FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA
STRATEGI REDAKSI TRANS TV DALAM MENAYANGKAN BERITA (STUDI KASUS PADA PEMBERITAAN BENCANA PROGRAM REPORTASE SORE BULAN MEI 2006)
Diajukan Sebagai Skripsi Strata-1 Ilmu Komunikasi
Disusun IKA RAHAYUNINGSIH 4410411-028 BROADCASTING
JAKARTA 2007
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA
LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI
Nama
: IKA RAHAYUNINGSIH
NIM
: 4410411-028
Fakultas
: Komunikasi
Jurusan
: Broadcasting
Judul
: Strategi Redaksi TRANS TV Dalam Menayangkan Berita (Studi Kasus Pada Pemberitaan Bencana Program Reportase Sore bulan Mei 2006)
Jakarta, 7 April 2007
Mengetahui, Pembimbing I
(Heri Budianto, S.Sos, M.Si)
i
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA
TANDA LULUS SIDANG SKRIPSI
Nama
: IKA RAHAYUNINGSIH
NIM
: 4410411-028
Fakultas
: Komunikasi
Jurusan
: Broadcasting
Judul
: Strategi Redaksi TRANS TV Dalam Menayangkan Berita (Studi Kasus Pada Pemberitaan Bencana Program Reportase Sore bulan Mei 2006)
Jakarta, 7 April 2007
1. Ketua Sidang Nama : Drs. Riswandi, M.Si
( ………………. )
2. Penguji Ahli Nama : Feni Fasta, M.Si
( ………………. )
3. Pembimbing I Nama :Heri Budianto, S.Sos, M.Si
ii
(………….……. )
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA
LEMBAR PENGESAHAN PERBAIKAN SKRIPSI
Nama
: IKA RAHAYUNINGSIH
NIM
: 4410411-028
Fakultas
: Komunikasi
Jurusan
: Broadcasting
Judul
: Strategi Redaksi TRANS TV dalam Menayangkan Berita (Studi Kasus Pada Pemberitaan Bencana Program Reportase Sore bulan Mei 2006)
Jakarta, 7 April 2007
Disetujui dan Diterima Oleh, Pembimbing I
(Heri Budianto, S.Sos, M.Si) Mengetahui, Dekan FIKOM
Ketua Bidang Studi
(Dra. Diah Wardhani, M.Si )
(Drs. Riswandi, M.Si)
iii
UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI JURUSAN BROADCASTING Ika Rahayuningsih (4410411-028) “Strategi redaksi TRANS TV dalam menayangkan berita (studi kasus pada pemberitaan bencana program Reportase Sore bulan mei 2006)”. xiii + 85 halaman + 5 lampiran; riwayat hidup Bibliografi: 32 buku (tahun 1980-2005) ABSTRAKSI Jurnalisme televisi di Indonesia dimulai ketika stasiun televisi milik pemerintah TVRI mengudara pada akhir tahun 1960-an. Tetapi perkembangan jurnalisme televisi paling radikal terjadi ketika reformasi kepemimpinan nasional terjadi pada tahun 1998. Peristiwa ini berdampak pada kebebasan arus informasi termasuk pendirian beberapa stasiun televisi swasta baru termasuk TRANS TV. Penelitian ini dilakukan dengan tipe penelitian deskriptif melalui pendekatan kualitatif. Penelitian dibatasi pada pemberitaan program Reportase Sore TRANS TV bulan Mei 2007, dimana pada bulan itu terjadi bencana nasional, antara lain gempa bumi dengan kekuatan 5,9 skala richter di jogjakarta dan sekitarnya disamping pemberitaan aktivasi merapi yang menduduki rundown berita hampir sebulan penuh. Penelitian dilakukan dengan cara wawancara dengan para narasumber yang berhubungan dengan struktur organisasi pemberitaan di TRANS TV. Adapun narasumber atau key informan yang peneliti ambil sebagai ukuran tentang strategi pemberitaan di TRANS TV adalah: Gatot Triyanto, Kepala Departement News Bulettin and Magazine TRANS TV, Ponco Wijaya selaku Koordinator Liputan Daerah TRANS TV, Dewi Artiwi selaku salah satu Produser REPORTASE SORE, Aulia Rohmi selaku reporter dan Tina Talisa selaku reporter dan presenter program Reportase TRANS TV. Penelitian juga dilakukan dengan pengamatan mekanisme kerja redaksi Reportase Sore TRANS TV. Hasil penelitiannya adalah TRANS TV menggunakan kekuatan berita yang bertutur tentang manusia dan problematikanya dengan alasan tidak ingin ikut format pemberitaan yang umum ada di stasiun televisi lain. Naskah berita dibuat sesederhana mungkin agar pemirsa mudah mencerna informasi yang disampaikan sehingga membangun kedekatan dengan pemirsanya. Strategi pemberitaan pada Reportase Sore meski bukan hal baru dalam jurnalisme televisi, ternyata mampu meningkatkan pula rating atau jumlah penonton yang menonton acara berita di TRANS TV. Berdasarkan hasil penelitian peneliti, rating pemirsa yang menonton Reportase Sore TRANS TV secara periodik mengalami peningkatan yang signifikan. Bahkan pada jam tayang yang sama dimana hampir semua stasiun televisi swasta menayangkan program berita, Reportase Sore dalam perolehan rating sering menempati posisi teratas. Inilah yang menjadi alasan untuk meneliti bagaimana strategi yang digunakan tim redaksi Reportase Sore TRANS TV sehingga berbeda dengan stasiun televisi swasta lainnya. Peneliti berharap karya ilmiah ini bisa menjadikan jurnalisme televisi di Indonesia semakin baik dan terdidik. Harapan juga diberikan untuk perbaikan-perbaikan yang bisa dilakukan tim Reportase Sore TRANS TV dalam menayangkan berita serta pencerahan untuk para pembaca karya ilmiah ini. iv
KATA PENGANTAR Bismilahirrahmanirrahiim Puji syukur penulis panjatkan atas limpahan rahmat yang diberikan Allah Subhanahu Wa Taalla atas segala karunia rahmat dan hidayahnya. Pada akhirnya penulis berhasil menyelesaikan karya ilmiah ini. Peluh keringat dan pikiran penulis curahkan demi terselesaikannya skripsi ini. Tak ada yang lebih bijak barangkali jika tanpa kerja keras penulis maka karya ini tidak akan ada dan tidak berarti apapun. Namun upaya penulis untuk menyelesaikan skripsi ini tak kurang pula adanya berbagai bantuan baik moril maupun materiil yang diberikan dari berbagai pihak. Kepada mereka penulis patut menyampaikan sekian banyak terima kasih. Mereka adalah : 1.
Heri Budianto, S.Sos, M.Si, selaku pembimbing penulis sekaligus sekertaris bidang studi Broadcasting Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana, yang meluangkan sekian banyak waktunya untuk konsultasi skripsi.
2.
Dra. Diah Whardhani, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana.
3.
Drs. Riswandi, M.Si, selaku ketua bidang studi Broadcasting Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana, yang juga bertindak sebagai ketua penguji skripsi peneliti.
4.
Feny Fasta, M.Si, selaku penguji ahli dalam skripsi peneliti.
5.
Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Mercu Buana.
6.
Pihak TRANS TV (mas Gatot, mas Ponco, mbak Dewi Artiwi, Tina Talisa dan Aulia Rohmi), atas semua informasinya. v
7.
Alm. Dede Widyaningrum, terimakasih atas kesediaan dan semangat meng-copykan rundown Reportase Sore bulan Mei. semoga jasa baiknya diterima di sisi-Nya
8.
Seluruh teman-teman broadcasting angkatan V, terima kasih atas semangat dan bantuannya.
9.
Dinda dan Chika, sahabat yang setia menyemangatiku, kapan menyusul?..
10.
Untuk teman-teman alumnis D3 Komunikasi Broadcasting Universitas Negeri Surakarta, angkatan 2000 terima kasih ya.
11.
Sahabat yang tak lekang oleh waktu Dhila, Dian dan Noni. Terima kasih selalu mengingatkan untuk cepat lulus.
12.
Perpustakaan Universitas Mercu Buana, atas referensinya.
13.
Perpustakaan Utan kayu atas kelengkapan referensinya.
14.
Semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini jauh dari sempurna, banyak kekurangan yang masih harus diperbaiki, maka penulis memohon dibukakan pintu maaf jika terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan pencerahan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan dan pembaca. Amin
Jakarta, April 2007 Ika Rahayuningsih
vi
Atas segala peluh, cambuk dan perih di setiap langkah hidupku Atas segala inspirasi yang menjadi untaian kata bermakna disini Atas doa dan pengorbanan Atas kepercayaan dan motivasi Atas cinta dan kasih sayang yang tak pernah berhenti Atas kebersamaan dari fajar hingga tenggelam Atas terselesaikannya karya ini Terima kasih Tak berbatas Mas Hes, Bapak, Mama dan adik-adikku Dwi dan Tri.
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI
iv
KATA PENGANTAR
v
PERSEMBAHAN
vii
DAFTAR ISI
viii
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR BAGAN
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
1
1.2. Perumusan Masalah
9
1.3. Tujuan Penelitian
10
1.4. Signifikansi Penelitian 1.4.1. Signifikansi Akademis
10
1.4.2. Signifikansi Praktik
10
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Komunikasi Massa 2.1.1. Pengertian Komunikasi Massa
11
2.12. Model Komunikasi Massa
13
2.2. Televisi Sebagai Bagian Dari Industri Komunikasi Massa 2.2.1. Perkembangan Media Televisi
16
2.2.2. Pengaruh Televisi
20
2.3. Divisi Pemberitaan Sebagai Bagian Organisasi Televisi 2.3.1. Organisasi Pemberitaan
23
2.3.2. Berita Televisi
28
2.4. Proses Produksi Televisi
33
2.5. Strategi dan Kebijakan Redaksi Televisi 2.5.1.Pengertian Strategi
35
2.5.2. Strategi dan Kebijakan Redaksi Televisi
38
viii
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Sifat Penelitian
43
3.2. Metode Penelitian
44
3.3. Key Informan
45
3.4. Teknik Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
45
3.4.2.Data Sekunder
46
3.5. Fokus Penelitian
46
3.6. Analisis Data
47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Obyek Penelitian
49
4.2. Hasil Penelitian
56
4.2.1. Reportase Sore
56
4.2.2. Perencanaan
63
4.2.3. Proses pengumpulan berita (News Gathering)
67
4.2.4. Proses produksi berita
70
4.2.5. Pasca Produksi
78
4.3. Pembahasan
78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
83
5.2. Saran
84
LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA BIOGRAFI PENULIS
ix
DAFTAR TABEL
1. Tabel Prosentase Target Audiens 2. Tabel Durasi Rundown
x
DAFTAR BAGAN
1. Bagan mekanisme pembagian kerja 2. Bagan aliran kerja dan perjalanan informasi redaksi pemberitaan 3. Bagan aliran proyeksi peliputan 4. Bagan perjalanan naskah, master shot dan dubbing 5. Bagan proses siaran berita
xi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Struktur Organisasi Divisi Pemberitaan TRANS TV 2. Arsip rating Reportase Sore bulan Mei 2006 3. Draf wawancara 4. Roundown Reportase Sore bulan Mei 2006 5. Naskah berita Reportase Sore bulan Mei 2006
xii
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Dunia terus berkembang dan mengalami kemajuan di semua sektor
kehidupan. Tak terkecuali, sektor informasi dan komunikasi dengan pertumbuhan segala jenis media informasi maupun media komunikasi. Seiring dengan itu, teknologi pendukung kebutuhan hidup manusia semakin canggih. Namun, manusia tidak begitu saja dengan mudah mendapatkan kebutuhannya. Berbagai cara harus dilalui untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga tercapai sebuah kepuasan. Komunikasi adalah cara pertama yang biasanya dilakukan manusia untuk mengetahui kebutuhannya. Menurut Carl Hovland, komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain. 1 Tetapi, seseorang akan dapat mengubah sikap, pendapat, atau perilaku orang lain jika komunikasinya memang komunikatif. Memang tidak banyak yang mengerti secara baik tentang ari komunikasi tersebut, tapi dalam keberadaannya komunikasi memberikan banyak kemudahan kepada kita sebagi makhluk sosial dalam bersosialisasi. Di jaman modern ini kebutuhan manusia akan informasi semakin tinggi, beragam upaya dilakukan untuk memuaskan kebutuhan dalam informasi. Salah satu alat untuk memenuhi kebutuhan itu adalah melalui media massa. Media massa cetak dan elektronik baik koran, majalah, maupun televisi, serta radio, sebagai instrumen informasi menjadi sangat efektif untuk menyampaikan pesan dan membangun citra. Pada akhirnya media berperan membentuk opini publik. 1
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, 2001;1.
2 Media massa juga dianggap sebagai alat pemenuhan kebutuhan manusia modern. Denis Mc Quail memaparkan secara tepat tentang hubungan media dengan kebutuhan hidup manusia. 1.
Media merupakan industri yang berkembang dan berubah yang menciptakan lapangan kerja, barang dan jasa, serta menghidupkan industri lain yang terkait; media juga merupakan industri tersendiri yang memiliki peraturan dan norma-norma yang menghubungkan institusi sosial lainnya, dilain pihak institusi media diatur oleh masyarakat.
2.
Media massa merupakan sumber kekuatan-alat kontrol, manajemen dan inovasi dalam masyarakat yang bisa didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya.
3.
Media merupakan lokasi (atau forum) yang semakin berperan, untuk menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat baik yang bertaraf nasional maupun internasional.
4.
Media seringkali berkembang sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup dan norma-norma.
5.
Media sudah menjadi dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif; media menyuguhkan
3 nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan.2 Salah satu media yang berkembang cepat di dunia adalah televisi. Asumsi teoritis diatas menjadi rangkaian penting bahwa televisi menjadi alat penting untuk menyampaikan pesan, pencitraan serta penyokong sebuah kepentingan baik politik, sosial maupun ekonomi. Kita mengenal televisi sebagai media komunikasi massa instant yang bisa menyediakan kepada audiensnya berbagai paket dalam satu
layar.
Informasi,
pendidikan,
hiburan
bahkan
talk
show
yang
menghubungkan pemirsa di lain wilayah yang berjauhan, dari yang disebutkan di atas baru sebagian dari keseluruhan isi televisi. Televisi merupakan temuan internasional dimana banyak ilmuwan yang terlibat dalam penelitian dan pengembangan teknologi ini. Sejarah mencatat, daratan Eropa merupakan cikal bakal siaran televisi pertama di dunia, yakni di Jerman pada 1928. Sedangkan di Amerika Serikat, siaran televisi baru populer pada 1939. Di Indonesia, siaran televisi secara resmi dimulai pada 1962 saat TVRI menyiarkan secara langsung Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia ke-17. Baru pada tahun 1990 sejumlah televisi swasta nasional kemudian muncul, setelah pemerintah memberikan ijin operasi menyambut dibukanya arus informasi, seperti Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI), yang masih terbatas cara penyiaran programnya dengan menggunakan dekoder. Setahun kemudian Surya Citra Televisi (SCTV), Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), Andalas Televisi (ANTV) dan Indosiar Visual Mandiri (Indosiar).
2
Denis Mc Quail, Teori Komunikasi Massa, 1996:3
4 Bisa dikatakan, strategi merangkum berbagai berita sudah dimulai sejak TVRI berdiri di Indonesia. Baru kemudian dalam perjalanannya, stasiun televisi swasta memiliki peran penting dalam pemberitaan jenis ini. Peran TVRI sebagai media informasi juga semakin pudar sejak sejumlah stasiun televisi swasta dibolehkan untuk memproduksi berita. Sebagai stasiun televisi pertama di Indonesia, RCTI juga yang pertama memulai memproduksi berita yang disiarkan sendiri. Program berita berdurasi 30 menit “Seputar Jakarta” mendapatkan ijin dari Departemen Penerangan untuk diproduksi sendiri oleh RCTI. Namun RCTI dan empat stasiun televisi swasta lainnya masih diwajibkan merelay Berita Malam TVRI. Program Seputar Jakarta kemudian berubah menjadi Seputar Indonesia. Format berita model Seputar Indonesia kemudian menjadi tren pemberitaan televisi di Indonesia. SCTV yang ketika itu menjadi anak perusahaan RCTI dan berkedudukan di Surabaya, Jawa Timur juga memproduksi berita yang bernama, Liputan 6. Dengan gaya yang lugas dan mengena, Liputan 6 SCTV seakan menjadi jawaban kehausan informasii masyarakat yang sudah bosan dengan format berita TVRI yang banyak memberitakan kegiatan para pejabat baik di tingkat nasional maupun daerah. Liputan 6 SCTV kemudian bertahun-tahun bertahan sebagai berita televisi dengan rating tertinggi. Keberhasilan
RCTI
dan
SCTV
dalam
mengembangkan
divisi
pemberitaannya membuat sejumlah pengelola televisi swasta di Indonesia berlomba-lomba menyajikan informasi secara akurat dan bertanggung jawab serta tidak membosankan pemirsa. Keberhasilan ini juga tidak lepas dari strategi pengelola stasiun televisi dalam mengelola divisi pemberitaannya. Sejalan dengan reformasi di Indonesia, lima stasiun televisi tersebut ternyata tidak mencukupi kebutuhan hidup masyarakat Indonesia akan informasi.
5 Menjelang tahun 2000 hampir secara serentak lima perusahaan televisi muncul yaitu: PT Televisi Transformasi Indonesia (TRANS TV), TV 7 (PT Kompas Gramedia Group), PT Global Informasi Bermutu (Global TV), Lativi (PT Pasar Raya Media Karya) dan Metro TV (Media Indonesia Grup). Pembubaran Departemen Penerangan dan pemberian ijin kepada stasiun televisi swasta membawa hal yang baik bagi jurnalisme televisi. Perkembangan jurnalisme televisi di Indonesia menjadi semakin maju, apalagi Indonesia sangat adaptif sebagai konsumen kemajuan telematika. Kemajuan teknologi juga berimbas kepada kebutuhan yang adaptif dari pemirsa di Indonesia untuk memperoleh informasi yang baku yang bisa didengar dan dilihat seperti melihat dari dekat sebuah peristiwa. Fungsi pemberitaan televisi selain membawa dampak positif berupa kebutuhan akan informasi yang terpenuhi juga memiliki dampak buruk bagi pemirsa. Sebagai media yang berperan menyampaikan sejumlah informasi, tumbuhnya stasiun televisi juga sejalan dengan pertumbuhan kemasan informasi pada stasiun televisi. Misalnya seperti berita kriminal yang dikemas secara khusus oleh beberapa stasiun televisi swasta Indonesia, secara umum mereka juga mempunyai berita berbentuk buletin yang berisi rangkuman peristiwa aktual baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Isi berita itu berupa peristiwa politik, ekonomi, dan sosial kemasyarakatan yang memberikan kemudahan kepada pemirsa untuk memenuhi kebutuhan informasinya. Jurnalisme televisi juga berkembang pesat sejak memanasnya situasi politik di Indonesia antara tahun 1996 hingga 1998. Sejumlah berita politik yang hangat diburu oleh pemirsa. Stasiun televisi baru seperti TRANS TV dan TV 7 berlomba membuat peliputan yang menarik pemirsa setelah mereka berdiri pada 1999.
