Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana Nama NIM Judul
Bibliografi
: Huthon Marbun : 44207110062 : Aktivitas Sosialisasi Fasilitator PNPM Mandiri Perkotaan Untuk Memberdayakan Masyarakat Miskin di Kecamatan Cilincing – Jakarta Utara : 23 Buku (1992 s/d 2007), daftar tabel, daftar bagan ABSTRAK
Program pemberdayaan masyarakat harus didukung dari semua pihak baik itu Fasilitator yang mendampingi program dan masyarakat yang turut aktif dalam mensukseskan dan ikut terlibat di dalamnya. Faktor yang paling penting dalam kesuksesan program ini adalah pengetahuan masyarakat kepada program ini melalui kegiatan – kegiatan sosialisasi yang dijalankan oleh Fasilitator Kelurahan yang menyampaikan dan memantau pelaksanaan program di masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui akitivitas sosialisasi Fasilitator PNPM Mandiri Perkotaan untuk memberdayakan masyarakat miskin di Kecamatan Cilincing Kotamadya Jakarta Utara. Adapun teori dan konsep yang penulis gunakan untuk membantu menjawab persoalan pokok skripsi ini antara lain konsep komunikasi, PR,fasilitator dan Community Development. Metode penelitian penulisan skripsi ini adalah studi kasus dengan tipe penelitian deskriptif kualitatif dan menggunakan narasumber untuk mencari informasi seperti Fasilitator, Korkot, warga miskin, anggota LKM. Adapun definisi konsep dari penelitian skripsi ini adalah aktivitas sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat sedangkan fokus penelitian penulis adalah aktifitas sosialisasi fasilitator dalam menyampaikan program PNPM Mandiri Perkotaan kepada masyarakat. Merujuk pada pendapat Scott.M.Cutlip bahwa proses aktivitas sosialisasi seorang humas atau fasilitator adalah melakukan fact finding, perencanaan dan program, aksi dan komunikasi, evaluasi dengan melakukan kordinasi dengan Wakil Camat, Lurah, Ketua RW, Ketua RT dan Relawan tentang rencana pelaksanaan sosialisasi, menyiapkan materi sosialisasi, menyiapkan media komunikasi seperti poster, kertas plano, ATK, melakukan pendokumentasian acara sosialisasi, melakukan sosialisasi kepada warga melalui diskusi maupun tatap muka, mengevaluasi hasil pertemuan sosialisasi termasuk menindaklanjuti masukan-masukan dan informasi dari warga.
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI
Judul
: Aktivitas
Sosialisasi
Fasilitator
PNPM
Mandiri
Perkotaan Untuk Memberdayakan Masyarakat Miskin Di Kecamatan Cilincing – Jakarta Utara Nama
: Huthon Marbun
NIM
: 44207110062
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Jurusan
: Public Relations
Mengetahui, Pembimbing
Dra.Ispawati Asri,M.Si
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana
TANDA LULUS SIDANG SKRIPSI
Judul
: Aktivitas
Sosialisasi
Fasilitator
PNPM
Mandiri
Perkotaan Untuk Memberdayakan Masyarakat Miskin Di Kecamatan Cilincing – Jakarta Utara Nama
: Huthon Marbun
NIM
: 44207110062
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Jurusan
: Public Relations
1. Ketua Sidang Nama :Dra.Diah Wardhani,M.Si
(
)
(
)
(
)
2. Penguji Ahli Nama : Irmulan Sati,SH,M.Si
3. Pembimbing Nama : Dra.Ispawati Asri,M.Si
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana
PENGESAHAN PERBAIKAN SKRIPSI
Judul
: Aktivitas
Sosialisasi
Fasilitator
PNPM
Mandiri
Perkotaan Untuk Memberdayakan Masyarakat Miskin Di Kecamatan Cilincing – Jakarta Utara Nama
: Huthon Marbun
NIM
: 44207110062
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Jurusan
: Public Relations
DISETUJUI DAN DITERIMA OLEH : Jakarta, Desember 2009 Pembimbing
Dra.Ispawati Asri, M.Si
Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi
Ketua Bidang Studi
Dra.Diah Wardhani, M.Si
Marhaeni Fajar K, S.Sos,M.Si
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah……………………….....................
1
1.2 Perumusan Masalah…………………………….....................
11
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian…………….......................
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi…………………………………….......................
13
2.1.1 Tujuan Komunikasi…………………….…………….....
14
2.1.2 Fungsi Komunikasi…………………….…………….....
15
2.1.3 Proses Komunikasi……………………..……………....
17
2.1.4 Jenis Komunikasi………………………………………..
19
2.2 Sosialisasi ……………………………………………………….
24
2.2.1 Proses Sosialisasi ………………………………………
25
2.3 Hubungan Masyarakat……………………………………. ......
26
2.3.1 Tujuan Humas………………………….......................
28
2.3.2 Fungsi Humas………………………….......................
30
2.3.3 Aktifitas Public Relations……………..……………....
31
2.3.4 Perencanaan Program PR……………………………....
34
2.4 Humas Pemerintahan
………………………………………..
36
2.4.1 Tugas dan Fungsi Humas Pemerintah……………….
38
2.4.2 Fasilitator sebagai Humas Pemerintah …………….
40
2.5 Masyarakat……………………………………………………....
43
2.6 Community Development……………………..…………….....
46
2.6.1 Tujuan Community Development………………….…..
49
2.6.2 Metode Kerja Community Development. …………….
50
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian……………………………………………….....
53
3.2 Metode Penelitian…………………………….……………......
54
3.3 Narasumber…………………………………….……………......
55
3.4 Definisi Konsep……………………………….……………......
56
3.5 Fokus Penelitian……………………………………………......
57
3.6 Teknik Pengumpulan Data………………….…………….......
59
3.6.1 Data Primer………………………………………….......
59
3.6.2 Data Sekunder……………………………………......…
59
3.7 Teknik Analisa Data……………………………………..….....
59
3.8 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data…………………….......
60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1
Gambaran Umum Tempat Penelitian………………………..... 61 4.1.1 Sejarah dan Perkembangan PNPM Mandiri.................. 61 4.1.2 Visi dan Misi PNPM Mandiri Perkotaan.................... 63
4.1.3 Struktur Organisasi PNPM Mandiri Perkotaan............. 63 4.1.4 Job Description Fasilitator PNPM Mandiri Perkotaan.. 64 4.2 Hasil Penelitian................................................................ 68 4.3 Analisa Data.................................................................
80
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan....................................................................
84
5.2 Saran..............................................................................
86
5.2.1 Saran Praktis.........................................................
86
5.2.2 Saran Akademis...................................................... 86 DAFTAR PUSTAKA................................................................ LAMPIRAN............................................................................ FOTO-FOTO.......................................................................... CURRICULUM VITAE...........................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan kebutuhan dasar manusia, melalui komunikasi hubungan interaksi antar manusia dapat berlangsung. Tidak ada manusia yang tidak akan terlibat dengan komunikasi. Sebagai makhluk sosial yang bergantung satu sama lain, komunikasi merupakan hal penting sebagai bentuk aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan menyampaikan pesan baik secara verbal maupun non verbal. Komunikasi yang efektif sangatlah penting terutama bagi perusahaan atau instansi pemerintah yang mana ruang lingkup kerjanya berada di tengah-tengah masyarakat. Komunikasi dengan publik merupakan komponen lain dalam praktek kehumasan yang akan memunculkan konsep Public Relations (PR) yang tugas utamanya membangun hubungan antara perusahaan dengan pihak publik internal dan publik eksternal. Dalam perkembangan komunikasi di Indonesia istilah Public Relations sudah benar-benar memasyarakat dalam arti kata telah dipergunakan secara luas oleh departemen, jawatan, perusahaan, badan lembaga, dan lain-lain.1 Tugas dari kegiatan public relations adalah mendukung tercapainya tujuan organisasi yang dikejar dan dilaksanakan oleh seluruh insan dalam organisasi
1
Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi Teori & Praktek (Rosda, 1994) hal 131
1
2
yang bersangkutan, mulai dari pimpinan yang tertinggi sampai bawahan yang terendah. Praktek kehumasan atau public relations merangkum keseluruhan komunikasi yang terencana, baik ke dalam maupun ke luar antar suatu organisasi dengan semua khalayak dalam rangka mencapai tujuan yang spesifik berdasarkan saling pengertian. Disinilah peran Humas sangat diperlukan untuk menciptakan image maupun identitas perusahaan yang positif, karena Humas sebagai salah satu bagian terpenting dalam suatu manajemen perusahaan yang ikut bertanggung jawab dalam pengelolaan suatu perusahaan.2 Salah satu publik eksternal yang sangat berpengaruh adalah masyarakat atau khalayak luas dalam hal ini adalah warga miskin yang bermukim di Kecamatan Cilincing. Oleh karena itu perlu juga melakukan kegiatan-kegiatan penyosialisasian program kepada masyarakat memerlukan peran humas yang mempunyai fungsi sebagai fasilitator antara pemerintah dengan masyarakat. Supaya program pemerintah berdampak positif bagi pemberdayaan masyarakat diperlukan peran Humas dalam hal penelitian ini adalah fasilitator terhadap kegiatan pendampingan di masyarakat. Kegiatan yang dilakukan Fasilitatator salah satunya adalah melakukan sosialisasi program kepada masyarakat. Sosialisasi merupakan bagian dari tugas seorang Fasilitator kelurahan sebagai agen pemberdaya masyarakat yang melakukan pendampingan di
2
Rosady Ruslan, Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi (Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002) Hal.186
3
masyarakat dalam mengawasi dan menerapkan fungsi pembelajaran kritis di masyarakat melalui konsep program yang telah ditentukan. Banyak program – program yang dibuat oleh banyak perusahaan swasta dan pemerintah tidak tepat sasaran dan cenderung pengelolaan dana disalahgunakan oleh pihak – pihak yang tidak bertanggung jawab. Hal ini terjadi dikarenakan kurangnya transparansi pihak-pihak yang berwenang dan kurangnya pengawasan dari masyarakat yang semuanya itu berakar dari lunturnya rasa kepedulian sebagai human capital dari diri setiap orang. Pemerintah
Indonesia
yang
memiliki
tanggung
jawab
terhadap
permasalahan yang ada di tengah masyarakat terutama kemiskinan yang terjadi diharapkan dapat membawa masyarakat ke taraf hidup yang lebih baik. Hendaknya tanggung jawab yang diemban itu juga melibatkan semua elemenelemen yang ada di masyarakat dalam arti tidak terfokus kepada para pembuat – pembuat dan pengambil keputusan yang ada di masyarakat, namun juga mengikutsertakan kelompok – kelompok marginal sebagai sasaran dari suatu program yang dilaksanakan oleh pemerintah. Disini penulis akan membahas tentang aktivitas sosialisasi fasilitator dalam pendampingan program PNPM Mandiri Perkotaan agar bermanfaat bagi masyarakat miskin di Kecamatan Cilincing. Menurut modul PNPM Mandiri Perkotaan, dalam konteks proyek P2KP, sosialisasi bukan hanya diartikan bagaimana program P2KP dapat dipahami oleh masyarakat baik subtansi maupun prosedurnya. Sosialisasi bukan sekedar diseminasi atau media publikasi, melainkan bagian dari proses pemberdayaan,
4
dimana diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran kritis, menumbuhkan perubahan sikap, dan perilaku masyarakat. Oleh sebab itu, sosialisasi harus terintegrasi dalam aktivitas pemberdayaan dan dilakukan secara terus menerus untuk memampukan masyarakat menanggulangi masalah-masalah kemiskinan secara mandiri dan berkesinambungan. Pada sisi aktifitas fisiknya, sosialisasi diharapkan menerapkan beberapa pendekatan yang didasarkan atas perbedaan khalayak sasaran. Pendekatan yang dilakukan, diharapkan bisa membangun keterlibatan masyarakat (sebagai subjek pelaksana program) melalui pertukaran pengalaman, pengetahuan, dan pemahaman untuk menemukan kesepakatankesepakatan bersama yang berpijak pada kesetaraan, kesadaran kritis dan akal sehat. Pada akhirnya, diharapkan melalui sosialisasi terjadi internalisasi konsep P2KP secara utuh, serta terlembaganya kebiasaan menanamkan prinsip dan nilai P2KP
di
kalangan
masyarakat
dalam
segala
aktivitasnya.
Program ini sudah masuk ke Kecamatan Cilincing tahun 1999 yang mana dulunya adalah Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) hanya saja pada tahun 2001 program ini tidak dilanjutkan pendampingannya sehingga hasil yang diharapkan tidak maksimal. Tahun 2008 program ini masuk ke Kecamatan Cilincing dibawah ‘payung pemberdayaan’ yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat ( PNPM Mandiri Perkotaan ). Adapun alasan Kecamatan Cilincing sebagai objek penelitian penulis adalah karena jumlah penduduk miskinnya merupakan yang terbesar di DKI Jakarta disamping kekhasaan tipologi masyarakat Cilincing sebagai masyarakat urban.
5
Berdasarkan data dari BPS tentang Alokasi Bantuan Langsung Tunai (BLT) terhadap Rumah Tangga Sasaran tahun 2008 bahwa KK Miskin di Kecamatan Cilincing merupakan yang tertinggi dibanding kecamatan lainnya di wilayah Kotamadya Jakarta Utara, seperti yang terlihat dalam tabel berikut ini : No
Kecamatan
KK Miskin
Jiwa Miskin
1
Cilincing
16.373
72.074
2
Koja
12.469
52.472
3
Penjaringan
10.704
44.168
4
Tanjung Priok
6.586
27.952
5
Pademangan
5.195
21.112
6
Kelapa Gading
1.855
6.939
Total
53.182
224.717
Untuk wilayah Kecamatan Cilincing jumlah KK Miskin Per Kelurahan adalah :
No
Kelurahan
KK Miskin
Jiwa Miskin
1
Kali Baru
6.379
27.848
2
Semper Barat
2.526
10.845
3
Cilincing
1.855
8.733
4
Sukapura
1.554
6.763
5
Semper Timur
1.402
6.027
6
Marunda
1.391
5.956
6
7
Rorotan Total
1.266
5.902
16.373
72.074
Sumber : Badan Pusat Statistik 2008 Dalam pelaksanaan program PNPM Mandiri – Perkotaan, pemerintah menyediakan humas yang dalam hal ini adalah fasilitator - fasilitator kelurahan yang bertugas dalam hal pendampingan program sekaligus melakukan pemberdayaan masyarakat yang menerapkan
pola pembelajaran kritis di
masyarakat melalui komunikasi pembangunan yang dulu sering diterapkan oleh pemerintah. Menurut Quebral komunikasi pembangunan adalah komunikasi yang dilakukan untuk melaksanakan rencana pembangunan suatu negara. Komunikasi pembangunan ini ada pada segala macam tingkatan, dari seorang petani sampai pejabat, pemerintah dan negara, termasuk juga didalamnya dapat berbentuk pembicaraan kelompok, musyawarah pada lembaga resmi siaran, dan lain-lain. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa komunikasi pembangunan merupakan suatu inovasi yang diterima oleh masyarakat melalui proses komunikasi.3 Secara umum PNPM Mandiri – Perkotaan menganut pendekatan yakni penanggulangan kemiskinan yang membutuhkan penanganan yang menyeluruh (comprehensive) dalam skala perwilayahan yang memadai dan memungkinkan terjadinya keterpaduan antara pendekatan sektoral, perwilayahan dan partisipatif yang dalam hal ini dipilih kecamatan sebagai focus program yang mampu mempertemukan perencanaan dari atas dan dari bawah (top down and bottom up 3
Mulyana Deddy, Komunikasi Pembangunan, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2007, hal.115
7
planning). Selama ini banyak pihak lebih melihat persoalan kemiskinan hanya pada tataran gejala-gejala yang tampak terlihat dari luar atau di tataran permukaan saja, yang mencakup multidimensi, baik dimensi politik, sosial, ekonomi, aset, dll. Pada dasarnya pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang tidak menimbulkan persoalan baru, bersifat adil intra generasi dan inter generasi. Selanjutnya
prinsip-prinsip
universal
pembangunan
berkelanjutan
harus
merupakan prinsip keseimbangan pembangunan, yang dalam konteks PNPM Mandiri – Perkotaan sebagai lingkungan, sosial, ekonomi yang tercakup dalam konsep Tridaya dan penerapannya sebagai berikut : a. Pengembangan
Lingkungan
(Environmental
Protection);
dalam
pengambilan keputusan maupun pelaksanaan kegiatan yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak, terutama kepentingan masyarakat miskin, maka didorong agar keputusan dan pelaksanaan kegiatan tersebut berorientasi pada upaya perlindungan/pemeliharaan lingkungan baik lingkungan alami maupun termasuk perumahan dan permukiman, yang harus layak, terjangkau, sehat, aman, teratur, serasi dan produktif termasuk didalamnya adalah penyediaan prasarana dan sarana dasar perumahan yang kondusif dalam membangun solidaritas sosial dan meningkatkan kesejahteraan penduduknya. b. Pengembangan masyarakat (Social Development); tiap langkah kegiatan PNPM Mandiri – Perkotaan harus selalu berorientasi pada upaya membangun solidaritas sosial dan keswadayaan masyarakat sehingga dapat tercipta masyarakat efektif secara sosial sebagai pondasi yang kokoh
8
dalam
upaya
menanggulangi
kemiskinan
secara
mandiri
dan
berkelanjutan. Pengembanan masyarakat juga berarti upaya meningkatkan potensi segenap unsur masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang rentan (vulnerable groups) dan marjinal yang selama ini tidak memiliki peluang/akses dalam program/kegiatan setempat. c.
Pengembangan ekonomi (economic development); dalam upaya menyerasikan kesejahteraan material, maka upaya-upaya ke arah peningkatan kapasitas dan keterampilan masyarakat miskin dan atau penganggur perlu mendapat porsi khusus termasuk upaya untuk mengembangkan peluang usaha dan akses ke sumber daya kunci untuk peningkatan pendapatan, dengan tetap memperhatikan dampak lingkungan fisik dan sosial.4 Namun berdasarkan kebijakan Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen
Pekerjaan Umum sesuai surat Nomor : KP.0108-cb/1099 bahwa pemanfaatan dana BLM di Provinsi DKI Jakarta hanya untuk kegiatan lingkungan saja. Berdasarkan pengamatan penulis kondisi lingkungan di Kecamatan Cilincing cukup parah dimana banyak lokasi pemukiman yang tidak memenuhi standar hidup layak seperti saluran air yang mampet dikarenakan banyak sampah rumah tangga sehingga air tidak mengalir, kondisi jalan yang rusak dan rendah sehingga pada saat banjir rob (air pasang laut) banyak rumah dan jalanan yang tergenang air, sulitnya warga mendapatkan air bersih karena berdekatan dengan laut sehingga untuk mendapatkan air bersih banyak warga yang membeli air untuk 4
Modul PNPM Mandiri Perkotaan, Departemen Pekerjaan Umum, Dirjen Cipta Karya, 2008, hal 118
9
keperluan sehari-hari, minimnya fasilitas MCK warga dikarenakan sempitnya lahan pemukiman, banyak sampah yang berserakan dikarenakan tidak adanya gerobak sampah atau pembuangan sampah lainnya. Dengan penjelasan tersebut, penulis tertarik mengadakan penelitian tentang aktivitas sosialisasi fasilitator PNPM Mandiri – Perkotaan untuk memberdayakan masyarakat miskin di Kecamatan Cilincing. Seperti diketahui Kecamatan Cilincing
mencakup 7 kelurahan diantaranya Kalibaru, Cilincing, Marunda,
Rorotan, Sukapura, Semper Timur dan Semper Barat. Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya bahwa terdapat program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan swasta maupun pemerintah justru tidak menyentuh kalangan masyarakat bawah sebagai kelompok sasaran dari program tersebut. Pengamatan penulis bahwa para fasilitator di Kecamatan Cilincing senantiasa menjalankan tupoksinya seperti melaksanakan kegiatan-kegiatan sosialisasi program PNPM Mandiri Perkotaan di masyarakat mulai dari tingkat RT sampai pada tingkat kelurahan melalui media tatap muka dan penyebaran informasi melalui poster, spanduk, booklet, pedoman. Berkaitan dengan kegiatan – kegiatan sosialisasi di masyarakat tak jarang fasilitator menemukan kendala-kendala yang dapat menghambat penyampaian informasi kepada masyarakat. Hal yang dimaksud adalah sulitnya masyarakat diajak berpartisipasi untuk menghadiri acara sosialisasi dengan alasan keterbatasan waktu mereka dikarenakan bekerja dan ketidakpastian turunnya dana. Sehinngga hal ini menyebabkan fasilitator sering mengadakan pertemuan dalam rangka sosialisasi dengan mengundang tokoh – tokoh masyarakat seperti
10
Ketua RT, RW, Kader PKK dan karang tarunda dengan harapan mereka dapat mentransfer informasi kepada warga melalui komunikasi informal. Selain itu kendala yang dihadapi warga untuk memperoleh informasi program juga disebabkan oleh banyaknya jumlah penduduk di Kecamatan Cilincing terutama warga miskin, tingkat pendidikan yang rendah, serta anggapan masyarakat bahwa program pemberdayaan masyarakat identik dengan bagi-bagi uang. Karena himpitan kemiskinan membuat warga kurang aspiratif pada setiap pertemuan – pertemuan yang diadakan fasilitator kelurahan dalam rangka mensosialisasikan kepada warga masyarakat hal ini dilatarbelakangi oleh tingkat pendidikan warga dan mentalitas warga bahwa bantuan harus segera diberikan agar cepat mengatasi masalah kemiskinan. Pengamatan penulis sosialisasi program hanya melibatkan tokoh-tokoh masyarakat di wilayah tersebut seperti Ketua RT, RW, Tokoh Agama serta pengurus-pengurus suatu organisasi di lingkungan. Hal ini dilakukan agar mereka dapat mentransfer informasi yang diterima kepada warga lainnya, namun kenyataannya informasi yang diharapkan tidak sampai kepada warga sasaran dalam hal ini warga miskin dengan berbagai alasan seperti menghindari kritik dan kecurigaan dini terhadap bantuan yang diselewengkan oleh tokoh-tokoh masyarakat tersebut. Berdasarkan hal tersebut diatas maka penulis ingin menelusuri lebih jauh tentang aktivitas fasilitator di wilayah Cilincing ini dan kendala-kendala selama mensosialisasikan program dan tanggapan masyarakat terhadap program.
