BEBAN KERJA IBU, DUKUNGAN SOSIAL, SERTA HUBUNGANNYA DENGAN ALOKASI WAKTU PENGASUHAN DI DAERAH RAWAN PANGAN KABUPATEN BANJARNEGARA, PROVINSI JAWA TENGAH
ENDAH PUJI LESTARI
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRAK ENDAH PUJI LESTARI. Beban Kerja Ibu, Dukungan Sosial, serta Hubungannya dengan Alokasi Waktu Pengasuhan di Daerah Rawan Pangan Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Dibimbing oleh DWI HASTUTI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beban kerja ibu, dukungan sosial, serta hubungannya dengan alokasi waktu pengasuhan di daerah rawan pangan Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Pengambilan contoh dilakukan di dua kecamatan yang dipilih secara purposive, yaitu Kecamatan Pejawaran dan Kecamatan Punggelan. Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari-Maret 2009. Total contoh dalam penelitian ini adalah 300 ibu yang mempunyai anak usia 24-60 bulan. Analisis data menggunakan statistik deskriptif, uji beda, uji Chi-square, dan uji korelasi Spearman. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata beban kerja obyektif waktu contoh paling besar adalah waktu untuk kegiatan pribadi (10,0 jam/hari), diikuti oleh kegiatan pengasuhan (3,5 jam/hari), dan kegiatan domestik (3,3 jam/hari). Sementara itu, berdasarkan pengkategorian beban kerja subyektif menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh (92,3%) memiliki beban kerja subyektif yang ringan. Bila dikategorikan maka dukungan sosial yang paling banyak diterima contoh berada pada kategori kuat (42,3%) dan sangat kuat (32,7%). Hasil itu untuk variabel alokasi waktu pengasuhan menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (55,3%) berada pada kategori rendah. Penelitiaan ini juga menemukan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan alokasi waktu pengasuhan anak adalah status kerja contoh, usia contoh, lama pendidikan contoh, usia anak contoh dan beban kerja subyektif. Kata kunci: beban kerja ibu, dukungan sosial, alokasi waktu pengasuhan
ABSTRACT ENDAH PUJI LESTARI. Mother’s work-load, social support, and its correlation to time allocation child care in the food insecurity areas at Banjarnegara District, Jawa Tengah Province. Suvervised by DWI HASTUTI. Objectives of this study were to analyze mother’s work-load, social support, and its correlation to time allocation for child care in the food insecurity areas at Banjarnegara District, Jawa Tengah Province. Pejawaran and Punggelan were chosen as location of the study. Data were collected from February until March 2009. Total samples of this study were three hundreds mother with children within age range of 24-60 months, selected using simple random sampling technique. Descriptive statistics, Independent sample’s T-test, Chi-square, and Spearman correlation are used for data analyzing. Result showed that the highest time allocation were allocated to personal activity (10,0 hours/day), followed by time allocation for child care (3,5 hours/day), and time for domestic activity (3,3 hours/day). Meanwhile, based on subjective work-load category, it is showed that almost all sample (92,3%) have a low subjective’s work-load. Social support received by sample was classified as strong (42,3%) and very strong (32,7%). Meanwhile, time allocation for child care at more than half samples (55,3%) were at low category. Result also showed that factors related to time allocation for child care are mothers’s work status, mothers’s age, mothers’s educational level, age of children and subjective work-load. Key Words: mother’s work-load, social support, time allocation for child care
RINGKASAN ENDAH PUJI LESTARI. Beban Kerja Ibu, Dukungan Sosial, serta Hubungannya dengan Alokasi Waktu Pengasuhan di Daerah Rawan Pangan Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Di bawah bimbingan DWI HASTUTI. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis beban kerja ibu, dukungan sosial, serta hubungannya dengan alokasi waktu pengasuhan anak di daerah rawan pangan Kabupaten Banjarnegara, Propinsi Jawa Tengah. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi beban kerja ibu, (2) mengidentifikasi dukungan sosial yang diterima ibu, (3) mengidentifikasi alokasi waktu pengasuhan, dan (4) menganalisis karakteristik keluarga, karakteristik
anak, beban kerja ibu, dan dukungan sosial yang berhubungan dengan alokasi waktu pengasuhan. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang berjudul “Household Food Security, Family Resource Allocation and It’s Impact to Child Development of Families Living in Rural Food Insecure Area in BanjarnegaraCentral Java Province, Indonesia”. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah yang dipilih secara purposive dengan pertimbangan bahwa daerah Banjarnegara merupakan daerah yang rawan pangan pada peta kerawanan pangan Indonesia. Di Kabupaten Banjarnegara dipilih dua kecamatan secara purposive yaitu Kecamatan Pejawaran dan Punggelan berdasarkan jumlah penduduk miskin. Dari setiap kecamatan, dipilih tiga desa secara purposive, yaitu Desa Pejawaran, Desa Giritirta, dan Desa Sidengok untuk di Kecamatan Pejawaran, kemudian di Kecamatan Punggelan desa yang dipilih adalah Desa Karangsari, Desa Punggelan, dan Desa Kecepit. Selanjutnya, dari setiap desa diambil contoh sebanyak 50 ibu dengan menggunakan teknik simple random sampling, sehingga total contoh dalam penelitian ini adalah 300 ibu. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer berupa data karakteristik keluarga, karakteristik anak, beban kerja (objektif dan subjektif), dukungan sosial, dan alokasi waktu pengasuhan. Data karakteristik keluarga karakteristik anak, beban kerja subjektif, dan dukungan sosial diperoleh dengan wawancara langsung kepada contoh. Data beban kerja objektif dan alokasi waktu pengasuhan diukur melalui recall 1 x 24 jam. Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, scoring, dan entry data ke komputer, cleaning data, dan analisis data. Berdasarkan hasil penelitian, persentase terbesar keluarga (59,3%) merupakan keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga kurang dari sama dengan empat orang. Mayoritas usia suami contoh (81,4%) maupun contoh (86,0%) berada pada kategori dewasa awal (21 sampai 40 tahun). Persentase terbesar pendidikan suami contoh (60,3%) dan contoh (62,0%) adalah tamat SD. Pekerjaan yang paling banyak (52,9%) dilakukan suami adalah petani. Lebih dari separuh contoh berstatus ibu bekerja (54,3%) dengan persentase pekerjaan terbesar sebagai petani (32,7%). Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden (85,7%) berada pada kelompok kategori miskin. Rata-rata usia anak contoh dalam penelitian ini adalah 41,1 bulan dan lebih dari separuh anak contoh (55%) berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan beban kerja objektif rata-rata waktu contoh untuk kegiatan produktif adalah 2,9 jam/hari, kegiatan domestik 3,3 jam/hari, kegiatan pribadi 10,0 jam/hari, kegiatan istirahat 2,7 jam/hari, kegiatan sosial pendidikan 0,8 jam/hari, kegiatan antara 0,7 jam/hari, dan kegiatan pengasuhan adalah 3,5
jam/hari. Beban kerja secara subjektif diukur menggunakan persepsi contoh terhadap beban kerja. Berdasarkan persepsi terhadap beban kerja, pekerjaan yang dianggap paling berat adalah perawatan anak sakit (38,7%), diikuti pekerjaan mencari nafkah (30,7%), dan mencuci pakaian (17,7%). Hasil pengkategorian beban kerja subyektif menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh (92,3%) merasa memiliki beban kerja dengan kategori ringan. Dukungan sosial dari suami, kerabat/keluarga luas, tetangga/masyarakat menggambarkan bantuan baik dalam bentuk dukungan emosional, dukungan instrumental maupun dukungan informasi yang diberikan kepada contoh. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa persentase terbesar contoh (42,3%) memiliki dukungan sosial kuat. Dukungan sosial diperoleh paling besar dari suami dalam bentuk tindakan yang menunjukkan perasaan cintanya (85,1%). Sementara itu, dukungan sosial yang sering diberikan kerabat/keluarga luas kepada contoh adalah bergotong royong/saling tolong menolong (82,7%), dan dukungan tetangga/masyarakat berupa dukungan emosi saat tertimpa kesulitan (77,0%). Berdasarkan alokasi waktu contoh untuk pengasuhan anak, rata-rata alokasi waktu paling besar adalah waktu untuk kegiatan bermain dengan anak (1,5 jam/hari), diikuti oleh kegiatan menidurkan anak (0,5 jam/hari). Kegiatan memberi makan anak, keluar rumah bersama anak, dan kegiatan personal anak (memandikan, keramas, gunting kuku, dan mendandani) memiliki alokasi waktu masing-masing 0,4 jam/hari. Kegiatan menemani anak belajar dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga sabil mengawasi anak memiliki proporsi waktu yang lebih sedikit (0,1 jam/hari) dibandingkan dengan kegiatan lainnya. Hasil pengkategorian alokasi waktu contoh untuk pengasuhan menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (55,3%) berada pada waktu pengasuhan kategori rendah. Faktor-faktor yang berhubungan dengan alokasi waktu pengasuhan anak antara lain status kerja contoh, lama sekolah contoh, usia contoh, usia anak contoh, dan beban kerja subyektif. Berdasarkan uji Chi Square terlihat hubungan yang signifikan antara status kerja contoh dengan alokasi waktu pengasuhan, artinya banyaknya waktu yang dicurahkan contoh pada kegiatan pengasuhan sangat ditentukan oleh bekerjanya contoh di luar rumah. Berdasarkan hasil uji korelasi menunjukkan bahwa lama sekolah contoh berhubungan positif dan signifikan dengan alokasi waktu pengasuhan anak. Semakin tinggi pendidikan contoh maka semakin tinggi pula alokasi waktu pengasuhan. Sementara itu, usia contoh, usia anak contoh, dan beban kerja subyektif berhubungan negatif dan siginifikan dengan alokasi waktu pengasuhan anak. Hal ini berarti semakin bertambah usia contoh dan usia anak contoh, serta semakin berat beban kerja subyektif maka alokasi waktu pengasuhan akan semakin rendah. Faktor usia anak merupakan faktor yang berhubungan paling kuat dengan alokasi waktu pengasuhan anak. Alokasi waktu pengasuhan anak yang dilakukan oleh contoh termasuk dalam kategori rendah, sehingga perlu adanya pemberian informasi kepada para ibu tentang bagaimana mengelola waktu pengasuhan dengan baik. Informasi ini bisa disampaikan melalui program posyandu dengan menggalakkan kembali program Bina Keluarga Balita. Untuk penelitian selanjutnya disarankan penggunaan metode pengamatan langsung (direct observation) untuk mengukur alokasi waktu pengasuhan. Kata kunci: beban kerja, dukungan sosial, alokasi waktu pengasuhan
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Beban Kerja Ibu, Dukungan Sosial, serta Hubungannya dengan Alokasi Waktu Pengasuhan di Daerah Rawan Pangan Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juli 2011 Endah Puji Lestari NIM I24050187
BEBAN KERJA IBU, DUKUNGAN SOSIAL, SERTA HUBUNGANNYA DENGAN ALOKASI WAKTU PENGASUHAN DI DAERAH RAWAN PANGAN KABUPATEN BANJARNEGARA, PROVINSI JAWA TENGAH
ENDAH PUJI LESTARI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi : Beban Kerja Ibu, Dukungan Sosial, serta Hubungannya dengan Alokasi
Waktu
Pengasuhan
di
Daerah
Rawan
Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah Nama
: Endah Puji Lestari
NIM
: I24050187
Disetujui,
Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc Dosen Pembimbing
Diketahui,
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Tanggal lulus :
Pangan
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Beban Kerja Ibu, Dukungan Sosial, serta Hubungannya dengan Alokasi Waktu Pengasuhan di Daerah Rawan Pangan Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah”. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang begitu besar kepada semua pihak yang turut membantu penulis selama kuliah hingga selesainya skripsi ini, yaitu kepada : 1. Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, waktu, nasehat, kesabaran dan saran dari awal pembuatan proposal hingga selesainya skripsi ini. Terima kasih atas perhatian dan pelajaran yang begitu berharga selama ini. 2. Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si dan Alfiasari SP, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan koreksi, saran, dan masukan yang berharga untuk penulisan skripsi ini. 3. Neti Hermawati, SP, M.Si selaku dosen pemandu seminar. 4. Ir. Melly Latifah, M.Si selaku pembimbing akademik selama peneliti menjadi mahasiswa IKK. 5. Seluruh staf pengajar IKK yang telah memberikan bekal pendidikan dan pengetahuan kepada penulis. 6. Keluarga tercinta. Bapak dan Mamah tercinta yang telah memberikan kasih sayang, dukungan, doa, pengorbanan, perhatian dan kesabarannya yang begitu besar kepada penulis. Semoga Allah kelak membalas dengan surga Nya. Teteh, Aa, dan adikku, terimakasih atas kasih sayang dan perhatiannya. 7. Teman-teman sepenelitianku (Dinda, Chandri, Nuy, Rama, Risma, Dede dan Esta) dan kakak-kakakku (Mas Aris, Teh Medina, Mbak Yuli, Mba Aqsa dan Mbak Ira) atas kerjasama, semangat dan pengalamannya selama penelitian. 8. Teman-temanku di IKK’42 : Anne, Sri, Tika, Dini, Asro, Ari, WL, Shely. Terima kasih atas waktunya menemaniku di kala suka dan duka. 9. Anak-anak Asrama Pocut Baren atas keceriaan, candaan dan semangat yang membuatku betah dengan kalian. 10. Mba Sulis Sulistiowati terima kasih atas dukungan, kesabaran, bantuan yang telah diberikan.
11. Direktur Neysvan Hogrtraten, Belanda yang telah memberikan dukungan keuangan untuk penelitian payung “Household Food Security, Family Resource Allocation, And It’s Impact To Child Development Of Families Living In Rural Food Insecure Area In Banjarnegara-Central Java Province, Indonesia”. 12. Kepada semua pihak yang belum disebutkan namanya namun telah banyak membantu dan mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi. Penulis memohon maaf bila terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini serta mengharapkan kritik dan saran untuk dapat memperbaikinya. Sebagai akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Juli 2011
Penulis
xi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 Latar Belakang ................................................................................... Perumusan Masalah ......................................................................... Tujuan ................................................................................................. Kegunaan Penelitian ..........................................................................
1 2 4 4
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 5 Peran Keluarga .................................................................................. Peran Ibu dalam Pengasuhan .......................................................... Karakteristik Keluarga ....................................................................... Karaketristik Anak .............................................................................. Beban Kerja Ibu .................................................................................. Dukungan Sosial ................................................................................ Alokasi Waktu Pengasuhan ................................................................
5 8 9 11 12 13 15
KERANGKA PEMIKIRAN .............................................................................. 17 METODE PENELITIAN ................................................................................... 19 Desain, Tempat, dan Waktu .............................................................. Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh ................................................ Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................... Pengolahan dan Analisis Data ........................................................... Definisi Operasional ..........................................................................
19 19 20 22 24
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 26 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................... Karakteristik Keluarga .......................................................................... Karakteristik Anak ............................................................................... Beban Kerja Ibu .................................................................................. Dukungan Sosial ................................................................................. Alokasi Waktu Pengasuhan ................................................................ Hubungan Antar Variabel ................................................................... Pembahasan Umum ............................................................................
26 31 38 39 44 46 50 59
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 67 Kesimpulan .......................................................................................... 67 Saran ................................................................................................... 68 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 69 LAMPIRAN ...................................................................................................... 72
xii
DAFTAR TABEL Halaman 1
Varibel, data dan cara pengumpulan data ................................................ 21
2
Banyaknya penduduk Kecamatan Pejawaran menurut mata pencaharian ............................................................................................. 27
3
Jenis lahan di Kecamatan Pejawaran ..................................................... 27
4
Banyaknya produksi sayur-sayuran di Kecamatan Pejawaran ............... 28
5
Banyaknya produksi buah-buahan di Kecamatan Pejawaran ................ 28
6
Banyaknya penduduk Kecamatan Punggelan menurut mata pencaharian ............................................................................................. 30
7
Produktivitas lahan di Kecamatan Punggelan ......................................... 30
8
Banyaknya produksi sayur-sayuran di Kecamatan Punggelan .............. 31
9
Banyaknya produksi buah-buahan di Kecamamatan Punggelan ........... 31
10 Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga ..................................... 32 11 Sebaran suami contoh berdasakan usia ................................................ 33 12 Sebaran contoh berdasarkan usia .......................................................... 33 13 Sebaran suami contoh berdasarkan tingkat pendidikan ....................... 35 14 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ................................... 35 15 Sebaran suami contoh berdasarkan pekerjaan ..................................... 36 16 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan ................................................ 37 17 Sebaran anak contoh berdasarkan usia ................................................. 38 18 Statistik deskriptif alokasi waktu contoh .................................................. 38 19 Sebaran contoh berdasarkan kategori persepsi terhadap beban kerja .. 39 20 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan yang paling memberatkan ...... 41 21 Sebaran contoh berdasarkan alasan pekerjaan yang paling memberatkan ........................................................................................... 42 22 Sebaran contoh berdasarkan kategori dukungan sosial .......................... 43 23 Statistik dasar kegiatan pengasuhan dalam sehari ................................. 44 24 Sebaran contoh berdasarkan kategori alokasi waktu pengasuhan ......... 46
xiii
25 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dan beban kerja subjektif ................................................................................................... 48 26 Sebaran contoh berdasarkan usia dan beban kerja subjektif ................. 50 27 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan dan beban kerja subjektif ........................................................................................... 50 28 Sebaran contoh berdasarkan status kerja dan beban kerja subjektif ........................................................................................... 51 29 Sebaran contoh berdasarkan status ekonomi keluarga dan beban kerja subjektif ........................................................................................... 52 30 Sebaran contoh berdasarkan usia anak dan beban kerja subjektif .................................................................................................... 52 31 Sebaran contoh berdasarkan dukungan sosial dan beban kerja subjektif .................................................................................................... 53 32 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dan alokasi waktu pengasuhan ............................................................................................. 53 33 Sebaran contoh berdasarkan usia dan alokasi waktu pengasuhan ....... 54 34 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan dan alokasi waktu pengasuhan ............................................................................................. 55 35 Sebaran contoh berdasarkan status kerja dan alokasi waktu pengasuhan ............................................................................................. 55 36 Sebaran contoh berdasarkan status ekonomi keluarga dan alokasi waktu pengasuhan ...................................................................... 56 37 Sebaran contoh berdasarkan usia anak dan alokasi waktu pengasuhan ............................................................................................. 56 38 Sebaran contoh berdasarkan beban kerja subjektif dan alokasi waktu pengasuhan ................................................................................... 57 39 Sebaran contoh berdasarkan dukungan sosial dan alokasi waktu pengasuhan ............................................................................................. 58 40 Sebaran contoh berdasarkan beban kerja subyektif dan alokasi waktu pengasuhan ............................................................................................ 58 41 Sebaran contoh berdasarkan dukungan sosial dan alokasi waktu pengasuhan ............................................................................................ 59
xiv
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Beban kerja ibu, dukungan sosial, serta hubungannya dengan alokasi waktu pengasuhan .................................................................. 18 2. Cara penarikan contoh ....................................................................... 20
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta wilayah Kecamatan Pejawaran ................................................
73
2. Peta wilayah Kecamatan Punggelan ................................................. 73 3. Statistik deskriptif variabel karakteristik keluarga dan anak .............. 74 4. Sebaran jawaban contoh pada instrumen beban kerja subyektif ..... 75 5. Sebaran jawaban contoh pada instrumen dukungan sosial ............. 76 6. Hasil Uji Korelasi Spearman karakteristk keluarga, karakteristik anak, dan dukungan sosial dengan beban kerja subyektif ........................... 77 7. Hasil Uji Korelasi Spearman karakteristik keluarga, karakteristik anak, dukungan sosial, dan beban kerja subyektif dengan alokasi waktu pengasuhan ........................................................................................ 77 8. Hasil Uji Korelasi Spearman ............................................................ 78
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Keadaan ekonomi Bangsa Indonesia pasca krisis ekonomi tahun 1997 berdampak pada bertambahnya penduduk miskin di Indonesia. Jumlah penduduk miskin selama pada periode 1996-2006 berfluktuasi dari tahun ke tahun, yaitu dari 34,01 juta pada tahun 1996 menjadi 47,97 juta pada tahun 1999. Pada periode 2000-2005 jumlah penduduk tercatat dari 38,70 juta pada tahun 2000 menjadi 35,10 juta pada tahun 2005. Namun pada tahun 2006, terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin yang cukup drastis, yaitu dari 35,10 juta orang pada tahun 2005 menjadi 39,30 juta pada tahun 20061. Tingginya jumlah penduduk miskin di Indonesia memicu terjadinya penurunan daya beli, diantaranya daya beli bahan makanan, kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan lainnya. Pada kondisi keluarga miskin, pekerjaan yang relatif tidak tetap menyebabkan pendapatan keluarga relatif rendah atau tidak stabil. Ini artinya, kemampuan keluarga untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan pun relatif rendah. Kondisi kesulitan dalam beradaptasi ini, memungkinkan terjadinya kondisi rawan pangan. Pada kondisi rawan pangan, keluarga miskin cukup tidak berdaya untuk mempertahankan keluarga. Hal ini akan yang mendorong wanita untuk bekerja di sektor publik sebagai bukti tanggung jawabnya atas kelangsungan ekonomi keluarga. Dengan demikian jelas bahwa wanita di pedesaan berperan ganda, disamping sebagai ibu rumah tangga juga sebagai pencari nafkah. Hal ini senada dengan pernyataan Mugniesyah, Wigna & Husaini (2002), bahwa semakin miskin suatu keluarga maka akan semakin berat beban kerja wanita dalam keluarga. Dengan demikian, semakin beratnya beban kerja wanita maka akan berdampak pada proses pengasuhan anak dalam keluarga. Dalam keluarga patriarki, umumnya yang menjadi pengasuh utama anak dalam keluarga adalah wanita. Wanita sebagai ibu rumah tangga tidak terlepas dan berkaitan dengan perkembangan anak dalam proses pertumbuhan menuju 1
PNPM Mandiri Perdesaan Kabupaten Banjarnegara. Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2009. http://pnpmbanjarnegara.blogspot.com.html [20 Juni 2010]
2
dewasa yang mandiri. Hal tersebut karena wanita sebagai ibu rumah tangga merupakan anggota keluarga yang paling dekat dengan anak dan memegang peranan penting dalam keberhasilan tumbuh kembang anak karena peran wanita sebagai pengasuh utama anak tidak dapat digantikan. Keberhasilan tumbuh kembang anak pada masa kanak-kanak akan menentukan kualitas sumberdaya manusia pada masa yang akan datang. Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan kurun waktu yang sangat penting dan kritis. Pada masa tersebut, perkembangan fisik, mental, dan psikososial berjalan sangat cepat sehingga keberhasilan tahun-tahun pertama untuk sebagian besar menentukan masa depan anak (Hurlock, 1980). Lebih lanjut, Unicef (1990) dalam Engel et al. (1997) menekankan pentingnya pengasuhan dan perawatan anak yang akan berperan penting dalam merangsang proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Interaksi anggota keluarga yang terdiri laki-laki sebagai suami, wanita sebagai istri, dan anak sangat berpengaruh terhadap keutuhan hubungan antara anggota keluarga satu dengan lainnya. Terbatasnya waktu kehadiran suami atau istri atau keduanya dalam satu keluarga di rumah, sehingga anak terpaksa dititipkan dan diasuh oleh orang lain. Hal ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak yang selanjutnya akan berdampak pada kesejahteraan anak. Konflik antara kebutuhan anak dengan kebutuhan ekonomi keluarga untuk kelangsungan hidup keluarganya itu menyebabkan kurangnya perhatian orang tua terhadap kesejahteraan anaknya. Dengan demikian, sangat menarik untuk diteliti mengenai bagaimana beban kerja wanita sebagai seorang ibu di daerah rawan pangan dan bagaimana bentuk dukungan sosial yang diberikan kepada ibu serta bagaimana dampaknya terhadap pengasuhan anak.
