E-Jurnal Sariputra, Oktober 2015 Vol. 2(3) FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RESPON CEMAS PADA IBU HAMIL DI POLIKLINIK KEBIDANAN RSAL BITUNG FACTORSRELATED TORESPONDANXIOUSPREGNANT WOMENINMIDWIFERYRSALPOLYCLINICBITUNG Rooije R. H. Rumende,Tinekke Tandipajung, Meilia Bukasiang Mahasiswa Jurusan Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sariputra Indonesia Tomohon Dosen Fakultas Keperawatan Universitas Sariputra Indonesia Tomohon ABSTRAK Perasaan cemas seringkali menyertai kehamilan terutama pada seorang ibu yang labil jiwanya. Kecemasan ini .mencapai klimaksnya nanti pada saat persalinan. Jika dilihat dari pengalaman melahirkan ada dua golongan ibu yang diliputi rasa takut dan cemas menghadapi persalinan. Golongan pertama adalah perempuan yang sudah pernah melahirkan namun mempunyai pengalaman yang tidak menyenangkan pada kehamilan dan golongan yang kedua ibu hamil pertama kali dan belum pernah melahirkan. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan pada ibu hamil. Dalam penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan respon cemas pada ibu hamil diPoliklinik Kebidanan RSAL Bitung. Desain penelitian menggunakan desain Cross Sectional dengan Sampel 50 orang berdasarkan kriteria inklusi. Variable independen yaitu umur, paritas, dan dukungan suami sedangkan variable dependen yaitu respon cemas. Data yang didapat melalui kuesioner yang dibagikan. Data dianalisis dengan menggunakan uji correlations spearman-rho dengan nilai kemaknaan p<0,05. Hasil penelitian ini menggunakan uji correlations spearman-rho menunjukan signifikansi dari hubungan umur dengan respon cemas adalah (p) = 0,000 koefisien korelasi (r) = 0,518 menunjukan tingkat hubungan yang sedang antara variable bebas dan terikat, sedangkan paritas dengan respon cemas adalah (p) = 0,049 koefisien korelasi (r) = 0,280 menunjukan tingkat hubungan yang rendah antara variable bebas dan terikat dan dukungan suami dengan respon cemas adalah (p) = 0,000 koefisien korelasi (r) = 0,491 antara variable bebas dan terikat. Kesimpulan bahwa ada hubungan umur, paritas dan dukungan suami dengan kecemasan diPoliklinik Kebidanan RSAL Bitung. Perlu ditingkatkan peran dan dukungan dari petugas kesehatan dengan meningkatkan jasa konsultasi yang berguna bagi ibu hamil untuk dapat mengatasi kecemasan dalam menghadapi persalinan, diharapakan penelitian ini dapat dikembangkan pd pnelitian selanjutnya yg lebih spesifik dgn memperbaiki kelemahan-kelemahan. Kata Kunci : Umur, Paritas, Dukungan Suami, Cemas, Ibu Hamil. ABSTRACT Anxiety often accompanies pregnancy, especially in an unstable mother soul. This anxiety .mencapai climax later at the time of delivery. When viewed from experience there are two classes of mothers giving birth are overcome with fear and anxiety to face delivery. The firstclass of women whohad given birth but hadunpleasant experiencesin pregnancyand the second group of pregnant women firs tand have nevergiven birth. Several studies have shown that there are several factors that influenceanxietyin pregnant women. Inthis studyaims todetermine the factor as associated with anxiety responsesin pregnant women Poliklinik Midwifery RSAL Bitung. Design resear chusing cross sectional design with asampleof 50people based onthe inclusion criteria. The independent variableswere age, parity, and thehusband support while the dependent variable is anxious response. Data were obtainedthrough questionnaires distributed. Data were analyzed using the Spearman-rho correlations test with asignificance value of p<0.05. The results ofthis study using the Spearman-rho correlations test indicatesthe significan ceof the relationship of age with anxiety responseis(p) =0.000 correlation coefficient(r) =0.518 indicates the level of the relation ship between independent and dependent variables, where as parity with anxiety responseis(p) =0.049 correlation coefficient(r) =0.280 showeda low level of correlation between the independent and dependent variables and husband support the anxious responseis(p) =0.000 correlation coefficient(r) =0.491 between independent and dependent variables. Conclusion that there is acorrelation between age, parity and husband support with anxiety Poliklinik Midwifery RSAL Bitung. Needs to be increasedroleand support of health workers to improveconsulting services that are use fulfor pregnant women to be able to cope with anxiety in the face of labor, this studyis expected to be developpedin the next pnelitian more specific with fixing weaknesses. Keywords: Age, Parity, SupportHusband, Anxiety,Pregnancy
1
