TINJAUAN PUSTAKA Remaja dan Dewasa Yulianasari (2009) yang mengacu pada WHO (1995) mengkategorikan usia remaja berada pada kisaran umur 10-19 tahun dan dewasa berada pada kisaran umur 20-59 tahun. Ciri-ciri yang spesifik pada usia remaja adalah pertumbuhan yang cepat, perubahan emosional, dan perubahan sosial. Wahlquist (1997) menegaskan bahwa pada fase remaja seseorang mengalami perubahan pada karakteristik fisik, psikis, aturan sosial dan tanggung jawab. Satu hal yang penting akibat perubahan tersebut adalah kontrol yang berlebihan terhadap pola asupan makanan dan asupan minuman ke arah yang kurang baik. Remaja belum sepenuhnya matang, baik secara fisik, kognitif dan psikososial. Dalam masa pencarian identitas ini remaja cepat sekali terpengaruh oleh lingkungan. Lebih jauh, kebiasaan makan dan minum pada remaja dipengaruhi oleh keluarga, teman, dan media, terutama iklan di televisi. Teman sebaya berpengaruh besar pada remaja, dalam hal memilih jenis makanan. Ketidakpatuhan terhadap teman dikhawatirkan dapat menyebabkan dirinya “terkucil” dan akan merusak rasa percaya diri (Mann & Stewart 2007). Hurlock (2004) menyatakan bahwa istilah dewasa (adult) berasal dari bahasa latin adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Secara psikologis orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhan fisiknya. Selain itu orang dewasa telah siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya. Masa dewasa dibagi menjadi tiga fase, yaitu masa dewasa dini, masa dewasa madya, dan masa dewasa lanjut. Masa dewasa dini dimulai pada umur 18 tahun hingga 40 tahun, saat terjadi perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif. Masa dewasa dini merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Masa dewasa madya dimulai pada umur 40 hingga 60 tahun, yakni saat menurunnya kemampuan fisik dan psikologis yang jelas nampak pada setiap orang. Masa dewasa madya, dilihat dari sudut posisi usia dan terjadinya perubahan fisik maupun psikologis, memiliki banyak kesamaan dengan masa remaja. Secara fisik, pada masa remaja terjadi perubahan yang demikian pesat (menuju ke arah kesempurnaan/kemajuan) yang berpengaruh pada kondisi
5
psikologisnya, sedangkan masa dewasa madya juga mengalami perubahan kondisi fisik, namun dalam pengertian terjadi penurunan/kemunduran, yang juga akan mempengaruhi kondisi psikologisnya. Kemudian masa dewasa lanjut dimulai pada umur 60 tahun keatas hingga kematian, saat kemampuan fisik dan psikologis cepat menurun (Hurlock 2004). Air sebagai Zat Gizi Esensial Air merupakan komponen yang yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Asupan air yang kurang ataupun berlebih akan menimbulkan masalah bagi tubuh. Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari air. Bayi normal berkisar 70-75% berat badan, pada bayi prematur sebesar 80%, sebelum pubertas sebesar 65-70%, dan orang dewasa 50-60% dari berat badan (Santoso et al. 2011). Almatsier (2003) menyatakan bahwa air mempunyai berbagai fungsi dalam proses vital tubuh, antara lain: Pelarut dan alat angkut Air
di
dalam
tubuh
berfungsi
sebagai
pelarut
zat-zat
gizi berupa
monosakarida, asam amino, lemak, vitamin, serta mineral dan bahan-bahan lain yang oleh tubuh seperti oksigen dan hormon-hormon. Zat-zat gizi dan hormon ini dibawa ke sel-sel yang membutuhkan. Disamping itu, air sebagai pelarut mengangkut sisa-sisa metabolisme termasuk karbondioksida dan ureum untuk dikeluarkan dari tubuh melalui paru-paru, kulit dan ginjal. Pelumas Air berperan sebagai pelumas dalam sendi-sendi tubuh. Katalisator Air berperan sebagai katalisator dalam berbagai reaksi biologik dalam sel, termasuk dalam saluran cerna. Air diperlukan pula untuk memecah atau menghidrolisis
zat
gizi
kompleks
menjadi
bentuk-bentuk
yang
lebih
sederhana. Fasilitator pertumbuhan Air sebagai bagian jaringan tubuh diperlukan untuk pertumbuhan, dalam hal ini air berperan sebagai zat pembangun. Pengatur suhu Air memegang peranan dalam mendistribusikan panas di dalam tubuh karena kemampuan air untuk menyalurkan panas. Sebagian panas yang dihasilkan dari metabolisme energi diperlukan untuk mempertahankan suhu tubuh pada 37°C. Suhu ini paling cocok untuk bekerjanya enzim-enzim di dalam tubuh.