11
1.2 Perumusan Masalah Dalam rangka mencapai hal tersebut diatas diperlukan suatu jembatan komunikasi yang menghubungkan antara tujuan pemerintah dengan harapan dan cita – cita masyarakat miskin yang ada di Cilincing dapat terwujud. Permasalahan sehubungan dengan hal tersebut adalah bagaimana aktivitas sosialisasi fasilitator dalam melaksanakan dan mendampingi PNPM Mandiri – Perkotaan agar program tersebut bermanfaat bagi masyarakat miskin yang ada di Kecamatan Cilincing ?
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas sosialisasi fasilitator
PNPM Mandiri Perkotaan dalam melaksanakan program dan mendampingi masyarakat agar program tersebut bermanfaat bagi masyarakat miskin di Kecamatan Cilincing.
1.3.2
Kegunaan Penelitian
1.3.2.1 Kegunaan Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk pengembangan ilmu komunikasi terutama peran kehumasan di dalam masyarakat. 1.3.2.2 Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk PNPM Mandiri Perkotaan untuk terus memperbaiki dan mengevaluasi fungsi dari
12
fasilitasi dalam pendampingan masyarakat untuk melaksanakan program PNPM Mandiri – Perkotaan sesuai dengan visi dan misi dari program tersebut di tengah – tengah masyarakat dengan memperhatikan dan mempertimbangkan segala perubahan – perubahan yang ada di masyarakat dengan menerapkan program – program yang tepat sasaran dan dibutuhkan oleh masyarakat sasaran. Hasil penelitian ini juga bisa dijadikan sebagai referensi bagi mahasiswa yang masih menjalankan perkuliahan dan ingin mendalami pengetahuan mengenai peran fasilitator pemberdayaan masyarakat dalam suatu program pemerintah
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi Definisi komunikasi secara umum adalah suatu proses pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam diri seseorang dan atau di antara dua atau lebih dengan tujuan tertentu.5 Banyaknya
disiplin
ilmu
yang
memberikan
masukan
tentang
perkembangan ilmu komunikasi seperti psikologi, sosiologi, ilmu politik dan lainlain, menyebabkan beberapa persoalan dalam memberi pengertian atau definisi komunikasi. Komunikasi adalah proses penyampaian informasi-informasi, pesan-pesan, gagasan-gagasan atau pengertian-pengertian, dengan menggunakan lambang yang mengandung arti atau makna, baik secara verbal maupun non verbal dari seseorang atau sekelompok orang kepada seseorang atau sekelompok orang lainnya dengan tujuan untuk mencapai saling pengertian dan/atau kesepakatan bersama.6 Jika kita tidak memahami hakikat komunikasi antar manusia yang sebenarnya, hal tersebut bisa sangat membingungkan. Beberapa definisi komunikasi dari para ahli komunikasi sebagai berikut :
5
T.May Rudy, Komunikasi & Hubungan Masyarakat Internasional, Refika Aditama, Bandung, 2005, hal. 1
6
Ibid, hal 1
13
14
Ilmu komunikasi adalah ”ilmu pengetahuan tentang produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang melalui pengembangan teori – teori yang dapat diuji dan digeneralisasikan dengan tujuan menjelaskan fenomena yang berkaitan dengan produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang.7 Sedangkan Menurut Onong Uchjana Effendi mengatakan bahwa kata komunikasi berasal dari ”communication” yang berarti ”pemberitahuan” atau ”pertukaran pikiran”. Secara garis besar dalam suatu proses komunikasi harus dapat terdapat unsur – unsur kesamaan makna agar terjadi suatu pertukaran pikiran atau pengertian, antara komunikator (penyebar pesan) dan komunikan (penerima pesan).8 Definisi-definisi yang dikemukakan di atas belum mewakili semua definisi para ahli, namun sedikit banyak kita memperoleh gambaran tentang pengertian komunikasi. Suatu proses komunikasi dapat diartikan sebagai ”transfer informasi” atau pesan – pesan (messages) dari pengirim pesan sebagai komunikator dan kepada penerima pesan sebagai komunikan. Tujuan dari proses komunikasi tersebut adalah tercapainya saling pengertian (mutual understanding) antara kedua belah pihak. 2.1.1 Tujuan Komunikasi Dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh orang (makhluk hidup) untuk menyatakan suatu gagasan atau ide kepada orang (makhluk hidup) lain dengan menggunakan lambang-lambang 7 8
Sasa Djuarsa Senjaya,dkk, Teori Komunikasi, Universitas Terbuka, Jakarta, 2007, hal 10 Onong Uchjana Effendy, Op Cit, Hal.23
15
berupa bahasa, gambar-gambar atau tanda-tanda yang bermakna serta dapat saling mengerti. Kegiatan komunikasi ini lazimnya dilakukan dengan tiga tujuan, yaitu9 : a. Untuk mengetahui sesuatu, b. Untuk memberitahu sesuatu, dan c. Untuk mempengaruhi atau mengarahkan orang lain agar berbuat sesuatu. Secara keseluruhan atau secara garis besarnya, tujuan komunikasi adalah tercapainya saling pengertian (mutual understanding), pemahaman bersama (common understanding), atau kesepakatan timbal balik (mutual agreement). Dengan demikian tingkat keberhasilan (pencapaian tujuan) komunikasi dapat dilihat atau dinilai dari sampai di mana atau sejauh mana saling pengertian dan kesepakatan dapat tercapai oleh pihak-pihak yang melakukan komunikasi itu.10
2.1.2 Fungsi Komunikasi Dalam kehidupan sehari-hari, komunikasi meruupakan suatu tindakan yang memungkinkan kita mampu menerima dan memberikan informasi atau pesan sesuai dengan apa yang kita butuhkan. Secara teoritis, kita mengenal beragam tindakan komunikasi berdasarkan pada
konteks dimana komunikasi
tersebut dilakukan, yaitu konteks komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan komunikasi massa.
9
T. May Rudy, Komunikasi & Hubungan Masyarakat Internasional, Refika Aditama, Bandung, 2005, hal. 2
10
Ibid
16
Menurut Onong Uchjana Effendy ada lima fungsi komunikasi, yaitu 11: a. Menginformasikan (to inform) b. Mendidik (to educate) c. Menghibur (to entertaint) d. Mempengaruhi (to influence) Suatu peristiwa komunikasi sesungguhnya seringkali mempunyai fungsifungsi tumpang tindih, meskipun salah satu fungsinya sangat menonjol dan mendominasi. Rudolf F.Verdeber mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi. Pertama, fungsi social, yakni untuk tujuan kesenangan, untuk menunjukkan ikatan dengan orang lain, membangun dan memelihara hubungan. Kedua, fungsi pengambil keputusan, yakni memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu pada saat tertentu. Sebagian keputusan bersifat emosional dan sebagian lagi melalui pertimbangan yang matang. Semakin penting keputusan yang akan dibuat, semakin hati-hati tahapan yang dilalui untuk membuat keputusan.12 Judy C.Pearson dan Paul E.Nelson mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi umum. Pertama, untuk kelangsungan hidup diri sendiri, yang meliputi : keseluruhan fisik, meningkatkan kesadaran pribadi, menampilkan diri kita sendiri kepada orang lain dan mencapai ambisi pribadi. Kedua, untuk
11
Prof. Onong Uchjana Effendy., M.A. 2003. Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasii. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Hal. 55 12 Deddy Mulyana, 2007, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Rosdakarya, Bandung, hal.80
17
kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan social dan mengembangkan keberadaan suatu masyarakat.13 Dari definisi tersebut penulis menarik kesimpulan bahwa fungsi komunikasi supaya terjalinnya hubungan yang harmonis antara seseorang dengan lainnya sehingga dengan komunikasi yang terjalin dapat menciptakan kualitas hidup lebih baik.
2.1.3 Proses Komunikasi Dalam melakukan komunikasi sering terjadi kesalahpahaman dari individu-individu yang melakukan komunikasi itu sendiri. Kesalahpahaman itu bisa terjadi dikarenakan pesan yang disampaikan sender tidak dipahami seutuhnya oleh receiver. Apabila pesan yang disampaikan diterima secara akurat dan receiver menerima pesan tersebut secara lengkap maka komunikasi tersebut telah terjadi sesuai dengan harapan dari elemen-elemen komunikasi. Proses komunikasi diawali oleh sumber (source) baik individu ataupun kelompok yang berusaha berkomunikasi dengan individu atau kelompok lain. Langkah pertama yang dilakukan sumber adalah ideation yaitu penciptaan satu gagasan atau pemilihan seperangkat informasi untuk dikomunikasikan.14 Ideation ini merupakan landasan bagi suatu pesan yang akan disampaikan. Langkah kedua dalam penciptaan suatu pesan adalah encoding, yaitu sumber menerjemahkan informasi atau gagasan dalam wujud kata-kata, tanda-tanda atau
13 14
Ibid, hal.80 Sasa Djuarsa Senjaya, 2007, Teori Komunikasi, Jakarta, hal.4.7
18
lambang-lambang yang disengaja untuk menyampaikan informasi dan diharapkan mempunyai efek terhadap orang lain. 15 Pesan atau message adalah alat-alat dimana sumber mengekspresikan gagasannya dalam bentuk bahasa lisan, bahasa tertulis ataupun perilaku non verbal seperti bahasa isyarat, ekspresi wajah atau gambar-gambar. Langkah ketiga dalam proses komunikasi adalah penyampaian pesan yang telah disandi (encode). Sumber menyampaikan pesan kepada penerima dengan cara berbicara, menulis, menggambar ataupun melalui suatu tindakan tertentu. Pada langkah ketiga ini, kita mengenal istilah channel atau saluran yaitu alat-alat untuk menyampaikan suatu pesan.16 Saluran untuk komunikasi lisan adalah komunikasi tatap muka, radio dan telepon. Sedangkan saluran untuk komunikasi tertulis meliputi setiap materi yang tertulis ataupun sebuah media yang dapat mereproduksi kata-kata tertulis seperti : televisi, kaset video atau OHP. Sumber berusaha untuk membebaskan saluran komunikasi dari gangguan ataupun hambatan, sehingga pesan dapat sampai kepada penerima seperti yang dikehendaki.17 Langkah keempat, perhatian dialihkan kepada penerima pesan, jika pesan ini bersifat lisan, maka penerima perlu menjadi seorang pendengar yang baik, karena jika penerima tidak mendengar, pesan tersebut akan hilang. Dalam proses ini, penerima melakukan decoding, yaitu memberikan penafsiran/interpretasi terhadap pesan yang disampaikan kepadanya.
15
Ibid, hal.4.7 Ibid, hal.4.8 17 Ibid, hal.4.8 16
19
Pemahaman (understanding) merupakan kunci untuk melakukan decoding dan hanya terjadi dalam pikiran penerima. Akhirnya penerimalah yang akan menentukan bagaimana memahami suatu pesan dan bagaimana pula memberikan respons terhadap pesan tersebut. Tahap terakhir dalam proses komunikasi adalah feedback atau umpan balik yang memungkinkan sumber mempertimbangkan kembali pesan yang telah disampaikannya kepada penerima. Respons atau umpan balik dari penerima terhadap pesan yang disampaikan sumber dapat berwujud kata-kata ataupun tindakan-tindakan tertentu. Penerima bisa mengabaikan pesan tersebut ataupun menyimpannya. Umpan balik inilah yang dapat dijadikan landasan untuk mengevaluasi efektifitas komunikasi.18
2.1.4 Jenis Komunikasi Dalam kehidupan masyarakat dikenal beberapa jenis komunikasi yang biasanya digunakan menurut kebiasaannya. Komunikasi yang dipakai tersebut digunakan supaya tujuan dan harapan dari komunikasi tersebut tercapai. Diantara jenis komunikasi tersebut adalah komunikasi antar pribadi dan komunikasi kelompok. a. Komunikasi Antar Pribadi. Secara umum komunikasi antar pribadi dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi. Berdasarkan
18
Ibid hal. 50
20
definisi umum tersebut setidaknya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain 19: -
Proses, mengacu pada perubahan dan tindakan (action), yang berlangsung terus menerus.
-
Komunikasi antar pribadi juga merupakan suatu “pertukaran”, yaitu tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik.
-
Makna, yaitu sesuatu yang dipertukarkan dalam proses tersebut, adalah kesamaan pemahaman di antara orang-orang yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang digunakan dalam proses komunikasi. Menurut Judy C.Pearson (1983) menyebutkan enam karakteristik komunikasi
antar pribadi, yaitu 20: a. Komunikasi antar pribadi dimulai dengan diri pribadi (self). Berbagai persepsi komunikasi yang menyangkut pengamatan dan pemahaman berangkat dari dalam diri kita, artinya dibatasi oleh siapa diri kita dan bagaimana pengalaman kita. b. Komunikasi antar pribadi bersifat transaksional. Anggapan ini mengacu pada tindakan
pihak-pihak yang berkomunikasi secara serempak
menyampaikan dan menerima pesan. c. Komunikasi antar pribadi mencakup aspek-aspek isi pesan dan hubungan antar pribadi. Maksudnya komunikasi antar pribadi tidak hanya berkenaan dengan isi pesan yang dipertukarkan, tetapi juga melibatkan siapa partner komunikasi kita dan bagaimana hubungan kita dengan partner tersebut. 19 20
Sasa Djuarsa Senjaya, 2007, Teori Komunikasi, Universitas Terbuka, Jakarta, hal.2.3 Ibid, hal.2.3
21
d. Komunikasi antar pribadi mensyaratkan adanya ketekanan fisik antara pihak-pihak yang berkomunikasi. e. Komunikasi antar pribadi melibatkan pihak-pihak yang saling tergantung satu dengan lainnya (interdependen) dalam proses komunikasi. f. Komunikasi antar pribadi tidak dapat diubah maupun diulang. Jika kita salah mengucapkan sesuatu kepada partner komunikasi kita, mungkin kita dapat minta maaf dan diberi maaf, tetapi itu tidak berarti menghapus apa yang pernah kita ucapkan. Demikian pula kita tidak dapat mengulang suatu pernyataan dengan harapan untuk mendapatkan hasil yang sama, karena dalam proses komunikasi antar manusia, hal ini akan sangat tergantung dari respons partner komunikasi kita. Komunikasi antar perorangan dan bersifat pribadi baik yang terjadi secara langsung ataupun tidak langsung. Kegiatan-kegiatan seperti percakapan tatap muka, percakapan melalui telpon, dll merupakan contoh komunikasi antar pribadi. Teori-teori komunikasi antar pribadi umumnya memfokuskan pengamatannya pada bentuk-bentuk dan sifat hubungan, percakapan, interaksi dan karakteristik komunikator. b. Komunikasi Kelompok Memfokuskan pembahasan pada interaksi di antara orang-orang dalam kelompok-kelompok kecil. Teori komunikasi kelompok antara lain membahas tentang dinamika kelompok, efisiensi dan efektifitas penyampaian informasi dalam kelompok, pola dan bentuk interaksi, serta pembuatan keputusan.
22
Dalam wujud nyata yang dapat ditemui sehari-hari dikenal dari beberapa kelompok, seperti kelompok belajar, kelompok pemecahan masalah, serta kelompok sosial lainnya. Sementara dalam pembahasan mengenai metode pengambilan keputusan dalam kelompok, kita akan mengenal sejumlah metode yang digunakan di mana masing-masing metode yang dipakai bergantung kepada beberapa factor yang melingkupinya.21 Menurut Ronald B.Adler dan George Rodman seperti yang dikutip Sasa Djuarsa Senajaya,dkk dalam bukunya berjudul Teori Komunikasi, ada tiga tipe dalam kelompok, yaitu 22: a. Kelompok Belajar (Learning Group) Satu ciri yang menonjol dari learning group ini adalah adanya pertukaran informasi dua arah, artinya setiap anggota dalam kelompok belajar adalah kontributor atau penyumbang dan penerima pengetahuan. b. Kelompok Pertumbuhan (Growth Group) Kelompok pertumbuhan lebih memusatkan perhatiannya kepada permasalahan pribadi yang dihadapi para anggotanya. Wujud nyata dari growth group ini adalah kelompok bimbingan perkawinan, kelompok bimbingan psikologis, kelompok terapi. c. Kelompok Pemecahan Masalah (Problem Solving Group) Orang-orang yang terlibat dalam kelompok pemecahan masalah, bekerja bersamasama untuk mengatasi persoalan bersama yang mereka hadapi.
