktor pembatas di dalam sejumlah proses fisiologis dan biokimia sehingga dapat mempengaruhi laju pembelahan dan pembesaran sel tanaman. Paklobutrazol menyebabkan penghambatan pada pembelahan, pembesaran sel
dan sedikit mempengaruhi pembentukan daun, sehingga kultur yang
dihasilkan kerdil dengan daun yang bertumpuk. Kondisi ini menyebabkan ketidak seimbangan antara laju respirasi dengan fotosintesis. Akibatnya pertumbuhan
20
kultur terhambat. Apabila hal ini berlangsung dalam periode yang cukup lama dan dalam konsentrasi perlakuan tinggi pada akhirnya akan mengakibatkan kematian. Kultur pada beberapa kombinasi perlakuan mengalami penghambatan pertumbuhan tanpa menimbulkan efek kematian sampai bulan ke-8 penyimpanan. Kombinasi perlakuan tersebut di antaranya S0P1, S0P3, S1P0, S1P5, S3P1 dan S5P0. Kondisi pertumbuhan yang diharapkan selama penyimpanan yaitu lambat namun tidak sampai tercekam. Pertumbuhan yang terlampau lambat justru menyebabkan kematian pada saat penyimpanan atau saat regenerasi. Grafik pertumbuhan S0P1, S0P3, S1P0, S3P1 dan S5P0 berada di posisi tengah sedangkan S1P5 berada dibawahnya sehingga kombinasi perlakuan ini masih cukup baik untuk penyimpanan. Pertumbuhan lambat disebabkan karena paklobutrazol pada konsentrasi tertentu mampu menghambat oksidasi prekursor giberelin yaitu ent-kaurene menjadi ent-kaurenoic acid yang akhirnya menghambat biosintesis giberelin (Methoachi et al. 1996 dan Rademacher 2000), sedangkan giberelin memiliki peranan penting dalam menginduksi perpanjangan batang dan menghilangkan dormansi tunas (Saliabury & Ross 1992). Menurut Croker et al. (1995) perlakuan paklobutrazol menyebabkan akumulasi ent-kaurene pada skutelum gandum. Hal ini menunjukkan terganggunya aktivitas enzim ent-kaurene oksidase yang berperan dalam mengoksidasi ent-kaurene menjadi ent-kaurenoic acid. Selain itu, sorbitol dapat menurunkan potensial osmotik media sehingga penyerapan nutrisi oleh sel berlangsung lebih lambat yang pada akhirnya menghambat pembelahan sel (Bessembinder et al. 1993).
Jumlah Tunas Jumlah tunas dipengaruhi secara nyata oleh faktor sorbitol dan paklobutrazol secara tunggal menurut hasil analisis ragam pada bulan ke-4 penyimpanan. Pada perlakuan sorbitol, jumlah tunas paling tinggi terdapat pada perlakuan sorbitol 1 ppm (2.5 tunas) melebihi kontrol (2.1 tunas), namun menurut hasil uji lanjut Duncan tidak berbeda nyata terhadap kontrol. Pengaruh sorbitol terhadap jumlah tunas lebih rendah dari kontrol pada konsentrasi 4 dan 5 ppm. Paklobutrazol pada berbagai konsentrasi memberikan pengaruh penghambatan
21
yang nyata terhadap jumlah tunas dibandingkan kontrol, tetapi tidak berbeda nyata terhadap sesamanya. Jumlah tertinggi diperoleh pada perlakuan kontrol yaitu 2.1 tunas dan terendah pada perlakuan paklobutrazol 3 ppm yaitu 1.7 tunas (Tabel 2). Perlakuan tunggal sorbitol dan paklobutrazol menghambat multiplikasi tunas pada bulan ke-4 penyimpanan, namun penghambatan terlihat lebih nyata pada perlakuan paklobutrazol dimana mulai konsentrasi 1 ppm sudah menurunkan jumlah tunas secara nyata terhadap kontrol. Tabel 2 Pengaruh tunggal sorbitol (S;%) dan paklobutrazol (P;ppm) terhadap jumlah tunas pada bulan ke-4 penyimpanan. Jumlah Tunas Rataan Perlakuan P0 P1 P3 P5 Sorbitol S0 2.5 1.8 2.1 1.8 2.1 ab S1 2.6 2.1 2.5 2.6 2.5 a S2 1.8 1.9 1.7 2.0 1.9 bc S3 2.4 2.1 1.6 1.3 1.9 bc S4 1.5 1.2 1.1 1.3 1.3 d S5 1.8 1.4 1.2 1.5 1.5 cd Rataan 2.1 a 1.8 b 1.7 b 1.8 b Paklobutrazol Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom dan satu baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT).
Jumlah tunas pada bulan ke-8 bervariasi baik pada perlakuan sorbitol maupun paklobutrazol, hal ini disebabkan banyaknya eksplan yang mati sehingga mempengaruhi nilai rata-rata jumlah tunas (Tabel 3). Tabel 3 Pengaruh sorbitol (S;%) dan paklobutrazol (P;ppm) terhadap jumlah tunas pada bulan ke-8 penyimpanan. Jumlah Tunas Rataan Perlakuan P0 P1 P3 P5 Sorbitol S0 x 1.7 2.5 2.0 2.1 S1 4.4 2.0 x x 3.2 S2 1.5 2.8 x 6.5 3.6 S3 4.1 2.7 x x 3.4 S4 2.4 x x x 2.4 S5 5.1 x x x 5.1 Rataan 3.5 2.3 2.5 4.25 Paklobutrazol Keterangan : Tidak semua perlakuan memiliki data karena eksplan mati sebelum mencapai 8 bulan penyimpanan.
