9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian ini menggunakan beberapa pustaka yang dijadikan sebagai acuan dan pedoman di dalam melakukan sebuah penelitian yang disebut sebagai data sekunder. Kajian pustaka menggunakan pustaka yang menunjang dan dapat dijadikan pembanding dalam memecahkan semua permasalahan yang akan diteliti. Kajian pustaka bertujuan untuk menunjukkan keaslian penelitian dan menemukan teori atau data sekunder yang diperlukan. Adapun beberapa sumber pustaka yang digunakan adalah sebagai berikut: J.G.de Casparis (1975) dalam bukunya yang berjudul Indonesian Paleography, membahas tentang huruf yang digunakan dalam prasasti dari masa ke masa mulai yang tertua hingga termuda. Beberapa contoh, yaitu mengenai penulisan huruf Pallawa Muda, Pallawa Tua, Kawi Muda, dan Kawi Tua. Adapula huruf-huruf lain yakni Pranagari, Dewanagari, Tamil, dan Arab. Buku ini dapat dijadikan acuan didalam penelitian mengenai huruf yang digunakan sehingga mempermudah menjawab permasalahan mengenai aspek kebahasaan pada Prasasti Bengkala. S.J.Bakker (1972) dalam bukunya yang berjudul Ilmu Prasasti Indonesia, menjelaskan tentang prasasti yang berarti tulisan kuna yang berkaitan dengan sebuah kejadian atau peristiwa yang sedang atau pernah terjadi. Lebih jauh diuraikan tentang bagian prasasti yaitu tentang isi dan struktur prasasti yang
10
sangat berpengaruh di dalam mengungkap sejarah. Buku Ilmu Prasasti Indonesia dijadikan acuan dalam mengetahui isi dan struktur prasasti sehingga memudahkan menjawab permasalahan mengenai aspek sosial budaya yang terdapat pada prasasti Bengkala. I Gusti Ngurah Tara Wiguna dkk (2004) dalam buku yang berjudul Himpunan Prasasti-prasasti Bali Masa Pemerintahan Raja Jayapangus, menguraikan tentang himpunan dan bahasan dari transkripsi prasasti-prasasti yang dkeluarkan oleh Raja Jayapangus (1099 S atau 1177 M sampai 1103 S atau 1181 M). Buku ini merupakan salah satu pedoman yang digunakan sebagai salah satu data pembanding prasasti. Selanjutnya, I Gusti Ngurah Tara Wiguna dkk (2008) dalam buku yang berjudul Terjemahan Prasasti-Prasasti Bali Abad XII ke Dalam Bahasa Indonesia, berisi tentang pedoman pemerintahan Raja Jayapangus yang didasarkan atas terjemahan prasasti abad XII pada masa pemerintahan Raja Jayapangus. Prasasti ini terbagi menjadi dua kelompok, kelompok A berisi terjemahan dari prasasti Raja Jayapangus yang masih lengkap, Kelompok B berisi tentang terjemahan dari prasasti Raja Jayapangus yang hanya memuat bagian pembuka dan bagian atau sebagian dari isi atau kurang lengkap, karena yang lain telah hilang atau belum ditemukan. Penulis menggunakan pustaka ini untuk mengetahui terjemahan secara garis besar dari prasasti Bengkala dan sistem pemerintahan dari Raja Jayapangus. I Gusti Made Suarbhawa dalam Forum Arkeologi Maret (1995), artikel ini berjudul Teknik Analisis Prasasti, memuat tentang langkah-langkah teknik analisis prasasti. Disebutkan bahwa prasasti sebagai sumber penulisan sejarah
11