21 22
Sasa Djuarsa Senjaya, 2007, Teori Komunikasi, Universitas Terbuka, Jakarta, hal.3.3 Ibid, hal.3.3
23
Problem solving group dalam operasionalisasinya, melibatkan dua aktivitas penting. Pertama, pengumpulan informasi (gathering information) : bagaimana suatu kelompok sebelum membuat keputusan, berusaha mengumpulkan informasi yang penting dan berguna untuk landasan pengambilan keputusan tersebut. Dan kedua adalah pembuatan keputusan atau kebijakan itu sendiri yang berdasar pada hasil pengumpulan informasi.
c. Komunikasi Pembangunan Posisi komunikasi dan pembangunan ibarat dua sisi mata uang yang saling mendukung, tidak bisa dipisahkan. Secara konseptual, komunikasi dan pembangunan memandang perubahan sebagai proses sosial yang tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat. Semula konsep ini merupakan istilah untuk menunjukkan situasi keterbelakangan masyarakat akibat proses pembangunan, namun lambat laun menjadi entitas penting dalam kemajuan masyarakat. Dengan komunikasi, setiap individu dan kelompok dalam masyarakat mampu melihat, menafsirkan, dan memaknai tentang diri dan realitas sosialnya. Proses inilah yang kemudian dikenal efek perubahan sebagaimana definisi komunikasi yang telah kita pahami. Jika komunikasi didefinisikan sebagai usaha atau tindakan yang mengarah pada perubahan, perubahan didefinisikan sebagai proses pembangunan yang terencana, sistematis, dan menyeluruh dari situasi kondisi menuju kondisi yang lebih baik.23
23
Mulyana Deddy, Komunikasi Pembangunan, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2007, hal.114
24
Seperti halnya pengertian komunikasi yang sangat beragam, pengertian komunikasi pembangunan pun mengalami keragaman. Walaupun demikian, penjelasan atau pengertian komunikasi pembangunan dapat ditelusuri dari beberapa pandangan ahli yang concern dengan komunikasi dan pembangunan. Menurut Peterson (2000), ”komunikasi pembangunan adalah usaha yang terorganisir
untuk
menggunakan
proses
komunikasi
dan
media
dalam
meningkatkan taraf sosial dan ekonomi yang secara umum berlangsung dalam negara sedang berkembang”. Sejalan dengan Peterson, Quebral (1973) melihat komunikasi dalam pembangunan merupakan suatu tindakan yang bersifat pragmatis sehingga dia merumuskan, ”komunikasi pembangunan adalah komunikasi yang dilakukan untuk melaksanakan rencana pembangunan suatu negara”. Komunikasi pembangunan ini ada pada segala macam tingkatan, dari seorang petani sampai pejabat, pemerintah dan negara, termasuk juga didalamnya dapat berbentuk pembicaraan kelompok, musyawarah pada lembaga resmi siaran, dan lain-lain. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa komunikasi pembangunan merupakan suatu inovasi yang diterima oleh masyarakat melaui proses komunikasi.24
2.2 Sosialisasi Seringkali orang menuding ketidakberhasilan program pemerintah yang diperuntukkan bagi orang banyak karena kurang sosialisasi tapi banyak pihak pula yang kurang memahami sosialisasi seperti apa yang dilakukan untuk mencapai
24
Ibid, hal.115
25
keberhasilan tersebut. Untuk membahasnya perlu diketahui terlebih dahulu mengenai pengertian dari sosialisasi itu sendiri. Menurut Paul B.Horton dan Chester L.Hunt mengatakan bahwa sosialisasi adalah suatu proses dimana seseorang menghayati norma-norma kelompok dimana dia hidup sehingga timbulnya diri/self yang unik.25 Sedangkan menurut Charles R.Wright tentang sosialisasi ini adalah proses ketika individu mendapatkan kebudayaan kelompoknya dan menginternalisasikan (sampai tingkat tertentu) norma-norma sosialnya, sehingga membimbing orang tersebut untuk memperhitungkan harapan-harapan orang lain. Penting untuk ditegaskan bahwa sosialisasi tidak pernah ”total” dan merupakan proses yang terus menerus berlangsung, bergerak sejak kanak-kanak sampai usia tua.26 Adapun pengertian sosialisasi menurut Herbert H.Hyman seperti yang dikutip Astrid S.Susanto adalah ”suatu proses yang mengajar individu menjadi anggota masyarakat dan berfungsi dalam masyarakat tersebut27
2.2.1 Proses Sosialisasi Dari beberapa pengertian sosialisasi diatas terdapat banyak sekali persamaan, dan secara efektif mengetengahkan beberapa segi penting sosialisasi. Pertama, sosialisasi fundamental merupakan proses hasil belajar, belajar dari pengalaman atau seperti yang dinyatakan Aberle sebagai ”pola-pola aksi”. Kedua, memberikan indikasi umum hasil belajar tingkah laku individu dalam batas-batas yang luas, dan lebih khusus lagi berkenaan dengan pengetahuan 25
Sutaryo, Sosiologi Komunikasi, arti Bumi Intaran, Yogyakarta 2005 hal.156 Astrid S.Susanto, Filsafat Komunikasi, Bina Cipta, Bandung, 1995, hal.164 27 Ïbid hal.156 26
26
dan informasi, motif-motif dan sikap-sikap. Lagipula ditekankan bahwa kita tidak hanya berurusan dengan tingkah laku individu saja, tetapi juga dengan tingkah laku kelompok dimana individu tersebut menjadi bagian dari padanya. Ketiga, sosialisasi itu tidak perlu dibatasi sampai usia kanak-kanak dan masa remaja saja (sekalipun pada usia tersebut merupakan periode-periode yang paling penting dan berarti), akan tetapi sosialisasi itu tetap berlanjut sepanjang kehidupan.28 Menurut Zulkarnaen Nasution, sosialisasi adalah proses sosiopsikologis yang dijalanin setiap orang yang berlangsung seumur hidup dalam menerima norma-norma atau nilai-nilai, dan pola perilaku yang di anut masyarakat menjadi bagian dari dirinya. Akhirnya ditegaskan pula, bahwa sosialisasi merupakan para kondisi yang diperlukan bagi aktifitas sosial, dan baik secara implisit maupun eksplisit memberikan penjelasan mengenai tingkah laku sosial.29
2.3.Hubungan Masyarakat ( Humas) Suatu aktivitas komunikasi dapat dikatakan sebagai pengertian dari kegiatan humas berdasarkan ciri atau karakteristik humas, antara lain adanya upaya komunikasi dua arah, sifatnya yang terencana, berorientasi pada organisasi/perusahaan, sasarannya adalah public/khalayak.30 Mengenai definisi humas itu sendiri menurut Frank Jefkins : “ humas adalah sesuatu yang merangkum keseluruhan komunikasi yang terencana, baik itu
28
Michael Rush dan Phillip Althoff, Pengantar Sosiologi Politik, Manajemen, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta,1993, hal.30 29 Nasution Zulkarnain, Sosiologi Komunikasi Massa, Jakarta, Universitas Terbuka, 2003, hal.92 30 Frida Kusumastuti, Dasar-dasar Humas, Ghalia Indonesia, Jakarta 2002, hal.15-17
27
ke dalam maupun ke luar, antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan – tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian”.31 Definisi PR
menurut (British) Institute of Public Relations adalah
keseluruhan upaya yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik (good will) dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya. Definisi humas lainnya yang mendukung pernyataan diatas, menurut Cutlip dan Center serta Glen M.Broom, menyatakan bahwa : “Public Relations adalah fungsi manajemen yang menilai sikap public, mengidentifikasikan kebijaksanaan dan tata cara seseorang atau organisasi demi kepentingan public, serta merencanakan dan melakukan suatu program kegiatan untuk meraih pengertian dan dukungan public. Menurut
J.C.
Seidel,
Public
Relations
adalah
proses
yang
berkesinambungan dari usaha-usaha pihak manajemen untuk memperoleh sokongan (goodwill) dan pengertian dari para pelanggan, pegawai/karyawan dan publik umumnya. Ke dalam dengan melakukan analisa dan perbaikan-perbaikan terhadap diri sendiri, dan ke luar dengan mengadakan atau menyampaikan pernyataan-pernyataan.32 Menurut W.Emerson Reck, Public Relations adalah kelanjutan dari proses penetapan kebijakan-kebijakan, penentuan pelayanan-pelayanan, dan sikap yang disesuaikan 31 32
dengan
kepentingan
orang-orang
Frank Jefkins, Public Relations, Erlangga, Edisi ke-4, hal 9 T.May Rudy, Op Cit hal.76
atau
kelompok-kelompok
28
masyarakat agar orang atau lembaga itu memperoleh kepercayaan dan sokongan (goodwill) dari mereka.33 Dari definisi tersebut terlihat bahwa pada hakekatnya ada beberapa kesamaan pokok dalam kegiatan humas yaitu merupakan suatu kegiatan dengan tujuan
untuk
memperoleh
goodwill,
menciptakan
opini
public
yang
menguntungkan bagi perusahaan. Humas juga merupakan unsur yang sangat penting dalam manajemen karena berusaha untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara suatu lembaga dengan publiknya.34 Berdasarkan definisi tentang PR diatas maka penulis menyimpulkan bahwa Public Relations adalah upaya – upaya yang dilakukan oleh suatu organisasi baik itu organisasi profit maupun non profit untuk mendapatkan dukungan dan pengertian dari publiknya sehingga organisasi mendapatkan keuntungan seoptimal mungkin. PR menyangkut kepentingan setiap organisasi, baik itu organisasi yang bersifat komersial maupun yang non-komersial. Kehadirannya tidak bisa dicegah, terlepas dari kita menyukainya atau tidak.
2.3.1 Tujuan Humas Ruang lingkup tujuan PR itu sendiri ternyata sedemikian luas, namun sehubungan dengan keterbatasan sumber daya maka harus selalu dibuat prioritas. Beberapa diantaranya yang pokok adalah sebagai berikut 35:
33
T.May Rudy, Op Cit hal.77 Rachmadi, Public Relations dalam Teori dan Praktek, Gramedia Jakarta, 1994, hal.19 35 T.May Rudy,Ibid hal 80 34
29
a. Untuk mengubah citra umum di mata khalayak sehubungan dengan adanya kegiatan-kegiatan baru yang dilakukan oleh perusahaan. b. Untuk meningkatkan bobot kualitas para calon pegawai. c. Untuk menyebarluaskan cerita sukses yang telah dicapai oleh perusahaan kepada masyarakat dalam rangka mendapatkan pengakuan. d. Untuk memperkenalkan perusahaan kepada masyarakat luas, serta membuka pasar-pasar ekspor baru. e. Untuk mempersiapkan penerbitan saham tambahan atau karena adanya perusahaan yang akan go public. f. Untuk memperbaiki hubungan antara perusahaan itu dengan khalayaknya sehubungan dengan telah terjadinya suatu peristiwa yang mengakibatkan kecaman, kesangsian atau salah paham di kalangan khalayak terhadap niat baik perusahaan. g. Untuk menndidik para pengguna atau konsumen agar mereka lebih efektif dan mengerti dalam memanfaatkan produk-produk perusahaan h. Untuk meyakinkan khalayak bahwa perusahaan mampu bertahan atau bangkit kembali setelah terjadinya suatu krisis. i. Untuk meningkatkan kemampuan dan ketahanan perusahaan dalam menghadapi resiko pengambilalihan (take over). j. Untuk menciptakan identitas perusahaan yang baru. k. Untuk menyebarluaskan informasi mengenai aktifitas dan partisipasi para pimpinan perusahaan organisasi dalam kehidupan sosial sehari-hari.
30
l. Untuk mendukung keterlibatan perusahaan sebagai sponsor dari penyelenggaraan suatu acara. m. Untuk memastikan bahwa para politisi benar-benar memahami kegiatankegiatan atau produk perusahaan yang positif, agar perusahaan yang bersangkutan terhindar dari peraturan, undang-undang, dan kebijakan pemerintah yang merugikan. n. Untuk menyebarluaskan kegiatan-kegiatan riset yang telah dilakukan perusahaan. Berdasarkan hal tersebut penulis menyimpulkan bahwa tujuan humas yakni untuk memelihara citra baik organisasi kepada khalayaknya dengan melakukan berbagai cara yang dapat mendatangkan dukungan dari khalayaknya sehingga khalayak lebih apresiatif dan loyal terhadap organisasi.
2.3.2 Fungsi Public Relations atau Humas Fungsi dari Public Relations atau Humas di antaranya adalah fungsi timbal balik keluar dan ke dalam. Jika keluar harus mengusahakan tumbuhnya sikap dan gambaran image yang positif terhadap segala tindakan dan kebijaksanaan perusahaan atau organisasi. Sedangkan jika ke dalam harus berusaha mengenali, mengidentifikasi hal-hal yang dapat menimbulkan sikap dan gambaran yang negatif (kurang menguntungkan) dalam masyarakat sebelum kebijaksanaan itu dilaksanakan.
31
Menurut Cutlip and Center, seperti yang dikutip Neni Yulianita dalam bukunya Dasar-Dasar Public Relations, ada tiga fungsi Public Relations yaitu 36: 1.
To ascertain and evaluate public opinion as it relates to his organization (menjamin dan menilai opini publik yang ada dari organisasi)
2.
To counsel executives on ways of dealing with public opinion as it exist (untuk
memberikan
nasihat/penerangan
pada
manajemen
dalam
hubungannya dengan opini publik yang ada) 3.
To use communication to influence public opinion (untuk menggunakan komunikasi dalam rangka mempengaruhi opini publik)
Dari ketiga fungsi diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa fungsi PR yaitu : a. Fungsi internal yaitu memberikan saran konstruktif kepada manajemen atas opini public yang sedang berkembang tentang perusahaan atau organisasi. b. Fungsi Eksternal yaitu membina hubungan baik memberikan informasiinformasi kepada public tentang perusahaan atau organisasi saat ini.
2.3.3 Aktifitas Public Relations Pada dasarnya konsep bahwa PR haruslah direncanakan. Proses tersebut juga memerlukan aktifitas yang terus menerus, aktifitas di sini adalah suatu usaha untuk menciptakan dan menjaga proses kesepahaman bersama tersebut.
36
Neni Yulianita, 2005, Dasar-Dasar Public Relations, P2U, Bandung, hal.50
32
Dengan kata lain aktifitas tersebut melibatkan adanya suatu dialog antara organisasi dengan puliknya sehingga mereka dapat saling mendengarkan serta saling memahami.37 Secara tidak langsung dapat dilihat bahwa praktisi PR selalu mempertimbangkan dengan seksama bagaimana suatu program akan dimulai dan melanjutkan secara terstruktur sehingga bermanfaat bagi organisasi serta public yang berinteraksi dengan organisasi tersebut. Kemudian aktivitas praktisi Public Relations di lapangan mencakup sebagai konseptor, penasehat, komunikator dan penilaian yang handal. Oleh karena itu menjadi sangat penting apabila Pejabat Humas dituntut untuk memiliki kemampuan untuk memecahkan berbagai macam masalah yang dihadapinya dalam organisasi. Tujuan dari aktivitas Public Relations itu sendiri adalah cara menciptakan hubungan harmonis antara perusahaan yang diwakilinya dengan publiknya. Hasil yang diharapkan adalah terciptanya citra positif, kemauan baik, saling menghargai, saling timbul pengertian, toleransi antara kedua belah pihak. Dalam suatu organisasi atau perusahaan, untuk memberi kontribusi kepada rencana jangka panjang, para praktisi PR dapat melakukan langkah-langkah 38: 1. Menyampaikan fakta dan opini baik yang beredar di dalam maupun di luar perusahaan atau organisasi. 2. Menulusuri dokumen resmi perusahaan dan mempelajari perubahan yang terjadi secara histories. 37 38
Anne Gregory, Perencanaan dan Manajemen Kampanye PR (Erlangga,2004) hal 2 Soleh Soemirat & Elvinardo, Dasar-Dasar Public Relations (Rosda,2002)hal 91
33
3. Melakukan
analisis
SWOT
(Strengths/kekuatan,
Weakness/kelemahan,
Oppurtunities/peluang, Threats/ancaman)
James E.Grunig dan Fred Repper dalam Rhenald Kasali mengemukakan model
strategic
management
dalam
aktivitas
Public
Relations
(untuk
menggambarkan dua peran PR dalam strategic management secara menyeluruh dan dalam kegiatan PR itu sendiri) melalui 7 tahapan, dimana tahapan 1-3 adalah tahapan strategis sedangkan 4-7 tahap regular yang biasanya dilakukan praktisi PR yaitu 39: 1. Tahap stakeholder, sebuah organisasi atau perusahaan mempunyai hubungan dengan publiknya, bila mana perlu organisasi tersebut mempunyai pengaruh terhadap stakeholdernya ataupun sebaliknya. 2. Tahap Publik, public terbentuk ketika organisasi atau perusahaan menyadari adanya problem tertentu. 3. Tahap isu, public muncul ketika konsekuensi dari adanya problem selalu mengorganisasikan dan menciptakan “isu”. 4. PR perlu mengembangkan tujuan formal, seperti komunikasi , pemahaman, persetujuan dan perilaku terhadap program-program kampanye komunikasi. 5. PR harus mengembangkan program resmi dan kampanye komunikasi yang jelas untuk menjangkau tujuan ke atas. 6. PR khususnya para pelaksana, harus memahami permasalahan dan menerapkan kebijakan kampanye komunikasi.
39
Rhenald Kasali, Manajemen Public Relations, (Pustaka Utama Grafiti, 2005) hal.46
34
7. PR harus melakukan evaluasi terhadap efektivitas pelaksanaan, tugasnya untuk memenuhi pencapaian tujuan dan mengurangi konflik yang muncul di kemudian hari. Aktifitas Humas dapat memberikan konsekuensi pada berbagai hubungan bagi masing-masing public eksternal, di antaranya : a. Press Relations, yaitu kegiatan PR dalam rangka mengatur dan membina hubungan baik dengan pihak pers. b. Government Relations, yaitu kegiatan PR dalam rangka mengatur dan memelihara hubungan baik dengan pemerintah, baik pusat maupun daerah. c. Customer Relations, yaitu kegiatan PR dalam rangka mengatur dan memelihara hubungan baik dengan para langganan, sehingga hubungan itu selalu dalam situasi bahwa langgananlah yang sangat membutuhkan perusahaan bukan sebaliknya. d. Consumen Relations, yaitu kegiatan PR dalam rangka mengatur dan memelihara hubungan baik dengan para konsumen agar produk yang kita buat dapat diterima dengan baik oleh konsumen.
2.3.4 Perencanaan Program PR Untuk merencanakan program PR, Frank Jefkins mengemukakan 6 (enam) model untuk menjadi bahan pertimbangan bagi para pembuat rencana (penyusun rancangan program atau kegiatan). Enam model tersebut adalah :
35
1. Apresiasi Situasi Model ini berusaha menganalisa situasi, hubungan social, sikap khalayak/public di masyarakat dalam menanggapi suatu program, terhadap lembaga, organisasi, dan perusahaan, atau suatu produk baik berupa barang maupun jasa. Situasi yang mungkin dihadapi cukup bervariasi yaitu : a) situasi permusuhan, b) situasi prasangka buruk, c) situasi ketidakpedulian, dan d) situasi ketidaktahuan. 2. Batasan Tujuan Model ini bertujuan untuk menyusun dan merencanakan program PR berdasarkan pada tujuan yang ingin dicapai. Misalnya, tujuan partai politik untuk meraih sokongan public pemilih dalam pemilu atau tujuan perusahaan untuk menjual saham kepada public (go public). 3. Batasan Publik (khalayak yang dituju) Model ini digunakan untuk menentukan program yang akan dilaksanakan dengan mempertimbangkan (membuat batasan) mengenai berbagai kelompok khalayak yang dituju atau konsumen yang akan dijaring. 4. Pilihan Media dan Teknik Model ini bertumpu pada analisis untuk merencanakan program komunikasi massa dan PR dengan memilih media yang efektif dan teknik yang tepat untuk meraih simpati masyarakat. 5. Pertimbangan anggaran atau biaya Model ini bertumpu pada sumber anggaran (biaya) untuk kegiatan dalam merencanakan programnya.
36
6. Evaluasi pasar atau evaluasi terhadap opini masyarakat Model
ini
menyangkut
perencanaan
program
PR
dengan
mempertimbangkan kondisi social, sikap, selera dan kecendrungan masyarakat, serta mekanisme pasar yang mempengaruhi kecendrungan masyarakat untuk mengkonsumsi produk tertentu atau menerima program tertentu.40 Dalam melakukan perencanaan suatu program, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan, yaitu 41: 1. Menentukan program yang hendak dicapai, menyangkut penyusunan skala-skala prioritas. 2. Memperkirakan jangka waktu pelaksanaan program/kegiatan dan jam kerja masing-masing pegawai atau staf. 3. Memilih staf yang berkualitas dan cocok untuk program tersebut. 4. Menyediakan sarana dan prasarana (kelengkapan Fisik)
2.4 Humas Pemerintahan Humas pemerintah pada dasarnya tidak bersifat politis. Bagian humas di institusi pemerintahan dibentuk untuk mempublikasikan atau mempromosikan kebijakan – kebijakan mereka. Memberi informasi secara teratur tentang kebijakan, rencana-rencana, serta hasil-hasil kerja institusi serta memberi pengertian kepada masyarakat tentang peraturan dan perundang-undangan dan 40 41
T.May Rudy, Op Cit hal.92 Ibid, hal.94
37
segala sesuatunya yang berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Selain keluar, humas pemerintahan dan politik juga harus memungkinkan untuk memberi masukan dan saran bagi para pejabat tentang segala informasi yang diperlukan dan reaksi atau kemungkinan reaksi masyarakat akan kebijakan institusi, baik yang sedang dilaksanakan, akan dilaksanakan, ataupun yang sedang diusulkan.42 Seiring dengan tuntutan transparansi dari masyarakat luas sebagai publik pemerintah, manfaat humas dalam penyelenggaraan pemerintah secara umum telah diterima sejak lama. Bahkan beberapa kalangan mengatakan, pemanfaatan humas oleh pemerintah mendahului
penggunaannya oleh non pemerintahan.
