PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING DAN JIGSAW TERHADAP KETERAMPILAN METAKOGNITIF, HASIL BELAJAR BIOLOGI, DAN RETENSI SISWA BERKEMAMPUAN AKADEMIK RENDAH KELAS X SMA LABORATORIUM UM DAN SMA PGRI LAWANG Suhar Kartika Handayani, Siti Zubaidah, Susriyati Mahanal Universitas Negeri Malang Email:
[email protected] ABSTRAK: Tujuan penelitian adalah: 1) Mengetahui pengaruh strategi pembelajaran reciprocal teaching dan jigsaw terhadap keterampilan metakognitif siswa, 2) Mengetahui pengaruh strategi pembelajaran reciprocal teaching dan jigsaw terhadap hasil belajar siswa 3) Mengetahui pengaruh strategi pembelajaran reciprocal teaching dan jigsaw terhadap retensi siswa. Data dikumpulkan melalui pretest, post-test dan tes retensi kemudian dianalisis dengan Anacova. Hasil penelitian adalah: 1) Strategi pembelajaran berpengaruh terhadap keterampilan metakognitif, 2) Strategi pembelajaran tidak berpengaruh terhadap hasil belajar, 3) Strategi pembelajaran berpengaruh terhadap retensi. Kata Kunci : reciprocal teaching, jigsaw, keterampilan metakognitif, hasil belajar, retensi , kemampuan akademik rendah.
Pola penerimaan siswa baru yang menetapkan syarat penerimaan berbasis MPL (Minimal Passing Level) UAN menyebabkan munculnya polarisasi SMA, ada SMA yang berkualifikasi tinggi dan SMA yang berkualifikasi sedang, bahkan ada SMA yang berkualifikasi rendah. Pada SMA berkualifikasi tinggi akan berkumpul siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi, sedangkan pada SMA yang berkualifikasi rendah akan berkumpul siswa dengan kemampuan akademik rendah. Siswa berkemampuan akademik rendah tidak dapat masuk dalam SMA berkualifikasi tinggi karena nilai UAN siswa tersebut tidak memenuhi syarat nilai MPL UAN pada sekolah tersebut (Corebima 2012). Berdasarkan observasi, pada sekolah berkualifikasi rendah, selain nilai UAN mereka yang lebih rendah daripada siswa yang ada pada SMA berkualifikasi tinggi, juga ditemukan masih banyak siswa yang mendapatkan nilai Biologi di bawah KKM sehingga harus dilakukan remidi agar sesuai dengan KKM. Hal ini berarti kemampuan pemahaman konsep dan prinsip Biologi masih belum dikuasai dengan baik. Selain, metode pembelajaran yang sering digunakan adalah metode yang kurang memberdayakan keterampilan metakognitif. Metakognitif merupakan kesadaran dan kontrol terhadap proses kognitif (Eggen & Kauchak, 1996). Proses ini membantu untuk meregulasi dan mengatur belajar yang terdiri dari merencanakan, memonitor, dan mengecek hasil dari proses tersebut (Livingston, 1997). Pengembangan keterampilan metakognitif ditujukan agar siswa dapat memantau perkembangan belajarnya sendiri. Eggen & Kauchak (1996) menyatakan bahwa pengembangan kecakapan metakognitif pada para siswa adalah suatu tujuan pendidikan yang berharga, karena kecakapan itu dapat membantu mereka menjadi self regulated learners. Self regulate learners bertanggung jawab terhadap kemajuan belajarnya sendiri dan mengadaptasi strategi belajarnya mencapai tuntutan tugas.