6 Bahkan Metro TV mengkhususkan programnya pada berita dengan berbagai bentuk seperti berita hard news, feature dan indepth reporting. Berita di televisi menjadi menarik karena berbagai alasan. Sebagian alasannya adalah cara cerita itu dikumpulkan. Reporter yang baik dapat membuat obyek yang membosankan menjadi lebih menyenangkan dengan voiceover dan gambar yang baik.3 Program televisi juga mengenal rating atau peringkat siaran sebagai panduan bagi para pengelola apakah programnya ditonton oleh pemirsa atau tidak. Rating yang tinggi juga mempengaruhi pengiklan untuk memasang produknya pada
sebuah
program
televisi.
Praktisi
periklanan
dan
pertelevisian
mendefinisikan setiap satu indeks rating berarti mewakil sekitar 350 ribu pemirsa. Rating siaran menjadi pemandu bagi pengelola stasiun televisi untuk mengukur jumlah pemirsa yang menonton siaran. Semakin tinggi rating program berita berbentuk buletin sebuah televisi maka berarti semakin banyak pemirsa yang menonton program berita tersebut. Rating yang diterbitkan lembaga pemeringkat AC Nielsen dianggap sebagai pedoman bagi stasiun televisi untuk terus, menghentikan atau memindah jam tayang program. Selama bertahun-tahun Liputan 6 SCTV menjadi program berita stasiun televisi swasta dengan rating tertinggi. Namun dominasi itu kini sudah mulai disaingi oleh program berita berbentuk buletin yang diproduksi oleh sejumlah stasiun televisi lain termasuk TRANS TV. Melihat angka rating yang ada maka sebagai program berita, Reportase Sore TRANS TV pada awal tahun 2006 kembali dianggap lebih menarik bagi pemirsa daripada Liputan 6 SCTV. Pada bulan tersebut Reportase Sore TRANS TV memiliki kedudukan rating yang sama 3
ABC Paket Berita TV;PJTV-Internews Indonesia, 2001:14.
7 dengan Liputan 6 SCTV namun meraih jumlah penonton (share) yang lebih tinggi daripada Liputan 6 SCTV. 4 Reportase Sore TRANS TV selain memiliki berita peristiwa dari berbagai daerah yang disajikan dengan bahasa mudah dicerna para pemirsanya, juga menyajikan sisipan liputan investigasi yang dapat menyita perhatian pemirsa. TRANS TV (PT Televisi Transformasi Indonesia) adalah sebuah stasiun televisi swasta ke 8 yang memperoleh ijin mengudara secara nasional di Indonesia. Usahanya berada di bawah kepemilikan Para Group (PT Para Inti Investindo). Memperoleh ijin siaran pada bulan Oktober 1998 setelah dinyatakan lulus dari ujian kelayakan yang dilakukan tim antar departemen pemerintah, maka sejak tanggal 15 Desember 2001, TRANS TV memulai siaran secara resmi.5 Reportase Sore TRANS TV sebagai salah satu produk berita yang diproduksi TRANS TV memegang peranan yang penting dalam perkembangan jurnalisme televisi di Indonesia. Para pengelola yang banyak didominasi oleh orang-orang yang pernah bekerja di surat kabar membawa nuansa tersendiri. Riza Primadi yang lama bekerja di Jawa Pos dan SCTV ditunjuk sebagai Pemimpin Redaksi nampaknya mengambil peran penting dalam format pemberitaan Reportase Sore yang lebih mengedepankan pemberitaan dalam bentuk feature daripada hard news seperti sejumlah berita stasiun televisi lain dalam rentang waktu yang sama. Kini TRANS TV dipimpin oleh wartawan berpengalaman lainnya, Ishadi SK. Sebenarnya dia bukan orang baru di TRANS TV. Ishadi SK sejak Juli 2001 menjadi direktur di TRANS TV.6
4
Arsip Rating AC Nielsen Company Profile Trans TV 6 Profil Ishadi SK dalam www.wikipedia.org 5
8 Peran Ishadi SK sangat menonjol dalam dunia pertelevisian Indonesia. Lelaki kelahiran Majene, Sulawesi Selatan 30 April 1943 ini pernah menjabat Direktur Jenderal Radio, Televisi dan Film Departemen Penerangan. Jabatan direktur di stasiun televisi milik pemerintah, TVRI juga pernah dia jabat. Perjalanan Reportase Sore tidak lepas dari perjalan TRANS TV sendiri. TRANS TV yang berdiri sejak 1999 mempunyai beberapa program pemberitaan yakni Reportase Pagi, Sore dan Malam. Selain memiliki program pemberitaan jenis buletin, TRANS juga memiliki program berita yang dikemas sejenis format majalah, lebih mendalam melihat sebuah kasus, misalnya Kupas Tuntas yang membahas sebuah isu dari segala sisi disertai dengan wawancara narasumber terkait. Dari sifat penayangannya, pada setiap segmen rundown program Reportase Sore, selalu mengedepankan atau mengutamakan jenis berita sosial yang dapat membangun empati dan emosi pemirsa (human interest) dibandingkan jenis berita politik dan ekonomi saat jam tayang utama (prime time). Kebalikannya, pada stasiun televisi lain biasanya mengatur rundown saat prime time untuk menayangkan jenis berita politik dan ekonomi yang menyangkut pemerintahan negara ataupun isu-isu pergolakan pemerintah. Pilihan penulis untuk meneliti Reportase Sore sebagai genre tersendiri dalam pemberitaan televisi di Indonesia diantaranya adalah pengelola program ini berani membuat sesuatu yang berbeda dibanding televisi lain dalam format pemberitaannya saat jam tayang utama (prime time). Reportase Sore mengedepankan jenis berita sosial yang bersifat softnews, human interest dengan narasi yang mudah dicerna oleh pemirsanya selain mampu menggugah rasa empati dan emosi.
9 Berdasarkan uraian tersebut, penulis ingin mengetahui sejauhmana strategi redaksi TRANS TV dalam mengolah dan memuat berita untuk meningkatkan rating pada program Reportase Sore, khususnya pada bulan Mei 2006. Alasan penulis memilih tenggat waktu di bulan Mei karena pada waktu itu terjadi dua bencana besar yang memiliki magnitude sangat besar bagi khalayak. Besarnya minat penonton untuk menyimak format pemberitaan yang disajikan dalam Reportase Sore TRANS TV, tentunya mengakibatkan rating dan share program tersebut semakin tinggi. Hal ini secara tidak langsung akan memberikan keuntungan karena akan menarik minat pengiklan untuk memasang iklan di TRANSTV. Adapun dua peristiwa yang menjadi isu utama pada bulan Mei 2006 adalah bencana gempa bumi dengan kekuatan 5,9 skala richter di wilayah jogjakarta dan sekitarnya serta aktivasi gunung Merapi yang selama hampir satu bulan penuh menduduki rundown pemberitaan.
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan pada permasalahan di atas, penulis merumuskan masalah pada
bagaimana strategi redaksi TRANS TV mengolah dan memuat berita pada program Reportase Sore pada bulan Mei 2006. Strategi redaksional dalam memproses sebuah rencana peliputan, peliputan hingga penyajian atau produksi berita. Lebih rinci rumusan masalah tersebut adalah : Bagaimana strategi redaksi TRANS TV dalam menayangkan berita dalam program Reportase Sore (Studi kasus pada pemberitaan bencana bulan Mei 2006) untuk menarik minat penonton?
10 1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : Penulis ingin mengetahui bagaimana strategi redaksi TRANS TV dalam
menayangkan berita pada program Reportase Sore, khususnya pada proses perencanaan peliputan, peliputan hingga format penyajian baik naskah maupun gambar .
1.4
Signifikansi Penelitian 1.4.1 Signifikansi Akademis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan kajian ilmu jurnalistik dan ilmu komunikasi pada umumnya.
1.4.2 Signifikansi Praktik Diharapkan penelitian ini bisa menjadi masukan bagi para pengelola stasiun televisi dalam membuat program berita televisi.
11 BAB II KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Komunikasi Massa 2.1.1 Pengertian Komunikasi Massa Komunikasi Massa atau mass communication adalah proses dimana organisasi media memproduksi dan menyebarluaskan pesan kepada publik secara luas. Komunikasi massa berarti juga sebagai bentuk komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melalui media cetak maupun elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.1 Komunikasi massa juga diartikan sebagai keterampilan. Pendapat Werner I Severin dan James W Tankard, Jr dalam bukunya, Communication Theories, Origins, Methods, Uses, mengatakan secara tepat pengertian komunikasi massa sebagai berikut: Komunikasi massa adalah sebagian keterampilan, sebagian seni dan sebagian ilmu. Ia adalah keterampilan dalam pengertian bahwa ia meliputi teknik-teknik fundamental tertentu yang dapat dipelajari seperti memfokuskan kamera televisi, mengoperasikan tape recorder, atau mencatat ketika melakukan wawancara. Ia adalah seni dalam pengertian bahwa ia meliputi tantangantantangan kreatif seperti menulis skrip untuk program televisi, mengembangkan tata letak yang estetis untuk iklan majalah, atau menampilkan teras berita yang memikat bagi sebuah kisah berita.2
1 2
Elvinaro Ardianto dan Lukiatikomaki Erdinaya: Komunikasi Massa, 2004:31 Onong Uchjana: Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek; 2001:21.
12 Ilmuwan komunikasi lain, Joseph A. Devito menyebutkan, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar pemancar audio dan atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis menurut bentuknya: Surat Kabar, Majalah, Buku, Film, Pita, Radio dan Televisi. Maka secara umum, komunikasi massa mempunyai ciri-ciri khusus yang disebabkan oleh sifat-sifat komponennya, yakni: 1. Komunikasi massa berlangsung satu arah: wartawan sebagai komunikator tidak mengetahui tanggapan pembaca, pendengar atau pemirsa terhadap pesan atau berita yang disiarkan. Tidak mengetahui tanggapan berarti tidak mengetahui pada waktu proses komunikasi itu berlangsung. Sebagai konsekuensi dari situasi komunikasi tersebut, komunikator pada komunikasi massa harus melakukan perencanaan dan persiapan sedemikian rupa sehingga pesan yang disampaikan bersifat komunikatif dalam arti kata bisa diterima secar inderawi (received) dan secara rohani (accepted) pada satu kali penyiaran. 2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga: media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga, yakni suatu institusi atau organisasi. Oleh karena itu komunikatornya melembaga. Dalam bertindak dan menyebarluaskan pesan, komunikator bertindak atas nama lembaga terkait dengan kebijakan media massa yang diwakilinya. Konsekuensinya, perannya ditunjang oleh orang-orang lain.
13 3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum: Sebab pesan itu ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan umum. 4. Media
Komunikasi
massa
menimbulkan
keserempakan
(simultaneity). Inilah merupakan ciri paling hakiki dibandingkan dengan media komunikasi lainnya. Radio dan televisi tidak diragukan lagi keserempakannya ketika khalayak mendengar siaran radio dan melihat acara televisi. 5. Komunikan Komunikasi massa bersifat heterogen. Komunikasi atau khalayak yang merupakan kumpulan anggota masyarakat yang terlibat dalam proses komunikasi massa sebagai sasaran yang dituju komunikator bersifat heterogen. Dalam keberadaannya secara terpencar-pencar, dimana satu sama lainnya tidak saling mengenal dan tidak memiliki kontak, masing-masing berbeda dalam berbagai hal. Dari uraian dasar tentang komunikasi dan komunikasi massa tersebut, jelaslah bahwa komunikan dari komunikasi massa haruslah bisa menyampaikan pesan secara efektif, bersifat keserempakan dan heterogen. Televisi sebagai bagian dari alat komunikasi massa adalah bagian terpenting-seiring dengan kemajuan telematika yang adaptif dari komunikasi massa itu sendiri.
2.1.2 Model Komunikasi Massa Model komunikasi dalam proses komunikasi massa sangat diperlukan. Dengan mengetahui model akan membuka spektrum yang lebih luas dan dapat meneliti hal-hal yang berkaitan dengan elemen-elemen komunikasi. Atas dasar itu, penulis memilih beberapa model komunikasi sebagai acuan untuk
14 menghubungkan suatu sistem dengan sistem lainnya serta dapat memberikan gambaran yang menyeluruh. Model komunikasi dua arah arah atau two step flow, dalam prosesnya mengalami beberapa tahap, yakni tahap pertama dari sumber informasi ke pemuka pendapat atau sistem di divisi pemberitaan televisi. Tahap kedua, dari pemuka pendapat dilanjutkan kepada pengikutnya, dalam hal ini adalah audiens.3 Dalam model dua tahap, tidak ditemukan efek atau pengaruh komunikasi massa. Untuk memperkuat analisis penulis menambahkan model agenda setting atau model penataan agenda. Asumsi dari model agenda setting adalah membentuk persepsi terhadap khalayak tentang apa yang dianggap penting. Dengan teknik pemilihan dan penonjolan terhadap isu, media memberikan studi kasus tentang isu apa yang lebih penting. Asumsi model agenda setting juga memiliki kelebihan karena mudah untuk diuji.4 Model agenda setting juga menekankan adanya hubungan positif antara penilaian yang diberikan media pada suatu persoalan tersebut. Dengan kata lain, apa yang dianggap penting oleh media, akan dianggap penting pula oleh masyarakat. Sedangkan efek dari model agenda setting terdiri atas efek langsung dan efek lanjutan atau subsequent effect. Efek langsung berkaitan dengan isu: apakah isu itu ada atau tidak ada dalam agenda khalayak, dari semua isu mana yang dianggap penting oleh khalayak. Sedangkan dampaknya berupa persepsi atau tindakan seperti aksi protes. Untuk memperkuat analisis penulis juga menambah teori kultivasi.
3 4
Elvinaro Ardianto dan Lukiatikomaki Erdinaya: Komunikasi Massa, 2004:67 ibid.,74.
15 Teori Kultivasi adalah sebuah teori yang dikemukakan George Garbner.5 Peneliti percaya bahwa karena televisi adalah pengalaman bersama dari semua orang, dan mempunyai pengaruh memberikan jalan bersama dalam memandang dunia. Televisi adalah bagian yang menyatu dengan kehidupan sehari-hari kita. Drama, iklan, berita, dan acara lain membawa dunia yang relatif koheren dari kesan umum dan mengirimkan pesan ke setiap rumah. Televisi mengolah dari awal kelahiran predisposisi yang sama dan pilihan yang biasa diperoleh dari sumber primer lainnya. Hambatan sejarah yang turun temurun yaitu melek huruf dan mobilitas teratasi dengan keberadaan televisi. Televisi telah menjadi sumber umum utama dari sosialisasi dan informasi sehari-hari dari populasi heterogen yang lainnya. Pola berulang dari pesan-pesan dan kesan yang diproduksi massal dari televisi membentuk arus utama dari lingkungan simbolis umum. Garbner menamakan proses ini sebagai cultivation (kultivasi), karena televisi dipercaya dapat berperan sebagai agen penyatu dalam kebudayaan. Teori kultivasi sangat menonjol dalam kajian mengenai dampak media televisi terhadap khalayak. Bagi Gerbner, dibandingkan media massa yang lain televisi telah mendapatkan tempat yang sedemikian signifikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga mendominasi “lingkungan simbolik” kita, dengan cara menggantikan pesannya tentang realitas bagi pengalaman pribadi dan sarana mengetahui dunia lainnya.
5
Fajar Junaedi : Teori Hasil Kebudayaan, 2005: 17
16 2.2 Televisi Bagian dari Industri Komunikasi Massa 2.2.1 Perkembangan Media Televisi Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, media elektronik berupa radio dan televisi mulai dikenal lebih kurang tujuh dekade terakhir. Sesuai maknanya, televisi secara harfiah artinya melihat dari jauh. Pengenalannya yang baru ini lebih diakibatkan pada ditemukannya teknologi telepon, telegraf, fotografi dan rekaman suara. Pada tahun 1926, seorang ilmuwan fisika John L. Baird mengadakan eksperimen pemancar televisi pertama dan dilanjutkan tahun 1927 oleh laboratorium Perusahaan Telepon Bell.6 Menurut Raymond Williams, berbeda dengan jenis teknologi, bahwa radio dan televisi merupakan sistem yang dirancang terutama untuk kepentingan transmisi dan penerimaan yang merupakan proses abstrak, yang batasan isinya sangat terbatas atau bahkan sama sekali tidak ada.7 Kemunculan televisi pada awalnya hanya ditanggapi biasa oleh masyarakat. Harga pesawat levisi ketika itu masih mahal, selain itu belum tersedia banyak program untuk disaksikan. Pengisi acara televisi pada masa itu bahkan meragukan masa depan televisi, mereka tidak yakin televisi dapat berkembang pesat. Perang dunia ke-2 sempat menghentikan perkembangan televisi. Namun setelah perang usai teknologi baru yang telah disempurnakan selama perang berhasil mendorong kemajuan televisi. Semua program televisi pada awalnya ditayangkan dalam siaran langsung (live). Pertunjukan opera di New York menjadi program favorit televisi dan disiarkan secara langsung. Ketika itu, belum ditemukan kaset penyimpanan suara dan gambar (videotape). Barulah pada tahun 1956, Ampex Corporation berhasil 6 7
Ciptono Setyobudi, Pengantar Teknik Broadcasting Televisi: 2004;2-3. Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa: 1996;15.
17 mengembangkan videotape sebagai sarana yang murah dan efisien untuk menyimpan suara dan gambar program televisi. Pada awal tahun 1960-an hampir semua program, yang pada awalnya disiarkan secara langsung, diubah dan disimpan disimpan dalam videotape8 Siaran televisi di indonesia dimulai pada tahun 1962 saat TVRI menayangkan langsung upacara harui ulang tahun kemerdekaan Indonesia ke-17 pada tanggal 17 Agustus 1962. Siaran langsung itu masih terhitung sebagai siaran percobaan. Tren pertelevisian dunia merambah ke Indonesia dengan cepat. Monopoli siaran televisi selama tiga puluh tahun oleh stasiun televisi milik pemerintah TVRI, mulai akhir 1980-an bergerak pudar. Sejumlah stasiun televisi swasta kemudian mengisi ruang-ruang kosong. Dengan pengelolaan yang lebih profesional, stasiun televisi swasta di Indonesia berkembang lebih maju baik secara bisnis maupun organisasi dibanding televisi milik pemerintah, TVRI. Keterpurukan TVRI secara organisasi dan finansial membuat stasiun televisi swasta di Indonesia mengambil peran yang sangat penting sehingga memberikan pengaruh yang sangat luas sebagai media komunikasi yang efektif dan menimbulkan keserempakan. Belajar dari pengalaman TVRI, maka dalam mengelola stasiun televisi diperlukan organisasi dan strategi yang baik. Pada tahun 1998, pemerintah memberikan ijin operasi kepada kelompok usaha Bimantara untuk membuka stasiun televisiv RCTI yang merupakan televisi swasta pertama di indonesia, kemudian disusul SCTV, Indosiar, ANTV dan TPI. Gerakan reformasi pada tahun 1998 telah memicu perkembangan industri media massa khususnya televisi. Seiring dengan itu, kebutuhan masyarakat terhadap informasi juga semakin bertambah. Menjelang tahun 2000 muncul hampir secara 8
Morissan, Media Penyiaran : 2005, 5-6
18 serentak lima televisi swasta baru (Metrotv, Trans TV, TV7, Lativi dan Global) serta beberapa televisi daerah yang saat ini jumlahnya mencapai puluhan stasiun televisi lokal.9 Televisi merupakan salah satu medium terfavorit bagi para pemasang iklan di Indonesia. Media televisi merupakan industri yang padat modal, padat teknologi dan padat sumber daya manusia. Namun sayangnya kemunculan berbagai stasiun televisi di Indonesia tidak diimbangi dengan tersedianya sumber daya manusia yang memadai. Pada umumnya televisi dibangun tanpa pengetahuan pertelevisian yang memadai dan hanya berdasarkan semangat dan modal yang besar saja.10 Upaya menyampaikan informasi melalui media audiovisual selain memiliki kelebihan juga memiliki kelemahan. Penyebabnya adalah sifat fisiknya, adapun sifat media televisi sebagai berikut: 1.