6
Kelebihan panas yang diperoleh dari metabolisme energi perlu segera disalurkan ke luar. Sebagian besar pengeluaran kelebihan panas ini dilakukan melalui penguapan air dari permukaan tubuh (keringat). Tubuh setiap waktu mendinginkan diri melalui penguapan air. Kebutuhan Air Kebutuhan air sangat bervariasi antar individu. Besarnya kebutuhan air individu dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, suhu tubuh dan kelembaban lingkungan serta aktivitas fisik. Penentuan kebutuhan air untuk orang sehat dapat didasarkan pada umur, berat badan, asupan energi dan luas permukaan tubuh (Proboprastowo & Dwiriyani 2004). Kebutuhan
yang
dipengaruhi oleh aktivitas fisik, kelompok umur, berat badan, iklim atau suhu (ekologi) serta diet (asupan air pangan) akan berpengaruh terhadap jenis makanan dan minuman yang diasupan air dan jumlah asupan air yang menjadi salah satu tolak ukur pemenuhan kebutuhan air seseorang (Hardinsyah et al. 2009). The National Research Council (NRC) (1989) dalam Manz dan Wentz (2003) merekomendasikan asupan air 1,5 mL/kkal untuk bayi dan 1mL/kkal untuk anak-anak dan dewasa. Selain itu NRC (1989) dalam Sawka et al. (2005) juga merekomendasikan asupan air harian yaitu sekitar 1 mL/kkal energi yang dikeluarkan. Kebutuhan air akan meningkat seiring bertambahnya umur, mulai 0,6 L pada bayi hingga 1,7 L pada anak-anak. Pada orang dewasa kebutuhan air meningkat menjadi 2,5 L untuk aktivitas sedentary dan 3,2 L untuk aktivitas fisik sedang, untuk orang dewasa yang lebih aktif yang tinggal di lingkungan panas memiliki kebutuhan air sekitar 6 L (Sawka et al. 2005). Secara rata-rata tubuh orang dewasa akan kehilangan 2,5 L air/harinya. Sekitar 1,5 L air tubuh keluar melalui urin, 500 mL melalui keluarnya keringat, 400 mL keluar dalam bentuk uap air melalui proses respirasi (pernapasan) dan 100 mL keluar bersama dengan feses (Irawan 2007). Batmanghelidj (2007) menyatakan bahwa air harus diminum saat merasa haus. Air harus diminum saat bangun pagi untuk memperbaiki dehidrasi yang dihasilkan selama tidur panjang. Air harus diminum sebelum olahraga untuk menyediakan serta menggantikan air yang akan keluar menjadi keringat. Air juga harus diminum oleh orang yang sembelit dan tidak cukup makan buah dan sayur.
7
Keseimbangan Air Tubuh Keseimbangan air ditentukan antara air yang masuk ke dalam tubuh dan air yang dikeluarkan dari tubuh. Air yang masuk ke dalam tubuh diperoleh dari makanan dan minuman serta pertukaran zat bahan yang sudah berada dalam tubuh. Air dikeluarkan dari tubuh melalui air seni, keringat dan dalam penguapan air melalui pernapasan paru-paru (Harper 1986). Pengeluaran air tubuh dapat berupa keluaran air wajib dan keluaran air kehendak sendiri (alektif). Keluaran air wajib yaitu keluaran air berasal dari urin, kulit, saluran nafas, dan feses. Keluaran air alektif yaitu pengeluaran air tubuh yang biasanya dipengaruhi oleh suhu dan aktivitas fisik (Santoso et al. 2011). Keseimbangan air tercapai apabila volume asupan air sama dengan keluaran air. Asupan dan keluaran air dapat berupa asupan atau keluaran wajib dan asupan atau keluaran alektif. Keseimbangan air tubuh dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Volume air menurut sumber dan pengeluaran tubuh No
Sumber air tubuh
1. 2. 3.
