4
TINJAUAN PUSTAKA Remaja Istilah remaja dikenal dengan “adolescence” yang berasal dari bahasa Latin “adolescare” (kata bendanya = remaja), yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa (Desmita 2005). Lebih lanjut, Desmita menyebutkan bahwa batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Ahmadi dan Sholeh (2005) mengungkapkan bahwa pada masa ini terdapat beberapa fase, yaitu fase remaja awal (usia 12-14 tahun), remaja pertengahan (usia14-18 tahun), fase remaja akhir (usia 18-21 tahun). Menurut banyak ahli jiwa, fase remaja akhir berkisar pada umur 17-19 tahun atau 17-21 tahun (Kartono 1990). Hurlock (2000) menyebutkan bahwa masa remaja dikenal dengan masa storm and stress dimana terjadi pergolakan emosi yang diiringi oleh pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis secara bervariasi. Terdapat perubahan psikologis yang sama dan bersifat universal, yaitu : 1. Meningginya emosi, yang intensitasnya tergantung paada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Meningginya emosi lebih menonjol pada masa awal periode akhir masa remaja. 2. Perubahan tubuh, minat dan peran diharapkan oleh kelompok sosial untuk diperankan menimbulkan masalah baru pada tahap ini. 3. Dengan berubahnya minat dan perilaku, maka nilai-nilai juga berubah; dan 4. Sebagian besar remaja meninginkan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuan mereka untuk dapat mengatasi pertanggungjawaban tersebut. Selanjutnya Hurlock (2000) menjalaskan bahwa remaja dianggap sebagai suatu saat terjadinya ketegangan emosi meninggi sebagai akibat perubahan fisik dan kelenjar. Namun meningginya emosi terutama disebabkan oleh kondisi sosial dan kondisi baru yang membutuhkan penyesuaian. Papalia et al (2008) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan masa peluang sekaligus risiko. Selain itu, masa remaja merupakan masa yang menarik perhatian, karena sifatsifat khasnya dan karena peranannya yang menetukan dalam kehidupan individu dalam masyarakat orang dewasa (Ahmadi dan Sholeh 2005). Ahmadi dan Sholeh (2005) mengemukakan bahwa individu pada usia remaja berada pada vitalitas optimum. Perkembangan intelektualnya berada pada taraf operasional formal, sehingga kemampuan nalarnya tinggi. Atkinson et al. (1993) mengemukakan bahwa tugas penting yang dihadapi remaja ialah
5
mengembangkan persepsi identitas diri. Mencari identitas diri termasuk dalam hal memutuskan apa yang penting dan patut serta memformulasikan standar tindakan dalam mengevaluasi perilaku dirinya dan juga perilaku orang lain. Hal ini mencangkup juga perasaan harga diri daan kompetensi diri. Papalia et al (2008) mengungkapkan bahwa identitas diri muncul ketika anak muda memilih nilai, bukan sekedar mengikuti pilihan orangtuanya. Olahraga Olahraga adalah kegiatan pelatihan jasmani, yaitu kegiatan jasmani untuk memperkaya dan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan gerak dasar maupun gerak ketrampilan (kecabangan olahraga). Kegiatan itu merupakan bentuk pendekatan ke aspek sejahtera jasmani atau sehat jasmani yang berarti juga sehat dinamis yaitu sehat yang disertai dengan kemampuan gerak yang memenuhi segala tuntutan gerak kehidupan sehari-hari, artinya ia memiliki tingkat kebugaran jasmani yang memadai (Santosadan Komariah 2007). Aktifitas dalam olahraga dapat dibedakan menjadi aktifitas aerobik, anaerobik, dan kombinasi antara aktifitas aerobik dan anaerobik. Aktifitias aerobik merupakan aktifitas kegiatan fisik yang dilakukan pada tingkat intensitas sedang untuk jangka waktu tertentu. Dalam hal ini, oksigen digunakan untuk "membakar" lemak dan gula untuk menghasilkan adenosin trifosfat yang merupakan pembawa dasar dari energi di tingkat sel. Contoh olahraga aerobic yaitu gerak jalan cepat, jogging, bola basket, sepak bola, senam, renang. Olahraga anaerobik ("tanpa oksigen") adalah kebalikan dari olahraga aerobik ("dengan oksigen"). Keduanya, aerobik dan anaerobik, lebih menggunakan energi selama melakukan aktivitas fisik. Olahraga anaerobik membakar lebih banyak kalori, membutuhkan oksigen yang lebih besar dimana oksigen tersebut tidak tersedia dalam jumlah yang cukup untuk sel-sel dalam membakar lemak. Contoh olahraga anaerobic yaitu angkat besi, sprint 100m (Riyadi 2007). Tipe atlet dalam olahraga dapat dibedakan menjadi atlet endurance (daya tahan, atlet strength (kekuatan), dan atlet beregu. Atlet daya tahan merupakan atlet yang berpartisipasi dalam olahraga yang aktifitasnya berkesinambungan (30 menit hingga 4 jam) dan melibatkan otot secara keseluruhan. Adapun contoh olahraganya yaitu, renang, lari, bersepeda, dsb. Atlet kekuatan merupakan atlet yang berpartisipasi dalam olahraga yang keberhasilan dalam olahraga tersebut sangat bergantung kepada kekuatan otot. Adapun contoh olahraganya yaitu, angkat berat, gulat, senam dsb. Atlet beregu merupakan atlet yang terdiri dari 2
6
orang atau lebih yang berpartisipasi dalam suatu olahraga secara bersama-sama yang terkadang dipengaruhi oleh kemampuan fisik seperti daya tahan tubuh. Adapun contoh olahraganya yaitu bola basket, sepak bola, bola voli dsb (Riyadi H 2007). Pengetahuan Gizi Karyadi (1997) menjelaskan bahwa pengetahuan gizi sangat erat hubungannya dengan baik buruknya kualitas gizi dan makanan yang dikonsumsi. Pengetahuan gizi dapat diperoleh melalui pendidikan formal dan informal. Pendidikan formal ialah melalui kurikulum yang diterapkan di sekolah. Dicirikan dengan adanya tingkatan kronologis yang ketat untuk tingkat usia sasarannya. Sementara pendidikan informal tidak terorganisasi secara struktural dan tidak mengenal tingkatan kronologi menurut usia, keterampilan, dan pengetahuan, tetapi terselenggara setiap saat di lingkungan sekitar manusia (Hayati 2000). Pendidikan gizi menjadi landasan yang menentukan konsumsi pangan. Remaja yang memiliki pendidikan gizi yang baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan sepenunya dalam pemilihan maupun pengolahan pangan (Nasution & Khomsan 1995). Pengetahuan
gizi
merupakan
prasyarat
penting
untuk
terjadinya
perubahan sikap dan perilaku gizi. Pengetahuan juga merupakan salah satu perimbangan seseorang dalam memilih dan mengonsumsi makanan. Semakin baik pengetahuan gizi seseorang maka akan semakin memperhatikan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsinya. Orang yang semakin baik pengetahuan gizinya akan lebih baik mempergunakan pertimbangan rasional dan pengetahuannya dibandingkan panca inderanya sebelum mengonsumsi makanan (Sediaoetama 1996). Mariani (2002) menyatakan bahwa ketidaktahuan akan gizi dapat mengakibatkan sesorang salah memilih bahan dan cara menyajikannya. Akan tetapi sebaliknya, seseorang dengan pengetahuan gizi yang baik biasanya akan mempraktikan pola makan sehat agar terpenuhi kebutuhan gizinya. Notoadmodjo (1993) mengemukakan bahwa pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertetu. Pengetahuan diperoleh seseorang melalui pendidikan formal, informal dan non formal. Tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman, dan kejelasan mengenai obyek tertentu.
