Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
KUALITAS KOMPOS SAPI PO PADA SISTEM PEMELIHARAAN DI KANDANG KELOMPOK MODEL BALITBANGTAN Compost Quality System Maintenance PO Cow Coop Group In Model Balitbangtan Jauhari Efendy1) dan Lukman Affandhy1) 1) Loka Penelitian Sapi Potong Jln. Pahlawan No. 2 Grati Pasuruan Jawa Timur 67184, HP: 087856766802 e-mail:
[email protected] Abstrak Kandang kelompok Model Litbangtan merupakan salah satu inovasi teknologi manajemen sapi potong yang didesain dimana dalam satu kandang berisi beberapa ekor sapi dengan cara dilepas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas kompos yang dihasilkan oleh sapi PO melalui proses dekomposisi secara alami. Pelaksanaan penelitian di Kandang Percobaan Loka Penelitian Sapi Potong dari bulan April-Agustus 2013. Materi yang digunakan berupa sampel kompos berasal dari 72 ekor sapi PO jantan dan betina muda yang dibagi dalam tiga perlakuan berdasarkan jenis litter yang berbeda; yaitu (A) litter sekam, (B) sekam + kapur pertanian dan (C) tanpa litter (kontrol). Analisa kualitas kompos dilakukan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian Tanah Bogor Jawa Barat untuk mengetahui kandungan unsur makro, pH dan C/N rasio. Rancangan penelitian menggunakan RAK; data yang diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA. Kandungan unsur makro N dan P (P2O5) kompos pada perlakuan A berbeda nyata (pada taraf P > 0,05) dibandingkan B maupun C. Unsur K (K2O) kompos pada perlakuan A dan B berbeda nyata (pada taraf P > 0,05) dibandingkan perlakuan C. Kandungan C/N rasio pada perlakuan A dan B berbeda nyata (pada taraf P > 0,05) dibandingkan dengan perlakuan C. Rata-rata pH kompos yang dihasilkan dalam penelitian ini sebesar 8,78 yang mengindikasikan bahwa pH-nya berada pada kondisi basa; apabila diaplikasikan terhadap tanaman dapat memperbaiki tingkat kemasaman tanah. Disimpulkan bahwa hasil uji kualitas kompos pada sapi PO jantan dan betina muda yang dipelihara di Kandang Kelompok ―Model Litbangtan‖ memiliki kandungan unsur makro (N, P dan K), C/N rasio dan pH yang optimal sehingga cocok dan layak diaplikasikan sebagai pupuk organik pada tanaman. Kata kunci: Sapi PO, kandang kelompok Model Litbangtan, kualitas kompos Abstract The group housing of ―Litbangtan Model‖ is one of innovation management technology designed where beef cattle in a housing containing several cattles detachable manner. This study aims to determine the quality of the compost produced by PO cattle through naturally decomposition process. The research conducted in the Indonesian Beef Cattle Research Station for four months (April untill August 2013). Material used of compost samples came from 72 PO cattle who were divided into three treatment based on different types of litter; namely (A) litter of rice husks, (B) litter of rice husks + lime (C) without litter (control). Analysis of the quality of the compost is done in Soil Laboratory of Indonesian Soil Research Station Bogor West Java to determine the content of macro elements, pH and C/N ratio. The study design using the completely randomized design. Data were analyzed using ANOVA. The content of macro elements N and P (P2O5) in the compost treatment A significantly different (P > 0.05) compared to B and C. Element K (K2O) compost on treatment A and B were significantly different compared to treatment C. The content of the C/N ratio on treatment A and B were significantly different compared with treatment C. The average pH of the compost produced in this study was 8.78 which indicates that the pH-it is at alkaline conditions; when applied to crops to 280
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
improve the soil acidity. It was concluded that the test results compost quality in cattle PO male and female youth reared in the group housing of "Litbangtan Model" contains macro elements (N, P and K), C/N ratio and the optimal pH so that suitable and worthy applied as organic fertilizer in plants. Key word: PO cattle, group cage of Litbangtan Model, compost quality PENDAHULUAN Usaha peternakan sapi potong di Indonesia sampai saat ini umumnya masih didominasi oleh peternakan rakyat kecil dengan teknologi manajemen sederhana. Di beberapa wilayah seperti Pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi masih dijumpai sistem pemeliharaannya secara ekstensif, sapi secara sengaja diliarkan sepanjang hari dan hanya sedikit waktu berada di dalam kandang. Sistem perkawinan sapi yang dipelihara secara ektensif di padang pengembalaan umumnya secara alami dengan pejantan yang ada pada kelompok sapi tersebut. Demikian juga program manajemen kesehatan ternak kurang optimal dan belum diterapkan secara intensif oleh peternak sehingga apabila terdapat kasus ternak sakit dibiarkan