TINJAUAN PUSTAKA Remaja dan Model Masa remaja merupakan jalan panjang yang menjembatani periode kehidupan anak dan orang dewasa, yang berawal pada usia 9-10 tahun dan berakhir di usia 18 tahun. Pertumbuhan yang disertai dengan perubahan fisik, memicu berbagai kebingungan. Golongan remaja rentan akan adanya berbagai pengaruh dari luar yang dapat dengan mudah langsung diikuti. Masa remaja merupakan perubahan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada masa ini banyak terjadi perubahan, baik secara fisik, mental maupun sosial. Perubahan ini perlu didukung oleh kebutuhan makanan (zat-zat gizi) yang tepat dan memadai. (Garwati dan Wijayati 2010). Menurut
Cash
(2002)
jenis
kelamin
merupakan
faktor
yang
mempengaruhi dalam perkembangan gambaran tubuh seseorang. Pada umumnya, remaja perempuan lebih kurang puas dengan keadaan tubuhnya dan memiliki lebih banyak gambaran tubuh yang negatif dibandingkan dengan remaja laki-laki. Hal tersebut dikarenakan pada saat mulai memasuki masa remaja, seseorang perempuan akan mengalami peningkatan lemak tubuh yang membuat tubuhnya semakin jauh dari bentuk tubuh yang ideal, sedangkan remaja laki-laki menjadi lebih puas karena massa otot yang meningkat (Santrock 2003). Ketidakpuasan terhadap gambaran tubuh pada remaja perempuan umumnya mencerminkan keinginan untuk menjadi lebih langsing sedangkan pada remaja laki-laki ketidakpuasan terhadap tubuhnya juga timbul karena keinginan untuk menjadi lebih besar, lebih tinggi dan berotot (Evans et al 2008). Masa remaja merupakan masa “rawan gizi” karena kebutuhan akan gizi sedang tinggi-tingginya. Hal ini yang menyebabkan sering timbul masalah gizi pada remaja putri. Masalah gizi pada remaja putri akan berdampak negatif pada kesehatan. Misalnya penurunan konsentrasi belajar, risiko melahirkan bayi dengan BBLR (berat badan lahir rendah) dan penurunan kesegaran jasmani. Banyak penelitian telah dilakukan menunjukkan kelompok remaja perempuan menderita atau mengalami banyak masalah gizi. Masalah gizi tersebut antara lain anemia dan indeks massa tubuh (IMT) kurang dari batas normal atau kurus. Banyak remaja perempuan menginginkan bentuk tubuh yang sempurna dan terpengaruh iklan untuk mengurangi berat badan atau membentuk tubuh yang ideal menurut iklan. Permasalahan yang sering dialami oleh remaja perempuan adalah rasa tidak percaya diri karena tubuh dinilai kurang atau tidak
5
ideal, baik oleh orang lain maupun oleh dirinya sendiri. Hal itu yang membuat remaja jadi tidak mau memperhatikan asupan makanan yang bergizi karena yang bergizi tersebut mereka anggap membuat tubuh menjadi gemuk atau melar. Padahal, pada masa remaja kebutuhan gizi sangat penting untuk diperhatikan (Evans et al 2008). Dunia model merupakan usaha menjual jasa, dimana model menjadi mediator antara desainer atau produsen dengan konsumen. Model adalah orang yang bertugas untuk menampilkan atau mempresentasikan sebuah produk. Model tidak hanya sekedar tampil dalam gambar atau majalah atau dipanggung peragaan, melainkan juga menciptakan sikap, ekspresi dan gaya tertentu dalam memperagakan produk. Dunia model yang umumnya digeluti oleh wanita sangat menuntut penampilan fisik yang sempurna seperti tubuh yang tinggi semampai dan tubuh yang kurus dan langsing karena industry fashion pada umumnya menetapkan size 0 sebagai ukuran baju yang akan mereka peragakan. Hal ini membuat para model tersebut berlomba-lomba memiliki bentuk tubuh dan berat badan yang ideal agar mereka dapat terus mempertahankan keseksian mereka sebagai model (Henry 2006). Keinginan untuk memiliki bentuk tubuh yang sempurna dan persaingan di dunia model yang ketat membuat para model tersebut melakukan apa saja agar bentuk tubuh mereka menjadi sempurna, salah satunya adalah dengan melakukan diet ketat. Diet ketat yang dilakukan para model lama-kelamaan membawa pada kebiasaan makan yang kurang baik yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya gangguan makan (Henry 2006). Konsumsi Pangan Makan
merupakan
mempertahankan
kebutuhan
kelangsungan
hidup.
