TINJAUAN PUSTAKA Model dan Simulasi Siswadi (1991) mengemukakan bahwa suatu objek M disebut sebagai model dari objek (fenomena, masalah, atau sistem) S bila : (1) ada kumpulan komponen dalam M, dimana masing-masing komponen mempunyai padanan dalam S, dan (2) ada hubungan yang berlaku antara komponen-komponen dalam M yang sesuai dengan hubungan komponen-komponen padanannya dalam S. Handoko (1994) memberikan batasan model sebagai penyederhanaan dari suatu sistem. Sementara sistem diartikan sebagai gambaran suatu proses atau beberapa proses (beberapa subsistem) yang teratur. Suatu sistem bisa nampak sangat rumit karena banyak proses atau komponen yang terlibat di dalamnya, namun sistem tersebut tetap merupakan suatu keteraturan. Handoko (2005) menambahkan bahwa sistem merupakan suatu mekanisme dari interaksi berbagai komponen dalam suatu alir yang membentuk suatu fungsi, dan penyederhanaannya disebut sebagai model. Siswadi (1991) mengemukakan bahwa suatu model seringkali dikelompokkan antara lain berdasarkan (a) upaya memperolehnya, (b) keterkaitan pada waktu, atau (c) sifat keluarannya. Model yang berdasarkan upaya memperolehnya misalnya adalah : model teoritik, mekanistik, dan empirik.
Model teoritik
digunakan sebagai model yang diperoleh dengan menggunakan teori-teori yang berlaku. Model mekanistik digunakan bila model tersebut diperoleh berdasarkan mekanisme pembangkit fenomena. Model empirik digunakan bagi model yang diperoleh hanya dari pengamatan tanpa menjelaskan sama sekali tentang mekanismenya. Model yang didasarkan keterkaitannya pada waktu adalah model statik dan dinamik. Model statik adalah model yang tidak terkait dengan waktu, sedangkan model dinamik tergantung pada waktu. Bila perubahan dalam model dinamik terjadi atau diamati secara kontinyu dalam waktu, maka model tersebut dikatakan sebagai model kontinyu, bila tidak, maka model tersebut dikatakan sebagai model diskret. Bila keluaran suatu model dapat ditentukan secara pasti (yang tentunya berpadanan dengan hasil dari fenomenanya), maka modelnya disebut sebagai
10
model deterministik. Jika tidak, berarti ada ketidakpastian dari keluarannya, ada peluang terjadinya kesalahan) yang biasanya disebut sebagai peubah acak, maka model tersebut dikatakan sebagai model stokastik. Handoko (2005) mengelompokkan beberapa model sebagai berikut : Model empirik dan mekanistik. Model empirik dibuat berdasarkan pengamatan empirik/statistik, tanpa menjelaskan atau didasarkan atas proses terjadinya. Model mekanistik menjelaskan mekanisme proses terjadinya dalam suatu sistem. Model deskriptif dan model numerik. Model deskriptif menggambarkan bentukbentuk hubungan secara konsepsi atau berupa simbol-simbol tanpa mengandung bentuk hubungan numerik. Model numerik menggambarkan hubungan-hubungan dalam bentuk persamaan-persamaan matematik. Model dinamik dan statik. Model dinamik menjelaskan tentang unsur waktu sebagai peubah penting. Model statik tidak menjelaskan peubah-peubah yang ada sebagai fungsi waktu. Model determenistik dan stokastik. Model deterministik tidak memperhitungkan peluang terjadinya kesalahan hasil prediksi. Model stokastik merupakan suatu model dengan hasil prediksi yang mengandung toleransi yang dapat berupa simpangan yang secara statistik dapat digambarkan dengan ragam, simpangan baku, dan koefisien keragaman. Hoover dan Perry (1989) mengelompokkan model menjadi beberapa tipe :model preskriptif dan deskriptif, diskret dan kontinyu, probability dan deterministik, statik dan dinamik, dan open loop dan closed loop. Pembuatan model sangat terkait dengan tujuan yang hendak dicapai. Handoko (2005), menyebutkan adanya tiga macam tujuan model : untuk pemahaman proses (process understanding), prediksi (prediction), serta untuk keperluan manajemen (management). Siswadi (1991) mengemukakan bahwa kegunaan suatu model (matematik) antara lain : a. deskripsi fenomena yang menjadi pusat perhatian b. memperoleh pengertian atau kejelasan mekanisme dalam fenomena atau pembangkitan keluarannya, c. prediksi kejadian yang akan muncul dari suatu fenomena atau perluasannya,
11
d. perencanaan dan pengawasan (kontrol), dan e. memberikan gambaran suatu skala pengukuran. Hoover dan Perry (1989) mengartikan simulasi sebagai suatu proses desain (rekayasa) suatu model (matematik) dari sistem nyata dan dengan menggunakan komputer yang berlandaskan pada hasil-hasil percobaan; digunakan untuk menggambarkan, menerangkan dan memprediksi perilaku dari sistem nyata. Law dan Kelton (1989) memberikan pemahaman tentang pengertian simulasi dalam konteksnya sebagai suatu cara dalam mempelajari suatu sistem. Dikatakannya bahwa dalam mempelajari suatu sistem, dapat melakukan percobaan dengan menggunakan sistem aktual atau dengan menggunakan model dari sistem tersebut. Model yang digunakan bisa berupa model fisik (Iconic Model) atau model matematik. Untuk menguji atau melihat bagaimana model tersebut dapat menjawab tentang hal-hal yang berkaitan dengan sistem yang dipelajari, bisa menggunakan “analitical solution”
atau simulasi.
