EFEKTIVITAS PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN ATAS SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERUTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) (Studi Kasus Pada Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun) Diah Budiatiningsih Siti Ragil Handayani Idris Efendy (PS Perpajakan, Jurusan Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya)
[email protected] ABSTRACT The diversion of property tax from the central region to the sub districs calls for an optimal management of subdistricts’ assets. The act on article 28 on Regional Tax and Regional Retribution (PDRD) regulating on the regional tax announced the due date for the diversion of property tax from central region to the sub district is on January 1st, 2014. There are many mistypes, property width miscalculations, and tax payer misinterprations from SPPT of tax payers during amiding process. Many of tax payers submit their objections upon SPPT receiving. The objective of this study are to know the effectiveness of Madiun District’ Department of Revenue in managing the objection based on Standard Operational Procedure (SOP) and Directorate General of Taxation’ regulation no. PER-25 / PJ / 2009 on the procedure of submission and objection settlement in the case of property tax. The result depicts that Madiun’ District Revenue Department has shown an effective and procedural performance in facing the submitted objections from tax payers. It took only 15-20 days to wrap up the documents and the objection decision reult in accordance with SOP. Keywords: Rural and Urban Property Tax, Objection, SPPT, effectiveness.
ABSTRAK Pengalihan PBB dari Pusat ke Daerah mengharuskan setiap daerah mengelola aset daerahnya secara optimal. Undang – Undang Nomer 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengatur tentang pajak daerah menyebutkan bahwa pengalihan PBB dari Pusat ke Daerah paling lambat 1 Januari 2014. Pengalihan PBB dari Pusat ke Daerah ini menyebabkan data yang sebelumnya berada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Madiun harus dipindahkan dan dialihkan kepada Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun. Pada saat pengalihan ini, banyak SPPT dari Wajib Pajak (WP) yang mengalami kesalahan tulis, salah hitung atas luas tanah dan bangunannya, serta kesalahan penafsiran dari WP. Banyak dari WP yang mengajukan keberatan atas SPPT yang diterima. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun dalam menangani masalah keberatan yang didasarkan atas Standart Operational Procedure (SOP) dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-25/PJ/2009 Tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun sudah efektif dan sesuai prosedur dalam penanganan keberatan yang diajukan. Penyelesaian berkas dan Hasil Keputusan Keberatan diselesaikan dengan jangka waktu sesuai SOP yaitu 15 – 20 hari. Kata kunci : PBB Perdesaan dan Perkotaan, keberatan, SPPT, efektivitas.
Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 6 No. 1 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id
1
PENDAHULUAN Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh Pemerintah sebagai penyelenggara negara merupakan pembangunan yang berkesinambungan dan merupakan salah satu aspek kehidupan masyarakat. Pembangunan nasional ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan daerah di Indonesia, hendaknya kegiatan ini dilakukan oleh Pemerintah dengan didukung oleh semua lapisan masyarakat sehingga mencapai hasil yang maksimal (data diolah, 2014). Peran masyarakat dalam hal pembiayaan pembangunan harus terus menerus ditumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kewajiban membayar pajak (Retnowati dan Setjoatmadja,2010:1) sebagai upaya mewujudkan pembangunan suatu bangsa. Pajak adalah salah satu sumber utama penerimaan negara. Kontribusi pajak terhadap penerimaan negara dalam beberapa tahun terakhir ini semakin signifikan, “Setidaknya pajak memenuhi kurang lebih 70% pos penerimaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) beberapa tahun belakangan”, (Wijaya, 2012). Penerimaan negara yang berasal dari pajak tersebut digunakan sebagai sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara dan kesejahteraan masyarakat. Seperti yang diuraikan pada Tabel 1 dibawah, penerimaan negara pada sektor pajak dalam negeri dari tahun 2012 – 2014 mengalami kenaikan sebesar 1,08% setiap tahunnya. Penerimaan negara dalam sektor pajak dalam negeri menyumbang kontribusi paling besar dalam penerimaan negara dalam kurun waktu tiga tahun. Untuk tahun 2014 berdasarkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2014, sedangkan untuk tahun 2012 – 2013 berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tabel 1: Penerimaan Negara Tahun 2012-2014 (dalam miliar rupiah)