7
Selain pendapatan, peningkatan pendidikan, serta pengetahuan tentang pangan dan gizi diperlukan agar masyarakat dapat memperbaiki konsumsi pangan dan gizi sekaligus kesehatan mereka. Penetahuan didefinisikan sebagai ingatan terhadap materi atau bahan yang telah dipelajari sebelumnya yang mencakup semua hal dari fakta-fakta yang sangat khusus sampai semua teori yang sangat kompleks. Pengetahuan merupakan hasil belajar yang rendah tingkatannya (Bloom 1956 diacu dalam Pranadji 1988).Riyadi (1995) menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi adalah banyaknya informasi yang dimiliki seseorang mengenai kebutuhan tubuh akan zat gizi, kemampuan seseorang untuk menerapkan pengetahuan gizi ke dalam pemilihan pangan dan cara pemanfaatan pangan yang sesuai, dan keadaan kesehatan seseorang. Pengetahuan gizi sangat erat hubungannya dengan baik buruknya kualitas gizi dari makanan yang dikonsumsi. Dengan pengetahuan yang benar mengenai gizi, maka orang akan tahu dan berupaya untuk mengatur pola makannya sedemikian rupa sehingga seimbang, tidak kekurangan dan tidak berlebihan. Jadi masalah gizi yang timbul apakah gizi kurang atau gizi lebih sebenarnya disebabkan oleh perilaku yang salah, yakni adanya ketidak seimbangan antara konsumsi gizi dan kecukupan gizinya (Karyadi, 1997). Pengukuran Pengetahuan Gizi Pengukuran pengetahuan gizi dapat dilakukan dengan menggunakan instrument dalam bentuk tes obyektif yang paling sering digunakan. Di dalam menyusun instrument, diperlukan alternatif jawaban yang benar yang disebut sebagai “jawaban”, sedangkan alternatif jawaban yang salah disebut distracter. Multiple choice tes dapat digunakan untuk mengukur berbagai aspek yang terkait di dalam ranah kognitif. Oleh karena itu, bentuk tes ini sangat baik untuk mengetahui pengetahuan gizi individu (Khomsan 2000). Menurut Khomsan (2000) kategori pengetahuan gizi bisa dibagi dalam tiga kelompok yaitu baik, sedang, dan kurang (di Tabel 1). Cara pengkategorian dilakukan dengan menetapkan cut off point dari skor yang telah dijadikan dalam bentuk persentase. Cut off point yang biasa digunakan yaitu.
8
Tabel 1Cut off point Pengetahuan Gizi Kategori pengetahuan gizi
Skor
Baik Sedang
>80% 60%-80%
Kurang Sumber: Khomsan 2000
<60%
Penilaian Status Gizi Secara Antropometri Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia. Banyak cara untuk melakukan penilaian status gizi terhadap individu yaitu dengan cara penilaian status gizi secara antropometri, secara biokimia, secara klinis dan juga dengan asupan pangan (Arisman 2004). Metode
antropometri
merupakan
pengukuran
ukuran
tubuh
dan
komposisi tubuh secara kasar. Pengukuran ini dapat berubah-ubah sesuai dengan usia dan juga dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin. Antropometri merupakan salah satu metode yang digunakan dalam melakukan penilaian status gizi secara langsung. Pengukuran antropometri mempunyai keuntungan dalam menyediakan informasi status gizi pada masa lampau yang tidak dapat diperoleh dengan teknik penilaian yang lain (Gibson 2005). Pengukuran antropometri dapat digunakan dengan cepat, mudah, dan dapat dipercaya. Menurut Roedjito (1988) ukuran fisik seseorang sangat berhubungan dengan status gizi. Oleh karena itu, ukuran antropometri diakui sebagai indeks yang paling baik dan dapat diandalkan dalam penentuan status gizi untuk negara berkembang. Hal ini sangat penting karena penilaian status gizi lain lebih sulit dan lebih mahal. Metode
antropometri
juga
menggunakan
pengukuran-pengukuran
dimensi fisik dan komposisi tubuh. Pengukuran tersebut bervariasi menurut umur dan derajat gizi, sehingga bermanfaat terutama pada keadaan dimana terjadinya ketidakseimbangan energi dan protein secara kronis. Antropometri juga dapat digunakan untuk mendeteksi malnutrisi derajat sedang dan berat. Keuntungan lain dari pengukuran antropometri adalah memberikan informasi tentang riwayat gizi masa lampau, hal ini tidak dapat diperoleh (dengan tingkat kepercayaan yang sama) dengan menggunakan teknik penilaian lainnya (Riyadi 2003). Parameter-parameter yang biasanya diukur dalam pemeriksaan status gizi secara antropometri meliputi berat badan, tinggi badan, tebal lipatan kulit
9
(biseps, triseps, subscapula, suprailliac), lingkar lengan, lingkar kepala dan dada (Arisman 2004). Kategori remaja metode pengukuran status gizi menurut antropometri yang umumnya dilakukan adalah metode pengukuran status gizi antropometri berdasarkan IMT/U. Pengukuran status gizi dengan parameter IMT menurut umur (IMT/U) direkomendasikan sebagai indikator terbaik untuk remaja, nilai titik batas disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai titik batas yang direkomendasikan untuk remaja berdasarkan IMT/U Status gizi Kurus Normal At risk Gemuk Obese Sumber: Depkes 1996
Kategori -3 SD ≤ Z-score ≤ -2SD -2 SD ≤ Z-score ≤ +1 SD +1 SD ≤ Z-score ≤ +2 SD +2 SD ≤ Z-score ≤+3 Z-score ≥ +3 SD
Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan seseorang atau kelompok dengan tujuan tertentu. Tujuan mengonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Konsumsi pangan meliputi informasi mengenai jenis pangan dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang (sekeluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu (Hardinsyah & Martianto 1992). Menurut Hardinsyah dan Briawan (1994) banyak hal yang mempengaruhi konsumsi pangan individu diantaranya faktor ekonomi dan harga, serta factor sosio budaya dan religi yang ada di suatu daerah. Selain itu faktor kesehatan individu juga berpengaruh dalam konsumsi pangan, serta faktor fisiologis individu juga sangat menentukan jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsi oleh individu. Survei diet atau penilaian konsumsi pangan adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan tingkat asupan gizi perorangan atau kelompok. Dalam melakukan penilaian konsumsi pangan banyak terjadi bias yang
disebabkan
oleh
beberapa
faktor
seperti
ketidaksesuaian
dalam
menggunakan alat ukur, waktu pengumpulan data yang tidak tepat, instrumen tidak sesuai dengan tujuan, kemampuan dalam mengumpulkan data, daya ingat responden, dan daftar komposisi makanan yang digunakan tidak sesuai dengan makanan yang dikonsumsi responden sehingga interpretasi hasil yang kurang tepat. Oleh karena itu, perlu pemahaman yang baik dalam melakukan survei konsumsi pangan baik untuk individu, kelompok, maupun rumah tangga.
