5
TINJAUAN PUSTAKA Remaja Remaja merupakan kelompok usia tertentu yang definisinya berbeda diantara banyak negara, bahkan berbeda-beda disuatu negara tergantung pada sosial budaya dan kondisi masing-masing. World Health Organitation (WHO) mendifinisikan remaja sebagai periode antara umur 10-19 tahun, sedangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) difinisi orang muda (youth) adalah periode 15-24 tahun (Surjadi, 2002). Remaja adalah seseorang yang sedang mengalami perkembangan yang pesat menuju kedewasaan dan berusia 12-19 tahun (Ackhir, 1991). Dalam tumbuh kembang menuju dewasa, berdasarkan kematangan psikososial dan seksual semua remaja akan melewati tahapan berikut, yaitu masa remaja awal (early adolsence) umur 11-13 tahun, masa remaja pertengahan (middle adolsence) umur 14-16 tahun , dan masa remaja lanjut (late adolsence) umur 17-20 tahun (Soetjiningsih, 2004). Menurut Mar‟at (2009) batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun, rentan waktu usia remaja di bedakan atas tiga, yaitu 12-15 tahun merupakan masa remaja awal, 15-18 tahun merupakan masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun merupakan masa remaja akhir. Menurut Soesilowidradini (1990) dalam Puspitawati (2009) ciri-ciri remaja masa remaja awal (13-17 tahun) adalah sebagai berikut: 1.
Rasa emosional yang tinggi seperti cepat marah, takut, cemas, ingin tahu, iri hati, sedih dan kasih sayang.
2.
Perasaan yang tidak stabil seperti kesedihan yang tiba-tiba berganti dengan kegembiraan, rasa percaya diri berganti dengan keraguan, rasa ”alruisme” atau berkorban diri demi mementingkan orang lain dibandingkan dengan diri sendiri, berganti dengan ”sikap acuk tak acuh”.
3.
Mempunyai banyak masalah berhubungan dengan : (a) keadaan jasmani, (b) kebebasan, (c) nilai-nilai yang dianut dan (d) peranan pria dan wanita dewasa, (e) lawan jenis, (f) masyarakat dan (g) kemampuan mengerjakan sesuatu yang terkadang sukar untuk diselesaikan karena menganggap orangtua dan guru terlalu tua untuk mengerti pikiran dan perasaannya.
6
Briawan (2008) mengatakan remaja putri adalah kelompok populasi yang rawan terhadap defisiensi gizi. Ada tiga alasan mengapa remaja dikategorikan rentan.
Pertama,
percepatan
pertumbuhan
dan
perkembangan
tubuh
memerlukan energi dan zat gizi yang lebih banyak. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan pangan menuntut penyesuaian masukan energi dan zat gizi. Ketiga, kehamilan, keikutsertaan dalam olahraga, kecanduan alkohol dan obat, meningkatkan kebutuhan energi dan zat gizi (Arisman, 2004).
Hasil
penelitian Pratiwi (2010) pada remaja di Kabupaten Bogor frekuensi konsumsii pangan sumber protein nabati, protein hewani, sayuran, dan buah bila dibandingkan dengan anjuran PUGS masih belum terpenuhi yaitu untuk pangan sumber protein hewani hanya empat per tujuh kali, sumber protein nabati, sayuran, dan buah hanya dua pertujuh dari anjuran PUGS. Berdasarkan tingkat kecukupan energi dan zat gizi, hampir seluruh contoh terkategori defisit tingkat berat untuk tingkat kecukupan energi dan protein serta terkategori kurang untuk tingkat kecukupan zat besi. Penyelenggaraan Makanan Penyelenggaraan makanan merupakan suatu proses rangkaian kegiatan yang melibatkan orang banyak sehingga diperlukan pengorganisasian yang baik guna
mendapatkan
hasil
yang
memuaskan
(Latifah
dkk,
1996).