Uraian Pajak Dalam Negeri
2012 1.310.56 2
2013 1.525.18 9
2014 1.661.10 0
Pajak Perdagangan Internasional
42.933
58.705
53.900
Penerimaa n SDA
177.264
197.205
198.000
Bagian Laba BUMN PNBP lainnya Pendapatan BLU
28.001
33.500
37.000
53.492
77.991
91.100
19.235
23.499
24800
Sumber: Badan Pusat Statistik (2014) UU PDRD Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 2 ayat 2 menyebutkan, jenis pajak kabupaten/kota itu dibagi menjadi 11 (sebelas) yaitu, Pajak Restoran, Pajak Hotel, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBBP2), dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Pajak daerah ini pengelolaan dan pemungutannya diserahkan sepenuhnya kepada daerah masing – masing sebagai akibat dari diadakannya otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan suatu kebijakan yang memungkinkan suatu daerah untuk mengelola dan mengoptimalkan sumber daya yang ada dalam wilayahnya. Pengelolaan diserahkan secara penuh kepada daerah dengan tetap berlandaskan pada Undang-Undang yang berlaku. Demikian halnya kebijakan otonomi dalam aspek pajak daerah. Kabupaten Madiun merupakan salah satu daerah yang menerapkan kebijakan otonomi daerah dan melaksanakan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD. Penerapan PBB-P2 di Kabupaten Madiun ini baru dimulai 01 Januari 2014, sebagai akibat diberlakukannya UU Nomer 28 Tahun 2009 tentang PDRD. Sebelumnya pelayanan dan pengelolaan PBB ini diserahkan sepenuhnya kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Madiun. Pelaksanaan pengalihan tersebut selambat – lambatnya pada bulan Januari 2014 sesuai dengan ketentuan dalam pasal 182 ayat (1) UU PDRD. Pada saat pengalihan PBB tersebut banyak data – data wajib pajak yang tidak sesuai dengan keadaan nyata wajib pajak. Hal ini disebabkan karena perbedaan sistem online antara KPP Pratama Madiun dengan Kabupaten Madiun, dalam hal ini yang mengelola pengadministrasian pelayanan PBB-P2 adalah Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun. Tahun 2014 Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun menangani 33 berkas keberatan PBB – P2. Wajib pajak berhak untuk menggunakan hak untuk mengajukan keberatan atas kesalahan ataupun ketidaksesuaian data dengan keadaan yang sebenarnya (Data diolah, 2015).
Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 6 No. 1 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id
2
Data dari Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun menyebutkan bahwa keberatan yang diajukan oleh wajib pajak timbul karena perbedaan data ataupun pajak yang terutang atas Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB yang diterima dengan keadaan obyek yang sebenarnya, misalnya kesalahan luas objek pajak, kesalahan dalam klasifikasi objek pajak, atau kesalahan penetapan atas pajak terutangnya. Perbedaan penafsiran peraturan PBB antara wajib pajak dengan pegawai Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun juga bisa menjadi sebab timbulnya keberatan yang diajukan oleh wajib pajak. Masalah yang sering timbul dalam hal pengajuan keberatan ini adalah waktu keputusan keberatan yang dibuat oleh Dinas Pendapatan yang memakan waktu cukup lama. Menurut Sutrisno (2010:15) dalam penyelesaian sengketa pajak seharusnya mampu memberi jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan bagi pihak yang bersengketa serta dapat dilakukan dengan prosedur yang cepat, transparan, murah, dan sederhana. Tapi pada prakteknya masih banyak wajib pajak yang mengeluhkan akan pelayanan yang kurang cepat. Penyebabnya karena jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) yang menangani bidang penagihan dan keberatan tidak sebanding dengan jumlah kasus keberatan yang diajukan. Jumlah SDM pada Bidang Penagihan dan Keberatan di Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun hanya 6 orang, sedangkan jumlah keberatan yang masuk sebanyak 33 berkas. Jika hal ini terus berlanjut, maka bukan tidak mungkin penerimaan daerah dari sektor PBB-P2 akan mengalami penurunan karena wajib pajak akan beranggapan bahwa Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun kurang efisien dan efektif dalam memproses pengajuan keberatannya. Peneliti mengambil lokasi penelitian di Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun karena cakupan wajib pajak dan objek pajaknya luas. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis mengambil judul penelitian “Efektivitas Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan atas Surat Pemberitahuan Pajak Terutang PBB pada Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun” TINJAUAN TEORI Definisi Pajak Istilah pajak sudah tidak asing lagi kita dengar, banyak sumber yang menyatakan definisi pajak itu sendiri, salah satunya menurut Undang – Undang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) Pasal 1 ayat 1 “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Pajak Daerah Pasal 1 ayat 10 UU Nomor 28 Tahun 2009 meyebutkan bahwa “Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat”. Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan sebagai badan hukum publik dalam rangka membiayai rumah tangganya. Dengan kata lain Pajak daerah adalah pajak yang wewenang pungutannya ada pada daerah. Jenis – jenis Pajak Daerah Berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD, pajak daerah dibagi menjadi 2 jenis, yaitu Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota yaitu : 1. Pajak Provinsi, yang terdiri dari: (a) Pajak Kendaraan Bermotor (b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (d) Pajak Air Permukaan (e) Pajak Rokok 2. Pajak Kabupaten/Kota, yang terdiri dari: (a) Pajak Hotel (b) Pajak Reklame (c) Pajak Restoran (d) Pajak Hiburan (e) Pajak Penerangan Jalan (f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (g) Pajak Parkir (h) Pajak Air Tanah (i) Pajak Sarang Burung Walet (j) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) Pengertian PBB-P2 UU PDRD Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 menyebutkan bahwa “Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki,
Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 6 No. 1 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id
3
dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan”. Subjek Pajak dan Wajib Pajak PBB-P2 Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan (UU Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 78 ayat 1). Semua orang pribadi/badan yang memiliki hak untuk menguasai maupun memperoleh manfaat dari bumi dan/atau bangunan dikukuhkan sebagai Wajib Pajak PBB-P2. Objek Pajak dan Objek Pajak yang Tidak Dikenakan PBB-P2 Berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD, objek pajak PBB-P2 yaitu: Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Termasuk dalam pengertian Bangunan adalah 1) jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks Bangunan tersebut; 2) jalan tol; 3) kolam renang; 4) pagar mewah; 5) tempat olah raga; 6) galangan kapal, dermaga; 7) taman mewah; 8) tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; dan 9) menara. Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak adalah objek pajak yang: 1) 2)
digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan; digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
3) 4)
5)
6)
digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu; merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak; digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; dan digunakan oleh Badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang PBB-P2 Menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD Pasal 1 ayat 54 “Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang kepada Wajib Pajak.” SPPT ini diterbitkan berdasarkan laporan objek pajak dari subjek pajak pada Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). Untuk membantu Wajib Pajak, SPPT dapat diterbitkan berdasarkan data objek yang ada pada data Dinas Pendapatan. Keberatan PBB Salah satu hak Wajib Pajak PBB-P2 adalah mengajukan permohonan keberatan atas besarnya SPPT yang terutang Keberatan atas besarnya PBB terutang adalah ketidak setujuan Wajib Pajak atas ketetapan PBB yang tercantum dalam SPPT/SKP/STP (Dinas Pendapatan Daerah, 2012:30) Keberatan dapat diajukan dalam hal : a)
b)
Wajib Pajak berpendapat bahwa luas objek pajak bumi dan/atau bangunan atau nilai jual objek pajak pajak bumi dan/atau bangunan tidak sebagaimana mestinya, dan/atau Terdapat perbedaan penafsiran peraturan perundang-undangan PBB.
Teori Efektivitas Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program. Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Emerson yang dikutip Handayaningrat (1994:16) yang menyatakan bahwa “Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.”
Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 6 No. 1 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id
4
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) yang telah dicapai , yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Hasil Sintesa antara Teori Efektivitas dengan Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan atas SPPT PBB SPPT PBB
Salah tulis
Salah
objek PBB
klasifikasi
Salah hitung
Keberatan PBB
Pengajuan Keberatan
Ketepatan
Jumlah SDM
Prosedur
Jangka Waktu Pengerjaaan
Efektivitas Pengajuan dan Penyelesaian Gambar 1: Kerangka Pemikiran (Data Diolah, 2015)
Upaya mengevaluasi suatu kinerja dapat dilakukan dengan konsep efektivitas. Konsep efektivitas ini mengacu pada hal kinerja dan proses dalam pengajuan dan penyelesaian keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak. Target yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah tertatanya proses pengajuan dan penyelesaian terkait keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak serta keefektifan dalam penanganan keberatan. Ketepatan waktu dalam pengajuan dan penyelesaian keberatan merupakan indikator utama untuk mengukur kefektifan kinerja pegawai Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun. Pengajuan dan penyelesaian keberatan yang
diselesaikan tepat waktu (15 – 20 hari kerja) atau lebih awal dari waktu yang ditentukan ( >15 hari kerja) dan Hasil Keputusan Keberatan sesuai dengan keinginan dari Wajib Pajak, maka dapat dikatakan bahwa pada proses pengajuan dan penyelesaian keberatan atas SPPT PBB telah efektif. METODE PENELITIAN Penelitian kualitatif harus mempertimbangkan metodologi kualitatif itu sendiri. Metodologi kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa (Djajasudarma, 2006: 11). Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Istilah penelitian kualitatif diberi makna sebagai jenis penelitian yang temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Karena terlalu luasnya permasalahan yang ada, maka perlu dilakukan batasan penelitian. fokus penelitian tentang Keberatan atas Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atas Pajak Bumi dan Bangunan yang dipungut oleh Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun. 1. Ketepatan prosedur dan penanganan wajib pajak dalam hal pengajuan keberatan atas Surat Pemberitahuan Pajak Terutang PBB-P2. 2. Jangka waktu penyelesaian, proses, dan hasil dari penerbitan keberatan yang diajukan oleh wajib pajak. 3. Struktur organisasi yang ada di Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun khususnya pada Bidang Penagihan dan Keberatan. Penelitian dilakukan di Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun. Situs penelitian adalah pada Bidang Penagihan dan Keberatan, Bidang Pelayanan yang berada di bawah Bidang Kesekretariatan, serta Bidang Pendataan dan Penetapan pada Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun. Pengolahan data memakai data primer dan sekunder, sedangkan teknik pengumpulan datanya menggunakan wawancara, dokumentasi, dan observasi. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis kualitatif Miles and Huberman.
Gambar 2: Model Analisis Miles and Huberman. (Sumber: Miles and Huberman, 1994:12)
Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 6 No. 1 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id
5
Analisis data menurut Herdiansyah (2012:179) adalah sebagai berikut: 1. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan agar mengetahui data – data dan masalah yang dikaji di tempat penelitian. 2. Reduksi Data Pengolahan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi yang berbentuk tulisan (script) dan digunakan untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian. 3. Penyajian Data / Display Data Penyajian data ini memuat hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan dan digunakan untuk menarik kesimpulan atau verifikasi. Dengan melihat penyajian data akan memudahkan peneliti untuk menganalisis langkah yang akan ditempuh selanjutnya dan memudahkan untuk menarik kesimpulan. 4. Penarikan Kesimpulan / Verifikasi Penarikan kesimpulan atau verifikasi merupakan tahap akhir dalam melakukan analisis data. Kesimpulan yang dipaparkan merupakan jawaban dari pertanyaan peneliti. HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan atas SPPT PBB-P2 pada Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun Permohonan keberatan Wajib Pajak yang masuk di data dahulu di Bidang Pelayanan dan Perencanaan agar administrasinya tertata dengan baik. Seringkali timbul masalah dalam penulisan ataupun penerbitan SPPT ini, seperti contohnya kesalahan besarnya pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak, kesalahan penerbitan luas tanah atau bangunan, serta tidak sesuainya nama Wajib Pajak yang terdaftar di SPPT. Hal ini menyebabkan Wajib Pajak mengajukan Keberatan atas SPPT PBB-P2. Perbedaan penafsiran ini terjadi karena WP belum mengetahui sepenuhnya prosedur yang dilakukan dan kurangnya sosialisasi dari pihak terkait. Data dari Bidang Keberatan dan Penagihan Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun menyebutkan bahwa selama tahun 2014 banyaknya WP yang mengajukan keberatan adalah sebanyak 33 permohonan. Berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diatur dengan UU Nomor 12 Tahun 1994 serta Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-25/PJ/2009 tentang tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan Pajak Bumi dan
