Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
EVALUASI KONDISI IKLIM KERJA DI LABORATORIUM BETON TEKNIK SIPIL INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA Denny Dermawan 1, Mochamad Luqman Ashari 2, Wiediartini 3 Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya, Indonesia1
[email protected] Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya, Indonesia2
[email protected] Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya, Indonesia3
[email protected] ABSTRAK Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, lokasi tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan didalamnya terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya. Iklim kerja adalah hasil perpaduan suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga sebagai akibat pekerjaannya. Iklim kerja yang tinggi dapat mempengaruhi kinerja dan kesehatan pekerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kondisi iklim kerja di Laboratorium Beton Teknik Sipil ITS. Standar yang digunakan dalam mengevaluasi iklim kerja adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. 13/2011 tentang NAB Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja. Penelitian ini menggunakan alat thermocouple dengan metode pengukuran langsung pada daerah konsentrasi kerumunan aktifitas teknisi laboratorium. Faktor yang diamati pada pengukuran iklim kerja yaitu jenis pekerjaan, lamanya jam kerja, jenis kelamin, dan berat rata-rata teknisi laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total kalori yang dibutuhkan oleh teknisi laboratorium dengan jenis kelamin laki – laki membutuhkan 157,8 Kkal/jam, masuk dalam kategori beban kerja ringan (100-200 Kkal/jam). Rata-rata Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) adalah 27,3oC dengan 75% waktu kerja dan 25% waktu istirahat, sehingga kondisi ini masih sesuai dengan NAB. Rekomendasi yang diberikan dalam bentuk tindakan administrative control adalah mempertahankan komposisi waktu kerja dan waktu istirahat yang telah ada, serta untuk tindakan engineering control adalah mempertahankan bukaan ventilasi alami dan operasional ventilasi mekanis yang telah berjalan. Kata kunci: iklim kerja, Laboratorium Beton Teknik Sipil ITS, ISBB, administrative control, engineering control.
PENDAHULUAN Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya (DEPNAKER RI, 1970). Sumber bahaya yang ditemukan di tempat kerja sangat beragam, salah satunya adalah bahaya kondisi fisik berupa iklim kerja panas. Iklim kerja adalah hasil perpaduan suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara, dan panas ISBN : 978-602-97491-5-1 D-1-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga sebagai akibat pekerjaannya. Iklim kerja merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja pekerja di tempat kerja (DEPNAKER RI, 1999). Negara Indonesia merupakan negara tropis dengan ciri utamanya adalah suhu dan kelembaban yang tinggi. Kondisi awal seperti ini seharusnya sudah menjadi perhatian, karena iklim kerja yang panas dapat mempengaruhi pekerja. Beban bagi tubuh mereka bertambah, dan apabila pekerja harus mengerjakan pekerjaan - pekerjaan fisik dan berat, maka dapat memperburuk kondisi kesehatan dan stamina pekerja. Evaluasi kondisi iklim kerja di Laboratorium Beton Teknik Sipil ITS merupakan salah satu upaya penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kampus ITS. Efek samping aktifitas kerja, dapat berakibat buruk kepada pekerja, sehingga tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan terhadap tenaga kerja dan dapat mengakibatkan gangguan kesehatan (Soeripto, 2008). Respon-respon fisiologis tubuh akan terlihat jelas terhadap pekerja dengan iklim kerja panas tersebut, seperti peningkatan darah dan denyut nadi yang signifikan pada tenaga kerja sebelum dan sesudah terpapar panas, sehingga iklim kerja akan memperburuk kondisi pekerja, selain respon tekanan darah dan denyut nadi, sistem Thermoregulator di otak (Hypothalamus) akan merespon dengan beberapa mekanisme kontrol seperti konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi dengan tujuan untuk mempertahankan suhu tubuh sekitar 36oC - 37oC. Namun apabila paparan dibiarkan terus - menerus akan menyebabkan kelelahan (fatigue) dan akan menyebabkan mekanisme kontrol ini tidak lagi bekerja yang pada akhirnya akan menyebabkan timbulnya efek “heat stress” (Budiono, 1990). Penelitian ini membahas kondisi iklim kerja di Laboratorium Beton Teknik Sipil ITS, serta akibat dari iklim kerja yang ada pada bengkel tersebut, mengacu pada NAB untuk iklim kerja dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. 13/2011 tentang NAB Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja seperti tertera pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. NAB ISBB di Tempat Kerja
(Sumber: DEPNAKERTRANS RI, 2011) METODA Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu: a. Studi pustaka tentang iklim kerja (definisi, akibat negatif, teknik pengukuran, beban kerja, NAB iklim kerja, dan teknik pengendalian). b. Pengamatan langsung aktifitas pekerja di lapangan. Hasil pengamatan digunakan untuk menghitung beban kerja.
ISBN : 978-602-97491-5-1 D-1-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
c. Pengukuran iklim kerja dengan menggunakan alat thermocouple. Pengukuran dilakukan di 3 (tiga) titik lokasi konsentrasi para teknisi laboratorium bekerja, setiap titik dilakukan 3 (tiga) kali pengukuran. Hasil yang diambil adalah nilai iklim kerja tertinggi.