Penyelenggaraan makanan adalah suatu proses kegiatan kelompok manusia, alat dan dana untuk menghasilkan makanan yang layak dan bermutu (Uripi, 1993). Penyelenggaraan makanan bagi orang banyak adalah pengolahan makanan dalam jumlah lebih besar dari keluarga (6-10 orang). Sehingga dapat disimpulkan bahwa batas 50 porsi merupakan batas penyelenggaraan makanan bagi orang banyak (mukrie 1983 mengacu pada Uripi, 1993). Pelaksanaan penyelenggaraan makanan meliputi perencanaan anggaran belanja makanan, perencanaan menu, perencanaan kebutuhan makanan, penyediaan, penerimaan, penyimpanan dan penyaluran kebutuhan makanan, penyediaan, penerimaan, penyimpanan dan penyaluran bahan makanan, persiapan, pengolahan hingga pencatatan dan pelaporan sesuai dengan ketentuan
yang
berlaku.manajemen
penyelenggaraan
makanan
sendiri
sebenarnya berfungsiuntuk menghasilkan makanan yang berkualitas baik (Mukrie,1990).
7
1. Perencanaan Menu Menu berasal dari bahasa perancis le menu yang berarti daftar makanan yang disajikan kepada tamu di ruang makan. Menu merupakan pedoman bagi yang menyiapkan makanan atau hidangan, pedoman bagi yang menyiapkan makanan atau hidangan, bahkan merupakan penuntun bagi mereka yang menikmatinya karena akan tergambar tentang apa dan bagaimana makanan tersebut dibuat (Arnawa & Astina, 1995). Salah satu tanggung jawab yang besar dari
manajer
penyelenggaraan
makanan
untuk
orang
banyak
adalah
perencanaan menu. Perencanaan menu merupakan serangkaian kegiatan penyusanan berbagai hidangan dengan variasi, komposisi yang serasi dan kombinasi warna, untuk memenuhi pelaksanaan manajemen pelayanan makanan di Institusi. Prinsip-prinsip penyusunan menu adalah makanan yang disajikan harus memenuhi kebutuhan gizi sesuai dengan dana yang tersedia dan disukai serta memuaskan orang yang mengkonsumsinya (Departemen pertanian 1987 dalam Latifah, 1996). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan menu berupa prinsip perencanaan makanan seimbang atau makanan sehat, yaitu: 1.
Jumlah yang cukup, berarti jumlah yang dikonsumsi memenuhi kecukapan gizi yang dianjurkan.
2.
Terdiri dari beragam makanan, berarti keragaman makanan yang dipilih sesuai dengan konsep makanan beragam dan seimbang.
3.
Pertimbangan gizi, selera dan ekonomi, berarti makanan dipilih berdasarkan pertimbangan gizi, selera dan ekonomi agar terhindar dari makanan yang voluminous.
4.
Penyajian, sangat perlu diperhatikan yaitu dalam porsi dan komposisi penyajian, waktu penyajian atau waktu makan dan pendistribusian makanannya (Hardinsyah, 1990).
2. Perencanaan kebutuhan bahan makanan Perencanaan kebutuhan makanan adalah kegiatan untuk menetapkan jumlah, macam atau jenis dan kualitas bahan makanan yang dibutuhkan untuk kurun waktu tertentu. Setelah menu direncanakan dengan baik, kemudian dibuat daftar kebutuhan bahan makanan. Daftar ini berisi jenis-jenis bahan makanan, jumlah (volume atau dalam satuan berat), tipe (standar), bentuk dan sebagainya. Berdasarkan daftar ini disusun daftar belanja, yang berisi catatan semua kebutuhan untuk menu yang direncanakan tersebut, termasuk jenis, jumlah dan perkiraan harga bahan makanan. Sebagai salah satu tahap dari kegiatan ini
8
adalah taksiran kebutuhan bahan makanan yang sangat diperlukan untuk kegiatan pembelian bahan makanan (Uripi, 1993). Perencanaan anggaran belanja makanan adalah kegiatan penyususnan biaya yang diperlukan untuk penyediaan makanan (Latifah, 1996). Petugas
yang
bertanggung
jawab
dibagian
pembelian
harus
mempertimbangkan beberapa hal antara lain: jumlah bahan makaann yang diperlukan untuk tiap-tiap porsi, karena berdasarkan kebutuhan perporsi kita dapat menentukan banyaknya bahan yang harus dibeli untuk keseluruhan, berapa lama bahan makanan tersebut dapat bertahan tetapi tetap dalam kondisi baik dan pastikan bahwa makanan tersebut baik dan aman untuk dimakan. Selain itu, petugas juga harus memiliki pengetahuan tentang bahan makanan dan pengetahuan tentang bagaimana bahan makanan tersebut setelah ditangani setelah dibeli (Widyawati & Yuliarsih, 2002). Pembelian bahan makanan dapat dilakukan
dengan
cara
pelelangan
atau
langsung
dibeli
dari
pasar.