Analitical
solution dapat digunakan jika model yang ada sangat sederhana, sehingga tinggal mencari hubungan-hubungan yang ada dari model tersebut. Namun, suatu sistem yang terbentuk pada umumnya sangat rumit dan sulit untuk menggunakan analitical solution.
Dalam hal ini, model tersebut harus dipelajari dengan
menggunakan simulasi.
Pemodelan Pertumbuhan Tanaman Pemodelan pertumbuhan tanaman menjadi suatu aktivitas kunci dalam penelitian, khususnya pada bidang budidaya tanaman, kehutanan, dan lingkungan (Fourcaud et al., 2008). Pemodelan pertumbuhan tanaman didasarkan kepada proses yang terjadi pada pertumbuhan tanaman. Model simulasi tanaman merupakan eksibisi hubungan matematika terhadap berbagai proses dari pertumbuhan tanaman, perkembangan tanaman, dan respon tanaman terhadap faktor lingkungan (Gholiopouri et al., 2010). Selanjutnya dikemukakan bahwa model sederhana tidak cukup untuk menjelaskan proses fisiologis tanaman yang kompleks, tetapi model sederhana sering berguna untuk interpolasi dan ekstrapolasi data. Model juga sangat berguna dalam menunjukkan respon tanaman secara umum terhadap lingkungan dan interaksi di antara proses-proses atau komponen dari sistem produksi tanaman (Gholiopouri et al., 2010).
12
Pemodelan tanaman dapat dilakukan dengan beberapa langkah pemodelan. Hoover dan Perry (1989), mengemukakan bahwa dalam pemodelan dibutuhkan beberapa tahapan kegiatan, yaitu : formulasi masalah, koleksi dan analisis data, pembuatan model, verifikasi dan validasi model, percobaan dan optimasi model, dan simulasi. Gordon (1980) menerangkan bahwa dalam pemodelan dan analisis simulasi diperlukan beberapa kegiatan, diantaranya deskripsi masalah, mendefinisikan model, pembuatan program, validasi model, dan verifikasi hasil. Pertumbuhan tanaman merupakan sistem yang dinamik, sehingga model dinamik merupakan model yang sesuai terhadap pertumbuhan tanaman. Handoko (2005) mengemukakan bahwa terdapat 6 metode dalam pengembangan model dinamik, yaitu : definisi tujuan model, pendekatan dan metodologi, penetapan input variabel dan parameter, kuantifikasi hubungan, mekanisme model, keluaran model, observasi lapang. Pendekatan dan metodologi mencakup resolusi waktu, resolusi wilayah, deskripsi proses,dan konstruksi model. Singh (2008) mengemukakan bahwa terdapat enam langkah dalam pemodelan, yaitu :
mendefinisikan masalah,
mengidentifikasi komponen sistem,
mengidentifikasi secara spesifik perilaku komponen, mengimplementasikan ke dalam perangkat lunak komputer, validasi dengan membandingkan antara perilaku model dengan sistem nyata, dan analisis sensivitas serta stabilitas. McMurtrie dalam Hall et al. (1993) menyebutkan bahwa terdapat dua sub model yang mempengaruhi model pertumbuhan tanaman, yaitu sub model keseimbangan karbon dan sub model keseimbangan air pada kanopi tanaman. Keseimbangan karbon diawali dengan proses radiasi matahari yang jatuh pada daun dan diintersepsi oleh daun untuk proses fotosintesis. Proses fotosintesis dipengaruhi oleh suhu dan konduktansi stomata. proses assimilasi dan partisi karbohidrat.
Proses selanjutnya adalah
Partisipasi
karbohidrat berkaitan
dengan proses respirasi yang juga dipengaruhi oleh suhu. Partisi karbohidrat akan menghasilkan komponen berat kering yang mencakup batang, daun, akar dan biji. Sub model keseimbangan air, mencakup proses intersepsi curah hujan oleh kanopi yang akan dipengaruhi oleh luas daun, dan berkaitan dengan evaporasi dari kanopi basah. Curah hujan ini juga akan mempengaruhi air tanah yang berpengaruh pada transpirasi dan evaporasi serta evapotranspirasi di bawah kanopi. Proses transpirasi tergantung pada konduktansi stomata, radiasi matahari dan
13
hilangnya air melalui zone perakaran terus ke air limpasan dan drainase. Hubungan antara sub model keseimbangan karbon dengan sub model keseimbangan air terjadi melalui pengaruh radiasi matahari terhadap evaporasi dan transpirasi serta luas daun terhadap intersepsi curah hujan, seperti yang tertera pada Gambar 2.