yang harus melewati beberapa taraf yaitu diselidiki kebenarannya, disesuaikan isinya dengan prasasti lain, diperbandingkan dengan berita di luar dengan bidang prasasti, ditafsirkan maknanya, diikhtisarkan dalam sintesa sejarah. Langkahlangkah dalam menganalisis prasasti langkah awal berupa analisis ekstern atau fisik yaitu deskripsi liputan lingkungan, bahan, aksara, bahasa, metrik, dan tandatanda khusus. Analisis ini dapat mengetahui garis besar keadaan benda dan kronologinya. Selanjutnya, dilakukan analisis intern atau nonfisik yaitu prasasti yang dialihaksarakan secermat mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah serta dengan berbagai macam catatan alih aksara. Selanjutnya, menerjemahkan prasasti dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran yang disertai pula dengan catatan terjemahan, terjemahan prasasti dapat mengetahui isi prasasti dengan sejumlah data dan keterangan yang masuk akal, teruji, dan telah diinterpretasikan dalam bentuk pemaparan yang logis mengenai latar belakang sejarah prasasti tersebut. Pustaka ini dibicarakan tentang pentingnya pengetahuan paleografi untuk para ahli epigrafi karena memiliki manfaat dalam kaitannya dengan usaha melokalisasikan pusat kekuasaan politik dan kebudayaan kuna, perkiraan usia suatu dokumen, sebagai petunjuk mengenai tingkat perkembangan kebudayaan masyarakat pada umumnya. Artikel ini bermanfaat dalam hal mengungkap aspek kebahasaan dari Prasasti Bengkala. I Nengah Kartika, dalam skripsinya yang berjudul Prasasti Batunya dari Raja Jayapangus (1987), di dalam prasasti ini menjelaskan tentang isi keseluruhan dari prasasti Batunya, lengkap dari lembar pembuka dengan unsur penanggalan, penyebutan nama raja, menyebutkan sistem birokrasi kerajaan,
12
menyebutkan data perekonomian, data keagamaan yakni dikenalnya pendeta Siwa dan Pendeta Budha, penyebutan bangunan suci serta jenis sesajen yang dimuat dalam prasasti. Skripsi ini dijadikan bahan acuan dan membantu peneliti dalam aspek sosial budaya yang terdapat di dalam prasasti Bengkala. I Nyoman Sunarya, dalam laporan penelitian arkeologi yang berjudul Survei Epigrafi Kubutambahan, Buleleng (2009), laporan ini bertujuan untuk mengumpulkan data-data epigrafi di wilayah Desa Bengkala, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng. Temuan selain prasasti ditemukan di beberapa pura di Desa Bengkala dan Desa Pakisan. Temuan di Pura Puseh Bengkala berupa empat buah arca yaitu dua buah arca perwujudan bhatari dan sebuah fragmen arca perwujudan serta sebuah arca nandi. Temuan di Pura Desa Bengkala berupa tinggalan berbentuk lingga semu, guci, lumpang batu. Temuan di Pura Dalem Bengkala berupa berbagai artefak yaitu keramik, uang kepeng, arcaarca, lumpang batu, berbagai material pedagingan. Temuan di Pura Bantes berupa tinggalan berupa kaki bangunan dengan beberapa komponen lainnya yang dibuat dari batu padas kersikan. Temuan di Pura Taman Desa Bengkala berupa arca perwujudan. Temuan di Subak Lanyahan Pakisan berupa batu dakon. Temuan di Pura Puseh Klandis berupa pelinggih berupa onggokan batu. Laporan ini digunakan untuk mengetahui kebenaran daripada informasi tentang data epigrafi di wilayah ini, termasuk data arkeologi lainnya di wilayah Bali Utara. I Gde Semadi Astra, dalam buku Lembaran Pengkajian Budaya yang berjudul Jaman Pemerintahan Maharaja Jayapangus di Bali (1178 M-1181 M) tahun 1977. Buku ini mengulas urutan raja-raja yang pernah memerintah di Pulau