dasar
setiap
manusia
tidak
manusia dapat
untuk
memenuhi
kebutuhan gizinya tanpa makanan. Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makanan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan tujuan sosiologis adalah memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat. Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya
6
bertindak menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses metabolisme, dan memperbaiki jaringan tubuh (Sedioetama 1996). Konsumsi, jumlah dan jenis pangan dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Harper et al (1986) dalam Maulad (2010) faktor-faktor yang sangat mempengaruhi konsumsi pangan adalah jenis, jumlah produksi dan ketersediaan pangan. Kualitas pangan mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan, sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam suatu bahan pangan. Untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsur kualitas dan kuantitas harus dapat terpenuhi. Dalam aspek gizi, tujuan mengonsumsi makanan dan minuman adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Pola konsumsi makanan dan minuman remaja dapat dipengaruhi pola konsumsi teman sebaya. Remaja lebih mudah menerima satu jenis makanan dan minuman yang relatif baru dari orang-orang yang merupakan teman dekatnya, mereka lebih senang makan dan minum bersama orang yang dekat dengan mereka. Gangguan Makan Gangguan makan adalah gangguan psikologis dan medis yang menyebabkan kelainan serius dalam perilaku makan untuk mengendalikan berat badan. Ada dua gangguan makan yang paling umum adalah anorexia nervosa dan bulimia nervosa. Anorexia nervosa ditandai dengan penolakan untuk mempertahankan tubuh yang normal minimal berat badan. Bulimia nervosa ditandai dengan episode berulang dari binge eating diikuti oleh perilaku kompensasi yang tidak patut seperti muntah, penyalahgunaan obat pencahar, diuretik atau obat lain, puasa atau olahraga yang berlebihan. Gangguan dalam persepsi bentuk tubuh dan berat badan adalah fitur penting dari kedua gangguan tersebut. Kategori lain adalah, gangguan makan tidak spesifik yaitu untuk menggambarkan gangguan yang tidak mematuhi dengan kriteria yang berlaku untuk anorexia nervosa dan bulimia nervosa. APA (1994) dalam Cohen (2006) menyatakan bahwa sekitar 0.5%-3.0% dari populasi menderita gangguan makan yaitu anorexia nervosa (AN) dan bulimia nervosa (BN), dua gangguan makan tersebut terkait dengan keinginan untuk kurus, dimana keinginan tersebut sekitar sepuluh kali lipat terjadi pada perempuan daripada laki-laki. Statistik terbaru menunjukkan bahwa prevalensi anorexia nervosa dan bulimia nervosa masing-masing berkisar dari 0,5% menjadi 3.7% dan 1.1% menjadi 4.2%. Selain itu, sejak 1960-an, tingkat gangguan
7
makan telah meningkat menjadi dua kali lipat dibandingkan sebelumnya dan selama periode waktu yang sama, media massa semakin menggambarkan representasi tubuh wanita yang semakin kurus. Penelitian Fouts dan Burggaff tahun 2000 menemukan bahwa perempuan dengan tubuh yang langsing di televisi banyak menerima pujian yang lebih dari laki-laki (Cohen 2006). Gangguan
makan
merupakan faktor
yang
saling
mempengaruhi
biopsikososial, termasuk faktor keluarga, peristiwa hidup, biologis maupun pengaruh sosial budaya. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV) membagi gangguan makan ke dalam tiga kelompok utama yaitu anorexia nervosa,
bulimia nervosa, Eating Disorder Not Otherwise Specified
