ANALIS SIS PEND DAPATAN N USAHA ATANI D DAN SALURAN PEMA ASARAN JAMUR J T TIRAM PU UTIH DI K KECAMA ATAN TAMA ANSARI K KABUPA ATEN BOG GOR
SKRIPSI
JULIANTO O EFENDY Y SITEPU H H34066068
DEPATEM D MEN AGR RIBISNIS FAKULT TAS EKON NOMI DA AN MANA AJEMEN INS STITUT PERTANIA AN BOGO OR BOGOR 2010
RINGKASAN JULIANTO EFENDY SITEPU. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Jamur Tiram Putih di kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Dibawah bimbingan JUNIAR ATMAKUSUMA) Sektor pertanian merupakan sektor penting untuk ditangani secara sungguh-sungguh untuk memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi yang cukup besar untuk mengembangkan produk-produk pertanian mencakup usahatani tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan untuk mewujudkan swasembada ketahanan pangan. Salah satu komoditas pangan holtikultura yang sedikit mengandung bahan kimia adalah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus [Jacq. Ex. Fr.] Kummer) yang telah dibudidayakan secara meluas di Indonesia, khususnya di daerah dataran tinggi karena jamur tiram putih tingkat pertumbuhannya lebih tinggi pada daerah beriklim dingin dan kelembaban yang tinggi. Salah satu penghasil jamur tiram di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor. Usahatani jamur tiram putih yang ada di Kabupaten Bogor adalah usahatani kecil, dimana teknik budidaya yang dilakukan dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih masih bersifat tradisional dimana masih menggunakan teknologi drum (tidak ada yang menggunakan teknologi autoklaf) dalam kegiatan budidayanya. Hasil penelitian sebelumnya bahwa kegiatan usahatani jamur tiram putih menguntungkan. Hal ini diketahui dari penelitian Ruillah (2006) dan Maharani (2007). Kecamatan Tamansari merupakan kecamatan paling produktif di Kabupaten Bogor, tetapi berdasarkan survei di lapangan bahwa jumlah petani jamur tiram putih di lokasi penelitian hanya berjumlah tujuh petani, padahal dari hasil penelitian sebelumya diperoleh bahwa kegiatan usahatani jamur tiram putih sangat menguntungkan dan layak untuk dikembangkan, oleh karena itu perlu dianalisis kegiatan usahatani yang ada di Kecamatan Tamansari. Pengelolaan usaha yang baik akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan petani. Disamping itu, diperlukan juga pemasaran hasil produksi yang tepat. Pemasaran jamur tiram putih yang tepat harus dapat memberikan keuntungan yang sesuai dengan apa yang diberikan oleh petani. Keuntungan yang maksimal diperoleh dengan memilih saluran pemasaran yang efisien. Dari analisis pemasaran tersebut petani dapat membuat alternatif keputusan dalam memasarkan produknya. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pendapatan usahatani jamur tiram putih di daerah penelitian, mengetahui bentuk saluran pemasaran jamur tiram putih di daerah penelitian dan menganalisis efesiensi pemasaran jamur tiram putih di daerah penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Tamansari merupakan daerah yang potensial untuk budidaya jamur tiram putih karena suhu daerah ini berkisar antara
iii
25 – 27 0C dan kelembaban 82 – 90 %, dimana suhu dan kelembaban daerah tersebut sesuai dengan kisaran suhu untuk pertumbuhan jamur tiram putih yaitu pada suhu 15 – 30 0C dan kelembaban 80 – 90 %. Penelitian ini juga dilakukan di sejumlah Pasar yang berlokasi di Bogor seperti Pasar Bogor, Pasar Anyar sebagai tempat transaksi pedagang pengumpul dan pedagang pengencer. Pengumpulan data dilaksanakan pada Bulan November sampai Bulan Desember 2009. Waktu ini digunakan untuk memperoleh data dan keterangan dari pemimpin perusahaan, petani dan semua pihak yang terkait dalam penelitian ini. Produksi rata-rata jumur tiram putih yang dihasilkan responden adalah sebanyak 4.645 kg dengan penggunaan log rata-rata 0.41 log. Harga rata-rata jamur tiram putih yang dijual jamur tiram putih yang dijual adalah Rp. 8000 per kg, sehingga rata-rata penerimaan yang diperoleh oleh petani responden di daerah penelitian selama satu periode adalah sebesar Rp 37.162.286. Berdasarkan proses budidaya yang dilakukan petani responden, dalam proses produksi yang dilakukan masih menggunakan teknologi drum atau tidak menggunakan teknologi autoklaf, dengan penggunaan log rata-rata 12.571 log Keuntungan (pendapatan) usahatani jamur tiram putih lebih ditentukan oleh jumlah log. Berdasarkan analisis pendapatan, maka diperoleh imbangan dan biaya (R/C rasio) total sebesar 1,57 yang artinya untuk setiap biaya total yang dikeluarkan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,57. sedangkan R/C rasio untuk biaya tunai adalah sebesar 1,84 yang artinya untuk setiap biaya total yang dikeluarkan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,84. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa usahatani jamur tiram tersebut menguntungkan karena R/C rasio lebih dari satu dan layak untuk dikembangkan. Pengelolaan usaha yang baik akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan petani. Disamping itu, diperlukan juga pemasaran hasil produksi yang tepat. Pemasaran jamur tiram putih yang tepat harus dapat memberikan keuntungan yang sesuai dengan apa yang diberikan oleh petani. Keuntungan yang maksimal diperoleh dengan memilih saluran pemasaran yang efisien. Dari analisis pemasaran tersebut petani dapat membuat alternatif keputusan dalam memasarkan produknya. Pada saluran pemasaran jamur tiram putih di Kecamatan Tamansari, terdapat dua bentuk pola pemasaran. Pola pemasaran I, petani menjual ke supplier, kemudian supplier menjual jamur tersebut ke pedagang pengecer dan pedagang pengecer menjual lagi ke konsumen akhir. Sedangkan untuk pola saluran II, petani menjual produknya kepada supplier dan supplier memasarkan langsung ke konsumen. Sistem pemasaran dikatakan efisien apabila memnuhi dua syarat yaitu apabila mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya dan mampu mengadakan pembagian yang adil bagi seluruh harga yang dibayarkan oleh konsumen terakhir dalam kegiatan produksi. Dilihat dari nilai rasio dan keuntungan dan biaya pemasaran yang diperoleh petani, maka dapat disimpulkan bahwa pola pemasaran yang ada di Kecamatan Tamansari sudah efisien karena nilai rasio keuntungan dan biaya tataniaga diperoleh lebih besar dari satu. Nilai rasio keuntungan dan biaya pola saluran I sebesar 7,22 dan pada pola saluran II sebesar 8,30.
iiii
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN SALURAN PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR
JULIANTO EFENDY SITEPU H34066068
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPATEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ivi
Judul Skripsi
: Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor
Nama
: Julianto Efendy Sitepu
NRP
: H34066068
Disetujui Pembimbing
Ir. Juniar Atmakusuma, MS NIP. 19530104 197903 2 001
Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Petanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
vi
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, April 2010
Julianto Efendy S H34066068
vii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabanjahe pada tanggal 09 juli 1985. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Alm Meslin Sitepu dan Rasmita Br Tarigan. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Letjen Jamin Ginting Berastagi pada tahun 1997 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SLTP Negeri 1 Berastagi. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMU Negeri 1 Berastagi diselesaikan pada tahun 2003 dan pendidikan tingkat universitas melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Teknologi Perlindungan Sumberdaya Hutan diselesaikan pada tahun 2006. Penulis diterima pada Program Sarjana Ekstensi Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006.
viii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penuls dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor”. Penelitian ini bertujuan menganalisis pendapatan usahatani, mengetahui bentuk saluran pemasaran dan menganalisis efisiensi pemasaran jamur tiram putih di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Penulisan skripsi ini jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan saran dan kritik yang bersifat membantu (konstruktif) kearah perbaikan dan penyempurnaan sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor,
April 2010
Penulis
viiii
UCAPAN TERIMAKASIH Penyelesaian
skripsi ini tidak terlepas dari kontribusi semua pihak. Sebagai
bentuk rasa syukur dan terimakasih, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada : 1.
Ayah dan Ibu atas segala doa, kasih sayang, serta pengorbanan yang tidak terbatas baik moril maupun materil. Untuk kakak tercinta Nelly Magdalena atas segala doa dan dukungannya.
2.
Ir. Juniar Atmakusuma, MS selaku dosen pembimbing yang telah membantu, mengarahkan, membimbing dan memberikan semangat untuk menyelesaikan proses skripsi ini.
3.
Ir. Narni Farmayanti, MSc sebagai dosen evaluator pada saat seminar proposal (kolokium) yang telah memberikan masukan, perencanaan serta perbaikan dalam penelitian.
4.
Dr. Ir. Harianto, MS atas kesediaannya sebagai dosen penguji utama.
5.
Arif Karyadi, Sp atas kesediaannya sebagai dosen penguji komisi pendidikan.
6.
Saudara Ahmad Bangun atas kesediannya sebagai pembahas pada saat seminar yang telah memberi masukan.
7.
Semua dosen ekstensi yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terimakasih atas formulasi, aplikasi, hingga evaluasi baik dari perkuliahan hingga proses penelitian berlangsung.
8.
Para petani jamur tiram putih di kecamatan Tamansari yang telah berbagi informasi teknis budidaya dan pemasaran serta lembaga tataniaga (supplier, pengecer).
9.
Ibu Endjah Hodyah atas bimbingan dan dukungannya selama penelitian ini dilaksanakan.
10. Hartaria Ginting yang selalu ada spesial dalam suka maupun duka, serta motivasi yang telah diberikan. 11. Adik saya Amli Ramadana Harahap dukungan selama penyelesaian penelitian. 12. Rekan-rekan di kostan Borobodur dan Pak Timo (Iqbal, Aulia, Jonh, Majus, Muyan, Jefri, Irfan, Bang’Budi, Erik, Gunawan, Riko, Ali, Adith, Rizal) atas dukungan dan semangat yang diberikan.
ixi
13. Monalisa Sembiring, Nita, Aci dan Ratih atas segala dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini. 14. Sekretariat Ekstensi AGB (Mba’Nur, Mba’ maya, Mba’ami, Mba’Dewi, mba’lus, Mas Aji, Mas Agus) terima kasih atas pelayanan dan kesabarannya hingg akhir studi. 15. Dan semua pihak yang ikut berkontribusi pada proses penelitian yang cukup banyak bila disebutkan satu persatu, terimakasih atas semua doa, dukungan, dab harapan positif bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian
Bogor, April 2010
Julianto efendy Sitepu
xi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
vi
I
II
III
IV
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1.2 Perumusan Masalah ................................................................ 1.3 Tujuan Masalah ....................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................
1 4 6 6
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik ............................................................................. 2.2 Deskripsi Jamur Tiram ............................................................ 2.3 Teknik Budidaya Jamur Tiram ................................................ 2.3.1 Bibit Jamur Tiram Putih ................................................. 2.3.2 Budidaya Jamur Tiram Putih ......................................... 2.4 Konsep Usahatani ................................................................... 2.5 Pendapatan Usahatani ............................................................. 2.6 Analisis Pendapatan Usahatani ............................................... 2.7 Konsep Pemasaran .................................................................. 2.8 Struktur Pasar .......................................................................... 2.9 Lembaga dan Saluran Pemasaran............................................ 2.10 Marjin Pemasaran................................................................... 2.11 Efesiensi Pemasaran ............................................................... 2.12 Penelitian Terdahulu ..............................................................
7 7 8 11 12 15 15 16 17 18 18 20 22 24
KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Usahatani ........................................................................ 3.2 Pendapatan Usahatani .............................................................. 3.3 Kelembagaan Pemasaran ........................................................ 3.3 Kerangka Pemikiran Operasional ............................................
28 28 28 29
METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 4.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................ 4.3 Metode Pengambilan Responden ............................................ 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data .................................... 4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani ....................................... 4.4.2 Analisis Fungsi dan Saluran Pemasaran ......................... 4.4.3 Analisis Struktur dan Perilaku Pasar ............................... 4.4.4 Analisis Efisiensi Tataniaga ............................................ 4.4.4.1 Analisis Farmer’s Share ..................................... 4.4.4.2 Analisis Marjin Pemasaran ................................. 4.4.4.3 Analisis Rasio Keuntungan dan (R/C Rasio) .........................................................
31 31 31 32 32 34 34 34 34 35 36
xii
V.
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis dan Pembagian Administrasi ........................ 5.2 Keadaan Sosial Ekonomi ........................................................ 5.3 Karakteristik Petani Responden ............................................... 5.3.1 Usia Petani ...................................................................... 5.3.2 Tingkat Pendidikan Petani .............................................. 5.3.3 Pengalaman Bertani ........................................................
37 38 39 39 39 40
HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Teknik Budidaya Jamur Tiram Putih ...................................... 6.1.1 Persiapan Bibit ................................................................ 6.1.2 Persiapan Media Tanam .................................................. 6.1.2.1 Persiapan ............................................................. 6.1.2.2 Pengayakan ......................................................... 6.1.2.3 Perendaman ........................................................ 6.1.2.4 Pengukusan ......................................................... 6.1.2.5 Pencampuran ....................................................... 6.1.2.6 Pengomposan ...................................................... 6.1.2.7 Pewadahan........................................................... 6.1.2.8 Sterilisasi ............................................................ 6.1.3 Inokulasi ( Pemberian Bibit) .......................................... 6.1.4 Pemeliharaan .................................................................. 6.1.4.1 Inkubasi .............................................................. 6.1.4.2 Penumbuhan ....................................................... 6.1.5 Panen dan Pasca Panen .................................................. 6.2 Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih .............................. 6.2.1 Penerimaan Usahatani .................................................... 6.2.2 Biaya Usahatani ............................................................. 6.3 Analisis Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih ............... 6.4 Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran ............................. 6.4.1 Fungsi Pemasaran .......................................................... 6.4.2 Efisiensi Pemasaran ....................................................... 6.4.2.1 Margin Pemasaran............................................... 6.4.2.2 Farmer’s Share ................................................... 6.4.3 Analisis Efisiensi Pemasaran .........................................
42 43 43 43 44 44 44 44 44 45 45 45 45 45 46 46 46 47 47 50 51 53 55 55 57 58
KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan .............................................................................. 7.2 Saran ........................................................................................
59 60
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
61
VI
VII
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1. Nilai Gizi Jamur Tiram Putih dan Sayuran dalam 100 gram Bahan ..................................................................
2
2. Luas Panen, Produksi, dan Produktifitas Produksi Jamur Tiram Putih ..........................................................................
2
3. Perkembangan EksporJamur Segar dan Olahan Nasional Tahun 2003-2007 ...........................................................................
3
4. Jumlah, Produksi, dan Produktifitas Jamur Tiram Putih per Kecamatan di Kabupaten Bogor ..............................................
4
5. Kebutuhan Bahan-bahan dalam Budidaya Jamur Tiram Putih ......
12
6. Kajian Penelitian Terdahulu ...........................................................
27
7. Analisis Pendapatan Usahatani ......................................................
33
8. Pembagian Wilayah Kecamatan Tamansari Berdasarkan Jumlah Desa, Luas Wilayah, dan Jumlah Penduduk......................
38
9. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Tamansari Tahun 2009 ....................................................................................
38
10. Sebaran Petani Responden Menurut Usia di Kecamatan Tamansari ................................................................
39
11. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Tamansari ................................................................
39
12. Sebaran Responden Menurut Pengalaman Bertani di Kecamatan Tamansari ................................................................
40
13. Sebaran Responden Menurut Skala Usaha di Kecamatan Tamansari 41
14. Penggunaan Input Produksi Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari Selama Satu Periode (3 Bulan) .............
42
15. Penerimaan Petani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari Selama Satu Periode (3 Bulan) .............
47
16. Analisis Biaya Rata-rata Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari pada Musim Tanam 2009 ......................
48
17. Rata-rata Nilai Penyusutan Peralatan Jamur Tiram Putih per Tahun. .............................................................................
50
18. Rata-rata Pendapatan dan R/C Rasio Usahatani Jamur Tiram Putih diKecamatan Tamansari ..................................
51
19. Fungsi Pemasaran yang dilakukan Lembaga Tataniaga Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari .................................
53
20. Besarnya Margin Pemasaran pada masing-masing Saluran Tataniaga Jamur Tiram Putih .........................................................
56
21. Besarnya Farmer’s Share, Biaya, dan Keuntungan Tataniaga pada Masing-masing Saluran Tataniaga Jamur Tiram Putih .........
58
DAFTAR GAMBAR Nomor 1
Kurva Margin Pemasaran dan Nila Margin ...................................
Halaman 21
2 Kerangka Pemikiran Operasional .................................................
30
3
52
SaluranPemasaran Jamur Tiram Putih ...........................................
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1
Gambar Kumbung Jamur Tiram Putih ...........................................
Halaman 63
2 Gambar Log Jamur Tiram Putih ....................................................
64
3
Gambar Jamur Tiram Putih ............................................................
65
4
Kuisioner Penelitian ......................................................................
66
5
Peta Lokasi Kecamatan Tamansari ...............................................