Curah Hujan
Energi Radiasi
Evaporasi
VPD Intersepsi Kanopi
Evapotranspirasi Di bawah Kanopi
Luas Daun Energi Intersepsi Suhu
Konduktansi Stomata
Fotosintesis Netto
Transpirasi
Assimilat Partisi Karbohidrat
Air Tanah
Evaporasi
Akar Air Buangan
Keterangan : VPD = Vapour Pressure Deficit
Batang
Daun
Respiras i Biji
Sampah = aliran informasi = aliran massa
Gambar 2. Model keseimbangan karbon dan air (Mc Murtrie dalam Hall et al. 1993) Pemodelan pertumbuhan tanaman dapat dilakukan secara efektif jika ditentukan klasifikasi sistem pertumbuhan yang dimodelkan. De Vries (1989) mengklasifikasikan sistem pertumbuhan tanaman untuk pemodelan atas dasar faktor yang membatasi pertumbuhan, menjadi 4 (empat) tingkat model, yaitu : (1) Model tingkat 1 adalah model pertumbuhan dengan asumsi bahwa air dan hara dalam kondisi yang cukup. Model ini mendeskripsikan bahwa pertumbuhan sangat ditentukan oleh radiasi dan efisiensi penggunaan energi di dalam tanaman.
14
(2) Model tingkat 2 adalah model pertumbuhan tanaman dengan ketersediaan air menjadi faktor pembatas. Necara air tanah dimasukkan dalam model pertumbuhan, dan rasio transpirasi aktual terhadap transpirasi maksimum menjadi faktor ketersediaan air terhadap pertumbuhan tanaman. (3) Model tingkat 3 adalah model pertumbuhan tanaman dengan air dan nitrogen merupakan faktor pembatas. Model perumbuhan disusun dengan memasukkan ketersedian nitrogen terhadap model pertumbuhan selain neraca air. (4) Model tingkat 4 adalah model pertumbuhan tanaman dengan fosfor dan hara lain menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman. Model pertumbuhan pada tingkat 4 ini, merupakan model yang rumit dibanding dengan tingkat model yang lain. Model pertumbuhan tanaman bervariasi dalam hal tingkat kompleksitasnya, tergantung pada tujuan penggunaan model dan aplikasinya, serta proses yang menjadi basis model (Fourcaud et al., 2008). Model yang berbasis pada proses dikembangkan sebagai model untuk mendeskripsikan tentang interaksi antara proses dalam tanaman dengan faktor abiotik (Fourcaud et al., 2008).
Pertumbuhan Tanaman Pertumbuhan tanaman ditentukan oleh dua prinsip pokok yaitu partisi produk fotosintesis ke organ tanaman dan laju respirasi dari masing-masing organ tersebut (Fourcaud et al., 2008). Model pertumbuhan tanaman yang pada akhirnya bermuara pada produksi berat kering, dapat dilihat sebagai suatu proses aliran energi. Sumber energi utama yang digunakan adalah energi radiasi matahari yang menjadi faktor utama penggerak sistem pertumbuhan tanaman melalui proses fotosintesis. Fotosintesis merupakan proses alami satu-satunya yang dapat merubah bahan anorganik menjadi bahan organik. Pembentukan karbohidrat dalam proses fotosintesis terjadi dalam kloroplas yang umumnya terdapat dalam organ daun, dan berlangsung melalui dua rangkaian peristiwa yang umum dikenal dengan reaksi terang dan reaksi gelap Ada dua fotosistem yang terlibat dalam reaksi terang, yaitu fotosistem I dan fotosistem II (PS-I dan PS-II) dengan pusat reaksi masing-masing pada P680 dan P700 (Sitompul, 2008). PS-II mengabsorbsi cahaya
15
merah yang menghasilkan oksidan kuat dan reduktan lemah. PS-I mengabsorbsi cahaya merah jauh (far-red) yang menghasilkan oksidan lemah dan reduktan kuat. Fotosintesis terdiri atas tiga reaksi kimia yang terpisah, yaitu : reaksi pemanenan cahaya atau reaksi terang, serangkaian reaksi yang merubah energi radiasi menjadi senyawa kimia reduktan, dan serangkaian reaksi yang menghasilkan karbohidrat yang dikenal dengan reaksi gelap (Charles-Edward et al., 1986). Reaksi cahaya dalam fotosintesis merupakan proses penyerapan foton energi radiasi oleh molekul-molekul pigmen pemanen cahaya. Rasio klorofil a./b yang menurun pada tanaman yang dinaungi, sebagai akibat mningkatnya kompleks pemanen cahaya (Lawlor, 1987). Penurunan rasio klorofil a/b disebabkan oleh peningkatan klorofil b yang lebih tinggi