(EDNOS) (Bridges 2011). Anorexia Nervosa Anorexia nervosa adalah salah satu gangguan makan yang serius yang ditandai oleh ketidakmampuan untuk menjaga kesehatan tubuh dan berat badan yang normal. Individu dengan anorexia nervosa terus terobsesi untuk menurunkan berat badan dan tetap tidak puas dengan ukuran tubuh mereka, dan terlibat dalam berbagai perilaku tidak sehat untuk mempertahankan penurunan berat badan, selain itu bentuk dan berat badan pada individu dengan anorexia nervosa menjadi hal yang sangat penting sebagai penanda diri dan harga diri (Kreipe 2006). Menurut Sullivan (1995) dalam NEDA (2005) menyatakan bahwa perempuan dengan umur 15-24 tahun yang menderita anorexia nervosa memiliki resiko kematian 12 kali lebih tinggi dari semua penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Penelitian yang dilakukan oleh Hoke dan Hoke (2003) dalam NEDA (2005) menunjukkan bahwa 40% kasus anorexia terjadi pada anak perempuan dengan umur 15-19 tahun. Selain itu adanya peningkatan kejadian anorexia yang signifikan dikalangan wanita muda dengan umur 15-24 tahun pada tahun 1935 hingga 1989. Namun satu-sepertiga orang dengan anorexia di masyarakat yang menerima perawatan kesehatan mental. Menurut
Astin
dan
Grinenko
(2000)
kriteria
anorexia
nervosa
berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV) adalah sebagai berikut: 1. Menolak untuk menjaga badan badan pada atau diatas batas minimal berat badan untuk usia dan tinggi badan (contoh, kehilangan berat badan yang memicu pemeliharaan berat badan hingga kurang dari 85% berat badan yang
8
diharapkan atau gagal untuk mencapai berat badan yang diharapkan selama periode pertumbuhan, yang mengarah pada berat badan kurang dari 85% berat badan yang diharapkan. 2. Rasa takut yang luar biasa terhadap kenaikan berat badan atau menjadi gemuk, walaupun dalam kondisi kurus. 3. Gangguan dalam bagaimana berat badan atau bentuk tubuh dirasakan, adanya penyangkalan tentang bentuk tubuhnya yang kurus. 4. Pada wanita postmenarcheal, terjadi amenorea, yaitu tidak mengalami menstruasi selama tiga bulan berturut-turut. DSM-IV juga mengklasifikasikan anorexia nervosa kedalam dua tipe yang lebih spesifik, yaitu: 1. Restricting type Selama episode anorexia nervosa,
penderita
tidak secara rutin
melakukan binge eating/purging (misalnya, melakukan pemuntahan dengan sengaja atau penyalahgunaan obat pencahar, diuretik atau enema). 2. Binge eating/Purging Type Selama episode anorexia nervosa penderita secara rutin melakukan binge eating/purging (misalnya, melakukan pemuntahan dengan sengaja atau penyalahgunaan obat pencahar, diuretik atau enema). Menurut NIMH (2001) Gejala akibat anorexia nervosa dapat berkembang dari waktu ke waktu, yaitu dapat menyebabkan penurunan formasi tulang akibat asupan kalsium dan vitamin D yang rendah. Rambut dan kuku menjadi rapuh dan pecah akibat defisiensi asam lemak, kulit kering dan kekuningan, tekanan darah rendah, memperlambat pernafasan dan denyut nadi, kerusakan pada struktur dan fungsi jantung, kerusakan pada otak, dan kerusakan pada ginjal karena penderita mengalami dehidrasi. Gangguan tersebut dapat membawa kedalam
ketidakseimbangan
elektrolit,
dehidrasi,
edema,
gangguan
kardiovaskuler yang mengakibatkan serangan jantung hingga kematian. Bulimia Nervosa Menurut Kreipe (2006) bulimia nervosa merupakan salah satu gangguan makan dengan karakteristik mengkonsumsi makanan dalam jumlah besar kemudian memuntahkannya kembali dengan paksa (purging) atau menggunakan obat pencahar atau diuretik, berpuasa atau olahraga yang berlebihan. Berbeda dengan penderita anorexia nervosa yang memiliki penurunan berat badan drastis, penderita bulimia nervosa memiliki berat badan yang ideal dengan
9