67
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor penting untuk ditangani secara sungguh-sungguh untuk memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi yang cukup besar untuk mengembangkan produk-produk pertanian mencakup usahatani tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan untuk mewujudkan swasembada ketahanan pangan. Peningkatan kebutuhan produk hortikultura menuntut adanya suatu cara yang dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi produksi holtikultura. Sistem pertanian konvensional dengan penggunaan input-input anorganik dan bahanbahan kimia dalam proses budidaya ternyata membawa dampak negatif, akibatnya terjadi masalah baru pada komoditas hortikultura seperti pencemaran lingkungan oleh penggunaan bahan kimia berlebih, ketergantungan terhadap bahan kimia, serta gangguan kesehatan yang diakibatkan adanya residu zat kimia berlebih yang terkandung pada komoditas sayuran. Penggunaan bahan-bahan kimia seperti pupuk dan pestisida terbukti dapat meningkatkan hasil produksi pangan dan hortikultura, tetapi dalam jangka panjang akan memberikan dampak negatif seperti menurunkan tingkat kesuburan tanah dan merusak kelestarian ekosistem. Salah satu komoditas pangan holtikultura yang sedikit mengandung bahan kimia adalah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus [Jacq. Ex. Fr.] Kummer) yang telah dibudidayakan secara meluas di Indonesia, khususnya di daerah dataran tinggi karena jamur tiram putih tingkat pertumbuhannya lebih tinggi pada daerah beriklim dingin dan kelembaban yang tinggi. Jamur merupakan salah satu jenis produk hortikultura yang dapat dikembangkan dan diarahkan untuk dapat memperbaiki keadaan gizi masyarakat. Jamur tiram merupakan makanan yang aman untuk dikonsumsi karena penggunaan pestisida dan bahan-bahan kimia relatif sedikit. Jamur tiram putih merupakan salah satu jenis jamur yang memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan tanaman lain karena dapat tumbuh pada media berupa limbah lignoselulosa, penggunaannya dalam proses fermentasi tidak
membutuhkan input yang mahal dan merupakan sumber protein nabati yang tidak mengandung kolesterol sehingga aman untuk dikonsumsi setiap orang. Protein nabati yang terkandung pada jamur tiram putih relatif sama atau lebih tinggi dibandingkan protein sayuran lainnya dan memiliki kandungan lemak jenuh yang rendah dibandingkan protein hewani dengan jumlah kalori yang sama (Tabel 1). Tabel 1. Nilai Gizi Jamur Tiram Putih dan Sayuran dalam 100 gram Bahan No Bahan Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) 1 Jamur Kuping 7.7 0.8 87.6 2 Jamur Shitake 17.7 8.0 67.5 3 Jamur Tiram Putih 30.4 2.2 57.6 4 Jamur Merang 16.0 0.9 64.5 5 Bayam 3.5 0.5 6.5 6 Kacang Panjang 2.7 0.3 7.8 7 Kangkung 3.0 0.3 5.4 8 Sawi 2.3 0.3 4.0 9 Wortel 1.2 0.3 9.3 10 Tauge 9.0 2.6 6.4 Sumber : Suriawiria, 2006 Tabel 1 menunjukkan bahwa kandungan protein jamur tiram putih relatif lebih tinggi dibandingkan dengan jamur kuping, jamur shitake, jamur merang, bayam, kacang panjang, kangkung, sawi, wortel dan tauge. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jamur tiram putih merupakan makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi yang diperlukan dalam tubuh. Daerah sentra jamur tiram putih tersebar di seluruh wilayah Indonesia, jika dilihat dari jumlah produksi maka ada empat provinsi di Indonesia yang merupakan penghasil jamur tiram putih yang terbanyak, yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta dan Jawa timur. Data produksi dan produktivitas, dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Produksi dan Produktivitas Jamur Tiram Putih Produktivitas Provinsi (ton/log) Jawa Barat 52,20 Jawa Tengah 143,00 D.I Yogyakarta 127,60 Jawa timur 127,60 Sumber : Ditjen Bina Produksi Holtikultura, 2007
Produksi (ton) 10.173,80 2.285,10 777,30 10.231,61
Berdasarkan Tabel 2, Jawa tengah merupakan daerah yang memiliki produktifitas tertinggi dibandingkan Provinsi lain dalam produksi jamur tiram putih yaitu sebesar 143 ton per log. Sedangkan provinsi dengan produktifitas terendah adalah Provinsi Jawa Barat sebesar 52,2 ton per log. Berdasarkan data dari Redaksi Terubus (2002), bahwa peluang pasar domestik jamur tiram putih masih potensial, hal ini ditandai dengan daya serap pasar untuk wilayah Bandung, bogor dan Sukabumi sekitar tiga ton per hari dan baru terpenuhi sekitar 600 sampai 1000 kg per hari. Ditinjau dari populasi penduduk Indonesia yang demikian besar dan tersebar di beberapa provinsi disertai dengan berkembangnya industri pengolahan, pariwisata, terkait di dalamnya industri perhotelan, restoran dan rumah makan, maka peluang pemasaran produk jamur tiram putih di dalam negeri dan ekspor memberikan prospek yang cerah, hal ini dapat dilihat dari ekspor jamur segar dan olahan seperti pada Tabel 3. Tabel 3.
Perkembangan Ekspor Jamur Segar dan Olahan Nasional Tahun 20032007 Tahun Jamur Segar (kg) Jamur Olahan (kg) 22.672.217 24.742.741 2003 26.174.070 29.270.287 2004 22.009.236 25.750.806 2005 27.146.730 31.394.520 2006 29.728.709 34.671.106 2007 Laju (persen per tahun) 30,71 27,00 Sumber : Departemen Pertanian, 2007 Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa perkembangan ekspor jamur segar dan olahan di Indonesia selama periode 2003-2007 cendrung mengalami penigkatan. Untuk jamur segar dan jamur olahan volume ekspor tertinggi pada tahun 2003 sebesar 34.671.106 kg untuk jamur segar dan 29.728.709 kg untuk jamur olahan. Laju pertumbuhan ekspor jamur segar maupun olahan relatif tinggi yaitu sebesar 30,71 persen per tahun untuk jamur segar dan 27,00 persen per tahun untuk jamur olahan. Hal ini dikarenakan semakin bertambahnya peminat jamur tiram yang menyebabkan pasar jamur menjadi sangat potensial.
1.2. Perumusan Masalah Salah satu penghasil jamur tiram di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor. Usahatani jamur tiram putih yang ada di Kabupaten Bogor adalah usahatani kecil, hal ini dapat dilihat dari teknik budidaya yang dilakukan dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih masih bersifat tradisional dimana masih menggunakan teknologi drum (tidak ada yang menggunakan teknologi autoklaf) dalam kegiatan budidayanya. Tabel 4. Jumlah, Produksi dan Produktivitas Jamur Tiram Putih per Kecamatan di Kabupaten Bogor tahun 2007 Jumlah Produksi Produktivitas No Kecamatan (Log) (Kg) (Kg/Log) 1 Pamijahan 61.700 8.638 0,18 2 Leuwi sadeng 20.000 3.000 0,15 3 Rancabungur 34.000 4.420 0,13 4 Taman Sari 191.500 38.300 0,20 5 Cijeruk 17.000 2.040 0,12 6 Cisarua 780.000 173.250 0,17 7. Sukaraja 10.000 1.200 0,12 Rata-rata 0,15 Sumber : Dinas pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Tahun 2007 Dari tabel 4 tersebut dapat dilihat bahwa pada tahun 2007 rata-rata tingkat produktivitas di Kecamatan Taman Sari adalah 0,20 kg/log dan merupakan kecamatan yang paling produktif yang memberikan sumbangan produksi jamur tiram di Kabupaten Bogor. Sedangkan kecamatan yang produktivitasnya paling rendah adalah Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Sukaraja dengan produktivitas 0,12 kg per log. Hasil penelitian sebelumnya bahwa kegiatan usahatani jamur tiram putih menguntungkan. Hal ini diketahui dari penelitian Ruillah (2006) dan Maharani (2007). Kecamatan Tamansari merupakan kecamatan paling produktif di Kabupaten Bogor, tetapi berdasarkan survei di lapangan bahwa jumlah petani jamur tiram putih di lokasi penelitian hanya berjumlah tujuh petani, padahal dari hasil penelitian sebelumya diperoleh bahwa kegiatan usahatani jamur tiram putih sangat menguntungkan dan layak untuk dikembangkan, oleh karena itu perlu dianalisis kegiatan usahatani yang ada di Kecamatan Tamansari. Produksi jamur tiram putih sangat dipengaruhi oleh teknik budidaya untuk memperoleh produk yang berkualitas baik. Dalam kegiatan budidaya jamur tiram
putih, pendapatan petani dapat dipengaruhi oleh besarnya skala usaha, ketersediaan modal, harga jual produk, ketersediaan tenaga kerja keluarga dan tingkat pengetahuan dan pengalaman petani. Namun kenyataan yang terjadi dilapangan bahwa petani sangat kesulitan untuk memperoleh dana, sehingga akan menghambat petani tersebut untuk memperbesar skala usahanya, adanya campur tangan pemerintah maupun pihak swasta sangat diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut. Karakteristik jamur tiram putih yang cepat rusak, menyebabkan petani memerlukan pemasaran yang cepat, karena jika pemasarannya tidak cepat menimbulkan biaya penyusutan berupa penurunan harga karena kondisi jamur tiram putih tidak segar lagi. Jauhnya daerah pemasaran dari sentra produksi memungkinkan timbulnya resiko yaitu:
(1) apabila petani menjual langsung
produknya ke konsumen akhir akan memerlukan biaya transportasi yang tinggi, (2) apabila petani menjual produksinya di daerahnya, maka petani akan menerima harga jual yang terlalu rendah. Saluran pemasaran yang efesien dipengaruhi oleh lembaga-lembaga pemasaran yang terkait di dalamnya. Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat seperti pedagang pengumpul, supplier dan pedagang pengecer berperan dalam penentuan saluran pemasaran jamur tiram putih. Lembaga pemasaran yang berfungsi sebagai penghubung akan menentukan pola jalur distribusi atau saluran pemasaran komoditi jamur tiram putih. Penanganan pascapanen yang belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik oleh petani di lokasi penelitian maupun perantara dapat menyebabkan kualitas jamur tiram putih menurun. Lembaga-lembaga pemasaran di lokasi penelitian dalam melakukan fungsi-fungsi pemasaran jamur tiram putih memiliki peranan yang sangat besar dalam penyampaian poduk ke konsumen akhir, sehingga lembaga pemasaran yang terkait memperoleh imbalan keuntungan dan marjin yang cukup tinggi.
Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Berapa tingkat pendapatan usahatani jamur tiram putih di daerah penelitian? 2. Bagaimana bentuk saluran pemasaran jamur tiram putih dari produsen sampai ke konsumen akhir di daerah penelitian? 3. Apakah sistem pemasaran, saluran pemasaran mulai dari produsen ke konsumen akhir pada setiap lembaga sudah efesien? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis pendapatan usahatani jamur tiram putih di daerah penelitian. 2. Mengetahui bentuk saluran pemasaran jamur tiram putih di daerah penelitian. 3. Menganalisis efesiensi pemasaran jamur tiram putih di daerah penelitian. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilaksanakan diharapkan dapat memberi manfaat : 1. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi petani dalam usahatani jamur tiram putih yang efesien dan dapat memberikan keuntungan maksimum. 2. Sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya.
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Karakteristik Jamur Jamur termasuk ke dalam kerajaan (kingdom) fungi, jamur merupakan
organisme eukariota karena inti selnya mempunyai inti sejati, dinding sel jamur terdiri dari zat khitin, tubuh atau soma jamur terdiri dari hifa yang berasal dari spora, jamur digolongkan sebagai tumbuhan heterotrofik karena jamur tidak mempunyai klorofil sehingga tidak dapat menghasilkan makanannya sendiri secara fotosintesis, oleh karena itu jamur mengambil zat-zat makanan dengan menyerap hasil penguraian materi organik (Gunawan, 2001). Menurut Tapa Darma (2002), jamur mengalami fase vegetataif dan generatif dalam perkembangbiakannya. Menurut sub kelasnya jamur dibedakan menjadi dua, yakni Ascomycetes dan Basidiomycetes. Jamur dari subkelas Basidiomycetes lebih mudah diamati karena ukuran tubuh buahnya cukup besar, sedangkan Ascomycetes berukuran sngat kecil (mikroskopis). 2.2
Deskripsi Jamur Tiram Putih Menurut Muchrodi (2001), disebut jamur tiram (Pleurotus ostreatus
[Jacq. Ex. Fr] Kummer) karena bentuk tudung membulat, lonjong, dan agak melengkung seperti cangkang tiram. Ciri fisik jamur tiram yaitu tudungnya yang menyerupai cangkang tiram dengan diameter 5-15 cm, permukaannya licin dan agak berminyak ketika lembab, bagian tepinya agak bergelombang, letak tangkai lateral agak disamping tudung dan daging buah berwarna putih Pleurotus spp. Dapat tumbuh di kayu-kayu lunak dan dapat tumbuh pada ketinggian 600 meter dpl, dengan suhu 15º-30ºCelcius, berkembang pada pH 5,57 dan kelembaban 80 persen – 90 persen. Spesies ini tidak memerlukan intensitas cahaya tinggi karena akan merusak miselia jamur dan tubuh buah jamur. Jamur ini bermanfaat sebagai sumber protein nabati dan berkhasiat mencegah penyakit hipertensi dan jantung (Dania, 1998)
Klasifikasi lengkap pleurotus spp. menurut Cahyana (1997) adalah sebagai berikut : Kingdom
: Mycetea
Divisio
: Amastigomycotae
Phylum
: Basidiomycotae
Kelas
: Hymenomycetes
Ordo
: Agaricales
Family
: Pleurotaceae
Genus
: Pleurotus
Spesies
: Pleurotus ostreatus
2.3
Teknik Budidaya Jamur Tiram Putih Dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih, beberapa tahap berikut perlu
diperhatikan, seperti : 2.3.1
Sarana Produksi Jamur Tiram Putih Menurut Cahyana (1997), sarana produksi yang diperlukan sebaiknya
dipersiapkan dahulu sebelum melakukan kegiatan produksi. Sarana produksi itu antara lain bangunan, peralatan dan bahan-bahan induk. Bangunan Kumbung Budidaya jamur secara komersial memerlukan beberapa bangunan yang diperlukan dalam kegiatan usahanya. Bangunan yang diperlukan terdiri dari ruang persiapan, ruang inokulasi, ruang inkubasi, ruang penanaman dan ruang pembibitan. a. Ruang Persiapan Ruang persiapan digunakan untuk persiapan pembuatan media tanam. Kegiatan yang dilakukan pada ruang persiapan antara lain kegiatan pengayakan, pencampuran media tanam, pewadahan dan sterilisasi. Ruang persiapan dapat digunakan pula sebagai tempat untuk menyimpan bahan-bahan seperti bekatul dan kapur apabila skala produksi usaha itu tidak terlalu besar, namun bila skala produksi dalam jumlah besar maka bahan-bahan itu sebaiknya ditempatkan dalam ruang terpisah atau gudang.
b.
Ruang Inokulasi Ruang inokulasi adalah ruang untuk menanam bibit pada media tanam
jamur. Ruang inokulasi harus mudah dibersihkan dan disterikan untuk menghindari terjadinya kontaminasi oleh mikroba lain. Pada ruang inokulasi diusahakan tidak banyak terdapat ventilasi yang terbuka lebar dan sebaiknya ventilasi udara dipasang filter atau saringan dari kawat kassa atau kassa plastik, hal ini untuk meminimalisasi tingkat kontaminan. Pada perusahaan dalam skala besar biasanya ruang inokulasi dilengkapi dengan alat pendingin udara (air conditioning). c.
Ruang Inkubasi Ruang inkubasi adalah ruang yang digunakan untuk menumbuhkan
miselium jamur tiram putih pada media tanam yang sudah diinokulasi. Ruang inkubasi biasanya disebut dengan ruang spawning. Ruang ini dilengkapi dengan rak-rak inkubasi untuk mendapatkan media tanam yang sudah diinokulasi. d.
Ruang Pemeliharaan Ruang pemeliharaan atau sering disebut growing digunakan untuk
menumbuhkan tubuh buah jamur. Ruang ini dilengkapi dengan rak-rak tempat baglog penumbuhan tubuh buah jamur dan alat penyemprot untuk menjaga kelembaban dan kadar air dalam pemeliharaan tubuh buah jamur e.