22
Paklobutrazol menghambat sintesis giberelin di dalam tanaman, akibatnya pembelahan dan pemanjangan sel terhambat selain itu tunas tetap dorman. Hal ini menyebabkan kultur sulit untuk membentuk tunas baru. Sedangkan pengaruh sorbitol terhadap pembentukan tunas disebabkan karena stres osmotik yang dialami tanaman dapat menghambat pembelahan sel, pemanjangan sel dan sejumlah proses fisiologis penting dalam tanaman yang akhirnya menghambat pembentukkan tunas baru. Daya Hidup Kultur Daya hidup kultur pada akhir bulan ke-4 penyimpanan secara umum tinggi sekitar 73 – 100%, namun menurun drastis pada bulan ke-8 penyimpanan. Penurunan drastis umumnya terlihat pada kultur yang diberi perlakuan paklobutrazol seperti S1P5 dan S5P1. Daya hidup kultur kontrol dan beberapa kombinasi perlakuan memiliki persentase 0, sebab tidak mampu hidup sampai akhir bulan ke-8 penyimpanan (Gambar 6). Kultur yang tidak dapat bertahan sampai akhir bulan ke-8 terdapat pada kombinasi perlakuan berikut : S3P3, S4P1, S4P3, S4P5, S5P3 dan S5P5. Selain kontrol, kombinasi perlakuan yang tidak mampu mempertahankan viabilitas kultur selama penyimpanan terdiri dari sorbitol dan paklobutrazol dengan konsentrasi tinggi. Perlakuan kedua faktor dengan konsentrasi tinggi ini menyebabkan kultur tidak hanya terhambat pertumbuhannya, tapi bahkan mengalami stres, sehingga tidak mampu menjaga viabilitasnya selama periode penyimpanan.
Daya Hidup Kultur (%)
120 100 80 60 40 20
S0 P0 S0 P1 S0 P3 S0 P5 S1 P0 S1 P1 S1 P3 S1 P5 S2 P0 S2 P1 S2 P3 S2 P5 S3 P0 S3 P1 S3 P3 S3 P5 S4 P0 S4 P1 S4 P3 S4 P5 S5 P0 S5 P1 S5 P3 S5 P5
0
Kombinasi Sorbitol (%) dan Paklobutrazol (ppm) PE4
PE8
Gambar 6 Pengaruh kombinasi sorbitol dan paklobutrazol terhadap daya hidup kultur (%) pada akhir penyimpanan 4 bulan (PE4) dan 8 bulan (PE8).
23
Morfologi Kultur Pengaruh penghambatan sorbitol dan paklobutrazol terlihat pula pada morfologi kultur. Pada kontrol, daun sudah menyentuh tepi botol dan menunjukkan tanda-tanda penuaan (Gambar 7A), sedangkan kultur pada kombinasi perlakuan sorbitol dan paklobutrazol seperti S3P1 relatif masih hijau dan segar namun kultur tampak roset dan kerdil pada akhir bulan ke-4 penyimpanan (Gambar 7D). Perlakuan sorbitol dan paklobutrazol pada konsentrasi tinggi membuat eksplan tidak mampu lebih lanjut menghasilkan daun maupun tunas selama penyimpanan, eksplan terlihat kuning kecoklatan dan sebagian daun mati pada akhir bulan ke-4 penyimpanan (Gambar 7B & F).
A
B
C
D
E
G
H
I
F
J
Gambar 7 Morfologi kultur akhir bulan ke-4 penyimpanan : (A) Kontrol (B) S0P5, (C) S1P0, (D) S3P1, (E) S5P0, (F) S5P5 dan bulan ke-8 penyimpanan : (G) S0P5, (H) S1P0, (I) S3P1 dan (J) S5P0. Perlakuan
kombinasi
sorbitol
dan
paklobutrazol
misalnya
S3P1
menyebabkan kultur menjadi kerdil, helaian daun relatif lebih tebal dan sempit, tangkai daun pendek dan lebar serta warna kultur lebih hijau pada penyimpanan 4 bulan. Paklobutrazol dikenal sebagai senyawa pengerdil tanaman (Effendi 1992) mempunyai aktivitas menghambat pemanjangan batang dan meningkatkan kandungan klorofil (Wang et al. 1986; Pinhero dan Fletcher 1994), sedangkan sorbitol sebagai pemicu stres kekeringan, menyebabkan penurunan luas daun untuk mengurangi laju transpirasi (Hopkins & Hüner 2004; Pugnaire et al. 1999).
24
Pada akhir bulan ke-8 penyimpanan, kultur sudah menunjukkan tanda-tanda penuaan dan kematian (Gambar 6G, H, I & J). Hal ini disebabkan kandungan nutrisi yang semakin berkurang dan stres perlakuan. Kondisi kultur yang diharapkan selama penyimpanan adalah kerdil dengan jumlah tunas sedikit sehingga unsur hara dalam media tidak cepat habis dan botol tidak cepat penuh, sehingga kultur dapat disimpan lebih lama. Regenerasi Pasca Penyimpanan Kultur yang masih hidup pada akhir bulan ke-4 dan ke-8 penyimpanan dipindahkan ke media regenerasi selama 3 bulan untuk pengujian daya regenerasi pasca penyimpanan. Sebelum dipindahkan daun layu dan bagian kultur yang mati dibuang terlebih dahulu, untuk menghindari keracunan akibat senyawa toksik dari jaringan mati dan meminimumkan resiko kontaminasi. Pertumbuhan kultur dalam media regenerasi pasca penyimpanan, diukur dengan cara menimbang bobot basah setiap bulan selama 3 bulan. Pertumbuhan kultur pada berbagai kombinasi perlakuan selama 3 bulan regenerasi pasca penyimpanan 4 bulan terlihat bervariasi. Kultur pada kombinasi perlakuan S1P0 memiliki kecepatan pertumbuhan paling tinggi melampaui kontrol, disusul kombinasi S1P3 dan S3P1. Kecepatan pertumbuhan rendah dialami kultur yang telah disimpan dalam kombinasi perlakuan dengan konsentrasi tinggi seperti S4P1, S4P3, S5P1, S5P3 dan S5P5 (Gambar 8A). Kultur yang telah disimpan selama 4 bulan, mengalami pertumbuhan sangat cepat pada media regenerasi. Namun masih terlihat adanya perbedaan kecepatan pertumbuhan pada berbagai kombinasi perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa efek penghambatan sorbitol dan paklobutrazol selama penyimpanan masih terbawa meskipun kultur sudah dipindah ke media regenerasi selama 3 bulan. Demikian pula kultur yang telah disimpan 8 bulan menunjukkan pertumbuhan yang bervariasi selama 3 bulan regenerasi. Kultur kontrol tidak diregenerasikan karena sudah mati pada bulan ke-6 penyimpanan. Kultur pada beberapa kombinasi perlakuan mengalami kematian pada bulan ke-1 dan ke-2 regenerasi. Pertumbuhan sangat cepat ditunjukkan oleh kultur pada kombinasi
25
perlakuan S0P1, S1P0, S5P0 dan S1P5 adapun pertumbuhan kultur pada kombinasi perlakuan S0P3 dan S3P1 cukup cepat (Gambar 8B). Pertumbuhan yang diwakili peubah bobot basah mengalami penurunan seiring meningkatnya konsentrasi perlakuan. Berbeda dengan hasil penelitian Dewi (2002) yang menyatakan bahwa tanaman talas dari semua perlakuan manitol dapat tumbuh dengan normal pada media regenerasi setelah penyimpanan 6 bulan. Demikian pula Fletcher (1994) menemukan bahwa tanaman asparagus yang disimpan 24 bulan dalam media yang mengandung sorbitol, tidak mengalami penurunan kemampuan propagasi atau tetap vigor pada media regenerasi. Bobot basah kultur bulan ke-3 regenerasi setelah 4 bulan penyimpanan bila dibandingkan dengan bobot basah kultur yang telah disimpan 8 bulan, secara umum mengalami penurunan. 1.8
A
1.6 Bobot Basah (g)
1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
1
2
3
Umur Penyimpanan (Bulan)
1.6
Bobot Basah (g)
1.4 1.2 1
S0P0
S0P1
S0P3
S0P5
S1P0
S1P1
S1P3
S1P5
S2P0
S2P1
S2P3
S2P5
S3P0
S3P1
S3P3
S3P5
S4P0
S4P1
S4P3
S4P5
S5P0
S5P1
S5P3
S5P5
0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
1
2
3
Umur Regenerasi (Bulan) S0P0
S0P1
S0P3
S0P5
S1P0
S1P1
S1P3
S1P5
S2P0
S2P1
S2P3
S2P5
S3P0
S3P1
S3P3
S3P5
S4P0
S4P1
S4P3
S4P5
S5P0
S5P1
S5P3
S5P5
Gambar 8 Pengaruh kombinasi sorbitol (S;%) dan paklobutrazol (P;ppm) terhadap pertumbuhan kultur (bobot basah; g) selama 3 bulan regenerasi pasca penyimpanan 4 bulan (A) dan 8 bulan (B).