fluktuasi berat badan yang sangat ekstrim karena pengkonsumsian makanan dalam jumlah besar. seseorang yang menderita bulimia biasanya memiliki ratarata berat badan yang sesuai dengan tingginya sehingga penderita bulimia jarang dapat dideteksi dan diketahui orang. Penderita bulimia nervosa memiliki kebiasaan binge eating (makan dalam jumlah besar) yang terus berulang dengan jumlah makanan yang sangat besar melebihi porsi makan manusia pada umumnya dengan periode waktu dua jam. Selain itu, penderita bulimia nervosa juga tidak bisa mengotrol keinginan makannya yang sangat besar. setelah mengkonsumsi makanan dengan jumlah yang cukup besar biasanya penderita bulimia nervosa merasa bersalah dan mengkompensasikannya dengan berbagai macam cara seperti memuntahkan kembali (purging), olahraga berlebihan atau mengkonsumsi obat pencahar diuretik. Berdasarkan APA (1994) dalam Broussard (2004) bulimia nervosa mempengaruhi 1-3% dari populasi di Amerika Serikat (AS), dan lebih dari 90% dari kasus yang dilaporkan adalah perempuan. Karakteristik penderita bulimia nervosa menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV (DSM-IV) adalah sebagai berikut: 1. Episode berulang binge eating dengan karakteristik: a. Makan dalam periode waktu yang tetap (misalnya, tiap 2 jam) dengan porsi yang lebih besar daripada porsi makan seperti biasanya. b. Adanya perasaan tidak dapat mengontrol porsi makan pada saat episode tersebut berlangsung (misalnya, merasa tidak dapat menghentikan atau mengontrol berapa porsi yang dimakan). 2. Adanya perilaku kompensasi yang berulang kali dilakukan untuk mencegah kenaikan berat badan seperti, muntah dengan sengaja, penyalahgunaan obat pencahar, dieretik, enema, puasa atau olahraga yang berlebihan. 3. Perilaku binge eating dan perilaku kompensasi lainnya berlangsung setidaknya dua kali seminggu dalam tiga bulan terakhir. 4. Penilaian diri dipengaruhi oleh bentuk tubuh dan berat badan. 5. Gangguan tersebut tidak terjadi secara eksklusif selama episode anorexia nervosa. DSM-IV juga mengklasifikasikan bulimia nervosa ke dalam dua tipe yang lebih spesifik, yaitu: 1. Purging type
10
Selama episode bulimia nervosa, penderita secara rutin melakukan pemuntahan yang disengaja atau penyalahgunaan obat pencahar, diuretik atau enema. 2. Nonpurging type Selama episode bulimia nervosa, penderita secara rutin melakukan perilaku kompensasi lainnya seperti puasa atau olahraga yang berlebihan tetapi tidak melakukan pemuntahan dengan sengaja atau penyalahgunaan obat pencahar, diuretik atau enema. Menurut NIMH (2001) bulimia nervosa tipe purging yang paling membahayakan
kesehatan
karena
pemuntahan
yang
dilakukan
dapat
merangsang asam lambung naik ke mulut, selain itu frekuensi pemuntahan tersebut dapat menyebabkan kerusakan gigi dan membahayakan saluran gastrointestinal, dimana gejala gastrointestinal adalah luka dimulut, bibir, pembengkakan rahang dan kelenjar saliva, iritasi tenggorokan, inflamasi esofagus dan perubahan pada kapasitas perut dan pengosongan perut. Selain itu pemuntahan juga dapat mengakibatkan ketidakseimbangan elektrolit, dehidrasi,
kelemahan
otot,
ketidakteraturan
menstruasi
dan
kekuatan
pemuntahan dapat memberikan efek yang buruk yaitu pecahnya pembuluh darah di wajah dan mata. Binge eating Menurut APA (1994) dalam Latner dan Wilson (2004) binge eating disorder adalah keadaan mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak dan disertai dengan kehilangan kontrol dan terus berulang namun tidak disertai dengan pemuntahan (menyerupai bulimia nervosa) dengan frekuensi binge eating pada penderita rata-rata dua (2) kali dalam seminggu. Setelah makan dalam jumlah yang besar biasanya penderita merasa bersalah dan malu dengan perilakunya. Berdasarkan survey yang dilakukan dimasyarakat menunjukkan bahwa 2-5 % orang Amerika mengalami binge eating selama periode 6 bulan terakhir. Kriteria binge eating menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV (DSM-IV) adalah sebagai berikut: 1. Episode binge eating yang berulang. Episode binge eating memiliki dua karakteristik diantaranya adalah:
11
a. Makan dengan periode waktu yang tetap (misalnya, 2 jam) dengan porsi yang sangat banyak melebihi porsi makan kebanyakan orang dalam waktu dan situasi yang sama. b. Adanya perasaan tidak dapat mengontrol nafsu makan selama episode tersebut berlangsung. 2.