Siswa pada sekolah berkualifikasi rendah biasanya cenderung memiliki keterlibatan yang kurang dalam proses pembelajaran, misalnya hanya mendengarkan guru dan mengerjakan LKS. Hal ini menyebabkan siswa mudah lupa terhadap konsep yang telah dipelajari. Kemampuan pemahaman konsep dan prinsip Biologi yang rendah selain berdampak pada hasil belajar kognitif yang rendah, juga dapat berdampak pada retensi yang rendah pula. Retensi adalah hal yang masih tersimpan atau tertahan dalam ingatan setelah mengalami proses belajar. Permasalahan rendahnya keterampilan metakognitif, hasil belajar kognitif dan retensi pada siswa berkemampuan akademik rendah dapat diatasi dengan cara menerapkan strategi pembelajaran yang tepat. Terdapat berbagai macam strategi pembelajaran yang memberdayakan keterampilan metakognitif yang sudah berkembang, diantaranya adalah reciprocal teaching dan jigsaw. Menurut Palincsar & Brown (1984) strategi reciprocal teaching meliputi empat kegiatan yaitu meringkas, membuat pertanyaan, memprediksi, dan mengklarifikasi. Empat kegiatan dalam strategi reciprocal teaching ini menyediakan dua fungsi, yaitu meningkatkan pemahaman dan monitoring pemahaman dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengecek apa yang sedang terjadi. Strategi ini dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan metakognitif. Menurut Cooper & Cedric (2009), strategi ini mengaktifkan peran siswa dalam pendekatan kelompok untuk mengembangkan keterampilan membaca dan berpikir kritis dengan cara mengajarkan pendekatan metakognitif dalam membaca. Livingston (1997) yang menyatakan bahwa membuat ringkasan akan meningkatkan pemahaman siswa dan peningkatan perolehan hasil belajar. Pemahaman membaca (reading comprehension) dapat ditempuh melalui kegiatan meringkas, membuat pertanyaan, serta menjawabnya. Strategi pembelajaran jigsaw, dalam pelaksanaannya siswa dibagi kedalam beberapa kelompok heterogen yang masing-masing siswa mendapatkan materi belajar (dalam bentuk teks) yang berbeda. Anggota dari berbeda kelompok dengan materi yang sama bertemu untuk mempelajari dan membantu sama lain untuk mempelajari materi tersebut. Kelompok ini biasanya disebut kelompok ahli (expert group). Kemudian siswa kembali kepada kelompok asalnya (home group) dan mengajarkan materi yang telah dipelajarinya kepada kelompoknya (Arends, 1998). Dalam strategi jigsaw terdapat tahapan diskusi dalam kelompok ahli yang dilanjutkan tahap mengajarkan materi kepada rekan kelompok dapat meningkatkan kemampuan evaluasi dan monitoring, meningkatkan perolehan belajar, dan membuat pemahaman konsep menjadi semakin kuat dan melekat dalam ingatan jangka panjang siswa. Pada SMA Laboratorium UM, strategi reciprocal teaching belum pernah dilaksanakan karena pada sekolah ini strategi pembelajaran yang sering dilaksanakan adalah merangkum atau strategi yang biasanya untuk meningkatkan motivasi siswa. Pada SMA PGRI Lawang, penerapan strategi pembelajaran sangat minim. Strategi pembelajaran jigsaw belum pernah dilaksanakan pada SMA PGRI Lawang. Oleh sebab itu, peneliti ingin melalukan penelitian tentang pengaruh strategi pembelajaran reciprocal teaching dan jigsaw terhadap keterampilan metakognitif, hasil belajar biologi, dan retensi siswa berkemampuan akademik rendah kelas X SMA Laboratorium UM dan SMA PGRI Lawang. Penelitian ini bermanfaat: 1) Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan meningkatkan wawasan
tentang strategi pembelajaran yang memberdayakan keterampilan metakognitif, khususnya reciprocal teaching dan jigsaw yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa khususya siswa berkemampuan akademik rendah dan dapat meningkatkan profesionalistas guru 2) Bagi siswa, penelitian ini diharapkan meningkatkan keterampilan metakognitif, hasil belajar kognitif, dan retensi siswa 3) Bagi peneliti, penelitian ini meningkatkan pengalaman dan wawasan dalam melakukan penelitian. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian quasi experiment. Desain penelitian ini adalah Pretest-Posttest Nonequivalent Control Group Design. Populasi penelitian adalah kelas X SMA Laboratorium UM dan kelas X SMA PGRI Lawang. Sampel penelitian adalah siswa kelas X-7 SMA Laboratorium UM dan siswa kelas X-3 SMA PGRI Lawang. Variabel bebas adalah strategi pembelajaran (reciprocal teaching dan jigsaw). Variabel terikat adalah keterampilan metakognitif, hasil belajar biologi, dan retensi siswa. Keterampilan metakognitif diukur dengan tes tulis uraian dengan rubrik penskoran keterampilan metakognitif yang terintegrasi dengan tes tertulis. Hasil belajar diukur dengan tes tulis uraian dengan rubrik penskoran hasil belajar kognitif. Retensi diukur dengan tes tertulis dua minggu setelah perlakuan. Instrumen tes terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitas. Data diambil saat pretest, post-test, dan retensi (dua minggu setelah perlakuan). Uji hipotesis menggunakan Anacova dengan taraf signifikansi 0,05. Sebelum diuji anacova, dilakukan uji normalitas data dengan uji Kolmogorov-Smirnov dan uji homogenitas data dengan uji Levene’s.
