BAB II Eksplorasi Isu Bisnis
2.1 Conceptual Framework
Dalam tesis ini, dasar pemikiran awal berawal dari kesulitan yang dialami
oleh para pemilik Usaha Kecil Menegah (UKM) dalam melakukan pemasaran produk‐produk mereka sendiri. Adanya kesulitan pemasaran produk yang dialami oleh UKM ini, telah menyebabkan para UKM ini tidak dapat berkembang dan bersaing secara nasional maupun internasional, karena para UKM ini sulit untuk berkembang maka banyak UKM yang menutup usahanya karena tidak dapat membiayai biaya produksi sehari‐hari, dalam arti UKM tersebut mengalami kerugian terus‐menerus.
Berbicara mengenai kesulitan pemasaran yang dialami oleh para UKM
ini, maka harus dilakukan penyusunan program‐program pemasaran untuk mengatasi masalah tersebut, tapi sebelum dilakukannya penyusunan program pemasaran tersebut, sebuah UKM harus terlebih dahulu mengetahui faktor‐ faktor yang mempengaruhi kesulitan pemasaran produk‐produknya baik internal maupun eksternal, sehingga program pemasaran yang dilakukan dapat tepat sasaran. Pola pemikiran inilah yang mendasari penulisan tesis ini, yaitu bahwa dalam kesulitan pemasaran produk yang dihadapi oleh UKM ini, diperlukan kejelian para pemilik UKM untuk menganalisa dan mengatasi hambatan‐ hambatan internal dan eksternal dalam pemasaran produk di lingkungan UKM. Peta pemikiran konseptual terhadap faktor‐faktor yang menjadi hambatan dalam pemasaran produk UKM yang kemudian dapat digunakan sebagai faktor
10
pendukung dalam penetapan program pemasaran bagi Perusahaan Denmarx dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.1. Skema Peta Pemikiran Konseptual 2.2 Analisis Situasi Bisnis Usaha Kecil Menengah (UKM) Di Amerika Serikat bahwa sebanyak 25 juta bisnis yang ada sekitar 99 persen dapat dianggap sebagai usaha kecil (small business). Usaha kecil yang disebutkan belum ada konsep yang jelas, tetapi umumnya mereka mempunyai pekerja yang sangat sedikit dan biasanya digerakkan dari rumah tangga mereka. Walaupun sangat kecil bisnisnya, tetapi sangat memberikan kontribusi yang signifikan kepada perekonomian Amerika Serikat. Perusahaan kecil di Amerika tersebut dapat menyerap 51 persen tenaga kerja nasional yang terdapat di seluruh negeri Amerika Serikat.
UKM di Indonesia memberikan kontribusi yang sangat signifikan
terutama ketika krisis ekonomi yang dialami Indonesia pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2000. Konsep UKM sendiri sangat berbeda dari suatu negara dengan negara lain. UKM di Indonesia telah mendapat perhatian dan dibina
11
pemerintah dengan membuat portfolio kementrian yaitu Kementerian Koperasi dan UKM. Menurut Deputi Pemasaran dan Jaringan Usaha Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Hasan Djauhari dalam harian Bisnis Indonesia pada 21 Oktober 2005 mengatakan: Pemasaran produk‐produk UKM lokal menghadapi tiga (3) kendala utama, yaitu: 1. Rendahnya orientasi produk, dalam arti masih jarang UKM yang memproduksi barang sesuai permintaan pasar. Produksi sekadar berdasarkan pada ketersediaan bahan baku yang cukup banyak atau karena penguasaan teknologi secara turun‐temurun. 