Episode binge eating juga dicirikan sebagai berikut: a. Makan lebih cepat dari biasanya b. Makan sampai merasa tidak nyaman c. Makan dalam porsi yang sangat besar ketika tidak merasa lapar d. Makan seorang diri karena malu dengan porsi makannya e. Merasa jijik dengan diri sendiri, depresi atau merasa bersalah setelah makan dengan jumlah yang besar
3. Merasa sangat kecewa karena tidak dapat mengendalikan nafsu makan atau ketika mengalami kenaikan berat badan. 4. Binge eating rata-rata berlangsung selama sekurang-kurangnya dua kali seminggu dalam waktu enam bulan. 5. Tidak adanya perilaku kompensasi (misalnya, muntah, puasa, olahraga yang berlebihan) dan tidak terjadi secara eksklusif selama riwayat anorexia nervosa atau bulimia nervosa. Menurut NIMH (2001) dampak bagi penderita binge eating disorder adalah obesitas karena pola makan yang tidak terkontrol, namun obesitas bukan merupakan dampak yang sudah pasti akan terjadi karena obesitas dan binge eating tidak selalu memiliki hubungan. Obesitas akan dapat memicu komplikasi penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, dan diabetes melitus. Eating Disorder Not Otherwise Specified (EDNOS) Jenis perilaku makan menyimpang lainnya yaitu eating disorder not otherwise specified (EDNOS) yang merupakan jenis penyimpangan perilaku makan yang lebih ringan dari anorexia nervosa dan bulimia nervosa. Penderita ENDOS memiliki gejala yang hampir sama dengan penderita anorexia nervosa dan bulimia nervosa namun tidak seluruhnya menyerupai. Karakteristik eating disorder not otherwise specified (ENDOS) menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV) adalah sebagai berikut: 1. Pada wanita, semua kriteria anorexia nervosa kecuali wanita yang masih mengalami menstruasi secara teratur.
12
2. Orang yang mengalami semua kriteria anorexia nervosa meskipun berat badannya turun drastis, namun masih dalam batas yang normal. 3. Orang yang memenuhi kriteria bulimia nervosa kecuali orang yang frekuensi binge eating dan mekanisme pengkompensasiannya pada frekuensi kurang dari 2 kali dalam seminggu atau selama durasi kurang dari 3 bulan. 4. Melakukan pengkompensasian setelah memakan sedikit makanan (misalnya, tidak melakukan binge eating (makan dalam jumlah yang besar) namun melakukan pemuntahan. Hal ini biasa dilakukan pada individu dengan berat badan yang normal. 5. Mengunyah dan menikmati rasa makanan dalam jumlah besar namun tidak menelannya. Citra Tubuh Sepanjang sejarah, standar kecantikan perempuan sering tidak realistis dan sulit dicapai. Perempuan dengan uang dan status sosial ekonomi lebih tinggi jauh lebih memungkinkan untuk dapat memenuhi standar tersebut. wanita biasanya bersedia mengorbankan kenyamanan dan bahkan dapat bersedia menahan rasa sakit untuk mencapainya (Gonzalez et al 2003). Citra tubuh merupakan bagian dari konsep diri yang berupa gambaran seseorang mengenai tubuhnya. Belakangan ini, istilah citra tubuh berkembang meliputi bagaimana perasaan seseorang mengenai tubuhnya, dan apakah individu tersebut puas atau tidak dengan tubuhnya (Atwater et al 2005). Konsep bentuk tubuh ideal menurut perempuan adalah tubuh langsing, sedangkan pada laki-laki adalah tubuh berisi, berotot dan berdada bidang. Thompson (1999) menjabarkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi citra tubuh seseorang dapat dilihat melalui dua cara yaitu secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh interpersonal secara langsung didapat melalui umpan balik penampilan terhadap citra diri seseorang seperti ejekan atau komentar dan kritikan secara langsung hingga komentar ekstrim yang berbau pelecehan seksual. Sedangkan pengaruh tidak langsung dari orang lain membahas isu seputar bagaimana persepsi mereka terhadap penampilan ideal, kualitas hubungan interpersonal yang diindikasikan oleh penerimaan dan penolakan, juga pengaruhnya dengan menjadi role model perilaku yang menunjukkan ketidakpuasan tubuh. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, pengaruh interpersonal biasanya didapatkan dari orang tua, teman