Pembelanjaan dalam jumlah besar dapat dilaksanakan melalui leveransir atau pemborong (Uripi, 1994). 3. Pembelian, penerimaan dan penyimpanan bahan makanan Pembelian bahan makanan merupakan sebuah proses pengadaan suatu produk pada waktu yang tepat dengan jumlah, kualitas dan harga yang sesuai. Pembelian bahan pangan dibedakan menjadi dua tipe yaitu cetralized purchasing (pembelian terpusat) dan group and corporate purchasing (pembelian kelompok) (Palacio & Theis, 2009). Penerimaan bahan makanan adalah suatu legiatan yang meliputi pemeriksaan, pencatatan dan pelaporan tentang macam, kualitas dan kuantitas bahan makanan yang diterima sesuai dengan pesanan serta spesifikasi yang ditetapkan (Departemen kesehatan, 2006). Setelah bahan makanan diterima dengan baik, maka bahan tersebut harus disimpan menurut jenisnya. Bahan makanan tersebut harus segera diberi kode tanggal penerimaan, agar sistem pengeluaran dilakukan menurut tanggal yang diterima terlebih dahulu, serta tidak boleh terjadi pengeluaran secara acak. Faktor penyimpanan sangat penting dalam penyelenggaraan makanan, terutama dalam hal pembelanjaan yang berjumlah banyak dimana tidak semua bahan dapat diolah dengan segera. Penyimpanan bahan makanan basah disimpan diruang pendingin atau lemari es.
9
4. Pengolahan bahan makanan Pengolahan bahan makanan menangani bahan-bahan makanan mulai dari persiapan, pengolahan, pemasakan, sampai menjadi hidangan yang lezat. Pengolahan bahan makana dimulai dari persiapan bahan, pembersihan, pengupasan, pembuangan bagian makanan yang tidak dapat dipergunakan, pemotongan, serta pemberian bentuk dengan perlakuan tertentu terhadap bahan makanan sebelum dimasak dan menyediakan bumbu. Tujuan memasak bahan makanan adalah untuk mempertahankan nilai gizi bahan makanan, mempertinggi nilai cerna, menambah rasa, memperindah rupa, warna dan kekerasan asli dari bahan makanan, membebaskan dan menghilangkan kuman yang berbahaya yang mungkin ada dalam makanan. 5. Pelayanan dan pendistribusian makanan Sistem pelayanan makanan dibedakan atas empat macam, yaitu sistem pelayanan siap dipiring, sistem pelayanan siap di lodor, sistem pelayanan meja samping, dan sistem pelayanan siap di meja hidangan (Uripi, 1993). Menghidangkan atau mendistribusikan makanan merupakan tigas akhir dari petugas penyelenggaraan makanan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menghidangkan makanan yaitu: a. Kebersihan ruangan, tempat dan alat makan b. Kerapihan mengatur meja makan c. Pemakaian alat hidang yang cocok d. Sifat masakan (perlu dihidangkan panas atau dingin) e. Waktu atau saat makan f.
Jumlah orang yang makan
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa penyelenggaraan makanan orang banyak merupakan suatu proses kegiatan penyediaan makanan bagi orang banyak yang layak dan bermutu. Serangkaian tindakan harus dilakukan oleh setiap penyelenggaraan makanan dalam pemeliharaan higiene dan sanitasi makanan
guna
mencegah
terjadinya
pencemaran
makanan.
Tindakan
pemeliharaan tersebut dapat dibagi dalam dua kelompok berikut: 1. Pemeliharaan higiene dan sanitasi perorangan, yaitu setiap pekerja yang terlibat dalam proses pengolahan, pemasakan, dan penyajian makanan. 2. Pemeliharaan higiene dan sanitasi makanan itu sendiri (Moehyi, 1992).