E-Jurnal Sariputra, Oktober 2015 Vol. 2(3) PENDAHULUAN Kehamilan merupakan suatu krisis dan dapat menjadikan suatu ketidakseimbangan terlebih lagi apabila kehamilan merupakan suatu hal yang baru dialami wanita pertama kali. MenurutKuswandi,semua orang selalu mengatakan bahwa melahirkan itu sakit sekali, oleh karena itu muncul ketakutan-ketakutan pada ibu yang baru pertama hamil dan belum memiliki pengalaman bersalin. Jika dilihat dari pengalaman melahirkan, ada dua golongan ibu yang diliputi rasa takut dan cemas menghadapi persalinan. Golongan pertama adalah perempuan yang sudah pernah melahirkan, namun mempunyai pengalaman yang tidak menyenangkan pada kehamilan dan persalinan sebelumnya. Golongan kedua adalah ibu hamil pertama kali dan belum pernah mempunyai pengalaman melahirkan sebelumnya, tetapi banyak mendengar tentang cerita-cerita dan pengalaman-pengalaman yang menakutkan dari orang lain tentang proses persalinan (Arifin, Laili, 2007). Kecemasan menjelang persalinan umum dialami oleh ibu (hasuki 2005). Kecemasan adalah kebingungan kekhawtiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Sulistiawti, dkk 2005). Di Indonesia Tingginya kecemasan yang dialami oleh ibu bersalin dengan rata-rata tiap harinya mencapai 10.000 persalinan per hari di Indonesia pada tahun 2012 (http://www.ejurnal.com/2013/10/analisis-faktor-faktoryang_3525.html). Berdasarkan penelitian dari Estri Kusumawati dari beberapa Rumah bersalin Surabaya tahun 2011 lebih dari 50% ibu bersalin mengalami kecemasan dengan hasil penelitian pada ibu primigravida mengalami kecemasan sedang sebesar 67,8% dan pada Multigravida dengan kecemasan ringan 88,3%. Beberapa kasus kecemasan sebesar 10%-32% merupakan suatu perhatian
terhadap proses fisiologis. (http://enyretnaambarwati.blogspot.com/2012). Berdasarkan kunjungan ibu hamil yang mengalami rasa takut, primipara 40 orang, multipara 10 dan grandmultipara 8 orang di Poliklinik Kebidanan Rumah Sakit Angkatan laut pada 3 bulan terakhir (januari, februari, maret 2015) berjumlah 58 orang. Data hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi, yaitu 359 per 100.000 kelahiran hidup. Jika dihitung berdasarkan angka tersebut, maka ada 16.155 orang ibu yang meninggal akibat kehamilan, persalinan dan nifas pada tahun 2012(http://www.depkes.go.id/article/senyumkeluarga), dibutuhkan peran serta dan perhatian keluarga dalam hal ini suami terhadap istri yang sedang hamil. Kehamilan bisa menambah intensitas kebahagian jika terdapat hubungan yang baik antara suami istri, sebaliknya kehamilan juga bisa memperberat beban jika diantara suami istri sudah terdapat konflik-konflik atau suami tidak dapat berperan dengan baik dari segi spiritual dan ekonomi keluarga (Gadieux dan Mochtar, 1999). Bukti di atas menunjukan akan pentingnya suatu pendekatan yang efektif, bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, serta didukung oleh data yang akurat untuk mengatasi masalah kematian ibu dan bayi baru lahir (Depkes, 2004). Pendekatan ini anatara lain dengan melakukan penelitian mengenai hubungan kecemasan pada ibu yang dalam proses persalinan. Latar belakang tersebut diatas, yang menjadi motivasi bagi peneliti untuk melakukan penelitian mengenai: “Faktorfaktor yang berhubungan dengan respon cemas pada ibu hamil menjelang persalinan di Poliklinik Kebidanan RSAL Bitung”.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Kebidanan RSAL Bitung pada bulan januari, februari, maret 2015 dengan menggunakan desain Cross Sectional. Populasi pada penelitian seluruh ibu hamil yang melakukan pemeriksakan, sampel 50 orang dengan kriteria inklusi meliputi ibu hamil trimester III, kehamilan normal, sedangkan kriteria ekslusi meliputi tidak bersedia menjadi responden penelitian, tidak ada ditempat saat pengembalian data,
menderita penyakit/ kompikasi lain yang tidak berhubungan dengan kehamilan. Pada penelitian ini terdapat variable indenpenden (variable bebas) yaitu umur, paritas, dan dukungan suami dan variable dependen (variable terikat) yaitu respon cemas. Instrukmen pada penelitian ini menggunakan kuisioner, dengan teknik analisa data dilakukan uji statistic dengan uji sperman rho.
2
E-Jurnal Sariputra, Oktober 2015 Vol. 2(3) HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Univariat 1. Karakteristik responden berdasarkan Umur.
Gambar 1 Diagram Karakteristik Responden Berdasarkan Umur di Poliklinik Kebidanan RSAL Bitung Berdasarkan Gambar 1menunjukkan bahwa dari 50 responden dalam penelitian ini sebagian besar responden berumur 21-30tahun yaitu
sebanyak 22 responden (44%), ≤20 tahun sebanyak 15 responden (30%), dan ≥ 31 tahun sebanyak 13 responden (26%).
2. Karakteristik responden berdasarkan paritas
0 22%
Paritas 26%
primigravida multigravida grandemulti
52%
Gambar 2 Diagram Karakteristik Responden Berdasarkan Paritas di Poliklinik Kebidanan RSAL Bitung multigravida sebanyak 26 responden (52%) dan grandemultigravida sebanyak 11 responden (22%)
Berdasarkan Gambar 2 menunjukkan bahwa dari 50 responden dalam penelitian ini, responden dengan jumlah persalinan primigravidasebanyak 13 responden (26%),
3. Karakteristik responden berdasarkan Dukungan Suami
Dukungan Suami 24%
40%
Baik cukup
36%
kurang
Gambar 3 Diagram Karakteristik Responden Berdasarkan Dukungan Suamidi Poliklinik Kebidanan RSAL Bitung. Berdasarkan Gambar 3 menunjukkan bahwa dari 50 responden dalam penelitian ini, responden dengan dukungan suami baik 20
responden (40%), cukup 18 responden (36%), dan dukungan suami kurang 12 responden (24%).