HASIL Hasil Uji Konsistensi Strategi Pembelajaran Reciprocal Teaching Hasil uji konsistensi strategi pembelajaran reciprocal teaching diketahui bahwa tingkat paralel data memiliki nilai signifikansi sebesar 0,003 dan tingkat koinsidensi data memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000. Kedua nilai tersebut lebih rendah daripada 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa garis persamaan regresi tidak paralel dan tidak berhimpit. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa pelaksanaan strategi pembelajaran reciprocal teaching dari awal sampai akhir tidak konsisten.
Gambar 1 Grafik Konsistensi Keterlaksanaan Sintaks Reciprocal Teaching
Hasil uji konsistensi strategi pembelajaran jigsaw memiliki tingkat paralel data memiliki nilai signifikansi sebesar 0,637dan tingkat koinsidensi data memiliki nilai signifikansi sebesar 0,430. Kedua nilai tersebut lebih tinggi
daripada 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa garis persamaan regresi paralel dan berhimpit. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa pelaksanaan strategi pembelajaran jigsaw dari awal sampai akhir konsisten.
Gambar 2 Grafik Konsistensi Keterlaksanaan Sintaks Jigsaw
Uji Hipotesis Keterampilan Metakognitif Tabel 1. Hasil Uji Anacova Pengaruh Strategi Pembelajaran Reciprocal Teaching dan Jigsaw terhadap Keterampilan Metakognitif Source Strategi
Type III Sum of Squares 478,355
df 1
Mean Square 478,355
F 6,833
Sig. ,011
Nilai F hitung sebesar 6,833 dengan Sig. 0,011 (p<0,05) sehingga hipotesis penelitian diterima, ada pengaruh strategi pembelajaran reciprocal teaching dan jigsaw) terhadap keterampilan metakognitif. Tabel 2. Rerata Nilai Keterampilan Metakognitif Terkoreksi Strategi XKMeta YKMeta Selisih KMetaCor 1=RT 12,11 27,52 15,41 27,58 2=Jigsaw 12,39 33,54 21,14 33,41
Peningkatan 127,21 % 170,61%
Uji Hipotesis Hasil Belajar Tabel 3. Hasil Uji Anacova Pengaruh Strategi Pembelajaran Reciprocal Teaching dan Jigsaw terhadap Hasil Belajar Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Strategi 52,382 1 52,382 ,457 ,502
Nilai F hitung sebesar 0,457 dengan Sig. 0,502 (p>0,05) sehingga hipotesis penelitian ditolak, tidak ada pengaruh strategi pembelajaran reciprocal teaching dan jigsaw) terhadap hasil belajar. Tabel 4. Rerata Nilai Hasil Belajar Terkoreksi Strategi XHB YHB Selisih 1=RT 8,66 35,23 26,57 2=Jigsaw 18,07 42,27 24,20
HBCor 38,33 35,93
Peningkatan 306,69 % 133,95%
Uji Hipotesis Retensi Keterampilan Metakognitif Tabel 5. Hasil Uji Anacova Pengaruh Strategi Pembelajaran Reciprocal Teaching dan Jigsaw Terhadap Retensi Keterampilan Metakognitif Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Strategi 350,907 1 350,907 7,371 ,009
Nilai F hitung sebesar 7,371 dengan Sig. 0,009 (p<0,05) sehingga hipotesis penelitian diterima, ada pengaruh strategi pembelajaran reciprocal teaching dan jigsaw) terhadap retensi keterampilan metakognitif. Tabel 6. Rerata Nilai Retensi Keterampilan Metakognitif Terkoreksi Strategi
YKMeta
YHB
Selisih
RMetaCor
Peningkatan
1=RT
27,52
27,23
-0,29
28,24
-1,05 %
2=Jigsaw
33,51
35,71
2,20
33,55
6,57%
Uji Hipotesis Retensi Hasil Belajar Tabel 7. Hasil Uji Anacova Pengaruh Strategi Pembelajaran Reciprocal Teaching dan Jigsaw Terhadap Retensi Hasil Belajar Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Strategi 615,141 1 615,141 7,367 ,009
Nilai F hitung sebesar 7,367 dengan Sig. 0,009 (p<0,05) sehingga hipotesis penelitian diterima, ada pengaruh strategi pembelajaran reciprocal teaching dan jigsaw) terhadap retensi hasil belajar. Tabel 8. Rerata Nilai Retensi Hasil Belajar Terkoreksi Strategi XHB YHB Selisih 1=RT
35,23
35,27
0,03
36,85
Peningkatan 0,09 %
2=Jigsaw
42,61
47,23
4,62
43,83
10,85%
HBCor