dibanding klorofil a. Hal ini menunjukkan bahwa klorofil b merupakan pigmen pemanen cahaya yang lebih utama (Hobe et al., 2003) dan sekitar 50% energi cahaya ditransfer ke pusat reaksi melalui klorofil b (Croce et al., 2001). Radiasi matahari terutama yang berkaitan dengan pertumbuhan tanaman, dapat dijelaskan melalui 2 macam teori, yaitu teori gelombang elektromagnetik dan teori kuantum. Radiasi matahari merambat melalui ruang sebagai suatu gelombang yang dirumuskan sebagai : v = c / λ, untuk panjang gelombang (λ), frekuensi (v), dan kecepatan gelombang (c). Radiasi matahari merambat dalam bentuk aliran partikel yang disebut foton. Energi yang terkandung dalam satu foton disebut satu kuantum (kuanta), yang dapat dirumuskan sebagai berikut : E = hv = hc / λ untuk h = konstanta Plank (6,63 x 10-23 J. s. atau 6,63 x 10-27 erg s.) Tanaman dalam proses fotosintesis tidak dapat memanfaatkan semua pancaran radiasi matahari yang sampai pada permukaan bumi, tetapi hanya radiasi yang terletak pada panjang gelombang 400-700 nm. Bagian radiasi inilah yang disebut radiasi nampak (visible radiation) atau cahaya yang juga dikenal dengan istilah radiasi aktif fotosintesis (PAR = photosynthetically active radiation) (Sitompul, 2008). Kuantitas radiasi matahari yang diintersepsi tanaman tergantung pada kuantitas radiasi datang yaitu yang sampai pada permukaan tajuk tanaman (S0),
16
tingkat luas daun yang biasa dinyatakan dalam satuan indeks luas daun (ILD), kedudukan atau sudut daun dan distribusi daun dalam tajuk (Sitompul, 2008). S0 dalam satu hari proporsional dengan sinus dari sudut tinggi matahari (β) dengan konstanta surya (SC) 1367 W. m-2 , yaitu : SC = 1367 Sin β, sehingga : S0 = ηa SC = ηa (1367 Sin β) (W. m-2) Bentuk garis edar bumi mengelilingi matahari yang lonjong dengan jarak maksimum dari matahari terjadi pada bulan Juli dan minimum pada bulan Januari, maka : S0 = 1367 ηa Sin β (1 + 0.033) cos (2π (td-10)/365)) (W. m-2) untuk td adalah jumlah hari dihitung dari mulai 1 Januari (hari Julian, lawan dari hari Cardinal), untuk : sin β = A + B cos (2π (th-12)/24) dengan : A = sin δ B = cos λ cos δ sin δ = - sin (π 23,45/180) (cos (2π (td+10)/365) cos δ = √ (1-sin δ sin δ) dimana, th = waktu matahari (jam) a = konstanta peralihan matahari yang tergantung musim dari segi ekuator b = amplitudo sinus tinggi matahari yang tergantung musim td = hari dari tahun (dihitung dari mulai 1 Januari) λ = derajat lintang δ = deklinasi matahari dipandang dari ekuator Panjang hari (D) dalam jam berhubungan dengan faktor A dan B sebagaimana ditunjukkan persamaan berikut : D = 12 [ 1 + (2/π) asin (A/B)] (jam) Persamaan di atas juga diperlukan untuk menaksir proporsi radiasi yang tersedia akibat pengaruh lintang (FL) seperti berikut : FL = A + 14 B (1-(A/B)2)0.5/(D π) Untuk menghitung transmisi rata-rata radiasi harian total harian, integrasi sinus β diperlukan seperti berikut :
ʃ sin β δt = AD (24 B/ π) cos ((D/12-1) π/2) (jam)
17
Apabila suatu tajuk tanaman dibagi kepada beberapa lapisan, tingkat radiasi yang ditransmisi dari setiap lapisan tergantung pada tingkat radiasi yang datang pada lapisan tersebut dan tingkat pemadaman lapisan tersebut seperti ditunjukkan persamaan berikut (Sitompul, 2008) : δI / δL = - kL Integrasi persamaan ini akan menghasilkan : I = I0 e-kL Dan fraksi radiasi yang diabsorbsi adalah : F = 1 - e-kL dimana I = radiasi yang lolos dari suatu penampang horizontal, I0 = radiasi yang datang pada permukaan tersebut, k = koefisien pemadaman, dan L = luas daun yang sering dinyatakan dalam satuan Indeks Luas Daun Harga k dapat diperoleh secara empiris melalui data pengamatan atau ditaksir dari sudut elevasi matahari dan sudut daun. Persamaan Beer dapat juga digunakan untuk menaksir area berkas cahaya yang berpenetrasi dalam tajuk, yaitu : A = A0 e-kL dimana A dan A0 adalah area dari pancaran berkas cahaya pada bidang horizontal pada