10
Higiene penjamah makanan Menurut troller dalam Uripi (1994), hygiene lebih dititik beratkan pada kebiasaan atau cara hidup seseorang untuk pencegahan terjadinya penyakit, baik pada dirinya maupun pada orang lain. Dan akan lebih tepat apabila kita pergunakan istilah “higiene perorangan”. Higiene adalah sikap bersih perilaku petugas penyelenggara makanan yang ditangani tidak tercemar oleh petugas penyelenggara makanan karena dalam kegiatannya menyangkut kesehatan orang banyak (widyati dan yuliarsih, 2002). Petugas kantin dan dapur harus bebas dari segala macam penyakit, dan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan yang teratur guna menjaga agar jangan sampai petugas kantin menjadi pembawa penyakit (carrier) typhus, disentri dan penyakit-penyakit menular atau parasit-parasit lainnya. Mereka harus mendapatkan penyuluhan dan latihan di bidang kebersihan, sanitasi dan higiene (Soerjodibroto & Mackiligin, 1985). Untuk menjadi tenaga pengolah harus mendapatkan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut antara lain adalah mempunyai sertifikat kesehatan, serta mengetahui tentang higiene dan sanitasi makanan (Uripi 1994). Menurut widyati dan yuliarsih (2002) beberapa hal yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh petugas dalam menangani makanan adalah sebagai berikut: 1. Pemeriksaan kesehatan Pada saat pengolahan makanan tidak sedang sakit dan bukan carrier suatu penyakit, memeriksakan kesehatannya secara berkala (Uripi, 1994). 2. Kebersihan tangan dan jari tangan Dianjurkan agar setiap kali keluar dari kamar mandi atau kamar kecil sebaiknya tangan dibersihkan dengan air hangat dan sabun, lalu dikeringkan dengan serbet kertas (tisu) untuk tangan atau pengeringan tangan (hand dryer). Karyawan yang menyelenggarakan makanan secara langsung tidak diperbolehkan menggunakan cincin, baik yang bermata maupun tidak, juga jam tangan karena bakteri-bakteri dapat tertinggal di cincin yang tidak mungkin dapat dibersihkan pada saat bekerja. Kuku harus dipotong pendek karena sumber kotoran/penyakit, serta tidak perlu menggunakan pewarna kuku yang kemungkinan besar akan mengelupas dan jatuh ke dalam makanan.
11
Sewaktu
mencicipi
makanan
yang
telah
matang
harus
menggunakan sendok, dan bila makanan-makanan tersebut diporsikan harus menggunakan alat pengambil, misalnya sendok, penjepit, garpu. Namun, bila situasi tidak memungkinkan menggunakan alat tersebut, dianjurkan menggunakan sarung tangan dari pelastik transparan yang tipis dan sekali pakai. 3. Kesehatan rambut Pencucian rambut dilaksanakan secara teratur karena rambut yang kotor akan menimbulkan rasa gatal pada kulit kepala yang dapat mendorong karyawan untuk menggaruknya dan dapat mengakibatkan kotoran-kotoran dari kepala jatuh berterbangan ke dalam makanan serta kuku menjadi kotor. Pada saat bekerja para karyawan diharuskan menggunakan penutup kepala (hair cap). 4. Kebersihan hidung Selama bekerja usahakan jangan mengorek hidung karena pada hidung manusia terdapat banyak sekali bakteri. Dalam keadaan terpaksa, pergunakan sapu tangan atau tisu yang langsung dapat dibuang. Setelah itu, tangan harus dicuci. Apabila bersin, hidung harus ditutup dengan sapu tangan sambil wajah dipalingkan dari arah makanan yang sedang dipersiapkan, untuk menghindari bakteri-bakteri yang berasal dari hidung. 5. Kebersihan mulut dan gigi Dalam rongga mulu terdapat banyak sekali bakteri terutama pada gigi yang berlubang. Menurut widyawati dan yuliarsih (2002) adapun hal-hal yang perlu diperhatikan selain kebersihan personal juga perlu memerhatikan perlengkapan yang di pakai oleh tenaga penjamah, antara lain: 1. Pakaian karyawan Pakaian yang digunakan di dapur harus pakaian khusus. Pakaian karyawan di dapur selayaknya dipilih model yang dapat melindungi tubuh pada waktu memasak, mudah dicuci, berwarna terang/putih, terbuat dari bahan yang kuat, dapat menyerap keringat, tidak panas, dan ukurannya tidak begitu ketat sehingga dapat mengganggu pada waktu bekerja. 2. Sepatu Sepatu yang digunakan adalah sepatu kerja, artinya haknya pendek, tidak licin, ringan dan enak dipakai.