Bangunan persyaratan yang harus dipenuhi oleh WP untuk mengajukan permohonan sebagai berikut: 1. WP mengajukan permohonan secara tertulis dengan bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah PBB terutang menurut perhitungan wajib pajak disertai dengan alasan yang mendukung pengajuan keberatannya. 2. Menyertakan surat kuasa dalam hal dikuasakan pada pihak lain. 3. Menyertakan SPPT / SKPD asli pada tahun yang bersangkutan. 4. Melampirkan fotokopi KTP, Kartu Keluarga atau Kartu Identitas lainnya dari Wajib Pajak. 5. Melampirkan fotokopi bukti pelunasan PBB tahun terakhir. 6. Melampirkan fotokopi salah satu surat tanah dan/atau bangunan, antara lain : a. Sertifikat b. Akta Jual Beli c. IMB d. IPB e. Dokumen lainnya yang sejenis Efektivitas Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan atas SPPT Terutang PBB (a) Ketepatan prosedur pengajuan dan penyelesaian Segala hal yang berkaitan dengan pengajuan dan penyelesaian permohonan dari Wajib Pajak terdapat di dalam Standart Operational Procedure (SOP). SOP ini merupakan pengganti untuk Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Madiun, karena Perda yang mengatur tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kabupaten Madiun belum dikeluarkan, maka dari itu sebagai pengganti dari Perda tersebut dikeluarkanlah Buku Pelayanan PBB-P2 Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun. Wajib Pajak yang mengajukan berkas permohonan kurang memahami makna dan prosedur yang harus ditempuh. Perbedaan penafsiran seringkali terjadi antara Wajib Pajak dengan Pegawai Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun. Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun telah melaksanakan proses administrasi sesuai dengan SOP yang telah diterbitkan dan sesuai dengan pelimpahan dari KPP yang bersangkutan. Prosedur dalam pengajuan keberatan dan penyelesaiannnya diselesaikan sesuai dengan arahan dan SOP yang ada. Berkas permohonan yang masuk juga diselesaiakan sesuai dengan waktu yang tertera dalam Buku
Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 6 No. 1 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id
6
Pelayanan PBB-P2 Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun. Ketepatan prosedur dalam pengajuan dan penyelesaian keberatan yang dilakukan Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun telah sesuai dengan SOP yang berlaku, sehingga keefektifan dan efisiensi dalam memproses permohonan yang masuk sudah sesuai dengan ketentuan.
Mejayan Wonoasri Balerejo Madiun Sawahan Jiwan Jumlah Sumber: Data diolah (2015)
(b) Jangka waktu penyelesaian pengajuan Jangka waktu yang diperlukan untuk memproses dan menyelesaikan permohonan keberatan jika menggunakan penelitian lapangan yang mengharuskan penilai untuk memeriksa secara langsung adalah 20 hari kerja, sedangkan tanpa melalui pemeriksaan lapangan atau hanya melalui penelitian administrasi saja adalah 15 kerja. Wajib Pajak tetap harus membayar pajaknya. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak (Siahaan,2005:102). Ketentuan ini dimaksudkan agar Wajib Pajak tidak menghindari kewajiban membayar pajaknya, sehingga tidak mengganggu penerimaan daerah. Selama kurun waktu 2014, berkas keberatan yang diajukan Wajib Pajak semuanya telah diselesaikan tepat waktu oleh Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun. Berkas keberatan yang berjumlah 33 permohonan selama 2014, semuanya telah diselesaikan tepat waktu dan Surat Keputusan Keberatannya telah diterima oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Berkas permohonan keberatan yang masuk sebanyak 33 permohonan diselesaikan sesuai dengan SOP yang berlaku yaitu 15 hari untuk penelitian administrasi dan 20 hari untuk penelitian dengan memeriksa langsung keadaan objek yang diajukan keberatan. Berikut adalah tabel Komposisi Permohonan Pengajuan Keberatan Tahun 2014 yang diterima Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun.
(c)
Tabel. 2 Komposisi Permohonan Pengajuan Keberatan Tahun 2014
No
Kecamatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kebonsari Geger Dolopo Dagangan Wungu Kare Gemarang Saradan Pilangkenceng
Banyaknya Pengajuan 1 1 3 2 2 2 1 -
10. 11. 12. 13. 14. 15.