Ruang Pembibitan Ruang pembibitan adalah ruang yang khusus digunakan dalam pembuatan
media bibit jamur. Ruang ini diperlukan bila skala produksi sudah besar, dalam skala produsi kecil bibit dapat dibeli dari produsen bibit sehingga ruang pembibitan tidak diperlukan lagi. Peralatan Budidaya jamur tiram secara sederhana dapat dilakukan dengan alat-alat yang mudah diperoleh seperti cangkul, sekop, botol, kayu, alat pensteril, lampu spritus. Untuk produksi dalam kapasitas besar diperlukan peralatan yang cukup besar sepaerti ayakan, mixer, filler, boiler dan chamber sterilizer. Mixer digunakan sebagai alat pencampur media tanam jamur ; filler digunakan sebagai alat pengisi media kedalam kantong plastik dalam jumlah tertentu ; boiler
digunakan sebagai sumber pemanas (uap) ; chamber sterilizer digunakan sebagai alat untuk sterilisasi dalam jumlah yang besar. Bahan – Bahan Bahan-bahan untuk budidaya jamur tiram yang perlu dipersiapkan terdiri dari bahan baku dan bahan pelengkap. a. Bahan baku Jamur tiram putih merupakan tumbuhan sapprofit dimana tumbuh dan berkembang pada kayu atau pohon dan mengambil sari makanan dari inangnya. Dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih media tanam utama yang digunakan adalah serbuk kayu atau serbuk gergaji supaya media hidup jamur dalam kegiatan budidaya sama dengan di alam. Serbuk kayu yang umum digunakan dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih adalah dari pohon sengon (Parasientes falcataria) karena kandungan getah yang terdapat pada pohon ini relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan jenis pohon yang lain, karena kandungan getah pada pohon dapat menghambat pertumbuhan miselia jamur tiram putih. Serbuk gergaji dapat diperoleh dari pabrik pengrajin kayu. Pemilihan serbuk gergaji sebagai bahan baku media penanaman jamur perlu memperhatikan tingkat kebersihan dan kadar getah pada kayu untuk mengurangi kontaminan dalam pelaksanaan budidaya jamur tiram putih. b. Bahan tambahan Bahan-bahan lain yang digunakan dalam budidaya jamur tiram putih pada media plastik terdiri dari beberapa macam yaitu bekatul (dedak padi), kapur (CaCO3), gips (CaSO4) dan dapat pula ditambahkan mineral-mineral lain. 1. Bekatul Bekatul ditambahkan untuk meningkatkan nutrisi media tanam sebagai sumber karbohidrat, sumber carbon (C), dan nitrogen (N2). Bekatul yang digunakan dapat berasal dari berbagai jenis padi dari hasil penggilingan di pabrik. Bekatul sebaiknya dipilih yang masih baru, belum tengik dan tidak rusak 2. Kapur (CaCO3) Kapur ditambahkan pada media tanam sebagai sumber kalsium (Ca) dan untuk menstabilkan tingkat keasaman (pH) pada media tanam. Jenis kapur yang digunakan adalah kalsium karbonat (CaCO3). Unsur kalsium dan karbon
digunakan
untuk
meningkatkan
mineral
yang
dibutuhkan
jamur
bagi
pertumbuhannya. 3. Gips (CaSO4) Gips digunakan sebagai sumber kalsium dan sebagai bahan untuk memperkokoh media tanam, dimana dengan kondisi kokoh maka media tanam tidak akan cepat rusak. 4. Kantong Plastik Penggunaan kantong plastik bertujuan untuk mempermudah pengaturan kondisi dan penanganan media selama pertumbuhan. Kantong plastik yang digunakan adalah plastik yang kuat dan tahan panas sampai suhu 100ºC, jenis plastik biasanya dipilih dari jenis polipropilen (PP). Ukuran dan ketebalan plastik terdiri dari berbagai macam ukuran. Dalam usaha budidaya jamur tiram biasanya yang digunakan adalah ukuran 20 x 30 cm, 17 x 35 cm, 14 x 25cm dan ketebalan 0,3 – 0 7 mm. 2.3.2
Bibit Jamur Tiram Putih Budidaya jamur yang berhasil dengan baik dipengaruhi beberapa faktor
yang perlu mendapatkan perhatian secara seksama, diantaranya adalah bibit jamur. Meskipun semua faktor dalam budidaya jamur telah dipenuhi dengan baik tetapi bibit jamur yang digunakan berkualitas kurang baik maka produksi jamur yang diharapkan akan kurang memuaskan atau tidak akan menghasilkan sama sekali (Gunawan, 2001) Bibit yang dipakai sebaiknya berasal dari turunan pertama (F1) karena dengan menggunakan turunan F2, F3 dapat menyebabkan lemahnya pertumbuhan miselium dan dapat mengurangi produktifitas. Ada beberapa indikasi bibit yang baik adalah sebagai berikut : a. Bibit berasal dari varietas unggul b. Bibit tidak terlalu tua atau sudah terlalu lama disimpan Bibit tidak terkontaminasi
2.3.3
Budidaya Jamur Tiram Putih Menurut Cahyana (1997), langkah-langkah dalam melakukan budidaya
jamur tiram putih dengan menggunakan serbuk kayu adalah sebagai berikut : 1. Persiapan Serbuk gergaji, bekatul, gips dan kapur disiapkan sesuai dengan komposisi perbandingannya. Perbandingan komposisi kebutuhan bahan-bahan dapt dilihat pada Tabel 4. Tabel 5. Kebutuhan Bahan-Bahan dalam Budidaya Jamur Tiram Serbuk gergaji
Bekatul
Kapur
Gips
TSP
(kg)
(kg)
(kg)
(kg)
(kg)
I
100
15
5
1
-
II
100
5
2.5
0.5
0.5
III
100
10
2.5
0.5
0.5
VI
100
10
5
1
0.5
Formulasi
Sumber : Cahyana (1997) Pada Tabel 5 terdapat berbagai formulasi media untuk pertumbuhan jamur tiram. Hal tersebut berdasarkan pengalaman masing-masing pengusaha yang dilakukan di tempat yang berbeda yang lebih menguntungkan. Berdasarkan Tabel 4 dapat dipilih salah satu formulasi yang sesuai dengan kondisi tempat budidaya. 2.
Pengayakan Serbuk gergaji yang diperoleh dari pengrajin mempunyai tingkat
keseragaman yang kurang baik karena di dalamnya biasa terdapat potonganpotongan yang cukup besar dan tajam yang dapat merusak plastik sebagai media tempat tanam yang berpotensi menyebabkan pertumbuhan miselia jamur tidak merata. Untuk mengatasi hal tersebut maka dilakukan pengayakan serbuk gergaji. 3.
Perendaman Perendaman serbuk gergaji perlu dilakukan untuk menghilangkan getah
yang terdapat pada serbuk gergaji. Disamping itu perendaman juga berfungsi untuk melunakkan serbuk gergaji agar mudah diuraikan oleh jamur. Perendaman dilakukan selama 6-12 jam, kemudian serbuk gergaji ditiriskan.
4.
Pengukusan Pengukusan serbuk kayu yang telah direndam dilakukan pada suhu 80º-
90ºC selama 4-6 jam. Proses pengukusan ini bertujuan untuk mengurangi mikroba yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur tiram putih yang ditanam dan untuk menghilngkan getah yang terkandung pada serbuk gergaji. 5.
Pencampuran Bahan-bahan tambahan yang telah ditimbang sesuai dengan komposisi
yang dibutuhkan di campur dengan serbuk gergaji. Pencampuran harus dilakukan secara merata. Didalam proses pencampuran diusahakan tidak terdapat gumpalan, terutama serbuk gergaji dan kapur, karena dapat mengakibatkan penggumpalan dan komposisi media yang diperoleh tidak merata. 6. Pengomposan Proses pengomposan dimaksudkan untuk menguraikan senyawa-senyawa kompleks dalam bahan-bahan bantuan mikroba sehingga diperoleh senyawasenyawa yang lebih sederhana. Senyawa yang lebih sederhana akan lebih mudah diserap oleh jamur sehingga memungkinkan pertumbuhan jamur akan lebih baik. Pengomposan dilakukan dengan cara membunbun campuran media kemudian menutupnya secara rapat dengan menggunakan plastik selama 1-2 hari. Proses pengomposan yang baik ditandai dengan peningkatan suhu sekitar 50ºC. Kadar air dalam pengomposan harus diatur pada kondisi 50-65 persen dengan tingkat keasaman (pH) 6-7. Adonan yang baik adalah bila adonan itu dikepal membentuk gumpalan, tetapi mudah dihancurkan. 7. Pewadahan (log Jamur) Setelah dilakukan pengomposan maka media tanam tersebut dimasukkan kedalam plastik polipropilen karena plastik ini relatif tahan panas dalam proses sterilisasi. Media yang kurang padat akan menyebabkan hasil panen yang tidak optimal karena media cepat busuk sehingga produktifitas akan rendah, untuk menghindari hal tersebut dalam proses pewadahan adonan dalam plastik dipadatkan dengan menggunakan botol atau alat yang lain. Media tanam yang dimasukkan ke dalam plastik polipropilen tersebut yang dinamakan log jamur atau media tempat tumbuh jamur tiram putih.
8. Sterilisasi Sterilisasi merupakan proses yang dilakukan untuk menginaktifkan mikroba baik bakteri, kapang maupun khamir yang dapat menghambat pertumbuhan miselium jamur. Sterilisasi dilakukan pada suhu 80º-90ºC selama 68 jam. 9. Inokulasi (pemberian bibit) Inokulasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan taburan dan tusukan. Inokulasi secara taburan adalah dengan menaburkan bibit kedalam media tanam secara langsung. Sementara denagan tusukan dilakukan dengan cara membuat lubang dibagian tengah media melalui cincin sedalam tiga per empat dari tinggi media tanam, selanjutnya dengan lubang tersebut diisi bibit yang telah dihancurkan. 10. Inkubasi Inkubasi merupakan proses penumbuhan miselium jamur sampai memenuhi seluruh media tanam. Suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan miselia jamur adalah 22º-28ºC. Inkubasi dilakukan hingga seluruh media akan tampak putih merata. Biasanya media akan tampak putih merata antara 40-60 hari sejak dilakukan inokulasi. Keberhasilan pertumbuhan miselia jamur dapat diketahui sejak dua minggu setelah inkubasi. 11. Penumbuhan Media tumbuh jamur yang sudah putih oleh miselia jamur sudah siap untuk dilakukan penumbuhan tubuh buah jamur dengan cara membuka plastik media tumbuh yang sudah penuh miselia. Satu sampai dua minggu setelah media dibuka akan tumbuh bakal buah. Tubuh buah yang sudah tumbuh tersebut akan tumbuh optimal selama 2-3 hari. Kondisi suhu optimal dalam proses pertumbuhan tubuh buah adalah pada suhu 16º-22ºC dengan kelembaban 80-90 persen. 12. Pemanenan Panen dilakukan setelah pertumbuhan jamur mencapai tingkat optimal, yaitu cukup besar tetapi belum mekar penuh. Pemanena dilakukan lima hari setelah bakal buah tumbuh. Ukuran jamur yang sudah siap dipanen adalah dengan diameter 5-10 cm. Pemanenan dilakukan sebaiknya pada pagi hari untuk mempertahankan kesegarannya. Jamur yang sudah dipanen tidak perlu dipotong
hingga menjadi bagian per bagian tudung, tetapi hanya perlu dibersihkan kotoran yang menempel pada bagian akarnya saja supaya daya simpan jamur dapat lebih lama. 2.4
Konsep Usahatani Definisi usahatani adalah seluruh organisasi dari alam, tenaga kerja, modal
dan manajemen yang ditujukan kepada produksi dilapangan pertanian. Ketatalaksanaan organisasi itu sendiri diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang, baik yang terkait secara genealogis, politis maupun teritorial. Dalam hal ini usahatani mencakup pengertian mulai dari bentuk sederhana yaitu hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga sampai pada bentuk yang paling modern yaitu mencari keuntungan (Hernanto, 1989). Menurut Soekartawi (1986), usahatani adalah sistem organisasi produksi dilapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili alam, unsur tenaga kerja yang mampu bertumpu pada anggota keluarga tani. Terdapat unsur modal yang beranekaragam jenisnya salah satunya adalah unsur pengelolaan atau menajemen yang peranannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani. Tipe unsur mempunyai kedudukan yang sama penting dalam usaha tani dan tak dapat dipisahkan satu sama lain. 2.5
Pendapatan Usahatani Berhasil atau tidaknya usahatani dapat dilihat dari besarnya pendapatan
yang diperoleh petani dalam mengelola usahatani. Pendapatan dapat didefinisikan sebagai sisa dari pengurangan nilai penerimaan dan biaya yang dikeluarkan. Pendapatan yang diharapkan adalah pendapatan yang bernilai positif. Penerimaan usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan ini mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, yang digunakan kembali untuk bibit atau yang disimpan digudang (Soekartawi, 1986). Pengeluaran atau biaya usahatani merupakan nilai penggunaan sarana produksi dan lain-lain yang dibebankan pada produk yang bersangkutan. Selain biaya tunai yang harus dikeluarkan, ada juga biaya yang diperhitungkan yaitu nilai pemakaian barang dan jasa yang dihasilkan dan berasal dari usahatani itu sendiri.
Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani kalau modal dan nilai kinerja diperhitungkan. Pendapatan usahatani yang diterima seseorang petani dalam satu tahun berbeda dengan pendapatan yang diterima petani lainnya. Perbedaan pendapatan petani ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya masih dapat diubah dalam batas-batas kemampuan petani, misalnya luas lahan usahatani, efisiensi kerja dan efisiensi produksi. Tetapi ada pula faktor-faktor yang tak dapat diubah seperti iklim dan jenis lahan (Soeharjo dan Patong,1973). Berkaitan dengan ukuran pendapatan dan keuntungan, Soekartawi (1986), mengemukakan beberafa defenisi yaitu : a. Penerimaan tunai usahatani (farm receipt) : nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Penerimaan tunai usahatani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani. b. Pengeluaran tunai (farm payment) : jumlah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani, dan tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok. c. Pendapatan tunai usahatani (farm net cash flow): selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran tunai usaha tani. d. Penerimaan total usahatani (total farm revenue): penerimaan dari semua sumber usahatani yang meliputi jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil dan nilai penggunaan untuk konsumsi keluarga. e. Pengeluaran total usahatani (total farm expensive): semua biaya-biaya operasional dengan tanpa menghitung bunga dari modal usahatani dan nilai kerja dari pengelolaan usahatani. Pengeluaran ini meliputi pengeluaran tunai, penyusutan benda fisik, pengurangan nilai inventaris dan nilai tenaga kerja yang tidak dibayar atau tenaga kerja keluarga. f. Pendapatan total usahatani (total farm income): merupakan selisih antara penerimaan total dengan pengeluaran total. 2.6
Analisis Pendapatan Usahatani. Analisis pendapatan mempunyai tujuan dan kegunaan bagi petani maupun
bagi pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usahatani dan
menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Bagi seorang petani analisis pendapatan memberikan bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau tidak. Soeharjo dan Patong (1973) menyatakan bahwa pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak juga dianalisa nilai efisiensinya. Salah satu ukuran efisien adalah penerimaan untuk setiap rupiah yang dikeluarkan R/C rasio (Revenue cost ratio). Dalam analisis R/C rasio akan diuji seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan usahatani bersangkutan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Dengan kata lain analisis rasio penerimaan atas biaya produksi dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usahatani, artinya dari angka rasio penerimaan atas biaya tersebut dapat diketahui apakah suatu usahatani menguntungkan atau tidak. Selanjutnya Soeharjo dan Patong menjelaskan bahwa usahatani dikatakan menguntungkan apabila nilai R/C rasio lebih besar dari 1 dan sebaliknya suatu usahatani dikatakan belum menguntungkan apabila nilai R/C rasio kurang dari 1. 2.7
Konsep Pemasaran Menurut Limbong dan Sitorus (1987), pemasaran adalah serangkaian
proses kegiatan atau aktivitas yang ditujukan untuk menyalurkan barang-barang atau jasa-jasa dari titik produsen ke konsumen.
Kohls dan Uhl (1985)
mendefenisikan pemasaran pertanian sebagai jembatan penghubung antara produsen dan konsumen pertanian. Konsep paling dasar yang melandasi pemasaran adalah kebutuhan manusia.
Kebutuhan
manusia adalah pernyataan
dari rasa
kehilangan.
Berdasarkan kebutuhan inilah maka konsumen akan memenuhi kebutuhannya dengan mempertukarkan produknya dan nilai dengan produsen. Suatu produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan kebutuha atau keinginan konsumen. Tujuan dari pemasaran itu sendiri adalah dapat memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen melalui pertukaran. Menurut Kotler (2002), pemasaran terjadi ketika orang memutuskan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan lewat pertukaran. Pertukaran adalah tindakan memperoleh obyek yang didambakan dari seseorang dengan menawarkan sesuatu sebagai penggantinya.
Agar terjadi suatu pertukaran, beberapa kondisi harus dipenuhi, yaitu: 1. Paling sedikit harus ada dua pihak yang berpartisipasi dan masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang bernilai bagi pihak lain. 2. Setiap pihak juga harus ingin berdagang dengan pihak lain dan masing-masing harus bebas untuk menerima atau menolak tawaran pihak lain. 3. Kedua belah pihak harus berkomunikasi dan menyerahkan barang. 2.8
Struktur Pasar Menurut Limbong dan Sitorus (1987), struktur pasar adalah suatu dimensi
yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh pengusaha maupun industri, jumlah perusahaan dalam pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran, seperti
“size”
dan
“concentrasi”,
deskripsi
“product”
dan
“product
differentiation”, syarat-syarat “entry” dan sebagainya. Berdasarkan strukturnya, pasar dapat digolongkan atas dasar yaitu persaingan sempurna, dan persaingan tidak sempurna. 2.9 Lembaga dan Saluran Pemasaran Aktivitas pemasaran komoditi pertanian memerlukan pelaku-pelaku ekonomi yang terlibat secara langsung ataupun tidak langsung, dengan cara melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran. Komoditi-komoditi yang dipasarkan juga bervariasi, dengan kualitas dan harga yang beragam pula.
Fungsi-fungsi
pemasaran yang dilakukan lembaga-lembaga pemasaran juga bervariasi. Kompleksitas permasalahan pemasaran komoditi pertanian ini menuntut adanya suatu pendekatan (approach), sehingga permasalahan yang diteliti menjadi jelas dan menjadi lebih mudah untuk diselesaikan (Dahl dan Hammond,1992). Pendekatan yang biasa dilakukan dalam pemasaran produk pertanian yaitu pendekatan komoditi (commodity approach), pendekatan fungsi (functional approach), pendekatan lembaga (institusional approach), pendekatan teori ilmu ekonomi (economic theorical approach), dan pendekatan sistem (system approach). Melalui pendekatan-pendekatan tersebut pemasaran pertanian dapat diarahkan sedemikian rupa sehingga tujuan yang ingin dicapai dalam pemasaran dapat tercapai.