B
26
Jumlah Tunas Menurut hasil analisis ragam interaksi sorbitol dan paklobutrazol selama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap peubah jumlah tunas pada akhir bulan ke-3 regenerasi pasca penyimpanan 4 bulan (RPPE4). Rata-rata jumlah tunas paling banyak terlihat pada kontrol (32 tunas) sedangkan paling sedikit (2.33 tunas) terdapat pada kombinasi perlakuan S5P3. Semakin tinggi konsentrasi perlakuan sorbitol dan paklobutrazol kecenderungan semakin menurunkan jumlah tunas yang dihasilkan. Rata-rata jumlah tunas pada semua kombinasi perlakuan berbeda nyata terhadap kontrol kecuali S0P3 dan S1P0 (Gambar 9). Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Saldana dan Garcia de la Rosa (1996) yang menunjukkan tidak adanya perbedaan pertumbuhan pada tanaman kentang umur 1 bulan setelah disimpan dalam 250 ppm paklobutrazol selama 4 bulan. Jumlah tunas akhir bulan ke-3 regenerasi pasca penyimpanan 8 bulan (RPPE8) cenderung menurun seiring peningkatan konsentrasi. Jumlah tunas paling banyak (23 tunas) terdapat pada kombinasi perlakuan S1P0, paling sedikit (4 tunas) pada kombinasi S2P1 dan kombinasi perlakuan S0P1, S0P3, S1P5, S3P1 dan S5P0 berturut-turut 6; 10.5; 17; 10.7 dan 18.3 tunas. Jumlah tunas pada regenerasi pasca penyimpanan 8 bulan, sebagian besar mengalami penurunan jika dibandingkan dengan jumlah tunas pada regenerasi pasca penyimpanan 4 bulan. Penurunan daya regenerasi kultur selain disebabkan perlakuan sorbitol dan paklobutrazol, lama umur penyimpanan turut berpengaruh pula. 35
RPPE4
Jumlah Tunas
30
RPPE8
25 20 15 10 5 0 0
1
2
3
4
5
0
1
2
3
4
5
Konsentrasi sorbitol (%) P0 ppm
P1 ppm
P3 ppm
P5 ppm
Gambar 9 Interaksi sorbitol (S) dan paklobutrazol (P) terhadap jumlah tunas pada akhir bulan ke-3 regenerasi. RPPE4 : regenerasi pasca penyimpanan 4 bulan, RPPE8 : regenerasi pasca penyimpanan 8 bulan.
27
Daya Hidup Kultur Daya hidup kultur pada akhir bulan ke-3 regenerasi pasca penyimpanan 4 bulan (RPPE4) terlihat bervariasi, mulai dari 33.3% pada kombinasi S4P1 sampai 100%, yang terdapat pada sebagian dari keseluruhan kombinasi yang diuji. Tidak semua kultur yang diregenerasi pasca penyimpanan 8 bulan (RPPE8) mampu hidup sampai akhir bulan ke-3. Kultur dari 17 kombinasi perlakuan hanya 11 kombinasi yang mampu beregenerasi, sisanya mati pada bulan ke-1 atau ke-2. Daya hidup kultur menunjukkan 100% pada semua kombinasi perlakuan yang mampu beregenerasi, kecuali S2P1 (20%) dan S4P0 (50%) (Gambar 10). Kultur yang telah disimpan 8 bulan mengalami penurunan daya regenerasi, bahkan sebagian mati sebelum mencapai umur 3 bulan. Kultur yang mati berasal dari perlakuan sorbitol dan paklobutrazol konsentrasi tinggi. Stres yang terlampau berat pada masa penyimpanan membuat kultur tidak mampu beregenerasi.
Daya Hidup Kultur (%)
120 100 80 60 40 20
S0 P0 S0 P1 S0 P3 S0 P5 S1 P0 S1 P1 S1 P3 S1 P5 S2 P0 S2 P1 S2 P3 S2 P5 S3 P0 S3 P1 S3 P3 S3 P5 S4 P0 S4 P1 S4 P3 S4 P5 S5 P0 S5 P1 S5 P3 S5 P5
0
Kombinasi Sorbitol (%) dan Paklobutrazol (ppm) RPPE4
RPPE8
Gambar 10 Pengaruh kombinasi sorbitol dan paklobutrazol terhadap daya hidup kultur (%) pada akhir bulan ke-3 regenerasi pasca penyimpanan 4 bulan (RPPE4) dan 8 bulan (RPPE8).