Humas dalam pemerintahan dan politik tidak dapat dilepaskan dari opini publik.43 Undang – undang dan peraturan organisasi, seringkali menghambat fungsi humas. Masalah dana, tumpang tindihnya job description, penyalahgunaan para pejabat terhadap humas demi publisitas pribadi dan untuk melindungi ketidakjujuran dan program-program yang tidak perlu merupakan hal-hal yang memperburuk citra humas pemerintahan. Dengan demikian, ada dua sisi yang melatarbelakangi perkembangan humas pemerintahan. Kedua adalah hambatan-hambatan yang dihadapi oleh humas pemerintah. Dua sisi ini pada akhirnya mengakibatkan penampilan humas pemerintahan yang tersembunyi di bawah berbagai nama, tugas, wewenang, dan dibiayai dari berbagai macam cara yang berbeda. Kebanyakan humas pemerintahan diarahkan untuk hubungan dengan media, masalah umum, 42
Aly, Bachtiar. Teknik Hubungan Masyarakat. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakartam 1995, hal 17 43 Aly, Bachtiar. Teknik Hubungan Masyarakat. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakartam 1995, hal 17
38
dokumentasi, dan publikasi. Sementara itu kegiatan-kegiatan yang biasanya ditangani oleh humas antara lain adalah konferensi pers, membuat press release, press kliping, menerbitkan media intern, mengorganisir pertemuan dengan masyarakat, dokumentasi semua kegiatan instansi, mengorganisir kunjungankunjungan pejabat, menerima keluhan masyarakat/publik. Humas dalam lembaga pemerintah (departemen, lembaga non departemen, BUMN) merupakan suatu keharusan fungsional dalam rangka tugas penyebaran informasi tentang kebijakan, program dan kegiatan-kegiatan lembaga pemerintah kepada masyarakat.
2.4.1 Tugas dan Fungsi Humas Pemerintah Humas pemerintah bertugas memberikan informasi dan penjelasan kepada khalayak/publik mengenai kebijakan dan langkah/langkah atau tindakan yang diambil oleh pemerintah serta mengusahakan tumbuhnya hubungan yang harmonis antara lembaga atau instansi dengan publiknya dan memberikan pengertian kepada publik (masyarakat) tentang apa yang dikerjakan oleh instansi pemerintah, dimana Humas itu berada dan berfungsi. Jadi pada dasarnya tugas humas pemerintah, diantaranya 44: 1. Memberikan penerangan dan pendidikan kepada masyarakat tentang kebijakan, langkah-langkah dan tindakan-tindakan pemerintah serta memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa informasi yang diperlukan secara terbuka, jujur, dan objektif. 44
T. May Rudy, Komunikasi & Hubungan Masyarakat Internasional, Refika Aditama, Bandung, 2005, hal. 75
39
2. Memberikan bantuan kepada media berita berupa bahan-bahan informasi mengenai kebijakan dan langkah-langkah serta tindakan pemerintah, termasuk fasilitas peliputan kepada media berita untuk acara-acara resmi yang penting. Pemerintah merupakan sumber informasi yang penting bagi media, karena itu sikap keterbukaan informasi sangat diperlukan. 3. Mempromosikan kemajuan pembangunan ekonomi dan kebudayaan yang telah dicapai oleh bangsa kepada khalayak di dalam negeri maupun di luar negeri. 4. Mempromosikan kemajuan pembangunan ekonomi dan kebudayaan yang telah dicapai oleh bangsa kepada khalayak di dalam negeri maupun di luar negeri. Menurut Rosady Ruslan, dalam bukunya Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi mengatakan fungsi pokok Humas Pemerintah Indonesia, antara lain : a. Mengamankan kebijakan dan program kerja pemerintah yang diwakilinya. b. Memberikan pelayanan dan menyebarluaskan pesan atau informasi mengenai kebijakan hingga mampu mensosialisasikan program –program pembangunan secara nasional kepada masyarakat. c. Menjadi komunikator dan sekaligus mediator yang proaktif dalam upaya menjembatani instansi pemerintah, dan menampung aspirasi, atau opini publik (masyarakat) serta memperhatikan keinginan-keinginan publiknya.
40
d. Berperan serta secara aktif dalam menciptakan iklim yang kondusif dan dinamis serta demi mengamankan stabilitas dan keamanan politik pembangunan sosial, baik jangka pendek maupun jangka panjang.45 Penulis menyimpulkan bahwa tugas dari humas pemerintah adalah memberikan informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat melalui mediamedia informasi tentang program-program pemerintah dalam berbagai bidang agar tujuan dari program tersebut mendapat
manfaat bagi masyarakat dan
pemerintah.
2.4.2 Fasilitator sebagai humas pemerintah Sebagai suatu strategi komunikasi dalam perubahan sosial dan pembangunan, dibutuhkan langkah-langkah operasional dalam penerapannya. Langkah ini ditempuh dengan melibatkan berbagai pihak yang berkompeten dan berkepentingan (stakeholders) sehingga seluruh program pembangunan bisa berjalan sesuai tujuannya. Oleh karena itu, dibutuhkan tenaga-tenaga terampil dan profesional, baik perorangan maupun kelompok yang paham dibidangnya masingmasing. Melalui tenaga-tenaga terdidik atau terampil, diharapkan dapat memelopori,
menggerakkan,
membuka
wawasan
berpikir,
ataupun
menyebarluaskan proses perubahan tersebut. Para tenaga tersebut memiliki kualifikasi dan kemampuan sehingga disebut agen perubahan atau dalam istilah populernya agent of change. 46
45
F.Rachmadi, Public Relations, Dalam Teori dan Praktek, PT Gramedia Pustaka Utama, 1994, hal.80. 46 Ibid, hal.141
41
Para agen ini bisa saja berasal dari pemerintah (government) atau organisasi non pemerintah (non government organization). Mereka terdiri dari : birokrat, politisi, (parpol), kelompok profesi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), KSM, organisasi masyarakat, dan lain-lain yang concern, peduli terhadap pemberdayaan masyarakat di tingkat bawah. Peran mereka sangatlah penting dalam penerapan strategi ini.47 Seorang agen (komunikator) mampu melakukan
perubahan sikap,
pendapat, dan tingkah laku sasarannya (komunikan) apabila dalam dirinya terdapat faktor-faktor kredibilitas dan daya tarik. Menurut Rakhmat (1999), dalam berkomunikasi yang berpengaruh terhadap komunikan bukan hanya apa yang disampaikan, melainkan juga keadaan komunikator secara keseluruhan. Jadi ketika komunikator menyampaikan suatu pesan, komunikan tidak hanya mendengarkan pesan tersebut, tetapi ia juga memperhatikan siapa yang menyampaikannya. Di Indonesia, istilah lain agen perubahan adalah penyuluh pembangunan (dahulu disebut penyuluh pertanian). Kata penyuluh pembangunan sendiri untuk ukuran masyarakat luas belum terlalu populer dibanding istilah penyuluh pertanian. Istilah atau nama-nama ini sesungguhnya menunjuk pada terminologi usaha pembangunan masyarakat sehingga dalam berbagai hal, istilah – istilah tersebut mengandung kesamaan. Agen perubahan adalah orang yang membantu pelakaksanaan perubahan sosial. Selanjutnya menurut Rogers dan Shoemaker (1971), agen perubahan merupakan tugas profesional yang memengaruhi suatu
47
Ibid, hal.141
42
putusan pada inovasi menurut arah yang diinginkannya. Dengan demikian, mereka menyimpulkan fungsi para agen perubahan ini dipandang sebagai mata rantai komunikasi antara dua atau lebih sistem sosial. Pada tataran pragmatis, fungsi agen perubahan ini meliputi fungsi pemberi – penerus informasi dan penghubung serta penjelas (explanation). Untuk tujuan tersebut, posisi dan status para agen perlu dibedakan antara orang dalam (insiders) atau orang luar (outsiders) sebab suatu perubahan membutuhkan pemahaman lebih lanjut. Peran orang dalam dan orang luar dalam kegiatan ini sangat menentukan keberhasilan suatu ide, gagasan atau inovasi diterima atau ditolak. Tidak jarang dalam banyak kasus, para agen pembangunan berasal dari dalam lingkungan masyarakat sehingga mempermudah usaha persuasi dalam penerimaan ide pembangunan. Mereka diyakini mengetahui seluk beluk karakteristik masyarakat tersebut. Bila hal ini dapat dilakukan, peran dan fungsi agen pembangunan dapat berjalan mencapai tujuan. Dengan demikian, tindakan mengidentifikasi, mengorganisasi, memberi penguatan, memberi pencerahan termasuk mengevaluasi setiap program hasil pembangunan mudah dilakukan secara luas. Melalui agen pembangunan atau penyuluh pembangunan, suatu ide, gagasan atau inovasi baru yang berguna dapat diperkenalkan dan dipergunakan. Berdasarkan
rumusan
tersebut,
fungsi
komunikator
pembangunan
mengandung arti usaha pendidikan, persuasif, penyampain ide-ide baru(inovasi) yang bertujuan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, wawasan, dan cita-cita menuju pada suatu perubahan sikiap dan tingkah laku. Dengan demikian, yang
43
dimaksud agen perubahan atau penyuluh pembangunan adalah orang atau kelompok yang terdiri dari tenaga terdidik dan terampil untuk melakukan perubahan sosial (social changes), melalui informasi pembangunan, saluran (media), dan sasaran pembangunan, secara terencana, sistematis, sinergi, dan terintegrasi.48 Menurut pendapat penulis pada perkembangan selanjutnya peran humas pemerintah yang pada keterangan di atas disebutkan sebagai penyuluh pembangunan atau agen perubahan dapat disamaartikan sebagai Fasilitator dalam program PNPM Mandiri Perkotaan, hal ini karena melihat peran Fasilitator hampir sama dengan peran humas pemerintah, yaitu sebagai 49: a. Agent of project yaitu melaksanakan program termasuk mencatat dan mendokumentasikan setiap perkembangan program dan melaporkannya ke Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) sebagai masukan untuk data SIM ( Sistim Informasi Manajemen ). b. Agent of change (agen perubahan) yaitu memberdayakan masyarakat termasuk mensosialisasikan masyarakat tentang PNPM Mandiri – Perkotaan melakukan intervensi dalam rangka pemberdayaan masyarakat dan membantu masyarakat merumuskan serta melaksanakan kegiatan penanggulangan kemiskinan.
2.5 Masyarakat Khalayak (public) adalah sekelompok orang yang berkomunikasi dengan suatu organisasi baik secara internal maupun eksternal. Hubungan internal 48 49
Ibid, hal.144 Ibid 60
44
mengacu kepada hubungan yang dilakukan di dalam lingkungan organisasi perusahaan itu sendiri, sedangkan hubungan eksternal adalah merupakan hubungan yang jangkauannya sangat luas karena menjalin hubungan dengan masyarakat dan organisasi-organisasi yang cukup banyak. Pada kenyataannya eksternal terdiri atas banyak orang serta sangat berbeda-beda kepentingannya.50 Hal ini dikarenakan berbeda dari yang diindikasikan dari definisi di beberapa kamus tentang kegiatan-kegiatan Public Relations tidak diarahkan kepada khalayak dalam pengertian yang seluas-luasnya (‘masyarakat umum’). Dalam kalimat lain, kegiatan – kegiatan Public Relations tersebut khusus diarahkan kepada khalayak terbatas atau pihak – pihak tertentu yang berbeda – beda, dan masing-masing dengan cara yang berlainan pula. Dalam memilih khalayak, Public Relations bersifat lebih diskriminatif. Unsur atau segmen tertentu sengaja dipilih dalam rangka lebih mengefektifkan penerimaan pesan-pesan.51 Menurut BPS kriteria untuk menentukan keluarga/rumah tangga miskin diantaranya : a. Luas bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang. b. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. c. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester. d. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain. 50 51
Frank Jefkins, Public Relations (Edisi Ke 5), Hal.80 Ibid, hal.81
45
e. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. f. Sumber air minum berasal dari sumur /mata air tidak terlindung/sungai/air hujan. g. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar /arang/minyak tanah. h. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu. i. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. j. Hanya sanggup makan hanya satu/dua kali dalam sehari. k. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik l. Sumber penghasilan kepala keluarga adalah petani dengan luas lahan 500m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp.600.000,- (Enam Ratus Ribu ) per bulan. m. Pendidikan tertinggi kepala keluarga : tidak bersekolah/tidak tamat SD/hanya SD n. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai nominal Rp.500.000,- (Lima Ratus Ribu Rupiah), seperti sepeda motor kredit/nonkredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang lainnya. Jika minimal 9 variabel terpenuhi, maka dikategorikan sebagai rumah tangga miskin.
46
2.6
Pemberdayaan Masyarakat atau Community Development Pemberdayaan masyarakat adalah bagaimana suatu komunitas masyarakat
memiliki kemampuan, kemauan serta tekad untuk memperbaiki diri, memajukan lingkungan serta keluarganya untuk terlepas dari belenggu kemiskinan, kemelaratan dan kebodohan.52 Selain itu pemberdayaan masyarakat dapat diartikan bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.53 Dalam kaitannya dengan permukiman, pemberdayaan masyarakat dapat diartikan
sebagai
memungkinkan
upaya
untuk
pengembangan
menciptakan potensi
iklim
masyarakat,
pembangunan membangun
yang potensi
masyarakat yang lemah/tertinggal, dan pemihakan kepada yang lemah/tertinggal untuk melindungi dari persaingan yang tidak seimbang dan eksploitasi yang kuat terhadap yang lemah.54 Pada dasarnya Community Development merupakan suatu proses adaptasi sosial budaya yang dilakukan oleh industri dan pemerintahan terhadap kehidupan masyarakat lokal. Artinya, bahwa industri adalah sebuah elemen hidup yang berlaku di masyarakat.
52
Djiman M.Sarosa, Prinsip-prinsip Good Governance dalam Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Kotamadya Jakarta Barat, 2002, hal.3 53 Badan Pemberdayaan Masyarakat, Proses Penentuan Area Prioritas dan Masalah-masalah Komunitas (BPM, Provinsi DKI Jakarta, 2002), hal.16 54 Kantor Menteri Negara Perumahan Rakyat, Evaluasi dan Konsolidasi Model Pembangunan Partisipatif dalam Bidang Perumahan dan Permukiman, Laporan Rapat Kerja, Cisarua 12 – 13 Juni 2007
47
Sebagai salah satu elemen, berarti industri masuk dalam struktur sosial masyarakat
setempat
dan
berfungsi
terhadap
elemen
lainnya.
Dengan
kesadarannya, industri harus dapat membawa masyarakat sekitar bergerak menuju kemandiriannya tanpa merusak tatanan sosial yang ada. Konsep community development telah banyak dirumuskan di dalam berbagai definisi. PBB mendefinisikannya : “as the process by which the efforts of the people themselves are united with those of governmental authorities to improve the economic, social and cultural conditions of communities, to integrade these communities into the life of the nations, and to enable them to contribute fully to national progress”. (Luz.A.Einsiedel 1968:7).55 Definisi ini menekankan bahwa pembangunan masyarakat merupakan suatu ’proses’ di mana usaha-usaha atau potensi-potensi yang dimiliki masyarakat diintegrasikan dengan sumber daya yang dimiliki pemerintah, untuk memperbaiki kondisi ekonomi, sosial dan kebudayaan dan mengintegrasikan masyarakat di dalam konteks kehidupan berbangsa serta memberdayakan mereka agar mampu memberikan kontribusi secara penuh untuk mencapai kemajuan pada level nasional. Arthur Dunham mencoba untuk memberikan definisi mengenai Community Develoment, yaitu :
55
Luz. A.Einsiedel, Community Development, diakses dari internet
48
“ As organized efforts to improve the conditions of community life, primarly through the enslisement of self help and cooperative effort from villagers, but with technical assistance from government or voluntary organizations”.56 Rumusan diatas menekankan bahwa pembangunan masyarakat merupakan usaha yang terorganisasi bertujuan untuk memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat dan memberdayakan masyarakat untuk mampu bersatu dan mengarahkan diri sendiri. Pembangunan masyarakat bekerja terutama melalui peningkatan organisasi-organisasi swadaya dan usaha-usaha bersama dari individu-individu di dalam masyarakat, akan tetapi biasanya dengan bantuan teknis maupun organisasi-organisasi sukarela. Dunham mengemukakan 4 unsur dari community development 57 : 1. A plan program with a focus on the total needs of the village community. 2. Technical assistance 3. Integrating various specialities for the community. 4.
A major emphasis upon self – help and participations by the resident of the community. Dari definisi diatas community development dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut : 1.
Community Development merupakan suatu proses pembangunan yang berkesinambungan. Artinya kegiatan tersebut dilaksanakan secara terorganisir dan dilaksanakan tahap demi tahap, dimulai dari tahap
56
Arthur Dunham, Community Welfare Organizations two Principles and practice, Thoma Crwell Company, New York 1965, hal.240 57 Ibid, hal. 242
49
permulaan sampai pada tahap kegiatan tindak lanjut dari evaluasi follow up activity and evaluations. 2.
Community development bertujuan memperbaiki to improve kondisi ekonomi, sosial, dan kebudayaan masyarakat untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik.
3.
Community
development
memfokuskan
kegiatannya
melalui
pemberdayaan potensi-potensi yang dimiliki masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka, sehingga prinsip to help themselves dapat menjadi kenyataan. 4.
Community
development
memberikan
penekanan
pada
prinsip
kemandirian, artinya partisipasi aktif dalam bentuk aksi bersama group actions di dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhankebutuhannya dilakukan berdasarkan potensi-potensi yang dimiliki masyarakat. 5.
Community development adalah upaya memperdayakan untuk mendukung kesejahteraan dan kemandirian masyarakat secara berkelanjutan.
2.6.1 Tujuan Community Development. Pemberdayaan masyararakat bertujuan untuk meningkatkan potensi masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik bagi seluruh warga masyarakat melalui kegiatan-kegiatan swadaya. Memberdayakan masyarakat bertujuan untuk “mendidik diri mereka sendiri” atau “membantu masyarakat agar mampu membantu diri mereka sendiri”.
50
Tujuan yang akan dicapai melalui usaha pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat yang mandiri, berswadaya, mampu mengadopsi inovasi, dan memiliki pola pikir yang cosmopolitan.58 Masyarakat tidak mau berpartisipasi di dalam program pembangunan masyarakat, kecuali mereka dapat memperoleh apa yang mereka inginkan. Karena itu, tugas utama dari mereka yang bertanggung jawab di dalam program pemberdayaan masyarakat adalah mengidentifikasikan kebutuhan yang dirasakan masyarakat. Masyarakat juga perlu dibantu untuk mengadakan penilaian yang terbaik bagi mereka, tentang apa yang menjadi kebutuhan mereka termasuk bagaimana menjadikan mereka memperoleh kepuasan. Yang
paling
penting
adalah
bagaimana
mereka
menempuh
mengidentifikasi kebutuhan yang belum mereka rasakan dan memiliki rasa sadar akan pentingnya kepuasan mereka.
2.6.2 Metode Kerja Community Development Community Development dan segala kegiatannya dalam pembangunan sebaiknya menghindari metode kerja “doing for the community”. Metode kerja doing for, akan menjadikan masyarakat menjadi pasif, kurang kreatif, dan bahkan mendidik masyarakat untuk bergantung pada bantuan pemerintah atau organisasi pemberi bantuan. Sebaliknya, metode kerja doing with merangsang masyarakat
58
Http:/www.depdiknas.go.id/jurnal/32/pendidikan pola pemberdayaan masyarakat
51
menjadi aktif dan dinamis serta mampu mengidentifikasi mana kebutuhan yang sifatnya real needs, felt needs, expected needs.59 Salah satu bentuk program pemberdayaan masyarakat yang umumnya dijalankan oleh perusahaan adalah Corporate Social Responsibility (CSR). Menurut The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) in Fox, et al (2002), CSR didefinisikan sebagai komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam
pembangunan
ekonomi
berkelanjutan
bekerja
dengan
karyawan
perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komunitas-komunitas setempat dan masyarakat secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan. Konsep kedermawanan perusahaan (corporate philanthropy) dalam tanggung jawab sosial tidak lagi memadai karena konsep tersebut tidak melibatkan kemitraan tanggung jawab perusahaan secara sosial dengan stakeholder lainnya. Masyarakat yang ada di wilayah dampak adalah pemangku kepentingan CSR yang dapat disebut terpenting. Di dalamnya terdapat kelompok-kelompok yang karena aspek struktural, kultural atau penyebab lain berada di posisi kurang beruntung. Kelompok ini adalah yang paling rentan menghadapi berbagai kondisi, termasuk kemungkinan dampak negatif perusahaan. Karenanya menjadi penting memetakan kelompok masyarakat ini kemudian dibuat program khusus community development untuk mengurangi kerentanan tersebut. Berdasarkan uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa program pemberdayaan masyarakat harus mengajak semua elemen masyarakat untuk dijadikan subjek dalam mengatasi persoalan yang ada di lingkungannya.