13
Bali sebagaimana terbaca pada prasasti-prasasti yang telah ditemukan, diantaranya sumber-sumber sejarah dari Raja Jayapangus. Pustaka ini digunakan untuk mengetahui kronologis pemerintahan Raja Jayapangus, wilayah kekuasaan dari baginda raja, serta penyebutan dari abhiseka Raja Jayapangus dan permaisuri. I Gde Semadi Astra, dalam buku Sekilas Tentang Perkembangan Aksara Bali dalam Prasasti (1981) mengulas tentang aksara dan bahasa yang mempunyai kaitan yang sangat erat, penemuan sistem simbul berupa aksara merupakan peristiwa yang sangat penting di dalam pembacaan prasasti. Perkembangan aksara dalam prasasti dibagi atas beberapa pendapat ahli dan periode yakni periode pertama : Aksara Palawa Awal (abad IV-V) dan aksara Palawa Belakangan (abad V sampai pertengahan abad VIII), periode kedua yakni : Aksara Kawi Awal dan bentuk standar Aksara Kawi Awal, periode ketiga yaitu : periode Aksara Kawi Belakangan yang berlangsung tahun 925-1250 M, periode keempat yakni perkembangan aksara yang terbit sekitar zaman Majapahit dan beberapa aksara regional, periode terakhir ialah masa perkembangan aksara-aksara Indonesia sejak tahun 1450 sampai masa kini. Buku ini digunakan sebagai acuan dalam mengetahui bentuk aksara.
2.2 Konsep Konsep adalah rancangan yang sangat penting dalam suatu penelitian. Adanya konsep bertujuan untuk membatasi penelitian. Pembatasan konsep dibuat untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman. Pedoman yang digunakan sesuai dengan judul penelitian, kemudian menghubungkan dengan permasalahan yang
14
diangkat oleh penulis pada penelitian ini, maka dikemukakan beberapa konsep, yaitu : 1) Prasasti Bengkala, 2) Kajian Epigrafi, 3) Pranata Sosial. 2.2.1 Prasasti Bengkala Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta,1983 :767) pengertian prasasti adalah piagam (yang tertulis pada batu, tembaga dan sebagainya). Bakker berpendapat bahwa prasasti berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya benda tinggalan masa lampau yang berbentuk tulisan, sebagai putusan resmi raja, tertulis di atas batu, lontar, dan tembaga, yang dirumuskan menurut kaidah-kaidah tertentu berisikan anugerah dan hak-hak, serta dikaruniakan dengan beberapa upacara (Bakker,1972: 10). Prasasti berasal dari bahasa sansekerta yakni pra (adverbium : mendekati dan sas (ti) berarti pernyataan, pengetahuan perintah, yang ditujukan kepada orang lain (Monier Williams, 1960 ; Suarbhawa, 2000 : 136). prasasti Bengkala merupakan prasasti yang tergolong lengkap, struktur dari prasasti Bengkala adalah sebagai berikut : 1. Diawali dengan kata Iśaka yang artinya tahun saka yang dilanjutkan dengan unsur penanggalan yang lengkap. 2. Nama raja yang mengeluarkan prasasti yaitu Paduka Sri Maharaja Haji Jayapangus Akajicihna beserta kedua istrinya yaitu Paduka Sri Prameswari Sri Induja Lancana, dan Paduka Sri Mahadewi Sri Sasangkajajna Ketana. 3. Titah Raja kepada para senapati, kemudian dilanjutkan dengan para pejabat yang menjabat di lembaga majelis kerajaan sepengetahuan para pendeta Siwa dan Budha termasuk rsi dan brahmana.