Morfologi Kultur Pengamatan terhadap morfologi kultur pada akhir bulan ke-3 regenerasi pasca penyimpanan 4 dan 8 bulan (RPPE4 dan 8), menunjukkan masih adanya kultur yang kerdil (Gambar 11 A & E). Pengaruh kombinasi sorbitol dan paklobutrazol pada konsentrasi tertentu masih terbawa meskipun kultur telah diregenerasi selama 3 bulan. Penambahan zat pengatur tumbuh GA3 3 ppm dalam
28
media regenerasi belum mampu sepenuhnya menghilangkan pengaruh sorbitol dan paklobutrazol yang diberikan saat penyimpanan. Namun beberapa kombinasi perlakuan memiliki morfologi kultur yang normal dan subur seperti pada perlakuan S1P0 dan S3P1. Kultur pada kombinasi S5P0 bulan ke-3 RPPE4 tampak normal namun multiplikasi tunas rendah, sedangkan bulan ke-3 RPPE8 tampak normal namun sudah menunjukkan tanda-tanda penuaan pada beberapa daun.
A
B
C
D
E
F
G
H
Gambar 11 Morfologi kultur akhir bulan ke-3 regenerasi pasca penyimpanan 4 bulan (RPPE4) : (A) S0P5 (B) S1P0, (C) S3P1, (D) S5P0 dan 8 bulan (RPPE8) : (E) S0P5, (F) S1P0, (G) S3P1, (H) S5P0. Morfologi daun saat regenerasi sangat bervariasi. Variasi bentuk daun tidak hanya terdapat pada semua kombinasi perlakuan tetapi pada kontrol pun memilikinya. Sebagai pembanding ditampilkan gambar daun normal dari lapang dan dari kultur in vitro (Gambar 12).
A
B
C
Gambar 12 Daun dari lapang dan variasi morfologi daun regenerasi pasca penyimpanan. (A) Normal lapang, (B) Normal in vitro, (C) Variasi in vitro.
29
Bentuk daun purwoceng dewasa di lapang merupakan daun majemuk berhadapan-berpasangan sedangkan daun purwoceng muda berupa daun tunggal , berwarna hijau tua serta berukuran lebih besar dari daun in vitro. Daun in vitro normal, merupakan daun tunggal atau majemuk beranak daun 3 atau lebih dengan ukuran lebih kecil dan warna tidak sehijau daun dari lapang (Gambar 12). Variasi morfologi daun pada semua kombinasi perlakuan termasuk kontrol diduga bukan pengaruh dari kedua faktor (sorbitol dan paklobutrazol) saat penyimpanan. Variasi ini merupakan respon terhadap kondisi lingkungan kultur yang berbeda dengan kondisi di lapang. Lingkungan kultur memiliki kelembaban dan kandungan karbohidrat tinggi dengan intensitas cahaya yang rendah, akumulasi senyawa toksik serta tidak terpajan pada mikroorganisme (Kitaya et al. 1996 dalam Ermayanti et al. 2004). Kelembaban yang tinggi menyebabkan terganggunya perkembangan, fisiologi dan struktur morfologi tanaman kultur ( Kozai et al. 1993). Diharapkan variasi ini hanya terjadi pada kondisi lingkungan kultur in vitro, setelah ditanam dirumah kaca dapat kembali normal seperti tanaman induk.
Struktur Anatomi Daun Pengamatan stabilitas karakter anatomi dilakukan terhadap sampel daun pada bulan terakhir regenerasi, dari kultur yang sebelumnya telah disimpan 4 dan 8 bulan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perlakuan sorbitol dan paklobutrazol mempengaruhi struktur sel dan jaringan. Daun dari dua kombinasi perlakuan (S5P3 dan S5P5) tidak diamati karena lebar daun sangat kecil (± 0.3 mm) sehingga sulit disayat. Pengamatan terhadap preparat paradermal dan irisan melintang daun dilakukan secara mikroskopis untuk mendapatkan data dari beberapa karakter anatomi antara lain :
Kerapatan Stomata Hasil analisis ragam terhadap rata-rata kerapatan stomata menunjukkan bahwa interaksi sorbitol dan paklobutrazol selama penyimpanan 4 bulan berpengaruh nyata meningkatkan kerapatan stomata daun yang telah diregenerasi
30
(RPPE4). Kerapatan stomata paling tinggi terdapat pada daun dari kultur yang telah mengalami penyimpanan dengan kombinasi perlakuan S4P3 (239/mm2). Kerapatan stomata paling rendah terdapat pada daun yang diberi kombinasi perlakuan S2P1 (133.8/mm2), lebih rendah dibanding kontrol (155.7/mm2) namun secara statistik tidak berbeda. Kerapatan stomata S0P1, S0P3, S1P0, S1P5 dan S5P0 berturut-turut 188, 186, 170, 157 dan 190/mm2 tidak berbeda terhadap kontrol, namun kerapatan pada S3P1 yaitu 232/mm2 berbeda nyata terhadap kontrol (Gambar 13). RPPE4
Kerapatan Stomata/mm
2
300
RPPE8
250 200 150 100 50 0 0
1
2
3
4
5
0
1
2
3
4
5
Konsentrasi Sorbitol (%) P0 ppm
P1 ppm
P3 ppm
P5 ppm
Gambar 13 Interaksi sorbitol dan paklobutrazol terhadap kerapatan stomata/mm2 daun akhir bulan ke-3 regenerasi pasca penyimpanan 4 bulan (RPPE4) dan 8 bulan (RPPE8). Pengamatan karakter anatomi daun pasca penyimpanan 8 bulan (RPPE8) hanya dilakukan terhadap 11 kombinasi perlakuan, hal ini disebabkan sebagian kultur mati pada saat penyimpanan dan regenerasi sebelum mencapai bulan ke-3. Kerapatan stomata daun kultur yang telah diregenerasi selama 3 bulan dari berbagai kombinasi perlakuan yang sebelumnya disimpan 8 bulan, menunjukkan hasil yang bervariasi. Ada kecenderungan semakin tinggi konsentrasi kombinasi perlakuan, semakin tinggi pula nilai kerapatan stomata / mm2 daun. Kerapatan stomata S0P1, S0P3, S1P0, S1P5, S3P1 dan S5P0 berturut-turut 176, 193, 211, 142, 246 dan 199/mm2. Sebagai pembanding, kerapatan stomata daun di lapang adalah 206.3/mm2. Kerapatan stomata daun kultur pada RPPE8 secara umum lebih tinggi dari daun kultur pada RPPE4 ( Gambar 13).