2. Daya saing yang lemah, kemungkinan besar hal ini berkaitan erat dengan strategi pemasaran produk‐produk UKM. 3. Lemahnya sarana pemasaran, hal ini berkaitan erat dengan minimnya infrastrukstrur pemasaran karena seringkali rantai pemasaran produk‐produk UKM menyebabkan terhambatnya jalur distribusi pemasaran UKM. (2005: 1) Jika melihat kendala utama yang dihadapi oleh pemasaran UKM tersebut, maka untuk mengatasi kendala‐kendala tersebut perlu dilakukan: 1. Peningkatan daya saing produk UKM 2. Menciptakan produk‐produk UKM yang sesuai dengan permintaan pasar 3. Membuat infrastruktur pemasaran yang mudah bagi UKM Ketiga hal di atas harus dengan cepat dilakukan oleh para pemilik UKM dibantu oleh pemerintah, karena sebentar lagi Indonesia akan menghadapi pasar global. Dimana dalam pasar global terdapat dunia yang dijuluki dunia tanpa batas (borderless world), sedangkan menurut organisasi perdagangan dunia (World Trade Organization ~ WTO) dalam harian Bisnis Indonesia 21 Oktober 2005: Arus barang dan jasa serta faktor produksi (modal, tenaga kerja, teknologi) harus bebas tanpa hambatan antar negara. (2005: 1) 12
Peningkatan daya saing UKM berhubungan erat dengan kemampuan meningkatkan posisi tawar (bargaining position) sehingga tercapai peningkatan penjualan produk UKM dan memaksimalkan profit. Menurut Halomoan Tamba dalam bukunya Koperasi: Teori dan Praktek mengatakan: Elemen terpenting dalam peningkatan daya saing adalah adanya kompetisi internal UKM sebelum produk yang mereka hasilkan ditawarkan pada masyarakat yang lebih luas. Kompetisi itu dilakukan dalam suatu arena terbuka yang disebut pasar. Dari sudut politik, ruang untuk berkompetisi hanya dijumpai dalam satu masyarakat yang demokratik. Disinilah titik persoalan besar bagi UKM Indonesia. Tuntutan demokratisasi datang bersamaan dengan tuntutan peningkatan daya saing. Hal tersebut berarti bahwa pasar belum terbentuk namun persaingan sudah harus dilaksanakan. (2001:8) Jika melihat kutipan di atas, maka para pemilik UKM harus bersaing dengan para pelaku bisnis dari seluruh penjuru dunia. UKM di Indonesia belum memiliki area atau domain pasar yang relatif dapat dikuasai UKM. Secara individu, para pemilik UKM belum terbiasa dan memang relatif tidak mampu dan tidak berdaya untuk bersaing di arena pasar yang terbuka, fair, dan transparant. Di sisi lain, permodalan, penguasaan teknologi, kebiasaan berkompetisi secara internal, dan kemampuan merubah ancaman menjadi suatu peluang juga masih bagian dari kelemahan UKM kita.
Pada masa depan permasalahan UKM yang lebih menonjol dapat
diperkirakan berasal dari faktor‐faktor eksternal UKM sendiri. Permasalahan yang paling utama adalah karena adanya pasar globalisasi, dimana dengan adanya pasar globalisasi tersebut maka tuntutan pasar terhadap produk UKM menjadi semakin kompleks dalam arti semakin kompetitif dari segi kualitas dan harga, dimana masalah ini tidak akan dapat diselesaikan oleh para pemilik UKM sendiri. Padahal untuk negara Indonesia, begitu besar harapan terhadap UKM untuk menjadi mesin pertumbuhan ekonomi dan alat pemerataan pendapatan
13
masyarakat Indonesia. Untuk mereduksi masalah eksternal tersebut maka peran pemerintah sangat diperlukan oleh para pemilik UKM, terutama dalam hal penetapan kebijakan pemasaran produk UKM agar dapat tercipta suatu kondisi persaingan yang sehat di antara sesama pemilik UKM. Menurut Michael E. Porter, seorang Profesor Harvard Business School dalam bukunya The Competitive Advantages of Nations mengatakan: Kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi keunggulan bersaing nasional secara positif maupun