12
Sanitasi makanan Sanitasi adalah usaha pencegahan penyakit atau pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan, yang dapat merupakan mata rantai hubungan dari penyebaran penyakit. Dengan demikian sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan penyakit yang menitik beratkan pada kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala macam bahaya yang dapat merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi hingga siap dikonsumsi (Uripi, 1994). Tempat pengolahan yang baik adalah tempat dimana kebersihannya terjaga, mempunyai persediaan air bersih yang cukup, alat-alat dapur yang digunakan harus selalu bersih, tersedia tempat sampah, tersedia saluran pembuangan air limbah, pertukaran udara selalu segar atau ventilasi udara cukup, penerangan yang cukup, tersedia bak pencuci tangan, bumbu masakan ditempatkan pada tempat khusus, sehingga terhindar dari debu, tidak terjangkau oleh serangga, racun serangga tidak ditempatkan ditempat pengolahan (Uripi, 1994). Menurut widyati dan yuliarsih (2002), sanitasi makanan tidak dapat dipisahkan dari sanitasi lingkungan karena sanitasi makanan adalah usaha untuk mengamankan dan menyelamatkan makanan agar tetap bersih, sehat dan aman. Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salahsatunya adalah faktor fisik, faktor fisik
adalah ruangan yang kurang
mendapat pertukaran udara yang kurang lancar, suhu yang panas atau lembab, dan lain-lain. Untuk menghindari kerusakan makanan maka perlu diperhatikan beberapa hal, seperti berikut ini: 1. sanitasi ruang dapur sanitasi ruang dapur dipengaruhi oleh susunan dan kontraksi dapur, seperti berikut: a) Lantai dapur Hendaknya dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak licin, tidak menyerap minyak goreng atau bahan makanan lain yang berlemak, dan tidak retak. b) Dinding Dinding harus terbuat dari bahan yang kuat agar mudah dibersihkan. Pada umumnya, dinding terbuat dari keramik.
13
c) Langit-langit Sebaiknya dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan sederhana desainnya. d) Ventilasi Ventilasi yang baik berperan penting dalam penyelenggaraan makanan dalam jumlah yang besar. Dengan ventilasi yang baik asap yang timbul pada waktu mengolah makanan dapat keluar dari
dapur.
Ventilasi
yang
baik
dapat
dilakukan
dengan
menyediakan jendela, lubang angin, extractor fan, dan pengisap asap (exhauster hood) yang diletakan tergantung di langit-langit yang posisinya tepat berada di atas pusat pengolahan. e) Cahaya Cahaya yang baik sangat baik penting bagi penyelenggaraan makanan untuk orang banyak. Ada dua macam cahaya, yaitu cahaya alam dan cahaya buatan. Dengan ruangan yang cukup terang maka kotoran dan benda-benda yang halus yang masuk ke dalam masakan atau hidangan dapat terlihat. f) Saluran air Saluran pembuangan air, baik air sisa pencucian bahan makanan maupun pembuangan sisa makanan yang cair serta air kotor dari pencucian alat dapur dan alat saji sedapat mungkin berjalan lancar. Apabila saluran tersebut terletak didalam dapur maka sebaiknya sepanjang saluran tersebut ditutup dengan alat yang dapat dibuka atau ditutup, misalnya dengan menggunakan pelat baja. Selain itu, dengan menggunakan alat tersebut akan memudahkan perbaikan apabila terjadi kemacetan aliran air. 2.1. Sanitasi dan kebersihan peralatan Menurut Uripi (1994) kebersihan alat yang digunakan dalam penyelenggaraan makanan harus selalu dijaga, agar konsumen yang menggunakan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Peralatan didalam penyelenggaraan makanan meliputi peralatan untuk memasak seperti panci, piring, wajan dan sebagainya, dan peralatan untuk makan seperti plato, gelas sendok, garpu dan sebagainya, peralatan-peralatan tersebut haruslah dibersihkan dan dicuci setelah di gunakan.
14
Hal-hal yang perlu diperhatikan didalam penggunaan peralatan penyelenggaraan makanan meliputi: pencucian, pengeringan setelah pencucian, dan penyimpanan. Selain itu bahan dari peralatan untuk memasak harus disesuaikan dengan kegunaannya. 1. Pencucian peralatan pencucian alat-alat pengolahan masakan 2. Pengeringan peralatan setelah pencucian Setelah dicuci, peralatan sebaiknya diletakan pada rak-rak yang khusus, yang terhindar dari pengotoran oleh debu dan serangga. Sebaiknya penempatan tersebut adalah pada ruangan yang sirkulasi udaranya segar, akan lebih baik kena sinar matahari. 3. Penyimpanan peralatan Setelah kering, peralatan disimpan didalam lemari yang tertutup, pada rak-rak yang telah ditetapkan sehingga memudahkan untuk mengambil pada hari atau pekerjaan selanjutnya. 4. Bahan perlatan untuk memasak Perlatan yang digunakan untuk memasak makanan harus terbuat dari bahan-bahan yang tidak berbahaya, seperti barang-barang stainless steel, poselein dan pelastik. Peralatan yang terbuat dari tembaga, arsen, timah hitam, tidak diperbolehkan untuk digunakan didalam memasak makanan. 2.2.