31
Hasil pengamatan terhadap karakter kerapatan stomata daun regenerasi pasca penyimpanan 4 bulan (RPPE4) dan 8 bulan (RPPE8)menunjukkan bahwa pengaruh sorbitol dan paklobutrazol selama periode penyimpanan masih terbawa. Nilai rata-rata kerapatan stomata cenderung meningkat seiring penambahan konsentrasi kedua faktor tersebut. Hal ini berhubungan dengan ukuran daun semakin kecil seiring peningkatan konsentrasi ketika penyimpanan, meskipun kultur sudah dipindah ke media regenerasi. Menurut Kasele et al. (1995) retardan pertumbuhan mampu menurunkan luas daun, bobot kering daun, tetapi meningkatkan kerapatan stomata sekitar 7 - 19%. Stomata daun bulan ke-3 RPPE8 cenderung lebih rapat dari daun RPPE4. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama periode simpan, semakin kuat pula efek perlakuan sorbitol dan paklobutrazol terbawa, meskipun tanaman sudah disubkultur ke media regenerasi selama 3 bulan. Panjang dan Lebar Stomata Panjang dan lebar stomata diukur dari stomata dalam keadaan terbuka pada kisaran bukaan tertentu (Lampiran 3). Menurut hasil analisis ragam interaksi sorbitol dan paklobutrazol menurunkan secara nyata panjang stomata (PS) dan lebar stomata (LS) daun bulan ke-3 RPPE4 . Rata-rata PS paling tinggi dimiliki oleh kontrol (37.8 µm), terendah dimiliki oleh daun kombinasi perlakuan S0P5 (26 µm). Kombinasi perlakuan S0P1 memiliki PS (35.8 µm) tidak berbeda nyata terhadap kontrol sedangkan S0P1, S0P3, S1P5, S3P1 dan S5P0 berbeda nyata terhadap kontrol (Gambar 14). 45
RPPE4
Panjang Stomata (µm)
40
RPPE8
35 30 25 20 15 10 5 0 0
1
2
3
4
5
0
1
2
3
4
5
Konsentrasi Sorbitol (%) P0 ppm
P1 ppm
P3 ppm
P5 ppm
Gambar 14 Interaksi sorbitol dan paklobutrazol terhadap panjang stomata (µm) daun akhir bulan ke-3 regenerasi pasca penyimpanan 4 bulan (RPPE4) dan 8 bulan (RPPE8).
32
Rata-rata panjang stomata daun pada (RPPE8) bervariasi, paling besar terdapat pada kombinasi perlakuan S1P5 (32.8 µm) dan terkecil S0P3 (25.6 µm). Panjang stomata kombinasi perlakuan S1P0 (30.3 µm) dan S3P1 (28.5 µm). Sebagai pembanding rata-rata panjang stomata dari lapang 29.1 µm. Panjang stomata daun RPPE8 pada sebagian kombinasi perlakuan mengalami penurunan dibandingkan daun pada RPPE4 (Gambar 14). Interaksi sorbitol dan paklobutrazol secara nyata menurunkan rata-rata lebar stomata daun RPPE4. Lebar stomata paling tinggi dimiliki kombinasi S1P0 (29.1 µm), melebihi kontrol (27.9 µm) namun secara statistik tidak nyata, LS terkecil dimiliki kombinasi perlakuan S5P1 (22 µm). Lebar stomata pada kombinasi perlakuan S0P3, S1P5 dan S3P1 berbeda nyata terhadap kontrol. Lebar stomata daun pada RPPE8 cenderung menurun seiring peningkatan konsentrasi. Lebar stomata paling tinggi dimiliki S1P5 (26.4 µm) dan terendah S2P0 (21.3 µm). Lebar stomata S1P0 (26.2 µm) dan S3P1 (24.9 µm). Lebar stomata daun RPPE8 pada sebagian kombinasi perlakuan mengalami penurunan terhadap lebar stomata daun RPPE4 (Gambar 15). 35
RPPE4
RPPE8
Lebar Stomata (µm)
30 25 20 15 10 5 0 0
1
2
3
4
5
0
1
2
3
4
5
Konsentrasi Sorbitol (%) P0 ppm
P1 ppm
P3 ppm
P5 ppm
Gambar 15 Interaksi sorbitol dan paklobutrazol terhadap lebar stomata (µm) daun akhir bulan ke-3 regenerasi pasca penyimpanan 4 bulan (RPPE4) dan 8 bulan (RPPE8). Penurunan ukuran stomata daun (panjang dan lebar) RPPE4 merupakan respon dari interaksi sorbitol dan paklobutrazol selama penyimpanan. Semakin tinggi konsentrasi kedua faktor tersebut, semakin kecil ukuran stomata. Ukuran stomata pada daun kontrol in vitro (p = 37.8 x l = 27.9) lebih besar dari stomata
33
daun yang berasal dari lapang (p = 29.1 x l = 21.1). Adapun ukuran stomata terkecil pada daun yang diberi perlakuan S0P5 (p = 26 x l = 23.6), lebih kecil pula dibandingkan stomata daun dari lapang. Ukuran stomata daun S1P0 (p = 35.8 x l = 29.1) dan S3P1 (p = 28.3 x l = 24.7). Menurut (Ermayanti et al. 2004) karakter anatomi daun yang menyangkut ukuran seperti jumlah, panjang dan lebar stomata daun bagian bawah tanaman merupakan karakter anatomi yang dapat berubah karena pengaruh lingkungan. Diharapkan perbedaan karakter anatomi ini dapat dihilangkan setelah kultur diaklimatisasi ke rumah kaca.
Struktur Stomata Pengamatan
secara
kualitatif
terhadap
sayatan
paradermal
daun
menunjukkan bahwa purwoceng memiliki stomata pada kedua permukaan daun baik adaksial (atas) maupun abaksial (bawah) disebut juga amfistomatik (Fahn 1990). Jumlah stomata pada permukaan daun abaksial lebih banyak atau rapat dari adaksial. B
A
50 µm
50 µm
E
F
50 µm
D
C
H
G
50 µm
50 µm
50 µm
50 µm
50 µm
Gambar 16 Stomata daun bulan ke-3 regenerasi pasca penyimpanan 4 bulan (RPPE4), 8 bulan (RPPE8) dan daun lapang (E). RPPE4 : (A) Kontrol, (B) S0P5, (C) S1P0, (D) S3P1. RPPE8 : (F) S0P5, (G) S1P0, (H) S3P1. Stomata memiliki bentuk sel penjaga seperti ginjal, dikelilingi sel tetangga dengan posisi tegak lurus terhadap sel penutup (diasitik) atau sel tetangga yang tidak dapat dibedakan dengan sel epidermis lainnya (anomositik)(Fahn 1990). Sel epidermis bervariasi ada yang berbentuk memanjang-berlekuk (Gambar 16 A,B,F) dan pendek-membulat (Gambar 16 C,E,H).