Lembaga-lembaga pemasaran dalam menyampaikan komoditi pertanian dari produsen berhubungan satu sama lain yang membentuk jaringan pemasaran. Arus pemasaran yang terbentuk dalam proses ini beragam sekali, misalnya produsen berhubungan langsung dengan konsumen akhir atau petani, produsen berhubungan terlebih dahulu dengan tengkulak atau pedagang pengumpul dan membentuk pola-pola pemasaran yang khusus. Pola-pola pemasaran yang terbentuk selama pergerakan arus komoditi pertanian dari petani produsen kekonsumen akhir disebut sistem pemasaran. Menurut Sudiyono (2002), lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu. Lembaga pemasaran timbul karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komoditi yang sesuai dengan waktu, tempat, dan bentuk yang diinginkan konsumen. Tugas lembaga pemasaran ini adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimall mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga pemasaran ini berupa marjin pemasaran. Lembaga pemasaran ini dapat digolongkan menurut penguasaannya. Lembaga pemasaran dikelompokkan kedalam: 1. Pedagang perantara (merchant middlement) yang terdiri dari pengecer (retailers) dan grosir (wholessalers). 2. Agen perantara (agen middlement) terdiri dari brokers dan komisi. 3. Pengolah (processors) dan pengusaha pabrik (manufactures). 4. Organisasi fasilitas. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), lembaga pemasaran adalah yang terlibat selama proses penyampaian barang dan jasa terdiri dari produsen, pedagang pengumpul mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten sampai tingkat propinsi atau pedagang besar, pengecer dan lembaga penunjang seperti perusahaan pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, biro periklanan dan lembaga keuangan. Lembaga-lembaga yang tersebut dikelompokkan berdasarkan atas (1) fungsi yang dilakukan, (2) penguasaan terhadap barang, (3) kedudukan dalam struktur pasar, dan (4) menurut bentuk usahanya.
Lembaga-lembaga tataniaga berdasarkan fungsi yang dilakukan dapat dikelompokkan atas: (1) lembaga yang melakukan kegiatan pertukaran, seperti pedagang pengumpul, pengecer dan grosir, (2) Lembaga yang melakukan kegiatan fisik tataniaga seperti lembaga pengolahan, pengangkutan, (3) lembaga yang menyediakan
fasilitas tataniaga seperti; lembaga kredit, lembaga keuangan,
lembaga yang melakukan kualitas barang. Fungsi-fungsi yang dilakukan lembaga tataniaga bermanfaat dalam meningkatkan kegunaan bentuk, waktu, dan tempat. Fungsi pertukaran berguna untuk memperlancar perpindahan hak milik dari barang dan jasa. Kegiatan yang dilakukan yaitu melakukan fungsi penjualan dan pembeliaan. Fungsi fisik merupakan fungsi yang berhubungan langsung dengan barang dan jasa. Fungsi fisik meliputi aktivitas penanganan dan pemindahan, fungsi pengangkutan dan pengolahan.
Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yang ditujukan untuk
memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi dan grading, fungsi pembiayaan, fungsi resiko dan fungsi informasi pasar. Fungsi standarisasi dan grading mempermudah pemberian harga, mempermudah pelaksanaan jual beli, mengurangi biaya pemasaran dan memperluas pasar. Fungsi pembiayaan melakukan kegiatan bentuk uang untuk memperlancar proses tataniaga. Fungsi penanggungan resiko merupakan fungsi yang dapat menerima kemungkinan kehilangan dalam proses tataniaga yang disebabkan karena resiko fisik dan resiko pasar. Fungsi informasi pasar berguna dalam mengumpulkan interpretasi dari sejumlah data sehingga proses tataniaga menjadi lebih sempurna. Sistem tataniaga akan lebih efisien apabila informasi yang diterima produsen dan konsumen lebih baik. 2.10
Marjin Pemasaran Marjin pemasaran ditentukan oleh struktur pasar dimana kegiatan
pemasaran terjadi. Kita dapat menghitung perbedaan harga dtingkat produsen (petani) dan ditingkat konsumen, dengan menggunakan konsep marjin pemasaran. Marjin pemasaran dapat di definisikan sebagai perbedaan harga yang di bayar konsumen (harga di pengecer) dengan harga yang diterima produsen (petani) (Dahl dan Hammond,1992).
Purcell (1979), Mendefinisikan marjin pemasaran sebagai alat yang biasa digunakan untuk mengukur keragaan atau performen sistem pasar yaitu mengukur perbedaan harga ditingkat usahatani dengan harga ditingkat pengecer. Berdasarkan gambar 2, kita dapat mengukur nilai marjin pemasaran. Besar kecil marjin pemasaran sering digunakan untuk menilai efisiensi pemasaran relatif. Dahl dan Hammand (1992) mendefinisikan marjin pemasaran sebagai perbedaan harga ditingkat petani (Pf) dengan harga di tingkat pengecer (Pr). Sedangkan nilai marjin pemasaran (value of marketing margin) merupakan perkalian antara margin pemasaran dengan jumlah produk yang dipasarkan atau (Pr - Pf) Qrf dan mengandung pengertian “markeing cost” dan “marketing charges” (Gambar 1). Harga Pr Sr
Sf
Pf Nilai marjin = (Pr – Pf) Qf Dr Df Qr,f
Jumlah
Gambar 1. Kurva Marjin Pemasaran dan Nilai Marjin Keterangan:
Pr
= Harga ditingkat pengecer
Pf
= Harga ditingkat petani
Sr
= Suplai ditingkat pengecer
Sf
= Suplai ditinngkat petani
Dr
= Demand ditingkat petani
Df
= Demand ditingkat petani
Qr,f
= Jumlah keseimbangan ditingkat petani dan pengecer
Pr-Pf = Marjin tataniaga Besaran marjin pemasaran pada suatu saluran pemasaran tertentu dapat dinyatakan dari jumlah dari marjin pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat. Rendahnya biaya tataniaga suatu komoditi belum tentu dapat
mencerminkan efisiensi yang tinggi. Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani atau farmer share terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. Farmer share merupakan perbandingan harga yang diterima petani dengan harga yang diterima konsumen akhir. Bagian yang diterima tataniaga sering dinyatakan dalam bentuk persentase (Limbong dan Sitorus, 1998). 2.11
Efisiensi Pemasaran Efisiensi pemasaran (Dahl dan Hammand ,1992) dapat didefenisikan
sebagai peningkatan rasio “keluaran-masukan”, yang umumnya dicapai dengan salah satu cara dari empat cara berikut : •
Keluaran tetap konstan sedangkan masukan mengecil
•
Keluaran meningkat tetapi masukan meningkat
•
Keluaran meningkat dalam kadar yang lebih tinggi daripada peningkatan masukan
•
Keluaran menurun dalam kadar yang lebih rendah daripada penurunan masukan. Efisiensi pemasaran menurut Purcell (1979) dibagi menjadi dua tipe yaitu
efisiensi produksi dan efisiensi harga. Efisiensi produksi adalah meliputi hubungan antara input dan output dari kegunaan produksi dalam sistem pemasaran secara keseluruhan. Efisiensi harga adalah kapasitas dari sistem untuk mempengaruhi perubahan ketepatan alokasi ulang dari sumber daya untuk memelihara secara konsisten anatara yang ingin diproduksi dan yang diminta oleh konsumen. Ukuran efisien produksi dapat dicerminkan dengan menghitung biaya pemasaran dan margin pemasaran, sedangkan efisiensi harga diukur dengan korelasi harga sebagai adanya pergerakan produk dari satu pasar ke pasar yang lainnya dan adanya alternatif lain pemasaran bagi produsen dan konsumen untuk menjual atau membeli produk. Dahl dan Hammand (1992), menjelaskan bahwa efisiensi pemasaran adalah penilaian prestasi kerja proses pemasaran yang diukur dari peningkatan rasio keluaran – masukan dalam proses pemasaran. Pemasaran yang sempurna merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai sistem pemasaran. Indikasi adanya efisiensi pemasaran adalah kondisi pasar persaingan sempurna. Tujuan dari
analisis pemasaran untuk mengetahui apakah sistem pemasaran yang ada efisien atau tidak. Terdapat dua konsep efisiensi pemasaran yaitu efisiensi operasional dan dan efisiensi harga. Ukuran efisiensi operasional dicerminkan oleh rasio keluaran pemasaran terhadap masukan pemasaran. Dalam pemasaran efisiensi operasional sebenarnya sama dengan pengurangan biaya. Misalnya penggunaan mesin untuk menggantikan pekerja agar memperoleh hasil yang seragam dengan mutu yang lebih baik terkait dengan peningkatan efisiensi. Ukuran efisiensi harga mengasumsikan bahwa hubungan input dan output dalam bentuk fisisk adalah konstan. Efisiensi ini berkaitan dengan keefektifan harga dalam mencerminkan biaya output yang bergerak melalui sistem pemasaran. Efisiensi harga diukur dengan koefisiensi korelasi harga sebagai adanya pergerakan produk dari satu pasar kepasar yang lainnya. Indikator lain untuk mengukur efisiensi harga adalah tingkat keterpaduan pasar. Semakin kuat tingkat keterpaduan pasar, sistem pemasaran akan berjalan dengan lebih efisien, karena harga pasar acuan akan diteruskan secara langsung ke pasar lokal. Pemasaran disebut efisien apabila tercipta keadaan dimana pihak-pihak yang akan terlibat baik produsen, lembaga-lembaga pemasaran maupun konsumen memperoleh kepuasan dengan adanya aktivitas pemasaran tersebut (Limbong dan Sitorus,1987). Sedangkan Mubyarto (1989), menjelaskan bahwa kegiatan pemasaran atau tataniaga dikatan efisien apabila (1) mampu menyampaikan hasilhasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya, (2) mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harag yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran barang tersebut. Soekartawi (1986), menjelaskan bahwa pasar yang tidak efisien akan terjadi apabila biaya pemasaran sama besar dengan nilai produk yang dipasarakan jumlahnya tidak terlalu besar. Oleh karena itu efisiensi pemasaran akan terjadi jika : (1) biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi (2) persentase perbedaan harga yang dibayar konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi (3) tersedia fasilitas fisik pemasaran, dan (4) adanya kompetisi pasar yang sehat.
Salah satu cara untuk mempelajari apakah suatu tataniaga telah bekerja dengan efisien dalam satu struktur pasar tertentu adalah dengan melakukan analisis terhadap biaya dan margin tataniaga, dan analisis terhadap penyebaran harga dari tingkat produsen sampai ketingkat eceran(konsumen). Untuk melihat besarnya sumbangan pedagang perantara ebagai penghubung antara produesn dan konsumen. 2.12
Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan Rahmawati (1999), mengenai Analisis Saluran
Pemasaran Manggis di desa Puspahiang, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, bahwa pelaku pemasaran yang terlibat menyalurkan komoditi manggis dari petani adalah Bandar kampong, pedagang pengumpul, grosir dan pedagang pengecer,
serta untuk pasar luar negeri terdapat peran
eksportir. Petani sistem panen sendiri menjual ke Bandar kampung sebanyak tiga orang (10 persen) sedangkan yang menjual ke pedagang pengumpul sebanyak delapan orang (26,67 persen). Harga beli Bandar kampung dari petani sebesar Rp 623,68 per kg sedangkan bandar kampung menjual ke pedagang pengumpul dengan harga Rp 1000 per kg untuk manggis local dan Rp 2.416,67 untuk manggis kualitas ekspor. Adanya manggis kualitas ekspor menyebabkan keuntungan Bandar kampung meningkat mejadi Rp 1.192,68 per kg dengan rasio keuntungan yang lebih besar dibandingkan saluran lainnya, yaitu sebesar 1,99. Farmer’s share yang diterima petani tertinggi sebesar 44,37 persen terdapat pada saluran pemasaran kelima (petani → pedagang pengumpul → pedagang pengecer), dan yang terendah adalah sebesar 3,99 persen terdapat pada saluran kedelapan (petani → pedagang pengumpul → eksportir). Penelitian yang dilakukan Ruillah (2006), mengenai Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih, kasus Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, jawa Barat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa elastisitas produksi yang terbesar adalah bibit yaitu sebesar 0,22 persen. Adapun variable dummy adalah lahan dan luas kumbung yang tidak berpengaruh terhadap luas produksi, tetapi lebih di tentukan oleh jumlah log jamur yang diproduksi oleh petani. Apabila dilihat dari imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio) diketahui bahwa R/C atas biaya tunai petani skala III lebih besar dibandingkan dengan skala I dan
II yaitu sebesar 3,75. Hal ini berarti setiap rupiah biaya yang dikeluarkan oleh petani skala III akan memberikan penerimaan sebesar Rp 3,75 sehingga usahatani jamur tiram putih yang lebih efisien pada skala II. Penelitian yang dilakukan oleh Sitompul, R. P (2007), mengenai analisis usahatani dan tataniaga ikan hias maskoki oranda di Desa Parigi mekar, Kecamatan
Ciseeng,
Kabupaten
Bogor,
Jawa
Barat.
Hasil
penelitian
memperlihatkan bahwa saluran tataniaga melibatkan petani, pedagang pengumpul, supplier, pedagang pengecer dan konsumen akhir. Harga jual anakan Ikan Maskoki Oranda di tingkat petani pembenihan ke petani pembesaran berkisar anara Rp 130 sampai dengan Rp 150 per ekor. Harga jual Ikan Maskoki Oranda di tingkat petani pembesaran ke pedagang pengumpul berkisar antara Rp 800 sampai Rp 950 per ekor. Harga yang berlaku di tingkat supplier ke pedagang pengecer berkisar antara Rp 1.400 sampai Rp 1.500 per ekor, sedangkan di tingkat pengecer ke konsumen akhir berkisar antara Rp 2.000 sampai Rp 2.500 per ekor. Farmer’s share yang diterima petani pada pola satu dan dua yaitu masing-masing sebesar 39,5 persen. Pada pola ketiga rata-rata harga jual petani adalah sebesar Rp 1.116,7 peer ekor, sedangkan rata-rata harga yang Dibayar oleh konsumen akhir adalah sebesar Rp1.250,00 per ekor. Farmer’s share yang diterima petani pada pola ketiga sebesar 89,3 persen merupakan saluran
tataniaga yang paling
menguntungkan bagi petani, karena pada saluran ini tataniaga Ikan Hias Maskoki yang paling pendek dan efisien (petani → pedagang pengecer → Konsumen). Farmer’s share yang tinggi dapat dicapai jika petani mampu mengefisienkan saluran tataniaga dan meningkatkan kualitas produknya. Maharani (2007) melakukan penelitian yang berjudu Analisis Usahatani dan Tataniaga Jamur Tiram Putih (Studi kasus : Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Jawa Barat). Memperoleh hasil bahwa besarnya R/C rasio atas biaya tunai adalah 2,69 dan besarnya R/C rasio atas biaya total adalah 2,20. Berdasarkan kedua perhitungan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa usahatani jamur tiram putih ini menguntungkan dan sudah efisien. Bibit jamur tiram putih dan mnyak tanah merupakan varisabel yang berpengaruh nyata pada peningkatan produksi jamur tiram putih. Oleh karena itu dengan memperhatikan penggunaan ketiga variabel tersebut maka efisiensi usahatani
jamur tiram putih dapat dipertahankan. Berdasarkan analisis saluran tataniaganya dapat disimpulkan secara keseluruhan saluran tataniaganya tidak ada yang efisien, hal ini dikarenakan keuntungan yang diperoleh petani hampir sama, bahkan lebih kecil dari keuntungan lembaga tataniaga lainnya. Penelitian yang dilakukan Andry (2008) mengenai Analisis Pendapatan Usahatani dan Saluran Tataniaga papaya California di Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, jawa Barat, menunjukkan bahwa pendapatan usahatani papaya california di kelompokkan berdasarkan skala usaha yaitu skala kecil, skala meengah dan skala besar. Dari analisi R/C rasio yang dilakukan diketahui bahwa petani responden skala menengah memiliki nilai R/C rasio yang lebih besar untuk R/C rasio atas biaya tunai dan total biaya. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya terletak pada studi kasus, tempat serta lokasi dilakukannya penelitian. Pada penelitian ini dianalisis pendapatan usahatani dan saluran pemasaran jamur tiram putih dilokasi penelitian. Dari penelitian terdahulu yang mendekati dengan penelitian ini adalah penelitian Andry, mengenai Analisis Pendapatan Usahatani dan Saluran Pemasaran Pepaya California di Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Perbedaan penelitian ini adalah jumlah petani responden yang digunakan, dimana pada penelitian ini jumlah petani ada tujuh orang dan semuanya dijadikan menjadi responden (sensus). Sedangkan pada penelitian Andry, pemilihan reponden dilakukan berdasarkan skala usaha yang dikelompokkan berdasarkan beberapa kategori (jumlah kelas) yang dilakukan dengan sengaja (purposive). Perbedaan lain terletak pada komoditas yang diteliti adalah jamur tiram putih yang merupakan salah satu komoditi hortikultura yang memerlukan pemasaran yang cepat untuk menghindari penyusutan nilai produk.