3
E-Jurnal Sariputra, Oktober 2015 Vol. 2(3)
4. Karakteristik responden berdasarkan Kecemasan
Kecemasan
0
32%
36%
Ringan Sedang
32%
Berat
Gambar 4 Diagram Karakteristik Responden Berdasarkan Kecemasandi Poliklinik Kebidanan RSAL Bitung Berdasarkan Gambar 4 menunjukkan bahwa dari 50 responden dalam penelitian ini, responden dengan kecemasan berat 18
responden (36%), kecemasan sedang 16 responden (32%), dan kecemasan ringan 16 responden (32%).
Analisa Bivariat Umur dengan Respon Cemas pada ibu hamil di Poliklinik Kebidanan RSAL Bitung Tabel 1 faktor- factor yang berhubungan dengan respon cemas pada ibu hamil di Poliklinik Kebidanan RSAL Bitung Umur Dengan Respon Cemas
ResponCemas Ringan Jumlah %
Umur
Total
Sedang Jumlah
%
Total Berat
Jumlah
% Jumlah %
≤20 Thn
11
22
1
2
3
6
15
30
21-30 Thn
5
10
10
20
7
14
22
44
≥31 Thn
0
0
5
10
8
16
13
26
16
32
16 32 18 36 50 100 Koefisien Korelasi Spearmen Rho (r) = 0,518 Signifikansi(p) = 0,000
koefesien korelasi (r) =0,518 menunjukan tingkat hubungan yang sedang antara variable bebas dan terikat. Dengan menggunakan uji statistic Correlations Spearman rho menunjukan signifikansi dari hubungan kedua variable tersebut adalah (p) = 0,000. Sedangkan nilai signifikan yang menunjukan nilai tersebut <0,05 dengan demikian H1 diterima dan H0 ditolak atau terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan respon cemas di Poliklinik Kebidanan RSAL Bitung.
Berdasarkan tabel tabulasi silang hubungan umur dengan respon cemas pada ibu hamil di Poliklinik Kebidanan RSAL Bitung maret 2015 dengan jumlah responden 50 orang menunjukan paling besar presentasinya adalah umur dengan respon cemas pada tingkat sedang dan responden paling besar yang berumur 21-30 tahun yaitu 22 orang atau 44%, ≤20 tahun yaitu 15 orang atau 30 %, ≥ 31 tahun yaitu 13 orang atau 26%. Dari hasil analisa hubungan kedua variable diatas dengan
4
E-Jurnal Sariputra, Oktober 2015 Vol. 2(3) Paritas dengan Respon Cemas pada ibu hamil di Poliklinik Kebidanan RSAL Bitung Table 2 faktor- factor yang berhubungan dengan respon cemas pada ibu hamil di Poliklinik Kebidanan RSAL Bitung. Paritas Dengan Respon Cemas
Paritas
Total
16
ResponCemas
Total
Ringan Sedang Berat Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % primi gravi da Multi gravi da grand emult igravi da 32
5
10
4
8
4
8
13
26
10
20
10
20
6
12
26
52
1
2
2
4
8
16
11
22
16
32
18 36 50 100 Koefisien Korelasi Spearmen Rho (r) = 0,280 Signifikansi(p) = 0,049
Berdasarkan tabel tabulasi silang hubungan paritas dengan respon cemas pada ibu hamil di Poliklinik Kebidanan RSAL Bitung maret 2015. Hubungan Paritas dengan respon cemas pada tingkat rendah. Responden paling besar persentasi pada ibu multigravida 26 orang (52%), ibu primigravida 13 orang (26%), ibu grandemultigravida 11 orang (22%). Dari hasil analisa hubungan kedua variable diatas dengan koefesien korelasi (r) =0,280 menunjukan tingkat hubungan yang paling
rendah antara variable bebas dan terikat. Dengan menggunakan uji statistic Correlations Spearman rho menunjukan signifikansi dari hubungan kedua variable tersebut adalah (p) = 0,049 Sedangkan nilai signifikan yang menunjukan nilai tersebut <0,05 dengan demikian H1 diterima dan H0 ditolak atau terdapat hubungan yang bermakna antara paritas dengan respon cemas di Poliklinik Kebidanan RSAL Bitung.
Dukungan Suami dengan Respon Cemas pada ibu hamil di Poliklinik Kebidanan RSAL Bitung Table 2 faktor- factor yang berhubungan dengan respon cemas pada ibu hamil di Poliklinik Kebidanan RSAL Bitung. Dukungan suami Dengan Respon Cemas
ResponCemas Ringan Jumlah %
Dukungan Suami
Total
Sedang
Total Berat
Jumlah
%
Jumlah
% Jumlah
%
4
8
13
26
20
40
Bai k Cuk up
3
6
6
12
8
16
4
8
18
36
Kur ang 16
7
14
4
8
1
2
12
24
32
16
32 18 36 50 100 Koefisien Korelasi Spearmen Rho (r) = 0,491
Signifikansi(p) = 0,000
menggunakan uji statistic Correlations Spearman rho menunjukan signifikansi dari hubungan kedua variable tersebut adalah (p) = 0,000 Sedangkan nilai signifikan yang menunjukan nilai tersebut <0,05 dengan demikian H1 diterima dan H0 ditolak atau terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan suami dengan respon cemas di Poliklinik Kebidanan RSAL Bitung.