Sanitasi air Air merupakan kebutuhan utama dalam penyelenggaraan makanan
karena mulai dari persiapan penyimpanan bahan mentah sampai dengan membersihkan kembali setelah dihidangkan air selalu digunakan. Oleh karena itu, air yang bersih dan aman untuk digunakan harus mendapat perhatian pula dan air merupakan media yang baik untuk perkembangan jasad renik. Syarat air yang baik dan layak digunakan untuk diminum ialah tidak berwarna, tidak berbau, tidak keruh (jernih), tidak mempunyai rasa tertentu (netral), dan tidak mengandung bakteri coli (Widyati & Yuliarsih, 2002). Menurut Saksono (1986) Air yang digunakan di dalam pemrosesan dan penyiapan makanan sepatutnya memiliki mutu yang dapat diminum. Air yang digunakan dalam makanan sebagai bahan utama dan sebagai agensia pembersih untuk bahan-bahan dan perlengkapan. Air harus bebas dari jasad renik yang bisa menimbulkan penyakit. Bilamana di
15
dalam suatu tempat penyediaan makanan tidak menerima air minum melalui pipa penyalur, bisa juga mengangkut air dari sumber di luar yang sudah di perbolehkan dengan memakai wadah yang disetujui pula. Dalam keadaan darurat, pendidihan bisa digunakan untuk menghancurkan jasad renik yang menimbulkan penyakit yang berada di alam air. 3. Sanitasi pembuangan sampah Umumnya bak sampah terbuat dari pelastik ringan lengkap dengan penutupnya. Sebelum digunakan terlebih dahulu dilapisi dengan kantong pelastik sampah agar bila telah penuh ujung dari kantong pelastik tersebut diikat lalu diangkat keluar dari bak sampah tersebut dan diganti dengan kantong pelastik yang baru. Karena sampah terbungkus dalam kantong pelastik maka sampah tersebut tidak terlalu banyak mengundang lalat dan sekaligus tidak berbau (Widyati & Yuliarsih, 2002). Menurut Saksono (1986) Komposisi sampah terdiri dari barangbarang hasil buangan atau kotoran atau sisa-sisa makanan manusia yang banyak bercampur dengan air dan air-air buangan lainnya seperti bekas cucian, air bekas mandi dan residu yang dihasilkan dari sisa-sisa makanan dan barang-barang yang tidak berguna, yang hampir semuanya barang-barang sayuran dan sebangsanya. Komposisi sampah rata-rata 99% air dan tingkat keasamannya netral. Cara-cara perlakuan terhadap sampah mentah diamankan dengan beberapa tahap, antara lain: 1)
Pengumpulan
ke
dalam
tangki
pembusukan
atau
pusat
penghancuran sampah yang berasal dari tanaman. 2)
Pemisahan benda-benda organik
dengan sungguh-sungguh
seperti sampah dihadirkan untuk beberapa jam. 3)
Memahami benar-benar tentang masalah Lumpur melalui jasad renik anaerob.
4)
Pemrosesan Lumpur menjadi bubur dan memperlakukannya sebagai suatu penyubur.
5)
Memperlakukan
bagian
yang
berair
dengan
aerasi
atau
mengangin-anginkan dan oksidasi dengan menolong bakteri aerob.