34
Pengamatan terhadap struktur kualitatif stomata dan sel epidermis menunjukkan, tidak ada perbedaan di antara kontrol dan semua kombinasi perlakuan. Variasi bentuk sel epidermis ditemukan tidak hanya pada kontrol, tetapi juga pada semua kombinasi perlakuan. Diduga perbedaan ini bukan pengaruh dari perlakuan namun merupakan variasi sifat dari tanaman sampel.
Tebal Epidermis dan Mesofil Hasil analisis ragam menunjukkan interaksi sorbitol dan paklobutrazol selama penyimpanan berpengaruh nyata menghambat pertumbuhan epidermis atas daun RPPE4. Rata-rata epidermis atas pada semua kombinasi perlakuan lebih tipis dibanding epidermis atas kontrol (27.6 µm), sedangkan tebal epidermis atas paling kecil (14.3µm) pada kombinasi perlakuan S0P1. Tebal epidermis atas daun kombinasi perlakuan lainnya berkisar antara 24.2 – 15.8 µm (Tabel 4). Tabel 4
Interaksi sorbitol (S;%) dan paklobutrazol (P;ppm) terhadap tebal epidermis atas (µm) daun regenerasi pasca penyimpanan 4 bulan (RPPE4). Epidermis Atas (µm) Perlakuan P0 P1 P3 P5 S0 27.6 a 14.3 f 17.3 cdef 18.1 cdef S1 17.3 cdef 21.9 bc 19.8 bcde 16.9 def S2 21.6 bcd 18.8 cdef 16.3 ef 15.8 ef S3 17.5 cdef 18.8 cdef 20.8 bcde 18.2 cdef S4 15.9 ef 20.3 bcde 24.2 ab 18.1 cdef S5 17.8 cdef 17.9 cdef 15.9 ef 17.2 cdef
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom dan baris tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT).
Pengukuran tebal epidermis atas daun RPPE8 menunjukkan hasil bervariasi yang berkisar antara 14.6 – 19.3 µm. Tebal epidermis atas daun RPPE8 pada sebagian besar kombinasi perlakuan mengalami penurunan dibandingkan daun RPPE4 (Tabel 5).
35
Tabel 5 Pengaruh kombinasi sorbitol (S;%) dan paklobutrazol (P;ppm) terhadap tebal epidermis atas (µm) daun regenerasi pasca penyimpanan 8 bulan (RPPE8). Epidermis Atas (µm) Perlakuan P0 P1 P3 P5 S0 x 16.3 14.6 15.9 S1 15.4 19.3 x 17.9 S2 15 16.8 x x S3 x 15.4 x x S4 19.2 x x x S5 15.9 x x x Keterangan : Tidak semua perlakuan memiliki data karena eksplan mati saat penyimpanan atau regenerasi.
Interaksi sorbitol dan paklobutrazol selama penyimpanan berpengaruh nyata menghambat pertumbuhan tebal epidermis bawah daun RPPE4, epidermis bawah paling tebal dimiliki kontrol (24 µm) sedangkan paling tipis dimiliki S0P1 (11.8 µm). Rata-rata tebal epidermis bawah daun kombinasi perlakuan lainnya berkisar antara 19.1 – 12.0 µm (Tabel 6). Tabel 6
Interaksi sorbitol (S;%) dan paklobutrazol (P;ppm) terhadap tebal epidermis bawah (µm) daun regenerasi pasca penyimpanan 4 bulan (RPPE4). Epidermis Bawah (µm) Perlakuan P0 P1 P3 P5 S0 24.0 a 11.8 e 13.3 cde 15.0 bcde S1 13.6 cde 18.8 b 14.8 bcde 15.0 bcde S2 16.8 bcd 15.6 bcde 12.1 e 12.0 e S3 12.9 cde 15.4 bcde 15.8 bcde 13.7 cde S4 12.3 de 16.9 bc 19.1 b 13.9 cde S5 13.3 cde 12.9 cde 13.1 cde 13.4 cde
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom dan baris tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT).
Pengukuran tebal epidermis bawah daun RPPE8 menunjukkan hasil bervariasi yang berkisar antara 10.8 – 14.5 µm. Tebal epidermis daun RPPE8 pada sebagian besar kombinasi perlakuan mengalami penurunan dibandingkan daun RPPE4 (Tabel 7).
36
Tabel 7 Pengaruh kombinasi sorbitol (S;%) dan paklobutrazol (P;ppm) terhadap tebal epidermis bawah (µm) daun regenerasi pasca penyimpanan 8 bulan (RPPE8). Epidermis Bawah (µm) Perlakuan P0 P1 P3 P5 S0 x 12.7 10.8 10.8 S1 11.7 14.4 14.5 x S2 11.1 12.1 x x S3 x 12.3 x x S4 14.1 x x x S5 12.5 x x x Keterangan : Tidak semua perlakuan memiliki data karena eksplan mati saat penyimpanan atau regenerasi.
Menurut hasil analisis ragam interaksi sorbitol dengan paklobutrazol nyata mempengaruhi tebal mesofil daun RPPE4. Terdapat dua kombinasi perlakuan yang menunjukkan tebal mesofil melebihi kontrol (92.3 µm) yaitu S0P5 (104.4 µm) dan S5P5 (99.8 µm), namun secara statistik perbedaan ketiganya tidak nyata. Rata-rata tebal mesofil paling kecil terdapat pada kombinasi perlakuan S3P0 (49.8 µm). Tebal mesofil dari kombinasi perlakuan lainnya dibawah kontrol berkisar antara 83.8 – 52.1 µm (Tabel 8). Tabel 8 Interaksi sorbitol (S;%) dan paklobutrazol (P;ppm) terhadap tebal mesofil (µm) daun regenerasi pasca penyimpanan 4 bulan (RPPE4).
Perlakuan S0 S1 S2 S3 S4 S5
P0 92.3 abc 61.7 efg 83.8 abcd 49.8 g 61.6 efg 69.4 defg
Mesofil (µm) P1 P3 72.6 cdefg 64.6 defg 61.3 efg 62.1 efg 80.0 abcde 60.8 efg 79.6 abcde 81.9 abcd 81.3 abcde 70.8 defg 56.0 efg 65.3 defg
P5 104.4 a 61.6 efg 52.3 fg 67.3 defg 52.1 fg 99.8 ab
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom dan baris tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT).