PEMBAHASAN Keterlaksanaan Sintaks Berdasarkan uji keterlaksanaan sintkas dengan uji regresi, strategi pembelajaran reciprocal teaching, diketahui bahwa pelaksanaan strategi pembelajaran reciprocal teaching dari awal sampai akhir tidak konsisten sedangkan pada strategi pembelajaran jigsaw pelaksanaan strategi pembelajaran jigsaw dari awal sampai akhir konsisten. Ketidakkonsitesian dalam melakukan strategi pembelajaran reciprocal teaching ini disebabkan oleh faktor kebiasaan belajar siswa, faktor kebiasaan mengajar guru, dan faktor alokasi waktu pembelajaran. Kebiasaan belajar siswa yang masih tergantung pada guru dan masih belum terbiasa dengan strategi pembelajaran reciprocal teaching membuat proses belajar mengajar tidak dapat berjalan dengan baik. Strategi pembelajaran reciprocal teaching yang tergolong rumit dimana siswa harus meringkas, membuat pertanyaan, memprediksi, dan mengkarifikasi menyebabkan guru membutuhkan banyak waktu untuk membimbing dan mengontrol kegiatan belajar siswa. Pengaruh Strategi Pembelajaran terhadap Keterampilan Metakognitif Berdasarkan hasil uji Anacova, strategi pembelajaran reciprocal teaching dan jigsaw berpengaruh terhadap keterampilan metakognitif. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Warouw (2009) dan Pratiwi (2009). Akan tetapi, hasil penelitian yang menghasilkan bahwa jigsaw lebih baik daripada reciprocal teaching dalam meningkatkan keterampilan metakognitif siswa tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suratno (2009).
Siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran jigsaw memiliki keterampilan metakognitif lebih tinggi disebabkan dalam strategi jigsaw terdapat hubungan saling ketergantungan yang positif dan tanggung jawab yang besar. Menurut Aronson (2000), anggota kelompok harus bekerja sama sebagai tim untuk mencapai tujuan utama, masing-masing orang bergantung pada yang lainnya, tidak ada satu pun siswa yang dapat sukses sepenuhnya kecuali setiap orang bekerja sama dengan baik sebagai tim. Desain kooperatif ini memfasilitasi adanya interaksi antara siswa di kelas, menuntun siswa untuk menilai satu sama lain dalam kontribusinya pada tugas yang diberikan. Keterampilan metakognitif menurut Livingston (1997) merupakan rangkaian proses yang seseorang gunakan untuk mengontrol proses kognitif. Menurut Schraw & Graham (1997) keterampilan metakognitif adalah apa yang seseorang lakukan untuk mengatur kognisinya. Proses ini membantu untuk meregulasi dan mengatur belajar yang terdiri dari merencanakan, memonitor, dan mengecek hasil dari proses tersebut (Livingston, 1997). Strategi pembelajaran jigsaw siswa dapat meningkatkan keterampilan metakognitifnya dengan cara belajar merencanakan, memonitor, dan mengecek hasil dari proses kognitifnya. Dengan adanya pembagian peran sebagai kelompok ahli yang kemudian nanti bertanggung jawab untuk mempresentasikan topik bagiannya kepada anggota kelompoknya, siswa dapat belajar bagaimana merencanakan belajar yang baik dalam kelompok ahli sehingga dapat memahami topik bagiannya tersebut dengan baik. Selama belajar atau diskusi dengan kelompok ahli, siswa harus senantiasa memantau proses belajarnya, apakah dia sudah mempunyai bekal ilmu yang cukup untuk dipresentasikan kepada teman kelompoknya. Setelah kembali ke kelompok asal, siswa dapat melakukan proses evaluasi diri, apakah belajarnya sudah maksimal dan dapat memahamkan teman timnya atau belum. Berdasarkan teori, strategi pembelajaran reciprocal teaching yang melalui empat kegiatan meringkas, membuat pertanyaan, memprediksi, dan mengklarifikasi, menurut Palincsar & Brown (1984) menyediakan dua fungsi, yaitu meningkatkan pemahaman dan monitoring pemahaman dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengecek apa yang sedang terjadi. Dengan demikian, stretegi pembelajaran reciprocal teaching seharusnya dapat meningkatkan keterampilan