Minuman Makanan Hasil metabolisme
Jumlah (mL) 550-1500 700-1000 200-300
Total 1450-2800 Sumber: Santoso et al. (2011)
No
Pengeluaran air tubuh
1. 2. 3. 4.
Urin/Ginjal Keringat/kulit Pernapasan/paru Tinja Total
Jumlah (mL) 500-1400 450-900 350 150 1450-2800
Laporan yang dipublikasikan oleh WHO (2007) menunjukkan bahwa jumlah air yang diperlukan (termasuk air yang diambil dari makanan) untuk mempertahankan keseimbangan air untuk rata-rata orang dewasa dalam kondisi normal adalah 2,9 L/hari untuk laki-laki dan 2,2 L/hari untuk wanita. Batmanghelidj (2007) mengemukakan bahwa tubuh manusia terus menerus membutuhkan air. Tubuh kehilangan air melalui paru-paru ketika bernafas. Tubuh juga kehilangan air melalui keringat, produksi urin dan ketika buang air besar. Tolak ukur yang baik bagi kebutuhan tubuh akan air adalah warna dari urin. Seseorang yang terhidrasi dengan baik menghasilkan urin yang tidak berwarna. Seseorang yang relatif terdehidrasi menghasilkan urin yang kuning dan seseorang yang terdehidrasi berat menghasilkan urin berwarna jingga (orange). Kehilangan air dari tubuh terutama melalui ginjal (urin) dan saluran pencernaan (feses) disebut dengan sensible/measurable water loss. Kehilangan
8
air melalui paru paru dan kulit disebut dengan invisible water loss. Ginjal merupakan organ utama yang mengatur kehilangan air kentara (Whitmire 2004). Hartanto (2007) menyatakan bahwa pada keadaan normal, seseorang harus memenuhi asupan air rata-rata sebanyak 2000-2500 mL per hari, dalam bentuk air maupun makanan padat. Jumlah tersebut untuk menggantikan kehilangan 250 mL air dari feses, 800-1500 mL dari urin, dan hampir 600 mL kehilangan air yang tidak disadari dari kulit dan paru-paru dari invisible water loss. Tubuh kehilangan air terutama melalui urin, tinja, pernapasan, dan penguapan yang biasanya tidak disadari oleh tubuh. Orang yang tinggal di iklim panas biasanya kehilangan beberapa liter tambahan keringat sehari. Tubuh mendapatkan asupan air sebagian besar dari air yaitu sekitar 75% sampai 80% dan sisanya 20-25% dari makanan. Pada saat haus, tubuh sudah mengalami dehidrasi. Dibandingkan mengukur dari rasa haus, warna urin dan frekuensi buang air kecil adalah alat ukur yang lebih baik. Urin yang berwarna kuning emas, gelap atau kuning jeruk bisa menjadi tanda dehidrasi (Biali 2007). Manz dan Wentz et al. (2003) menyatakan bahwa asupan air merupakan total air dari makanan dan minuman serta air metabolik. Briggs dan Calloway (1987) menyatakan bahwa kehilangan air harus diganti dengan air yang diperoleh dari tiga sumber, yaitu dari minuman, air yang terkandung dalam makanan serta air yang diperoleh sebagai hasil metabolisme. Kandungan air pada makanan padat bervariasi, mulai 5% pada makanan yang sangat kering seperti crackers sampai lebih dari 90% pada buah dan sayuran segar seperti tomat, semangka, strawberry, bunga kol, dan daun selada. Muchtadi et al. (1993) menyatakan bahwa asupan air seseorang dipenuhi dalam beberapa cara. Kebanyakan air diperoleh dari minuman, yaitu sekitar 1650 mL per hari dalam bentuk air, teh, kopi, soft drink, susu dan sebagainya. Air dalam makanan padat menyumbangkan 750 mL. Total asupan air pada penelitian Hellert et al. (2001) diperoleh dari air yang terkandung dalam makanan, minuman serta air oksidasi. Hasil penelitian Hellert et al. (2001) menunjukkan bahwa secara keseluruhan total asupan air meningkat seiring bertambahnya umur, yaitu dari 1114 g/hari pada anak umur 23 tahun air meningkat menjadi 1891 g/hari untuk anak laki-laki umur 9-13 tahun serta 1676±386 g/hari untuk anak wanita umur 9-13 tahun. Total asupan air yang berasal dari makanan berkisar antara 33-38%, dari minuman 49-55% dan dari hasil oksidasi sebesar 12-13%.