2 6 2 6 5 33
Jumlah Sumber Daya Manusia yang Berperan dalam Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan SDM pada Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun seperti yang terlihat pada tabel 7 didominasi oleh laki-laki sebanyak 29 orang, sedangkan untuk perempuannya sebanyak 19 orang yang berada di lingkungan Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun. Bidang Penagihan dan Keberatan sendiri memiliki 6 pegawai dalam mengerjakan semua berkas Wajib Pajak yang masuk. Keenam pegawai tersebut dibagi dalam bidang pekerjaan yang telah ditentukan. Jumlah SDM yang ada pada Bidang Penagihan dan Keberatan dirasa kurang memadai untuk memproses banyaknya permohonan yang masuk Tabel. 3 Komposisi SDM di Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun
No Jenis Kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan Jumlah Sumber: Data diolah (2015)
Jumlah 29 orang 19 orang 48 orang
(d) Kendala dalam Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Penanganan berkas yang diajukan oleh WP seringkali mengalami permasalahan dari segi administrasi dan penghitungannya. WP seringkali mengalami salah hitung dan salah tafsir terhadap peraturan yang ada. Berdasarkan wawancara dengan informan yang notabene menangani secara langsung berkas yang masuk mengutarakan bahwa kendala yang ada pada bagian penilaian. Analisis dan Interpretasi Data Proses Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan atas SPPT PBB-P2 pada Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun masih menggunakan pedoman dari KPP Pratama Madiun sebagai dasar hukum dan acuan dalam memproses pengajuan dari Wajib
Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 6 No. 1 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id
7
pajak. Hal ini dikarenakan belum adanya Peraturan Daerah yang mencakup tata cara pengelolaan PBB-P2 di Kabupaten Madiun. Sehingga yang menjadi pedoman dalam pelaksaaan pengajuan berkas adalah berdasarkan SOP dari KPP Pratama Madiun. Keberatan merupakan upaya hukum yang dilakukan oleh Wajib Pajak berkenaan dengan hak dan kewajiban yang diperoleh oleh Wajib Pajak. Sebelum mengajukan permohonan keberatannya Wajib Pajak diharuskan memenuhi syarat – syarat yang telah ditentukan oleh Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun sesuai dengan PER-25/PJ/2009 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan. Permohonan yang masuk diperiksa oleh Bagian Pelayanan yang melayani segala permohonan yang masuk, baik itu keberatan maupun permohonan lain yang diajukan oleh Wajib Pajak. Pemeriksaan di Bagian Pelayanan dimaksudkan agar syarat – syarat yang diajukan tersebut telah dilengkapi Wajib Pajak. Beberapa Wajib Pajak masih ada yang belum memenuhi syarat yang telah ditetapkan. Persyaratan yang dibawa oleh Wajib Pajak masih ada yang belum lengkap dan benar. Jika syarat formal telah dianggap memenuhi dan lengkap, maka berkas permohonan keberatan dapat diproses di Bidang Penagihan dan Keberatan. Proses penelaahan materi pengajuan keberatan dari Wajib Pajak ini dilakukan oleh staff dari Bidang Penagihan dan Keberatan. Seperti yang telah disebutkan diatas, jumlah staff dari Bidang Penagihan dan Keberatan sebanyak 6 orang. Keenam staff ini dibagi tugas untuk menelaah, meneliti, dan memproses pengajuan keberatan dari Wajib Pajak. Setiap permohonan yang masuk diteliti dulu apakah memerlukan penelitian lapangan (cek lokasi) atau tidak. Proses keberatan ini masih mengalami permasalahan. Kurang spesifik dan kuatnya dasar hukum yang menjadi acuan dalam penyelesaian keberatan ini menjadi masalah dan menjadikan proses pengolahan berkas kurang efisien. Cara penyelesaian keberatan yang ditangani oleh pegawai Dinas Pendapatan Kabupaten ini dilakukan secara tim. Keputusan keberatan yang dikeluarkan oleh Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun didasarkan atas penelitian yang telah dilakukan serta disesuaikan dengan Undang – Undang Perpajakan yang mendasarinya dan peraturan daerah yang berlaku.