Berdasarkan tabel tabulasi silang hubungan dukungan suami dengan respon cemas pada ibu hamil di Poliklinik Kebidanan RSAL Bitung maret 2015. Hubungan Dukungan suami dengan tingkat kecemasan baik 20 oang (40%), cukup 18 orang (36%), kurang 12 orang (24%). Dari hasil analisa hubungan kedua variable diatas dengan koefesien korelasi (r) =0,491 menunjukan tingkat hubungan yang sedang antara variable bebas dan terikat. Dengan
5
E-Jurnal Sariputra, Oktober 2015 Vol. 2(3) PEMBAHASAN 1. Hubungan Umur Dengan Respon Cemas Pada Ibu Hamil Di Poliklinik Kebidanan RSAL Bitung. koefesien korelasi (r) =0,518 menunjukan tingkat hubungan yang sedang antara variable bebas dan terikat. Dengan menggunakan uji statistic Correlations Spearman rho menunjukan signifikansi dari hubungan kedua variable tersebut adalah (p) = 0,000. Sedangkan nilai signifikan yang menunjukan nilai tersebut <0,05 dengan demikian H1 diterima dan H0 ditolak atau terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan respon cemas di Poliklinik Kebidanan RSAL Bitung. tahun sebanyak 13 responden (26%). Kehamilan di usia kurang dari 20 tahun bisa menimbulkan masalah karena kondisi fisik belum 100 persen siap. Kehamilan dan persalinan diusia tersebut meningkatkan angka kematian ibu dan janin 4-6 kali lipat dibanding wanita yang hamil dan bersalin di usia 20-30 tahun. Beberapa resiko yang bisa terjadi pada kehamilan kurang dari 20 tahun adalah kecenderungan naiknya tekanan darah dan pertumbuhan janin terhambat. Bisa jadi secara mental pun si wanita belum siap, hal ini dapat memicu terjadinya kecemasan ibu hamil menjelang persalinan. Berbeda dengan wanita usia 20-30 tahun yang dianggap ideal untuk menjalani kehamilan dan persalinan. Direntang usia ini kondisi fissik wanita dalam keadaan prima. Rahim sudah mampu memberi perlindungan atau kondisi yang maksimal untuk kehamilan. Umumnya secara mental pun siap. Yang berdampak pada perilaku merawat dan menjaga kehamilannya secara hati-hati dan secara psikologis telah siap menghadapi persalinan. Sedangkan usia 30-35 tahun sebenarnya merupakan masa transisi kehamilan, pada usia ini masi bisa diterima asal kondisi tubuh dan kesehatan ibu dalam keadaan baik. Sedangkan usia 35 sebagian wanita digolongkan pada kehamilan beresiko tinggi. Dikurun usia ini angka kematian ibu melahirkan dan bayi meningkat sehingga hal ini dapat meningkatkan kecemasan (Damayanti, 2012). Kekhawatiran yang dialami oleh wanita yang lebih tua (lebih dari 35 tahun) pada umumnya sama dengan apa yang dialami oleh wanita yang lebih muda (kurang dari 20 tahun). Dari pengalaman bahwa ada kecenderungan yang agak lebih besar pada diri wanita yang lebih tua untuk merasa cemas tentang kesejahteraan serta kenormalan bayinya dari pada wanita yang lebih muda. Hal ini
Berdasarkan tabel tabulasi silang hubungan umur dengan respon cemas pada ibu hamil di Poliklinik Kebidanan RSAL Bitung maret 2015 dengan jumlah responden 50 orang menunjukan paling besar presentasinya adalah umur dengan respon cemas pada tingkat sedang dan responden paling besar yang berumur 21-30 tahun yaitu 22 orang atau 44%, ≤20 tahun yaitu 15 orang atau 30 %, ≥ 31 tahun yaitu 13 orang atau 26%. Dari hasil analisa hubungan kedua variable diatas dengan Asumsi peneliti dari hasil penelitian ini bahwa Seiring dengan bertambanhnya usia kehamilan, baik kondisi fisik maupun emosional ibu akan berubah, dan hal ini akan terus berlanjut sampai ke masa persalinan. Untuk usia yang dianggap paling aman menjalani kehamilan dan persalinan adalah 20 hingga 30 tahun. Tapi mengingat kemajuan teknologi saat ini, sampai usia 35 tahun masih bolehah untuk hamil. Hasil penelitian terdahulu yang dilaksanakan di Poli Klinik Kebidanan dan Kandungan RSUP Fatmawati, mengenai Hubungan karakteristik ibu hamil trimester III dengan kecemasan dalam menghadapi persalinan, menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki umur tidak resiko tinggi (2035 tahun) yakni sebanyak 38 orang (76%).Beberapa penelitian juga di Wilayah Kerja Pusat Kesehatan Masyarakat Tomia Induk Kabupaten Wakatobi Tahun 2014 mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan Tingkat Kecemasan Ibu Hamil dalam Menghadapi proses Persalinan, menunjukkan bahwa dari 34 responden banyak kelompok umur beresikorendahyaitu 24 orang (70.6%) sedangkan yang sedikit pada kelompok umur beresikotinggiyaitu10orang (29.4%). Hasil penelitian salah satunya di puskesmas koya kecamatan tondano selatan kabupaten minahasa mengenai factor- factor yang berhubungan dengan respon cemas pada ibu primigravida, karakteristik responden berdasarkan umur dengan 35 reponden menunjukan umur ≤ 20 tahun berjumlah 7 responden (20%), 21-30 tahun berjumlah 23 reponden (66%), ≥ 31 Tahun berjumlah 5 responden (14%). Berdasarkan Gambar 1menunjukkan bahwa dari 50 responden dalam penelitian ini sebagian besar responden berumur 21-30tahun yaitu sebanyak 22 responden (44%), ≤ 20 tahun sebanyak 15 responden (30%), dan ≥ 31
6