16
4. Sanitasi pada produksi makanan Menurut Uripi (1994) adapun sanitasi pada produk makanan meliputi: 1. Sanitasi pada pengadaan bahan makanan Didalam
pengadaan
bahan
makanan
terutama
kita
harus
memperhatikan tentang sumber bahan makanan dan keadaan bahan makanana itu sendiri. Disini pengawasan mutu bahan makanan memegang peranan penting (Uripi, 2004). 2. Sanitasi pada penyimpanan bahan makanan Menurut widyati dan yuliarsih (2002) untuk menjaga ruang penyimpanan bahan makanan maka ada dua hal yang perlu mendapat perhatian,
yaitu
bahan
makanan
yang
disimpan
dan
ruang
penyimpannya. a) bahan makanan yang akan disimpan harus dalam keadaan bersih. b) Ruang penyimpanan dibersihkan secara rutin, dan bila ada yang tumpah harus dibersihkan segera mungkin untuk menghindari datangnya binatang-binatang dan serangga, misalnya semut dan kecoa. c) Seandainya bahan makanan yang disimpan ada yang busuk harus cepat dibuang dan sebaiknya ruang penyimpanan disemprot dengan desinfektan pada waktu-waktu tertentu. d) Perlu diperhatikan bahwa pada saat penyemprotan bahan makanan tidak boleh berada di dalam gudang. 5. Sanitasi makanan Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam higiene dan sanitasi pengolahan makanan antara lain adalah sanitasi tempat pengolahan, higiene tenaga pengolah, serta higiene dan sanitasi cara pengolahan. Menurut Fardiaz (1992) Mikroorganisme yang dapat digunakan sebagai indikator sanitasi dalam pengolahan pangan adalah mikroorganisme yang umum
terdapat
didalam
kotoran
manusia
atau
hewan.
Adanya
mikroorganisme indikator di dalam suatu makanan menunjukan terjadinya polusi kotoran dan kondisi sanitasi yang tidak baik selama persiapan maupun pengolahannya.
17
Makanan yang
dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa
makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, diantaranya: 1. Berada dalam derajat kematangan yang dikendaki 2. Bebas dari pencemaran disetiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya. 3. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari pengaruh enzym, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit, dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan. 4. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan oleh makanan (food borne illness). Ketersediaan pangan Menurut Moehyi (1992) makanan yang disediakan oleh penyelenggaraan makanan haruslah dapat menghasilkan keadaan gizi dan kesehatan yang optimal. Oleh karena itu, faktor gizi dalam penyelenggaraan makanan tidak dapat diabaikan. Untuk menjamin terlaksananya berbagai fungsi faal normal dalam tubuh dan untuk memperoleh tingkat gizi dan kesehatan yang optimal, tubuh memerlukan sejumlah zat gizi. Oleh sebab itu, setiap jenis zat gizi diperlukan dalam jumlah tertentu pula. Kelengkapan zat gizi diperlukan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan setiap orang merupakan syarat utama yang harus dipenuhi oleh makanan yang dimakan setiap hari. Ada tiga aspek dalam penyelenggaraan makanan yang erat kaitannya dengan faktor gizi, yaitu sebagai berikut: 1. Kelengkapan dan kecukupan zat gizi yang diperoleh dari makanan 2. Penanaman kebiasaan makanan yang sehat 3. Penganekaragaman makanan yang menguntungkan Konsumsi Pangan Menurut almatsir (2004), pangan adalah salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi, kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor sepeti umur, gender, berat badan, iklim dan aktivitas fisik. Konsumsi pangan adalah suatu informasi mengenai jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu,
18
sehingga penilaian konsumsi pangan dapat berdasarkan jumlah maupun jenis makanan yang dikonsumsi. Meningkatkan jumlah dan mutu konsumsi makanan memerlukan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang makanan yang bergizi,
perubahan
sikap
serta
perubahan
perilaku
sehari-hari
dalam
menentukan, memilih dan mengkonsumsi makanannnya. Kebutuhan gizi adalah sejumlah zat gizi minimum yang harus dipenuhi dari konsumsi pangan (Hardinsyah & Martianto, 1992). Zat gizi merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam makanan dan diperlukan oleh tubuh untuk berbagai keperluan seperti menghasilkan energi, mengganti jaringan aus serta rusak, memproduksi substansi tertentu misalnya enzim, hormon dan antibodi. Zat gizi dapat dibagi menjadi kelompok makronutrien yang terdiri atas karbohidrat, lemak serta protein, dan kelompok mikronutrien yang terdiri atas vitamin dan mineral (Hartono, 2004). Perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan disebut sebagai tingkat kecukupan gizi. Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein menurut depkes (1996) diacu dalam sukandar (2007) adalah : (1) defisit tingkat berat (<70% AKG) ; (2) defisit tingkat sedang (70-79% AKG) ; (3) defiisit tingkat ringan (80-89% AKG) ; (4) normal (90-119% AKG) ; kelebihan (≥120% AKG). Energi Kebutuhan energi seseorang menurut FAO/WHO (1985) adalah konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila ia mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas
yang
sesuai
dengan
kesehatan
jangka-panjang,
dan
yang
memungkinkan pemeliharaan aktifitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan ekonomi. Menurut
Almatsier (2005) pada
anak-anak, ibu hamil, dan ibu
menyusukan kebutuhan energi termasuk kebutuhan untuk pembentukan jaringan-jarigan baru. Protein Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air (Almatsier, 2005). Soehardi (2004) menyatakan jika tidak terdapat cukup karbohidrat dan lemak, protein di bakar di dalam tubuh untuk memberikan kalori. Tetapi, fungsi protein yang utama adalah membangun dan memperbaiki jaringan-jaringan tubuh yang sudah rusak. Protein membantu sel-sel otak baru untuk menggantikan sel-sel lama yang sudah mati. Protein adalah nutrisi untuk perkembangan, pertumbuhan, dan hidupnya tubuh. Protein
19
juga berfungsi sebagai pengatur, yaitu pengatur tubuh, penghasil enzim, pemikat sistem imun, dan menstimulasi kelenjar endokrin. Status Gizi Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2001). Gibson (2005) menyatakan bahwa status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan zat gizi makanan didalam tubuh. Gizi membicarakan makanan dalam hubungannya dengan kesehatan dan proses dimana organisme menggunakan makanan untuk pemeliharaan kehidupan, pertumbuhan, bekerjanya anggota dan jaringan tubuh secara normal dan produksi tenaga (Suhardjo dkk, 1986). Antropometri sangat umum digunakan untuk menukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa et al, 2001). Berdasarkan Supariasa et al. (2001) pengukuran status gizi dengan menggunakan metode antropometri memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan dari metode ini adalah (a) tidak sensitif, (b) faktor di luar gizi (penyakit, genetik dan penurunan penggunanaan
energi)
dapat
menurunkan
spesifikasi
dan
sensitivitas
pengukuran antropometri, (c) kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi dan validitas pengukuran antropometri gizi. Sedangkan kelebihannya adalah (a) relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, (b) metode ini tepat dan akurat, (c) dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi dimasa lampau, (d) umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang dan gizi buruk, (e) dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu. Antropometri merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menilai status gizi dan merupakan indikator yang tepat dan efisien untuk menilai pertumbuhan remaja. Menurut WHO (2007) pengukuran status gizi pada anak usia 5 hingga 19 tahun sudah tidak menggunakan indikator BB/TB akan tetapi menggunakan indeks masa tubuh berdasarkan umur (IMT/U). Kategori status gizi berdasarkan IMT/U dapat dilihat pada Tabel berikut ini.
20
Tabel 1 Kategori status gizi berdasarkan IMT/U Variabel -3 ≤ z ≤ -2 -2 ≤ z ≤ +1 +1 ≤ z ≤ +2 z > +2 Sumber : WHO 2007
Kategori Kurus Normal Gemuk Obese
Remaja membutuhkan energi dan nutrien untuk melakukan deposisi jaringan. Peristiwa ini merupakan suatu fenomena pertumbuhan tercepat yang terjadi kedua kali setelah yang pertama dialami pada tahun pertama kehidupannya. Nutrisi dan pertumbuhan mempunyai hubungan yang sangat erat. Jika asupan nutrisi berlangsung optimal maka pertumbuhan potensialnya akan terpenuhi atau berlangsung optimal pula. Total nutrien yang dibutuhkan jauh lebih tinggi pada masa remaja daripada ketika menjalani siklus kehidupannya yang lain (Suandi, 2004). Kelompok umur remaja menunjukan fase pertumbuhan yang pesat, yang disebut „’adolescene growth spurt”, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang relatif besar jumlahnya. Pada remaja laki-laki kegiatan jasmaniah sangat meningkat, karena pada umur inilah perhatian untuk berolahraga sedang meningkat. Bila konsumsi zat gizi tidak ditingkatkan, mungkin akan terjadi defisiensi relatif terutama defisiensi vitamin-vitamin. Defisiensi sumber sumber energi akan menyebabkan anak-anak kelompok ini langsing, bahkan sampai kurus. Pada remaja perempuan mulai terjadi menarche dan mensis disertai pembuangan sejumlah Fe (Djaeni, 2004).