Dapat didengar dan dilihat hanya bila ada siaran
2.
Dapat di dengar kembali bila diputar kembali
3.
Memiliki daya rangsang yang tinggi
4.
Elektris
5.
Sangat mahal
6.
Memiliki daya jangkau yang besar
Banyak kelebihan media elektronik dibanding media cetak, namun begitu media elektronik tidak luput dari kekurangan. Astrid S Susanto menyebutkan kekurangannya berupa, hambatan yang berupa sisi teknis media elektronik dimana masih mengandalkan spektrum udara yang bergantung pada cuaca dan sejauh
9
Morissan, Media Penyiaran : 2005 ; ibid Morissan, Media Penyiaran : 2005 ; ibid
10
19 mana fasilitas media elektronik tersebut tersedia—listrik, TV atau radio—dan ini mempengaruhi pada pola transmisi media elektronik tersebut.11 Namun seiring perkembangan teknologi dan perkembangan kebudayaan masyarakat, televisi menjadi media massa yang paling efektif dimana inovasi terpenting yang disajikan televisi adalah: mampu menyajikan komentar atau pengamatan langsung pada saat suatu kejadian berlangsung.12 Televisi terus berkembang hingga pada pergantian millenium. Industri penyiaran dunia mengalami perubahan yang menggemparkan dan tak ada bandingannya. Suatu jalinan perubahan yang berkaitan satu sama lain, dari digitalisasi informasi sampai pengembangan jaringan elektronik global, dari peningkatan dramatis kemampuan komputer dan kapasistas band-width (jalur gelombang) sampai munculnya internet tengah berlangsung dan bergabung mengubah dunia industri media untuk selamanya. Sejak kelahirannya, penyiaran televisi merupakan contoh klasik dari ‘barang publik’ dengan sektor pembiayaan yang khas dan pengaturan yang khusus. Industri tersebut secara tradisional ditandai oleh ruang kegiatan yang stabil dan berlingkup nasional, yang dibatasi oleh peraturan, pasar yang cenderung oligopolistik, proses-proses yang berakar pada teknologi yang mapan dan budaya organisasional yang kuat yang diturunkan dari pertemuan berbagai pengaruh profesional, nasional dan perorangan, dan pemirsa yang memahami dengan jelas peranan mereka dalam proses penyiaran.13 Sejak akhir 1980-an dan seterusnya, serangkaian peristiwa, termasuk liberalisasi pasar, pengenalan teknologi transmisi baru, dan sikap sosial yang
11
Astrid S Susanto, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek: 1988 ; 31. Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa: 1996 ; 16. 13 Lucy Kung-Shankleman, Inside BBC and CNN: 2003 ; 1-2. 12
20 berubah, telah memicu dimulainya restrukturisasi Industri. Kung-Shangkleman menyebut, perubahan itu berakibat pada ciri-ciri siaran televisi yang telah berubah. Penyiaran berubah menjadi sistem yang sepenuhnya berorientasi pasar. Kini penyiaran bukan lagi contoh barang publik yang menonjol tetapi barang dagangan biasa yang harus bersaing memperebutkan konsumen—dalam hal ini pemirsa—seperti barang dagangan lainnya.14
2.2.2 Pengaruh Televisi Sebagaimana disebutkan di atas pada bagian bab ini, televisi telah menjadi sumber umum utama dari sosialisasi dan informasi sehari-hari dari populasi heterogen yang lainnya. Pola berulang dari pesan-pesan dan kesan yang diproduksi massal dari televisi membentuk arus utama dari lingkungan simbolis umum. Sejumlah penelitian dan survey memperlihatkan pengaruh buruk televisi. Menurut Baron dan Byrne terdapat tiga fase riset mengenai kultivasi. Pertama adalah fase Bobo Doll, kedua adalah fase penelitian laboratorium dan ketiga adalah fase riset lapangan.15 Fase pertama dirintis oleh Bandura dan kawan-kawannya yang mencoba meneliti apakah anak-anak yang melihat orang dewasa melakukan tindakan agresi juga akan melakukan agresi sebagaimana yang mereka lihat. Seratus anak-anak setingkat taman kanak-kanak dibagi ke dalam empat kelompok, dengan kesepakatan yang berbeda. Satu kelompok pertama melihat seorang dewasa menyerang boneka balon Bobo Doll sambil berteriak garang, “Hantam! Sikat hidungnya!”. Kelompok kedua dari anak-anak tersebut melihat tindakan yang sama dalam film berwarna pada pesawat televisi. Kelompok ketiga juga melihat 14 15
Lucy Kung-Shankleman, ibid. ibid
21 adegan film televisi, namun yang tidak menampilkan adegan kekerasan. kelompok terakhir, sama sekali tidak diberi akses menonton adegan kekerasan sama sekali. Setelah treatment tersebut setiap anak diberikan waktu untuk bermain selama 20 menit sembari diamati melalui kaca yang tembus pandang. Di ruangan bermain disediakan Bobo Doll dan alat-alat permainan lainnya, dan terbukti kelompok pertama dan kedua melakukan tindakan agresif, sebanyak 80 – 90 persen dari jumlah kelompok tersebut. Fase kedua penelitian kultivasi yang mencoba mengganti obyek perilaku agresif secara lebih realitis, yaitu bukan lagi boneka plastik melainkan manusia. Adegan kekerasan diambilkan dari film-film yang dilihat para remaja yaitu film serial televisi The Untouchtables. Liebert dan Baron, yang melakukan penelitian generasi kedua ini di tahun 1972, membagi para remaja menjadi dua kelompok yaitu kelompok pertama melihat film The Untouchtables yang berisi beragam adegan kekerasan, dan yang kedua melihat adegan menarik dari televisi tapi tidak dibumbui adegan kekersan sama sekali. Kemudian mereka diberi kesempatan untuk menekan tombol merah yang dikatakan dapat menyakiti remaja yang berada di ruangan lain. Ternyata kelompok pertama lebih banyak dan lebih lama menekan tombol merah daripada kelompok kedua. Fase ketiga dilakukan Layens dan kawan-kawan di Belgia tahun 1975. Perilaku agresif diamati pada situasi ilmiah bukan di laboratorium dan dengan jangka waktu yang lama, kegiatan obyek yang diteliti juga tidak diganggu sama sekali. Mereka dibagi kedalam dua kelompok, dimana kelompok pertama menonton lima film berisi adegan kekerasan selama seminggu dan kelompok kedua menonton lima film tanpa adegan kekerasan. Selama seminggu itu pula
22 perilaku mereka diamati secara intens dan ternyata kelompok pertama lebih sering melakukan adegan kekerasan.16 Sebuah survey Cause and Violent Effect oleh Barbara Hattemer yang juga menguji hal ini membuktikan 65 persen anak lelaki dan 47 persen anak perempuan percaya, pada dasarnya perempuan secara diam-diam menginginkan tidur bersama lelaki yang dipacarinya setelah pacaran selama enam bulan.17 Peran semacam ini muncul sejak tayangan berita-berita kriminal marak di stasiun televisi, termasuk di Indonesia. Acara televisi pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi, dan perasaan para penonton. Jack Lyle, Direktur Institut Komunikasi East West dari Hawaii menyebutkan televisi sebagai agent of displacement. Dijelaskannya di Amerika Serikat, televisi menggantikan kebiasaan menonton bioskop. Sedangkan di Indonesia, media yang diambil alih adalah radio dan surat kabar. Kemajuan teknologi juga berimbas kepada kebutuhan yang adaptif dari pemirsa di Indonesia untuk memperoleh informasi yang baku yang bisa didengar dan dilihat seperti melihat dari dekat sebuah peristiwa. Fungsi pemberitaan televisi selain membawa dampak positif berupa kebutuhan akan informasi yang terpenuhi juga memiliki dampak buruk bagi pemirsa. Kesimpulannya bahwa pemirsa televisi dengan klasifikasi usia anak-anak cenderung menirukan adegan maupun kalimat sarkastis yang muncul pada jenis tayangan drama, film, iklan, berita, dan acara lainya. Pengaruh televisi terhadap sistem komunikasi tidak lepas dari pengaruh terhadap aspek-aspek kehidupan pada umumnya. . 16 17
Fajar Junaedi; ibid Bimo Nugroho, Dead Media Society, 2005: 101.
23 2.3 Divisi Pemberitaan Sebagai Bagian Organisasi Televisi 2.3.1 Organisasi Pemberitaan Istilah organisasi berarti membentuk sebagai atau menjadi keseluruhan dari bagian-bagian yang saling bergantungan atau berkoordinasi. Secara harfiah organisasi berarti paduan dari bagian-bagian yang satu sama lainnya saling bergantungan. Evert M Rogers dan Rekha A Rogers menyebut organisasi sebagai, sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui suatu jenjang kepangkatan dan pembagian tugas. Organisasi dianggap juga sebagai sarana. Bernard Rosenblatt, Robert Bonnington, dan Berverd E Needles, Jr mendefinisikan sebagai sarana dimana manajemen mengoordinasikan sumber bahan dan sumber daya manusia melalui pola struktur formal dari tugas-tugas dan wewenang. Organisasi berkaitan dengan komunikasi dimana organisasi terdiri dari sejumlah
orang,
kemudian
ia
melibatkan
keadaan
saling
bergantung,
ketergantungan memerlukan koordinasi dan koordinasi mensyaratkan komunikasi. Sebagai bagian dari komunikasi massa, stasiun televisi tentunya juga memilki organisasi.18 Penulis kembali mengemukakan prinsip dasar komunikasi massa yang kedua yakni, Komunikator pada komunikasi massa melembaga: media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga, yakni suatu institusi atau organisasi. Oleh karena itu komunikatornya melembaga. Dalam bertindak dan menyebarluaskan pesan, komunikator bertindak atas nama lembaga terkait dengan kebijakan media massa yang diwakilinya. Konsekuensinya, perannya ditunjang oleh orang-orang lain. 18
Lucy Kung-Shankleman, opcit.
24 Dari hal dasar tersebut, secara umum, pertimbangan utama dalam menyusun struktur organisasi stasiun televisi biasanya ditentukan oleh skala siaran stasiun televisi itu, apakah bersifat nasional atau lokal. Namun, perkembangan industri pertelevisian di Indonesia menciptakan pola yang khas bagi organisasi televisi yang ada. Hampir semua stasiun televisi Indonesia—minus televisi kabel— memiliki jenis struktur organisasi yang sama, dimana ada tiga bagian atau divisi besar yakni: divisi operasional, divisi pemberitaan, divisi keuangan, sumberdaya manusia dan pemasaran. Pilihan pemrograman secara heterogen ini merupakan pergeseran dari paradigma badan-badan penyiaran umum. Divisi operasional bertugas untuk merencanakan pola siaran yang akan disiarkan, melakukan penjadualan acara siaran serta pembelian program. Divisi ini juga merencanakan dan merumuskan hingga melaksanakan program yang bersifat in-house production seperti program kuis, drama dan non drama. Divisi ini juga mempersiapkan dan melaksanakan teknis siaran mulai dari post production hingga siaran. Divisi keuangan, sumberdaya manusia dan pemasaran bertugas untuk melakukan promosi, penjualan dan pemasangan iklan. Pengaturan keuangan dan perekrutan sumberdaya manusia untuk keperluan organisasi secara keseluruhan. Departemen Pemberitaan pada sebuah stasiun televisi biasanya menjadi pusat pengeluaran terbesar stasiun TV. Bagian pemberitaan (news programme) sebagai salah satu unit dalam stasiun televisi memiliki struktur dan sifat yang tidak sama dengan unit lainnya. Perbedaan itu terletak pada pola kerja yang tidak sama dengan bagian lainnya. Pada umumnya, struktur divisi pemberitaan stasiun televisi terdiri dari sejumlah jabatan mulai dari Reporter, juru kamera, koordinator liputan, produser,
25 eksekutif produser dan direktur pemberitaan. Fungsi setiap orang itu seperti mata rantai atau bagian dari mata rantai yang panjang. Morissan membagi beberapa fungsi kerja dari unit pemberitaan televisi.19 Jabatan tertinggi unit ini dipegang oleh Direktur Pemberitaan yang bertugas dan bertanggungjawab secara keseluruhan isi berita sebuah stasiun televisi.Direktur pemberitaan juga harus memiliki akses langsung dengan pemimpin atau pemilik stasiun televisi sehingga dia memiliki keputusan untuk membatalkan suatu acara yang dijadwalkan demi siaran langsung suatu peristiwa yang sangat penting. Dibawah direktur pemberitaan, produser eksekutif memegang peranan penting dalam program berita sebuah stasiun televisi. Dia bertanggungjawab terhadap penampilan jangka panjang program berita secara keseluruhan. Tugastugasnya diantaranya: memikirkan setting, dekor, latar belakang atau tampilan sebuah program berita yang akan menjadi ciri khas program berita stasiun televisi tersebut. Dia harus memikirkan cara untuk memperbaiki mutu program dan peringkat acara (rating) agar tetap baik. Penanggung jawab sebuah program berita adalah Produser. Produser akan memutuskan berita-berita apa saja yang akan disiarkan dalam program beritanya, berapa lama durasi suatu berita dapat disiarkan, format berita yang digunakan. Dalam stasiun televisi berskala nasional biasanya memiliki program berita reguler lebih dari tiga kali penayangan. Masing-masing program berita itu dipimpin oleh satu atau beberapa orang produser. Citra stasiun televisi biasanya sangat ditentukan oleh pembawa berita atau presenter atau sering disebut juga anchor. Kredibilitas presenter dapat menjadi
19
Morissan, Jurnalistik Televisi Mutakhir: 2004; 275-284.
26 aset penting suatu stasiun televisi. Di negara maju, memilih penyiar berita adalah sama pentingnya dengan memilih acara yang hendak diproduksi. Selain itu, jabatan lain yang tak kalah pentingnya adalah pengarah program atau programme director. Dia adalah orang yang bertanggungjawab secara teknis atas kelancaran suatu acara stasiun televisi. Kedudukan pengarah program terkait langsung dengan penampilan suatu program berita pada saat ditayangkan atau on air. JB Wahyudi membagi organisasi dalam pusat pemberitaan penyiaran dalam tiga bagian utama: pertama, kebijakan pemberitaan; kedua, redaksi pemberitaan dan;ketiga, studio pemberitaan.20 Bagian kebijakan pemberitaan adalah pembuat kebijakan siaran karya jurnalistik dan bertanggungjawab atas pengelolaan perencanaan, produksi, dan penyelenggaran siaran. Bagian ini merupakan forum para pemimpin pengelola siaran karya jurnalistik yang bertanggungjawb kepada pemimpin tertinggi organisasi penyiaran. Bagian kedua adalah redaksi pemberitaan atau news room. Bagian ini merupakan bagian operasional yang didalamnya terdapat unit-unit kerja fungsional. Unit kerja fungsional didukung oleh tenaga-tenaga profesional seperti produser, reporter, juru kamera, penyunting, juru lampu, juru suara, penyiar, pengarah acara, pustakawan, dan lain-lain. News Room dipimpin oleh seorang pemimpin redaksi yang dibantu oleh wakil pemimpin redaksi. Bagian ketiga adalah studio pemberitaan dimana penyiaran karya jurnalistik atau pemberitaan dilakukan disini. Penanggungjawab kelancaran siaran kerja jurnalistik 20
di
studio
pemberitaan
adalah
pengarah
JB Wahyudi: Dasar-Dasar Jurnalistik Radio dan Televisi;99-103
acara.
Sedangkan
27 tanggungjawab isi siaran tetap ada pada penanggung jawab redaksi atau pemimpin redaksi. Selain itu, struktur organisasi stasiun pengelola harus mampu mendukung kecepatan dan kepraktisan kerja, tetapi mekanisme kontrol tetap terjamin. Dengan melihat keunikan dan kekhasan struktur unit pemberitaan pada stasiun televisi, benarlah apa yang dikatakan
Peter Harford
bahwa, unit
pemberitaan harus independen, bahkan ia harus independen terhadap pemilik stasiun televisi. Sebab, untuk melaporkan sebuah berita secara akurat dan adil, mereka harus bebas dari tekanan baik ekonomi atau politik. Jurnalis harus bisa melaporkan sebuah pemberitaan tanpa kuatir terhadap apa yang mereka laporkan.21 Independensi pemberitaan stasiun televisi dan media penyiaran pada umumnya akan menjadi patokan yang sangat bagus mengangkat citra stasiun televisi di mata masyarakat. Penulis Inggris, Anthony Howard dalam artikelnya di Sunday Times, 16 April 1995 mencontohkan betapa independennya BBC dalam siaran pemberitaannya baik radio maupun televisinya. Disebutnya, “Alasan mengapa para perdana menteri, dari aliran apapun juga selalu merasa tersinggung terhadap BBC adalah karena di mata mereka, BBC mewakili benteng yang kuat, yang tidak terpilih melalui pemilihan umum dalam suatu negara demokrasi…. suatu institusi sentralis yang otokratis, yang tidak terlalu mudah dimanipulasi.”22 Dengan independensi yang kuat dari para pengelola Reportase Sore TRANS TV, menjadikan saluran berita itu menjadi pilihan bagi para pemirsa televisi di Indonesia. Tak heran saluran berita tersebut berdasarkan pemeringkatan yang dibuat oleh AC NIELSEN selalu menduduki peringkat atas rating pemirsa.
21 22
Peter Harford So You Want to Run a TV Station , Media Development Loan Fund: 2000;72. Lucy Kung-Shankleman, Inside BBC and CNN: 2003; 149.