Perumusan Masalah Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten termiskin di Provinsi Jawa Tengah. Fakta menunjukkan bahwa jumlah keluarga miskin di Kabupaten Banjarnegara meningkat 7,62 persen dalam kurun waktu lima tahun. Keluarga miskin di Kabupaten Banjarnegara tahun 2001 sebanyak 89 912 kepala keluarga (31,05 %) dan terjadi peningkatan pada tahun 2005 menjadi 95 357 kepala keluarga (38,67 %). Tingginya jumlah keluarga miskin ini mengakibatkan puluhan ribu penduduk di 89 desa di Kabupaten Banjarnegara mengalami rawan pangan (Kompas Cyber Media 2006). Lebih jelasnya lagi, peta Kerawanan Pangan
3
menunjukkan bahwa Kabupaten Banjarnegara termasuk dalam kategori wilayah yang memiliki resiko tinggi terhadap rawan pangan (2007). Dalam kondisi rawan pangan, anak-anak tidak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Hal ini dikarenakan kurangnya asupan gizi yang sehat dan berimbang. Lain halnya dengan pendapat Zeitlin et al. (1990) bahwa di dalam lingkungan masyarakat atau keluarga yang miskin dapat terjadi penyimpangan positif (positive deviance) yang berkaitan dengan kesehatan, pertumbuhan, dan perkembangan anak yang berbeda diantara anak-anak yang lain. Salah satu faktor yang menyebabkannya adalah pengasuhan. Ini artinya, anak-anak keluarga miskin yang hidup didalam kondisi rawan pangan pun dapat tumbuh secara normal jika anak mendapatkan pengasuhan yang baik. Dalam proses pengasuhan, peran pengasuh dalam tugas pengasuhan sangat penting, terutama bagi balita. Hal ini mengingat pada usia ini seorang anak masih tergantung, baik secara fisik maupun emosi kepada orang dewasa, terutama ibu. Sesuai dengan pernyataan Mudzhar et al. (2001), bahwa peran yang paling wajar bagi wanita adalah peran menjadi ibu atau isteri di lingkungan rumah tangga. Namun demikian, kebutuhan rumah tangga yang begitu besar dan mendesak pada saat ini membuat wanita harus bekerja untuk bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Dengan adanya fungsi ganda tersebut maka waktu yang dimiliki oleh wanita untuk melakukan tugas sebagai ibu rumah tangga akan berkurang karena sisa waktunya diisi untuk bekerja di luar rumah. Dengan demikian, kesempatan untuk mengasuh anak balitanya menjadi berkurang sehingga berdampak pada pengasuhan. Menurut Engel et al. (1997), alokasi waktu pengasuhan anak merupakan salah satu indikator dari pengasuhan untuk menghasilkan anak yang berkualitas baik fisik maupun mental. Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan yang ingin diperoleh jawabannya lebih lanjut yaitu (1) Bagaimana beban kerja ibu? (2) Bagaimana dukungan sosial yang diterima ibu sebagai pengasuh? (3) Bagaimana alokasi waktu pengasuhan anak? Faktor apa saja yang berhubungan dengan alokasi waktu pengasuhan anak?
4
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui beban kerja ibu, dukungan sosial, serta hubungannya dengan alokasi waktu pengasuhan di daerah rawan pangan Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi beban kerja ibu 2. Mengidentifikasi dukungan sosial yang diterima ibu 3. Mengidentifikasi alokasi waktu pengasuhan ibu untuk anak usia 24-60 bulan 4. Menganalisis karakteristik keluarga, karakteristik anak, beban kerja ibu, dan dukungan sosial yang berhubungan dengan alokasi waktu pengasuhan
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan sumbangan pemikiran bagi keluarga yang memiliki anak khususnya usia 24 sampai 60 bulan dalam mengembangkan sumberdaya yang terkait dan kemampuan alamiah dalam
praktek pengasuhan anak. Informasi tersebut diharapkan dapat
menyadarkan masyarakat akan arti penting proses pengasuhan anak. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu dan menjadi landasan bagi pengembangan penelitian sejenis di masa yang akan datang.
5
TINJAUAN PUSTAKA
Peran Keluarga Teori Struktural-Fungsional Para sosiolog ternama seperti William F. Ogburn dan Talcott Parsons mengembangkan pendekatan struktural-fungsional dalam kehidupan keluarga pada abad ke-20. Pendekatan ini mengakui adanya segala keragaman dalam kehidupan sosial dan masing-masing akan memiliki fungsinya sendiri. Perbedaan fungsi tidak untuk memenuhi kepentingan individu yang bersangkutan, tetapi untuk mencapai tujuan bersama. Struktur dan fungsi yang terbentuk tidak akan pernah lepas dari pengaruh budaya, norma, dan nilai sosial yang melandasi sistem masyarakat (Megawangi 1999). Menurut Megawangi (1999), ada tiga elemen utama dalam struktur internal keluarga, yaitu mengacu pada: 1. Status sosial; keluarga inti terdiri dari tiga unsur utama yaitu bapak/suami (pencari nafkah), ibu/istri (ibu rumah tangga) dan anak-anak (anak balita, anak sekolah, remaja, dewasa) serta hubungan timbal balik antar individu dengan status sosial berbeda. 2.
Konsep peran sosial; menggambarkan peran dari masing-masing individu
atau kelompok menurut status sosialnya dalam sebuah sistem sosial. Diferensiasi peran ini diharapkan dapat menuju suatu sistem keseimbangan (equilibrium tendency). 3. Norma sosial; peraturan yang menggambarkan bagaimana sebaiknya seseorang bertingkah laku dalam kehidupan sosialnya. Norma sosial berasal dari masyarakat itu sendiri yang merupakan bagian dari kebudayaan. Akan tetapi setiap keluarga dapat mempunyai norma sosial yang spesifik untuk keluarga tersebut, misalnya norma sosial dalam pembagian tugas rumah tangga, yang merupakan bagian struktur keluarga untuk mengatur tingkah laku setiap anggota keluarganya. Levy (Megawangi 1999) mengatakan bahwa tanpa ada pembagian tugas yang jelas pada masing-masing aktor dengan status sosialnya, maka fungsi keluarga akan terganggu yang selanjutnya akan mempengaruhi sistem yang lebih besar lagi. Hal ini bisa terjadi bila ada satu posisi yang peranannya tidak dapat dipenuhi, atau konflik akan terjadi karena adanya kesempatan siapa yang akan memerankan tugas apa. Apabila terjadi, maka keberadaan institusi
6
keluarga tidak akan berkesinambungan. Persyaratan struktural yang harus dipenuhi agar struktur keluarga sebagai sistem dapat berfungsi antara lain: 1. Diferensiasi peran dari serangkaian tugas dan aktivitas yang harus dilakukan dalam keluarga, maka harus ada alokasi peran untuk setiap aktor dalam keluarga. Terminologi diferensiasi peran bisa mengacu pada umur, gender, generasi, juga posisi status ekonomi dan politik dari masing-masing aktor. 2. Alokasi solidaritas yang berkaitan dengan distribusi relasi antar anggota keluarga menurut cinta, kekuatan, dan intensitas hubungan. Cinta atau kepuasan menggambarkan hubungan antar anggota, misalnya keterikatan emosional antara seorang ibu dan anaknya. Kekuatan mengacu pada keutamaan sebuah relasi relatif terhadap relasi lainnya. Misalnya hubungan antara bapak dan anak lelaki mungkin lebih utama daripada hubungan suami dan istri pada suatu budaya tertentu. Intensitas adalah kedalaman relasi antar anggota menurut kadar cinta, kepedulian, ataupun ketakutan. 3. Alokasi ekonomi yang berkaitan dengan distribusi barang-barang dan jasa untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Diferensiasi tugas juga ada dalam hal ini terutama dalam hal produksi, distribusi, dan konsumsi dari barang dan jasa dalam keluarga. 4. Alokasi politik yang berkaitan dengan distribusi kekuasaan dalam keluarga dan siapa yang bertanggungjawab atas tindakan anggota keluarga. Agar keluarga dapat berfungsi maka distribusi kekuasaan pada tingkat tertentu diperlukan. 5. Alokasi integrasi dan ekspresi yang berkaitan dengan distribusi teknik atau cara untuk sosialisasi, internalisasi, dan pelestarian nilai-nilai dan perilaku yang memenuhi tuntunan norma yang berlaku untuk setiap anggota keluarga. Keluarga mempunyai berbagai fungsi peran yang menetukan kualitas kehidupan baik kehidupan individu, keluarga, bahkan kehidupan sosial (kemasyarakatan). Fungsi keluarga dapat dibagi menjadi fungsi ekspresif dan instrumental. Fungsi ekspresif keluarga berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan emosi dan perkembangan, termasuk moral, loyalitas, dan sosialisasi anak. Sementara itu, fungsi instrumental berkaitan dengan manajemen sumberdaya untuk mencapai berbagai tujuan keluarga (Sunarti, 2004). Salah satu teori yang digunakan dalam menjelaskan fungsi keluarga adalah teori AGIL (Adaptation, Goal, Attainment, Integration, dan Latency).
7
Berdasarkan teori AGIL bahwa empat masalah fungsional utama dalam keberlangsungan sistem yaitu adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi, dan pemeliharaan sistem yang berada pada tingkatan sistem kepribadian, sosial, dan budaya. Keluarga sebagai unit sosial terkecil merupakan tulang punggung pelaksanaan
fungsi-fungsi
tersebut
yang
selanjutnya
menentukan
keberlangsungan serta keseimbangan sistem sosial yang lebih luas (Sunarti 2001). 1.
Fungsi Adaptasi. Fungsi ini mengacu pada perolehan sumberdaya atau
fasilitas
yang
cukup
dari
lingkungan
luar
sistem
dan
kemudian
mendistribusikannya di dalam sistem. Adaptasi adalah suatu pilihan tindakan yang bersifat rasional dan efektif sesuai dengan konteks lingkungan sosial ekonomi, serta ekologi dimana penduduk tersebut tinggal. Pemilihan tindakan yang bersifat kontekstual tersebut dimaksudkan untuk mengalokasikan sumberdaya yang tersedia di lingkungan guna mengatasi tekanan-tekanan sosial ekonomi. 2.
Fungsi pencapaian tujuan. Setiap keluarga mempunyai tujuan atau
rencana yang akan dicapai (output), dengan syarat adanya sumberdaya keluarga (input) baik materi, energi, dan informasi. Dengan demikian keluarga dapat mencapai tujuannya, dan dapat menjalankan menjalankan fungsi-fungsi keluarga dengan menggunakan sumberdaya keluarga, maka perlu adanya proses (throughput) yang harus ditempuh (Deacon & Firebaught 1988). 3.
Fungsi integrasi. Fungsi ini mengacu pada pemeliharaan ikatan dan
solidaritas. Elemen tersebut digunakan untuk mengontrol, memelihara subsistem, dan mencegah gangguan utama dalam sistem. 4.
Fungsi pemeliharaan sistem. Fungsi ini mengacu kepada proses dimana
energi dorongan disimpan dan didistribusikan di dalam sistem, melibatkan dua masalah saling berkaitan yaitu pola pemeliharaan dan pengelolaan masalah atau ketegangan. Teori Sistem (Ecological Framework) Teori ini didasarkan pada konsep ekologi yang melihat bahwa manusia adalah bagian dari sitem lingkungan dimana ia hidup dan tinggal. Teori ini menekankan bahwa setiap sistem terdiri atas unsur-unsur. Unsur dalam sistem bersifat saling terhubung satu sama lain dan saling mempengaruhi, dimana perubahan pada satu elemen akan berpengaruh pada elemen lainnya di dalam
8
sistem yang sama. Sementara itu, sistem terdiri atas unsur input, proses dan output. Lebih lanjut disebutkan bahwa input merupakan unsur yang terdiri dari sumberdaya, nilai, tuntutan, tujuan, sedangkan proses terdiri atas perencanaan dan pelaksanaan. Sementara itu output terdiri atas pencapaian tujuan, kepuasaan, dan kesejahteraan (Deacon & Firebaught 1988). Bronfenbrenner memberikan penekanan bahwa seorang anak adalah bagian yang akan dipengaruhi secara langsung dan tidak langsung oleh sistem lingkungan mikro, messo, exo, dan makro diseputar kehidupan anak. Peran Ibu dalam Pengasuhan Rutter (1984) dalam Karyadi (1985) mengemukakan bahwa supaya anak dapat tumbuh dan berkembang dengan normal, dibutuhkan kualitas dan kuantitas pengasuhan ibu. Ada beberapa ciri yang diperlukan untuk melakukan pengasuhan ibu dengan cukup baik, diantaranya (1) hubungan kasih sayang, (2) kelekatan atau keeratan hubungan, (3) hubungan yang tidak terputus (4) interaksi yang memberikan rangsangan. Dari ciri-ciri tersebut kasih sayang merupakan unsur yang penting dalam hubungan yang terjalin antara keluarga. Hurlock (1999) mengatakan bahwa rasa aman, pemenuhan kebutuhan fisik dan psikologis, kasih sayang, pola perilaku yang disetujui, bimbingan dan bantuan dalam mempelajari berbagai kecakapan yang sangat dibutuhkan anak, pertama diperoleh dari keluarga. Pengasuhan anak mencakup seluruh bentuk interaksi antara orangtua dengan anak untuk perkembangan seluruh potensi anak yaitu fisik, akal, mental, rohani, dan moral. Menurut Myers (1992) pada kenyataanya pemberian pengasuhan tergantung pada ketersediaan sumberdaya, pendidikan, pengetahuan, kondisi kesehatan pengasuh, alokasi waktu, dukungan sosial dan sumberdaya ekonomi yang dimiliki keluarga. Pada umumnya di negara-negara berkembang, pelaku utama pengasuhan bagi bayi dan anak balita dalam rumah tangga adalah ibu. Akan tetapi pada keluarga tipe extended family, nenek, bibi, ayah dan anggota keluarga lainnya bahkan tetangga di sekitar keluarga tersebut pun membeikan kontribusi dalam pengasuhan anak. Hasil penelitian Rogers dan Youssef (1988) dalam Masithah (2002) menunjukan bahwa ibu memberikan alokasi waktu yang lebih banyak dalam pengasuhan anak, selanjutnya adalah wanita lainnya dalam keluarga tersebut misalnya nenek, bibi dan kakak perempuan. Praktek pemberian pengasuhan yang sangat memadai sangat penting tidak hanya bagi daya tahan anak tetapi juga untuk mengoptimalkan perkembangan fisik dan
9
mental anak serta baiknya kondisi kesehatan anak. Pengasuhan juga memberikan kontribusi bagi kesejahteraan dan kebahagiaan serta kualitas hidup yang baik bagi anak secara keseluruhan. Karakteristik Keluarga Keluarga adalahi unit terkecil dalam masyarakat yang terikat oleh hubungan perkawinan dan hubungan darah serta tinggal dalam satu rumah dengan menjalankan fungsi dan peran tertentu untuk mencapai tujuan yang sama (Guhardja, Hartoyo, Puspitawati, Hastuti 1992). Keluarga mempunyai peran penting dalam pembentukan sumberdaya manusia. Hal ini karena tempat pertama bagi manusia untuk berinteraksi dimulai dari keluarga. Oleh karena itu, maka sudah selayaknya keluarga dijadikan tempat pendidikan pertama dan utama bagi anak-anaknya. Besar Keluarga Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Besar keluarga turut mempengaruhi pola pengasuhan yang diberikan kepada anak. Makin besar jumlah anggota keluarga diduga semakin sedikit waktu dan perhatian ibu terhadap anak, karena harus berbagi dengan anggota keluarga lainnya. Menurut Cahyaningsih (1999) diacu dalam Akmal (2004), besar keluarga akan mempengaruhi pembentukan tingkah laku anak. Semakin besar suatu keluarga maka semakin sedikit perhatian yang diperoleh anak dari orangtua. Menurut Sa’diyyah (1998) semakin besar keluarga maka semakin sedikit waktu yang dicurahkan ibu untuk anaknya. Jika jarak anak pertama dengan yang kedua kurang dari satu tahun maka perhatian ibu terhadap pengasuhan kepada anak yang pertama akan berkurang setelah kedatangan anak berikutnya, padahal anak tersebut masih memerlukan perawatan khusus (Sukarni 1994). Usia Orangtua Usia orangtua terutama ibu yang relatif masih muda, cenderung kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam mengasuh anak. Umumnya mereka mengasuh dan merawat anak berdasarkan pada pengalaman orangtua terdahulu. Ibu yang masih muda cenderung untuk mendahulukan dan memperhatikan kepentingannya sendiri daripada kepentingan anaknya, sehingga kuantitas dan kualitas pengasuhan kurang terpenuhi. Sebaliknya, ibu yang lebih
10
berumur cenderung menerima perannya sepenuh hati sebagai ibu, sehingga berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas pengasuhan anak. (Hurlock 1999). Pendidikan orangtua Hastuti (2007) mengemukakan bahwa pendidikan dapat membentuk kematangan berfikir seseorang, baik pendidikan formal maupun non formal, pegalaman berorganisasi, akses kepada buku dan media massa yang dapat membentuk kematangan berfikir seseorang yang akan membentuk perilakunya saat berinteraksi dengan anak. Tingkat pendidikan yang dicapai oleh orangtua akan menentukan cara, pola dan kerangka berfikir, persepsi, pemahaman, serta kepribadiannya. Rendahnya pendidikan orangtua menyebabkan orangtua tidak dapat mengetahui apa yang sebaiknya dilakukan dalam pengasuhan anak (Engel et al. 1997). Hasil penelitian Hartoyo dan Hastuti (2004) di Kabupaten Indramayu memperlihatkan perbedaan cara pengasuhan yang diberikan keluarga nelayan berpendidikan rendah dengan yang berpendidikan tinggi. Mereka yang berpendidikan lebih tinggi memiliki alokasi waktu yang relatif lebih banyak dengan anak dan berinteraksi lebih sering. Pengeluaran Keluarga Pengeluaran keluarga diasumsikan mampu menggambarkan kemampuan ekonomi dari keluarga, sehingga tinggi rendahnya pengeluaran dapat memberi petunjuk akan tingginya rendahnya ekonomi dari suatu keluarga (Anonim 1993). Keadaan ekonomi adalah salah satu faktor penting yang akan berpengaruh pada kehidupan mental dan fisik individu yang berada dalam keluarga. Dengan keadaan ekonomi yang baik, sebuah keluarga tidak perlu lagi merasa bermasalah dengan pemenuhan kebutuhan hidup. Gunarsa & Gunarsa (1995) menyatakan bahwa orangtua dengan pendapatan yang cukup tinggi mempunyai waktu yang lebih banyak untuk memperhatikan dan membimbing perkembangan anaknya. Sebaliknya keluarga dengan tingkat ekonomi rendah akan kurang memperhatikan perkembangan anak, tidak ada pengahargaan dan pujian terhadap perbuatan baik anak serta kurangnya pelatihan dan pemahaman nilainilai moral.
11
Pekerjaan Orangtua Pada masyarakat tradisional, biasanya ibu tidak bekerja diluar rumah, melainkan hanya sebagai ibu rumahtangga. Menurut Satoto (1990), ibu rumah tangga yang tidak bekerja di luar rumah untuk mencari nafkah secara otomatis memiliki waktu yang lebih banyak untuk mengasuh dan merawat anak. Karakteristik Anak Umur Menurut Hurlock (1999) umur anak akan mempengaruhi alokasi waktu ibu untuk pengasuhan. Pada anak dibawah umur dua tahun perhatian dan kasih sayang ibu lebih banyak tercurah kepada anak tersebut karena anak belum mandiri dan masih sangat membutuhkan bantuan ibu sebagai pengasuh utama. Anak dengan umur diatas dua tahun akan semakin mandiri dan mempunyai jaringan sosial lebih luas sehingga ketergantungan dengan sosok pengasuh utama yaitu ibu akan mulai berkurang. Menurut Sa’diyyah (1998) bahwa umur anak berpengaruh negatif terhadap jumlah waktu ibu untuk anaknya. Semakin besar umur anak semakin sedikit waktu yang dicurahkan ibu untuk mereka. Keadaan ini dapat dimengerti karena semakin besar anak, ketergantungan terhadap pengasuhnya akan semakin berkurang. Anak yang lebih kecil memerlukan bimbingan dan pengawasan yang lebih banyak dari pengasuhnya. Karena ibu sebagai pengasuh utama, maka semakin muda usia anak semakin banyak waktu yang dicurahkan ibu untuk anaknya. Jenis Kelamin Ada
tiga
alasan
mengapa
jenis
kelamin
individu
penting
bagi
perkembangan selama hidupnya. Pertama, setiap tahun anak-anak mengalami peningkatan takanan budaya dari para orang tua, guru, kelompok sebaya mereka dan masyarakat yang mempengaruhi perkembangan pola-pola sikap dan perilaku yang dipandang sesuai bagi kelompok jenis kelamin mereka. Kedua, pengalaman belajar ditentukan oleh jenis kelamin individu. Di rumah, di sekolah dan di dalam kelompok bermain, anak-anak belajar apa yang dianggap pantas untuk jenis kelamin mereka. Ketiga adalah sikap orang tua mereka dan anggota keluarga penting lainnya terhadap individu sehubungan dengan jenis kelamin, mereka seperti anak laki-laki lebih diharapkan daripada anak wanita (Hurlock 1999).
12
Beban Kerja Ibu Konsep yang sudah umum dalam masyarakat Indonesia tradisional menyatakan bahwa peran yang paling wajar bagi wanita adalah peran menjadi ibu atau isteri di lingkungan rumah tangga dan apabila pada masa sekarang ini, mereka bekerja di luar rumah tangga dan menghasilkan uang semata-mata itu karena terpaksa akibat dari tekanan ekonomi (Mudzhar et al. 2001). Sajogyo (1981) diacu dalam Rezeki (2006) mengungkapkan bahwa dalam keluarga dan rumah tangga, wanita pada dasarnya seringkali berperan ganda. Hal ini dicerminkan pertama-tama oleh perannya sebagai ibu rumah tangga yang melakukan
pekerjaan
rumah
tangga
(memasak,
mengasuh
anak
dan
sebagainya), suatu pekerjaan produktif yang tidak langsung menghasilkan pendapatan, karena pekerjaan itu memungkinkan anggota keluarga lainnya untuk mendapatkan penghasilan secara langsung. Lestari (1984) diacu dalam Rezeki (2006) menyatakan hal yang serupa yaitu terdapat beberapa penelitian mengenai keluarga inti yang pernah dilakukan bahwa dalam keluarga dan rumah tangga wanita pada dasarnya sering berperan ganda. Hal ini dicerminkan pertama oleh perannya sebagai ibu rumah tangga dan yang kedua adalah sebagai pencari nafkah. Meskipun ada ibu yang berperan sebagai pekerja untuk mencari tambahan penghasilan, seorang ibu tetap dituntut untuk menjadi ibu rumah tangga yang baik di tengah keluarganya Perbedaan pekerjaan rumah tangga (pekerjaan domestik) dan pekerjaan di luar rumah tangga (pekerjaan produktif) tampak jelas dalam hal ekonomi. Perbedannya yaitu pada pekerjaan rumah tangga tidak memiliki nilai ekonomi bagi anggota keluarga sedangkan untuk pekerjaan di luar rumah tangga yaitu sebaliknya (Guhardja et al. 1992). Mangkuprawira (1985) membagi waktu ibu secara umum pada enam kegiatan yaitu: 1. waktu rumah tangga, semua waktu yang digunakan untuk kegiatan rumah tangga yang tidak bernilai ekonomis seperti membersihkan rumah, mencuci, memasak dan mengasuh anak 2. waktu mencari nafkah, yaitu semua waktu yang digunakan untuk menambah penghasilan keluarga 3. waktu sosial, yaitu waktu yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan sosial seperti gotong royong, menjenguk orang sakit, mengunjungi tetangga, mendatangi pengajian dan arisan
13
4. waktu pendidikan, yaitu semua waktu yang digunakan ibu untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu 5. waktu pribadi, yaitu waktu yang digunakan untuk kepentingan pribadi seperti makan, minum, sholat, membaca Al-Qur’an dan tidur 6. waktu luang, yaitu sisa dari waktu diatas. Mangkuprawira (1985) melakukan penelitian dan mendapatkan hasil bahwa rata-rata waktu ibu di pedesaan untuk rumah tangga sebesar 5,6 jam perhari, mencari nafkah 2,3 jam perhari, sosial 1,3 jam perhari pendidikan sebesar 0,2 jam per hari, waktu luang 4,6 jam per hari dan sisanya untuk kegiatan pribadi. Menurut Walker dan Woods (1976) yang diacu Guhardja et al. (1992) mengemukakan bahwa aktivitas pekerjaan rumah tangga menurut jenisnya dapat diklasifikasikan menjadi enam pekerjaan, yaitu: 1. Berbelanja bahan makanan dan memasak makanan maupun minuman 2. Menyiapkan makanan dan keperluannya termasuk mencuci peralatan makan dan minum 3. Membersihkan dan memelihara rumah dan perlengkapannya termasuk peralatan rumah tangga dan prasarana lainnya yang ada dalam rumah tangga 4. Mencuci pakaian dan perlengkapannya 5. Menyediakan air untuk mandi dan cuci anggota rumah tangga 6. Mengasuh dan merawat serta mendidik anak Yulianis et al. (2003) membagi beban kerja menjadi dua, yaitu beban kerja obyektif dan beban kerja subyektif. Dari hasil penelitian Yulianis et al. (2003) di Kota Bogor bahwa ibu dari keluarga miskin memiliki beban kerja yang tergolong sedang menurut persepsi ibu, karena memiliki tenaga yang membantu baik dari anak, suami, saudara maupun ibu atau ibu mertua. Dukungan Sosial Manusia sebagai individu dalam kehidupannya dihadapkan pada berbagai hal yang menyangkut kepentingan terutama dalam pemenuhan kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap orang memerlukan bantuan atau pertolongan dari orang lain. Dukungan sosial tidak selamanya tersedia pada diri sendiri melainkan harus diperoleh dari orang lain yakni keluarga (suami atau isteri) saudara atau masyarakat (tetangga) dimana orang itu berada. Dukungan sosial sangat dibutuhkan oleh setiap orang dalam menjalani kehidupannya, juga
14
bagi keluarga dalam menjalani kehidupan perkawinaanya bagi pelaksanaan pengasuhan anak. Dukungan sosial diartikan sebagai pemberian dukungan emosional dan informasi atau dukungan materi oleh orang lain atau lingkungan sosial kepada seseorang individu yang mengalami beberapa kesulitan atau masalah. Cutrona (1996) mengatakan bahwa dukungan sosial adalah pemenuhan kebutuhan dasar oleh orang lain secara terus menerus untuk kesejahteraan. Kaplan et al. (1977) dalam Cutrona (1996), mengartikan dukungan sosial sebagai pemenuhan kebutuhan dasar seseorang oleh orang lain. Safarino (1996) dalam Tati (2004) mengatakan
bahwa
dukungan
sosial
adalah
kenyamanan,
perhatian,
penghargaan, atau bantuan yang diterima individu dari orang lain, baik sebagai individu perorangan atau kelompok. Kualitas dukungan sosial yang tinggi akan mempengaruhi kesehatan fisik dan mental yang semakin tinggi pula (Tati 2004). Selain itu semakin baik dukungan sosial yang diberikan kepada ibu maka cenderung semakin baik pengasuhan anak yang dilakukan. Demikian juga yang dikemukakan oleh Sarafino (1996) dalam Tati (2004) bahwa adanya perhatian yang baik dari keluarga atau tetangga serta kondisi lingkungan yang ramah, secara emosional ibu mempunyai hubungan baik dengan tetangga dan keluarga, saling berbagi pengalaman dalam pengasuhan anak, keadaan ini akan meningkatkan kualitas pengasuhan anak mereka. Bentuk dukungan sosial yang dibutuhkan menurut Kaplan (Cutrona 1996) dan Safarino (Tati 2004) terdiri dari: • Dukungan Emosi (Emotional Support), seperti ekspresi cinta, empati dan perhatian. Menurut Witty et al. (1992) diacu dalam Conger et al. (1994), individu dapat mencurahkan perasaan, kesedihan ataupun kekecewaannya pada seseorang, yang membuat individu sebagai penerima dukungan sosial merasa adanya keterikatan, kedekatan dengan pemberi dukungan, sehingga menimbulkan rasa aman dan percaya. •
Dukungan Instrumen (Instrument Support) atau Dukungan Nyata (Tangible Assistance), seperti sumberdaya fisik (uang, tempat tinggal), termasuk juga menyediakan waktu dan tenaga untuk mengasuh anak.