E-Jurnal Sariputra, Oktober 2015 Vol. 2(3) dikarenakan wanita yang lebih tua memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk ditimpa problem dalam hidupnya. Rasa takut dan khawatir bahwa sesuatu yang buruk terjadi atas bayinya mengatasi semua kekhawatiran yang lain untuk sementara atau bahkan menekannya (Lidyana, 2004). Menurut Tobing (2007) kehamilan di umur kurang dari 20 tahun bisa menimbulkan masalah, karena kondisi fisik belum 100 % siap. Untuk umur yang dianggap paling aman menjalani kehamilan dan persalinan adalah
20-35 tahun. Di rentang usia ini kondisi fisik wanita dalam keadaan prima. Sedangkan setelah umur 35 tahun, sebagian wanita digolongkan pada kehamilan beresiko tinggi terhadap kelainan bawaan dan adanya penyulit pada waktu persalinan. Di kurun umur ini, angka kematian ibu melahirkan dan bayi meningkat, sehingga akan meningkatkan kecemasan (Astria, 2009). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan yang menyatakan ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kecemasan ibu hamil.
2. Hubungan Paritas Dengan Respon Cemas Di Poliklinik Kebidanan RSAL Bitung Berdasarkan tabel tabulasi silang hubungan paritas dengan respon cemas pada ibu hamil di Poliklinik Kebidanan RSAL Bitung maret 2015. Hubungan Paritas dengan respon cemas pada tingkat rendah. Respon paling besar pada ibu multigravida 26 orang (52%), ibu primigravida 13 orang (26%), ibu grandemultigravida 11 orang (22%). Dari hasil analisa hubungan kedua variable diatas dengan koefesien korelasi (r) =0,280 menunjukan tingkat hubungan yang paling rendah antara variable bebas dan terikat. Dengan menggunakan uji statistic Correlations Spearman rho menunjukan signifikansi dari hubungan kedua variable tersebut adalah (p) = 0,049 Sedangkan nilai signifikan yang menunjukan nilai tersebut <0,05 dengan demikian H1 diterima dan H0 ditolak atau terdapat hubungan yang bermakna antara paritas dengan respon cemas di Poliklinik Kebidanan RSAL Bitung. Asumsi peneliti bahwa Ibu yang terlalu sering melahirkan mempunyai resiko bagi kesehatannya dan juga bagi kesehatan anaknya. Persalinan kedua dan ketiga Persalinan kedua dan ketiga merupakan keadaan yang relatif aman untuk melahirkan pada masa reproduktif , karena pada masa persalinan tersebut keadaan potologis dimana didinding uterus belum banyak mengalami parubahan, sedangkan pada persalinan lebih dari empat kali padat menyebabkan risiko, yaitu kerusakan pada pembuluh darah hal ini tentu saja dapat memicu terjadinya kecemasan bagi ibu hamil menjelang persalinan. Menurut Wiknojosastro (2006) bahwa paritas > 3 menyebabkan kehamilan resiko tinggi karena mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematin maternal sehingga hal tersebut dapat meningkatkan kecemasan ibu hamil yang menjelang persilanan. Wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih biasanya
merupakan keadaan yang relatif aman untuk melahirkan pada masa reproduktif. Hasil penelitian yang terdahulu di Wilayah Kerja Pusat Kesehatan Masyarakat Tomia Induk Kabupaten Wakatobi Tahun 2014 mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan Tingkat Kecemasan Ibu Hamil dalam Menghadapi proses Persalinan menunjukkan bahwa dari 34 responden banyak kelompok paritasberesiko rendahyaitu 20 orang (58.8%) sedangkan yang sedikit pada kelompok paritasberesiko tinggiyaitu 14 orang (41.2%). Di Wilayah Kerja Puskesmas Tuminting Manado.Hubungan Paritas Dengan Tingkat Kecemasan Ibu Hamil menunjukan bahwa sebagian besar responden merupakan primigravida yakni sebanyak 27 orang (54%), multigravida sebanyak 23 orang (46%). Berdasarkan Gambar 2 menunjukkan bahwa dari 50 responden dalam penelitian ini, responden dengan jumlah persalinan primipara sebanyak 13 responden (26%), multipara sebanyak 26 responden (52%) dan grandemultipara sebanyak 11 responden (22%). mengalami penyulit dalam kehamilan dan persalinan. Seorang ibu dengan anak paritas lebih dari 5 biasanya memiliki kondisi fisik yang sudah tidak prima lagi apalagi jarak antara melahirkan satu dengan berikutnya kurang dari 2 tahun (Winkjosastro, 2006). Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai resiko kesehatan ibu dan dan anak meningkat pada persalinan pertama, keempat dan seterusnya. Kehamilan dan persalinan pertama meningkatkan resiko kesehatan yang timbul karena ibu belum pernah mengalami kehamilan sebelumnya, selain itu jalan lahir baru akan dicoba dilalui janin. Sebaliknya bila terlalu sering melahirkan rahim akan menjadi semakin melemah karena jaringan parut uterus akibat
7