suatu lapisan dalam tajuk dan di atas tajuk dan k adalah koefisien pemadaman area berkas cahaya, yaitu nisbah area proyeksi bayangan per satuan luas daun per satuan luas tanah dengan sudut elevasi matahari. Jika sudut daun diketahui, harga k dapat diperoleh secara analisis dengan persamaan berikut : k = G / sin β dimana G adalah proporsi proyeksi bayangan daun nisbah di antara luas proyeksi bayangan daun dengan luas daun. Jika daun mempunyai sudut sebesar α dan berkas cahaya tegak lurus terhadap bidang horizontal, maka G = b/c = cos α. Jika berkas cahaya (g) berada pada posisi dengan sudut elevasi β, maka untuk mudahnya ini dapat dikonversi ke berkas cahaya dengan sudut 900, yaitu : sin β = d/g ; dan d = g sin β jadi nilai G untuk sudut β yang bervariasi adalah : G = cos α sin β
18
Persamaan tersebut hanya berlaku untuk α ≤ β, dan untuk keadaan sebaliknya (α > β) : G = sin β cos α { 1 + (2/ π) (tan Θ0- Θ0) dimana Θ0 yang dinyatakan dalam satuan radian dapat diperoleh dari persamaan berikut : cos Θ0 = cot (α tan β) Nilai G diketahui, maka fraksi radiasi yang diintersepsi (F) daun yang tersebar secara acak dalam bidang horizontal adalah : F = 1- exp (-LG/sin β) atau : F = 1- exp (-Lk) Sinclair dan Horie (1989) menetapkan nilai G sebesar 0.5.
Jika Im adalah
pancaran radiasi pada tengah hari, I0 adalah yang jatuh pada permukaan tajuk tanaman yang bervariasi dengan waktu sesuai dengan sudut elevasi matahari (β) seperti yang ditunjukkan persamaan berikut : I0 = Im sin β dan F = 1- exp (-L*G/sin β) maka : LDT = F sin β/G = F (1/k) LDN = ILD – LDT Kuantitas radiasi yang diabsorbsi (IA) dari radiasi yang datang (I0) dengan mempertimbangkan tebaran radiasi oleh daun (TRD), yang meliputi pemantulan dan transmisi radiasi, adalah : IA = (1-TRD)((G/ sin β) I0) Nilai TRD diasumsikan 0,2 yang mencakup difusi cahaya dari atmosfer, di samping transmisi dan pemantulan cahaya. Daun yang tidak tersinari langsung atau yang menggunakan tebaran cahaya (LDN) disederhanakan menjadi selisih antara ILD dan LDT. Kerapatan pancar (flux) radiasi yang langsung jatuh pada permukaan daun per satuan luas daun dari LDT, yang diistilahkan dengan Pancar Radiasi Daun Terang (RDT), tergantung pada tingkat radiasi langsung, F dan LDT seperti yang ditunjukkan persamaan berikut : RDT = I0 F/LDT
19
Kuantitas pancar tebaran radiasi per satuan luas daun dari LDN, yang disebut pancar radiasi daun naungan (RDN), dipertimbangkan sekitar 20 % dari kuantitas pancar radiasi langsung yang diterima daun naungan, sehingga : RDN = 0.2 I0 F/LDN Laju pertumbuhan tanaman dapat diartikan sebagai selisih antara laju perolehan massa bruto dengan laju kehilangan massa (Charles-Edward et al., 1986). Jika laju pertumbuhan ditulis sebagai perubahan bobot tanaman (ΔW) per satuan waktu (Δt) maka laju pertumbuhan dapat dirumuskan secara sederhana sebagai : ΔW/ Δt = laju perolehan masssa bruto – laju kehilangan massa Energi cahaya yang diintersepsi tanaman, di samping diserap (absorbsi), juga ada sebagian yang dipantulkan dan ditransmisikan. Jika energi cahaya yang diintersepsi kanopi tanaman per hari adalah Qint dan efisiensi penggunaan energi menjadi bahan kering (light use efficiency) adalah ε, maka laju perolehan berat kering per hari adalah ε*Qint.
Laju produksi bahan kering tanaman dapat
dirumuskan sebagai berikut : ΔW/ Δt = ε* Qint – R ; untuk R sebagai laju kehilangan bahan kering harian oleh proses fisiologis tanaman (Charles-Edward, et al., 1986). Jumlah dari produksi bobot kering harian, selama waktu t dapat digunakan untuk menentukan produksi netto (Pn) yang dapat dirumuskan, sebagai : i=t Pn =
Σ (ε* Qint – R) ; i =0
untuk komponen yang dapat dipanen (PnH), dapat dirumuskan : i =t PnH =
Σ (pHε* Qint – RH) ; i=0
untuk : pH = proporsi bahan kering yang dipartisikan (dikontribusikan) pada komponen panen dan RH = laju kehilangan bahan kering harian dari komponen panen tersebut.