negatif. Kebijakan tersebut akan positif bila mampu menstimulasi dan menciptakan suatu lingkungan di mana perusahaan dapat mengupgrade keunggulan bersaing dalam suatu industri. Adapun caranya adalah dengan memperkenalkan kepada para pemilik usaha kecil teknologi canggih (sophisticated technology) serta penetrasi segmen pasar yang lebih maju. Kebijakan pemerintah tersebut dapat menjadi negatif jika, regulasi yang dikeluarkan pemerintah cenderung berlawanan dengan zaman (unusual or anachronistic) sehingga perusahaan lokal bingung atau mengalihkan usahanya dari pasar internasional. Porter juga berpendapat bahwa keunggulan bersaing berdasarkan sumber daya yang melimpah, tenaga buruh yang murah, dan atau mendevaluasi mata uang biasanya berkaitan dengan produktifitas yang rendah dan itu populer tidak akan bertahan lama. Untuk jangka panjang, keunggulan bersaing hanya diraih melalui produktifitas yang tinggi, teknologi yang lebih maju, membangun investasi dekat dengan pelanggan, dan skala ekonomi yang bertumbuh dari kehadiran pasar global. Untuk itulah maka kebijakan pemerintah harus meletakkan fondasi untuk mengupgrade keunggulan bersaing UKM. Porter menekankan agar dapat sukses dalam bersaing di pasar global maka perusahaan dari suatu negara harus memiliki suatu keunggulan bersaing apakah dalam bentuk biaya rendah (lower cost) atau produk yang berbeda atau unik (differentiated product). Selain kedua bentuk tersebut, agar keunggulan yang dimiliki suatu perusahaan berkelanjutan maka perusahaan harus menyediakan produk yang berkualitas tinggi dan dikelola secara efisien (produktifitas UKM harus terus ditingkatkan). (1990: 45‐46)
14
Dari teori yang dikatakan oleh Porter di atas maka dapat diperoleh suatu strategi yang tepat sasaran bagi peningkatan pemasaran produk‐produk UKM. Strategi tersebut merupakan suatu strategi generik yang dipilih berdasarkan kondisi UKM sebagai para pelaku bisnis di Indonesia. Keunggulan bersaing yang dimiliki UKM harus ditempatkan dalam lingkungan yang tepat. Menurut Michael E. Porter dalam bukunya Competitive Advantages of Nations mengatakan: Kombinasi keunggulan bersaing (competitive advantage) dan lingkungan bersaing (competitive scope) inilah yang disebut strategi generik. (1990: 54)
Adapun strategi generik yang dimaksudkan oleh Michael E. Porter adalah sebagai berikut: KEUNGGULAN BERSAING
JANGKAUAN BERSAING
BROAD TARGET
LOWER COST Cost Leadership
DIFFERENTIATION Differentiation
Focused NARROW Cost Focus Differentiation TARGET Gambar 2.2 Strategi Generik Sumber : Porter, ME (1990) (The Competitive Advantage of Nations 1990: 60) Jika melihat strategi generik pada Gambar 2.2 maka para pemilik UKM memiliki alternatif pilihan, keunggulan bersaing yang mana yang harus dikembangkan agar dapat bersaing di pasar global dalam jangka waktu yang lama. Menemukan dan memiliki suatu keunggulan bersaing bagi tiap‐tiap pemilik UKM tidaklah mudah, membutuhkan waktu, keuletan, dan kesabaran dari tiap pemilik UKM. Setiap sektor ekonomi maupun industri serta letak geografis suatu negara memiliki keunggulan yang berbeda, sehingga strategi generik yang
15