59
ibid
52
Masyarakat diajak untuk aktif memberikan kesadaran kepada anggota masyarakat lainnya bahwa program pemberdayaan yang diterapkan perusahaan atau organisasi tidak dapat berhasil jika tidak didukung partisipasi masyarakat. Masyarakat juga diberi kesadaran bahwa harapan dari program pemberdayaan adalah berlanjut secara terus menerus meskipun program dihentikan. Dalam hal ini organisasi atau perusahaan tidak lagi memberikan bantuan program berbasis pemberdayaan tidak berdasarkan atas pengetahuan mereka melainkan menggali segala potensi dan permasalahan yang ada di komunitas masyarakat untuk dapat dijadikan sebagai acuan dalam menyusun program tepat sasaran sesuai dengan usulan-usulan kegiatan penanggulangan permasalahan yang ada di masyarakat tersebut sehingga manfaat dirasakan semua elemen tanpa ada rasa ketidakadilan.
53
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah menggambarkan secara terperinci fenomena social tertentu kemudian menganalisisnya serta menginterpretasikan melalui data yang terkumpul. Pelaksanaan metode deskriptif tidak terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data tetapi meliputi analisis dan interpretasi tentang arti data itu agar bisa menggambarkan secara tepat gejala fenomena social tersebut. Jalaluddin Rahmat dalam bukunya Metode Penelitian Komunikasi juga menerangkan bahwa penelitian ini tidak mencari tahu atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi, penelitian ini diartikan melukiskan variabel demi variabel satu demi satu, penelitian ini bertindak hanya sebagai pengamat. Penelitian deskriptif digunakan untuk : a. Mengumpulkan informasi actual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada. b. Mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku. c. Membuat perbandingan atau evaluasi.
53
54
d. Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama, dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang. Tujuan inilah yang akan diteliti melalui metode deskriptif kualitatif yaitu mencari informasi melalui wawancara kepada Fasilitator, Korkot PNPM Mandiri Perkotaan dan kepada masyarakat miskin dan non miskin di Kecamatan Cilincing.
3.2 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus, yaitu salah satu metode penelitian ilmu-ilmu social secara umum, studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how atau why.60 Studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu program, atau suatu situasi social. Peneliti studi kasus berupaya menelaah sebanyak mungkin data mengenai subjek yang diteliti. Peneliti sering menggunakan berbagai metode : wawancara (riwayat hidup), pengamatan, penelaahan dokumen, (hasil) survey, dan data apa pun untuk menguraikan suatu kasus secara terinci.61 Alasan penulis menggunakan metode ini karena adanya fenomena yang bersifat kontemporer dalam kehidupan nyata, yaitu aktifitas sosialisasi fasilitator untuk memberdayakan masyarakat miskin melalui program PNPM Mandiri 60 61
Robert K.Yin, Studi Kasus Desain dan Metode (Grafindo Persada) hal.1 Dedy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif,Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006
55
Perkotaan. Dan dengan metode studi kasus di sini diharapkan bisa menjelaskan dalam menghadapi beberapa pertanyaan yang relatif sulit, seperti : a) Bagaimana mendefinisikan kasus yang akan diselidiki b) Bagaimana menentukan bahwa data yang akan dikumpulkan itu relevan. c) Apa yang seharusnya dikerjakan sehubungan dengan data yang telah terkumpul. Kemudian untuk studi kasus, kelebihan akan tampak bilamana, pertanyaan ”bagaimana” dan “mengapa” akan diarahkan ke serangkaian peristiwa kontemporer, dimana peneliti hanya memiliki peluang yang kecil sekali atau tak mempunyai peluang sama sekali untuk melakukan control terhadap peristiwa tersebut.
3.3 Narasumber Dalam penelitian ini, penulis memperoleh beberapa narasumber yang menjadi kunci (key informan). Key informan yang berkompeten dalam memberi penjelasan serta beberapa informasi yang dianggap mewakili dan menjawab mengenai peran fasilitator dalam memberdayakan masyarakat miskin, diantaranya dari : 1. Bapak Catur Singgih, selaku Kordinator Kota Wilayah (Korkot Wilayah) DKI Jakarta yang memantau pelaksanaan kegiatan Fasilitator PNPM Mandiri Perkotaan. 2. Sri Subagyo, selaku Fasilitator yang mendampingi program PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Cilincing.
56
3. Bapak Yohanes mewakili
warga miskin sebagai sasaran program BLM
PNPM Mandiri Perkotaan. 4. Bapak Idil Adha, Kordinator LKM Rorotan dan Bapak Sutarto Kordinator LKM Cilincing.
3.4. Definisi Konsep Definisi konsep adalah unsur penelitian yang terpenting dan merupakan definisi yang dipakai untuk menggambarkan secara abstrak. Untuk memperoleh pengertian mengenai konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini, maka diperlukan adanya rancangan kategorisasi. Adapun kategori tersebut adalah sebagai berikut : 1. Aktifitas Sosialisasi Aktifitas sosialisasi adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan ketika individu mendapatkan kebudayaan kelompoknya dan menginternalisasikan (sampai tingkat tertentu) norma-norma sosialnya, sehingga membimbing orang tersebut untuk memperhitungkan harapan-harapan orang lain. Penting untuk ditegaskan bahwa sosialisasi tidak pernah ”total” dan merupakan proses yang terus menerus berlangsung, bergerak sejak kanak-kanak sampai usia tua. 2. Fasilitator sebagai humas pemerintah Berdasarkan pengertian dari fungsi – fungsi pokok humas pemerintahan menurut Rosady Ruslan, dalam bukunya Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi dapat disimpulkan bahwa Fasilitator adalah humas pemerintah
57
dimana fasilitator juga berperan sebagai agen perubahan (agent of change) dan agen of project. Fasilitator juga memberikan pelayanan dan menyebarluaskan pesan atau informasi mengenai kebijakan hingga mampu mensosialisasikan program –program pembangunan secara nasional kepada masyarakat, Menjadi komunikator dan sekaligus mediator yang proaktif dalam upaya menjembatani instansi pemerintah, dan menampung aspirasi, atau opini publik (masyarakat) serta memperhatikan keinginan-keinginan publiknya. 3. Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses pembangunan yang berkesinambungan. Artinya kegiatan tersebut dilaksanakan secara terorganisir dan dilaksanakan tahap demi tahap, dimulai dari tahap permulaan sampai pada tahap kegiatan tindak lanjut dari evaluasi follow up activity and evaluations.
3.5 Fokus Penelitian Dalam melaksanakan pekerjaannya, Humas akan menggunakan konsepkonsep manajemen untuk memppermudah pelaksanaan tugas-tugasnya sesuai dengan fungsi dan peranannya. Menurut Cutlip dan Center, proses kerja humas digambarkan dalam sebuah bagan sebagai berikut : a. Penemuan Fakta b. Perencanaan Program c. Aksi dan Komunikasi d. Evaluasi Sumber gambar : Diadaptasi dari Scott M.Cutlip, Allen H.Center dan Glen M.Brown, Effectife Public Relations
58
a. Penemuan Fakta (Fact Finding) Dalam tahap ini, penelitian yang berkaitan dengan opini, sikap dan reaksi dari publik sasaran yang berkepentingan dengan aksi dan kebijaksanaankebijaksanaan suatu organisasi. Kemudian melakukan evaluasi dari fakta dan informasi yang masuk untuk menentukan keputusan berikutnya. Pada tahap ini akan menetapkan suatu fakta dan informasi yang berkepentingan dengan kepentingan organisasi. b. Perencanaan dan Program (Planning for Program) Tahapan ini memberikan sikap,opini, ide dan reaksi yang berkaitan dengan kebijakan serta menetapkan program kerja organisasi yang sejalan dengan kepentingan atau keinginan-keinginan pihak yang berkepentingan. c. Aksi dan komunikasi Tahapan ini adalah menjelaskan dan sekaligus mendramatisirkan informasi mengenai langkah-langkah yang akan dilakukan, sehingga mampu menimbulkan kesan-kesan yang secara efektif untuk dapat mempengaruhi bagi pihak-pihak yang dianggap penting dan berpotensi dalam upaya memberikan dukungan sepenuhnya. d. Evaluasi (evaluation) Pada tahapan ini humas mengadakan penilaian terhadap hasil-hasil dari program kerja atau aktifitas humas lainnya yang telah dilaksanakan, serta keefektifitas dari teknik-teknik manajemen dan komunikasi yang telah digunakan.
59
3.6 Teknik Pengumpulan Data A. Pengumpulan Data Primer Melalui wawancara secara langsung dengan bagian fasilitator yang merupakan sumber informasi dan mempunyai peranan penting dan cukup mewakili dalam memberdayakan masyarakat miskin dan juga kepada masyarakat miskin. B. Pengumpulan Data Sekunder Studi Kepustakaan, yaitu untuk memperoleh teori dan bahan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, yaitu melalui buku, artikel, internet.
3.7 Teknik Analisa Data Dalam analisa data ini, penulis menggunakan wawancara mendalam dengan sumber. Dalam analisa data ini harus dapat memilah dan memadukannya kembali. Masalah ini tidak akan muncul jika deskripsi tidak berakhir dalam analisis itu namun harus diingat bahwa dalam analisis kita bertujuan untuk menghasilkan sesuatu yang dianalisis. Penelitian seperti ini memerlukan kualifikasi yang memadai, yaitu : a. Pertama harus memiliki sifat yang reseptif, ia harus mencari bukan menguji. b. Kedua, ia harus memiliki sifat integrative, yaitu kekuatan untuk memadukan berbagai macam informasi yang diterimanya menjadi satu kesatuan penafsiran.
60
3.8 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data Selama pelaksanaan penelitian, suatu kesalahan dimungkinkan dapat terjadi. Apakah itu berasal dari penulis atau dari para nara sumber. Maka untuk mengurangi dan meniadakan kesalahan data tersebut, penulis mengadakan pengecekan kembali data tersebut sebelum diproses dalam bentuk laporan. Dengan harapan laporan yang disajikan nanti tidak mengalami kesalahan. Untuk memeriksa keabsahan data yang dipakai dalam melakukan penelitian ini digunakanlah suatu teknik yaitu teknik triangulasi yang merupakan pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.62 Jadi triangulasi berarti cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan – perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan. Triangulasi sebagai teknik pemeriksaaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. Proses ini dilakukan melalui wawancara, observasi langsung dan tidak langsung.
62
Lexy,J, Moleong, Op Cit hal.32
61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Organisasi 4.1.1 Sejarah dan Perkembangan PNPM Mandiri Perkotaan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. Program ini sangat strategis karena menyiapkan landasan kemandirian masyarakat lembaga kepemimpinan masyarakat yang representative, mengakar dan kondusif bagi perkembangan modal social (social capital) masyarakat di masa mendatang serta menyiapkan program masyarakat jangka menengah dalam penanggulangan kemiskinan yang menjadi pengikat dalam kemitraan masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat. Lembaga kepemimpinan masyarakat yang mengakar, representative dan dipercaya tersebut (secara generic disebut Lembaga Keswadayaan Masyarakat atau LKM) dibentuk melalui kesadaran kritis masyarakat untuk menggali nilainilai luhur kemanusiaan dan nilai-nilai kemasyarakatan sebagai pondasi modal social (capital social) kehidupan masyarakat. Sejak pelaksanaan P2KP-1 hingga pelaksanaan P2KP-3 saat ini telah terbentuk sekitar 6.405 LKM yang tersebar di 1.125 kecamatan di 235 kota/kabupaten, telah memunculkan lebih dari 291.000 relawan-relawan dari
61
62
masyarakat setempat, serta telah mencakup 18,9 juta orang pemanfaat (penduduk miskin), melalui 243.838 KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) Mempertimbangkan perkembangan positif P2KP tersebut, mulai tahun 2007 telah dirintis untuk mengadopsi P2KP menjadi bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, oleh sebab itu mulai tahun tersebut PNPM Mandiri P2KP diarahkan untuk mendukung upaya peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan pencapaian sasaran Millenium Development Goals (MDGs) sehingga tercapai pengurangan penduduk miskin sebesar 50% di tahun 2015. Tahun 2008 secara penuh P2KP menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM Mandiri Perkotaan). Keberadaan humas dalam PNPM Mandiri Perkotaan sangat besar perannya dalam memberdayakan masyarakat. Peran humas dalam program ini disebut Fasilitator Kelurahan dimana tugas utamanya adalah : a.
Sebagai pelaksana program termasuk mencatat dan mendokumentasikan setiap perkembangan program dan melaporkannya ke KMW (Konsultan Manajemen Wilayah) sebagai masukan untuk data SIM (Sistem Informasi Manajemen).
b.
Sebagai pemberdaya masyarakat termasuk mensosialisasikan masyarakat tentang PNPM Mandiri Perkotaan, melakukan intervensi dalam rangka pemberdayaan masyarakat dan membantu masyarakat merumuskan serta melaksanakan kegiatan penanggulangan kemiskinan.
63
Para fasilitator ini akan bekerja dalam satu Tim dan dipimpin oleh seorang fasilitator senior.
4.1.2 Visi dan Misi PNPM Mandiri – Perkotaan Visi Terwujudnya masyarakat madani, yang maju, mandiri, dan sejahtera dalam lingkungan pemukiman sehat, produktif dan lestari. Misi Membangun masyarakat mandiri yang mampu menjalin kebersamaan dan sinergi dengan pemerintah maupun kelompok peduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan secara efektif dan mampu mewujudkan terciptanya lingkungan permukiman yang tertata, sehat, produktif dan berkelanjutan. 4.1.3
Struktur Organisasi PNPM Mandiri Perkotaan
Penyelenggaraan program PNPM Mandiri Perkotaan dilakukan secara berjenjang
dari
tingkat
nasional
sampai
tingkat
kelurahan
dengan
pengorganisasian sbb : a. Tingkat Nasional Penanggung jawab pengelolaan program tingkat nasional PNPM Mandiri Perkotaan adalah Departemen Pekerjaan Umum yang bertindak sebagai lembaga penyelenggara program yang dalam pelaksanaannya Menteri Pekerjaan Umum membentuk organisasi dan tata kerja Unit Manajemen Program P2KP(PMUP2KP). PMU – P2KP dalam tugas melaksanakan program PNPM Mandiri Perkotaan dibantu oleh SNVT (Satuan Non Tugas Vertikal Tertentu).
64
b. Tingkat Provinsi Di tingkat provinsi dikordinasikan langsung oleh Gubernur setempat melalui Bapeda Provinsi dengan menunjuk Tim Koordinasi Pelaksanaan PNPM . Sebagai pelaksana ditunjuk Dinas Pekerjaan Umum/Bidang Ke-Cipta Karya-an di bawah kendali/kordinasi Satker Non Vertikal Tertentu (SNVT) PBL Tingkat Provinsi. c. Tingkat Kecamatan Di tingkat kecamatan, unsur utama pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan adalah Camat dan perangkatnya, Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK). d. Tingkat Kelurahan Di tingkat kelurahan, unsur utama pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan adalah Lurah dan perangkatnya, dan Relawan masyarakat.
4.1.4 Job Descriptions Fasilitator PNPM Mandiri Perkotaan Sebagaimana tertulis dalam Surat Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum No.KU.03.08Cb/266 dalam rangka fasilitasi/pendampingan pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan, Tim Fasilitator melaksanakan tugas-tugas seperti yang diatur dalam Pedoman Umum, Pedoman Teknis dan petunjuk lainnya antara lain sebagai berikut : a. Melaksanakan kegiatan-kegiatan sosialisasi penyadaran masyarakat : i.
Memfasilitasi pelaksanaan sosialisasi awal maupun sosialisasi lainnya dari setiap siklus PNPM Mandiri Perkotaan.
65
ii.
Melakukan sosialisasi secara terus menerus dan berkala kepada masyarakat, khususnya dalam memberikan pemahaman dan penyadaran terhadap substansi program.
iii.
Menyebarluaskan
media
sosialisasi
poster/spanduk/booklet/pedoman/VCD/dll) yang dibuktikan dengan bukti tanda terima dari Lurah/RW/RT. b. Melaksanakan kegiatan-kegiatan pelatihan yang dikelola langsung Tim Fasilitator : i.
Memfasilitasi relawan dalam kegiatan pelatihan refreshing relawan existing.
ii.
Memfasilitasi anggota LKM dalam kegiatan pelatihan refreshing LKM existing.
iii.
Menyusun
laporan
pelatihan/coaching
termasuk
di
dalamnya
pertanggungjawaban administrasi keuangan. iv.
Memberikan setiap laporan pelatihan/coaching secara tepat waktu kepada KMW (Konsultan Manajemen Wilayah)
c. Melaksanakan kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat 1. Tahap penyiapan masyarakat : •
Memfasilitasi masyarakat dalam sosialisasi awal dan Rembug Kesiapan Masyarakat (RKM)
•
Memfasilitasi masyarakat dalam Pendaftaran Relawan
•
Memfasilitasi masyarakat dalam Pelaksanaan FGD Refleksi Kemiskinan (RK)
66
ii)
Tahap Pengorganisasian Masyarakat :
•
Memfasilitasi relawan untuk melaksanakan review kelembagaan oleh masyarakat (melalui PS)
•
Memfasilitasi relawan dan masyarakat menetapkan Panitia Pembentukan LKM.
•
Memfasilitasi relawan dan Panitia Pembentukan LKM melaksanakan FGD Kepemimpinan moral dan pemilihan utusan warga.
•
Memfasilitasi relawan dan panitia pembentukan LKM serta perangkat kelurahan melaksanakan Rapat Pembentukan LKM dan Pemilihan Anggota LKM di tingkat kelurahan.
•
Uji publik hasil pembentukan LKM dan pemilihan anggotanya.
•
Memfasilitasi LKM bersama masyarakat menyusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) LKM.
•
Memfasilitasi LKM dalam proses pencatatan akta notaris.
iii)
Tahap Perencanaan :
-
Memfasilitasi masyarakat (Tim PS) untuk melakukan Pemetaan Swadaya (PS) yang berbasis MDG’s termasuk klarifikasi KK Miskin, Penyusunun Profil dan Status IPM – MDG’s level Kelurahan/Desa, Orientasi kebutuhan program
-
Memfasilitasi masyarakat (Tim PP) untuk melakukan perencanaan partisipatif menyusun PJM Pronangkis yang fokus pada pencapain target IPM-MDG’s termasuk : Analisis Kebutuhan Program, Prioritasisasi
67
Program, Penyusunan Dokumen PJM Pronangkis-IPM, Uji Publik dan penetapan PJM Pronangkis-IPM -
Kordinasi Rencana Program yang terfokus pada IPM dan pengembangan kawasan serta integrasi PJM Pronangkis –IPM dengan Rencana Kelurahan berbasis kinerja IPM-MDG’s termasuk : Sosialisasi ke seluruh stakeholder Kelurahan, Penyepakatan integrasi PJM Pronangkis-IPM sebagai program kelurahan, Matriks Klasifikasi Kontribusi SDM, Pemerintah & Channeling Program, Marketing Sosial PJM Pronangkis-IPM
v) Tahap Pencairan Dana BLM Tridaya : Fasilitasi LKM dalam penyiapan dokumen pencairan LKM yang mengacu pada ketentuan Perdirjen Departemen Keuangan. vi) Tahap Pelaksanaan : -
Fasilitasi LKM/UP-UP maupun KSM/panitia dalam pelaksanaan kegiatan PJM/Renta Pronangkis yang berbasis IPM-MDG’s
-
Penguatan kapasitas dan pelayanan UP-UP
-
Fasilitasi pembentukan dan penguatan KSM-KSM atau panitia-panitia berdasarkan hasil PS dan PJM Pronangkis-IPM
-
Memfasilitasi LKM dan UP-UP dalam pengelolaan Manajemen Keuangan (akuntabilitas & pembukuan UPK,Sekretariat)
d. Memfasilitasi Pelaksanaan Pengelolaan Pengaduan Masyarakat (PPM) -
Mendampingi relawan dalam penyampaian informasi dan memfasilitasi masyarakat mengetahui bagaimana dan dimana tempat pengaduan bagi program PNPM Mandiri Perkotaan.
68
-
Memastikan semua pengaduan ditindaklanjuti pada setiap level dan mengajukan bentuk resolusi.
e. Pemantauan dan Pelaporan i.
Melakukan pengumpulan dan verifikasi data dasar seluruh kelurahan sasaran, sesuai dengan yang dibutuhkan kepala SNVT,KMP,KMW.
ii.
Menyiapkan laporan perkembangan bulanan untuk LKM dan terlibat dalam memasukkan data di Sistem Informasi Manajemen..
iii.
Membantu pemantauan dan aktivitas evaluasi KMW dan LKM mampu mengaudit secara independent.
iv.
Memantau kemajuan dalam penerapan program dan menyiapkan laporan perkembangan seperti yang diminta KMW.
v.
Melakukan pendampingan kepada masyarakat untuk membentuk transparansi,akuntabilitas yang terkait dengan pemantauan dan evaluasi.