Efektifitas Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan atas SPPT terutang PBB (a) Ketepatan prosedur pengajuan dan penyelesaian keberatan Pengalihan PBB dari pusat ke daerah ini mengakibatkan data Wajib Pajak menjadi rancu dikarenakan data Wajib Pajak yg diterima Dinas Pendapatan dari KPP Pratama Madiun merupakan data terdahulu, bukan data yang up to date. Hal ini mengakibatkan besarnya pajak terutang yang tertera di SPPT berbeda dengan keadaan yang sebenarnya. Wajib Pajak akhirnya melakukan pengajuan keberatan ini. Berdasarkan data di lapangan, sebanyak 33 pengajuan keberatan, semuanya mengajukan keberatan yang sama yaitu keberatan atas luas tanah dan bangunan. Dalam mengajukan keberatannya,Wajib Pajak harus memenuhi syarat – syarat formal yang telah ditentukan oleh Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun. Pengajuan keberatan harus diajukan paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemotongan, hal ini didasarkan atas Pasal 103 ayat (3) UU PDRD. Pasal 103 ayat (4) UU PDRD menyebutkan bahwa Wajib Pajak diwajibkan membayarkan terlebih dahulu pajak yang terutang sebelum mengajukan keberatan. Syarat – syarat yang harus dipenuhi telah disebutkan di atas. Setelah syarat formal dipenuhi, Wajib Pajak memasukkan berkas pengajuan keberatan kepada Bagian Pelayanan untuk diadministrasikan. Bagian Pelayanan kemudian menyerahkan berkas yang masuk ke Bidang Keberatan untuk diteliti dan ditelaah, jika objek yang diajukan keberatan dengan SPPT sangat berbeda jauh jumlahnya, maka petugas lapangan dari Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun akan memeriksa dan meneliti keadaan objek tersebut. Penelitian lapangan ini dilakukan bersama dengan penilai yang ditunjuk, hal ini merupakan bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pihak terkait. Pegawai di Bidang Penagihan dan Keberatan kemudian mengolah dan menelaah kembali hasil penelitian lapangan yang kemudian akan diterbitkan hasil dari keberatan tersebut. Berdasarkan 33 pengajuan keberatan yang diproses pada tahun 2014, hasil dari keberatan tersebut adalah diterima seluruhnya (b) Jangka waktu penyelesaian pengajuan Keberatan merupakan salah satu pelayanan yang membutuhkan penelitian administrasi yang cukup lama untuk satu berkas pengajuan yaitu 15 hari kerja. Keberatan
Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 6 No. 1 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id
8
merupakan pelayanan yang mengharuskan penelitian lapangan dan penelaahan berkas yang masuk. Jangka waktu yang diberikan berdasarkan SOP yang berlaku adalah 20 hari kerja bila menggunakan penelitian lapangan, apabila hanya penelitian administrasi proses pengajuan dilakukan selama 15 hari kerja, jika melebihi jangka waktu tersebut maka keberatan yang diajukan wajib pajak dianggap diterima dan dikabulkan Dari 33 berkas keberatan, semuanya diselesaikan tepat pada waktunya dan tidak ada Wajib Pajak yang mengajukan banding atas Surat Keputusan Keberatan yang dikeluarkan oleh Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun. (c) Jumlah Sumber Daya Manusia yang Berperan dalam Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Jumlah pegawai di Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun khususnya yang menangani masalah keberatan masih terhitung sedikit. Penanganan berkas keberatan dengan 6 pegawai saja dirasa kurang efektif, karena dari 6 pegawai tersebut harus dibagi lagi menjadi peneliti lapangan dan peneliti berkas, mengingat pengajuan yang masuk selama tahun 2014 adalah 33 berkas. Jika dari segi pemenuhan SDM belum bisa tercapai, dikhawatirkan keefektifan dan efisiensi dalam penangan pengajuan akan terhambat. Pegawai di Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun terdiri dari latar belakang pendidikan dan kemampuan yang berbeda – beda, basic skill penanganan PBB-P2 tetap dimiliki oleh pegawai. Dari segi kualitas, SDM yang ada di Bidang Penagihan dan Keberatan juga perlu ditingkatkan untuk menjaga efektivitas pemrosesan berkas (d) Kendala dalam Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Masih minimnya SDM yang menangani masalah penilaian terhadap bangunan yang akan diteliti. Kendala yang ada adalah kurangnya SDM yang kompeten untuk menilai bangunan yang diajukan keberatan oleh WP. Menilai bangunan, luas tanah membutuhkan keahlian dan kemampuan dari penilai yang kompeten, sedangkan Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun belum memiliki aspek tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Proses pelaksanaan pengajuan dan penyelesaian keberatan