Tabel 6. Kajian Penelitian terdahulu No Nama Penulis Tahun Judul Metode analisis Analisis Saluran Pemasaran Analisis sistem Manggis (Studi Kasus : Desa usahatani, R/C Puspahiang, Kecamatan 1. Rahmawati 1999 rasio, Farmer’s Salawu, Kabupaten share Tasikmalaya, jawa Barat) Analisis Usahatani Jamur Analsis Tiram Putih (Studi Kasus : Pendapatan, Desa Kertawangi, Kecamatan 2. Ruillah 2006 R/C rasio, Cisarua, Kabupaten Bandung, Fungsi Produksi jawa Barat) Analisis Usahatani dan Tataniaga Ikan Maskoki Analisis R/C Oranda (Studi Kasus : Desa rasio, Farmer’s 3. Sitompul, R. P 2007 Parigi Mekar, Kecamatan share Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Analisis Analisis Usahatani dan Efisiensi, Tataniaga Jamur Tiram Putih Pendapatan, (Studi Kasus : Desa Kertawangi, kecamatan Fungsi Produksi 4. Diah Maharani 2007 (CobbCisarua, kabupaten Bandung, Douglass) dan Jawa barat) analisis Farmer’s share Analisis Pendapatan Usahatani dan Saluran Analisis R/C Pemasaran Pepaya California 5. Andry 2008 (Studi Kasus : Desa rasio, Farme’s Lemahduhur Kecamatan share Caringin, kabupaten Bogor, Jawa barat)
III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1
Konsep Usahatani Usahatani adalah seluruh organisasi dari alam, tenaga kerja, modal dan
manajemen
yang
ditujukan
kepada
produksi
di
lapangan
pertanian.
Ketatalaksanaan organisasi itu sendiri diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang, baik yang terkait secara genealogis, politis maupun teritorial. Dalam hal ini usahatani mencakup pengertian mulai dari bentuk sederhana yaitu hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga sampai pada bentuk yang paling modern yaitu mencari keuntungan 3.2
Pendapatan Usahatani Pendapatan dapat didefinisikan sebagai sisa dari pengurangan nilai
penerimaan dan biaya yang dikeluarkan. Pendapatan yang diharapkan adalah pendapatan yang bernilai positif. Penerimaan usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Pendapatan usahatani yang diterima seseorang petani dalam satu tahun berbeda dengan pendapatan yang diterima petani lainnya. Perbedaan pendapatan petani ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya masih dapat diubah dalam batas-batas kemampuan petani, misalnya luas lahan usahatani, efisiensi kerja dan efisiensi produksi. Salah satu ukuran efisien adalah penerimaan untuk setiap rupiah yang dikeluarkan R/C rasio (Revenue cost ratio). Dalam analisis R/C rasio akan diuji seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan usahatani bersangkutan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Dengan kata lain analisis rasio penerimaan atas biaya produksi dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usahatani, artinya dari angka rasio penerimaan atas biaya tersebut dapat diketahui apakah suatu usahatani menguntungkan atau tidak. 3.3
Kelembagaan Pemasaran Pemasaran dalam menyalurkan jamur tiram putih dari produsen ke
konsumen pada usahatani kecil masih merupakan masalah, hal ini dikarenakan kurangnya informasi pasar yang berkaitan dengan pola permintaan konsumen baik
jenis, jumlah, mutu, harga pokok, musim dan waktu penyerahan. Selain itu kurangnya kemampuan strategi dalam pemasaran. Kegiatan-kegiatan pemasaran membutuhkan biaya-biaya yang disebut biaya pemasaran. Ada berbagai tingkat lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran yang menyebabkan terjadinya berbagai harga di tingkat perantara maupun di tingkat konsumen. Perbedaan harga diantara kedua lembaga tataniaga tersebut disebut sebagai marjin tataniaga yang sebenarnya adalah harga dari jasa-jasa yang diberikan oleh lembaga-lembaga pemasaran (Dahl dan Hamond, 1992). Penyaluran jamur tiram dari produsen ke konsumen dilakukan dengan dua cara, yaitu:
(1) dengan menjual langsung produknya ke pasar, (2) melalui
pedagang perantara. Sebagian besar petani jamur tiram putih memasarkan hasil produksinya melalui lembaga perantara. Sistem tataniaga seperti ini membutuhkan biaya pemasaran untuk sampai di lokasi pemasaran. Oleh karena itu, nilai suatu produk dapat di tetapkan dengan menghitung jumlah total dari biaya produksi dan biaya pemasaran untuk satu satuan produk yang dihasilakan. 3.3
Kerangka Pemikiran Operasional Salah satu faktor yang mempengaruhi dalam keberhasilan usahatani adalah
teknik budidaya.
Teknik budidaya yang kurang tepat akan mempengaruhi
produksi yang dihasilkan oleh petani. Untuk memperbaiki mutu diperlukan penanganan yang baik mulai dari prapanen, masa panen dan pascapanen. Salah satu cara petani untuk memperoleh imbalan keuntungan dari usahataninya adalah dengan memasarkan hasil produksi jamur tiram putih. Sistem pemasaran yang efisien sangat mempengaruhi tingkat pendapatan petani. Agar sistem pemasaran dapat berjalan seefisien mungkin maka petani harus memilih saluran pemasaran yang tepat sehingga mampu menekan biaya pemasaran. Pemasaran yang efisien dapat dilihat dari analisis saluran pemasaran dan efisiensi pemasaran yang meliputi analisis farmer’s share, analisis margin pemasaran dan analisis keuntungan dan biaya. Analisis pendapatan usahatani dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan yang diterima petani atas biaya yang dikeluarkan, kemudian digunakan analisis rasio R/C untuk mengetahui apakah usahatani jamur tiram putih tersebut menguntungkan atau tidak.
Jika usahatani tersebut menguntungkan maka petani dapat mengambil keputusan untuk melanjutkan usahatani tersebut, sedangkan apabila mengalami kerugian maka perlu diakukan evaluasi terhadap kegiatan usahatani jamur tiram putih. Selanjutnya, hasil dari analisis pendapatan usahatani dan saluran pemasaran jamur tiram putih dapat memberikan keterangan bagi petani untuk memilih alternatif pengambilan keputusan yang tepat dalam melakukan kegiatan usahatani jamur tiram putih.
Usaha Budidaya Jamur Tiram Putih Di Kecamatan Tamansari
Analisis Sistem Pemasaran
Analisis Usahatani
Analisis Rasio R/C
Evaluasi Usahatani
Analisis Saluran Pemasaran
Analisis Efesiensi Pemasaran
Pengambilan Keputusan Kegiatan Budidaya Jamur Tiram Putih Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
Efisiensi Pemasaran : • Analisis Farmer’s share • Analisis Marjin Pemasaran • Analisis Keuntungan dan Biaya
IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Tamansari merupakan daerah yang potensial untuk budidaya jamur tiram putih karena suhu daerah ini berkisar antara 25 – 27 0C dan kelembaban 82 – 90 %, dimana suhu dan kelembaban daerah tersebut sesuai dengan kisaran suhu untuk pertumbuhan jamur tiram putih yaitu pada suhu 15 – 30 0C dan kelembaban 80 – 90 %. Penelitian ini juga dilakukan di sejumlah Pasar yang berlokasi di Bogor seperti Pasar Bogor, Pasar Anyar sebagai tempat transaksi pedagang pengumpul dan pedagang pengencer. Pengumpulan data dilaksanakan pada Bulan November sampai Bulan Desember 2009. Waktu ini digunakan untuk memperoleh data dan keterangan dari pemimpin perusahaan, petani dan semua pihak yang terkait dalam penelitian ini. 4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung kepada petani jamur tiram putih dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Pertanyaan yang diajukan kepada petani antara lain karakteristik petani seperti nama, umur, pendidikan dan sebagainya. Hal ini digunakan untuk melihat gambaran umum petani didaerah penelitian. Untuk menganalisis pendapatan yang diperoleh dari usahatani jamur tiram putih diajukan pertanyaan-pertanyaan seperti kapasitas produksi, penggunaan tenaga kerja dan biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Selain itu wawancara juga dilakukan terhadap supplier dan pedagang pengecer. Data sekunder diperoleh dari instansi pemerintah yang terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat Tanaman Pangan, buku, internet dan studi literatur yang terkait dengan penelitian. 4.3 Metode Pengambilan Responden Pemilihan responden petani jamur tiram putih dilakukan dengan menggunakan metode sensus dikarenakan jumlah petani responden dalam penelitian ini hanya berjumlah tujuh orang, jadi semua petani jamur tiram putih di
lokasi penelitian dijadikan sebagai responden dan untuk pengambilan responden lembaga pemasaran dengan metode Snowball sampling, dimana informasi mengenai satu responden diperoleh berdasarkan rekomendasi dari responden utama. Penentuan responden pada saluran tataniaga dilakukan dengan penelusuran saluran tataniaga mulai dari tingkat petani sampai ke tingkat konsumen akhir. Penentuan responden diambil berdasarkan informasi dari responden sebelumnya sehingga jalur tataniaga tersebut tidak terputus. 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Data tersebut kemudian disajikan dalam bentuk deskriptif tabulasi dan statistik sederhana dengan bantuan kalkulator dan komputer. Analisis yang dilakukan adalah analisis pendapatan usahatani, analisis efesiensi saluran pemasaran, yaitu: analisis marjin pemasaran analisis farmer’s Share dan analisis keuntungan dan biaya. 4.4.1
Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis usahatani yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah analisis pendapatan dan analisis rasio penerimaan dan biaya (R/C).
Perhitungan
pendapatan dibagi menjadi dua yaitu pendapatan atas biaya dan pendapatan atas biaya total. Secara umum, perhitungan pendapatan atas biaya tunai dapat dinyatakan dalam persamaan matematika sebagai berikut : Y = NP - Bt Dimana: Y
= Pendapatan tunai (Rp)
NP = Nilai produksi, yang merupakan hasil jumlah fisik produk dengan harga (Rp) Bt
= Biaya tunai (Rp)
Sedangkan perhitungan untuk pendapatan atas biaya total adalah : Y = NP – (Bt + BD)
Dimana: Y
= Pendapatan total (Rp)
NP = Nilai produksi (Rp) BT = Biaya tunai (Rp) BD = Biaya diperhitungkan (Rp) Analisis
selanjutnya
adalah
analisis
efisiensi
usahatani
dengan
menggunakan analisis rasio penerimaan dan biaya (R/C). Rasio penerimaan atas biaya menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usahatani jamur tiram putih. Dalam hal ini jika semakin tinggi nilai R/C, maka semakin menguntungkan usahatani tersebut. Analisis R/C dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, et al. 1986). R/C =
TotalPenerimaan Q.P = TotalBiaya BT + BD
Dimana : Q P
= Total Produksi (Kg) = Harga Jual Produk (Rp)
Bt = Biaya tunai (Rp) BD = Biaya Diperhitungkan (Rp) Tabel 7. Analisis Pendapatan Usahatani No Uraian 1
2
3 4 5 6
Jumlah
Harga (Rp)
Nilai (Rp)
Penerimaan Usahatani a. Tunai b. Tidak Tunai Total Penerimaan Biaya Usahatani a. Tunai b. Tidak Tunai Total Biaya Pendapatan atas Biaya Tunai Pendapatan atas Biaya Total R/C atas Biaya Tunai R/C atas Biaya Total Usahatani dikatakan efesien apabila nilai R/C rasio lebih besar dari satu,
semakin besar nilai R/C rasio maka menunjukkan semakin tinggi keuntungan usahatani tersebut. Suatu metode dapat dikatakan lebih efisien dari metode lainnya, apabila mampu menghasilkan output yang lebih tinggi nilainya untuk
biaya yang sama atau menghasilkan keuntungan yang sama dengan biaya yang lebih kecil. 4.4.2
Analisis Fungsi dan Saluran Pemasaran Analisis ini menggambarkan rantai distribusi yang terjadi antara titik
produksi hingga titik konsumsi dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga yang terkait dalam saluran pemasaran tersebut. Analisis akan dilakukan secara deskriptif dan perbandingan. 4.4.3
Analisis Struktur dan Perilaku Pasar Analisis struktur pasar jamur tiram putih dapat dilihat dengan
mengidentifikasi jumlah penjual dan pembeli yang terlibat, konsentrasi pasar, keadaan produk, dan syarat masuk-keluar pasar. Analisis perilaku pasar dilakukan dengan mengamati sistem penentuan harga, praktek pembelian dan penjualan, pembayaran serta kerjasama yang terjadi antara lembaga tataniaga. Analisis struktur dan perilaku pasar disajikan secara deskriptif. 4.4.4
Analisis Efisiensi Tataniaga Menurut Mubyarto (1989) sistem pemasaran dikatan efisien apabila
memenuhi dua syarat yaitu mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya, dan mampu mengadakan pembagian yang adil bagi seluruh harga yang dibayarkan oleh konsumen terakhir dalam kegiatan produksi. Efisiensi pemasaran dapat diabagi menjadi dua kategori, yaitu efieiensi operasional (teknologi) dan efisiensi ekonomi (harga). Analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi operasional pada proses pemasaran suatu produk yaitu analisis margin pemasaran,
farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya. 4.4.4.1 Analisis Farmer’s Share
Farmer’s share merupakan perbandingan harga yang diterima petani dengan harga yang diterima konsumen akhir dan dinyatakan dalam persentase.
Farmer’s Share berhubungan negatif dengan marjin pemasaran, artinya semakin tinggi marjin pemasaran maka bagian yang akan diperoleh petani (Farmer’s
Share) semakin rendah.