digunakan juga akan berbeda. Penerapan strategi generik contohnya adalah, untuk produk hasil bumi di Indonesia yang kaya hasil bumi sebaiknya menerapkan strategi cost leadership, tapi untuk negara Jepang sebaiknya menggunakan strategi differentiation karena ketebatasan sumber daya alam. Adapun contoh lainnya, produk kerajinan tangan sebaiknya menggunakan strategi focused differentiation, karena semakin unik suatu produk maka semakin tinggi nilai produk tersebut secara materi. Jika melihat penjelasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi industri UKM di Indonesia pada saat ini menghadapi persaingan yang sangat berat dan kompleks karena harus bersaing dengan perusahaan dari negara lain (pasar global). Supaya masalah tersebut dapat diatasi maka para pemilik UKM di Indonesia selain harus memiliki program pemasaran yang efektif, harus memiliki suatu keunggulan atau daya saing yang dapat bertahan dalam jangka waktu lama. 2.3 Akar Masalah Negara Indonesia yang penduduknya sebagian besar beragama Islam, memiliki 2 “musim penjualan” dalam 1 tahun, yaitu “musim sepi” dan “musim ramai”. “Musim sepi” terjadi dalam rentang waktu sesudah hari raya Lebaran sampai sebelum bulan Puasa tahun berikutnya, sedangkan “musim ramai” terjadi dalam rentang waktu bulan Puasa sampai pada hari raya Lebaran. Semua bisnis di Indonesia mengalami 2 “musim penjualan” tersebut. Perusahaan Denmarx, seperti yang sudah diketahui, berdiri sejak tahun 1975 dan mulai dipegang oleh Bapak Deny Kristianto pada tahun 1990. Penjualan kemeja Perusahaan Denmarx mulai tahun 1980 meningkat baik secara volume maupun omzet, dimana mulai tahun 1980 setiap bulan (musim sepi) bisa menjual 150–200 lusin kemeja dan pada bulan Puasa dan Lebaran (musim ramai) 16
bisa menjual 200‐300 lusin kemeja, trend ini berlanjut terus sampai pada saat dipegang oleh Bapak Deny Kristianto. Penurunan volume dan omzet perusahaan mulai terjadi setelah Indonesia mengalami krisis moneter pada tahun 1998. Pada tahun tersebut penjualan kemeja mulai menurun setiap bulan pada “musim sepi” hanya menjual 30‐50 lusin kemeja dan pada “musim ramai” menjual 100‐ 150 lusin kemeja. Jadi secara umum, pencapaian penjualan Perusahaan Denmarx sejak krisis moneter pada tahun 1998 mengalami penurunan sebesar ± 50% baik pada “musim sepi” maupun pada “musim ramai”. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan pemilik Perusahaan Denmarx, faktor kesulitan pemasaran menjadi faktor utama beratnya Perusahaan Denmarx mencapai penjualan seperti pada tahun sebelum 1998. Dalam perjalanannya, toko‐toko langganan Perusahaan Denmarx baik di Bandung maupun di luar kota seperti Subang, Sumedang, Tasikmalaya, dan lain‐lain, yang sebelumnya selalu membeli produk kemeja Denmarx dalam jumlah yang banyak (50 lusin‐100 lusin per toko dalam 1 bulan) menjadi hanya mengambil 30‐40 lusin dalam 1 bulan. Hal ini terjadi karena adanya perusahaan konfeksi garment lain banyak yang melakukan penjualan dengan sistem “titip jual”. Sistem tersebut berarti pembayaran dilakukan hanya terhadap produk kemeja yang laris, sedangkan untuk produk kemeja yang tidak laris akan dikembalikan ke produsen. Perusahaan Denmarx tidak melakukan sistem tersebut tapi melakukan sistem penjualan “putus”. Sistem ini berarti semua produk kemeja yang dibeli oleh toko langganan harus dibayar terlebih dahulu (dengan term of payment 30 hari‐60 hari), sehingga jika ada produk yang tidak laris tidak boleh dikembalikan. Dengan adanya kompetitor yang seperti itu mengakibatkan penjualan Perusahaan Denmarx menjadi turun karena market share‐nya terbagi dengan kompetitor.