9
Third National Health and Nutrition Survey (NHANES III) dalam Manz dan Wentz (2005) menyatakan
bahwa pada anak-anak dan orang dewasa
sekitar 80% total asupan air diperoleh dari minuman, sementara 20% sisanya diperoleh dari makanan. Hasil penelitian Bossingham et al. (2005) tentang keseimbangan air dan status hidrasi pada orang muda dan dewasa menyatakan bahwa total asupan air tidak berbeda antara orang muda dan dewasa. Mereka juga melaporkan bahwa umur tidak mempengaruhi total asupan air. Tubuh dalam jumlah yang terbatas akan memproduksi air melalui proses oksidasi. Studi pada kelompok dewasa laki-laki dengan berat 70 kg, dengan asupan energi 2900 kkal rata-rata membutuhkan air sebesar 2900 mL/hari. Jika produksi air dalam tubuh sebesar 250 mL, maka selebihnya kebutuhan air harus dipenuhi dari minuman dan makanan (Kleiner 1999). Minum air yang cukup penting untuk menghindari dehidrasi dan dari hasil penelitian menunjukkan jenis minuman yang diminum tidak berpengaruh signifikan. Berdasarkan hasil penelitian antara subyek yang asupan minumannya berupa air putih dengan asupan minuman dari berkafein atau jus tidak memiliki perbedaan yang signifikan terhadap status hidrasi. Air dalam bentuk yang paling murni dapat memberikan manfaat lain seperti suplemen fluorida, tapi bukan satusatunya cara untuk menghindari dehidrasi (Grandjean 2003). Dehidrasi dan Gejala Dehidrasi Greenleaf (1992) dalam Shirreffs (2003) menyebutkan Euhydration adalah keadaan atau situasi keseimbangan air. Hyperhydration adalah keadaan keseimbangan air positif (kelebihan air) dan hypohydration adalah keadaaan dalam keseimbangan air negatif (kekurangan air). Dehydration adalah proses kehilangan air dari tubuh, sedangkan rehydration adalah proses mendapatkan air tubuh. Dehidrasi didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadi kekurangan air dan elektrolit tubuh yang dapat berakibat serius dan berpotensi mematikan (Thompson et al. 2008). Menurut Gavin (2006) dehidrasi dapat terjadi akibat kehilangan air yang terlalu banyak, tidak minum air dalam jumlah cukup, ataupun akibat kedua hal di atas. AFIC (2000) menyebutkan bahwa rasa haus merupakan pertanda
seseorang
sedang
mengalami
dehidrasi.
Banyak
orang
mengasumsikan bahwa haus merupakan indikator yang baik dari kebutuhan air. Meskipun demikian, haus sebenarnya merupakan suatu tanda bahwa tubuh baru saja mengalami dehidrasi.
10
Batmanghelidj (2007) menyatakan bahwa pengaturan air manusia bergantung pada sensasi hausnya. Namun sensasi haus seperti yang dipahami sampai saat ini (yaitu mulut yang kering) bukanlah pertanda yang akurat dari kebutuhan air yang sebenarnya. Jika tidak merasa haus, manusia cenderung tidak minum air. Biasanya, seseorang menunggu sampai haus sebelum mulai berpikir untuk minum air. Primana (2009) menyatakan bahwa minum air jangan menunggu sampai rasa haus timbul karena rasa haus tidak cukup baik sebagai indikator keinginan untuk minum. Keinginan minum air lebih banyak dan lebih sering karena kebiasaan, bukan karena adaptasi fisiologis. Rasa haus baru timbul apabila tubuh telah mengalami kekurangan air (dehidrasi). Tanda-tanda dehidrasi bervariasi mulai dari haus dan lemas sampai kerusakan fungsi ginjal. Menurut AFIC (2000) tanda-tanda dehidrasi adalah sebagai berikut:
Dehidrasi tingkat ringan: haus, lelah, kulit kering, mulut dan tenggorokan kering.