% Keterangan : Fs = Farmer’s Share (%) Pf = Harga di tingkat petani (Rp) Pr = Harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir (Rp)
4.4.4.2 Analisis Marjin Pemasaran Analisis marjin pemasaran digunakan untuk melihat tingkat efisiensi pemasaran jamur tiram putih. Marjin pemasaran dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga tataniaga. Besarnya marjin pemasaran pada dasarnya merupakan penjumlahan dari biaya-biaya tataniaga dan keuntungan yang diperoleh dari lembaga tataniaga. Analisis marjin pemasaran dapat dipakai untuk melihat keragaan pasar yang terjadi. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), perhitungan marjin tataniaga secara matematis dapat dilihat sebagai berikut: Mi = Hji – Hbi Mi = Ci + πi Sehingga: Hji – Hbi = Ci + πi Berdasarkan persamaan di atas, maka keuntungan tataniaga pada tingkat ke-i adalah: πi = Hji – Hbi - Ci Maka besarnya marjin pemasaran adalah: mi = ∑Mi
Keterangan: Mi
= Marjin tataniaga pada pasar tingkat ke-i (Rp/Kg)
Hji
= Harga penjualan pada pasar tingkat ke-i (Rp/Kg)
Hbi
= Harga pembelian pada pasar tingkat ke-i (Rp/Kg)
Ci
= Biaya pembelian pada pasar tingkat ke-i (Rp/Kg)
πi
= Keuntungan tataniaga pada pasar tingkat ke-i (Rp/Kg)
i
= 1,2,3,.....,n
mi
= Total marjin pemasaran (Rp/Kg)
4.4.4.3 Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya (R/C Ratio) Rasio keuntungan dan biaya pemasaran merupakan besarnya keuntungan yang diterima lembaga pemasaran sebagai imbalan atas biaya pemasaran yang dikeluarkan. Rasio keuntungan dan biaya setiap lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut : Rasio Keuntungan dan Biaya =
Keuntunganke − i Biayake − i
Keterangan : Keuntungan ke-i = Keuntungan lembaga tataniaga (Rp) Biaya ke-i
= Biaya lembaga tataniaga (Rp)
V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis dan Pembagian Administrasi Berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, tercatat bahwa Kabupaten Bogor terdiri dari 30 kecamatan, 425 Desa/Kelurahan, 3.136 Rukun Warga, 11.359 Rukun Tetangga yang terdapat dalam registrasi. Dari Jumlah desa tersebut mayoritas desa berada pada ketinggian sekitar < 500 m dpl, yaitu 232 Desa dan 144 Desa berada pada ketinggian antara 500-700 m dpl dan 49 Desa berada > 700 m dpl. Lokasi penelitian tepatnya berada di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat yang merupakan salah satu kawasan berbukit karena terletak di kaki Gunung Salak, oleh sebab itu secara geografis permukaan tanah di Kecamatan Tamansari dapat dikatakan berombak dengan ketinggian 700 m dpl. Kondisi udara di kecamatan ini sejuk dengan suhu rata-rata 250 - 300 C. Berdasarkan ciri-ciri topografi diatas, Kecamatan Tamansari termasuk sebagai daerah dataran tinggi sehingga cukup baik untuk budidaya dan pengembangan komoditas jamur tiram putih. Kecamatan tamansari terletak 40 km dari Ibukota Kabupaten Bogor, 120 km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat dan 96 km dari Ibukota Negara Republik Indonesia, Jakarta. Adapun batas wilayah kecamatan tamansari sebagai berikut: 1. Sebelah Utara
: Kecamatan Ciomas (Bogor Selatan)
2. Sebelah Selatan
: Gunung Salak
3. Sebelah Timur
: Kecamatan Cijeruk
4. Sebelah Barat
: Kecamatan Tenjoloya (Dramaga)
Luas wilayah Kecamatan Tamansari adalah 26.309 km yang terdiri dari 1.364.711 Ha tanah darat dan 1.266.225 Ha tanah sawah. Secara administratif Kecamatan Tamansari terbagi dalam delapan desa yaitu terlihat dalam Tabel berikut:
Tabel 8. Pembagian Wilayah Kecamatan Tamansari Berdasarkan Jumlah Desa, Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Luas Wilayah Jumlah Penduduk Nama Desa (Ha) (Jiwa) Sirnagalih 200,59 12.760 Pasir Eurih 210,88 10.736 Sukamantri 639,00 13.380 Tamansari 181,20 11.183 Sukaluyu 301,00 7.343 Sukajaya 288,65 8.297 Sukajadi 503,30 7.623 Sukamanah 306,31 10.580 Jumlah 2.630,93 81.902 Sumber : Profil Kecamatan Tamansari (2008) 5.2 Keadaan Sosial Ekonomi Kecamatan Tamansari merupakan wilayah pemekaran dari Kecamatan Ciomas pada tahun 2001 dengan jumlah desa sebayak 8 desa, meliputi 25 dusun, 88 RW dan 353 RT. Sedangkan klasifikasi desanya adalah desa swakarya. Menurut data sensus Kabupaten Bogor (2006), jumlah penduduk Kecamatan Tamansari sebanyak 81.902 jiwa, yang terdiri dari 42.553 orang laki-laki dan 39.349 orang perempuan. Ditinjau dari segi matapencahariannya, mayoritas penduduk Kecamatan Tamansari bekerja sebagai buruh sebanyak 11.380 orang atau sebanyak 41,83 persen. Sedangkan persentase terkeciln adalah sebagai TNI/POLRI sebanyak 0,46 persen. Tabel 9. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Tamansari Tahun 2009 Jumlah Persentase Mata Pencaharian (Orang) (%) Karyawan Swasta 6.752 24,82 PNS 1.076 3,95 TNI/POLRI 124 0,46 Wirausaha 2.073 7,62 Petani/Peternak 5.803 21,33 Buruh 11.380 41,83 Jumlah 27.208 100,00 Sumber : Data Monografi Kecamatan Tamansari (2008)
5.3
Karakteristik Petani Responden Dari hasil wawancara di lapangan diperoleh karakteristik usia petani,
tingkat pendidikan petani, pengalaman bertani. 5.3.1
Usia Petani Secara umum usahatani jamur tiram putih dilakukan oleh responden
dengan rata-rata usia 46,42 tahun dengan kisaran usia 31 tahun sampai 66 tahun. Jumlah petani berusia 31-42 tahun sebesar 42,9 persen, berusia 43-54 tahun sebesar 28,6 persen dan responden berusia 55-56 tahun sebesar 28,6 persen. Tabel 10. Sebaran Petani Responden Menurut Usia di Kecamatan Tamansari Tahun 2009 Umur Jumlah Persentase (Tahun) (Orang) (%) 31-42 3 42,9 43-54 2 28,6 55-66 2 28,6 Jumlah 7 100 5.3.2
Tingkat Pendidikan Petani Tingkat pendidikan petani yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi
kemampuan seseorang dalam menyerap dan memahami informasi yang disampaikan. Pada umumnya keseluruhan responden telah terlepas dari buta huruf dan hitung, meskipun para petani tidak memiliki pendidikan formal yang tinggi. Pendidikan yang pernah ditempuh oleh responden adalah pendidikan formal seperti SD sampai SMU, dan belum ada reponden yang mendapat gelar sarjana maupun yang sederajat. Hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal yang dicapai umumnya masih relatif rendah Tabel 11. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Tamansari Tahun 2009 Jumlah Persentase Tingkat Pendidikan (Orang) (%) Tamat SD 2 28,6 Tamat SLTP 2 28,6 Tamat SMU 3 42,9 Jumlah 7 100
5.3.3
Pengalaman Bertani Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh pengetahuan
budidaya jamur tiram putih adalah dengan mengikuti pelatihan yang diadakan instansi tertentu. Hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa petani responden belum pernah mengikuti pelatihan jamur tiram. Rata-rata pengetahuan cara budidaya jamur tiram putih diperoleh dengan cara belajar dari petani yang telah membuka usahatani jamur tiram putih atau sebelumnya petani responden merupakan tenaga kerja budidaya jamur tiram putih. Pengalaman usahatani juga mempunyai peranan yang sangat penting untuk mencapai keberhasilan usaha. Pada umumnya semakin lama pengalaman yang dimiliki oleh petani maka cenderung kemampuan budidaya dan mengelola usahatani jamur tiram juga akan semakin baik. Tabel 12. Sebaran Responden Menurut Pengalaman Bertani di Kecamatan Tamansari Tahun 2009 Pengalaman Bertani Jumlah Persentase (Tahun) (Orang) (%) Tamat SD 4 57,1 Tamat SLTP 1 14,3 Tamat SMU 2 28,6 Jumlah 7 100 Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa rata-rata petani mempunyai pengalaman bertani cukup lama, dengan perbandingan 57,1 persen petani memiliki pengalaman 0-4 tahun; 14,3 persen petani dengan pengalaman 5-9 tahun dan 28,6 persen memiliki pengalaman 10-14 tahun. Usaha budidaya jamur tiram putih pertama kali di Kecamatan Tamansari adalah tahun 1995 yang dipelopori oleh Ibu Endjah Hodyah yang kemudian seiring berjalannya waktu masyarakat mulai mengenal dan mengetahui cara budidaya jamur tiram. Petani jamur yang ada di Kecamatan Tamansari sebelum melakukan usaha budidaya sendiri sebelumnya merupakan tenaga kerja Ibu Endjah Hodyah dalam kegiatan usahatani jamur tiram putih. Menurut hasil wawancara petani responden bahwa usahatani jamur tiram putih merupakan mata pencaharian pokok mereka. Dari hasil waancara, semua petani (kelompok tani) yang ada menggunakan teknologi drum (tidak menggunakan teknologi autoklaf). Pengertian kelompok
tani yang dimaksud adalah hanya sebatas nama, bukan sebagai kelembagaan petani untuk melakukan kegiatan-kegiatan usahatani. Petani jamur tiram yang ada di Kecamatan Tamansari yaitu Pak Narta dengan skala usaha 11000 log, Nilyun skala usaha 5000 log, Ibu Cucu Komalasari skala usaha 21000 log, Mu’min Soleh 12000 log, Pak Dayat 14000 log, Pak Joko 15000 log dan Ibu Endjah Hodyah 10000 log (Tabel 13). Tabel 13. No 1 2 3 4 5 6 7 Rata-rata
Sebaran Responden Menurut Skala Usaha di Kecamatan Tamansari Skala Usaha (log) 5000 10.000 11.000 12.000 14.000 15.000 21.000 12.571
Kerusakan (%) 10 7 10 10 10 10 7 9,14
Produktivitas (kg/log) 0,40 0,45 0,40 0,40 0,40 0,40 0,40 0,41
Produksi (kg) 1.800 4.185 3.960 4.320 5.040 5.400 7.812 4.645
Dari Tabel 12 diperoleh bahwa rata-rata log yang digunakan petani reponden dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih adalah 12.571 log. Dari ketujuh petani responden diperoleh rata-rata tingkat kerusakan (kontaminan) pada log jamur sebesar 9,14 persen dari total log jamur yang diproduksi. Rata-rata produktivitas jamur tiram putih di lokasi penelitian sebesar 0,41 kg per log.
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Teknik Budidaya Jamur Tiram Putih Proses budidaya jamur tiram putih dimulai dari penyediaan input usahatani yang terdiri dari bibit jamur tiram putih, media tanam seperti serbuk kayu, dedak, kapur, gips, tepung kanji. Sarana pendukung dalam kegiatan usahatani jamur tiram adalah minyak tanah, spritus, plastik, karet, kapas, alkohol, cincin paralon, gula dan bahan bakar. Input tenaga kerja diperoleh dari dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Berikut ini adalah Tabel tentang rata-rata penggunaan input produksi usahatani jamur tiram putih yang ada di Kecamatan Tamansari. Tabel 14. Penggunaan Input Produksi Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari Selama Satu Periode (3 bulan) Skala Usaha (log) Input Produksi 5.000 10.000 11.000 12.000 14.000 15.000 21.000 Bibit Jamur (Botol) 250 500 550 600 700 750 1.050 Media Tanam : Serbuk Gergaji (karung) 300 600 660 720 840 960 1.260 Kapur (kg) 150 300 330 360 420 450 630 Gips (kg) 75 150 165 180 210 225 315 Dedak (kg) 750 1.500 1.650 1.800 2.100 2.250 3.150 Tepung Kanji 1375 Sarana Pendukung Plastik (kg) 60 120 132 144 168 180 252 Karet (kg) 3,5 7 7,7 8,4 9,8 10,5 14,7 Cincin (buah) 5.000 10.000 11.000 12.000 14.000 15.000 21.000 Spritus (botol) 7,5 15 16,5 18 21 22,5 31,5 Alkohol (botol) 5 10 11 12 14 15 21 Minyak Tanah (liter) 400 800 880 960 1.120 1.200 1.680 Koran (kg) 5 10 11 12 14 15 21 Kapas (kg) 20 Gula (gula) 5 10 11 12 14 15 21 Formalin (buah) 2 4 Berdasarkan Tabel 14 penggunaan input usahatani jamur tiram putih berbeda-beda tergantung dari jumlah log dan formulasi media. Semakin besar jumlah log yang digunakan untuk budidaya jamur tiram, maka penggunaan jumlah inputnya akan lebih banyak lebih banyak. Hal ini dapat dilihat pada penggunaan bibit jamur, media tanam dan sarana pendukung yang berbeda-beda jumlahnya pada setiap skala penggunaan log tanam jamur tiram putih.
Perbedaan dalam penggunaan input disebabkan juga oleh formulasi media yang dipakai oleh masing-masing petani, contoh pada media tanam ada yang menambahkan tamabahan tepung kanji pada pencampuran media tanamnya. Pemakaian formulasi media ini juga dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh masing- masing petani Kegiatan Budidaya Jamur tiram putih yang dilakukan di daerah penelitian meliputi persiapan bibit, persiapan media tanam, pembibitan, pemeliharaan, panen dan pasca panen. 6.1.1
Persiapan Bibit
Budidaya jamur yang berhasil dengan baik dipengaruhi beberapa faktor yang perlu mendapatkan perhatian secara seksama, diantaranya adalah bibit jamur. Meskipun semua faktor dalam budidaya jamur telah dipenuhi dengan baik tetapi bibit jamur yang digunakan berkualitas kurang baik maka produksi jamur yang diharapkan akan kurang memuaskan atau tidak akan menghasilkan sama sekali Bibit jamur tiram putih yang digunakan oleh para petani didaerah penelitian berasal dari salah satu responden yang memang telah mampu menyediakan bibit jamur tieram putih yaitu Ibu Endjah Hodyah. 6.1.2
Persiapan Media Tanam
Dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih, dilakukan persiapan media taman jamur (log) seperti : 6.1.2.1 Persiapan Dalam melakukan budidaya jamur tiram putih dengan menggunakan serbuk kayu sebagai komposisi utama untuk media tumbuh. Serbuk kayu yang biasa digunakan dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih adalah berasal dari serbuk gergaji kayu sengon (Parasientes falcataria). Selain serbuk kayu, bahan-bahan lain seperti dedak, gips, kapur (CaCO3) juga digunakan dalam mempersiapakan media tanam jamur tiram putih.
6.1.2.2 Pengayakan Serbuk gergaji yang diperoleh dari pengrajin mempunyai tingkat keseragaman yang kurang baik karena di dalamnya biasa terdapat potongan-potongan yang cukup besar dan tajam yang dapat merusak plastik sebagai media tempat tanam yang berpotensi menyebabkan pertumbuhan miselia jamur tidak merata. Untuk mengatasi hal tersebut maka dilakukan pengayakan serbuk gergaji. 6.1.2.3 Perendaman Perendaman serbuk gergaji perlu dilakukan untuk menghilangkan getah yang terdapat pada serbuk gergaji. Disamping itu perendaman juga berfungsi untuk melunakkan serbuk gergaji agar mudah diuraikan oleh jamur. Perendaman dilakukan selama 6-12 jam, kemudian serbuk gergaji ditiriskan. 6.1.2.4 Pengukusan Pengukusan serbuk kayu yang telah direndam dilakukan pada suhu 80º-90ºC selama 4-6 jam. Proses pengukusan ini bertujuan untuk mengurangi mikroba yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur tiram putih yang ditanam dan untuk menghilngkan getah yang terkandung pada serbuk gergaji. 6.1.2.5 Pencampuran Bahan-bahan tambahan yang telah ditimbang sesuai dengan komposisi yang dibutuhkan di campur dengan serbuk gergaji. Pencampuran harus dilakukan secara merata. Didalam proses pencampuran diusahakan tidak terdapat gumpalan, terutama serbuk gergaji dan kapur, karena dapat mengakibatkan komposisi media yang diperoleh tidak merata. 6.1.2.6 Pengomposan Proses pengomposan dimaksudkan untuk menguraikan senyawa-senyawa kompleks dalam bahan-bahan bantuan mikroba sehingga diperoleh senyawasenyawa yang lebih sederhana. Senyawa yang lebih sederhana akan lebih mudah diserap oleh jamur sehingga memungkinkan pertumbuhan jamur akan lebih baik. Pengomposan dilakukan dengan cara membunbun campuran media kemudian menutupnya secara rapat dengan menggunakan plastik selama 1-2 hari. Prosed pengomposan yang baik ditandai dengan peningkatan suhu sekitar 50ºC. Kadar air dalam pengomposan harus diatur pada kondisi 50-65 persen debgab tingkat
keasaman (pH) 6-7. Adonan yang baik adalah bila adonan itu dikepal membentuk gumpalan, tetapi mudah dihancurkan. 6.1.2.7 Pewadahan Setelah dilakukan pengomposan
maka media tanam tersebut diamsukkan
kedalam plastik polipropilen karena plastik ini relatih tahan panas dalam proses sterilisasi. Media yang kurang padat akan menyebabkan hasil panen yang tidak optomal karena media cepat busuk sehingga produktifitas akan rendah, untuk menghindari hal tersebut dalam proses pewadahan adonan dalam plastik dipadatkan dengan menggunakan botol atau alat yang lain. 6.1.2.8 Sterilisasi Sterilisasi merupakan proses yang dilakukan untuk menginaktifkan mikroba baik bakteri, kapang maupun khamir yang dapat menghambat pertumbuhan miselium jamur. Sterilisasi dilakukan pada suhu 80º-90ºC selama 6-8 jam. 6.1.3
Inokulasi ( Pemberian Bibit)
Inokulasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengantaburan dan tusukan. Inokulasi secara taburan adalah dengan menaburkan bibit kedalam media tanam secara langsung. Sementara denagan tusukan dilakukan dengan cara membuat lubang dibagian tengan media melalui cincin sedalam tga per empat dari tinggi media tanam, selanjutnya dengan lubang tersebut diisi bibit yang telah dihancurkan. 6.1.4
Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan dalam usaha budidaya jamur tiram putih adalah : 6.1.4.1 Inkubasi Inkubasi merupakan proses penumbuhan miselium jamur sampai memenuhi seluruh media tanam. Suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan miselia jamur adalah 22º-28ºC. Inkubasi dilakukan hingga seluruh media akan tampak putih merata. Biasanya media akan tampak putih merata antara 40-60 jari sejak dilakukan inokulasi. Keberhasilan pertumbuhan miselia jamur dapat diketahui sejak dua minggu setelah inkubasi.
6.1.4.2 Penumbuhan Media tumbuh jamur yang sudah putih oleh miselia jamur sudah siap untuk dilakukan penumbuhan tubuh buah jamur dengan cara membuka plastik media tumbuh yang sudah penuh miselia. Satu sampai dua minggu setelah media dibuka akan tumbuh bakal buah. Tubuh buah yang sudah tumbuh tersebut akan tumbuh optimal selama 2-3 hari. Kondisi suhu optimal dalam proses pertumbuhan tubuh buah adalah pada suhu 16º-22ºC dengan kelembaban 80-90 persen. 6.1.5
Panen dan Pasca Panen
Panen dilakukan setelah pertumbuhan jamur mencapai tingkat optimal, yaitu cukup besar tetapi belum mekar penuh. Pemanena dilakukan lima hari setelah bakal buah tumbuh. Ukuran jamur yang sudah siap dipanen adalah dengan diameter 5-10 cm. Pemanenan dilakukan sebaiknya pada pagi hari untuk mempertahankan kesegarannya. Jamur yang sudah dipanen tidak perlu dipotong hingga menjadi bagian per bagian tung, tetapi hanya perlu dibersihkan kotoran yang menempel pada bagian akarnya saja supaya daya simpan jamur dapat lebih lama. 6.2 Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih Menurut Hernanto (1989), analisis pendapatan pada umumnya digunakan untuk mengevaluasi kegiatan usaha pertaniandalam satu tahun, dengan tujuan untuk membantu perbaikan pengelolaan usatani. Analisis pendapatan usahatnai bertujuan untuk mengtahui besarnya keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan. Suatu usahatani dikatakan menguntungkan juka selisih antara penerimaan dengan pengeluaran bernilai positif. Smeakin besar selisih antar penerimaan dengan pengeluaran maka semakin menguntungkan suatu usahatani. Selisih tersebut akan dinamakan pendapatan atas biaya tubuai jika peneriamaan totalnya dikurangkan dengan biaya tunai. Sedangkan pendapatan total usahatani diperoleh dari selisih antar peneriamaan hasil produksi dengan pengeluaran total usaha tani (total farm
expense). Pengeluaran total usahatani jamur tiram ini terdiri dari pengluaran tetap dan pengluaran variabel (Soekarwati, 1986).