begitu saja, sehingga bisa menimbulkan kematian. Kandang kelompok ―Model Litbangtan‖ merupakan salah satu inovasi teknologi manajemen sapi potong yang didesain dimana dalam satu kandang berisi beberapa ekor sapi dengan cara dilepas; kandang model ini baik diaplikasikan untuk usaha penggemukan maupun pembibitan. Model pemeliharaan seperti ini dapat meningkatkan efisiensi tenaga kerja karena sapi tidak perlu dimandikan dan kotoran dibersihkan setiap 2-3 bulan atau ketika kotoran sudah mencapai ketebalan 25-30 cm. Dengan demikian, peternak memiliki banyak waktu luang untuk melakukan aktivitas lainnya. Salah satu dampak yang dikhawatirkan dapat memberikan ekses negatif terhadap kesehatan hewan maupun manusia sehubungan dengan banyaknya kotoran sapi di dalam kandang adalah timbulnya serangga pengganggu seperti lalat serta berbagai jenis serangga pengganggu lainnya. Di sisi lain, kotoran sapi (feses + urine) yang berada di dalam kandang selama kurun waktu tertentu (2-3 bulan) telah mengalami proses dekomposisi secara alami sehingga saat dipanen (dikeluarkan dari kandang) sudah bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik tanpa melalui proses pengolahan secara konvensional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas kompos yang dihasilkan oleh sapi PO muda melalui proses dekomposisi secara alami di kandang kelompok Model Litbangtan. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Percobaan Loka Penelitian Sapi Potong sejak bulan April sampai Agustus 2013. Materi penelitian menggunakan sampel berupa kompos yang berasal dari 72 ekor sapi Peranakan Ongole (PO) jantan dan betina yang telah mengalami proses dekomposisi secara alami selama tiga bulan. Kompos tersebut diambil dari 12 blok kandang kelompok Model Litbangtan yang dibagi dalam tiga perlakuan dengan dua kali ulangan berdasarkan jenis litter yang berbeda; yaitu (i) Perlakuan A: litter sekam dengan ketebalan 5 cm, (ii) Perlakuan B: litter sekam + kapur pertanian dengan ketebalan 5 cm dan (iii) Perlakuan C non litter (kontrol). Jumlah sampel yang diambil pada masing-masing blok kandang sebanyak 0,25 kg.
281
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Analisa kualitas kompos dilakukan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian Tanah Bogor Jawa Barat untuk mengetahui kandungan unsur makro, pH dan C/N rasio. Rancangan penelitian menggunakan RAK; data yang diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Pemeliharaan Sapi PO Sapi PO dipelihara dalam kandang kelompok ―Model Litbangtan‖ dimana dalam satu unit kandang terdapat enam ekor ternak dengan cara dilepas. Kandang memiliki ukuran panjang 6 m dan lebar 3 m (luas 18 m2); sehingga setiap ekor ternak membutuhkan luas kandang 3 m2. Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat (pakan penguat). Pakan hijauan diberikan dua kali sehari; yaitu sekitar jam 07.30 dan 13.30 WIB. Hijauan yang diberikan terdiri atas tebon jagung, rumput gajah dan rumput lapang dengan jumlah pemberian masing-masing 30 kg, 5 kg dan 15 kg untuk 6 ekor sapi, atau rata-rata sekitar 8,3 kg/ekor/hari. Pakan penguat (konsentrat) diberikan sebanyak 45 kg per hari untuk 6 ekor sapi (rata-rata 7,5 kg/ekor/hari) dengan frekuensi pemberian satu kali sehari pada pukul 06.30 WIB. Formulasi pakan penguat adalah sebagai berikut : tumpi jagung (10%), kulit kopi (10%), onggok (5%), dedak padi (45%), tetes (10%), bungkil kopra (20%), kapur (1%) dan garam (1%). Pertambahan bobot badan harian sapi PO jantan pada berbagai jenis litter berada pada kisaran 0,43-0,46 kg (rata-rata 0,45 kg); sedangkan pada sapi betina antara 0,32-0,45 kg atau rata-rata 0,40 kg. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Bonga (2003) dimana PBBH sapi PO jantan rata-rata mencapai 0,38 kg/ekor yang diberi pakan basal jerami padi dan dedak halus dengan aditif pakan kultur mikroba. Sementara itu hasil penelitian Nurdiati et al. (2012) yang dilakukan di Desa Kemejing Kec. Semin Kab. Gunung Kidul mendapatkan rata-rata PBBH 0,19 kg/ekor pada sapi PO, Simpo dan Limpo dengan pakan berupa rumput kultur, rumput alam, kacang-kacangan (legume), hijauan dari tanaman lain serta limbah pertanian. Kualitas Kompos Kompos yang dihasilkan melalui proses alami (non konvensional); yaitu kotoran sapi (feses dan urine) dibiarkan berada di dalam kandang selama ± 3 bulan atau setelah mencapai ketebalan 25-30 cm. Selama masa waktu tersebut, kotoran diinjak-injak oleh sapi sehingga secara alami telah terjadi proses dekomposisi. Kandungan Unsur Makro (N, P dan K) Unsur makro sebagai penyuplai unsur hara dalam tanah merupakan indikator utama yang dapat mengindikasikan kualitas kompos. Kandungan unsur makro kompos yang dihasilkan dari kotoran (feses + urine) sapi PO melalui proses dekomposisi secara alami disajikan pada Tabel 1.