Dehidrasi tingkat sedang: detak jantung makin cepat, pusing, tekanan darah rendah, lemas, konsentrasi urinnya pekat, tetapi volumenya kurang.
Dehidrasi tingkat berat: muscle spams (kejang), swollen tongue (lidah bengkak), kegagalan fungsi ginjal, poor blood circulation (sirkulasi darah yang tidak lancar) dan sebagainya. Whitmire (2004) menyatakan bahwa gejala dehidrasi akut bervariasi
sesuai dengan pengurangan berat badan. Pada kehilangan berat badan 1-2% akan timbul rasa haus, lemah, lelah, sedikit gelisah serta hilang selera makan. Mulut kering, penurunan jumlah urin dan kulit kering akan terjadi pada pengurangan berat badan sebesar 3-4%. Kehilangan 5-6% berat badan akan menimbulkan sulit berkonsentrasi, sakit kepala, kegagalan pengaturan suhu tubuh serta peningkatan frekuensi nafas. Kehilangan 7-10% berat badan dapat mengakibatkan otot kaku serta colapse. Pada kehilangan 11% berat badan dapat menimbulkan penurunan volume darah serta dapat berakibat pada kegagalan fungsi ginjal. Pengukuran Status Hidrasi Dokter dapat mendiagnosa kondisi dehidrasi berdasarkan tanda-tanda dan gejala seperti buang air kecil sedikit atau jarang, mata cekung, kulit yang tidak elastis serta ketika mengalami dehidrasi tekanan darah cenderung rendah, jantung berdetak lebih cepat dari kondisi normal. Untuk memperkuat diagnosis
11
dan menentukan tingkat dehidrasi, perlu menjalani tes lain seperti tes darah dan analisis urin. Pada tes darah, contoh darah dapat digunakan untuk memeriksa sejumlah faktor seperti tingkat elektrolit tubuh, terutama natrium dan kalium serta seberapa baik kerja ginjal. Pada urinalisis pengujian dilakukan pada urin untuk dapat menentukan status dehidrasi dan derajat dehidrasi (Mayo 2011). Manz dan Wentz (2005) menjelaskan beberapa indikator yang sering digunakan untuk mengukur status hidrasi antara lain parameter keseimbangan air (contoh: asupan air), perubahan berat badan atau total air tubuh, indikator plasma, serta indikator urin. Bossingham et al. (2005) menjelaskan bahwa pengukuran status hidrasi dapat dilakukan menggunakan urine specific gravity (USG) dan osmolalitas plasma. USG diasumsikan sama dengan densitas urin yang diukur dengan menimbang volume urin selama 24 jam. Pengukuran osmolalitas plasma dilakukan dengan menimbang darah sampel kemudian disentrifugasi untuk mendapatkan plasma dan diukur nilai osmolalitasnya dengan osmometer. Nilai USG yang normal adalah 1,006-1,020, sedangkan osmolalitas plasma yang normal adalah 280-300 mOsm/kg. Metode yang dapat digunakan dalam untuk penilaian kecukupan air bagi tubuh yaitu penurunan berat badan (body mass loss), air tubuh total (total body water) dengan pemeriksaan isotop (D2O), analisis aktivitas neutron, multiple frequency bioelectrical impedance, volume darah, perubahan volume darah, perubahan volume plasma, osmolaritas plasma, berat jenis urin, osmolaritas urin, konduktivitas urin, volume urin 24 jam, warna urin, variabel tambahan (urine dipsticks), pemeriksaan klinis mengenai status hidrasi, rasa haus (ratings of thirst). Metode yang memiliki tingkat akurasi tinggi yaitu metode isotop, analisis aktivitas neutron, osmolaritas plasma atau urin, perubahan volume plasma. Metode ini memerlukan biaya, keahlian serta risiko yang tinggi, sehingga metode yang sering digunakan yaitu penurunan berat badan, berat jenis urin, volume urin 24 jam, warna urin serta rasa haus. Metode berat jenis urin memiliki kolerasi kuat dengan metode osmolaritas urin, warna urin juga berkolerasi kuat dengan berat jenis urin (r2=0,80) maupun osmolaritas urin (r2=0,82). Oleh karena itu, pada tingkat laboratorium, metode yang digunakan adalah berat jenis urin, sedangkan pada tingkat masyarakat, metode warna urin dapat digunakan untuk penilaian kecukupan air. Kekuatan dan kelemahan metode penilaian kecukupan air dapat dilihat pada Tabel 2.