6.2.1
Penerimaan Usahatani
Penerimaan merupakan hasil kali dari jumlah produksi total dan harga jual persatuan. Produksi rata-rata jamur tiram putih yang dihasilkan oleh petani responden adalah sebesar 4.645 kg dengan jumlah penggunaan log rata-rata 12.571 log. Harga rata-rata jamur tiram putih yang dijual jamur tiram putih yang dijual adalah Rp. 8.000 per kg, sehingga rata-rata penerimaan yang diperoleh oleh petani responden di daerah penelitian selama satu periode (tiga bulan) adalah sebesar Rp 37.162.286 (Tabel 15). Jika dilihat produktifitasnya (jumlah produksi per log) diperoleh bahwa produktifitas rata-rata jamur tiram putih adalah sebesar 0,41 kg per log. Produk yang dihasilkan dari usahatani jamur tiram putih yang ada di Kecamatan Tamansari adalah merupakan jmaur tiram putih segar. Tabel 15. Penerimaan Petani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari Selama Satu Periode (tiga bulan) Produk yang Skala Harga TR Tunai Kerusakan Produktivitas Dihasilkan No Usaha (Rp) (Rp) (%) (kg/log) (Kg) (log) 1 5000 10,00 0,40 1.800 8.000 14.400.000 2 10.000 7,00 0,45 4.185 8.000 33.480.000 3 11.000 10,00 0,40 3.960 8.000 31.680.000 4 12.000 10,00 0,40 4.320 8.000 34.560.000 5 14.000 10,00 0,40 5.040 8.000 40.320.000 6 15.000 10,00 0,40 5.400 8.000 43.200.000 7 21.000 7,00 0,40 7.812 8.000 62.496.000 Rata-rata 12.571 0,09 0,41 4.645 8.000 37.162.286 6.2.2
Biaya Usahatani
Biaya Usahatani dapat berbentuk biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan (biaya tidak tunai). Biaya tunai adalah biaya yang langsung dikeluarkan petani dalam bentuk Rupiah yang harus dimiliki petani dalam menjalankan kegiatan usahataninya seperti biaya pembelian bibit, pembelian bahan baku dan pendukung serta upah tenaga kerja. Biaya yang diperhitungkan (biaya tidak tunai) digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani, modal, dan menilai kerja keluarga. Tenaga kerja keluarga dinilai berdasarkan upah yang berlaku. Biaya penyusutan peralatan, bangunan dan sewa lahan milik sendiri juga dapat dimasukkan kedalam biaya yang diperhitungkan.
Tabel 16. Analisis Biaya Rata-rata Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari Selama Satu Periode (3 Bulan) % Nilai Terhadap Pengeluaran Usahatani Jumlah Harga (Rp) Total Biaya Biaya Tunai Bibit Jamur (Botol) Serbuk Gergaji (karung) Kapur (kg) Gips (kg) Dedak (kg) Tepung Kanji Plastik (kg) Karet (kg) Cincin (buah) Spritus (botol) Alkohol (botol) Minyak Tanah (liter) Koran (kg) Kapas (kg) Gula (gula) Formalin (buah) TKLK (HOK) Total Biaya Tunai Biaya yang Diperhitungkan Penyusutan Peralatan Penyusutan Bangunan TKDK (HOK) Total Biaya Diperhitungkan Total Biaya Keterangan :
628,571 762,857 377,143 188,572 1885,714 196,429 150,857 8,800 12571,420 18,857 12,571 1005,714 12,572 2,857 12,571 0,857 240,000
5.000 2.000 1.000 6.000 1.000 4.000 10.000 13.000 50 6.000 16.000 5.000 2.000 15.000 4.200 20.000 15.000
3.142.857 1.525.714 377.143 1.131.429 1.885.714 785.714 1.508.571 114.400 628.571 113.143 201.143 5.028.571 25.143 42.857 52.800 17.143 3.600.000 20.180.914
13,29 6,45 1,59 4,78 7,97 3,32 6,38 0,48 2,66 0,49 0,85 21,26 0,11 0,18 0,22 0,07 15,22 85,31
62.324 118.304 3.294.643 3.475.270
0,26 0,50 13,93 14,69
23.656.185
100,00
219,643 15.000
TKLK = Tenaga Kerja Luar Keluarga TKDK = Tenaga Kerja Dalam Keluarga
Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat bahwa total biaya yang dikeluarkan oleh petani responden dalam melakukan budidaya jamur tiram putih adalah sebesar Rp 23.656.185 dengan jumlah penggunaan log rata-rata sebesar 12.571 log. Penggunaan biaya tunai lebih besar terhadap penggunaan biaya yang diperhitungkan yaitu sebesar Rp 20.180.914 (85,31 persen) untuk biaya tunai dan Rp 3.475.270 (14,69 persen) untuk biaya yang diperhitungkan. Persentase terbesar terhadap total biaya adalah dalam pengguanaan minyak tanah yaitu sebesar Rp. 5.028.571 (21,26 persen) dengan jumlah penggunaan rata-rata sebesar 1.006 liter.
Hal tersebut disebabkan karena minyak tanah mengalami peningkatan harga yang cukup tinggi sehingga pengeluaran biaya usahatani meningkat. Biaya Tenaga kerja terdiri dari tenaga kerja luar keluarga (TKLK) yang termasuk dalam biaya tunai sedangkan biaya kerja dalam keluarga (TKDK) termasuk dalam biaya yang diperhitungkan. Biaya yang dikeluarkan untuk TKLK terhadap biaya biaya total (upah per HOK Rp 15.000) adalah sebesar Rp 3.600.000 (15,22 persen), dimana lebih besar dibandingkan biaya TKDK sebesar Rp 3.294.643 (13,93 persen) terhadap biaya total, hal ini disebabkan karena jumlah tenaga kerja luar keluarga lebih banyak yang dipekerjakan dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja dalam keluarga. Biaya yang diperhitungkan yang digunakan oleh petani responden sebesar Rp 3.475.270 (14,69 persen) yang terdiri dari : biaya penyusutan peralatan, penyusutan bangunan dan upah tenaga kerja dalam keluarga. Pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa persentase penyusutan bangunan terhadap total biaya adalah sebesar 0,50 persen dan biaya penyusutan alat terhadap total biaya adalah 0,26 persen. Jenis peralatan yang diberikan oleh petani responden dalam melakukan kegiatan usahatani jamur tiram putih dilokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 17. Metode yang dapat digunakan dalam menghitung nialai penyusutan peralatan adalah metode garis lurus dengan asumsi bahwa peralatan tidak dapat digunakan lagi setelah melewati umur teknis. Dari Tabel 17 dapat dilihat bahwa rata-rata nilai penyusutan peralatan pada usahatani jamur tiram putih sebesar Rp 62.324 per tiga bulan, yaitu sebesar 0,24 persen dari total biaya, dengan nilai penyusutan peralatan terbesar adalah handsprayer dengan nilai Rp 55.000 per tahun (Rp 13.750 per tiga bulan).
Tabel 17. Rata-rata Nilai Penyusutan Peralatan Usahatani Jamur tiram putih per Satu Periode (3 Bulan) Penyusutan Harga Umur Nilai Jumlah per Tahun Satuan No Uraian Produktif (Rp) (Buah) (Rp) (Rp) (Tahun) 1 Drum 8 3 75.000 300.000 9.375 2 Semawar 4 3 80.000 320.000 20.000 3 Pompa 8 1 26.000 26.000 3.250 4 Cocolok 2 4 1.500 7.500 750 5 kunci 10 4 1 5.000 5.000 1.250 6 Sepuyer 2 7 2.500 25.000 1.250 7 Kunci Sepuyer 2 1 12.500 12.500 6.250 8 Selang Tembaga 4 3 1.500 7.500 375 9 Dirigen 2 6 20.000 100.000 10.000 10 Karung 1 129 720 144.000 720 11 Mulsa 1 12 750 13.500 750 12 Tali Rapia 1 3 12.000 36.000 12.000 13 Bak Angkut 4 2 12.500 37.500 3.125 14 Sikup 1 2 35.000 70.000 35.000 15 Sapu Lidi 1 2 1.500 3.000 1.500 16 Ember 1 2 5.000 10.000 5.000 17 Gayung 1 2 2.500 5.000 2.500 18 Terpal 1 7 20.000 200.000 20.000 19 Pisau Cutter 1 1 3.000 3.000 3.000 20 Corong besar 2 1 2.500 2.500 1.250 21 Buyung 2 1 25.000 50.000 12.500 22 Timbangan 8 1 200.000 200.000 25.000 23 Tambang 1 4 2.000 10.000 2.000 24 Pengki 1 1 2.500 5.000 2.500 25 Saringan kawat 2 1 15.000 15.000 7.500 26 Handsprayer 4 1 220.000 220.000 55.000 27 Botol Bir 1 8 200 2.000 200 28 Cocolok Kayu 1 3 1.000 2.000 1.000 29 Golok 4 1 25.000 25.000 6.250 Penyusutan per tiga Bulan 62.324 6.3 Analisis Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih Dalam Penelitian ini dapat dilihat pendapatan rata-rata yang diterima oleh petani jamur tiram putih di Kecamatan Tamansari dan tingkat efisiensi usahataninya dengan menghitung R/C rasio. (Tabel 18) Pendapatan atas total biaya untuk penggunaan log rata-rata 12.571 log dengan rata-rata produksi 4.645 kg adalah sebesar Rp 13.506.101 sedangkan pendapatan
atas biaya tunai adalah sebesar Rp 16.981.372 dari Rp 23.656.185 total biaya yang digunakan. Berdasarkan nilai penerimaaan dan biaya tersebut maka diperoleh nilai imbangan dan biaya ( R/C rasio) total sebesar 1,57 yang artinya untuk setiap rupiah biaya total yang digunakan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,57. Sedangkan untuk R/C rasio atas biaya tunai adalah sebesar 1,84 artinya untuk setiap rupiah biaya tunai yang digunakan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,84. Tabel 18. Rata-rata Pendapatan dan R/C Rasio Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari Selama Satu Periode (Tiga Bulan). Uraian Nilai Persentase (%) Penerimaan Usahatani 100 37.162.286 Biaya Usahatani : Tunai 85.31 20.180.914 Diperhitungkan 14.69 3.475.270 Total Biaya 100 23.656.185 Pendapatan atas Biaya Tunai 16.981.372 Pendapatan atas Total Biaya 13.506.101 R/C Rasio atas Biaya Tunai 1.84 R/C Rasio atas Total Biaya 1.57 Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Tamansati efisien karena kedua nilai R/C rasio lebih besar dari satu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa usahatani jamur tiram putih tersebut menguntungkan dan layak untuk dikembangkan. . Pengelolaan usaha yang baik akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan petani. Disamping itu, diperlukan juga pemasaran hasil produksi yang tepat. Pemasaran jamur tiram putih yang tepat dapat memberikan keuntungan yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh petani. Keuntungan yang maksimal diperoleh dengan memilih saluran pemasaran yang efisien. Dari analisis pemasaran tersebut petani dapat membuat alternatif keputusan dalam memasarkan produknya. 6.4 Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran Saluran pemasaran adalah beberapa organisasi yang saling bergantung dan terlibat dalam proses mengupayakan produk atau jasa tersedia untuk dikonsumsi. Saluran pemasaran melaksanakan tugas memindahkan barang dari
produsen kepada konsumen. Hal ini mengatasi kesenjangan waktu, tempat dan kepemilikan yang memisahkan barang dan jasa dari orang-orang yang membutuhkan atau menginginkannya (Kotler, 2003). Saluran pemasaran dalam penelitian ini menggambarkan proses penyampaian jamur tiram putih dari petani sampai ke konsumen akhir. Lembaga pemasaran yang terlibat dalam memasarkan jamur tiram putih dari petani sampai ke konsumen akhir di Kecamatan Tamansari adalah: petani, supplier, pedagang pengecer dan konsumen akhir. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan petani responden dilokasi penelitian, maka diketahui terdapat dua pola saluran pemasaran jamur tiram putih (Gambar 3). Petani
Supplier
Pedagang Pengecer
Konsumen akhir
Gambar 3. Saluran Pemasaran Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari Dari hasil wawancara yang dilakukan, terdapat dua pola pemasaran yang yang ada di lokasi penelitian yaitu pola pemasaran pertama melibatkan petani, supplier, pedagang pengecer, konsumen akhir dan pola pemasaran kedua dari petani ke
supplier dan supplier langsung memasarkan ke konsumen akhir. Pola pemasaran pertama lebih banyak dipakai oleh petani responden yaitu sebanyak lima orang petani (71,43 persen) yaitu petani dengan kapasitas produksi 11.000 log, 12.000 log, 14.000 log, 15.000 log dan 21.000 log. Sedangkan petani yang memilih pola saluran kedua berjumlah dua orang (28,57 persen) yaitu petani dengan kapasitas produksi 5.000 log dan 10.000 log. Rata-rata produksi jamur tiram putih yang dihasilkan petani responden adalah sebesar 4.645 kg per satu periode musim tanam (tiga bulan). Pada saluran pertama petani menjual jamur tiram putih ke supplier dengan harga Rp 8.000 per kg,
supplier memasarkan jamur tiram putih ke pedagang pengecer dengan harga Rp 10.500 per kg dan pedagang pengecer menjual jamur tiram putih kepada konsumen akhir dengan harga Rp 13.500 per kg. Pada saluran kedua petani menjual jamur tiram putih kepada supplier dengan harga Rp 8.000 per kg dan supplier langsung memasarkan produk jamur tiram putih ke konsumen akhir
dengan harga Rp 12.000 per kg. Pembayaran yang dilakukan oleh supplier kepada petani dengan cara tunai (cash) atau angsuran. 6.4.1
Fungsi Pemasaran
Fungsi-fungsi pemasaran adalah mengusahakan agar pembeli atau konsumen memperoleh barang yang diinginkan sesuai pada tempat, waktu dan harga yang tepat. Fungsi-fungsi pemasaran dalam pelaksanaan aktifitas yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran. Lembaga pemasaran ini yang akan terlibat dalam proses penyampaian barang dan jasa dari prosuden sampai ketangan konsumen. Fungsi-fungsi pemasaran meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas (Tabel 19). Tabel 19. Fungsi Pemasaran yang Dilakukan Masing-masing Lembaga Tataniaga Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari. Lembaga Pemasaran Fungsi Tataniaga Petani Pengecer Supplier Fungsi Pertukaran √ √ • Pembelian √ √ √ • Penjualan Fungsi Fisik • Penyimpanan • Pengangkutan • Pengemasan Fungsi Fasilitas • Sortasi • Grading • Penanggungan Resiko • Pembiayaan • Informasi Pasar
-
√ √
√
√ √ √
√ √ √ √
√ √ √
1. Petani Fungsi pemasaran yang umumnya dilakukan petani responden dilokasi penelitan adalah fungsi penjualan, pembiayaan dan informasi harga, dimana petani tersebut merupakan produsen yang membudidayakan jamur tiram putih dan menjual hasil panennya. Fungsi pembiayaan para petani tersebut membiayai sendiri seluruh modal yang dikeluarkannya untuk kegiatan budidaya jamur tiram putih. Harga yang diterima petani berdasarkan atas kesepakatan sebelumnya dengan
supplier. Petani tersebut juga akan menanggung resiko jika harga pasar jamur tiram putih mengalami penurunan dan kegagalan dalam kegiatan budidaya. Petani
responden juga melakukan informasi harga yaitu dengan melakukan pengamatan harga yang berlaku di pasar. Harga yang diterima petani dari hasil penjualan jamur tiram putih adalah Rp 8.000 per kg. 2. Supplier Kegiatan fungsi pemasaran yang dilakukan oleh supplier adalah melakukan pembelian jamur tiram putih secara langsung dari petani responden dengan harga Rp 8000 per kg. Fungsi fisik pemasaran yang dilakukan oleh supplier adalah pengemasan dan pengangkutan jamur tiram putih dari daerah budidaya untuk didistribusikan kepasar (pedagang pengecer) dan konsumen akhir. Transaksi pembelian
dan
penjualan
petani
dengan
supplier
dilakukan
dilokasi
pembudidayaan petani. Supplier memasarkan jamur tiram putih dari petani responden ke pedagang pengecer atau swalayan dengan menggunakan mobil box L 300. Sebelum jamur tiram diangkut kedalam mobil terlebih dahulu dilakukan sortasi yaitu dengan memisahkan (menyeleksi) jamur berdasarkan bentuk, ukuran, dan bentuk potongan jamur. Selain itu supplier juga melakukan fungsi penanggungan resiko, dimana jika terjadi kerusakan pada produk jamur tiram putih sebelum produk tersebut dipasarkan. Fungsi pembiayaan, dimana supplier melakukan pembiayaan atas kegiatan pengangkutan, pengemasan dan sortasi jamur tiram putih. Selain itu supplier juga melakukan kegiatan informasi pasar untuk memantau harga jamur tiram putih yang berlaku di pasar. Fungsi penjualan yang dilakukan oleh supplier adalah menjual produk jamur tiram putih kepada pedagang pengecer dan konsumen akhir. Harga jamur tiram putih yang dijual ke pedagang pengecer dengan harga Rp 10.500 per kg sedangkan untuk konsumen akhir dengan harga Rp 12.000 per kg. Dari penjelasan diatas terlihat bahwa fungsi pemasaran yang dilakukan oleh
supplier adalah fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengangkutan dan pengemasan) dan fungsi fasilitas (sortasi, pembiyaan, informasi pasar serta penanggungan kerusakan pada produk). 3.