28 2.3.2 Berita Televisi Berita adalah uraian tentang peristiwa/fakta dan atau pendapat yang mengandung nilai berita, dan yang sudah disajikan melalui media massa periodik. Semua berita adalah informasi, tetapi tidak semua informasi adalah berita.23 Prinsip dasar jurnalisme adalah fakta. Dalam fakta harus mengetahui, siapa pelaku peristiwa, peristiwa apa yang terjadi, dimana peristiwa itu berlangsung, kapan peristiwa itu terjadi, mengapa peristiwa itu terjadi, dan bagaimana peristiwa itu terjadi. Itulah syarat mutlak dalam kaidah jurnalistik yang disebut 5W+1H (Who, What, Where, When, Why and How). Masyarakat membutuhkan berita untuk medapatkan informasi tentang peristiwa-peristiwa yang dapat mempengaruhi kehidupan mereka. Masyarakat diberdayakan dengan informasi yng disampaikan. Dengan informasi iu pula masyarakat menjadi lebih paham dalam menangani masalah kehidupan. Berita pada dasarnya bukan sekedar informasi, tetapi hal yang paling penting di dalamnya adalah berupa ide dan fakta. Morissan menyebutkan secara umum berita yang pantas disajikan kepada audience adalah yang memiliki news value atau nilai berita. 24 Nilai berita diartikan sebagai nilai penting atau menarik atau gabungan keduanya bagi penonton TV. Peristiwa yang memiliki nilai berita, misalnya mengandung konflik, bencana dan kemajuan, dampak, kemasyhuran, segar dan kedekatan, keganjilan, human interest, seks dan aneka nilainya. Untuk membangun daya nilai berita, dibutuhkan indera warta dalam jati diri wartawan. Karenanya wartawan haruslah pandai :
23 24
JB Wahyudi: Dasar-Dasar Jurnalistik Radio dan Televisi;27 Morissan, Jurnalistik Televisi Mutakhir: 2004:29.
29 1. Mengenal berita diantara berbagi fakta yang dijumpai sehari-hari 2. Tahu dimana tempat untuk mencari fakta-fakta berita 3. dalam menulis berita, pandai memilih bagian mana yang akan ditonjolkan dan bagian mana yang tidak. 4. membuang bagian-bagian yang tidak diperlukan dan bagian-bagian yang remeh25 Stasiun
televisi
dalam
menayangkan
program
berita
harus
mempertimbangkan unsur kelayakan berita. Layak atau tidakkah berita tersebut diangkat atau disiarkan. Untuk menghasilkan sebuah berita yang menarik, harus memahami unsur yang terdapat dalam berita. Unsur-unsur yang harus terdapat dalam berita26: 1. Berita haruslah baru. Unsur baru adalah yang terpenting bagi sebuah berita. Berita yang hangat akan menarik perhatian pemirsa daripada berta yang sudah agak lama atau berita basi. Baru dimaksudkan pemirsa dalam arti relatif, yaitu bahwa pemirsa untuk pertama kalinya mengethui adanya fakta baru. 2. Jarak (jauh dekatnya) lingkungan yang terkena berita. Jarak terjadinya suatu berita dengan tempat yang diublikasikan mempunyai arti penting. 3. Penting tidaknya orang diberitakan. Segi penting atau terkenal tidaknya seseorang, mempunyai pengaruh terhadap nama itu.
25 26
Djafar Assegaf: Jurnalistik Masa Kini pengantar ke Praktek Kewartawanan: 24-25 ibid
30 4. Keluarbiasaan (keanehan). Sesuatu yang aneh dan luar biasa selalu menarik perhatian orang. 5. Akibat yang mungkin ditimbulkan oleh berita. Dalam hubungan manusia egosentris, maka sesuatu yang langsung akan memberikan akibat kepada dirinya akan menarik perhatian. 6. Ketegangan yang akan ditimbulkan oleh berita. Berita-berita kejahatan yang misterius, akan menimbulkan ketegangan kepada pemirsa untuk mengetahui akhirnya atau keterangan lebih lanjut maka pemirsa dirangsang oleh rasa ketegangan. 7. Pertentangan (konflik) yang terlihat dalam berita. Pertentangan antara satu dengan yang lainnya selalu menrik perhatian pemirsa. 8. Seks yang ada dalam pemberitaan. Seks selalu menjadi berita yng menarik, jadi unsur seks menambah nilai berita dan menarik pemirsa. 9. Kemajuan-kemajuan yang diberitakan. Kemajuan dalam ilmu pengetahuan, pengobatan, atau penjelajahan laur angkasa semuanya menarik perhatian pemirsa. 10. Emosi yang ditimbulkan berita. Manusia sebagai makhluk, sangat dipengaruhi emosi, diantara emosi itu adalah simpati. Simpati yang ditimbulkan oleh suatu berita selalu menarik pemirsa. 11. Humor yang ada dalam berita. Humor merupakan unsur berita yang penting dan menarik pemirsa.
31 Jenis berita beragam, adapun berdasarkan tehnik penulisan yang digunakan di program Reportase Sore TRANS TV antara lain: A.
Hard News Prinsip Hard News lebih mengutamakan nilai berita yang aktual, signifikan, dan punya magnitude. Hard News lebih menempatkan setiap kejadian di lapangan dilihat dari nilai berita dan relevansinya dengan kepentingan masyarakat luas. Asumsinya masyarakat perlu diberi sajian informasi yang jelas, cepat, ringkas yang menonjolkan aspek-aspek untuk dapat diketahui masyarakat, dengan dampak positif atau negatif yang menyangkut kepentingan hidup masyarakat secara luas.
B. Soft News Soft News adalah salah satu jenis berita yang lebih mengutamakan aspek nilai berita yang menarik dan manusiawi. Orientasi softnews adalah menghibur, mengisi kebutuhan atau kepuasan psikologis. Namun tidak menutup kemungkinan berisi kritikan, kontrol sosial yang disajikan dengan cara sentilan. C. Feature Berbagai jenis tulisan feature dikembangkan oleh Reportase Sore TRANS TV. Secara umum feature dibagi dalam berbagai jenis. Luwi Ishwara mengkategorikan feature dalam berbagai jenis: 1.
Bright. Sering disebut brite, yaitu sebuah tulisan kecil yang menyangkut kemanusiaan, biasanya ditulis dengan gaya anekdot dengan klimaks di akhir cerita.
32 2.
Sidebar. Cerita feature ini mendampingi atau melengkapi suatu berita utama.
3.
Feature Layanan atau Service Feature. Ini adalah cerita tentang “bagaimana caranya” (how to).
4.
Wawancara. Feature ini ditulis atau diudarakan dengan format tanya jawab dari tokoh atau selebritas.
5.
Untaian mutiara. Dalam dunia broadcasting seringkali diterapkan untuk tema yang bersifat umum. Misalnya wawancara dengan beberapa orang yang ditemui di jalan.
6.
Narasi. Narasi adalah bagian dari feature bagai cerita pendek yang berisikan materi faktual. Narasi bisa diterapkan untuk penulisan jenis feature lainnya.27
Berita televisi adalah media yang kompleks, tidak seperti radio atau media cetak. Pemirsa harus bergulat dengan gambar yang bergerak dengan cepat dan suara sebagai tambahan bagi informasi faktual yang disampaikan dalam bentuk narasi atau ucapan sumber berita. Sumber berita adalah asal mula berita itu muncul. Adapun sumber berita meliputi : 1. Narasumber: biasanya memiliki latar belakang yang tidak sama. Narasumber yang akan diwawancarai secara garis besar dapat digolongkan ke dalam empat kelompok besar jika dilihat dari kepentingan yang mereka wakili, yaitu pemerintah atau penguasa, kelompok ahli atau pakar dan pengamat, orang terkenal atau artis serta masyarakat biasa.28 2. Catatan harian redaksi; 27 28
Luwi Ishwara, Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar : 2005; 61-65. Morissan, Jurnalistik Televisi Mutakhir: 2004;45
33 3. Files atau kliping dan kepustakaan; 4. Radio darurat (Orari, Kepolisian dan lain-lain); 5. Lembaga Swadaya Masyarakat; 6. Oposisi; 7. Siaran langsung (reportase) radio dan televisi; 8. Pengumuman pemerintah; 9. Pernyataan pers dari humas 10. Koresponden atau freelance; 11. Jaringan radio atau televisi Berita televisi selalu menempatkan sumber berita pada awal kalimat, karena naskah televisi selalu menggunakan kalimat aktif. Atribusi harus menyebutkan jelas: 1. Mengungkapkan opini seseorang 2. Mengungkapkan
informasi
yang
tidak
disaksikan
sendiri
(meragukan) 3. Informasi dari orang lain
2.4. Proses Produksi Televisi. Setiap proses produksi sangat berkaitan dengan produktivitas. Untuk meningkatkan produktivitas, perusahaan akan menerapkan strategi tertentu. Fungsi ini akan berperan dengan baik jika strategi yang tepat diterapkan oleh perusahaan. Sedangkan kunci utama untuk memproduksi atau membuat program adalah ide atau gagasan. Dengan demikian setiap program selalu dimulai dari ide atau gagasan. Gagasan atau ide inilah yang kemudian diwujudkan dalam produksi.
34 Pada stasiun televisi, program yang biasanya diproduksi sendiri adalah program yang terkait dengan berita atau informasi. Penulis akan membatasi penelitian pada program yang diproduksi sendiri atau In-house Production yang umumnya adalah program berita. Dengan alasan itu, departemen pemberitaan pada sebuah stasiun televisi biasanya paling sering menggunakan studio.29 Bagian pemberitaan televisi tidak dapat bekerja sendiri atau hanya mengandalkan reporter dan juru kameranya sendiri dalam mencari berita. Bagian pemberitaan juga mencari informasi dari sumber utama lainnya seperti wire. Stisun televisi juga menggunakan video amatir dalam produksi televisi. Secara umum, filosofis kerja di pusat pemberitaan, termasuk pusat pemberitaan televisi adalah cepat, dinamis, dan profesional sesuai dengan sifat jurnalistik yang mengutamakan kecepatan, sehingga JB Wahyudi membagi mekanisme kerja di pusat pemberitaan televisi sebagai berikut:
NEWS DIRECTOR
NEWS POLICY (kebijakan, Misi, Fungsi, Tugas dan Tujuan Pusat Pemberitaan televisi) BOARD OF DIRECTOR TELEVISION NEWS CENTER
NEWS ROOM Penanggung jawab Eksekutif Produser
NEWS STUDIO Penanggung jawab Technical Director
Bagan I 29
Morissan, Media Penyiaran: 2005; 266-268.
35
Di dalam bagian News Room akan ada Editor atau Produser, Reporter, Juru Kamera, penyunting visual, pengatur naskah, pembaca berita sering disebut presenter atau anchor. Sedangkan di bagian news studio ada penata lampu, penata suara, juru kamera, teleprompter, switcher, VTR/VCR Operator serta Telecine Operator. Jembatan penghubung keduanya adalah Pengarah Acara. Dalam bidang pemberitaan, strategi memberikan peran yang sangat penting untuk memacu produktivitas pekerja sehingga bisa menghasilkan keuntungan maksimal. Kunci utama dari penerapan strategi adalah komunikasi. Pemimpin pusat pemberitaan penyiaran, baik radio maupun televisi, harus merupakan seorang yang menguasai ilmu jurnalistik dan mengetahui perkembangan ideologi, politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan secara umum. Secara garis besar, dalam memproduksi sebuah siaran pemberitaan televisi, dibutuhkan strategi.
2.5. Strategi dan Kebijakan Redaksi Televisi 2.5.1 Pengertian Strategi. Strategi memiliki banyak definisi. Untuk memperjelas definisi strategi, sebagian orang mencoba membedakan antara strategi dan taktik, yaitu strategi sebagai cara-cara untuk mencapai tujuan jangka panjang, sedangkan cara-cara untuk mencapai tujuan jangka pendek disebut taktik. Kata “strategi” berasal dari adopsi bahasa Yunani “strategia” yang berarti kepemimpinan. Strategi adalah pilihan tentang apa yang ingin dicapai oleh
36 organisasi di masa depan (arah) dan bagimana cara mencapai keadaan yang diinginkan tersebut (rute).30 Pakar manajemen Robert S. Kaplan dan David P. Norton mendefinisikan strategi sebagai sebuah rencana yang komprehensif yang mengintegrasikan segala sumberdaya dan kemampuan yang mempunyai tujuan jangka panjang untuk memenangkan kompetisi.31 Konsep strategi ini secara historis memang berasal dari militer, seperti yang diungkapkan oleh Von Neumon dan Morgenstren dalam tulisannya “Theory of Games” yang mengandung teori dan konsep strategi. Dari sinilah konsep tersebut kemudian di aplikasikan kedalam dunia bisnis dan dunia kehidupan lainnya seperti politik. Thomas Schelling mengembangkan study dengan judul “The Strategy of Conflict” yang mengungkapkan berbagai unsur strategy yang umum ditemui dalam berbagai aspek kehidupan dalam situasi kompetitsi. Dalam perkembangan selanjutnya terutama dalam era globalisasi strategi merupakan manajemen instrumen yang ampuh dan tidak dapat dihindari, tidak hanya untuk bertahan dan memenangkan persaingan tapi juga untuk tumbuh dan berkembang. Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan. Namun untuk mencapai tujuan tersebut stategi tidak berfungsi sebagi peta jalan yang hanya menunjuk arah, tetapi juga harus menunjukkan taktik operasionalnya.32 Strategi secara umum adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok untuk memenangkan sebuah persaingan. Bruce Pandolfini seperti dikutip Rheinald Kasali, mengibaratkan strategi adalah permainan catur, jeli 30
Tedjo Tripomo, S.T.M.T, dan Udan: Manajemen Strategi; 2005: 18 Robert S. Kaplan dan David P. Norton, Strategy Maps: 2004. 32 Rhenald Kasali, Perkuat Strategi & Filosofi, Menangkan Persaingan, Suara Pembaruan: 14 Januari 2004. 31
37 memanfaatkan peluang serta kemampuan mengambil keputusan di saat yang tepat.33 Melakukan strategi komunikasi adalah kunci efektifitas promosi. Kesimpulannya strategi merupakan keseluruhan tindakan yang mengandung cara komprehensif dan integrative yang dapat dijadikan pegangan untuk bekerja, berjuang dan berbuat guna mencapai sasaran. Strategi juga berlaku untuk perusahaan media. Untuk mencapai target sasaran yang diharapkan oleh perusahaan, redaksi pemberitaan yang menjadi bagian organisasi pemberitaan memiliki tanggungjawab penuh untuk mempertahankan program berita yang dimilikinya. Dalam menayangkan berita, redaksi TRANSTV memiliki strategi berbeda dengan kebanyakan stasiun televisi lain, Perbedaan itu terlihat dalam salah satu program beritanya Reportase Sore, adapun perbedaan itu antara lain meliputi: 1. Kemasan berita Dalam mengemas berita, Reportase Sore cenderung mengutamakan tehnik penulisan softnews dan ficer untuk menarik minat pemirsanya, yang memiliki segmentasi perempuan. 2. Sudut pandang (angle) Sudut pandang yang digunakan untuk mendekatkan pemirsanya, redaksi Repotase Sore selalu berusaha mengangkat peristiwa dari kaca mata pelaku peristiwa (personalisasi). 3. Naskah berita dibuat sederhana Agar memudahkan pemirsa untuk mencerna isi berita, Redaksi Reportase Sore menggunaan pemilihan kalimat yang singkat dan sederhana.
33
Robert S. Kaplan dan David P. Norton, Strategy Maps: 2004.
38
4. Mengutamakan gambar dramatik dan dinamis Pada tiap pembuka suatu berita, redaksi memilih gambar yang dramatik dan dinamis. Dramatik misalnya pelaku peristiwa menangis, histeris, marah serta bentuk emosi lainya baik bersifat positif maupun negatif. Hal ini digunakan sebagai penarik minat pemirsa. Sementara itu gambar bersifat dinamis isalnya dalam unjuk rasa terdapat adegan dorongdorongan ataupun menjebol pagar maka gambar itu digunakan untuk pembuka suatu naskah berita. Dalam mempertahankan programnya, langkah-langkah itulah yang diambil untuk membedakan program berita Reportase Sore dengan acara berita lainya, disamping agar selalu diminati oleh audiensnya. Semakin banyaknya minat audiens untuk menonton tayangan suatu program acara, maka semakin tinggi rating dan share program acara tersebut. Hal ini sangat berpengaruh akan besarnya minat pengusaha iklan untuk memasang iklan produk perusahaannya di sebuah stasiun televisi. Hingga penelitian ini dilakukan, iklan masih menjadi sumber dana utama bagi sebuah stasiun televisi.
2.5.2 Strategi dan Kebijakan Redaksi Televisi Sebagai Alat Komunikasi kepada Pemirsa Penyusunan strategi sebuah media massa biasa berkaitan dengan kebijakan lembaga media massa tersebut. Penulis ingin menyampaikan televisi adalah bagian penting dari strategi komunikasi massa yang efektif. Sebagai bagian itulah, strategi komunikasi massa seringkali dikaitkan dengan propaganda.
39 Televisi yang mengkhususkan dirinya dalam program pemberitaan—di Indonesia baru Metro TV—biasanya akan dengan sangat mudah dijadikan sebagai alat propaganda. Bentuk propaganda di media massa termasuk televisi dengan sekian banyak program (variety show) biasanya dimasukan ke dalam propaganda terbuka atau propaganda putih. Dalam propaganda jenis ini sumbernya jelas disebutkan seperti bentuk dasar dari sebuah berita yang harus berdasarkan fakta. Media massa dimanapun berada akan disegani oleh komunikannya atau audience jika berita yang disajikannya mengandalkan liputan yang berimbang atau cover both side. Sebagai jurnalis, ada beberapa ciri khas dasar agar berita yang dimuatnya bisa diterima oleh audience. Tom Friedman dari New York Times mengatakan bahwa sikap skeptis adalah ciri khas jurnalisme. Skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah ditipu.34 Ciri lain agar jurnalis bisa dipercaya dalam bekerja adalah bertindak. Wartawan tidak menunggu sampai peristiwa itu muncul, tetapi ia akan mencari dan mengamati dengan ketajaman naluri seorang wartawan. Jurnalisme juga mendorong perubahan. Bill Kovach dan Tom Rosentiel menyebutkan 9 (sembilan) elemen dasar dari jurnalisme dengan tujuan dasar menyediakan informasi yang akurat bagi warga masyarakat agar dengan informasi tersebut mereka dapat berperan membangun sebuah masyarakat yang bebas.35 Dari penelitian terhadap tugas dan pekerjaan wartawan tersebut, mereka menyimpulkan bahwa sekurang-kurangnya ada sembilan prinsip inti jurnalisme yang harus dikembangkan:
34
Luwi Ishwara; Catatan-Catatan Dasar Jurnalisme: 2005; 1. Bill Kovach and Tom Rosentiel, The Elements of Journalism. What Newspeople Should Know and The Public Should Expect; 2001.
35
40 1.
Kewajiban
pertama
jurnalisme
adalah
pada
kebenaran.
Jurnalisme bukan mengejar kebenaran dalam pengertian absolut atau filosofis, tetapi bisa dan harus mengejar kebenaran dalam pengertian praktis. Kebenaran jurnalistik adalah suatu proses yang dimulai dengan disipilin profesional dlam pengumpulan dan verifikasi fakta. 2.
Loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga masyarakat. Bila wartawan harus menyediakan berita tanpa rasa takut atau memihak, maka mereka harus memelihara kesetiaan kepada warga masyarakat dan kepentingan publik yang lebih luas dibanding kepentingan lainnya.
3.
Inti jurnalisme adalah disiplin untuk melakukan verifikasi. Wartawan mengandalkan diri pada disiplin profesional untuk memverifikasi informasi.
4.
Para wartawan harus memiliki kebebasan dari sumber yang mereka liput. Kebebasan adalah syarat dasar dari jurnalisme. Ia menjadi sebuah landasan dari kepercayaan. Kebebasan jiwa dan pemikiran adalah prinsip dasar yang harus dijaga oleh wartawan.
5.
Wartawan harus mengembangkan tugas sebagai pemantau yang bebas terhadap kekuasaan.
6.
Jurnalisme harus menyediakan forum untuk kritik dan komentar publik. Diskusi publik ini bisa melayani masyarakat dengan baik jika mereka mendapatkan informasi berdasarkan fakta, bukan atas dasar prasangka dan dugaan-dugaan.
41 7.
Jurnalisme harus berusaha membuat yang penting menjadi menarik dan relevan. Jurnalisme adalah bercerita dengan satu tujuan.
8.
Wartawan harus menjaga agar berita itu proporsional dan komprehensif. Ia menciptakan sebuah peta bagi warga masyarakat guna menentukan arah kehidupan.
9.
Wartawan itu memiliki kewajiban utama terhadap suara hatinya. Setiap wartawan harus memiliki rasa etik dan tanggungjawab.36
Disinilah kemudian peranan kebijakan redaksi menunjukan keberadaannya dalam memberikan panduan bagi pemirsa untuk memperoleh informasi yang akurat, bertanggungjawab dan menarik untuk mereka. Secara langsung, kebijakan redaksi lewat produk yang dihasilkan menjadi alat komunikasi atau penyampai pesan tentang fakta yang aktual untuk pemirsa. Kebijakan redaksi sebuah stasiun televisi tidak lepas dari rapat redaksi yang mereka agendakan. Stasiun televisi yang memiliki program berita tiga atau empat kali sehari biasanya mengadakan rapat redaksi tiga kali sehari. Dalam rapat, produser acara akan mengemukakan prakiraan susunan berita (rundown) yang akan dibuatnya berdasarkan berita-berita yang telah diperoleh ataupun masih harus dikejar. Susunan berita bersifat fleksibel dan dapat berubah sewaktu-waktu tergantung dari perkembangan berita yang terjadi hari itu.37 Peserta rapat redaksi yang terdiri dari Produser Eksekutif, Produser Acara, Koordinator Liputan, Reporter dan Juru Kamera dalam rapatnya tentu sangat memperhatikan kaidah berita televisi dimana pemirsa harus bisa memahami berita
36 37
Bill Kovach and Tom Rosentiel, ibid. Morissan, Jurnalistik Televisi Mutakhir: 2004: 285.
42 yang disajikan dan tidak bosan sehingga tidak mengubah chanel stasiun televisi hingga berita tersebut tuntas. Berita televisi dan media massa pada umumnya harus menarik pemirsa, pembaca atau pendengar. Untuk televisi, pemirsa akan tetap menonton sebuah stasiun televisi jika berita yang disajikan menarik secara visual dan audio. Menarik secara visual berarti kualitas gambar yang bagus dan hidup. Menarik secara audio berarti paket berita disuarakan secara baik dengan bahasa yang lugas, sound-bite yang sederhana dan renyah. Dalam menyusun pemberitaan, dibutuhkan rundown atau line up. Rundown merupakan daftar berita yang disusun berdasarkan urutan penayangan dalam suatu program berita. Susunan rundown ditentukan dalam rapat redaksi. Pemirsa akan terus menonton program berita televisi jika berita tersebut memiliki dampak langsung kepada pemirsa. Namun tidak semua cerita memiliki dampak langsung bagi pemirsa. Berita televisi yang menarik bagi pemirsa juga bisa terjadi jika menyangkut tragedi, kesedihan, ketakjuban pada sesuatu, simpati, humor, kesucian dan kemarahan.38 Mengacu pada beberapa uraian di atas, maka penulis menarik kesimpulan, program berita televisi akan menjadi komunikan yang efektif jika berita yang disajikan menarik dan memiliki dampak yang luas kepada pemirsa.
38
ABC Paket Berita TV: PJTV-FISIP UI-Internews; 2001:15
43
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Sifat Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Deskriptif berarti penggambaran yang jelas berdasarkan pengumpulan fakta dan bertujuan menemukan generalisasi dari fakta itu, memberikan pengertian tentang fenomena yang ada.1 Pendekatan kualitatif yang dimaksud sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sejalan dengan definisi tersebut, penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.2 Dengan penjelasan tersebut, penulis menghendaki penelitian kualitatif ini memiliki sifat bimbingan penyusunan teori substantif yang berasal dari data. Dengan menggunakan analisis secara induktif, berarti bahwa pencarian data bukan dimaksudkan untuk membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan sebelum penelitian diadakan. Analisis ini lebih merupakan pembentukan abstraksi berdasarkan bagian-bagian yang telah dikumpulkan, kemudian dikelompokkan. Sifat lain dari penelitian kualitatif ini adalah, data yang dikumpulkan berupa kata-kata, hasil wawancara serta bukan angka. Pada tahap awal penelitian, penulis 1 2
Dudung Abdurahman, Metode Penelitian Sejarah; 1999; 53. Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif :2000; 3
44
mengumpulkan data dari artikel media cetak dan buku-buku referensi yang berhubungan dengan materi penelitian. Pada tahap berikutnya, sesuai dengan sifatnya, penulis akan melakukan analisis terhadap hasil wawancara yang dilakukan.
3.2. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Lexy J Moleong (2000) menjelaskan dalam penelitian kualitatif, metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Ciri dari metode kualitatif adalah: pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda; kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan responden; dan ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh besar bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. 3 Dengan penjelasan tersebut, jelas bahwa metode kualitatif berarti juga studi kasus terhadap persoalan yang akan diteliti oleh penulis. Disamping itu paradigma penting dari penelitian kualitatif yang bersifat ilmiah adalah reduksionis. Artinya penulis akan menyempitkan penelitian pada fokus yang relatif kecil atau studi terhadap kasus tertentu. Pilihan penulis untuk menggunakan metode ini karena penulis mencoba menjabarkan data dari sebuah stasiun televisi tentang bagaimana cara mengelola pemberitaan mereka disertai dengan hasil wawancara terhadap para pengelola divisi pemberitaan stasiun televisi tersebut. Hasil wawancara terhadap para pengelola stasiun televisi, akan digunakan sebagai alat analisis untuk menjawab
3
Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif :2000; 5.
45
fenomena atau fakta berupa strategi redaksi pemberitaan TRANS TV dalam menayangkan berita dalam program Reportase Sore bulan Mei 2006.
3.3. Key Informan Penulis akan menjadikan key informan atau nara sumber sebagai sumber informasi yang hasil wawancaranya akan dijadikan sebagai patokan penilaian. Adapun, key informan yang akan dijadikan target wawancara adalah : 1.
Kepala departemen news bulletin and magazines : Gatot Triyanto
2.
Koordinator daerah : Ponco Wijaya
3.
Produser REPORTASE SORE TRANS TV : Dewi Artiwi
4.
Reporter REPORTASE TRANS TV : Tina Talisa, Aulia Rochmi
3.4. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik observasi dan wawancara untuk mendapatkan data primer dan sekunder. 3.4.1. Data Primer Data Primer digunakan sebagai acuan utama untuk pembahasan penelitian ini. Data primer diperoleh dari sejumlah wawancara terstruktur dengan kepala departemen news and bulletin, produser program berita tersebut dan sejumlah reporter TRANS TV. Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data yaitu dimana mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden.4 Wawancara dalam penelitian ini bersifat mendalam atau in depth-interview yaitu dimana wawancara
4
Jallaludin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, Rosdakarya, Bandung:1999:.25.
46
dilakukan terstruktur kepada narasumber dengan stratifikasi yang ketat. Dalam wawancara menggunakan petunjuk umum berupa daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya. Wawancara tidak terstruktur, artinya peneliti bebas mengajukan pertanyaan, dapat beralih dari satu pokok pertanyaan ke pertanyaan lain, tetapi masih tetap berpedoman kepada tema yang akan diteliti. 3.4.2. Data Sekunder Data sekunder penulis peroleh dari sejumlah referensi yang ada baik berbentuk cetakan, audio maupun internet yang berkaitan dengan penelitian penulis.
3.5. Fokus Penelitian Sesuai dengan sifat dan metode penelitian yang telah penulis putuskan, fokus yang akan diamati oleh penulis dalam penelitian ini adalah, Strategi TRANS TV dalam menayangkan berita Reportase Sore pada bulan Mei 2006 (studi kasus pada pemberitaan bencana bulan mei 2006) adapun fokus penelitian dapat dijabarkan: 1.
Perencanaan Peliputan: Fokus penelitian ini akan berkisar kepada bagaimana rapat redaksi di TRANS TV diadakan. Angle atau cara pandang apa yang ditentukan oleh sidang redaksi untuk mengangkat sebuah fakta. Bagaimana pula cara redaksi dalam menugaskan reporter mencari berita.
47
2.
Peliputan Lapangan: Penulis akan mencoba meneliti bagaimana reporter bekerja di lapangan mengumpulkan fakta dan menuliskannya ke dalam bentuk berita.
3.
Penayangan: Fokus penelitian ini adalah bagian terpenting dari penelitian ini. Dalam bagian ini, proses editing naskah dan gambar serta penyajian kepada khalayak dalam bentuk tayangan, akan menjadi ukuran yang sahih terhadap teori yang sudah dipaparkan.
3.6.
Analisis Data Analisa data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke
dalam pola, ketegori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. 5 Dengan kata lain, analisis data merupakan kegiatan yang penulis untuk menyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah untuk diinterpretasikan. Data yang diperoleh dari hasil wawancara akan dikumpulkan dan kemudian dari jawaban yang diperoleh dari hasil wawancara akan dianalisa dan ditarik sebuah kesimpulan yang layak diyakini pertanggungjawaban ilmiahnya. Tujuan dari analisis di dalam penelitian adalah menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya diangkat menjadi teori substantif.6 Proses analisis merupakan usaha untuk menemukan jawaban atas perihal obyek penelitian. Di dalam penelitian ini, penulis membatasi penemuan hingga menjadi data yang terstruktur.
5 6
Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif :2000; 103 ibid; 103
48
Untuk menganalisa data yang telah terkumpul melalui wawancara mendalam (indepth interview), maka cara yang digunakan adalah melalui prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yaitu berupa jawaban lisan dari narasumber yang berkaitan dengan objek penelitian. Penulis juga melakukan penelitian terhadap mekanisme kerja obyek penelitian.
49 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Obyek Penelitian Televisi Transformasi Indonesia atau TRANS TV adalah sebuah stasiun televisi swasta Indonesia, yang dimiliki oleh kelompok usaha PARA atau PARA Group (PT Para Inti Investindo). Kelompok usaha ini dimiliki oleh pengusaha Chairul Tanjung. Selain memiliki TRANS TV, PARA Group juga bergerak di bidang usaha perbankan seperti Bank Mega dan Bank Tugu serta beberapa usaha lainnya. Bentuk usaha TRANS TV adalah perseroan terbatas atau PT dengan nama PT Televisi Transformasi Indonesia. Stasiun ini melakukan siaran pertama kali pada 15 Desember 2001. Memperoleh ijin siaran pada bulan Oktober 1998 setelah dinyatakan lulus dari ujian kelayakan yang dilakukan tim antar departemen pemerintah. Stasiun ini merupakan stasiun televisi swasta ke-8 yang memperoleh ijin mengudara secara nasional di Indonesia. Format siaran televisi staisun ini tidak berbeda dengan staisun televisi swasta lainnya yakni dengan format produksi yang bervariasi seperti news, infotainment dan drama. Pada dasarnya siaran TRANS TV menganut konsep general entertainment, sehigga pemirsa bisa menikmati berbagai tayangan hiburan drama maupun non drama serta tayangan berita. Pada tahun pertama atau 2001, 50 persen tayangan stasiun ini berasal dari luar negeri dan sisanya berasal dari produk lokal. Di akhir tahun 2005 TRANS TV telah memperkuat lini dan jam tayang dengan produksi
50 in-house. Menurut catatan, 67 persen dari acara stasiun ini merupakan produk sendiri atau in house. Dalam profil stasiun ini disebutkan, logo TRANS TV berbentuk berlian, yang menandakan keindahan dan keabadian. Kilauannya merefleksikan kehidupan dan adat istiadat dari berbagai pelosok daerah di Indonesia sebagai simbol pantulan kehidupan serta budaya masyarakat Indonesia. Huruf dari jenis serif, yang mencerminkan karakter abadi, klasik, namun akrab dan mudah dikenali. Seperti perusahaan lainnya, staisiun TRANS TV memiliki visi dan misi perusahaan. Sesuai dengan pembahasaan pada bab sebelumnya, visi dan misi perusahaan memiliki arti untuk menciptakan iklim kompetitif dan pengembangan perusahaan sehingga bisa bersaing dengan kompetitor lainnya. Adapun visi dari TRANS TV adalah: Menjadi televisi terbaik di Indonesia maupun ASEAN, memberikan hasil usaha yang positif bagi stakeholders, menyampaikan programprogram berkualitas, berperilaku berdasarkan nilai-nilai moral budaya kerja yang dapat diterima oleh stakeholders serta mitra kerja dan memberikan kontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan serta kecerdasan masyarakat. Misi dari stasiun televisi ini adalah: Wadah gagasan dan aspirasi masyarakat untuk mencerdaskan serta mensejahterakan bangsa, memperkuat persatuan dan menumbuhkan nilai-nilai demokrasi. Jajaran direksi TRANS TV terdiri dari: Chairul Tanjung selaku Presiden Komisaris. Tokoh televisi berpengalaman Ishadi SK menjabat sebagai Presiden Direktur. Sedangkan jabatan Direktur Keuangan dan Korporat dijabat oleh Dudi Hendrakusuma, Direktur Operasional oleh Wisnutama dan Direktur Pemasaran dan Penjualan oleh Atik Nurwahyuni Sulistiowati. (lampiran 1)
51 TRANS TV dibangun dengan modal investasi sebesar Rp 600 miliar. Dana sebesar itu berasal dari PARA Group sebesar Rp 300 miliar, sisanya berupa pinjaman dana komersial dari Bank Mandiri sebesar Rp 300 miliar. Studio TRANS TV terletak di Jalan Kapten Pierre Tendean kavling 1214A, Jakarta Selatan di atas tanah seluas 2 hektare. Gedung TRANS TV merupakan gedung pertama di Indonesia yang dirancang khusus bagi stasiun televisi. Gedung ini ditanam kabel-kabel termasuk kabel serat optik sepanjang 1.300 meter guna menunjang sistem siaran digital. Gedung ini berdiri dengan sembilan lantai. Lantai pertama digunakan untuk memproduksi program drama dan non drama. Lantai dua diisi oleh ruang kontrol utama, inilah jantung operasi penyiaran TRANS TV. Dibangun dengan teknologi digital penuh, ruang kontrol utama mampu beroperasi nyaris tanpa pita atau tapeless operation. Lantai tiga diisi oleh divisi pemberitaan termasuk studio keempat yang dilengkapi dengan teknologi virtual set, yaitu teknologi pendukung yang digunakan oleh divisi ini untuk menunjang siaran pemberitaan. Lantai empat hingga lantai sembilan diisi oleh divisi lain seperti perpustakaan, produksi, pemasaran, programming serta ruang direksi.1 TRANS TV mulai mengudara secara teknis pada tanggal 22 Oktober 2001 di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi dengan pola teknik selama beberapa jam per hari. Pada 25 Oktober mulai menyiarkan program bertajuk TransTune-in, sekaligus meluaskan jangkauan hingga ke wilayah Bandung dan sekitarnya.
Program
TransTune-in
dikemas
dengan
gaya
radio
untuk
memperkenalkan TRANS TV pada masyarakat. Pada tahap ini dua pembawa acara membawakan kuis interaktif guna memikat calon penonton, sambil 1
Highlight PT Televisi Transformasi Indonesia.
52 menyuguhkan rangkaian video klip. Divisi pemberitaan menyajikan program jelajah yang berisi paket-paket feature. Pada 15 Desember 2001 TRANS TV memulai siaran perdana tepatnya pukul 17.00 WIB dengan mengawali siaran langsung launching dari gedung TRANS TV. Secara berurutan menara-menara pemancar didirikan seperti Jogjakarta, Solo, Semarang, Surabaya dan Medan sehingga memperluas jangkauan siaran ke wilayah-wilayah utama di Indonesia. Penambahan jam siaran secara bertahap mulai dilakukan hingga 1 Maret 2002 saat TRANS TV memulai siaran penuh, yaitu 18 jam sehari pada Senin hingga Jumat. Pada September 2002, TRANS TV mulai mengudara 20 jam setiap hari kecuali hari Sabtu 24 jam nonstop bila ada pertandingan Liga Spanyol. Penambahan jam tayang ini menambah program acara seperti film-film kartun, TRANS Pagi dan program keagamaan Sentuhan Qalbu. Mulai Selasa, 12 Juli 2005 hingga Desember 2005, dikeluarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi No.11/P/M.Kominfo/7/2005 dimana dalam peraturan tersebut diberlakukan pembatasan jam siar hingga pukul 01.00 WIB dan mulai siaran pukul 05.00 WIB. TRANS TV mulai diberlakukannya peraturan itu juga melakukan pembatasan siaran dengan sign-off pukul 02.00 WIB dan sign-on pukul 04.00 WIB. Sedangkan untuk hari Sabtu dan Minggu terkadang tayang non stop atau 24 jam. Siaran TRANS TV dibangun untuk bisa menggunakan teknologi digital penuh, mulai dari tahap pra produksi hingga pasca produksi serta siaran. Tetapi karena sistem penyiaran di Indonesia masih menggunakan sistem analog, keluaran atau output yang bersifat digital, pada menara transmisi diubah menjadi analog.
53 TRANS TV hingga 2006 ini memiliki 30 stasiun transmisi yang tersebar dari Deli Serdang di Sumatera Utara hingga di Ternate Selatan, Maluku Utara. Sebagai stasiun televisi yang berusia muda, TRANS TV berkembang sangat pesat. Sejumlah penghargaan diraih oleh stasiun televisi ini diantaranya: 1.
ASIAN TELEVISION AWARD 2004 Kategori Best Reality Program Dunia Lain - Lawang Sewu dan Nominasi Best Music Programme Diva Dangdut Nirwana.
2.
FOR ALL NATION (FAN) CAMPUS pada Oktober 2004 Kategori Media Elektronik Peduli Narkoba
3.
Penghargaan dari Majalah Periklanan CAKRAM pada 2003 Kategori Televisi Terbaik.
4.
MAJELIS ULAMA INDONESIA Anugerah Syiar Ramadhan 1424H Kategori Siaran Menjelang Buka Puasa Penghargaan III
5.