4.2 Hasil Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian ini penulis ingin menggambarkan aktivitas sosialisasi Fasilitator PNPM Mandiri – Perkotaan untuk memberdayakan masyarakat miskin di Kecamatan Cilincing – Jakarta Utara. Untuk menggambarkan aktivitas sosialisasi fasilitator di masyarakat, penulis melakukan berbagai cara mengumpulkan data yang diantaranya wawancara dengan beberapa narasumber dan mengumpulkan beberapa data. Beberapa narasumber
seperti Bapak Suharto, Bapak Singgih selaku Korkot,
Bapak Subagyo sebagai Fasilitator Kelurahan yang mendampingi masyarakat
69
dalam menjalankan siklus program PNPM Mandiri Perkotaan mulai dari kegiatan sosialisasi sampai pendampingan masyarakat dalam pemanfaatan BLM (Bantuan Langsung Masyarakat). Selain itu untuk penulis juga mewawancarai warga miskin yang merupakan sasaran dan pemanfaat dari program ini diantaranya Ibu Misna, Ibu Mulyati, Ibu Maemunah warga RT06 RW06 Kelurahan Cilincing dan juga Bapak Sutarto selaku Kordinator LKM Kelurahan Cilincing. Sedangkan untuk data penulis memperolehnya dari buku-buku pedoman, data dari kelurahan dan BPS. Yang menjadi narasumber adalah orang-orang yang terlibat langsung dari kegiatan sosialisasi ini mulai dari fasilitator sampai warga miskin di Kecamatan Cilincing. Hasil penelitian tentang aktifitas sosialisasi Fasilitator PNPM Mandiri Perkotaan untuk memberdayakan masyarakat miskin di Kecamatan Cilincing dapat penulis deskripsikan berdasarkan wawancara dan pengamatan kepada Bapak Subagyo dalam mensosialisasikan program termasuk apa kesan – kesannya selama mengadakan sosialisasi, kendala – kendala yang dihadapi dalam setiap pertemuan. Penulis juga mewawancarai warga tentang tanggapan mereka terhadap proses sosialisasi tersebut. a. Penemuan Fakta (Fact Finding) Program PNPM Mandiri Perkotaan yang memfokuskan perhatian kepada penanggulangan kemiskinan di wilayah perkotaan memulai pendampingan tahun 2008 tepatnya di bulan Juli 2008 dengan mengadakan sosialisasi awal kepada aparat kecamatan dan kelurahan – kelurahan di Kecamatan Cilincing, seperti yang dijelaskan oleh Bapak Sri Subagyo :
70
”Waktu itu kami ditugaskan untuk mendampingi Kecamatan Cilincing untuk Kelurahan Kali Baru, Cilincing, Marunda dan Rorotan. Agar program ini mudah dan diterima dengan baik di Kecamatan Cilincing maka kami pertama kali bersilahturahmi dengan Camat yang pada waktu itu diwakili oleh Wakil Camat karena Camat berhalangan hadir karena ada tugas di luar, kami menjelaskan kepada Wakil Camat maksud dan tujuan kedatangan kami untuk menyampaikan program PNPM Mandiri Perkotaan kepada masyarkat Kecamatan Cilincing”. Ketika penulis menanyakan apa tanggapan Wakil Camat pada waktu itu, Pak Bagyo menjelaskan : ” waktu itu Wakil Camat menyambut baik kehadiran program di wilayah mereka dan beliau sebelumnya sudah mengetahui informasi akan masuknya program pada rapat dengan Gubernur DKI Jakarta sebelumnya. Beliau juga mempersilahkan para Fasilitator untuk mensosialisasikan kepada masyarakat namun beliau pada waktu itu memepertanyakan surat pengantar dari instansi tempat kami bekerja sebagai pelengkap administrasi di kecamatan”. Setelah kunjungan silahturahmi fasilitator ke kantor kecamatan selanjutnya fasilitator mengagendakan pertemuan dengan Lurah seperti yang diungkapkan Pak Bagyo berikut ini : ”Jarak 3 hari dari pertemuan dengan Wakil Camat kami mengunjungi Lurah Kali Baru, Lurah Cilincing, Lurah Marunda dan Lurah Rorotan. Tapi sebelumnya kami belum kordinasi lewat HP kepada lurah-lurah yang bersangkutan karena kami tidak mempunyai no HP mereka meski pada waktu pertemuan dengan Wakil Camat sebelumnya kami berusaha untuk menanyakan hal tersebut namun beliau menyarankan agar langsung saja ke kantor lurah. Jadi kami datang ke kantor lurah sifatnya gambling saja, ada lurah syukur kalau tidak ada lurah di kantor ya susun jadwal saja lagi, gitu. Bersykur waktu itu sehari kami dapat bertemu dan bersilahturahmi dengan Lurah Cilincin dan Lurah Kali Baru, untuk Lurah Marunda dan Rorotan keesokan harinya kami laksanakan”. Sama halnya dengan pihak camat yang menyambut baik program PNPM Mandiri Perkotaan di wilayahnya, 4 lurah di Kecamatan Cilincing juga menyambut baik program ini, demikian Pak Bagyo menambahkan hasil pembicaraan kami : ”Pihak kelurahan menyambut baik program ini dan mempersilahkan fasilitator melakukan pendampingan di masyarakat tetapi beliau menyarankan agar kegagalan program P2KP di tahun 1999 tidak terjadi pada program ini. Seperti diketahui dana Bantuan Langsung Masyarakat P2KP pada waktu itu tidak jelas
71
keberadaannya dan tidak ada pertanggungjawaban dari pengurusnya disamping itu beliau menyarankan agar berkordinasi dengan Ketua RW di masing – masing kelurahan untuk memudahkan pendampingan”. Komunikasi yang berkelanjutan merupakan kunci sukses dari program pemberdayaan masyarakat dan tindak lanjut dari pertemuan – pertemuan dengan pihak berwenang yang mempunyai otoritas di Kecamatan Cilincing melakukan kegiatan social mapping wilayah di 4 kelurahan, hal ini diutarakan Pak Bagyo : ”Selanjutnya kami keliling-keliling di 4 kelurahan tersebut mengadakan social mapping untuk mengenal lebih dekat lagi wilayah dampingan kami dari sisi alamnya, masyarakatnya, perekonomiannya, sarana dan prasanara. Kami memulai dari Kelurahan Kalibaru terus ke Kelurahan Cilincing lanjut ke Kelurahan Marunda dan terakhir Kelurahan Rorotan. Sambil keliling kami juga melakukan pendokumentasian semua potensi maupun permasalahan di lingkungan kelurahan seperti jalan – jalan yang rusak, sarana pendidikan, pusat pasar, sarana kesehatan dan lain-lain”. Output dari social mapping adalah terpetakannya kantong-kantong kemiskinan yang ada di 4 kelurahan seperti yang diungkapkan Pak Bagyo : ”hasil dari social mapping berupa catatan dan dokumentasi kami jadikan acuan untuk pertimbangan dalam menentukan 5 RW prioritas yang mendapatkan BLM dari program PNPM Mandiri Perkotaan pada musyawarah di tingkat kelurahan”. Melihat wilayah dampingan cukup luas dengan jumlah penduduk miskin yang cukup banyak diperlukan suatu strategi pendampingan untuk menjangkau 4 kelurahan tersebut, hal ini yang dipertanyakan penulis mengenai strategi tim fasilitator kepada Pak Bagyo dan beliau menjawabnya : ” waktu itu kami berpikir kalau ke satu kelurahan harus bersama-sama ya tidak optimal berarti kelurahan lain menunggu giliran untuk dikunjungi sedangkan kami punya target per tim dalam pendampingan yang harus dilaporkan setiap minggunya, akhirnya kami membagi fasilitator untuk fokus dari sisi administrasi dan pelaporan di masing-masing kelurahan jadi satu kelurahan ada penanggung jawab lapangan. Untuk Kelurahan Kalibaru dipegang Aeda, Kelurahan Cilincing dipegang Emi, Kelurahan Marunda dipegang Alhit dan Kelurahan Rorotan dipegang Huthon. Selanjutnya strategi kami adalah mengontrak kamar petak
72
untuk dijadikan basecamp tim yang berguna untuk kordinasi dan menyusun agenda di lapangan sekaligus juga dijadikan untuk istirahat setelah seharian bekerja di wilayah dampingannya masing – masing”. b. Perencanaan dan Program (Planning for Program) Sebelum mengadakan pertemuan sosialisasi dengan warga fasilitator kelurahan membuat suatu perencanaan kegiatan seperti berkordinasi dengan Ketua RW dan persiapan alat-alat peraga untuk sosialisasi program agar target yang ditetapkan atasan bisa tercapai. Hal ini disampaikan Pak Bagyo : ”Sebelum mengadakan sosialisasi dengan warga, kami berkordinasi dengan Ketua RW dan Ketua RT untuk memastikan waktu pelaksanaan agar warga banyak yang menghadiri pertemuan tersebut. Setelah waktu disepakati, kami mempersiapkan perlengkapan untuk kegiatan sosialisasi seperti alat tulis, kertas plano, media peraga termasuk poster-poster, leaflet dan spanduk untuk mempermudah pemahaman warga terhadap visi dan misi program dll”. Selanjutnya Pak Bagyo menjelaskan dalam membuat jadwal pertemuan dengan para Ketua RW dan Ketua RT fasilitator menemui kesulitan dalam berkordinasi : ”Biasanya sulit menghubungi Pak RW kalau didatangi ke rumahnya beliau tidak ada di rumah padahal jarak dari basecamp ke rumahnya sudah jauh dan kalau di telpon biasanya tidak diangkat dan kalaupun diangkat tidak bisa langsung memutuskan jadwal pertemuannya pasti disuruh biar nanti dikabarin lagi sama mereka”. Segala kegiatan yang akan dilakukan fasilitator di wilayah dampingan tidak terlepas dari pantauan manajemen keproyekan yang mempelajarinya dalam bentuk Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL). Hal ini yang diutarakan oleh Pak Singgih selaku Kordinator Kota Wilayah Jakarta Utara : ”Jadi setiap hari Kamis kami mengadakan kordinasi tim untuk wilayah dampingan Jakarta Utara di basecamp Korkot Rawamangun, disitu dibahas tentang capaian target selama 1 minggu dan rencana kerja minggu berikutnya termasuk membahas tentang kendala-kendala di lapangan dan solusinya”.
73
Persiapan pelaksanaan sosialisasi juga dilakukan oleh Bapak Idil Adha, relawan PNPM Mandiri Perkotaan di Kelurahan Rorotan yang juga selaku Kordinator Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM ) Rorotan : ”Setelah Fasilitator kordinasi dengan saya, saya langsung membicarakan rencana tersebut kepada Ketua RW agar progress program PNPM diketahui beliau dan mudah-mudahan Pak RW juga bisa memfasilitasi pertemuan tersebut karena kalau Pak RW yang mengundang banyak warga yang mau datang”. Mengenai persiapan lainnya yang dilakukan, dia juga menambahkan : ”Saya kordinasi dengan relawan-relawan lainnya yang ada di RW untuk bersama-sama membuat dan menyebarkan undangan ke warga untuk menghadiri pertemuan, mengapa pakai undangan soalnya kalau tidak pakai undangan dan tanda tangan Pak RW, warga enggan datang”. Kesiapan dari masing-masing fasilitator juga merupakan faktor yang penting untuk kesuksesan acara sosialisasi dengan masyarakat. Seperti yang diutarakan Pak Bagyo : ”Sebelum hari H pelaksanaan sosialisasi kami membagi – bagi tugas untuk pertemuan dengan warga seperti untuk yang persentasi masalah siklus program misalnya saya yang akan menjelaskan , masalah absensi Sdr.Huthon. Selanjutnya sesi tanya jawab siapa yang memandu, dan untuk acara pembukaan dan penutupan siapa orangnya termasuk fasilitator yang bertanggung jawab mendokumnentasikan kegiatan tersebut. Kami juga mempelajari materi yang akan disampaikan terlebih dahulu agar pada waktu menyampaikan bisa tampil percaya diri”. c.Aksi dan komunikasi Setelah segala sesuatu yang berhubungan dengan sosialisasi sudah dipersiapkan dengan matang oleh fasilitator dan relawan selanjutnya pelaksanaan sosialisasi program kepada warga oleh Fasilitator yang menjelaskan tentang visi dan misi serta konsep program PNPM Mandiri Perkotaan : ”Saya menjelaskan kepada warga apa itu program PNPM Mandiri Perkotaan, visi misinya, siklus yang harus dijalankan oleh masyarakat mulai dari pertama, Sosialisasi awal yang tujuannya adalah memperkenalkan program kepada
74
seluruh masyarakat baik kaya maupun miskin. Kedua, Rembuk Kesiapan Masyarakat (RKM) yang tujuannya adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berani mengambil keputusan menerima atau menolak program ini. Ketiga, Refleksi Kemiskinan (RK) dimana tujuannya adalah mengajak warga untuk merefleksikan apa yang menjadi penyebab kemiskinan, kriteria kemiskinan, ciri-ciri miskin dan solusi mengatasinya bagaimana. Keempat, Pemetaan Swadaya atau yang biasa disingkat PS dimana tujuan dari siklus ini adalah supaya masyarakat belajar untuk mengenali wilayahnya lebih dalam lagi, warga diajak untuk mengkaji potensi dan permasalahan di bidang lingkungan, ekonomi, pendidikan, kelembagaan, membuat peta wilayah dan sebaran KK miskin dimana-mana saja dan mendata KK miskin di wilayahnya masing-masing untuk nantinya digabungkan di tingkat kelurahan. Kelima adalah pembentukan Lembaga Kesiapan Masyarakat (LKM) dimana tujuannya adalah menjadikan LKM sebagai wadah aspiratif warga di kelurahan untuk memperjuangkan citacitanya dalam mengatasi persoalan kemiskinan. LKM membuat kebijakankebijakan termasuk mengelola dan menggalang dana untuk membangun wilayahnya dalam rangka mengatasi persoalan kemiskinan apakah membangun lingkungan, memberikan pinjaman bergulir kepada pedangag-pedagang kecil maupun kegiatan-kegiatan sosial santunan bagi lansia, subsidi bagi anak-anak sekolah dari kurang mampu. Keenam, Pencairan BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) yang merupakan dana stimulan bagi warga untuk menggerakkan segala potensi di wilayahnya untuk melakukan pembangunan. Ketujuh, pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) sebagai panitia dari pemanfaatan BLM (Bantuan Langsung Masyarakat)”. Lamanya siklus dan istilah-istilah siklus yang masing asing di pemahaman warga menjadi bahan pertanyaan warga pada setiap pertemuan selain BLM turun. Pak Bagyo menjelaskan : ”memang pada pertemuan sosialisasi warga masih sulit memahami pengertian dari Refleksi Kemiskinan, Pemetaan Swadaya ya mungkin karena faktor pendidikan yang rendah makanya sulit memahaminya tapi kalau hal – hal yang terkait dengan BLM warga banyak mengertinya bahkan mereka mengatakan kalau dari siklus awal sampai pencairan BLM koq lama sekali, apakah tidak bisa langsung dicairkan saja dana BLM nya”. Sasaran dari program ini adalah kaum laki-laki maupun perempuan namun tak jarang kebanyakan peserta yang hadir umumnya laki-laki. Beliau menambahkan komentarnya : ”pada setiap sosialisasi kebanyakan yang hadir adalah kaum laki-laki, perempuan biasanya sedikit yang datang dan kalau datang biasanya ibu-ibu
75
PKK. Kaum perempuan jarang bertanya mereka pasif. Kaum bapak biasanya banyak bertanya dan terkadang pertanyaannya kritis – kritis namun banyak peserta sosialisasi yang tidak konsentrasi karena waktu sosialisasi malam hari dan mereka sudah kelelahan karena seharian bekerja”.