Pengukuran tebal mesofil daun RPPE8 menunjukkan hasil bervariasi yang berkisar antara 41.8 – 79.7 µm. Tebal epidermis daun RPPE8 pada sebagian besar kombinasi perlakuan mengalami penurunan dibandingkan daun RPPE4 (Tabel 9).
37
Tabel 9 Pengaruh kombinasi sorbitol (S;%) dan paklobutrazol (P;ppm) terhadap mesofil (µm) daun regenerasi pasca penyimpanan 8 bulan (RPPE8). Mesofil (µm) Perlakuan S0 S1 S2 S3 S4 S5
P0 x 54.2 43.2 x 60.7 47.3
P1 79.7 52.3 46.5 66.9 x x
P3 59.6 x
x x x x
P5 41.8 56.1 x x x x
Keterangan : Tidak semua perlakuan memiliki data karena eksplan mati saat penyimpanan atau regenerasi.
Pada umumnya interaksi sorbitol dan paklobutrazol selama penyimpanan 4 dan 8 bulan masih berpengaruh nyata menghambat pertumbuhan daun saat regenerasi. Ketebalan semua peubah karakter anatomi seperti epidermis atas, epidermis bawah dan mesofil cenderung lebih tipis dibandingkan pada kontrol. Ketebalan semua karakter anatomi daun yang telah disimpan 8 bulan ketika diregenerasi secara umum nilainya lebih kecil dari daun yang sebelumnya disimpan selama 4 bulan. Menurut Utrillas dan Alegre (1997) cekaman air menyebabkan perubahan pada karakter anatomi dan ultrastruktur sel antara lain menurunkan tebal daun, ukuran sel mesofil, ukuran kloroplas, perubahan orientasi tilakoid dan peningkatan tebal dinding sel.
Struktur Daun Sayatan melintang daun purwoceng dari lapang tersusun atas bagian-bagian sebagai berikut : epidermis atas, jaringan palisade, jaringan bunga karang, berkas pembuluh dan epidermis bawah. Sel-sel epidermis atas berukuran relatif lebih besar dari bawah. Epidermis atas dan bawah mengandung stomata (amfistomatik), kedudukan stomata lebih tinggi dari epidermis (kriptofor). Jaringan palisade terdiferensiasi sempurna memanjang tegak lurus epidermis, tersusun rapat dan mengandung banyak kloroplas. Jaringan bunga karang terdiri dari sel-sel yang berukuran relatif lebih kecil membulat, susunannya tidak teratur sehingga banyak mengandung rongga udara (Gambar 17 A & B).
38
A
a b
B
c e f 50 µm
d
C
f
100 µm
D
e
a
g d 50 µm
100 µm
Gambar 17 Sayatan melintang daun purwoceng lapang (A & B) dan kontrol in vitro (C & D). (A & C) perbesaran 400X, (B & D) perbesaran 100X. (a) epidermis atas, (b) palisade, (c) spons, (d) epidermis bawah, (e) rongga udara, (f) stomata dan (g) mesofil. Struktur daun purwoceng in vitro, memiliki sedikit perbedaan yaitu jaringan mesofil tidak terdiferensiasi dengan sempurna, sehingga tidak dapat dibedakan dengan jelas antara palisade dengan bunga karang. Jaringan mesofil atas sedikit dapat dibedakan dari mesofil bawah melalui distribusi kloroplasnya. Kloroplas lebih banyak berada pada mesofil bagian atas, selain itu sel-selnya berukuran relatif lebih besar, tersusun rapat tetapi masih berbentuk membulat. Jaringan bunga karang tersusun atas sel-sel dengan ukuran lebih kecil dan tersusun rapat (Gambar 17 C & D). Pengamatan kualitatif terhadap struktur anatomi daun memperlihatkan adanya perbedaan antara daun purwoceng dari lapang dan dari lingkungan kultur (in vitro). Daun dari lapang memiliki mesofil yang terdiferensiasi menjadi parenkim palisade dan parenkim spons, parenkim palisade terdapat pada bagian adaksial (ventral) disebut juga daun bifasial atau dorsiventral (Suradinata 1998). Mesofil daun in vitro tidak berdiferensiasi secara sempurna menjadi parenkim
39
palisade. Menurut Sandoval et al. (1994) dan Dami & Hughes (1995) daun dari kultur in vitro memiliki helaian lebih sempit, tipis dan tingkatan diferensiasi jaringan yang lebih rendah daripada daun dari lapang. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kondisi lingkungan kultur dengan kondisi di lapang. Tanaman di lapang menerima secara optimal cahaya dari matahari langsung, sedangkan tanaman di lingkungan kultur terbatas pada pencahayaan dari lampu. Akibatnya daun tanaman kultur in vitro tidak dapat berdiferensiasi sempurna membentuk jaringan palisade dan bunga karang. Menurut Suradinata (1998) selain air, cahaya merupakan faktor yang mempengaruhi diferensiasi jaringan palisade. Hasil pengamatan kualitatif terhadap sayatan melintang daun kombinasi perlakuan sorbitol dan paklobutrazol menunjukkan adanya sedikit perbedaan ketebalan, struktur jaringan mesofil dan kandungan kloroplas. Struktur daun purwoceng yang diberi perlakuan, tidak menunjukkan kerusakan maupun perubahan struktur anatomi apabila dibandingkan kontrol (Gambar 18).
A
50 µm
B
50 µm C
50 µm
Gambar 18
D
50 µm
Sayatan melintang daun regenerasi pasca penyimpanan 8 bulan (RPPE8). (A) Kontrol, (B) S1P0, (C) S3P1 dan (D) S0P3. Perbesaran 400X.
40
Struktur jaringan mesofil daun yang diberi perlakuan paklobutrazol konsentrasi tinggi, sedikit lebih terdiferensiasi menyerupai palisade, dimana kandungan klorofil terkonsentrasi pada mesofil atas, susunan sel agak memanjang dan rapat. Bentuk dan susunan sel-sel mesofil bawah lebih membulat. Diduga cekaman yang disebabkan sorbitol dan paklobutrazol berpengaruh terhadap diferensiasi parenkim palisade. Daun yang diberi pelakuan sorbitol dan paklobutrazol konsentrasi tinggi mengandung banyak kloroplas dibandingkan kontrol, hal ini menginduksi diferensiasi jaringan palisade. Menurut Sinha (1999) perkembangan kloroplas menginduksi diferensiasi jaringan fotosintesis pada tomat. Selain itu cekaman osmotik pada daun planlet in vitro tanaman anggur menyebabkan diferensiasi palisade yang lebih nyata dan kloroplas lebih banyak dibanding daun kontrol in vitro. Diduga zat osmotikum memperbaiki anatomi daun mendekati keadaan normal seperti daun dari rumah kaca (Dami dan Hughes 1995).