Penghargaan dari Majalah Periklanan CAKRAM pada 2002 Kategori Media Pendatang Potensial.
6.
MAJELIS ULAMA INDONESIA Anugerah Syiar Ramadhan 1423H Kategori Siaran Pendukung Suasana Ramadhan Terpuji.2
Selain penghargaan diatas, divisi news TRANS TV juga meraih ISO 9001: 2000. Penghargaan ISO ini berarti 14 program news yang diproduksi oleh Divisi News
TRANS
TV
memperoleh
standar
internasional
untuk
prosedur
pemberitaannya. TRANS TV menjadi stasiun TV pertama di Indonesia yang seluruh program News-nya meraih ISO 9001: 2000. Penghargaan ini dinilai oleh lembaga pemeringkat internasional ini mencakup tujuh prosedur dalam proses operasi Divisi News. Perolehan ini bermakna, proses pendokumentasian segala 2
http://www.transtv.co.id/
54 sesuatu yang berhubungan dengan News (naskah, kaset, rundown, sound-effect, notulensi rapat, dll) di Divisi News TRANS TV sudah mengikuti standar internasional. Sebelum ini, Liputan 6 SCTV sudah lebih dulu meraih predikat serupa. Namun, baru mencakup satu program news saja (Liputan 6), belum mencakup seluruh program News di SCTV. Divisi News TRANS TV adalah juga Divisi News yang terbanyak memberikan kontribusi jam tayang bagi stasiunnya dibandingkan TV-TV swasta lain kecuali Metro TV yang spesialis TV berita. Yakni, 40 jam 30 menit per minggu.3 Keberhasilan
stasiun
televisi
TRANS
TV
memperoleh
sejumlah
penghargaan tidak lepas dari rekruitmen sumber daya manusia. Rekruitmen sumber daya manusia TRANS TV dimulai dengan tekad untuk merekrut sebagian besar karyawannya dari tenaga-tenaga yang baru lulus. Program ini disebut Broadcaster Development Program (BDP) dengan cara melakukan roadshow ke sejumlah kampus dan merekrut bakat-bakat terbaik yang ada disana. Para kandidat ini lalu mengikuti pelatihan selama dua bulan di Depok, Jawa Barat dan dua bulan lagi di Multimedia Training Center di Jogjakarta. Kurikulum didisain oleh para staf TRANS TV dengan tekanan pada kerjasama dan pemahaman menyeluruh antar bagian. TRANS TV juga merekrut tenaga-tenaga berpengalaman dari semua stasiun televisi swasta yang ada, meski jumlahnya tidak sebesar tenaga yang belum berpengalaman. Atas dasar ini, TRANS TV mendapatkan peringkat ke-19 menurut Majalah Warta Ekonomi sebagai 20 perusahaan idaman sebagai tempat bekerja atau The Best Company to Work For. TRANS TV merupakan satu-satunya stasiun televisi di Indonesia yang
3
Satrio Arismunandar, Produser News Trans TV program Sisi Lain dalam berbagai mailing list grup seperti
[email protected],
[email protected] dan lainnya.
55 menjadikan idaman bagi para pencari kerja berdasarkan survey majalah tersebut. Rekruitmen serupa dilakukan untuk divisi pemberitaan. Divisi news TRANS TV memberikan kontribusi jam tayang terbanyak dibanding stasiun TV swasta lain kecuali Metro TV yang spesialis TV berita. Yakni 40 jam 30 menit per minggu. Divisi News TRANS TV memiliki empat belas program yang terdiri dari
Reportase Pagi, Reportase Sore, Reportase
Malam, Cerita Pagi, Cerita Sore, Jelang Siang, Kejamnya Dunia, Sisi Lain, Surat Sahabat, Jelajah, Fenomena, Fenomena Plus, Lacak dan Good Morning. Selain itu sejak 27 Februari 2006, divisi news bekerjasama dengan divisi program membuat acara baru yakni Good News. Divisi TRANS TV memiliki 50 reporter di Jakarta, 36 koresponden dan 28 kontributor di seluruh Indonesia. Koresponden berarti karyawan TRANS TV yang berada di daerah dan bertugas meliput berita untuk program news TRANS TV. Sedangkan Kontributor adalah wartawan freelance yang meliput berita untuk TRANS TV. Divisi News dipimpin oleh seorang direktur yakni Ishadi SK. Sedangkan
pengelola
teknis
sehari-hari
dikoordinasikan
oleh
Direktur
Pemberitaaan atau Pemimpin Redaksi yakni Ahmad Sudirwan. Masing-masing program news memiliki seorang Produser Eksekutif dan beberapa produser.4 Reportase Sore yang menjadi bagian salah satu produk divisi pemberitaan TRANS TV, menyajikan sebuah format berita yang berbeda dengan stasiun televisi lain. Salah satu produk berita yang mengedepankan sisi humanis dan cerita dramatis di setiap topik beritanya. Kesan inilah yang menjadikan motivasi penulis untuk meneliti lebih mendalam Reportase Sore khususnya pada bulan Mei 2006. 4
Wawancara dengan Gatot Triyanto, Kepala Divisi Pemberitaan, 19 juni 2006.
56 4.2. Hasil Penelitian Pada bab ini penulis akan menguraikan hasil penelitian mengenai Strategi redaksi TRANS TV dalam menayangkan berita dengan periode bulan Mei 2006. Data-data tersebut diperoleh melalui wawancara mendalam (indept interview) dengan narasumber Gatot Triyanto selaku Kepala Departemen Buletin dan News, Dewi Artiwi selaku Produser Reportase Sore, Ponco Wijaya selaku Koordinator liputan daerah dan Reporter sekaligus Presenter Tina Talisa, di Stasiun Televisi Swasta TRANS TV, Jl. Kapten Pierre Tendean kavling 12-14A Jakarta Selatan, serta pengumpulan data pendukung dari bank data TRANS TV. Seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa Strategi secara umum adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok untuk memenangkan sebuah persaingan. Pakar manajemen Robert S. Kaplan dan David P. Norton mendefinisikan strategi sebagai sebuah rencana yang komprehensif yang mengintegrasikan segala sumberdaya dan kemampuan yang mempunyai tujuan jangka panjang untuk memenangkan kompetisi.5
4.2.1. Reportase Sore Reportase Sore sebenarnya adalah nama baru news bulettin yang dimiliki oleh TRANS TV. Nama sebelumnya adalah BERITA TRANS yang terbagi dalam segmen waktu: malam, petang dan pagi. Namun nama tersebut dianggap tidak diminati oleh pemirsa, manajemen mengambil keputusan untuk mengganti nama menjadi REPORTASE yang terbagi dalam segmen waktu yang sama. Konsep awal tayangan program ini adalah ingin menunjukan laporan berdasarkan fakta-
5
Robert S. Kaplan dan David P. Norton, Strategy Maps: 2004.
57 fakta di lapangan. Sehingga di program ini banyak sekali laporan reporter secara langsung atau live dan PTC atau stand up. A. Target Audiens Pemirsa adalah bagian paling penting dalam industri televisi. Tanpa pemirsa suatu program acara televisi tidak berarti apa-apa. Demikian juga program berita Reportase Sore yang menjadi salah satu bagian dari acara di Transtv. Adapun target potensial audiens program Reportase Sore adalah wanita berpendidikan menengah berusia remaja, dewasa, dan lanjut usia. “Penonton potensial Reportase Sore sebagian besar adalah wanita berpendidikan menengah, dari umur teenager (remaja-pen), female (dewasapen) dan grand (lanjut usia-pen). Dari strata sosial clerical, staff (pekerja-pen) dan decision maker (para pengambil kebijakan-pen). Jadi pemilihan beritanya juga kembali ke kebutuhan mereka.”6
6
Wawancara dengan Dewi Artiwi Produser Reportase Sore
58 Target pemirsa pada program Reportase Sore digambarkan dalam tabel I berikut: 60 50 40
Remaja
30
Dewasa
20
Lanjut usia
10 0
tabel I B. Format Acara Reportase Sore Adapun format acara Reportase Sore adalah: 1. Jenis
: News Bulettin
2. Sifat
: Informasi
3.Setting:
: Indoor (dalam ruangan Studio TRANS TV Jalan Kapten Pierre Tendean Jakarta)
4. Durasi
: 30 menit, Senin hingga Minggu pukul 17.00-17.30 WIB.
Perubahan waktu tayang Reportase Sore juga dilakukan misalnya dari jam 15.30 WIB ke jam 16.30 WIB. Setelah itu perubahan dilakukan ke pukul 17.30WIB dan kemudian berubah lagi ke pukul 17.00 WIB. Perubahan jam tayang itu ditentukan oleh Program Committee Meeting atau Rapat Komite Program yang terdiri dari Kepala Divisi Pemberiataan, Kepala Departemen Pemberitaan, Produser Eksekutif, Koordinator Liputan Jakarta dan Daerah serta Produser.
59 Perubahan jam tayang menurut Gatot Triyanto selaku Kepala Divisi Pemberitaan Buletin dan Majalah: “Urusannya bukan hanya karena memilih, tetapi karena ditentukan oleh Program Comitte Meeting yang dibahas rutin tiap hari kamis. Untuk menentukan zone dari semua jam tayang yang pernah dicoba ternyata Reportase Sore cocoknya jam 17.00, dan ini sudah berjalan sejak menjelang akhir tahun lalu (tahun 2006).” 7 Segmentasi liputan Reportase selain dalam soal waktu juga soal isu. Berbeda dengan isu pada Repotase Sore reguler yang hanya diisi dengan beberapa berita spotnews atau berita pendek, Repotase Sore juga dibagi menjadi Repotase bertema khusus yang dikemas dalam segmen khusus pula. Reportase tematik ini bertujuan agar dapat menjelaskan informasi yang aktual kepada masyarakat selengkap mungkin ditambah dengan perkembangan terkini dari peristiwa yang menjadi isu kuat tersebut atau breaking news. Penulis memilih obyek penelitian pemberitaan bencana di bulan mei, dimana saat terjadi peristiwa bencana yang berturut-turut diantaranya letusan gunung Merapi dan gempa berkekuatan 5,9 skala richter di wilayah Jawa tengah dan Jogjakarta. Dalam program ini Reportase Sore menyajikan segmen yang sifatnya tentatif sesuai dengan kekuatan isu itu. Isu yang pernah diangkat dalam Reportase segmen khusus itu diantaranya: Reportase Gempa, Reportase Merapi dan sebagainya. Misalnya: Pada tanggal 10 mei 2006 Reportase sore menayangkan berita meletusnya Gunung Merapi di Jawa Tengah dan Jogjakarta. Peristiwa itu disajikan dalam segmen khusus dengan nama Reportase Merapi dan disiarkan secara live langsung dari lapangan. Pada sub segmen rundown juga diisi dengan berita-berita yang berkaitan dengan letusan gunung merapi, adapun
7
Wawancara dengan Gatot Triyanto, Kepala Divisi News Bulletin and Magazine
60 rincian peristiwa penayangan program khusus pada yang bersifat tentatif ini sebagai berikut. 1. Gunung Merapi Meletus – live pada jam 17.16.02 dengan durasi 15 detik. 2. Tetap menikah meski gunung Merapi meletus – live pada jam 17.16.24 degan durasi berita 1 menit 14 detik. 3. Bilik Merapi – live pada jam 17.19.30 dengan durasi 1 menit 35 detik 4. Simulasi letusan gunung Merapi – live pada jam 17.21.08 dengan durasi 45 detik Untuk hari Sabtu dan Minggu, Reportase Sore juga dilengkapi dengan Reportase Investigasi. Program ini sudah berlangsung sejak satu tahun lalu (tahun 2005). Program Reportase Sore Investigasi juga masuk dalam bagian news buletin Reportase Sore. Beberapa isu yang pernah dibahas dalam Reportase Sore Investigasi pada bulan Mei 2006 adalah: jamu dengan kandungan zat kimia berbahaya bagi manusia dan percaloan pembuatan KTP. 8 Program ini banyak diminati oleh pemirsa bahkan mengundang respon. Bentuknya adalah telpon ke kantor, upaya somasi para pedagang jamu kepada redaksi TRANS TV. Namun upaya itu batal karena liputan investigasi TRANS TV berdasarkan fakta yang ada. “Selain Reportase Sore reguler, ada juga yang dimasukkan pada bendera Reportase Sore, pada hari sabtu dan minggu ditambahkan reportase investigasi. Tetapi jika ada peristiwa yang besar ditambahkan segmen tematik, seperti repotase gempa, reportase merapi daan sebagainya. Langkah ini untuk melekatkan nama Reportase Sore pada pemirsanya.”9
8 9
Reportase Sore bulan Mei 2006 Wawancara dengan Gatot Triyanto, Kepala Divisi News Bulletin and Magazine
61 C. Isi Program (Content) Tayangan Reportase Sore dibagi dalam tiga bagian atau segmen. Berdasarkan rundown Reportase Sore tiap segmen dibatasi jeda iklan dengan durasi sekitar tiga menit (lampiran I). Susunan rundown berbentuk piramida terbalik, pada segmen pertama berisi berita utama atau headline dari peristiwa yang terjadi pada hari itu. Bagian kedua dan seterusnya berisi berita-berita yang menarik pada hari itu, tetapi kadar kekuatan beritanya lebih rendah dibandingkan dengan segmen pertama. Isi berita Reportase Sore meliputi berita politik, ekonomi, kriminal, sosial budaya dan sebagainya. Berita-berita yang disajikan adalah berita yang memiliki nilai berita (News Value) tinggi, mengandung unsur aktualitas, penting, menarik dan menyangkut kepentingan umum (human Interest). Saat sebagian besar televisi swasta menayangkan berita dengan jenis hard news pada jam yang hampir bersamaan, TRANS TV mencoba menampilkan sesuatu yang berbeda. Contohnya, Reportase Sore, Rabu 5 Mei 2006 di segmen pertama menayangkan berita bayi kembar tiga di Padang Sumatra Barat, tetapi stasiun televisi lain mengangkat kaburnya Gunawan Santoso direktur PT. Asaba dari Lembaga Pemasyarakatan Cipinang. Gunawan adalah orang yang dinggap menjadi dalang pembunuhan mertuanya yang melibatkan sejumlah oknum militer. Berdasarkan kekuatan berita, kaburnya gunawan tentunya memiliki dampak publik yang luas akan tetapi TRANS TV menempatkannya pada segmen kedua Reportase Sore. Pilihan itu diambil dengan alasan seperti penjelasan Gatot Triyanto: “Softnews di reportase ore juga menjadi bagian dari satu strategi. Semua televisi pada jam berita sore kebanyakan menampilkan hard news, jadi supaya
62 ditonton pemirsa kita harus menampilkan sesuatu yang berbeda dengan format berita televisi lainnya.” Sebagian besar berita di Reportase Sore mengedepankan sisi humanis lewat kemasan softnews dan feature. Penggambaran berita ditarik secara personalisasi ke umum untuk mendekatkan kepada para pemirsanya. Selain menampilkan sisi yang berbeda dibanding televisi lain, terutama program sejenis yang hampir bersamaan atau memiliki jam tayang yang sama (head to head) seperti Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), sisi tersebut juga menjadi bagian stategi untuk meraih rating dan share tinggi dari para pemirsanya. Seperti yang dijelaskan Dewi Artiwi selaku Produser Reportase Sore: “Mungkin orang melihat semua berita kita softnews, karena kita kebanyakan membicarakan suatu peristiwa tetapi dimulai dari personalisasi. Yang penting buat kita penonton lebih mengerti dengan cara itu dan terbukti penonton memang menyukainya. Kalo kita itu bicara mengawang-awang ga dimakan (ditelaah-pen), tapi kalo ditarik dengan human example, personalisasi dari kaca mata korban baru ditarik ke peristiwanya itu lebih dimakan (ditelaah–pen). Makanya mungkin orang menganggap kemasan kita softnews, padahal itu jenis berita straight news.”
63 Adapun aliran kerja dan perjalanan informasi hingga menjadi kemasan berita hingga layak tonton. Assigment Korlip
Rapat perencanaan
Reporter campers
Persiapan wwcr
Rapat evaluasi
Reportase ke lapangan on air - presenter
Membuat list berita
Mixing
Produser naskah
edit Rapat budgetting Rep + camp preview time code menulis berita mendampingi editing
Asisten production - edit gbr
Produser: Rundown
meminta grafis
Bagan II
4.2.2. Perencanaan Perencanaan atau proses pra produksi dalam redaksional TRANS TV meliputi proyeksi liputan. Di dalamnya berisi perencanaan peliputan baik di Jakarta maupun berbagai daerah di Indonesia, yang mencakup isu yang sedang berkembang pada saat itu. Di Jakarta, setiap sore dilaksanakan rapat perencanaan. Sebelum melakukan peliputan reguler. Usai tayangan Reportase Sore digelar rapat evaluasi dan rapat redaksi untuk merancang bahan peliputan keesokan harinya
64 (proyeksi). Rapat tesebut wajib diikuti oleh reporter, juru kamera, asisten produser, produser, kordinator daerah, koordinator peliputan, hingga produser eksekutif. Pada tahap awal, redaksi melakukan evaluasi terhadap tayangan pada hari itu. Bagian tentang evaluasi akan dibahas di bagian lain pada bab ini. Kemudian rapat itu langsung dilanjutkan rapat perencanaan tentang bahan peliputan atau proyeksi peliputan untuk keesokan harinya. Dalam rapat itu reporter, juru kamera, asisten produser, produser dan kru redaksi lainnya diminta memberikan usul tentang berita yang akan diliput. Dari berbagai usulan itu diantaranya follow up berita yang memiliki nilai berita kuat pada hari itu maupun usulan lainnya. Rapat perencanaan atau proyeksi Reportase Sore tidak berlaku mutlak pada saat penayangan, artinya jika pada hari itu ada peristiwa yang memiliki magnitude lebih besar sebagai bahan berita maka peristiwa tersebut akan mendapat porsi utama. Sementara liputan yang sudah direncanakan sebelumnya dan memiliki nilai aktualitas lebih rendah akan digeser pada segmen berita berikutnya pada Reportase Sore. Jika kuantitas atau jumlah berita sudah penuh dalam rundown maka berita itu bisa digunakan pada program berita TRANS TV lainnya, seperti Reportase Malam atau Reportase Pagi. Setelah rapat selesai koordinator liputan (korlip) akan meng-agendakan beberapa orang reporter dan juru kamera untuk melakukan liputan ke lapangan pada keesokan harinya. Dewi Artiwi produser Reportase Sore menjelaskan, bahan peliputan selain mengikuti peristiwa dan isu yang sedang hangat pada saat itu, juga meliputi ide dari pengalaman atau pengamatan, event atau acara termasuk riset.