10
Walaupun data konsumsi pangan sering digunakan sebagai salah satu metode penentuan status gizi, namun survei konsumsi tidak dapat menentukan status gizi seseorang atau masyarakat secara langsung (Supariasa, Bakri, Fajar 2002). Supariasa et al. (2002) menjelaskan bahwa dalam survei konsumsi pangan terdapat tiga metode yang digunakan yaitu metode kualitatif, metode kuantitatif, serta gabungan dari metode keduanya. Metode kualitatif digunakan untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan pangan, dan menggali informasi tentang kebiasaan makan. Metode kuantitaif digunakan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah Masak (DKMM), dan Daftar Penyerapan Minyak (DPM). Metode yang biasa digunakan dalam menilai konsumsi pangan baik tingkat individu, keluarga maupun masyarakat antara lain metode penimbangan (weighed method), metode mengingat-ingat (recall method), riwayat makan (dietary history), frekuensi pangan (food frequency) dan metode kombinasi (Kusharto & Sa’adiyyah 2008). Kebiasaan Makan Konsumsi pangan dipengaruhi oleh kebiasaan makan seseorang (Suhardjo, 1989). Kebiasaan makan berasal dari kata kebiasaan dan makan. Kebiasaan adalah perilaku yang diperoleh dari pola praktek. Kebiasaan makan merupakan tindakan manusia (what people do, practise) terhadap makanan yang dipengaruhi oleh pengetahuan (what people thing) dan perasaan atau apa yang dirasakan (what people feel) serta persepsi (what people perceive) (Khumaidi, 1989). Kebiasaan makan dapat diartikan sebagai cara individu atau kelompok individu memilih pangan dan mengonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh-pengaruh fisiologik, psikologik, sosial, dan budaya (Hardinsyah, Suhardjo & Riyadi, 1988). Kebiasaan terbentuk dalam diri seseorang akibat proses sosialisasi yang diperoleh dari lingkungannya (Pranadji, 1988).
11
Sarapan pagi Salah satu kebiasaan makan yang sangat penting adalah kebiasaan makan pagi atau sarapan. Sarapan adalah makanan terpenting sepanjang hari. Para atlet harus benar-benar memperhatikan kebiasaan sarapan karena menyebabkan atlet lebih produktif dan berenergi tinggi. Bila tidak dibiasakan sarapan, kemampuan untuk berkonsentrasi akan hilang dan berkerja kurang efisien (Sumosardjuno1992). Demikian pula menurut Clark (1996), bila melupakan sarapan pagi menyebabkan tidak mampu berkonsentrasi pada pagi berikutnya, kerja dan belajar kurang cermat, cepat marah dan kurang bisa mengontrol diri atau kekurangan tenaga untuk latihan sore. Melupakan sarapan untuk menghemat kalori adalah pendekatan yang tidak sukses untuk mengurangi berat badan. Makanan cemilan Makanan cemilan mengandung jumlah kalori dan lemak tinggi disamping juga menggunakan bahan pengawet, MSG, garam atau gula berlebih. Tetapi tidak semua makanan cemilan demikian. Ada banyak makanan cemilan yang baik bagi tubuh seperti buah-buahan dan sayuran. Clark (1996) mengungkapkan kebiasaan memakan makanan kecil (cemilan) sebenarnya baik bila dipergunakan dengan bijaksana yaitu memilih cemilan yang banyak mengandung zat gizi. Ada tiga kunci dalam memilih makanan kecil (cemilan) yaitu jenis, tidak berlebihan, dan kemanfaatan. Suplemen Suplemen adalah makanan tambahan yang berisi vitamin atau mineral. Clark (1996) menyatakan bahwa olahraga tidak meningkatkan kebutuhan vitamin. Karena olahraga tidak membakar vitamin. Bila selalu mendapatkan makanan seimbang tidak diperlukan suplementasi. Kebutuhan vitamin B meningkat selama aktivitas yang berat, tetapi kebutuhan ini akan dipengaruhi dengan ditingkatkannya masukan kalori selama olahraga berat. Vitamin jika dikonsumsi terlalu banyak dapat menyebabkan toksik. Misalnya, vitamin B6 yang dikonsumsi lebih dari 1,0 gram per hari dalam jangka berbulan-bulan dapat berakibat hilangnya koordinasi otot dan paralysis (Husaini, 2000). Suplemen zat gizi yang berupa obat, makanan atau minuman yang banyak beredar dipasaran dengan berbagai merk hanya diperuntukkan bagi atlet pada kondisi tertentu. Hati-hati dalam
mengonsumsi suplemen secara
berlebihan, lebih baik konsultasikan kepada dokter terlebih dahulu.