Pelaksanaan sosialisasi yang sering diadakan malam hari membuat Fasilitator untuk selalu siap meskipun jarak tempat sosialisasi dari kediaman Fasilitator terasa jauh namun tidak menghalangi niat untuk mendampingi masyarakat dalam program ini. Pak Bagyo menceritakan tentang pengalamannya : ”Pertemuan malam terasa berat bagi kami karena rumah kami jauh-jauh dari Cilincing, ada yang rumahnya di Bekasi, Meruya, Pondok Kopi. Terkadang meski jadwal sosialisasi jam 7 malam tapi dimulai jam 8 malam karena menunggu warga hadir dalam sosialisasi. Dan pernah setelah sosialisasi selesai hujan turun terpaksa kami menunggu hujan reda baru pulang ke rumah. Pernah pulang sampai di rumah jam 1 malam”. Ada juga pengalaman tim kami waktu itu ada pertemuan sosialisasi di RW05 Kel.Rorotan dan RW02 Kel.Marunda pada jam yang sama yaitu pukul 8 malam dan kebetulan cuma 2 orang fasilitator saja yang dekat dengan Cilincing dan 4 fasilitator lainnya ijin tidak bisa ke lapangan karena suatu hal terpaksa harus bagi tugas saya di Marunda dan teman saya di Rorotan, berhubung teman saya belum punya pengalaman bicara di depan publik makanya dia pun pusing bagaimana caranya sosialisasi tapi saya yakinkan dia supaya bisa menjelaskan prorram dan alhamdulilah dia bisa meski banyak catatan haha”. Selain itu pengalaman dikritisi oleh Dewan Kelurahan (Dekel) serta warga masyarakat juga pernah dirasakannya : ”Waktu sosialisasi di Kelurahan Kali Baru anggota Dekel mengkritik kebijakan program tentang penentuan 5 RW fokus yang difasilitasi mendapatkan dana BLM dan ada juga yang mengkritik cara berkomunikasi saya yang banyak jeda dan menimbulkan bunyi eh...eh... sampai ada ibu yang mengatakan kepada orang yang mengkritik bahwa kepada tamu (saya) tidak boleh bicara begitu, itu tidak sopan. Tapi saya mengatakan dalam dinamika di masyarakat hal itu merupakan kewajaran dan tidak mengapa”. Aktifitas sosialisasi memakan waktu kurang lebih 2 jam dan dalam seminggu jadwal sosialisasi bisa 3 x dalam seminggu, demikian dipaparkan Pak Bagyo :
76
”asyiknya di program ini meski sosialisasi sering diadakan malam hari tapi pertemuan biasanya paling lama 2 jam terus dalam seminggu maksimal 3 x pertemuan selebihnya kordinasi tim di basecamp dan di Korkot – Rawamangun”. Kesan bahwa program pemerintah identik ada uangnya masih terasa pada sosialisasi program ini, hal ini terjadi hampir di seluruh tempat penyelenggaraan sosialisasi program mulai dari tingkat RT sampai pada tingkat kelurahan : ”Iya mas, setiap sosialisasi apalagi setelah mereka disuruh untuk tanda tangan daftar hadir pertemuan pasti mereka menanyakan kepada kami apakah ada uangnya biasanya ada uang lho. Tapi kami menanggapi dengan santai dan suasana bercanda saja. Disamping itu warga juga pasti tanya kapan dananya turun”. Komunikasi informal sangat diperlukan pada sosialisasi ini agar warga dapat menerima pesan program dengan baik dan terkesan tidak menggurui : ” warga kalau kita bicara dengan bahasa formal, bahasa-bahasa pemberdayaan mereka banyak yang bosan, mengantuk untuk itu kami sebagai fasilitator harus pintar menangkap kesan tersebut dan beralih untuk mengusahakan sedapat mungkin suasana menjadi informal dengan memberikan lelucon atau menggunakan dengan bahasa sehari-hari”. Nilai yang dibangun program ini salah satunya adalah swadaya dari masyarakat seperti pada acara sosialisasi yang diadakan di rumah Ketua RW beliau memfasilitasi pertemuan dengan memberikan swadaya : ” karena dari program tidak ada dana untuk konsumsi acara sosialisasi makanya kami tidak memberikan uang kepada tuan rumah acara sosialisasi, ada juga warga yang bertanya apakah ada dana untuk pertemuan sosialisasi ini setelah kami mengatakan bahwa tidak ada dana mereka mengerti dan pada waktu acara Pak RW sudah menyediakan konsumsi makanan ringan dan minuman tapi ada juga yang hanya menyediakan minuman mineral tapi bagi kami sudah merasa senang dan bersyukur saja”. Sosialisasi yang disampaikan oleh fasilitator mendapat tanggapan dari warga yang mengatakan bahwa mereka belum optimal, seperti yang diutarakan oleh Pak Sutarto :
77
”waktu pertemuan sosialisasi, informasi yang disampaikan Fasilitator berubahubah jadi kami heran koq bisa beda. Pertemuan pertama dikatakan fasilitator 3 kegiatan lingkungan tidak bisa dikerjakan satu KSM selanjutnya kami sepakat membentuk satu KSM tapi di pertemuan berikutnya fasilitator mengatakan tidak bisa satu KSM, harus tiga KSM”. Menanggapi tentang manfaat dari program ini beliau berujar : ”program ini bagus untuk masyarakat kecil tapi dananya kenapa sedikit sekali sudah begitu dibagi untuk 5 RW fokus padahal kebutuhan untuk mengatasi masalah kemiskinan sangat banyak”. Senada dengan Pak Sutarto, Pak Idil juga mengomentari tentang program pemberdayaan masyarakat ini : ”siklusnya sangat lama dan terkadang membosankan karena bolak-balik pertemuan, kami disuruh untuk melakukan siklus di warga tapi tidak ada dana operasionalnya padahal kami punya kesibukan yang lainnya”. Sebagai warga sasaran dari program ini Pak Yohanes mengomentari pelaksanaan sosialisasi yang diadakan di RW nya : ”Program ini bagus untuk masyarakat namun saya berpikirnya supaya cepatcepat bantuan diturunkan supaya cepat membantu masyarakat kurang mampu tetapi fasilitator kadang menjelaskan program mutar-mutar dan membuat kami bingung termasuk bahasa penyampaiannya juga terlalu akademis”. Dia menambahkan bahwa program PNPM Mandiri Perkotaan bagus untuk pembelajaran di masyarakat agar masyarakat tahu bahwa untuk mengatasi persoalan kemiskinan harus dilaksanakan dengan melibatkan banyak pihak. ”dari sosialisasi itu saya banyak belajar tentang program-program pemerintah untuk memberdayakan masyarakat dan dana dari program ini diturunkan untuk merangsang masyarakat berkontribusi untuk berswadaya dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk mengatasi persoalan bersama di tengah-tengah masyarakat. Selanjutnya juga siklus-siklus yang ada di program ini juga mengandung nilai-nilai pembelajaran kritis yang mungkin pada saat ini sudah terabaikan”. Senada dengan hal itu, Pak Sutarto juga berpendapat tentang program ini :
78
”sasaran program ini sudah jelas yaitu warga miskin dimana melalui pembangunan sarana lingkungan yang memprioritaskan kebutuhan dari warga miskin seperti pembangunan jalan, saluran, jembatan yang melintasi permukiman warga miskin”. Mengomentari tentang progam tak hanya warga saja yang mengeluh namun fasilitator sebagai pelaksana di lapangan juga, seperti yang diutarakan Pak Bagyo: ”kordinasi antara Korkot dengan tim fasilitator juga dirasa kurang dimana fasilitator di lapangan mengeluh masalah gaji yang tidak tentu ditransferannya terkadang terlambat sampai seminggu dari gaji bulan berikutnya dan juga Korkot jarang ke wilayah dampingan dengan alasan kesibukan mereka. Dan kalaupun ke wilayah hanya mampir ke basecamp kami”. Dia juga menambahkan : ”Asistensi korkot untuk mendukung kegiatan kami sering terlambat, waktu itu akan diadakan sosialisasi tapi media seperti poster-poster siklus, media balik, modul-modul baru kami terima satu bulan setelah acara selesai jadi kami menjelaskan siklus kepada warga tanpa media tersebut memang bisa namun alangkah bagusnya kalau ada media bantu sosialisasi. Disamping itu juga dana Fix cost untuk pelatihan relawan juga terlambat turun tidak sesuai dengan RKTL yang telah dilaporkan ke Korkot”. Pihak Korkot yang diwakili Pak Singgih mengomentari mengenai keterlambatan mulai dari gaji Fasilitator sampai dengan media sosialisasi : ”penggajian bisa saja tidak terlambat jika masing-masing tim fasilitator bekerjasama agar tidak ada yang terlambat mengumpulkan Lob Book bulanan ke Korkot sebagai syarat penggajian karena pernah ada satu tim yang belum mengumpulkan Log Book sedangkan tim yang lainnya sudah ngumpul. Terus kalau masalah keterlambatan media sosialisasi memang diakui lemahnya kordinasi pihak manajemen keproyekan program ini dalam mendistribusikan media sosialisasi tersebut”. Berkaitan dengan kendala Fasilitator dalam mensosialisasikan program, Pak Singgih menambahkan : ”ada Fasilitaor yang mengeluh sulitnya kordinasi dengan Lurah dalam menjadwalkan acara sosialisasi tingkat kelurahan karena Lurah beralasan sibuk. Ada juga yang bercerita bahwa Sekel (Sekretaris Lurah) yang menanyakan masalah dana konsumsi untuk acara sosialisasi karena tidak ada jadi seperti pihak kelurahan seperti kurang respek dalam memfasilitasi pertemuan tersebut
79
karena program-program lainnya yang disosialisasikan di kelurahan memberikan dana untuk konsumsi dll kepada panitia di kelurahan. Terus ada juga Fasilitator yang mengeluh karena pada saat sosialisasi di tingkat kelurahan dikritik oleh Dekel (Dewan Kelurahan) tentang kebijakan 5 RW fokus dan pemanfaatan BLM untuk kegiatan lingkungan dan sosial”. Untuk kegiatan di tingkat basis (RW dan RT) kendala-kendala dalam mensosialisasikan program, Pak Bagyo berkomentar : ”kadang warga yang datang tidak tepat waktu sehingga jadwal menjadi molor, kurangnya partisipasi warga untuk menghadiri acara sosialisasi terutama warga miskin, pertemuan yang kebanyakan diadakan pada malam hari yang menyulitkan Fasilitator karena rumah mereka ada yang jauh dari Cilincing dan juga masalah keterlambatan gaji dan Fix Cost”. d. Evaluasi (evaluation) Kegiatan sosialisasi yang sudah diadakan di masyarakat perlu dievaluasi pelaksanaannya apakah sudah mencapai target sasaran, bagaimana merespons masukan
–
masukan
dari
masyarakat
terhadap
program
yang
sudah
disosialisasikan untuk keberhasilan tahapan – tahapan siklus berikutnya. Hal ini diutarakan Pak Bagyo : ”karena setelah kegiatan sosialisasi usai sudah larut malam biasanya jam 9.30 malam kami langsung ke basecamp untuk menyimpan data-data dan peralatan ATK setelah itu kami langsung pulang ke rumah masing-masing, baru pada pertemuan berikutnya kami kordinasi tim di basecamp untuk membahas hasil pertemuan sosialisasi yang sudah diuraikan dalam lembaran catatan proses termasuk suasana pertemuan, urutan acara, pertanyaan-pertanyaan peserta pertemuan”. Performance Fasilitator juga menjadi evaluasi dari tim Fasilitator, hal-hal apa saja yang harus ditingkatkan lagi. Beliau menambahkan : ”pemahaman siklus program juga menjadi perhatian kami, ada fasilitator belum menguasai konsep maka kami adakan diskusi by case jika ada pertanyaan warga seperti ini maka jawabannya adalah begini dan kami terus banyak mempelajari modul-modul program”.
80
Untuk mengoptimalkan pendampingan dalam berkordinasi dengan masing-masing kelurahan disepakati bahwa jadwal tidak bisa bersamaan dengan jadwal di kelurahan lainnya : ”kalau penjadwalan dengan Ketua RW sudah disepakati jam 7 malam untuk itu di kelurahan lain malam berikutnya karena mempertimbangkan SDM tim fasilitator itu sendiri”. Jika dipelajari proses aktivitas sosialisasi diatas berdasarkan wawancara dan pengamatan dengan beberapa narasumber dapat penulis rangkum dalam tabel berikut ini. Tabel 1 : Tahap-tahap aktivitas Fasilitator sebelum dan setelah sosialisasi No 1
2
3
Sebelum sosialisasi Setelah sosialisasi Kordinasi dengan Lurah, Ketua RW, Ketua Memastikan bahwa RT untuk menjadwalkan pertemuan absensi, Berita Acara sosialisasi Pertemuan, catatan proses sudah dibuat sebagai pelaporan ke manajemen proyek. Briefing internal tim fasilitator untuk Mengadakan kordinasi pelaksanaan sosialisasi termasuk pembaian tim untuk mengevaluasi tugas siapa yang menjadi pemandu, hasil pertemuan pembicara, dan absensi sosialisasi. Menyiapkan media sosialisasi, ATK dan Melaporkan progress pendokumentasian untuk keperluan kegiatan sosialisai ke sosialisasi kantor Korkot untuk dimasukkan ke data SIM manajemen
4.3 Analisa Data Setelah melakukan penelitian, penulis dapat menggambarkan aktivitas fasilitator PNPM Mandiri Perkotaan untuk memberdayakan masyarakat di Kecamatan Cilincing. Program nasional yang berbasis pemberdayaan masyarakat tidak dapat berhasil jika tidak didukung oleh semua pihak baik pihak masyarakat
81
itu sendiri maupun pemerintah. Campur tangan pemerintah dalam program ini ditunjukkan dengan menempatkan para fasilitator kelurahan yang mendampingi program di kelurahan-kelurahan yang menjadi sasaran. Keberadaan fasilitator kelurahan dalam mendampingi masyarakat untuk menjalankan dan mengawasi program ini sangat diperlukan mengingat di akhir siklus program ini ada pemanfaatan dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) yang membutuhkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana dari pihakpihak terkait program. Dengan BLM yang ada diharapkan dapat menggerakkan jiwa kepedulian masyarakat di sekitar untuk peduli dengan cara memberikan swadaya dalam bentuk materi maupun moril dalam mengatasi persoalan kemiskinan di lingkungan mereka. Dalam program ini masyarakat diajak untuk aktif untuk tujuan besama. Hal ini sesuai dengan metode kerja community development yang mengarah pada doing with dan bukannya doing for. Berdasarkan penelitian penulis dapat dikatakan bahwa aktivitas Fasilitator PNPM Mandiri Perkotaan jika dilihat dari proses kerja humas menurut Scott M.Cutlip adalah menemukan fact finding, melakukan perencanaan dan program, menjalankan aksi dan komunikasi serta mengevaluasi program yang sudah dijalankan. Kegiatan yang dilakukan Fasilitator diantaranya melakukan kegiatan – kegiatan komunikasi kepada masyarakat dimana mereka mensosialisasikan program mulai dari tingkat kelurahan dengan mengundang stat-staf yang bekerja di kantor kelurahan, para Ketua RW, Ketua RT, tokoh agama dan tokoh – tokoh masyarakat lainnya. Dalam sosialisasi tersebut Fasilitator menjelaskan apa itu
82
PNPM Mandiri Perkotaan, latar belakang program tersebut, visi dan misinya. Setelah mengadakan sosialisasi di tingkat kelurahan mereka mengadakan sosialisasi di tingkat RW dengan mengundang para Ketua RT, Tomas, perwakilan warga miskin dengan tujuan masyarakat dapat mengetahui keberadaan program dan tujuannya. Serangkaian kegiatan komunikasi kepada masyarakat dapat dilakukan dengan baik dikarenakan Fasilitator telah mempersiapkan rencana yaitu dengan berkordinasi dengan Lurah untuk memfasilitasi pertemuan dan mereka mengundang para peserta sosialisasi yang terdiri dari Ketua RW, Ketua RT dan tokoh-tokoh masyararakat. Selain itu Fasilitator melakukan pendokumentasian pertemuan, menyiapkan alat peraga berupa lembar balik siklus, menyiapkan kertas plano dan ATK lainnya. Pemilihan media komunikasi selain diskusi dengan warga masyarakat, Fasilitator juga bekerja sama dengan relawan memasang spanduk – spanduk program yang berisi ajakan untuk mensukseskan program. Fasilitator juga dengan cepat menyesuaikan diri dengan memahami kebiasaan-kebiasaan masyarakat seperti waktu luang yang memungkinkan Fasilitator mengadakan pertemuan – pertemuan sehingga acara tersebut tidak mengganggu aktivitas warga dan penggunaan bahasa dalam menyampaikan pesan-pesan program sesuai dengan tingkat pendidikan warga. Pengamatan penulis selanjutnya adalah Fasilitator selalu membina pengertian masyarakat atas kebijakan pemerintah dalam program PNPM Mandiri Perkotaan dengan kontiniu bahwa program ini sebagai bentuk rasa kepedulian dan
83
tanggung jawab pemerintah terhadap masalah kemiskinan. Dengan adanya pemahaman seperti itu masyarakat diajak untuk selalu mengawasi program ini mulai dari pelaksanaan sampai pada pemanfaatan dana BLM sehingga dapat dirasakan semua pihak terutama warga miskin yang menjadi sasaran utama program. Berdasarkan
aktivitas
menganalisa bahwa Fasilitator
yang
dijalankan
tersebut
diatas
penulis
telah melakukan sosialisasi seperti pendapat
Charles R.Wright bahwa sosialisasi adalah proses ketika individu mendapatkan kebudayaan kelompoknya dan menginternalisasikan (sampai tingkat tertentu) norma-norma
sosialnya,
sehingga
membimbing
orang
tersebut
untuk
memperhitungkan harapan-harapan orang lain. Penting untuk ditegaskan bahwa sosialisasi tidak pernah ”total” dan merupakan proses yang terus menerus berlangsung, bergerak sejak kanak-kanak sampai usia tua.
84
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Dari serangkaian yang telah penulis lakukan, penulis dapat menyimpulkan bahwa aktivitas sosialisasi Fasilitator PNPM Mandiri Perkotaan untuk memberdayakan masyarakat miskin di Kecamatan Cilincing
membutuhkan
partisipasi aktif dari masyarakat dan relawan – relawan yang akan melanjutkan program kepada warga miskin. Adapun aktivitas sosialisasi Fasilitator adalah sebagai berikut : a. melakukan pendekatan-pendekatan dengan pihak kelurahan dan staf kelurahan dengan cara komunikasi informal untuk menciptakan suasana yang nyaman dan penuh keakraban sehingga ke depan pihak kelurahan dapat diajak dan mudah untuk berkordinasi serta memfasilitasi untuk pertemuan – pertemuan berikutnya dengan harapan program dapat diterima dengan baik. Selanjutnya Fasilitator juga melakukan pendekatan dan komunikasi informal dengan para Ketua RW dan Ketua RT agar membantu pelaksanaan kegiatan sosialsiasi kepada warganya. b. Menyusun kegiatan yang akan dilaksanakan dengan cara membuat jadwal pertemuan untuk agenda sosialisasi tingkat kelurahan dan tingkat basis dengan memperhatikan kesiapan dan menyesuaikan waktu dari pihak kelurahan dan masyarakat kelurahan untuk selanjutnya meminta bantuan pihak kelurahan untuk mengundang peserta-peserta pertemuan sosialisasi.
84
85
c. Mempersiapkan segala kebutuhan untuk acara sosialisasi seperti perlengkapan sosialisasi (kertas plano, ATK, kamera mikrophone, pengeras suara, dll), tempat pertemuan meliputi tata ruang, susunan kursi peserta, kursi pembicara, ruang pendingin jika diperlukan, dan pendokumentasian keigatan untuk pelaporan ke pihak kantor pusat. d. Memilih media komunikasi yang tepat yaitu dengan cara mengadakan sosialisasi awal tentang program PNPM Mandiri Perkotaan kepada masyarakat mulai dari tingkat kelurahan sampai ke tingkat basis, memasang spanduk di tempat-tempat strategis agar informasi dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat, pembagian brosur-brosur, buku-buku program kepada relawan, aparat kelurahan dan masyarakat. e. Memahami publik sasaran berdasarkan hasil sosialisasi dari tingkat kelurahan sampai tingkat basis mulai dari cara pandang warga terhadap program pemerintah, kebiasaan warga mulai dari waktu luang dan waktu kerja mereka, serta bahasa yang digunakan dalam komunikasi sehari – hari. f. Membina pengertian khalayak atas kebijakan pemerintah dengan cara intensif mendampingi warga melaksanakan siklus porgram dan menginformasikan bahwa program ini sebagai wujud kepedulian dan tanggung jawab pemerintah terhadap persoalan kemiskinan di Kecamatan Cilincing. g. Mengidentifikasi kebutuhan dari masyarakat dengan cara bersama-sama dengan relawan
menjaring
dan
menseleksi
diprioritaskan terlebih dahulu.
skala
prioritas
usulan-usulan
yang
86
5.2 Saran Berdasarkan dari kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran, diantaranya sebagai berikut : 5.2.1 Saran Praktis a. Agar Fasilitator lebih menguasai materi siklus program, karena adanya informasi yang tidak konsisten setiap mengadakan pertemuan dan Fasilitator terkadang masih berbeda pemahaman tentang program dengan rekan Fasilitator lainnya. b. Agar Fasilitator lebih intensif melakukan pendampingan dengan warga karena ada kalanya kegiatan fakum dalam waktu lama tetapi di suatu waktu intensif dengan memberikan tugas-tugas kepada relawan tanpa penjelasan yang lengkap. c. Kurang kordinasi dengan pihak kelurahan dalam menyampaikan progress kegiatan di lapangan yang mengakibatkan Lurah dan aparatnya tidak mengetahui sudah sampai sejauh mana pendampingan Fasilitator. d. Kurang melibatkan warga miskin pada setiap sosialisasi
5.2.2 Saran Akademis Semoga penelitian berikutnya dapat lebih dalam mengulas tentang aktivitas – aktivitas humas kepemerintahan seperti fasilitator dalam program pemberdayaan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Cutlip, M Scott, 2007, Effective Public Relations, Prenada Media Group Djuarsa Senjaya, Terbuka,2007
Sasa
2007,
Teori
Komunikasi,
Universitas
Effendy, Onong Uchjana, 1993, Human Relations and Public Relations, CV.Mandar Maju, Bandung Effendy, Onong Uchjana, 1994, Praktek, PT Rosda, Bandung
Ilmu
Effendy, Onong Uchjana, 2003, Ilmu, Komunikasi, PT Citra Aditya, Bandung
Komunikasi
Teori
Teori
dan
Iriantara, Yosal, 2004, Community Relations Aplikasinya ,Simbiosa Rekatama Media.
&
Filsafat
Konsep
&
Jefkins, Frank, 1992, Public Relations, Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta Kasali, Rhenald, 2005, Manajemen Public Relations, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta Kusumastuti, Frida, 2002, Dasar-Dasar Humas, Ghalia Indonesia, Jakarta Moleong, L Lexy, 1996, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya) Mulyana, Deddy, 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung Mulyana, Deddy, 2007, Komunikasi Rekatama Media, Bandung Mulyana, Deddy, 2007, Ilmu Rosdakarya, Bandung
Pembangunan,
Komunikasi
Nasution, Zulkarnaen, 2003, Sosiologi Universitas Terbuka, Jakarta Rahmat, Jalaludin, 1998, Metode PT.Remaja Rosdakarya, Bandung
Suatu
Pengantar,
Komunikasi
Penelitian
Simbiosa
Massa,
Komunikasi,
Rachmadi, 1994, PR dalam Teori dan Praktek, Gramedia, Jakarta Rudy, T.May, 2005, Komunikasi & Hubungan Internasional, Refika Aditama, Bandung.
Masyarakat
Ruslan, Rosady, 2002, Manajemen Humas dan Komunikasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta
Manajemen
Sutaryo, 2005, Yogyakarta
Sosiologi
Komunikasi,
Arti
Bumi
Intaran,
Susanto, Astrid, 1995, Filsafat Komunikasi, Bina Cipta, Bandung Vardiansyah, Dani, 2004, Pengantar Ilmu Komunikasi, Penerbit Ghalia Indonesia Yin, K Robert, 1997, Studi Kasus Desain dan Metode (Jakarta: Raja Grafindo Persada) Yulianita, Neni, 2005, Dasar-Dasar Public Relations, P2U
DRAFT WAWANCARA
Narasumber
: Sri Subagyo
Jabatan
: Fasilitator Kecamatan Cilincing
Tanggal Wawancara
: 5 Agustus 2009
1. Kegiatan – kegiatan apa saja yang dilakukan seorang Fasilitator sebelum mengadakan sosialisasi di tingkat kelurahan ? 2. Bagaimana tanggapan dari masyarakat di Kecamatan Cilincing selama Bapak mensosialisasikan program ini ? 3. Setelah sosialisasi kegiatan apa yang dilakukan fasilitator untuk lebih mengenal wilayah dampingan ? 4. Strategi apa yang diterapkan fasilitator untuk optimalisasi pendampingan di masyarakat ? 5. Apa saja yang disiapkan sebelum sosialisasi diadakan ? 6. Apakah Fasilitator menemukan kesulitan dalam mensosialisasikan program kepada masyarakat ? 7. Apa kesan-kesan Bapak selama melakukan sosialisasi program ini ? 8. Evaluasi apa yang dilakukan terhadap masukan-masukan selama sosialisasi ?