metakognitif siswa. Akan tetapi, pada kenyataannya peningkatan keterampilan metakognitif siswa dengan strategi jigsaw lebih tinggi. Hal ini disebabkan siswa masih belum terbiasa dengan sintaks reciprocal teaching sehingga setiap sintaks tidak terlaksana dengan maksimal. Pada tahapan meringkas, yang seharusnya meringkas merupakan proses identifikasi informasi penting, tema, dan ide-ide sentral di dalam teks dan mengintegrasikannya ke dalam pernyataan yang jelas dan ringkas, serta menunjukkan esensi dari bacaan (Doolittle dkk. 2006). Akan tetapi, siswa masih cenderung memindah teks bacaan ke lembar kerjanya. Siswa masih belum dapat merencanakan dan memonitor proses kognitifnya dengan baik dan proses meringkas menjadi tidak bermakna. Sintaks selanjutnya yaitu membuat pertanyaan, Fisher (1998) menyatakan bahwa dengan bertanya siswa dapat belajar memonitor perkembangan belajarnya. Akan tetapi, pada kenyataannya siswa biasanya hanya bertanya tentang istilah. Pertanyaan analisis jarang muncul. Hal ini berkaitan dengan sintaks selanjutnya yaitu memprediksi, dimana siswa harus memprediksi jawaban dari pertanyaan
yang diajukan dengan cara berdiskusi dengan teman kelompoknya karena dilakuan secara close book (tidak boleh membuka buku). Kemampuan siswa dalam memprediksi, menurut Palincsar & Brown (1984) tergantung pada kemampuan siswa dalam memahami bacaan. Kegiatan memprediksi merupakan kegiatan mengaktifkan kemampuan berpikirnya untuk memprediksi jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan. Dalam satu kelompok, biasanya yang cenderung aktif memprediksi adalah siswa-siswa tertentu saja yang memiliki motivasi dan kemampuan akademik lebih tinggi daripada teman-teman anggota lainnya sehingga teman-teman lainnya itu cenderung bergantung dan menyalin apa yang sudah diprediksi oleh temannya tadi. Sintaks berikutnya yaitu mengklarifkasi. Menurut Doolittle dkk. (2006), klarifikasi mencakup identifikasi dan klarifikasi dari berbagai hal yang belum dimengerti, hal yang sulit atau tidak familiar dari bacaan. Klarifikasi menyediakan motivasi untuk menengahi kebingungan melalui membaca ulang, penggunaan konteks dalam bacaan yang dibaca atau ditulis, dan menggunakan sumber eksternal misalnya kamus, dsb. Akan tetapi, yang bersemangat melakukan klarifikasi adalah siswa-siswa yang memiliki motivasi dan kemampuan akademik tinggi. Siswa yang tidak memiliki motivasi, hanya bergantung pada teman atau gurunya, tidak termotivasi untuk mencari literatur lainnya untuk mengecek jawabannya tersebut. Pengaruh Strategi Pembelajaran terhadap Hasil Belajar Berdasarkan hasil uji Anacova, strategi pembelajaran reciprocal teaching dan jigsaw tidak berpengaruh terhadap hasil belajar. Akan tetapi, kedua strategi ini berpotensi dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Warouw (2009) dan Pratiwi (2009). Akan tetapi, hasil penelitian yang menunjukkan bahwa reciprocal teaching lebih baik dalam meningkatkan hasil belajar daripada jigsaw ini sejalan dengan penelitian Suratno (2009). Strategi pembelajaran reciprocal teaching dapat memberikan sumbangsih lebih tinggi dalam meningkatan hasil belajar daripada jigsaw karena di dalam strategi pembelajaran reciprocal teaching terdapat tahap meringkas yang dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Livingston (1997) yang menyatakan bahwa membuat ringkasan akan meningkatkan pemahaman siswa dan peningkatan perolehan hasil belajar. Pemahaman membaca (reading comprehension) dapat ditempuh melalui kegiatan meringkas, membuat pertanyaan, serta menjawabnya. Pada strategi reciprocal teaching, siswa diminta berpikir menemukan konsep melalui kegiatan membaca, meringkas, membuat pertanyaan, memprediksi, dan mengklarifikasi. Pada strategi jigsaw sebenarnya siswa melakukan kegiatan berpikir yaitu pada saat