Gambar 1. Thermocouple (Sumber: Hasil Dokumentasi, 2012)
Gambar 2. Aktivitas Kerja Teknisi Laboratorium Beton Teknik Sipil ITS (Sumber: Hasil Dokumentasi, 2012)
HASIL DAN DISKUSI Hasil pengukuran iklim kerja dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Indeks Suhu Bola Basah di Bengkel Konstruksi PPNS-ITS
Titik
ISBB indoor (oC)
1
27,2
2
27,3
3
27,4
Rata-Rata 27,3 (Sumber: Hasil Pengukuran, 2012)
ISBN : 978-602-97491-5-1 D-1-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
Perhitungan beban kerja berdasarkan hasil pengamatan secara langsung aktifitas Teknisi Laboratorium Beton Teknik Sipil ITS di lapangan adalah: a. Berat badan rata-rata pekerja: 60 kg BB. b. Metabolisme basal = 1 x Kkal/jam x Berat Badan. c. Durasi pekerjaan: 7 jam kerja dan 1 jam istirahat (termasuk kategori 75 - 100% waktu kerja). d. Beban kerja: Beban Kerja Teknisi Laboratorium Pekerjaan : berdiri dengan konsentrasi terhadap suatu objek (7 jam) Perhitungan = BB x Kkal/jam/kg BB = 60 kg x 1,63 Kkal/jam/kg BB x 7 jam = 684,6 Kkal Metabolisme Basal = BB x 1 Kkal/jam/kg BB (7 jam) = 60 x 1 Kkal/jam/kg BB x 7 jam = 420 Kkal Perhitungan Total Kalori = 684,6 Kkal + 420 Kkal = 1.104,6 Kkal Perhitungan Total Kalori per Jam = 1.104,6 Kkal/7 jam = 157,8 Kkal/jam Berdasarkan perhitungan ini diketahui, bahwa aktifitas teknisi laboratorium di Laboratorium Beton Teknik Sipil ITS termasuk beban kerja ringan dengan kebutuhan kalori sebesar 157,8 Kkal/jam (100-200 Kkal/jam) dengan waktu kerja 7 jam dan jumlah total waktu kerja dalam sehari adalah 8 jam, sehingga pengaturan waktu kerjanya adalah 75 – 100%. Rata-rata ISBB adalah 27,3oC. Kondisi ini menunjukkan, bahwa iklim kerja dikaitkan dengan beban kerja dan waktu kerja masih sesuai dengan standar berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. 13/2011. NAB iklim kerja yang diperbolehkan adalah maksimal 31oC. Rekomendasi yang diberikan dalam bentuk tindakan administrative control adalah mempertahankan komposisi waktu kerja dan waktu istirahat yang telah ada, serta untuk tindakan engineering control adalah mempertahankan bukaan ventilasi alami dan operasional ventilasi mekanis yang telah berjalan. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah : 1. Kondisi iklim kerja di Laboratorium Beton Teknik Sipil ITS dikaitkan dengan beban kerja dan waktu kerja telah sesuai dengan standar berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. 13/2011. NAB iklim kerja yang diperbolehkan adalah maksimal 31oC, sedangkan hasil pengukuran iklim kerja sebesar 27,3oC. 2. Rekomendasi pengendalian iklim kerja meliputi tindakan administrative control adalah mempertahankan komposisi waktu kerja dan waktu istirahat yang telah ada, serta untuk tindakan engineering control adalah mempertahankan bukaan ventilasi alami dan operasional ventilasi mekanis yang telah berjalan.
ISBN : 978-602-97491-5-1 D-1-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
PUSTAKA ACGIH, (2005). “Kategori Beban Kerja Dengan Kategori Tingkat Metabolisme.”, ACGIH, USA. ACGIH, (2005). “Paparan Panas WBGT yang Diperkenankan Sebagai NAB (WBGT dalam °C), ACGIH, USA. Arismunandar, S. H, (1981). Penyegara Udara. Pradya Paramita, Surabaya, Indonesia. BSN, (2004), SNI 16-7063-2004: Nilai Ambang Batas Iklim Kerja (Panas), Kebisingan, Getaran Tangan-Lengan dan Radiasi Sinar Ultra Ungu di Tempat Kerja, Badan Standar Nasional, Jakarta, Indonesia. Budiono, A.M. Sugeng (editor), (1990) “Panduan Pelayanan Hiperkes dan Keselamatan Kerja”, Tri Tunggal Tata Fajar, Semarang, Indonesia. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, (1970), Undang-Undang No. 1/1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Jakarta, Indonesia. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, (2011). “Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. 13/2011 tentang NAB Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja”, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Jakarta, Indonesia Heru, S, (2007). Hygiene Lingkungan Kerja, Mitra Cendekia Press, Jogjakarta, Indonesia. Soeripto, M, 2008. “Hygiene Industri”, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, Indonesia.
ISBN : 978-602-97491-5-1 D-1-5