13
sebaya (peers), pasangan (Romantic Partner) dan orang tak dikenal (Perfect Stranger). Rasa Percaya Diri Rasa percaya diri juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku makan menyimpang, rasa percaya diri erat kaitannya dengan citra tubuh. Seseorang akan merasa lebih percaya diri jika mereka memiliki tubuh yang kurus dan kecil karena pada umumnya wanita memiliki pandangan seperti itu mengenai citra tubuh yang baik. Memiliki bentuk tubuh yang tidak sesuai dengan pandangan mereka menyebabkan rasa percaya diri rendah sehingga cenderung untuk melakukan diet yang akan sangat memungkinkan membawa pada perilaku makan menyimpang. Rasa percaya diri yang rendah merupakan salah satu karakteristik primer dari gadis yang mengalami perilaku makan menyimpang. Penelitian yang dilakukan oleh Neumark Sztainer (2000) menyatakan bahwa tingkat percaya diri yang rendah memiliki hubungan yang signifikan dengan berdiet dan perilaku makan menyimpang dan orang dengan rasa percaya diri yang rendah memiliki kemungkinan 3,74 kali lebih besar untuk berdiet dan 5,95 kali untuk mengalami perilaku makan menyimpang. Penelitian yang dilakukan oleh McCabe & Lina (2001) menunjukkan bahwa seseorang dengan indeks massa tubuh (IMT) yang lebih tinggi memiliki rasa ketidakpuasaan terhadap tubuh dan memiliki perilaku diet untuk menurunkan berat badan yang lebih ekstrim dibandingkan orang dengan indeks massa tubuh (IMT) yang lebih rendah. Button et al (1997) menemukan hubungan antara rasa percaya diri yang rendah dengan gangguan makan. Sedangkan menurut phelps et al (1999) dalam Naigle (2004) ketidakpuasan tubuh adalah prediktor terkuat tunggal timbulnya gangguan makan dan wanita yang melakukan diet jauh lebih mungkin terlibat dalam perilaku gangguan makan seperti bulimia atau anorexia nervosa dibandingkan wanita yang tidak melakukan diet (non diet) Lowe et al (1996) dalam Naigle (2004). Hasil penelitian Button et al (1997) berdasarkan kuesioner menunjukkan bahwa 56% anak perempuan yang merasa terlalu gemuk telah menggunakan beberapa bentuk strategi untuk mengontrol berat badan. Selain itu, 32% mencetak mengalami depresi atau “Hospital Anxiety and Depression Scale” (HADS) dan 43% memiliki rasa percaya diri yang rendah yang diukur
14
berdasarkan skala Rosenberg Self-Esteem. Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa mereka yang mengalami tingkat makan yang tinggi menunjukkan rasa ketidakpuasan yang juga lebih tinggi. Media Massa Media massa berperan sangat besar dalam menyebarkan informasi mengenai standar tubuh yang ideal. Media massa seperti majalah memang dapat mempengaruhi konsep remaja mengenai gambaran tubuh ideal. Selain itu majalah juga mempengaruhi ketidakpuasaan subjek melalui tokoh idola atau model majalah yang memiliki tubuh kurus dan pakaian-pakaian yang ditampilkan di majalah-majalah. Remaja cenderung melihat segala sesuatu yang realistis dan dapat dicapai. Remaja perempuan lebih cepat terpengaruh oleh media. Mereka akan mencoba membuat model sendiri, dan meniru gambar yang mereka senangi setelah melihat gambar tersebut (Naigle 2004). Media masa juga turut mempengaruhi remaja putri memandang tubuhnya dengan membangun citra bahwa tubuh yang ideal adalah berkulit putih, bertubuh langsing, berpayudara besar. Media cetak biasa menampilkan model-model yang memiliki kriteria tersebut. Televisi dan media cetak seperti majalah fashion, juga turut mempromosikan ide bahwa tubuh ideal adalah tubuh yang kurus (Thompson et al 1999). Menurut