12
Sikap Gizi Menurut Azwar (2004) sikap merupakan suatu bentuk respon evaluatif. Respon akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang mengkehendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk, positif-negatif, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap. Sikap seseorang dapat diketahui dan kecenderungan seseorang tersebut dalam bertingkah laku terhadap suatu objek tertentu. Sikap tersebut karena ada faktor pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agam, serta pengaruh faktor emosional (Azwar 2004). Menurut Notoatmodjo (2003) sikap akan sangat berguna bagi seseorang, sebab sikap akan mengarahkan [erilaku secara langsung. Dengan demikian sikap positif akan menumbuhkan perilaku yang positif dan sebaliknya sikap negatif akan mrnumbuhkan perilaku yang negatif saja, seperti menolak, menjauhi, meninggalkan, bahkan sampai hal-hal merusak. Di dalam sikap ada tiga komponen yaitu : 1. Komponen kognitif, yang menyangkut pengertian, kepercayaan, motif, dan sebagainya. 2. Komponen efektif, yang memrikan proses internal yang berkembang sebagai bagian dari emosi dan perasaan. 3. Komponen perilaku yang membentuk kecenderungan tertentu dan mengarahkannya pada suatu tindakan tertentu. Sikap bersifat relatif tetap, stabil, dan terus menerus. Suatu sikap yang sudah tumbuh dalam psikis seseorang tidak mudah akan berubah. Secara umum diketahu bahwa sikap itu terbentuk melalui pengetahuan (akal) dan pengalaman. Bahkan untuk membentuk sikap diperlukan penguatan-penguatan yang sebgaja dilakukan.
Sikap
mengandung
komponen
efektif,
sikap
terbentuk
dari
pengalaman seseorang, bertambah dan berkembang dalam psikis yang lain, merupakan proses internal, melibatkan keseluruhan pribadi dalam menanggapi objek pada suatu situasi. Sikap gizi merupakan kecenderungan seseorang untuk menyetujui atau tidak menyetujui terhadap suatu pernyataan (statement) yang diajukan. Sikap gizi
13
sering kali terkait erat dengan pengetahuan gizi. Mereka yang berpengetahuan gizi baik, cenderung akan memiliki sikap gizi yang baik pula. Sikap gizi dikategorikan ke dalam kalsifikasi kurang (<60), sedang (60-79), dan baik (≥80). Sikap gizi akan sangat berperan untuk mengubah praktik atau perilaku gizi. Hanya saja perilkau konsumsi pangan seseorang sering kali dipengaruhi oleh faktor yang lebih kompleks (khomsan et al. 2009). Survei Konsumsi Makanan Food Recall 24 jam Metode food Recall 24 jam merupakan salah satu metode dalam melakukan survei konsumsi pangan dengan tujuan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, dan perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Mengingat kembali dan mencatat jumlah serta jenis pangan dan minuman yang telah dikonsumsi selama 24 jam merupakan metode pengumpulan data yang paling banyak digunakan dan paling mudah digunakan (Arisman, 2004). Hal yang perlu diketahui bahwa dengan menggunakan metode recall 24 jam maka data yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif. Untuk mendapatkan data kuantitatif maka jumlah konsumsi pangan individu ditanyakan secara lebih jelas dan teliti dengan menggunakan alat ukur rumah tangga seperti sendok, gelas, piring, mangkuk, dan lain-lain (Superiasa et al. 2002). Metode recall ini mencatat mengenai jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi pada waktu yang lalu. Pengukuran konsumsi biasanya diawali dengan menanyakan jumlah pangan dalam URT, setelah itu baru dikonversikan ke dalam satuan berat. Metode recall ini murah, dan tidak memakan waktu banyak (Kusharto & Sa’adiyyah 2008). Pengukuran jika hanya dilakukan sebanyak satu kali (1x24 jam) maka data yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makan individu. Pengukuran recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut. Pengukuran sebaiknya dilakukan minimal dua kali (2x24 jam) tanpa berturut-turut sehingga dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intik harian individu (Gibson 2005). Metode ini cukup baik diterapkan dalam survei terhadap suatu kelompok masyarakat karena setiap orang telah memiliki menu yang relatif tetap selama seminggu kecuali pada hari libur tertentu atau
14
ketika mereka diundang menghadiri jamuan tertentu. Keberhasilan metode recall 24 jam ini sangat ditentukan oleh daya ingat responden, kesungguhan serta kesabaran dari pewawancara, kemampuan responden dalam memperkirakan ukuran makanan yang telah dimakan, dan derajat motivasi. Oleh karena itu, untuk dapat meningkatkan mutu data recall 24 jam maka sebaiknya dilakukan selama beberapa kali pada hari yang berbeda (tidak berturut-turut) tergantung dari variasi menu keluarga dari hari ke hari(Arisman 2004). Kecukupan Gizi Atlet Kecukupan gizi merupakan suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh, dan kondisi fisiologis khusus untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (Sandjaja et al 2009). Kecukupan zat gizi seseorang yang berprofesi sebagai atlet dengan bukan atlet akan berbeda karena orang yang berprofesi sebagai atlet akan memiliki tingkat aktivitas atau latihan yang lebih besar dibandingkan dengan orang yang bukan berprofesi sebagai atlet. Jenis aktivitas fisik misalnya adalah berjalan, berkebun, melakukan pekerjaan rumah tangga, menari, dan juga mencuci mobil juga termasuk ke dalam aktivitas fisik (Hoeger & Hoeger 2005). Menurut Almatsier (2001) aktivitas fisik memerlukan energi di luar kebutuhan untuk metabolisme basal. Pada saat melakukan aktivitas fisik, otot memerlukan tambahan energi di luar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan selama aktivitas fisik bergantung pada banyaknya otot yang bergerak, berapa lama, dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan. Oleh sebab itu, kecukupan gizi seseorang yang melakukan aktivitas fisik seperti atlet lebih besar dibandingkan orang biasa. Kecukupan Energi Aktivitas fisik membutuhkan energi yang diperoleh dari makanan yang dikonsumsi setiap hari. Energi yang tersedia serta siap dipakai untuk kontraksi otot berupa Adenosine Triphospate (ATP) terdapat di dalam otot. Untuk terjadinya kontraksi otot memerlukan energi yang diperoleh dari energi yang dibebaskan pada reaksi kimia terutama reaksi kimia ATP menjadi ADP. ATP + H2O