HASIL WAWANCARA Narasumber
: Sri Subagyo
Jabatan
: Fasilitator Kecamatan Cilincing
Tanggal Wawancara
: 5 Agustus 2009
1. Kegiatan – kegiatan apa saja yang dilakukan seorang Fasilitator sebelum mengadakan sosialisasi di tingkat kelurahan ? Jawab 1 : ”Waktu itu kami ditugaskan untuk mendampingi Kecamatan Cilincing untuk Kelurahan Kali Baru, Cilincing, Marunda dan Rorotan. Agar program ini mudah dan diterima dengan baik di Kecamatan Cilincing maka kami pertama kali bersilahturahmi dengan Camat yang pada waktu itu diwakili oleh Wakil Camat karena Camat berhalangan hadir karena ada tugas di luar, kami menjelaskan kepada Wakil Camat maksud dan tujuan kedatangan kami untuk menyampaikan program PNPM Mandiri Perkotaan kepada masyarkat Kecamatan Cilincing”. Jawab 2 : ”Jarak 3 hari dari pertemuan dengan Wakil Camat kami mengunjungi Lurah Kali Baru, Lurah Cilincing, Lurah Marunda dan Lurah Rorotan. Tapi sebelumnya kami belum kordinasi lewat HP kepada lurah-lurah yang bersangkutan karena kami tidak mempunyai no HP mereka meski pada waktu pertemuan dengan Wakil Camat sebelumnya kami berusaha untuk menanyakan hal tersebut namun beliau menyarankan agar langsung saja ke kantor lurah. Jadi kami datang ke kantor lurah sifatnya gambling saja, ada lurah syukur kalau tidak ada lurah di kantor ya susun jadwal saja lagi, gitu. Bersykur waktu itu sehari kami
dapat bertemu dan bersilahturahmi dengan Lurah Cilincin dan Lurah Kali Baru, untuk Lurah Marunda dan Rorotan keesokan harinya kami laksanakan”. 2. Bagaimana tanggapan dari masyarakat di Kecamatan Cilincing selama Bapak mensosialisasikan program ini ? Jawab 1 : ” waktu itu Wakil Camat menyambut baik kehadiran program di wilayah mereka dan beliau sebelumnya sudah mengetahui informasi akan masuknya program pada rapat dengan Gubernur DKI Jakarta sebelumnya. Beliau juga mempersilahkan para Fasilitator untuk mensosialisasikan kepada masyarakat namun beliau pada waktu itu memepertanyakan surat pengantar dari instansi tempat kami bekerja sebagai pelengkap administrasi di kecamatan”. Jawab 2: ”Pihak kelurahan menyambut baik program ini dan mempersilahkan fasilitator melakukan pendampingan di masyarakat tetapi beliau menyarankan agar kegagalan program P2KP di tahun 1999 tidak terjadi pada program ini. Seperti diketahui dana Bantuan Langsung Masyarakat P2KP pada waktu itu tidak jelas keberadaannya dan tidak ada pertanggungjawaban dari pengurusnya disamping itu beliau menyarankan agar berkordinasi dengan Ketua RW di masing – masing kelurahan untuk memudahkan pendampingan”. 3. Setelah sosialisasi kegiatan apa yang dilakukan fasilitator untuk lebih mengenal wilayah dampingan ? Jawab 1 : ”Selanjutnya kami keliling-keliling di 4 kelurahan tersebut mengadakan social mapping untuk mengenal lebih dekat lagi wilayah dampingan kami dari sisi alamnya, masyarakatnya, perekonomiannya, sarana dan prasanara. Kami memulai dari Kelurahan Kalibaru terus ke Kelurahan Cilincing lanjut ke
Kelurahan Marunda dan terakhir Kelurahan Rorotan. Sambil keliling kami juga melakukan pendokumentasian semua potensi maupun permasalahan di lingkungan kelurahan seperti jalan – jalan yang rusak, sarana pendidikan, pusat pasar, sarana kesehatan dan lain-lain”. Jawab 2 : ”hasil dari social mapping berupa catatan dan dokumentasi kami jadikan acuan untuk pertimbangan dalam menentukan 5 RW prioritas yang mendapatkan BLM dari program PNPM Mandiri Perkotaan pada musyawarah di tingkat kelurahan”. 4. Strategi apa yang diterapkan fasilitator untuk optimalisasi pendampingan di masyarakat ? Jawab 1 : ” waktu itu kami berpikir kalau ke satu kelurahan harus bersama-sama ya tidak optimal berarti kelurahan lain menunggu giliran untuk dikunjungi sedangkan kami punya target per tim dalam pendampingan yang harus dilaporkan setiap minggunya, akhirnya kami membagi fasilitator untuk fokus dari sisi administrasi dan pelaporan di masing-masing kelurahan jadi satu kelurahan ada penanggung jawab lapangan. Untuk Kelurahan Kalibaru dipegang Aeda, Kelurahan Cilincing dipegang Emi, Kelurahan Marunda dipegang Alhit dan Kelurahan Rorotan dipegang Huthon. Selanjutnya strategi kami adalah mengontrak kamar petak untuk dijadikan basecamp tim yang berguna untuk kordinasi dan menyusun agenda di lapangan sekaligus juga dijadikan untuk istirahat setelah seharian bekerja di wilayah dampingannya masing – masing”.
Jawab 2 : ”Sebelum hari H pelaksanaan sosialisasi kami membagi – bagi tugas untuk pertemuan dengan warga seperti untuk yang persentasi masalah siklus program misalnya saya yang akan menjelaskan , masalah absensi Sdr.Huthon. Selanjutnya sesi tanya jawab siapa yang memandu, dan untuk acara pembukaan dan penutupan siapa orangnya termasuk fasilitator yang bertanggung jawab mendokumnentasikan kegiatan tersebut. Kami juga mempelajari materi yang akan disampaikan terlebih dahulu agar pada waktu menyampaikan bisa tampil percaya diri”. 5. Apa saja yang disiapkan sebelum sosialisasi diadakan ? Jawab 1 : ”Sebelum mengadakan sosialisasi dengan warga, kami berkordinasi dengan Ketua RW dan Ketua RT untuk memastikan waktu pelaksanaan agar warga banyak yang menghadiri pertemuan tersebut. Setelah waktu disepakati, kami mempersiapkan perlengkapan untuk kegiatan sosialisasi seperti alat tulis, kertas plano, media peraga termasuk poster-poster, leaflet dan spanduk untuk mempermudah pemahaman warga terhadap visi dan misi program dll”. Jawab 2 : ”Biasanya sulit menghubungi Pak RW kalau didatangi ke rumahnya beliau tidak ada di rumah padahal jarak dari basecamp ke rumahnya sudah jauh dan kalau di telpon biasanya tidak diangkat dan kalaupun diangkat tidak bisa langsung memutuskan jadwal pertemuannya pasti disuruh biar nanti dikabarin lagi sama mereka”.
6. Apa-apa saja yang disampaikan saat sosialisasi ? Saya menjelaskan kepada warga apa itu program PNPM Mandiri Perkotaan, visi misinya, siklus yang harus dijalankan oleh masyarakat mulai dari pertama, Sosialisasi awal yang tujuannya adalah memperkenalkan program kepada seluruh masyarakat baik kaya maupun miskin. Kedua, Rembuk Kesiapan Masyarakat (RKM) yang tujuannya adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berani mengambil keputusan menerima atau menolak program ini. Ketiga, Refleksi Kemiskinan (RK) dimana tujuannya adalah mengajak warga untuk merefleksikan apa yang menjadi penyebab kemiskinan, kriteria kemiskinan, ciriciri miskin dan solusi mengatasinya bagaimana. Keempat, Pemetaan Swadaya atau yang biasa disingkat PS dimana tujuan dari siklus ini adalah supaya masyarakat belajar untuk mengenali wilayahnya lebih dalam lagi, warga diajak untuk mengkaji potensi dan permasalahan di bidang lingkungan, ekonomi, pendidikan, kelembagaan, membuat peta wilayah dan sebaran KK miskin dimanamana saja dan mendata KK miskin di wilayahnya masing-masing untuk nantinya digabungkan di tingkat kelurahan. Kelima adalah pembentukan Lembaga Kesiapan Masyarakat (LKM) dimana tujuannya adalah menjadikan LKM sebagai wadah aspiratif warga di kelurahan untuk memperjuangkan cita-citanya dalam mengatasi persoalan kemiskinan. LKM membuat kebijakan-kebijakan termasuk mengelola dan menggalang dana untuk membangun wilayahnya dalam rangka mengatasi persoalan kemiskinan apakah membangun lingkungan, memberikan pinjaman bergulir kepada pedangag-pedagang kecil maupun kegiatan-kegiatan sosial santunan bagi lansia, subsidi bagi anak-anak sekolah dari kurang mampu.
Keenam, Pencairan BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) yang merupakan dana stimulan bagi warga untuk menggerakkan segala potensi di wilayahnya untuk melakukan
pembangunan.
Ketujuh,
pembentukan
Kelompok
Swadaya
Masyarakat (KSM) sebagai panitia dari pemanfaatan BLM (Bantuan Langsung Masyarakat). 7. Apakah Fasilitator menemukan kesulitan dalam mensosialisasikan program kepada masyarakat ? Jawab 1 : ”memang pada pertemuan sosialisasi warga masih sulit memahami pengertian dari Refleksi Kemiskinan, Pemetaan Swadaya ya mungkin karena faktor pendidikan yang rendah makanya sulit memahaminya tapi kalau hal – hal yang terkait dengan BLM warga banyak mengertinya bahkan mereka mengatakan kalau dari siklus awal sampai pencairan BLM koq lama sekali, apakah tidak bisa langsung dicairkan saja dana BLM nya”. Jawab 2 : ”Pertemuan malam terasa berat bagi kami karena rumah kami jauh-jauh dari Cilincing, ada yang rumahnya di Bekasi, Meruya, Pondok Kopi. Terkadang meski jadwal sosialisasi jam 7 malam tapi dimulai jam 8 malam karena menunggu warga hadir dalam sosialisasi. Dan pernah setelah sosialisasi selesai hujan turun terpaksa kami menunggu hujan reda baru pulang ke rumah. Pernah pulang sampai di rumah jam 1 malam”. Ada juga pengalaman tim kami waktu itu ada pertemuan sosialisasi di RW05 Kel.Rorotan dan RW02 Kel.Marunda pada jam yang sama yaitu pukul 8 malam dan kebetulan cuma 2 orang fasilitator saja yang dekat dengan Cilincing dan 4 fasilitator lainnya ijin tidak bisa ke lapangan karena suatu hal terpaksa harus bagi tugas saya di Marunda dan teman saya di Rorotan,
berhubung teman saya belum punya pengalaman bicara di depan publik makanya dia pun pusing bagaimana caranya sosialisasi tapi saya yakinkan dia supaya bisa menjelaskan prorram dan alhamdulilah dia bisa meski banyak catatan haha”. 8. Apa kesan-kesan Bapak selama melakukan sosialisasi program ini ? Jawab 1 : ”Waktu sosialisasi di Kelurahan Kali Baru anggota Dekel mengkritik kebijakan program tentang penentuan 5 RW fokus yang difasilitasi mendapatkan dana BLM dan ada juga yang mengkritik cara berkomunikasi saya yang banyak jeda dan menimbulkan bunyi eh...eh... sampai ada ibu yang mengatakan kepada orang yang mengkritik bahwa kepada tamu (saya) tidak boleh bicara begitu, itu tidak sopan. Tapi saya mengatakan dalam dinamika di masyarakat hal itu merupakan kewajaran dan tidak mengapa”. Jawab 2 : ”asyiknya di program ini meski sosialisasi sering diadakan malam hari tapi pertemuan biasanya paling lama 2 jam terus dalam seminggu maksimal 3 x pertemuan selebihnya kordinasi tim di basecamp dan di Korkot – Rawamangun”. Jawab 3 : ”Iya mas, setiap sosialisasi apalagi setelah mereka disuruh untuk tanda tangan daftar hadir pertemuan pasti mereka menanyakan kepada kami apakah ada uangnya biasanya ada uang lho. Tapi kami menanggapi dengan santai dan suasana bercanda saja. Disamping itu warga juga pasti tanya kapan dananya turun. 9.
Apa kendala yang dirasakan Bapak selama bekerja ? Jawab 1 : ”kordinasi antara Korkot dengan tim fasilitator juga dirasa kurang dimana fasilitator di lapangan mengeluh masalah gaji yang tidak tentu ditransferannya terkadang terlambat sampai seminggu dari gaji bulan berikutnya
dan juga Korkot jarang ke wilayah dampingan dengan alasan kesibukan mereka. Dan kalaupun ke wilayah hanya mampir ke basecamp kami”. Jawab 2 : ”Asistensi korkot untuk mendukung kegiatan kami sering terlambat, waktu itu akan diadakan sosialisasi tapi media seperti poster-poster siklus, media balik, modul-modul baru kami terima satu bulan setelah acara selesai jadi kami menjelaskan siklus kepada warga tanpa media tersebut memang bisa namun alangkah bagusnya kalau ada media bantu sosialisasi. Disamping itu juga dana Fix cost untuk pelatihan relawan juga terlambat turun tidak sesuai dengan RKTL yang telah dilaporkan ke Korkot”. Jawab 3 : ”kadang warga yang datang tidak tepat waktu sehingga jadwal menjadi molor, kurangnya partisipasi warga untuk menghadiri acara sosialisasi terutama warga miskin, pertemuan yang kebanyakan diadakan pada malam hari yang menyulitkan Fasilitator karena rumah mereka ada yang jauh dari Cilincing dan juga masalah keterlambatan gaji dan Fix Cost”. 10.Evaluasi apa yang dilakukan terhadap masukan-masukan selama sosialisasi? Pemahaman siklus program juga menjadi perhatian kami, ada fasilitator belum menguasai konsep maka kami adakan diskusi by case jika ada pertanyaan warga seperti ini maka jawabannya adalah begini dan kami terus banyak mempelajari modul-modul program.
DRAFT WAWANCARA Narasumber
: Catur Singgih
Jaabatan
: Korkot Wilayah Jakarta Utara
Tanggal Wawancara
: 7 Agustus 2009
1.
Apa yang dilakukan Bapak untuk membantu pendampingan fasilitator kepada masyarakat di Kecamatan Cilincing ?
2.
Menurut Bapak kendala apa yang dihadapi fasilitator di wilayah dampingan?
3.
Kendala fasilitator salah satunya adalah masalah keterlambatan gaji dan fix cost, menurut Bapak apa penyebabnya ?
HASIL WAWANCARA
Narasumber
: Cataur Singgih
Jaabatan
: Korkot Wilayah Jakarta Utara
Tanggal Wawancara
: 7 Agustus 2009
1. Apa yang dilakukan Bapak untuk membantu pendampingan fasilitator kepada masyarakat di Kecamatan Cilincing ? ”Jadi setiap hari Kamis kami mengadakan kordinasi tim untuk wilayah dampingan Jakarta Utara di basecamp Korkot Rawamangun, disitu dibahas tentang capaian target selama 1 minggu dan rencana kerja minggu berikutnya termasuk membahas tentang kendala-kendala di lapangan dan solusinya”. 2.
Menurut Bapak kendala apa yang dihadapi fasilitator di wilayah dampingan ? ”ada Fasilitaor yang mengeluh sulitnya kordinasi dengan Lurah dalam menjadwalkan acara sosialisasi tingkat kelurahan karena Lurah beralasan sibuk. Ada juga yang bercerita bahwa Sekel (Sekretaris Lurah) yang menanyakan masalah dana konsumsi untuk acara sosialisasi karena tidak ada jadi seperti pihak kelurahan seperti kurang respek dalam memfasilitasi pertemuan tersebut karena program-program lainnya yang disosialisasikan di kelurahan memberikan dana untuk konsumsi dll kepada panitia di kelurahan. Terus ada juga Fasilitator yang mengeluh karena pada saat
sosialisasi di tingkat kelurahan dikritik oleh Dekel (Dewan Kelurahan) tentang kebijakan 5 RW fokus dan pemanfaatan BLM untuk kegiatan lingkungan dan sosial”. 3.
Kendala fasilitator salah satunya adalah masalah keterlambatan gaji dan fix cost, menurut Bapak apa penyebabnya ? ”penggajian bisa saja tidak terlambat jika masing-masing tim fasilitator bekerjasama agar tidak ada yang terlambat mengumpulkan Lob Book bulanan ke Korkot sebagai syarat penggajian karena pernah ada satu tim yang belum mengumpulkan Log Book sedangkan tim yang lainnya sudah ngumpul. Terus kalau masalah keterlambatan media sosialisasi memang diakui lemahnya kordinasi pihak manajemen keproyekan program ini dalam mendistribusikan media sosialisasi tersebut”.
DRAFT WAWANCARA
Narasumber
: - Idil Adha (Kord.LKM Rorotan) - Sutarto (Kord.LKM Cilincing) - Yohanes (Warga Miskin)
Tanggal Wawancara
1.
: 9, 11, 13 Agustus 2009
Apakah yang dilakukan Pak Idil setelah kordinasi dengan fasilitator dan apa yang dilakukan setelah kordinasi dengan mereka ?
2. Bagaimana pendapat Bapak Sutarto terhadap kinerja Fasilitator ? 3. Bagaimana pendapat Bapak terhadap program ini ?
HASIL WAWANCARA
Narasumber
: - Idil Adha (Kord.LKM Rorotan) - Sutarto (Kord.LKM Cilincing) - Yohanes (Warga Miskin)
Tanggal Wawancara
: 9, 11, 13 Agustus 2009
1. Apakah yang dilakukan Pak Idil setelah kordinasi dengan fasilitator dan apa yang dilakukan setelah kordinasi dengan mereka ? Jawab 1: ”Setelah Fasilitator kordinasi dengan saya, saya langsung membicarakan rencana tersebut kepada Ketua RW agar progress program PNPM diketahui beliau dan mudah-mudahan Pak RW juga bisa memfasilitasi pertemuan tersebut karena kalau Pak RW yang mengundang banyak warga yang mau datang”. Jawab 2 : ”Saya kordinasi dengan relawan-relawan lainnya yang ada di RW untuk bersama-sama membuat dan menyebarkan undangan ke warga untuk menghadiri pertemuan, mengapa pakai undangan soalnya kalau tidak pakai undangan dan tanda tangan Pak RW, warga enggan datang”. 2. Bagaimana pendapat Bapak Sutarto terhadap kinerja Fasilitator ? ”waktu pertemuan sosialisasi, informasi yang disampaikan Fasilitator berubah-ubah
jadi kami heran koq bisa beda. Pertemuan pertama
dikatakan fasilitator 3 kegiatan lingkungan tidak bisa dikerjakan satu KSM
selanjutnya kami sepakat membentuk satu KSM tapi di pertemuan berikutnya fasilitator mengatakan tidak bisa satu KSM, harus tiga KSM”. 3. Bagaimana pendapat Bapak terhadap program ini ? Idil : ”siklusnya sangat lama dan terkadang membosankan karena bolakbalik pertemuan, kami disuruh untuk melakukan siklus di warga tapi tidak ada dana operasionalnya padahal kami punya kesibukan yang lainnya”. Sutarto 1 : ”program ini bagus untuk masyarakat kecil tapi dananya kenapa sedikit sekali sudah begitu dibagi untuk 5 RW fokus padahal kebutuhan untuk mengatasi masalah kemiskinan sangat banyak”. Sutarto 2 : ”sasaran program ini sudah jelas yaitu warga miskin dimana melalui pembangunan sarana lingkungan yang memprioritaskan kebutuhan dari warga miskin seperti pembangunan jalan, saluran, jembatan yang melintasi permukiman warga miskin”. Yohanes 1: ”Program ini bagus untuk masyarakat namun saya berpikirnya supaya
cepat-cepat
bantuan
diturunkan
supaya
cepat
membantu
masyarakat kurang mampu tetapi fasilitator kadang menjelaskan program mutar-mutar
dan
membuat
kami
bingung
termasuk
bahasa
penyampaiannya juga terlalu akademis”. Yohanes 2 : ”dari sosialisasi itu saya banyak belajar tentang programprogram pemerintah untuk memberdayakan masyarakat dan dana dari program ini diturunkan untuk merangsang masyarakat berkontribusi untuk berswadaya dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk mengatasi persoalan bersama di tengah-tengah masyarakat. Selanjutnya juga siklus-
siklus yang ada di program ini juga mengandung nilai-nilai pembelajaran kritis yang mungkin pada saat ini sudah terabaikan”.