17
Sejak awal tahun 2002 pemilik perusahaan melakukan suatu kebijakan
marketing agar dapat menaikkan penjualan Perusahaan Denmarx, yaitu dengan melakukan perubahan sangat mendasar pada pricing strategy produk‐produk kemejanya di toko‐toko langganan baik di Bandung maupun di kota‐kota lain di Jawa Barat yang menerima produk dari kompetitor dengan sistem “titip jual”. Pricing strategy yang dilakukan adalah memberikan diskon harga langsung sebesar 3% terhadap produk kemeja Denmarx yang dibeli oleh para toko langganan (term of payment 30 hari–60 hari) dan juga memberikan diskon sebesar 4%‐5% terhadap toko langganan yang langsung membayar cash (term of payment 2 hari‐30 hari), sehingga para toko tersebut akan mendapatkan profit margin yang lebih besar dibandingkan dengan menjual produk‐produk kemeja kompetitor.
Hal ini merupakan suatu langkah yang sangat berani karena akan
mengakibatkan penurunan margin yang tidak sedikit. Berdasarkan wawancara dengan pemilik perusahaan tentang sales dan profit margin, sejak awal tahun 2002 sampai tahun 2006 , terjadi penurunan margin tiap tahun sekitar 4%‐5%, akibat diadakannya pricing strategy ini, sementara sales hanya meningkat sebesar 15%‐ 20%. Kondisi ini mau tidak mau harus dilakukan dan diterima oleh pemilik perusahaan jika ingin tetap survive di bisnis garment kemeja ini, karena menurut pemilik perusahaan perusahaan konfeksi kemeja yang tidak mau melakukan hal tersebut banyak yang ”gulung tikar” karena tidak dapat bersaing dengan kompetitor.
Jika melihat uraian di atas pemilik perusahaan sudah melakukan program
pemasaran yang cukup tepat yaitu dengan memberikan diskon langsung kepada para toko langganan. Selain dengan pricing strategy pemilik perusahaan juga mempererat customer relation. Customer relation ini dilakukan dengan, jika pemilik perusahaan melakukan kunjungan ke toko langganan pemilik perusahaan selalu membawa oleh‐oleh berupa kue‐kue dan buah‐ buahan. Selain itu jika pemilik 18
toko langganan ada yang berulang tahun ataupun merayakan hari raya pemilik perusahaan selalu memberikan ucapan selamat. Selain ucapan selamat pemilik perusahaan juga memberikan bingkisan makanan kaleng (paket‐ paket makanan). Akan tetapi kondisi persaingan yang sangat ketat benar‐benar membuat pemilik Perusahaan Denmarx harus lebih dalam lagi memahami strategi pemasarannya sehingga program pemasaran tersebut betul‐betul dapat mengena pada target dan segmen pasar yang dituju. Apalagi dalam bisnis garment ini semakin banyak kompetitor baru yang bergerak di usaha yang sama. Selain itu yang paling utama saat ini adalah datangnya produk‐produk garment dari negara Cina yang menawarkan barang dengan harga yang murah. Dengan adanya produk Cina tersebut konsumen dapat dengan mudah berpindah dari suatu merek produk kemeja ke merek lain yang menawarkan harga yang lebih murah. Jika Perusahaan Denmarx ingin berhasil dalam bisnis konfeksi kemeja muslim ini maka pemilik perusahaan harus jeli memilih program pemasaran yang sesuai dengan kondisi pasar yang ada pada saat ini.
Dalam tesis ini, strategi pemasaran produk kemeja muslim dan kemeja
resmi Perusahaan Denmarx adalah akar permasalahan yang harus dipecahkan. Jika masalah tersebut dapat dipecahkan diharapkan dapat membantu Perusahaan Denmarx untuk meningkatkan penjualan dari segi omzet dan profit margin. Diharapkan untuk ke depannya strategi pemasaran tersebut membuat Perusahaan Denmarx dapat berkembang menjadi perusahaan garment yang lebih besar.
19