ADP + H + Pi
-31 kJ per mol ATP
15
Pada kegiatan olahraga dengan aktivitas aerobik yang dominan, metabolisme energi akan berjalan melalui pembakaran simpanan karbohidrat, lemak dan sebagian kecil (±5%) dari pemecahan simpanan protein yang terdapat di dalam tubuh untuk menghasilkan Adenosine Triphospate (ATP). Proses metabolisme ketiga sumber energi ini akan berjalan dengan kehadiran oksigen yang diperoleh melalui proses pernafasan. Pada aktivitas yang bersifat anaerobik, energi yang akan digunakan oleh tubuh untuk melakukan aktivitas yang membutuhkan energi secara cepat ini akan diperoleh melalui hidrolisis Phosphocreatine (PCr) serta melalui glikolisis glukosa secara anaerobik. Proses metabolisme energi secara anaerobik ini dapat berjalan tanpa kehadiran oksigen (Irawan, 2007). Kebutuhan Karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber energi utama dam memegang peranan sangat penting untuk seorang atlet dalam melakukan olahraga. Untuk berolahraga, energi berupa ATP dapat diambil dari karbohidrat yang terdapat dalam tubuh berupa glukosa dan glikogen yang disimpan dalam otot dan hati. Selama beberapa menit permulaan kerja glukosa darah merupakan sumber energi utama, selanjutnya tubuh menggunakan glikogen otot dan hati. Glikogen otot langsung digunakan oleh otot untuk pembentukan energi, sedangkan glikogen hati mengalami perubahan menjadi glukosa yang akan masuk ke peredaran darah untuk selanjutnya dipergunakan oleh otot (Depkes 1993). Kebutuhan Lemak Lemak atau disebut trigliserida yang digunakan untuk pembentukan energi terutama berasal dari lemak endogen yaitu lemak yang dibentuk tubuh. Kebutuhan lemak tidak dinyatakan secara mutlak, akan tetapi seseorang yang bukan berprofesi sebagai atlet sebaiknya mengonsumsi makanan yang mengandung lemak 15-30% (Almatsier 2004), sedangkan kebutuhan lemak atlet berkisar antara 20-25% dari total energi yang dibutuhkan. Lemak dalam tubuh berperan sebagai sumber energi utama pada olahraga dengan intensitas sedang dalam waktu lama misalnya olahraga bukan endurans. Pada olahraga endurans, lemak yang digunakan dipecah terlebih dahulu menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak bebas diangkut ke jaringan lain dan dipergunakan sebagai sumber energi. Pembentukan energi dari asam lemak membutuhkan oksigen lebih banyak dibandingkan karbohidrat sehingga tidak dapat diharapkan pada olahraga berat dalam waktu singkat (Depkes 1993).
16
Kebutuhan Protein Protein bukan merupakan substrat penghasil energi yang tidak bermakna selama berolahraga karena hanya 5-10% dari total energi yang dikeluarkan berasal dari protein (Depkes 1993). Protein berperan sebagai zat pembangun komponen dan struktur jaringan tubuh yang rusak seperti otot, serta berperan dalam pembentukan enzim, hormon, neurotransmiter, dan antibodi. Atlet
sebaiknya
mengonsumsi
pangan
yang
bervariasi
untuk
meningkatkan kualitas protein. Akan tetapi, atlet tidak dianjurkan mengonsumsi pangan sumber protein dalam jumlah berlebih. Asupan protei yang berlebih akan diubah menjadi lemak badan. Selain itu menyebabkan diuresis sehingga dapat menyebabkan dehidrasi (Depkes 1993). Kebutuhan Vitamin dan Mineral Vitamin dan mineral memainkan peranan penting dalam mengatur dan membantu reaksi kimia zat gizi penghasil energi, sebagai koenzim, dan kofaktor. Pada keadaan defisiensi satu atau lebih dapat mengganggu kapasitas latihan. Kebutuhan vitamin terutama vitamin yang larut air (vit. B dan C) meningkat sesuai dengan meningkatnya kebutuhan energi. Vitamin dan mineral yang penting diperhatikan dalam kaitannya dengan aktivitas fisik seperti vitamin A, B, C, D, E, dan K (Nurcahyo 2008). Sedangkan menurut Clark (1996) menyatakan bahwa
bila
selalu
mendapatkan
makanan
seimbang
tidak
diperlukan
suplementasi. Siswa remaja memerlukan oksigen yang lebih banyak untuk pembakaran karbohidrat yang menghasilkan energi terutama pada saat beraktivitas. Untuk mengangkut oksigen (O2) ke otot diperlukan Hemoglobin (Hb) atau sel darah merah yang cukup. Untuk membentuk Hb yang cukup tubuh memerlukan zat besi (Fe) yang bersumber dari daging (dianjurkan daging yang tidak berlemak), sayuran hijau, dan kacang-kacangan. Oleh karena itu, siswa remaja tidak boleh menderita anemia, agar dapat berprestasi. Siswa yang masih remaja memerlukan kalsium yang relatif lebih tinggi untuk pertumbuhan tulangnya. Sumber kalsium bisa didapatkan dari susu (rendah lemak). Oleh karena itu, siswa-siswi yang masih remaja sangat dianjurkan untuk mengonsumsi susu setiap hari agar mencapai tinggi badan optimal. Ikan juga merupakan sumber kalsium terutama ikan yang dikonsumsi dengan tulangnya (contoh: ikan teri). Kebutuhan kalsium pada remaja usia 15 tahun adalah 1200 mg dan pada remaja dengan usia 16-18 tahun adalah 1000 mg (Rumawas 2000).