• Dukungan Penghargaan (Esteem Support), seperti respek terhadap orang lain, percaya kepada kemampuan orang, menghargai pikiran, perasaan, dan tingkah laku orang lain.
15
• Dukungan Informasi (Informational Support), seperti informasi tentang kenyataan,
nasehat,
penilaian
terhadap
situasi.
Dukungan
informasi
memungkinkan individu sebagai penerima dukungan dapat memperoleh pengetahuan dari orang lain. Pengetahuan yang diperoleh dapat berupa bimbingan, arahan, diskusi masalah maupun pengajaran suatu keterampilan (Felton & Berry 1992 diacu dalam Conger et al.1994). Alokasi Waktu Pengasuhan Waktu merupakan sumberdaya selain sumberdaya manusia dan materi, yang digunakan oleh keluarga untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Waktu dapat dikelola sedemikian rupa sehingga dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien (Guhardja, Puspitawati, Hartoyo & Hastuti 1992). Penelitian Sa’diyyah (1998) membagi alokasi waktu pengasuhan anak menjadi lima kegiatan, antara lain: (1) memberi makan contoh, (2) keluar bersama contoh, (3)
bermain bersama contoh, (4) mengerjakan pekerjaan
rumah dengan contoh, (5) tidur bersama contoh. Hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa rata-rata alokasi waktu ibu untuk pengasuhan 12,63 jam per hari atau sekitar 52,63 persen dari total waktu ibu dalam sehari. Sebagian besar dari waktu pengasuhan sehari tersebut 5,09 jam dialokasikan untuk menidurkan anak atau tidur bersama anak, selanjutnya 3,05 jam untuk mengerjakan rumah sambil mengasuh anak, 2,23 jam menemani anak bermain, 1,2 jam keluar rumah dengan anak, dan 1,06 jam adalah untuk memberi makan kepada anak. Penelitian Meirita (2000) membagi alokasi waktu pengasuhan menjadi empat kegiatan, antara lain (1) keluar rumah dengan contoh, (2) memberi makan contoh, (3) memandikan contoh, (4) bermain contoh. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa rata-rata alokasi waktu ibu untuk pengasuhan 5,7 jam per hari, sebagian besar dari waktu pengasuhan sehari tersebut 2,59 jam dialokasikan untuk bermain dengan contoh. Selanjutnya 1,39 jam untuk keluar rumah dengan contoh, 1,2 jam memberi makan contoh, dan 0,48 jam adalah untuk memandikan contoh. Adapun penelitian Yulianis et al. (2003) membagi alokasi waktu pengasuhan menjadi enam kegiatan, antara lain: (1) keluar rumah dengan contoh, (2) mengerjakan pekerjaan rumah dengan contoh, (3) menidurkan contoh, (4) memandikan contoh, (5) memberi makan contoh, (6) bermain dengan contoh. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa rata-rata alokasi waktu ibu untuk pengasuhan 4.66 jam per hari untuk ibu yang bekerja dan 6,24 jam untuk
16
ibu yang tidak bekerja. Sebagian besar dari waktu pengasuhan sehari tersebut 2,43 jam (ibu tidak bekerja) dan 1,53 jam (ibu bekerja) dialokasikan untuk bermain dengan contoh. Selanjutnya 1,01 jam (ibu tidak bekerja) dan 0.89 jam (ibu bekerja) dialokasikan untuk keluar memberi makan contoh, 1,12 jam (ibu tidak bekerja) dan 0,54 jam (ibu bekerja) dialokasikan untuk tidur bersama, contoh, 0,75 jam (ibu tidak bekerja) dan 0,67 jam (ibu bekerja) dialokasikan memandikan contoh, 0,66 jam (ibu tidak bekerja) dan 0,71 jam (ibu bekerja) dialokasikan untuk keluar rumah dengan contoh, 0,27 jam (ibu tidak bekerja) dan 0,32 jam (ibu bekerja) dialokasikan untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan contoh. Navera dalam Mangkuprawira (1985) mengemukakan determinan waktu ibu dipengaruhi oleh besar keluarga, pendapatan keluarga, pendidikan orangtua, kekayaan rumah tangga dan usia anak. Apabila pendapatan tidak memadai bertambahnya anggota keluarga menyebabkan bertambah besar waktu ibu untuk mencari nafkah, begitu juga semakin tinggi pendidikan orangtua mempunyai kecenderungan untuk memanfaatkan ilmunya dalam pekerjaan di luar rumah. Makin banyak aset rumah tangga makin efektif waktu ibu di rumah sehingga berkesempatan untuk menggunakan waktu luangnya untuk bekerja. Makin kecil usia anak makin banyak waktu ibu bersama anak karena anak belum mandiri dan mempunyai ketergantungan dengan sosok ibu.
17
KERANGKA PEMIKIRAN Kualitas tumbuh kembang anak merupakan salah satu faktor penting dalam upaya peningkatan sumberdaya manusia. Unicef (1990) dalam Engel et al. (1992) merumuskan adanya tiga faktor utama yang mempengaruhinya secara tidak langsung, yaitu ketahanan pangan rumah tangga, pengasuhan, dan sanitasi lingkungan. Ketiga faktor tersebut akan mempengaruhi asupan gizi dan juga tingkat kesehatan anak yang selanjutnya akan menentukan kualitas pertumbuhan dan perkembangan anak. Hal ini berarti bahwa pengasuhan tidak kalah pentingnya dengan ketahanan pangan dan juga kesehatan lingkungan dimana anak tumbuh dan berkembang. Pengasuhan mencakup dua aspek yaitu 1) alokasi waktu (quantity of care), 2) suasana alamiah dan aktivitas yang terjadi (quality of care). Karakteristik keluarga seperti (1) besar keluarga, (2) usia orangtua, (3) pendidikan orangtua, (4) pekerjaan orangtua (status kerja ibu), (5) pengeluaran keluarga dan karakteristik anak (usia anak) diduga berhubungan dengan alokasi waktu pengasuhan. Ibu yang berpendidikan cenderung mempunyai komitmen untuk usaha penyediaan waktu yang lebih banyak dalam pengasuhan anak. Tetapi status kerja ibu, cenderung mengurangi alokasi waktu ibu bersama anaknya. Pada keluarga besar alokasi waktu untuk pengasuhan anak balita relatif lebih sedikit karena harus berbagi dengan anggota keluarga lain. Semakin besar usia anak semakin sedikit
alokasi waktu yang dicurahkan ibu untuk
mengasuh anak. Secara umum ibu memiliki beban kerja di sektor publik maupun domestik. ibu yang berperan sebagai pekerja di sektor publik untuk mencari tambahan penghasilan, tetap dituntut untuk menjadi ibu rumah tangga yang baik. Hal tersebut mengakibatkan ibu memiliki beban kerja yang cukup berat. Status ibu yang bekerja di sektor publik akan mempengaruhi alokasi waktu yang gunakan untuk pengasuhan anak. Dukungan sosial yang diterima ibu dari suami, kerabat/keluarga luas dan tetangga/masyarakat diduga dapat memperkecil beban kerja yang dialami oleh ibu sebagai seseorang yang berperan penting dalam proses pengasuhan. Berdasarkan
uraian
diatas,
maka
diperoleh
gambaran
yang
menghubungan variabel karakteristik keluarga, karakteristik anak, beban kerja, dukungan sosial, dan alokasi waktu pengasuhan. Model kerangka pemikiran dari penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
18
Karakteristik Keluarga : Besar Keluarga Usia Suami dan Contoh Pendidikan Suami dan Contoh Status Kerja Contoh Pengeluaran Keluarga
Kontrol sumberdaya/otonomi ibu Kesehatan mental/stress ibu Kesehatan dan status gizi ibu
Beban Kerja Ibu : Ukuran Obyektif Ukuran SUbyektif Karakteristik Anak: Usia Anak Jenis Kelamin Anak
Alokasi Waktu Pengasuhan : Menemani Anak Belajar Keluar rumah bersama anak Memberi makan anak Memandikan, keramas, gunting kuku dan mendandani anak Bermain dengan anak Menidurkan Anak Mengerjakan pekerjaan rumah tangga sambil mengawasi anak
Dukungan Sosial
Keterangan: = Variabel yang tidak diteliti
= Variabel yang diteliti
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian Beban Kerja Ibu, Dukungan Sosial, serta Hubungannya dengan Alokasi Pengasuhan di Daerah Rawan Pangan Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
19
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memakai desain cross sectional study dengan
metode
survei.
Lokasi
penelitian
adalah
wilayah
Kabupaten
Banjarnegara Propinsi Jawa Tengah. Pemilihan lokasi penelitian tersebut dilakukan secara purpossive, dengan pertimbangan bahwa berdasarkan peta kerawanan pangan Indonesia daerah Banjarnegara termasuk dalam daerah yang rawan pangan (Martianto, Hastuti, Riyadi, Alfiasari 2009). Lokasi penelitian yang dipilih merupakan bagian dari lokasi penelitian “Household Food Security, Family Resource Allocation, And It’s Impact To Child Development Of Families Living In Rural Food Insecure Area In Banjarnegara-Central Java Province, Indonesia”. Penelitian ini dimulai pada bulan Desember 2008 hingga bulan Mei 2011, yang dimulai dari persiapan, observasi, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, serta penulisan laporan, sedangkan untuk pengambilan datanya sendiri dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret 2009.
Jumlah dan Cara Pemilhan Contoh Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak berusia 24 sampai 60 bulan di daerah Banjarnegara. Pengambilan contoh dilakukan di dua kecamatan yang dipilih secara purposive, yaitu Kecamatan Pejawaran dan Kecamatan Punggelan. Pertimbangan memilih dua kecamatan ini adalah berdasarkan jumlah penduduk miskin pada peta kerawanan pangan Kabupaten Banjarnegara tahun 2007 oleh Dinas Pertanian Kabupaten Banjarnegara. Selain itu juga, masing-masing kecamatan mewakili tipe pedesaan yang ada di Indonesia yaitu Kecamatan Pejawaran yang mewakili pedesaan hulu (upland area) dan Kecamatan Punggelan yang mewakili pedesaan hilir (lowland area). Dari masing-masing kecamatan dipilih tiga desa penelitian berdasarkan jumlah balita terbanyak dan atas saran dari Dinas Kesehatan dan Posyandu setempat. Desa yang terpilih di Kecamatan Pejawaran adalah Desa Pejawaran, Desa Giritirta, dan Desa Sidengok, sedangkan di Kecamatan Punggelan terpilih Desa Karangsari, Desa Punggelan, dan Desa Kecepit. Selanjutnya dari setiap desa ditarik contoh sebanyak 50 ibu dengan menggunakan teknik simple random
20
sampling, sehingga total contoh dalam penelitian ini adalah 300 ibu. Cara penarikan contoh dapat dilihat pada Gambar 2.
Kabupaten Banjarnegara
Kecamatan Pejawaran (upland area)
Purposive
Kecamatan Punggelan (lowland area)
Desa Pejawaran
Desa Giritirta
Desa Sidengok
50 contoh
50 contoh
50 contoh
Desa Karangsari
Desa Punggelan
Desa Kecepit
50 contoh
50 contoh
50 contoh
Simple random Sampling
300 contoh
Gambar 2 Cara penarikan contoh
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil penggalian informasi yang dilakukan melalui wawancara kuesioner yang relevan dengan variable yang diteliti. Kuesioner dikembangkan berdasarkan berbagai penelitian yang serupa terdahulu dan konsep teoritis. Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik keluarga, karakteristik anak, beban kerja ibu ukuran obyektif (alokasi waktu 24 jam secara recall)
dan ukuran subyektif (persepsi diukur dengan
wawancara menggunakan kuesioner), dukungan sosial yang diukur dengan wawancara kuesioner dan alokasi waktu pengasuhan (recall 24 jam). Sementara itu, data sekunder yang dikumpulakn meliputi keadaan umum lokasi penelitian dan jumlah balita yang diperoleh dari instansi terkait (kantor kecamatan,
21
kelurahan dan posyandu). Secara lebih rinci variabel, data dan cara pengumpulan data disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Variabel, data dan cara pengumpulan data No
1
2
3
4
Variabel
Karakteristik keluarga
Karakteristik anak
Data
Alokasi Waktu Pengasuhan
Wawancara menggunakan kuesioner
Jenis kelamin Beban kerja objektif (jumlah satuan waktu atau jam dalam sehari untuk tujuh kegiatan yaitu kegiatan produktif, Recall 1 X 24 jam domestik, pribadi, istirahat, sosial pendidikan, antara, dan pengasuhan).
Beban kerja subjektif (sikap dan tanggapan ibu terhadap kegiatan produktif,domestik, sosial pendidikan, dan pengasuhan) Dukungan dari suami Dukungan dari kerabat/keluarga luas Dukungan dari tetangga /masyarakat Menemani belajar Keluar rumah bersama contoh Memberi makan Memandikan, keramas, gunting kuku dan mendandani Bermain dengan contoh Menidurkan Mengerjakan pekerjaan rumah tangga sambil mengawasi anak
5
Wawancara menggunakan kuesioner
Beban kerja
Dukungan Sosial
besar keluarga Usia suami dan contoh Pendidikan suami dan contoh Status kerja contoh Keadaan ekonomi keluarga Usia
Cara pengumpulan data
Wawancara menggunakan kuesioner
Wawancara menggunakan kuesioner
Recall 1 X 24 jam
22
Pengolahan dan Analisis Data Data yang terkumpul akan diolah melalui editing, koding, scoring, entry data, dan analisis data. Data yang diperoleh melalui kuesioner akan diolah dan dianalisis secara statistik deskriptif dan inferensia. Seluruh analisis statistik dilakukan dengan menggunakan komputer program SPSS for windows versi 17.0. Data karakteristik keluarga terdiri dari besar keluarga, usia orangtua, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, dan pengeluaran keluarga. Besar keluarga dikelompokkan berdasarkan kriteria BKKBN, yaitu keluarga kecil (≤ empat orang), keluarga sedang (lima sampai tujuh orang), dan keluarga besar (≥ delapan orang). Usia orangtua dikelompokan menjadi empat kategori yaitu ≤ 20 tahun, 21-40 tahun, 41-65 tahun dan ≥ 66 tahun. Pendidikan orangtua pada analisis deskriptif dikelompokkan berdasarkan tingkat pendidikan, yaitu tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP/sederajat, tamat SMA/sederajat dan perguruan tinggi. Selanjutnya untuk analisis korelasi Spearman, pendidikan orangtua dikelompokkan berdasarkan lama pendidikan. Pengeluaran keluarga dihitung berdasarkan pengeluaran keluarga per kapita per bulan, kemudian dikelompokan menjadi miskin dan tidak miskin berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten Banjarnegara tahun 2008 sebesar Rp. 146 531.00. Karakteristik anak meliputi usia anak dan jenis kelamin anak. Usia anak dikelompokan berdasarkan kelompok usia menjadi 24-36 bulan, 37-48 bulan, dan 49-60 bulan. Jenis kelamin anak dikelompokan atas laki-laki dan perempuan. Beban kerja ibu dibagi menjadi dua, yaitu beban kerja dilihat secara objektif dan subjektif (persepsi). Beban kerja secara objektif adalah beban kerja yang
diukur
berdasarkan
alokasi
waktu.
Beban
kerja
secara
objektif
dikelompokkan berdasarkan alokasi waktu untuk tujuh kegiatan, yaitu kegiatan produktif, domestik, pribadi, istirahat, sosial pendidikan, antara dan pengasuhan. Beban kerja secara subjektif adalah beban kerja yang diukur berdasarkan persepsi ibu terhadap beban kerja. Beban kerja secara subjektif terdiri dari 10 pertanyaan
yang masing-masing
akan
diberi skor
kemudian
dilakukan
standarisasi. Total skor yang diperoleh dikelompkkan menjadi tiga kategori, yaitu rendah, sedang dan berat. Pengkategoriannya adalah beban kerja subyektif
23
dikatakan “rendah” apabila skor ≤ 60 persen, “sedang” apabila skor antara 61-80 persen, dan “berat” pada skor ≥ 80 persen. Dukungan sosial yang terdiri dari dukungan emosi, instrumental dan informasi
yang
berasal
dari
suami,
kerabat/keluarga
luas,
dan
tetangga/masyarakat. Data dukungan sosial terdiri dari 15 pertanyaan yang masing-masing akan diberi skor. Total skor yang diperoleh dikelompokkan menjadi
tiga
kategori,
yaitu
kurang
kuat,
kuat
dan
sangat
kuat.
Pengkategoriannya adalah dukungan sosial dikatakan “kurang kuat” apabila skor ≤ 60 persen, “kuat” apabila skor antara 61-80 persen, dan “sangat kuat” pada skor ≥ 80 persen. Data alokasi waktu pengasuhan dihitung berdasarkan waktu kegiatan pengasuhan anak dalam 1 X 24 jam menurut tujuh kegiatan yang telah ditentukan yaitu, 1) menemani belajar, 2) keluar rumah bersama contoh, 3) memberi makan, 4) memandikan, keramas, gunting kuku dan mendandani, 5) bermain dengan contoh, 6) menidurkan, dan 7) mengerjakan pekerjaan rumah tangga sambil mengawasi anak. Data alokasi waktu pengasuhan dikategorikan menajdi tiga kategori, yaitu rendah, sedang, tinggi. Pengkategoriannya adalah alokasi waktu pengasuhan dikatakan “rendah” apabila ≤ 3,0 jam, “sedang” apabila antara 3,1-5,0 jam, dan “tinggi” pada ≥ 5,1 jam. Analisi statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 5. Analisis
deskriptif
digunakan
untuk
mengidentifikasi
karakteristik
keluarga, karakteristik anak, beban kerja ibu, dukungan sosial, dan alokasi waktu pengasuhan di daerah rawan pangan. 6. Uji beda Independent T-test untuk menguji perbedaan karakteristik keluarga, karakeristik anak, beban kerja, dukungan sosial, dan alokasi waktu pengasuhan di daerah rawan pangan. 7. Uji Chi Square digunakan untuk melihat hubungan antara variabel status kerja ibu dengan beban kerja subyektif dan variabel status kerja ibu dengan alokasi waktu pengasuhan. 8. Korelasi Rank Spearman digunakan untuk menganalisis hubungan karakteristik keluarga dan karakteristik anak dengan beban kerja ibu, menganalisis hubungan beban kerja ibu dengan dukungan sosial, dan menganalis faktor-faktor yang berhubungan dengan alokasi waktu pengasuhan di daerah rawan pangan
24
Definisi Operasional . Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terikat oleh hubungan perkawinan dan hubungan darah serta adopsi, tinggal dalam satu rumah dengan menjalankan fungsi dan peran tertentu untuk mencapai suatu tujuan yang sama. Karakteristik Keluarga adalah ciri-ciri khas yang dipunyai oleh masing-masing keluarga, seperti besar keluarga, usia orangtua, pendidikan orangtua, status kerja ibu dan pengeluaran keluarga. Besar Keluarga adalah banyaknya anggota keluarga (terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak serta anggota keluarga lain) yang tinggal dalam satu rumah. Usia Orangtua adalah jumlah tahun lengkap sejak orangtua (kepala keluarga/ ibu) lahir sampai pada saat ulang tahun terakhir. Pendidikan orangtua adalah tingkat dan lama pendidikan formal yang pernah diikuti orangtua. Tingkat pendidikan orangtua dikelompokan menjadi tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP/sederajat, tamat SMA/sederajat, dan perguruan tinggi. Pekerjaan orangtua adalah pekerjaan yang dilakukan orangtua contoh sebagai sumber mata pencaharian untuk membiayai kebutuhan hidup keluarga. Usia anak adalah jumlah bulan lengkap sejak anak lahir sampai pada saat dilakukan penelitian. Beban kerja objektif adalah jumlah satuan waktu atau jam dalam sehari yang digunakan oleh ibu untuk tujuh kegiatan yaitu kegiatan produktif, domestik,
pribadi,
istirahat,
sosial
pendidikan,
antara,
dan
pengasuhan. Kegiatan produktif adalah kegiatan yang menghasilkan uang untuk menambah pendapatan keluarga. Kegiatan domestik adalah kegiatan yang berkaitan dengan kerumah tanggaan mulai dari membersihkan rumah, mencuci pakaian, dan memasak. Kegiatan pribadi adalah waktu yang digunakan untuk kepentingan pribadi seperti kegiatan makan, minum, beribadah (sholat dan membaca AlQur’an) dan tidur.
25
Kegiatan istirahat adalah kegiatan nonton TV, mengobrol, duduk santai, tidurtiduran santai. Kegiatan sosial pendidikan adalah kegiatan yang digunakan untuk kegiatan sosial
dan
waktu
yang
pengetahuan/keterampilan
ibu
digunakan meliputi
untuk
meningkatkan
kegiatan
pengajian,
mengunjungi tetangga, membaca buku, pergi ke acara hajatan, membantu tetangga di acara hajatan (rewang). Kegiatan antara adalah kegiatan yang digunakan selama perjalanan ke tempat kerja (work related time). Kegiatan pengasuhan
kegiatan yang meliputi tujuh kegiatan yaitu berupa
kegiatan memberi makan anak, keluar rumah bersama anak, memandikan, keramas dan gunting kuku anak, bermain dengan anak, menemani anak belajar mengerjakan pekerjaan rumah sambil mengawasi anak serta menidurkan anak. Beban kerja subjektif adalah sikap dan tanggapan ibu terhadap beban pekerjaan yang dilakukan ibu, yang diukur berdasarkan jawaban ibu, kesukaan ibu, kelelahan, dan beratnya pekerjaan yang dirasakan oleh ibu. Dukungan sosial adalah bantuan yang diterima ibu berupa dukungan emosi, instrumental, dan informasi yang berasal dari suami, kerabat/keluarga besar, dan tetangga/masyarakat. Alokasi waktu pengasuhan adalah jumlah satuan waktu atau jam dalam sehari yang digunakan oleh ibu untuk tujuh kegiatan pengasuhan anak yaitu, 1) menemani belajar, 2) keluar rumah bersama contoh, 3) memberi makan, 4) memandikan, keramas, gunting kuku dan mendandani, 5) bermain dengan contoh, 6) menidurkan, dan 7) mengerjakan pekerjaan rumah tangga sambil mengawasi anak.