atas SPPT PBB-P2 di Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun telah berjalan sesuai dengan SOP, Peraturan Daerah, serta Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-25/PJ/2009 Tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan 2. Keefektifan Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun dalam menangani pengajuan dan penyelesaian yang ada dapat dilihat dari segi: a) Ketepatan prosedur dalam menangani pengajuan keberatan telah sesuai dengan SOP dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-25/PJ/2009 Tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan. Dari 33 pengajuan yang diselesaikan oleh Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun, tidak ada Wajib Pajak yang mengajukan banding atas Hasil Keputusan Keberatan. Ke-33 pengajuan tersebut menerima hasil keberatan. b) Jangka waktu yang digunakan dalam penyelesaian keberatan adalah 15 (lima belas) hari kerja jika tanpa melalui penelitian lapangan, jika menggunakan penelitian lapangan untuk cek lokasi maka diperlukan waktu 20 (dua puluh) hari kerja. Selama tahun 2014 sebanyak 33 pengajuan keberatan yang masuk, semauanya diselesaikan tepat waktu. c) Jumlah SDM yang menangani masalah keberatan dari segi kualitas dan kuantitas masih kurang memadai. Bidang Penagihan dan Keberatan yang menangani pengajuan keberatan hanya dikerjakan oleh 6 (enam) orang, sedangkan banyaknya pengajuan yang masuk menyebabkan penyelesaiannya sedikit terhambat. Pembenahan kualitas SDM juga dilakukan dengan cara memberikan pelatihan kepada pegawai. d) Data pendukung yang disertakan WP dalam mengajukan keberatan masih kurang lengkap, sehingga waktu yang digunakan untuk menyelesaikan keberatan menjadi terhambat.
Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 6 No. 1 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id
9
Saran 1. Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun sebaiknya menerbitkan Peraturan Daerah yang mengatur sendiri tentang keberatan atas SPPT PBB-P2 mengingat banyaknya pengajuan yang masuk tapi tetap sesuai dengan SOP dan peraturan perpajakan yang berlaku. 2. Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun sebaiknya melakukan pelatihan kepada para pegawai terkait dengan proses penilaian tanah dan bangunan, karena selama tahun 2014 Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun bekerjasama dengan penilai. Penambahan SDM pada bidang tertentu khususnya Bidang Penagihan dan Keberatan sebaiknya dilakukan mengingat banyaknya pengajuan yang masuk selama tahun 2014. 3. Pemantauan dan evaluasi berkala sebaiknya dilakukan terhadap SDM yang ada agar keefektifan dan efisiensi dalam penanganan berkas tetap terjaga dan meminimalisir pengajuan banding dari Wajib Pajak. 4. Memberikan sosialisasi kepada WP perihal data – data yang diperlukan untuk mengajukan keberatan, sehingga berkas yang diajukan lengkap dan dapat diproses sesuai dengan SOP.
Ortax. 2015. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-25/PJ/2009. “PER-25/PJ/2009 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan”. http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan &page=show&id=13714 , (diakses tanggal 10 April 2015) Republik Indonesia. Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009. Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Retnowati, Tutik dan Sylvia Setjoatmadja. 2010. Tinjauan yuridis upaya penyelesaian sengketa utang pajak melalui Pengadilan Pajak. Jurnal Hukum, 919(19): 1-16 Sutrisno. 2010. Penyelesaian sengketa pajak. Liga Hukum, 2(1): 15-21 Wijaya, Erikson. 2012. Menyelami Arti Penting Pajak dan Kemandirian Bangsa. http://pajak.go.id. (diakses pada tanggal 6 Juli 2014)
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2015. Penerimaan Negara Tahun 2012-2014. http://www.bps.go.id/hasil_publikasi/SI_2 014/index3.php?pub=Statistik%20Indonesi a%202014 , (diakses tanggal 15 September 2014 pukul 13.26 WIB) Dinas Pendapatan Kabupaten Madiun. 2012. Pelayanan PBB. Tentang Prosedur Pelayanan PBB. Djajasudarma, Fatimah T. 2006. Metode LinguistikAncangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: Refika Aditama. Handayaningrat, Soewarno 1994. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen. Jakarta: Haji Masagung. Herdiansyah, Haris. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. Miles, Matthew B and A. Michael Huberman. 1994. Qualitative Data Analysis Second Edition. United State of America. SAGE Publications.
Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 6 No. 1 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id
10