20
Produksi berat kering tanaman selama pertumbuhan (Q(t)) juga dapat dihitung dengan suatu persamaan empirik yang berdasarkan persamaan BeerLambert Law (Mathieu et al., 2009), sebagai berikut : Q(t) = μ 1/Sp(1- exp(-k S(t))/Sp) EPAR(t) untuk μ = efisiensi penggunaan cahaya, S(t)= luas total permukaan daun, dan S(p) = koefisien empirik berkaitan dengan luas kanopi tanaman di permukaan tanah. Respirasi merupakan bagian penting dari siklus karbon dalam tanaman yang mengurangi produk fotosintesis bruto menjadi produk fotosintesis neto dan terdiri atas respirasi pemeliharaan serta respirasi pertumbuhan (Gholipouri et al., 2010). Proses pemeliharaan dalam tanaman terdiri atas sintesis protein yang terdegradasi, dan pemeliharaan terhadap ion-ion yang melintas membrane sel, yang semuanya memerlukan suplai energy dari proses respirasi pemeliharaan (Gholipouri et al., 2010). Suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi laju respirasi pemeliharaan (km), dengan hubungan bahwa km meningkat 2 kali tiap peningkatan suhu 10OC, sehingga pengaruh suhu terhadap laju respirasi pemeliharaan dapat dihitung berdasarkan persamaan (Gholipouri et al., 2010) : Rm = km.2(T-20)/10 W untuk : Rm = respirasi pemeliharaan, km= koefisien respirasi (pemeliharaan), W= biomas organ tanaman, T= suhu udara (OC) Energi cahaya yang digunakan dalam fotosintesis berada pada kisaran PAR (Photosynthetically Active Radiation).
PAR yang diserap oleh daun akan
berbanding lurus dengan bahan kering sebagai produk fotosintesis. Ratio antara bahan kering terhadap PAR disebut sebagai tingkat efisiensi penggunaan cahaya (ε) (Charles-Edward, et al., 1986).
Efisiensi penggunaan cahaya ini dapat
ditentukan berdasarkan besaran koefisien regresi antara peubah jumlah bahan kering bruto (Y) terhadap jumlah kumulatif energi radiasi yang diintersepsi. Alokasi berat kering tanaman menunjukkan pentingnya rasio berat kering organ terhadap berat kering total tanaman pada siklus pertumbuhan t (Mathieu et al., 2009). Produk fotesintesis akan didistribusikan ke berbagai komponen atau
21
organ tanaman melalui proses translokasi untuk membentuk bahan kering pada organ-organ tersebut.
Proporsi bahan kering yang terbentuk tersebut dikenal
dengan istilah partisi (Charles-Edward et al., 1986). Koefisien partisi (p) untuk akar dan tajuk dapat dijelaskan sebagai proporsi bahan kering yang terbentuk yang dipartisikan ke jaringan akar dan tajuk. Laju produksi bahan kering tajuk dapat dirumuskan sebagai berikut : ΔPns/Δt = ps ε* Qint ; Untuk : ε = sebagai tingkat efisiensi penggunaan cahaya yang diintersepsi untuk pembentukan bahan kering, Qint = jumlah energi cahaya yang diintersepsi oleh tanaman, ps = proporsi bahan kering baru yang dipartisikan ke tajuk.
Perkembangan Tanaman Stadia perkembangan tanaman menentukan aliran partisi karbohidrat ke organ tanaman. Fehr dan Caviness (1979) membagi pertumbuhan tanaman kedelai menjadi beberapa fase perkembangan, yaitu fase vegetatif (V) yang meliputi fase pemunculan lapang (VE), kotiledon VC), pertumbuhan buku pertama (V1) sampai buku ke n (Vn) dan fase reproduktif (R) yang mencakup fase mulai berbunga (R1), bunga mekar penuh (R2), mulai muncul polong (R3), mulai muncul polong (R3), polong penuh (R4), mulai muncul benih (R5), benih penuh (R6), mulai masak (R7) dengan kriteria sebagaimana terlampir pada Lampiran 1 Handoko (1994) menjelaskan bahwa perkembangan tanaman dapat dijelaskan dengan konsep thermal units. Laju perkembangan tanaman terjadi jika suhu rata-rata harian (T) melebihi suhu dasar tanaman (To) yang terakumulasi menjadi jumlah thermal units (TU). Fase perkembangan tanaman (s) mulai dari tanam hingga matang diberi skala 0 sampai 1. Stadia perkembangan tanaman (s) dibagi menjadi empat selang skala, yaitu skala 0-0.25 (fase pemunculan lapang), 0.25-0.50 (fase pertumbuhan vegetatif), 0.50-0.75 (fase pembungaan : dan 0.751.00 (fase pematangan). Fase perkembangan tanaman dapat dibagi menjadi empat fase perkembangan berdasarkan thermal units (TU) (Gholipouri et al., 2010). Masing-masing fase perkembangan tanaman akan sangat menentukan nilai LAI, sehingga akan mempengaruhi proses fotosintesis, partisi, dan respirasi. Pertumbuhan dan hasil
22
kedelai dapat diduga berdasarkan Growing Degree Days (GDD), Heliothermal Units (HTU), Photo Thermal Units (PTU) dan Heat Use Efficiency (HUE) (Kumar et al., 2008). Cekaman Naungan Adanya gangguan terhadap radiasi matahari yang sampai ke tanaman, akan berpengaruh terhadap proses fotosintesis.