26
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Pejawaran Kecamatan Pejawaran merupakan salah satu kecamatan di wilayah Kabupaten Banjarnegara dengan ketinggian wilayahnya 1 320 m di atas permukaan laut. Luas wilayah Kecamatan Pejawaran adalah 52,3 Km 2. Secara geografis batas wilayah Kecamatan Pejawaran berbatasan dengan Kecamatan Batur sebelah utara, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pagentan, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Wonosobo dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Wanayasa. Jumlah penduduk di Kecamatan Pejawaran yaitu sebanyak 41 829 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 21 056 jiwa dan perempuan sebanyak 20 773 jiwa. Berdasarkan kepadatan penduduknya, Kecamatan Pejawaran rata-rata kepadatannya sebesar 801 jiwa/km2. Rata-rata kepadatan penduduk ini dipengaruhi oleh keadaan geografi wilayah yang bergunung-gunung. Hal ini juga dipengaruhi oleh luas lahan yang digunakan untuk pertanian dan perkebunan lebih banyak dibandingkan untuk pemukiman. Ditinjau dari segi agama, mayoritas masyarakat Kecamatan Pejawaran beragama Islam. Tempat peribadatan terdiri dari masjid dan langgar. Jumlah masjid yang ada sebanyak 69 buah dan langgar sebanyak 85 buah. Di Kecamatan Pejawaran tidak terdapat tempat peribadatan yang lain. Dari segi pendidikan, baik berdasarkan penyediaan sarana dan prasarana maupun
berdasarkan
tingkat
pendidikan
masyarakatnya
di
Kecamatan
Pejawaran masih cukup rendah. Hal ini dapat dilihat masih belum tersedianya sekolah di setiap desa dan belum memiliki Sekolah Menengah Umum/sederajat. Hanya terdapat 5 buah sekolah TK dan SMP/sederajat dalam satu kecamatan. Akan tetapi untuk sekolah SD/sederajat sudah tersedia di seluruh desa dengan total 39 buah sekolah. Berdasarkan tingkat pendidikan penduduknya, Kecamatan Pejawaran yang paling banyak adalah tamat SD/sederajat, yaitu sebanyak 16 827 orang. Jumlah penduduk yang tamat SMP/sederajat sebanyak 2 554 orang dan tamat SMA/sederajat sebanyak 1100 orang. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin sedikit pula jumlah penduduk yang memiliki tingkat pendidikan tinggi tersebut. Pada tingkat pendidikan Perguruan Tinggi atau Akademi hanya terdapat 297 orang (0,8%) dalam satu kecamatan. Apabila
27
ditinjau dari banyaknya penduduk yang buta aksara, di Kecamatan Pejawaran masih cukup banyak. Terdapat 1 806 (4,7%) orang yang masih buta aksara dengan usia antara 15 – 44 tahun. Penduduk di Kecamatan Pejawaran secara umum memiliki mata pencaharian sebagai petani, buruh tani, dan pedagang. Komposisi terbesar adalah memiliki mata pencaharian sebagai petani dengan jumlah sebanyak 21 312 jiwa. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Banyaknya penduduk Kecamatan Pejawaran menurut mata pencaharian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Desa Kalilunjar Biting Tlahap Darmayasa Pejawaran Pegundungan Beji Semangkung Condong campur Gempol Sidengok Ratamba Penusupan Giritirta Karangsari sarwodadi grogol Total
1 676 975 779 2 112 2 026 972 543 860 1 411 1 528 1 641 1 082 1 652 1 553 1 361 866 1 275 21 312
2 156 322 411 1 102 1 070 281 258 223 576 644 533 546 1 126 421 677 608 585 9 539
3 22 6 23 25 5 6 9 4 14 12 14 6 16 11 15 14 17 219
4 12 12 25 52 15 10 1 2 45 46 25 34 156 26 21 28 40 550
5 12 5 1 7 2 1 1 2 4 5 3 2 4 3 4 5 1 62
6 2 2 2 10 2 1 10 19 6 21 12 10 3 4 12 116
7 1 5 4 11 14 2 3 5 8 9 11 14 19 4 4 7 9 130
8 12 9 4 2 4 4 5 4 2 6 5 5 9 4 4 20 4 103
9 19 39 21 3 46 3 6 18 11 15 18 19 21 4 8 10 28 289
Catatan : 1=petani, 2= buruh tani, 3= buruh bangunan, 4= pedagang, 5= jasa sosial, 6= angkutan, 7= pns, 8= pensiunan, 9= lain-lain Sumber: Kecamatan Pejawaran dalam angka tahun 2007(diolah)
Daerah di Kecamatan Pejawaran memiliki rata-rata curah hujan yang cukup tinggi yaitu 187,8 mm pertahun dengan rata-rata hari hujan selama 16 hari pertahun. Keadaan ini secara umum mempengaruhi jenis lahan di Kecamatan Pejawaran seperti padi sawah, padi ladang, jagung, dan ubi kayu. Jenis lahan untuk jenis ubi kayu memiliki rata-rata produksi yang paling tinggi yaitu 103,6 kw/Ha (Tabel 3). Tabel 3 Jenis lahan di Kecamatan Pejawaran No 1 2 3 4
Jenis lahan Padi sawah Padi ladang Jagung Ubi kayu
Luas lahan(Ha) 19,8 13,0 3 02,0 324,0
Sumber: Kecamatan Pejawaran dalam angka tahun 2007(diolah)
Produksi(kw) 395,0 1 811,0 52 266,0 33 573,0
Rata-rata (kw/Ha) 20,0 13,5 17,3 103,6
28
Kecamatan Pejawaran mempunyai produksi sayur-sayuran yang cukup tinggi. Produksi kentang, sawi, dan kobis merupakan jenis sayuran yang jumlah produksinya cukup banyak diantara jenis sayuran yang diproduksi lainnya. Untuk jenis kentang banyaknya produksi pada tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 663 ton dari tahun sebelumnya. Hal serupa juga terjadi pada produksi sayur kobis yang mengalami penurunan sebanyak 26 ton pada tahun 2007. Kenaikan jumlah produksi sayuran yang cukup stabil adalah jenis sayuran sawi. Pada tahun 2006, produksi sayuran sawi sebesar 207 ton dan mengalami kenaikan sebesar 0,7 ton di tahun 2007 (Tabel 4). Tabel 4 Banyaknya produksi sayur-sayuran di Kecamatan Pejawaran No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jenis sayur-sayuran Bawang daun Cabe Kacang-kacangan Terong Kentang Bayam Kobis Sawi Wortel Buncis Tomat
Banyaknya produksi (ton) 2006 2007 42,9 87,0 44,0 47,0 44,3 38,0 19,2 20,1 2 541,0 1 878,0 27,0 115,0 895,0 869,0 270,0 270,7 280,0 60,0 78,0 78,0 67,2 33,0
Sumber: Kecamatan Pejawaran dalam angka tahun 2007(diolah)
Jenis buah-buahan yang terdapat di Kecamatan Pejawaran umumnya adalah jeruk, pepaya, pisang, jambu dan nangka. Produksi terbesar adalah buah nangka, yaitu sebesar 310,2 ton pada tahun 2007 dan mengalami kenaikan sebesar 1,9 ton dari tahun sebelumnya. Komoditas yang kedua adalah buah pisang. Produksi pada tahun 2009 147,3 ton. Pada tahun 2007, mengalami kenaikan produksi sebesar 5,2 ton (Tabel 5). Tabel 5 Banyaknya produksi buah-buahan di Kecamatan Pejawaran No 1 2 3 4 5
Jenis buah-buahan Jeruk Pepaya Pisang Jambu Nangka
Banyaknya produksi (ton) 2006 2007 0,4 1,1 7,5 7,3 147,3 152,5 2,1 2,1 308,2 310,2
Sumber: Kecamatan Pejawaran dalam angka tahun 2007(diolah)
29
Kecamatan Punggelan Kecamatan Punggelan merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Banjarnegara. Secara geografis kecamatan ini memiliki ketinggian 279 m di atas permukaan laut dengan luas wilayah 102,9 km 2. Sebelah utara dari Kecamatan Punggelan berbatasan dengan Kecamatan Pandanarum dan Kecamatan Kalibening, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Wanadadi dan Kecamatan Rakit, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Banjarmangu dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Purbalingga. Jarak dari ibukota kecamatan Punggelan ke ibu kota kabupaten Banjarnegara sekitar 14,5 km. Jumlah penduduk Kecamatan Punggelan adalah sebanyak 70 877 jiwa. Apabila dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki tidak berbeda jauh dengan jumlah penduduk yang berjenis kelamin perempuan. Penduduk yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 35 544 jiwa dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 35 333 jiwa. Ratarata Kepadatan penduduk di Kecamatan Punggelan sebesar 689 jiwa/km 2. Hal ini dipengaruhi oleh lebih banyaknya lahan yang digunakan untuk sawah dan perkebunan dari pada untuk pemukiman. Dilihat dari segi agama, mayoritas penduduk di Kecamatan Punggelan beragama Islam. Ada juga yang beragama selain Islam, yaitu agama kristen dan katolik dengan jumlah 20 orang. Sarana peribadatan yang terdapat di Kecamatan Punggelan hanya terdiri dari masjid dan mushola. Jumlah sarana peribadatan di seluruh Kecamatan Punggelan adalah 126 masjid dan 293 untuk mushola. Ditinjau dari segi pendidikan, Kecamatan Punggelan memiliki beberapa sarana pendidikan yang cukup banyak. Sarana pendidikan untuk TK/sederajat di kecamatan ini sebanyak 63 buah sekolah, sedangkan untuk sarana pendidikan SD/sederajat sebanyak 70 buah sekolah yang tersebar disetiap desa. Akan tetapi, sarana pendidikan SMP/sederajat hanya terdapat 8 buah sekolah dan 1 buah SMA/sederajat dalam satu kecamatan. Berdasarkan tingkat pendidikannya, jumlah lulusan yang terbanyak adalah tamat SD/sederajat dengan jumlah lulusan sebanyak 27 815 orang. Semakin tinggi tingkat pendidikan, jumlah lulusannya juga semakin sedikit. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk yang tamat SMP/sederajat sebanyak 8 839 orang, tamat SMA/sederajat sebanyak 4 710 orang dan semakin berkurang pada tingkat Perguruan Tinggi dan Akademi yaitu sebanyak 932 orang.
30
Rata-rata penduduk Kecamatan Punggelan yang berusia 10 tahun ke atas memiliki mata pencaharian sebagai petani, buruh tani, buruh bangunan dan pedagang. Mata pencaharian yang paling banyak adalah sebagai petani dengan jumlah penduduk sebanyak 16 907 jiwa. Ada juga yang berkerja sebagai buruh tani sebanyak 7 349 jiwa. Sebaran penduduk Kecamatan Punggelan menurut mata pencaharian disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Banyaknya penduduk pencaharian
Desa Sambong Tribuana Sawangan Sidarata Badakarya Bondolharjo Punggelan Karangsari Kecepit Danakerta Klapa Jembangan Purwasana Petuguran Tanjungtirta Mlaya tlaga Total
1 580 874 403 1 224 456 824 2 109 1 204 262 730 437 578 942 1 800 1 336 1 145 2 003 16 907
2 501 266 251 82 1 578 705 192 450 387 564 56 317 74 248 668 12 998 7 349
Kecamatan Punggelan menurut mata
3 107 289 89 77 156 144 81 149 200 251 59 271 71 46 282 35 35 2 342
4 52 216 28 149 162 285 486 65 23 82 38 183 67 26 220 85 20 2 187
5 8 9 430 31 14 8 38 538
6 15 2 32 18 236 20 121 5 10 31 10 9 1 14 4 7 535
7 32 55 39 23 87 59 74 18 95 30 12 17 9 18 14 5 9 596
8 18 57 18 13 54 30 23 11 29 26 4 6 9 16 14 2 3 333
9 1 841 1 014 1 211 957 493 2 194 976 810 3 060 1 852 1 641 2 381 1 522 1 765 393 423 602 23 135
Catatan : 1=petani, 2= buruh tani, 3= buruh bangunan, 4= pedagang, 5= jasa sosial, 6= angkutan, 7= pns, 8= pensiunan, 9= lain-lain Sumber: Kecamatan Punggelan dalam angka tahun 2007(diolah)
Daerah di Kecamatan Punggelan ini mempunyai curah hujan rata-rata 296 mm pertahun. Sebagian tanah di wilayah ini adalah bergelombang dan berbukit dan sebagian besar merupakan tanah kering. Secara umum produktivitas lahan di Kecamatan Punggelan adalah padi sawah, padi lahan, jagung dan ubi kayu. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Produktivitas lahan di Kecamatan Punggelan No 1. 2. 3 4
Produktivitas lahan Padi sawah Padi ladang Jagung Ubi kayu
Luas lahan(Ha) 1 920,5 8,0 41,7 2 034,6
Produksi(kw) 101 789,7 257,9 3 039,0 352 776,0
Rata-rata (kw/Ha) 53,0 32,2 72,9 173,4
Sumber: Kecamatan Punggelan dalam angka tahun 2007(diolah)
Sayur-sayuran yang umumnya diproduksi di Kecamatan Punggelan adalah cabe, kacang-kacangan, bayam dan petai. Hampir semua jenis sayuran
31
ini mengalami kenaikan jumlah produksi dari tahun sebelumnya. Kenaikan terbesar terjadi pada komoditas petai, yaitu sebesar 39,1 ton. Sementara itu, komoditas yang tidak mengalami kenaikan adalah cabe (Tabel 8). Tabel 8 Banyaknya produksi sayur-sayuran di Kecamatan Punggelan No 1 2 3 4
Sayur-sayuran Cabe Kacang-kacangan Bayam Petai
Banyaknya produksi (ton) 2006 2007 1,5 1,5 1,4 1,9 0,4 1,7 96,3 135,4
Sumber: Kecamatan Punggelan dalam angka tahun 2007(diolah)
Produksi buah-buahan di Kecamatan cukup bervariasi. Diantaranya adalah buah pepaya, durian, pisang, rambutan, salak, duku, jambu-jambuan, dan nangka. Jumlah produksi buah-buahan terbesar pada tahun 2007 adalah nangka, duku, dan durian. Hampir seluruh komoditas buah-buahan ini mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Kenaikan yang terbesar adalah produksi buah nangka. Kenaikan yang terjadi sekitar 35,0 ton. Kenaikan terkecil hanya sebesar 0,2 ton pada buah salak, sedangkan komoditas yang tidak mengalami kenaikan adalah buah pepaya dimana produksinya sebesar 3,0 ton (Tabel 9). Tabel 9 Banyaknya produksi buah-buahan di Kecamatan Punggelan No
Buah-buahan
Banyaknya produksi (ton)
2006 1 Pepaya 3,0 2 Durian 25,2 3 Pisang 4,8 4 Rambutan 8,3 5 Salak 3,7 6 Duku 127,3 7 Jambu-jambuan 1,2 8 Nangka 297,3 Sumber: Kecamatan Punggelan dalam angka tahun 2007(diolah)
2007 3,0 35,7 5,2 12,7 3,9 145,6 1,9 332,3
Karakteristik Keluarga Besar Keluarga Keluarga adalah satuan terkecil dari masyarakat yang sekurangkurangnya terdiri dari ayah, ibu dan anak. Besar keluarga dalam penelitian ini menunjukkan banyaknya anggota keluarga dalam satu keluarga. Besar keluarga menurut BKKBN dikategorikan mejadi tiga, yaitu keluarga kecil, sedang dan besar. Keluarga kecil yaitu keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga kurang dari sama dengan empat orang. Sedangkan keluarga sedang adalah
32
keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga lima sampai tujuh orang dan keluarga besar yaitu keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga lebih dari sama dengan delapan orang. Berdasarkan hasil penelitian diketahui besar keluarga contoh berkisar antara dua sampai 12 orang dalam satu keluarga. Pada kedua wilayah penelitian tidak terdapat perbedaan yang nyata dalam besar keluarga (p-value=0,866). Lebih dari separuh contoh (59,3%) termasuk dalam kategori keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga kurang dari sama dengan empat. Bila dilihat berdasarkan wilayah, Kecamatan Pejawaran (58,0%) dan Kecamatan Punggelan (60,7%) juga merupakan keluarga kecil. Rata-rata jumlah anggota keluarga di Kecamatan Pejawaran dan Punggelan adalah lima orang. Menurut Hurlock (1999), semakin besar keluarga diduga semakin sedikit waktu dan perhatian yang ibu berikan kepada anak karena harus berbagi dengan anggota keluarga lainnya. Sebaliknya pada keluarga kecil memungkinkan bagi ibu untuk merawat dan mengurus anak-anaknya dengan lebih baik dan telaten. Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga Besar Keluarga (orang) Kecil (≤ 4) Sedang (5-7) Besar (≥ 8) Total Rata-rata± Sd
Kecamatan Pejawaran Punggelan n % n % 87 58,0 91 60,7 56 37,3 54 36,0 7 4,7 5 3,3 150 100 150 100 4,7 ± 1,4 4,5 ± 1,4
Total n % 178 59,3 110 36,7 12 4,0 300 100 4,6 ± 1,4
Usia Suami dan Contoh Hurlock (1999) berpendapat bahwa tingkat usia dapat mempengaruhi cara berpikir, bertindak dan emosi seseorang. Seseorang yang mempunyai usia lebih dewasa relatif lebih stabil emosinya dibandingkan dengan orang yang mempunyai usia lebih muda. Usia orangtua akan berpengaruh terhadap kualitas pengasuhan anaknya. Usia biasanya akan mempengaruhi kesiapan seseorang untuk melalui tahapan-tahapan dalam kehidupan. Menurut Hastuti (2007), hal ini berhubungan
dengan
kestabilan
dan
kemampuan
seseorang
untuk
mengendalikan emosi. Pada penelitian ini seluruh suami contoh berusia diatas 20 tahun dengan usia termuda 21 tahun dan usia tertua 56 tahun. Berdasarkan hasil penelitian
33
diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata dalam hal usia suami contoh antara Kecamatan Pejawaran dan Punggelan (p-value=0,932). Sebaran usia suami contoh memperlihatkan bahwa sebagian besar suami contoh berada pada selang usia 21 sampai 40 tahun (81,4%). Pada Kecamatan Pejawaran sebanyak 81,6 persen suami contoh berusia 21 sampai 40 tahun. dan Kecamatan Punggelan sebanyak 81,1 persen suami contoh berusia 21 sampai 40 tahun. Dapat dilihat pada Tabel 11 bahwa rata-rata usia suami contoh hampir sama, untuk Kecamatan Pejawaran yaitu 34,7 tahun, sedangkan Kecamatan Punggelan yaitu 34,8 tahun. Sebaran suami contoh berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Sebaran suami contoh berdasarkan usia Kelompok Usia (tahun) ≤20 21-40 41-60 Total Rata-rata±Sd
Kecamatan Pejawaran Punggelan n % n % 0 0,0 0 0,0 120 81,6 120 81,1 27 18,4 28 18,9 147 100 148 100 34,7± 7,3 34,8 ± 7,4
Total n % 0 0.0 240 81,4 55 18,6 295 100 34,7 ± 7,3
Rentang usia contoh antara 19 sampai 58 tahun. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara Kecamatan Pejawaran dan Punggelan dalam hal usia contoh (p-value=0,646). Sebaran usia contoh memperlihatkan bahwa sebagian besar contoh berada pada selang usia 21 sampai 40 tahun (86,0%). Pada Kecamatan Pejawaran sebanyak 84,7 persen contoh berusia 21 sampai 40 tahun dan Kecamatan Punggelan sebanyak 87,3 persen contoh berusia 21 sampai 40 tahun. Dapat dilihat pada Tabel 12 bahwa rata-rata usia contoh di Kecamatan Pejawaran dan Punggelan hampir sama yaitu sekitar 30 tahun. Sebaran contoh berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan usia Kelompok Usia (tahun) ≤ 20 21-40 41-60 Total Rata-rata±Sd
Kecamatan Pejawaran Punggelan n % n % 7 4,7 6 4,0 127 84,7 131 87,3 16 10,7 13 8,7 150 100,0 150 100,0 29,9 ± 6,6 30,0 ± 7,1
Total n 13 258 29 300
% 4,3 86,0 9,7 100,0 30,0 ± 6,8
34
Pengelompokan perkembangan manusia menurut Papalia dan Olds (1986) adalah usia remaja (12-20 tahun), usia dewasa muda (21-40 tahun), usia dewasa madya (41-65 tahun) dan usia dewasa akhir (≥ 66 tahun). Berdasarkan teori Papalia dan Olds (1986) sebagian besar suami contoh di Kecamatan Pejawaran (81,6%) dan Kecamatan Punggelan (81,1%) serta contoh di Kecamatan Pejawaran (84,7%) dan Kecamatan Punggelan (87,3%) termasuk kedalam kelompok usia dewasa muda. Kelompok usia tersebut merupakan kelompok usia produktif, dimana pada usia ini memiliki produktivitas tinggi. Tingkat Pendidikan Suami dan Contoh Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam meningkatkan kualitas seseorang. Dalam pengasuhan anak, pendidikan orangtua terutama pendidikan ibu penting diperhatikan dan turut menentukan dalam pengasuhan anak. Hastuti (2007) mengemukakan bahwa pendidikan dapat membentuk kematangan berpikir seseorang, baik pendidikan formal maupun non formal, pengalaman berorganisasi, akses kepada buku dan media massa yang dapat membentuk kematangan berpikir seseorang yang akan membentuk perilakunya saat berinteraksi dengan anak. Pendidikan suami dan contoh dikelompokan berdasarkan tingkat pendidikan yang ditempuh oleh suami dan contoh pada pendidikan formal, yaitu tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP/sederajat, tamat SMA/sederajat dan perguruan
tinggi.
Tabel 13 memperlihatkan tingkat
pendidikan dari suami contoh. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara Kecamatan Pejawaran dan Punggelan dalam lama pendidikan suami contoh (p-value=0,000). Dari tabel tersebut terlihat bahwa lebih dari separuh suami contoh (60,3%) mempunyai pendidikan hanya sampai tingkat sekolah dasar/sederajat dengan rata-rata lama pendidikan 6,4 tahun. Pada Kecamatan Pejawaran sebanyak 69,4 persen mempunyai pendidikan hanya sampai tingkat sekolah dasar/sederajat dengan rata-rata lama pendidikan 5,7 tahun dan Kecamatan Punggelan sebanyak 51,4 persen mempunyai pendidikan hanya sampai tingkat sekolah dasar/sederajat dengan rata-rata lama pendidikan 7,1 tahun. Hanya sedikit (3,4%) suami contoh yang berasal dari Kecamatan Pejawaran dan 15,5 persen suami contoh yang berasal dari Kecamatan Punggelan telah mengikuti pendidikan diatas sembilan tahun. Mengacu kepada batas tingkat pendidikan dasar sembilan tahun yang dicanangkan oleh pemerintah, maka lama pendidikan yang ditempuh oleh
35
sebagian besar suami contoh di Kecamatan Pejawaran (96,9%) dan di Kecamatan Punggelan (84,5%) adalah kurang dari sama dengan sembilan tahun. Hal ini berarti bahwa rata-rata pendidikan yang ditempuh suami contoh termasuk dalam pendidikan rendah. Tabel 13 Sebaran suami contoh berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan Tidak sekolah Tidak tamat SD SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat Perguruan Tinggi Total Kategori Lama Pendidikan ≤ 9 tahun ≥ 10 tahun Total Rata-rata±Sd
Kecamatan Pejawaran Punggelan n % n % 9 6,1 5 3,4 23 15,6 19 12,8 102 69,4 76 51,4 8 5,4 26 17,6 3 2,0 16 10,8 2 1,4 6 4,1 150 100,0 150 100,0
n 14 42 178 34 19 8 300
% 4,7 14,2 60,3 11,5 6,4 2,7 100,0
142 5 147
267 28 295
90,5 9,5 100 6,4±2,9
96,6 3,4 100 5,7±2,4
125 23 148
84,5 15,5 100 7,1±3,2
Total
Berdasarkan rata-rata lama pendidikan contoh, contoh dari kedua wilayah memiliki rata-rata pendidikan lebih dari sama dengan enam tahun, artinya sebagian besar contoh dapat menyelesaikan pendidikan dasar mereka (Sekolah Dasar). Contoh yang berasal dari Kecamatan Punggelan mempunyai rata-rata lama pendidikan lebih tinggi (7,6) dibandingkan contoh yang berasal dari Kecamatan Pejawaran (6,0). Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan disajikan dalam Tabel 14. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan Tidak sekolah Tidak tamat SD SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat Perguruan Tinggi Total Kategori Lama Pendidikan ≤ 9 tahun ≥ 10 tahun Total Rata-rata±Sd
Kecamatan Pejawaran Punggelan n % n % 6 4,0 1 0,7 12 8,0 16 10,7 113 75,3 73 48,7 18 12,0 38 25,3 1 0,7 16 10,7 0 0,0 6 4,0 150 100,0 150 100,0
n 7 28 186 56 17 6 300
% 2,3 9,3 62,0 18,7 5,7 2,0 100,0
149 1 150
277 23 300
92,3 7,7 100 6,8±2,5
99,3 0,7 100 6,0±1,9
128 22 150 7,6±2,8
85,3 14,7 100
Total
36
Berdasaran hasil penelitian diketahui bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara Kecamatan Pejawaran dan Punggelan dalam lama pendidikan contoh (p-value=0,000). Sebanyak 75,3 persen di Kecamatan Pejawaran dan sebanyak 48,7 persen di Kecamatan Punggelan mempunyai pendidikan hanya sampai tingkat sekolah dasar/sederajat. Pekerjaan Suami dan Contoh Pekerjaan yang ditekuni sangat beraneka ragam. Tidak ada suami contoh yang tidak bekerja. Petani adalah pekerjaan yang mayoritas ditekuni oleh suami contoh yaitu sebanyak Kecamatan
Punggelan
52,9 persen. lebih
beragam
Jenis pekerjaan suami contoh di daripada
Kecamatan
Pejawaran.
Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa hampir seluruh suami contoh (80,3%) di Kecamatan Pejawaran bekerja sebagai petani. Pekerjaan suami contoh yang terbanyak kedua adalah sebagai buruh petani (10,9%). Sisanya bekerja sebagai buruh bangunan, pedagang, sopir, guru, dan wirausaha. Pekerjaan suami contoh di kecamatan Punggelan yang paling banyak ditekuni adalah sebagai petani, yaitu sebanyak 38 orang (25,7%). Diikuti oleh pekerjaan sebagi buruh tani dengan jumlah 36 orang (24,3 %). Sebaran pekerjaan suami contoh disajikan dalam Tabel 15. Tabel 15 Sebaran suami contoh berdasarkan pekerjaan Jenis Pekerjaan Petani Buruh tani Buruh bangunan/industry Pedagang Sopir Guru Tukang ojek Wirausaha Penjaga toko Karyawan sekolah Perangkat desa Security Karyawan swasta PNS Total
Kecamatan Pejawaran Punggelan n % n % 118 80,3 38 25,7 16 10,9 36 24,3 2 1,4 13 8,8 5 3,4 19 12,8 2 1,4 7 4,7 3 2,0 5 3,4 0 0,0 7 4,7 1 0,7 10 6,8 0 0,0 3 2,0 0 0,0 2 1,4 0 0,0 2 1,4 0 0,0 1 0,7 0 0,0 3 2,0 0 0,0 2 1,4 147 100 148 100
Total n 156 52 15 24 9 8 7 11 3 2 2 1 3 2 295
% 52,9 17,6 5,1 8,1 3,1 2,7 2,4 3,7 1,0 0,7 0,7 0,3 1,0 0,7 100
Tingginya persentase pekerjaan sebagai petani (80,3%) di Kecamatan Pejawaran menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di Kecamatan Pejawaran bermata pencaharian sebagai petani bila dibandingkan dengan
37
Kecamatan Punggelan yang hanya 25,7 persen. Hal ini didukung juga oleh perbedaan keadaan geografis di dua kecamatan tersebut. Jika dikaitkan dengan tingkat pendidikan suami contoh yang tergolong rendah, terlihat bahwa sebagian besar dari suami contoh memiliki pekerjaan utama yang tergolong rendah. Hal ini berarti bahwa sebagian besar pekerjaan suami contoh hanya membutuhkan keterampilan fisik bukan pekerjaan dari bidang akademisi. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 16, diketahui bahwa lebih dari separuh contoh berstatus sebagai ibu bekerja (54,3%). Lebih dari separuh contoh di Kecamatan Pejawaran (59,3%) bekerja sebagai petani dan sisanya bekerja sebagai buruh tani, buruh bangunan, pedagang dan guru. Adapun sebanyak 22,7 persen contoh di Kecamatan Pejawaran berstatus tidak bekerja. Pada Kecamatan Punggelan sebanyak 68,7 persen contoh berstatus tidak bekerja. Pekerjaan terbanyak yang ditekuni contoh di Kecamatan Punggelan adalah sebagai buruh bangunan/industri sebanyak 8,0 persen. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan Jenis Pekerjaan Tidak bekerja Petani Buruh tani Buruh bangunan/industry Pedagang Guru Wirausaha Penjaga toko Karyawan sekolah PNS PRT Total
Kecamatan Pejawaran Punggelan n % n % 34 22,7 103 68,7 89 59,3 9 6 21 14 5 3,3 3 2 12 8 2 1,3 7 4,7 1 0,7 5 3,3 0 0 4 2,7 0 0 1 0,6 0 0 1 0,6 0 0 1 0,6 0 0 2 1,3 150 100 150 100
Total n 137 98 26 15 9 6 4 1 1 1 2 300
% 45,7 32,7 8,7 5 3 2 1,3 0,3 0,3 0,3 0,7 100
Status Ekonomi Keluarga Pola
pengeluaran
keluarga
diasumsikan mampu menggambarkan
kemampuan ekonomi dari keluarga, sehingga tinggi rendahnya pengeluaran dapat memberi petunjuk akan tinggi rendahnya ekonomi dari suatu keluarga (Anonim 1993). Berdasarkan hasil uji beda diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara Kecamatan Pejawaran dan Punggelan dalam pengeluaran keluarga (p-value=0,632). Pengeluaran keluarga per kapita per bulan
dilihat
berdasarkan
garis
kemiskinan
Kabupaten
Banjarnegara.
Berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten Banjarnegara tahun 2008 sebesar Rp.
38
146 531.00, kedua kecamatan termasuk ke dalam kategori keluarga miskin. Pada Kecamatan Pejawaran dan Kecamatan Punggelan keluarga yang berada di bawah garis kemiskinan masing-masing yaitu 88,0 persen dan 83,3 persen. Sebaran status ekonomi keluarga berdasarkan garis kemiskinan disajikan dalam Tabel 17. Tabel 17 Sebaran keluarga berdasarkan status ekonomi keluarga Status Ekonomi Keluarga Miskin (≤146 531) Tidak miksin (>146 531) Total
Kecamatan Pejawaran Punggelan n % n % 132 88,0 125 83,3 18 12,0 25 16,7 150 100 150 100
Total n 257 43 150
% 85,7 14,3 100
Karakteristik Anak Usia Anak Kategori usia anak di kelompokan menjadi tiga, yaitu anak dengan usia 24 sampai 36 bulan, usia 37 sampai 48 bulan, dan 49 sampai 60 bulan. Berdasarkan hasil penelitian, pada kedua wilayah penelitian tidak terdapat perbedaan yang nyata dalam hal usia anak (p-value=0,068). Sebaran usia anak memperlihatkan bahwa persentase tertinggi anak (37,0%) berada pada selang usia 24 sampai 36 bulan. Jika dilihat berdasarkan wilayah penelitian maka persentase tertinggi usia anak di Kecamatan Pejawaran (38,0%) berada pada selang usia 24 sampai 36 bulan dan 37 sampai 48 bulan, sedangkan di Kecamatan Punggelan (36,0%) berada pada selang usia 24 sampai 36 bulan. Sebaran anak contoh dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Sebaran anak contoh berdasarkan usia Usian Anak (bulan) 24-36 37-48 49-60 Total Rata-rata ± SD
Kecamatan Pejawaran Punggelan n % n % 57 38,0 54 36,0 57 38,0 48 32,0 36 24,0 48 32,0 150 100,0 150 100,0 40,1 ± 9,8 42,1± 10,6
Total n % 111 37,0 105 35,0 84 28,0 300 100,0 41,1 ± 10,2
Jenis Kelamin Anak Hasil penelitian pada Tabel 19 menunjukkan bahwa lebih dari separuh anak contoh (55,0%) adalah berjenis kelamin perempuan, sedangkan sisanya (45,0%) berjenis kelamin laki-laki. Kondisi yang sama jika dilihat berdasarkan
39
wilayah penelitian, yaitu lebih dari separuh anak contoh di Kecamatan Pejawaran (52,7%) dan Punggelan (57,3%) adalah berjenis kelamin perempuan. Tabel 19 Sebaran anak contoh berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Anak Laki-laki Perempuan Total
Kecamatan Pejawaran Punggelan n % n % 71 47,3 64 42,7 79 52,7 86 57,3 150 100,0 150 100,0
Total n 135 165 300
% 45,0 55,0 100,0
Beban Kerja Ukuran Obyektif Waktu merupakan sumberdaya selain sumberdaya manusia dan materi yang digunakan oleh keluarga untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Waktu dikelola sedemikian rupa sehingga dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien (Guhardja, Puspitawati, Hartoyo dan Hastuti 1992). Alokasi waktu contoh dalam penelitian ini meliputi tujuh kegiatan yaitu, kegiatan produktif, kegiatan domestik, kegiatan pribadi, kegiatan istirahat, kegiatan sosial pendidikan, kegiatan antara, dan kegiatan pengasuhan. Kegiatan produktif pada penelitian ini adalah kegiatan yang menghasilkan uang untuk menambah pendapatan keluarga. Tabel 20 menunjukkan bahwa secara keseluruhan untuk kegiatan produktif rata-rata waktu kegiatannya sebesar 2,9 jam/hari. Bila dilihat berdasarkan wilayah penelitian maka untuk Kecamatan Pejawaran alokasi waktu kegiatan produktif lebih lama yaitu 4,2 jam/hari jika dibandingkan dengan Kecamatan Punggelan yang hanya 1,6 jam/hari. Namun berdasarkan hasil uji beda diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata dalam alokasi waktu untuk kegiatan produktif antara contoh di Kecamatan Pejawaran dan Punggelan (p-value=0,066). Kegiatan domestik yang berkaitan dengan kegiatan rumah tangga mulai dari bersih-bersih rumah, mencuci pakaian dan memasak, rata-rata alokasi waktu untuk kegiatannya adalah 3,3 jam/hari. Alokasi waktu untuk kegiatan domestik di Kecamatan Pejawaran lebih sedikit yaitu hanya 2,7 jam/hari jika dibandingkan dengan Kecamatan Punggelan yang mencapai 3,9 jam/hari (Tabel 20). Hal ini karena contoh di Kecamatan Pejawaran mayoritas berstatus sebagai ibu bekerja sehingga pekerjaan domestik ini banyak didelegasikan kepada anggota keluarga yang lain. Berdasarkan hasil uji beda diketahui bahwa terdapat perbedaan yang
40
nyata dalam alokasi waktu untuk kegiatan domestik antara contoh di Kecamatan Pejawaran dan Punggelan (p-value=0,000). Kegiatan pribadi memiliki proporsi terbesar yaitu rata-rata 10,0 jam/hari. Kegiatan pribadi ini meliputi kegiatan makan, minum, beribadah (sholat dan membaca Al-Qur’an) dan tidur. Di Kecamatan Pejawaran, rata-rata alokasi waktu untuk kegiatan pribadi adalah 9,9 jam/hari, dan di Kecamatan Punggelan adalah 10,1 jam/hari. Besarnya waktu yang diluangkan untuk kegiatan pribadi disebabkan karena waktu pribadi lebih banyak digunakan untuk aktivitas tidur. Berdasarkan hasil uji beda diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata dalam alokasi waktu untuk kegiatan pribadi antara contoh di Kecamatan Pejawaran dan Punggelan (p-value=0,307). Kegiatan istirahat seperti nonton TV, mengobrol, duduk santai, tidurtiduran santai dan lain-lain memiliki alokasi waktu rata-rata 2,7 jam/hari. Ratarata lama waktu untuk kegiatan istirahat pada Kecamatan Pejawaran adalah 2,8 jam/hari dan pada Kecamatan Punggelan 2,6 jam/hari. Berdasarkan hasil uji beda diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata dalam alokasi waktu untuk kegiatan istirahat antara contoh di Kecamatan Pejawaran dan Punggelan (p-value=0,632). Kegiatan sosial pendidikan dan kegiatan antara memiliki proporsi waktu yang lebih sedikit dibandingkan dengan kegiatan lainnya. Kegiatan sosial pendidikan seperti acara pengajian, mengunjungi tetangga, membaca buku, pergi ke acara hajatan, membantu tetangga di acara hajatan (rewang) dan lainlain memiliki rata-rata waktu hanya 0,8 jam/hari. Di Kecamatan Pejawaran, ratarata alokasi waktu untuk kegiatan sosial penddikan adalah 0,8 jam/hari dan Kecamatan Punggelan adalah 0,9 jam/hari. Berdasarkan hasil uji beda diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata dalam alokasi waktu untuk kegiatan sosial pendidikan antara contoh di Kecamatan Pejawaran dan Punggelan (pvalue=0,345). Alokasi waktu kegiatan antara adalah alokasi waktu yang digunakan selama perjalanan ke tempat kerja (work related time). Secara keseluruhan kegiatan antara memiliki rata-rata waktu yaitu 0,7 jam/hari. Di Kecamatan Pejawaran, rata-rata alokasi waktu untuk waktu antara adalah 1,0 jam/hari dan Kecamatan Punggelan 0,4 jam/hari. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara contoh di Kecamatan Pejawaran dan Punggelan dalam hal alokasi waktu untuk kegiatan antara (p-value=0,001).
41
Kegiatan pengasuhan meliputi tujuh kegiatan yaitu kegiatan memberi makan anak, keluar rumah bersama anak, memandikan, keramas dan gunting kuku anak, bermain dengan anak, menemani anak belajar, mengerjakan pekerjaan rumah sambil mengawasi anak, serta menidurkan anak. Secara keseluruhan rata-rata alokasi waktu untuk kegiatan pengasuhan adalah 3,5 jam/hari. Rata-rata alokasi waktu pengasuhan untuk Kecamatan Pejawaran adalah
2,6
jam/hari,
sedangkan
Kecamatan
Punggelan
4,3
jam/hari.
Berdasarkan hasil uji beda diketahui bahwa terdapat perbedaan yang nyata dalam alokasi waktu untuk kegiatan pengasuhan antara contoh di Kecamatan Pejawaran dan Punggelan (p-value=0,020). Statistik deskriptif alokasi kegiatan contoh selama 24 jam disajikan pada Tabel 20. Tabel 20 Statistik deskriptif alokasi kegiatan waktu contoh selama 24 jam Kecamatan Kegiatan Produktif Domestik Pribadi Istirahat Sosial Pendidikan Antara Pengasuhan
Pejawaran Rata-rata (jam) 4,3 2,7 9,9 2,8 0,8 1,0 2,6
SD 2,9 1,2 2,0 2,1 1,8 1,0 2,2
Punggelan Rata-rata (jam) 1,6 3,9 10,1 2,6 0,9 0,4 4,3
SD 2,7 2,0 1,7 1,9 2,0 0,6 2,8
Total Rata-rata (jam) 2,9 3,3 10,0 2,7 0,8 0,7 3,5
SD 3,1 1,8 1,8 2,0 1,9 0,9 2,7
Ukuran Subyektif Beban kerja secara subyektif diukur menggunakan persepsi contoh terhadap beban kerja. Persepsi ini menggambarkan pernyataan contoh terhadap pekerjaan yang dilakukan, yang dikategorikan menjadi tidak berat, biasa dan berat. Pada lampiran 4 terlihat bahwa secara keseluruhan pekerjaan yang dianggap tidak berat oleh contoh adalah kegiatan Posyandu atau PKK, yaitu sebesar 81,6 persen, pekerjaan yang dianggap biasa adalah membersihkan rumah, dalam hal ini kegiatan menyapu (57,7%), dan pekerjaan yang berat adalah perawatan bagi anak yang sakit (75,3%). Jika dilihat per kecamatan maka untuk Kecamatan Pejawaran persentase tertinggi untuk pekerjaan yang dianggap tidak berat adalah kegiatan Posyandu atau PKK (79,9%), pekerjaan yang dianggap biasa adalah membersihkan rumah (57,3%) dan memasak makanan (57,3%), serta pekerjaan yang dianggap berat adalah perawatan bagi anak yang sakit (68,7%).
Pada Kecamatan Punggelan persentase tertinggi
untuk pekerjaan yang dianggap tidak berat adalah kegiatan Posyandu atau PKK
42
(83,3%), pekerjaan yang dianggap biasa adalah memasak makanan (59,3%) dan pekerjaan yang dianggap berat adalah perawatan bagi anak yang sakit (82,0%). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara contoh di Kecamatan Pejawaran dan Punggelan dalam hal beban kerja subyektif (p-value=0,094). Beban
kerja
subyektif
dikelompokkan
menjadi
tiga
kelompok
menggunakan sebaran normal. Berdasarkan Tabel 21, secara keseluruhan hasil pengkategorian beban kerja subyektif menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh (92,3%) tergolong memiliki beban kerja subyektif ringan, karena memiliki tenaga yang membantu baik dari anak, suami, saudara maupun ibu atau ibu mertua. Kondisi yang sama jika dilihat berdasarkan wilayah, yaitu hampir seluruh contoh di Kecamatan Pejawaran (91,3%) dan Punggelan (93,3%) memiliki beban kerja subyektif ringan. Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan kategori persepsi terhadap beban kerja subyektif Persepsi (%) Ringan (≤ 60) Sedang (60,01-80) Berat (≥ 80,01) Total
Kecamatan Pejawaran Punggelan n % n % 137 91,3 140 93,3 12 8,0 9 6,0 1 0,7 1 0,7 150 100,0 150 100,0
Total n 277 21 2 300
% 92,3 7,0 0,7 100,0
Untuk mengukur persepsi contoh ditanyakan pendapat contoh mengenai pekerjaan sehari-harinya, yaitu meliputi pekerjaan yang paling memberatkan dan alasannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh (99,0%) menyatakan terdapat pekerjaan yang dianggap paling memberatkan dan hanya satu persen contoh yang menyatakan tidak ada pekerjaan yang dianggap paling memberatkan. Secara keseluruhan persentase tertinggi pekerjaan yang dianggap paling memberatkan adalah perawatan anak sakit (38,7%). Namun jika dilihat berdasarkan kecamatan, untuk Kecamatan Pejawaran pekerjaan yang paling dianggap memberatkan adalah mencari nafkah sebesar (44,7%), sedangkan untuk Kecamatan Punggelan jenis pekerjaan yang dianggap paling memberatkan adalah perawatan anak sakit (51,3%). Perbedaan ini karena sebagian besar contoh di Kecamatan Pejawaran berstatus sebagai ibu bekerja dengan mata pencaharian terbesar sebagai petani.
43
Jenis pekerjaan urutan kedua yang dianggap paling memberatkan contoh adalah mencari nafkah (30,7%). Jika dilihat berdasarkan kecamatan, untuk Kecamatan Pejawaran pekerjaan mencari nafkah adalah jenis pekerjaan yang dianggap paling memberatkan dengan persentase terbesar (44,7%), sedangkan untuk Kecamatan Punggelan pekerjaan mencari nafkah (16,7%) menempati urutan ketiga setelah pekerjaan mencuci pakaian (19,3%). Pekerjaan lainnya adalah mencuci pakaian sebesar 17,7 persen. Sebaran responden dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan yang paling memberatkan Jenis Pekerjaan Tidak Ada Ada: Perawatan fisik anak Perawatan anak yang sakit Bermain dengan anak Membersihkan rumah (menyapu) Mencuci Pakaian Memasak Makanan Belanja Mencari Nafkah Kegiatan PKK/Posyandu Kegiatan Gotong royong Kombinasi Total
Kecamatan Pejawaran Punggelan n % n % 1 0,7 2 1,3 149 99,3 148 98,7 3 2,0 3 2,0 39 26,0 77 51,3 5 3,3 0 0,0 1 0,7 5 3,3 24 16,0 29 19,3 1 0,7 4 2,7 1 0,7 3 2,0 67 44,7 25 16,7 1 0,7 0 0,0 2 1,3 1 0,7 5 3,3 1 0,7 150 100 150 100
Total n 3 297 6 116 5 6 53 5 4 92 1 3 6 300
% 1,0 99,0 2,0 38,7 1,7 2,0 17,7 1,7 1,3 30,7 0,3 1,0 2,0 100
Berdasarkan pekerjaan yang paling memberatkan diatas diperoleh alasan yang beragam. Hampir seluruh contoh (99%) memberikan alasan dan hanya satu persen tidak memberikan jawaban, dikarenakan tidak merasa ada pekerjaan yang memberatkan. Jawaban alasan dikelompokkan menjadi delapan alasan, yaitu, pekerjaan tersebut dianggap menjadi beban pikiran, capek karena bekerja sebagai pencari nafkah, jarak yang jauh, jumlahnya banyak, masalah anak, pekerjaan berat, tanggungjawab yang besar dan lainnya. Jawaban terbanyak dari alasan pekerjaan yang dianggap paling memberatkan adalah dikarenakan pekerjaan tersebut berat (25,3%). Urutan alasan kedua adalah capek karena bekerja sebagai pencari nafkah (21,9%). Sebaran responden menurut alasan pekerjaan yang paling memberatkan ditunjukkan pada Tabel 23.
44
Tabel 23 Sebaran contoh beradasarkan alasan pekerjaan yang memberatkan Kecamatan Alasan Contoh
Pejawaran
Total Punggelan
n
%
n
%
n
%
1 149
0,7 99,3
2 148
1,3 98,7
3 297
1,0 99,0
Beban pikiran Capek karena bekerja Jaraknya jauh Jumlahnya banyak Masalah anak
9 27 14 19 37
6,0 18,1 9,4 12,8 24,8
28 38 8 22 4
18,9 25,7 5,4 14,9 2,7
37 65 22 41 9
12,5 21,9 7,4 13,8 3,0
Pekerjaan berat Tanggungjawab besar Lainnya Tidak memberi alasan
26 12 5 0
17,4 8,1 3,4 0,0
38 5 3 2
25,7 3,4 2,0 1,4
75 31 15 2
25,3 10,4 5,1 0,7
150
100
150
100
300
100
Tidak Berat Berat dengan alasan:
Total
Dukungan Sosial Dukungan sosial adalah bantuan dalam pemenuhan kebutuhan untuk kesejahteraan. Dukungan sosial dapat memberikan kekuatan dan dapat mengurangi kesulitan seseorang dalam menjalani kehidupannya. Kualitas dukungan sosial yang tinggi akan mempengaruhi kesehatan fisik dan mental yang semakin tinggi pula (Tati 2004). Dukungan yang diukur pada penelitian ini mencakup dukungan sosial suami, dukungan kerabat/keluarga luas, dan dukungan sosial tetangga/masyarakat. Dukungan sosial dari suami, kerabat/keluarga luas, tetangga/masyarakat menggambarkan bantuan baik dalam bentuk dukungan emosional (sikap penuh pengertian, perhatian), dukungan instrumental maupun dukungan informasi yang diberikan kepada contoh yang dapat memberikan kekuatan dan mengurangi konsekuensi negatif akibat adanya beban kerja yang dialami ibu sebagai orang yang memegang peranan penting dalam mengelola rumah tangga dan pengasuhan anak. Dukungan sosial diukur dengan menggunakan 15 item pertanyaan dan didapatkan jawaban yang cukup beragam. Hasil penelitian (Lampiran 5) memperlihatkan bahwa secara keseluruhan dukungan sosial yang sering diberikan suami kepada contoh dalam bentuk dukungan emosional berupa suami memperlihatkan perasaan cintanya (85,1%). Jika dilihat berdasarkan wilayah penelitian, baik Kecamatan Pejawaran (84,4%)
45
maupun Punggelan (85,8%) mempunyai jawaban yang sama yaitu dalam bentuk dukungan emosional (suami memperlihatkan perasaan cintanya). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan dukungan sosial yang sering diberikan kerabat/keluarga luas kepada contoh adalah bergotong royong/saling tolong menolong (82,7%) dan bantuan pengasuhan anak (69,0%). Bantuan lain berupa dukungan finansial (bantuan keuangan ketika mengalami kesulitan) relatif lebih kecil diterima contoh bila dibandingkan dengan bantuan instrumental lain seperti gotong royong/tolong menolong, berbagi kesulitan/musibah dan bantuan pengasuhan anak (Lampiran 5). Menurut Sarafino (1996) dalam Tati (2004) bahwa dukungan instrumental yang dapat diberikan langsung berupa bantuan finansial, bantuan dalam mengerjakan tugastugas rumah tangga, pinjaman barang, dan tenaga. Berdasarkan pendapat tersebut maka contoh dalam penelitian ini sudah memperoleh dukungan instrumental cukup baik dari kerabat/keluarga luas meskipun bantuan finansial yang diterima contoh relatif kecil. Hal ini karena kerabat/keluarga luas memiliki karakteritik ekonomi yang hampir sama dengan contoh. Sebanyak 60,7 persen contoh sering merasa memberikan ataupun sebaliknya mendapat bantuan informasi berupa pemberian solusi, masukan dan nasehat atas permasalahan yang menimpa. Dukungan tetangga/masyarakat yang dirasakan tinggi oleh semua contoh dalam bentuk dukungan emosi berupa merasa mudah mendapat dukungan dari teman (77,0%) dan rasa bersahabat hidup bertetangga di lingkungan tempat tinggal (74,7%). Dukungan tetangga/masyarakat yang tergolong rendah adalah dalam hal mendapatkan bantuan dalam keadaan darurat dari orang yang tidak/kurang dikenal (49,0%). Berdasarkan Tabel 24 dapat dilihat bahwa persentase terbesar contoh (42,3%) memiliki dukungan sosial kuat, sedangkan contoh yang memiliki dukungan yang kurang kuat dan sangat kuat masing-masing sebesar 25,0 persen dan 32,7 persen. Jika dilihat berdasarkan wilayah penelitian, persentase terbesar contoh (40,7%) yang berasal dari Kecamatan Pejawaran memiliki dukungan sosial kuat dan sebanyak 30,7 persen contoh memiliki dukungan sosial kurang kuat, sedangkan untuk Kecamatan Punggelan persentase terbesar contoh (44,0%) memiliki dukungan sosial kuat dan sebanyak 36,7 persen contoh memiliki dukungan sosial sangat kuat. Berdasarkan hasil uji beda diketahui
46
bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata dalam dukungan sosial antara contoh di Kecamatan Pejawaran dan Punggelan (p-value=0,518). Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan kategori dukungan sosial Kategori Dukungan Sosial (%) Kurang Kuat (≤ 60) Kuat (60,01-80) Sangat Kuat (≥80,01) Total
Kecamatan Pejawaran Punggelan n % n % 46 30,7 29 19,3 61 40,7 66 44,0 43 28,7 55 36,7 150 100 150 100
Total n 75 127 98 300
% 25,0 42,3 32,7 100
Alokasi Waktu Pengasuhan Perhatian orangtua terhadap anaknya seringkali dihubungkan dengan curahan waktu yang tersedia untuk berhubungan dengan anaknya. Alokasi waktu untuk pengasuhan merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui kualitas pengasuhan anak. Semakin lama waktu contoh bersama anak, maka anak akan merasa semakin aman dan tercipta ikatan yang lebih kuat antara contoh dan anak. Pada contoh dengan status bekerja diduga adanya kecenderungan rendahnya alokasi waktu pengasuhan karena sebagian waktu untuk pengasuhan digunakan untuk menambah pendapatan keluarga dengan bekerja. Alokasi waktu pengasuhan anak dalam penelitian ini merupakan jumlah total waktu contoh bersama anak dalam satu hari untuk tujuh kegiatan pengasuhan, yaitu menemani anak belajar, keluar rumah bersama anak, memberi makan anak, memandikan, keramas gunting kuku dan mendandani anak, bermain dengan anak, menidurkan anak, dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga sambil mengawasi anak. Rata-rata alokasi waktu pengasuhan anak dalam sehari secara keseluruhan adalah 3,5 jam per hari. Berdasarkan Tabel 25, secara keseluruhan untuk kegiatan menemani anak belajar rata-rata waktu kegiatannya sebesar 0,1 jam/hari. Jika dilihat berdasarkan wilayah penelitian maka untuk contoh di Kecamatan Pejawaran alokasi waktu pengasuhan untuk kegiatan menemani anak belajar yaitu 0,1 jam/hari dan Kecamatan Punggelan 0,2 jam/hari. Berdasarkan hasil uji beda diketahui bahwa terdapat perbedaan yang nyata dalam alokasi waktu pengasuhan untuk kegiatan menemani anak belajar antara contoh di Kecamatan Pejawaran dan Punggelan (p-value=0,000).