E-Jurnal Sariputra, Oktober 2015 Vol. 2(3) kehamilan yang berulang. Jaringan parut ini yang menyebabkan tidak adekuatnya persediaan darah keplasenta sehingga plasenta tidak mendapat aliran darah yang cukup untuk menyalurkan nutrisi kejanin, akibatnya pertumbuhan janin yang terganggu (Depkes RI, 2007). Penggolongan paritas bagi ibu yang masih hamil atau pernah hamil yaitu primigravida adalah wanita hamil untuk pertama kalinya, multigravida adalah wanita yang pernah hamil beberapa kali dan kehamilan tersebut tidak mempengaruhi aktifitas profesi ibu. Ibu akan semakin percaya diri dan merasa kehamilan bukanlah sesuatu hambatan sehingga kecemasanpun dapat teratasi (Jhaquin, 2010). Paritas dapat mempengaruhi kecemasan dimana paritas merupakan faktor yang bisa dikaitkan dengan aspek psikologis. Pada primigravida, belum ada bayangan menegenai apa yang akan terjadi saat bersalin nanti dan ketakutan karena sering mendengar cerita mengerikan dari teman atau kerabat tentang pengalaman saat melahirkan seperti sang ibu atau bayi meninggal dan ini akan mempengaruhi ibu berpikiran proses persalinan yang menakutkan menurut psikolog Universitas Padjadjaran Dra Sri Rahayu Astuti, M.si dan Psikolog Nungki Nilasari, S.Psi dari RSB Permata Hati apalagi jika persalinan pertama si calon ibu tidak tahu apa yang akan terjadi saat persalinan nanti, jangankan yang pertama pada
persalinan kelima pun masih wajar bila ibu merasa cemas atau khawatir (Amalia, T, 2009). Sedangkan pada multigravida perasaannya terganggu diakibatkan karena rasa takut, tegang dan menjadi cemas oleh bayangan rasa sakit yang dideritanya dulu sewaktu melahirkan (Suara merdeka, 2008). Menurut Kartono (1992) bagiprimigravida, kehamilan yang dialaminya merupakan pengalaman pertama kali, sehingga trimester III dirasakan semakin mencemaskan karena semakin dekat dengan proses persalinan. Ibu akan cenderung merasa cemas dengan kehamilannya, merasa gelisah, dan takut menghadapi persalinan, mengingat ketidaktahuan menjadi faktor penunjang terjadinya kecemasan. Sedangkan ibu yang pernah hamil sebelumnya (multigravida),Pada ibu multigravida, wajar juga mengalami kecemasan, dimana kecemasan itu adalah kecemasan akan bayangan rasa sakit yang dideritanya dulu sewaktu melahirkan. Apalagi bagi ibu yang memiliki pengalaman kehamilan dengan resiko tinggi, tingkat kecemasannya juga pasti akan meningkat. Dimana kehamilan ini memiliki resiko tinggi baik selama kehamilan maupun pada proses persalinan (Janiwarty & Pieter, 2012) Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan yang menyatakan ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan kecemasan ibu hamil.
3. Hubungan Dukungan Suami Dengan Respon Cemas Di Poliklinik RSAL Bitung Berdasarkan tabel tabulasi silang hubungan dukungan suami dengan respon cemas pada ibu hamil di Poliklinik Kebidanan RSAL Bitung maret 2015. Hubungan Dukungan Suami dengan tingkat kecemasan baik 20 orang (40%), cukup 18 orang (36%), kurang 12 orang (24%)Dari hasil analisa hubungan kedua variable diatas dengankoefesien korelasi (r) =0,491 menunjukan tingkat hubungan yang sedang antara variable bebas dan terikat. menggunakan uji statistic Correlations Spearman rho menunjukan signifikansi dari hubungan kedua variable tersebut adalah (p) = 0,000 Sedangkan nilai signifikan yang menunjukan nilai tersebut <0,05 dengan demikian H1 diterima dan H0 ditolak atau terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan suami dengan respon cemas di Poliklinik Kebidanan RSAL Bitung. Asumsi peneliti pendampingan suami ini juga terjadi karena ada dorongan karena rasa ingin tahu suami untuk mengetahui hasil pemeriksaan. Ketika menemani kedokter tiap bulanya, para calon ayah bisa mengetahui dan
mengenali tahap-tahap perkembangan bayi. Pada penelitian ini dimana seseorang ibu dengan dukungan baik dari semua maka respon cemas terhadap persalinan lebih cenderung berat karena dengan perhatian banyak dari suami maka istri ada beban moril terhadap persalinan karena takut bayinya ada apa-apa. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jesika Priska Sepang di Puskesmas Koya Kecamatan Tondano Selatan Kabupaten Minahasa mengenai factor-faktor yang berhubungan dengan respon cemas pada ibu primigravida bahwa karakteristik responden berdasarkan dukungan suami menunjukan bahwa yang paling banyak responden adalah cukup sebanyak 17 orang (48%), baik sebanyak 10 orang (29%), kurang sebanyak 8 orang (23%) dari 35 responden. Sebelumnya juga dilakukan penelitian oleh Nur Asfiati mengenai Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kecemasan Ibu Hamil dalam Menghadapi Proses Persalinan di Wilayah Kerja Pusat Kesehatan Masyarakat Tomia
8
E-Jurnal Sariputra, Oktober 2015 Vol. 2(3) Induk Kabupaten Wakatobi Tahun 2014menunjukkan bahwa dari 34 responden banyak kelompok Dukungan Cukup yaitu 23 orang (67.6%) sedangkan yang sedikit pada kelompok DukunganKurangyaitu 11orang (32.4%). Berdasarkan Gambar 3 menunjukkan bahwa dari 50 responden dalam penelitian ini, responden dengan dukungan suami baik 20 responden (40%), cukup 18 responden (36%), dan dukungan suami kurang 12 responden (24%). Secara psikologis, Istri membutuhkan dampingan suami selama proses persalinan. Proses persalinan merupakan masa yang paling berat bagi ibu, dimana ibu membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, terutama suami agar dapat menjalani proses persalinan sampai melahirkan dengan aman dan nyaman. Perhatian yang didapat seorang ibu pada masa persalinan akan terus dikenang oleh ibu terutama