17
Vitamin A Vitamin A merupakan vitamin larut lemak yang pertama ditemukan dan merupakan
nama
generik
yang
menyatakan
semua
retinoid
dan
prekursor/provitamin A/karotenoid yang mempunyai aktivitas bilogik seperti retinol. Fungsi utama dari Vitamin A adalah sebagai bagian yang vital pada sistem penglihatan (Wolinsky & Driskell 2006). VitaminA selain berperan dalam proses penglihatan juga berperan dalam kekebalan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, dan pencegahan penyakit kanker dan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung (Almatsier 2004). Bagi atlet, vitamin A sangat berperan penting dalam differensiasi sel, oleh sebab itu intik vitamin A yang cukup sangat diperlukan dalam peningkatan performa atlet dan pemulihan latihan. Menurut Wolinsky dan Driskell (2006) intik vitamin A yang dianjurkan bagi atlet yang berumur diantara 14-18 tahun sebaiknya lebih dari 900 µgRE dan tidak melebihi 2800 µgRE. Kelebihan konsumsi vitamin A menurut Sulaeman dan Muhilal (2004) dapat memberikan efek teratogenik, kelainan jantung, kelainan saluran kemih, mengganggu sistem saraf pusat dan tulang otot. Vitamin C Vitamin C atau yang biasa dikenal dengan nama asam askorbat merupakan salah satu vitamin larut air yang berfungsi dalam sintesis kolagen, katekolamin, serotonin dan karnitin di dalam tubuh. Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat kuat dalam menangkal radikal bebas. Vitamin C juga berguna dalam absorbsi zat besi, peredaran, dan juga cadangannya. Dalam aktivitas, vitamin C berguna dalam stimulasi sistem imun, mengurangi kelelahan dan kelemahan otot, meningkatkan performa, dan melindungi sel dari ancaman radikal bebas (Chen 2000). Kecukupan vitamin C yang dianjurkan untuk individu adalah sebanyak 60 mg per hari (Setiawan & Rahayuingsih 2004). Namun jumlah tersebut dapat melebihi anjuran, hal ini dikarenakan terdapat beberapa aktivitas fisik yang terkadang menurunkan kadar vitamin C di dalam tubuh. Menurut Wolinsky dan Driskell (2006) intake vitamin C bagi atlet dapat bervariasi dari 100 mg hingga 1000 mg per hari bergantung kepada aktivitas yang dilakukan. Vitamin B1 Vitamin B1 atau yang lebih biasa dikenal dengan nama Tiamin merupakan vitamin yang berfungsi sebagai koenzim yang penting dalam
18
metabolisme energi dari karbohidrat. Tiamin dalam betuk koenzim dikenal sebagai Tiamin Pirofisfat (TPP) atau Trifosfat (TTP). Timain terdapat pada seluruh jaringan tubuh, tapi tidak terdapat caringan cadangan tiamin, sehingga asupan sehari-hari sangat penting untuk mencukupi kebutuhan tubuh. Jumlah tiamin yang dianjurkan dalam kebutuhan harus berdasarkan pada jumlah karbohidrat dalam makanan (Setiawan & Rahayuningsih 2004). Kebutuhan tiamin dipengaruhi oleh umur, asupan energi, asupan karbohidrat, dan berat badan. Angka kecukupan tiamin sehari-hari pada remaja yang berumur 13-16 tahun adalah 1 mg per hari menurut WKNPG tahun 2004. Sumber utama tiamin di dalam makanan adalah serealia, kacang-kacangan, semua daging organ, daging tanpa lemak, dan kuning telur (Almatsier 2004). Zat Besi Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Zat besi mempunyai beberapa fungsi essensial di dalam tubuh, yaitu sebagai alat angkut elektron di dalam sel dan sebagai bahan terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier 2004). Zat besi ada dihampir semua bentuk makanan dan minuman serta wadah yang digunakan baik untuk menyimpan maupun untuk tempat makanan. Dalam bentuk padat, besi dikenal sebagai metal atau senyawa besi. Sedangkan dalam larutan, besi ada dalam bentuk ferro maupun ferri (Kartono & Soekatri 2004). Kecukupan zat besi yang dianjurkan oleh WKNPG tahun 2004 untuk remaja pria berumur 13-15 tahun adalah sebanyak 19 mg, sedangkan untuk remaja pria berumur 16 tahun sebanyak 15 mg. Kecukupan besi untuk remaja wanita berumur 15 dan 16 tahun sebanyak 26 mg. Kalsium Atlet yang masih remaja memerlukan kalsium yang jumlahnya relatif lebih tinggi untuk pertumbuhan tulangnya. Menurut Kartono dan Soekatri (2004) anak yang masih tumbuh dan kembang seperti remaja memerlukan pembentukan tulang yang lebih banyak daripada orang tua. Oleh sebab itu atlet remaja masih sangat dianjurkan untuk mengonsumsi makanan tinggi kalsium dalam mencapai pertumbuhan yang optimal. Kecukupan kalsium yang dianjurkan oleh WKNPG 2004 untuk remaja baik pria maupun wanita yang berumur 15-16 tahun adalah sebanyak 1000 mg setiap harinya.
19
Status Gizi dan Pengukurannya Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier 2001). Menurut Harper, Deaton & Driskel (1996) status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan makanan. Demikian pula menurut Riyadi (1995) mendefinisikan status gizi sebagai keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok
orang
yang
diakibatkan
oleh
konsumsi,
penyerapan
dan
penggunaan zat gizi. Ada beberapa cara yang digunakan untuk menilai status gizi yaitu konsumsi makanan, antropometri, biokomia, dan klinis. Antropometri merupakan salah satu metode yang digunakan dalam melakukan penilaian status gizi secara langsung. Pengukuran antropometri ini berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai parameter atau jenis ukuran tubuh yang digunakan sebagai indikator status gizi seperti umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak di bawah kulit. Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan
antara
asupan
protein
dan
energi.