15
4. Sambandha prasasti adalah alasan atau sebab-sebab dikeluarkannya prasasti. Raja menyatakan alasan-alasan dikeluarkannya prasasti yang disertai anugerah berupa penetapan dan pembebasan pajak dari masyarakat Bengkala. 5. Berisikan tentang keputusan raja yaitu tidak dikenai berbagai macam biaya dan tidak dikenai berbagai macam pajak oleh para petugas, adapun pembayaran drwyahaji bagi masyarakat Bengkala yang berdiam di wilayah desanya, mereka dipunguti 4 masaka 2 kupang yang masingmasing tidak boleh digandakan. 6. Terakhir adalah para saksi yang hadir pada saat upacara penganugrahan prasasti. Para saksi yang hadir yaitu para pejabat yang menjabat di Majelis Kerajaan. Konsep prasasti yang digunakan penulis pada penelitian ini adalah prasasti merupakan suatu putusan resmi yang dikeluarkan oleh raja yang berisikan mengenai hak-hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masyarakat Bengkala demi menertibkan keamanan dan kedamaian antar semua pihak yang bersangkutan. Prasasti dapat dikatakan menjadi sumber utama untuk mengetahui hak dan kewajiban seseorang bahkan karena adanya suatu peristiwa penting yang menyebabkan hak dan kewajiban tersebut ditetapkan oleh raja. Penamaan prasasti Bali menggunakan sistem kronologis tiponomis dengan pertimbangan waktu atau umur prasasti, ruang atau tempat ditemukan atau tempat penyimpanan sebagai basis yang dikembangkan oleh Goris. Semua prasasti diberi nama menurut tempat
16
dimana prasasti itu ditemukan atau disimpan. Prasasti Bengkala terdapat disebutkan nama desa yaitu karamani Bengkala. 2.2.2 Kajian Epigrafi Kamus Umum Bahasa Indonesia secara epitimologis kata kajian diartikan sebagai hasil mengkaji. Mengkaji dilakukan melalui mempelajari, memeriksa, mempertimbangkan, penyelidikan yang mendalam, penelaahan dan menguji. Tara Wiguna (2010 : 9) menyatakan bahwa epigrafi lebih menekankan pada upaya atau ilmu yang mempelajari tulisan-tulisan kuno pada prasasti yang ditulis diatas bahan keras : batu dan logam, yang tidak mudah rapuh dan sangat memperhatikan isi dan struktur. Memahami jenis, bentuk, dan perkembangan tulisan kuna diperlukan studi paleografi. Paleografi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang aksara atau tulisan kuna, dilihat dari jenis, bentuk dan perkembangannya diatas bahan yang telah dan atau mudah rapuh, kemudian dideskripsikan, dianalisis, dan ditafsirkan. Tulisan kuna yang dimaksud dalam hal ini adalah tulisan yang terpahat di atas lempeng tembaga prasasti Bengkala. Penekanan pada konsep ini lebih kepada mendeskripsikan, menganalisis, dan menafsirkan huruf-huruf atau aksara yang terdapat pada prasasti Bengkala. Kajian epigrafi bertujuan untuk mengungkap aspek budaya masa lampau secara holistik. Kajian epigrafi yang digunakan penulis dalam penelitian ini menitikberatkan kepada isi dan struktur Prasasti Bengkala. 2.2.3 Pranata Sosial Kata pranata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia secara epistimologis diartikan sebagai sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi serta adat-istiadat
17
dan norma yang mengatur tingkah laku itu, dan seluruh perlengkapannya guna memenuhi berbagai kompleks kebutuhan manusia dalam masyarakat atau institusi. Menurut Horton dan Hunt (1987) pranata sosial merupakan sistem norma untuk mencapai suatu tujuan satu kegiatan yang oleh masyarakat dipandang penting. Pranata sosial adalah sistem hubungan sosial yang terorganisir yang mengejawantahkan nilai-nilai serta prosedur umum yang mengatur dan memenuhi kegiatan pokok warga masyarakat. Tiga kata kunci dalam setiap pembahasan mengenai pranata sosial sebagai berikut : 1. Nilai dan norma, 2. Pola perilaku yang dibakukan atau disebut prosedur umum, 3. Sistem hubungan, yakni jaringan peran serta status yang menjadi wahana untuk melaksanakan perilaku sesuai dengan prosedur umum yang berlaku. Menurut Koentjaraningrat (1979) yang dimaksud dengan pranata sosial adalah sistem-sistem yang menjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakat itu untuk berinteraksi menurut pola-pola resmi atau suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat pada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Secara umum tujuan utama diciptakannya pranata sosial untuk mengatur agar kehidupan sosial warga masyarakat dapat berjalan dengan tertib dan lancar sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Menurut Soerjono Soekanto (1970) pranata sosial di dalam masyarakat.