47
Secara keseluruhan kegiatan keluar rumah bersama anak, seperti mengajak anak berbelanja ke warung atau pasar memiliki rata-rata waktu yaitu 0,4 jam/hari. Besar rata-rata alokasi waktu pengasuhan untuk kegiatan keluar rumah bersama anak Kecamatan Pejawaran adalah 0,5 jam/hari dan Kecamatan Punggelan adalah 0,3 jam/hari. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara contoh di Kecamatan Pejawaran dan Punggelan dalam hal alokasi waktu pengasuhan untuk kegiatan keluar rumah bersaman anak (p value=0,009). Kegiatan pengsuhan berupa kegiatan memberi makan anak memiliki ratarata alokasi waktu untuk kegiatannya adalah 0,4 jam/hari. Jika dilihat berdasarkan kecamatan, maka rata-rata alokasi waktu pengasuhan untuk kegiatan memberi makan anak di Kecamatan Pejawaran sebesar 0,2 jam/hari, sedangkan Kecamatan Punggelan sebesar 0,7 jam/hari. Berdasarkan hasil uji beda diketahui bahwa terdapat perbedaan yang nyata dalam alokasi waktu untuk kegiatan memberi makan anak antara contoh di Kecamatan Pejawaran dan Punggelan (p-value=0,000). Kegiatan memandikan, keramas, gunting kuku dan mendandani anak memiliki rata-rata waktu sebesar 0,4 jam/hari. Rata-rata alokasi waktu pengasuhan
untuk
kegiatan
memandikan,
keramas,
gunting
kuku
dan
mendandani anak di Kecamatan Pejawaran sebesar 0,3 jam/hari dan Kecamatan Punggelan sebesar 0,5 jam/hari. Berdasarkan hasil uji beda diketahui bahwa terdapat perbedaan yang nyata dalam alokasi waktu pengasuhan untuk kegiatan memandikan, keramas, gunting kuku dan mendandani anak antara contoh di Kecamatan Pejawaran dan Punggelan (p-value=0,006). Kegiatan bermain dengan anak memiliki proporsi terbesar yaitu rata-rata 1,5 jam/hari. Besar rata-rata alokasi waktu pengasuhan untuk kegiatan bermain dengan anak di Kecamatan Pejawaran adalah 1,2 jam/hari dan Kecamatan Punggelan adalah 1,9 jam/hari. Jika dilihat dari segi kualitas, maka kegiatan bermain dengan anak ini masih jauh dari kualitas yang diharapkan. Pada umumnya contoh mengisi kegiatan bermain dengan anak dengan kegiatan menonton televisi atau bermain ke tetangga. Hal ini diduga karena rendahnya pendidikan dan pengetahuan contoh, sehingga kurang mendapat informasi tentang pengasuhan anak yang baik. Berdasarkan hasil uji beda diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata dalam alokasi waktu pengasuhan untuk
48
kegiatan bermain dengan anak antara contoh di Kecamatan Pejawaran dan Punggelan (p-value=0,095). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara contoh di Kecamatan Pejawaran dan Punggelan dalam hal alokasi waktu pengasuhan untuk kegiatan tidur bersama anak/menidurkan anak (pvalue=0,006). Secara keseluruhan kegiatan tidur bersama anak/menidurkan anak memiliki rata-rata waktu yaitu 0,5 jam/hari. Besar rata-rata alokasi waktu pengasuhan untuk kegiatan tidur bersama anak/menidurkan anak contoh di Kecamatan Punggelan adalah 0,3 jam/hari dan Kecamatan Punggelan adalah 0,7 jam/hari. Kegiatan mengerjakan pekerjaan rumah tangga sambil mengawasi anak memiliki rata-rata 0,1 jam/hari. Besar rata-rata alokasi waktu pengasuhan untuk kegiatan mengerjakan pekerjaan rumah tangga sambil mengawasi anak contoh di Kecamatan Pejawaran adalah 0,0 jam/hari dan Kecamatan Punggelan adalah 0,1 jam/hari. Berdasarkan hasil uji beda diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata dalam alokasi waktu pengasuhan untuk kegiatan mengerjakan pekerjaan rumah tangga sambil mengawasi anak antara contoh di Kecamatan Pejawaran dan Punggelan (p-value=0,159). Statistik dasar kegiatan pengasuhan selama 24 jam dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25 Statistik dasar kegiatan pengasuhan selama 24 jam
Kegiatan
Menemani belajar Keluar rumah bersama anak Memberi makan Memandikan, keramas, gunting kuku dan mendandani Bermain dengan anak Menidurkan Mengerjakan pekerjaan RT sambil mengawasi anak Total
Kecamatan Pejawaran Punggelan RataSd RataSd rata (jam) rata (jam) (jam) (jam) 0,1 0,3 0,2 0,5 0,5 1,1 0,3 0,8 0,2 0,3 0,7 0,7
Total RataSd rata (jam) (jam) 0,1 0,4 0,4 0,9 0,4 0,6
0,3 1,2 0,3
0,2 1,8 0,8
0,5 1,9 0,7
0,3 2,1 0,8
0,4 1,5 0,5
0,3 2,0 0,9
0,0 2,6
0,3
0,1 4,3
0,5
0,1 3,5
0,4
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pengasuhan yang memiliki proporsi terbesar adalah bermain dengan anak (1,5 jam/ hari) dan menidurkan anak (0,5 jam/ hari). Namun, jika data tersebut dilihat berdasarkan wilayah penelitian maka setiap kecamatan memiliki proporsi kegiatan pengasuhan yang
49
berbeda. Pada Kecamatan Pejawaran proporsi terbesar adalah bermain dengan anak (1,2 jam/hari) dan keluar rumah bersama anak (0,5 jam/hari) sedangkan proporsi terbesar untuk Kecamatan Punggelan adalah bermain dengan anak (1,9 jam/hari) dan memberi makan anak (0,7 jam/hari), serta tidur bersama anak/menidurkan anak (0,7 jam/hari). Alokasi waktu contoh secara keseluruhan untuk pengasuhan adalah 3,5 jam/hari. Apabila hasil ini dibandingkan dengan hasil penelitian Melfia (1998), Meirita (2000) dan Sake (2003), maka hasil tersebut memiliki nilai yang lebih rendah. Hasil penelitian Melfia (1998) menunjukkan bahwa rata-rata alokasi waktu ibu untuk pengasuhan adalah 4,8 jam/hari. Meirita (2000) mendapatkan hasil 5,7 jam/hari dan Sake (2003) mendapatkan hasil 4,6 jam/hari. Namun jika hasil penelitian ini dibandingkan dengan hasil penelitian Paolisso (1994) didaerah pedesaan Nepal (32 menit/12 jam) serta Blau, Guilkey, dan Popkin (1996) di daerah pedesaan Kenya (36 menit/hari untuk ibu yang tidak menyusui dan 63 menit/hari untuk ibu yang menyusui) yang diacu dalam Hastui (2007) maka hasilnya jauh lebih tinggi. Perbedaan besarnya alokasi waktu pengasuhan antara Kecamatan Pejawaran (2,6 jam/hari) dan Kecamatan Punggelan (4,3 jam/hari) disebabkan oleh sebagian besar contoh (77,3%) di Kecamatan Pejawaran berstatus sebagai ibu bekerja dan hanya 31,3 persen contoh di Kecamatan Punggelan yang berstatus sebagai ibu bekerja. Menurut Meirita (2000) kecenderungan rendahnya alokasi waktu pengasuhan anak pada ibu bekerja dikarenakan sebagian waktu pengasuhan digunakan untuk menambah pendapatan keluarga dengan bekerja. Berdasarkan hasil uji beda diketahui bahwa terdapat perbedaan yang nyata dalam alokasi waktu untuk kegiatan pengasuhan antara Kecamatan Pejawaran dan Punggelan (p-value=0,020). Hasil penelitian pada Tabel 26 menunjukkan bahwa persentase terbesar contoh (55,3%) berada pada waktu pengasuhan kategori rendah (waktu pengasuhan ≤ 3,0 jam/hari) dan sebanyak 23,0 persen contoh berada pada kategori sedang (waktu pengasuhan 3,1 – 5,0 jam/hari) serta terdapat 21,7 persen contoh berada pada kategori tinggi (waktu pengasuhan ≥ 5,1 jam/hari). Jika dilihat berdasarkan wilayah penelitian, maka untuk Kecamatan Pejawaran dan Punggelan persentase terbesarnya masing-masing sebesar 70,7 persen dan 40,0 persen sama-sama berada pada waktu pengasuhan kategori rendah. Selain itu, persentase waktu pengasuhan kategori tinggi untuk Kecamatan Punggelan
50
lebih banyak (30,7%) jika dibandingkan Kecamatan Pejawaran (12,7%). Hal ini diduga disebabkan lebih dari separuh contoh (68,7%) di Kecamatan Pungggelan berstatus sebagai ibu tidak bekerja (ibu rumah tangga) sehingga alokasi waktu untuk kegiatan pengasuhan akan semakin lama. Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan kategori alokasi waktu pengasuhan Kategori Alokasi Waktu Pengasuhan (jam) Rendah ( ≤ 3,0) Sedang (3,1 – 5,0) Tinggi (≥ 5,1) Total
Kecamatan Pejawaran Punggelan n % n % 106 70,7 60 40,0 25 16,7 44 29,3 19 12,7 46 30,7 150 100 150 100
Total n 166 69 65 300
% 55,3 23,0 21,7 100
Hubungan Antar Variabel Hubungan Karakteristik Keluarga dan Karakteristik Anak dengan Beban Kerja Subyektif. Besar Keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase skor beban kerja subyektif memiliki kecenderungan yang semakin meningkat dengan bertambah besarnya anggota keluarga (Tabel 27).
Keluarga kecil atau yang
memiliki jumlah anggota kurang dari sama dengan empat memiliki rata-rata persentase skor beban kerja subyektif lebih rendah (37,6) dibandingkan keluarga sedang (38,5) dan besar (41,3). Hal ini diduga semakin banyak anggota keluarga maka beban kerja ibu untuk kegiatan produktif, domestik dan pengasuhan akan semakin berat. Hasil uji korelasi Spearman, menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara besar keluarga dengan beban kerja subyektif (r= 0,048; p= 0,407). Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dan beban kerja subyektif Besar Keluarga Kecil (≤ 4 orang) Sedang (5-7 orang) Besar (≥ 8 orang) r-koefisien (p-value)
Beban Kerja Subyektif Ringan Sedang Berat % % % 91,01 8,4 0,6 95,45 3,6 0,9 83,33 16,7 0,0 0,048 (0,407)
Rata-rata persentase skor 37,6±17,2 38,5±15,4 41,3±19,2
Usia Contoh. Hasil penelitian menunjukkan persentase skor beban kerja subyektif
memiliki
kecenderungan
yang
semakin
meningkat
dengan
bertambahnya usia contoh. Rata-rata persentase skor beban kerja subyektif
51
yang terendah terdapat pada kelompok usia contoh kurang dari sama dengan 20 tahun. Berdasarkan Tabel 28, beban kerja subyektif paling tinggi berada pada kelompok contoh yang berusia antara 41 sampai 60 tahun. Hasil uji korelasi Spearman memperlihatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia contoh dengan beban kerja subyektif (r= 0,108; p= 0,061). Sebaran beban kerja subyektif menurut usia contoh secara lebih lengkap disajikan pada Tabel 28. Tabel 28 Sebaran contoh berdasarkan usia dan beban kerja subyektif Usia Ibu ≤ 20 21-40 41-60 r-koefisien (p-value)
Beban Kerja Subyektif Ringan Sedang Berat % % % 100,0 0,0 0,0 92,6 7,0 0,4 86,2 10,3 3,4 0,108 (0,061)
Rata-rata persentase skor 32,7±11,8 38,1±16,1 39,8±22,1
Lama Pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa contoh dengan pendidikan tinggi cenderung memiliki persentase skor rata-rata beban kerja subyektif yang lebih rendah dan sebaliknya, contoh dengan pendidikan rendah menunjukan persentase skor rata-rata beban kerja subyektif tinggi (Tabel 29). Hasil uji korelasi Spearman memperlihatkan hubungan negatif dan signifikan antara lama pendidikan contoh dengan beban kerja subyektif (r= -0,124; p= 0,032). Artinya, semakin
tinggi pendidikan contoh, maka
beban kerja
subyektifnya akan semakin ringan. Begitupula sebaliknya, semakin rendah pendidikan contoh maka beban kerja subyektifnya akan semakin berat. Contoh dengan pendidikan yang rendah sebagian besar memiliki pekerjaan utama sebagai petani dan buruh tani. Hal ini berarti bahwa sebagian besar pekerjaan contoh hanya membutuhkan keterampilan fisik bukan pekerjaan dari bidang akademisi. Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Yulianis et al. (2003) bahwa beban kerja berat hanya di temukan pada ibu yang berpendidikan rendah dan tidak dijumpai pada ibu yang berpendidikan tinggi. Hal ini juga sejalan dengan pernyataan Julia (1989) diacu dalam Yulianis et al. (2003) bahwa perempuan yang berpendidikan lebih tinggi umumnya mempunyai persepsi lebih besar daripada yang berpendidikan rendah. Sebaran beban kerja subyektif menurut lama pendidikan contoh secara lebih lengkap disajikan pada Tabel 29.
52
Tabel 29 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan dan beban kerja subyektif Lama Pendidikan Ibu ≤ 9 tahun ≥ 10 tahun r-koefisien (p-value)
Beban Kerja Subyektif Ringan Sedang Berat % % % 92,1 7,2 0,7 95,7 4,3 0,0 -0,124 (0,032)
Rata-rata persentase skor 38,7±16,7 30,9±13,9
Status Kerja Contoh. Tabel 30 menunjukkan bahwa persentase skor ratarata beban kerja subjektif pada contoh yang tidak bekerja ternyata lebih tinggi (39,1) daripada persentase skor beban kerja subyektif pada contoh yang bekerja (36,8). Hal ini sesuai dengan pernyataan Brooks (2001) bahwa perempuan yang bekerja mereka merasa dihargai karena berkontribusi terhadap keluarga dari segi pemenuhan kebutuhan materi sehingga mempunyai kebahagiaan tersendiri yang tidak dirasakan oleh perempuan yang tidak bekerja. Berdasarkan uji Chi Square tidak terlihat hubungan signifikan antara status kerja ibu dengan beban kerja subjektif (p=0,135). Tabel 30 Sebaran contoh berdasarkan status kerja dan beban kerja subyektif Status Kerja Ibu Tidak Bekerja Bekerja (p-value)
Beban Kerja Subyektif Ringan Sedang Berat % % % 93,4 6,6 0,0 91,4 7,4 1,2 0,135
Rata-rata persentase skor 39,1±17,8 36,8±14,9
Status Ekonomi Keluarga. Hasil penelitian pada Tabel 31 menunjukkan bahwa rata-rata persentase skor beban kerja subyektif terlihat semakin menurun seiring dengan meningkatnya status ekonomi keluarga. Hal ini didukung dengan hasil uji korelasi Spearman yang memperlihatkan hubungan negatif dan signifikan antara status ekonomi keluarga dengan beban kerja subyektif (r= 0,150; p= 0,009). Artinya semakin meningkat status ekonomi keluarga maka beban kerja subyektifnya akan semakin ringan, begitupula sebaliknya semakin rendah status ekonomi keluarga maka beban kerja subyektifnya akan semakin berat. Keluarga tidak miskin memiliki rata-rata persentase skor beban kerja subyektif yang lebih rendah daripada keluarga miskin (36,2%). Hal ini ini diduga karena dalam keluarga dengan status ekonomi tinggi, contoh sudah tidak perlu direpotkan untuk bekerja pada sektor non formal untuk menambah tambahan
53
penghasilan keluarga. Secara lebih jelas, sebaran beban kerja subyektif menurut status sosial ekonomi keluarga dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31 Sebaran contoh berdasarkan status ekonomi keluarga dan beban kerja subyektif Status Ekonomi Keluarga Miskin (≤146 531) Tidak miksin (>146 531) r-koefisien (p-value)
Beban Kerja Subyektif Ringan Sedang Berat % % % 91,8 7,8 0,4 95,3 2,3 2,3 -0,150 (0,009)
Rata-rata persentase skor 38,4±16,7 36,2±16,2
Usia Anak. Hasil penelitian pada Tabel 32 memperlihatkan rata-rata persentase skor beban kerja subyektif memiliki kecenderungan yang semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia anak (Tabel 32). Contoh dengan anak berusia 24 sampai 36 bulan memiliki rata-rata skor beban kerja subyektif lebih tinggi (39,5) dibandingkan usia diatasnya. Hal ini disebabkan karena pada anak yang berusia lebih kecil masih memerlukan perhatian dan kasih sayang ibu yang lebih banyak karena anak belum mandiri dan masih sangat membutuhkan bantuan ibu sebagai pengasuh utama. Berbeda dengan anak yang sudah berusia lebih besar, anak akan semakin mandiri dan mempunyai jaringan sosial lebih luas sehingga ketergantungan dengan sosok pengasuh utama yaitu ibu akan mulai berkurang. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman tidak memperlihatkan hubungan antara usia anak dengan beban kerja subyektif (r= 0,047; p= 0,419). Tabel 32 Sebaran contoh berdasarkan usia anak dan beban kerja subyektif Usia Anak 24-36 37-48 49-60 r-koefisien (p-value)
Beban Kerja Subyektif Ringan Sedang Berat % % % 89,2 9,9 0,9 93,3 5,7 1,0 95,2 4,8 0,0 -0,047 (0,419)
Rata-rata persentase skor 39,5±17,3 38,5±16,7 35,7±15,4
Hubungan Dukungan Sosial dengan Beban Kerja Subyektif Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi dukungan sosial yang diberika kepada contoh maka rata-rata persentase skor beban kerja subyektif semakin rendah (Tabel 33) . Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan negatif dan signifikan antara dukungan sosial dengan beban kerja subyektif (r= -0,249; p= 0,000). Hal ini berarti, ketika pemberian dukungan
54
sosial oleh suami, keluarga, teman, tetangga hingga masyarakat rendah, maka beban kerja subyektif yang dirasakan oleh contoh akan semakin berat. Sebaliknya, apabila dukungan sosial yang diberikan tinggi, maka beban kerja subyektif akan semakin ringan. Safarino (1996) dalam Tati (2004) mengatakan bahwa dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diterima individu dari orang lain, baik sebagai individu perorangan atau kelompok. Kualitas dukungan sosial yang tinggi akan mempengaruhi kesehatan fisik dan mental yang semakin tinggi pula. Dukungan sosial yang diberikan kepada contoh berupa kehidupan bermasyarakat yang memberikan rasa aman, kesediaan meminjamkan uang atau barang ketika keluarga dalam kesulitan, pertolongan yang datang ketika keluarga dalam kesulitan, berbagi dan bertukar pikiran ketika ada masalah, serta bantuan pengasuhan anak dirasa dapat memberikan kenyamanan, menurunkan stres, dan mengurangi perasaan negatif (Brooks 2001). Tabel 33 Sebaran contoh berdasarkan dukungan sosial dan beban kerja subyektif Dukungan Sosial Kurang Kuat (≤ 60) Kuat (61-80) Sangat Kuat (≥81) r-koefisien (p-value)
Beban Kerja Subyektif Ringan Sedang Berat % % % 84,0 14,7 1,3 96,1 3,1 0,8 93,9 6,1 0,0 -0,249 (0,000)
Rata-rata persentase skor 44±16,7 37,2±16,1 34,6±16,1
Hubungan Karakteristik Keluarga dan Karakteristik Anak dengan Alokasi Waktu Pengasuhan Besar Keluarga. Berdasarkan hasil penelitian, terjadi ketidakkonsistenan hasil pada besar keluarga sedang dan besar. Contoh dengan jumlah anggota keluarga besar ternyata memiliki rata-rata jam alokasi waktu pengasuhan yang lebih tinggi dibandingkan contoh dengan besar anggota keluarga sedang yaitu 3,9 jam/hari. Ketidakkonsistenan itu diduga karena adanya faktor-faktor lain yang berhubungan dengan alokasi waktu pengasuhan. Pada keluarga dengan jumlah anggota keluarga yang besar, diduga contoh bisa mendelegasikan tugas-tugas lain misalnya tugas domestiknya kepada anggota keluarga, sehingga contoh bisa mempunyai alokasi waktu yang lebih lama untuk pengasuhan. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak ada hubungan antara besar keluarga dengan alokasi waktu pengasuhan (r= -0,097; p= 0,094).