Naungan adalah salah satu
kondisi, yang mengakibatkan radiasi matahari yang sampai ke tanaman terganggu. Levitt (1980) menjelaskan bahwa terdapat 2 mekanisme adaptasi tanaman terhadap intensitas cahaya rendah, yaitu mekanisme penghindaran dan toleransi. Mekanisme penghindaran dapat dilakukan dengan cara meningkatkan total intersepsi cahaya melalui peningkatan luas daun dan meningkatkan persentase cahaya yang digunakan melalui penekanan jumlah cahaya yang ditransmisikan dan yang direfleksikan. Mekanisme toleran dapat dilakukan melalui penurunan titik kompensasi cahaya dan respirasi. Nyngtias (2006) menyebutkan bahwa cahaya berpengaruh sangat nyata terhadap peubah-peubah morfologi, anatomi dan kandungan antosianin. Disebutkan pula bahwa efisiensi penangkapan cahaya pada tanaman kedelai dilakukan dengan mekanisme penghindaran, yaitu melalui peningkatan luas daun dan kandungan klorofil, penurunan nisbah klorofil a/b, ketebalan daun, dan jumlah stomata. Respon tanaman terhadap adanya naungan adalah meningkatkan efisiensi penangkapan cahaya melalui peningkatan luas daun spesifik, luas daun trifoliate, peningkatan kandungan klorofil a dan b, penurunan kepadatan trikoma, panjang lapisan palisade, dan penurunan ratio klorofil a/b (La Muhuria, 2006). Respon tanaman terhadap adanya naungan adalah meningkatkan efisiensi penangkapan cahaya melalui peningkatan luas daun, khlorofil a dan ratio klorofil a/b, kerapatan stomata, serta menurunkan ketebalan daun serta mesofil (Sopandie et al., 2003a). Penurunan ratio klorofil a/b akibat naungan merupakan peubah yang signifikan terhadap tanaman padi (Sopandie et al., 2003a), talas (Djukri dan Purwoko, 2003), kedelai (Khumaida, 2002; La Muhuria et al., 2006; Handayani, 2003), sehingga peubah ratio klorofil a/b dijadikan peubah dalam sub model naungan.
23
La Muhuria (2007) menyimpulkan bahwa untuk meningkatkan kemampuan penangkapan dan penggunaan cahaya, maka tanaman kedelai toleran dan peka melakukan adaptasi.
Adaptasi tersebut melibatkan : (1) mekanisme
penghindaran (avoidance) melalui perubahan morfoanatomi dan kandungan klorofil untuk efisiensi penangkapan cahaya, dan (2) mekanisme toleransi (tolerance) melalui perubahan aktivitas fotosintesis dan respirasi untuk efisiensi penggunaan cahaya. La Muhuria (2007) lebih lanjut mengemukakan bahwa kemampuan penangkapan cahaya diperoleh dengan cara meningkatkan jumlah cahaya yang ditangkap serta mengurangi jumlah cahaya yang direfleksikan dan yang ditransmisikan. Jumlah cahaya yang ditangkap ditingkatkan melalui peningkatan luas daun.
Jumlah cahaya yang direfleksikan dihindari dengan cara mengurangi
kerapatan trikoma, dan jumlah cahaya yang ditransmisikan dihindari dengan cara meningkatkan kandungan klorofil. Respon tanaman terhadap adanya naungan juga adalah meningkatkan efisiensi respirasi yang ditunjukkan dengan kandungan pati dan karbohidrat pada daun padi yang mengalami cekaman naungan (Sopandie et al., 2003b). Efisiensi respirasi pada tanaman kedelai yang ternaungi ditunjukkan oleh penurunan titik konpensasi cahaya (LCP) (La Muhuria, 2007). Laju respirasi yang rendah menyebabkan tanaman dapat tetap tumbuh pada kondisi lingkungan cahaya rendah (Taiz dan Zeiger, 2002). Laju respirasi yang rendah, maka daun memerlukan lebih sedikit cahaya untuk berfotosintesis untuk mengimbangi CO2 yang dihasilkan respirasi, sehingga titik kompensasi cahaya (LCP) menjadi lebih rendah (Salisbury dan Ross, 1992).
Neraca Air Tanah Zona perakaran dibagi menjadi 2 lapisan, yaitu lapisan pertama dengan kedalaman tanah sekitar 10 cm, dan lapisan kedua yang berhubungan dengan kedalaman akar tanaman, sehingga bisa mencapai kedalaman 120 cm (Bozorg et al., 2011).