18
Aspek pranata sosial ini digunakan untuk mengetahui bagaimana sistem pranata sosial yang terdapat dalam prasasti Bengkala pada masa lampau yang berkaitan dengan pranata agama, pranata ekonomi serta pranata pemerintahan atau birokrasi pada masa pemerintahan Raja Jayapangus.
2.3 Landasan Teori Teori merupakan suatu pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi. Berdasarkan defini, teori merupakan rumusan yang berisikan prinsip umum, terorganisir secara sistematis dapat digunakan sebagai analisis, membuat asumsi, meramalkan serta menjelaskan suatu gejala atau masalah yang untuk sebagian atau seluruhnya telah pernah dibuktikan kebenarannya. Adapun teori-teori yang digunakan untuk mengkaji permasalahan dari penelitian ini adalah : 2.3.1 Teori Strukturalisme Teori strukturalisme dipengaruhi oleh linguistik struktural dimana bahasa dianggap sebagai sistem yang terdiri atas kata-kata. Dosse (1998) mengemukakan bahwa strukturalisme lahir dari bermacam-macam perkembangan dalam berbagai bidang. Dosse juga mengungkapkan bahwa strukturalisme modern dan benteng terkuatnya hingga kini adalah ilmu bahasa atau linguistik (Ritzer dan Goodman, 2004 : 604). Karya Ferdinand de Saussure, seorang ahli bahasa Perancis, sangat menonjol peranannya dalam pengembangan ilmu bahasa struktural. Menurut Saussure, bahasa terdiri dari imaji akustik (kata dan bunyi) yang terkait dengan
19
konsep (benda atau ide). Kaitannya antara keduanya adalah kesepakatan. Ia membedakan bahasa dan ucapan. Fokus Saussure adalah struktur bahasa dengan menekankan sifat arbitrer penandaan, logika, dan struktur internal bahasa (Mudji Sutrisno) dan Hendar Putranto (ed), 2005: 115-116). Demikian pula dengan penelitian ini akan lebih memfokuskan pada bahasa, karena akan membahas lebih banyak mengenai struktur kebahasaan yang digunakan pada prasasti Bengkala. Jadi teori strukturalisme digunakan untuk mengkaji struktur bahasa atau linguistik seperti ejaan dan afiksasi yang terdapat dalam prasasti Bengkala. 2.3.2
Teori Fungsionalisme Struktural Teori Fungsionalisme Struktural awal memusatkan perhatian pada fungsi
satu struktur sosial atau pada fungsi satu institusi sosial tertentu saja. Ahli yang terkenal dengan teori ini adalah Talcott Parsons. Parsons berpandangan bahwa setiap masyarakat hanya dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya apabila keteraturan sosial dapat dipertahankan (Ray, 2006: 41). Parsons menganjurkan penciptaan teori-teori besar dan luas cakupannya. Masyarakat merupakan suatu lembaga yang terdiri atas beberapa bagian yang saling terkait. Perubahan yang terjadi pada satu bagian, akan membawa perubahan terhadap bagian yang lain. Asumsi dasarnya, bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain. Astra (1997 : 25) mengemukakan bahwa teori ini dapat digunakan untuk mengkaji pranata-pranata yang ada dalam masyarakat Bali Kuna dan pranata yang berkenaan dengan struktur birokrasi pemerintahan dapat diketahui secara jelas. Jadi, teori fungsionalisme struktural akan diterapkan pada penelitian ini untuk
20