55
Tabel 34 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dan alokasi waktu pengasuhan Alokasi Waktu Pengasuhan Besar Keluarga Rata-rata Rendah Sedang Tinggi (orang) jam % % % Kecil (≤ 4) 78,7 19,7 1,7 3,2±2,3 Sedang ( 5-7) 78,2 20,9 0,9 2,9±2,6 Besar (≥ 8) 75,0 16,7 8,3 3,9±4,2 r-koefisien (p-value) 0,097 (0,094) Usia Contoh. Hasil penelitian pada Tabel 35 menunjukkan bahwa ratarata jam alokasi waktu pengasuhan memiliki kecenderungan yang semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia contoh. Berdasarkan uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan antara usia contoh dengan alokasi waktu pengasuhan (r= -0,149; p= 0,010), artinya semakin bertambah usia contoh maka alokasi waktu pengasuhan anak semakin berkurang. Hal yang sama ditemukan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Meirita (2000) yang mengemukakan bahwa terdapat hubungan negatif antara usia contoh dengan alokasi waktu pengasuhan. Tabel 35 Sebaran contoh berdasarkan usia dan alokasi waktu pengasuhan. Usia Contoh ≤ 20 21-40 41-60 r-koefisien (p value)
Alokasi Waktu Pengasuhan Rendah Sedang Tinggi % % % 61,5 38,5 0,0 79,8 18,6 1,6 72,4 24,1 3,4 -0,149 (0,010)
Rata-rata jam 4,2±2,4 3,1±2,5 3,1±2,8
Lama Pendidikan. Contoh dengan pendidikan lebih dari sama dengan 10 tahun memiliki jam rata-rata alokasi waktu pengasuhan yang lebih tinggi (4,3 jam/hari) dibandingkan dengan contoh yang berpendidikan kurang dari sama dengan sembilan tahun (3,1 jam/hari). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan terdapat hubungan positif dan signifikan antara lama pendidikan dengan alokasi waktu pengasuhan (r= 0,167; p= 0,004). Keadaan ini berarti semakin tinggi pendidikan contoh, maka alokasi waktu pengasuhan juga tinggi. Hal ini selaras dengan pernyatan Engel et al. (1997) bahwa tingginya pendidikan orangtua menyebabkan orangtua dapat mengetahui apa yang sebaiknya dilakukan dalam pengasuhan anak. Hasil penelitian Hartoyo dan Hastuti (2004) di Kabupaten Indramayu mengemukakan hasil yang sama yang memperlihatkan perbedaan
56
cara pengasuhan yang diberikan keluarga nelayan berpendidikan rendah dengan yang berpendidikan tinggi. Mereka yang berpendidikan lebih tinggi dan relatif lebih kaya memberikan stimulasi yang lebih baik kepada anak, memiliki alokasi waktu yang relatif lebih banyak dengan anak dan berinteraksi lebih sering. Sebaran rata-rata jam alokasi waktu pengasuhan menurut lama pendidikan contoh secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 36. Tabel 36 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan dan alokasi waktu pengasuhan Lama Pendidikan Ibu ≤ 9 tahun ≥ 10 tahun r-koefisien (p-value)
Alokasi Waktu Pengasuhan Rendah Sedang Tinggi % % % 79,8 18,4 1,8 60,9 39,1 0,0 0,167 (0,004)
Rata-rata jam 3,1 ± 2,5 4,3 ± 2,3
Status Kerja. Hasil penelitian menunjukkan hubungan variabel status kerja contoh dengan alokasi waktu pengasuhan. Pada status kerja contoh bekerja, rata-rata jam alokasi waktu pengasuhan lebih rendah (2,4 jam/hari) bila dibandingkan dengan status contoh tidak bekerja (4,1 jam/hari). Kondisi ini menunjukkan adanya hubungan antara status kerja ibu dengan alokasi waktu pengasuhan yang diberikan kepada anak. Berdasarkan uji Chi Square terlihat hubungan signifikan antara status kerja contoh dengan alokasi waktu pengasuhan (p= 0,015), artinya banyaknya waktu yang dicurahkan contoh pada kegiatan pengasuhan sangat ditentukan oleh status bekerja contoh diluar rumah. Monks et al. (1991) dalam Meirita (2000) berpendapat bahwa ibu yang bekerja akan memiliki waktu yang lebih sedikit untuk kegiatan rumah tangga seperti menyiapkan makan anak, memberi makan anak atau interaksi lain dengan anak. Sebaran rata-rata jam alokasi waktu pengasuhan menurut status kerja contoh secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 37. Tabel 37 Sebaran contoh berdasarkan status kerja dan alokasi waktu pengasuhan Status Kerja Ibu Tidak bekerja Bekerja (p-value)
Alokasi Waktu Pengasuhan Rendah Sedang Tinggi % % % 65,0 33,6 1,5 89,6 8,6 1,8 0,015
Rata-rata jam 4,1±2,5 2,4±2,5
Status Ekonomi Keluarga. Hasil penelitian pada Tabel 38 menunjukkan bahwa rata-rata jam alokasi waktu pengasuhan terlihat semakin menurun seiring
57
dengan meningkatnya status ekonomi keluarga. Keluarga miskin memiliki ratarata jam alokasi waktu pengasuhan yang lebih tinggi (3,2 jam/hari) daripada keluarga tidak miskin (3,0 jam/hari). Hasil uji korelasi Spearman memperlihatkan tidak ada hubungan antara status ekonomi keluarga dengan alokasi waktu pengasuhan (r= 0,065; p= 0,260). Secara lebih jelas, rata-rata jam alokasi waktu pengasuhan menurut status ekonomi keluarga dapat dilihat pada Tabel 38. Tabel 38
Sebaran contoh berdasarkan status ekonomi keluarga dan alokasi waktu pengasuhan Alokasi Waktu Pengasuhan
Status Ekonomi Keluarga
Rendah %
Miskin (≤146 531) Tidak miksin (>146 531) r-koefisien (p-value)
78,6 76,7
Sedang %
Tinggi
Rata-rata jam
%
19,5 1,9 23,3 0,0 0,065 (0,260)
3,2±2,5 3,0±2,4
Usia Anak. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan uji korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan negatif dan signifikan antara usia anak dengan alokasi waktu pengasuhan (r= -0,171; p= 0,003). Hal ini menunjukan bahwa semakin rendah usia anak, maka alokasi waktu pengasuhan semakin tinggi. Begitupula sebaliknya, semakin tinggi usia anak maka alokasi waktu pengasuhan akan semakin rendah. Dalam penelitian diketahui bahwa anak yang berusia 24 sampai 36 bulan memiliki rata-rata jam alokasi waktu lebih lama dibandingkan usia diatasnya, yaitu 3,7 jam/hari. Penelitian ini selaras dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sa’diyyah (1998) dan Meirita (2000) yang menyatakan bahwa umur anak berpengaruh negatif terhadap jumlah waktu ibu untuk anaknya. Semakin besar umur anak semakin sedikit waktu yang dicurahkan ibu untuk mereka. Keadaan ini dapat dimengerti karena semakin besar anak, ketergantungan terhadap pengasuhnya akan semakin berkurang. Hasil penelitian ini diperkuat oleh pernyataan Hurlock (1999) bahwa umur anak akan mempengaruhi alokasi waktu ibu untuk pengasuhan. Pada anak dibawah umur dua tahun perhatian dan kasih sayang ibu lebih banyak tercurah kepada anak tersebut karena anak belum mandiri dan masih sangat membutuhkan bantuan ibu sebagai pengasuh utama. Anak dengan umur diatas dua tahun akan semakin mandiri dan mempunyai jaringan sosial lebih luas sehingga ketergantungan dengan sosok pengasuh utama yaitu ibu akan mulai berkurang.
58
Tabel 39 Sebaran contoh berdasarkan usia anak dan alokasi waktu pengasuhan Usia Anak (bulan) 24-36 37-48 49-60 r-koefisien (p-value)
Alokasi Waktu Pengasuhan Rendah Sedang Tinggi % % % 66,7 31,5 1,8 81,9 17,1 1,0 89,3 8,3 2,4 -0,171 (0,003)
Rata-rata jam 3,7±2,7 2,8±2,4 2,8±2,4
Hubungan Beban Kerja Subyektif dengan Alokasi Waktu Pengasuhan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata jam alokasi waktu pengasuhan terlihat semakin menurun seiring dengan meningkatnya beban kerja subyektif contoh (Tabel 40). Uji korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan negatif dan signifikan antara beban kerja subyektif dengan alokasi waktu pengasuhan (r= -0,129; p= 0,025). Hal ini berarti semakin berat beban kerja subyektif contoh maka alokasi waktu pengasuhan anak akan semakin rendah dan sebaliknya, semakin ringan beban kerja subyektif contoh maka alokasi waktu untuk pengasuhan anak akan semakin tinggi. Myers (1992) menyatatakan bahwa karakterisitik pekerjaan yang dipengaruhi oleh waktu akan menciptakan berbagai variasi pekerjaan. Variasi ini berdasarkan pada total jam kerja, jadwal harian dan fleksibilitas jam kerja. Karakteristik pekerjaan ini, diduga mempengaruhi wanita dalam melaksanakan tanggung jawab pengasuhan anak seperti memberi makan, membawa ke posyandu, menyusui dan kegiatan perawatan anak yang lain. Tantangan utama bagi banyak wanita miskin adalah bagaimana membagi waktu antara pekerjaan dan kegiatan pengasuhan anak. Sehingga mereka memilih untuk mencari pekerjaan yang lebih fleksibel walaupun dengan upah yang lebih rendah. Secara lebih jelas, sebaran jam alokasi waktu pengasuhan menurut beban kerja subyektif dapat dilihat pada Tabel 40. Tabel 40 Sebaran contoh berdasarkan beban kerja subyektif dan alokasi waktu pengasuhan Beban Kerja Subyektif Ringan (≤ 60) Sedang (61-80) Berat (≥ 81) r-koefisien (p-value)
Alokasi Waktu Pengasuhan Rendah Sedang Tinggi % % % 77,6 20,6 1,8 85,7 14,3 0,0 100,0 0,0 0,0 -0,129 (0,025)
Rata-rata jam 3,2±2,5 2,5±2,3 2,1±0,5
59
Hubungan Dukungan Sosial dengan Alokasi Waktu Pengasuhan Hasil penelitian pada Tabel 41 menunjukkan bahwa semakin tinggi dukungan sosial yang diberikan kepada contoh maka rata-rata jam alokasi waktu pengasuhan anak akan semakin tinggi pula. Engel et al. (1992) menyatakan pentingnya pemberian dukungan sosial kepada pengasuh baik berupa bantuan pengasuhan, dukungan informasi maupun dukungan yang bersifat emosional. Menurut Tati (2004) bahwa semakin baik dukungan sosial yang diperoleh ibu maka cenderung semakin baik pula pengasuhan anak yang dilakukan. Demikian juga yang dikemukakan oleh Sarafino (1996) dalam Tati (2004) bahwa adanya perhatian yang baik dari keluarga atau tetangga serta kondisi lingkungan yang ramah, secara emosional ibu mempunyai hubungan baik dengan tetangga dan keluarga, saling berbagi pengalaman dalam pengasuhan anak, keadaan ini akan meningkatkan kualitas pengasuhan anak mereka. Namun bedasarkan hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara dukungan sosial terhadap alokasi waktu pengasuhan (r= 0,047 p= 0,421). Tabel 41 Sebaran contoh berdasarkan dukungan sosial dan alokasi waktu pengasuhan Dukungan Sosial Kurang Kuat Kuat Sangat Kuat r-koefisien (p-value)
Alokasi Waktu Pengasuhan Rendah Sedang Tinggi % % % 82,7 17,3 0,0 78,0 18,9 3,1 75,5 23,5 1,0 0,047 (0,421)
Rata-rata jam 3,0±2,3 3,2±2,7 3,2±2,4
Pembahasan Umum Berdasarkan penelitian diketahui bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara Kecamatan Pejawaran dan Punggelan dalam lama pendidikan suami contoh (p-value=0,000). Lebih dari separuh suami contoh (60,3%) mempunyai pendidikan hanya sampai tingkat sekolah dasar/sederajat dengan rata-rata lama pendidikan 6,4 tahun. Pada Kecamatan Pejawaran sebanyak 69,4 persen mempunyai pendidikan hanya sampai tingkat sekolah dasar/sederajat dengan rata-rata lama pendidikan 5,7 tahun dan Kecamatan Punggelan sebanyak 51,4 persen mempunyai pendidikan hanya sampai tingkat sekolah dasar/sederajat dengan rata-rata lama pendidikan 7,1 tahun. Berdasarkan rata-rata lama pendidikan contoh, contoh dari kedua wilayah memiliki rata-rata pendidikan lebih dari sama dengan 6 tahun, artinya sebagian besar contoh dapat menyelesaikan
60
pendidikan dasar mereka (Sekolah Dasar). Contoh yang berasal dari Kecamatan Punggelan mempunyai rata-rata lama pendidikan lebih tinggi (7,6) dibandingkan contoh yang berasal dari Kecamatan Pejawaran (6,0) Berdasarkan rata-rata lama pendidikan contoh, contoh dari kedua wilayah memiliki rata-rata pendidikan lebih dari sama dengan 6 tahun, artinya sebagian besar contoh dapat menyelesaikan pendidikan dasar mereka (Sekolah Dasar). Contoh yang berasal dari Kecamatan Punggelan mempunyai rata-rata lama pendidikan lebih tinggi (7,6) dibandingkan contoh yang berasal dari Kecamatan Pejawaran (6,0). Berdasarkan penelitian diketahui bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara Kecamatan Pejawaran dan Punggelan dalam lama pendidikan contoh (p-value=0,000). Sebanyak 75,3 persen di Kecamatan Pejawaran dan sebanyak 48,7 persen di Kecamatan Punggelan mempunyai pendidikan hanya sampai tingkat sekolah dasar/sederajat. Pekerjaan yang ditekuni sangat beraneka ragam. Tidak ada suami contoh yang tidak bekerja. Petani adalah pekerjaan yang mayoritas ditekuni oleh suami contoh yaitu sebanyak 52,9 persen. Jenis pekerjaan suami contoh di Kecamatan Punggelan lebih beragam daripada Kecamatan Pejawaran. Di Kecamatan Pejawaran persentasi terbesar dari suami contoh (80,3%) yaitu bekerja sebagai petani. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di Kecamatan Pejawaran bermata pencaharian sebagai petani bila dibandingkan dengan Kecamatan Punggelan yang hanya 25,7 persen yang bekerja sebagai petani. Hal ini didukung juga oleh perbedaan keadaan geografis di dua kecamatan tersebut. Jika dikaitkan dengan tingkat pendidikan suami contoh yang tergolong rendah, terlihat bahwa sebagian besar dari suami contoh memiliki pekerjaan utama yang tergolong rendah. Hal ini berarti bahwa sebagian besar pekerjaan suami contoh hanya membutuhkan keterampilan fisik bukan pekerjaan dari bidang akademisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh berstatus sebagai ibu bekerja (54,3%). Lebih dari separuh contoh di Kecamatan Pejawaran (59,3%) bekerja sebagai petani dan sisanya bekerja sebagai buruh tani, buruh bangunan, pedagang dan guru. Adapun sebanyak 22,7 persen contoh di Kecamatan Pejawaran berstatus tidak bekerja. Di Kecamatan Punggelan sebanyak 68,7 persen contoh tidak bekerja. Pekerjaan terbanyak yang ditekuni contoh di Kecamatan Punggelan adalah sebagai buruh bangunan/industri sebanyak 8,0 persen.
61
Pola
pengeluaran
keluarga
diasumsikan mampu menggambarkan
kemampuan ekonomi dari keluarga, sehingga tinggi rendahnya pengeluaran dapat memberi petunjuk akan tingginya rendahnya ekonomi dari suatu keluarga (Anonim 1993). Berdasarkan hasil uji beda diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara Kecamatan Pejawaran dan Punggelan dalam pengeluaran keluarga (p-value=0,632). Pengeluaran keluarga per kapita per bulan
dilihat
berdasarkan
garis
kemiskinan
Kabupaten
Banjarnegara.
Berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten Banjarnegara tahun 2008 sebesar Rp. 146 531.00, kedua kecamatan termasuk ke dalam kategori keluarga miskin. Pada Kecamatan Pejawaran dan Kecamatan Punggelan keluarga yang berada di bawah garis kemiskinan masing-masing yaitu 88,0 persen dan 83,3 persen. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pada kedua wilayah penelitian tidak terdapat perbedaan yang nyata dalam hal usia anak (p-value=0,068). Sebaran usia anak memperlihatkan bahwa persentase tertinggi anak (37,0%) berada pada selang usia 24 sampai 36 bulan. Jika dilihat berdasarkan wilayah penelitian, persentase tertinggi usia anak di Kecamatan Pejawaran (38,0%) berada pada selang usia 24 sampai 36 bulan dan 37 sampai 48 bulan, sedangkan di Kecamatan Punggelan (36,0%) berada pada selang usia 24 sampai 36 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh anak contoh (55,0%) adalah berjenis kelamin perempuan, sedangkan sisanya (45,0%) berjenis kelamin laki-laki. Kondisi yang sama jika dilihat berdasarkan wilayah penelitian, yaitu lebih dari separuh anak contoh di Kecamatan Pejawaran (52,7%) dan Punggelan (57,3%) adalah berjenis kelamin perempuan. Beban kerja contoh dalam penelitian ini dibagi menjadi beban kerja ukuran obyektif dan beban kerja ukuran subyektif. Beban kerja obyektif diukur berdasarkan alokasi waktu contoh untuk tujuh kegiatan, yaitu kegiatan produktif, kegiatan
domestik, kegiatan
pribadi,
kegiatan
istirahat, kegiatan
sosial
pendidikan, kegiatan antara, dan kegiatan pengasuhan. Ukuran subyektif diukur berdasarkan persepsi contoh terhadap beban kerja. Beban kerja obyektif meliputi alokasi waktu untuk kegiatan produksi, pribadi, istirahat dan sosial pendidikan ternyata tidak berbeda secara signifikan antara contoh di Kecamatan Pejawaran dan Punggelan. Hanya alokasi waktu untuk kegitan domestik, pengasuhan dan antara yang memiliki perbedaan yang siginifikan. Kegiatan produktif pada penelitian ini mempunyai rata-rata waktu
62
kegiatannya sebesar 2,9 jam/hari, kegiatan domestik 3,3 jam/hari, kegiatan pribadi 10,0 jam/hari, kegiatan istirahat 2,7 jam/hari, kegiatan sosial pendidikan 0,8 jam/hari, kegiatan antara 0,7 jam/hari, dan kegiatan pengasuhan adalah 3,5 jam/hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan pekerjaan yang dianggap tidak berat oleh contoh adalah kegiatan Posyandu atau PKK, yaitu sebesar 81,6 persen, pekerjaan yang dianggap biasa adalah membersihkan rumah, dalam hal ini kegiatan menyapu (57,7%), dan pekerjaan yang berat adalah perawatan bagi anak yang sakit (75,3%). Jika dilihat berdasarkan wilayah penelitian maka untuk Kecamatan Pejawaran persentase tertinggi untuk pekerjaan yang dianggap tidak berat adalah kegiatan Posyandu atau PKK (79,9%), pekerjaan yang dianggap biasa adalah membersihkan rumah (57,3%) dan memasak makanan (57,3%) dan pekerjaan yang dianggap berat adalah perawatan bagi anak yang sakit (68,7%).
Pada Kecamatan Punggelan
persentase tertinggi untuk pekerjaan yang dianggap tidak berat adalah kegiatan Posyandu atau PKK (83,3%), pekerjaan yang dianggap biasa adalah memasak makanan (59,3%) dan pekerjaan yang dianggap berat adalah perawatan bagi anak yang sakit (82,0%). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara contoh di Kecamatan Pejawaran dan Punggelan
dalam
hal
beban
kerja
subyektif
(p-value=0,094).
Hasil
pengkategorian beban kerja subyektif menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh (92,3%) tergolong memiliki beban kerja subyektif ringan, karena memiliki tenaga yang membantu baik dari anak, suami, saudara maupun ibu atau ibu mertua. Persepsi contoh diukur dengan menyatakan pendapat contoh mengenai pekerjaan sehari-harinya, yaitu meliputi pekerjaan yang paling memberatkan dan alasannya. Secara keseluruhan persentase tertinggi pekerjaan yang dianggap paling memberatkan adalah perawatan anak sakit (38,7%). Namun jika dilihat berdasarkan wilayah penelitian, untuk Kecamatan Pejawaran pekerjaan yang paling dianggap memberatkan adalah mencari nafkah sebesar (44,7%), sedangkan untuk Kecamatan Punggelan jenis pekerjaan yang dianggap paling memberatkan adalah perawatan anak sakit (51,3%). Perbedaan ini karena sebagian besar contoh di Kecamatan Pejawaran berstatus sebagai ibu bekerja dengan mata pencaharian terbesar sebagai petani.
63
Jenis pekerjaan urutan kedua lain dianggap paling memberatkan contoh adalah mencari nafkah (30,7%). Jika dilihat berdasarkan kecamatan, sebenarnya untuk Kecamatan Pejawaran pekerjaan mencari nafkah adalah jenis pekerjaan yang dianggap paling memberatkan dengan persentase terbesar (44,7%), sedangkan untuk Kecamatan Punggelan pekerjaan mencari nafkah (16,7%) menempati urutan ketiga setelah pekerjaan mencuci pakaian (19,3%). Pekerjaan lainnya adalah mencuci pakaian sebesar 17,7 persen. Dukungan sosial dari suami, kerabat/keluarga luas, tetangga/masyarakat menggambarkan bantuan baik dalam bentuk dukungan emosional (sikap penuh pengertian, perhatian), dukungan instrumental maupun dukungan informasi yang diberikan kepada contoh yang dapat memberikan kekuatan dan mengurangi konsekuensi negatif akibat adanya beban kerja yang dialami contoh sebagai orang yang memegang peranan penting dalam mengelola rumah tangga dan pengasuhuan anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase terbesar contoh (42,3%) memiliki dukungan sosial kuat. Dukungan sosial diperoleh paling besar dari suami dalam bentuk dukungan emosional yaitu berupa suami memperlihatkan perasaan
cintanya
(85,1%).
Dukungan
sosial
yang
sering
diberikan
kerabat/keluarga luas kepada contoh adalah bergotong royong/saling tolong menolong (82,7%) dan dukungan tetangga/masyarakat yang dirasakan tinggi oleh semua contoh yaitu dukungan emosi berupa merasa mudah mendapat dukungan dari teman (77,0%). Berdasarkan hasil uji beda diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata dalam dukungan sosial antara contoh di Kecamatan Pejawaran dan Punggelan (p-value=0,518). Alokasi waktu pengasuhan anak dalam penelitian ini merupakan jumlah total waktu contoh bersama anak dalam satu hari untuk tujuh kegiatan pengasuhan, yaitu menemani anak belajar, keluar rumah bersama anak, memberi makan anak, memandikan, keramas gunting kuku dan mendandani anak, bermain dengan anak, menidurkan anak dan mengerjakan pekerjaan rumah sambil mengawasi anak. Rata-rata alokasi waku pengasuhan anak dalam sehari secara keseluruhan adalah 3,5 jam/hari. Alokasi waktu pengasuhan meliputi kegiatan menemani anak belajar, kegiatan keluar rumah bersama anak, kegiatan memberi makan anak, kegiatan memandikan, keramas, gunting kuku dan mendandani anak, kegiatan tidur bersama anak/menidurkan anak berbeda secara signifikan antara contoh di
64
Kecamatan Pejawaran dan Punggelan. Sementara itu, kegiatan bermain dengan anak dan mengerjkan pekerjaan rumah tangga sambil mengawasi anak yang tidak berbeda secara signifikan antara contoh di Kecamatan Pejawaran dan Punggelan. Kegiatan contoh dalam menemani anak belajar memiliki rata-rata waktu kegiatannya sebesar 0,1 jam/hari, kegiatan keluar rumah bersama anak 0,4 jam/hari, kegiatan memberi makan anak 0,4 jam/hari, Kegiatan memandikan, keramas, gunting kuku dan mendandani anak 0,4 jam/hari, kegiatan bermain dengan anak 1,5 jam/hari, kegiatan tidur bersama anak/menidurkan anak 0,5 jam/hari, dan kegiatan mengerjakan pekerjaan rumah tangga sambil mengawasi anak memiliki rata-rata 0,1 jam/hari. Uji hubungan dilakukan tanpa membedakan contoh berdasarkan wilayahnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan yang signifikan antara karakteristik keluarga dengan beban kerja subyektif, diantaranya adalah terdapat hubungan negatif antara lama sekolah contoh dan pengeluaran keluarga dengan beban kerja subyektif artinya semakin rendah pendidikan contoh dan pengeluaran keluarga, maka beban kerja subyektif semakin berat. Contoh dengan pendidikan yang rendah sebagian besar memiliki pekerjaan utama sebagai petani dan buruh tani. Hal ini berarti bahwa sebagian besar pekerjaan contoh hanya membutuhkan keterampilan fisik bukan pekerjaan dari bidang akademisi. Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Yulianis et al. (2003) bahwa beban kerja berat hanya di temukan pada ibu yang berpendidikan rendah dan tidak dijumpai pada ibu yang berpendidikan tinggi. Contoh yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi tinggi, diduga sudah tidak perlu direpotkan untuk bekerja pada sektor non formal untuk menambah tambahan penghasilan untuk keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan antara dukungan sosial dengan beban kerja subyektif. Hal ini berarti, ketika pemberian dukungan sosial oleh suami, keluarga, teman, tetangga hingga masyarakat rendah, maka beban kerja subyektif yang dirasakan oleh contoh akan semakin berat. Sebaliknya, apabila dukungan sosial yang diberikan tinggi, maka beban kerja subyektif akan semakin ringan. Safarino (1996) dalam Tati (2004) mengatakan bahwa dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diterima individu dari orang lain, baik sebagai individu perorangan atau kelompok. Kualitas dukungan sosial yang tinggi akan mempengaruhi kesehatan fisik dan mental yang semakin tinggi pula. Dukungan
65
sosial yang diberikan kepada contoh berupa kehidupan bermasyarakat yang memberikan rasa aman, kesediaan meminjamkan uang atau barang ketika keluarga dalam kesulitan, pertolongan yang datang ketika keluarga dalam kesulitan, berbagi dan bertukar pikiran ketika ada masalah, serta bantuan pengasuhan anak dirasa dapat memberikan kenyamanan, menurunkan stres, dan mengurangi perasaan negatif (Brooks, 2001). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik keluarga dan anak dengan alokasi waktu pengasuhan, diantaranya terdapat hubungan negatif dan siginifikan antara usia contoh dan usia anak dengan alokasi waktu pengasuhan. Semakin bertambah usia contoh dan usia anak maka alokasi waktu pengasuhan akan semakin rendah. Hal yang sama ditemukan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Meirita (2000) yang mengemukakan bahwa terdapat hubungan negatif antara usia contoh dengan alokasi waktu pengasuhan. Hasil penelitian ini juga selaras dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sa’diyyah (1998) dan Meirita (2000) bahwa terdapat hubungan negatif antara usia anak dengan alokasi waktu pengasuhan. Hurlock (1999), menyatakan bahwa umur anak akan mempengaruhi alokasi waktu ibu untuk pengasuhan. Pada anak dibawah umur dua tahun perhatian dan kasih sayang ibu lebih banyak tercurah kepada anak tersebut karena anak belum mandiri dan masih sangat membutuhkan bantuan ibu sebagai pengasuh utama. Anak dengan umur diatas dua tahun akan semakin mandiri dan mempunyai jaringan sosial lebih luas sehingga ketergantungan dengan sosok pengasuh utama yaitu ibu akan mulai berkurang. Lama pendidikan contoh memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan alokasi waktu pengasuhan. Keadaan ini berarti semakin tinggi pendidikan contoh, maka alokasi waktu pengasuhan juga tinggi. Hal ini selaras dengan pernyatan Engel et al. (1997) bahwa tingginya pendidikan orangtua menyebabkan orangtua dapat mengetahui apa yang sebaiknya dilakukan dalam pengasuhan anak. Hasil penelitian Hartoyo dan Hastuti (2004) di Kabupaten Indramayu mengemukakan hasil yang sama yang memperlihatkan perbedaan cara pengasuhan yang diberikan keluarga nelayan berpendidikan rendah dengan yang berpendidikan tinggi. Mereka yang berpendidikan lebih tinggi dan relatif lebih kaya memberikan stimulasi yang lebih baik kepada anak, memiliki alokasi waktu yang relatif lebih banyak dengan anak dan berinteraksi lebih sering.