bagi mereka yang pertama kali melahirkan dan dapat menjadi modal lancarnya persalinan serta membuat ibu menjadi merasa aman dan tidak takut menghadapi persalinan. Dukungan yang terus menerus dari seorang pendamping persalinan kepada ibu selama proses persalinan dan melahirkan dapat mempermudah proses persalinan dan melahirkan, memberikan rasa nyaman, semangat, membesarkan hati ibu dan meningkatkan rasa percaya diri ibu, serta mengurangi kebutuhan tindakan medis. Dukungan suami dalam proses persalinan merupakan sumber kekuatan bagi ibu yang tidak dapat diberikan oleh tenaga kesehatan. Dukungan suami dapat berupa dorongan, motivasi terhadap istri baik secara moral maupun material serta dukungan fisik, psikologis, emosi, informasi, penilaian dan finansia. Dukungan minimal berupa sentuhan dan kata-kata pujian yang membuat nyaman serta memberi penguatan pada saat proses persalinan berlangsung hasilnya akan mengurangi durasi kelahiran.Selama persalinan teruama bagi ibu yang melahirkan sendiri tanpa pendamping, ibu cenderung merasa takut dan cemas. Menurut Klaus dan Kennel (1993), ibu bersalin yang didampingi selama persalinan memberikan banyak keuntungan, antara lain menurunkan sectio caesarea (50%), waktu persalinan lebih pendek (25%), menurunkan pemberian epidural (60%), menurunkan penggunaan oksitosin (40%), menurunkan pemberian analgesik (30%) dan menurunkan kelahiran dengan forcep (40%). Dilaporkan juga bahwa dengan kehadiran suami selama proses persalinan secara bermakna lama persalinan menjadi lebih pendek. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kehadiran suami atau
anggota keluarga lain yang mendampingi ibu saat bersalin banyak memberi dampak positif bagi ibu khususnya dalam mengurangi kecemasan dan ibu akan menjadi lebih nyaman sehingga mendukung kelancaran proses persalinan. Ketenangan yang seharusnya didapatkan ibu selama persalinan tidak tercapai, semua ini dapat diatasi dengan menanamkan kepercayaan pada diri ibu dan kepada petugas kesehatan baik dokter maupun bidan agar memberi perawatan selama kehamilan dan memberi perhatian kepada ibu dengan penuh kesabaran. Hal ini sudah sesuai dengan teori menurut Robert Bradley (2005) dalam bobak dkk(2005), bahwa kehadiran seorang ayah pada saat kehamilan sampai melahirkan tampaknya merupakan factor yang sangat penting bagi kebanyakan wanita. Beberapa pria tidak nyaman dalam memainkan peran ini, karena secara psikologi istri sangat membutuhkan dampingan dari suami untuk memberikan dukungan fisik dan dukungan moral kepadanya pada saat hamil dan terlebih melahirkan. Faktor psikis menjelang persalinan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi lancar tidaknya proses persalinan. Dukungan yang penuh dari anggota keluarga penting artinya bagi seorang ibu bersalin terutama dukungan dari suami sehingga memberikan support moril terhadap ibu (Stuart dan suddent, 2005) . Menurut Taylor dalam Aprianawaty (2009) dukungan keluarga merupakan bantuan yang dapat diberikan kepada keluarga lain (ibu hamil) berupa barang, jasa, informasi dan nasehat, yang mana membuat penerima dukungan akan merasa disayang, dihargai dan tentram. Setiap ibu yang akan memasuki masa persalinan maka akan muncul perasaan takut, khawatir, ataupun cemas. Persaan takut dapat meningkatkan nyeri, otot-otot menjadi tegang dan ibu menjadi cepat lelah yang pada akhirnya akan menghambat proses persalinan. Dukungan keluarga dapat diberikan oleh orangorang terdekat ibu seperti suami, keluarga, dan teman (Yanti, 2008). Dukungan keluarga sangat bermanfaat dalam pengendalian seseorang terhadap tingkat kecemasan dan dapat pula mengurangi tekanan-tekanan yang ada pada konflik yang terjadi pada dirinya. Dukungan tersebut berupa dorongan, motivasi, empati, ataupun bantuan yang dapat membuat individu yang lainnya merasa menjadi tenang dan aman. Dukungan didapatkan dari keluarga yang terdiri dari suami, orang tua, ataupun keluarga lainnya. Dukungan keluarga dapat mendatangkan rasa senang, rasa aman, rasa puas, rasa nyaman dan membuat orang yang bersangkutan
9
E-Jurnal Sariputra, Oktober 2015 Vol. 2(3) merasa mendapat dukungan emosional yang akan mempengaruhi kesejahteraan jiwa manusia. Dukungan keluarga berkaitan dengan pembentukan keseimbangan mental dan kepuasan psikologis. Peran suami terhadap ibu yang sedang mengandung dan setelah melahirkan amat besar. Ibu hamil harus mendapatkan dukungan yang sebesarbesarnya dari suami (Taylor dalam Aprianawaty, 2009). Dukungan suami ini bisa ditunjukan dengan berbagai cara, seperti memberi ketenangan pada istri, membantu sebagian pekerjaan istri atau bahkan sekedar memberi pijatan ringan bila istri merasa tegang. Diharapkan dengan dukungan total dari suami istri dapat melewati masa kehamilannya dengan perasaan senang dan jauh dari depresi. Dukungan keluarga ini sangat penting karena jika keluarga mendukung ibu hamil untuk bereksplorasi dan melakukan hal-hal yang disukai, niscaya kehamilan yang dijalani tidak akan mempengaruhi aktifitas profesi ibu.