Pedagang Pengecer
Pedagang pengecer yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lembaga pemasaran yang berhubungan langsung dengan konsumen akhir. Pengecer adalah
lembaga yang membeli jamur tiram putih dari supplier dan menjualnya kembali ke konsumen akhir dalam bentuk segar. Fungsi pemasaran yang dilakukan pedagang pengecer adalah fungsi pembelian, dimana pedagang pengecer membeli produk jamur tiram putih dari supplier dengan harga Rp 8.000 per kg. Sebelum memasarkan produk jamur tiram putih ke konsumen akhir maka pedagang pengecer melakukan fungsi pengemasan terhadap produk jamur tiram putih. Pedagang pengecer juga melakukan fungsi penanggungan resiko, dimana jika produk jamur tiram putih rusak atau tidak habis terjual maka pedagang pengecer akan menanggung resiko kerugian. Didalam memasarkan produknya ke konsumen akhir, pedagang pengecer akan dikenakan biaya retribusi. Sebelum menjual produk jamur tiram putih, pedagang mengecer terlebih dahulu melakukan kegiatan informasi harga jamur tiram putih di pasar Fungsi penjualan yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah menjual produknya ke konsumen akhir dengan harga Rp 13.500 per kg. Dari penjelasan diatas terlihat bahwa fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengemasan) dan fungsi fasilitas (pembiyaan, informasi pasar serta penanggungan kerusakan pada produk) di pasar. 6.4.2
Efisiensi Pemasaran
Efisiensi pemasaran dapat dibagi menjadi dua kategori menjadi dua kategori yaitu efisiensi opersional (teknologi) dan efisiensi ekonomi (harga). Analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi operasioanal pada proses pemasaran suatu produk yaitu analisis margin pemasaran, farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya. 6.4.2.1 Margin Pemasaran
Margin pemasaran adalah perbedaan harga atau selisih harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani produsen, atau dapat juga dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan pemasaran dari tingkat produsen sampai konsumen akhir. Adanya perbedaan dari setiap lembaga akan menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga yang satu dengan lembaga yang lain sampai ketingkat konsumen akhir. Semakin banyak lembaga yang terlibat dalam penyaluran suatu komoditi dari titik produsen sampai ke titik
konsumen maka akan semakin besar perbedaan harga komoditi tersebut di titik produsen dibandingkan dengan harga yang akan dibayar konsumen. Tabel 20. Besarnya Marjin Tataniaga Jamur Tiram Putih. Keterangan Produsen Harga Jual Biaya Produksi Keuntungan Supplier Harga Beli Biaya : Pengangkutan Sortasi Pengemasan Total Biaya Harga Jual Keuntungan Marjin
Pemasaran
pada
Masing-masing
Pola Saluran Pemasaran 1 2 (Rp/kg) (%) (Rp/kg)
Saluran
(%)
8.000,00 5.091,00 2.909,00
59,26 37,71 21,55
8.000,00 5.091,00 2.909,00
66,67 42,43 24,24
8.000,00
59,26
8.000,00
66,67
232,00 75,00 123,00 430,00 10.500,00 2.070,00 2.500,00
1,72 0,56 0,91 3,19 77,78 15,33 18,52
232,00 75,00 123,00 430,00 12.000,00 3.570,00 4.000,00
1,93 0,63 1,03 3,58 100,00 29,75 33.33
12.000,00 430,00 3.570,00 4.000,00 8,30
100,00 3,58 29,75 33,33
Pedagang Pengecer Harga Beli Biaya : Retribusi Pengemasan Total Biaya Harga Jual Keuntungan Marjin
10.500,00
77,78
116,00 123,00 239,00 13.500,00 2.761,00 3.000,00
0,86 0,91 1,77 100,00 20,45 22,22
konsumen Akhir Harga Beli Total Biaya pemasaran Total Keuntungan Total Marjin Rasio keuntungan/Biaya
13.500,00 669,00 4.831,00 5.500,00 7,22
100 4.956 35.79 40.74
Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat bahwa margin pemasaran pada pola saluran satu yaitu sebesar Rp 5.500 per kg (40,74 persen), yang melibatkan produsen jamur tiram, supplier, pedagang pengecer dan konsumen akhir. Margin terbesar berada pada pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 3.000 per kg (22,22 persen).
Pada pola saluran ini, biaya pemasaran terbesar dikeluarkan oleh supplier yaitu sebesar Rp 430 per kg (3,19 persen) dari harga jual akhir. Biaya ini digunakan untuk kegiatan pengangkutan, sortasi dan pengemasan jamur tiram putih, sedangkan biaya pemasaran pada pedagang pengecer adalah sebesar Rp 239 per kg (!,77 persen) dari harga jual akhir. Pada pola saluran kedua diperoleh margin sebesar Rp 4.000 per kg (33,33 persen), yaitu mulai dari petani, kemudian supplier dan langsung didistribusikan kepada konsumen akhir. Biaya pemasaran yang dikeluarkan supplier sebesar Rp 430 per kg (3,58 persen) dari harga jual akhir.biaya ini digunakan untuk kegiatan pengangkutan, sortasi dan pengemasan. Rasio
keuntungan
dan
biaya
tataniaga
mendefenisikan
besarnya
keuntungan dan biaya yang dikeluarkan, dari Tabel tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa rasio keuntungan dan biaya petani pada saluran kedua lebih tinggi daripada saluran pertama. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga pada saluran kedua adalah sebesar 8,30 yang artinya bahwa setiap satu rupiah biaya tataniaga yang dikeluarkan akan memperoleh hasil sebesar 8,30. Sedangkan rasio keuntungan dan biaya pada saluran kedua sebesar 7,22 yang artinya setiap satu rupiah biaya tataniaga yang dikeluarkan akan memperoleh hasil sebesar 7,22. 6.4.2.2 Farmer’s Share Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi pemasaran adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer’s share terhadap harga yang dibayar oleh konsumen akhir. Semakin besar bagian yang diterima petani maka alur pemasaran akan dianggap semakin efisien. Perbedaan bagian yang diterima petani dapat dilihat dari masing-masing pola saluran pemasaran yang terdapat di Kecamatan Tamansari (Tabel 21). Tabel 21. Besarnya Farmer’s Share, Biaya dan Keuntungan Tataniaga pada Masing-masing Saluran Tataniaga Jamur Tiram Putih. Keterangan Saluran 1 Saluran 2 Farmer's share (%) 59,26 66,67 Keuntungan Petani (%) 21,55 24,24 Biaya Tataniaga (%) 4,96 3,58 Keuntungan Lembaga Tataniaga (%) 35,79 29,75 Harga di Tingkat Konsumen Akhir (%) 100,00 100,00
Pada Tabel 21 terlihat besarnya bagian yang diterima oleh petani pada pola saluran satu adalah sebesar 59,26 persen dari harga jual pedagang pengecer. Sedangkan pada pola saluran dua petani memperoleh farmer’s share sebesar 66,67 persen dari harga jual pedagang pengecer ke konsumen akhir. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa pola saluran yang paling menguntungkan petani dari segi pendapatan atau bagian yang diperoleh adalah pada pola saluran kedua. 6.4.3
Analisis Efisiensi Pemasaran
Sistem pemasaran dikatakan efisien apabila memenuhi dua syarat yaitu apabila mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya dan mampu mengadakan pembagian yang adil bagi seluruh harga yang dibayarkan oleh konsumen terakhir dalam kegiatan produksi. Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa sistem saluran pemasaran yang paling menguntungkan bagi petani dari segi pendapatan terdapat pada pola saluran kedua karena petani tersebut memperoleh farmer’s share (bagian yang diterima petani) sebesar 69,57 persen, sedangkan pola saluran satu petani hanya memperoleh farmer’s share
sebesar 59,26 persen. Begitu juga dengan rasio
keuntungan dan biaya yang diperoleh petani pada pola saluran pemasaran dua (8,30) lebih besar dari rasio keuntungan dan biaya petani pada pola saluran satu (7,22). Namun berdasarkan ukuran efisiensinya dapat disimpulkan bahwa kedua pola saluran pemasaran tersebut sudah efisien dikarenakan nilai rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh petani pada kedua pola saluran tersebut lebih besar dari satu.
VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1.
Kesimpulan
1. Berdasarkan proses budidaya yang dilakukan petani responden, dalam proses produksi yang dilakukan masih menggunakan teknologi drum atau tidak menggunakan teknologi autoklaf, dengan penggunaan log rata-rata 12.571 log. Berdasarkan analisis pendapatan, maka diperoleh imbangan dan biaya (R/C rasio) total sebesar 1,57 yang artinya untuk setiap biaya total yang dikeluarkan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,57. sedangkan R/C rasio untuk biaya tunai adalah sebesar 1,84 yang artinya untuk setiap biaya total yang dikeluarkan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,84. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa usahatani jamur tiram tersebut menguntungkan karena R/C rasio lebih dari satu dan layak untuk dikembangkan. 2. Pada saluran pemasaran jamur tiram putih di Kecamatan Tamansari, terdapat dua bentuk pola pemasaran. Pola pemasaran I, petani menjual ke
supplier, kemudian supplier menjual jamur tersebut ke pedagang pengecer dan pedagang pengecer menjual lagi ke konsumen akhir. Sedangkan untuk pola saluran II, petani menjual produknya kepada supplier dan supplier memasarkan langsung ke konsumen akhir. Pembayaran yang dilakukan oleh supplier kepada petani dengan cara tunai (cash) atau angsuran. Berdasarkan analisis margin pemasaran pola saluran satu diperoleh margin sebesar Rp 5500 per kg (40,74 persen) sedangkan pada pola saluran kedua diperoleh margin sebesar Rp 4.000 per kg (33,33 persen). Berdasarkan nilai rasio keuntungan dan biaya pemasaran yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa pola pemasaran yang ada di Kecamatan Tamansari sudah efisien karena nilai rasio keuntungan dan biaya tataniaga diperoleh lebih besar dari satu. Nilai rasio keuntungan dan biaya pola saluran I sebesar 7,22 dan pada pola saluran II sebesar 8,30. Sedangkan jika dilihat
farmer’s share, pola saluran satu adalah sebesar 59,26 persen dari harga jual pedagang pengecer. Sedangkan pada pola saluran dua petani memperoleh farmer’s share sebesar 66,67 persen dari harga jual pedagang pengecer ke konsumen akhir. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa pola
saluran yang paling menguntungkan petani dari segi pendapatan atau bagian yang dibayarkan oleh konsumen akhir adalah pada pola saluran kedua. 7.2.
Saran 1. Dalam kegiatan usahatani jamur tiram putih yang menguntungkan, disarankan untuk bekerjasama dengan pihak-pihak yang terkait seperti koperasi dan kelompok tani, untuk pengembangan kegiatan usahatani dan mempermudah petani dalam memasarkan jamur tiram putih. 2. Untuk penelitian lebih lanjut disarankan untuk melakukan penelitian di kecamatan lain di Kabupaten Bogor untuk membandingkan sebaran petani responden dan kapasitas produksi log jamur tiram putih.
DAFTAR PUSTAKA Andry. 2008. Analisis Pendapatan Usahatani dan Saluran Pemasaran Pepaya California (Studi Kasus : Desa Lemahduhur, Kecamatan caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Cahyana, Y. A. 1997. Pembibitan dan Budidaya Jamur Tiram Putih. Papas Sinar Sinanti. Jakarta. Dahl, Dale C. and Hammond J.W,1992. Market and Proce Analysis. The Agriculture Industries. Mc. Graww-Hill Book Company, Inc. Dania. 1998. Teknik Budidaya Jamur Tiram Putih. Penebar Swadaya. Jakarta. Dinas Pertanian dan Kehutanan. 2007. Monografi Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Bogor. Direktorat Jendral Bina Produksi 2007. Statistik Produksi Holtikultura. Pusat Data dan Informasi. Jakarta. Gunawan, A. W. 2001. Usaha Pembibitan Jamur Tiram Putih. Penebar Swadaya. Jakarta. Hernanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta Kohls, R.L and J.N.Uhl,1985. Marketing of Agriculture Product. Seventh Edition. Purdue University. Maccmillan Publishing Company. New York. Kotler, P. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium. Prenhallindo. Jakarta Limbong, W.H dan P. Sitorus, 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu – Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Maharani, Diah. 2007. Analisis Usahatani dan Tataniaga Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostretus) di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Mosher. 1966. Menggerakkan dan Membangun pertanian. CV Sasaguna. Jakarta. Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta. Muchrodi. 2001. Jamur Tiram Putih. Penebar Swadaya. Jakarta . Purcell, Wayne. D. 1979. Agriculture Marketing System, Coordination. Cash and Future Prices. Reston Publishing Company.Inc. Reston Rahmawati. 1999. Analisis Saluran Pemasaran Manggis (Studi Kasus : Desa Puspahiang, Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Redaksi Terubus. 2002. Pengalaman Pakar dan Praktisi Budidaya Jamur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Ruillah. 2006. Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostretus) di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sitompul, R. P. 2007. Analisis Usahatani dan Tataniaga ikan Hias Maskoki Oranda [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Soeharjo dan Patong. 1973. ilmu Usahatani. Penebar Jaya. Jakarta Soekartawi. 1986. Ilmu usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia. Jakarta. Soekartawi. 1989. Teori Ekonomi Produksi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sudiyono. 2002. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Kelima. CV Alfa Beta. Bandung Suriawiria. 2006. Budidaya Jamur Tiram. Kanisius. Cetakan Kelima. Yogyakarta. Tapa Darma, I. G. K. 2002. Budidaya Jamur Pangan. Laboratorium Patologi Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 1. Gambar Kumbung Jamur Tiram Putih
Lampiran 2. Gambar Log Jamur Tiram Putih
Lampiran 3. Gambar Jamur Tiram Putih
Lampiran 4 Kuisioner Penelitian KUISIONER USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor Kuisioner ini digunakan sebagai data primer dalam rangka penyusunan skripsi (penelitian) yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Jamur Tiram” Oleh Julianto Efendy Sitepu (H 34066068) Program Sarjana Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Hari/Tanggal : Waktu : A. IDENTITAS DIRI No Pertanyaan 1 Nama 2 Alamat 3 No.Telepon 4 Umur 5
Jenis kelamin
6
Pendidikan
7 8 9 10
Jumlah tanggungan Jenis usaha yang dilakukan Lama menjalankan usaha Alasan berusahatani jamur tiram Keterlibatan anggota keluarga dalam usaha tani jamur tiram Jarak lokasi budidaya dengan rumah Perkiraan ketinggian lokasi budidaya Usaha sampingan Pendapatan usaha sampingan
11 12 13 14 15
Jawaban
( ( ( ( (
) Pria ) Wanita ) Tidak Sekolah ) SD ) SMP/MTS
B. INVESTASI No Pertanyaan 1 Modal awal 2
Sumber kepemilikan modal
( ) SMA/SMK ( ) Diploma ( ) Sarjana
Jawaban ( ) Pribadi ( ) Pinjaman
( ) Kerjasama ( ) Lainnya….
3
Sumber peminjaman
4
Bunga peminjaman/lainnya Luas lahan yang digunakan untuk budidaya jamur tiram Status kepemilikan lahan yang digunakan untuk budidaya jamur tiram Besarnya biaya sewa Jumlah kumbung produksi yang dimiliki
5 6 7 8
( ) Bank ( ) Koperasi ( ) Kelompok tani
( ) Pengumpul ( ) Lainnya…..
……………m2 ( ) Pribadi ( ) Sewa ( ) Lainnya……… ……………Kumbung
PROFIL KUMBUNG PRODUKSI (BUDIDAYA) Tahun Umur Biaya Luas Kapasitas Biaya Kumbung Pembuatan Produktif Pembuatan (m2) (log) Perbaikan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 BANGUNAN YANG DIMILIKI KUMBUNG PRODUKSI (BUDIDAYA) Tahun Umur Biaya Biaya Luas No Ruang Pembuatan Produktif Pembuatan Perbaikan (m2) 1 Persiapan 2 Sterilisasi 3 Inokulasi 4 Inkubasi 5 Produksi 6 Gudang 7 8 9
PERALATAN PENUNJANG PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH
No
Uraian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Drum Semawar Pompa Cocolok kunci 10 Sepuyer Kunci Sepuyer Selang Tembaga Dirigen Karung Mulsa Tali Rapia Bak Angkut Sikup Sapu Lidi Ember Gayung Terpal Pisau Cutter Corong besar Buyung Timbangan Tambang Pengki Saringan kawat Handsprayer Botol Bir Cocolok Kayu Golok
Umur Produktif (Tahun)
Jumlah (Buah)
Harga Satuan (Rp)
Nilai (Rp)
C. USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH 1. Berapa baglog jamur tiram yang dibudidayakan untuk satu kali musim panen? ………………..baglog 2. Berapa baglog jamur tiram yang terkontaminasi dari total baglog yang dibuat untuk satu kali membuat adonan baglog jamur tiram ? ………………..baglog 3. Jumlah kerja dalam satu hari ………………… HOK 4. Komponen biaya yang dibutuhkan untuk membuat satu adonan baglog jamur tiram.
KOMPONEN PENGELURAN No
Uraian
BIAYA VARIABEL 1 Bibit 2 Serbuk gergaji 3 Bekatul 4 Gips 5 Kapur 6 Serbuk jagung 7 TSP 8 Urea 9 SP 36 10 Kapas 11 Minyak tanah 12 Kantong plastik 13 Alkohol 14 Karet 15 Pplastik wrap 16 Kertas stereofoam 17 Cincin bamboo 18 Spritus 19 Formalin 20 Stiker logo 21 Penurunan nilai inventaris 22 23 24 25 26 27 28 Biaya pengemasan 29 Biaya pengangkutan 30 Biaya retribusi 31 Biya pemasaran 32 33 Total Biaya Variabel BIAYA TETAP 34 Upah TK tetap (luar keluarga) 35 Upah TK tetap (dalam keluarga) 36 Biaya transportasi
Jumlah
Harga Satuan (Rp)
Nilai (Rp)
37 Lisrik 38 Air 39 Bahan bakar 40 41 42 43 TOTAL BIAYA TETAP KOMPONEN PENERIMAAN No
Uraian
1
Jamur tiram Jamur tiram yang dikonsumsi rumah tangga Media tanam Kompos bekas media tanam Peningkatan nilai inventaris
2 3 4 5
Jumlah
Harga Satuan (Rp)
Nilai (Rp)
6 7 8 9 10 PEMASARAN a. Jamur Tiram segar No
Tujuan Pemasran
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Total
Jumlah
Harga Satuan (Rp)
Nilai (Rp)
Frekuensi Pemasok
b. Media Tanam Jamur (LOG) No
Tujuan Pemasran
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Total
Jumlah
Harga Satuan (Rp)
Nilai (Rp)
Frekuensi Pemasok
Lampiran 5. Peta Lokasi Kecamataan Tamansarri L