66
Terdapat hubungan antara status kerja contoh dengan alokasi waktu pengasuhan, artinya banyaknya waktu yang dicurahkan contoh pada kegiatan pengasuhan sangat ditentukan oleh bekerjanya contoh diluar rumah. Pekerjaan yang dilakukan oleh orangtua berhubungan dengan lamanya waktu yang dicurahkan untuk kepentingan kelurga. Monks et al. (1991) dalam Meirita (2000) berpendapat bahwa ibu yang bekerja akan memiliki waktu yang lebih sedikit untuk kegiatan rumah tangga seperti menyiapkan makan anak, memberi makan anak atau interaksi lain dengan anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban kerja subyektif berhubungan negatif dan signifikan dengan alokasi waktu pengasuhan. Hal ini berarti semakin berat beban kerja subyektif maka alokasi waktu pengasuhan anak akan semakin rendah dan sebaliknya, semakin ringan beban kerja subyektif contoh maka alokasi waktu untuk pengasuhan anak akan semakin tinggi. Myers (1992) menyatakan bahwa karakterisitik pekerjaan yang dipengaruhi oleh waktu akan menciptakan berbagai variasi pekerjaan. Variasi ini berdasarkan pada total jam kerja, jadwal harian dan fleksibilitas jam kerja. Karakteristik pekerjaan ini, diduga mempengaruhi wanita dalam melaksanakan tanggung jawab pengasuhan anak seperti memberi makan, membawa ke posyandu, menyusui dan kegiatan perawatan anak yang lain. Tantangan utama bagi banyak wanita miskin adalah bagaimana membagi waktu antara pekerjaan dan kegiatan pengasuhan anak, sehingga mereka memilih untuk mencari pekerjaan yang lebih fleksibel walaupun dengan upah yang lebih rendah. Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut, penelitian ini memiliki keterbatasan, diantaranya: 1.
Penelitian ini tidak membedakan contoh dengan status bekerja atau tidak bekerja
2.
Penggunaan metode recall untuk mengukur data beban kerja obyektif dan alokasi waktu untuk pengasuhan anak. Dengan menggunakan metode recall ada kecenderungan responden lupa terhadap kejadian secara lengkap dan detail serta responden “over estimate” terhadap lama atau durasi waktu
3.
Recall alokasi waktu contoh tidak membedakan antara hari kerja dan hari libur, sehingga hasil penelitian tidak bisa menggambarkan keragaman alokasi waktu contoh ketika hari kerja dan hari libur.
4.
Banyaknya kegiatan berbarengan (Overlapping) yang dilakukan contoh, sehingga adanya bias dalam penghitungan recall alokasi waktu.
67
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan beban kerja obyektif rata-rata waktu contoh paling besar adalah waktu untuk kegiatan pribadi yaitu 10,0 jam/ hari, diikuti oleh kegiatan pengasuhan 3,5 jam/ hari, kegiatan domestik 3,3 jam/ hari dan kegiatan produktif 2,9 jam/ hari. Berdasarkan persepsi terhadap beban kerja, pekerjaan yang dianggap paling berat berat perawatan anak sakit (38,7%), diikuti pekerjaan mencari nafkah (30,7%) dan mencuci pakaian (17,7%). Hasil pengkategorian beban kerja subyektif menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh
(92,3%)
memiliki beban yang ringan. Dukungan sosial dari suami, kerabat/keluarga luas, tetangga/masyarakat menggambarkan bantuan baik dalam bentuk dukungan emosional dukungan instrumental maupun dukungan informasi yang diberikan kepada contoh yang dapat memberikan kekuatan dan mengurangi konsekuensi negatif akibat adanya beban kerja yang dialami ibu sebagai orang yang memegang peranan penting dalam mengelola rumah tangga dan pengasuhan anak. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa persentase terbesar contoh (42,3%) memiliki dukungan sosial kuat. Dukungan sosial yang diperoleh paling besar dari suami dalam bentuk tindakan yang menunjukkan perasaan cintanya (85,1%). Sementara itu, dukungan sosial yang sering diberikan kerabat/keluarga luas kepada contoh adalah bergotong royong/saling tolong menolong (82,7%), dan dukungan tetangga/masyarakat berupa dukungan emosi saat tertimpa kesulitan (77,0%). Berdasarkan alokasi waktu contoh untuk pengasuhan anak, rata-rata alokasi waktu paling besar adalah waktu untuk kegiatan bermain dengan anak (1,5 jam/hari), diikuti oleh kegiatan menidurkan anak (0,5 jam/hari). Hasil pengkategorian alokasi waktu contoh untuk pengasuhan, lebih dari separuh contoh (55,3%) berada pada waktu pengasuhan kategori rendah. Faktor-faktor yang berhubungan dengan alokasi waktu pengasuhan anak antara lain status kerja contoh, lama sekolah contoh, usia contoh, usia anak contoh dan beban kerja subyektif. Berdasarkan uji Chi Square terlihat hubungan signifikan antara status kerja contoh dengan alokasi waktu pengasuhan anak (p= 0,015), artinya banyaknya waktu yang dicurahkan contoh pada kegiatan pengasuhan
sangat
ditentukan
oleh
bekerjanya
contoh
diluar
rumah.
Berdasarkan hasil uji korelasi menunjukkan bahwa lama sekolah contoh
68
berhubungan positif dan signifikan dengan alokasi waktu pengasuhan anak. Hal ini memberikan arti bahwa semakin tinggi pendidikan contoh maka semakin tinggi pula alokasi waktu pengasuhan anak. Sementara itu usia contoh, usia anak contoh, dan beban kerja subyektif berhubungan negatif dan siginifikan dengan alokasi waktu pengasuhan anak. Ini berarti bahwa semakin bertambah usia contoh dan usia anak contoh serta semakin berat beban kerja subyektif maka alokasi waktu pengasuhan anak akan semakin rendah. Faktor usia anak merupakan faktor yang berhubungan paling kuat dengan alokasi waktu pengasuhan anak. Saran Hasil penelitian menunjukkan bahwa alokasi waktu pengasuhan anak yang dilakukan oleh ibu termasuk dalam kategori rendah.
Oleh karena itu,
orangtua khususnya ibu perlu mengetahui informasi tentang bagaimana mengelola waktu pengasuhan dengan baik. Informasi ini bisa diperoleh melalui program posyandu dengan menggalakan kembali program Bina Keluarga Balita. Penggalakan program Bina Keluarga Balita ini diharapakan bisa memberikan pengetahuan dan pelatihan kepada para ibu untuk dapat meningkatkan pengetahuan mengenai pengasuhan yang berkualitas dan kegiatan stimulasi yang akan bermanfaat untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak membedakan contoh dengan status bekerja atau tidak bekerja, penggunaan metode recall untuk mengukur data beban kerja obyektif dan alokasi waktu untuk pengasuhan anak, recall alokasi waktu yang dilakukan tidak membedakan antara hari kerja dan hari libur, dan adanya kegiatan contoh yang berbarengan (overlapping). Untuk penelitian selanjutnya disarankan penggunaan metode pengamatan langsung (direct observation) untuk mengukur alokasi waktu pengasuhan sebagai indikator kualitas pengasuhan.
69
DAFTAR PUSTAKA Akmal Z. 2004. Peranan Pola Asuh Terhadap Tumbuh Kembang Anak Balita pada Keluarga Miskin di Kota dan Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. [Anonim]. 1993. Pola Pengeluaran dan Karakteristik Rumah Tangga Sebagai Indikator Tingkat Kesejahteraan Masyarakat. Bogor: Lembaga Penelitian IPB. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjarnegara. 2008. Kecamatan Pejawaran dalam Angka Tahun 2007. Pemerintah Kabupaten Banjarnegara. _____________________________________________. 2008. Kecamatan Punggelan dalam Angka Tahun 2007. Pemerintah Kabupaten Banjarnegara Brooks JB. 2001. Parenting. 3th edition. California: Mayfield Publishing Company. Conger et al. 1994. Families in Troubled Times: Adapting to Change in Rural America. New York: Aldine De Gruyter. Cutrona. 1996. Social Support in Couples. USA: Sage Publications, Inc. Deacon RE, Firebaugh FM. 1988. Family Resource Management Principles and Applications. 2nd Edition. United State of America. Allyn and Bacon, Inc. Engle PL, Menon P, Haddad L. 1997. Care and Nutrition. Concept and Measurement. International Food Policy Research Insititute. Washington. Guhardja S, Puspitawati H, Hartoyo, Hastuti D. 1992. Manajemen Sumberdaya keluarga [diktat]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Gunarsa, S.D & S.Y Gunarsa.1995. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia Hamzah H. 2005. Keharmonisan Keluarga, Pengasuhan Anak dan Karakter Cinta Tuhan dan Ciptaanyya pada Peserta dan Bukan Peserta Kelompok Pra Sekolah Semai Benih Bangsa (SBB) [skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Hartoyo, Hastuti D. 2004. Perilaku Investasi pada Anak Keluarga Nelayan dan Implikasinya terhadap Pengentasan Kemiskinan. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
70
Hastuti D. 2007. Pengasuhan: Teori Dan Pronsip Serta Aplikasinya di Indonesia [diktat]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Hurlock EB. 1980. Child Development. Mc Graw Hill, USA. _________. 1999. Psikologi Perkembangan, Suatu Tinjauan Sepanjan Rentang Kehidupan (Edisi 5). Jakarta: Erlangga. Indonesia. 2007. Situasi Pangan dan Gizi Provinsi Jawa Tengah [Di dalam]; Peta Kerawanan Pangan dan Gizi Indonesia. Jakarta: Departemen Pertanian.
Karyadi, L.D. 1985. Pengaruh Pola Asuh Makan Terhadap Kualitas Makanan Anak Bawah Tiga Tahun (Batita) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Kompas Cyber Media. 2006. Penduduk Miskin Banjarnegara Naik 7,62 persen. http://www.kompas.com/kompascetak/0607/31.Fokus/205308htm. [16 April 2009]. Mangkuprawira S. 1985. Alokasi Waktu dan Kontribusi Kerja Anggota Keluarga Dalam Kegiatan Ekonomi Rumahtangga [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Martianto D, Riyadi H, Hastuti D, Alfiasari. 2009. Kajian Ketahanan Pangan dan Alokasi Sumberdaya Keluarga serta Kaitannya dengan Status Gizi dan Perkembangan Anak. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Masithah T. 2002. Hubungan Ketahanan Pangan Rumahtangga dan Pola Pengasuhan dengan Status Gizi Anak Balita di Desa Mulya Harja Kecamatan Bogor Selatan, Kotamadya Bogor [tesis]. Bogor, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Megawangi R. 1999. Membiarkan Berbeda ? Studi Pandang Baru tentang Relasi Gender. Bandung: Mizan. Meirita. 2000. Hubungan Kuantitas dan Kualitas Waktu Ibu untuk Pengasuhan dengan Status Gizi Anak Balita di Desa Rancamaya Kota Bogor [skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Mugniesyah, Wigna W, Husaini E. 2002. Jender dan Perilaku Masyarakat Petani Lahan Kering dalam Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Bogor: IPB Press. Myers, R. 1992. The Twelve Who Survive. Strengthening Programmes of Early Childhood Development in the Third World. Routledge in co-operation with UNESCO for The Consultative Group On Early Childhhood Care and Development. London and New York.
71
Papalia DE, Olds SW. 1986. Human Development. New York: Mc. Graw. Hill Book Campany. PNPM Mandiri Perdesaan Kabupaten Banjarnegra. 2009. Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2009. http://pnpmbanjarnegara.blogspot.com.html [20 Juni 2010] Rezeki A.S. 2006. Peran Gender dalam Kehidupan Keluarga Miskin Penerima Subsidi Langsung Tunai BBM di Kota dan Kabupaten Bogor. [skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Sa’diyyah, N.Y 1998. Pengaruh Karakteristik Keluarga dan Pola Pengasuhan terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak (Studi Kasus pada Etnis Jawa dan Minang) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sake , R. 2003. Hubungan Interaksi Ibu-anak dan Emotioanal Bonding dengan Status Gizi, Anak Usia 3-5 Tahun pada Keluarga Miskin di Kota Bogor. [skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Satoto. 1990. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak: Pengamatan Anak Umur 0-18 Bulan di Kecamatan Mlonggo, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah [disertasi]. Ilmu Kedokterran, Universitas Diponegoro, Semarang. Sukarni M. 1994. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Sunarti, E. 2001. Ketahanan Keluarga dan Pengaruhnyan terhadap Kualitas Kehamilan [disetasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. _______. 2004. Mengasuh denga Hati. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Tati. 2004. Pengaruh Tekanan Ekonomi keluarga, Dukungan Sosial, dan Kualitas Perkawinan terhadap Pengasuhan Anak [tesis]. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Yulianis D, Martianto D, Hastuti D. 2008. Analisis Beban Kerja Ibu dan Pengasuhan Anak Usia 3-5 Tahun pada Keluarga Miskin di Kecamatan Bogor Selatan. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen, Vol. 1: 54-62. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Zeitlin, M., H. Ghassemi & M. Mansour. 1990. Positive Deviance in Child Nutrition. The United Nations University.
72
LAMPIRAN
73
Lampiran 1 Peta wilayah Kecamatan Pejawaran (upland area)
Lampiran 2 Peta wilayah Kecamatan Punggelan (lowland area)
74
Lampiran 3 Statistik deskriptif variabel karakteristik keluarga dan anak No n Minimum Maximum Mean 1 Usia Ayah (tahun) 295 21,0 56,0 34,7 2 Usia Ibu (tahun) 300 19,0 58,0 30,0 Lama pendidikan ayah 3 (tahun) 295 0,0 0,0 6,4 Lama pendidikan ibu 4 (ayah) 300 18,0 16,0 6,8 5 Besar keluarga 300 2,0 12,0 4,6 6 Usia balita (bulan) 300 24,0 60,0 41,1 7 Pengeluaran keluarga 300 14681,3 781859,0 87185,8 8 Beban kerja (%) 300 0,0 90,0 38,1 9 Dukungan sosial (%) 300 16,7 100,0 73,0 Alokasi waktu 10 pengasuhan 300 0,0 15,0 3,2
Std.Deviation 7,3 6,8 2,9 2,5 1,4 10,2 79865,1 16,6 15,5 2,5
75
Lampiran 4 Sebaran Jawaban Contoh pada Instrumen Beban Kerja Subyektif No
Kecamatan Pejawaran
Jenis Pekerjaan
Total Punggelan
Tidak Berat
Biasa
Berat
n
%
n
%
n
Tidak Berat
Biasa
Berat
%
n
%
n
%
n
Tidak Berat
Biasa
Berat
%
n
%
n
%
n
%
1
Perawatan Fisik anak
87
58.0
49
32.7
14
9.3
106
70.7
33
22.0
11
7.3
193
64.3
82
27.3
25
8.3
2
Perawatan anak yang sakit
18
12.0
29
19.3
103
68.7
13
8.7
14
9.3
123
82.0
31
10.3
43
14.3
226
75.3
3
Bermain denga anak
93
62.0
45
30.0
12
8.0
112
74.7
27
18.0
11
7.3
205
68.3
72
24.0
23
7.7
4
Membersihkan rumah (menyapu)
49
32.7
86
57.3
15
10.0
47
31.3
87
58.0
16
10.7
96
32.0
173
57.7
31
10.3
5
Mencuci pakaian
40
26.7
68
45.3
42
28.0
31
20.7
85
56.7
34
22.7
71
23.7
153
51.0
76
25.3
6
Memasak makanan
48
32.0
86
57.3
16
10.7
46
30.7
89
59.3
15
10.0
94
31.3
175
58.3
31
10.3
7
Belanja
59
39.3
72
48.0
19
12.7
55
36.7
85
56.7
10
6.7
114
38.0
157
52.3
29
9.7
8
Mencari nafkah
32
21.3
37
24.7
81
54.0
50
33.3
40
26.7
60
40.0
82
27.3
77
25.7
141
47.0
9
Kegiatan PKK/Posyandu
119
79.9
23
15.4
7
4.7
125
83.3
20
13.3
5
3.3
244
81.6
43
14.4
12
4.0
10
Kegiatan gotong royong
95
63.3
44
29.3
11
7.3
110
73.8
25
16.8
14
9.4
206
68.6
69
23.1
25
8.4
76
Lampiran 5 Sebaran Jawaban Contoh pada Instrumen Dukungan Sosial Kecamatan
Total
Pejawaran No
Punggelan
Pernyataan Tidak Setuju
Netral/Biasa
Setuju
Tidak Setuju
Netral/Biasa
Setuju
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
62
41.3
17
11.3
2
orang-orang di masyarakat, dalam keadaan darurat member bantuan Suami jarang mendengarkan permasalahan *)
71
47.3
62
41.3
12
8.0
76
50.7
60
40.8
13
3
lingkungan ini tidak bersahabat *)
26
17.3
9
8.8
74
50.3
35
23.6
8
5.4
105
6.0
115
76.7
32
21.3
9
6.0
109
4
masyarakat disini bukan lingkungan baik untuk tempat menumbuh kembangkan anak-anak *)
47
31.3
14
9.3
89
59.3
39
26.0
13
8.7
5
memberikan masukan atau nasehat kepada kerabat
38
25.3
32
21.3
80
53.3
35
23.3
13
6
bergotong royong/tolong menolong dengan kerabat
5
3.3
20
13.3
125
83.3
6
4.0
7
mendapat dukungan dari teman
16
10.7
23
15.3
111
74.0
23
8
memberi perhatian dengan teman dekat
14
9.3
35
23.3
101
67.3
9
Suami memperlihatkan persaan cinta
11
7.5
12
8.2
124
84.4
10
Suami mendengarkan apa yang ibu bicarakan
10
6.8
17
11.6
120
11
mendapat bantuan keuangan dari orang tua/saudara ketika ibu mendapat kesulitan
61
40.7
13
8.7
12
44
29.3
8
41
27.3
14
mendapat bantuan pengasuhan anak dari saudara/kerabat berbagi musibah atau kesulitan dengan saudara /kerabat ibu mempunyai beberapa teman karib
27
15
Tetangga ibu mau membantu meminjamkan uang
34
1
13
Tidak Setuju
Setuju
%
Netral/Biasa a n %
n
%
124
41.33
29
9.7
147
49.0
70.9
95
32.2
21
7.1
179
60.7
72.7
58
19.3
18
6.0
224
74.7
98
65.3
86
28.7
27
9.0
187
62.3
8.7
102
68.0
73
24.3
45
15.0
182
60.7
21
14.0
123
82.0
11
3.7
41
13.7
248
82.7
15.3
7
4.7
120
80.0
39
13.0
30
10.0
231
77.0
21
14.0
11
7.3
118
78.7
35
11.7
46
15.3
219
73.0
9
6.1
12
8.1
127
85.8
20
6.8
24
8.1
251
85.1
81.6
7
4.7
17
11.5
124
83.8
17
5.8
34
11.5
244
82.7
76
50.7
46
30.7
6
4.0
98
65.3
107
35.7
19
6.3
174
58.0
5.3
98
65.3
37
24.7
4
2.7
108
72.0
81
27.0
12
4.0
207
69.0
20
13.3
89
59.3
46
30.7
13
8.7
91
60.7
87
29.0
33
11.0
180
60.0
18.0
34
22.7
89
59.3
33
22.0
14
9.3
103
68.7
60
20.0
48
16.0
192
64.0
22.7
18
12.0
98
65.3
41
27.3
16
10.7
93
62.0
75
25.0
34
11.3
191
63.7
77
Lampiran 6 No.
Hasil Uji Korelasi Spearman karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan dukungan sosial dengan beban kerja subyektif. Karakteristik Keluarga dan Anak R-coefisien P-value
1.
Besar keluarga
0,048
0,407
2.
Usia ibu
0,108
0,061
3.
Lama sekolah ibu
-0,124*
0,032
4.
Pengeluaran keluarga
- 0,150**
0,009
5.
Usia anak
-0,047
0,419
6.
Dukungan Sosial
-0,249**
0,000
Lampiran 7
No.
Hasil Uji Korelasi Spearman karakteristik keluarga, karakteristik anak, dukungan sosial, dan beban kerja subyektif dengan alokasi waktu pengasuhan. Karakteristik Keluarga R-coefisien P-value
1.
Besar keluarga
-0,097
0,094
2.
Usia ibu
-0,149**
0,010
3.
Lama sekolah ibu
0,167**
0,004
4.
Pengeluaran keluarga
0,065
0,260
5.
Usia anak
-0,171**
0,003
6.
Dukungan sosial
0,047
0,421
7.
Beban kerja subyektif
-0,129*
0,025
78
Lampiran 8 Hasil Uji Korelasi Spearman Besar Keluarga 1 0.272**
Usia ibu
Besar Keluarga Usia ibu 1 Lama sekolah -0.101 -0.147* ibu Usia anak 0.031 0.138* Total 0.241** 0.051 pengeluaran Dukungan -0.003 -0.050 sosial Beban Kerja 0.048 0.108 Alokasi Waktu -0.097 -0.149** Pengasuhan ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Lama sekolah ibu
Usia anak
Total pengeluaran
Dukungan sosial
Beban Kerja
Alokasi Waktu Pengasuhan
1 0.129*
1
0.335**
0.188*
1
0.135*
0.040
0.178**
1
-0.124*
-0.047
-0.150**
-0.249**
1
0.167**
-0.171**
0.065
0.047
-0.129*
1
79
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 24 Juni 1986. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara keluarga Bapak H. Mahpudin dan Ibu Dedoy Wahidah. Pendidikan Taman Kanak-Kanak ditempuh dari tahun 1992 hingga tahun 1993 di TK Ligar PGRI. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) ditempuh pada tahun 1993-1999 di SDN Pogorsari. Tahun 1999 penulis melanjutkan sekolah di MTs Negeri 1 Kawali hingga tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di MAN 2 Ciamis dan lulus pada tahun 2005. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2005 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Mahasiswa IPB. Penulis tercatat sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia pada tahun 2006. Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis aktif dalam berbagai organisasi di kampus, seperti anggota Divisi Keprofesian Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen/HIMAIKO IPB (2007-2008), sekretaris Klub Tumbuh Kembang Anak (2007-2009), serta aktif dalam berbagai macam kepanitiaan, baik yang diselenggarakan oleh HIMAIKO maupun kegiatan kampus lainnya.