12
Tabel 2 Kekuatan dan kelemahan metode penilaian kecukupan air No
Metode
Biaya
Waktu analisis
1 Berat jenis Sedang Singkat urin 2 Penurunan Rendah Singkat berat badan 3 Volume urin Rendah Lama 24jam 4 Warna urin 5 Rasa haus Rendah Singkat Sumber: Santoso et al. (2011)
Keahlian yang diperlukan Sedang
Ketepatan
Portabilitas alat
Sedang
Ya
Risiko bagi subyek Rendah
Minimal
Sedang
Ya
Rendah
Minimal
Sedang
Tidak
Rendah
Minimal
Rendah
Ya
Rendah Rendah
Faktor Risiko Dehidrasi Jenis kelamin Jenis kelamin akan berpengaruh terhadap kebutuhan akan air. Berdasarkan Dietary Recommendation International (DRI), kebutuhan laki-laki terhadap air (2,4-3,7 L) lebih besar daripada kebutuhan wanita (2,1-2,7 L). Hal ini karena, aktivitas yang dilakukan oleh laki-laki biasanya lebih banyak daripada wanita sehingga dibutuhkan air yang lebih banyak untuk menggantikan air yang keluar akibat aktivitas tersebut (Didinkaem 2006). Almatsier (2003) menyatakan bahwa kandungan air laki-laki lebih banyak daripada wanita. Pada remaja wanita yang mengalami pubertas juga menunjukkan persentase air yang lebih rendah dibandingkan laki-laki karena massa lemak yang tinggi (Novak 1989 dalam Pivarnik & Palmer 1994). Penelitian yang dilakukan Viktor (2007) menunjukkan bahwa asupan air laki-laki lebih banyak dari makanan dan minuman dibandingkan wanita. Wanita mengontrol kelebihan energi sebagai lemak simpanan, sedangkan laki-laki menggunakan kelebihan energinya untuk mensintesis protein (WHO 2000). Usia Hal ini berkaitan dengan perkembangan tubuh, semakin tinggi usia seseorang semakin banyak air yang dibutuhkan oleh tubuh untuk melakukan metabolisme dan aktivitas yang dilakukan oleh tubuh (Didinkaem 2006). Pada masa remaja fungsi pengaturan keseimbangan air berada dalam kondisi yang cukup baik artinya semua sistem organ yang terlibat telah mengalami pematangan yang sempurna dibanding masa anak-anak. Adanya keadaan yang dapat mengancam keseimbangan air, normalnya dapat diatasi dengan baik
13
melalui fungsi ginjal, sehingga pada kondisi sehat remaja tidak mengalami dehidrasi (Hardinsyah 2009). Status gizi Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh asupan air, penyerapan dan utilisasi zat gizi makanan. Penilaian terhadap status gizi akan menentukan apakah seseorang tersebut memiliki status gizi baik atau tidak (Riyadi 2003). Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat, yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan asupan air pangan (Riyadi 2003). WHO (2007) membedakan status gizi menjadi kurus, normal, dan gemuk. Klasifikasi terhadap status gizi tersebut didasarkan pada Indeks Massa Tubuh (IMT). Perhitungan ini dilakukan dengan cara membagi berat badan (kg) dengan hasil kuadrat tinggi badan (m). Status gizi dikategorikan kurus dengan nilai IMT <18,5 (kg/m2), normal 18,5-24,9 (kg/m2), serta gemuk ≥ 25 (kg/m2). Santoso et al. (2011) menyatakan bahwa pada obesitas, air tubuh total lebih rendah dibandingkan dengan orang yang tidak obesitas, kandungan air di dalam sel lemak lebih rendah daripada kandungan air di dalam sel otot sehingga orang obesitas