Ibu akan semakin percaya diri dan merasa kehamilan bukanlah sesuatu hambatan sehingga kecemasanpun dapat teratasi (Jhaquin, 2010). Adanya pendampingan ini juga karena para suami menyadari kehamilan bisa menamba intensitas kebahagiaan jika terdapat hubungan yang baik antara suami istri(Gladidieux dan Mochtar, 1999). Sebagai mana yang sudah dijelaskan dalam teori bahwa masa kehamilan pada ibu hamil sangat rentan dengan berbagai kecemasan baik dari dalam maupun dari luar, sehingga suami dalam hal ini merupakan satusatunya individu yang terdekat dan sangat berperan memberikan dorongan pada istri dalam menjaga ketengan diri sang istri untuk tidak cemas dan enjoi dengan kehamilanya. Hal ini menujukan suami turut berperan penting untuk menjaga janin yang ada dalam kandungan istrinya agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dan sehat.
KESIMPULAN 1.
Faktor umur pada ibu hamil menunjukan bahwa yang paling banyak adalah berumur 21-30 Tahun. 2. Faktor paritas pada ibu hamil menunjukan bahwa yang paling banyak adalah multipara. 3. Faktor dukungan suami pada ibu hamil bahwa yang paling banyak adalah baik. 4. Respon cemas pada ibu hamil menunjukan bahwa yang paling banyak adalah kecemasan berat.
5.
Ada hubungan faktor umur dengan respon cemas pada ibu hamil dengan menunjukan tingkat hubungan yang sedang. 6. Ada hubungan faktor paritas dengan respon cemas pada ibu hamil dengan menunjukan tingkat hubungan yang rendah. 7. Ada hubungan faktor dukungan suami dengan respon cemas pada ibu hamil dengan menunjukan tingkat hubungan yang sedang.
SARAN 1
2
Manfaat Ilmiah Menambah pengetahuan dan wawasan, serta bahan dalam penerapan ilmu metode penelitian, khususnya dibidang maternitas serta dapat dijadikan bahan perbandingan untuk peneliti selanjutnya.
penelitian, khususnya mengenai faktorfaktor yang berhubungan dengan respon cemas pada ibu hamil di Poliklinik Kebidanan RSAL Bitung 3 Manfaat Praktis Penelitian ini dapat dijadikan bahan untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan maternitas pada ibu hamil di Poliklinik Kebidanan RSAL Bitung, khususnya dalam memberikan informasi tentang kehamilan dan kecemasan menjelang persalinan.
Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang keperawatan maternitas, serta bahan dalam penerapan ilmu metode
10
E-Jurnal Sariputra, Oktober 2015 Vol. 2(3)
DAFTAR PUSTAKA Astria Y. (2009). Hubungan Karakteristik Ibu Hamil Trimester III Dengan Kecemasan Dalam Menghadapi Persalinan, diperoleh dari (http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_ digital/YONNE%20ASTRIA.pdf). Diakses tanggal 2 Mei 2013.
Janiwarty B & Pieter H. Z (2012). Pendidikan Psikologi UntukBidan. Rapha Publishing. Medan Depkes Ri. 2007. Upaya Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat. Egc: Jakarta. Wiknjosastro. 2006. Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga Cetakan Keempat. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiraharjo,Jakarta.
http://www.depkes.go.id/article/senyumhttp://www.e-jurnal.com/2013/10/analisis-faktorfaktor-yang_3525.htm
Jhaquin, A. 2010. Psikologi Untuk Kebidanan. Nuha Medika, Yogyakarta.
dan Lodwijk.2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, edisi ke-4. EGC: Jakarta. http://enyretnaambarwati.blogspot.com/20 12
Babak
Umar, Husein. 2013. Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis, edisi kedua. Rajawali Pers : Jakarta.
Mochtar, R. 1999. Synopsis Obstetric Patologi. EGC. Jakarta
11