McCabe
&
Lina
(2001)
pengaruh
media
lebih
besar
mempengaruhi remaja perempuan dibandingkan dengan laki-laki, karena tipe tubuh ideal untuk laki-laki tidak begitu jelas disajikan di dalam media sehingga laki-laki kemungkinan tidak merasakan tekanan yang kuat dari media untuk mengubah bentuk tubuh yang ideal seperti yang dilakukan perempuan. Menurut Jones et al (2004) perempuan lebih rentan mengalami ketidakpuasan tubuh sehingga rentan terhadap gangguan makan, melakukan diet, menggunakan pil untuk mengurangi berat badan. Selain itu majalah mempengaruhi remaja mengenai bentuk tubuhnya, dimana pada remaja perempuan lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan laki-laki. Dua puluh lima tahun yang lalu, model busana rata-rata adalah 8% lebih terlihat langsing dari rata-rata ukuran wanita. Saat ini, jumlah tersebut telah meningkat menjadi 23%, hal ini kemungkinan mencerminkan kombinasi dari semakin meningkatnya tingkat obesitas dalam populasi secara umum dan berniat ingin menjadi langsing. Thompson et al (2002) dalam Naigle (2004) menemukan bahwa ada korelasi yang positif antara frekuensi membaca majalah kecantikan dan fashion
15
dengan penggunaaan obat penekan nafsu makan, melewatkan makan dua kali sehari, muntah yang disengaja dan menggunakan obat pencahar. Remaja perempuan cenderung membandingkan dirinya sendiri dengan model yang ada dalam majalah, mereka berkeinginan untuk menjadi seperti model yang mereka lihat.
semakin sering membaca majalah tentang fashion, mereka semakin
merasakan tekanan untuk mencoba melakukan jalan pintas sehingga berpotensi membahayakan diri sendiri. Selama empat dekade terakhir, prevalensi gangguan makan di Amerika Serikat telah berlipat ganda. Tidak mengherankan, selama periode yang sama, media massa memiliki representasi semakin langsingnya tubuh perempuan. Penelitian psikologi sebelumnya telah menemukan bahwa ada hubungan positif antara paparan media dan simtomatologi gangguan makan. Media seperti televisi dan majalah memiliki dampak pada ketidakpuasan tubuh, keinginan untuk kurus, dan perilaku makan menyimpang (Cohen 2006). Teman Sebaya Hasil penelitian Jones et al (2004) menunjukkan bahwa pengaruh teman sebaya, termasuk percakapan dan kritik dari rekan-rekan adalah yang paling berpengaruh dalam ketidakpuasan tubuh dan body image baik pada perempuan maupun laki-laki. Selain itu berdasarkan penelitian dari Dohnt dan Tinggemann (2006) menunjukkan bahwa wanita dengan berat badan yang gemuk memiliki keinginan untuk menjadi kurus dan anjuran dari teman sebaya (peers) untuk menurunkan berat badan mempengaruhi keinginan untuk menjadi kurus. Pengaruh teman sebaya telah ditemukan berkorelasi dengan sejumlah perilaku kesehatan yang berbahaya. Namun, penelitian kecil telah dilakukan menyelidiki hubungan antara pengaruh teman sebaya (peer) dengan gangguan makan. Penelitian tersebut menemukan adanya hubungan signifikan antara pengaruh teman sebaya (peer) dengan perilaku makan menyimpang dan analisis regresi menunjukkan bahwa pengaruh teman sebaya (peer) sama-sama berpengaruh baik pada laki-laki maupun pada perempuan (Meyer dan Julie 2008). Beberapa bukti menunjukkan bahwa kelompok teman sebaya dari seorang wanita dapat meningkatkan atau mengurangi berat badan. Sikap teman sebaya terhadap kekhawatiran berat badan telah berkorelasi dengan tingginya tingkat perilaku makan menyimpang. Selain itu, teman sebaya yang membahas
16
masalah berat badan, kritikan teman tentang berat badan signifikan terhadap perilaku makan teratur (Meyer dan Julie 2008).