282
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Tabel 1. Kandungan unsur makro kompos Kandungan unsur makro (%) Perlakuan N P (P2O5) K (K2O) a a A 1,08 0,61 1,06a b b B 0,87 0,56 0,93a C 0,80b 0,51c 0,74b * Superscrip huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (P > 0,05) Kandungan unsur N pada perlakuan A berbeda nyata dibandingkan perlakuan B dan C (pada taraf P > 0,05); sementara itu antara perlakuan B dan C tidak berbeda nyata. Tingginya kandungan N pada perlakuan A menunjukkan bahwa tambahan litter sekam dapat meningkatkan unsur N dalam kompos. Penggunaan sekam ditujukan sebagai sumber Ca dan memiliki kandungan C (karbon) yang tinggi (BPTP Bengkulu, 2014; Djaja et al. 2003); disamping itu penggunaan sekam juga ditujukan untuk menyerap cairan (tumpahan air minum dan urine) dalam tumpukan feses sehingga mengurangi basah pada kotoran. Apabila mengacu pada Standar Nasional Kompos yang dikeluarkan oleh SNI: 19-70302004 dengan kandungan unsur N minimal 0,40% (Yulianto et al., 2009); maka unsur N kompos dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang cukup baik dengan rata-rata sebesar 0,92%. Kandungan unsur P (P2O5) dalam kompos menunjukkan bahwa perlakuan A memiliki kandungan paling tinggi; yaitu 0,61% dibandingkan dengan perlakuan B (0,56%) dan C (0,51%). Apabila dicermati, kandungan unsur N dan P menunjukkan hasil yang searah pada perlakuan yang sama; dimana nitrogen dan phosfor sama-sama dibutuhkan mikroba untuk pertumbuhannya (Sutedjo et al., 1991; Rynk et al., 1992 dan Biddlestone et al., 1994). Hasil ini mengindikasikan bahwa kompos tersebut termasuk dalam kategori baik, dimana berdasarkan SNI: 19-7030-2004 kandungan unsur P kompos yang baik memiliki kandungan minimal 0,10% (Yulianto et al., 2009). Kandungan unsur K (K2O5) pada kompos menunjukkan bahwa perlakuan A dan B berbeda nyata terhadap perlakuan C (pada taraf P > 0,05). Hal ini mengindikasikan bahwa unsur K dalam bahan baku kompos (kotoran, sekam dan kapur) dimanfaatkan dengan baik oleh mikroba; dimana unsur tersebut berfungsi dalam metabolisme mikroba dan sebagai katalisator (Sutedjo et al., 1991). Rata-rata kandungan unsur K pada semua perlakuan sebesar 0,91%; angka tersebut menunjukkan bahwa kompos ini dapat dan layak digunakan sebagai pupuk organik (SNI: 19-7030-2004 minimal 0,20%). Indikator Kualitas Kompos Lainnya (C/N rasio, pH dan Warna Kompos) Disamping kandungan unsur makro; C/N rasio, pH dan warna juga menjadi indikator utama kualitas kompos terutama aplikasinya ke tanaman dan manfaatnya dalam memperbaiki struktur tanah. Data kandungan C/N rasio, pH dan warna kompos disajikan pada Tabel 2.