Untuk
65 membedakan topik dengan stasiun televisi lainnya redaksi Repotase Sore juga merencanakan peliputan tematik yang diagendakan. “Karena memang agenda setting itu membedakan kita dengan televisi lainnya, kita menyiapkan berita tematik yang harus dijalani keesokan harinya. Pada pagi harinya produser dan asisten produser membahas TOR berita dan memantukan content, kemasan dan gambar apa yang harus didapatkn reporter dan juru kamera. Saat dilapangan mereka juga harus berkomunikasi dengan kodinator peliputan, produser dan asisten produser yang tengah bertugas pada hari itu.” Liputan tematik meskipun tidak dibatasi waktunya tetapi bisa digunakan pada hari lainnya saat terjadi peristiwa besar secara mendadak. “Liputan tematik itu memang berita timeless, tidak ada batas waktunya. Kita buat in-house untuk lebih memperdalam semua liputan tematik, tetapi ketika tiba-tiba ada beita besar, ya…liputan itu kita simpan. Karena liputan agenda setting seperti itukan timeless, dengan begitu nantinya akan lebih memudahkan pekerjaan kita. News produksi berhubungan dengan manajemen, waktu kita habis untuk editing dan edit naskah”.10 Sebelum berangkat menuju lapangan dengan berbekal isu dari redaksi Reportase Sore, seorang reporter juga wajib mencari informasi mengenai berita yang akan diliput, membuat janji wawancara dengan narasumber dan mengetahui lokasi peliputan. Agar tidak mengalami kendala teknis reporter juga harus menyiapkan tim dan memesan kendaraan operasional kantor sebagi alat transportasi untuk liputan ke lapangan. Seperti yang dikemukakan oleh Tina Talisa Reporter program Reportase: “Yang paling penting sebelum liputan adalah riset. Supaya kita mengerti latar belakang tentang apa yang akan kita liput dan saat datang kita tidak terlihat bodohuntukmengetahui peristiwa yang sedang kita liput. Apalagi kita tidak selalu diberikan penempatan peliputan khusus di satu tempat liputan, misalnya tidak ada yang selalu di Mabes (polri) dan DPR. Semua sama. Sebelum berangkat Campers datang ke bagian logistik untuk memastikan alat standar: kamera, tripod dan mic, walaupun kadang tripod tidak ada. Kemudian kita order mobil dan berangkat sesuai dengan proyeksi liputan ke tempat tujuan. Setelah tiba di tempat tujuan jika kegiatan sudah organize kita tanyakan kepada penyelenggara acara. Misalnya, 10
Wawancara Dewi Artiwi, produser Reportase Sore
66 press releasenya atau kita bisa tanya kepada orang-orang yang in-charge tehadap kegiatan tersebut. Misal liputan demo kita bisa tanya ke korlapnya soal tuntutan dan apa yang amenjadi latar belakang mereka melakukan unjuk rasa.” Untuk menghasilkan berita yang bagus dan layak tonton seorang reporter TRANS TV harus melakukan riset dan menyerap informasi latar belakang yangdiberikan oleh produser. Artinya seorang reporter di TRANS TV ketika terjun ke lapangan sudah memiliki informasi yang memadai tentang apa yang hendak diliputnya. Berikut aliran perencanaan proyeksi peliputan yang berlaku di Reportase Sore TRANS TV:
Proyeksi liputan Reporter Campers Asisten produser Produser Korda Koordinator Korlip
Perencanaan
Bahan peliputan: Agenda setting Isu terhangat Riset Ide dan pengamatan Event
Hasil proyeksi
Korlip: Jakarta Reporter Campers
Korda: Daerah Koresponden Kontributor
Langsung ditugaskan pasca rapat
Melalui email atau telephon
Bagan III
67 4.2.3. Proses pengumpulan berita (News Gathering) Untuk mengangkat suatu berita dalam Reportase Sore kebijakan yang diberlakukan sebelum berita itu dipilih selain menarik dan penting harus memenuhi unsur kelayakan suatu berita. Seperti yang disampaikan Gatot Triyanto: “Berita tak cuma sekedar menarik dan gambar bagus, tetapi harus memiliki News Value atau nilai berita yang nantinya bisa mempengaruhi kebijakan pemerintah dan mengundang respon pemirsa. Seperti, pemirsa yang berkeinginan menyumbang penyandang kanker ganas setelah menonton tayangan berita Reportase Sore, kebijakan Badan POM yang langsung melarang sejumlah makanan berpengawet setelah penayangan investigasi tentang makanan yang mengandung bahan pengawet berbahaya bagi kesehatan tubuh.” Seperti kita ketahui pada bab sebelumnya, bahwa sumber berita adalah asal mula berita itu muncul. Sumber berita Reportase Sore, antara lain: 1.
Reporter Sumber berita yang paling utama adalah reporter dan juru kamera (campers), yang bertugas mencari informasi dan mengambil gambar dalam peliputan. Dalam program Reportase, tim peliputan dibagi menjadi tiga waktu, yakni tim pagi, siang dan malam. Tetapi dalam program Reportase Sore tim dibagi menjadi dua waktu. Tim pagi maksimal 8 orang reporter yang disebar untuk meliput peristiwa yang telah diagendakan maupun peristiwa yang baru terjadi pada saat itu. Sedangkan tim siang diisi 2 orang reporter untuk menggantikan tim pagi yang belum selesai liputan pasca rapat budgeting atau menjelang batas waktu (dateline) Reportase Sore. Jika reporter di lapangan baru saja mengetahui peristiwa besar terjadi, seorang reporter harus selalu kontak dengan koordinator liputan atau Assignment Editor (AE)
68 ataupun produser yang bertugas pada saat itu guna memberi kebijakan wajib dan tidaknya berita itu didapatkan. Reporter dan juru kamera harus tiba di kantor satu jam sebelum berangkat ke lokasi peliputan. Mereka diharuskan melakukan riset agar mengetahui latar belakang peristiwa yang akan diliputnya, seperti yang dikatakan Aulia Rahmi tim Reportase Sore: “Tim pagi harus datang di kantor satu jam sebelum berangkat ke lokasi peliputan. Biar bisa riset dan telepon narasumber, koordinasi ke korlip mau dibuat seperti apa liputan tersebut agar lebih jelas. Biasanya ada reporter yang hang ga mengerti latar belakang masalah, makanya biar lebih detail untuk mengantisipasi hal itu pastinya kita kadang dipangil korlip untuk dijelaskan gambar apa yang harus diambil lebih detail, pertanyaan apa yang harus mendapat jawaban dan latar belakang peristiwa yang belum diketahui reporter.” Koordinasi dan kekompakan antara reporter dan juru kamera dalam sebuah peliputan sangatlah penting agar mendapatkan gambar terbaik dari suatu peristiwa. Kredibilitas stasiun televisi akan trurun drastis dalam waktu yang singkat, jika tim liputan tidak mendapatkan gambar dari suatu peristiwa penting, karena bagi televisi gambar ikut menjadi bagian terpenting disamping akurasi berita. 2.
Koresponden dan Kontributor Koresponden adalah karyawan TRANS TV yang ditempatkan di daerah dan bertugas meliput peristiwa dan berita untuk program news TRANS TV termasuk program Reportase Sore. Sedangkan kontributor adalah wartawan freelance yang meliput berita untuk TRANS TV. Saat ini ada 36 koresponden dan 28 kontributor di seluruh Indonesia. Koordinator daerah bertanggungjawab secara langsung terhadap para
69 koresponden dan kontributor. Ponco Wijaya selaku koordinator daerah menjelaskan pembagian tugasnya: “Setiap hari koodinator daerah menghubungi para kontributor dan koresponden di seluruh indonesia lewat telepon. Listing pertama usulan dan berbagai peristiwa yang akan mereka liput ataupun berita yang sudah mereka dapatkan, dimulai sekitar pukul 10.00 WIB dan harus selesai untuk dibawa ke rapat budgeting siaran Reportase Sore jam 14.00 WIB.” Ponco Wijaya juga menjelaskan pemilihan angle liputan dan penugasan reporter di daerah: “Di daerah itu sebagian penugasan atau info liputan dicari sendiri oleh reporter disana. peran korda lebih banyak kepada pemilihan angle atau topik liputan. jika ada dua liputan yang akan ada pada saat bersamaan. Misal peristiwa A dan B harus milih salah satu, atau jika ada kontributor digeser ke wilayah lain juga harus dapat persetujuan korda. Selain itu jika mereka diperlukan untuk liputan penugasan liputan di program yang lain, selain untuk Reportase Pagi sore atau Reportase Malam. Koresponden atau kontributor harus kordinasi dengan korda. Intinya penugasan liputan di program lain yang menggunakan tenaga reporter daerah, atas seijin korda”. 3.
Amatir Amatir adalah orang yang tidak bekerja atau menyuplai berita pada sebuah stasiun televisi. Orang-orang ini, biasanya memiliki rekaman sebuah peristiwa secara ekslusif. Stasiun televisi bisa melakukan pembelian gambar kepada para pembuat video amatir.
Setelah berita terkumpul dari sumber berita (reporter, koresponden dan kontributor serta amatir), para produser akan menentukan kelayakan berita dalam sebuah rapat budgeting. Dalam rapat ini koordinator liputan dan koordinator daerah akan memberitahu produser beberapa perolehan berita pada saat itu.
70 4.2.4. Proses produksi berita Pada bulan Mei 2006, Reportase Sore muncul setiap harinya selama 31 hari. Reportase Sore dimulai rata-rata pukul 17.00 Waktu Indonesia Barat dan berdurasi rata-rata 30 menit seperti data terlampir: Tabel Rundown penayangan Reportase Sore bulan Mei 2006 Program
Day
REPORTASE SORE Monday REPORTASE SORE Tuesday REPORTASE SORE Wed REPORTASE SORE Thursday REPORTASE SORE Friday REPORTASE SORE Saturday REPORTASE SORE Sunday REPORTASE SORE Monday REPORTASE SORE Tuesday REPORTASE SORE Wed REPORTASE SORE Thursday REPORTASE SORE Friday REPORTASE SORE Saturday REPORTASE SORE Sunday REPORTASE SORE Monday REPORTASE SORE Tuesday REPORTASE SORE Wed REPORTASE SORE Thursday REPORTASE SORE Friday REPORTASE SORE Saturday REPORTASE SORE unday REPORTASE SORE Monday REPORTASE SORE Tuesday REPORTASE SORE Wed REPORTASE SORE Thursday REPORTASE SORE Friday REPORTASE SORE Saturday REPORTASE SORE Sunday REPORTASE SORE Monday REPORTASE SORE Tuesday REPORTASE SORE Wed
Date 01/05/2006 02/05/2006 03/05/2006 04/05/2006 05/05/2006 06/05/2006 07/05/2006 08/05/2006 09/05/2006 10/05/2006 11/05/2006 12/05/2006 13/05/2006 14/05/2006 15/05/2006 16/05/2006 17/05/2006 18/05/2006 19/05/2006 20/05/2006 21/05/2006 22/05/2006 23/05/2006 24/05/2006 25/05/2006 26/05/2006 27/05/2006 28/05/2006 29/05/2006 30/05/2006 31/05/2006
Start time
End time
Durasi
16:57 6.56 16:58 16:56 16:57 16:56 16:57 16:58 16:57 16:58 16:57 16:57 16:56 16:57 16:57 16:57 16:57 16:57 16:59 16:57 16:58 16:59 16:58 16:58 16:57 16:59 17:08 16:58 17:08 17:06 17:05
17:31 17:30 17:30 17:32 17:31 17:32 17:27 17:31 17:31 17:32 17:31 17:31 17:32 117:27 17:30 17:31 17:31 17:30 17:33 17:31 17:32 17:32 17:29 17:31 17:30 17:33 17:38 17:33 17:34 17:37 17:38
00:33 00:33 00:32 00:35 00:33 00:36 00:29 00:33 00:33 00:34 00:33 00:33 00:36 00:30 00:32 00:33 00:34 00:33 00:34 00:34 00:33 00:32 00:31 00:32 00:33 00:33 00:30 00:35 00:26 00:30 00:32
Tabel II Sesuai dengan data diatas, proses produksi berita dilakukan sebelum tenggat waktu penayangan. Pada bagian ini akan dilakukan penempatan berita, editing naskah, editing gambar dan penayangan (on air).
71 A. Penempatan berita dan gambar Berita dalam rundown disusun berdasarkan skema piramida terbalik. berita terpenting dengan gambar yang menarik, atraktif dan dramatik mendapat posisi puncak atau utama sementara kemasan ficer bisa ditempatan pada akhir segmen. Setiap segmen ditutup dengan bumper berita yang menarik untuk segmen berikutnya. Reportase Sore terbagi dalam tiga segmen atau babak. Pembagian segmen itu menjadi bagian dari strategi untuk menahan pemirsa agar tidak beralih pada program acara berita yang ditayangkan secara bersamaan pada televisi swasta lainnya. Pembagian tiga segmen dengan durasi 11 menitan pada segmen pertama, 7 menitan pada segmen kedua dan 3 menitan pada segmen terakhir dinilai sangat menguntungkan. Hal ini dikarenakan hampir seluruh stasiun televisi membagi format acara berita dalam empat segmen. Seperti yang diceritakan Gatot Triyanto, Kepala Departemen News and Bulletin “Kita memakai strategi rundown, durasi Reportase Sore 30 menit dibagi dalam tiga segmen. Televisi lain kebanyakan membagi dalam tiga segmen, misal program berita Lintas Lima di TPI yang head to head dengan Reportase Sore. Pemirsa biasanya kurang menyukai iklan disaat serius melihat suatu tayangan berita. Semakin lama durasi berita dalam satu segmen maka pemirsa akan tetap pada program Reportase Sore dan tidak beralih pada program berita lainnya”. Memperhatikan hasil riset internal yang dilakukan terhadap pemirsa, penempatan berita bisa disesuaikan dengan gambar paling dramatis dan ekstrim biasanya menjadi pembuka berita. Seperti yang diungkapkan Dewi Artiwi, Produser Sore Reportase Sore. “Redaksi dengan RCD (Research and Development) bertukar pengalaman dengan menit dan segala macam, ternyata penonton kita lebih menyukai visual yang atraktif, menarik dan dramatik. Jika memenuhi ketiga
72 persyaratan itu bisa ditempatkan pada segmen pertama, dan ada segmen berikutnya menempatkan berita metropolitan dan segmen ketiga ficer. Penentuan sisi tiap segmen dalam rundown berita ditentukan dalam budgetting siang sebelum penayangan Reportase Sore. Tapi produserlah yang berwenang untuk mengeksekusi mana yang tayang maupun tidak dari berbagai usulan korlip dan korda”. Kejelian memilih isi berita (content) dalam budgeting oleh awak redaksi juga menjadi bagian strategi. Didalam budgeting sangat menentukan layak atau tidak berita tersebut ditayangkan dan prioritas topik yang sudah diagendakan pada rapat sebelumnya. Angle atau sudut pandang berita juga menentukan variasi berita sehingga menjadi berbeda dibanding televisi swasta lainnya. B. Editing Naskah Naskah Reportase Sore TRANS TV menggunakan kekuatan bahasa bertutur tentang manusia dan problematikanya dengan alasan tidak ingin ikut arus utama gaya penulisan berita yang ada. Gaya penulisan atas suatu peristiwa yang dimulai dari pelaku atau saksi kunci yang mengalami peristiwa tersebut. Cara pandang atau politik redaksi TRANS TV lebih menitikberatkan pada sisi personal atau saksi kunci yang disebut personalisasi. Cara pandang tersebut mengacu pada fakta yang terjadi saat itu, misalnya: pada tayangan Reportase Sore 31 Mei 2006, tiga hari setelah terjadi gempa bumi 5,9 skala richter di Jogjakarta dan Jawa Tengah pada segmen pertama diisi personalisasi para korban gempa. Adapun naskah yang ditulis saat itu tentang balita yang kehilangan orang tuanya. Berikut kutipan naskah personalisasi balita bernama Azis Prakoso: ~(LEAD IN) (PKG ROLL)
73 - gambar anak kecil manggil-mangil bapaknya---AZIS PRAKOSO KINI SEBATANG KARA// TIAP HARI/ IA HANYA BISA MEMANGGILA-MANGGIL NAMA AYAH DAN IBUNYA// KEDUANYA MENINGGAL TERTIMPA TEMBOK RUMAH MEREKA YANG RUNTUH AKIBAT GEMPA SABTU LALU// DALAM PERISIWA ITU TEWAS PULA KAKAK AZIS………(lampiran 5) Selain kisah tentang anak yang kehilangan orangtuanya juga mengangkat kisah manula yang terlantar akibat gempa. Berikut kutipan naskah personalisasi manula bernama Dullah: ~(LEAD IN) (PKG ROLL) - gambar kakek kakek melantur- - NASIB MBAH DULLAH SUNGGUH MENGENASKAN// KAKEK BERUSIA DELAPAN PULUH TAHU INITERBARING DALAM KONDISI KOMA DI SEBUAH TENDA DARURAT DESA PLERED/ BANTUL// MBAH DULLAH MENDERITA LUKA YANG SANGAT SERIUS// DI BAGIAN KEPALA TAMPAK LUKA MENGANGA DI DAHINYA DENGAN JAHITAN ALA KADARNYA YANG DILAKUKAN TIM MEDIS DARI TNI…….(lampiran 5) Dari dua contoh naskah berita itu, TRANS TV menonjolkan cerita tentang orang yang mampu mengundang rasa empati dari pemirsa. 1. Reporter, koresponden dan kontributor berkewajiban menulis naskah berita dan peristiwa yang diliputnya. Naskah berita televisi ditulis dengan huruf kapital agar mudah dibaca dari telepromter oleh
presenter.