diskusi kelompok ahli dan pada saat presentasi kepada teman kelompok asal. Dengan adanya pembagian tugas sebagai kelompok ahli ini sebenarnya memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari materi lebih luas. Akan tetapi, mempelajari materi yang luas ini hanya pada bagian satu materi saja. Menurut Fisher (1998), ada perbedaan antara pola pikir antara kelompok ahli dan bukan ahli. Kelompok ahli belajar materi yang lebih luas. Hal ini dapat menyebabkan siswa kuat pada materi tertentu dan lemah pada materi lainnya. Intensitas berpikir yang tinggi pada strategi reciprocal teaching ini sayangnya tidak ditunjang dengan kemampuan menyampaikan kepada teman lainnya secara maksimal, seperti pada strategi pembelajaran jigsaw.
Pengaruh Strategi Pembelajaran terhadap Retensi Keterampilan Metakognitif Berdasarkan hasil uji Anacova, strategi pembelajaran reciprocal teaching dan jigsaw berpengaruh terhadap keterampilan metakognitif. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Warouw (2009). Rendahnya retensi keterampilan metakognitif siswa yang menggunakan strategi pembelajaran reciprocal teaching dimungkinkan karena pada saat belajar dengan strategi ini, siswa tidak melakukan kontrol terhadap proses kognitifnya. Hal ini tercermin pada kegiatan meringkas. Siswa hanya memindahkan tulisan ke dalam lembar kerja. Siswa tidak memonitor dan mengevaluasi apakah kegiatan meringkasnya sudah maksimal atau belum, begitupula pada sintaks berikutnya. Dengan tidak berkonsentrasi atau tidak memperhatikan hal-hal yang seharusnya mereka lakukan menyebabkan proses belajar menjadi kurang bermakna. Keterampilan metakognitif tidak sampai disimpan dalam ingatan sehingga keterampilan tersebut langsung “keluar”. Pada akhirnya, keterampilan ini akan hilang setelah dua minggu tidak digunakan yang tercermin pada tes retensi, siswa sudah tidak dapat memanggil atau menggunakan keterampilan metakognitifnya sehingga mengakibatkan keterampilan metakognitif yang rendah. Menurut Winkel (2004), “keluar” dapat terjadi sebelum ada yang dimasukkan dalam LTM dan “lupa” dapat terjadi sesudah hasil pengolahan dimasukkan dalam LTM. Dengan demikian menjadi semakin jelas, bahwa lupa menunjukkan pada kesulitan untuk menggali (dari ingatan) aya yang telah diperhatikan, diolah dan dimasukkan ke dalam ingatan jangka panjang. Apa yang tidak diperhatikan pada fase konsentrasi dan tidak dicerna pada fase pengolahan sebelum dimasukkan ke dalam LTM, tidak dapat dikatakan “terlupakan”: hal-hal itu telah “keluar” dan dengan usaha apapun tidak dapat ditemukan, karena memang tidak ada dalam ingatan jangka panjang. Pembelajaran jigsaw memberikan peningkatan pada retensi keterampilan metakognitif, artinya siswa melakukan kontrol terhadap proses kognitifnya selama proses pembelajaran. Hal ini tercermin pada kegiatan diskusi kelompok ahli, siswa harus mengontrol proses kognitifnya dan mengevaluasi pada kegiatan diskusi dengan kelompok asal. Proses keterampilan metakognitif yang benarbenar dilaksanakan dengan baik ini akan tersimpan pada memori jangka panjangnya sehingga pada saat mengerjakan tes retensi, keterampilan metakognitif tersebut dapat diungkapkan kembali. Pengaruh Strategi Pembelajaran terhadap Retensi Hasil Belajar Berdasarkan hasil uji Anacova, strategi pembelajaran reciprocal teaching dan jigsaw berpengaruh terhadap retensi hasil belajar. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Warouw (2009) dan Muhiddin (2012). Siswa yang belajar dengan strategi jigsaw memiliki retensi hasil belajar yang lebih tinggi karena pada jigsaw terdapat proses belajar, yaitu: fase motivasi fase konsentrasi - fase mengolah - fase menyimpan - fase menggali - fase prestasi - fase umpan balik. Winkel (2004) menyatakan bahwa persoalan kapan terjadi lupa seharusnya dikaitkan dengan proses belajar itu sendiri. Pada saat siswa dibagi dalam kelompok asal kemudian dipertemukan dengan teman yang mendapatkan materi yang sama dalam satu kelompok ahli, siswa memiliki motivasi untuk dapat menguasai materi dengan baik agar nantinya dapat mempresentasikan kepada teman kelompoknya dengan baik (fase motivasi). Dengan adanya motivasi yang kuat ini maka akan mendorong siswa untuk berkonsentrasi belajar dengan baik, memperhatikan unsur-unsur yang relevan dengan cara berdiskusi dengan teman kelompok ahlinya untuk membahas hal-hal penting (fase konsentrasi). Hal-hal yang dianggap penting maka akan ditahan dalam short term memory dan mengolah inforasi untuk diambil maknanya atau mengorganisir
informasi menjadi konsep (fase mengolah). Setelah mengolah informasi tersebut menjadi konsep-konsep penting kemudian siswa berusaha untuk menyimpannya dalam ingatan atau long term memory karena akan dipresentasikan kepada teman kelompok asalnya (fase menyimpan). Setelah kembali ke kelompok asal, siswa bergantian mempresentasikan materinya kepada teman lainnya. Dalam tahap ini siswa menggali informsi-informasi penting yang sudah dipelajari dan didiskusikan dengan teman kelompok ahlinya untuk dibagikan kepada teman kelompok asalnya (fase menggali). Setelah dapat mempresentasikan dengan baik maka dia dapat menampakkan hasil belajar (fase prestasi). Setelah menampakkan hasil belajarnya, siswa mendapat konfirmasi dari guru atau teman sekelompok tentang prestasinya (fase umpan balik). Secara umum, strategi pembelajaran jigsaw lebih baik dalam hal meningkatkan keterampilan metakognitif, hasil belajar, dan retensi siswa. Hal disebabkan oleh sintaks jigsaw lebih mudah dipahami oleh siswa daripada sintaks reciprocal teaching yang cenderung lebih rumit untuk siswa berkemampuan akademik bawah. Oleh sebab itu, guru disarankan untuk mencoba menerapkan strategi jigsaw untuk meningkatkan keterampilan metakognitif, hasil belajar, dan retensi siswa berkemampuan akademik rendah. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Strategi pembelajaran reciprocal teaching dan jigsaw berpengaruh terhadap keterampilan metakognitif siswa. Strategi pembelajaran jigsaw memberikan peningkatan 170,61%, lebih tinggi daripada strategi pembelajaran reciprocal teaching yang sebesar 127,21% . 2. Strategi pembelajaran reciprocal teaching dan jigsaw tidak berpengaruh terhadap hasil belajar biologi siswa. Akan tetapi, keduanya berpotensi dalam meningkatkan hasil belajar. Strategi reciprocal teaching dapat meningkatkan sebesar 306,69 %, lebih tinggi daripada jigsaw yang memberikan peningkatan sebesar 133,95% terhadap hasil belajar siswa. 3. Strategi pembelajaran reciprocal teaching dan jigsaw berpengaruh terhadap retensi siswa. Strategi pembelajaran jigsaw memberikan peningkatan retensi keterampilan metakognitif sebesar 6,57 % sedangkan strategi pembelajaran reciprocal teaching mengalami penurunan yaitu -1,05 %. Strategi pembelajaran jigsaw memberikan peningkatan retensi hasil belajar sebesar 10,85%, lebih tinggi dari pada strategi pembelajaran reciprocal teaching yang sebesar 0,09%. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut. 1. Pemberian motivasi dan pengarahan kepada siswa dalam pelaksanaan strategi reciprocal teaching perlu sering dilakukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. 2. Kemampuan guru dalam mengelola kelas, misalnya guru harus tegas menyikapi siswa yang tidak patuh dan guru harus mampu membuat kelas tetap kondusif agar proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik. 3. Guru sebaiknya mencoba menerapkan strategi jigsaw untuk meningkatkan keterampilan metakognitif, hasil belajar, dan retensi siswa karena sintaks jigsaw yang lebih mudah dipahami daripada reciprocal teaching bagi siswa berkemampuan akademik rendah.