283
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Tabel 2. Kandungan C/N rasio, pH dan warna kompos Indikator kualitas kompos lainnya Perlakuan C/N (%) pH Warna a A 20,5 8,85 Kehitaman B 21,5a 8,70 Kehitaman b C 23,5 8,80 Kehitaman * Superscrip huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (P > 0,05) Kandungan C/N rasio pada perlakuan A dan B berbeda nyata (pada taraf P > 0,05) dibandingkan dengan perlakuan C. Kandungan C/N yang relatif ideal (rendah) pada perlakuan A dan B tersebut disebabkan terjadinya imbangan kandungan C dan N pada bahan baku kompos akibat suplai unsur C dan N dari sekam. Biddlestone et al., (1994) menyatakan bahwa kompos yang diperoleh dari hasil pengomposan bahan baku dengan volume C/N seimbang akan menghasilkan kompos dengan C : N rasio terendah. Namun demikian, secara umum C/N rasio dalam penelitian ini masih memiliki kandungan yang relatif tinggi (kisaran 19-28 atau rata-rata 21,83) dibandingkan standar SNI 19-7030-2004 (C/N rasio: 10-20) sehingga kurang ideal. Sedangkan menurut hasil pembahasan para pakar yang terdiri atas Puslitbangtanak, Direktorat Pupuk dan Pestisida, IPB Jurusan Ilmu Tanah, Depperindag serta Asosiasi Pengusaha Pupuk dan Pengguna mencantumkan C/N rasio pada kadar 10-25 (Suriadikarta dan Setyorini, 2005); maka hasil penelitian ini masih layak untuk diaplikasikan ke tanaman. Rata-rata pH kompos yang dihasilkan dalam penelitian ini sebesar 8,78 yang mengindikasikan bahwa pH-nya berada pada kondisi basa; apabila diaplikasikan terhadap tanaman dapat memperbaiki tingkat kemasaman tanah. Namun demikian, secara umum pH kompos dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan standar SNI 19-7030-2004 (pH kompos: 6,80-7,49). PENUTUP Berdasarkan hasil uji kualitas kompos pada sapi PO jantan dan betina muda yang dipelihara di Kandang Kelompok ―Model Litbangtan‖ memiliki kandungan unsur makro (N, P dan K), C/N rasio dan pH yang optimal sehingga cocok dan layak diaplikasikan sebagai pupuk organik pada tanaman. DAFTAR PUSTAKA Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu. 2014. Membuat Kompos Limbah Kulit Kakao dan kotoran Sapi. Diunduh dari http://bengkulu.litbang.deptan.go.id/ (tanggal 18 Juni 2014). Biddlestone, A.J., Gray, K.R. and Thayanithy, K. 1994. Composting and Reed Beds for Aerobic Treatment of Livestock Wastes. In Pollution in Livestock Production Systems. Edited by Ap Dewi, I., R.F.E. Axford, I. F. M. Marai, and H.M. Omed. Cab International. Wallingford, Oxon Ox10 8DE, UK. Pp. 345-360. Bonga, S.M.D. 2003. Pertambahan Bobot Badan Sapi PO Jantan yang Diberi Pakan Basal Jerami Padi dan Dedak Halus dengan Aditif Pakan Kultur Mikroba. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. (Skripsi). 284
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Djaja, W., Suwardi, N.K. dan Salman, L.B. 2003. Pengaruh Imbangan Kotoran Sapi Perah dan Serbuk Gergaji terhadap Kualitas Kompos. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Bandung. (Laporan Penelitian-Non Publikasi). Nurdiati, K., Handayanta, E. dan Lutojo. 2012. Efisiensi Produksi Sapi Potong pada Musim Kemarau di Peternakan Rakyat Daerah Pertanian Lahan Kering Kabupaten Gunungkidul. Tropical Animal Husbandry Vol. 1 (1), Oktober 2012 : 52-58. ISSN 2301-9921. Rynk, R., Van de Kamp, M., Wilson, G.B., Richard, T.L., Kolega, J.J., Gouin, F.R., Laliberty Jr. L., Kay, D., Murphy, D.W. Hoitink, H.A.J. and Brinton, W.F. 1992. On-farm Composting Handbook. Editor R. Rynk. Northeast Regional Agricultural Engineering Service, U.S. Department of Agriculture. Ithaca, N.Y., Pp. 1-13. Suriadikarta, D.A. dan Setyorini, D. 2005. Standar Mutu Pupuk Organik. Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian Tanah. Bogor. Sutedjo, M.M., Kartasapoetra, A.G. dan Sastroatmodjo, S. 1991. Mikrobiologi Tanah. Cetakan Pertama. Rineka Cipta. Jakarta. Hal: 1-105. Yulianto, A.B., Ariesta, A., Anggoro, D.P., Heriyadi, H., Bahrudin, M. dan Santoso, G. 2009. Buku Pedoman Pengolahan Sampah Terpadu: Konversi Sampah Pasar Menjadi Kompos Berkualitas Tinggi. Yayasan Danamon Peduli. Bank Danamon Kuningan Lt. 7. Jakarta.
285