Evaporasi hanya dapat memindahkan air dari lapisan pertama,
sedangkan transpirasi mampu memindahkan air tanah yang ada di lapisan kedua (Bozorg et al., 2011). Hal ini berarti bahwa transpirasi dipengaruhi oleh luas daun tanaman (LAI).
24
Evaporasi dari permukaan tanah dan transpirasi dari tanaman berinteraksi untuk mengembalikan air dipermukaan tanah kembali ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi (Su, McCabe dan Wood, 2005). Pendugaan proses evapotranspirasi menjadi penting terutama dalam pemahaman terhadap proses hidrologi, membantu dan meningkatkan efisiensi irigasi, sebagai alat untuk managemen air (Su, McCabe dan Wood, 2005). Air merupakan substrat fotosintesis, tetapi hanya sekitar 0.1 % dari jumlah air total digunakan oleh tanaman untuk fotosintesis, sedangkan 99% digunakan untuk transpirasi. Sekitar 1% dari jumlah air total, digunakan untuk membasahi tanaman, mempertahankan tekanan turgor, dan memungkinkan terjadinya pertumbuhan (Gardner et al., 1991). Smith (2003) mengemukakan bahwa air merupakan salah satu pengendali utama dalam pertumbuhan tanaman dan penggunaannya dapat diestimasi dari model-model dengan
menggunakan variabel cuaca. Hampir 99.9% air yang
diperlukan tanaman digunakan untuk evaporasi dan transpirasi, atau hanya sekitar 0.1 % air yang digunakan untuk bahan kering tanaman. Hubungan evapotranspirasi terhadap produksi tanaman secara sederhana digambarkan oleh Hanks (1991) sebagai berikut : Y/Ym = 1 – A(1-ETa/ETm); untuk : ETm = evapotranspirasi maksimum, Y
= hasil,
Ym
= hasil maksimum (diukur pada kondisi ETm) dan
A
= konstanta .
Proses transpirasi berkaitan langsung dengan proses pengambilan CO2 oleh tanaman sebagai bahan baku fotosintesis, melalui proses tutup buka stomata. CO2 merupakan komponen gas di udara dengan konsentrasi yang cukup rendah (± 0.034%), tetapi (85-92)% berat kering tanaman berasal dari pengambilan CO2 dalam fotosintesis (Gardner et al., 1991). CO2 sampai ke kloroplas terjadi secara difusi dari udara melalui stomata ke sel, dengan besarnya hambatan : r CO2 = ra + rs + rm ; untuk r CO2 = laju pertukaran ra
= tahanan helaian (konsentrasi CO2 pada permukaan daun)
25
rs
= tahanan stomata (tahanan difusi CO2 dari luar ke daun melalui stomata)
rm
= tahanan mesofil (tahanan sisa terhadap pengambilan CO2 oleh daun).
Pengaruh utama kekurangan air terhadap pertukaran gas CO2 adalah dalam hal peningkatan rs karena tertutupnya stomata. Kekurangan air yang semakin parah, rm juga akan meningkat karena adanya kerusakan permanen pada peralatan fotosintesis. Evaporasi dan transpirasi dapat dihitung berdasarkan Evapotranspirasi maksimum. Evapotranspirasi potensial (ETp) dengan metode Penman dianggap sebagai evapotranspirasi maksimum (ETm), dengan model hubungan sebagai berikut (Handoko, 1994) : ETm = ETp = {ΔQn+ γf(u) (es-ea)}/{λ(Δ+γ) Δ = 4098*es/T+Pc, T suhu (OC) (17.27T/(T+237.3)
es = 0.61078. e
ea = es.RH/100 Pc = θ- θ fc, jika θ > θ fc =0 , jika θ ≤ θ fc Qn = (1-α) Qs-Ql untuk : Δ
= kemiringan kurva hubungan antara tekanan uap air jenuh dan suhu udara (Pa K-1),
Qn
= radiasi neto (MJ m-2),
γ
= tetapan psikrometer (66.1 Pa K-1),
f(u)
= fungsi aerodinamik,
(es-ea) = defisit tekanan uap air (Pa), λ
= panas spesifik untuk penguapan (2.454 MJ kg-1)
α
= albedo (nisbah radiasi surya yang dipantulkan dengan radiasi surya datang),
Ql
= pancaran radiasi panjang gelombang dari permukaan bumi (MJ m-2).
26
4
0.5
Ql = ζT (0.56-0.079 ea )(0.1+0.9 n/N untuk :
-8
-2 -4
ζ = tetapan Stefan-Boltzman (5.67 10 W m K ), T = suhu udara (OK), ea = tekanan uap air di udara (mb), n
= lama penyinaran (jam), dan N= panjang hari (jam), dengan :
n/N = Qs/Sangot-0.29)/0.52 dan : Sangot = 58.75(Cos LD + Sin LD) f(u)
= 0.64*(1+0.54*U*1000/3600)
Em
= ETm (e-kLai ), untuk Em = Evaporasi maksimum
Tm
= ETm – Em = (1 – e -kLai) ETm Tm = Transpirasi maksimum