Untuk
reporter
daerah
(kontributor
dan
koresponden) semua naskah berita tersebut dikirimkan melalui email yang telah disediakan. Namun jika naskah berita penting yang akan ditayangkan pada saat itu belum siap karena kendala teknis lapangan, asisten produser berkewajiban menelpon langsung guna melengkapi naskah yang belum ada. Editing naskah
74 dilakukan oleh produser, setelah semua naskah berita dari reporter, koresponden serta kontributor terkumpul. Ciri khas gaya penulisan reportase yang ditemukan dalam penelitian ini antara lain: 1. Menggunakan bahasa sederhana 2. Menjabarkan berita dari gambaran kacamata pelaku peristiwa dan fakta yang dijabarkan melalui cara personalisasi ke umum. C. Editing gambar Sementara gambar hasil liputan, dari master kaset langsung diedit oleh asisten produser sesuai dengan daftar gambar (shotlist) yang diberitahukan oleh juru kamera, koresponden serta kontributor. TRANS TV sangat mengutamakan gambar dramatis dan sekuens atau urutan gambar yang lengkap. Dalam satu sekuen juga harus ada variasi gambar yang lengkap, dengan angle pengambilan gambar di tiap take Wide – Wide – Medium – Close Up. Selain berusaha menampilkan gambar berbeda dan tidak monoton dibandingkan stasiun televisi lainnya, hal ini akan membuat editor lebih mudah memilih gambar terbaik, disamping sangat menunjang kelengkapan gambar. Seorang juru kamera berkewajiban mendampingi production assisten saat melakukan editing gambar, karena mata juru kameralah yang tahu gambar terbaik dan gambar penunjang apa yang akan digunakan untuk membuat kemasan berita hasil liputan. Jika ada peristiwa besar terjadi secara mendadak sementara gambar belum siap, maka untuk visual bisa menggunakan grafis. Setelah naskah, dan gambar siap proses berikutnya
75 adalah sulih suara atau dubbing. Pada tahap itu bisa ditambahkan sound effect sesuai dengan kemasan narasi jika dibutuhkan. Dubbing bisa dilakukan oleh reporter maupun asisten produser sesuai dengan kemasan narasinya. Selesai diproses kemudian akan ditayangkan sebagai VT (video tape). Perjalanan editing naskah, gambar hingga pada tahap sulih suara atau dubbing dapat digembarkan dalam skema di bawah ini:
Master naskah (email atau phoner)
Assistant Production Injest Master Gambar
Assistant Production (PA)
Editor Gambar Editing cut–to-cut
Produser Rep Sore Final editing
Hasil jadi
Dubbing
Master edit SOT, VO, PKG, Reader
Bagan III
76 D. Penayangan (on air) Penayangan terbagi menjadi dua bagian yakni berupa siaran tidak langsung dan langsung. Pada siaran tidak langsung bisa dilakukan proses penyempurnaan baik sistem audio melalui mixing atau dubbing dan sistem video melalui proses off-line editing, on-line editing, titling dan sebagainya. Off-line editing membatasi hasil mentah pengurutan shooting cut-to-cut menjadi hasil jadi tapi masih terlihat kasar, tanpa efek-efek apapun. Off-line editing biasanya dilakukan untuk membuat berita yang bersifat straight news yang cenderung softnews. On-line editing adalah kebalikan off-line editing, cara tersebut memiliki kompleksitas perangkat baik dari sisi audio maupun video. Di bagian ini banyak penambahan effect dan polsesan gambar yang variatif, sehingga gambar mengalami perpindahan cut-to cut secara halus. On-line editing biasa digunakan untuk mengemas berita-berita ficer. Sementara pada siaran langsung dari lokasi peristiwa dalam Reportase Sore dilakukan di jika ada suatu peristiwa yang memiliki magnitude yang besar atau agenda setting pada Reportase Sore Sabtu dan Minggu. Perangkat yang digunakan adalah mobil Satellite News Gathering (SNG). “Jika ada peristiwa besar kita live dan breaking news. Misalnya peristiwa ledakan bom, kerusuhan massa, dan sebagainya. Tetapi tidak menutup kemungkinan kita live di Reportase Sore Sabtu atau minggu dengan agenda setting yang sudah dijadwalkan. Tentunya tidak bersaman dengan peristiwa besar. Kita harus yakin live agenda setting itu ditunggu pemirsa, misalnya agenda setting tentang liburan yang menarik. Reporter live dari salah satu lokasi tempat hiburan, dari situlah beberapa item tentang liburan disampaikan. Ternyata memang ratingnya bagus, dari situlah kita mengembalikan lagi siapa penonton kita , mereka menghabiskan akhir pekan dengan keinginan santai… untuk itu kita buat mereka santai dengan
77 kemasan yang benar-benar bermanfaat bagi pemirsa seperti ke arah tips liburan dan sejarah tempat liburan”.11 Di dalam bagian News Room akan ada Editor atau Produser, Reporter, Juru Kamera, penyunting visual, penatur naskah, penyaji atau anchor. Sedangkan di bagian news studio ada penata lampu, penata suara, juru kamera, teleprompter, switcher, VTR/VCR Operator serta Telecine Operator. Jembatan penghubung keduanya adalah Pengarah Acara. Setelah melalui proses panjang yang dimulai dari perencanaan hingga penayangan atau on-air proses produksi secara skematis dapat digambarkan pada bagan IV berikut ini:
Server (media traffic, produser)
Siaran Pembaca berita Campers studio Lightingman
Master edit - - VTR
Produser Telepromter (PD, telepromter person)
Asisten produser PD Switcher Graphic person
Roundown (prod, PD, pembaca berita)
Audio person Telepromter
Bagan IV
11
Hasil wawancara dengan Dewi Artiwi, Produser news Reportase Sore
78 4.2.5. Pasca Produksi Tahap akhir dalam rangkaian dalam penayangan berita dalam program Reportase Sore adalah rapat evaluasi. Rapat tesebut wajib diikuti oleh reporter, juru kamera, asisten produser, produser, kordinator daerah, koordinator peliputan, hingga produser eksekutif yang bertugas pada saat itu usai penayangan program Reportase Sore. Langkah tersebut diambil untuk membenahi segala kekurangan baik teknis maupun materi berita yang belum lengkap.
4.3. Pembahasan Setelah mengumpulkan semua data-data dari hasil penelitian, maka dalam sub-bab pembahasan ini penulis akan membahas hasil penelitian berdasarkan kerangka pemikiran serta teori-teori yang digunakan, sehingga dapat menjawab permasalahan yang ada. Sebelum membuat suatu program acara, stasiun televisi harus memiliki strategi program. Langkah tersebut disebabkan adanya faktor bisnis dan faktor ideal. Keberadaan program sejenis di stasiun televisi swasta lainnya juga menjadi acuan akan dikemas bagaimanakan program yang kita miliki. Strategi program ini harus disusun bersama antara direktur program dengan para manajer. Acara Reportase Sore merupakan salah satu program berita mengenai seluruh rangkaian peristiwa yang memiliki sisi humanis yang tinggi. Selain memberikan informasi juga menghibur dan mempengaruhi khalayak atau pemirsanya. Dalam fungsi mepengaruhi khalayak, sangatlah berhubungan erat dengan model penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian karya ilmiah ini, adapun model penelitian yang digunakan adalah agenda setting dan teori kultivasi.
79 Model agenda setting menurut Elvinaro Ardianto dan Lukiatikomaki Erdinaya: ”Asumsi dari model agenda setting adalah membentuk persepsi terhadap khalayak tentang apa yang dianggap penting. Dengan teknik pemilihan dan penonjolan terhadap isu, media memberikan studi kasus tentang isu apa yang lebih penting. Asumsi model agenda setting juga memiliki kelebihan karena mudah untuk diuji”. Teori agenda setting yang dipilih penulis dalam penelitian ini dikukuhkan dengan teori kultivasi. Teori yang dikemukakan George Garbner meyakini bahwa televisi adalah pengalaman bersama dari semua orang, dan mempunyai pengaruh memberikan jalan bersama dalam memandang dunia. Televisi telah menjadi sumber umum utama dari sosialisasi dan informasi sehari-hari (kebanyakan dalam bentuk hiburan) dari populasi heterogen yang lainnya. Pola berulang dari pesanpesan dan kesan yang diproduksi massal dari televisi membentuk arus utama dari lingkungan simbolis umum. Televisi dipercaya dapat berperan sebagai agen penghomogen dalam kebudayaan. Teori kultivasi sangat menonjol dalam kajian mengenai dampak media televisi terhadap khalayak Penulis mengamati dua model penelitian diatas sesuai dengan program acara Reportase Sore. Berita-berita yang dianggap penting oleh tim redaksi Reportase Sore akan dianggap penting pula oleh masyarakat. Dari situlah media memberikan pelajaran kepada pemirsanya. Sementara itu berita-berita yang tidak ditayangkan di Reportase Sore karena luput dari tim redaksi, akan dilupakan oleh perhatian pemirsa. Penulis mengamati bahwa Reportase Sore mengemas berita berdasarkan nilai humanis dan dijabarkan selalu dengan cara personalisasi untuk menggambarkan nilai sebuah peristiwa. Gambar yang digunakan sebagai pembuka berita pun harus gambar yang mengundang empati dan simpati
80 pemirsanya. Hal ini memudahkan pemirsa mengerti peristiwa apa yang tengah dialami pelaku peristiwa yang diceritakan dan dengan mudah menarik kesimpulan apa yang akan disampaikan. Dalam menghadirkan suatu tayangan yang diminati oleh masyarakat, program berita Reportase Sore berupaya untuk menjawab keingintahuan masyarakat tentang suatu peristiwa dan isu hangat yang tengah berkembang. Tentunya hal tersebut dikemas dengan sesederhana mungkin agar masyarakat mudah mengerti atas informasi yang disajikan. Seperti yang dikemukakan Dewi Artiwi dalam wawancaranya kepada penulis: “Dulu saat stasiun TRANS TV baru muncul belakangan, kita mengamati semua televisi mengemas acara beritanya sama. Dengan pengamatan itu kita mencoba konsisten melawan dengan sesuatu yang berbeda, karena memang kita memiliki visi untuk melakukan sesuatu yang berbeda dengan kemasan beritanya. Dengan cara membahas suatu peristiwa yang dimulai dengan personalisasi atau human example atau pelaku peristiwa penonton lebih mengerti dan terbukti penonton memang menyukainya. Makanya pemirsa banyak menganggap jenis pemberitaan yang sering kita buat selalu softnews padahal itu adalah bentuk straight news yeng dikemas dengan gaya bahasa tutur dan sederhana. Selain itu kita mencoba secara live, agenda setting dan mewajibkan reporter stand-up atau Participate To Reporting (PTC) itu akan membuat tampilan Reportase Sore khususnya lebih berwarna”. Sebuah acara televisi khususnya yang memberikan informasi kepada khalayak tidak lepas dari kerja tim yang baik. Mereka menyusun strategi agar mampu menarik perhatian pemirsa. Pemirsa yang dimaksudkan adalah target pasar yang sudah melalui riset penonton dari tim Research And Development (RCD) TRANS TV. Dalam menerapkan strategi untuk menghadapi persaingan dengan tayangan berita sejenis di stasiun televisi lain, dimulai dari pemilihan liputan yang telah diagendakan disamping peristiwa hangat dan menarik yang berkembang di masyarakat. Kejelian memilih isi berita (content) dalam budgeting oleh awak redaksi juga menjadi bagian strategi, Angle atau sudut pandang berita juga menentukan variasi berita sehingga tampilan menjadi berbeda dibanding
81 televisi swasta lainnya. Peristiwa itu kemudian dikemas menjadi sebuah informasi dengan kacamata pelaku peristiwa yang digambarkan menggunakan gaya bahasa sederhana. Strategi lain yang diterapkan oleh Reportase Sore adalah dengan strategi rundown. Pembagian segmen dalam rundown menjadi tiga babak mampu untuk menahan pemirsa agar tidak beralih pada program acara berita yang ditayangkan secara bersamaan pada televisi swasta lainnya. Hal ini dikarenakan durasi Reportase Sore yang lebih lama dalam satu segmen dibanding televisi lain yang menayangkan program sama secara bersamaan, karena stasiun televisi lain masih memberlakukan pembagian empat segmen dalam 30 menit durasi acara. Disaat tayangan iklan pemirsa TRANS TV tidak beralih saluran televisi karena pada penutup segmen sebelum jeda iklan juga ditampilkan bumper kemasan berita terkuat pada segmen berikutnya. Pedoman bahwa suatu program acara dikatakan baik secara obyektif mampu memenuhi tiga syarat, yakni memiliki share dan rating tinggi, image yang dibangun meningkat dan jangkauan yang luas, TRANS TV perlahan mampu memenuhi ketiga syarat tersebut. (lampiran II)
82 Berdasarkan hasil penelitian di atas mengenai strategi redaksi TRANS TV dalam menayangkan berita pada program Reportase Sore yang dilakukan penulis pada bulai mei 2006, ada beberapa kelemahan atau keterbatasan penelitian ini, antara lain: a. Strategi redaksi yang menjadi fokus penelitian hanya pada tayangan berita Reportase Sore bulan Mei 2006 b. Masih minimnya bahan bacaan maupun referensi sebagai pelengkap dan pendukung penelitian ini.
83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan definisi konsep yang penulis gariskan maka penulis mengambil kesimpulan terhadap penelitian ini sebagai berikut: 1. Dalam penelitian ini penulis melihat strategi yang digunakan divisi pemberitaan TRANS TV pada program Reportase Sore adalah mengedepankan cerita tentang manusia yang menjadi narasumber kunci dari sebuah peristiwa. Dalam dunia pertelevisian Indonesia, aliran yang dianut Reportase Rore adalah personalisasi. 2. Personalisasi cerita meski bukan hal baru dalam genre pertelevisian, bagi TRANS TV mampu memikat pilihan pemirsa televisi untuk menonton acara Reportase Sore. Sebuah pilihan yang tampaknya disadari oleh manajemen pemberitaan TRANS TV yang mampu membidik para pemirsa berupa ibu rumah tangga dan pemirsa dengan strata sosial yang merata dari bawah ke atas. Pilihan itu juga didasari berdasarkan riset yang dilakukan oleh TRANS TV tentang kebutuhan berita para pemirsanya. 3. Pemilihan gambar yang atraktif dan dramatis serta angle pengambilan gambar yang variatif juga menjadi faktor utama bagi Reportase Sore TRANS TV untuk bersaing dengan stasiun televisi lain yang menyiarkan program berita pada jam tayang yang sama (head to head) 4. Reportase Sore TRANS TV tidak mengedepankan peristiwa-peristiwa yang keras atau hard news dalam pemberitaannya. Hal ini disebabkan
84
karena adanya pilihan pemirsa yang menjadi sasaran dan diikuti dengan gaya bahasa tutur yang mudah dipahami oleh khalayak. 5. Reportase Sore TRANS TV tidak hanya mempunyai cara pandang bahwa sebuah berita yang dibutuhkan pemirsa televisi selain kelengkapan gambar yang atraktif dan bahasa yang mudah dimengerti adalah tambahan riset yang mendalam terhadap sebuah isu penting milik publik yang bisa ditunjang oleh info grafis.
Dalam penelitian ini, penulis bisa menyimpulkan bahwa Reportase Sore TRANS TV telah menetapkan strategi keredaksionalan yang tepat sesuai dengan pangsa pemirsa yang dibidik seperti tertulis pada poin 1 hingga 3. Namun terdapat pula kelemahan, Reportase Sore tidak menyajikan peristiwa yang sedang hangat terutama peristiwa politik dan ekonomi karena dasar pertimbangan tidak adanya gambar yang atraktif dan dramatis pada dua isu itu seperti yang tertulis pada poin 3, 4 dan 5.
5.2. Saran Strategi Reportase Sore untuk mengedepankan cerita tentang manusiamanusia yang terlibat di dalam sebuah peristiwa patut dipertahankan sebagai sebuah kebutuhan perkembangan jurnalisme televisi di Indonesia. Namun sudah waktunya bagi TRANS TV untuk ikut dalam arus umum bahwa berita televisi juga memuat fakta keras yang terjadi saat itu. Jika tidak memiliki gambar yang dramatis dan atraktif pada saat itu, Reportase Sore dapat menyiasati pemberitaannya dengan memberikan info grafis tentang peristiwa tersebut.
85
Kunci utama dari penerapan strategi adalah komunikasi. Pemimpin pusat pemberitaan penyiaran, baik radio maupun televisi, harus merupakan seorang yang menguasai ilmu jurnalistik dan mengetahui perkembangan ideologi, politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan secara umum. Penulis juga menyarankan, berita keras harus lebih sering muncul pada Reportase Sore TRANS TV sehingga program ini tidak ditinggal oleh pemirsanya karena seringkali meminggirkan berita keras yang susah mendapatkan gambar yang atraktif tetapi dibutuhkan oleh pemirsa sebagai sebuah informasi penting. Saran ini dimaksudkan agar fungsi media yang melekat pada program Reportase Sore sebagai penyampai pesan yang efektif. Apabila bentuk program Reportase Sore yang sudah bagus dalam pengemasan gambar dan bahasa yang renyah ditambah dengan peristiwa-peristiwa yang keras dan riset yang mendalam terhadap sebuah isu, dengan hahrapan Reportase Sore TRANS TV bisa meningkatkan jumlah penontonnya.
DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, Dudung. (1999) Metode Penelitian Sejarah, Jakarta: Wacana Ilmu. Adam, Ahmat. (2003) Sejarah Awal Pers dan Kebangkitan Kesadaran Keindonesiaan, Jakarta: Hasta Mitra-Pustaka Utan Kayu-Perwakilan KITLV Jakarta. Ardianto, Elvinaro dan Lukiatikomaki Erdinaya. (2004) Komunikasi Massa, Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Armando, Ade, ed. (2001) ABC Paket Berita TV, Jakarta: PJTV-FISIP Universitas Indonesia-Internews. Assegaff, Djafar H. (1983) Jurnalistik Masa Kini, Jakarta: Ghalia Indonesia. Boyd, Andrew. (2001) Broadcast Journalisme: Techniques of Radio and Televison News, Oxford: Focal Press. Effendy, Onong Uchjana. (2001) Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Harford, Peter. (2000) So You Want to Run a TV Station, New York: Media Development Loan Fund (MDLF). Haryanto, Ignatius. (2004) Pers Lokal dan Demokratisasi, Jakarta: Harian Kompas. Ishadi, SK. (1999) Prospek Bisnis Informasi di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Junaedi, Fajar. (2005) Teori Hasil Kebudayaan, Jogjakarta: UMY Press Kaplan, Robert S., Norton, David P (2004) Strategy Maps, Boston: Harvard Business School Press. Kasali, Rhenald (2004) Perkuat Strategi & Filosofi, Menangkan Persaingan, Jakarta: Suara Pembaruan. Kotler, Philip. (1988) Marketing Management, Sydney-New Jersey: Prentice-Hall International, Inc. Kovach, Bill and Tom Rosentiel. (2001) The Elements of Journalism. What Newspeople Should Know and The Public Should Expect, New York: Crown Publishers. Kung-Shankleman, Lucy. (2003) Inside BBC and CNN; Perbandingan Budaya Organisasi Media, Jakarta: Kantor Berita 68H.
McQuail, Denis. (1996) Teori Komunikasi Massa, Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama, Erlangga. Moleong, Lexy J. (2000) Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Morissan. (2004) Jurnalistik Televisi Mutakhir, Jakarta: Ramdina Prakarsa. Morissan. (2005) Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi, Jakarta: Ramdina Perkasa. Nugroho, Bimo. (2005) Dead Media Society, Jakarta: Media Link. Pasaribu, Amudi (1983) Pengantar Statistik, Jakarta: Ghalia Indonesia Potter, M. E. (1980) Competitive Strategy, New York: Free Press. Schein, E.H. (1992) Organizational Culture and Leadership (2nd edn). San Fransciso: Josscy-Boss. Setyobudi, Ciptono. (2004) Pengantar Teknik Broadcasting Televisi, Jakarta: Graha Ilmu. Suriasumantri, Jujun S, ed. (1981) Ilmu dalam Perspektif, Jakarta: PT Gramedia. Surjomihardjo, Abdurrachman, dkk. (2002) Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia, Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Susanto, Astrid S. (1988) Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, Jakarta:----. Tebbel, John. (1997) Karier Jurnalistik, Jakarta: Dahara Prize. Tempo. (17-23 Oktober 2005). Adu Gesit di Lahan Sempit, Jakarta. Wahyudi, J.B. (1996). Dasar-Dasar Jurnalistik Radio dan Televisi, Grafiti.
Jakarta:
Widyastuti, Nurprapti Wahyu. (tt) Komunikasi, Teknologi Telekomunikasi dan Penyiaran; Suatu Pengantar, Jakarta: Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana. Zainal Abidin, Said. (2002) Kebijakan Publik, Jakarta: Pancur Siwah.