mengetahui struktur sosial kemasyarakatan Bengkala atau disebut Desa Pekraman Bengkala dan struktur birokrasi pemerintahan pada masa kekuasaan Raja Jayapangus melalui isi dari prasasti Bengkala. 2.3.3 Teori Birokrasi Teori Birokrasi yang dikemukakan Max Weber memberikan dasar-dasar pemahaman birokrasi pada umumnya. Sementara ahli yang mencermati ciri-ciri birokrasi yang dikemukakan oleh Weber, telah mereduksinya menjadi enam ciri yang lazim dipandang sebagai ciri-ciri birokrasi bertipe ideal. Peter M. Blau dan Marshall W. Meyer menyatakan bahwa ciri-ciri pokok birokrasi itu adalah (1) pembagian tugas dilakukan secara resmi, (2) struktur otoritas tersusun secara hierarkis, (3) pelaksanaan tugas dan pengambilan keputusan berdasarkan sistem peraturan yang konsisten, (4) para pejabat melaksanakan tugasnya secara formal dan tidak bersifat pribadi, (5) pekerjaan dalam organisasi birokratis mencakup suatu jenjang karier, dan (6) ada staf administrasi yang berperan sangat besar. Sikap menyangsikan keberadaan birokrasi dalam suatu kerajaan semata-mata karena kerajaan itu merupakan kerajaan kuno dan tradisional, tidak memiliki dasar yang kuat. Hasil penelitian telah dibuktikan bahwa kerajaan-kerajaan kuno dan tradisional telah menerapkan sistem birokrasi, walaupun sistem itu tergolong masih sederhana jika dilihat berdasarkan pendapat Max Weber (1971 : 18 – 23; cf. Blau, 1970: 141-143). Teori birokrasi digunakan oleh penulis untuk mengetahui bagaimana struktur pemerintahan Raja Jayapangus terhadap masyarakat pada masa kekuasaannya.
21
2.4 Model Penelitian Prasasti Bengkala
Epigrafi
Paleografi
Aksara
Isi
Struktur
Analisis Morfologi
Teori Strukturalisme
Analisis Kualitatif
Teori Fungsionalisme struktural
Bentuk
Ejaan
Afiksasi
Pranata Sosial Masyarakat
Keterangan : : menunjukkan pengaruh atau penyebab bagi yang ditunjuk.
Gambar 2.1 Model Penelitian
Teori Birokrasi
22
Penjelasan model penelitian: Prasasti Bengkala merupakan prasasti yang dikeluarkan oleh Raja Jayapangus pada tahun 1103 Saka yang ditujukan kepada masyarakat Desa Bengkala. Prasasti Bengkala selanjutnya dikaji melalui ilmu paleografi dan ilmu epigrafi. Tujuan akhirnya yaitu menjabarkan tulisan-tulisan kuna yang dapat terbaca, menentukan atau memastikan bentuk, waktu, tempat asal, gaya, dan penulis dari pertulisan kuna tersebut dan mengungkap secara holistik aspek pranata sosial masyarakat Bengkala yang terdapat di dalam prasasti. Analisis yang digunakan pada penelitian yaitu analisis morfologi dan analisis kualitatif. Analisis morfologi untuk mengetahui unsur linguistik seperti tipe-tipe aksara, ejaan, serta struktur bahasa yang digunakan pada prasasti Bengkala. Analisis kualitatif digunakan terhadap transliterasi atau alih aksara, terjemahan, aspek ekstern atau fisik prasasti maupun aspek intern dari prasasti. Analisis-analisis tersebut kemudian diterapkan dengan acuan teori-teori yang sudah ada. Teori strukturalisme akan diterapkan untuk mengkaji struktur linguistik atau kebahasaan yang digunakan dalam prasasti Bengkala, teori fungsionalisme struktural diterapkan untuk mengkaji struktur sosial masyarakat Bengkala melalui prasasti Bengkala dan teori birokrasi diterapkan untuk mengetahui kekuasaan Raja Jayapangus.
Melalui analisis dan teori yang
disebutkan di atas pada akhirnya dapat menjawab permasalahan pada penelitian ini.