lebih mudah kekurangan air dibandingkan dengan orang yang tidak obesitas. Aktivitas fisik Kehilangan air melalui keringat dapat meningkat mencapai 3 L/jam selama aktivitas berat dan di lingkungan yang panas dan jika asupan air yang tidak mencukupi dapat menimbulkan hypohydration persistent. Volume air yang direkomendasikan umumnya antara 100-150% dari volume yang hilang untuk menggantikan kehilangan air setelah melakukan aktivitas fisik (Sharp 2007). AFIC (1999) menyatakan bahwa ketika berolahraga, air yang dibutuhkan meningkat
karena
tubuh
banyak
kehilangan
air,
sehingga
diperlukan
penggantian air secara cepat untuk mencegah dehidrasi. Semakin banyak aktivitas yang dilakukan oleh tubuh, maka akan semakin banyak air yang dibutuhkan. Tambahan 1-2 gelas air, biasanya cukup untuk olahraga yang singkat, tetapi bila olahraga dalam durasi yang lama maka perlu jumlah air minum tambahan. Banyak air yang dibutuhkan tergantung dari banyaknya keringat selama olah raga, biasanya 2-3 gelas dalam sejam sudah cukup, kecuali ketika udara sangat panas. Lebih baik menggantikan air dengan air
14
elektrolit agar elektrolit tubuh yang hilang (Natrium) bersama keringat dapat tergantikan. Selama aktivitas ringan di lingkungan yang dingin atau sedang, tingkat berkeringat hanya mencapai 100 mL/jam, namun selama aktivitas berat di lingkungan panas, beberapa individu dapat berkeringat mencapai lebih dari 3.000
mL/jam.
Tingkat
berkeringat
tinggi
(misalnya
1,5
L/jam)
dapat
menyebabkan kondisi dehidrasi yang signifikan dan cenderung mengalami gangguan kerja (Murray 2007). WHO/Food and Agriculture Organization (FAO) (2002) menyatakan bahwa aktivitas fisik adalah variabel utama setelah angka metabolisme basal dalam penghitungan pengeluaran energi. Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam Physical Activity Level (PAL) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam. PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut: PAL =
PAR × Alokasi waktu tiap aktivitas 24 jam
Keterangan: PAL : Physical activity level (tingkat aktivitas fisik) PAR : Physical activity rate (jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis aktivitas per satuan waktu tertentu)
Tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL menurut WHO/FAO (2002) tercantum dalam tabel berikut: Tabel 3 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL Kategori Ringan (sedentary lifestyle) Sedang (active or moderately active lifestyle) Berat (vigorous or vigorously active lifestyle) Sumber: WHO/FAO (2002)
Nilai PAL 1,40-1,69 1,70-1,99 2,00-2,40
Wilayah ekologi Suhu lingkungan tempat seseorang tinggal akan mempengaruhi fisiologis tubuh,
yaitu dalam upaya
untuk merespon dengan
baik agar dapat
mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidup. Suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan suhu tubuh seseorang meningkat dan tubuh melakukan adaptasi dengan lingkungan dengan cara mengekskresikan keringat. Apabila ekskresi keringat terjadi secara terus menerus tanpa diimbangi dengan asupan air yang cukup maka dapat menyebabkan dehidrasi (Hardinsyah et al. 2009).