Penentuan Kombinasi Perlakuan Terbaik Dari studi penyimpanan dan regenerasi sebelumnya, dapat ditentukan kombinasi perlakuan sorbitol dan paklobutrazol terbaik, untuk protokol penyimpanan jangka menengah purwoceng dengan periode simpan yang lebih lama (8 bulan). Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan yakni kondisi pertumbuhan, viabilitas dan morfologi kultur pada saat penyimpanan maupun saat regenerasi, stabilitas karakter anatomi, serta aspek ekonomis, dalam hal ini adalah harga kedua bahan kimia tersebut di pasaran. Kondisi yang diharapkan dari penyimpanan in vitro melalui pertumbuhan minimal ini adalah kecepatan tumbuh kultur seminimum mungkin, tetapi memiliki daya regenerasi tinggi ketika disubkultur tanpa ada perbedaan karakter morfologi maupun
anatomi. Beberapa kandidat perlakuan terbaik dipilih dari sejumlah
perlakuan yang masih bertahan pada bulan ke-8 penyimpanan dan bulan ke-3 regenerasi setelah penyimpanan 8 bulan. Rekapitulasi data beberapa kandidat perlakuan terbaik pada tahap penyimpanan dan regenerasi.
41
Tabel 10
Rekapitulasi data beberapa kandidat perlakuan terbaik pada masa penyimpanan dan regenerasi.
Perlakuan Penyimpanan Regenerasi S(%), DHK DHK P(ppm) KT JT (%) MrK KT JT (%) MrK S0P1 lambat 1.7 25 kerdil cepat 6 100 sebagian kerdil S0P3 cepat 2.5 40 kerdil sedang 10.5 100 sebagian kerdil S1P0 lambat 4.4 66.7 normal cepat 23 100 normal-subur S1P5 lambat 4 16.7 kerdil sekali cepat 17 100 sebagian kerdil S3P1 lambat 2.7 27.3 kerdil sedang 10.7 100 normal-subur S5P0 lambat 5.1 58.3 normal-pucat cepat 18.3 100 normal-menua Keterangan : (KT) Kecepatan Tumbuh , (JT) Jumlah Tunas, (DHK) Daya Hidup Kultur, (MrK) Morfologi Kultur.
Mengacu pada beberapa pertimbangan tersebut, kombinasi sorbitol 1% paklobutrazol 0 ppm (S1P0) atau sorbitol 3 % - paklobutrazol 1 ppm (S3P1) merupakan kombinasi perlakuan terbaik untuk penyimpanan secara in vitro kultur purwoceng selama 8 bulan. Berdasarkan grafik pertumbuhan (Gambar 5), kombinasi perlakuan S1P0 dan S3P1 berada di posisi tengah, artinya laju pertumbuhan cukup lambat. Kecepatan pertumbuhan yang terlalu lambat justru merupakan efek dari stres, karena kultur tidak mampu mentolerir kehadiran sorbitol dan paklobutrazol pada konsentrasi tinggi. Akibatnya kultur tidak mampu bertahan hidup sampai 8 bulan, kalau pun bertahan ketika dipindah ke media regenerasi efek penghambatan masih bertahan. Sehingga kultur tidak mampu beregenerasi dan akhirnya mati atau tetap hidup, namun tumbuh sangat lambat dengan mempertahankan morfologi kultur saat penyimpanan (tetap kerdil). Daya hidup kultur kombinasi S1P0 cukup tinggi yaitu berturut-turut 86.7 dan 66.7% pada penyimpanan 4 dan 8 bulan. Daya hidup kultur kombinasi S3P1 berturut-turut 92.9 dan 27.3% pada penyimpanan 4 dan 8 bulan. Secara visual, morfologi kultur kombinasi S1P0 bulan ke-4 penyimpanan tampak normal dengan jumlah tunas sedikit sedangkan S3P1 tampak kerdil, roset, hijau tua dan jumlah tunas sedikit sehingga sangat baik untuk penyimpanan (Gambar 19). Kombinasi perlakuan yang paling menonjol pertumbuhannya selama regenerasi yaitu S1P0. Rata-rata bobot basah (Gambar 8) dan
jumlah tunas
(Gambar 9) menunjukkan nilai yang tinggi serta daya hidup mencapai 100%
42
(Gambar 10) dengan morfologi normal-subur. Demikian pula, kombinasi S3P1 memiliki pertumbuhan cukup cepat dan jumlah tunas cukup tinggi serta daya hidup mencapai 100% dengan morfologi normal-subur. Kultur pada kombinasi S5P0, meskipun pertumbuhan dan jumlah tunas lebih tinggi dari S3P1 saat regenerasi (Tabel 10), tetapi morfologi kultur mulai menunjukkan penuaan (tidak vigor). Selain itu, saat penyimpanan jumlah tunas sangat tinggi dan morfologi kultur normal dengan warna daun pucat (Gambar 19). Diduga kultur kekurangan klorofil akibat lambatnya pasokan nutrisi dan air disebabkan stres osmotik terlampau berat. Demikian pula, kombinasi S0P3 menunjukkan kecepatan pertumbuhan dan jumlah tunas yang cukup tinggi saat regenerasi, namun saat penyimpanan memiliki kecepatan pertumbuhan yang cukup tinggi pula. Selain itu harga paklobutrazol jauh lebih mahal dibandingkan sorbitol.
A
B
C
D
E
F
Gambar 19 Morfologi kultur saat penyimpanan : (A) S1P0, (B) S3P1, (C) S5P0, dan regenerasi : (D) S1P0, (E) S3P1 dan (F) S5P0. Perlakuan S1P0 dan S3P1 selama penyimpanan secara umum menyebabkan penurunan rata-rata nilai semua karakter anatomi daun regenerasi terhadap kontrol. Kondisi seperti ini tidak diharapkan karena akan mempengaruhi aspek fisiologi dan morfologi tanaman selanjutnya. Namun perbedaan ini terdapat pada karakter anatomi daun yang menyangkut ukuran (kuantitatif). Karakter anatomi daun yang bersifat kuantitatif sangat dipengaruhi lingkungan sehingga diharapkan perbedaan ini dapat dihilangkan ketika tanaman sudah diaklimatisasi di rumah kaca