Gangguan
ketidakseimbangan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa et al. 2002). Tujuan dari pengukuran antropometri adalah besaran komposisi tubuh yang dapat dijadikan isyarat dini perubahan status gizi. Tujuan ini dikelompokkan menjadi tiga yaitu : 1) penapisan status gizi, 2) survei status gizi, dan 3) pemantauan status gizi (Arisman 2004). Penapisan diarahkan pada orang per orang untuk keperluan khusus. Survei ditujukan untuk memperoleh gambaran status gizi masyarakat pada saat tertentu serta faktor-faktor yang berkaitan. Pemantauan bermanfaat sebagai pemberi gambaran perubahan status gizi dari waktu ke waktu. Menurut Roedjito (1988) ukuran fisik seseorang sangat berhubungan dengan status gizi. Atas dasar ini ukuran antropometri diakui sebagai indeks yang baik dan dapat diandalkan bagi penentuan status gizi untuk negara-negara berkembang. Hal ini sangat penting karena cara penilaian status gizi lain lebih sulit dan lebih mahal. Pada orang dewasa, status gizi dapat ditentukan dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (Riyadi 1995). Namun demikian, menurut Damayanti (2000) Indeks Massa Tubuh (IMT) yang dibuat untuk populasi umum,
20
tidak cocok digunakan pada remaja, Siswa remaja dengan lean body mass yang meningkat mungkin mempunyai kadar lemak yang rendah, namun IMTnya melebihi batas yang dianjurkan. IMT masih dapat digunakan untuk perkiraan pertama tentang interval berat badan yang diinginkan, atau pada siswa wanita yang mengharapkan berat badan yang tidak realistik misalnya. Kebugaran Kebugaran jasmani atau kebugaran fisik merupakan kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas dan pekerjaan sehari-hari, kegiatan rekreasi atau kegiatan lainnya yang bersifat mendadak tanpa mengalami kelelahan yang berarti (Riyadi 2007). Kebugaran jasmani adalah kemampuan tubuh untuk melakukan kegiatan sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan fisik dan mental yang berlebihan. Kebugaran jasmani adalah kemampuan jasmani yang dapat menyesuaikan fungsi alat-alat tubuhnya terhadap tugas jasmani tertentu dan terhdap lingkungan yang harus diatasi dengan cara efisien tanpa kelelahan yang berlebihan dan tetap pulih sempurna sebelum datang tugas yang sama pada esok hari (Griwijoyo 2006). Menurut Giriwijoyo dan Ali (2005) kebugaran jasmani sesungguhnya adalah derajat sehat dinamis tertentu yang dapat menanggulangi tuntutan jasmani dalam menjalankan tugas hidup sehari-hari dengan selalu masih mempunyai cadangan kemampuan untuk melakukan kegiatan aktivitas fisik ekstra serta pulih kembali sebelum menjalani tugasnya sehari-hari. Kebugaran fisik atau jasmani adalah suatu kualitas atau kondisi fisiologis dan karena itu jelas berbeda dengan aktivitas fisik serta latihan fisik yang merupakan tipe perilaku lainnya. Kebugaran fisik dapat diklasifikasikan sebagai kebugaran yang berkaitan dengan kesehatan dan kebugaran yang berkaitan dengan kinerja. Kebugaran
yang
berkaitan
dengan
kesehatan
meliputi
kebugaran
kardiorespiratori, kekuatan dan ketahan otot, komposisi tubuh dan kelenturan (fleksibilitas). Sedangkan kebugaran yang berkaitan dengan kinerja meliputi kebugaran kardiorespiratori, kekuatan dan ketahanan otot, komposisi tubuh, kelenturan (fleksibilitas), tenaga otot (muscle power), kecepatan (speed), agilitas dan keseimbangan (Gibney et al 2008). Kebugaran dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, umur jenis kelamin, keturunan, makanan dan gizi yang seimbang, serta kebiasaan merokok. Ciri-ciri kebugaran jasmani yang baik yaitu, tahan jika bekerja dalam waktu yang lama, tidak lekas capai, tidak mudah terkena stress, tidak mudah terserang penyakit, dan produktivitas kerja yang tinggi (Riyadi 2007).Menurut Moxnes dan
21
Hausken (2008), dengan berolahraga secara rutin, seseorang dapat mencapai tingkat kebugaran setara dengan orang yang tidak aktif yang usianya 10-20 tahun lebih muda. Kebugaran jasmani sangat penting dalam menunjang aktifitas kehidupan sehari-hari, akan tetapi nilai kebugaran jasmani tiap-tiap orang berbeda-beda sesuai dengan tugas atau profesi masing-masing. Kebugaran jasmani terdiri dari komponen-komponen yang dikelompokkan menjadi kelompok yang berhubungan dengan kesehatan (health relatedphysical
fitness)
dan kelompok yang
berhubungan dengan ketrampilan (skill related physical fitness) (Nurcahyo 2008). Menurut Wahjoedi (2001), kebugaran jasmani yang berhubungan dengan keterampilan (skill related fitness), meliputi tujuh komponen, antara lain: 1. Kecepatan (speed), yaitu kemampuan tubuh untuk melakukan gerakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. 2.
Kecepatan reaksi (reaction speed), yaitu waktu yang diperlukan untuk memberikan respon kinetik setelah menerima suatu stimulus.
3. Daya ledak (power), yaitu kemampuan tubuh yang memungkinkan otot atau sekelompok otot untuk bekerja secara cepat. 4. Kelincahan (agility), yaitu kemampuan tubuh untuk mengubah arah secara cepat tanpa adanya gangguan keseimbangan atau kehilangan keseimbangan. 5. Keseimbangan (balance) adalah kemampuan untuk mempertahankan posisi atau sikap tubuh secara tepat pada saat melakukan gerakan. 6. Ketepatan (accuracy), yaitu kemampuan tubuh atau anggota tubuh untuk mengarahkan sesuatu sesuai dengan sasaran yang dikehendaki. 7. Koordinasi (coordination), yaitu kemampuan tubuh untuk melakukan gerakan secara tepat, cermat dan efisien. Koordinasi menyatakan hubungan berbagai unsur yang terjadi pada setiap gerakan. 8. Daya tahan (endurance), yaitu kemampuan untuk bertahan terhadap pengeluaran energi dan kegiatan jasmani yang berat sebagai cerminan dari cadangan kardiopulmoner yang baik. VO2 Max (VO2 maximum) Menurut Depkes (1997) VO2 max (VO2 maximum) yaitu kemampuan maksimum tubuh untuk mengambil oksigen. Semakin keras berlatih maka akan semakin cepat siswa bernafas yang menjadikan masukan oksigen meningkat sehingga memungkinkan pembentukan energi secara aerob. Selain itu, VO2 max
22
juga didefinisikan sebagai laju tertinggi dari konsumsi oksigen yang dapat dicapai selama latihan yang maksimal. Peningkatan intensitas latihan dapat membuat konsumsi oksigen juga meningkat (Mackenzie 1997). Mereka yang mempunyai VO2 max yang tinggi dapat melakukan lebih banyak pekerjaan sebelum menjadi lelah, dibandingkan dengan mereka yang mempunyai VO2 max yang rendah (Nurcahyo 2008). Laju maksimal metabolik dapat diartikan kapasitas maksimal dari aerobik atau kemampuan aerobik maksimal atau VO2 max. Laju maksimal metabolik tergantung dari sistem fisiologi, pernafasan, kardiovaskular, sistem metabolik dari otot serta aktivitas dalam melakukan pekerjaan. Untuk membandingkan berbagai macam ukuran yang berbeda dari tiap individu, VO2 max bisa disajikan dalam bentuk per kilogram berat badan (ml/kg/min) atau (liter/menit). Pada atlet, beberapa perubahan dalam aktivitas menyebabkan perbaikan dalam
performanya.