15
Ahrens (2007) dalam Hardinsyah et al. (2009) menyatakan bahwa apabila suhu tubuh meningkat maka kelenjar hipotalamus mengaktifkan mekanisme regulasi panas tubuh. Salah satu cara penurunan suhu tubuh adalah penguapan. Pada tubuh manusia, penguapan terjadi melalui pernapasan dan keringat. Saat penguapan banyak air dan elektrolit yang hilang sehingga terjadi ketidakseimbangan air dalam tubuh. Udara yang panas dan lembab dapat membuat tubuh berkeringat sehingga membutuhkan tambahan air. Kondisi udara dalam ruangan yang panas juga dapat membuat kulit kehilangan kelembabannya. Ketinggian lebih dari 2500 meter (8200 kaki) dapat menyebabkan peningkatan urinasi dan proses bernapas menjadi lebih cepat, sehingga lebih banyak air yang terbuang (Didinkaem 2006). Saat berada di udara dingin, biasanya seseorang jarang merasa haus. Seseorang biasanya tidak minum ketika tidak merasa haus. Saat kekurangan asupan air itulah tubuh kita akan terkena dehidrasi. Air tubuh akan banyak hilang saat berada di tempat berudara dingin, hal ini disebabkan oleh proses pernapasan. Tubuh juga dipaksa bekerja keras untuk menghangatkan badan. Keringat cepat menguap ketika berada di tempat berudara dingin dan kering. Dua pertiga komposisi tubuh terdiri atas air. Ketika jumlah air dalam tubuh berkurang beberapa persen saja, kita akan berisiko terserang dehidrasi. Seseorang yang berdiam di tempat berudara dingin, ia akan berisiko kehilangan air sebesar 3-8% dari total berat badan (Robert 2005). Pengetahuan gizi Pranadji (1988) mendefinisikan pengetahuan secara sederhana sebagai informasi yang disimpan dalam ingatan diperoleh seseorang melalui pendidikan formal, informal, serta non-formal. Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih pangan, yang pada akhirnya berpengaruh pada keadaan gizi seseorang (Khomsan 2000). Menurut Notoadmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah penginderaan terhadap suatu obyek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Menurut Khomsan (2000), tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih pangan, yang pada akhirnya berpengaruh pada keadaan gizi seseorang.
16
Suhu tubuh Suhu di dalam tubuh (suhu inti) hampir selalu konstan, kecuali pada orang yang menderita demam. Ketika membicarakan suhu tubuh seseorang, biasanya diartikan sebagai suhu bagian dalam yang dinamakan suhu inti, bukan suhu kulit atau jaringan di bawah kulit. Suhu inti dalam keadaan normal selalu diatur dengan tepat berkisar rata-rata tidak lebih dari 1oF. Pada suhu permukaan akan meningkat dan turun sesuai dengan suhu di sekitarnya. Ketika membicarakan pengaturan suhu tubuh, kita hampir selalu menghubungkan dengan suhu inti dan bila kita menghubungkan dengan kemampuan kulit untuk melepaskan panas sekitarnya, biasanya kita menyatakan suhu permukaan. Untuk menghitung jumlah total panas yang disimpan didalam tubuh yang digunakan adalah suhu tubuh rata-rata dengan diperkirakan dengan rumus: Suhu tubuh rata-rata = 0,7 suhu internal + 0,3 suhu permukaan Suhu tubuh dapat berubah pada waktu kerja dan pada suhu lingkungan ekstrem, karena mekanisme pengaturan suhu tidak 100% efektif. Bila dihasilkan panas berlebihan pada tubuh akibat kerja yang berat suhu rektum dapat meningkat sampai setinggi 101-104oF. Sebaliknya pada keadaan sangat dingin dapat turun sampai 98oF (Gibson 2002). Suhu tubuh dipertahankan antara 36-37,5oC. pada sebagian besar orang dalam sehari terjadi perubahan antara suhu yang rendah pada pagi hari dan tinggi pada siang hari dengan suhu minimum dalam beberapa jam dan maksimum pada sore hari. Pola tersebut bersifat khas pada setiap individu dan tidak menunjukkan variasi dalam musim. Hal ini tidak berubah bila seseorang bekerja pada malam hari. Pada wanita terdapat variasi dalam bulanan. Suhu selama setengah siklus pertama menstruasi menjadi rendah dibandingkan dengan selama setengah kedua. Terdapat kenaikan yang tiba tiba sekitar 0,5oC pada saat terjadinya ovulasi (Gibson 2002). Tubuh memerlukan air dalam jumlah yang sangat banyak dalam keadaan dingin. Karena persepsi individu tentang haus dan butuh untuk minum akan tertahan saat dingin, dehidrasi terjadi saat asupan air ke tubuh berkurang. Dehidrasi menyebabkan menurunnya ketahanan mental, menurunnya kapasitas kerja, menurunkan kemampuan tekanan darah saat suhu tubuh turun (Nugroho 2009).