DAFTAR RUJUKAN Arends, R.I. 1998. Learning to Teach. New York : Mc Graw Hill. Inc. Aronson, E. 2000. The Jigsaw Classroom A Cooperative Learning Technique, (Online), (http://www.jigsaw.org/steps.htm), diakses 21 Januari 2013. Cooper, T. & Cedric G. 2009. The Effectiveness of Methods of Reciprocal Teaching. Education Papers and Journal Articles, (Online), 7: 45-52, (http://research.avondale.edu.au/edu_papers/7/), diakses 21 Januari 2013. Corebima, A.D. 2012. Pembelajaran yang Memberdayakan Keterampilan Metakognitif, Pemahaman Konsep, dan Retensi pada Pembelajaran Biologi SMA di Malang untuk Menolong Siswa Berkemampuan Akademik Rendah. Proposal Penelitian Tim Pascasarjana-HPTP (Hibah Pasca). Malang: Universitas Negeri Malang. Doolittle, P.E., David H, Cheri F.T, William D.N, & Carl A.Y. 2006. Reciprocal Teaching for Reading Comprehension in Higher Education:A strategy for Fostering The Deeper Understanding of Texts. International journal of Teaching and Learning in Higher Education, (Online), 17 (2): 106-118, (http://www.isetl.org/ijtlhe/pdf/IJTLHE1.pdf), diakses 24 Januari 2013. Eggen, P.D & D.P. Kauchak. 1996. Strategies for Teachers. Boston: Allyn and Bacon Fisher, R. 1998. Thinking about Thinking: Developing Metacognition in Children. Early Child Development and Care, 141: 1-15. (Online), ("http://www.teachingthinking.net/thinking/pages/robert_fisher_news.htm) , diakses 18 Maret 2013 Livingston, J.A. 1997. Metacognition: An Overview, (Online) (http://www.gse. buffalo.edu/fasshuell/cep564/metacog.htm), diakses 21 Januari 2013. Muhiddin. 2012. Pengaruh Integrasi Problem Based Learning dengan Pembelajaran Kooperatif Jigsaw dan Kemampuan Akademik terhadap Metakognisi, Berpikir Kritis, Pemahaman Konsep, dan Retensi Mahasiswa pada Perkuliahan Biologi Dasar di FMIPA Universitas negeri Makassar. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Palincsar, A.S, & Brown, A.L. 1984. Reciprocal Teaching of ComprehensionFostering and Comprehension- Monitoring Activities. Lawrence Erlbaum Associates, (Online), I (2): 117-175, (http://people. ucsc.edu/~gwells/Files/Courses_Folder/ED%20261%20Papers/Palincsar% 20Reciprocal%20Teaching.pdf), diakses Januari 2013. Pratiwi, M.E. 2009. Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Jigsaw terhadap Keterampilan Metakognitif dan Kemampuan Kognitif Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Malang pada Kemampuan Akademik Berbeda. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Rose, C. & Nicoll, M. J. 2007. Accelerated Learning for 21st Century. Jakarta: Yayasan Nuansa Cendekia. Schraw, G & Graham T. 1997. Helping Gifted Students Develop Metacognitive Awareness. Academic journal article from Roeper Review, (Online), 20 (1): 4-8, (http://www.questia.com/library/1G1-21225748/helping-giftedstudents-develop-metacognitive-awareness), diakses 9 Februari 2013. Suratno. 2009. Pengaruh Strategi Kooperatif Jigsaw dan Reciprocal Teaching terhadap Keterampilan Metakognisi dan Hasil Belajar Biologi Siswa Berkemampuan Atas dan Bawah di Jember. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Warouw, Z. W. M. 2009. Pengaruh Pembelajaran Metakognitif dengan Srategi Cooperatie Script dan Reciprocal Teaching pada Kemampuan Akademik Berbeda Terhadap Kemampuan dan Keterampilan Metakognitif, Berpikir Kritis, dan Hasil Belajar Biologi Siswa serta Retensinya di SMP Negeri Manado. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Winkel, W.S. 2004. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.