Pemanasan
sebelum
berolahraga
bertujuan
untuk
mendapatkan kapasitas maksimal. VO2 max memiliki ambang batas. Data tahun 1960 menyebutkan bahwa puncak dari VO2 max mendekati 85ml/kg/min. Data terkini juga menunjukkan hal yang sama. Tetapi banyak faktor yang dapat mempengaruhinya
tidak
hanya
bentuk
latihan
dari
siswa
tetapi
juga
perlengkapan yang digunakan serta faktor-faktor lainnya seperti ambang batas anaerobik serta faktor ekonomi (MacMurray & Ondrak 2008). Kebugaran dapat diukur dengan cara mengukur volume oksigen yang dapat
dikonsumsi
selama
berolahraga
pada
kapasitas
maksimum.Nilai
VO2maximum seorang atlet dan non atlet dapat dikategorikan berdasarkan umur dan jenis kelamin.Nilai VO2max seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, 1) kemampuan kimia dari sistem jaringan otot selular untuk menggunakan oksigen dalam mengurai bahan bakar dan 2) kemampuan gabungan sistem jantung dan paru untuk mengangkut oksigen ke sistem jaringan otot
23
Tabel 3 Normatif nilai VO2maximum atlet dan non atlet Non Atlet Umur
Laki-laki
Perempuan
10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69
47-56 43-52 39-48 36-44 34-41 31-38
38-46 33-42 30-38 26-35 24-33 22-30
70-79
28-35
20-27
Atlet Jenis Olahraga Bolabasket Bersepeda Senam Sepakbola Skating Berenang Atletik Atletik Bola voli Angkat berat Gulat
Umur 18-30 18-26 18-22 22-28 18-24 10-25 18-39 40-75 18-22 20-30 20-30
Laki-laki 40-60 62-74 52-58 54-64 56-73 50-70 60-85 40-60
Perempuan 43-60 47-57 35-50 50-60 44-55 40-60 50-75 35-60 40-56
38-52 52-65
Sumber: Mackenzie 1997 Individu yang berada dalam kondisi sehat memiliki nilai VO2max yang lebih tinggi dan dapat melaksanakan aktivitas lebih baik daripada individu yang berada dalam kondisi tidak sehat. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa seorang individu dapat meningkatkan VO2max dengan melakukan aktivitas yang intensitasnya dapat meningkatkan denyut jantung menjadi antara 65 dan 85% dari keadaan maksimum (pada keadaan normal) setidaknya selama 20 menit tiga sampai lima kali seminggu. Nilai rata-rata VO2max untuk atlet laki-laki adalah sekitar 3,5 liter / menit dan untuk atlet perempuan itu adalah sekitar 2,7 liter / menit (Mackenzie 1997) Tes Balke Tes
Balke
merupakan
salah
satu
metode
untuk
mengukur
VO2maksimumatau kebugaran aerobik yang dilakukan dengan cara atlet berlari selama 15 menit kemudian diukur jarak yang mampu ditempuh selama selang waktu tersebut. Untuk menghitung berapa VO2maksimum atlet tersebut maka
24
digunakan perhitungan berdasarkan jarak yang telah ditempuh oleh atlet tersebut. Total VO2maksimum = (((Total jarak yang ditempuh ÷ 15) - 133) × 0.172) + 33.3 Hasil uji yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan hasil uji Balke yang telah dilakukan sebelum-sebelumnya. Hal ini digunakan untuk mengetahui seberapa
besar
pengaruh
latihan
seorang
atlet
untuk
meningkatkan
VO2maksimum atlet tersebut (Mackenzie 1997). Hasil pengukuran Tes Balke dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1. Suhu, tingkat kebisingan dan kelembaban 2. Waktu tidur atlet sebelum melaksanakan tes dan emosi atlet 3. Obat-obatan yang sedang dikonsumsi oleh atlet 4. Waktu pelaksanaan tes (sebaiknya dilakukan sebelum jam 11 siang) 5. Asupan kafein atlet 6. Waktu makan terakhir atlet 7. Lingkungan pelaksanaan tes (rumput, track, jalanan, gym) 8. Pengetahuan atlet 9. Akurasi pengukuran 10. Apakah atlet benar benar menggunakan usaha maksimal untuk melakukan tes 11. Kepribadian, pengetahuan dan kemampuan penguji. (Mackenzie 1997) Denyut Jantung Denyut jantung adalah jumlah jantung berdetak setiap satu menit. Denyut akan meningkat pada saat orang berolahraga dan menurun pada saat orang istirahat. Denyut jantung adalah gerak yang tidak sadar dan orang tidak dapat mengontrolnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi denyut jantung antara lain umur, jenis kelamin, makanan yang dikonsumsi, emosi, suhu tubuh, faktor lingkungan dan kebiasaan merokok. Denyut jantung orang dewasa saat istirahat berkisar antara 40 sampai 80 kali per menit. Orang dengan jantung yang bugar akan memompa lebih banyak darah tiap denyutnya sehingga jumlah denyut menjadi di bawah normal. Orang yang tidak bugar dan memulai program latihan, denyut jantung istirahat akan menurun sekitar 10 sampai 15 kali per menit. Kebutuhan oksigen saat latihan intensif membuat jantung bekerja lebih keras sehingga akan mempercepat denyut jantung. Denyut jantung maksimum
25
setiap orang berbeda-beda dan akan menurun seiring dengan bertambahnya umur. Denyut jantung maksimum dapat diperkirakan dengan mengurangi umur dari 220. Contohnya, seseorang yang berusia 20 tahun memiliki denyut jantung maksimum sebesar 200 kali per menit (220-20=200). Orang yang terlatih akan memiliki denyut jantung yang lebih rendah daripada orang biasa pada tingkat aktivitas yang sama. Denyut jantung yang lebih rendah mengakibatkan nilai VO2 max pada orang terlatih menjadi lebih tinggi. Denyut jantung akan mengalami penurunan setelah melakukan latihan fisik selama waktu tertentu. Hal ini adalah kompensasi tubuh terhadap latihan fisik. Target denyut jantung adalah cara untuk menentukan intensitas latihan yang dibutuhkan untuk meningkatkan ketahanan jantung dan manfaat kesehatan lainnya dari latihan aerobik. Para ahli mengatakan bahwa tiga sampai lima sesi latihan setiap minggu sangat penting untuk kesehatan tubuh (Macmillan 1993).